Tiga kalimat ringkasan dokumen tersebut adalah:
Dokumen tersebut membahas strategi infomobilisasi untuk memberdayakan masyarakat desa dalam mengakses dan memanfaatkan informasi, serta meningkatkan daya tawar mereka dalam pengelolaan sumber daya alam dan hasil bumi melalui pemanfaatan teknologi informasi. Dokumen tersebut juga menjelaskan upaya Gerakan Desa Membangun untuk mengangkat isu-isu perdesaan
Analisis Penerapan Teknologi Informasi Dalam Otonomi DaerahAndino Maseleno
Otonomi daerah yang diberlakukan oleh pemerintah sejak 1 Januari 2001 merupakan kesempatan bagi pemerintah daerah untuk meningkatkan kemakmuran dan mempererat hubungan antara pemerintah dan masyarakat di daerahnya.
Berkaitan dengan pelaksanaan otonomi daerah, kemajuan teknologi informasi saat ini juga berdampak pada pemerintah daerah dalam usaha untuk meningkatkan kemakmuran dan mempererat hubungan antara pemerintah dan masyarakat di daerahnya.
Beberapa konsep yang ditawarkan dengan menerapkan teknologi informasi di daerah, seperti Virtual Enterprise, “Daerah Incorprorated”, maupun pembentukan ekosistem teknologi informasi, harus benar-benar dipertimbangkan oleh pemerintah daerah dalam penerapannya.
Karena dalam penerapan teknologi informasi pemerintah daerah harus memperhatikan masalah dana dan kesejahteraan, sumber daya manusia, dan sosial budaya yang ada di daerahnya.
Kita baru melakukan pembangunan pertanian. Ribut soal komoditas, ... padi, jagung, sapi. Belum perduli PETANI nya. Tentang Hak-Hak Petani, adakah yang perduli?
Produk Banyumas merupakan usaha yang dimaksudkan sebagai sosio enterpreneurship untuk memasarkan produk-produk umkm Banyumas . Maka, selain berbisnis, ada usaha-usaha agar dapat tumbuh bersama umkm yang ada di Banyumas.
Analisis Penerapan Sistem Informasi Desa untuk Mendukung Tata Kelola Sumber ...Pradna Paramita
Keberhasilan desa dalam mengelola sumberdaya diukur dari
ketepatan dan akurasi data pendukung. Sistem Informasi Desa (SID) mendukung sejumlah kerja yang terkait dengan pengolahan data penduduk, data peristiwa, data layanan publik, dan laporan.
More Related Content
Similar to strategi-infomobilisasi-untuk-pengarusutamaan-isu-perdesaan
Analisis Penerapan Teknologi Informasi Dalam Otonomi DaerahAndino Maseleno
Otonomi daerah yang diberlakukan oleh pemerintah sejak 1 Januari 2001 merupakan kesempatan bagi pemerintah daerah untuk meningkatkan kemakmuran dan mempererat hubungan antara pemerintah dan masyarakat di daerahnya.
Berkaitan dengan pelaksanaan otonomi daerah, kemajuan teknologi informasi saat ini juga berdampak pada pemerintah daerah dalam usaha untuk meningkatkan kemakmuran dan mempererat hubungan antara pemerintah dan masyarakat di daerahnya.
Beberapa konsep yang ditawarkan dengan menerapkan teknologi informasi di daerah, seperti Virtual Enterprise, “Daerah Incorprorated”, maupun pembentukan ekosistem teknologi informasi, harus benar-benar dipertimbangkan oleh pemerintah daerah dalam penerapannya.
Karena dalam penerapan teknologi informasi pemerintah daerah harus memperhatikan masalah dana dan kesejahteraan, sumber daya manusia, dan sosial budaya yang ada di daerahnya.
Kita baru melakukan pembangunan pertanian. Ribut soal komoditas, ... padi, jagung, sapi. Belum perduli PETANI nya. Tentang Hak-Hak Petani, adakah yang perduli?
Produk Banyumas merupakan usaha yang dimaksudkan sebagai sosio enterpreneurship untuk memasarkan produk-produk umkm Banyumas . Maka, selain berbisnis, ada usaha-usaha agar dapat tumbuh bersama umkm yang ada di Banyumas.
Analisis Penerapan Sistem Informasi Desa untuk Mendukung Tata Kelola Sumber ...Pradna Paramita
Keberhasilan desa dalam mengelola sumberdaya diukur dari
ketepatan dan akurasi data pendukung. Sistem Informasi Desa (SID) mendukung sejumlah kerja yang terkait dengan pengolahan data penduduk, data peristiwa, data layanan publik, dan laporan.
1. Strategi Infomobilisasi untuk
Pengarusutamaan Isu Perdesaan1
Yossy Suparyo2
Pendekatan Infomobilisasi
Akses informasi merupakan hak dasar warga yang harus dipenuhi oleh negara (baca:
pemerintah). Untuk itu, pemerintah meluncurkan sejumlah program yang bertujuan
untuk mendorong warga negara mampu mengakses informasi, seperti koran masuk
desa, telecenter, pusat layanan internet kecamatan (PLIK), dan community access point
(CAP). Sayang, watak teknokratis sangat dominan dalam perancangan
programprogram
tersebut sehingga program diterjemahkan sekadar proyek tender
pengadaan alat maupun pelatihan cara penggunaan alat. Aktivitas akses informasi
tidak dirancang untuk melahirkan proses komunikasiinformasi
yang bermakna dan
memberdayakan.
Proses komunikasiinformasi
mensyaratkan antarpihak melakukan komunikasi
pembangunan. Dalam aktivitas komunikasi pembangunan, warga menempatkan
kebutuhan informasi sebagai sumber kekuatan. Warga menggunakan informasi untuk
mengambil keputusan yang terbaik untuk dirinya, termasuk bertindak secara kritis
untuk memperbaiki keadaan dan masalah yang mereka hadapi. Warga tak sekadar
mampu mengakses informasi, juga memilah informasi dan memproduksi informasi.
Akhirnya, warga terlibat aktif untuk diskusi maupun negosiasi dalam prosesproses
pengambilan keputusan publik di wilayahnya.
Pendekatan di atas biasa disebut dengan infomobilisasi. Infomobilisasi merupakan
serangkaian kegiatan komunikasiinformasi
yang melibatkan masyarakat secara aktif
dalam menggali permasalahan, kebutuhan, potensi, dan upaya untuk mendorong
perbaikan kehidupan mereka. Keberhasilan strategi ini diukur dengan sejauhmana
keterlibatan warga dalam praktik komunikasiinformasi,
misalnya apakah mereka
mau berbagi pengetahuan/pengalaman dalam mengidentifikasi masalah,
menganalisis masalah, dan mencari jalan keluar yang terbaik.
1 Disampaikan pada Latihan Kades II Tingkat Nasional Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Purwokerto
pada 24 Oktober 2013 di Wisma Indria Prana, Baturraden, Banyumas
2 Juru Bicara Gerakan Desa Membangun http://desamembangun.or.id. Studi di Jurusan Teknik Mesin
Universitas Negeri Yogyakarta (1997) dan Ilmu Informasi dan Perpustakaan Universitas Islam Negeri
Yogyakarta (2002). Twitter: @yossysuparyo Email:
yossysuparyo@gmail.com FB: http://fb.com/yossysuparyo
Blog: http://pelosokdesa.wordpress.com
1
2. Pendekatan infomobilisasi mengandaikan setiap warga sebagai subjek yang mampu
memperbaiki kondisi melalui proses pembangunan yang dirancang secara kolektif. Di
sini, dukungan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) akan mempermudah para
warga untuk memproduksi maupun mengakses informasi. TIK ditempatkan sebagai
bagian dari penguatan kapasitas warga untuk terlepas dari belenggu
ketidakberdayaan akibat kesenjangan informasi. Ruang lingkup pemanfaatan TIK
bukan sekadar bagaimana akses informasi, namun bagaimana memaksimalkannya
sebagai alat berkomunikasi antara satu pelaku dengan pelaku lainnya secara lebih
efektif.
Kita perlu memastikan akses terhadap TIK dapat menghasilkan perbaikan kualitas
hidup masyarakat. Penyediaan akses TIK merupakan meja dukungan bagi kegiatan
pembangunan sosial dan ekonomi masyarakat. Masyarakat perdesaan membutuhkan
informasi dan pengetahuan yang dapat mereka manfaatkan untuk meningkatkan
kualitas hidupnya, seperti kesehatan, sosial, budaya, politik, ekonomi, lingkungan,
dan rekreasi.
Internet merupakan media yang mampu memfasilitasi komunikasi antarpihak secara
andal. Lewat internet, antarpihak bisa berkomunikasi dalam bentuk teks, gambar,
suara, dan video sekaligus sehingga mereka bisa berinteraksi layaknya tatap muka.
Ambil contoh, seorang petani bisa berdiskusi dengan petani di daerah lain untuk
membahas penyakit tanaman menggunakan webcam sehingga bisa melihat lawan
bicaranya melalui monitor.
2
3. Namun penerapan strategi infomobilisasi sendiri bukan tanpa hambatan. Persoalan
internet di dunia perdesaan masih berkutat pada ketersediaan akses. Pada 2012,
pengguna internet di Indonesia sudah mencapai 63 juta atau penetrasinya 24,23
prosen (APJII: 2012). Namun, pengguna internet terkonsentrasi di kotakota
besar
dengan penetrasi mencapai 57 prosen. Warga desa sulit mengakses layanan
telekomunikasi karena infrastrukturnya belum menyentuh ke dunia perdesaan. Situasi
itu melahirkan kesenjangan informasi dalam arti yang sesungguhnya.
Kesenjangan informasi di dunia perdesaan merupakan akibat kebijakan pemerintah di
bidang telekomunikasi dan informasi yang masih menganaktirikan wilayah
perdesaan. Data eMarketer (2013), pada 2010 ada 65 prosen dari 66.778 desa di
Indonesia belum bisa mengakses fasilitas telekomunikasi. Fakta yang sangat miris
karena di waktu yang sama, warga yang tinggal di kotakota
besar berpesta bandwith
untuk berselancar di internet. Kesenjangan informasi menyebabkan isuisu
perdesaan
selalu tenggelam di ranah publik. Lebih dari itu, tak jarang pegiat online justru
acapkali menyudutkan suarasuara
dari perdesaan.
Secara struktural, kesenjangan informasi merupakan dampak dari kebijakan
telekomunikasi yang sangat liberal. UndangUndang
No 36 Tahun 1999 tentang
telekomunikasi menyebabkan seluruh urusan telekomunikasi diserahkan pada sektor
privat. Akibatnya, penyelenggaraan layanan telekomunikasi didasarkan pada relasi
produsenkonsumen
dibanding negarawarganegara.
Kesenjangan informasi menjauhkan komunitas atau masyarakat dari beragam
keuntungan menggunakan informasi. Rachman (2007:6) mengatakan lemahnya akses
dan pemanfaatan informasi akan menyebabkan keterpinggiran dan ketertinggalan
masyarakat dari berbagai kemajuan pembangunan yang tersedia. Logikanya,
kesenjangan informasi akan melahirkan kebijakankebijakan
yang tidak aspiratif
sebab masyarakat tidak cukup memiliki pemahaman untuk bisa terlibat dalam
pengambilan keputusan. Bahkan, masyarakat bisa menjadi korban diskriminasi dan
dominasi dari kelompok kelompok atau pihak yang menguasai informasi.
3
4. Kesenjangan informasi menjadi sebab dan akibat dari kesenjangan lainnya. Miskinnya
informasi mengenai pelbagai hal menyebabkan masyarakat perdesaan kesulitan
mengembangkan alternatif hidup. Situasi itu dinamakan sebagai lingkaran
ketidakberdayaan. Kelompok miskin dan kelas marjinal di wilayah perdesaan
sebagian besar terjerat dalam lingkaran ketidakberdayaan itu. Masyarakat yang tidak
memiliki kemampuan dalam mengakses, menggunakan, dan penyebarluaskan
informasi yang akan berdampak pada kesejahteraan seseorang.
Strategi Membangun Daya Tawar
Sektor pertanian memberikan kontribusi 19,1 persen terhadap Produk Domestik Bruto
(PDB) dari keseluruhan sektor perekonomian Indonesia. Meski secara absolut masih
lebih kecil dari sektor lainnya–jasa (43,5 prosen dan manufaktur (23,9 persen),
namun sektor pertanian merupakan penyerap tenaga kerja terbesar, yaitu sebesar 47,1
prosen.
Sebagian besar wilayah pertanian berada di daerah perdesaan. Tak bisa dimungkiri,
warga desa sangat tergantung pada sektor hasil bumi dan rempahrempah.
Sementara
itu, warga kota punya ketergantungan pada suplai hasil bumi dari desa. Seharusnya
desa mampu memanfaatkan hasil bumi tersebut sebagai alat untuk bernegosiasi
dengan pihak lain.
4
5. Di sinilah obrolan tentang politik rasa perlu dilakukan. Politik rasa merupakan bagian
dari kebutuhan dasar manusia. Dalam dunia kuliner, rasa menjadi kunci utama
kejayaan sebuah usaha jasa boga. Rasa pedas, pahit, asin, manis, gurih, dan asam
ditentukan oleh aneka rempahrempah
yang banyak tersebar di desadesa.
Rasa pedas
dihasilkan dari lada, cabe, dan jahe. Rasa asin ditentukan oleh garam.
Akibat politik rasa Indonesia terbelenggu dalam kolonialisme selama ratusan tahun.
Ambil contoh kopi, tamanan bijibijian
beraroma harum dan rasa cenderung pahit itu
memiliki kisah spektakuler. Sebelum 1808, kopi hanya ditanam oleh sebagian petani
di daerah Sunda. Lalu, pada era Daendels (awal abad 18) kopi menjelma sebagai
komoditas paling populer di nusantara. Bahkan, keberlangsungan pemerintah kolonial
sangat tergantung pada produk ini sehingga menerapkan sistem tanam paksa 1.000
batang kopi per keluarga. Keuntungan yang diperoleh Pemerintah Belanda dari kopi
sebesar 300.000 pikul atau senilai 4.5 juta gulden. Angka itu hampir separuh dari
pemasukan pemerintah kolonial pada sektor pertanian yang hanya 10,7 juta gulden.
Bisa dikatakan kopi menjadi titian ekonomi orangorang
Eropa yang berjaya dalam
sektor bisnis perkebunan dan rempah.
Apakah politik rasa memiliki nilai tinggi dalam negosiasi? Jelas, tak ada seorangpun
di muka bumi yang sudi mengonsumsi makanan yang hambar tanpa rasa. Pada abad
17, para pedagang Eropa mengarungi samudra luas untuk mencari rempahrempah,
seperti merica, pala, cengkeh, dan hasil bumi lainnya. Bahkan, tak sedikit peperangan
besar terjadi akibat urusan politik rasa ini.
Sudah saatnya desa memikirkan sistem tata kelola hasil bumi dan rempahrempah
di
daerahnya. Kedaulatan rasa akan akan menegakkan kedaulatan ekonomi. Saat ini,
para petani atau pedagang kecil memperoleh harga rendah untuk produkproduk
mereka. Setidaknya, ada tiga permasalahan yang dialami warga desa dalam
pengelolaan produk hasil bumi:
1. Jumlah pembeli dan penjual hasil bumi sangat terbatas akibat kendalakendala
berupa hambatanhambatan
geografis (spatial) dan temporal;
2. Warga desa tidak memiliki media untuk menentukan harga secara kolektif
(collective price determination), dan
3. Warga desa sulit mengakses informasi harga dari dunia luar.
Terpuruknya harga hasil bumi dan rempahrempah
di wilayah perdesaan akibat
kesenjangan informasi harga antara pedagang dan petani. Warga belum terlibat
dalam mekanisme penentuan harga (price determination) dan penemuan harga (price
discovery) bagi komoditas yang mereka produksi. Lewat dukungan teknologi informasi
dan komunikasi (TIK), warga bisa terlibat dalam menemukan, mengungkap, dan
menyajikan informasi harga produk, termasuk waktunya.
5
6. Sekarang ini, informasi “harga beli” dan “harga jual” suatu barang di pasar
berbedabeda
tergantung pada kepada siapa kita bertanya karena ini melibatkan
overheads dan marjin keuntungan yang ditetapkan sendiri oleh setiap pedagang atau
perantara. Oleh karena itu, mereka sering menjadi sumber untuk asumsi harga
meskipun kita tahu data yang diperoleh tidak sahih, terlebih digunakan para pelaku
pasar dalam membuat estimasiestimasi
nilai yang adil.
Pengembangan Sistem Lawang Tani (http://lawang.org) bertujuan untuk menyajikan
daftar midmarket
price untuk suatu komoditi tertentu. Sistem itu mengolah data
harga dan komoditas sebagai nilai indikatif yang tidak berat sebelah, baik ke arah
pembelian maupun penjualan. Harga midmarket
adalah sebuah harga yang
terkalkulasikan sebagai titik tengah antara hargaharga
permintaan dan hargaharga
penawaran. Harga midmarket
ini diperoleh dari nilai pertengahan agregasi sejumlah
patraka harga (price quotation) yang diumumkan oleh pelaku pasar.
Lewat sistem ini, warga bisa mengetahui data harga indikatif, maka mereka bisa
memandu, mengarahkan, dan menginformasikan harga yang tepat bagi komoditi
yang mereka miliki. Secara teknis, para pengguna sistem ini diminta mempostingkan
harga komoditi mereka. Lalu, sistem akan mengkombinasikan (aggregated)
hargaharga
itu untuk menemukan harga midmarket.
Di sinilah kita bicara tentang
penemuan harga tengahan (midprice
discovery).
Dampak yang paling utama dari sistem ini terletak pada potensinya untuk
menurunkan biaya ekonomi, beban kolektif, yang selama tak pernah diperhatikan
karena para pendamping terpaku pada orientasi mengejar peningkatan pendapatan.
Padahal menurunkan biaya ekonomi dan beban kolektif berdampak pada keuntungan
yang bisa diraih.
6
7. Studi Kasus GDM: Pengarusutamaan Isu Perdesaan
Untuk menggalang kekuatan pengarusutamaan isu perdesaan di ruang publik perlu
dilakukan strategi atasbawah.
Bila pada awal gerakan, Gerakan Desa Membangun
(GDM) fokus mendorong komunitas warga di perdesaan untuk bersuara,
menyelenggarakan tata layanan publik yang prima, dan mengelola sumber daya
secara baik, kini dia mulai mempengaruhi komunitas kelas menengah dan penentu
kebijakan untuk mendukung inisiatif kreatif masyarakat desa.
Strategi atasbawah
musti dilakukan untuk melakukan perubahan sosial. Perubahan
sosial lahir dari kemampuan masyarakat akar rumput untuk mengorganisasi diri,
sekaligus mengomunikasikan gagasannya secara apik ke pelbagai kalangan. GDM
percaya perubahan bisa diraih melalui kepemimpinan gagasan. Karenanya, GDM
harus mampu mengemas gagasannya secara fleksibel saat bertemu dengan pelbagai
kalangan, baik masyarakat akar rumput, kelas menengah, hingga penentu kebijakan
publik.
Untuk melakukan perubahan sosial melalui kepemimpinan gagasan, GDM harus
mampu mengelola percobaan dan pengalaman organisasi menjadi pengetahuan
eksplisit (explicit knowledge). Pengetahuan yang ekplisit mampu disebarluaskan secara
massif sebagai rujukan publik dalam mengambil keputusan. Apabila sebagian besar
publik bisa menerima gagasan itu, bahkan mengambil keputusan berdasarkan
pengetahuan itu secara otomatis perubahan sosial akan tercipta.
Habermas memberikan sumbangan atas pemikiran ini. Menurutnya, rasionalitas
memiliki keterkaitan erat dengan kemampuan linguistik manusia atau paradigma
komunikasi. Perubahan sosial lahir karena adanya komunikasi, karena itu GDM perlu
mengemas gagasannya secara cerdas sehingga menyadarkan pelbagai komunitas
untuk mendorong perbaikan atas nasib warga yang tinggal di wilayah perdesaan.
Strategi ini disebut Habermas sebagai rasio memihak atau keberpihakan
emansipatoris, yaitu komunikasi yang berpihak pada kelompok masyarakat yang
tertindas, terhegemoni, dan terpinggirkan.
Keberpihakan emansipatoris ala GDM diwujudkan melalui tiga cara, yaitu (1)
mendorong semakin banyak masyarakat perdesaaan untuk bersuara, (2) kemampuan
7
8. mengelola pengalaman organisasi menjadi pengetahuan ilmiah, dan (3)
mempengaruhi para penentu kebijakan publik untuk mengadopsi pengetahuan dan
praktik baik tata kelola perdesaan dalam peraturan dan perundangundangan.
Cara pertama cukup sukses dilakukan oleh GDM. Ada ratusan desa secara mandiri
memanfaatkan website dan teknologi informasi lainnya untuk berbagi informasi dan
pengalaman. Kini, desa mampu mempromosikan potensi dan produk unggulannya ke
ruang publik, bahkan sejumlah desa mampu memasarkan aneka produk rural melalui
jagad broadband. Untuk memasifkan praktik baik itu, GDM meluncurkan Program
1000 website desa gratis (http://1000desa.web.id) supaya menambah jumlah desa
yang mampu menyuarakan gagasannya.
Meski pelan, cara kedua mulai tunjukkan hasil. GDM mampu mendokumentasikan
kegiatan dalam pelbagai bentuk, seperti artikel, kajian, maupun laporan penelitian.
Hal itu terjadi karena organisasi ini mampu mengomunikasikan gagasannya pada
kelompok menengah, seperti blogger, mahasiswa, jurnalis, praktisi teknologi
informasi, maupun kalangan peneliti sosial. Ratusan artikel yang mengulas GDM
tersebar di media massa online
maupun offline.
Bahkan, sejumlah civitas akademika
telah menjadikannya sebagai bahan kajian untuk skripsi, tesis, maupun desertasi.
Tantangan terbesar ada pada strategi ketiga, yaitu mempengaruhi kebijakan publik.
Target terbesar GDM adalah ikut melahirkan peraturan dan perundangundangan
yang berpihak pada masyarakat perdesaan. Bagi GDM, perubahan sosial harus
ditandai oleh perubahan struktural, yaitu munculnya sistem baru yang
mengakomodasi kepentingan masyarakat perdesaan. Asa perbaikan tata kelola desa
ada pada Rancangan UndangUndang
(RUU) Desa yang tengah digodog di Pansus
DPR RUU Desa.
Sejumlah gagasan GDM telah diadopsi dalam draft RUU Desa, seperti (1)
menempatkan desa bukan sekadar sebagai wilayah administratif melainkan sebagai
kesatuan wilayah hukum berdasarkan hal asal dan usul; (2) hak penganggaran dalam
kebijakan pembangunan desa; (3) kewenangan untuk mengelola sumber daya alam di
wilayahnya; dan (4) kewenangan untuk mengelola bentuk organisasi maupun tata
pemerintahan yang memperhatikan kearifan lokal.
Selain RUU Desa, ada sejumlah perubahan tata perundangundangan
yang tengah
dikawal oleh GDM, yaitu perubahan UU Perlindungan Pekerja Indonesia di Luar
Negeri, RUU Pertanahan, dan RUU Pemerintah Daerah. Pada ranah ini, GDM
bersentuhan dengan pelbagai kepentingan sehingga kemampuan negosiasi,
penggalangan opini publik, dan bermain peran mutlak diperlukan. Pada urusan ini,
GDM tampil luwes dan tak perlu harus tampil di depan. GDM lebih mementingkan
substansi gagasannya masuk dalam peraturan dan perundangan daripada menjadi
pahlawan yang acapkali justru tampil kesiangan.
@berkohpwt (24/10/2013)
8
9. Daftar Pustaka
Freire, Paulo. 1985. Pendidikan Kaum Tertindas. Jakarta: LP3ES
Rachman, Zulfikar Mochamad dkk. 2007. Memberdayakan Masyarakat dengan
Mendayagunakan Telecenter. Jakarta: Partnerships for eProsperity
for the Poor
(PePP)
Bappenas UNDP
Jakarta.
Suparyo, Yossy. 2012. Pewarta Warga. Yogyakarta: COMBINE Resource Institution
.
Sistem Monitoring Harga Lewat Crowdsourching. Diunduh dari
http://gedhe.com/sistemmonitoringhargalewatcrowdsourching/
pada 24
Oktober 2013
.
Pemberdayaan 2.0: Strategi Infomobilisasi untuk Pemberdayaan Masyarakat
Perdesaan. Makalah ini dipresentasikan dalam Pelatihan Tenaga Pelatih
Masyarakat PNPMP Mandiri Perdesaan Kabupaten Cilacap di Baturraden pada
18 September 2013
.
Strategi Menggalang Kekuatan untuk Lantangkan Isu Perdesaan. Diunduh dari
http://desamembangun.or.id/2013/09/strategimenggalangkekuatanuntukl
antangkanisuperdesaan/
pada 24 Oktober 2013
.
Peta Jalan Kebebasan Informasi di Indonesia. Diunduh dari
http://desamembangun.or.id/2013/04/petajalankebebasaninformasidiind
onesia/ pada 24 Oktober 2013
.
Strategi Kuatkan Daya Tawar Desa. Diunduh dari
http://desamembangun.or.id/2012/10/strategikuatkandayatawardesa/
pada 24 Oktober 2013
9