Beginners Guide to TikTok for Search - Rachel Pearson - We are Tilt __ Bright...
Kekhususan wanita-salafiyah
1. Kekhususan Wanita Salafiyah
Sebuah kenikmatan yang besar tatkala seorang wanita muslimah diberikan hidayah oleh Allah
subhanahu wa ta’ala untuk mengenal dan kemudian berpegang teguh dengan aqidah serta
manhaj salaf Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Agar nikmat besar yang tiada taranya ini terus
langgeng, maka wajib untuk dijaga dengan mensyukurinya. Di antara bentuk syukur tersebut
adalah berusaha bersikap dan berhias dengan beberapa sifat yang menjadi kekhususan wanita
salafiyah, yang tidak dimiliki oleh selain mereka.
Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i rahimahullah telah menjelaskan beberapa sifat dan
perangai wanita salafiyah tersebut, di antaranya adalah:
1. Seorang wanita salafiyah itu berpegang teguh dengan Kitabullah dan Sunnah Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam dalam batas-batas kemampuan dia menurut pemahaman as-salafush
shalih.
2. Seharusnya bagi seorang wanita salafiyah untuk bermuamalah dengan kaum muslimin dengan
muamalah yang baik, dan bahkan juga terhadap orang-orang kafir. Allah ‘azza wa jalla
berfirman dalam Kitab-Nya yang mulia,
ًﺎْﻨﺴُﺣ ِسّﺎَﻨِﻠﻟ ُﻮاﻟُﻮﻗَو
“Dan ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia.” (Al-Baqarah: 83)
Dan Allah juga berfirman,
“Sesungguhnya Allah memerintahkan kalian menunaikan amanat kepada yang berhak
menerimanya.” (An-Nisa’: 58)
Dan Allah subhanahu wata’ala juga berfirman,
ُﻮاﻟِﺪْﻋَﺎﻓ ْﻢُﺘْﻠُﻗ َاذِإَو
“Dan apabila kalian berkata, maka hendaklah kalian berlaku adil.” (Al-An’am: 152)
Dan Dia subhanahu wa ta’ala juga berfirman,
ْﻟا ُﻮاﻌِﺒَّﺘَﺗ َﻼﻓ
“Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kalian orang yang benar-benar penegak keadilan,
menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap diri kalian sendiri atau ibu bapak dan kaum
kerabat kalian. Jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka
2. janganlah kalian mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. Dan jika
kalian memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, maka sesungguhnya Allah
adalah Maha Mengetahui segala yang kalian kerjakan.” (An-Nisa’: 135)
3. Wajib pula bagi seorang wanita salafiyah untuk mengenakan pakaian Islami (yang sesuai
dengan syari’at), dan menjauhi sikap tasyabbuh (menyerupai) musuh-musuh Islam.
Diriwayatkan oleh Al-Imam Ahmad rahimahullah di dalam Musnadnya dari hadits Abdullah bin
Umar radhiyallahu ‘anhuma, dia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk mereka.”
Dan Allah yang Maha Mulia telah berfirman tentang pakaian (yang syar’i) ini,
َﻧْدَأ َﻚ
“Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri kaum
mukminin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang
demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu.” (Al-
Ahzab: 59)
At-Tirmidzi meriwayatkan di dalam kitab Jami’nya dari hadits Abdullah bin Mas’ud
radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
ْﺖَﺟَﺮَﺧ َاذِﺈَﻓ ،ٌةَرْﻮَﻋ ُةَأْﺮَﻤاﻟ
“Wanita itu aurat, jika dia keluar maka syaithan akan mengikutinya.”
4. Kami juga menasehatkan kepada wanita salafiyah untuk bersikap baik terhadap suaminya jika
dia memang menginginkan kehidupan yang bahagia, karena Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda,
“Jika seorang suami mengajak istrinya untuk menuju tempat tidurnya (untuk berhubungan)
kemudian si istri tersebut enggan, maka Malaikat akan melaknatnya (si istri tersebut).”
(Muttafaqun ‘alaihi)
Dan dalam riwayat Muslim dalam shahihnya dengan lafazh,
“… kecuali para penduduk langit akan murka kepadanya.”
3. 5. Demikian pula hendaknya seorang wanita salafiyah itu menjaga dan mendidik anak-anaknya
dengan didikan yang Islami.
Al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan dalam shahih keduanya dari hadits Abdullah bin Umar
radhiyallahu ‘anhuma, dia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Setiap kalian adalah pemimpin (penanggung jawab), dan masing-masing kalian akan ditanya
tentang apa yang dipimpinnya (menjadi tanggung jawabnya).”
Dan kemudian beliau menyebutkan tentang wanita, bahwa dia itu,
“Pemimpin (penanggungjawab) di rumah suaminya, dan dia akan ditanya tentang apa yang
menjadi tanggung jawab dia di rumahnya tersebut.”
Dan di dalam ash-Shahihain, dari shahabat Ma’qil bin Yasar radhiyallahu ‘anhu, dia berkata,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Tidaklah ada seorang hamba yang diberi oleh Allah tanggung jawab, kemudian dia tidak mau
untuk mengembannya dengan memberikan nasehat kepada siapa saja yang dipimpinnya itu,
kecuali dia tidak akan mendapatkan aroma surga.”
Sehingga tidak selayaknya bagi seorang wanita salafiyah itu tersibukkan dengan dakwah
daripada memberikan pendidikan kepada anak-anaknya.
6. Demikian juga seharusnya bagi seorang wanita salafiyah untuk meridhai hukum yang telah
ditetapkan oleh Allah, yaitu lebih utamanya seorang laki-laki daripada wanita. Allah subhanahu
wata’ala berfirman,
“Dan janganlah kalian iri hati terhadap sesuatu yang dikaruniakan Allah kepada sebahagian
kalian, lebih banyak dari sebahagian yang lain.” (An-Nisa’: 32)
Allah subhanahu wata’ala juga berfirman,
4. “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan
sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena mereka (laki-laki)
telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka wanita yang shalih, ialah yang
ta’at kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah
memelihara (mereka). Wanita-wanita yang kalian khawatirkan nusyuznya, maka nasehatilah
mereka dan pisahkanlah mereka di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. Kemudian jika
mereka mentaati kalian, maka janganlah kalian mencari-cari jalan untuk menyusahkannya.”
(An-Nisa’: 34)
Dalam ash-Shahihain dari shahabat Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, dia berkata, Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
،َجَﻮْﻋَأ
“Berwasiatlah kalian dengan kebaikan kepada para wanita (para istri), karena sesungguhnya
mereka diciptakan dari tulang rusuk, dan sesungguhnya tulang rusuk yang paling bengkok
adalah yang paling atas. Jika engkau berusaha meluruskannya, maka engkau akan
mematahkannya, jika dibiarkan maka ia akan tetap bengkok.”
Maka sudah seharusnya bagi seorang wanita untuk bersabar terhadap ketentuan Allah ini
kepadanya, berupa keutamaan laki-laki daripada wanita. Namun bukan berarti bahwa seorang
laki-laki itu boleh “memperbudak” wanita.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda –sebagaimana dalam Kitab Al-Jami karya Al-
Imam At-Tirmidzi:
ِءَﺎﺴِّﻨِﺎﻟﺑ ُﻮاﺻْﻮَﺘْﺳا
“Berwasiatlah kalian dengan kebaikan kepada para wanita (para istri), karena mereka itu
seperti tawanan kalian. Kalian tidak memiliki kekuasaan terhadap mereka sedikitpun selain itu.
Ketahuilah bahwa kalian mempunyai hak-hak yang harus ditunaikan oleh istri-istri kalian, dan
mereka juga mempunyai hak yang harus kalian tunaikan. Adapun hak kalian yang harus
ditunaikan oleh istri kalian adalah mereka tidak boleh mengijinkan seorangpun berada di
tempat tidur kalian dan mereka tidak mengijinkan masuk ke dalam rumah kalian orang yang
tidak kalian sukai. Sedangkan hak istri kalian yang wajib kalian tunaikan adalah memberikan
makanan dan pakaian dengan baik kepada mereka.” (HR. At-Tirmidzi)
Dan dalam Kitab as-Sunan dan Musnad Al-Imam Ahmad dari shahabat Mu’awiyah bin Haidah,
bahwa ada seseorang yang bertanya, “Wahai Rasulullah, apa hak istri salah seorang di antara
kami terhadap suaminya?” Beliau menjawab,
5. “Hendaknya engkau memberi makan kepadanya ketika engkau makan, engkau memberikan
pakaian kepadanya ketika engkau berpakaian atau telah bekerja, jangan memukul wajahnya,
jangan mencelanya, dan jangan menghajrnya (memboikotnya) keculi di rumah saja.”
Maka, semoga Allah melimpahkan barakah-Nya kepada kalian, sudah semestinya bagi kita
semua untuk saling membantu di dalam kebaikan. Seorang suami bergaul dengan istrinya dengan
pergaulan yang Islami, membantu dia untuk menuntut ilmu dan berdakwah kepada Allah. Dan
juga istri hendaknya juga bergaul dengan suaminya dengan pergaulan yang Islami, membantunya
untuk menuntut ilmu dan berdakwah di jalan Allah, serta membantunya dalam mengatur rumah
tangga dengan baik. Karena Allah ‘azza wajalla berfirman,
ُﻌْﻟَاو ِﻢْﺛِﺄْﻟا َﻰﻠَﻋ ُﻮاﻧَوَﺎﻌَﺗ َﻻو َىﻮْﻘَّﺘَاﻟو ِّﺮِﺒْﻟا َﻰﻠَﻋ ُﻮاﻧَوَﺎﻌَﺗَوِنَاوْﺪ
“Dan tolong-menolonglah kalian di atas kebajikan dan ketaqwaan, dan janganlah tolong-
menolong di atas dosa dan permusuhan.” (Al-Maidah: 2).
Wallahul Musta’an.
Dinukil dari Kitab Majmu’ Al-Fatawa An-Nisa’iyah karya Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi Al-
Wadi’i rahimahullah.
Diterjemahkan dari http://www.sahab.net/home/?p=724
Sumber: www.mahadassalafy.net