Alat ukur dan_teknik_pengukuran_jilid_1_kelas_10_sri_waluyanti_2008
Sistem kendali
1. SISTEM KONTROL KECEPATAN PUTAR SPIN COATING
BERBASIS MIKROKONTROLER ATmega8535
Oleh:
ERUS RUSTAMI
G74101018
DEPARTEMEN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
2. ii
ABSTRAK
ERUS RUSTAMI. Sistem Kontrol Kecepatan Putar Spin Coating Berbasis Mikrokontroler
ATmega8535. Dibimbing oleh Ir. Hanedi Darmasetiawan, MS. dan Ahmad Aminudin, M.Si
Metode pelapisan spin coating memiliki keunggulan dari sisi kemudahan, biaya, dan
kesederhanaan alat yang digunakan. Kecepatan putar merupakan salah satu parameter penting
dalam metode spin coating. Sistem kontrol loop tertutup (close loop control system) digunakan
untuk meningkatkan kestabilan kecepatan putar. Prinsip dasar sistem kontrol loop tertutup adalah
membandingkan nilai perintah (set point) dengan nilai kenyataan (preset value) melalui teknik
umpan balik. Selisih nilai diantara keduanya disebut sebagai kesalahan (error). Sistem akan
mengurangi error yang terjadi secara otomatis sampai pada batas ketepatan tertentu. Pengontrolan
kecepatan dilakukan oleh mikrokontroler ATmega8535 menggunakan bahasa pemrograman Basic
Compiler. Kecepatan putar yang dihasilkan ditampilkan pada layar Personal Computer (PC)
melalui komunikasi serial. Pengujian kalibrasi untuk nilai uji 800 rpm menghasilkan ketelitian
98,01% dan ketepatan 99,50%, nilai uji 1600 rpm ketelitian 99,69% dan ketepatan 98,60% dan
nilai uji 2400 ketelitian 99,75% dan ketepatan 98,80%. Pengujian perbandingan set point dan
preset value menghasilkan ketelitian 98,97 % dan ketepatan 99,63 %. Pengujian karakterisitk alat
menyatakan bahwa sinyal perintah mengalami overshoot, settling time bernilai 6 detik, dan steady
state error bernilai 1,75% untuk nilai uji 800 rpm, 1,75% untuk nilai ui 1200 rpm, dan 1,15%
untuk nilai uji 2000 rpm. Alat deposisi spin coating yang menggunakan sistem kontrol kecepatan
mampu mengeluarkan kecepatan pada nilai yang diperintahkan.
Kata kunci: spin coating, close loop control system, mikrokontroler ATmega8535, steady state
error
3. iii
SISTEM KONTROL KECEPATAN PUTAR SPIN COATING
BERBASIS MIKROKONTROLER ATmega8535
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains
pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Pertanian Bogor
ERUS RUSTAMI
G74101018
DEPARTEMEN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
4. iv
Judul : Sistem Kontrol Kecepatan Spin Coating Berbasis Mikrokontroler ATmega 8535
Nama : Erus Rustami
NRP : G74101018
Menyetujui:
Pembimbing I, Pembimbing II,
Ir. Hanedi Darmasetiawan, M.S Ahmad Aminudin, M.Si
NIP : 130 367 084
Mengetahui:
Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Institut Pertanian Bogor
Dr. Drh. Hasim, DEA
NIP : 131 578 806
Tanggal Lulus:
5. v
RIWAYAT HDUP
Penulis dilahirkan di Sukabumi pada tanggal 26 Februari 1983 sebagai
anak ketiga dari tiga bersaudara dari pasangan Sutawijaya dan Lilis
Fatimah.
Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Negeri Cimanggu II
pada tahun 1995, kemudian melanjutkan ke pendidikan menengah tingkat
pertama di Madrasah Tsanawiyah Negeri Cikembar tahun 1998, dan
selanjutnya menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMU Negeri 1
Cibadak.
Pada tahun 2001, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui
jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) sebagai mahasiswa di Departemen Fisika, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Selama kuliah penulis aktif di berbagai kegiatan kemahasiswaan antara lain Himpunan
Mahasiswa Fisika (HIMAFI) di Departemen Pengembangan Sumberdaya Manusia pada tahun
2001-2002, Himpunan Mahasiswa Fisika (HIMAFI) di Departemen Kerohanian pada tahun 2002-
2003, Badan Kerohanian Islam Mahasiswa (BKIM) sebagai ketua Departemen Pembinaan pada
tahun 2002-2003. Badan Kerohanian Islam Mahasiswa (BKIM) sebagai ketua Harian II Wilayah
Baranang Siang pada tahun 2003-2004. Penulis juga pernah menjadi Asisten Fisika Dasar I dan II,
Elektronika I dan II, serta Elektronika Digital.
6. vi
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, taufiq
dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ”Sistem Kontrol
Kecepatan Putar Spin Coating Berbasis Mikrokontroler ATmega8535”. Penulisan karya ilmiah ini
dilakukan untuk memenuhi tugas akhir guna mendapatkan gelar Sarjana Sains pada Departemen
Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Shalawat dan
salam semoga senantiasa tercurah kepada tauladan seluruh manusia Rasulullah Muhammad SAW
para sahabatnya, keluarganya, dan ummatnya hingga akhir zaman.
Sebuah kebahagiaan yang sangat besar karya ini dapat diselesaikan. Tentu saja keberhasilan
ini diwujudkan melalui perjuangan dan kesabaran serta dukungan dari berbagai pihak. Pada
kesempatan ini patutlah kiranya penulis sampaikan rasa terima kasih kepada:
Bapak Hanedi Darmasetiawan dan Bapak Ahmad Aminudin selaku pembimbing dalam
penelitian ini yang telah membimbing dan mengarahkan dengan penuh kesabaran,
petunjuk, dan motivasi dari awal hingga akhir.
Bapak Irzaman selaku pembimbing pertama atas tawaran ide penelitiannya.
Pak Firman atas bantuan administrasinya juga pak Mus, Pak Yani pak Faisal atas
bantuannya untuk menggunakan fasilitas laboratorium dan bengkel.
Pak Tony atas bantuannya dalam penggunaan fasilitas laboratorium elektronika.
Ibu, Bapak, kakakku tercinta Tita Novianti, dan Arie Maulana yang senantiasa
memotivasi dan memberikan yang terbaik untuk penulis.
Ihsan dan Rizal yang telah menjadi teman seperjuangan dan diskusi panulis.
Subhi, Taofik, Fahmi, Azzam, Agung, Ario, Roni, Dian atas semangat kebersamaan
yang telah dijalani selama melakukan penelitian di laboratorium mikrokontroler.
Kang Dadang, mas Wahyu, kang Rokim, Zahrul, Nazmi, Kunta, Agus, Bayin, Fadli,
atas dukungan dan kebersamaanya yang mampu membangkitkan semangat.
Seluruh teman yang telah memberikan dukungan dan motivasi.
Sehebat apapun pekerjaan yang dilakukan manusia pasti ada celah kelemahan di dalamnya,
tak ada gading yang tak retak. Begitu juga dengan karya ini, pasti ada kekurangan dan bagian yang
perlu ditambahkan. Untuk itu penulis membutuhkan saran dan kritik dari siapapun untuk
perbaikan di masa yang akan datang. Semoga apa yang dilakukan dan disampaikan penulis bisa
memberikan manfaat bagi kita semua.
Bogor, Mei 2008
Erus Rustami
7. vii
DAFTAR ISI
Halaman
PRAKATA ............................................................................................................................ i
DAFTAR ISI ......................................................................................................................... ii
DAFTAR TABEL .................................................................................................................. iii
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................................. iii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................................... iv
PENDAHULUAN
Latar Belakang ......................................................................................................... 1
Tujuan Penelitian .................................................................................................... 1
TINJAUAN PUSTAKA
Metode Spin Coating ................................................................................................. 1
Teori Sistem Kontrol ................................................................................................ 2
Digital to Analog Converter ...................................................................................... 2
Pulse Width Modulations .......................................................................................... 3
Actuator ................................................................................................................... 4
Sensor ...................................................................................................................... 4
Frequency to Voltage Converter ................................................................................ 4
Mikrokontroler ATmega 8535 ................................................................................... 5
Komunikasi Serial .................................................................................................... 5
METODOLOGI PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian .................................................................................... 5
Alat dan Bahan ......................................................................................................... 6
Metode Penelitian ..................................................................................................... 6
Merancang Diagram Blok Fungsional ........................................................................ 6
Merancang Rangkaian Masing-masing Blok Fungsional ............................................ 6
Pembuatan dan Pengujian Rangkaian Secara Terpisah ............................................... 6
Pembuatan Software .................................................................................................. 7
Kalibrasi Alat ............................................................................................................ 7
Pengambilan Data ..................................................................................................... 7
HASIL DAN PEMBAHASAN
Digital to Analog Converter ...................................................................................... 7
Rangkaian Pembalik.................................................................................................. 8
Motor Controller ....................................................................................................... 9
Motor........................................................................................................................ 11
Magnetic Encoder ..................................................................................................... 12
Rangkaian Pengkondisi ............................................................................................. 12
Frequency to Voltage Converter ................................................................................ 12
Analog to Digital Converter ..................................................................................... 13
Sistem Kontrol .......................................................................................................... 14
Data Pengujian Alat .................................................................................................. 16
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan .................................................................................................................. 18
Saran ........................................................................................................................ 18
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 18
LAMPIRAN
ii
8. iii
viii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Tabel keluaran DAC 0808 ......................................................................................... 7
Tabel 2. Tabel keluaran rangkaian pembalik ............................................................................ 8
Tabel 3. Tabel keluaran tegangan rata-rata PWM .................................................................... 10
Tabel 4. Tabel frekuensi keluaran motor .................................................................................. 11
Tabel 5. Tabel pengujian karakteristik F/V .............................................................................. 13
Tabel 6. Tabel pengujian ADC ................................................................................................ 13
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Hubungan antara kecepatan putar dan ketebalan lapisan ....................................... 2
Gambar 2. Sistem kontrol loop tertutup ................................................................................. 2
Gambar 3. Skema sederhana DAC weighted resistor ............................................................. 2
Gambar 4. Proses pembentukan sinyal PWM ........................................................................ 3
Gambar 5. Nilai tegangan rata-rata PWM ............................................................................. 3
Gambar 6. Rangkaian pengontrol tegangan motor ................................................................. 3
Gambar 7. Rangkaian internal IC LM2917 8-pin .................................................................. 5
Gambar 8. Pengiriman data serial ......................................................................................... 5
Gambar 9. Diagram alir penelitian ........................................................................................ 6
Gambar 10. Diagram blok fungsional rancangan alat deposisi spin coating ............................. 6
Gambar 11. Diagram blok fungsional alat deposisi spin coating .............................................. 7
Gambar 12. Rangkaian DAC menggunakan DAC 0808 .......................................................... 7
Gambar 13. Hubungan antara keluaran DAC dan bilangan biner ............................................. 8
Gambar 14. Rangkaian pembalik tegangan .............................................................................. 8
Gambar 15. Hubungan antara tegangan pembalik dan keluaran DAC ....................................... 8
Gambar 16. Rangkaian pengkondisi tegangan.......................................................................... 9
Gambar 17.a Sinyal PWM ketika Vref = 0 V .......................................................................... 9
Gambar 17.b Sinyal PWM ketika Vref = 2,5 V ........................................................................ 10
Gambar 17.c Sinyal PWM ketika Vref = 5 V ........................................................................... 10
Gambar 18. Hubungan antara Vrata-rata dan bilangan biner ......................................................... 10
Gambar 19. Motor tipe UGFMED B1 20E buatan Yaskawa .................................................... 11
Gambar 20. Hubungan antara frekuensi dan Vsupply .................................................................. 11
Gambar 21. Bentuk pulsa keluaran encoder ............................................................................ 12
Gambar 22. Rangkaian pengkondisi sinyal ............................................................................. 12
Gambar 23. Rangkaian F/V lengkap ....................................................................................... 12
Gambar 24. Hubungan antara frekuensi dan tegangan pada rangkaian F/V ............................... 13
Gambar 25. Hubungan antara tegangan dan bilangan biner ...................................................... 14
Gambar 26. Hubungan antara kecepatan putar dan ulangan pengukuran yang menampilkan
nilai aktual dan terbaca ........................................................................................ 16
Gambar 27. Hubungan antara kecepatan putar dan ulangan pengukuran yang menampilkan
nilai aktual dan terbaca ......................................................................................... 16
Gambar 28. Hubungan antara kecepatan putar dan ulangan pengukuran yang menampilkan
nilai aktual dan terbaca ........................................................................................ 16
Gambar 29. Perbandingan kecepatan antara set point dan preset value ..................................... 17
Gambar 30. Hubungan antara kecepatan putar dan ulangan pengukuran
pada nilai uji 800 rpm .......................................................................................... 17
Gambar 31. Hubungan antara kecepatan putar dan ulangan pengukuran
pada nilai uji 1200 rpm ........................................................................................ 17
Gambar 32. Hubungan antara kecepatan putar dan ulangan pengukuran
pada nilai uji 2000 rpm ........................................................................................ 17
9. iv
ix
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Data Pengujian Kalibrasi Putaran ....................................................................... 21
Lampiran 2. Data Perbandingan Set point dan Preset value .................................................... 22
Lampiran 3. Data Pengujian Settling Time dan Steady State Error ......................................... 23
Lampiran 3. Gambar Alat Deposisi Spin Coating................................................................... 24
Lampiran 4. Skema Rangkaian Pembangkit Sinyal PWM ..................................................... 25
Lampiran 5. Skema Rangkaian Catu Daya ............................................................................. 26
Lampiran 6. Skema DT-AVR Low Cost Micro System ........................................................... 27
Lampiran 7. Datasheet ATmega 8535 .................................................................................. 28
Lampiran 8. Datasheet DAC 0808 ........................................................................................ 30
Lampiran 9. Datasheet IC LM2917 Frequency to Voltage Converter .................................... 32
Lampiran 10. Datasheet Motor UGFMED B1 20E Produksi Yaskawa .................................... 34
Lampiran 11. Datasheet Magnetic Encoder UTMSI-01BNA .................................................. 35
10. 1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perkembangan teknologi material
merupakan salah satu bagian yang mendapat
perhatian besar para peneliti di dunia.
Banyak penelitian dilakukan untuk
menghasilkan material dengan karakteristik
yang baru sesuai dengan kebutuhan. Salah
satu cara yang digunakan untuk
menghasilkan material yang diinginkan
adalah dengan teknik pelapisan material.
Berbagai macam metode pelapisan
material telah dikembangkan untuk
mendukung perkembangan teknologi
material. Secara garis besar ada dua macam
metode pembuatan lapisan yaitu metode
konvensional dan sol-gel. Spin coating, dip
coating, electrophoresis, thermoporesis, dan
settling (sedimentation) merupakan bagian
dari metode sol-gel. Metode pelapisan spin
coating merupakan metode sol-gel yang
paling mudah, murah, dan sederhana
(Asrorudin 2004).
Alat deposisi spin coating yang telah
dibuat masih memiliki beberapa
keterbatasan, yaitu kecepatan putar hanya
dihasilkan pada nilai tertentu dan proses
pengontrolannya masih bersifat manual.
Kecepatan putaran yang dinyatakan dalam
satuan rotation per minute (rpm) merupakan
parameter yang penting pada metode spin
coating. Semakin banyak nilai kecepatan
yang dapat dihasilkan akan membuat proses
pelapisan material menjadi semakin beragam
dan sangat mungkin mendapatkan hasil akhir
yang lebih baik. Faktor penting lain dalam
proses spin coating adalah kestabilan putaran
yang dikeluarkan dan kemampuan untuk
menghasilkan nilai kecepatan putaran yang
sama dengan nilai yang diperintahkan.
Pada bagian lain, di bidang teknik
berkembang sebuah metode untuk
mendapatkan nilai keluaran yang tepat,
mengurangi error yang terjadi, dan tanggap
terhadap perubahan, metode ini disebut
sebagai sistem kontrol otomatis. Metode ini
bekerja secara otomatis dalam proses
pengontrolan alat atau mengeluarkan nilai
yang diinginkan. Proses pengontrolannya
dapat dilakukan secara analog yaitu dengan
menggunakan komponen elektronika, atau
secara digital melalui instruksi-instruksi
dalam bahasa pemrograman tertentu.
Penggunaan sistem kontrol kecepatan
pada spin coating masih jarang ditemukan
pada alat-alat spin coating yang beredar di
pasaran. Kalaupun ada harga yang harus
dibayar masih terlalu mahal. Oleh karena itu
penulis merancang alat deposisi spin coating
yang menggunakan sistem kontrol kecepatan
secara otomatis, memiliki kemampuan yang
tinggi dengan biaya yang lebih murah.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk
merancang alat deposisi spin coating yang
menitikberatkan pada sistem pengontrolan
kecepatan putar motor. Alat yang dibuat
adalah alat deposisi spin coating yang
memiliki karakteristik tingkat akurasi
keluaran yang tinggi lebih di atas 90%,
variasi nilai kecepatan yang beragam, dan
kecepatan putaran motor yang stabil.
TINJAUAN PUSTAKA
Metode spin coating
Proses spin coating dibagi menjadi empat
yaitu tahap deposisi, spin-up, spin-off, dan
evaporasi. Tahap pertama dimulai dari
diteteskan atau dialirkannya cairan pelapis
berupa gel di atas substrat. Pada tahap
deposisi substrat belum diputar. Kemudian
pada tahap berikutnya substrat mulai diputar.
Akibat gaya sentrifugal cairan menjadi
tersebar secara radial keluar dari pusat
putaran menuju tepi piringan. Pada tahap ini
substrat mengalami percepatan. Sedangkan
pada kedua tahap berikutnya laju putaran
mulai konstan, artinya tidak ada percepatan
sudut pada substrat. Pada tahap spin-off
sebagian cairan yang berlebih akan menuju
ke tepi substrat dan akhirnya terlepas dari
substrat membentuk tetesan-tetesan.
Semakin menipis lapisan yang terbentuk
semakin berkurang tetesan-tetesan yang
terbuang. Hal ini dipengaruhi oleh adanya
penambahan hambatan alir dan viskositas
pada saat lapisan semakin tipis. Tahap
terakhir, evaporasi, merupakan mekanisme
utama dari proses penipisan lapisan.
Ketebalan lapisan yang terbentuk
ditentukan oleh dua parameter utama yaitu
viskositas dan laju putaran (angular speed)
disamping parameter-parameter lainnya
seperti waktu dan kerapatan cairan.
(Asrorudin 2004).
11. 2
Kecepatan putar merupakan salah satu
faktor terpenting dalam proses spin coating.
Kecepatan putar pada substrat berpengaruh
terhadap sudut gaya sentrifugal yang
mengenai cairan resin selain kecepatan dan
turbullence udara diatasnya. Secara lebih
spesifik tingkat kecepatan putar yang tinggi
menetukan ketebalan lapisan yang terbentuk.
Gambar 1 menunjukkan kurva hubungan
antara kecepatan putar dan ketebalan lapisan
(www.cise.columbia.edu).
Gambar 1. Hubungan antara ketebalan lapisan dan
kecepatan putar
Teori Sistem Kontrol
Sistem kontrol merupakan sekumpulan
alur logika yang dibuat dengan tujuan agar
alat mampu bekerja dengan optimal. Aliran
prosesnya secara sederhana dimulai dari
adanya perintah yang dilanjutkan dengan
manipulasi proses dan berakhir pada bagian
tampilan keluaran.
Berdasarkan ada atau tidaknya umpan
balik (feedback), Ogata (1985) membagi
sistem kontrol menjadi dua jenis yaitu
sistem kontrol loop tertutup (close loop
control system) dan sistem kontrol loop
terbuka (open loop control system) .
Sistem kontrol loop terbuka lebih
sederhana dan mudah dibuat, tetapi memiliki
kelemahan dalam hal merespon gangguan
dari luar sistem. Apabila terjadi gangguan
sistem kontrol loop terbuka tidak memiliki
mekanisme pengurangan error secara
otomatis. Sehingga nilai keluarannya
berbeda dengan yang diperintahkan.
Sistem kontrol loop tertutup adalah
sistem kontrol yang sinyal keluarannya
diumpankan kembali ke masukan sehingga
aksi pengontrolan dipengaruhi oleh nilai
keluaran tersebut. Istilah loop tertutup
bermakna menggunakan aksi umpan balik
untuk memperkecil kesalahan sistem.
Nilai keluaran yang berasal dari sensor
disebut sebagai nilai sebenarnya (preset
value). Sebelum masuk ke dalam proses
pengendalian nilai tersebut akan
dikondisikan terlebih dahulu agar sesuai
dengan karakteristik masukan pengendali
(controller). Tahapan berikutnya adalah
proses perbandingan antara preset value
dengan nilai yang diperintahkan (set point)
oleh controller. Perbedaan atau selisih nilai
diantara keduanya disebut sebagai kesalahan
(error). Dalam sistem kontrol loop tertutup
controller akan memberikan perintah untuk
memperkecil error tersebut kepada bagian
aksi kendali (actuator) secara otomatis.
Berdasarkan proses tersebut sistem kontrol
loop tertutup sering disebut sistem kontrol
otomatis (automatic control system). Gambar
2 menunjukkan proses yang terjadi pada
sistem kontrol loop tertutup (Ogata 1985;
Jacob 1989).
Gambar 2. Sistem kontrol loop tertutup
Digital to Analog Converter
Digital to Analog Converter (DAC)
adalah sebuah rangkaian yang berfungsi
untuk mengubah nilai digital dalam bentuk
bilangan biner menjadi besaran analog
seperti tegangan dan arus. Rangkaian
internal DAC secara sederhana digambarkan
terdiri atas kombinasi resistor dan Op Amp,
sebagaimana yang terlihat pada Gambar 3:
Gambar 3. Skema sederhana DAC
weighted resistor
Tegangan keluaran DAC dapat
ditentukan dengan persamaan sebagai
berikut:
0
x Vref (1)
Vout A A 1
An
n
2
.....
4
2
Keterangan :
Vout : Tegangan keluaran analog (V)
Vref : Tegangan referensi (V)
n : Jumlah bit yang dicari
12. 3
D ton (2)
Vs
M
DC motor
PWM output MOSFET
DAC yang mempunyai lebar data 8 bit
akan memiliki 28 = 256 tingkat nilai analog.
Nilai tegangan keluaran dapat digabungkan
dengan rangkaian pengubah tegangan ke arus
jika keluaran yang yang dibutuhkan adalah
arus (Priyonoto 2004).
Pulse Width Modulations
Pulse Width Modulations (PWM)
merupakan sebuah teknik pengontrolan
tegangan menggunakan metode pengaturan
lebar pulsa. Sebuah PWM biasanya
merupakan gabungan antara rangkaian
pembangkit sinyal segitiga dengan nilai
tegangan referensi yang dapat diatur. Kedua
kompenen tersebut kemudian dihubungkan
dengan sebuah comparator.
Pengaturan lebar pulsa dilakukan dengan
mengatur nilai tegangan referensi. Jika level
tegangan sinyal segitiga lebih besar dari
tegangan referensi maka tegangan keluaran
komparator bernilai positif (kondisi on),
sedangkan jika level tegangan sinyal segitiga
lebih kecil dari tegangan referensi maka
keluaran komparator benilai nol (kondisi
off). Semakin tinggi nilai referensi akan
mengakibatkan kondisi on semakin kecil
atau sempit, sebaliknya semakin kecil nilai
tegangan referensi akan menyebabkan
kondisi on akan semakin besar atau lebar.
Asrorudin (2004) menunjukkan proses
pembentukan sinyal PWM pada Gambar 4.
Gambar 4. Proses pembentukan sinyal PWM
Perbandingan lebar pulsa on dengan
periode gelombang keluaran PWM disebut
dengan istilah siklus kerja (duty cycle).
Sebagai contoh apabila lama waktu on-nya
setengah dari periode gelombang PWM
yang dihasilkan, maka siklus kerja
gelombang kotak tersebut adalah 50%.
Siklus kerja atau duty cicle (D) sebuah
gelombang kotak dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan berikut:
x100%
T
Keterangan:
D : Duty Cycle (%)
ton : Lama waktu on (s)
T : Perioda gelombang kotak (s)
Siklus kerja gelombang kotak sebanding
dengan nilai tegangan rata-rata dc (dc
average voltage) yang dikeluarkan. Sebagai
contoh gelombang kotak dengan tegangan
maksimum 100 V dan siklus kerja 75% akan
memiliki rata-rata tegangan dc sebesar 75 V,
yaitu 75% dari 100 V. Nilai tegangan rata-rata
inilah yang nantinya akan diterima oleh
bagian lain sebagai tegangan keluaran PWM.
Gambar 5 menunjukkan nilai tegangan rata-rata
untuk siklus kerja yang berbeda.
Gambar 5. Nilai tegangan rata-rata PWM
Nilai tegangan rata-rata keluaran PWM
digunakan untuk menggerakkan motor. Arus
keluaran PWM tidak terlalu besar sehingga
tidak dapat langsung dihubungkan dengan
motor. Diperlukan rangkaian tambahan
sebagai pengontrol tegangan motor. Gambar
6 merupakan salah satu contoh rangkaian
pengontrol tegangan motor.
Gambar 6. Rangkaian pengontrol tegangan motor
Rangkaian pengontrol motor di atas
menggunakan teknik penyaklaran untuk
menyalurkan tegangan rata-rata dari
13. 4
gelombang kotak. Alat penyaklaran
(switching device) yang biasa digunakan
adalah transistor, SCR, dan sebagainya.
Komponen jenis ini dipilih karena memiliki
kemampuan penyaklaran yang tinggi dengan
kapasitas arus yang besar. Rangkaian pada
gambar di atas menggunakan transistor jenis
MOSFET.
Actuator
Actuator merupakan perangkat keras
yang menjadi objek sistem kendali. Bagian
ini akan memproses masukan yang diterima
untuk dikonversi menjadi aksi keluaran yang
seusai.
Pada rancangan alat deposisi spin coating
yang berfungsi sebagai actuator adalah
motor listrik arus searah (direct current)
yang dihubungkan dengan substrate holder.
Kecepatan angular motor dipengaruhi oleh
torsi yang dihasilkan dari gaya lorentz FL
sebagaimana dituliskan dalam persamaan
berikut ini:
= FL x r dan (3)
FL = IBl sin (4)
Keterangan :
FL : gaya lorentz (N)
r : lengan gaya (m)
I : arus (A)
B : medan magnet (T)
L : panjang kawat berarus (m)
: sudut antara vektor normal permukaan
loop dan medan magnet.
Nilai torsi digunakan untuk
menggerakkan substrate holder berbentuk
cakram melalui poros yang langsung
dihubungkan. Pada cakram tidak ada torsi
eksternal netto yang dikerjakan. Menurut
hukum kekekalan momentum angular, jika
torsi eksternal yang bekerja pada sebuah
benda sama dengan nol, maka momentum
angular total sistem adalah konstan
dL 0
atau
dt
L = I = konstan (5)
adalah kecepatan angular dan I adalah
momen inersia cakram padat yang bernilai ½
MR2 (Sadiku 2001). Gaya yang dihasilkan
dari putaran cakram dengan arah menuju luar
cakram digunakan untuk membuat lapisan
tipis.
Dari persamaan (4) dan (5) terlihat
hubungan antara kecepatan angular cakram
dan arus yang diberikan ke motor. Semakin
besar arus yang diberikan maka semakin
besar kecepatan angular yang dihasilkan.
Motor yang digunakan dalam
perencanaan ini adalah DC motor yang
menggunakan magnet permanen pada bagian
stator-nya. Magnet permanen motor
mempunyai kurva hubungan antara
kecepatan dan torsi yang linier dalam
rentang yang lebar. Keunggulan penggunaan
magnet permanen adalah motor tidak
membutuhkan daya listrik untuk
menghasilkan medan stator, sehingga daya
dan pendinginan yang diperlukan lebih
sedikit dibandingkan motor yang
menggunakan prinsip kerja elektromagnet.
Sensor
Sensor merupakan komponen elektronika
yang berfungsi untuk mengubah besaran
fisik menjadi nilai lain seperti tegangan,
arus, atau yang lainnya.
Pada penghitungan nilai kecepatan putar
sensor yang dapat digunakan diantaranya
opotocoupler, photodioda, atau encoder
(magnetic dan optical). Masing-masing
komponen memiliki kelebihan dan
kekurangan dilihat dari sisi ketepatan,
ketelitian, ataupun dari aspek ekonomi.
Magnetic encoder dipilih sebagai sensor
pencacah putaran dengan pertimbangan
bahwa sensor ini telah terintegrasi dalam
motor yang digunakan, sehingga dirasakan
lebih ekonomis dengan tanpa mengurangi
sisi keakuratan pembacaaan data.
Berdasarkan datasheet yang diberikan
encoder mampu mencacah dengan ketelitian
pencacahan sebesar 116 pulsa/putaran.
Frequency to Voltage Converter
Rangkaian frequency to voltage converter
(F/V) berfungsi sebagai pencacah frekuensi
keluaran dari encoder dan mengubahnya
menjadi tegangan. Tegangan yang dihasilkan
berbanding lurus dengan jumlah frekuensi
cacahan. Nilai tegangan ini selanjutnya akan
dijadikan sebagai preset value (Thiang et al.
1999).
Komponen utama rangkaian F/V adalah
IC LM2917 8-pin. Komponen ini dipilih
karena memiliki beberapa keunggulan yaitu
memiliki dioda zener internal sebagai
penyedia tegangan yang stabil, nilai
tegangan referensi sinyal 0 V, dan harga
14. 5
yang terjangkau. Gambar 7 memperlihatkan
rangkaian internal IC LM2917 8-pin.
Gambar 7. Rangkaian internal
IC LM2917 8-pin
Agar LM2917 beroperasi dengan optimal
maka harus diperhatikan pemasangan
komponen tambahan pada kaki-kakinya,
terutama pada empat kaki utama yaitu:
Kaki 1 : sinyal masukan
Kaki 2 : C1 ke ground
Kaki 3 : C2 pararel R1 ke ground
Kaki 8 : ground
. Pada saat nilai masukan lebih besar atau
kecil dari referensi maka charge pump akan
aktif. Cara kerja charge pump mirip dengan
kapasitor. Semakin tinggi frekuensi sinyal
yang masuk, maka proses pengisian muatan
menjadi semakin cepat sehingga nilai
tegangan dc yang dikeluarkan pun semakin
besar, begitu juga sebaliknya ketika
frekuensi semakin kecil maka nilai tegangan
dc yang dihasilkan akan semakin kecil pula.
Berdasarkan datasheet LM2917 besarnya
tegangan yang dihasilkan dapat dihitung
menggunakan persamaan berikut:
Vout = Vsup x R1 x C1 x fin (6)
Keterangan:
Vout : tegangan keluaran (V)
Vsup : tegangan supply (V)
R1 : nilai resistor pada kaki 3 ()
C1 : nilai kapasitor pada kaki 2 (F)
fin : frekuensi masukan (Hz)
Mikrokontroler ATmega8535
Mikrokontroler ATmega8535 adalah
jenis mikrokontroler low-power CMOS 8-bit
yang berdasarkan arsitektur AVR (Alf and
Vergard’s Risc processor) RISC.
Pelaksanaan instruksinya menggunakan
siklus clock tunggal dengan throughputs
mendekati 1 MIPS (Mega Instructions per
Second) tiap MHz. Terdapat 4 buah port
(PortA, PortB, PortC dan PortD) yang
kesemuanya mempunyai kemampuan
sebagai I/O 8-bit bi-directional. Khusus
untuk PortA selain fungsi di atas juga dapat
digunakan sebagai sebagai ADC internal 10-
bit yang mampu mengubah nilai analog
menjadi data digital dengan nilai maksimal
1023.
Dalam penelitian ini mikrokontroler
ATmega8535 yang dipakai sudah
terintegrasi dalam modul DT-AVR low cost
micro system buatan inovative electronics.
Komunikasi Serial
Komunikasi serial adalah mekanisme
pengiriman data secara berurutan dapat
secara sinkron (Synchronous) atau secara
asinkron (Asynchronous). Pada komunikasi
data serial sinkron, clock dikirimkan
bersama-sama dengan data, sedangkan pada
komunikasi data serial asinkron clock tidak
dikirimkan bersama data serial, tetapi
dibangkitkan secara sendiri-sendiri baik pada
sisi pengirim (transmitter) maupun pada sisi
penerima (receiver). Mikrokontroler
berkomunikasi dengan perangkat luar
menggunakan sistem USART (Universal
Synchronous and Asynchronous serial
Receiver and Transmitter).
Kecepatan pengiriman data (baud rate)
dan fase clock pada transmitter dan pada
receiver harus sinkron. Untuk itu diperlukan
sinkronisasi antara pengirim dan penerima.
Hal ini dilakukan oleh bit ’Start’ dan bit
’Stop’. Ketika saluran transmisi dalam
keadaan idle, keluaran adalah dalam keadaan
logika ’high’. Ketika transmitter akan
mengirimkan data, keluaran akan diset lebih
dulu ke logika ’low’ untuk nilai satu bit.
Sinyal ini pada receiver akan dikenali
sebagai sinyal ’Start’ yang digunakan untuk
mensinkronkan fase clock sehingga sinkron
dengan fase clock pengirim. Selanjutnya,
data akan dikirim secara serial dari bit paling
rendah (bit 0) sampai bit tertinggi dan akan
dikirim sinyal ’Stop’ sebagai akhir dari
pengiriman data serial (Prasetia et al. 2004)
Gambar 8. Pengiriman data serial
Nilai baud rate dapat dipilih bebas dalam
rentang tertentu, biasanya nilai yang sering
dipakai adalah 9600. Alat-alat yang akan
berkomunikasi harus diatur pada nilai baud
rate yang sama.
15. 6
METODOLOGI PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di laboratorium
elektronika, dan laboratorium hardware dan
kontrol Departemen Fisika, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pegetahuan Alam,
Institut Pertanian Bogor mulai Juli 2005
sampai dengan April 2008.
Alat dan Bahan
Bahan-bahan yang digunakan pada
penelitian ini meliputi komponen
elektronika, PCB (Printed Board Circuit)
matriks, timah solder, kotak logam (chasis),
dan logam alumunium.
Alat yang digunakan pada penelitian
meliputi, signal generator, microcontroler
tranier, osiloskop, frequency counter,
multimeter, variable power supply, solder,
penyedot timah, bor tangan, dan alat-alat
perbengkelan..
Metode Penelitian
Diagram alir metode penelitian
ditunjukkan pada Gambar 9.
Gambar 9. Diagram alir penelitian
1. Merancang Diagram Blok Fungsional
Langkah pertama yang dilakukan adalah
menggambarkan rancangan alat dalam
bentuk blok fungsional, sebagaimana yang
terlihat pada Gambar 10.
Gambar 10. Diagram blok fungsional rancangan
alat deposisi spin coating
Fungsi masing-masing blok adalah
sebagai berikut:
a. ATmega8535
Menerima perintah dari PC dan
mengirimkan nilai biner yang sesuai ke
DAC.
b. DAC
Mengubah nilai biner perintah dari PC
menjadi nilai analog dalam bentuk
tegangan.
c. Analog PID Controller
Mengurangi error yang terjadi antara set
point dengan preset value secara
otomatis.
d. Driver Motor
Rangkaian penggerak objek yang
dikontrol yaitu motor dc.
e. Motor
Objek yang akan dikontrol nilai
keluarannya.
f. Sensor
Menghitung jumlah putaran yang
dihasilkan oleh motor.
g. Frequency to Voltage Converter
Mengubah nilai frekuensi yeng terukur
menjadi tegangan yang sesuai.
h. PC (Personal Computer)
Menerima perintah dalam bentuk set
point dan waktu kemudian menampilkan
kecepatan aktual sebagai preset value.
2. Merancang Rangkaian Masing-masing
Blok Fungsional
Tahapan perancangan blok fungsional
dimulai dari penelusuran literatur,
perhitungan nilai-nilai komponen yang akan
digunakan, sampai pada simulasi rangkaian
menggunakan Multisim 7.1.
3. Pembuatan dan Pengujian Rangkaian
Secara Terpisah
Skema yang telah dirancang diuji
menggunakan protoboard kemudian dibuat
16. 7
dalam bentuk rangkaian jadi. Pengujian
rangkaian secara terintegrasi dilakukan
setelah semua blok rangkaian dapat bekerja
dengan baik.
4. Pembuatan Software
Pembuatan program pada mikrokontroler
dilakukan menggunakn Bascom AVR
1.11.8.7.
5. Kalibrasi Alat
Kalibarasi dilakukan terhadap ketepatan
sensor dalam mencacah jumlah putaran yang
dihasilkan. Tingkat ketelitian dan ketepatan
yang dihasilkan berpengaruh terhadap
kelayakan penggunaan alat tersebut.
6. Pengambilan Data
Data yang akan didapatkan adalah jumlah
putaran aktual dalam satuan rpm yang
ditampilkan oleh PC bersamaan dengan nilai
putaran yang diperintahkan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Setelah melalui serangkaian uji coba
didapatkan rancangan akhir blok fungsional
alat deposisi spin coating seperti yang
terlihat pada Gambar 11.
Gambar 11. Diagram blok fungsional alat
deposisi spin coating
Diagram blok fungsional pada Gambar
11 merupakan pengembangan dari rancangan
sebelumnya. Blok fungsional PID Controller
dihilangkan karena tidak dapat beroperasi
secara optimal. Pengontrolan dilakukan
melalui algoritma pada pemrograman
mikrokontroler ATmega8535.
Aliran perubahan data dari set point
menjadi tegangan, kecepatan putar,
frekuensi, sampai akhirnya menjadi preset
value ditunjukkan oleh panah warna hitam.
Panah berwarna putih merupakan daya yang
disediakan oleh power supply untuk semua
blok fungsional.
Digital to Analog Converter
Digital to Analog Converter yang
digunakan adalah DAC 8-bit buatan National
Semiconductor tipe DAC0808 dengan nilai
tegangan referensi 5 V dan resolusi 0.02 V.
Keluaran DAC0808 yang masih dalam
bentuk arus dikonversi menjadi tegangan
menggunakan rangkaian pengubah arus ke
tegangan. Rangkaian ini dibangun dari
sebuah Op Amp LM741. Gambar 12
menunjukkan rangkaian lengkap DAC.
Gambar 12. Rangkaian DAC Menggunakan
DAC0808
Pengujian DAC dilakukan dengan
memberikan nilai biner berbeda melalui PC
dan mengukur tegangan keluarannya. Data
hasil pengujian rangkaian DAC dapat dilihat
pada Tabel 1:
Tabel 1. Tabel keluaran DAC0808
No Bilangan
biner
Keluaran DAC
(V)
1 0 0
2 25 0.50
3 50 1.01
4 75 1.52
5 100 2.02
6 125 2.50
7 150 3.00
8 175 3.47
9 200 3.98
10 225 4.48
11 255 5.00
Berdasarkan data dari Tabel 1 dapat
dikatakan bahwa DAC telah bekerja dengan
17. 8
sangat baik. Kenaikan nilai biner berbanding
lurus dengan kenaikan nilai tegangan
keluaran DAC. Dalam bentuk grafik data
tersebut membentuk garis yang linier seperti
terlihat pada Gambar 13.
Kurva hubungan antara keluaran DAC
dan bilangan biner
6
5
4
3
2
1
0
0 25 50 75 100 125 150 175 200 225 255
Bilangan biner
Keluaran DAC (V)
Gambar 13. Hubungan antara keluaran DAC dan
bilangan biner
Rangkaian Pembalik
Rangkaian pembalik merupakan
rangkaian pengkondisi sinyal yang dipasang
antara DAC dengan masukan PWM.
Tegangan yang dikeluarkan oleh PWM
berbanding terbalik dengan nilai tegangan
referensi yang diberikan oleh DAC.
Karaktersitik PWM seperti ini mengganggu
proses perbandingan antara preset value
yang menyatakan kecepatan motor aktual
dengan set point yang berasal dari DAC.
Cara kerja rangkaian pembalik ini adalah
dengan mengubah kemiringan data DAC.
Nilai maksimal yang dihasilkan DAC akan
dikonversi menjadi nilai minimal, dan
sebaliknya nilai minimal DAC akan
dikonversi menjadi nilai maksimal. Proses
pengubahan nilai dilakukan dengan
menggunakan rangkaian pengurang
differensial dan penguatan inverting yang
dilakukan oleh Op Amp LF347 buatan
National Semiconductor. Gambar 14
menunjukkan rangkaian pembalik secara
lengkap.
Gambar 14. Rangkaian pembalik tegangan
Berdasarkan prinsip kerja rangkaian
pengurang diferensial tegangan referensi
dikurangi dengan tegangan sebesar 5 V.
Hasil pengurangan kemudian dihubungkan
dengan rangkaian inverting amplifier yang
nilai penguatannya satu kali. Fungsi dari
rangkaian ini adalah mengubah nilai negatif
hasil proses sebelumnya menjadi positif.
Sebagai contoh tegangan referensi 5 V akan
dikurangi 5 V menjadi 0 V kemudian
dikalikan dengan faktor penguatan -1
sehingga nilai akhirnya menjadi 0 V. Proses
yang sama terjadi untuk nilai tegangan
keluaran lainnya.
Pengujian rangkaian dilakukan dengan
membandingkan nilai tegangan keluaran
DAC dan tegangan keluaran rangkaian
pembalik menggunakan multimeter. Data
hasil pengukuran rangkaian pembalik
ditunjukkan pada Tabel 2:
Tabel 2. Tabel keluaran rangkaian pembalik
No Keluaran
DAC (V)
Tegangan
Pembalik (V)
1 0 5,11
2 0,41 4,69
3 0,82 4,28
4 1,22 3,88
5 1,64 3,45
6 2,04 3,05
7 2,44 2,66
8 2,84 2,26
9 3,25 1,84
10 3,64 1,46
11 4,04 1,06
12 4,41 0,68
13 4,83 0,26
14 5,08 0,01
Gambar 15 menunjukkan kurva
hubungan antara tegangan pembalik dan
keluaran DAC.
Hubungan antara tegangan pembalik
dan keluaran DAC
6
5
4
3
2
1
0
0 0,41 0,82 1,22 1,64 2,04 2,44 2,84 3,25 3,64 4,04 4,41 4,83 5,08
Keluaran DAC (V)
Tegangan pembalik (V)
Gambar 15. Hubungan antara tegangan pembalik
dan keluaran DAC
Dari data di atas terlihat bahwa rangkaian
pembalik bekerja dengan sangat baik.
Rangkaian mampu menghasilkan tegangan
yang berkebalikan dengan tegangan DAC.
18. 9
Blok diagram motor controller terdiri
dari dua bagian utama, yaitu pembangkit
sinyal PWM dan pengontrol tegangan motor.
Blok pembangkit sinyal PWM terdiri atas
pembangkit sinyal segitiga dan komprator.
Rangkaian pembangkit sinyal PWM
dibangun dari sebuah IC LM324 yang
bekerja pada catu daya single 12 V dan
tegangan offset 6 V.
Berdasarkan hasil percobaan didapatkan
informasi bahwa sinyal segitiga yang
dihasilkan adalah sebesar 5 V peak to peak
dengan nilai referensi 6 V. Sinyal tersebut
berayun dari nilai tegangan puncak bawah
3,5 V sampai 8,5 V sebagai nilai puncak
atasnya. Sementara itu nilai DAC yang
dijadikan sebagai tegangan referensi pada
bagian comparator memiliki rentang nilai
dari 0 sampai 5 V. Agar dihasilkan sinyal
PWM yang bagus dibutuhkan rangkaian
tambahan berupa rangkaian pengkondisi
yang berfungsi untuk menyesuaikan
tegangan DAC dengan karakterisitik sinyal
segitiga. Gambar 16 menunjukkan rangkaian
pengkondisi tegangan secara lengkap.
Gambar 16. Rangkaian pengkondisi tegangan
Rangkaian pengkondisi tegangan terdiri
atas inverting summing amplifier dan
inverting amplifier. Rangkaian pertama
berfungsi untuk menaikkan tegangan DAC
dengan cara melakukan operasi penjumlahan
tegangan. Op-amp yang digunakan adalah
adalah op-amp yang terdapat pada IC KF347
buatan Fairchild dengan catu daya simetris.
Nilai tegangan hasil penjumlahan dicari
menggunakan persamaan berikut:
V
Motor Controller
V
2
2
1
3
1
R
R
V R out
(7)
Nilai R1=R2=R3=100K, sehingga besar nilai
tegangan keluaran hanya dipengaruhi nilai
V1 dan V2. Potensiometer 10K pada
tegangan V2 berfungsi untuk mengatur
tegangan pengurang sampai mendekati nilai
3,5 V. Rangkaian inverting amplifier dengan
penguatan sebesar satu kali berfungsi untuk
membalik nilai tegangan keluaran yang
tadinya negatif menjadi positif.
Rangkaian pengkondisi tegangan telah
dapat bekerja dengan baik, hal ini dibuktikan
dengan terbentuknya sinyal PWM yang
siklus kerjanya berubah dari 0% sampai
100% ketika tegangan keluaran DAC
dikonversi secara bertahap dari 0 – 5 V.
Siklus kerja maksimum terjadi ketika
tegangan DAC 5 V dan siklus kerja
minimum ketika 0 V.
Sinyal PWM yang telah dihasilkan
dihubungkan dengan rangkaian pengontrol
tegangan motor. Proses pengaturan tegangan
dengan prinsip penyaklaran listrik dilakukan
oleh transistor MOSFET IRFZ34 bertipe N-channel.
Transistor ini dipilih karena
kemampuan penyaklarannya yang sangat
tinggi, yaitu sampai angka 1 MHz.
Sementara itu PWM yang dibuat bekerja
pada nilai frekuensi 500 Hz. Selain itu,
transistor ini juga mampu menangani arus
sampai 30 A. Nilai arus yang besar
dibutuhkan untuk memutar motor DC.
Pengujian kinerja rangkaian PWM
dilakukan terhadap siklus kerja. Pengujian
siklus kerja dilakukan menggunakan
osiloskop Caltek CA8020 20MHz pada
channel A dengan setting tegangan 5 V/div
dan waktu 0,5 ms/div. Dipilih tiga kondisi
pengujian yaitu tegangan referensi 0 V, 2,5
V, dan 5 V. Nilai tegangan ini bersumber
dari keluaran DAC yang diprintahkan
melalui bilangan biner. Nilai tegangan
supply pada rangkaian pengontrol tegangan
bernilai 11,95 V.
Pada pengujian siklus kerja selain
mengamati siklus kerja yang terbentuk juga
dilakukan perhitungan tegangan rata-rata
PWM secara teoritis. Nilai tegangan rata-rata
hasil perhitungan akan dibandingkan
dengan hasil pengukuran aktual pada tahapan
pengujian berikutnya. Hasil pengujian siklus
kerja untuk nilai tegangan referensi 0 V
ditunjukkan pada Gambar 17.a di bawah:
Gambar 17.a Sinyal PWM ketika Vref = 0 V
Gambar di atas memperlihatkan bahwa
tegangan referensi 0 V tidak menghasilkan
sinyal kotak, tetapi berupa sebuah garis lurus
19. 10
pada nilai 0 V. Siklus kerja sinyal PWM ini
adalah 0%. Nilai tegangan rata-rata yang
dihasilkan berdasarkan perhitungan yaitu
sebesar 0% dari 11,95 V yaitu 0 V. Pada
kondisi ini motor belum dapat berputar.
Pengujian berikutnya dilakukan terhadap
nilai tegangan referensi 2,5 V. Hasil
pengujian ditunjukkan oleh Gambar 17.b:
Gambar 17.b Sinyal PWM ketika Vref = 2,5 V
Pada pengujian ini terbentuk sinyal kotak
dengan siklus kerja 50%. Puncak bawah
sinyal bernilai 0 V dan puncak atasnya
bernilai 11,95 V. Secara teoritis tegangan
rata-rata yang dikeluarkan oleh PWM adalah
50% dari 11,95 V yaitu sekitar 5,975 V. Pada
kondisi ini motor berputar dengan kecepatan
setengah dari kecepatan putar maksimal yang
mampu dihasilkan.
Pengambilan data siklus kerja terakhir
dilakukan dengan memberikan nilai
tegangan referensi sebesar 5 V. Gambar 17.c
menunjukkan siklus kerja ketika tegangan
referensi bernilai 5 V.
Gambar 17.c Sinyal PWM ketika Vref = 5 V
Nilai tegangan referensi maksimal yaitu
5 V menghasilkan sinyal PWM yang
berbentuk garis lurus pada nilai 11,95 V.
Siklus kerja pad hasil pengujian ini adalah
100%. Nilai tegangan yang terukur cocok
dengan hasil perhitungan untuk siklus kerja
sinyal 100% yang menghasilkan tegangan
rata-rata maksimal sebesar 11.95 V. Pada
kondisi ini motor berputar dengan kecepatan
putar maksimal.
Untuk mendapatkan gambaran
karakteristik PWM yang lebih lengkap dan
akurat, maka dilakukan pengukuran tegangan
keluaran rata-rata PWM secara langsung
Pemberian tegangan referensi berbeda
dilakukan menggunakan DAC melalui
perintah dalam bentuk bilangan biner.
Pengukuran tegangan keluaran dilakukan
menggunakan multimeter. Data hasil
pengukuran dapat dilihat pada Tabel 3:
Tabel 3. Tabel keluaran tegangan rata-rata PWM
No
Bilangan
biner
Vrata-rata
1 0 0
2 20 0,70
3 40 2,75
4 60 5,38
5 80 7,32
6 100 8,50
7 120 9,39
8 140 9,99
9 160 10,43
10 180 10,83
11 200 11,09
12 220 11,17
13 240 11,92
14 255 11,95
Gambar 18 memperlihatkan kurva
hubungan antara tegangan rata-rata (Vrata-rata)
dan bilangan biner
Hubungan antara Vrata-rata dan bilangan biner
14
12
10
8
6
4
2
0
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240 255
Bilangan biner
Vrata-rata PWM (V)
Gambar 18. Hubungan antara Vrata-rata dan
bilangan biner
Data hasil pengujian menunjukkan bahwa
tegangan rata-rata yang dihasilkan PWM
tidak linier. Pada bilangan biner yang kecil
sampai pada nilai 120 tegangan rata-rata naik
secara cepat, tetapi untuk bilangan biner
berikutnya perubahan kenaikan tegangan
menjadi lebih kecil bahkan hampir tidak ada.
Nilai aktual yang didapatkan berbeda dengan
hasil perhitungan menggunakan rumus siklus
kerja. Sebagai contoh untuk nilai referensi
2,5 V yang sebanding dengan bilangan biner
126. Berdasarkan perhitungan dari Gambar
17.b didapatkan nilai tegangan rata-rata
sebesar 5,975 V. Pada kenyataannya nilai
tegangan rata-rata yang terukur berada pada
rentang 9,39 – 9,99 V. Pada bagian lain,
hasil pengukuran ketika tegangan referensi
minimal dan maksimal menunjukkan nilai
20. 11
yang sama dengan hasil perhitungan yaitu 0
V dan 11,95 V.
Berdasarkan analisis rangkaian,
kemungkinan terbesar yang menyebabkan
tegangan tidak linier adalah proses
penyaklaran yang dilakukan oleh MOSFET
IRFZ34. Hal ini dikarenakan blok
pembangkit sinyal yang menjadi masukan
rangkaian pengontrol tegangan telah
berfungsi dengan baik. Sinyal PWM mampu
menghasilkan siklus kerja yang bersesuaian
dengan nilai referensi yang perintahkan.
Selain itu, frekuensi PWM yang bernilai 500
Hz juga sangat memungkinkan menjadi
penyebab ketidaklinieran tegangan keluaran
PWM. Literatur menunjukkan bahwa
frekuensi PWM yang sering digunakan
dalam penelitian-penelitian berada pada
rentang satuan kHz.
Motor
Motor yang digunakan sebagai actuator
adalah motor DC tipe UGFMED B1 20E
buatan Yaskawa dengan catu daya maksimal
12 V. Beberapa keunggulan yang dimiliki
yaitu bentuknya yang kompak, ringan, dan
ekonomis juga memiliki sensor putaran yang
terintegrasi berupa magnetic encoder
ditambah fasilitas reduction of torque ripple.
Gambar 19 memperlihatkan bentuk fisik
motor yang digunakan.
Gambar 19. Motor tipe UGFMED B1 20E
buatan Yaskawa
Pengujian karakteristik motor meliputi
uji linieritas dan kecepatan putar maksimum.
Pengujian linieritas ditujukan untuk
mengetahui karakteristik hubungan antara
tegangan yang diberikan dengan kecepatan
putar yang dihasilkan.
Uji linieritas dilakukan dengan mengukur
frekuensi yang dihasilkan untuk tiap
tegangan yang diberikan. Nilai frekuensi
didapatkan dari pulsa yang dikeluarkan oleh
magnetic encoder dengan ketelitian cacahan
116 pulsa/putaran. Kecepatan putar tiap
menit (rpm) dicari dengan membagi
frekuensi cacahan dengan 116 agar didapat
rotation per second (rps) kemudian dikalikan
dengan 60. Perhitungan ini akan digunakan
dalam penentuan kecepatan putar dalam
proses berikutnya. Pengukuran jumlah pulsa
dilakukan menggunakan multimeter pada
fasilitas pengukur frekuensi dalam satuan
kHz yang kemudian dikonversi menjadi Hz.
Tegangan yang diberikan berasal dari DC
variable power supply dengan nilai
maksimum 12 V, sesuai dengan karaktersitik
motor. Data hasil pengukuran frekuensi
motor dapat dilihat pada Tabel 4:
Tabel 4. Tabel frekuensi keluaran motor
No
Tegangan
(V)
Frekuensi
(Hz)
1 0 0
2 1 0
3 2 484
4 3 949
5 4 1344
6 5 1768
7 6 2170
8 7 2600
9 8 3000
10 9 3420
11 10 3850
12 11 4250
13 12 4700
Gambar 20 memperlihatkan kurva
hubungan antara frekuensi dan tegangan
yang diberikan (Vsupply).
Hubungan antara frekuensi dan Vsuplly
5000
4500
4000
3500
3000
2500
2000
1500
1000
500
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Vsupply (V)
Frekuensi (Hz)
Gambar 20. Hubungan antara frekuensi
dan Vsupply
Hasil uji linieritas motor menunjukkan
bahwa daerah operasi motor adalah dari
tegangan 1 V sampai 12 V. Motor tepat akan
berputar ketika nilai tegangan sama dengan
1,2 V. Pada rentang nilai tegangan ini
putaran motor berbanding lurus dengan
tegangan yang diberikan. Kecepatan putar
maksimal adalah 2431 rpm, nilai ini
merupakan hasil konversi dari nilai frekuensi
maksimal 4700 Hz.
21. 12
Pengukuran frekuensi juga memberikan
informasi tambahan berupa kestabilan
putaran motor. Putaran motor mulai stabil
pada nilai 1344 rpm, yaitu ketika diberi
tegangan 4 V. Pada kecepatan kurang dari
1344 rpm data yang terbaca berubah-ubah,
walaupun perubahannya hanya dalam orde
satuan.
Berdasarkan karakteristik putaran motor
maka dapat dikatakan bahwa alat deposisi
spin coating yang dibuat dapat menangani
proses pelapisan material pada rentang
kecepatan 0 – 2431 rpm.
Magnetic Encoder
Berdasarkan datasheet-nya diketahui
bahwa magnetic encoder yang digunakan
adalah tipe UTMSI-01BNA. Sebuah encoder
single channel yang hanya mengeluarkan
pulsa pada satu jalur keluaran dengan
ketelitian pencacahan sebesar 116
pulsa/putaran. Pulsa yang dihasilkan bernilai
5 V pada kondisi off dan 0 V ketika kondisi
on. Agar pulsa dapat dibaca oleh peralatan
lain perlu ditambahkan full-up resistor pada
bagian keluaran sensornya. Resistor yang
digunakan pada penelitian ini adalah resistor
5,1 k dengan tegangan supply sebesar 5 V.
Gambar 21 menunjukkan bentuk pulsa
keluaran encoder.
Gambar 21. Bentuk pulsa keluaran encoder
Rangkaian Pengkondisi
Rangkaian pengkondisi sinyal berfungsi
untuk menyesuaikan sinyal keluaran encoder
dengan masukan F/V. Rangkaian F/V hanya
dapat mencacah sinyal yang berayun
melewati nilai referensi 0 V, puncak atasnya
postitf dan puncak bawahnya negatif.
Sementara itu, karakteristik pulsa keluaran
magnetic encoder adalah puncak bawahnya 0
V dan puncak atasnya 5 V.
Cara untuk mengatasi perbedaan nilai
tersebut adalah dengan menurunkan sinyal
keluaran magnetic encoder sebesar 2,5 V.
Proses penurunan sinyal dilakukan oleh
rangkaian pengurang diferensial. Gambar 22
memperlihatkan rangkaian pengkondisi
sinyal secara lengkap.
Gambar 22. Rangkaian pengkondisi sinyal
Rangkaian pengurang diferensial
dibangun dari Op Amp LF347 buatan
National Semiconductor. Masukan inverting
diberi tegangan tetap sebesar 2,5 V
sedangkan masukan non inverting menerima
sinyal masukan yang berasal dari encoder.
Nilai keluaran rangkaian merupakan hasil
proses pengurangan bagian non inverting
dengan inverting.
Rangkaian pengkondisi telah berfungsi
dengan baik, hal ini ditandai dengan
terbentuknya sinyal baru dengan frekuensi
tetap yang memiliki puncak atas 2,5 V dan
puncak bawah -2,5 V. Setelah melalui
rangkaian pengkondisi ini pulsa dari encoder
dapat dicacah oleh rangkaian F/V.
Frequency to Voltage Converter
Rangkaian akhir F/V lengkap dengan
komponen yang dipasang pada masing-masing
kakinya diperlihatkan pada Gambar
23 di bawah ini:
Gambar 23. Rangkaian F/V lengkap
Sinyal masukan dihubungkan dengan
kaki 1 untuk selanjutnya dibandingkan
dengan nilai referensi pada kaki 8 yaitu 0 V.
Berdasarkan persamaan (6) terlihat
bahwa nilai tegangan berbanding lurus
dengan frekuensi yang dicacah. Pemilihan
komponen dilakukan dengan tujuan agar
ketika nilai frekuensi maksimal maka F/V
mengeluarkan nilai tegangan 5 V. Setelah
22. 13
mengetahui nilai frekuensi maksimal yaitu
4700 Hz, bagian berikutnya adalah
menentukan nilai R1, C1, dan C2. Selain itu,
terdapat syarat lainnya yaitu nilai C1 harus
lebih besar dari 500 pF agar tidak terjadi
error pada arus yang mengalir ke R1.
Sebaliknya, R1 tidak boleh terlalu besar agar
tidak ada gangguan pada impedansi
keluaran.
Setelah melalui perhitungan dan
pengujian maka didapatkan nilai komponen
yang dipasang adalah R1 = 36 k dan C1 =
3,9 nF dengan Vsup = 7,5 V. Untuk
mendapatkan hasil yang baik R1 merupakan
gabungan secara seri resistor 33 k dan
potensiometer 20 k, sehingga nilai R1 dapat
dikonversi sedikit demi sedikit sampai
didapatkan nilai tegangan keluaran yang
tepat. Nilai kapasitor C2 = 0,47 F dipilih
agar ripple tegangan tidak terlalu besar. Kaki
4 dan kaki 7 dihubungkan dengan tujuan
agar Op Amp bekerja sebagai voltage
follower, yaitu rangkaian buffer yang akan
membuat nilai tegangan keluaran lebih
stabil.
Pengujian karakteristik F/V dilakukan
dengan memberikan frekuensi yang berbeda
kemudian mengukur tegangan keluarannya.
Data hasil pengujian karakteristik F/V
ditunjukkan pada Tabel 5:
Tabel 5. Tabel pengujian karakteristik F/V
No
Frekuensi
(Hz)
Tegangan
(V)
1 0 0
2 482 0,52
3 947 1,01
4 1355 1,45
5 1768 1,89
6 2140 2,30
7 2600 2,79
8 2990 3,18
9 3400 3,61
10 3840 4,08
11 4130 4,53
12 4700 5,01
Nilai frekuensi merupakan hasil cacahan
magnetic encoder yang menjadi masukan
rangkian F/V. Nilai tegangan keluaran F/V
diukur menggunakan multimeter. Pada
pengujian awal tegangannya bernilai 0 V,
karena ketika itu motor belum berputar.
Nilai–nilai frekuensi selanjutnya
menghasilkan tegangan yang naik secara
bertahap sampai nilai maksimal 5,01 V
ketika frekuensinya maksimal.. Gambar 24
menunjukkan kurva karakterisik rangkaian
F/V yang menampilkan hubungan antara
frekuensi dan tegangan keluaran F/V
Hubungan antara tegangan dan frekuensi
pada rangkaian F/V
6
5
4
3
2
1
0
0 482 947 1355 1768 2140 2600 2990 3400 3840 4130 4700
Frekuensi (Hz)
Tegangan (V)
Gambar 24. Hubungan antara tegangan dan
frekuensi pada rangkaian F/V
Hasil pengujian yang ditampilkan pada
Gambar 23 menunjukkan bahwa rangkaian
telah berfungsi dengan sangat baik, terlihat
dari data yang naik secara bertahap dan
linier.
Analog to Digital Converter
Analog to Digital Converter (ADC)
merupakan rangkaian elektronik yang
berfungsi untuk mengubah besaran analog
berupa arus atau tegangan menjadi digital.
Pada alat spin coating besaran yang akan
dikonversi adalah tega ngan yang dihasilkan
oleh F/V. Nilai biner hasil konversi diproses
di dalam mikrokontroler.
Konversi tegangan ke biner dilakukan
menggunakan ADC internal 10-bit yang
terdapat pada port A mikrokontroler
ATmega8535. Bilangan biner terbesar yang
dapat dihasilkan adalah 1023 dengan
tegangan referensi 5 V. Data hasil pengujian
ADC untuk beberapa nilai tegangan
ditunjukkan pada Tabel 6:
Tabel 6. Tabel pengujian ADC
No
Tegangan
(V)
Bilangan
biner
1 0 0
2 0,5 103
3 1,0 205
4 1,5 307
5 2,0 408
6 2,5 511
7 3,0 614
8 3,5 716
9 4,0 819
10 4,5 922
11 5,0 1023
23. 14
Gambar 25 menunjukkan karakteristik
DAC dalam bentuk hubungan antara
tegangan dan bilangan biner.
Hubungan antara bilangan biner dan tegangan
1200
1000
800
600
400
200
0
0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4 4,51 5
tegangan (V)
bilangan biner
Gambar 25. Hubungan antara tegangan dan
bilangan biner
Data hasil pengujian ADC menunjukkan
bahwa ADC internal telah berfungsi dengan
baik. Hal ini ditandai dengan kemampuannya
untuk mengubah tegangan yang diberikan
menjadi bilangan biner dalam rentang 0
sampai 1023 secara linier.
Sistem Kontrol
Sistem kontrol yang dipakai tidak jadi
menggunakan Analog PID controller.
Rangkaian PID analog yang telah dibuat
tidak dapat bekerja dengan baik. Sebagai
gantinya sistem pengontrolan dilakukan oleh
mikrokontroler ATmega8535 menggunakan
bahasa pemrograman Bascom AVR 1.11.8.
Alur pemrograman yang lakukan dimulai
dari adanya perintah set point dari user,
mengirimkannya ke DAC, membaca
tegangan keluaran F/V melalui ADC internal
mikrokontroler sebagai preset value,
membandingkannya dengan set point,
kemudian melakukan aksi pengendalian agar
error yang dihasilkan menjadi lebih kecil.
Mekanisme kontrol menggunakan umpan
balik sangat penting untuk mengurangi
kesalahan yang diakibatkan oleh
karakteristik PWM yang tidak linier.
Berikut adalah source code pemrograman
pengendalian pada mikrokontroler
ATmega8535 menggunakan program
Bascom AVR:
$regfile = "m8535.dat"
$crystal = 4000000
$baud = 9600
Config PortB = output
Config Adc = Single, Prescaler = Auto
Start Adc
Const x = 225/2400
Const y = 1023/225
Const z = 2400/1023
do
Mulai:
Print " "
Input "Masukkan nilai SetPoint (0
~ 2400 RPM) : " , Rpm
If Rpm > 2400 Then
Print “ maaf nilai yang anda
masukkan salah “
Goto mulai
End if
Input "Lama waktu spin coating: "
, waktu
Print ">> Tekan escape untuk
mengakhiri <<"
Print "##################” Chr(10)
Conv_sp = rpm * x
SP = round (Conv_sp)
SP_bin = SP
SP_out = SP_bin
Ulang = 0
Do
‘nilai batas kecepatan
If Rpm >= 2400 Then
SP_bin = 255
Gosub baca_adc
Goto kirim
End if
'perbandingan SP dengan aktual
Gosub baca_adc
Error = Sp_bin - V_bin
If Error <> 0 Then Gosub Banding
‘mengirim data ke DAC
Kirim:
Ulang = ulang + 1
PortB = SP_out
Print “ kecepatan perintah “;rpm ;
“ kecepatan aktual “;rpm_aktual
Waitms 1000
Loop until ulang = waktu
Loop until inkey () = 27
Print ">> Pengambilan data Selesai
<<" ; Chr(10)
End
Baca ADC:
Adc_in = Getadc(7)
Conv_value = Adc_in * y
V_aktual = round (Conv_value)
V_bin = V_aktual
Conv_rpm= ADC_in * z
Rpm_aktual = round (conv_rpm)
return
Banding:
If V_bin < SP_bin Then
SP_out = SP_out + 1
End If
If V_bin > SP_bin Then
SP_out = SP_out - 1
End If
return
Komunikasi mikrokontroler dengan
pengguna dilakukan melalui PC
menggunakan fasilitas hyperterminal.
Komunikasi dilakukan pada nilai baudrate
9600 dan mikrokontroler menggunakan
crystal dengan nilai 4 Mhz.
24. 15
Pemilihan PortB sebagai keluaran
dilakukan dengan perintah Config PortB
= output. ADC internal mikrokontroler
diaktifkan melalui perintah Config Adc =
Single, Prescaler = Auto. ADC
yang digunakan adalah ADC 10-bit yang
memiliki nilai keluaran maksimal 1023.
Pengontrolan kecepatan putar melibatkan
banyak besaran dengan rentang nilai yang
berbeda. Sebagai contoh kecepatan putar
maksimal adalah 2400 sementara DAC yang
menerima perintah mikrokontroler memiliki
nilai maksimal 225. Agar proses
pengontrolan dapat berjalan dengan tepat
maka dibutuhkan beberapa nilai sebagai
faktor konversi. Nilai tersebut dituliskan
dalam bentuk konstanta
Const x = 225/2400
Const y = 1023/225
Const z = 2400/1023
Konstanta x digunakan untuk mengubah
nilai kecepatan menjadi biner, konstanta y
mengubah nilai ADC menjadi biner, dan
konstanta z mengubah nilai ADC menjadi
kecepatan aktual.
Sistem akan menanyakan nilai kecepatan
yang dinginkan dalam satuan rpm kemudian
mengubahnya menjadi bilangan biner.
Perintah round digunakan untuk
membulatkan hasil pembagian. Kecepatan
putar yang boleh dimasukkan dibatasi
sampai 2400 rpm. Apabila nilai
kecepatannya lebih besar dari 2400 maka
sistem akan meminta user untuk
memasukkan nilai kecepatan yang sesuai.
Input "Masukkan nilai SetPoint (0 ~
2400 RPM) : " , Rpm
Conv_sp = rpm * x
SP_in= round (conv_sp)
‘nilai batas kecepatan
If Rpm > 2400 Then
Print “ maaf nilai yang anda
masukkan salah “
Goto mulai
End if
Untuk menghindari overflow sebagai
hasil proses perbandingan, maka nilai
kecepatan putar 2400 langsung mengirimkan
nilai 255 ke DAC melalui PortB. Nilai ADC
dibaca sebagai sumber data untuk
menampilkan kecepatan aktualnya.
If Rpm >= 2400 Then
SP_in = 255
Gosub Baca_adc
Goto Kirim
End If
Langkah selanjutnya adalah membuat
program untuk membaca preset value.
Proses pembacaan dilakukan oleh ADC pada
subroutine baca_adc. Nilai kecepatan motor
dihitung dalam rentang 0-1023. Agar proses
perbandingan antara set point dengan preset
value dapat dilakukan dengan tepat, maka
nilai hasil pembacaan ADC harus dikonversi
menjadi rentang 0-255. Pengubahan
dilakukan menggunakan faktor konversi y.
Adc_in = Getadc(2)
Conv_PV = Adc_in * y
V_bin = round (Conv_PV)
Conv_rpm= ADC_in * z
Rpm_aktual = round (conv_rpm)
Nilai ADC juga dijadikan sebagai sumber
untuk menentukan kecepatan putar aktual.
Pengubahan nilai ADC menjadi kecepatan
aktual dilakukan menggunakan faktor
konversi z. Nilai kecepatan putar disimpan
dalam variabel Rpm_aktual. Nilai hasil
konversi kemudian dikirim ke komputer
seabgai nilai kecepatan putar aktual. Proses
spin coating berlangsung selama waktu yang
telah yang ditentukan.
Bagian terpenting dalam pemrograman
ini adalah proses pengendalian kecepatan
putar. Tujuannnya adalah agar preset value
yang dihasilkan tidak berbeda jauh dengan
set point yang diperintahkan. Set point
dituliskan dalam variabel Sp_bin sedangkan
preset velue dituliskan dalam variabel
V_bin.Proses perbandingan dilakukan
dalam subroutine banding
If V_bin < SP_bin Then
SP_Out = SP_out + 1
End If
If V_bin > SP_bin Then
SP_out = SP_out - 1
End If
Algoritma pengendaliannya sangat
sederhana, yaitu membandingkan antara
SP_bin dan V_bin. Apabila nilai V_bin
lebih besar dari SP_bin maka
mikrokontroler akan melakukan penambahan
nilai satu bit ke DAC. Begitu juga
sebaliknya, apabila nilai V_bin lebih kecil
dari SP_bin maka mikrokontroler akan
melakukan pengurangan nilai satu bit ke
DAC. Proses ini terus berulang sampai
perbedaan nilai diantara keduanya tidak
terlalu besar.
Data akhir berupa perbandingan nilai
kecepatan yang diperintahkan dan keceptan
aktual ditampilkan pada komputer melalui
komunikasi serial
25. 16
Print“ kecepatan perintah “;rpm;
“kecepatan aktual“;
rpm_aktual
Untuk mengkahiri proses maka pengguna
harus menekan tombol <Escape> terlebih
dahulu.
Semua sourcecode dituliskan dalam
bahasa Basic yang kemudian dikonversi
menjadi bahasa mesin menggunakan
perintah compile. Bahasa mesin yang
dimengerti oleh mikrokontroler kemudian
dituliskan ke dalam memori mikrokontroler
melalui fasilitas In System Programming
(ISP) yang sudah termasuk dalam modul
DT-AVR low cost micro system.
Penggunaan alat spin coating dapat
melalui fasilitas hyperterminal pada menu
program secara langsung atau dapat juga
melalui program Bascom AVR.
Data Pengujian Alat
Pengambilan data dilakukan setelah
semua sistem digabungkan dengan tujuan
untuk mengetahui karakteristik alat secara
keseluruhan. Pengujian dilakukan dengan
memberikan set point pada layar
hyperterminal kemudian mencatat nilai
kecepatan putar yang ditampilkan.
Dilakukan dua tahapan pengujian yaitu
kalibrasi kecepatan putar dan uji ketepatan
kecepatan putar. Kalibrasi alat diperlukan
untuk mengetahui kemampuan dan
spesifikasi alat yang telah dibuat. Cara
kalibrasi alat dilakukan dengan
membandingkan antara nilai kecepatan yang
ditampilkan dengan alat lain yang berfungsi
sebagai kalibrator.
Pada pengujian alat spin coating ini
kalibrator yang digunakan adalah multimeter
pada bagian penghitung frekuensi dalam
satuan kHz yang kemudian dikonversi
menjadi Hz. Motor diperintahkan untuk
mengeluarkan nilai kecepatan tertentu
melalui layar komputer, kemudian nilai
tersebut dibandingkan dengan hasil cacahan
multimeter. Nilai frekuensi hasil cacahan
multimeter dikonversi menjadi kecepatan
putar dengan cara membaginya dengan 116
agar didapatkan putaran per detik kemudian
mengalikan dengan 60 sehingga didapatkan
nilai akhir berupa putaran tiap menit.
Pengujian hanya dilakukan terhadap tiga
nilai kecepatan yaitu 800 rpm, 1600 rpm, dan
2400 rpm. Nilai kecepatan tersebut dipilih
dengan pertimbangan bahwa data yang
dihasilkan dari ketiga nilai uji tersebut telah
mewakili karakteristik sistem secara
keseluruhan. Pengambilan data dilakukan
setiap 100 ms. Nilai kecepatan putar yang
ditampilkan alat spin coating ditulis dalam
variabel kecepatan terbaca, sedangkan
kecepatan putar hasil pencacahan frekuensi
ditulis dalam variabel kecepatan aktual.
Kurva perbandingan nilai kecepatan putar
terbaca dan aktual untuk nilai uji 800 rpm
ditunjukkan oleh Gambar 26, nilai uji 1600
rpm pada Gambar 27, dan nilai uji 2400 rpm
pada Gambar 28. Data yang ditampilkan
pada gambar menunjukkan titik-titik yang
saling berhimpitan antara nilai kecepatan
aktual dan terbaca.
Hubungan antara kecepatan putar dan
ulangan pengukuran
1000
800
600
400
200
0
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19
Ulangan pengukuran
Kecepatan putar (rpm)
terbaca
aktual
Gambar 26. Hubungan antara kecepatan putar dan
ulangan pengukuran yang menampilkan nilai
aktual dan terbaca
Hubungan antara kecepatan putar dan
ulangan pengukuran
1800
1500
1200
900
600
300
0
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19
Ulangan pengukuran
Kecepatan putar (rpm)
terbaca
aktual
Gambar 27. Hubungan antara kecepatan putar dan
ulangan pengukuran yang menampilkan nilai
aktual dan terbaca
Hubungan antara kecepatan putar dan
ulangan pengukuran
2800
2400
2000
1600
1200
800
400
0
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19
Ulangan pengukuran
Kecepatan putar (rpm)
terbaca
aktual
Gambar 28. Hubungan antara kecepatan putar dan
ulangan pengukuran yang menampilkan nilai
aktual dan terbaca
Nilai ketelitian dan ketepatan untuk nilai
uji 800 rpm adalah 98.01% dan 99.50%.
Sedangkan nilai ketelitian dan ketepatan
untuk nilai uji 1600 rpm adalah 99.69% dan
26. 17
98.60%. Untuk nilai uji 2400 ketelitian dan
ketepatannya adalah 99.75% dan 98.80%.
Berdasarkan nilai ketelitian dan ketepatan
yang didapatkan dapat dikatakan bahwa nilai
kecepatan yang ditampilkan oleh alat spin
coating sudah mendekati kecepatan yang
sebenarnya. Data lengkap hasil pengujian
dapat dilihat pada Lampiran 1.
Pengujian berikutnya adalah pengujian
hasil proses pengontrolan kecepatan
menggunakan algoritma pemrograman.
Dilakukan perbandingan antara nilai set
point yaitu kecepatan yang diperintahkan
dengan preset value yaitu kecepatan yang
dihasilkan alat spin coating. Pengujian
dilakukan untuk beberapa nilai set point
dengan waktu pencuplikan tiap 100 ms
sebanyak 20 data. Nilai preset value yang
dibandingkan dalam grafik adalah nilai rata-rata.
Gambar 29 menunjukkan kurva
perbandingan antara nilai set point dan
preset value rata-rata
Kurva perbandingan antara Set Point dan
Preset Value rata-rata
3000
2500
2000
1500
1000
500
0
1 2 3 4 5 6 7
Nilai pengukuran
Kecepatan putar (rpm)
SP
PV
Gambar 29. Perbandingan kecepatan
antara set point dan preset value
Data hasil pengukuran menunjukkan
bahwa kecepatan putar yang dihasilkan
mendekati nilai yang diperintahkan. Hal ini
menunjukkan bahwa proses pengontrolan
menggunakan algoritma telah berhasil
mengurangi kesalahan yang diakibatkan oleh
karakteristik PWM yang tidak linier.
Ketelitian rata-rata hasil pengujian 98,97 %
dan ketepatan rata-rata 99,63 %.
Salah satu karakteristik pengontrolan
dengan mekanisme pengurangan dan
penambahan biner adalah sistem tidak dapat
mengeluarkan nilai yang stabil sesuai dengan
yang diperintahkan. Nilai keluaran akan
berosilasi di sekitar nilai yang seharusnya
secara terus menerus, kesalahan seperti ini
disebut sebagai steady state error. Data
lengkap hasil pengujian perbandingan set
point dan preset value dapat dilihat pada
Lampiran 2.
Pengujian berikutnya adalah untuk
menentukan karakteristik sistem kontrol loop
tertutup berupa settling time dan nilai steady
state error. Pengujian dilakukan terhadap
beberapa nilai set point yaitu 800 rpm, 1200
rpm, dan 2000 rpm. Data hasil pengujian
pada nilai uji 800 rpm ditampilkan pada
Gambar 30, nilai uji 1200 pada Gambar 31,
dan nilai uji 2000 rpm pada Gambar 32.
Hubungan antara kecepatan putar dan
ulangan pengukuran
1400
1200
1000
800
600
400
200
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Ulangan pengukuran
Kecepatan putar (rpm)
Gambar 30. Hubungan antara kecepatan putar dan
ulangan pengukuran pada nilai uji 800 rpm
Kurva hubungan antara kecepatan putar dan
ulangan pengukuran
1800
1500
1200
900
600
300
0
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19
Ulangan pengukuran
Kecepatan putar (rpm)
Gambar 31. Hubungan antara kecepatan putar dan
ulangan pengukuran pada nilai uji 1200 rpm
Kurva hubungan antara kecepatan putar dan
ulangan pengukuran
2400
2000
1600
1200
800
400
0
1 3 5 7 9 11 13 15 17 19
Ulangan pengukuran
Kecepatan putar (rpm)
Gambar 32. Hubungan antara kecepatan putar dan
ulangan pengukuran pada nilai uji 2000 rpm
Data hasil pengujian menunjukkan
karakateristik alat ketika menerima perintah.
Terlihat bahwa alat tidak dapat langsung
mencapai nilai yang diperintahkan, tetapi
mengalami overshoot sampai beberapa nilai
di atas set point. Semakin tinggi nilai set
point yang diperintahkan ternyata nilai
overshoot semakin rendah, hal ini
disebabkan oleh karakteristik motor yang
kurang stabil pada putaran rendah.
27. 18
Waktu yang dibutuhkan alat untuk
sampai pada nilai yang diperintahkan
(settling time) rata-rata sama bernilai sekitar
6 detik. Artinya setelah 6 detik kecepatan
putar yang dihasilkan cenderung mendekati
nilai yang seharusnya. Nilai steady state
error yang dihasilkan pada nilai uji 800 rpm
yaitu sebesar 1,75 %, pada nilai uji 1200 rpm
1,75 %, dan pada nilai uji 2000 rpm sebesar
1,15 %. Semua nilai steady state error
berada dalam rentang yang diperbolehkan
dalam teori sistem kontrol, yaitu harus lebih
kecil dari 2 %. Dapat dikatakan bahwa
sistem kontrol kecepatan putar yang
dibangun telah dapat berfungsi dengan baik.
Data lengkap pengujian karakteristik sistem
kontrol dapat dilihat pada Lampiran 3.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Blok-blok fungsional yang telah dibuat
dapat bekerja dengan sangat baik sesuai
dengan fungsi masing-masing. Kecuali
pada bagian PWM yang keluarannya
tidak linier.
Alat deposisi spin coating beroperasi
pada rentang kecepatan 0 – 2400 rpm.
Proses pengontrolan menggunakan
mekanisme umpan balik terlah berhasil
mengurangi kesalahan yang diakibatkan
oleh bagian PWM.
Nilai kecepatan yang dihasilkan
mendekati nilai yang sebenarnya. Hal ini
dibuktikan pada pengujian kalibrasi.
Ketelitian untuk nilai uji 800 rpm adalah
98.01% dan ketepatannya 99.50%.
Untuk nilai uji 1600 rpm nilai ketelitian
99.69% dan ketepatan 98.60% dan
untuk nilai uji 2400 rpm ketelitian
adalah 99.75% dan ketepatan 98.8%
Alat deposisi spin coating mampu
menghasilkan preset value yang
mendekati set point. Ketelitian rata-rata
hasil pengujian untuk beberapa nilai set
point adalah 98,97 % dan ketepatan
99,63 %.
Nilai steady state error untuk nilai uji
800 rpm adalah 1, 75 %, untuk nilai uji
1200 rpm 1,75 %, dan untuk nilai uji
2000 rpm 1,15 %. Waktu untuk sampai
pada nilai yang diperntahkan (setling
time) rata-rata bernilai 6 detik.
Secara keseluruhan alat deposisi spin
coating yang telah dibuat bekerja sangat
baik, sehingga dapat dipakai untuk
melakukan proses pelapisan material.
Saran
Rangkaian PWM diperbaiki dengan
menggunakan pemrograman pada
mikrokontroler.
Motor yang digunakan sebaiknya
memiliki kecepatan putar yang lebih
tinggi dengan tingkat kestabilan putaran
yang juga tinggi. Agar alat deposisi spin
coating mampu menangani teknik
pelapisan pada putaran tinggi.
Pengontrolan kecepatan melalui
pemrograman dapat ditingkatkan dengan
menggunakan teori-teori sistem kontrol
yang sering dipakai seperti digital PID
controller, fuzzy logic, dan sebagainya.
Interfacing dengan komputer
menggunakan bahasa pemrograman
tingkat tinggi seperti Visual Basic.
Untuk memudahkan penggunaan,
komunikasi dengan komputer dilakukan
menggunakan port USB.
DAFTAR PUSTAKA
Asrorudin U. 2004. Perancangnan Alat
Deposisi Spin Coating [Skripsi]. Bogor:
Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Institut Pertanian
Bogor.
Data Sheet ATmega8535.
http://www.atmel.com
Data Sheet LM2917.
http://www.NationalSemiconductor.com
Jacob JM. 1989. Industrial Control
Electronics, Applications and Design.
Prentice-Hall Inc. (4-5).
Ogata K. 1985. Teknik Kontrol Automatik
(Sistem Pengaturan) jilid 1. Edi
Laksono, penerjemah; Jakarta: Penerbit
Erlangga. Terjemahan dari: Modern
Control Enginering. (4-6).
Prasetia, Retna, Widodo CE. 2004.
Interfacing Port Paralel dan Port Serial
Komputer dengan Visual Basic 6.0,
Teori dan Praktek. Jakarta : Penerbit
Andi.
28. 19
Pratomo A. 2005. Panduan Praktis
Pemrograman AVR Mikrokontroler
AT90S2313. Yogyakarta: Penerbit
Andi.Yogyakarta.
Priyonoto A. 2004. Pembuatan
Diskriminator Berbasis Mikrokontroler
AT89C52 yang dikendalikan PC untuk
diterapkan pada Sistem Pencacah
Radiasi [Skripsi]. Bogor: Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam, Institut Pertanian Bogor.
Sadiku M.N.O. 2001. Elements of
Electromagnetics. Third Edition. Oxford
University Press. New York. (316-317).
Spin Coat Theory
http://www.cise.columbia.edu/clean/pro
cess/spintheory.pdf
Thiang, Hanawati, Widagdo, Resmana.1999.
Implementasi Fuzzy Logic Pada
Microcontroller Untuk Kendali Putaran
Motor DC. Di dalam: Prosiding
Industrial Electronic Seminar 1999
(IES’99); Surabaya, 27-28 Oktober
1999.