1. Drama pertarungan antara seorang konsumen bernama Prita
Mulyasaridengan Rumah Sakit Omni Internasional sejatinya berawal dari
kegagalan melakoni proses pelayanan pelanggan yang elok nan kredibel.
Manajemen Rs. Omni, saya kira, telah dengan sangat sempurna
mempersembahkan bagaimana cara mencederai dan mencabik-cabik sebuah
konsep penting bernama excellent customer service.
Dan sungguh itu merupakan sebuah kelalaian manajerial yang teramat fatal,
dan mesti dibayar dengan harga yang amat mahal. Serangkaian riset empirik
memang menunjukkan, seorang pelanggan yang kecewa dengan amat mudah
bisa menyebar kekecewaan mereka kepada puluhan temannya. Dan kini dalam
era maya yang serba terhubung, narasi tentang kekecewaan pelayanan itu bisa
dengan cepat menyebar ke segenap penjuru angin.
Manajemen RS Omni, dan juga produsen lain di tanah air yang acap
memperlakukan seorang pelanggan seperti seorang pesakitan, mesti harus
segera belajar : pelayanan pelanggan yang amburadul pada akhirnya hanya
akan membuat reputasi mereka terpelanting. Dan dalam kasus RS Omni,
reputasi itu telah menjelma menjadi serpihan yang hancur berkeping-keping.
Lalu, apa yang sebaiknya diingat manakala sebuah perusahaan ingin
membentangkan proses pelayanan pelanggan yang ekselen? Disini, barangkali
kita bisa merujuk pada lima elemen vital tentang customer service yang
pernah dirumuskan oleh Parasuraman, Berry dan Zeithaml. Lima elemen ini
sekarang telah menjadi rujukan bagi para pengelola pelayanan pelanggan di
seluruh dunia untuk membentangkan proses excellent service yang sempurna.
Mari kita mengeksplorasinya secara ringkas disini.
Elemen customer service yang pertama adalah : reliability. Atau sejenis
kapabilitas untuk memberikan apa yang dijanjikan – dengan andal dan tepat
serta akurat. Memberikan slogan yang berbunyi ―kami adalah rumah sakit
dengan reputasi internasional‖, namun ternyata gagal melakukan proses
diagnosa kesehatan secara akurat tentu mengindikasikan pemberian layanan
yang tidak reliabel atau tidak andal.
2. Diskrepansi atau kesenjangan antara yang dijanjikan dengan kenyataan
merupakan elemen pertama yang dengan segera akan membuat pelanggan
kecewa. Sebab itulah, jangan pernah memberikan janji-janji kosong yang tidak
reliabel. Kecuali jika Anda ingin menjadi politisi.
Elemen customer service yang kedua adalah assurance. Atau kemampuan
untuk memberikan sesuatu yang dapat dipercaya dan terjamin keandalannya.
Kalau kita sakit, kita datang ke dokter atau rumah sakit dengan harapan sang
dokter bisa melakukan diagnosa yang tepat dan kemudian memberikan resep
yang menyembuhkan.
Bayangkan, apa yang kita rasakan sebagai pelanggan jika ternyata rumah sakit
itu gagal memberikan diagnosa yang akurat dan gonta ganti memberikan obat,
tanpa pernah kita tahu obat itu untuk apa. Kalau seperti ini, tentu rumah sakit
itu sebaiknya diganti saja dengan nama RS Dukun Tradisional, bukan rumah
sakit bertaraf internasional.
Elemen customer service yang ketiga adalah tangible. Atau aspek yang
berkaitan dengan fasilitas fisik/peralatan serta penampilan personal dari
penyedia layanan. Sebagai pelanggan kita akan senang jika kita datang ke bank
dengan ruang tunggu yang nyaman dan sejuk. Atau juga datang ke lobby rumah
sakit yang ndak jauh berbeda dengan lobby hotel bintang lima.
Elemen pelayanan pelanggan yang keempat adalah empati. Atau tingkat
kepedulian dan perhatian (care) yang diberikan oleh produsen kepada
pelanggan. Dalam kasus RS Omni, elemen ini benar-benar disembunyikan di
balik kolong ruang mayat. Kita melihat disana empati itu telah mati suri. Yang
muncul adalah arogansi yang mencabik-cabik seorang pelanggan yang mestinya
berhak mendapatkan layanan yang sempurna.
Sebuah perusahaan bisnis – apapun jenis usahanya — yang tidak lagi memiliki
empati kepada para pelanggannya barangkali lebih layak berubah menjadi
museum. Atau monster yang harus segera punah.
3. Elemen customer service yang terakhir adalah responsive. Atau kemampuan
untuk membantu pelanggan dan memberikan layanan yang cepat serta
responsif. Keluhan yang datang dari pelanggan semestinya direspon dengan
cepat dan tepat sasaran. Bukannya malah dihadapi dengan muka yang manyun
dan mata yang melotot. Sebab pelayanan semacam ini hanya akan membuat
sang pelanggan benar-benar terluka.
Demikianlah lima elemen yang mesti dirajut untuk membangun customer
service yang ekselen. Kalau saja manajemen RS Omni mau dan mampu
menerapkan kelima elemen diatas dengan optimal, semestinya reputasi mereka
tak harus jatuh berkeping-keping.
Secara pribadi saya sendiri sedih dengan kasus ini, sebab Direktur RS Omni
Internasional ternyata dulu pernah menjadi murid saya (ia merupakan salah
satu peserta program MM dimana saya menjadi salah seorang staf
pengajarnya). Rasanya saya juga pernah mengajarkan apa yang saya tuliskan
diatas kepadanya.
Mungkin karena perjalanan waktu atau karena tekanan dari pemilik perusahaan,
sang direktur itu barangkali menjadi lupa dengan apa yang pernah diajarkan
gurunya. Sayang sekali.