Hampir dapat dipastikan bahwa semua institusi pendidikan memiliki ekpektasi agar instusinya bermutu. Lulusannya memiliki nilai sesuai standar Diknas/pemerintah, karena mutu pendidikan diidentikkan nilai Ujian Nasional. Sisi lain, mutu juga diartikan lulusan yang memiliki nilai kemampuan aplikatif, dan siap pakai (running well), karena dimensi mutu diartikan siap kerja. Dari fenomena itu, jika ingin melihat faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap mutu mendidikan, dan tidak bias, maka mutu harus diukur dari dimensi mutu yang diinginkan. Merujuk buah pikir Kaoru Ishikawa dari Musashi Institute of Technology, melalui diagram Fish Bone, mengatakan, untuk melihat mutu digambarkan dengan “sebab-akibat”. Oleh karenanya factor pengaruh, sangat bergantung, mimpi [vision] yang dinginkan. Prof. Dr. Winarno Surakhmat pernah mengidikasikan bahwa Indonesia dalam realita tidak memliki visi yang berlanjut [sustainability]. Mulai dari Ki Hajar Dewantara, hingga Prof. Bambang Soedibyo hampir dikatan tidak memiliki alur atau benang merah. Fenomena yang paling hangat terkait dengan ujian nasional, ketika Menteri Pendidikan Prof. Malik Fadjar, berkeinginan menghapuskan ujian Sekolah Menegah Pertama [SMP] kemudian berlanjut ke Sekolah Menegah Atas [SMA]. Ketika itu Sekolah Dasar memang tidak ada Ujian Nasional. Kini justru terbalik, Sekolah Dasar harus mencicvipi Ujian Nasioan. Dengan program yang demikian, maka asumsi tentang mutu berubah, dan berkonsekuensi pada faktor-faktor yang berpengaruh. Tentunya diasumi mutu akan berubah.
Berangkat dari pola pikir ini, bahasan tidak akan membidik secara utuh terkait dengan faktor-yang berpengaruh pada mutu. Namun bagaimanakah menjamin mutu.
Memang realitasnya hampir semua institusi pendidikan memiliki kesenjangan antara rencana dengan actualnya. Memperpendek kesenjangan adalah sebuah siasat yang acapkali digunakan. Formula ini nampaknya akan memiliki nilai yang strategis apabila diikuti pencermatan dengan melibatkan semua variabel yang berpengaruh terhadap tujuan ini. Sebuah variabel yang sulit diantisipasi adalah dinamika perkembangan teknologi yang begitu cepat dengan berbagai dimensinya.
Hampir dapat dipastikan bahwa semua institusi pendidikan memiliki ekpektasi agar instusinya bermutu. Lulusannya memiliki nilai sesuai standar Diknas/pemerintah, karena mutu pendidikan diidentikkan nilai Ujian Nasional. Sisi lain, mutu juga diartikan lulusan yang memiliki nilai kemampuan aplikatif, dan siap pakai (running well), karena dimensi mutu diartikan siap kerja. Dari fenomena itu, jika ingin melihat faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap mutu mendidikan, dan tidak bias, maka mutu harus diukur dari dimensi mutu yang diinginkan. Merujuk buah pikir Kaoru Ishikawa dari Musashi Institute of Technology, melalui diagram Fish Bone, mengatakan, untuk melihat mutu digambarkan dengan “sebab-akibat”. Oleh karenanya factor pengaruh, sangat bergantung, mimpi [vision] yang dinginkan. Prof. Dr. Winarno Surakhmat pernah mengidikasikan bahwa Indonesia dalam realita tidak memliki visi yang berlanjut [sustainability]. Mulai dari Ki Hajar Dewantara, hingga Prof. Bambang Soedibyo hampir dikatan tidak memiliki alur atau benang merah. Fenomena yang paling hangat terkait dengan ujian nasional, ketika Menteri Pendidikan Prof. Malik Fadjar, berkeinginan menghapuskan ujian Sekolah Menegah Pertama [SMP] kemudian berlanjut ke Sekolah Menegah Atas [SMA]. Ketika itu Sekolah Dasar memang tidak ada Ujian Nasional. Kini justru terbalik, Sekolah Dasar harus mencicvipi Ujian Nasioan. Dengan program yang demikian, maka asumsi tentang mutu berubah, dan berkonsekuensi pada faktor-faktor yang berpengaruh. Tentunya diasumi mutu akan berubah.
Berangkat dari pola pikir ini, bahasan tidak akan membidik secara utuh terkait dengan faktor-yang berpengaruh pada mutu. Namun bagaimanakah menjamin mutu.
Memang realitasnya hampir semua institusi pendidikan memiliki kesenjangan antara rencana dengan actualnya. Memperpendek kesenjangan adalah sebuah siasat yang acapkali digunakan. Formula ini nampaknya akan memiliki nilai yang strategis apabila diikuti pencermatan dengan melibatkan semua variabel yang berpengaruh terhadap tujuan ini. Sebuah variabel yang sulit diantisipasi adalah dinamika perkembangan teknologi yang begitu cepat dengan berbagai dimensinya.
Use it when you want to present your startup on public at event like TechCrunch Disrupt and engage your audience with your idea. Normally this presentation is delivered on stage for many people, using microphone. During the presentation you?re able to use slides and run some demo of how your idea works. You have not more than 6 minutes - don?t use them all. Plan your presentation for 5.30 minutes. After it you will have some time answering questions.
Created in beta.skillary.com
Use it when you want to present your startup on public at event like TechCrunch Disrupt and engage your audience with your idea. Normally this presentation is delivered on stage for many people, using microphone. During the presentation you
Use it when you want to present your startup on public at event like TechCrunch Disrupt and engage your audience with your idea. Normally this presentation is delivered on stage for many people, using microphone. During the presentation you?re able to use slides and run some demo of how your idea works. You have not more than 6 minutes - don?t use them all. Plan your presentation for 5.30 minutes. After it you will have some time answering questions.
Created in beta.skillary.com
Use it when you want to present your startup on public at event like TechCrunch Disrupt and engage your audience with your idea. Normally this presentation is delivered on stage for many people, using microphone. During the presentation you