Factors Affecting Stock Price Volatility and Dividend Payout of Companies Listed on the Indonesia Stock Exchange
1. 1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Penelitian
Globalisasi di dunia keuangan sekarang, pasar modal telah menjadi
sesuatu yang penting dan berharga sehingga menyebabkan semakin
kecilnya peran perbankan didalam memobilisasi dana. Fenomena ini
disebut dengan disintermediasi pasar keuangan. Bahkan pasar modal
menjadi salah satu tolak ukur kemodernan dimana suatu negara berhak
menyandang predikat modern kalau pasar modalnya telah maju
(Widoatmojo, 2015).
Pasar modal ternyata mempunyai peran yang sangat penting baik
dari sisi emiten maupun dari sisi investor. Perusahaan bisa mendapatkan
dana modal dalam jangka panjang melalui pasar modal, sehingga dana
yang diperoleh dari pasar modal dapat digunakan untuk pengembangan
usaha, ekpansi dan lain lain. Dari sisi investor, pasar modal menjadi salah
satu alternatif investasi.
Bagi investor, menginvestasikan dananya dipasar modal juga
mendapat keuntungan yang tidak bisa diberikan oleh bank, yaitu berupa
pembagian dividen dan capital gain. Tetapi investor juga bisa
mendapatkan kerugian. Berinvestasi dalam saham memiliki resiko yang
besar tetapi juga mempunyai keuntungan yang menggiurkan (high risk
high return). Oleh karena itu investasi di pasar modal semakin
2. 2
berkembang di indonesia. Terbukti semakin bertambahnya jumlahnya
investor saham di Indonesia.
Kemudian, salah satu indikator yang menunjukkan perkembangan
sebuah bursa saham adalah kapitalisasi pasar. Kapitalisasi pasar
menunjukkan nilai efek yang tercatat di bursa saham. Atau secara definisi
diartikan sebagai total jumlah surat berharga yang diterbitkan oleh
berbagai perusahaan didalam satu pasar. Kapitalisasi pasar Bursa Efek
Indonesia (BEI) dihitung dari jumkah saham yang tercatat di BEI
dikalikan dengan harga saham masing-masing.
Gambar 1.1
kapitalisasi Pasar Saham di IndonesiaPeriode 2012-2016
(Sumber : https://id.investing.com/indices/idx-composite-historical-data)
Gambar 1.1 menyimpulkan bahwa perkembangan pasar saham di
Indonesia cenderung meningkat yang berarti bahwa pasar saham semakin
diminati. Hal ini juga memicu perusahaan untuk memikirkan kepentingan
3. 3
investor. Oleh karena itu, salah satu tujuan dari perusahaan adalah
memaksimalkan keuntungan perusahaan dan juga berfokus untuk
menciptakan keuntungan bagi para investor (Hashemijoo, Ardekani, dan
Younesi, 2012; Sukkaew, 2015).
Investor secara alamiah akan menghindari risiko, sehingga
kenaikan atau penurunan pada harga saham (Stock Price Volatility) atau
investasi mereka menjadi penting karena hal tersebut untuk mengukur
level risiko yang akan mereka hadapi (Hussainey, Mgbame, dan Mgbame,
2011; Profilet dan Bacon, 2013).
Volatilitas yang lebih besar menunjukkan kemungkinan terjadinya
keuntungan atau kerugian yang lebih tinggi dapat berubah sewaktu-waktu
dan perubahannya sulit untuk diprediksi. Hal ini menyebabkan stock price
volatility sama pentingnya bagi perusahaan dan juga bagi para investor.
Telah banyak dilakukan penelitian yang akhirnya menyimpulkan beberapa
teori yang berkaitan pada pengambilan keputusan investor yang berujung
pada stock price volatility.
4. 4
Gambar 1.2
Volatilitas IHSGPeriode 2012 – 2017
(Sumber: https://ihsg-idx.com/)
Gambar 1.3
Volatilitas LQ45Periode 2012 – 2017
(Sumber: www.bei.com)
Hipotesis Pasar Efisien (Efficient Market Hypothesis) yang
diperkenalkan pertama kali oleh Fama (1965) menyatakan bahwa harga
9,550
11,759
10,267
11,057
13,120
8,000
9,000
10,000
11,000
12,000
13,000
14,000
2013 2014 2015 2016 2017
Price Volatility LQ45 Tahun 2013 - 2017
5. 5
saham akan selalu berhubungan dengan informasi (Khurniaji dan
Raharja;2013). Hal ini berpengaruh pada ekspektasi investor sehingga
berujung pada perubahan harga. Jika sejumlah besar investor adalah
rasional dan informasi pasar adalah relevan, mudah dan tersedia secara
bebas, maka harga saham akan mencerminkan nilai wajar dan hubungan
negatif yang signifikan dengan volatilitas harga, menunjukkan bahwa
semakin besar perusahaan, semakin kecil stock price volatility. Sedangkan
debt menunjukkan hubungan positif yang signifikan dengan volatilitas
harga, yang dapat disimpulkan bahwa semakin besar hutang jangka
panjang perusahaan maka semakin besar volatilitas harga.
Penelitian yang dilakukan oleh Onsomu dan Onchiri (2014)
menunjukkan hasil yang berbeda. Hasil penelitiannya, menunjukkan
bahwa tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara dividend payout
ratio, firm size, dan leverage terhadapstock price volatility di Kenya tahun
2008-2012 .
Ternyata terdapat pula penelitian yang menyatakan bahwa leverage
dan firm size mempengaruhi kebijakan dividen. Seperti penelitian yang
dilakukan oleh Nnadi, Wogboroma, & Kabel (2013). Hasil penelitiannya
menunjukkan bahwa earning per share (profitability), debt-to-equity ratio
(leverage), government ownership, agency, market capitalization, dan Age
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap dividend policy.
Alzomaia & Al-Khadhiri (2013) juga menemukan hubungan positif
signifikan antara firm size dan dividendsper share, dan perusahaan dengan
6. 6
ukuran yang lebih besar cenderung berada pada masa mature (dewasa)
sehingga memiliki akses yang lebih mudah ke pasar modal, dan lebih
mampu membayar dividen.
Terlihat bahwa terdapat kesenjangan di mana hasil penelitian
mengenai pengaruh beberapa faktor terhadap stock price volatility sangat
bervariasi.Kesenjangan ini dapat terjadi karena adanya beberapa faktor,
seperti kondisi ekonomi di negara yang menjadi sampel penelitian, periode
waktu yang diamati, serta sektor yang diteliti.
Penelitian yang telah dilakukan untuk menguji kembali dan
mengembangkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Penelitian
ini menggunakan perusahaan di semua sektor industri di Indonesia yang
terdaftar di i = 3 → pengaruh leverage terhadap dividend payout.
Bursa Efek Indonesia (BEI) pada tahun 2013-2017. Selanjutnya
variabel bebas yang digunakan adalah leverage dan ukuran perusahaan.
Dividend payout ratio menjadi variabel mediasi (intervening) untuk
melihat pengaruh variabel bebas (leverage dan firm size) terhadap variabel
terikat (stock price volatility) melalui masing-masing investor akan
mendapatkan tingkat pengembalian rata-rata (Malhotra, Tandon, dan
Tandon; 2015).
Namun tentu tidak semua informasi perusahaan yang bersifat
pribadi dapat dipublikasikan secara utuh karena manajemen yang
mengoperasikan perusahaan cenderung lebih memiliki informasi yang
lebih tepat dan cepat tentang perusahaan daripada investor luar.Oleh
7. 7
karena itu, hal ini menciptakan gap antara manager dan investor.Penyebab
lainnya adalah karena ada konflik kepentingan dalam perusahaan itu
sendiri.Teori ini disebut Agency Theory dikemukakan oleh Jensen dan
Meckling (1976).Agency Theory berkaitan dengan menyelesaikan dua
masalah yang dapat terjadi pada hubungan agen.Masalah pertama yang
timbul adalah ketika principal dan agen mempunyai prilaku yang berbeda
terhadap risiko. Principal dan agen akan memilih tindakan yang berbeda
karena preferensi akan risiko yang juga berbeda-beda.
Untuk menjembatani informasi yang berisifat privasi, management
perusahaan seringkali memberikan sinyal bagi para investor maupun
pemegang saham terkait dengan keadaan perusahaan yang akan datang.
Teori ini disebut dengan signaling theory. Signaling Theory digunakan
untuk mendeskripsikan perilaku 2 pihak ketika mengakses informasi yang
berbeda (Connelly, et al,;2011). Hipotesis pasar sempurna, agency theory,
dan signaling theory menjelaskan tentang pentingnya suatu informasi
dalam pengambilan keputusan yang akan dilakukan oleh investor.
Penelitian yang dilakukan oleh Hussainey, Mgbame, dan Mgbame
(2011), dengan tujuan penelitiannya adalah untuk menguji hubungan
dividend payout ratiodan perubahan harga saham di pasar saham London
Stock Exchange. Penelitian ini juga meneliti hubungan antara stcok price
volatality, dan debt. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa payout
ratio, semakin rendah volatilitas. Penelitian ini juga menyimpulkan bahwa
payout ratio merupakan penentu utama dari stock price volatality.
8. 8
Ditemukan juga ukuran firm size dan debt memiliki korelasi tertinggi
dengan stock price volatality. Firm size memiliki dividend payout ratio.
Melalui hasil penelitian terdahulu, rasio-rasio dan faktor-faktor ini lah
yang mempengaruhi stock price volatility di beberapa negara.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian diatas, maka rumusan
masalah dari penelitian ini adalah :
a. Apakah leverage berpengaruh terhadap dividend payout pada
perusahaan yang terdaftar di BEI tahun 2013-2017?
b. Apakah firm size berpengaruh terhadap dividend payout pada
perusahaan yang terdaftar di BEI tahun 2013-2017?
c. Apakah leverage dan firm size berpengaruh terhadap dividend payout
pada perusahaan yang terdaftar di BEI tahun 2013-2017?
d. Apakah leverage berpengaruh terhadap stock price volatility pada
perusahaan yang terdaftar di BEI tahun 2013-2017?
e. Apakah firm size berpengaruh terhadap stock price volatility
pada perusahaan yang terdaftar di BEI tahun 2013-2017?
f. Apakah dividend payout berpengaruh terhadap stock price volatility
pada perusahaan yang terdaftar di BEI tahun 2013-2017?
g. Apakah leverage dan firm size berpengaruh terhadap stock price
volatility pada perusahaan yang terdaftar di BEI tahun 2013-2017?
9. 9
1.3 Tujuan Penelitian
Serta tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Mengetahui pengaruh leverage terhadap dividend payout pada
perusahaan yang terdaftar di BEI tahun 2013-2017.
b. Mengetahui pengaruh firm size terhadap dividend payout pada
perusahaan yang terdaftar di BEI tahun 2013-2017.
c. Mengetahui pengaruh leverage dan firm size terhadap dividend payout
pada perusahaan yang terdaftar di BEI tahun 2013-2017.
d. Mengetahui pengaruh leverage terhadap stock price volatility pada
perusahaan yang terdaftar di BEI tahun 2013-2017.
e. Mengetahui pengaruh dari firm size terhadap stock price volatility
pada perusahaan yang terdaftar di BEI tahun 2013-2017.
f. Mengetahui pengaruh dari dividend payout terhadap stock price
volatility pada perusahaan yang terdaftar di BEI tahun 2013-2017.
g. Mengetahui pengaruh leverage dan firm size terhadap stock price
volatility pada perusahaan yang terdaftar di BEI tahun 2013-2017.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi beberapa pihak, yaitu:
1. Bagi akademisi
Penelitian ini dapat memberikan informasi, wawasan dan referensi bagi
para akademisi untuk melakukan penelitian lanjutan, khususnya di
Indonesia.
10. 10
2. Bagi Praktisi
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi para pelaku
bisnis, misalnya pihak manajemen perusahaan. Penelitian ini bermanfaat
bagi pihak manajemen perusahaan. Agar dapat lebih memahami
pentingnya faktor-faktor yang mempengaruhi harga saham suatu
perusahaan sehingga pihak manajemen dapat menyusun strategi untuk
menaikkan atau menurunkan harga saham perusahaannya sesuai dengan
kebutuhan.
11. 11
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
2.1 Tinjauan Pustaka
2.1.1 Stock Price Volatility
Stock price volatility telah menjadi perhatian banyak peneliti.
Volatilitas return saham mewakili variabilitas perubahan harga saham dapat
dianggap sebagai ukuran risiko yang di hadapi oleh investor. Stock price
volatility cenderung naik ketika informasi baru saja dirilis ke pasar, namun
seberapa tinggi ditentukan dengan relevansi informasi terbaru tersebut serta
seberapa besar berita itu mengejutkan para investor (Ilaboya dan Aggreh,
2013).
Bila kenaikan atau penurunan saham terjadi terus-menerus selama
beberapa hari, maka akan diikuti dengan arus balik, karena terjadi
overreaction atau mispriced overreaction terjadi karena investor terlalu
optimis atau pesimis dalam menanggapi suatu peristiwa yang diperkirakan
berpengaruh terhadap kinerja perusahaan di masa datang. Terlalu optimis atau
pesimistis akan mempercepat kenaikan atau penurunan harga saham sehingga
ada unsur mispriced, akibatnya akan terjadi arus balik untuk mengkoreksi
mispriced tersebut. Oleh karena itu, investor berhati-hati terhadap pergerakan
harga saham yang terlalu cepat naik atau terlalu cepat turun dengan tajam
atau istilahnya terjadi stock price volatility. Kemampuan investor untuk
memprediksi ada tidak nya stock price volatility akan mempengaruhi return
12. 12
yang akan di dapat oleh investor. Adanya volatilitas akan menyebabkan risiko
dan ketidak pastian yang dihadapi investor semakin besar (Kartika.2010).
Menurut Profilet dan Bacon (2013), volatilitas adalah tingkat
perubahan harga dari sekuritas selama periode waktu tertentu dan akibat nya
jika semakin besar volatilitas maka semakin besar risiko keuntungan atau
kerugian. Jika saham diberi label sebagai volatile. Dengan demikian, banyak
investor yang lebih memilih saham-saham yang lebih dapat di prediksi karena
mempunyai risiko yang lebih kecil.
2.2 Hubungan Antar Variabel Penelitian
2.2.1 Teori yang Berhubungan Dengan Stock Price Volatility
Beberapa teori yang berhubungan dengan Stock price volatility antara
lain teori Hipotesis Pasar Efisien, Agency Theory, Signaling Hypothesis dan
types of dividend police.
2.2.1.1 Hipotesis Pasar Efisien
Hipotesis Pasar Efisien (Efficient Market Hypothesis) yang di
perkenalkan pertama kali oleh Fama (1965) menyatakan bahwa harga saham
akan selalu berhubungan dengan informasi (Khurniaji dan Raharja,2013). Hal
ini berpengaruh pada ekspektasi investor sehingga berujung pada perubahan
harga saham. Hipotesis pasar efisien terbagi menjadi tiga jenis yaitu weak
form, semistrong form, dan strong form. Weakform adalah bentuk pasar yang
mencerminkan informasi informasi masa lalu, semistrong form adalah bentuk
pasar yang mencerminkan informasi yang dipublikasikan oleh perusahaan,
13. 13
sedangkan strong form adalah bentuk pasar dimana harga sekuritas sangat
efisien sehingga mencerminkan seluruh informasi tentang saham dan pasar
saham yang bersifat privasi. Jika sejumlah besar investor adalah rasional dan
informasi pasar adalah relevan, mudah, dan tersedia secara bebas, maka harga
saham akan mencerminkan nilai wajar dan masing-masing investor akan
mendapatkan tingkat pengembalian rata-rata (Maholtra, Tandon, Dan
Tandon, 2015). Menurut Naseer dan Tariq (2015), hipotesis pasar sempurna
mempunyai tiga asumsi yang krusial yaitu :
1. Investor diasumsikan rasional dan nilai sekuritas yang di harapkan oada
batas maksimum;
2. Jika investor tidak rasional, maka trading di asumsikan secara acak dan
harga setiap efek disamakan;
3. Rasional arbitrages diasumsikan untuk menghilangkan pengaruh
investor tidak rasional.
Fama (1970) menjelaskan pada weak form diasumsikan bahwa harga
saham mencerminkan semua informasi yang terkandung dalam informasi
masa lalu. Artinya, harga saham terbentuk merupakan refleksi dari
pergerakan harga saham dimasa lalu. Contohnya, adanya pola musiman atas
harga saham dimana harga saham akan mengalami kenaikan pada akhir tahun
dan kemudian akan turun pada awal tahun. Berdasarkan weak form, karena
pasar telah mengetahui pola tersebut maka pasar akan merevisi saham dengan
melakukan perubahan terhadap strateginya dengan cara mengantisipasi
penurunan harga sejak awal tahun, trader akan menjual sahamnya sesegera
14. 14
mungkin untuk menghindari kerugian karena terjadi penurunan harga pada
awal tahun. Upaya tersebut akan menyebabkan harga saham perusahaan yang
bersangkutan juga mengalami penurunan (supply lebih besar daripada
demand).
Fama (1991) menjelaskan bahwa harga saham pada semistrong form
mencerminkan semua informasi public yang relevan. Tidak hanya informasi
mengenai masa lalu, harga saham juga tercipta karena informasi yang ada di
pasar, termasuk informasi yang terdapat dari laporan keuangan.Informasi
yang relevan juga dapat berupa suku bunga, inflasi, dan lain-lain. Menurut
konsep semistrong form, investor tidak akan mampu untuk mendapatkan
abnormal returns hanya berdasarkan informasi yang dipublikasikan maupun
informasi yang tidak dipublikasikan (private information). Sehingga
strongform mencakup semua informasi masa lalu, informasi yang
dipublikasikan, dan informasi bersifat pribadi.
Gambar 2.1
Bentuk-bentuk Pasar Efisien
Strong Form
(All Public And Private Information )
Semi –Strong Form
(All Public Information)
Weak From
(All Security Market
Information
15. 15
(Sumber : Naseer dan Tariq,2015)
2.2.1.2 Agency Theory
Agency Theory dikemukakan oleh Jensen dan Meekling (1971).
Agency theory berkaitan dengan menyelesaikan dua masalah yang dapat
terjadi pada hubungan agen. Masalah pertama yang timbul adalah ketika
principal yang tidak dapat mengverifikasi apakah agen telah berprilaku
yang benar. Masalah kedua yang timbul adalah pembagian risiko ketika
principal dan agen mempunyai prilaku yang berbeda terhadap risiko.
Principal dan agen akan memilih tindakan yang berbeda karena preferensi
akan risiko yang juga berbeda-beda. Hal ini tertentangan dengan asumsi
Miler dan Modigliani (1961) yang diasumsikan bahwa manager adalah
agen yang sempurna untuk pemegang saham dan tidak ada konflik
kepentingan diantara mereka. Manager terikat untuk melakukan beberapa
kegiatan yang terjadi beban bagi pemegang saham contohnya seperti
melakukan investasi yang tidak menguntungkan dan kompensasi
management yang tinggi yang sebenarnya tidak perlu. Biaya-biaya
tersebut di tanggung oleh pemegang saham.
Oleh karena itu pemegang saham perusahaan akan mebutuhkan
pembayaran dividen yang tinggi juga sebagai gantinya. Agency cost juga
dapat timbul antara pemegang saham dan obligasi: ketika pemegang
saham menuntut dividen yang lebih sedikit daripada pemegang saham agar
pemegang obligasi dapat memastikan terdapat ketersediaan kas perusahaan
untuk pembayaran obligasi mereka.
16. 16
Pembayaran dividen dapat memberikan mekanisme untuk
menyelaraskan kepentingan dan mengurangi masalah keagenan antara
manager dan pemegang saham. Karena dengan menggunakan pembayaran
dividen dapat mengurangi biaya agency cost dari free cash flow dengan
mengurangi jumlah uang tunai yang tersedia yang dikeluarkan untuk
kepentingan manajer. Selain itu,menurut agency theory, pembayaran
dividen dapat meningkatkan kebutuhan pembiayaan eksternal untuk
investasi yang mengarah pada pengurangan investasi suboptimal. Dengan
demikian,mereka dapat dianggap sebagai sarana pembantuan kinerja
manajer (Dermirgunes,2015).
Hal diatas diperjelas lagi oleh Ramadan (2013). Ia menjelaskan
bahwa pengumuman dividen dapat dianggap sebagai cara untuk
menyelesaikan dan mengurangi masalah agensi yang timbul karena
konflik kepentingan antara manajemen dan pemilik perusahaan.
Ketika manajer diharapkan untuk melakukan tindakan terbaik
untuk kepentingan pemilik perusahaan, mereka termotivasi untuk
mengambil keputusan terbaik, biak secara langsung maupun tidak
langsung untuk mencapai kepentingan mereka sendiri. Sehingga pemilik
perusahaan akan lebih memilih dividen daripada capital gain untuk
mengurangi kemungkinan bahwa manajer kana menggunakan free cash
flow untuk kepentingan mereka pribadi. Dengan meningkatkan dividen
makan akan membatasi free cash flow yang tersedia untuk manajer dan
mengurangi masalah keagenan yang dapat tercermin dalam harga saham.
17. 17
2.2.1.3 Signaling Theory
Menurut Connelly, Certo, Ireland dan Reutzel (2011), signaling
theory digunakan untuk mendeskripsikan perilaku ke 2 pihak ketika
mengakses informasi yang berbeda. Salah satu pihak yaitu pengirim
informasi, harus memilih apa dan bagaimana mengkomunikasikan (atau
sinyal)informasi tersebut, dan pihak lain yaitu penerima informasi harus
memilih bagaimanamengintepretasikan sinyal tersebut. Signaling theory
memegang posisi dalam berbagia literatur, termasuk manajemen strategis,
kewirausahaan, dan manajemen sumber daya manusia.
Connelly, Certo, Ireland dan Reutzel (2011) juga menjelaskan
bahwa informasi berdampak pada proses pengambilan keputusan.
Seseorang membuat keputusan berdasarkan informasi yang di
publikasikan secara bebas. Namun, ada beberapa informasi yang tidak
dapat dipublikasikan (private) oleh karena itu maka terjadi informasi
asimetri antara pihak yang mempunyai informasi tersebut dan pihak yang
berpotensi dapat membuat keputusan yang lebih baik jika memiliki
informasi tersebut. Oleh karena itu, pihak yang mempunyai informasi
tersebut memberikan sinyal kepada pihak yang lain dapat mengetahui
kondisi yang ada.
Melalui Miller dan Modigliani (1961) yang mengansumsikan
bahwa investor dan management mempunyai informasi yang lengkap
tentang perusahaan, hal ini dibantah oleh para peneliti yang lain karena
management yang mengoperasikan perusahaan cenderung lebih memiliki
18. 18
informasi yang lebih tepat dan cepat tentang perusahaan daripada investor
luar. Oleh karena itu, hal ini menciptakan gap antara manager dan
investor. Untuk menjebatani gap tersebut, management menggunakan
dividen sebagai alat untuk menyampaikan informasi pribadi kepada
pemegang saham.
Demirgunes (2015) menjelaskan bahwa dividend signaling
hypothesis menunjukkan bahwa pengumuman dividen mencakup dan
menyampaikan informasi tentang penilaian management perusahaan
tentang prospek perusahaan dimasa depan yang tidak dapat
dikomunikasikan secara langsung. Dan investor mungkin menggunakan
pengumuman ini untuk menilai harga saham perusahaan karena perubahan
dividen mengurangi information asymmetry antara manajer dan investor
luar sehingga dividen signaling hypothesis dapat menjelaskan hubungan
positif antara pergerakan dividen dan harga saham perusahaan (Nazir,
Nawaz, Anwar, dan Ahmed.2010).Dividend signaling hypothesis juga
menjelaskan bahwa perusahaan yang membayar dividen yang sedikit
mungkin membutuhkan dana yang lebih untuk diinvestasikan pada
proyek-proyek baru sehingga akan menyebabkan turunnya harga saham
namun perusahaan akan mempunyai kesempatan untuk bertumbuh lebih
baik dengan menggunakan dana tersebut (Nazir et al.,2010)
19. 19
2.2.1.4 Types of Dividend Payout Policies
a. Constant-Payout-Ratio Dividend Policy
Salah satu tipe kebijakan dividen yang digunakan adalah constant
payout ratio. Kebijakan pembayaran dividen merujuk pada berapa persen
dari penghasilan yang didapatkan dari perusahaan yang didistribusikan
kepada pemegang saham dalam bentuk kas. Dihitung dengan membagi kas
dividend dengan laba bersih. Dengan constant –payout-ratio, perusahaan
menetapkan persentasi tertentu dari pendapatan yang dibayarkan kepada
pemegang saham dalam setiap periode dividen.
Masalah dari kebijakan ini adalah jika pendapatan perusahaan
menurun atau jika terjadi kerugian dalam suatu periode tertentu, sehingga
dividen mungkin akan menjadi rendah atau bahkan tidak ada. Karena
dividen sering keberlangsungan perusahaan, sehingga firm size dapat
digunakan untuk memprediksi kemungkinan kebangkrutan perusahaan.
Semakin besar ukuran suatu perusahaan akan cenderung melakukan
diversifikasi pendanaan (Titman dan Wessels, 1988). Perusahaan yang
dapat mendiversifikasi pendanaan dengan baik akan memiliki resiko
kebangkrutan yang lebih kecil (Rajan dan Zingales,1995). Semakin besar
ukuran suatu perusahaan, maka informasi yang tersedia mengenai
perusahaan tersebut akan semakin banyak pula, sehingga mengurangi
informasi asimetris yang terjadi. (Sayilgan et al.,2006).
Ada kemungkinan bahwa firm size mempengaruhi volatilitas harga
karena pada perusahaan kecil biasanya memiliki divesifikasi yang kurang
20. 20
dalam kegiatan operasional mereka. Selain itu, ada juga kemungkinan
bahwa kurang tersedianya informasi bagi investor tentang saham pada
perusahaan kecil. Alasan lain dampak Firm size padaStock price volatility
adalah bahwa perusaan kecil mungkin lebih tidak liquid,sehingga harga
lebih sahamnya lebih volatile daripada perusahaan perusahaan besar
(Hashemijoo,Ardekani,dan Younesi,2012).
2.2.2 Leverage (LEV) dan stock price volatility (SPV)
Bahreini, Baghbani, dan Bahreini (2013) menganalisa hubungan antara
perubahan debt ekonomi dan kinerja operasional perusahaan yang terdaftar di
bursa Tehran dengan menggunakan sampel 145 perusahaan dari tahun 2005
dan 2006 dengan metode pemilihan eliminasi sistemik. Hasil dari penelitian
tersebut mengindikasikan bahwa terdapat hubungan antara hutang jangka
panjang dengan harga saham yang signifikan dan berhubungan negatif.Artinya
adalah semakin tinggi hutang jangka panjang maka semakin rendah harga
saham perusahaan. Bahreini, Baghbanim dan Bahreini (2013) juga
mengungkapkan bahwa perusahaan dengan hutang jangka panjang yang lebih
tinggi akan lebih tinggi juga kemungkinan untuk kehilangan proyek dimasa
depan karena dalam beberapa kondisi, hasil akhir setelah penurunan biaya
akan lebih kecil daripada jumlah yang pemegang saham investasikan.
Pengurangan dalam investasi ini akan mengurangi nilai perusahaan. Oleh
karena itu peningkatan hutang jangka panjang akan menyebabkan penurunan
harga saham dan faktor-faktor lainnya akan mengikuti.
21. 21
Hasil penelitian dari Shah dan Noreen (2016) juga menyatakan
bahwa terdapatnya hubungan negatif antara hutang jangka panjang dan
stock price volatility. Shah dan Noreen (2016), menyimpulkan bahwa
semakin tinggi leverage suatu perusahaan maka semakin rendah volatilitas
harga saham perusahaan tersebut, sehingga dengan peningkatan leverage
merupakan sinyal bahwa perusahaan berusaha untuk berinvestasi sehingga
merupakan kesempatan perusahaan untuk bertumbuh dan hal ini menjadi
peluang bagi para investor dan berujung pada harga saham yang stabil.
Profilet dan Bacon (2013) juga mendukung hasil penelitian dari Shah dan
Noreen pada tahun 2016 yang menemukan leverage dan growth
mempunyai hubungan negatif dengan stock price volatility.
Berbeda dengan hasil penelitian Shah dan Noreen (2016).
Husainey, Mgbame, dan Mgbame (2010) menyatakan bahwa dari hasil
penelitiannya menemukan bahwa hutang jangka panjang memiliki
hubungan positif yang signifikan dengan volatilitas harga, yang dpaat
disimpulkan bahwa semakin besar hutang jangka panjang perusahaan
maka semakin besar volatilitas harga. Karena peningkatan hutang juga
meningkatkan risiko yang dihadapi perusahaan yang disebabkan karena
adanya kemungkinan perusahaan tidak dapat membayar hutang dimasa
depan jika tingkat hutangnya semakin tinggi. Investor cenderung untuk
menghindari risiko (Hussainey, Mgbame, dan Mgbame, 2011:Profilet dan
Bacon,2013) sehingga tindakan investor untuk menjual saham-sahamnya
akan menyebabkan harga saham menjadi turun. Namun hal ini juga dapat
22. 22
menjadi kesempatan bagi investor lain untuk membeli saham-saham
tersebut. Kejadian ini akan menyebabkan volatilitas harga saham menjadi
lebih tinggi.
2.2.3 Firm size (FS) dan stock price volatility (SPV)
Menurut Hashemijoo, Ardekani, dan Younesi (2012), firm size
diekpektasikan akan memengaruhi stock price volatility. Dimana harga saham
pada perusahaan yang besar lebih stabil daripada harga saham pada
perusahaan kecil karena pada perusahaan besar cenderung lebih di versivikasi.
Selanjutnya, perusahaan kecil mempunyai informasi yang terbatas dan
masalah ini akan menyebabkan investor bereaksi irasional (Baskin.1989).
Ekspektasi mereka terbukti pada hasil penelitian yang mereka lakukan. Hasil
penelitiannya adalah mereka menemukan bahwa firm size menyebabkan
dampak yang paling besar pada stock price volatility diantara variabel-variabel
kontrol lainnya sehingga stock price volatility mempunyai asosiasi terbalik
dengan firm size.
Hasil penelitian dari Shah dan Noreen (2016) juga menyatakan bahwa
terdapatnya hubungan negatif antara firm size dan stock price
volatility.Sehingga hal ini berarti semakin besar firm size maka lebih rendah
terjadinya stock price volatility. Hubungan firm size dengan stock price
volatility juga diperjelas dengan hasil penelitian dari Hussainey, Mgbame, dan
Mgbame (2011) yang juga menyatakan bahwa firm size memiliki hubungan
negatif yang signifikan dengan volatilitas harga, sehingga menunjukkan
bahwa semakin besar perusahaan semakin kecil stock price volatility. Profilet
23. 23
dan Bacon (2013) menemukan korelasi negatif antara firm size dan stock price
volatility sedangkan leverage dan growth mempunyai hubungan negatif
dengan stock price volatility.
2.2.4 Leverage (LEV) dan devidend payout (DPR)
Perusahaan yang memiliki tingkat hutang yang tinggi akan memiliki
beban bunga yang tinggi juga, yang akan mengakibatkan turunnya laba
perusahaan sehingga jumlah laba yang tersedia untuk dibagikan sebagai
dividen akan semakin rendah juga (Zameer, et al.,2013). Perusahaan dengan
tingkat hutang yang rendah akan membayar dividen dengan jumlah yang lebih
besar, sehingga berdasarkan agency theory, leverage akan memiliki pengaruh
negatif terhadap devidend payout ratio (Alzomaia & Al-Khadiri,2013).
Ahmed & Javid (2009) dalam penelitiannya pada perusahaan non-keuangan di
pakistan, menggunakan debt to quity ratio sebagai proksi dari leverage dan
dividend yield sebagai proksi dari kebijakan dividen. Penelitian tersebut
menemukan hubungan negatif yang tidak signifikan antara leverage dan
dividend payout ratio.
2.2.5 Firm size (FS) dan Dividend payout (DPR)
Perusahaan dengan ukuran besar memiki akses yang lebih mudah
untuk memperoleh pendanaan eksternal, dan dengan demikian lebih tidak
bergantung pada dana internal perusahan, sehingga dapat membagikan dividen
lebih banyak (Mehta,2012). Penelitian yang dilakukan Alzomaia & Al-
Khadhiri (2013) pada perusahaan diarab saudi menemukan bahwa firm size
24. 24
memiliki hubungan positif yang signifikan terhadap dividend payout ratio.
Hasil yang sama juga ditemukan dalam penelitian Issa (2015) pada perusahaan
di Malaysia, Yaitu firm size memiliki hubungan positif yang signifikan
terhadap devidend payout ratio.
Akan tetapi, terdapat juga penelitian-penelitian terdahulu yang
menemukan hasil yang berbeda (Ahmad &Javid:2009) menemukan hubungan
hubungan negatif yang signifikan antara firm size dengan dividend payout
ratio (Kalid & Rehman:2015) juga menemukan hubungan negatif yang
signifikan antara firm size dan devidend payout ratio. Penelitian tersebut
menemukan bahwa perusahaan dengan ukuran yang lebih kecil justru malah
membagikan deviden dalam proporsi yang lebih besar.
2.2.6 Dividend Payout (DPR) dan Stock Price Volatility (SPV)
Pada penelitian yang dilakukan oleh Hashemijoo, Ardekani, dan
Younesi (2012) yang meneliti hubungan antara dividend payout ratio dan
stock price volatility. Hasil penelitian mereka menyatakan bahwa adanya
hubungan signifikan negatif dividend payout ratio dengan stock price
volatility. Hal ini berarti bahwa semakin besar dividend payout ratio maka
semakin kecil stock price volatility dan begitu juga sebaliknya. Hal ini
dikarenakan perusahaan yang kebijaan dividennya pasti akan menekan risiko
perusahaan.
Ramadan (2013), juga menyatakan bahwa dari hasil penelitiannya
yang terkonsentrasi pada negara-negara maju menyimpulkan bahwa dividen
dan harga saham berhubungan secara signifikan. Dengan adanya peningkatan
25. 25
dividen maka akan meningkatkan kepercayaan investor, hal ini menyebabkan
cash flow terdiskon pada tingkat pengembalian yang rendah dan
menyebabkan kenaikan harga saham sedangkan jika mengurangi dividen akan
memperbesar ketidakpastian pada investor sehingga menyebabkan harga
saham perusahaan jatuh.Selain itu harapan investor tentang apakah iya atau
tidak perusahaan membayar dividen menjadi sesuatu yang penting. Dengan
kata lain, jika sebuah perusahaan memiliki record yang kuat dalam membayar
dividen (bahkan mungkin telah mungkin telah meningkatkan dividennya
selama bertahun-tahun), maka jika terjadi sebaliknya secara tiba-tiba biasanya
kebijakan dividen akan merugikan harga saham setidaknya dalam jangka
pendek (meskipunsecara teoritis, dana tersebut akan diinvestasikan kembali
dalam bentuk laba ditahan dan pada akhirnya akan menyebabkan harga saham
yang lebih tinggi). Dengan demikian, Sangatlah penting bahwa perusahaan
memberikan indikasi yang jelas dari kebijakan dividen sehingga dividen dapat
diprediksi oleh investor (Griffin:2010).
Secara tradisional ada yang berpendapat bahwa perusahaan dapat
mempengaruhi harga sahamnya dengan mengubah kebijakan dividen.
Argumen yang paling umum adalah bahwa perusahaan dapat meningkatkan
nilai sahamnya dengan meningkatkan rasio payout nya. Hal ini dikarenakan
investor akan lebih memilih dividen daripada capital gain sehingga investor
akan menawarkan harga dari saham biasa perusahaan secara tetap membayar
dividen (Black dan Scholes:1974).
26. 26
Hasil penelitian dari Shah dan Noreen (2016) juga menyatakan bahwa
terdapatnya hubungan signifikan positif antara kebijakan dividen dan stock
price volatility. Sehingga semakin tinggi dividend payout maka lebih sedikit
terjadinya stock price volatility. Hasil penelitian dari Hussainey, Mgbame, dan
Mgbame (2011) menunjukkan bahwa semakin tinggi payout ratio,semakin
rendah volatilitas.Hubungan negatif antara dividend payout dan stock price
volatility dijelas oleh Baskin 1989). Ia menjelaskan bahwa perusahaan dengan
tingkat pembayaran dividen yang rendah cenderung dinilai lebih pada
kesempatan investasi masa depan sehingga harga sahammenjadi lebih sensitif.
Jika perusahaan bergantung pada laba ditahan untuk pendaaan modal, maka
merupakan hal yang rasional untuk perusahaan untuk membayar dividen yang
rendah untuk lebih berfokus pada investasi perusahaan yang besar. Tetapi
investor lebih menyukai sesuatu yang pasti dan menghindari risiko
(Gordon:1963). Sehingga pengambilan keputusan investor mengenai dividen
menyebabkan volatilitas harga saham menjadi lebih tinggi.
2.3 Penelitian Terdahulu
Tabel 2.1
Ringkasan Hasil Penelitian Terdahulu
No. Nama
Peneliti
Judul Penelitian Hasil
1. Hashemijoo,
Ardekani,dan
Younesi
(2012)
Hubungan antara
stock price volatility
dengan dividend
yield dan dividend
payout ratio pada
perusahaan
consumer product
terdapat hubungan negatif yang
signifikan antara stock price
volatility dengan devidend yield dan
dividend payout ratio.Selain itu,
terdapat hubungan negatif yang
signifikan antara stock price
volatility dan firm size.Berdasarkan
27. 27
yang tercatat di
bursa efek Kuala
Lumpur (KLSE)
tahun 2005-2010
temuan penelitian ini,dividend yield
dan firm size berdampak paling besar
terhadap stock price volatillity
diantara variabel lainnya. Peneliti
menggunakan analisa regresi
berganda. Model regresi diperluas
menggunakan firm size, earning
volatility ,debt, dan growth. Hasil
dari penelitian yang dilakukan adalah
terdapat hubungan negatif yang
signifikan antara stock price
volatility dengan devidend yield dan
dividend payout ratio. Selain itu,
terdapat hubungan negatif yang
signifikan antara stock price
volatility dan firm size.Berdasarkan
temuan penelitian ini,dividend yield
dan firm size berdampak paling besar
terhadap stock price volatillity
diantara variabel lainnya.
2. Shah dan
Noreen
(2016)
hubungan antara
stock price volatility
dan dividend payout
ratio yang terdaftar
pada Bursa Efek
Karachi (KSE)
Pakistan tahun
2005-2012
Penelitian ini telah menemukan
hubungan negatif yang signifikan
antara stock price volatility dan
dividend payout ratio. Hal ini berarti
semakin tinggi dividend payout maka
lebih sedikit terjadinya stock price
volatillity. Penelitian juga
menemukan hubungan positif yang
signifikan antara variabel lainnya
(asset growth, earning volatility ,dan
earning per share) dengan stock
price volatility sedangkan firm size
dan long term debt ditemukan
terdapat hubungan negatif dengan
stock price volatility.
3. Hussainey,
Mgbame,
dan Mgbame
(2011)
hubungan antara
dividend payout
ratio dan perubahan
harga saham dipasar
saham london stock
exchang. Penelitian
ini juga meneliti
hubungan antara
stock price volatility
dan variabel lainnya
Hasil dari penelitian menunjukkan
bahwa semakin tinggi payout ratio,
semakin rendah volatilitas.Penelitian
ini juga menyimpulkan bahwa
Payout Ratio merupakan penentu
utama dari stock price
volatility.Ditemukan juga firm size
dan debtmemiliki korelasi tinggi
dengan stock price volatility. firm
size memiliki hubungan negatif yang
28. 28
seperti firm
size,growth,earnings
volatility,dan debt.
signifikan dengan volatilitas
harga,menunjukkan bahwa semakin
besar perusahaan,semakin kecil stock
price volatility.Sedangkan debt
menunjukkan hubungan positif yang
signifikan dengan volatilitas harga,
yang dapat disimpulkan bahwa
semakin besar hutang jangka panjang
perusahaan maka semakin besar
volatilitas harga.
4. profilet dan
Bacon
(2013),
menganalisis
seberapa baik
payout ratio
mencerminkan stock
price volatility
perusahaan jika
dibandingkan
dengan variabel
terkait lainnya
terhadap volatilitas
harga di pasar
saham New York
Stock Exchange.
Tujuan dari penelitiannya adalah
untuk menguji apakah ada atau tidak
ada korelasi negatif antara dividend
payout dengan stock price
volatility.Sampel yang diambil dari
599 perusahaan yang terdaftar di
Value Line Invesment Survey
Database dan dalam jangka waktu
tiga tahun dan dengan mengontrol
variabel firm
size,leverage,dangrowth.Hasil
penelitian diperoleh dengan
menggunakan ordinary least squares
regression dan hasilnya adalah
terdapat hubungan positif antara
rasio dividend payout ratio dan stock
price volatility.
Kemudian di temukan juga bahwa
semakin tinggi dividend yield
perusahaan maka semakin rendah
stock price volatilitynya. Ditemukan
juga korelasi negatif antara firm size
dan stock price volatility sedangkan
leverage dan growth mempunyai
hubungan negatif dengan stock price
volatility.
5. Habib, Kiani
dan Khan
(2012)
hubungan antara
dividend payout
ratio, firm size,
earning volatility
berhubungan negatif signifikan
terhadap stock price volatility
sedangkan hutang jangka panjang
berhubungan positif dengan stock
price volatility.
6. Lashragi dan
Ahmadi
hubungan dividend
payout ratio dan
Populasi perusahaan adalah sebanyak
470 perusahaan kemudian di filter
29. 29
(2014) stock price volatility
di Tehran stock
Exchange tahun
2007-2013
menjadi 51 perusahaan yang sesuai
dengan kriteria dari tahun 2007-
2012. Dengan menggunakan
multivariable regresi dan panel data
di temukan bahwa dividend payout
ratio berhubungan signifikasi negatif
terhadap stock price
volatility.Sedangkan untuk variabel
firm size ,earning volatility, dan
hutang jangka panjang tidak
berhubungan signifikan terhadap
stock price volatility.
7. Onsomu dan
Onchiri
(2014)
hubungan antara
devidend payout
ratio dan faktor-
faktor lainnya
seperti firm size,
hutang jangka
panjang, dan growth
terhadap stock price
volatility di Kenya
pada tahun 2008-
2012.
Dengan menggunakan sampel 30
perusahaan yang telah terdaftar di
bursa efek serta dengan
menggunakan korelasi cross-
sectional,ditemukan bahwa dividend
payout ratio, firm size, hutang jangka
panjang,dan growth tidak
berhubungan signifikan terhadap
stock price volatility. Hal ini berarti
bahwa, stock price volatility di
Kenya tidak dipengaruhi oleh faktor-
faktor tersebut.
2.4 Kerangka Berpikir
Kerangka berpikir dalam penelitian ini ditunjukkan pada Gambar 2.2
Gambar 2.2 Kerangka Berfikir
Leverage
(X1)
Firm Size
(X2)
Dividend Payout
(Y)
Stock Price
Volatility (Z)
30. 30
2.5 Hipotesis
Hipotesis merupakan dugaan sementara dari rumusan masalah yang
ada. Hipotesis ini masih harus di uji menggunakan fakta-fakta yang
ditemukan.Berdasarkan latar belakangdan rumusan masalah yang telah
dikemukakan, serta didukung dengan kajian penelitian terdahulu,maka
hipotesis yang di tetapkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
H1 : Terdapat pengaruh leverage terhadap dividend payout pada
perusahaan yang terdaftar di BEI tahun 2013-2017.
H2 : Terdapat pengaruh firm size terhadap dividend payout pada
perusahaan yang terdaftar di BEI tahun 2013-2017.
H3 : Terdapat pengaruh leverage dan firm size terhadap dividend payout
pada perusahaan yang terdaftar di BEI tahun 2013-2017.
H4 : Terdapat pengaruh leverage terhadap stock price volatility pada
perusahaan yang terdaftar di BEI tahun 2013-2017.
H5 : Terdapat pengaruh dari firm size terhadap stock price volatility
pada perusahaan yang terdaftar di BEI tahun 2013-2017.
H6 : Terdapat pengaruh dari dividend payout terhadap stock price volatility
pada perusahaan yang terdaftar di BEI tahun 2013-2017.
H7 : Terdapat pengaruh leverage dan firm size terhadap stock price volatility
pada perusahaan yang terdaftar di BEI tahun 2013-2017.
31. 31
BAB III
METODE PENELITIAN DAN ANALISIS
3.1. Objek Penelitian
Objek dari penelitian ini adalah seluruh perusahaan yang masuk
dalam kategori LQ45 di Bursa Efek Indonesia, sebagai berikut :
Tabel 3.1.
Daftar Perusahaan LQ45 di Bursa Efek Indonesia
No
Kode
Emiten
Emiten
1 ADHI Adhi Karya (Persero) Tbk
2 ADRO Adaro Energy Tbk
3 AKRA AKR Corporindo Tbk
4 ANTM Aneka Tambang Tbk
5 ASII Astra International Tbk
6 BBCA Bank Central Asia Tbk
7 BBNI Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk
8 BBRI Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk
9 BBTN Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk
10 BJBR BPD Jawa Barat dan Banten Tbk
11 BMRI Bank Mandiri (Persero) Tbk
12 BMTR Global Mediacom Tbk
13 BRPT Barito Pacific Tbk
14 BSDE Bumi Serpong Damai Tbk
15 BUMI Bumi Resources Tbk
16 EXCL XL Axiata Tbk
17 GGRM Gudang Garam Tbk
18 HMSP HM Sampoerna Tbk
19 ICBP Indofood CBP Sukses Makmur Tbk
20 INCO Vale Indonesia Tbk
21 INDF Indofood Sukses Makmur Tbk
22 INDY Indika Energy Tbk
23 INTP Indocement Tunggal Prakasa Tbk
24 JSMR Jasa Marga (Persero) Tbk
32. 32
25 KLBF Kalbe Farma Tbk
26 LPKR Lippo Karawaci Tbk
27 LPPF Matahari Department Store Tbk
28 MNCN Media Nusantara Citra Tbk
29 MYRX Hanson International Tbk
30 PGAS Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk
31 PTBA Tambang Batubara Bukit Asam (Persero) Tbk
32 PTPP PP (Persero) Tbk
33 PWON Pakuwon Jati Tbk
34 SCMA Surya Citra Media Tbk
35 SMGR Semen Indonesia (Persero) Tbk
36 SRIL Sri Rejeki Isman Tbk
37 SSMS Sawit Sumbermas Sarana Tbk
38 TLKM Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk
39 TPIA Chandra Asri Petrochemical Tbk
40 TRAM Trada Alam Minera Tbk
41 UNTR United Tractors Tbk
42 UNVR Unilever Indonesia Tbk
43 WIKA Wijaya Karya (Persero) Tbk
44 WSBP Waskita Beton Precast Tbk
45 WSKT Waskita Karya (Persero) Tbk
Sumber : www.idx.co.id (data diolah)
3.2. Metode Penelitian
Dalam penelitian ini, terdapat 3 jenis variabel, yaitu variabel bebas
(Independent variabel), variabel terikat (dependent variable) dan variabel
control (control variable). Variabel bebas merupakan variabel yang
mempengaruhi atau variabel yang menjadi sebab perubahan atau timbulnya
variabel terikat (Sugiyono:2011). Apabila variabel bebas berubah, maka
variabel terikat juga akan berubah. Variabel terikat dalam penelitian ini yaitu
variabel stock price volatility. Sedangkan variabel bebas dalam penelitian ini
adalah leverage dan firm size. Variabel mediasi (intervening) merupakan
33. 33
variabel penyela antara yang terletak di antara variabel bebas dan terikat,
sehingga variabel bebas tidak langsung mempengaruhi berubahnya atau
timbulnya variabel terikat (Sugiyono:2011). Variabel mediasi pada penelitian
ini adalah kebijakan dividen (dividend payout ratio).
3.3 Jenis Dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder,
yaitu data yang diperoleh dalam bentuk sudah jadi, artinya data tersebut diolah
dan disajikan oleh pihak lain (Supriyanto:2009). Data penelitian berupa
laporan keuangan tahunan yang dipublikasikan oleh perusahaan sampel, terdiri
dari neraca, laporan laba rugi dan laporan arus kas periode 2013-2017. Data
sekunder tersebut bersumber dari laporan keuangan perusahaan LQ45 di BEI
periode tahun 2013-2017 yang termuat dalam website : www.idx.co.id.
Melalui data laporan keuangan tersebut, didapatkan nilai variabel yang
digunakan dalam penelitian ini, yaitu leverage dan firm size.
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Cara pengumpulan data yang digunakan adalah dokumentasi, yaitu
dengan cara mengumpulkan, mencatat, dan mengkaji data sekunder yang
berupa laporan keuangan perusahaan LQ45 yang dipublikasikan oleh BEI
melalui website : www.idx.co.id untuk periode Tahun 2013-2017.
34. 34
3.5 Populasi dan Sampel Data
Populasi adalah kumpulan semua anggota dari obyek yang diteliti.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan LQ45 di Bura Efek
Indonesia sesuai publikasi website www.idx.co.id. Pemilihan sampel
perusahaan LQ45 karena perusahaan-perusahaan yang terdapat dalam kategori
LQ45 merupakan perusahaan yang memiliki saham unggulan dan perusahaan
yang likuid di Bursa Efek Indonesia. Jumlah populasi sebanyak 45
perusahaan.
Sedangkan sampel adalah sekumpulan sebagian anggota dari obyek
yang diteliti. Adapun teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah
purposive sampling jenis judgement sampling yaitu sampel dipilih dengan
menggunakan pertimbangan tertentu disesuaikan dengan tujuan penelitian atau
masalah penelitian yang dikembangkan (Ferdinand, 2006). Kriteria-kriteria
yang digunakan dalam penelitian ini yaitu :
1) Perusahaan-perusahaan yang termasuk dalam kategori LQ45 dengan
pengklasifikasian tahun 2013-2017.
2) Perusahaan LQ45 yang menerbitkan laporan keuangan secara lengkap dari
tahun 2013-2017.
35. 35
3.6 Operasional Variabel
Dalam penelitian ini, operasional variabel yang disampaikan adalah
sebagi berikut:
3.6.1 Variabel Bebas
3.6.1.1 Leverage (LEV)
Leverage merupakan rasio yang menunjukkan solvabilitas
perusahaan yaitu seberapa besar suatu perusahaan menggunakan hutang
untuk membiayai aktivitasnya. Dalam penelitian ini jenis hutang yang
digunakan adalah hutang jangka panjang (lebih dari 1 tahun). Pengukuran
leverage dalam penelitian ini mengacu pada penelitian-penelitian
sebelumnya (Hashemijoo, Ardekani& Younesi:2012, Profilet &
Bacon:Rashid & Rahman:2006, Shah & Noreen:2016, Hussainey,
Mg.Bame:2011). Persamaan untuk menghitung hutang jangka panjang
yaitu sebagai berikut:
𝐿𝐸𝑉 =
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐷𝑒𝑏𝑡
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐸𝑞𝑢𝑖𝑡𝑦
…… …… …… …… …… …… …… ……… .. (3.1)
3.6.1.2 Firm Size (FS)
Firm Size didefinisikan menggunakan natural logaritma dari total
aktiva perusahaan (Bayrakdaroglu et al.:2013:Jamal et al.:2013:Hussain et
al.:2015:dan Gharaibeh:2015). Dalam penelitian ini, variabel Firm Size
dapat diukur menggunakan persamaan sebagai berikut:
𝐹𝑆 = In(𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡) … … …… … … …… … …… … …… … … …… … . (3.2)
36. 36
3.6.2 Variabel Terikat
3.6.2.1 Stock Price Volatality
Volatilitas harga merupakan tingkat perubahan harga dari sekuritas
selama periode waktu tertentu. Pengukuran Stock Price Volatility dalam
penelitian ini mengacu pada penelitian-penelitian sebelumnya
(Hashemijoo, Ardekani & Younesi:2012, Profilet&Bacon:2013, Rashid &
Rahman:2006, Shah & Noreen:2016, Hussainey, Mgbame, &
Mgbame:2011). Persamaan untuk menghitung Stock Price Volatality yaitu
sebagai berikut:
SPV = √
(𝐻𝑖−𝐿𝑖)
(
𝐻𝑖+𝐿𝑖
2
)
2
^ 2 ……………………………………………………(3.3)
3.6.3 Variabel Mediasi (Intervening)
3.6.3.1 Dividend Payout (Dividend Payout Ratio)
Dividend Payout Ratio menunjukkan persentasi dari setiap rupiah
yang diperoleh dari perusahaan yang didistribusikan kepada pemegang
saham dalam bentuk kas. Rasio ini dihitung dengan membagi kas dividend
perusahaan dengan laba bersih (Hashemijoo, Ardekani & Younesi:2012,
Profilet & Bacon:2013, Rashid & Rahman:2006, Shah & Noreen:2016,
Hussainey, Mgbame, & Mgbame:2011). Persamaan untuk menghitung
Stock Price Volatility yaitu sebagai berikut:
DPR
=
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐶𝑎𝑠ℎ 𝐷𝑖𝑣𝑖𝑑𝑒𝑛𝑑 𝑃𝑎𝑖𝑑
𝑁𝑒𝑡 𝐼𝑛𝑐𝑜𝑚𝑒
…… … …… … …… … … …… … …… … …… … . (3.4)
37. 37
3.7 Metode Analis
Dalam penelitian kuantitatif, pemilihan teknik analisis statistika
merupakan bagian yang penting dalam menguji hipotesis.Sakah satu alat
analisis yang mulai banyak digunakan adalah SEM (Structural Equation
Modeling). Penelitian ini menggunakan PLS (Partial Least Square) yang
merupakan bagian dari SEM (Structural Equation Modeling). SEM ini adalah
suatu teknik statistika untuk menguji dan memberikan estimasi hubungan
kasual dengan mengintegrasikan analisa faktor dan analisa jalur. Analisa PLS
adalah teknik statistika multivarian yang melakukan pembandingan antara
variabel independen berganda. Tujuan PLS untuk memprediksi pengaruh
variabel X dan Y dan menjelaskan hubungan teoritikal diantara kedua variabel
tersebut. PLS memiliki kelebihan yaitu tidak mendasarkan pada berbagai
asumsi, dapat digunakan untuk memprediksi model dengan landasan teori
yang lemah, dapat digunakan pada data yang tidak berdistribusi normal, dan
dapat digunakan untuk ukuran sampel yang kecil (Jogiyanto dan
Abdillah:2009).
Terdapat dua model analisa PLS, yaitu inner model dan outer
model.Outer model disebut juga dengan outer relation atau model pengukuran
merupakan spesifikasi hubungan antar variabel dengan indikatornya. Outer
model mendefinisikan karakteristik konstruk laten dengan variabel
manifesnya. Sedangkan, inner model yang disebut juga dengan inner relation
atau model structural, merupakan spesifikasi hubungan tentang variabel
38. 38
tersembunyi atau laten, yaitu antara variabel eksogen dengan variabel endogen
(Ghozali:2008).
3.7.1 Model Pengukuran (Outer Model)
Outer Model merupakan model pengukuran untuk menilai validitas
dan reliabilitas model (Jogiyanto & Abdillah:2009). Prinsip validitas
mengandung dua unsur yang tidak dapat dipisahkan, yaitu kecermatan dan
ketelitian. Alat ukur yang valid tidak hanya mampu mengungkapkan data
secara tepat, tetapi juga harus memberikan gambaran yang cermat
mengenai data tersebut. Evaluasi untuk outer model atau model
pengukuran dapat dilakukan melalui:
a. Convergent Validity
Convergent Validity merupakan pengukuran korelasi antara skor
indikator dengan skor variabel laten. Convergent Validity digunakan
untuk mengukur dalam menentukan apakah setiap indikator yang
diestimasi secara valid mengukur dimensi dari konsep yang diukur.
Ukuran refleksif individu dikatakan tinggi jika berkorelasi lebih dari
0.70 dengan konstruk yang ingin diukur. Untuk penelitian tahap awal
dari pengembangan skala pengukuran nilai loading 0.50 sampai 0.60
dianggap cukup (Ghozali:2011).
b. Discriminant Validity
Discriminant Validity merupakan pengukuran indikator dengan
variabel laten. Pengukuran Discriminant Validity dinilai berdasarkan
pengukuran cross loading dengan konstrak. Jika korelasi konstruk
39. 39
dengan setiap indikator lebih besar daripada ukuran konstruk lainnya,
maka konstruk laten memprediksi indikatornya lebih baik daripada
konstruk lainnya. Discriminant Validity dapat dilakukan dengan cara
membandingkan nilai square root average variance extracted (akar
AVE) setiap konstruk dengan korelasi antar konstruk dan korelasi
antar konstruk tersebut terhadap konstruk lainnya dalam model. Jika
nilai akar AVE suatu konstruk lebih besar dibandingkan dengan nilai
korelasi terhadap konstruk lainnya, maka dapat disimpulkan konstruk
tersebut memiliki discriminant validity yang baik. Pengukuran ini
dapat digunakan untuk mengukur reabilitas component score variabel
laten dan hasilnya lebih konservatif dibandingkan dengan composite
reliability. Direkomendasikan nilai akar AVE harus lebih besar 0.50
(Ghozali:2011). Perhitungan AVE dapat dilakukan dengan rumus :
AVE =
∑𝜆
2
𝑖
∑𝜆
2
𝑖
+ 𝑣𝑎𝑟 (£𝑖)
Dimana 𝜆𝑖 = faktor loading dan £𝑖 − 1 − 𝜆
2
𝑡
(Rumus 3.5)
c. Composite Reliability
Composite Reliability merupakan derajat yang mengindikasikan
common laten (Unobserved), sehingga dapat menunjukkan indikator
blok yang mengukur konsistensi internal dan indikator pembentuk
konstruk. Nilai batas yang diterima untuk tingkat reliabilitascomposite
40. 40
adalah 0.60 (Ghozali:2011). Perhitungan composite reliability dapat
dilakukan dengan rumus :
𝜌𝑐
(∑𝜆𝑖)2
(∑𝜆𝑖)2 + ∑ 𝑖 𝑣𝑎𝑟(£𝑖)
Dimana 𝜆𝑖 = faktor loading dan £𝑖 − 1 − 𝜆𝑖
2
(Rumus 3.6)
3.5.2 Model Struktural (Inner Model)
Inner Model atau model struktural dilakukan dengan melihat
persentase varian yang dijelaskan yaitu dengan melihat R2untuk konstruk
laten dependen, Stone-Geisser Q-square test (Ghozali:2011) dan juga
melihat besarnya jalur koefisien Inner model yang ditunjukkan oleh nilai
T-Statistic, harus di atas 1,96 untuk hipotesis pada alpha 5% dan power
80%.
Nilai R2 digunakan untuk mengukur tingkat variasi perubahan
variabel independen terhadap variabel dependen.R-Square mengartikan
keragaman konstruk endogen yang mampu dijelaskan oleh konstruk-
konstruk eksogen secara serentak.Semakin tinggi R2berarti semakin baik
model prediksi dari model penelitian yang diajukan.
Sedangkan untuk mengukur model konstruk digunakan Q-
squarepredictive relevance. Q-Square dapat mengukur seberapa baik nilai
observasi yang dihasilkan oleh model dan juga estimasi parameternya. Jika
Q-Square > 0 berarti menunjukkan bahwa model memiliki predictive
relevance, sebaliknya jika nilai Q-Square < 0 menunjukkan model kurang
41. 41
memiliki predictive relevance (Ghozali:2011). Perhitungan Q-Square
dapat dilakukan dengan rumus :
𝑄2
− 1 − (1 − 𝑅1
2)(1− 𝑅2
2)… (1 − 𝑅𝑝
2
)
Dimana R1
2, R2
2 … Rp
2 adalah R-Square variabel endogen dalam model.
(Rumus 3.7)