SlideShare a Scribd company logo
1 of 60
Download to read offline
BAB 2
                             STUDI PUSTAKA




2.1. Teori Pergerakan Benua dan Lempeng Tektonik

     Teori yang membahas perihal pergerakan benua diajukan pada awal abad dua

puluh. Menurut Kramer (1996), Wagener (1915) misalnya, yakin bahwa bumi dua

ratus juta tahun yang lalu hanya terdiri dari satu benua yang disebut dengan Pangaea.

Dia mengatakan bahwa Pangaea pecah menjadi kepingan-kepingan dan bergerak

secara lambat sekali membentuk format benua dan pulau seperti sekarang ini. Teori

tentang pergerakan benua tidak mendapat banyak perhatian sampai dengan sekitar

tahun 1960, saat jaringan peralatan seismograf dunia mampu menentukan lokasi

gempa secara akurat, dan mengkonfirmasikan bahwa deformasi jangka panjang

terkonsentrasi relatif di sekitar zona antara blok-blok kerak bumi. Dalam waktu

sepuluh tahun berikutnya, teori pergerakan benua sudah dapat lebih diterima secara

meluas dan diakui sebagai kemajuan terbesar dalam ilmu pengetahuan tentang bumi.

Menurut Gubbins (1990), kondisi geologi lantai samudera masih relatif sederhana

dan berusia muda, yaitu hanya sekitar 5% dari usia bumi, dimana beberapa studi

yang cukup detail memberikan dukungan bukti kuat terhadap sejarah pergerakan

benua seperti yang diasumsikan pada teori pergerakan benua.




                                                                                  13
                                                              Universitas Sumatera Utara
14




     Teori orisinil pergerakan benua memberikan gambaran benua yang sangat

besar mendesak melalui lautan dan melintasi lantai samudera. Diketahui bahwa lantai

samudera terlampau kokoh untuk dapat mengijinkan pergerakan, dan teori ini semula

ditolak oleh para ilmuwan. Dari latar belakang inilah sesungguhnya teori lempeng

tektonik mulai berkembang. Hipotesa dasar dari lempeng tektonik adalah bahwa

permukaan bumi terdiri dari sejumlah blok utuh yang besar disebut lempeng, dan

lempeng-lempeng ini bergerak saling bersenggolan satu dengan lainnya. Kulit bumi

dibagi atas enam lempeng yang seukuran benua (Afrika, Amerika, Antartika,

Australia, Eurasia, dan Pasifik) serta terdiri atas empat belas lempeng sub-benua

(Caribean, Cocos, Nazca, Phillipine, dan lain-lain) seperti pada Gambar 2.1.

Lempeng yang lebih kecil, disebut lempeng mikro, juga sangat banyak bertebaran di

sekitar lempeng yang lebih besar. Deformasi antara lempeng-lempeng tersebut

terjadi hanya pada area di sekitar tepian atau batasnya. Deformasi dari lempeng ini

dapat terjadi secara lambat dan terus-menerus (a seismic deformation) atau dapat

pula terjadi secara tidak teratur dalam bentuk gempa bumi (seismic deformation).

Apabila deformasi terjadi terutama pada batas-batas antara lempeng, dapat dipastikan

bahwa lokasi-lokasi gempa terkonsentrasi di sekitar batas lempeng.

     Teori lempeng tektonik merupakan suatu teori kinematik yang menjelaskan

mengenai pergerakan gempa tanpa membahas penyebab dari pergerakan itu. Sesuatu

seharusnya menjadi penyebab pergerakan tersebut untuk menggerakkan massa yang

sangat besar dengan tenaga yang sangat besar pula.




                                                            Universitas Sumatera Utara
k
                                                                                                                                                                                             ge s
                                   EURASIA PLATE




                                                                                                                                                                                            y
                                                                                                                                                                                          rid jane
                                                                                                                                                                                                                              EURASIA




                                                                                                                                                                                         Re
                                                                            Ale                                                                                                                                                PLATE
                                                                               utian trench                                     NORTH
                                                                       Kurli                   Juan                            AMERICA
                                                                       trench                 De Fuca                           PLATE
                                                                    Japan                      Plate
                                                                    trench                                                                                          CARIBBEAN
                                                                                                               Mexico                                                 PLATE
                                                            PHILLIPINE                                         Trench                                                                                           AFRICA
                                                                                    PACIFIC

                                                                                                                                                                                         M
                                                              PLATE                                                                                                                      id-                    PLATE
                                                                                     PLATE                     Cocos                                                                        Atla
                                                                                                                                                                                                ntic
                                                                         Marianas                              Plate                                                                                   r
                                                                         trench




                                    Java
                                                                                                                                                                                                       idg




                                                                                                                                       e                                        SOUTH




                                      t
                                                                                                                                                                                                          e
                                                                                                                                                                                                                                           ridge




                                           re




                                                                                                                                                                           n
                                                nc                                                                                                      ch                     AMERICA
                                                     h
                                                                                                                                                                                PLATE
                                                                                                                                                                                                                                           Carlsberg




                                                                                                                            aci
                                                                                                                                             Nazca
                                AUSTRALIA                                            Kermadec-Tonga                                          Plate
                                  PLATE                                              Trench




                                                                                                                      East P fic ris
                                                                                                                                                            Peru-Chille tre

                                                                                                                                           Chi




                              So
                               ut                                                                                                              lle   rise
                                 hE                                                                                                                                                                                                   ge
                                   ast                                                                           ge                                                                                                                rid
                                       Ind       ian rise                    Macquarie                        rid                                                                                                             an
                                                                                                        tic                                                                                                                 di
                                                                             ridge                  tar                                                                                                                  -In
                                                                                               c-An                                                                                                                   tic
                                                                                           ifi                                                                                                                    n
                                                                                        ac                                                                                                                    Atla
                                                                                      P

                                                                                               ANTARCTIC PLATE                                                                      ANTARCTIC PLATE

                                    Subduction zone                                       Uncertain plate boundary
                                    Strike-slip (transform) faults                        Ridge axis
                             Tanda Panah Menunjukkan Arah dari Pergerakan Lempeng.
                                                                                                                                                                                                                                                       15




                                   Gambar 2.1 Lempeng Tektonik Utama, Bubungan Tengah Lautan dan Transformasi Patahan dari Bumi (Kramer, 1996)




Universitas Sumatera Utara
16




Penjelasan yang paling dapat diterima secara meluas tentang sumber pergerakan

lempeng bersandar kepada hukum keseimbangan termomekanika material bumi.

Lapis teratas dari kulit bumi bersentuhan dengan kerak bumi yang relatif dingin,

sementara lapis terbawah bersentuhan dengan lapis luar inti panas.

     Jelas peningkatan temperatur pasti terjadi pada lapisan. Variasi kepadatan

lapisan dan temperatur menghasilkan situasi tidak stabil pada ketebalan material

(yang lebih dingin) di atas material lebih tipis (yang lebih panas) dibawahnya.

Akhirnya, material tebal yang lebih dingin mulai tenggelam akibat gravitasi dan

pemanasan, dan material yang lebih tipis mulai naik. Material yang tenggelam

tersebut berangsur-angsur dipanaskan dan menjadi lebih tipis, sehingga akhirnya

bergerak menyamping dan dapat naik lagi yang kemudian sebagai material

didinginkan yang akan tenggelam lagi. Proses ini biasa disebut sebagai konveksi.

     Arus konveksi pada batuan setengah lebur pada lapisan mengakibatkan

tegangan geser di bawah lempeng, yang menggeser lempeng tersebut ke arah yang

bervariasi melalui permukaan bumi. Fenomena lain, seperti tarikan bubungan atau

tarikan irisan dapat juga menjadi penyebab pergerakan lempeng.

     Karakteristik batas lempeng juga mempengaruhi sifat dasar dari gempa yang

terjadi sepanjang batas lempeng tersebut. Pada beberapa area tertentu, lempeng

bergerak menjauh satu dengan lainnya pada batas lempeng, yang dikenal sebagai

bubungan melebar atau celah melebar. Batuan lebur dari lapisan dasar muncul ke

permukaan dimana akan mendingin dan menjadi bahagian lempeng yang




                                                             Universitas Sumatera Utara
17




merenggang. Dengan demikian, lempeng ”mengembang” pada bubungan yang

melebar. Tingkat pelebaran berkisar dari 2 hingga 18 cm/tahun; tingkat tertinggi

ditemukan pada Lautan Pasifik, dan terendah ditemukan sepanjang Bubungan Mid-

Atlantic. Telah diestimasi bahwa kerak bumi yang baru di lautan terbentuk pada

tingkatan sekitar 3,1 km2/tahun di seluruh dunia. Kerak bumi yang masih berusia

muda ini, disebut basal baru, terbentuk tipis di sekitar bubungan yang melebar. Hal

ini juga dapat terbentuk oleh pergerakan ke atas magma yang relatif lambat, atau

dapat pula oleh semburan yang cepat saat terjadinya aktivitas kegempaan.

     Lapisan material mendingin setelah mencapai permukaan pada celah lempeng

yang melebar. Lapisan akan menjadi bersifat magnet sejalan dengan pendinginannya

dengan kutub tergantung arah bidang magnet bumi saat itu. Bidang magnet bumi

tidak konstan terhadap skala waktu geologi, karena berfluktuasi dan berbalik pada

interval waktu yang tidak tentu, sehingga penyimpangan sifat magnetik yang tidak

biasa pada bebatuan terbentuk pada pinggiran bubungan yang melebar.

     Karena ukuran bumi tetap konstan, maka pembentukan material lempeng baru

pada bubungan melebar harus seimbang dengan berkurangnya material lempeng di

lokasi yang lain. Hal ini terjadi pada batas zona subduksi dimana pergerakan relatif

dari dua lempeng saling menghunjam satu dengan lainnya. Saat bersentuhan, salah

satu lempeng menyusup ke bawah lempeng yang satunya.

     Batas zona subduksi sering ditemukan di sekitar pinggiran benua. Karena kerak

lautan biasanya dingin dan tebal, maka zona subduksi akan tenggelam akibat berat




                                                            Universitas Sumatera Utara
18




sendirinya di bawah kerak benua yang lebih ringan. Saat tingkat konvergensi

lempeng tinggi, semacam saluran terbentuk pada batas antara lempeng. Sehingga

batas zona subduksi biasa juga disebut sebagai batas saluran. Saat tingkat

konvergensinya pelan, endapan terakumulasi pada suatu pertambahan irisan di atas

perpotongan dari pengkerakan batuan, sehingga membuat saluran tertutup.

     Apabila lempeng mengakibatkan benua bertubrukan, maka dapat menjadi

formasi jajaran pegunungan. Himalaya terbentuk dari dua pengkerakan lapisan yang

dibentuk ketika lempeng Australia bertubrukan dengan lempeng Eurasia. Tubrukan

antar benua dari lempeng Afrika dan lempeng Eropa mengakibatkan berkurangnya

luas Laut Mediterania dan pada akhirnya nanti akan menjadi jajaran pegunungan.

     Transformasi patahan terjadi ketika lempeng bergerak dan berselisihan satu

dengan yang lainnya tanpa menciptakan kerak bumi yang baru atau mengurangi

kerak bumi yang sudah ada. Transformasi patahan ini biasanya ditemukan pada

kelengkungan bubungan melebar, dan diidentifikasi berdasarkan penyimpangan sifat

magnetiknya dan torehan yang terdapat pada permukaan kerak bumi. Kelengkungan

penyimpangan magnetik memperlihatkan zona retakan yang dapat terjadi sepanjang

ribuan kilometer.

     Lempeng tektonik memberikan suatu kerangka yang sangat berguna untuk

dapat menjelaskan pergerakan dari permukaan bumi dan melokaliser gempa dan

vulkanik. Lempeng tektonik juga menggambarkan pembentukan dari material kerak

bumi yang baru serta pengurangan material kerak bumi yang lama sesuai dengan




                                                           Universitas Sumatera Utara
19




ketiga jenis pergerakan lempeng seperti yang dapat dilihat pada Gambar 2.2.

                                                                 Batas                     Batas
                                                               bubungan                     zona
                                              Batas             melebar                   subduksi
                                            bubungan
                                             melebar




                                                                                     ksi
                 Zona retakan




                                                                                     du
                                                                                   ub
                                                                                gs
                                                       Batas transformasi




                                                                              en
                                                       patahan




                                                                              mp
                                                                            Le
                                                                                            Lempeng
                                                                                            subduksi
                                 Batuan
                                pendorong
                                 lapisan


           Gambar 2.2     Interrelasi di Antara Bubungan Melebar, Zona Subduksi
                          dan Batas Patahan Lempeng, (Kramer, 1996)


2.2. Patahan

      Panjang patahan bervariasi dari beberapa meter saja hingga ratusan kilometer

dan kedalamannya dapat bertambah dari permukaan tanah hingga belasan kilometer.

Pemunculannya bisa nyata, seperti yang direfleksikan pada topografi permukaan,

atau dapat pula sangat sulit untuk dideteksi. Pemunculan patahan bisa jadi bukan

merupakan ekspektasi dari suatu gempa, karena pergerakan yang terjadi merupakan

gerakan seismic (kontinyu namun lambat), atau bisa juga karena patahan tersebut

tidak aktif. Kurangnya pengamatan pada patahan permukaan, di sisi lain, bukan

menyatakan secara langsung bahwa gempa tidak dapat terjadi, karena kenyataannya,

rekahan patahan tidak mencapai permukaan bumi pada kebanyakan gempa yang

terjadi.



                                                                                     Universitas Sumatera Utara
20




2.2.1. Bentuk geometri dari patahan

     Standar notasi geologi digunakan untuk menentukan orientasi suatu bidang

patahan. Apabila permukaan suatu patahan besar adalah tak-tentu, maka biasanya

diperkirakan sebagai suatu bidang datar. Orientasi bidang patahan ditentukan

berdasarkan tabrakan (strike) dan hunjamannya (dip). Tabrakan patahan merupakan

garis horizontal yang dihasilkan dari perpotongan bidang patahan dengan bidang

horizontal (Gambar 2.3). Azimuth tabrakan digunakan untuk menentukan orientasi

patahan yang mengacu terhadap arah utara. Kemiringan ke bawah dari bidang

patahan ditentukan oleh sudut hunjaman, yang mana merupakan sudut antara bidang

patahan dengan bidang horizontal dihitung tegak lurus terhadap tabrakan. Patahan

vertikal memiliki sudut hunjuman sebesar 900

                                        Vektor
                Bidang
                                        Tabrakan
               Patahan




                                                            Bidang
                                                            Horizontal
                Sudut
             Hunjaman

                                               Vektor
                                               Hunjaman


             Gambar 2.3    Notasi Geometri Untuk Pendeskripsian dari
                           Orientasi Bidang Patahan, (Kramer, 1996)


2.2.2. Pergerakan menghunjam (dip slip movement)

     Pergerakan patahan yang terjadi terutama dalam arah menghunjam (atau tegak

lurus terhadap tabrakan) dinyatakan sebagai pergerakan dip slip. Pematahan normal



                                                          Universitas Sumatera Utara
21




terjadi ketika komponen horizontal pergerakan hunjaman adalah suatu perpanjangan

ketika material di atas patahan bergerak miring relatif menuju material di bawahnya.



                                                    a   n
                                          g   Patah
                                    Bidan




                 Gambar 2.4    Pematahan Normal, (Kramer, 1996)


Pematahan normal biasanya terjadi bersamaan dengan tegangan regang pada kerak

bumi dan menghasilkan suatu pemanjangan pada kerak bumi. Saat komponen

horizontal gerakan menghunjam dimampatkan dan material patahan bergerak relatif

ke atas menuju material dibawah patahan, maka pematahan terbalik yang terjadi.

Pergerakan patahan terbalik seperti pada Gambar 2.5 menghasilkan suatu

pemendekan kerak bumi secara horizontal. Suatu jenis khusus dari patahan terbalik

merupakan suatu patahan tusukan, yang terjadi ketika bidang patahan membentuk

sudut hunjaman yang kecil.




                 Gambar 2.5 Pematahan Terbalik, (Kramer, 1996)




                                                             Universitas Sumatera Utara
22




2.2.3. Pergerakan tabrakan (strike-slip movement)

      Pergerakan tabrakan pada patahan biasanya hampir mendekati vertikal dan

dapat menghasilkan gerakan besar. Patahan strike-slip lebih jauh diketegorikan oleh

arah relatif pergerakan dari material di setiap sisi patahan.




             Gambar 2.6      Pematahan Strike-Slip Lateral Arah ke Kiri,
                             (Kramer, 1996)


      Suatu pengamat berdiri di dekat patahan strike-slip lateral arah kanan akan

melihat permukaan di sisi sebelahnya bergerak ke arah kanan pula, dan demikian

juga sebaliknya suatu pengamat yang berdiri di dekat patahan strike-slip lateral arah

kiri akan melihat permukaan di sisi sebelahnya bergerak ke arah kiri.



2.3. Gelombang Gempa

      Pelepasan energi tegangan mendadak oleh rekahan pada tepian lempeng

tektonik merupakan penyebab utama dari aktifitas gempa, yang menyebabkan

menjalarnya getaran pada bahagian bumi dalam bentuk gelombang.

      Gelombang gempa terdiri atas gelombang badan (body waves) dan gelombang

permukaan (surface waves). Gelombang badan merambat di dalam bumi serta terdiri



                                                                Universitas Sumatera Utara
23




atas dua tipe, yaitu : p-waves dan s-waves. Tipe p-waves dikenal juga dengan sebutan

gelombang utama, atau gelombang kompresi, atau gelombang membujur yang akan

menekan dan merapatkan material padat maupun material cair yang dilaluinya

(Gambar 2.7 a). Sementara s-waves disebut juga sebagai gelombang sekunder,

gelombang geser, atau gelombang memotong yang menyebabkan deformasi geser

pada material yang dilaluinya.

                                    Kompresi               Media Undisturbed




            (a)



                        Perapatan               Panjang
                                               Gelombang
                                                           Media Undisturbed




            (b)




                                        Panjang
                                       Gelombang


        Gambar 2.7    Deformasi yang Diakibatkan Oleh Gelombang Badan;
                      (a) P-Waves dan (b) SV-Waves, (Kramer, 1996)


     Pergerakan setiap partikel yang merambat searah dengan s-waves dapat pula

dibagi atas dua komponen, yaitu vertikal terhadap bidang pergerakan (SV-waves,

Gambar 2.7 b) dan horizontal terhadap bidang gerakan (SH-waves). Sementara

kecepatan rambat gelombang badan bervariasi berdasarkan kekakuan dari material

yang dilaluinya. Karena material geologi akan lebih kaku dalam kondisi terkompresi,

maka p-waves merambat lebih cepat dari pada tipe gelombang lainnya.




                                                              Universitas Sumatera Utara
24




     Gelombang permukaan terjadi akibat interaksi antara gelombang badan dengan

bagian permukaan lapisan bumi. Gelombang ini menjalar sepanjang permukaan bumi

dengan panjang gelombang (amplitude) yang semakin berkurang secara eksponensial

terhadap kedalamannya. Akibat interaksi tersebut, gelombang permukaan akan lebih

besar efeknya pada jarak yang semakin jauh dari sumber gempa.

                                      Panjang
                                     Gelombang          Media
                                                      Undisturbed




               (a)


                                Panjang
                               Gelombang             Media
                                                   Undisturbed




               (b)



     Gambar 2.8      Deformasi Yang Diakibatkan Oleh Gelombang Permukaan
                     (a) Gelombang Rayleigh dan (b) Gelombang Love,
                     (Kramer, 1996)


     Untuk tujuan analisa ada dua jenis gelombang permukaan yang paling penting

diketahui, yaitu gelombang Rayleigh (Gambar 2.8 a) yang terjadi akibat interaksi

antara p-waves dan SV-waves dengan gelombang permukaan, termasuk gerakan

vertikal dan horizontal dari partikel, serta gelombang Love (Gambar 2.8 b) yaitu

gelombang yang dihasilkan dari interaksi antara SH-waves dengan permukaan tanah

lunak dan tidak memiliki komponen gerakan horizontal dari partikel. Dalam

beberapa hal, gelombang Rayleigh mirip dengan gelombang yang terjadi saat sebutir

batu dicemplungkan ke suatu kolam.




                                                             Universitas Sumatera Utara
25




2.4. Ukuran Gempa

     Ukuran besar dari suatu gempa merupakan parameter penting, yang dapat

dideskripsikan    dengan     beberapa   cara   berbeda.      Sebelum     berkembangnya

instrumentasi modern, metoda mengukur besarnya gempa didasarkan atas deskripsi

kualitatif dan deskripsi kasar dari efek suatu gempa. Namun dengan keberadaan

seismograf dapat dikembangkan suatu ukuran gempa yang bersifat kuantitatif.



2.4.1. Intensitas gempa

     Ukuran besarnya gempa yang paling tua adalah intensitas gempa. Intensitas

adalah deskripsi kualitatif efek gempa pada suatu lokasi tertentu, yang didadasarkan

atas reaksi manusia dan kerusakan yang terjadi pada lokasi tersebut. Karena deskripsi

kualitatif efek gempa tersedia dalam rekaman sejarah, maka konsep intensitas ini

dapat diberlakukan untuk mengestimasi besar dan lokasi gempa yang terjadi sebelum

adanya instrumentasi kegempaan modern. Intensitas gempa sangat bermanfaat dalam

mengkarakterisasi tingkat perulangan gempa dengan ukuran yang berbeda di

berbagai lokasi, yang merupakan suatu langkah kritis dalam mengevaluasi

kemungkinan      resiko    kegempaan.   Intensitas   dapat    juga     digunakan   untuk

memperkiraan tingkat kekuatan gerakan tanah (strong ground motion), sebagai

perbandingan efek gempa pada daerah geografis yang berbeda, dan untuk

mengestimasi kerugian yang diakibatkan oleh gempa.




                                                               Universitas Sumatera Utara
26




     Skala intensitas Rossi-Forel (RF), merupakan deskripsi intensitas gempa

dengan nilai berkisar I − X, yang dikembangkan pada tahun 1880-an dan telah

digunakan selama bertahun-tahun. Namun negara-negara yang berbahasa Inggris

telah mengganti skala intensitas ini dengan skala intensitas Mercalli yang

dimodifikasi (MMI, Modified Mercalli Intensity) yang awalnya dikembangkan oleh

seimologist Italia bernama Mercalli dan dimodifikasi pada tahun 1931 agar dapat

menggambarkan lebih baik kondisi-kondisi di California. Skala intensitas MMI

mempunyai nilai I – XII sebagai berikut :

I    : Getaran tidak dirasakan kecuali dalam keadaan luar biasa oleh beberapa

       orang.

II   : Getaran dirasakan oleh beberapa orang, benda-benda ringan yang digantung

       bergoyang.

III : Getaran dirasakan nyata dalam rumah, terasa getaran seakan-akan ada truk

       berlalu.

IV : Pada siang hari dirasakan oleh orang banyak dalam rumah, malam hari dapat

       membangunkan orang, piring-piring pecah, jendela / pintu gemeretak dan

       dinding bergetar

V    : Getaran dirasakan oleh hampir semua orang; malam hari orang banyak

       terbangun, piring-piring pecah, jendela-jendela pecah, barang-barang

       terpelanting, tiang-tiang dan barang-barang besar tampak bergoyang, bandul

       lonceng dapat berhenti.




                                                          Universitas Sumatera Utara
27




VI : Getaran dirasakan oleh semua orang; kebanyakan semua terkejut dan lari

       keluar, plester dinding retak dan cerobong asap pada pabrik rusak, kerusakan

       ringan.

VII : Tiap-tiap orang keluar rumah. Kerusakan ringan pada rumah-rumah dengan

       bangunan dan konstruksi yang baik sedangkan pada bangunan dengan

       konstruksi kurang baik terjadi retak-retak dan kemudian cerobong asap

       pecah. Terasa oleh orang yang naik kendaraan.

VIII : Kerusakan ringan pada bangunan dengan konstruksi yang kuat; retak-retak

       pada bangunan yang kuat, dinding dapat lepas dari rangka rumah, cerobong

       asap dari pabrik-pabrik dan monumen-monumen roboh, air menjadi keruh.

IX : Kerusakan pada bangunan yang kuat rangkanya; rumah menjadi tidak lurus

       dan banyak retak-retak pada bangunan yang kuat. Rumah tampak agak

       berpindah dari fondamennya. Pipa-pipa dalam rumah putus.

X   : Bangunan dari kayu yang kuat rusak; rangka-rangka rumah lepas dari

       fondamennya; tanah terbelah; rel melengkung; tanah longsor ditiap-tiap

       sungai dan ditanah-tanah yang curam.

XI : Bangunan-bangunan hanya sedikit yang tetap berdiri.; jembatan rusak, terjadi

       lembah. Pipa dalam tanah tidak dapat dipakai sama sekali; tanah terbelah; rel

       sangat melengkung.

XII : Hancur     sama   sekali.   Gelombang    tampak    pada   permukaan     tanah.

       Pemandangan menjadi gelap. Benda-benda terlempar ke udara.




                                                            Universitas Sumatera Utara
28




Tabel 2.1 Perbandingan Beberapa Skala Intensitas Terhadap Modified Mercalli
          Intensity (MMI), (Chen & Scawthorn, 2003)

                                                                          JMA
                 MMI                                   MSK
    a                               R–F                                   Japan
                Modified                            Medvedev–
   gals                          Rossi–Forel                          Meteorological
                Mercalli                          Sponheur–Karnik
                                                                         Agency
   0.7              I                   I                 I                  0
   1.5             II                I – II              II                   I
   3.0            III                  III              III                  II
   7.0            IV               IV – V               IV                II–III
    15             V               V – VI                V                  III
    32            VI              VI – VII              VI                  IV
    68            VII               VIII –              VII               IV–V
   147            VIII           VIII+ to IX–           VIII                V
   316            IX                  IX+               IX                V–VI
   681             X                   X                 X                  VI
 (1468)*          XI                    –               XI                 VII
 (3162)*          XII                   –               XII


      Jawatan Meteorologi Jepang (JMA, Japanese Meteorological Agency)

memiliki skala intensitasnya sendiri, yang terdiri dari 7 (tujuh) tingkatan berdasarkan

pengamatan gempa yang terjadi di Jepang, sementara skala intensitas Medvedev-

Spoonheuer-Karnik (MSK) yang dibuat berdasarkan pengamatan di Rusia digunakan

di negara-negara sentral Eropa dan Eropa timur. Perbandingan beberapa skala

intensitas yang telah disebutkan di atas terhadap Modified Mercalli Intensity (MMI).

      Intensitas gempa pada umumnya diperoleh dari wawancara setelah peristiwa

terjadinya suatu gempa. Observasi dengan wawancara dapat tersebar lebih luas

dibanding observatorium kegempaan menyebar instrumen kegempaannya, dan

pengamatan intensitas dapat memberi informasi untuk membantu karakterisasi

pendistribusian guncangan tanah pada suatu area. Plot-plot laporan intensitas gempa



                                                               Universitas Sumatera Utara
29




di lokasi berbeda pada suatu peta akan memberikan pemetaan kontur intensitas

gempa yang sama. Peta sedemikian disebut dengan peta isoseismal. Intensitas

terbesar biasanya berada di sekitar episenter gempa. Peta Isoseismal menunjukkan

bagaimana berkurangnya intensitas gempa, dengan meningkatnya jarak ke episenter.



2.4.2. Magnitude gempa

     Kemungkinan untuk memperoleh ukuran suatu gempa sejalan dengan

berkembangnya instrumentasi modern untuk mengukur besarnya gerakan tanah

selama terjadinya gempa. Instrumentasi kegempaan dapat mengukur secara objektif

kuantitatif besarnya gempa, yang disebut sebagai magnitude.


     2.4.2.1. Richter local magnitude

     Pada tahun 1935, Charles Richter dengan menggunakan seismometer Wood-

     Anderson mendefinisikan skala magnitude untuk gempa dangkal dan gempa

     lokal (jarak episenter lebih kecil dari 600 km) di selatan California. Skala

     magnitude yang didefinisikan oleh Richter ini dikenal sebagai magnitude lokal

     (local magnitude, ML) dan merupakan skala magnitude yang terkenal dan

     dipakai hingga saat ini.


     2.4.2.2. Magnitude gelombang permukaan

     Richter Local Magnitude tidak memperhitungkan adanya gelombang yang

     berbeda. Skala magnitude lain mulai dikembangkan berdasarkan amplitudo




                                                              Universitas Sumatera Utara
30




gelombang tertentu yang dihasilkan akibat adanya gempa. Pada jarak episentral

yang besar, gelombang badan biasanya mengalami penyebaran dan pelemahan,

sehingga menghasilkan gerakan yang didominasi oleh gelombang permukaan.

Magnitude gelombang permukaan (surface wave magnitude, MS) merupakan

skala magnitude yang berdasarkan amplitudo gelombang Rayleigh dengan

periode sekitar 20 detik, yang diperoleh dari persamaan berikut :

MS = log A + 1.66 log Δ + 2.0                                             (2.1)

dimana :

A = perpindahan tanah maksimum (mikrometer)

Δ   = jarak episentral terhadap seismometer (dalam derajat)


Magnitude     gelombang     permukaan      ini   biasanya   digunakan    untuk

mendeskripsikan besarnya gempa dangkal, dengan jarak menengah hingga

jauh (lebih 1000 km).


2.4.2.3. Magnitude gelombang badan

Untuk gempa dengan fokus yang dalam, besar gelombang permukaan lebih

kecil daripada yang disyaratkan untuk melakukan pengukuran magnitude

gelombang tersebut. Magnitude gelombang badan (body wave magnitude, mb)

merupakan skala magnitude yang didasarkan pada amplitudo beberapa siklus

pertama dari p-wave, dimana tidak terlalu dipengaruhi oleh kedalaman fokus.

Magnitude gelombang badan diperoleh dari persamaan empiris berikut ini :




                                                        Universitas Sumatera Utara
31




mb = log A – log T + 0.01 Δ + 5.9                                      (2.2)

dimana :

A = amplitudo (mikrometer)

T   = perioda p-wave (biasanya sekitar satu detik)

Δ   = jarak episenter terhadap seismometer (dalam derajat)


2.4.2.4. Moment magnitude

Magnitude gempa yang diuraikan di atas merupakan magnitude gempa empiris

berdasarkan berbagai pengukuran dengan bantuan instrumentasi karakteristik

guncangan tanah. Ketika sejumlah energi terlepas saat terjadinya peningkatan

gempa, karakteristik guncangan tanah belum tentu meningkat pula. Pada

gempa yang besar, karakteristik guncangan tanah kurang sensitif terhadap

besarnya gempa dibanding pada gempa yang lebih kecil. Fenomena ini dikenal

sebagai kejenuhan; gelombang badan dan Richter local magnitude menjadi

jenuh pada magnitude 6 hingga 7; dan magnitude gelombang permukaan

menjadi jenuh pada MS = 8. Untuk mendeskripsikan ukuran gempa yang

sangat besar, dibutuhkan suatu skala magnitude yang tidak tergantung pada

tingkat guncangan tanah dan tidak akan jenuh. Skala magnitude yang tidak

akan menjadi jenuh adalah moment magnitude (Kanamori. 1977; Hanks dan

Kanamori, 1979) karena didasarkan pada momen gempa, yang diukur

langsung dari faktor keruntuhan sepanjang patahan. Moment magnitude Mw ini

diperoleh dari persamaan :



                                                     Universitas Sumatera Utara
32




             log M 0
     Mw =            − 10.7                                                  (2.3)
               1.5

     dimana M0 adalah momen gempa dalam dyne-cm.



2.4.3. Energi gempa

     Besar total energi yang dilepaskan selama terjadinya suatu gempa dapat

diestimasi dari persamaan berikut :

     log E = 11.8 + 1.5 MS                                                   (2.4)

di mana E adalah energi yang dilepaskan (dalam ergs)



2.5. Resiko Gempa

     Peristiwa gempa merupakan gejala alam yang bersifat acak yang tidak dapat

ditentukan dengan pasti, baik besar, tempat maupun waktu kejadiannya. Dengan

konsep probabilitas, terjadinya gempa dengan intensitas dan perioda ulang tertentu

dapat diperkirakan. Angka kemungkinan (probability) inilah yang mencerminkan

resiko gempa.

     Resiko tahunan (RA) dari suatu intensitas gempa adalah angka kemungkinan

terjadinya atau terlampauinya intensitas tersebut dalam jangka waktu 1 tahun.

Sedangkan perioda ulang rata-rata (T) dari suatu intensitas merupakan perbandingan

terbalik dari resiko tahunan. Jika resiko tahunan untuk suatu intensitas tertentu

diketahui, maka :




                                                           Universitas Sumatera Utara
33




               1
       T =                                                                          (2.5)
              RA


       Resiko gempa (RN) didefinisikan sebagai kemungkinan terjadinya gempa

dengan intensitas dan perioda ulang tertentu selama masa layan bangunan (N tahun).

Dengan asumsi bahwa resiko-resiko dalam tahun-tahun yang berurutan tidak saling

bergantungan, maka hubungan antara resiko per tahun (RA), dan resiko dalam jangka

waktu N tahun (RN), dapat dinyatakan sebagai berikut :

       RN = 1 – (1 – RA)N                                                           (2.6)


Tabel 2.2 Hubungan Antara Resiko Gempa Untuk Periode Ulang Tertentu
          Terhadap Masa Layan Bangunan, (Sibero, 2004)

        Tingkatan
                                Sedang             Kuat               Sangat Kuat
       Beban Gempa
    Perioda, T (Tahun)          5    10      20     50    100      200    500    1000
             RA (%)         20.00   10.00   5.00   2.00   1.00     0.50   0.20   0.10
        N = 10 Tahun        89.26   6513    40.13 18.29   9.56     4.89   1.98   1.00
  RN    N = 30 Tahun        99.88   95.76 78.54 45.45 26.03 13.96         5.83   2.96
 (%)    N = 50 Tahun 100.00 99.48 92.31 63.58 39.50 22.17                 9.52   4.88
        N = 100 Tahun 100.00 100.00 99.41 86.74 63.40 39.42 18.14                9.52


Resiko gempa untuk setiap kategori dengan berbagai macam masa layan bangunan

dapat dilihat pada Tabel 2.2.

       Wangsadinata mengusulkan kriteria gempa yang didasarkan pada resiko gempa

untuk bangunan dengan masa layan 100 tahun sebagai berikut :

1. Gempa Ringan




                                                                Universitas Sumatera Utara
34




   Resiko terlampaui (risk of exceedance, RN) adalah 60 % atau mempunyai perioda

   ulang 100 tahun.

2. Gempa Menengah

   Resiko terlampaui (risk of exceedance, RN) adalah 40 % atau mempunyai perioda

   ulang 200 tahun.

3. Gempa Kuat

   Resiko terlampaui (risk of exceedance, RN) adalah 20 % atau mempunyai perioda

   ulang 400 tahun.

4. Gempa Desain (Maksimum)

   Resiko terlampaui (risk of exceedance, RN) adalah 10 % atau mempunyai perioda

   ulang 1000 tahun.


     Pada Tabel 2.3 disajikan perbandingan penentuan perioda ulang gempa untuk

masing-masing kriteria yang dipakai pada peraturan pembebanan gempa di berbagai

negara.


     Tabel 2.3 Perbandingan Penentuan Perioda Ulang Gempa, (Sibero, 2004)
                                                              Return Period (years)
                                                        Minor     Moderate    Major
                                                      Earthquake Earthquake Earthquake
Uniform Building Code (UBC), 1984                         5            −          475
Code of Practice for general Structure Design and
                                                         10            −          475
Design Loadings for Buildings of New Zealand, 1992
Tri-Services Manual for Seismic Design of Essential
                                                          −            73         950
Buildings, 1986
Wangsadinata, 1995                                       100          200         450




                                                                Universitas Sumatera Utara
35




2.6. Analisa Resiko Gempa

     Analisa resiko gempa (seismic hazard analysis) meliputi estimasi kuantitatif

dari goncangan tanah (ground-shaking) pada suatu lokasi tertentu. Resiko gempa

dapat dianalisa secara deterministik dengan mengambil suatu asumsi tertentu

mengenai kejadian gempa atau secara probabilisitik dimana dalam analisa juga

mempertimbangkan secara ekspiisit ketidakpastian dari besarnya gempa, lokasi

maupun waktu teriadinya.



2.6.1. Deterministic Seismic Hazard Analysis (DSHA)

     Salah satu metoda analisa resiko gempa adalah metoda Deterministic Seismic

Hazard Analysis (DSHA), dimana dalam metoda ini evaluasi dari gerakan tanah

(ground motion) untuk suatu wilayah didasarkan kepada skenario gempa wilayah

tersebut. Skenario gempa ini berisi tentang kejadian gempa dengan besar

(magnitude) tertentu yang akan terjadi pada lokasi tertentu. Prosedur analisa resiko

gempa dengan metoda DSHA ini secara sistematika dapat dilihat pada Gambar 2.9.

     Secara tipikal, analisa resiko gempa dengan metoda DSHA ini dapat dibagi

menjadi 4 (empat) proses tahapan (Reiter, 1990) sebagai berikut :

1. Identifikasi dan karakterisasi semua sumber gempa yang mempunyai kapasitas

   menghasilkan gerakan tanah pada suatu lokasi. Karakterisasi sumber ini termasuk

   juga pendefinisian geometri dari masing-masing sumber (source zone) dan

   potensi gempa.




                                                             Universitas Sumatera Utara
36




2. Pemilihan parameter jarak dari sumber ke lokasi (source-to-site distance

   parameter). Biasanya dalam metoda DSHA, jarak yang dipilih adalah jarak

   terdekat antara zona sumber gempa (source zone) dengan lokasi yang ditinjau.

   Jarak yang digunakan dapat diekspresikan sebagai jarak dari episenter atau jarak

   dari hiposenter, dimana hal ini tergantung pada pengukuran jarak dari persamaan

   empiris yang akan digunakan untuk memprediksi pada tahap berikutnya.

3. Pemilihan controlling earthquake, yaitu gempa yang diperkirakan akan

   menghasilkan tingkat goncangan yang terkuat, dimana biasanya diekspresikan

   dalam parameter gerakan tanah pada suatu lokasi. Pemilihan ini dilakukan

   dengan membandingkan tingkat goncangan yang dihasilkan oleh gempa (yang

   diidentifikasi dalam tahap pertama) yang diasumsikan terjadi pada jarak yang

   diidentifikasi   pada   tahap   kedua.    Controlling   earthquake   ini   biasanya

   dideskripsikan dengan besar (umumnya diekspresikan sebagai magnitude) dan

   jaraknya dari lokasi yang bersangkutan.

4. Resiko yang terjadi pada suatu lokasi kemudian didefinisikan biasanya dalam

   bentuk gerakan tanah yang terjadi pada lokasi tersebut akibat controlling

   earthquake. Karakteristik tersebut biasanya dideskripsikan oleh satu atau lebih

   parameter gerakan tanah yang diperoleh dari persamaan empiris yang digunakan.

   Percepatan puncak (peak acceleration), kecepatan puncak (peak velocity) dan

   ordinat spektrum respon (response spectrum ordinates) biasanya digunakan

   untuk mengkarakteristikkan resiko gempa.




                                                              Universitas Sumatera Utara
37




                            Sumber 1                     Sumber 3

                                           Lokasi yang       M3                        R3
                                             ditinjau
                                                                            R1
                             M1
                                                                                  R2



                                                  M2


                                       Sumber 2

                                          STEP 1                             STEP 2
        Paremeter Gerakan




                            M3              Controlling
                                            Earthquake                             Y1
            Tanah, y




                            M2                                                     Y2
                                                                            Y =     .
                                                                                    .
                            M1
                                                                                    .
                                                                                   YN


                                  R3        R2               R1
                                                                    Jarak

                                          STEP 3                             STEP 4

       Gambar 2.9                      Empat Tahapan Analisa Resiko Gempa dengan Metode
                                       Deterministic Seismic Hazard Analysis (DSHA),
                                       (Kramer, 1996)


2.6.2. Probabilistic Seismic Hazard Analysis (PSHA)

     Metoda lain yang dapat digunakan untuk menganalisa resiko gempa adalah

dengan konsep probabilitas, yaitu Probabilistic Seismic Hazard Analysis (PSHA).

Dengan metoda ini ketidakpastian dari besar, lokasi dan kecepatan perulangan (rate

of recurrence) dari gempa maupun variasi dari karakteristik gerakan tanah akibat

besar dan lokasi gempa secara eksplisit ikut diperhitungkan dalam evaluasi resiko

gempa. Metodologi PSHA ini serupa dengan metoda yang dikembangkan oleh

Cornell (1968) dan Algermissen et al. (1982).



                                                                             Universitas Sumatera Utara
38




     Metoda PSHA ini dapat dideskripsikan dalam 4 (empat) tahapan prosedur

(Reiter, 1990) sebagai berikut:

1. Tahap pertama adalah identifikasi dan karakterisasi sumber gempa, termasuk

   didalamnya adalah karakterisasi distribusi probabilitas dari lokasi rupture yang

   berpontensi pada sumber. Dalam kebanyakan kasus, diterapkan distribusi

   probabilitas yang sama untuk masing-masing zona sumber. Hal ini secara tidak

   langsung menyatakan bahwa gempa mungkin sama-sama akan terjadi pada setiap

   titik dalam zona sumber gempa. Distribusi ini, dikombinasikan dengan bentuk

   geometri sumber untuk mendapatkan distribusi probabilitas yang sesuai dengan

   jarak sumber ke lokasi.

2. Langkah berikutnya adalah karakterisasi dari seismisitasi atau distribusi

   sementara dari perulangan kejadian gempa. Hubungan empiris perulangan

   kejadian gempa (recurrence relationship), yang mengekspresikan kecepatan rata-

   rata (average rate) dari suatu gempa dengan besar yang berbeda akan terlampaui,

   digunakan untuk mengkarakterisasikan seismisitasi dari masing-masing zona

   sumber gempa. Hubungan empiris ini dapat mengakomodasikan besamya

   magnitude maksimum dari gempa.

3. Gerakan tanah yang terjadi disuatu lokasi akibat adanya gempa dengan besar

   gempa berapapun dan lokasi kejadian dimanapun dalam masing-masing zona

   sumber gempa, dapat ditentukan dengan menggunakan predictive relationships.

4. Langkah terakhir adalah mengkombinasikan ketidakpastian dari lokasi gempa,




                                                           Universitas Sumatera Utara
39




   besarnya gempa dan prediksi parameter gerakan tanah untuk mendapatkan

   probabilitas dimana parameter gerakan tanah akan terlampaui selama perioda

   waktu tertentu.

     Metodologi analisa resiko gempa dengan metoda Probabilistic Seismic Hazard

Analysis (PSHA) ini dapat dilihat pada Gambar 2.10.

                        Sumber 1             Sumber 3




                                                             Log (# gempa > m)
                                    Lokasi yang                                      1
                                      ditinjau                                   2
                     R                                  R
                                                                                         3




                                                                                                        Magnitude, x
                              Sumber 2
                                                    R
                                    STEP 1                                                    STEP 2
          Parameter gerakan
          tanah, Y




                                                  Jarak, R                                   Nilai parameter

                                    STEP 3                                                    STEP 4

      Gambar 2.10                   Empat Tahapan Analisa Resiko Gempa dengan Metode
                                    Probabilistic Seismic Hazard Analysis (PSHA),
                                    (Kramer, 1996)


2.7. Model Matematika Probabilitas Resiko Gempa

     Teorema probabilitas total yang digunakan untuk memecahkan masalah resiko

gempa telah banyak dikembangkan dan diusulkan oleh para peneliti, antara lain

Cornell (1968) dan McGuire (1976).



                                                                                                 Universitas Sumatera Utara
40




2.7.1. Model USGS (McGuire, 1976)

      Teorema probabilitas total yang dikembangkan oleh McGuire tahun 1976 ini

didasarkan atas konsep probabilitas yang dikembangkan oleh Cornell pada tahun

1968, dengan mengambil asumsi bahwa harga kekuatan gempa (M) dan jarak

hiposenter (R) sebagai variabel acak bebas yang menerus (continuous independent

random variable). Teori ini mempunyai bentuk persamaan sebagai berikut :


      P [I ≥ i ] =   ∫∫
                     r m
                           P [I ≥ i ⏐M dan R ] . fM . fR dm dr                     (2.7)


dimana :

fM   = density function dari kekuatan gempa (magnitude)

fR   = density function dari jarak hiposenter

P [I ≥ i ⏐M dan R ] = probabilitas berkondisi dari intensitas I ≥ intensitas i di suatu

lokasi, dengan kekuatan gempa M dan jarak hiposenter R.


      Metoda yang dikembangkan oleh beberapa peneliti, seperti Esteva (1970),

Donovan (1974) dan McGuire (1974), untuk probabilitas berkondisi dengan

intensitas I, sama atau lebih besar dari itensitas i di suatu lokasi dengan kekuatan

gempa M dan jarak hiposenter R, mempunyai bentuk umum sebagai berikut :

      m (M, R) = C1 + C2 M + C3 ln (R + ro)                                        (2.8)

dimana :

M    = ukuran besar gempa

R    = jarak hiposenter (km)




                                                                 Universitas Sumatera Utara
41




C1, C2, C3, dan ro = konstanta

      Dengan menggunakan standar deviasi intensitas σ1, distribusi normal dan

Persamaan (2.8), maka intensitas probabilitas berkondisi dengan intensitas I sama

atau tebih besar dari i untuk suatu lokasi dengan kekuatan gempa M dan jarak

hiposenter R, dapat dituliskan sebagai berikut :


                               ⎛ 1 - C1 - C 2 M - C 3 ln (R + ro ) ⎞
      P [I ≥ i ⏐M dan R ] = φ* ⎜
                               ⎜                                   ⎟
                                                                   ⎟                (2.9)
                               ⎝               σ1                  ⎠


dimana φ* merupakan kumulatif komplementer (complementary cummulative) dari

distribusi normal standar.

      Tingkat kejadian rata-rata tahunan (disebut juga sebagai resiko tahunan rata-

rata) dari gempa yang mempunyai besaran (magnitude) sama dengan atau lebih besar

dari M pada suatu daerah sumber gempa, mempunyai hubungan sebagai berikut

(Gutenberg-Richter, 1958) :

      log n(M) = a − b M                                                           (2.10)

dimana :

n(M) = tingkat kejadian tahunan rata-rata (mean annual rate of exceedance)

10a = tingkat kejadian tahunan untuk gempa dengan magnitude lebih besar dari 0

b    = konstanta yang menunjukkan kemungkinan relatif tentang besar kecilnya

           (magnitude) gempa yang terjadi




                                                                  Universitas Sumatera Utara
42




      Secara spesifik parameter b merupakan parameter seismisitasi yang

menggambarkan karakteristik tektonik atau kegempaan suatu daerah. Sedangkan

parameter a adalah parameter seismisitasi yang tidak menggambarkan karakteristik

kegempaan tetapi lebih merupakan parameter yang menerangkan karakteristik

data pengamatan. Konstanta a ini tergantung dari lamanya pengamatan dan tingkat

seismisitasi dari daerah sumber gempa.

      Untuk menentukan konstanta a dan b ini, dilakukan plot grafik yang

menggambarkan hubungan antara. magnitude M dengan logaritma dari jumlah

gempa yang mempunyai magnitude lebih besar atau sama dengan M (log n(M)).

Selanjutnya analisis regresi linier dilakukan pada setiap titik yang diplot pada grafik

untuk mendapatkan nilai konstanta a dan b (Gambar 2.11).

                         log n(M)




                                         log n(M) = a - bM



                            a            b
                           10

                                             1




                                                             M

            Gambar 2.51 Penyebaran Magnitude Gempa pada Suatu Daerah

      Secara grafis harga b dapat ditentukan dengan hubungan sebagai berikut :

            d log n(M)
      b =                                                                         (2.11)
                dM




                                                                 Universitas Sumatera Utara
43




Jadi harga b merupakan perbandingan antara penurunan relatif tingkat kejadian

gempa terhadap perbesaran magnitudenya. Secara umum dapat dikatakan bahwa

harga b yang besar menunjukkan tingkat aktivitas kegempaan yang tinggi.

Persamaan (2.10) di atas dapat juga dinyatakan sebagai berikut:

      n(M) = 10 a bM = exp (α − β M)                                            (2.12)

dimana :

α = a ln 10 dan β = b ln 10

      Untuk kepentingan rekayasa, besarnya magnitude gempa dibatasi dengan mo,

dimana gempa-gempa dengan magnitude dibawah mo dianggap tidak menyebabkan

kerusakan yang berarti. Oleh karena itu, tingkat kejadian rata-rata tahunan adalah :

      n(M) = v . exp (-β (m − mo)); mo < m < m1                                 (2.13)

dimana : v = exp (α − β mo)

      Dengan mengasumsikan besaran gempa dan sejumlah kejadian gempa tidak

tergantung satu sama lain (independent), maka dapat ditentukan distribusi kumulatif

dari tiap-tiap kejadian gempa sebagai berikut :

      FM (m) = P[M < m ⏐M > mo]

                   n (m o ) - n (m)
               =                    = 1 – e -β (m – mo)                         (2.14)
                       n(m o )


      Jika magnitude gempa yang diperhitungkan juga dibatasi oleh harga

maksimum m1, maka distribusi kumulatif adalah :




                                                              Universitas Sumatera Utara
44




      FM (m) = k (1 – exp (-β (m − mo)) ; mo < m < m1                                 (2.15)

dimana :

β = b ln (10)

k = [(1 – exp (-β (m − mo))]-1

mo = batas minimum besaran gempa dari area sumber gempa

m1 = batas maksimum besaran gempa dari area sumber gempa


      Dari Persamaan (2.15) dapat diperoleh persamaan density function untuk

besaran gempa, dengan menurunkan persamaan tersebut terhadap m :

                     ∂FM (m)
      FM (m) =
                       ∂m

                = βk exp (-β (m − mo)) ; mo < m < m1                                  (2.16)

      Dengan mensubstitusikan Persamaan (2.9) dan (2.16) ke dalam Persamaan

(2.7), dapat ditentukan probabilitas untuk intensitas I sama atau lebih besar dari

intensitas i di suatu lokasi :

                       m1
                            ⎛ i - C1 - C 2 M - C 3 ln (R + ro ) ⎞
      P [ I ≥ i] =   ∫ ∫φ * ⎜
                     r mo   ⎝                σ
                                                                ⎟.
                                                                ⎠

                     βk exp (-β (m − mo)) fR (r) dmdr                                 (2.17)

      Integrasi Persamaan (2.17) dapat ditulis secara analitis (hasil manipulasi aljabar

oleh Cornell dan Merz, McGuire), sebagai berikut :




                                                                     Universitas Sumatera Utara
45




                                ⎧            ⎛ z ⎞       ⎛ z' ⎞
      P [I ≥ i]       =       ∫
                              r ⎩
                                             ⎜ ⎟
                                ⎨(1 - k) φ * ⎜ ⎟ + k φ * ⎜ ⎟ +
                                             ⎝ σ1 ⎠
                                                         ⎜σ ⎟
                                                         ⎝ 1⎠

                                            β C3
                                                       ⎛ - iβ β C 1          β 2 σ 12        ⎞
                              k (R + ro )   C2
                                                       ⎜
                                                   exp ⎜     +      + β mo +                 ⎟.
                                                                                   2         ⎟
                                                       ⎝ C2    C2            2 C2            ⎠

                              ⎛ ⎛                   ⎞     ⎛                ⎞ ⎞⎫
                              ⎜ ⎜ z - b σ1                        b σ1
                                           2                           2
                                                    ⎟     ⎜ z' -           ⎟ ⎟⎪
                              ⎜ ⎜      C2           ⎟     ⎜        C2      ⎟ ⎟⎪
                              ⎜φ * ⎜                ⎟ -φ *⎜                ⎟ ⎟⎬ f R (r) dr            (2.18)
                              ⎜ ⎜    σ1             ⎟     ⎜
                                                                 σ1        ⎟ ⎟⎪
                              ⎜    ⎜                ⎟     ⎜                ⎟ ⎟⎪
                              ⎝ ⎝                   ⎠     ⎝                ⎠ ⎠⎭

dengan :

z = i – C1 – C2 m1 – C3 ln (R + ro) dan z’ = i – C1 – C2 mo – C3 ln (R + ro)


      Maka probabilitas total tahunan dari kejadian-kejadian dengan intensitas I

sama atau lebih besar dari i pada suatu lokasi adalah dengan menjumlahkan angka

kemungkinan seluruh area sumber gempa. Dalam bentuk matematis :

                  n
      NA =    ∑N
              i =1
                          1   (M ≥ mo)1 P [ I ≥ i ]                                                   (2.19)


dimana :

NA            = tingkat kejadian tahunan total dari kejadian-kejadian dengan I > i

                      pada suatu lokasi.

P [I ≥ i]     = resiko kejadian tunggal untuk intensitas I yang sama atau lebih besar

                      dari intensitas i di lokasi untuk satu daerah sumber gempa.

N1(M ≥ mo) = tingkat kejadian tahunan dari gempa yang mempunyai M ≥ mo

                      untuk satu daerah sumber gempa.




                                                                                     Universitas Sumatera Utara
46




      Besarnya nilai resiko tahunan untuk kejadian gempa tersebut diasumsikan

terdistribusi dalam Distribusi Poisson sebagai berikut :

      RA = 1 – e(-NA)                                                         (2.20)




2.7.2. Model gumbel (point sources)

      Dalam melakukan analisis resiko gempa, dapat juga menggunakan teorema

probabilitas total yang berkaitan dengan nilai ekstrim. Metoda statistik ini disebut

Jenis I atau lebih dikenal dengan Distribusi Gumbel. Dengan distribusi tersebut,

dapat ditentukan peak baserock acceleration (PBA) untuk berbagai perioda ulang.

Pengaruh dari setiap kejadian gempa pada titik yang ditinjau ditentukan dalam

bentuk percepatan dengan menggunakan fungsi-fungsi atenuasi, dengan asumsi

masing-masing kejadian gempa independen terhadap titik tersebut. Distribusi gempa

menurut Gumbel :

      G(M) = e(-α exp (-βM)) ; M ≥ 0                                          (2.21)

dimana :

α = jumlah gempa rata-rata per tahun

β = parameter yang menyatakan hubungan antara distribusi gempa dengan

       magnitude

M = Magnitude gempa




                                                            Universitas Sumatera Utara
47




      Bentuk Persamaan (2.21) dapat disederhanakan menjadi persamaan garis lurus

sebagai berikut :

                    -βM
      ln G(M) = -α e                                                              (2.22a)

      ln (- ln G(M)) = ln α − βM                                                 (2.22b)

      Persamaan di atas identik dengan persamaan linier :

      y = A +Bx                                                                   (2.23)

dimana :

y   = ln (- ln G(M))

α = eA

β = −B

x = percepatan


      Persamaan garis ini terdiri dari titik-titik xj, yj; dimana :

xj = aj = percepatan gempa ke-j

j   = nomor urut kejadian gempa yang disusun dari tahun kejadian terbesar kurang

       tahun kejadian terkecil yang disebut dengan selang waktu, yang masuk dalam

       radius 300 km ditempatkan di nomor urut paling bawah.

N = selang waktu pengamatan

                               ⎛ j ⎞
yj = ln (− ln G(M)) = ln (− ln ⎜      ⎟)
                               ⎝ N + 1⎠




                                                                  Universitas Sumatera Utara
48




      Karena titik-titik ini selalu membentuk garis lurus, maka digunakan metode

kuadrat terkecil (least square) untuk menentukan garis yang paling tepat :

                           2
             ∑ y j . ∑ x j - ∑ x j . ∑( x j - y j )
      A =                      2
                                                                             (2.24)
                      n ∑ x j - (∑ x j ) 2

               n ∑( x j . y j ) - ∑ x j . ∑ y j
      B =                  2
                                                                              (2.25)
                   n ∑ x j - (∑ x j ) 2


      Sedangkan hubungan perioda ulang (T) dengan percepatan (a) adalah sebagai

berikut :

             ln (T . α)
      a =                                                                    (2.26)
                 β




2.8. Fungsi Atenuasi dan Faktor yang Mempengaruhinya

      Prediksi hubungan empiris untuk parameter gempa yang melemah (berkurang)

sejalan dengan bertambahnya jarak, seperti percepatan puncak dan kecepatan

puncak, dikenal sebagai fungsi atenuasi (attenuation relationship atau attenuation

function).

      Analisa resiko gempa dengan menggunakan model USGS maupun Gumbel

memerlukan nilai percepatan tanah akibat gempa. Pada analisis resiko gempa apabila

lokasi yang ditinjau (site interest) tidak mempunyai data rekaman gempa, maka

untuk memperkirakan besarnya percepatan maksimum tanah digunakan fungsi




                                                             Universitas Sumatera Utara
49




atenuasi. Yang dimaksud dengan fungsi atenuasi adalah suatu fungsi yang

menggambarkan korelasi antara intensitas (i) gerakan tanah setempat, magnitude (M)

dan jarak (R) dari sumber titik dalam daerah sumber gempa.

     Memperkirakan fungsi atenuasi untuk gerakan tanah akibat gempa, telah

menjadi subjek yang menarik dalam penelitian bidang kegempaan. Fungsi atenuasi

merupakan alat yang penting dalam mengaplikasikan resiko kegempaan dalam

perencanaan bangunan tahan gempa.

     Faktor-faktor yang mempengaruhi fungsi atenuasi adalah :

1. Mekanisme gempa

   Gempa-gempa besar biasanya terjadi karena pergeseran tiba-tiba lempeng

   tektonik yang mengakibatkan terlepasnya energi yang sangat besar. Pergeseran

   lempeng tektonik ini bias terjadi pada daerah subduction, ataupun pada patahan

   yang tampak di permukaan bumi, seperti patahan semangko di sumatera. Gempa

   yang terjadi pada daerah subduction biasanya merupakan gempa dalam yang

   mempunyai kandungan frekuensi yang berbeda dengan gempa dangkal. Gempa

   dalam biasanya mempunyai gelombang permukaan yang lebih sedikit, sehingga

   memberikan spectrum respon yang lebih rendah pada periode tinggi. Oleh karena

   itu rumus-rumus atenuasi untuk gempa subduction harus dipisahkan dari gempa

   strike slip.




                                                             Universitas Sumatera Utara
50




2. Jarak episenter

   Respon spectrum dari gempa yang tercatat pada batuan mempunyai bentuk yang

   berbeda tergantung jarak episenternya (near field, mid field, dan far field).

   Gempa near field memberikan respon yang tinggi pada perioda yang rendah tapi

   mengecil secara drastic dengan bertambah perioda. Di lain pihak, gampa far field

   pada perioda rendah tetapi responnya terlihat konstan sampai perioda sekitar satu

   detik. Hal ini menunjukkan adanya perubahan kandungan frekuensi gempa

   dengan semakin jauhnya suatu daerah yang ditinjau ke episenter.

3. Kondisi tanah lokal

   Kondisi tanah lokal mempunyai peran yang sangat penting dalam menentukan

   respon suatu daerah terhadap gelombang gempa. Respon gempa yang tiba

   dibatuan dasar bisa diperkuat, diperlemah atau berubah kandungan frekuensinya

   karena tersaringnya getaran berfrekuensi tinggi.


     Sejak percepatan puncak secara umum digunakan untuk mendeskripsikan

parameter gerakan tanah (ground motion), banyak persamaan atenuasi yang

dikembangkan dan diusulkan oleh para peneliti, antara lain Fukushima dan Tanaka

(1990), Crouse (1991), Joyner dan Booer (1981, 1988), Youngs et al (1997) dan

lainnya.




                                                            Universitas Sumatera Utara
51




2.8.1. Atenuasi Fukushima dan Tanaka (1990)

      Fungsi atenuasi ini dikembangkan untuk percepatan maksimum horizontal

yang berlaku pada sumber gempa di sekitar Jepang. Data yang digunakan terdiri dari

1372 komponen percepatan tanah maksimum horizontal dari 28 gempa yang terjadi

di Jepang dan 15 gempa yang terjadi di Amerika serta di negara lain. Model atenuasi

yang digunakan untuk menghitung bagaimana penyebaran geometrik dari gelombang

gempa.

      Beberapa peneliti dari Indonesia menganjurkan penggunaan persamaan ini

untuk patahan (fault) permukaan yang ada di Sumatera dan Jawa. Persamaan empiris

dari persamaan fungsi atenuasi ini adalah :

      log (PBA) = 1.30 + 0.41 MS – log [R + 0.032 x 10 0.41 MS] –

                     0.0034R                                                 (2.27)

dimana :

MS = magnitude gelombang permukaan

R = jarak terdekat dari lokasi ke sumber gempa (km)



2.8.2. Atenuasi Crouse (1991)

      Fungsi atenuasi yang dikembangkan oleh Crouse ini berdasarkan data gempa

yang mempunyai mekanisme subduksi yang diambil dari zona subduksi Cascadia

Pasifik Utara bahagian barat. Bentuk empiris dari fungsi atenuasi tersebut adalah

sebagai berikut :



                                                           Universitas Sumatera Utara
52




      ln (PBA) = 11.5 + 0.657 M – 2.09 ln [R + 63.7 x e 0.128.M] –

                      0.00397.h                                              (2.28)

dimana :

M = magnitude gempa

R = jarak terdekat dari lokasi ke sumber gempa (km)

h    = kedalaman fokus (km)



2.8.3. Atenuasi Joyner dan Boore (1981, 1988)

      Fungsi atenuasi yang diperoleh Joyner dan Boore adalah fungsi atenuasi

percepatan horizontal maksimum, kecepatan horizontal maksimum dan pseudo

spectral relative velocity. Fungsi ini menggunakan data berdasarkan gempa di

Amerika Utara bahagian barat dengan magnitude gempa antara 5.0 – 7.0 dalam jarak

100 km dari proyeksi pada permukaan. Bentuk empiris dari fungsi atenuasi ini

pertama kali di publikasikan pada tahun 1981 yakni sebagai berikut :

      ln (PBA) = 0.249.MW – log R0 – 0.00255.R0 – 1.02                       (2.29)

dimana :

MW = momen magnitude

R0    =      R 2 + 7.3 2

R     = jarak terdekat dari lokasi ke proyeksi vertical dari gempa akibat aktivitas

           pada permukaan tanah (km)




                                                            Universitas Sumatera Utara
53




      Pada tahun 1988, persamaan (2.29) diatas dimodifikasi oleh Joyner dan Boore

menjadi :

      ln (PBA) = 0.43 + 0.23.(MW – 6) – log R – 0.0027.R0 –

                     0.0027.R0                                                  (2.30)

dimana :

MW = momen magnitude

R0   =        R 2 + 82

R    = jarak terdekat dari lokasi ke proyeksi vertical dari gempa akibat aktivitas

            pada permukaan tanah (km)



2.8.4. Atenuasi Youngs et al. (1997)

      Pada tahun 1997, Youngs et al. mengusulkan suatu fungsi atenuasi yang

dikembangkan berdasarkan data gempa dengan mekanisme subduksi. Bentuk dari

fungsi atenuasi tersebut adalah sebagai berikut :

Untuk bebatuan (rock) :

      ln (PBA)      = 0.2418 + 1.414 MW – 2.552 ln [rrup + 1.7818 e0.554MW] +

                         0.00607 H + 0.3846 Zt                                  (2.31)

Untuk tanah (soil) :

      ln (PBA)      = 0.6687 + 1.438 MW – 2.329 ln [R + 1.097 e0.617MW] +

                         0.00648 H + 0.3643 Zt                                  (2.32)




                                                              Universitas Sumatera Utara
54




dimana :

rrup = jarak terdekat ke rupture (km)

H    = kedalaman (km)

Zt   = tipe sumber gempa (0 untuk interface, dan 1 untuk interslab)

σ    = standar deviasi, sebesar 1.54 – 0.1 MW.



2.9. Spektrum Respon

     Spektrum respon (response spectra) adalah suatu kurva yang menggambarkan

respon maksimum dari perpindahan, kecepatan, percepatan ataupun besaran yang

diinginkan dari suatu sistem derajad kebebasan tunggal (single degree of freedom,

SDOF) dengan redaman pada berbagai macam variasi frekuensi. Istilah teknik yang

digunakan untuk menyatakan respon tersebut, yaitu spektrum simpangan (Sd)

menunjukkan respon maksimum perpindahan, spektrum kecepatan pseudo (Sv) yang

menunjukkan respon maksimum kecepatan, dan percepatan pseudo (Sa) yang

menunjukkan respon maksimum percepatan. Bentuk tipikal dari spektrum respon ini

menggambarkan bahwa nilai puncak spektrum percepatan, kecepatan dan

perpindahan dikaitkan dengan frekuensi atau perioda yang berbeda.

     Untuk mendapatkan spektrum respon ini, dapat digunakan persamaan empiris

yang telah diusulkan oleh para peneliti sebelumnya, dimana dalam persamaan

tersebut telah diperhitungkan pengaruh magnitude, jarak episenter dari sumber

gempa, kondisi geologi maupun mekanisme terjadinya gempa.



                                                           Universitas Sumatera Utara
55




                                                                            y
        y - ys
                 max
                                                                                 m




                                                f
                                                                                     ..
                                                                                     ys (t)

         (a) Bentuk spektrum respon                        (b) Sistem berderajad kebebasan tunggal
                                                               yang dipengaruhi pergerakan tanah

                               Gambar 2.62          Konsep Spektrum Respon


     Secara              sederhana,       spektrum    respon   adalah      plot      respon     maksimum

(perpindahan, kecepatan, dan percepatan maksimum) dengan fungsi beban tertentu

dari sistem berderajad kebebasan satu. Absis dari spektrum adalah frekuensi natural

(atau perioda) dari sistem, dan ordinat adalah respon maksimum. Plot dari tipe ini

ditunjukkan pada Gambar 2.12 dimana bangunan yang dipengaruhi perpindahan

tanah dinyatakan sebagai fungsi ys(t). Lengkung spektrum respon pada Gambar 2.12

(a) memperlihatkan perpindahan relatif maksimum dari massa m terhadap

perpindahan pondasi dari suatu sistem berderajad kebebasan satu.


                         ys

                                      y
                     k
                                                                   k (y - ys )                 ..
                                  m                                   .                       my
                                                                   c (y - ys )
                 c



                              Gambar 2.73       Model Struktur dan Freebody




                                                                                 Universitas Sumatera Utara
56




      Masalah penting dalam struktur dinamik, seperti halnya gempa, adalah sistem

yang dipengaruhi oleh beban pada pondasi struktur. Contoh untuk hal ini adalah

gerakan bolak-balik dengan redaman yang merupakan model struktur seperti pada

Gambar 2.13. Pada kasus ini, fungsi percepatan merupakan pengaruh seperti yang

dinyatakan pada Gambar 2.14. Perpindahan relatif u didefinisikan sebagai u = y – ys.

Solusi kasus sedemikian ini dapat diselesaikan dengan menggunakan Duhamel

integral.
            ..
            ys (t)




                                                                            t



Gambar 2.84          Fungsi Percepatan yang Mempengaruhi Struktur pada Gerak Bolak-
                     balik dari Suatu Sistem Berderajad Kebebasan Tunggal


2.10. Pengaruh Tanah Terhadap Percepatan Gempa

      Menurut Lysmer et al. (1977) adanya suatu struktur di bawah permukaan

tanah, misalnya terowongan, akan mempengaruhi respon dinamis struktur lainnya

pada saat terjadinya gempa. Pengaruh gempa terhadap interaksi antara tanah dan

struktur pada umumnya dianalisis dengan dua metode. Metode pertama adalah

analisis dengan memperhitungkan variasi-variasi pergerakan struktur dan tanah di

sekitamya. Metode kedua adalah analisis kelembaman, yaitu analisis yang

mengasumsikan tanah disekitar struktur yang ditinjau akan mengalami pergerakan

yang sama untuk setiap titiknya.




                                                             Universitas Sumatera Utara
57




      Untuk memperoleh hasil analisis yang lengkap, permasalahan interaksi antara

tanah dan struktur, harus memperhitungkan respon dari struktur pada saat teriadi

gempa yang pergerakannya bervariasi dari satu titik ke titik lainnya antara batuan

dasar ke permukaan tanah. Permasalahan tersebut dalam analisis diidealisasi dengan

menganggap pergerakan tanah di sekitar struktur adalah akibat rambatan vertikal

gelombang badan (body wave) dari formasi tanah yang lebih kaku. Kontrol

pergerakan (control motion) yang dispesifikasi untuk suatu titik di lapangan dapat

dijadikan acuan untuk menentukan pergerakan tanah pada suatu kedalaman, seperti

pada perbatasan antara tanah dan batuan. Untuk keperluan tersebut dapat digunakan

teori amplifikasi. Pergerakan yang dihitung pada kedalaman tersebut digunakan

sebagai data masukan (input) pergerakan tanah pada model sistem elemen hingga

antara tanah dengan struktur.

      Analisis dilakukan secara interaktif untuk memperoleh regangan yang sesuai

dengan karakteristik tanah yang non-linier melalui prosedur anlisis linier (Seed dan

Idriss, 1970). Prosedur ini dikenal juga dengan nama metode linier ekivalen

(equivalent linier method). Untuk memperolah harga damping ratio yang diinginkan,

dapat digunakan metode analisis respon kompleks.



2.10.1.   Rambat gelombang satu dimensi

      Selama berlangsungnya gempa, terjadinya perambatan gelombang sangat

dipengaruhi oleh kondisi tanah setempat. Hampir semua peneliti mengambil asumsi




                                                            Universitas Sumatera Utara
58




bahwa respon utama yang terjadi disebabkan oleh perambatan gelombang geser dari

batuan dasar (base rock) ke permukaan tanah. Salah satu teori rambatan gelombang

yang dipakai adalah teori rambatan gelombang geser harmonik satu dimensi. Teori

ini dikemukakan pertama kali oleh Kanai (1951), dan dikembangkan lebih lanjut

oleh Schnabel, Lysmer, dan Seed (1972). Asumsi dasar yang digunakan dalam teori

ini adalah :

1. Sistem tanah panjangnya tidak terbatas

2. Setiap lapisan pada sistem telah diketahui shear modulus-nya, damping ratio-

    nya, density serta ketebalannya.

3. Respon yang terjadi pada sistem disebabkan oleh rambatan gelombang geser

    yang berasal dari batuan dasar

4. Gelombang geser diberikan dalam bentuk percepatan dengan interval waktu yang

    sama

5. Tegangan yang terjadi tergantung kepada shear modulus dan damping ratio yang

    dihitung dengan prosedur persamaan linier mengacu pada harga rata-rata tingkat

    tegangan di setiap lapisan.

      Rambatan vertikal gelombang geser di setiap lapisan tanah merupakan

rambatan gelombang yang menyebabkan perpindahan dalam arah horizontal saja.

Pemodelan tersebut dapat ditulis dengan persamaan :

      u = u(x,t)                                                            (2.33)




                                                           Universitas Sumatera Utara
59




Yang harus memenuhi persamaan gelombang :

          ∂2u      ∂2u        ∂ 3u
      ρ        = G      + η                                               (2.34)
          ∂ t2     ∂ x2     ∂ x 2∂ t

dimana :

u = perpindahan

ρ = massa jenis (kepadatan) media

G = modulus geser

η = viskositas media



2.10.2.    Perpindahan harmonik

      Perpindahan harmonik (harmonic displacement) dengan frekuensi ω dapat

ditulis dalam bentuk :

      u(x,t) = U(x) . eiωt                                                (2.35)

      Substitusi Persamaan (2.35) ke Persamaan (2.34) memberikan suatu persamaan

differensial berikut :

                    ∂2U
      (G + i ω η)        = ρ ω2 U                                         (2.36)
                    ∂x 2

Yang mempunyai solusi umum :

      U(x) = E . eikx + F . eikx                                          (2.37)




                                                         Universitas Sumatera Utara
60




Dengan k didefinisikan sebagai :

             ρ ω2   ρ ω2
     k2 =         =                                                          (2.38)
            G+iωη   G*

k adalah bilangan complex wave, sedangkan G* adalah modulus geser kompleks.

Viskositas η dapat dihasilkan dari perkalian damping kritis β dan G, yang

dirumuskan sebagai :

     η = 2G.β                                                                (2.39)

     Pengujian pada beberapa material menunjukkan G dan β mendekati konstan

pada daerah frekuensi, yang menjadi hal pokok yang perlu diperhatikan dalam

analisis. Ini akan mempermudah mengekspresikan modulus geser kompleks dalam

bentuk damping kritis yang konstan terhadap perubahan viskositas.

     G* = G + i ω η = G (1 + 2 . iβ)                                         (2.40)

     Persamaan (2.35) dan (2.37) memberikan solusi untuk persamaan gelombang

harmonik terhadap frekuensi, yang dinyatakan sebagai :

     U(x,t) = E . ei(kx + ωt) + F . e-i(kx -ω t)                             (2.41)

     Bentuk pertama menyatakan perambatan gelombang searah dengan sumbu-x

negatif (ke atas), dan bentuk kedua menyatakan pantulan gelombang yang menjalar

searah sumbu-x positif (ke bawah). Persamaan (2.40) berlaku untuk tiap-tiap lapisan

pada Gambar 2.15. Dengan memperkenalkan koordinat lokal sistem-x untuk tiap-tiap

lapisan. Perpindahan pada bahagian atas dan bawah lapisan m adalah




                                                           Universitas Sumatera Utara
61




     Um(x=0) = (Em + Fm ). eiωt

     Um(x=hm) = (Em . ei km hm + Fm . ei km hm). eiωt                                (2.42)


Tekanan geser pada sebuah permukaan horizontal adalah :

               ∂u  ∂ 2u      ∂u
     τ(x,t) = G −       − G*                                                         (2.43)
               ∂x ∂x ∂t      ∂x

     Dengan mensubstitusikan turunan pertama Persamaan (2.40) terhadap variabel

x kedalam Persamaan (2.43), diperoleh :

     τ(x,t) = i k G* (E . eikx + F . eikx) . e                                       (2.44)


Tekanan geser pada bagian atas dan bawah lapisan m secara berturut-turut adalah :

     τm(x=0)      = i km Gm* (Em + Fm) . eiωt                                        (2.45)

     τm(x=hm) = i km Gm* (Em . ei kmhm − Fm . ei kmhm) . eiωt                        (2.46)


     Tegangan geser dan perpindahan (displacement) harus kontinu pada setiap

permukaan lapisan. Sehingga dengan Persamaan (2.42),(2.45), dan (2.46) :

     zEm+1 + Fm+1 = Em . ei kmhm + Fm . e−i kmhm                                     (2.47)

                          k mG m
     Em+1 − Fm+1 =                 (Em . ei kmhm + Fm . e−i kmhm)                    (2.48)
                         k m +1G m


Dari pemisahan dan penjumlahan Persamaan (2.47) dan (2.48), diperoleh :

     Em+1 = ½ Em (1+αm) . ei kmhm + Fm (1− αm) . e−i kmhm                            (2.49)

     Em+1 = ½ Em(1− αm) . ei kmhm + Fm (1+αm) . e i kmhm                             (2.50)




                                                                    Universitas Sumatera Utara
62




      Dimana αm adalah complex impedence ratio yang tidak bergantung pada

frekuensi, dan dapat ditulis sebagai :

                                               1/ 2
               km Gm         ⎛ ρ G ⎞
      αm   =               = ⎜ m m ⎟
                             ⎜ρ G ⎟                                                       (2.51)
             k m +1 G m +1   ⎝ m +1 m +1 ⎠


            Nomor          Sistem                     Arah                  Sifat-sifat
            Lapisan        Koordinat                  Pergerakan            Lapisan

                                       u1
                            X
              1


                                       u2
                            X




                                       un
                            X
              n


                                       un +1
                            X n+1
             n+1


                                       un +2
                            X n+2
                                                                   Particle motion
                                                                   Incident wave
                                                                   Reflected wave
                                       uN
                            XN
              N



 Gambar 2.95 Rambat Gelombang Sistem Satu Dimensi, (Schanabel Et, al, 1972)


      Tegangan geser pada permukaan tanah sama dengan nol, sehingga jika τ1 dan

x1 sama dengan nol, maka akan didapat E1 = F1 yaitu amplitudo insiden dan

gelombang pantul yang selalu sama untuk setiap permukaan bebas. Mulai dengan




                                                                        Universitas Sumatera Utara
63




permukaan bebas, secara berulang menggunakan formula rekursi (recursion formula)

Persamaan (2.49) dan (2.50) berpengaruh pada hubungan antara amplitudo pada

lapisan m dan pada permukaan lapisan tersebut :

      Em = em (ω) El

      Fm = fm (ω) F1


      Transfer fungsi em dan fm akan lebih mudah untuk amplitudo El dan E2 = 1,

dan dapat dihitung dengan mensubstitusikan kondisi ini kedalam rumus rekursi di

atas. Transfer fungsi lain lebih mudah diperoleh dari fungsi em dan fm. Fungsi

transfer An,m antara perpindahan pada level n dan m didefinisikan sebagai :

      An,m(ω) = Um /Un

      Dan dengan mensubstitusikan Persamaan (2.51), serta kedua fungsi transfer di

atas akan diperoleh :

                   em (ω ) + f m (ω )
      An,m(ω) =                                                               (2.52)
                   en (ω ) + f n (ω )


      Berdasarkan pada persamaan ini dapat ditemukan fungsi transfer A(ω) antara

dua lapisan pada sistem. Sehingga jika gerakan diketahui pada suatu lapisan, maka

gerakan pada lapisan lain dapat dihitung.

      Amplitude E dan F kemudian dapat dihitung untuk setiap lapisan pada sistem,

strain, perpindahan, dan percepatan diperoleh dari fungsi displacement :




                                                             Universitas Sumatera Utara
64




                    δ2 u
      ü(x,t) =           = − ω2 (E . ei(kx + ωt) + F . e-i(kx -ω t) )                    (2.53)
                    δ t2

dan regangan dengan :

             δu
      Y =       = i k (E . ei(kx + ωt) + F . e-i(kx -ω t) )                              (2.54)
             δx



2.10.3.   Pergerakan transien

      Rumus-rumus dan penjelasan sebelumnya dipakai dengan memperhatikan

pergerakan-pergerakan tanah yang bergerak secara harmonik. Pelepasan energi

(eksitasi) transien dari batuan dasar, yang merupakan penyebab adanya perambatan

gelombang gaya geser yang merambat ke atas selama suatu gempa bumi

berlangsung, dapat dilihat dari catatan percepatan gempanya (akselerogram). Suatu

catatan percepatan gempa yang telah didigitalisasi dan memiliki n buah nilai

percepatan yang berjarak atau berselang waktu sama uj (j,Δt), j = 0,...,(n-1), dapat

diwakili dengan suatu penjumlahan terbatas dari suatu deret bentuk pergerakan-

pergerakan harmonik :

               1/2n
      ü(t) =   ∑ s =0
                        {as exp (i ωs . t) + bs exp (− i ωs . t)}                        (2.55)


dimana ωs adalah frekuensi-frekuensi untuk masing-masing nilai tersebut, yaitu :


                2π
      ωs =            s ⇒ s = 0, . . . , ½ n
               n . Δt




                                                                        Universitas Sumatera Utara
65




dan as serta bs adalah koefisien-koefisien kompleks dari Fourier:


             1 n -1
      as =     ∑ u(j,Δt) exp(− i ωs . t)
             n j=0
                                                                                     (2.56)


             1 n -1
      bs =     ∑ u(j,Δt) exp( i ωs . t)
             n j=0
                                                                                     (2.57)


      Jika deret pada Persamaan (2.55) di atas mewakili pergerakan pada lapisan m,

maka persamaan deret lain yang mewakili pergerakan pada lapisan lain n, diperoleh

dengan mempergunakan fungsi transformasi Am,n (ωs), yang mana secara umum

mempunyai bentuk seperd yang diperiihatkan pada Persamaan (2.52). Sehingga :

                1 / 2n
      ün(t) =   ∑s =0
                         Am,n(ωs)[as exp (i ωs . t) + bs exp (− i ωs . t)]           (2.58)


      Berdasarkan pada Persamaan (2.58) ini, maka percepatan pergerakan tanah

untuk tiap-tiap lapis tanah, termasuk permukaan bebas, yang disebabkan oleh

pelepasan energi transien (transient excitation) pada batuan dasar, dapat dihitung.

      Pada prakteknya, prosedur penghitungan diambil agak sedikit berbeda.

Pertama, spektrum Fourier dari batuan dasar ditentukan. Kemudian fungsi

transformasi untuk tiap-tiap lapisan yang ditinjau, termasuk permukaan bebas,

dihitung dengan mempergunakan teknik transformasi cepat Fourier (Fast Fourier

Transform). Spektrum Fourier untuk permukaan lapisan dan tiap-tiap lapisan yang

ditinjau diperoleh dengan mengalikan spektrum Fourier untuk batuan dasar dengan

fungsi transformasi yang bersangkutan. Catatan percepatan gempa kemudian




                                                                    Universitas Sumatera Utara
66




diperoleh dengan menurunkan kembali hasil dari spektrum Fourier. Sekali catatan

percepatan gempa untuk pergerakan permukaan diperoleh, respon spektra dianalisa

dengan mempergunakan prosedur standar (evaluasi dari integral Duhamel). Analisa

spektrum Fourier dan penurunannya, transformasi cepat Fourier dan analisa respon

spektra adalah prosedur-prosedur standar dan tidak akan dibahas lebih jauh lagi.



2.10.4.   Properti dinamik tanah

      Penentuan respon tanah selama terjadinya gempa, sangat ditentukan oleh

modulus geser dan damping ratio dari tanah yang bersangkutan. Modulus geser G

dan damping ratio D tergantung pada beberapa faktor, seperti jenis tanah, tekanan

keliling (confirming pressure), tingkat regangan dinamik, derajat kejenuhan,

frekuensi, dan derajat amplifikasi pembebanan, magnituda tegangan dinamik, dan

regangan dinamik (Hardin & Black, 1969).


      2.10.4.1. Modulus geser

      Dari penelitian yang pernah dilakukan, disimpulkan bahwa besarnyakekakuan

      tanah, secara umum sangat dipengaruhi oleh tingkat regangan siklis, angka

      pori, tegangan efektif rata-rata, indeks plastisitas, over consolidated ratio, dan

      frekuensi pembebanan siklis. Harga modulus geser secant pada elemen tanah

      (selanjutnya disebut modulus geser G), bervariasi terhadap amplitudo regangan

      geser siklis. Pada tingkat regangan kecil, G mempunyai harga yang besar dan

      selanjutnya mengecil untuk regangan yang semakin besar. Modulus geser G




                                                               Universitas Sumatera Utara
67




pada kondisi regangan sama dengan nol, dinyatakan sebagai modulus geser

maksimum (disebut Gmax), yang digambarkan oleh kemiringan kurva

tegangan - regangan geser siklis sama dengan nol (Gambar 2.16).

Untuk regangan kecil (γ' < 10 -4 %), harga Gmax adalah :

               2
Gmax = ρ .Vs                                                                (2.59)


dimana :

ρ     = kepadatan tanah

Vs = kecepatan gelombang geser


Pada tingkat regangan yang lebih besar, modulus ratio (perbandingan antara

Gsec dan Gmax) mempunyai harga yang semakin kecil di bawah angka 1

(satu). Variasi harga modulus ratio terhadap regangan geser siklis dinyatakan

dalam grafik yang disebut grafik modulus reduction (Gambar 2.16)

                   τ                          G
                           Gmax              G max
                                       1.0

                          Gsec        Gsec
                             γc       Gmax
                                  γ


                                                      γc         log γ


                    (a)                              (b)

    Gambar 2.16 (a) Penentuan Gsec dan Gmax dari Hubungan Tegangan-Regangan
                   (b) Grafik Reduksi Modulus




                                                           Universitas Sumatera Utara
68




2.10.4.2. Damping rasio untuk pasir

Berdasarkan beberapa penelitian tentang harga damping ratio seperti yang

dilakukan oleh Hardin & Drnevich (1972) serta Seed & Idriss (1970),

diketahui bahwa damping ratio untuk pasir sangat dipengaruhi oleh beberapa

faktor, yaitu :

1. Karakteristik grain size dari hasil analisis saringan.

2. Derajat kejenuhan.

3. Angka pori.

4. Koefisien tekanan tanah pada kondisi diam, K0

5. Sudut geser, ϕ

6. Jumlah pembebanan siklis geser, N

7. Tingkat regangan

8. Tegangan efektif


2.10.4.3. Damping rasio untuk lempung

Dari persamaan yang diberikan oleh Hardin & Drnevich (1972) :

         ⎛    G      ⎞
D = Dmax ⎜1 -
         ⎜ G         ⎟
                     ⎟                                                       (2.60)
         ⎝    max    ⎠

Dimana Dmax adalah damping ratio maksimum pada saat G = 0. Dmax untuk

tanah kohesif jenuh adalah :

Dmax = 31 – (0.03 f) σo1/2 + 1.5 f ½ - 1.5 log (N)                           (2.61)




                                                            Universitas Sumatera Utara
70863874 chapter-ii
70863874 chapter-ii
70863874 chapter-ii
70863874 chapter-ii

More Related Content

Featured

Everything You Need To Know About ChatGPT
Everything You Need To Know About ChatGPTEverything You Need To Know About ChatGPT
Everything You Need To Know About ChatGPTExpeed Software
 
Product Design Trends in 2024 | Teenage Engineerings
Product Design Trends in 2024 | Teenage EngineeringsProduct Design Trends in 2024 | Teenage Engineerings
Product Design Trends in 2024 | Teenage EngineeringsPixeldarts
 
How Race, Age and Gender Shape Attitudes Towards Mental Health
How Race, Age and Gender Shape Attitudes Towards Mental HealthHow Race, Age and Gender Shape Attitudes Towards Mental Health
How Race, Age and Gender Shape Attitudes Towards Mental HealthThinkNow
 
AI Trends in Creative Operations 2024 by Artwork Flow.pdf
AI Trends in Creative Operations 2024 by Artwork Flow.pdfAI Trends in Creative Operations 2024 by Artwork Flow.pdf
AI Trends in Creative Operations 2024 by Artwork Flow.pdfmarketingartwork
 
PEPSICO Presentation to CAGNY Conference Feb 2024
PEPSICO Presentation to CAGNY Conference Feb 2024PEPSICO Presentation to CAGNY Conference Feb 2024
PEPSICO Presentation to CAGNY Conference Feb 2024Neil Kimberley
 
Content Methodology: A Best Practices Report (Webinar)
Content Methodology: A Best Practices Report (Webinar)Content Methodology: A Best Practices Report (Webinar)
Content Methodology: A Best Practices Report (Webinar)contently
 
How to Prepare For a Successful Job Search for 2024
How to Prepare For a Successful Job Search for 2024How to Prepare For a Successful Job Search for 2024
How to Prepare For a Successful Job Search for 2024Albert Qian
 
Social Media Marketing Trends 2024 // The Global Indie Insights
Social Media Marketing Trends 2024 // The Global Indie InsightsSocial Media Marketing Trends 2024 // The Global Indie Insights
Social Media Marketing Trends 2024 // The Global Indie InsightsKurio // The Social Media Age(ncy)
 
Trends In Paid Search: Navigating The Digital Landscape In 2024
Trends In Paid Search: Navigating The Digital Landscape In 2024Trends In Paid Search: Navigating The Digital Landscape In 2024
Trends In Paid Search: Navigating The Digital Landscape In 2024Search Engine Journal
 
5 Public speaking tips from TED - Visualized summary
5 Public speaking tips from TED - Visualized summary5 Public speaking tips from TED - Visualized summary
5 Public speaking tips from TED - Visualized summarySpeakerHub
 
ChatGPT and the Future of Work - Clark Boyd
ChatGPT and the Future of Work - Clark Boyd ChatGPT and the Future of Work - Clark Boyd
ChatGPT and the Future of Work - Clark Boyd Clark Boyd
 
Getting into the tech field. what next
Getting into the tech field. what next Getting into the tech field. what next
Getting into the tech field. what next Tessa Mero
 
Google's Just Not That Into You: Understanding Core Updates & Search Intent
Google's Just Not That Into You: Understanding Core Updates & Search IntentGoogle's Just Not That Into You: Understanding Core Updates & Search Intent
Google's Just Not That Into You: Understanding Core Updates & Search IntentLily Ray
 
Time Management & Productivity - Best Practices
Time Management & Productivity -  Best PracticesTime Management & Productivity -  Best Practices
Time Management & Productivity - Best PracticesVit Horky
 
The six step guide to practical project management
The six step guide to practical project managementThe six step guide to practical project management
The six step guide to practical project managementMindGenius
 
Beginners Guide to TikTok for Search - Rachel Pearson - We are Tilt __ Bright...
Beginners Guide to TikTok for Search - Rachel Pearson - We are Tilt __ Bright...Beginners Guide to TikTok for Search - Rachel Pearson - We are Tilt __ Bright...
Beginners Guide to TikTok for Search - Rachel Pearson - We are Tilt __ Bright...RachelPearson36
 
Unlocking the Power of ChatGPT and AI in Testing - A Real-World Look, present...
Unlocking the Power of ChatGPT and AI in Testing - A Real-World Look, present...Unlocking the Power of ChatGPT and AI in Testing - A Real-World Look, present...
Unlocking the Power of ChatGPT and AI in Testing - A Real-World Look, present...Applitools
 

Featured (20)

Everything You Need To Know About ChatGPT
Everything You Need To Know About ChatGPTEverything You Need To Know About ChatGPT
Everything You Need To Know About ChatGPT
 
Product Design Trends in 2024 | Teenage Engineerings
Product Design Trends in 2024 | Teenage EngineeringsProduct Design Trends in 2024 | Teenage Engineerings
Product Design Trends in 2024 | Teenage Engineerings
 
How Race, Age and Gender Shape Attitudes Towards Mental Health
How Race, Age and Gender Shape Attitudes Towards Mental HealthHow Race, Age and Gender Shape Attitudes Towards Mental Health
How Race, Age and Gender Shape Attitudes Towards Mental Health
 
AI Trends in Creative Operations 2024 by Artwork Flow.pdf
AI Trends in Creative Operations 2024 by Artwork Flow.pdfAI Trends in Creative Operations 2024 by Artwork Flow.pdf
AI Trends in Creative Operations 2024 by Artwork Flow.pdf
 
Skeleton Culture Code
Skeleton Culture CodeSkeleton Culture Code
Skeleton Culture Code
 
PEPSICO Presentation to CAGNY Conference Feb 2024
PEPSICO Presentation to CAGNY Conference Feb 2024PEPSICO Presentation to CAGNY Conference Feb 2024
PEPSICO Presentation to CAGNY Conference Feb 2024
 
Content Methodology: A Best Practices Report (Webinar)
Content Methodology: A Best Practices Report (Webinar)Content Methodology: A Best Practices Report (Webinar)
Content Methodology: A Best Practices Report (Webinar)
 
How to Prepare For a Successful Job Search for 2024
How to Prepare For a Successful Job Search for 2024How to Prepare For a Successful Job Search for 2024
How to Prepare For a Successful Job Search for 2024
 
Social Media Marketing Trends 2024 // The Global Indie Insights
Social Media Marketing Trends 2024 // The Global Indie InsightsSocial Media Marketing Trends 2024 // The Global Indie Insights
Social Media Marketing Trends 2024 // The Global Indie Insights
 
Trends In Paid Search: Navigating The Digital Landscape In 2024
Trends In Paid Search: Navigating The Digital Landscape In 2024Trends In Paid Search: Navigating The Digital Landscape In 2024
Trends In Paid Search: Navigating The Digital Landscape In 2024
 
5 Public speaking tips from TED - Visualized summary
5 Public speaking tips from TED - Visualized summary5 Public speaking tips from TED - Visualized summary
5 Public speaking tips from TED - Visualized summary
 
ChatGPT and the Future of Work - Clark Boyd
ChatGPT and the Future of Work - Clark Boyd ChatGPT and the Future of Work - Clark Boyd
ChatGPT and the Future of Work - Clark Boyd
 
Getting into the tech field. what next
Getting into the tech field. what next Getting into the tech field. what next
Getting into the tech field. what next
 
Google's Just Not That Into You: Understanding Core Updates & Search Intent
Google's Just Not That Into You: Understanding Core Updates & Search IntentGoogle's Just Not That Into You: Understanding Core Updates & Search Intent
Google's Just Not That Into You: Understanding Core Updates & Search Intent
 
How to have difficult conversations
How to have difficult conversations How to have difficult conversations
How to have difficult conversations
 
Introduction to Data Science
Introduction to Data ScienceIntroduction to Data Science
Introduction to Data Science
 
Time Management & Productivity - Best Practices
Time Management & Productivity -  Best PracticesTime Management & Productivity -  Best Practices
Time Management & Productivity - Best Practices
 
The six step guide to practical project management
The six step guide to practical project managementThe six step guide to practical project management
The six step guide to practical project management
 
Beginners Guide to TikTok for Search - Rachel Pearson - We are Tilt __ Bright...
Beginners Guide to TikTok for Search - Rachel Pearson - We are Tilt __ Bright...Beginners Guide to TikTok for Search - Rachel Pearson - We are Tilt __ Bright...
Beginners Guide to TikTok for Search - Rachel Pearson - We are Tilt __ Bright...
 
Unlocking the Power of ChatGPT and AI in Testing - A Real-World Look, present...
Unlocking the Power of ChatGPT and AI in Testing - A Real-World Look, present...Unlocking the Power of ChatGPT and AI in Testing - A Real-World Look, present...
Unlocking the Power of ChatGPT and AI in Testing - A Real-World Look, present...
 

70863874 chapter-ii

  • 1. BAB 2 STUDI PUSTAKA 2.1. Teori Pergerakan Benua dan Lempeng Tektonik Teori yang membahas perihal pergerakan benua diajukan pada awal abad dua puluh. Menurut Kramer (1996), Wagener (1915) misalnya, yakin bahwa bumi dua ratus juta tahun yang lalu hanya terdiri dari satu benua yang disebut dengan Pangaea. Dia mengatakan bahwa Pangaea pecah menjadi kepingan-kepingan dan bergerak secara lambat sekali membentuk format benua dan pulau seperti sekarang ini. Teori tentang pergerakan benua tidak mendapat banyak perhatian sampai dengan sekitar tahun 1960, saat jaringan peralatan seismograf dunia mampu menentukan lokasi gempa secara akurat, dan mengkonfirmasikan bahwa deformasi jangka panjang terkonsentrasi relatif di sekitar zona antara blok-blok kerak bumi. Dalam waktu sepuluh tahun berikutnya, teori pergerakan benua sudah dapat lebih diterima secara meluas dan diakui sebagai kemajuan terbesar dalam ilmu pengetahuan tentang bumi. Menurut Gubbins (1990), kondisi geologi lantai samudera masih relatif sederhana dan berusia muda, yaitu hanya sekitar 5% dari usia bumi, dimana beberapa studi yang cukup detail memberikan dukungan bukti kuat terhadap sejarah pergerakan benua seperti yang diasumsikan pada teori pergerakan benua. 13 Universitas Sumatera Utara
  • 2. 14 Teori orisinil pergerakan benua memberikan gambaran benua yang sangat besar mendesak melalui lautan dan melintasi lantai samudera. Diketahui bahwa lantai samudera terlampau kokoh untuk dapat mengijinkan pergerakan, dan teori ini semula ditolak oleh para ilmuwan. Dari latar belakang inilah sesungguhnya teori lempeng tektonik mulai berkembang. Hipotesa dasar dari lempeng tektonik adalah bahwa permukaan bumi terdiri dari sejumlah blok utuh yang besar disebut lempeng, dan lempeng-lempeng ini bergerak saling bersenggolan satu dengan lainnya. Kulit bumi dibagi atas enam lempeng yang seukuran benua (Afrika, Amerika, Antartika, Australia, Eurasia, dan Pasifik) serta terdiri atas empat belas lempeng sub-benua (Caribean, Cocos, Nazca, Phillipine, dan lain-lain) seperti pada Gambar 2.1. Lempeng yang lebih kecil, disebut lempeng mikro, juga sangat banyak bertebaran di sekitar lempeng yang lebih besar. Deformasi antara lempeng-lempeng tersebut terjadi hanya pada area di sekitar tepian atau batasnya. Deformasi dari lempeng ini dapat terjadi secara lambat dan terus-menerus (a seismic deformation) atau dapat pula terjadi secara tidak teratur dalam bentuk gempa bumi (seismic deformation). Apabila deformasi terjadi terutama pada batas-batas antara lempeng, dapat dipastikan bahwa lokasi-lokasi gempa terkonsentrasi di sekitar batas lempeng. Teori lempeng tektonik merupakan suatu teori kinematik yang menjelaskan mengenai pergerakan gempa tanpa membahas penyebab dari pergerakan itu. Sesuatu seharusnya menjadi penyebab pergerakan tersebut untuk menggerakkan massa yang sangat besar dengan tenaga yang sangat besar pula. Universitas Sumatera Utara
  • 3. k ge s EURASIA PLATE y rid jane EURASIA Re Ale PLATE utian trench NORTH Kurli Juan AMERICA trench De Fuca PLATE Japan Plate trench CARIBBEAN Mexico PLATE PHILLIPINE Trench AFRICA PACIFIC M PLATE id- PLATE PLATE Cocos Atla ntic Marianas Plate r trench Java idg e SOUTH t e ridge re n nc ch AMERICA h PLATE Carlsberg aci Nazca AUSTRALIA Kermadec-Tonga Plate PLATE Trench East P fic ris Peru-Chille tre Chi So ut lle rise hE ge ast ge rid Ind ian rise Macquarie rid an tic di ridge tar -In c-An tic ifi n ac Atla P ANTARCTIC PLATE ANTARCTIC PLATE Subduction zone Uncertain plate boundary Strike-slip (transform) faults Ridge axis Tanda Panah Menunjukkan Arah dari Pergerakan Lempeng. 15 Gambar 2.1 Lempeng Tektonik Utama, Bubungan Tengah Lautan dan Transformasi Patahan dari Bumi (Kramer, 1996) Universitas Sumatera Utara
  • 4. 16 Penjelasan yang paling dapat diterima secara meluas tentang sumber pergerakan lempeng bersandar kepada hukum keseimbangan termomekanika material bumi. Lapis teratas dari kulit bumi bersentuhan dengan kerak bumi yang relatif dingin, sementara lapis terbawah bersentuhan dengan lapis luar inti panas. Jelas peningkatan temperatur pasti terjadi pada lapisan. Variasi kepadatan lapisan dan temperatur menghasilkan situasi tidak stabil pada ketebalan material (yang lebih dingin) di atas material lebih tipis (yang lebih panas) dibawahnya. Akhirnya, material tebal yang lebih dingin mulai tenggelam akibat gravitasi dan pemanasan, dan material yang lebih tipis mulai naik. Material yang tenggelam tersebut berangsur-angsur dipanaskan dan menjadi lebih tipis, sehingga akhirnya bergerak menyamping dan dapat naik lagi yang kemudian sebagai material didinginkan yang akan tenggelam lagi. Proses ini biasa disebut sebagai konveksi. Arus konveksi pada batuan setengah lebur pada lapisan mengakibatkan tegangan geser di bawah lempeng, yang menggeser lempeng tersebut ke arah yang bervariasi melalui permukaan bumi. Fenomena lain, seperti tarikan bubungan atau tarikan irisan dapat juga menjadi penyebab pergerakan lempeng. Karakteristik batas lempeng juga mempengaruhi sifat dasar dari gempa yang terjadi sepanjang batas lempeng tersebut. Pada beberapa area tertentu, lempeng bergerak menjauh satu dengan lainnya pada batas lempeng, yang dikenal sebagai bubungan melebar atau celah melebar. Batuan lebur dari lapisan dasar muncul ke permukaan dimana akan mendingin dan menjadi bahagian lempeng yang Universitas Sumatera Utara
  • 5. 17 merenggang. Dengan demikian, lempeng ”mengembang” pada bubungan yang melebar. Tingkat pelebaran berkisar dari 2 hingga 18 cm/tahun; tingkat tertinggi ditemukan pada Lautan Pasifik, dan terendah ditemukan sepanjang Bubungan Mid- Atlantic. Telah diestimasi bahwa kerak bumi yang baru di lautan terbentuk pada tingkatan sekitar 3,1 km2/tahun di seluruh dunia. Kerak bumi yang masih berusia muda ini, disebut basal baru, terbentuk tipis di sekitar bubungan yang melebar. Hal ini juga dapat terbentuk oleh pergerakan ke atas magma yang relatif lambat, atau dapat pula oleh semburan yang cepat saat terjadinya aktivitas kegempaan. Lapisan material mendingin setelah mencapai permukaan pada celah lempeng yang melebar. Lapisan akan menjadi bersifat magnet sejalan dengan pendinginannya dengan kutub tergantung arah bidang magnet bumi saat itu. Bidang magnet bumi tidak konstan terhadap skala waktu geologi, karena berfluktuasi dan berbalik pada interval waktu yang tidak tentu, sehingga penyimpangan sifat magnetik yang tidak biasa pada bebatuan terbentuk pada pinggiran bubungan yang melebar. Karena ukuran bumi tetap konstan, maka pembentukan material lempeng baru pada bubungan melebar harus seimbang dengan berkurangnya material lempeng di lokasi yang lain. Hal ini terjadi pada batas zona subduksi dimana pergerakan relatif dari dua lempeng saling menghunjam satu dengan lainnya. Saat bersentuhan, salah satu lempeng menyusup ke bawah lempeng yang satunya. Batas zona subduksi sering ditemukan di sekitar pinggiran benua. Karena kerak lautan biasanya dingin dan tebal, maka zona subduksi akan tenggelam akibat berat Universitas Sumatera Utara
  • 6. 18 sendirinya di bawah kerak benua yang lebih ringan. Saat tingkat konvergensi lempeng tinggi, semacam saluran terbentuk pada batas antara lempeng. Sehingga batas zona subduksi biasa juga disebut sebagai batas saluran. Saat tingkat konvergensinya pelan, endapan terakumulasi pada suatu pertambahan irisan di atas perpotongan dari pengkerakan batuan, sehingga membuat saluran tertutup. Apabila lempeng mengakibatkan benua bertubrukan, maka dapat menjadi formasi jajaran pegunungan. Himalaya terbentuk dari dua pengkerakan lapisan yang dibentuk ketika lempeng Australia bertubrukan dengan lempeng Eurasia. Tubrukan antar benua dari lempeng Afrika dan lempeng Eropa mengakibatkan berkurangnya luas Laut Mediterania dan pada akhirnya nanti akan menjadi jajaran pegunungan. Transformasi patahan terjadi ketika lempeng bergerak dan berselisihan satu dengan yang lainnya tanpa menciptakan kerak bumi yang baru atau mengurangi kerak bumi yang sudah ada. Transformasi patahan ini biasanya ditemukan pada kelengkungan bubungan melebar, dan diidentifikasi berdasarkan penyimpangan sifat magnetiknya dan torehan yang terdapat pada permukaan kerak bumi. Kelengkungan penyimpangan magnetik memperlihatkan zona retakan yang dapat terjadi sepanjang ribuan kilometer. Lempeng tektonik memberikan suatu kerangka yang sangat berguna untuk dapat menjelaskan pergerakan dari permukaan bumi dan melokaliser gempa dan vulkanik. Lempeng tektonik juga menggambarkan pembentukan dari material kerak bumi yang baru serta pengurangan material kerak bumi yang lama sesuai dengan Universitas Sumatera Utara
  • 7. 19 ketiga jenis pergerakan lempeng seperti yang dapat dilihat pada Gambar 2.2. Batas Batas bubungan zona Batas melebar subduksi bubungan melebar ksi Zona retakan du ub gs Batas transformasi en patahan mp Le Lempeng subduksi Batuan pendorong lapisan Gambar 2.2 Interrelasi di Antara Bubungan Melebar, Zona Subduksi dan Batas Patahan Lempeng, (Kramer, 1996) 2.2. Patahan Panjang patahan bervariasi dari beberapa meter saja hingga ratusan kilometer dan kedalamannya dapat bertambah dari permukaan tanah hingga belasan kilometer. Pemunculannya bisa nyata, seperti yang direfleksikan pada topografi permukaan, atau dapat pula sangat sulit untuk dideteksi. Pemunculan patahan bisa jadi bukan merupakan ekspektasi dari suatu gempa, karena pergerakan yang terjadi merupakan gerakan seismic (kontinyu namun lambat), atau bisa juga karena patahan tersebut tidak aktif. Kurangnya pengamatan pada patahan permukaan, di sisi lain, bukan menyatakan secara langsung bahwa gempa tidak dapat terjadi, karena kenyataannya, rekahan patahan tidak mencapai permukaan bumi pada kebanyakan gempa yang terjadi. Universitas Sumatera Utara
  • 8. 20 2.2.1. Bentuk geometri dari patahan Standar notasi geologi digunakan untuk menentukan orientasi suatu bidang patahan. Apabila permukaan suatu patahan besar adalah tak-tentu, maka biasanya diperkirakan sebagai suatu bidang datar. Orientasi bidang patahan ditentukan berdasarkan tabrakan (strike) dan hunjamannya (dip). Tabrakan patahan merupakan garis horizontal yang dihasilkan dari perpotongan bidang patahan dengan bidang horizontal (Gambar 2.3). Azimuth tabrakan digunakan untuk menentukan orientasi patahan yang mengacu terhadap arah utara. Kemiringan ke bawah dari bidang patahan ditentukan oleh sudut hunjaman, yang mana merupakan sudut antara bidang patahan dengan bidang horizontal dihitung tegak lurus terhadap tabrakan. Patahan vertikal memiliki sudut hunjuman sebesar 900 Vektor Bidang Tabrakan Patahan Bidang Horizontal Sudut Hunjaman Vektor Hunjaman Gambar 2.3 Notasi Geometri Untuk Pendeskripsian dari Orientasi Bidang Patahan, (Kramer, 1996) 2.2.2. Pergerakan menghunjam (dip slip movement) Pergerakan patahan yang terjadi terutama dalam arah menghunjam (atau tegak lurus terhadap tabrakan) dinyatakan sebagai pergerakan dip slip. Pematahan normal Universitas Sumatera Utara
  • 9. 21 terjadi ketika komponen horizontal pergerakan hunjaman adalah suatu perpanjangan ketika material di atas patahan bergerak miring relatif menuju material di bawahnya. a n g Patah Bidan Gambar 2.4 Pematahan Normal, (Kramer, 1996) Pematahan normal biasanya terjadi bersamaan dengan tegangan regang pada kerak bumi dan menghasilkan suatu pemanjangan pada kerak bumi. Saat komponen horizontal gerakan menghunjam dimampatkan dan material patahan bergerak relatif ke atas menuju material dibawah patahan, maka pematahan terbalik yang terjadi. Pergerakan patahan terbalik seperti pada Gambar 2.5 menghasilkan suatu pemendekan kerak bumi secara horizontal. Suatu jenis khusus dari patahan terbalik merupakan suatu patahan tusukan, yang terjadi ketika bidang patahan membentuk sudut hunjaman yang kecil. Gambar 2.5 Pematahan Terbalik, (Kramer, 1996) Universitas Sumatera Utara
  • 10. 22 2.2.3. Pergerakan tabrakan (strike-slip movement) Pergerakan tabrakan pada patahan biasanya hampir mendekati vertikal dan dapat menghasilkan gerakan besar. Patahan strike-slip lebih jauh diketegorikan oleh arah relatif pergerakan dari material di setiap sisi patahan. Gambar 2.6 Pematahan Strike-Slip Lateral Arah ke Kiri, (Kramer, 1996) Suatu pengamat berdiri di dekat patahan strike-slip lateral arah kanan akan melihat permukaan di sisi sebelahnya bergerak ke arah kanan pula, dan demikian juga sebaliknya suatu pengamat yang berdiri di dekat patahan strike-slip lateral arah kiri akan melihat permukaan di sisi sebelahnya bergerak ke arah kiri. 2.3. Gelombang Gempa Pelepasan energi tegangan mendadak oleh rekahan pada tepian lempeng tektonik merupakan penyebab utama dari aktifitas gempa, yang menyebabkan menjalarnya getaran pada bahagian bumi dalam bentuk gelombang. Gelombang gempa terdiri atas gelombang badan (body waves) dan gelombang permukaan (surface waves). Gelombang badan merambat di dalam bumi serta terdiri Universitas Sumatera Utara
  • 11. 23 atas dua tipe, yaitu : p-waves dan s-waves. Tipe p-waves dikenal juga dengan sebutan gelombang utama, atau gelombang kompresi, atau gelombang membujur yang akan menekan dan merapatkan material padat maupun material cair yang dilaluinya (Gambar 2.7 a). Sementara s-waves disebut juga sebagai gelombang sekunder, gelombang geser, atau gelombang memotong yang menyebabkan deformasi geser pada material yang dilaluinya. Kompresi Media Undisturbed (a) Perapatan Panjang Gelombang Media Undisturbed (b) Panjang Gelombang Gambar 2.7 Deformasi yang Diakibatkan Oleh Gelombang Badan; (a) P-Waves dan (b) SV-Waves, (Kramer, 1996) Pergerakan setiap partikel yang merambat searah dengan s-waves dapat pula dibagi atas dua komponen, yaitu vertikal terhadap bidang pergerakan (SV-waves, Gambar 2.7 b) dan horizontal terhadap bidang gerakan (SH-waves). Sementara kecepatan rambat gelombang badan bervariasi berdasarkan kekakuan dari material yang dilaluinya. Karena material geologi akan lebih kaku dalam kondisi terkompresi, maka p-waves merambat lebih cepat dari pada tipe gelombang lainnya. Universitas Sumatera Utara
  • 12. 24 Gelombang permukaan terjadi akibat interaksi antara gelombang badan dengan bagian permukaan lapisan bumi. Gelombang ini menjalar sepanjang permukaan bumi dengan panjang gelombang (amplitude) yang semakin berkurang secara eksponensial terhadap kedalamannya. Akibat interaksi tersebut, gelombang permukaan akan lebih besar efeknya pada jarak yang semakin jauh dari sumber gempa. Panjang Gelombang Media Undisturbed (a) Panjang Gelombang Media Undisturbed (b) Gambar 2.8 Deformasi Yang Diakibatkan Oleh Gelombang Permukaan (a) Gelombang Rayleigh dan (b) Gelombang Love, (Kramer, 1996) Untuk tujuan analisa ada dua jenis gelombang permukaan yang paling penting diketahui, yaitu gelombang Rayleigh (Gambar 2.8 a) yang terjadi akibat interaksi antara p-waves dan SV-waves dengan gelombang permukaan, termasuk gerakan vertikal dan horizontal dari partikel, serta gelombang Love (Gambar 2.8 b) yaitu gelombang yang dihasilkan dari interaksi antara SH-waves dengan permukaan tanah lunak dan tidak memiliki komponen gerakan horizontal dari partikel. Dalam beberapa hal, gelombang Rayleigh mirip dengan gelombang yang terjadi saat sebutir batu dicemplungkan ke suatu kolam. Universitas Sumatera Utara
  • 13. 25 2.4. Ukuran Gempa Ukuran besar dari suatu gempa merupakan parameter penting, yang dapat dideskripsikan dengan beberapa cara berbeda. Sebelum berkembangnya instrumentasi modern, metoda mengukur besarnya gempa didasarkan atas deskripsi kualitatif dan deskripsi kasar dari efek suatu gempa. Namun dengan keberadaan seismograf dapat dikembangkan suatu ukuran gempa yang bersifat kuantitatif. 2.4.1. Intensitas gempa Ukuran besarnya gempa yang paling tua adalah intensitas gempa. Intensitas adalah deskripsi kualitatif efek gempa pada suatu lokasi tertentu, yang didadasarkan atas reaksi manusia dan kerusakan yang terjadi pada lokasi tersebut. Karena deskripsi kualitatif efek gempa tersedia dalam rekaman sejarah, maka konsep intensitas ini dapat diberlakukan untuk mengestimasi besar dan lokasi gempa yang terjadi sebelum adanya instrumentasi kegempaan modern. Intensitas gempa sangat bermanfaat dalam mengkarakterisasi tingkat perulangan gempa dengan ukuran yang berbeda di berbagai lokasi, yang merupakan suatu langkah kritis dalam mengevaluasi kemungkinan resiko kegempaan. Intensitas dapat juga digunakan untuk memperkiraan tingkat kekuatan gerakan tanah (strong ground motion), sebagai perbandingan efek gempa pada daerah geografis yang berbeda, dan untuk mengestimasi kerugian yang diakibatkan oleh gempa. Universitas Sumatera Utara
  • 14. 26 Skala intensitas Rossi-Forel (RF), merupakan deskripsi intensitas gempa dengan nilai berkisar I − X, yang dikembangkan pada tahun 1880-an dan telah digunakan selama bertahun-tahun. Namun negara-negara yang berbahasa Inggris telah mengganti skala intensitas ini dengan skala intensitas Mercalli yang dimodifikasi (MMI, Modified Mercalli Intensity) yang awalnya dikembangkan oleh seimologist Italia bernama Mercalli dan dimodifikasi pada tahun 1931 agar dapat menggambarkan lebih baik kondisi-kondisi di California. Skala intensitas MMI mempunyai nilai I – XII sebagai berikut : I : Getaran tidak dirasakan kecuali dalam keadaan luar biasa oleh beberapa orang. II : Getaran dirasakan oleh beberapa orang, benda-benda ringan yang digantung bergoyang. III : Getaran dirasakan nyata dalam rumah, terasa getaran seakan-akan ada truk berlalu. IV : Pada siang hari dirasakan oleh orang banyak dalam rumah, malam hari dapat membangunkan orang, piring-piring pecah, jendela / pintu gemeretak dan dinding bergetar V : Getaran dirasakan oleh hampir semua orang; malam hari orang banyak terbangun, piring-piring pecah, jendela-jendela pecah, barang-barang terpelanting, tiang-tiang dan barang-barang besar tampak bergoyang, bandul lonceng dapat berhenti. Universitas Sumatera Utara
  • 15. 27 VI : Getaran dirasakan oleh semua orang; kebanyakan semua terkejut dan lari keluar, plester dinding retak dan cerobong asap pada pabrik rusak, kerusakan ringan. VII : Tiap-tiap orang keluar rumah. Kerusakan ringan pada rumah-rumah dengan bangunan dan konstruksi yang baik sedangkan pada bangunan dengan konstruksi kurang baik terjadi retak-retak dan kemudian cerobong asap pecah. Terasa oleh orang yang naik kendaraan. VIII : Kerusakan ringan pada bangunan dengan konstruksi yang kuat; retak-retak pada bangunan yang kuat, dinding dapat lepas dari rangka rumah, cerobong asap dari pabrik-pabrik dan monumen-monumen roboh, air menjadi keruh. IX : Kerusakan pada bangunan yang kuat rangkanya; rumah menjadi tidak lurus dan banyak retak-retak pada bangunan yang kuat. Rumah tampak agak berpindah dari fondamennya. Pipa-pipa dalam rumah putus. X : Bangunan dari kayu yang kuat rusak; rangka-rangka rumah lepas dari fondamennya; tanah terbelah; rel melengkung; tanah longsor ditiap-tiap sungai dan ditanah-tanah yang curam. XI : Bangunan-bangunan hanya sedikit yang tetap berdiri.; jembatan rusak, terjadi lembah. Pipa dalam tanah tidak dapat dipakai sama sekali; tanah terbelah; rel sangat melengkung. XII : Hancur sama sekali. Gelombang tampak pada permukaan tanah. Pemandangan menjadi gelap. Benda-benda terlempar ke udara. Universitas Sumatera Utara
  • 16. 28 Tabel 2.1 Perbandingan Beberapa Skala Intensitas Terhadap Modified Mercalli Intensity (MMI), (Chen & Scawthorn, 2003) JMA MMI MSK a R–F Japan Modified Medvedev– gals Rossi–Forel Meteorological Mercalli Sponheur–Karnik Agency 0.7 I I I 0 1.5 II I – II II I 3.0 III III III II 7.0 IV IV – V IV II–III 15 V V – VI V III 32 VI VI – VII VI IV 68 VII VIII – VII IV–V 147 VIII VIII+ to IX– VIII V 316 IX IX+ IX V–VI 681 X X X VI (1468)* XI – XI VII (3162)* XII – XII Jawatan Meteorologi Jepang (JMA, Japanese Meteorological Agency) memiliki skala intensitasnya sendiri, yang terdiri dari 7 (tujuh) tingkatan berdasarkan pengamatan gempa yang terjadi di Jepang, sementara skala intensitas Medvedev- Spoonheuer-Karnik (MSK) yang dibuat berdasarkan pengamatan di Rusia digunakan di negara-negara sentral Eropa dan Eropa timur. Perbandingan beberapa skala intensitas yang telah disebutkan di atas terhadap Modified Mercalli Intensity (MMI). Intensitas gempa pada umumnya diperoleh dari wawancara setelah peristiwa terjadinya suatu gempa. Observasi dengan wawancara dapat tersebar lebih luas dibanding observatorium kegempaan menyebar instrumen kegempaannya, dan pengamatan intensitas dapat memberi informasi untuk membantu karakterisasi pendistribusian guncangan tanah pada suatu area. Plot-plot laporan intensitas gempa Universitas Sumatera Utara
  • 17. 29 di lokasi berbeda pada suatu peta akan memberikan pemetaan kontur intensitas gempa yang sama. Peta sedemikian disebut dengan peta isoseismal. Intensitas terbesar biasanya berada di sekitar episenter gempa. Peta Isoseismal menunjukkan bagaimana berkurangnya intensitas gempa, dengan meningkatnya jarak ke episenter. 2.4.2. Magnitude gempa Kemungkinan untuk memperoleh ukuran suatu gempa sejalan dengan berkembangnya instrumentasi modern untuk mengukur besarnya gerakan tanah selama terjadinya gempa. Instrumentasi kegempaan dapat mengukur secara objektif kuantitatif besarnya gempa, yang disebut sebagai magnitude. 2.4.2.1. Richter local magnitude Pada tahun 1935, Charles Richter dengan menggunakan seismometer Wood- Anderson mendefinisikan skala magnitude untuk gempa dangkal dan gempa lokal (jarak episenter lebih kecil dari 600 km) di selatan California. Skala magnitude yang didefinisikan oleh Richter ini dikenal sebagai magnitude lokal (local magnitude, ML) dan merupakan skala magnitude yang terkenal dan dipakai hingga saat ini. 2.4.2.2. Magnitude gelombang permukaan Richter Local Magnitude tidak memperhitungkan adanya gelombang yang berbeda. Skala magnitude lain mulai dikembangkan berdasarkan amplitudo Universitas Sumatera Utara
  • 18. 30 gelombang tertentu yang dihasilkan akibat adanya gempa. Pada jarak episentral yang besar, gelombang badan biasanya mengalami penyebaran dan pelemahan, sehingga menghasilkan gerakan yang didominasi oleh gelombang permukaan. Magnitude gelombang permukaan (surface wave magnitude, MS) merupakan skala magnitude yang berdasarkan amplitudo gelombang Rayleigh dengan periode sekitar 20 detik, yang diperoleh dari persamaan berikut : MS = log A + 1.66 log Δ + 2.0 (2.1) dimana : A = perpindahan tanah maksimum (mikrometer) Δ = jarak episentral terhadap seismometer (dalam derajat) Magnitude gelombang permukaan ini biasanya digunakan untuk mendeskripsikan besarnya gempa dangkal, dengan jarak menengah hingga jauh (lebih 1000 km). 2.4.2.3. Magnitude gelombang badan Untuk gempa dengan fokus yang dalam, besar gelombang permukaan lebih kecil daripada yang disyaratkan untuk melakukan pengukuran magnitude gelombang tersebut. Magnitude gelombang badan (body wave magnitude, mb) merupakan skala magnitude yang didasarkan pada amplitudo beberapa siklus pertama dari p-wave, dimana tidak terlalu dipengaruhi oleh kedalaman fokus. Magnitude gelombang badan diperoleh dari persamaan empiris berikut ini : Universitas Sumatera Utara
  • 19. 31 mb = log A – log T + 0.01 Δ + 5.9 (2.2) dimana : A = amplitudo (mikrometer) T = perioda p-wave (biasanya sekitar satu detik) Δ = jarak episenter terhadap seismometer (dalam derajat) 2.4.2.4. Moment magnitude Magnitude gempa yang diuraikan di atas merupakan magnitude gempa empiris berdasarkan berbagai pengukuran dengan bantuan instrumentasi karakteristik guncangan tanah. Ketika sejumlah energi terlepas saat terjadinya peningkatan gempa, karakteristik guncangan tanah belum tentu meningkat pula. Pada gempa yang besar, karakteristik guncangan tanah kurang sensitif terhadap besarnya gempa dibanding pada gempa yang lebih kecil. Fenomena ini dikenal sebagai kejenuhan; gelombang badan dan Richter local magnitude menjadi jenuh pada magnitude 6 hingga 7; dan magnitude gelombang permukaan menjadi jenuh pada MS = 8. Untuk mendeskripsikan ukuran gempa yang sangat besar, dibutuhkan suatu skala magnitude yang tidak tergantung pada tingkat guncangan tanah dan tidak akan jenuh. Skala magnitude yang tidak akan menjadi jenuh adalah moment magnitude (Kanamori. 1977; Hanks dan Kanamori, 1979) karena didasarkan pada momen gempa, yang diukur langsung dari faktor keruntuhan sepanjang patahan. Moment magnitude Mw ini diperoleh dari persamaan : Universitas Sumatera Utara
  • 20. 32 log M 0 Mw = − 10.7 (2.3) 1.5 dimana M0 adalah momen gempa dalam dyne-cm. 2.4.3. Energi gempa Besar total energi yang dilepaskan selama terjadinya suatu gempa dapat diestimasi dari persamaan berikut : log E = 11.8 + 1.5 MS (2.4) di mana E adalah energi yang dilepaskan (dalam ergs) 2.5. Resiko Gempa Peristiwa gempa merupakan gejala alam yang bersifat acak yang tidak dapat ditentukan dengan pasti, baik besar, tempat maupun waktu kejadiannya. Dengan konsep probabilitas, terjadinya gempa dengan intensitas dan perioda ulang tertentu dapat diperkirakan. Angka kemungkinan (probability) inilah yang mencerminkan resiko gempa. Resiko tahunan (RA) dari suatu intensitas gempa adalah angka kemungkinan terjadinya atau terlampauinya intensitas tersebut dalam jangka waktu 1 tahun. Sedangkan perioda ulang rata-rata (T) dari suatu intensitas merupakan perbandingan terbalik dari resiko tahunan. Jika resiko tahunan untuk suatu intensitas tertentu diketahui, maka : Universitas Sumatera Utara
  • 21. 33 1 T = (2.5) RA Resiko gempa (RN) didefinisikan sebagai kemungkinan terjadinya gempa dengan intensitas dan perioda ulang tertentu selama masa layan bangunan (N tahun). Dengan asumsi bahwa resiko-resiko dalam tahun-tahun yang berurutan tidak saling bergantungan, maka hubungan antara resiko per tahun (RA), dan resiko dalam jangka waktu N tahun (RN), dapat dinyatakan sebagai berikut : RN = 1 – (1 – RA)N (2.6) Tabel 2.2 Hubungan Antara Resiko Gempa Untuk Periode Ulang Tertentu Terhadap Masa Layan Bangunan, (Sibero, 2004) Tingkatan Sedang Kuat Sangat Kuat Beban Gempa Perioda, T (Tahun) 5 10 20 50 100 200 500 1000 RA (%) 20.00 10.00 5.00 2.00 1.00 0.50 0.20 0.10 N = 10 Tahun 89.26 6513 40.13 18.29 9.56 4.89 1.98 1.00 RN N = 30 Tahun 99.88 95.76 78.54 45.45 26.03 13.96 5.83 2.96 (%) N = 50 Tahun 100.00 99.48 92.31 63.58 39.50 22.17 9.52 4.88 N = 100 Tahun 100.00 100.00 99.41 86.74 63.40 39.42 18.14 9.52 Resiko gempa untuk setiap kategori dengan berbagai macam masa layan bangunan dapat dilihat pada Tabel 2.2. Wangsadinata mengusulkan kriteria gempa yang didasarkan pada resiko gempa untuk bangunan dengan masa layan 100 tahun sebagai berikut : 1. Gempa Ringan Universitas Sumatera Utara
  • 22. 34 Resiko terlampaui (risk of exceedance, RN) adalah 60 % atau mempunyai perioda ulang 100 tahun. 2. Gempa Menengah Resiko terlampaui (risk of exceedance, RN) adalah 40 % atau mempunyai perioda ulang 200 tahun. 3. Gempa Kuat Resiko terlampaui (risk of exceedance, RN) adalah 20 % atau mempunyai perioda ulang 400 tahun. 4. Gempa Desain (Maksimum) Resiko terlampaui (risk of exceedance, RN) adalah 10 % atau mempunyai perioda ulang 1000 tahun. Pada Tabel 2.3 disajikan perbandingan penentuan perioda ulang gempa untuk masing-masing kriteria yang dipakai pada peraturan pembebanan gempa di berbagai negara. Tabel 2.3 Perbandingan Penentuan Perioda Ulang Gempa, (Sibero, 2004) Return Period (years) Minor Moderate Major Earthquake Earthquake Earthquake Uniform Building Code (UBC), 1984 5 − 475 Code of Practice for general Structure Design and 10 − 475 Design Loadings for Buildings of New Zealand, 1992 Tri-Services Manual for Seismic Design of Essential − 73 950 Buildings, 1986 Wangsadinata, 1995 100 200 450 Universitas Sumatera Utara
  • 23. 35 2.6. Analisa Resiko Gempa Analisa resiko gempa (seismic hazard analysis) meliputi estimasi kuantitatif dari goncangan tanah (ground-shaking) pada suatu lokasi tertentu. Resiko gempa dapat dianalisa secara deterministik dengan mengambil suatu asumsi tertentu mengenai kejadian gempa atau secara probabilisitik dimana dalam analisa juga mempertimbangkan secara ekspiisit ketidakpastian dari besarnya gempa, lokasi maupun waktu teriadinya. 2.6.1. Deterministic Seismic Hazard Analysis (DSHA) Salah satu metoda analisa resiko gempa adalah metoda Deterministic Seismic Hazard Analysis (DSHA), dimana dalam metoda ini evaluasi dari gerakan tanah (ground motion) untuk suatu wilayah didasarkan kepada skenario gempa wilayah tersebut. Skenario gempa ini berisi tentang kejadian gempa dengan besar (magnitude) tertentu yang akan terjadi pada lokasi tertentu. Prosedur analisa resiko gempa dengan metoda DSHA ini secara sistematika dapat dilihat pada Gambar 2.9. Secara tipikal, analisa resiko gempa dengan metoda DSHA ini dapat dibagi menjadi 4 (empat) proses tahapan (Reiter, 1990) sebagai berikut : 1. Identifikasi dan karakterisasi semua sumber gempa yang mempunyai kapasitas menghasilkan gerakan tanah pada suatu lokasi. Karakterisasi sumber ini termasuk juga pendefinisian geometri dari masing-masing sumber (source zone) dan potensi gempa. Universitas Sumatera Utara
  • 24. 36 2. Pemilihan parameter jarak dari sumber ke lokasi (source-to-site distance parameter). Biasanya dalam metoda DSHA, jarak yang dipilih adalah jarak terdekat antara zona sumber gempa (source zone) dengan lokasi yang ditinjau. Jarak yang digunakan dapat diekspresikan sebagai jarak dari episenter atau jarak dari hiposenter, dimana hal ini tergantung pada pengukuran jarak dari persamaan empiris yang akan digunakan untuk memprediksi pada tahap berikutnya. 3. Pemilihan controlling earthquake, yaitu gempa yang diperkirakan akan menghasilkan tingkat goncangan yang terkuat, dimana biasanya diekspresikan dalam parameter gerakan tanah pada suatu lokasi. Pemilihan ini dilakukan dengan membandingkan tingkat goncangan yang dihasilkan oleh gempa (yang diidentifikasi dalam tahap pertama) yang diasumsikan terjadi pada jarak yang diidentifikasi pada tahap kedua. Controlling earthquake ini biasanya dideskripsikan dengan besar (umumnya diekspresikan sebagai magnitude) dan jaraknya dari lokasi yang bersangkutan. 4. Resiko yang terjadi pada suatu lokasi kemudian didefinisikan biasanya dalam bentuk gerakan tanah yang terjadi pada lokasi tersebut akibat controlling earthquake. Karakteristik tersebut biasanya dideskripsikan oleh satu atau lebih parameter gerakan tanah yang diperoleh dari persamaan empiris yang digunakan. Percepatan puncak (peak acceleration), kecepatan puncak (peak velocity) dan ordinat spektrum respon (response spectrum ordinates) biasanya digunakan untuk mengkarakteristikkan resiko gempa. Universitas Sumatera Utara
  • 25. 37 Sumber 1 Sumber 3 Lokasi yang M3 R3 ditinjau R1 M1 R2 M2 Sumber 2 STEP 1 STEP 2 Paremeter Gerakan M3 Controlling Earthquake Y1 Tanah, y M2 Y2 Y = . . M1 . YN R3 R2 R1 Jarak STEP 3 STEP 4 Gambar 2.9 Empat Tahapan Analisa Resiko Gempa dengan Metode Deterministic Seismic Hazard Analysis (DSHA), (Kramer, 1996) 2.6.2. Probabilistic Seismic Hazard Analysis (PSHA) Metoda lain yang dapat digunakan untuk menganalisa resiko gempa adalah dengan konsep probabilitas, yaitu Probabilistic Seismic Hazard Analysis (PSHA). Dengan metoda ini ketidakpastian dari besar, lokasi dan kecepatan perulangan (rate of recurrence) dari gempa maupun variasi dari karakteristik gerakan tanah akibat besar dan lokasi gempa secara eksplisit ikut diperhitungkan dalam evaluasi resiko gempa. Metodologi PSHA ini serupa dengan metoda yang dikembangkan oleh Cornell (1968) dan Algermissen et al. (1982). Universitas Sumatera Utara
  • 26. 38 Metoda PSHA ini dapat dideskripsikan dalam 4 (empat) tahapan prosedur (Reiter, 1990) sebagai berikut: 1. Tahap pertama adalah identifikasi dan karakterisasi sumber gempa, termasuk didalamnya adalah karakterisasi distribusi probabilitas dari lokasi rupture yang berpontensi pada sumber. Dalam kebanyakan kasus, diterapkan distribusi probabilitas yang sama untuk masing-masing zona sumber. Hal ini secara tidak langsung menyatakan bahwa gempa mungkin sama-sama akan terjadi pada setiap titik dalam zona sumber gempa. Distribusi ini, dikombinasikan dengan bentuk geometri sumber untuk mendapatkan distribusi probabilitas yang sesuai dengan jarak sumber ke lokasi. 2. Langkah berikutnya adalah karakterisasi dari seismisitasi atau distribusi sementara dari perulangan kejadian gempa. Hubungan empiris perulangan kejadian gempa (recurrence relationship), yang mengekspresikan kecepatan rata- rata (average rate) dari suatu gempa dengan besar yang berbeda akan terlampaui, digunakan untuk mengkarakterisasikan seismisitasi dari masing-masing zona sumber gempa. Hubungan empiris ini dapat mengakomodasikan besamya magnitude maksimum dari gempa. 3. Gerakan tanah yang terjadi disuatu lokasi akibat adanya gempa dengan besar gempa berapapun dan lokasi kejadian dimanapun dalam masing-masing zona sumber gempa, dapat ditentukan dengan menggunakan predictive relationships. 4. Langkah terakhir adalah mengkombinasikan ketidakpastian dari lokasi gempa, Universitas Sumatera Utara
  • 27. 39 besarnya gempa dan prediksi parameter gerakan tanah untuk mendapatkan probabilitas dimana parameter gerakan tanah akan terlampaui selama perioda waktu tertentu. Metodologi analisa resiko gempa dengan metoda Probabilistic Seismic Hazard Analysis (PSHA) ini dapat dilihat pada Gambar 2.10. Sumber 1 Sumber 3 Log (# gempa > m) Lokasi yang 1 ditinjau 2 R R 3 Magnitude, x Sumber 2 R STEP 1 STEP 2 Parameter gerakan tanah, Y Jarak, R Nilai parameter STEP 3 STEP 4 Gambar 2.10 Empat Tahapan Analisa Resiko Gempa dengan Metode Probabilistic Seismic Hazard Analysis (PSHA), (Kramer, 1996) 2.7. Model Matematika Probabilitas Resiko Gempa Teorema probabilitas total yang digunakan untuk memecahkan masalah resiko gempa telah banyak dikembangkan dan diusulkan oleh para peneliti, antara lain Cornell (1968) dan McGuire (1976). Universitas Sumatera Utara
  • 28. 40 2.7.1. Model USGS (McGuire, 1976) Teorema probabilitas total yang dikembangkan oleh McGuire tahun 1976 ini didasarkan atas konsep probabilitas yang dikembangkan oleh Cornell pada tahun 1968, dengan mengambil asumsi bahwa harga kekuatan gempa (M) dan jarak hiposenter (R) sebagai variabel acak bebas yang menerus (continuous independent random variable). Teori ini mempunyai bentuk persamaan sebagai berikut : P [I ≥ i ] = ∫∫ r m P [I ≥ i ⏐M dan R ] . fM . fR dm dr (2.7) dimana : fM = density function dari kekuatan gempa (magnitude) fR = density function dari jarak hiposenter P [I ≥ i ⏐M dan R ] = probabilitas berkondisi dari intensitas I ≥ intensitas i di suatu lokasi, dengan kekuatan gempa M dan jarak hiposenter R. Metoda yang dikembangkan oleh beberapa peneliti, seperti Esteva (1970), Donovan (1974) dan McGuire (1974), untuk probabilitas berkondisi dengan intensitas I, sama atau lebih besar dari itensitas i di suatu lokasi dengan kekuatan gempa M dan jarak hiposenter R, mempunyai bentuk umum sebagai berikut : m (M, R) = C1 + C2 M + C3 ln (R + ro) (2.8) dimana : M = ukuran besar gempa R = jarak hiposenter (km) Universitas Sumatera Utara
  • 29. 41 C1, C2, C3, dan ro = konstanta Dengan menggunakan standar deviasi intensitas σ1, distribusi normal dan Persamaan (2.8), maka intensitas probabilitas berkondisi dengan intensitas I sama atau tebih besar dari i untuk suatu lokasi dengan kekuatan gempa M dan jarak hiposenter R, dapat dituliskan sebagai berikut : ⎛ 1 - C1 - C 2 M - C 3 ln (R + ro ) ⎞ P [I ≥ i ⏐M dan R ] = φ* ⎜ ⎜ ⎟ ⎟ (2.9) ⎝ σ1 ⎠ dimana φ* merupakan kumulatif komplementer (complementary cummulative) dari distribusi normal standar. Tingkat kejadian rata-rata tahunan (disebut juga sebagai resiko tahunan rata- rata) dari gempa yang mempunyai besaran (magnitude) sama dengan atau lebih besar dari M pada suatu daerah sumber gempa, mempunyai hubungan sebagai berikut (Gutenberg-Richter, 1958) : log n(M) = a − b M (2.10) dimana : n(M) = tingkat kejadian tahunan rata-rata (mean annual rate of exceedance) 10a = tingkat kejadian tahunan untuk gempa dengan magnitude lebih besar dari 0 b = konstanta yang menunjukkan kemungkinan relatif tentang besar kecilnya (magnitude) gempa yang terjadi Universitas Sumatera Utara
  • 30. 42 Secara spesifik parameter b merupakan parameter seismisitasi yang menggambarkan karakteristik tektonik atau kegempaan suatu daerah. Sedangkan parameter a adalah parameter seismisitasi yang tidak menggambarkan karakteristik kegempaan tetapi lebih merupakan parameter yang menerangkan karakteristik data pengamatan. Konstanta a ini tergantung dari lamanya pengamatan dan tingkat seismisitasi dari daerah sumber gempa. Untuk menentukan konstanta a dan b ini, dilakukan plot grafik yang menggambarkan hubungan antara. magnitude M dengan logaritma dari jumlah gempa yang mempunyai magnitude lebih besar atau sama dengan M (log n(M)). Selanjutnya analisis regresi linier dilakukan pada setiap titik yang diplot pada grafik untuk mendapatkan nilai konstanta a dan b (Gambar 2.11). log n(M) log n(M) = a - bM a b 10 1 M Gambar 2.51 Penyebaran Magnitude Gempa pada Suatu Daerah Secara grafis harga b dapat ditentukan dengan hubungan sebagai berikut : d log n(M) b = (2.11) dM Universitas Sumatera Utara
  • 31. 43 Jadi harga b merupakan perbandingan antara penurunan relatif tingkat kejadian gempa terhadap perbesaran magnitudenya. Secara umum dapat dikatakan bahwa harga b yang besar menunjukkan tingkat aktivitas kegempaan yang tinggi. Persamaan (2.10) di atas dapat juga dinyatakan sebagai berikut: n(M) = 10 a bM = exp (α − β M) (2.12) dimana : α = a ln 10 dan β = b ln 10 Untuk kepentingan rekayasa, besarnya magnitude gempa dibatasi dengan mo, dimana gempa-gempa dengan magnitude dibawah mo dianggap tidak menyebabkan kerusakan yang berarti. Oleh karena itu, tingkat kejadian rata-rata tahunan adalah : n(M) = v . exp (-β (m − mo)); mo < m < m1 (2.13) dimana : v = exp (α − β mo) Dengan mengasumsikan besaran gempa dan sejumlah kejadian gempa tidak tergantung satu sama lain (independent), maka dapat ditentukan distribusi kumulatif dari tiap-tiap kejadian gempa sebagai berikut : FM (m) = P[M < m ⏐M > mo] n (m o ) - n (m) = = 1 – e -β (m – mo) (2.14) n(m o ) Jika magnitude gempa yang diperhitungkan juga dibatasi oleh harga maksimum m1, maka distribusi kumulatif adalah : Universitas Sumatera Utara
  • 32. 44 FM (m) = k (1 – exp (-β (m − mo)) ; mo < m < m1 (2.15) dimana : β = b ln (10) k = [(1 – exp (-β (m − mo))]-1 mo = batas minimum besaran gempa dari area sumber gempa m1 = batas maksimum besaran gempa dari area sumber gempa Dari Persamaan (2.15) dapat diperoleh persamaan density function untuk besaran gempa, dengan menurunkan persamaan tersebut terhadap m : ∂FM (m) FM (m) = ∂m = βk exp (-β (m − mo)) ; mo < m < m1 (2.16) Dengan mensubstitusikan Persamaan (2.9) dan (2.16) ke dalam Persamaan (2.7), dapat ditentukan probabilitas untuk intensitas I sama atau lebih besar dari intensitas i di suatu lokasi : m1 ⎛ i - C1 - C 2 M - C 3 ln (R + ro ) ⎞ P [ I ≥ i] = ∫ ∫φ * ⎜ r mo ⎝ σ ⎟. ⎠ βk exp (-β (m − mo)) fR (r) dmdr (2.17) Integrasi Persamaan (2.17) dapat ditulis secara analitis (hasil manipulasi aljabar oleh Cornell dan Merz, McGuire), sebagai berikut : Universitas Sumatera Utara
  • 33. 45 ⎧ ⎛ z ⎞ ⎛ z' ⎞ P [I ≥ i] = ∫ r ⎩ ⎜ ⎟ ⎨(1 - k) φ * ⎜ ⎟ + k φ * ⎜ ⎟ + ⎝ σ1 ⎠ ⎜σ ⎟ ⎝ 1⎠ β C3 ⎛ - iβ β C 1 β 2 σ 12 ⎞ k (R + ro ) C2 ⎜ exp ⎜ + + β mo + ⎟. 2 ⎟ ⎝ C2 C2 2 C2 ⎠ ⎛ ⎛ ⎞ ⎛ ⎞ ⎞⎫ ⎜ ⎜ z - b σ1 b σ1 2 2 ⎟ ⎜ z' - ⎟ ⎟⎪ ⎜ ⎜ C2 ⎟ ⎜ C2 ⎟ ⎟⎪ ⎜φ * ⎜ ⎟ -φ *⎜ ⎟ ⎟⎬ f R (r) dr (2.18) ⎜ ⎜ σ1 ⎟ ⎜ σ1 ⎟ ⎟⎪ ⎜ ⎜ ⎟ ⎜ ⎟ ⎟⎪ ⎝ ⎝ ⎠ ⎝ ⎠ ⎠⎭ dengan : z = i – C1 – C2 m1 – C3 ln (R + ro) dan z’ = i – C1 – C2 mo – C3 ln (R + ro) Maka probabilitas total tahunan dari kejadian-kejadian dengan intensitas I sama atau lebih besar dari i pada suatu lokasi adalah dengan menjumlahkan angka kemungkinan seluruh area sumber gempa. Dalam bentuk matematis : n NA = ∑N i =1 1 (M ≥ mo)1 P [ I ≥ i ] (2.19) dimana : NA = tingkat kejadian tahunan total dari kejadian-kejadian dengan I > i pada suatu lokasi. P [I ≥ i] = resiko kejadian tunggal untuk intensitas I yang sama atau lebih besar dari intensitas i di lokasi untuk satu daerah sumber gempa. N1(M ≥ mo) = tingkat kejadian tahunan dari gempa yang mempunyai M ≥ mo untuk satu daerah sumber gempa. Universitas Sumatera Utara
  • 34. 46 Besarnya nilai resiko tahunan untuk kejadian gempa tersebut diasumsikan terdistribusi dalam Distribusi Poisson sebagai berikut : RA = 1 – e(-NA) (2.20) 2.7.2. Model gumbel (point sources) Dalam melakukan analisis resiko gempa, dapat juga menggunakan teorema probabilitas total yang berkaitan dengan nilai ekstrim. Metoda statistik ini disebut Jenis I atau lebih dikenal dengan Distribusi Gumbel. Dengan distribusi tersebut, dapat ditentukan peak baserock acceleration (PBA) untuk berbagai perioda ulang. Pengaruh dari setiap kejadian gempa pada titik yang ditinjau ditentukan dalam bentuk percepatan dengan menggunakan fungsi-fungsi atenuasi, dengan asumsi masing-masing kejadian gempa independen terhadap titik tersebut. Distribusi gempa menurut Gumbel : G(M) = e(-α exp (-βM)) ; M ≥ 0 (2.21) dimana : α = jumlah gempa rata-rata per tahun β = parameter yang menyatakan hubungan antara distribusi gempa dengan magnitude M = Magnitude gempa Universitas Sumatera Utara
  • 35. 47 Bentuk Persamaan (2.21) dapat disederhanakan menjadi persamaan garis lurus sebagai berikut : -βM ln G(M) = -α e (2.22a) ln (- ln G(M)) = ln α − βM (2.22b) Persamaan di atas identik dengan persamaan linier : y = A +Bx (2.23) dimana : y = ln (- ln G(M)) α = eA β = −B x = percepatan Persamaan garis ini terdiri dari titik-titik xj, yj; dimana : xj = aj = percepatan gempa ke-j j = nomor urut kejadian gempa yang disusun dari tahun kejadian terbesar kurang tahun kejadian terkecil yang disebut dengan selang waktu, yang masuk dalam radius 300 km ditempatkan di nomor urut paling bawah. N = selang waktu pengamatan ⎛ j ⎞ yj = ln (− ln G(M)) = ln (− ln ⎜ ⎟) ⎝ N + 1⎠ Universitas Sumatera Utara
  • 36. 48 Karena titik-titik ini selalu membentuk garis lurus, maka digunakan metode kuadrat terkecil (least square) untuk menentukan garis yang paling tepat : 2 ∑ y j . ∑ x j - ∑ x j . ∑( x j - y j ) A = 2 (2.24) n ∑ x j - (∑ x j ) 2 n ∑( x j . y j ) - ∑ x j . ∑ y j B = 2 (2.25) n ∑ x j - (∑ x j ) 2 Sedangkan hubungan perioda ulang (T) dengan percepatan (a) adalah sebagai berikut : ln (T . α) a = (2.26) β 2.8. Fungsi Atenuasi dan Faktor yang Mempengaruhinya Prediksi hubungan empiris untuk parameter gempa yang melemah (berkurang) sejalan dengan bertambahnya jarak, seperti percepatan puncak dan kecepatan puncak, dikenal sebagai fungsi atenuasi (attenuation relationship atau attenuation function). Analisa resiko gempa dengan menggunakan model USGS maupun Gumbel memerlukan nilai percepatan tanah akibat gempa. Pada analisis resiko gempa apabila lokasi yang ditinjau (site interest) tidak mempunyai data rekaman gempa, maka untuk memperkirakan besarnya percepatan maksimum tanah digunakan fungsi Universitas Sumatera Utara
  • 37. 49 atenuasi. Yang dimaksud dengan fungsi atenuasi adalah suatu fungsi yang menggambarkan korelasi antara intensitas (i) gerakan tanah setempat, magnitude (M) dan jarak (R) dari sumber titik dalam daerah sumber gempa. Memperkirakan fungsi atenuasi untuk gerakan tanah akibat gempa, telah menjadi subjek yang menarik dalam penelitian bidang kegempaan. Fungsi atenuasi merupakan alat yang penting dalam mengaplikasikan resiko kegempaan dalam perencanaan bangunan tahan gempa. Faktor-faktor yang mempengaruhi fungsi atenuasi adalah : 1. Mekanisme gempa Gempa-gempa besar biasanya terjadi karena pergeseran tiba-tiba lempeng tektonik yang mengakibatkan terlepasnya energi yang sangat besar. Pergeseran lempeng tektonik ini bias terjadi pada daerah subduction, ataupun pada patahan yang tampak di permukaan bumi, seperti patahan semangko di sumatera. Gempa yang terjadi pada daerah subduction biasanya merupakan gempa dalam yang mempunyai kandungan frekuensi yang berbeda dengan gempa dangkal. Gempa dalam biasanya mempunyai gelombang permukaan yang lebih sedikit, sehingga memberikan spectrum respon yang lebih rendah pada periode tinggi. Oleh karena itu rumus-rumus atenuasi untuk gempa subduction harus dipisahkan dari gempa strike slip. Universitas Sumatera Utara
  • 38. 50 2. Jarak episenter Respon spectrum dari gempa yang tercatat pada batuan mempunyai bentuk yang berbeda tergantung jarak episenternya (near field, mid field, dan far field). Gempa near field memberikan respon yang tinggi pada perioda yang rendah tapi mengecil secara drastic dengan bertambah perioda. Di lain pihak, gampa far field pada perioda rendah tetapi responnya terlihat konstan sampai perioda sekitar satu detik. Hal ini menunjukkan adanya perubahan kandungan frekuensi gempa dengan semakin jauhnya suatu daerah yang ditinjau ke episenter. 3. Kondisi tanah lokal Kondisi tanah lokal mempunyai peran yang sangat penting dalam menentukan respon suatu daerah terhadap gelombang gempa. Respon gempa yang tiba dibatuan dasar bisa diperkuat, diperlemah atau berubah kandungan frekuensinya karena tersaringnya getaran berfrekuensi tinggi. Sejak percepatan puncak secara umum digunakan untuk mendeskripsikan parameter gerakan tanah (ground motion), banyak persamaan atenuasi yang dikembangkan dan diusulkan oleh para peneliti, antara lain Fukushima dan Tanaka (1990), Crouse (1991), Joyner dan Booer (1981, 1988), Youngs et al (1997) dan lainnya. Universitas Sumatera Utara
  • 39. 51 2.8.1. Atenuasi Fukushima dan Tanaka (1990) Fungsi atenuasi ini dikembangkan untuk percepatan maksimum horizontal yang berlaku pada sumber gempa di sekitar Jepang. Data yang digunakan terdiri dari 1372 komponen percepatan tanah maksimum horizontal dari 28 gempa yang terjadi di Jepang dan 15 gempa yang terjadi di Amerika serta di negara lain. Model atenuasi yang digunakan untuk menghitung bagaimana penyebaran geometrik dari gelombang gempa. Beberapa peneliti dari Indonesia menganjurkan penggunaan persamaan ini untuk patahan (fault) permukaan yang ada di Sumatera dan Jawa. Persamaan empiris dari persamaan fungsi atenuasi ini adalah : log (PBA) = 1.30 + 0.41 MS – log [R + 0.032 x 10 0.41 MS] – 0.0034R (2.27) dimana : MS = magnitude gelombang permukaan R = jarak terdekat dari lokasi ke sumber gempa (km) 2.8.2. Atenuasi Crouse (1991) Fungsi atenuasi yang dikembangkan oleh Crouse ini berdasarkan data gempa yang mempunyai mekanisme subduksi yang diambil dari zona subduksi Cascadia Pasifik Utara bahagian barat. Bentuk empiris dari fungsi atenuasi tersebut adalah sebagai berikut : Universitas Sumatera Utara
  • 40. 52 ln (PBA) = 11.5 + 0.657 M – 2.09 ln [R + 63.7 x e 0.128.M] – 0.00397.h (2.28) dimana : M = magnitude gempa R = jarak terdekat dari lokasi ke sumber gempa (km) h = kedalaman fokus (km) 2.8.3. Atenuasi Joyner dan Boore (1981, 1988) Fungsi atenuasi yang diperoleh Joyner dan Boore adalah fungsi atenuasi percepatan horizontal maksimum, kecepatan horizontal maksimum dan pseudo spectral relative velocity. Fungsi ini menggunakan data berdasarkan gempa di Amerika Utara bahagian barat dengan magnitude gempa antara 5.0 – 7.0 dalam jarak 100 km dari proyeksi pada permukaan. Bentuk empiris dari fungsi atenuasi ini pertama kali di publikasikan pada tahun 1981 yakni sebagai berikut : ln (PBA) = 0.249.MW – log R0 – 0.00255.R0 – 1.02 (2.29) dimana : MW = momen magnitude R0 = R 2 + 7.3 2 R = jarak terdekat dari lokasi ke proyeksi vertical dari gempa akibat aktivitas pada permukaan tanah (km) Universitas Sumatera Utara
  • 41. 53 Pada tahun 1988, persamaan (2.29) diatas dimodifikasi oleh Joyner dan Boore menjadi : ln (PBA) = 0.43 + 0.23.(MW – 6) – log R – 0.0027.R0 – 0.0027.R0 (2.30) dimana : MW = momen magnitude R0 = R 2 + 82 R = jarak terdekat dari lokasi ke proyeksi vertical dari gempa akibat aktivitas pada permukaan tanah (km) 2.8.4. Atenuasi Youngs et al. (1997) Pada tahun 1997, Youngs et al. mengusulkan suatu fungsi atenuasi yang dikembangkan berdasarkan data gempa dengan mekanisme subduksi. Bentuk dari fungsi atenuasi tersebut adalah sebagai berikut : Untuk bebatuan (rock) : ln (PBA) = 0.2418 + 1.414 MW – 2.552 ln [rrup + 1.7818 e0.554MW] + 0.00607 H + 0.3846 Zt (2.31) Untuk tanah (soil) : ln (PBA) = 0.6687 + 1.438 MW – 2.329 ln [R + 1.097 e0.617MW] + 0.00648 H + 0.3643 Zt (2.32) Universitas Sumatera Utara
  • 42. 54 dimana : rrup = jarak terdekat ke rupture (km) H = kedalaman (km) Zt = tipe sumber gempa (0 untuk interface, dan 1 untuk interslab) σ = standar deviasi, sebesar 1.54 – 0.1 MW. 2.9. Spektrum Respon Spektrum respon (response spectra) adalah suatu kurva yang menggambarkan respon maksimum dari perpindahan, kecepatan, percepatan ataupun besaran yang diinginkan dari suatu sistem derajad kebebasan tunggal (single degree of freedom, SDOF) dengan redaman pada berbagai macam variasi frekuensi. Istilah teknik yang digunakan untuk menyatakan respon tersebut, yaitu spektrum simpangan (Sd) menunjukkan respon maksimum perpindahan, spektrum kecepatan pseudo (Sv) yang menunjukkan respon maksimum kecepatan, dan percepatan pseudo (Sa) yang menunjukkan respon maksimum percepatan. Bentuk tipikal dari spektrum respon ini menggambarkan bahwa nilai puncak spektrum percepatan, kecepatan dan perpindahan dikaitkan dengan frekuensi atau perioda yang berbeda. Untuk mendapatkan spektrum respon ini, dapat digunakan persamaan empiris yang telah diusulkan oleh para peneliti sebelumnya, dimana dalam persamaan tersebut telah diperhitungkan pengaruh magnitude, jarak episenter dari sumber gempa, kondisi geologi maupun mekanisme terjadinya gempa. Universitas Sumatera Utara
  • 43. 55 y y - ys max m f .. ys (t) (a) Bentuk spektrum respon (b) Sistem berderajad kebebasan tunggal yang dipengaruhi pergerakan tanah Gambar 2.62 Konsep Spektrum Respon Secara sederhana, spektrum respon adalah plot respon maksimum (perpindahan, kecepatan, dan percepatan maksimum) dengan fungsi beban tertentu dari sistem berderajad kebebasan satu. Absis dari spektrum adalah frekuensi natural (atau perioda) dari sistem, dan ordinat adalah respon maksimum. Plot dari tipe ini ditunjukkan pada Gambar 2.12 dimana bangunan yang dipengaruhi perpindahan tanah dinyatakan sebagai fungsi ys(t). Lengkung spektrum respon pada Gambar 2.12 (a) memperlihatkan perpindahan relatif maksimum dari massa m terhadap perpindahan pondasi dari suatu sistem berderajad kebebasan satu. ys y k k (y - ys ) .. m . my c (y - ys ) c Gambar 2.73 Model Struktur dan Freebody Universitas Sumatera Utara
  • 44. 56 Masalah penting dalam struktur dinamik, seperti halnya gempa, adalah sistem yang dipengaruhi oleh beban pada pondasi struktur. Contoh untuk hal ini adalah gerakan bolak-balik dengan redaman yang merupakan model struktur seperti pada Gambar 2.13. Pada kasus ini, fungsi percepatan merupakan pengaruh seperti yang dinyatakan pada Gambar 2.14. Perpindahan relatif u didefinisikan sebagai u = y – ys. Solusi kasus sedemikian ini dapat diselesaikan dengan menggunakan Duhamel integral. .. ys (t) t Gambar 2.84 Fungsi Percepatan yang Mempengaruhi Struktur pada Gerak Bolak- balik dari Suatu Sistem Berderajad Kebebasan Tunggal 2.10. Pengaruh Tanah Terhadap Percepatan Gempa Menurut Lysmer et al. (1977) adanya suatu struktur di bawah permukaan tanah, misalnya terowongan, akan mempengaruhi respon dinamis struktur lainnya pada saat terjadinya gempa. Pengaruh gempa terhadap interaksi antara tanah dan struktur pada umumnya dianalisis dengan dua metode. Metode pertama adalah analisis dengan memperhitungkan variasi-variasi pergerakan struktur dan tanah di sekitamya. Metode kedua adalah analisis kelembaman, yaitu analisis yang mengasumsikan tanah disekitar struktur yang ditinjau akan mengalami pergerakan yang sama untuk setiap titiknya. Universitas Sumatera Utara
  • 45. 57 Untuk memperoleh hasil analisis yang lengkap, permasalahan interaksi antara tanah dan struktur, harus memperhitungkan respon dari struktur pada saat teriadi gempa yang pergerakannya bervariasi dari satu titik ke titik lainnya antara batuan dasar ke permukaan tanah. Permasalahan tersebut dalam analisis diidealisasi dengan menganggap pergerakan tanah di sekitar struktur adalah akibat rambatan vertikal gelombang badan (body wave) dari formasi tanah yang lebih kaku. Kontrol pergerakan (control motion) yang dispesifikasi untuk suatu titik di lapangan dapat dijadikan acuan untuk menentukan pergerakan tanah pada suatu kedalaman, seperti pada perbatasan antara tanah dan batuan. Untuk keperluan tersebut dapat digunakan teori amplifikasi. Pergerakan yang dihitung pada kedalaman tersebut digunakan sebagai data masukan (input) pergerakan tanah pada model sistem elemen hingga antara tanah dengan struktur. Analisis dilakukan secara interaktif untuk memperoleh regangan yang sesuai dengan karakteristik tanah yang non-linier melalui prosedur anlisis linier (Seed dan Idriss, 1970). Prosedur ini dikenal juga dengan nama metode linier ekivalen (equivalent linier method). Untuk memperolah harga damping ratio yang diinginkan, dapat digunakan metode analisis respon kompleks. 2.10.1. Rambat gelombang satu dimensi Selama berlangsungnya gempa, terjadinya perambatan gelombang sangat dipengaruhi oleh kondisi tanah setempat. Hampir semua peneliti mengambil asumsi Universitas Sumatera Utara
  • 46. 58 bahwa respon utama yang terjadi disebabkan oleh perambatan gelombang geser dari batuan dasar (base rock) ke permukaan tanah. Salah satu teori rambatan gelombang yang dipakai adalah teori rambatan gelombang geser harmonik satu dimensi. Teori ini dikemukakan pertama kali oleh Kanai (1951), dan dikembangkan lebih lanjut oleh Schnabel, Lysmer, dan Seed (1972). Asumsi dasar yang digunakan dalam teori ini adalah : 1. Sistem tanah panjangnya tidak terbatas 2. Setiap lapisan pada sistem telah diketahui shear modulus-nya, damping ratio- nya, density serta ketebalannya. 3. Respon yang terjadi pada sistem disebabkan oleh rambatan gelombang geser yang berasal dari batuan dasar 4. Gelombang geser diberikan dalam bentuk percepatan dengan interval waktu yang sama 5. Tegangan yang terjadi tergantung kepada shear modulus dan damping ratio yang dihitung dengan prosedur persamaan linier mengacu pada harga rata-rata tingkat tegangan di setiap lapisan. Rambatan vertikal gelombang geser di setiap lapisan tanah merupakan rambatan gelombang yang menyebabkan perpindahan dalam arah horizontal saja. Pemodelan tersebut dapat ditulis dengan persamaan : u = u(x,t) (2.33) Universitas Sumatera Utara
  • 47. 59 Yang harus memenuhi persamaan gelombang : ∂2u ∂2u ∂ 3u ρ = G + η (2.34) ∂ t2 ∂ x2 ∂ x 2∂ t dimana : u = perpindahan ρ = massa jenis (kepadatan) media G = modulus geser η = viskositas media 2.10.2. Perpindahan harmonik Perpindahan harmonik (harmonic displacement) dengan frekuensi ω dapat ditulis dalam bentuk : u(x,t) = U(x) . eiωt (2.35) Substitusi Persamaan (2.35) ke Persamaan (2.34) memberikan suatu persamaan differensial berikut : ∂2U (G + i ω η) = ρ ω2 U (2.36) ∂x 2 Yang mempunyai solusi umum : U(x) = E . eikx + F . eikx (2.37) Universitas Sumatera Utara
  • 48. 60 Dengan k didefinisikan sebagai : ρ ω2 ρ ω2 k2 = = (2.38) G+iωη G* k adalah bilangan complex wave, sedangkan G* adalah modulus geser kompleks. Viskositas η dapat dihasilkan dari perkalian damping kritis β dan G, yang dirumuskan sebagai : η = 2G.β (2.39) Pengujian pada beberapa material menunjukkan G dan β mendekati konstan pada daerah frekuensi, yang menjadi hal pokok yang perlu diperhatikan dalam analisis. Ini akan mempermudah mengekspresikan modulus geser kompleks dalam bentuk damping kritis yang konstan terhadap perubahan viskositas. G* = G + i ω η = G (1 + 2 . iβ) (2.40) Persamaan (2.35) dan (2.37) memberikan solusi untuk persamaan gelombang harmonik terhadap frekuensi, yang dinyatakan sebagai : U(x,t) = E . ei(kx + ωt) + F . e-i(kx -ω t) (2.41) Bentuk pertama menyatakan perambatan gelombang searah dengan sumbu-x negatif (ke atas), dan bentuk kedua menyatakan pantulan gelombang yang menjalar searah sumbu-x positif (ke bawah). Persamaan (2.40) berlaku untuk tiap-tiap lapisan pada Gambar 2.15. Dengan memperkenalkan koordinat lokal sistem-x untuk tiap-tiap lapisan. Perpindahan pada bahagian atas dan bawah lapisan m adalah Universitas Sumatera Utara
  • 49. 61 Um(x=0) = (Em + Fm ). eiωt Um(x=hm) = (Em . ei km hm + Fm . ei km hm). eiωt (2.42) Tekanan geser pada sebuah permukaan horizontal adalah : ∂u ∂ 2u ∂u τ(x,t) = G − − G* (2.43) ∂x ∂x ∂t ∂x Dengan mensubstitusikan turunan pertama Persamaan (2.40) terhadap variabel x kedalam Persamaan (2.43), diperoleh : τ(x,t) = i k G* (E . eikx + F . eikx) . e (2.44) Tekanan geser pada bagian atas dan bawah lapisan m secara berturut-turut adalah : τm(x=0) = i km Gm* (Em + Fm) . eiωt (2.45) τm(x=hm) = i km Gm* (Em . ei kmhm − Fm . ei kmhm) . eiωt (2.46) Tegangan geser dan perpindahan (displacement) harus kontinu pada setiap permukaan lapisan. Sehingga dengan Persamaan (2.42),(2.45), dan (2.46) : zEm+1 + Fm+1 = Em . ei kmhm + Fm . e−i kmhm (2.47) k mG m Em+1 − Fm+1 = (Em . ei kmhm + Fm . e−i kmhm) (2.48) k m +1G m Dari pemisahan dan penjumlahan Persamaan (2.47) dan (2.48), diperoleh : Em+1 = ½ Em (1+αm) . ei kmhm + Fm (1− αm) . e−i kmhm (2.49) Em+1 = ½ Em(1− αm) . ei kmhm + Fm (1+αm) . e i kmhm (2.50) Universitas Sumatera Utara
  • 50. 62 Dimana αm adalah complex impedence ratio yang tidak bergantung pada frekuensi, dan dapat ditulis sebagai : 1/ 2 km Gm ⎛ ρ G ⎞ αm = = ⎜ m m ⎟ ⎜ρ G ⎟ (2.51) k m +1 G m +1 ⎝ m +1 m +1 ⎠ Nomor Sistem Arah Sifat-sifat Lapisan Koordinat Pergerakan Lapisan u1 X 1 u2 X un X n un +1 X n+1 n+1 un +2 X n+2 Particle motion Incident wave Reflected wave uN XN N Gambar 2.95 Rambat Gelombang Sistem Satu Dimensi, (Schanabel Et, al, 1972) Tegangan geser pada permukaan tanah sama dengan nol, sehingga jika τ1 dan x1 sama dengan nol, maka akan didapat E1 = F1 yaitu amplitudo insiden dan gelombang pantul yang selalu sama untuk setiap permukaan bebas. Mulai dengan Universitas Sumatera Utara
  • 51. 63 permukaan bebas, secara berulang menggunakan formula rekursi (recursion formula) Persamaan (2.49) dan (2.50) berpengaruh pada hubungan antara amplitudo pada lapisan m dan pada permukaan lapisan tersebut : Em = em (ω) El Fm = fm (ω) F1 Transfer fungsi em dan fm akan lebih mudah untuk amplitudo El dan E2 = 1, dan dapat dihitung dengan mensubstitusikan kondisi ini kedalam rumus rekursi di atas. Transfer fungsi lain lebih mudah diperoleh dari fungsi em dan fm. Fungsi transfer An,m antara perpindahan pada level n dan m didefinisikan sebagai : An,m(ω) = Um /Un Dan dengan mensubstitusikan Persamaan (2.51), serta kedua fungsi transfer di atas akan diperoleh : em (ω ) + f m (ω ) An,m(ω) = (2.52) en (ω ) + f n (ω ) Berdasarkan pada persamaan ini dapat ditemukan fungsi transfer A(ω) antara dua lapisan pada sistem. Sehingga jika gerakan diketahui pada suatu lapisan, maka gerakan pada lapisan lain dapat dihitung. Amplitude E dan F kemudian dapat dihitung untuk setiap lapisan pada sistem, strain, perpindahan, dan percepatan diperoleh dari fungsi displacement : Universitas Sumatera Utara
  • 52. 64 δ2 u ü(x,t) = = − ω2 (E . ei(kx + ωt) + F . e-i(kx -ω t) ) (2.53) δ t2 dan regangan dengan : δu Y = = i k (E . ei(kx + ωt) + F . e-i(kx -ω t) ) (2.54) δx 2.10.3. Pergerakan transien Rumus-rumus dan penjelasan sebelumnya dipakai dengan memperhatikan pergerakan-pergerakan tanah yang bergerak secara harmonik. Pelepasan energi (eksitasi) transien dari batuan dasar, yang merupakan penyebab adanya perambatan gelombang gaya geser yang merambat ke atas selama suatu gempa bumi berlangsung, dapat dilihat dari catatan percepatan gempanya (akselerogram). Suatu catatan percepatan gempa yang telah didigitalisasi dan memiliki n buah nilai percepatan yang berjarak atau berselang waktu sama uj (j,Δt), j = 0,...,(n-1), dapat diwakili dengan suatu penjumlahan terbatas dari suatu deret bentuk pergerakan- pergerakan harmonik : 1/2n ü(t) = ∑ s =0 {as exp (i ωs . t) + bs exp (− i ωs . t)} (2.55) dimana ωs adalah frekuensi-frekuensi untuk masing-masing nilai tersebut, yaitu : 2π ωs = s ⇒ s = 0, . . . , ½ n n . Δt Universitas Sumatera Utara
  • 53. 65 dan as serta bs adalah koefisien-koefisien kompleks dari Fourier: 1 n -1 as = ∑ u(j,Δt) exp(− i ωs . t) n j=0 (2.56) 1 n -1 bs = ∑ u(j,Δt) exp( i ωs . t) n j=0 (2.57) Jika deret pada Persamaan (2.55) di atas mewakili pergerakan pada lapisan m, maka persamaan deret lain yang mewakili pergerakan pada lapisan lain n, diperoleh dengan mempergunakan fungsi transformasi Am,n (ωs), yang mana secara umum mempunyai bentuk seperd yang diperiihatkan pada Persamaan (2.52). Sehingga : 1 / 2n ün(t) = ∑s =0 Am,n(ωs)[as exp (i ωs . t) + bs exp (− i ωs . t)] (2.58) Berdasarkan pada Persamaan (2.58) ini, maka percepatan pergerakan tanah untuk tiap-tiap lapis tanah, termasuk permukaan bebas, yang disebabkan oleh pelepasan energi transien (transient excitation) pada batuan dasar, dapat dihitung. Pada prakteknya, prosedur penghitungan diambil agak sedikit berbeda. Pertama, spektrum Fourier dari batuan dasar ditentukan. Kemudian fungsi transformasi untuk tiap-tiap lapisan yang ditinjau, termasuk permukaan bebas, dihitung dengan mempergunakan teknik transformasi cepat Fourier (Fast Fourier Transform). Spektrum Fourier untuk permukaan lapisan dan tiap-tiap lapisan yang ditinjau diperoleh dengan mengalikan spektrum Fourier untuk batuan dasar dengan fungsi transformasi yang bersangkutan. Catatan percepatan gempa kemudian Universitas Sumatera Utara
  • 54. 66 diperoleh dengan menurunkan kembali hasil dari spektrum Fourier. Sekali catatan percepatan gempa untuk pergerakan permukaan diperoleh, respon spektra dianalisa dengan mempergunakan prosedur standar (evaluasi dari integral Duhamel). Analisa spektrum Fourier dan penurunannya, transformasi cepat Fourier dan analisa respon spektra adalah prosedur-prosedur standar dan tidak akan dibahas lebih jauh lagi. 2.10.4. Properti dinamik tanah Penentuan respon tanah selama terjadinya gempa, sangat ditentukan oleh modulus geser dan damping ratio dari tanah yang bersangkutan. Modulus geser G dan damping ratio D tergantung pada beberapa faktor, seperti jenis tanah, tekanan keliling (confirming pressure), tingkat regangan dinamik, derajat kejenuhan, frekuensi, dan derajat amplifikasi pembebanan, magnituda tegangan dinamik, dan regangan dinamik (Hardin & Black, 1969). 2.10.4.1. Modulus geser Dari penelitian yang pernah dilakukan, disimpulkan bahwa besarnyakekakuan tanah, secara umum sangat dipengaruhi oleh tingkat regangan siklis, angka pori, tegangan efektif rata-rata, indeks plastisitas, over consolidated ratio, dan frekuensi pembebanan siklis. Harga modulus geser secant pada elemen tanah (selanjutnya disebut modulus geser G), bervariasi terhadap amplitudo regangan geser siklis. Pada tingkat regangan kecil, G mempunyai harga yang besar dan selanjutnya mengecil untuk regangan yang semakin besar. Modulus geser G Universitas Sumatera Utara
  • 55. 67 pada kondisi regangan sama dengan nol, dinyatakan sebagai modulus geser maksimum (disebut Gmax), yang digambarkan oleh kemiringan kurva tegangan - regangan geser siklis sama dengan nol (Gambar 2.16). Untuk regangan kecil (γ' < 10 -4 %), harga Gmax adalah : 2 Gmax = ρ .Vs (2.59) dimana : ρ = kepadatan tanah Vs = kecepatan gelombang geser Pada tingkat regangan yang lebih besar, modulus ratio (perbandingan antara Gsec dan Gmax) mempunyai harga yang semakin kecil di bawah angka 1 (satu). Variasi harga modulus ratio terhadap regangan geser siklis dinyatakan dalam grafik yang disebut grafik modulus reduction (Gambar 2.16) τ G Gmax G max 1.0 Gsec Gsec γc Gmax γ γc log γ (a) (b) Gambar 2.16 (a) Penentuan Gsec dan Gmax dari Hubungan Tegangan-Regangan (b) Grafik Reduksi Modulus Universitas Sumatera Utara
  • 56. 68 2.10.4.2. Damping rasio untuk pasir Berdasarkan beberapa penelitian tentang harga damping ratio seperti yang dilakukan oleh Hardin & Drnevich (1972) serta Seed & Idriss (1970), diketahui bahwa damping ratio untuk pasir sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu : 1. Karakteristik grain size dari hasil analisis saringan. 2. Derajat kejenuhan. 3. Angka pori. 4. Koefisien tekanan tanah pada kondisi diam, K0 5. Sudut geser, ϕ 6. Jumlah pembebanan siklis geser, N 7. Tingkat regangan 8. Tegangan efektif 2.10.4.3. Damping rasio untuk lempung Dari persamaan yang diberikan oleh Hardin & Drnevich (1972) : ⎛ G ⎞ D = Dmax ⎜1 - ⎜ G ⎟ ⎟ (2.60) ⎝ max ⎠ Dimana Dmax adalah damping ratio maksimum pada saat G = 0. Dmax untuk tanah kohesif jenuh adalah : Dmax = 31 – (0.03 f) σo1/2 + 1.5 f ½ - 1.5 log (N) (2.61) Universitas Sumatera Utara