Telaah ini menganalisis unsur-unsur sufistik dalam puisi-puisi Emha Ainun Nadjib dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif. Hasil analisis menunjukkan bahwa puisinya berisi renungan spiritual untuk mendekatkan diri kepada Tuhan, seperti cinta dan pengabdian kepada-Nya, serta pengalaman mistik. Puisi-puisinya juga menekankan bahwa manusia sejatinya adalah hamba Tuhan dan segala sesuatu
2. ABSTRAK
Karya sastra yang menggelorakan perasaan cinta ketuhanan dan
semangat profetik yang bermuara pada intensitas transendental
turut meramaikan khazanah sastra Indonesia. Dalam hal ini Emha
Ainun Nadjib pantas dicatat eksistensinya sebagai sastrawan
sufistik. Tujuan Analisis ini adalah untuk mengetahui bagaimana
unsur sufisme yang terdapat dalam karya Emha Ainun Nadjib
berupa puisi. Penelitian ini berbentuk deskripsi analisis isi puisi
secara keseluruhan berdasarkan kesufian pengarang yang
terdapat di dalam isi puisi. Objek penelitian ini adalah telaah
sufisme secara universal di dalam karya Emha Ainun Nadjib
berupa puisi. Hasil analisis disimpulkan bahwa di dalam puisi
Emha Ainun Nadjib merupakan renungan-renungan dari
kesufiannya seperti upaya mendekatkan diri kepada Tuhan,
bentuk kecintaan terhadap Tuhan, dalam hal-hal mistik dalam
sufisme.
4. Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
deskriptif kualitatif. Melalui metode ini, peneliti
menentukan dan mengembangkan focus tertentu,
yakni penelitian telaah sufistik puisi Emha Ainun
Nadjib, secara terus-menerus dengan berbagai hal
dalam sistem sastra. Cara kerja kualitatif dipilih
karena penelitian ini memiliki karakter participant
observation yakni peneliti memasuki dunia data yang
ditelitinya, memahaminya, dan terus-menerus
menyistematikkan objek yang ditelitinya.
5. HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada tahap ini akan dikaji hal-hal yang berkaitan dengan
bentuk sufisme yang dituangkan oleh sosok Emha Ainun
Nadjib di dalam karya sastra berupa puisi. Sastra sufi
identik dengan perenungan diri terhadap sang Ilahi, yang
dibahasakan dengan bahasa cinta. Dan serangkaian kata-
kata yang memiliki makna intrinsik, bait-bait syair yang
memiliki unsur-unsur bathiniyah yang mendalam terhadap
kekasihnya. Yaitu sang Ilahi. Oleh karena itu, Puisi Emha
yang menggambarkan sudut sufistik yang dapat dilihat
dari beberapa puisinya.
6. “Aku ruh tunggal”
Emha Ainun Nadjib
Aku ruh tunggal
Namaku beragam
Petakku tiga puluh enam
Aku ruh satu
Tapi berperang satu sama lain
Aku bertarung melawan aku
Aku hidup abadi
Aku melampaui surga dan neraka
Aku mendahului Adam
Aku mengelak dari ujung waktu
Aku tak berdarah tak berdaging
Tak beranak tak diperanakkan
Tak lelaki tak perempuan
Aku tunggal dari lahir dan kematian
7. Penjelasan Puisi
Dalam puisi Aku Ruh Tunggal betapa Emha berusaha mengikatkan
diri kepada Tuhan. Dengan mengikatkan diri, Emha senantiasa
bersama dengan Tuhan. Sebagai manusia yang adalah makhluk
Tuhan, istilah bersama dengan Tuhan bukan dalam kondisi
kebersamaan secara fisik, tapi kebersamaan secara rohani, nilai dan
hukum-hukum kehidupan. Bersama dengan Tuhan berarti
senantiasa meletakkan dirinya dalam naungan nilai-nilai, aturan dan
keberpihakan kepada Tuhan. Bahwa sesungguhnya Tuhan itu Esa.
Tak ada satu pun yang sama dengan-Nya, yang hidup abadi
8. “Kabut”
Selalu kau panggil-panggil namaku
Aku mengangguk dan tersenyum kepadamu
Tapi sebenarnya kabutlah
Yang kau panggil itu
Kau seret tubuhku, kau bawa ke perjalanan
Kau perkenalkan kepada setiap orang
Kabut pun menebal, diriku tersembunyikan
Tak kau ingatkan sudah berapa topeng
Yang kau tempelkan di wajahku?
Jadi engkau sendirilah ini, bukan aku
Tetangga, politik, dan persangkaan
Nafsu, idolatri, dan kepentingan
Mengepulkan debu, mengabuti sejatiku
Kita semua adalah Tuhan yang menyamar
Menyiksa diri dengan sejarah yang samar-samar
Kalau tak juga kau tanggalkan topeng-topeng ini
Kepalsuan kita panggul sampai mati
9. Emha menegaskan bahwa: “Eksistensi manusia sejatinya
adalah ketiadaan, sebab yang ada hanyalah Tuhan. Kita
semua hanya pura-pura dan diselenggarakan oleh Tuhan
sebentar saja, yakni hanya untuk mengabdikan diri beribadah
kepadaNya.”Demikianlah sikap Emha kepada kehidupan.
Bahkan, dalam banyak kesempatan, secara lisan ia
mengajarkan bagaimana melihat Tuhan sebagai satu-satunya
tempat berpihak. Maka Emha menemukan bahwa dari semua
hal dalam kehidupan ini, Tuhanlah yang menaunginya,
Tuhanlah yang menjalankan prosesnya dan melindunginya.
Apa pun yang ada di dunia ini tidak terlepas dari campur
tangan Tuhan. Sebab, Tuhanlah asal dari seluruh kehidupan.
Dengan tradisi sufisme, Emha menemukan hikmah dibalik
penciptaan Tuhan atas segala sesuatu.
10. Tahajjud Cintaku.
Mahaanggun Tuhan yang menciptakan hanya kebaikan
Mahaagung ia yang mustahil menganugerahkan
keburukan
Apakah yang menyelubungi kehidupan ini selain cahaya
Kegelapan hanyalah ketika taburan cahaya takditerima
Kecuali kesucian tidaklah Tuhan berikan kepada kita
Kotoran adalah kesucian yang hakikatnya tak
dipelihara
Katakan kepadaku adakah neraka itu kufur dan
durhaka
Sedang bagi keadilan hukum ia menyediakan dirinya
Ke mana pun memandang yang tampak ialah
kebenaran
Kebatilan hanyalah kebenaran yang tak diberi ruang
Mahaanggun Tuhan yang menciptakan hanya kebaikan
Suapi ia makanan agar tak lapar dan berwajah
keburukan
Tuhan kekasihku tak mengajari apa pun kecuali cinta
Kebencian tak ada kecuali cinta kau lukai hatinya
1988
11. Pada puisi di atas kesufian Emha dibahasakan dengan bahasa
cinta. Cinta ini memiliki makna yang luas. Yang ditujukan hanya
kepada kekasih Ilahi. Yakni cinta untuk Ilahi dengan memeluk
dan mematuhi Tuhan. Membenci sikap yang melawan terhadap
Tuhan. Berserah diri pada Tuhan dan menjauhi segala sesuatu
kecendrungan yang dapat melalaikan kita terhadap kekasih Ilahi.
Dengan serangkaian kata-kata yang memiliki makna intrinsik,
bait-bait puisi yang memiliki unsur-unsur bathiniyah yang mendalam
terhadap kekasihnya, sehingga sufisme ditujukan untuk berpikir bahwa
yang terbaik dan yang paling baik itu adalah Tuhan. Ia menciptakan
keadilan terhadap realitas. Dimana keburukan terjadi akibat menyalahi
aturan.
12. “Ketika Engkau Bersembahyang”
Ketika engkau bersembahyang
Oleh takbirmu pintu langit terkuakkan
Partikel udara dan ruang hampa bergetar
Bersama-sama mengucapkan allahu akbar
Bacaan Al-Fatihah dan surah
Membuat kegelapan terbuka matanya
Setiap doa dan pernyataan pasrah
Membentangkan jembatan cahaya
Tegak tubuh alifmu mengakar ke pusat bumi
Ruku' lam badanmu memandangi asal-usul diri
Kemudian mim sujudmu menangis
Di dalam cinta Allah hati gerimis
Sujud adalah satu-satunya hakekat hidup
Karena perjalanan hanya untuk tua dan redup
Ilmu dan peradaban takkan sampai
Kepada asal mula setiap jiwa kembali
Maka sembahyang adalah kehidupan ini sendiri
Pergi sejauh-jauhnya agar sampai kembali
Badan di peras jiwa dipompa tak terkira-kira
Kalau diri pecah terbelah, sujud mengutuhkannya
Sembahyang di atas sajadah cahaya
Melangkah perlahan-lahan ke rumah rahasia
Rumah yang tak ada ruang tak ada waktunya
Yang tak bisa dikisahkan kepada siapapun
Oleh-olehmu dari sembahyang adalah sinar wajah
Pancaran yang tak terumuskan oleh ilmu fisika
Hatimu sabar mulia, kaki seteguh batu karang
Dadamu mencakrawala, seluas 'arasy sembilan puluh sembilan
1987
13. Pada puisi di atas kepercayaan bahwa sebuah peristiwa unik
keagamaan menimbulkan sebuah perubahan sempurna nasib
manusia, Emha menggambarkan dalam puisinya mengenai ketika
bersembahyang dengan khusuk maka disitulah kedekatan kita
tehadap sang menguasa langit dan bumi. Ketika bersembahyang
seakan-akan kita pintu langit terbuka untuk kita. Sehingga
seseorang dapat melihat lembaran-lembaran cahaya kesucian
yang indah pada panggkuan Ilahi.
14. sastra sufistik yang tidak bisa dipisahkan dari
tasawuf. Oleh sebab itu membicarakankan sastra
sufistik harus membicarakan tasawuf juga. Tasawuf
adalah ajaran kerohanian dalam Islam. Yakni bentuk
spritualitas untuk mendekatkan diri kepada Tuhan.
Tasawuf menggunakan metode intuitif disamping
metode filosofis. Karena metode intuitif adalah
metode dalam upaya pengenalan tentang diri.
Sehingga dapat membawa seseorang tentang
penglihatan hati untuk mendekatkan diri kepada
Tuhan.
15. “Begitu Engkau Bersujud”.
Begitu engakau bersujud, terbangunlah ruang
yang kau tempati itu menjadi sebuah masjid
Setiap kali engkau bersujud, setiap kali
pula telah engkau dirikan masjid
Wahai, betapa menakjubkan, berapa ribu masjid
telah kau bengun selama hidupmu?
Tak terbilang jumlahnya, menara masjidmu
meninggi, menembus langit, memasuki
alam makrifat
Setiap gedung, rumah, bilik atau tanah, seketika
bernama masjid, begitu engkau tempati untuk bersujud
Setiap lembar rupiah yang kau sodorkan kepada
ridha Tuhan, menjelma jadi sajadah kemuliaan
Setiap butir beras yang kau tanak dan kau tuangkan
ke piring ke-ilahi-an, menjadi se-rakaat sembahyang
Dan setiap tetes air yang kau taburkan untuk
cinta kasih ke-Tuhan-an, lahir menjadi kumandang suara
adzan
Kalau engkau bawa badanmu bersujud, engkaulah masjid
Kalau engkau bawa matamu memandang yang dipandang
Allah, engkaulah kiblat
Kalau engkau pandang telingamu mendengar yang
didengar Allah, engkaulah tilawah suci
Dan kalau derakkan hatimu mencintai yang dicintai
Allah, engkaulah ayatullah
Ilmu pengetahuan bersujud, pekerjaanmu bersujud,
karirmu bersujud, rumah tanggamu bersujud, sepi
dan ramaimu bersujud, duka deritamu bersujud
menjadilah engkau masjid
16. Konsep sujud secara harfiah berarti kita merendahkan kepala
kita sampai menyentuh tanah. “Kepala” yang merupakan bagi
kita merupakan bagian dari tubuh kita yang paling
dimuliakan, paling fitrah, paling suci, terhormat dan terjaga,
dengan sujud maka kita benar-benar merendah bahkan
membuat kepala kita satu derajat dengan telapak kaki kita.
Dengan sujud pula kita menaruh atau meletakkan segala ke-
Aku-an atau pun harga diri dihadapan pencipta kita. Sujud itu
umumm dilakukan dimana saja dan kapan saja. Sujud adalah
lambang “kerendahan hati”. Dalam hal ini bentuk sufisme
ditujukan untuk melakukan hal-hal yang disukai oleh Tuhan,
sebagai bentuk rasa cinta dan pengabdian untuk
mendekatkan diri terhadap sang pencipta. Yaitu, dengan cara
menundukkan diri di hadapanNya.
17. Puisi Begitu Engkau Bersujud tersebut, Emha menyampaikan segala
gagasannya melalui sebuah symbol yang terdapat di dalam isi puisi
tentang bagaimana kita menjalankan tugas di dunia ini sebagai
hambah Allah. Misalnya pada bait puisi;
Kalau engkau bawa badanmu bersujud, engkaulah masjid
Kalau engkau bawa matamu memandang yang dipandang
Allah, engkaulah kiblat
Kalau engkau pandang telingamu mendengar yang
didengar Allah, engkaulah tilawah suci
Dan kalau derakkan hatimu mencintai yang dicintai
Allah, engkaulah ayatollah
Dari untaian bait di atas, Emha menuturkan jika kita mau
menggunakan semua ruh dan tubuh hanya untuk Allah maka, itu
sama artinya kita telah melebur dengan Allah. Menjalankan semua
yang diperintahkan, yang disukai Allah, dan menjauhi segala
larangan Allah atau yang dibenci Allah. Sehingga dengan begitu
kita bisa semakin dekat denganNya.
18. Membaca sajak-sajak Emha seperti mengantar kita pada
ruang dengan suasana yang sarat akan makna ketuhanan
atau lebih pas nilai keIlahian. Sering dalam sajak-
sajaknya kita dihentak pada makna dasar manusia yang
menurutnya, kita ini adalah hamba atau budakNya saja.
Meski demikian dalam sajak-sajaknya, Emha juga tak
jarang mengajak pembacanya untuk merangkak perlahan
menghayati peran diri bagi manusia lainnya, mencoba
untuk memaksimalkan pemanfaatan diri bagi keutuhan
orang banyak, dan menjalankan nilai-nilai yang
terkandung dalam diri masing-masing untuk
kemanusiaan yang lebih luas.