Peraturan ini menetapkan standar rehabilitasi sosial korban penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya. Standar ini bertujuan untuk menjadi acuan pelaksanaan rehabilitasi sosial bagi korban, memberikan perlindungan, pedoman kinerja bagi penyelenggara, serta meningkatkan kualitas pelayanan. Ruang lingkup standar ini meliputi pencegahan, rehabilitasi sosial, pembinaan lanjut, dan perlindungan
Dokumen tersebut merupakan peraturan Menteri Kesehatan tentang petunjuk teknis pelaksanaan rehabilitasi medis bagi pecandu, penyalahguna, dan korban penyalahgunaan narkotika yang dalam proses atau telah diputus oleh pengadilan. Petunjuk teknis ini memberikan panduan kepada fasilitas kesehatan dalam melaksanakan program rehabilitasi medis tersebut, meliputi penetapan fasilitas pelayanan, prosedur penerimaan
PP 25 Tahun 2011 Tentang Pelaksanaan Wajib Lapor Pecandu NarkotikaINDOGANJA
[Ringkasan]
Peraturan Pemerintah ini mengatur tentang pelaksanaan wajib lapor bagi pecandu narkotika untuk mendapatkan pengobatan dan rehabilitasi. Pecandu narkotika atau keluarganya wajib melapor ke lembaga penerima yang akan menilai kondisi mereka dan merencanakan pengobatan. Lembaga tersebut akan memberikan kartu lapor dan merujuk pecandu untuk pengobatan lanjutan jika diperlukan. Pecandu juga wajib men
Undang-undang ini mengatur tentang pengaturan dan pengendalian narkotika di Indonesia. Tujuannya adalah menjamin ketersediaan narkotika untuk kepentingan kesehatan, mencegah penyalahgunaan narkotika, dan memberantas peredaran gelap narkotika. Narkotika dikelompokkan menjadi tiga golongan dan hanya boleh digunakan untuk kepentingan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan. Rencana kebutuhan tah
Peraturan ini menetapkan standar rehabilitasi sosial korban penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya. Standar ini bertujuan untuk menjadi acuan pelaksanaan rehabilitasi sosial bagi korban, memberikan perlindungan, pedoman kinerja bagi penyelenggara, serta meningkatkan kualitas pelayanan. Ruang lingkup standar ini meliputi pencegahan, rehabilitasi sosial, pembinaan lanjut, dan perlindungan
Dokumen tersebut merupakan peraturan Menteri Kesehatan tentang petunjuk teknis pelaksanaan rehabilitasi medis bagi pecandu, penyalahguna, dan korban penyalahgunaan narkotika yang dalam proses atau telah diputus oleh pengadilan. Petunjuk teknis ini memberikan panduan kepada fasilitas kesehatan dalam melaksanakan program rehabilitasi medis tersebut, meliputi penetapan fasilitas pelayanan, prosedur penerimaan
PP 25 Tahun 2011 Tentang Pelaksanaan Wajib Lapor Pecandu NarkotikaINDOGANJA
[Ringkasan]
Peraturan Pemerintah ini mengatur tentang pelaksanaan wajib lapor bagi pecandu narkotika untuk mendapatkan pengobatan dan rehabilitasi. Pecandu narkotika atau keluarganya wajib melapor ke lembaga penerima yang akan menilai kondisi mereka dan merencanakan pengobatan. Lembaga tersebut akan memberikan kartu lapor dan merujuk pecandu untuk pengobatan lanjutan jika diperlukan. Pecandu juga wajib men
Undang-undang ini mengatur tentang pengaturan dan pengendalian narkotika di Indonesia. Tujuannya adalah menjamin ketersediaan narkotika untuk kepentingan kesehatan, mencegah penyalahgunaan narkotika, dan memberantas peredaran gelap narkotika. Narkotika dikelompokkan menjadi tiga golongan dan hanya boleh digunakan untuk kepentingan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan. Rencana kebutuhan tah
Peraturan menteri kesehatan no 71 th 2016 ttg bok kesehatan Ulfah Hanum
Peraturan Menteri Kesehatan mengatur petunjuk teknis penggunaan Dana Alokasi Khusus nonfisik bidang kesehatan tahun anggaran 2017, yang mencakup bantuan operasional kesehatan, jaminan persalinan, akreditasi puskesmas dan rumah sakit, serta pelaporan dan pengawasan penggunaannya. Dana tersebut ditujukan untuk mendukung prioritas kesehatan nasional.
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG TARIF PELAYAN...iniPurwokerto
Peraturan Daerah ini menetapkan tarif pelayanan kesehatan kelas III di Rumah Sakit Umum Daerah Banyumas. Tarif tersebut meliputi biaya jasa sarana, jasa pelayanan, penggunaan bahan, akomodasi, makan, dan pelayanan lain seperti operasi, perawatan intensif, dan rehabilitasi. Peraturan ini bertujuan mengatur biaya pelayanan kesehatan di RSUD Banyumas.
Permenkes No. 43 tentang Standar Pelayanan Minimal Biidang KesehatanMuh Saleh
Peraturan Menteri Kesehatan ini menetapkan Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan sebagai acuan bagi pemerintah daerah dalam menyediakan pelayanan kesehatan dasar yang berhak diperoleh warga negara. Standar Pelayanan Minimal mencakup berbagai layanan kesehatan untuk ibu hamil, bersalin, balita, anak sekolah, dewasa, lansia, dan penyakit kronis tertentu.
Peraturan Menteri Kesehatan ini menetapkan Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan sebagai acuan bagi pemerintah daerah dalam menyediakan pelayanan kesehatan dasar yang berhak diperoleh warga negara. Standar Pelayanan Minimal mencakup berbagai layanan kesehatan untuk ibu hamil, bersalin, balita, anak sekolah, dewasa, lansia, dan penyakit kronis tertentu.
Permenkes nomor 66 tahun 2017 tentang petunjuk operasional dana alokasi khus...Ulfah Hanum
Peraturan Menteri Kesehatan ini mengatur petunjuk operasional penggunaan dana alokasi khusus fisik bidang kesehatan tahun anggaran 2018, yang bertujuan untuk membantu pembangunan kesehatan di daerah sesuai prioritas nasional. Dana tersebut akan dialokasikan untuk peningkatan fasilitas kesehatan dasar, rujukan, dan farmasi di seluruh Indonesia.
Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 menetapkan Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit yang meliputi jenis dan mutu pelayanan minimal yang harus disediakan rumah sakit untuk masyarakat. Standar ini ditetapkan untuk memastikan pelayanan kesehatan yang berkualitas sesuai standar diseluruh rumah sakit di Indonesia.
Pmk no _86_th_2019_ttg_juknis_penggunaan_dak_nonfisik_bidang_kesehatan_ta_202...Rendra GUnawan
Peraturan ini mengatur tentang petunjuk teknis penggunaan dana alokasi khusus nonfisik bidang kesehatan tahun anggaran 2020. DAK nonfisik bidang kesehatan terdiri atas bantuan operasional kesehatan, jaminan persalinan, akreditasi puskesmas, dan pengawasan obat dan makanan. Pengelolaan DAK nonfisik bidang kesehatan di daerah meliputi penyusunan rencana kegiatan, penganggaran, pelaksanaan ke
Per BPOM No. 4 tahun 2018 tentang fasyanfarUlfah Hanum
[Ringkasan]
Peraturan ini mengatur tentang pengawasan pengelolaan obat, bahan obat, narkotika, psikotropika, dan prekursor farmasi di fasilitas pelayanan kefarmasian. Fasilitas pelayanan kefarmasian meliputi apotek, instalasi farmasi rumah sakit, instalasi farmasi klinik, puskesmas, dan toko obat. Peraturan ini mengatur persyaratan obat yang diedarkan harus memiliki izin edar dan memenuhi persyaratan keamanan, khasiat
Permenkes 3 2015 peredaran, penyimpanan, pemusnahan, dan pelaporan narkotikaUlfah Hanum
Peraturan ini mengatur tentang peredaran, penyimpanan, pemusnahan, dan pelaporan narkotika, psikotropika, dan prekursor farmasi untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan. Peraturan ini mengatur tata cara peredaran melalui penyaluran dan penyerahan, serta persyaratan izin untuk produksi, impor, dan penyaluran narkotika, psikotropika, dan prekursor farmasi.
Peraturan menteri kesehatan no 71 th 2016 ttg bok kesehatan Ulfah Hanum
Peraturan Menteri Kesehatan mengatur petunjuk teknis penggunaan Dana Alokasi Khusus nonfisik bidang kesehatan tahun anggaran 2017, yang mencakup bantuan operasional kesehatan, jaminan persalinan, akreditasi puskesmas dan rumah sakit, serta pelaporan dan pengawasan penggunaannya. Dana tersebut ditujukan untuk mendukung prioritas kesehatan nasional.
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANYUMAS NOMOR 12 TAHUN 2013 TENTANG TARIF PELAYAN...iniPurwokerto
Peraturan Daerah ini menetapkan tarif pelayanan kesehatan kelas III di Rumah Sakit Umum Daerah Banyumas. Tarif tersebut meliputi biaya jasa sarana, jasa pelayanan, penggunaan bahan, akomodasi, makan, dan pelayanan lain seperti operasi, perawatan intensif, dan rehabilitasi. Peraturan ini bertujuan mengatur biaya pelayanan kesehatan di RSUD Banyumas.
Permenkes No. 43 tentang Standar Pelayanan Minimal Biidang KesehatanMuh Saleh
Peraturan Menteri Kesehatan ini menetapkan Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan sebagai acuan bagi pemerintah daerah dalam menyediakan pelayanan kesehatan dasar yang berhak diperoleh warga negara. Standar Pelayanan Minimal mencakup berbagai layanan kesehatan untuk ibu hamil, bersalin, balita, anak sekolah, dewasa, lansia, dan penyakit kronis tertentu.
Peraturan Menteri Kesehatan ini menetapkan Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan sebagai acuan bagi pemerintah daerah dalam menyediakan pelayanan kesehatan dasar yang berhak diperoleh warga negara. Standar Pelayanan Minimal mencakup berbagai layanan kesehatan untuk ibu hamil, bersalin, balita, anak sekolah, dewasa, lansia, dan penyakit kronis tertentu.
Permenkes nomor 66 tahun 2017 tentang petunjuk operasional dana alokasi khus...Ulfah Hanum
Peraturan Menteri Kesehatan ini mengatur petunjuk operasional penggunaan dana alokasi khusus fisik bidang kesehatan tahun anggaran 2018, yang bertujuan untuk membantu pembangunan kesehatan di daerah sesuai prioritas nasional. Dana tersebut akan dialokasikan untuk peningkatan fasilitas kesehatan dasar, rujukan, dan farmasi di seluruh Indonesia.
Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 menetapkan Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit yang meliputi jenis dan mutu pelayanan minimal yang harus disediakan rumah sakit untuk masyarakat. Standar ini ditetapkan untuk memastikan pelayanan kesehatan yang berkualitas sesuai standar diseluruh rumah sakit di Indonesia.
Pmk no _86_th_2019_ttg_juknis_penggunaan_dak_nonfisik_bidang_kesehatan_ta_202...Rendra GUnawan
Peraturan ini mengatur tentang petunjuk teknis penggunaan dana alokasi khusus nonfisik bidang kesehatan tahun anggaran 2020. DAK nonfisik bidang kesehatan terdiri atas bantuan operasional kesehatan, jaminan persalinan, akreditasi puskesmas, dan pengawasan obat dan makanan. Pengelolaan DAK nonfisik bidang kesehatan di daerah meliputi penyusunan rencana kegiatan, penganggaran, pelaksanaan ke
Per BPOM No. 4 tahun 2018 tentang fasyanfarUlfah Hanum
[Ringkasan]
Peraturan ini mengatur tentang pengawasan pengelolaan obat, bahan obat, narkotika, psikotropika, dan prekursor farmasi di fasilitas pelayanan kefarmasian. Fasilitas pelayanan kefarmasian meliputi apotek, instalasi farmasi rumah sakit, instalasi farmasi klinik, puskesmas, dan toko obat. Peraturan ini mengatur persyaratan obat yang diedarkan harus memiliki izin edar dan memenuhi persyaratan keamanan, khasiat
Permenkes 3 2015 peredaran, penyimpanan, pemusnahan, dan pelaporan narkotikaUlfah Hanum
Peraturan ini mengatur tentang peredaran, penyimpanan, pemusnahan, dan pelaporan narkotika, psikotropika, dan prekursor farmasi untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan. Peraturan ini mengatur tata cara peredaran melalui penyaluran dan penyerahan, serta persyaratan izin untuk produksi, impor, dan penyaluran narkotika, psikotropika, dan prekursor farmasi.
Peraturan ini mengatur pedoman pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) untuk memberikan akses pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin secara menyeluruh, terstruktur, efisien dan akuntabel serta mengatur perubahan pedoman pelaksanaan Jamkesmas sesuai dengan perkembangan kebutuhan.
Peraturan ini mengatur pencegahan kecurangan dalam pelaksanaan program jaminan kesehatan di Indonesia. Ada 4 subjek yang dapat melakukan kecurangan yaitu peserta, petugas BPJS Kesehatan, pemberi pelayanan kesehatan, dan penyedia obat/alat kesehatan. Bentuk kecurangan yang diatur meliputi klaim palsu, penyalahgunaan dana kapitasi, komisi tidak sah, dan penarikan biaya yang seharusnya ditanggung. Aturan ini
Peraturan ini mengatur pedoman pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) untuk memberikan perlindungan kesehatan bagi masyarakat miskin dan tidak mampu. Pedoman ini mengacu pada prinsip-prinsip nasional, nirlaba, portabilitas, transparan, efisien dan efektif sesuai UU Jaminan Sosial. Peraturan ini juga memperbarui aturan sebelumnya tentang Jamkesmas.
Keputusan Menteri Kesehatan menetapkan Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) 2015 yang merupakan daftar obat paling dibutuhkan untuk pelayanan kesehatan di seluruh fasilitas pelayanan sesuai dengan fungsi dan tingkatnya. DOEN direvisi dua tahun sekali untuk menyesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan program kesehatan. DOEN 2015 menggantikan DOEN 2013 dan mulai berlaku sejak dit
Keputusan Menteri Kesehatan menetapkan Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) 2015 yang merupakan daftar obat paling dibutuhkan untuk pelayanan kesehatan di seluruh fasilitas pelayanan kesehatan. DOEN direvisi dua tahun sekali untuk menyesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan program kesehatan. DOEN 2015 menggantikan DOEN 2013 dan mulai berlaku sejak ditetapkan.
Undang-undang ini mengatur tentang pengaturan dan pengendalian narkotika di Indonesia. Narkotika dikelompokkan menjadi 3 golongan, dan hanya boleh digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan. Undang-undang ini bertujuan menjamin ketersediaan narkotika untuk kepentingan kesehatan, mencegah penyalahgunaan, dan memberantas peredaran gelap narkotika.
CERITA REMEH TEMEH DESA ANKOR JAWA TENGAH.pdfZainul Ulum
Sekelumit cerita tentang ekspresi kegelisahan kaum muda desa atas kondisi negara, yang memilih menyalakan lilin-lilin kecil sebisanya daripada mengutuk kegelapan yang memiskinkannya selama beberapa generasi
Keberadaan Nganjuk sebagai kabupaten yang memiliki resiko bencana berskala sedang menjadi fokus pembahasan dalam FGD Lingkungan yang di gelar di Dinas Lingkungan Hidup Kab. Nganjuk.
Dalam kegiatan FGD yang di hadiri seluruh Komunitas, Pemangku Kebijakan (Dinas Kehutanan Jawa Timur, FPRB Nganjuk, BPBD Nganjuk) tersebut menyoroti pentingnya kolaborasi antar pihak untuk melakukan aksi mitigasi pengurangan resiko bencana.
Dalam Paparan ini, Pelestari Kawasan Wilis memaparkan konsep mitigasi yang bertumpu pada perlindungan sumber mata Air. Hal ini selaras dengan aksi & kegiatan yang telah dilakukan sejak 2020, dimana Perkawis mengambil peran konservasi di sekitar lereng Wilis
1. PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL
NOMOR 4 TAHUN 2015
TENTANG
TATA CARA PENINGKATAN KEMAMPUAN LEMBAGA
REHABILITASI MEDIS DAN REHABILITASI SOSIAL
YANG DISELENGGARAKAN OLEH PEMERINTAH/
PEMERINTAH DAERAH MAUPUN MASYARAKAT
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL,
Menimbang: a. bahwa berdasarkan pasal 70 huruf d Undang-Undang
Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, Badan
Narkotika Nasional memiliki tugas meningkatkan
kemampuan lembaga rehabilitasi medis dan
rehabilitasi sosial pecandu narkotika, baik yang
diselenggarakan oleh pemerintah maupun masyarakat;
b. bahwa dalam rangka efisiensi dan efektifitas
pemberian peningkatan kemampuan terhadap lembaga
rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial milik
pemerintah dan masyarakat, perlu menyusun tata cara
peningkatan kemampuan lembaga rehabilitasi medis
dan rehabilitasi sosial;
c. bahwa.....
2. 2
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu
menetapkan Peraturan Kepala Badan Narkotika
Nasional tentang Tata Cara Peningkatan Kemampuan
Lembaga Rehabilitasi Medis dan Rehabilitasi Sosial
Yang Diselenggarakan oleh Pemerintah/Pemerintah
Daerah Maupun Masyarakat;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang
Psikotropika (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 3671);
2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang
Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);
3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
4. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang
Kesejahteraan Sosial (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2009 Nomor 12, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4967);
5. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang
Narkotika (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 143, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5062);
6. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5063);
7. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang
Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Republik
Indonesia.....Indonesia.....
3. 3
Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2011 tentang
Pelaksanaan Wajib Lapor Pecandu Narkotika
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011
Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5211);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2013 tentang
Tata Cara Pelaksanaan Anggaran Pendapatan Belanja
Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2013 Nomor 103, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5243);
10. Peraturan Presiden Nomor 23 Tahun 2010 tentang
Badan Narkotika Nasional;
11. Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah;
12. Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 tentang
Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 54
Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah;
13. Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2015 tentang
Perubahan ke 4 atas Peraturan Presiden Nomor 54
tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah;
14. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 2415 Tahun 2011
tentang Rehabilitasi Medis Bagi Pecandu dan Korban
Penyalahgunaan Narkotika (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2011 Nomor 825);
15. Peraturan Menteri Sosial Nomor 03 Tahun 2012
tentang Standar Lembaga Rehabilitasi Sosial Korban
Penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika, Dan Zat
Adiktif Lainnya;
16. Peraturan Menteri Sosial Nomor 26 Tahun 2012
tentang Standar Rehabilitasi Sosial Korban
Penyalahgunaan......
4. 4
Penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika, Dan Zat
Adiktif Lainnya (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2012 Nomor 1218);
17. Peraturan Menteri Keuangan Nomor
113/PMK/05/2012 tentang Perjalanan Dalam Negeri
Bagi Pejabat Negara dan Pegawai Tidak Tetap (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 678);
18. Peraturan Menteri Keuangan Nomor
190/PMK/05/2012 tentang Tata Cara Pembayaran
Dalam Rangka Pembayaran Anggaran Pendapatan
Belanja Negara (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2012 Nomor 1191);
19. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2013
tentang Fasilitasi Pencegahan Penyalahgunaan
Narkotika (Berita Negara Republik Indonesia Tahun
2013 Nomor 352);
20. Peraturan Kepala Badan Narkotika Nasional Nomor 11
Tahun 2014 tentang Tata Cara Penanganan Tersangka
Dan/Atau Terdakwa Pecandu Narkotika Dan Korban
Penyalahgunaan Narkotika Ke Dalam Lembaga
Rehabilitasi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun
2014 Nomor 844);
21. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 13 Tahun 2014
tentang Perubahan Penggolongan Narkotika (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 415);
22. Peraturan Kepala Badan Narkotika Nasional Nomor 16
Tahun 2014 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan
Narkotika Nasional (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2014 Nomor 2085);
23. Peraturan Kepala Badan Narkotika Nasional Nomor 3
Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan
Narkotika Nasional Provinsi dan Badan Narkotika
Nasional Kabupaten/Kota (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 493);
24. Keputusan.....
5. 5
24. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 421 Tahun 2010
tentang Standar Terapi dan Rehabilitasi Gangguan
Penggunaan Napza;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan: PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL
TENTANG TATA CARA PENINGKATAN KEMAMPUAN
LEMBAGA REHABILITASI MEDIS DAN REHABILITASI
SOSIAL YANG DISELENGGARAKAN OLEH
PEMERINTAH/PEMERINTAH DAERAH MAUPUN
MASYARAKAT.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan ini yang dimaksud dengan:
1. Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau
bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat
menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya
rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat
menimbulkan ketergantungan.
2. Rehabilitasi medis adalah suatu proses kegiatan terapi secara
terpadu untuk membebaskan Pecandu Narkotika dari
ketergantungan Narkotika.
3. Rehabilitasi sosial adalah suatu proses kegiatan pemulihan secara
terpadu, baik fisik, mental maupun sosial, agar bekas pecandu
Narkotika dapat kembali melaksanakan fungsi sosial dalam
kehidupan bermasyarakat.
4. Pascarehabilitasi adalah bagian dari rehabilitasi sosial berupa
pembinaan lanjut dalam bentuk pendampingan, peningkatan
ketrampilan dan dukungan produktivitas agar mampu menjaga
kepulihan......
6. 6
kepulihan serta beradaptasi dengan lingkungan sosial dan
mandiri.
5. Penyalah Guna adalah adalah orang yang menggunakan Narkotika
tanpa hak atau melawan hukum.
6. Pecandu Narkotika adalah orang yang menggunakan atau
menyalahgunakan Narkotika dan dalam keadaan ketergantungan
pada Narkotika, baik secara fisik maupun psikis.
7. Korban Penyalahgunaan Narkotika adalah seseorang yang tidak
sengaja menggunakan Narkotika karena dibujuk, diperdaya,
ditipu, dipaksa, dan/atau diancam untuk menggunakan
Narkotika.
8. Peningkatan kemampuan adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan seperti upaya memberikan penguatan, dorongan, atau
fasilitasi kepada lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial
yang diselenggarakan oleh pemerintah/pemerintah daerah
maupun masyarakat agar terjaga keberlangsungannya.
9. Penguatan adalah proses memberikan bantuan berupa pembinaan
dan peningkatan program kepada lembaga rehabilitasi medis dan
rehabilitasi sosial yang diselenggarakan oleh pemerintah/
pemerintah daerah maupun masyarakat.
10. Dorongan adalah serangkaian kegiatan dalam bentuk komunikasi,
informasi, dan edukasi dalam rangka memotivasi lembaga
rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial yang diselenggarakan
oleh pemerintah/pemerintah daerah maupun masyarakat.
11. Fasilitasi adalah proses dalam memberikan kemudahan terhadap
lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial yang dikelola
pemerintah/pemerintah daerah maupun masyarakat dalam
bentuk pemberian rekomendasi dan upaya mengadvokasi pihak
terkait dalam pemberian ijin.
12. Rehabilitasi rawat inap merupakan proses perawatan terhadap
klien dimana klien diinapkan di lembaga rehabilitasi dalam jangka
waktu tertentu sesuai dengan rencana terapi untuk memulihkan
kondisi fisik dan psikisnya akibat penyalahgunaan Narkotika.
13. Rehabilitasi.....
7. 7
13. Rehabilitasi rawat jalan merupakan proses perawatan terhadap
klien dimana klien datang berkunjung ke lembaga rehabilitasi
medis dan rehabilitasi sosial sesuai jadwal dalam kurun waktu
tertentu berdasarkan rencana terapi untuk memulihkan kondisi
fisik dan psikisnya akibat penyalahgunaan Narkotika.
14. Lembaga rehabilitasi medis adalah fasilitas pelayanan kesehatan
yang melaksanakan rehabilitasi medis bagi Pecandu, Korban
Penyalahgunaan Narkotika dan Penyalah Guna Narkotika yang
ditetapkan oleh Menteri Kesehatan.
15. Lembaga rehabilitasi sosial adalah tempat atau panti yang
melaksanakan rehabilitasi sosial bagi Pecandu, Korban
Penyalahgunaan dan Penyalah Guna Narkotika yang ditetapkan
oleh Menteri Sosial.
16. Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah, adalah
Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan
pemerintahan negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud
dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945.
17. Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota, dan
perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan
daerah.
18. Badan Narkotika Nasional yang selanjutnya disingkat BNN adalah
Lembaga Pemerintah Non Kementerian, berkedudukan di bawah
dan bertanggung jawab kepada Presiden yang mempunyai tugas di
bidang Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan
Peredaran Gelap Narkotika.
Pasal 2
Maksud dan Tujuan peraturan ini adalah:
1. Maksud peraturan ini adalah memberikan pedoman bagi
lingkungan BNN dalam peningkatan kemampuan lembaga
rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial yang diselenggarakan oleh
pemerintah/pemerintah daerah maupun masyarakat dan pedoman
bagi lembaga dalam menerima peningkatan kemampuan.
2. Tujuan.....
8. 8
2. Tujuan peraturan ini adalah agar pelaksanaan peningkatan
kemampuan lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial oleh
pemerintah/pemerintah daerah maupun masyarakat dapat
diselenggarakan secara efektif dan efisien serta akuntabel.
BAB II
KEGIATAN DAN PROSES
PENINGKATAN KEMAMPUAN
Pasal 3
Peningkatan kemampuan yang dapat diberikan oleh BNN diantaranya
sebagai berikut:
a. penguatan lembaga;
b. dorongan lembaga; dan
c. fasilitasi lembaga.
Pasal 4
(1) Kegiatan penguatan lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi
sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a, diantaranya
sebagai berikut :
a. pembinaan dan bimbingan teknis;
b. peningkatan keterampilan atau kompetensi Sumber Daya
Manusia (SDM);
c. peningkatan kapasitas lembaga;
d. magang;
e. peningkatan mutu layanan;
f. peningkatan sarana dan prasarana; dan
g. pemberian dukungan layanan rehabilitasi dan pascarehabilitasi.
(2) Pemberian dukungan layanan rehabilitasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf g meliputi
a. rawat.....
9. 9
a. rawat inap; dan
b. rawat jalan.
(3) Pemberian dukungan layanan pascarehabilitasi sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf g meliputi:
a. layanan pendampingan;
b. layanan bimbingan pengembangan diri;
c. terapi kelompok; dan
d. kelompok dukungan keluarga (family support group).
Pasal 5
Kegiatan dorongan lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b, diantaranya sebagai
berikut :
a. seminar;
b. koordinasi antar pemangku kepentingan;
c. semiloka atau lokakarya;
d. dukungan asistensi/konselor adiksi; dan
e. pemberian motivasi penyediaan dan pengembangan program
layanan.
Pasal 6
Kegiatan fasilitasi lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial
sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 huruf c, diantaranya sebagai
berikut:
a. pemberian rekomendasi dalam pengurusan ijin penyelenggaraan
rehabilitasi; dan
b. mediasi antar pemangku kepentingan dalam penyelenggaraan
terkait rehabilitasi.
Pasal 7
Peningkatan kemampuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
dilakukan melalui proses :
a. persiapan;
b. pelaksanaan.....
10. 10
b. pelaksanaan;
c. pembiayaan;
d. pelaporan; dan
e. monitoring dan evaluasi.
Pasal 8
(1) Persiapan sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 huruf a
dilaksanakan dalam bentuk antara lain:
a. kegiatan pemetaan lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi
sosial;
b. penandatanganan perjanjian kerjasama; dan
c. penerbitan keputusan oleh Kepala BNN;
(2) Pemetaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
a. lokasi lembaga;
b. legalitas formal;
c. layanan yang tersedia;
d. sumber daya manusia;
e. sarana dan prasarana; dan
f. anggaran.
(3) Pemetaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan
cara wawancara, observasi, kajian laporan dan/atau pengisian
kuesioner.
(4) Hasil pemetaan berupa kesimpulan kebutuhan dan kondisi
lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial yang akan
memperoleh peningkatan kemampuan berdasarkan prioritas
kebutuhan dan kondisi lembaga.
Pasal 9
(1) Legalitas formal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2)
huruf b merupakan keabsahan perizinan dalam penyelenggaraan
rehabilitasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
(2) Legalitas.......
11. 11
(2) Legalitas formal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bagi lembaga
rehabilitasi milik pemerintah/pemerintah daerah antara lain :
a. penetapan dari kementerian yang membidangi urusan
kesehatan untuk penyelenggaraan rehabilitasi medis; dan
b. penetapan dari kementerian yang membidangi urusan sosial
dalam hal penyelenggaraan rehabilitasi sosial.
(3) Legalitas formal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bagi lembaga
rehabilitasi milik masyarakat meliputi:
a. akte notaris;
b. ijin operasional dari dinas/instansi terkait;
c. penetapan dari kementerian yang membidangi urusan
kesehatan untuk penyelenggaraan rehabilitasi medis; dan/atau
d. penetapan dari kementerian yang membidangi urusan sosial
dalam hal penyelenggaraan rehabilitasi sosial.
Pasal 10
Penandatanganan Perjanjian Kerjasama sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 8 ayat (1) huruf b ditandatangani oleh Deputi Rehabilitasi BNN
dan pimpinan lembaga rehabilitasi.
Pasal 11
Penerbitan Keputusan Kepala BNN sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 8 ayat (1) huruf c ditandatangani oleh Kepala BNN atau Deputi
Rehabilitasi BNN yang menerima pendelegasian wewenang dari Kepala
BNN.
Pasal 12
(1) Lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial yang dapat
memperoleh peningkatan kemampuan adalah yang diselenggarakan
oleh:
a. pemerintah/pemerintah daerah; dan/atau
b. masyarakat.
(2) Lembaga.....
12. 12
(2) Lembaga rehabilitasi yang diselenggarakan oleh
pemerintah/pemerintah daerah sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a, antara lain:
a. Rumah Sakit Umum;
b. Rumah Sakit Khusus meliputi Rumah Sakit Jiwa dan Rumah
Sakit Ketergantungan Obat;
c. Puskesmas;
d. Klinik;
e. Panti rehabilitasi;
f. Balai atau loka rehabilitasi; dan/atau
g. Lembaga Pemasyarakatan.
(3) Lembaga rehabilitasi yang diselenggarakan oleh masyarakat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, antara lain:
a. Lembaga rehabilitasi sosial;
b. Rumah sakit swasta; dan
c. Klinik swasta;
Pasal 13
(1) Pemberian peningkatan kemampuan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 12 ayat (1) dapat pula dilakukan pada lembaga milik
pemerintah yang difungsikan sebagai tempat rehabilitasi sosial,
antara lain :
a. Resimen Induk Militer Komando Daerah Militer;
b. Sekolah Polisi Negara;
c. Komando Pendidikan Angkatan Laut; dan
d. Balai Pemasyarakatan.
(2) Lembaga milik pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi pula lembaga yang dimiliki oleh pemerintah daerah yaitu
Balai Latihan Kerja.
(3) Lembaga milik pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) wajib mendapatkan persetujuan dari Kementerian yang
membidangi urusan sosial setelah memperoleh rekomendasi dari
BNN.
Pasal 14.....
13. 13
Pasal 14
(1) Peningkatan kemampuan lembaga rehabilitasi yang
diselenggarakan oleh pemerintah/pemerintah daerah dilaksanakan
oleh Direktorat Penguatan Lembaga Rehabilitasi Instansi
Pemerintah BNN, Bidang Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional
Provinsi dan Seksi Rehabilitasi Badan Narkotika Nasional
Kabupaten/Kota.
(2) Peningkatan kemampuan lembaga rehabilitasi yang
diselenggarakan oleh masyarakat dilaksanakan oleh Direktorat
Penguatan Lembaga Rehabilitasi Komponen Masyarakat BNN dan
Direktorat Pascarehabilitasi BNN, Bidang Rehabilitasi Badan
Narkotika Nasional Provinsi dan Seksi Rehabilitasi Badan
Narkotika Nasional Kabupaten/Kota.
(3) Penyelenggaraan rehabilitasi pada lembaga milik pemerintah/
pemerintah daerah yang difungsikan sebagai tempat rehabilitasi
sosial dilaksanakan oleh Deputi Bidang Rehabilitasi BNN.
Pasal 15
(1) Layanan rehabilitasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2)
dan layanan pascarehabilitasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
ayat (3) dilakukan oleh lembaga rehabilitasi milik
pemerintah/pemerintah daerah maupun masyarakat.
(2) Dalam hal klien telah menjalani layanan rehabilitasi medis dan
rehabilitasi sosial pada suatu lembaga dan diperlukan perawatan
dalam bentuk lainnya dapat dilanjutkan pada lembaga yang sama
atau dilakukan rujukan pada lembaga lain yang menyediakan
layanan yang dibutuhkan oleh klien.
Pasal 16
(1) Lembaga rehabilitasi milik pemerintah/pemerintah daerah
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (2) huruf a sampai
dengan huruf f melaksanakan penyusunan rencana layanan
rehabilitasi.
(2) Lembaga.....
14. 14
(2) Lembaga rehabilitasi milik pemerintah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 11 ayat (2) huruf g melaksanakan penyusunan rencana layanan
rehabilitasi bersama dengan Direktorat Penguatan Lembaga
Rehabilitasi Instansi Pemerintah BNN.
(3) Lembaga milik pemerintah yang difungsikan sebagai tempat
rehabilitasi sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) dan
milik pemerintah/pemerintah daerah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 13 ayat (2) melaksanakan penyusunan rencana layanan
rehabilitasi bersama dengan Deputi Bidang Rehabilitasi BNN.
(4) Lembaga rehabilitasi milik masyarakat sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 12 ayat (3) melaksanakan penyusunan rencana layanan
rehabilitasi.
Pasal 17
(1) Lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial melaksanakan
pencatatan penyelenggaraan rehabilitasi sesuai peraturan perundang-
undangan.
(2) Lembaga milik pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12
ayat (2) huruf g dan lembaga milik pemerintah/pemerintah daerah
yang difungsikan sebagai tempat rehabilitasi sosial sebagaimana
dimaksud Pasal 13 ayat (1) dan ayat (2) melaksanakan pencatatan
sesuai pedoman yang diterbitkan BNN.
BAB III
PELAPORAN
Pasal 18
(1) Lembaga rehabilitasi yang menerima peningkatan kemampuan
wajib melakukan pelaporan sebagai berikut:
a. pelaporan pelaksanaan kegiatan; dan
b. pelaporan keuangan.
(2) Pelaporan pelaksanaan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a termasuk laporan rekapitulasi klien yang memperoleh
layanan rehabilitasi dan pascarehabilitasi.
(3) Laporan.....
15. 15
(3) Laporan rekapitulasi klien sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dikirimkan kepada BNN Kabupaten/Kota atau BNN Provinsi sesuai
ruang lingkup domisili lembaga rehabilitasi.
(4) BNN Kabupaten/Kota wajib meneruskan laporan rekapitulasi klien
yang diterimanya kepada BNN Provinsi.
(5) BNN Kabupaten/Kota dan BNN Provinsi wajib meneruskan laporan
rekapitulasi klien yang diterimanya kepada BNN.
(6) Laporan rekapitulasi klien sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
untuk lembaga milik pemerintah/pemerintah daerah yang
difungsikan sebagai tempat rehabilitasi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 13 ayat (1) dan ayat (2) dikirimkan langsung kepada
BNN.
(7) Format laporan rekapitulasi klien terdapat dalam lampiran I yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dengan Peraturan Kepala ini.
Pasal 19
(1) Laporan keuangan terkait dukungan pembiayaan layanan
rehabilitasi dan pascarehabilitasi sebagaimana dimaksud dalam
pasal 18 ayat (1) huruf b dilaksanakan secara berkala yang diatur
lebih lanjut dalam lampiran II yang merupakan bagian tidak
terpisahkan dengan Peraturan Kepala ini.
(2) Laporan keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikirimkan
kepada BNN.
BAB IV
MONITORING DAN EVALUASI
Pasal 20
BNN, BNN Provinsi, dan BNN Kabupaten/Kota melakukan monitoring
dan evaluasi secara berjenjang terhadap program dan kegiatan yang
berhubungan dengan peningkatan kemampuan lembaga rehabilitasi.
Pasal 21......
16. 16
Pasal 21
Monitoring dan evaluasi peningkatan kemampuan lembaga rehabilitasi
meliputi:
a. pemantauan pelaksanaan rehabilitasi;
b. pengumpulan data rekapitulasi klien;
c. identifikasi dan inventarisasi permasalahan teknis maupun
administratif;
d. identifikasi dan inventarisasi solusi masalah yang dapat dilakukan;
dan
e. evaluasi pelaksanaan upaya peningkatan kemampuan lembaga
rehabilitasi.
Pasal 22
Dalam melakukan monitoring dan evaluasi, BNN, BNN Provinsi, dan
BNN Kabupaten/Kota harus berkoordinasi dengan
Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah atau Pemilik lembaga
terkait sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing.
Pasal 23
Pelaksanaan monitoring dan evaluasi peningkatan kemampuan
lembaga rehabilitasi tercantum dalam lampiran III yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dengan Peraturan Kepala ini.
BAB V
PEMBIAYAAN
Pasal 24
Pembiayaan peningkatan kemampuan lembaga rehabilitasi yang
diberikan oleh Badan Narkotika Nasional dibebankan pada Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 25
(1) Dukungan layanan rehabilitasi dan pascarehabilitasi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 15 ayat (1) dapat diwujudkan dalam
bentuk antara lain:
a. pembiayaan.......
17. 17
a. pembiayaan rehabilitasi rawat inap;
b. pembiayaan rehabilitasi rawat jalan;
c. pembiayaan program pendampingan;
d. pembiayaan program pengembangan diri;
e. pembiayaan terapi kelompok; dan
f. pembiayaan kelompok dukungan keluarga (family support
group).
(2) Pembiayaan layanan rehabilitasi dan pascarehabilitasi
sebagaimana dimaksud ayat (1) hanya dapat diberikan pada klien
yang belum memperoleh pembiayaan dari pihak lain, kecuali
dilakukan pada periode perawatan yang berbeda.
(3) Besaran dukungan pembiayaan sebagaimana dimaksud ayat (1)
mengacu pada Satuan Biaya Khusus dan/atau Satuan Biaya
Masukan yang berlaku pada tahun berjalan yang disahkan oleh
Menteri Keuangan atau pola tarif yang disahkan oleh pemilik/
ketua lembaga.
(4) Rincian besaran dukungan pembiayaan sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) tercantum dalam lampiran IV yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Kepala ini.
(5) Pembiayaan layanan rehabilitasi dan pascarehabilitasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara
swakelola berdasarkan peraturan perundang-undangan.
(6) Pembiayaan layanan rehabilitasi dan pascarehabilitasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan melalui
mekanisme sebagaimana tercantum dalam lampiran V yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Kepala ini.
(7) Dalam hal dukungan pembiayaan sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) tidak memenuhi pola tarif resmi lembaga rehabilitasi yang
memperoleh dukungan peningkatan kemampuan dari BNN, maka
lembaga tersebut dapat membebankan selisih pembiayaan pada
pasien dan/atau keluarganya.
(8) Dukungan pembiayaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak
termasuk pembiayaan apabila klien membutuhkan rujukan pada
lembaga.....
18. 18
lembaga lain terkait dengan komplikasi fisik dan/atau komplikasi
kejiwaannya.
BAB VI
LAIN-LAIN
Pasal 26
Lembaga rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial yang memberikan
layanan rehabilitasi dan belum memenuhi persyaratan legalitas formal
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 diberikan jangka waktu paling
lama satu tahun untuk mengurus persyaratan tersebut dalam tahun
anggaran berjalan.
BAB VII
PENUTUP
Pasal 27
Peraturan Kepala BNN ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan
Peraturan Kepala BNN ini dengan penempatan dalam Berita Negara
Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 31 Maret 2015
KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL,
ttd
ANANG ISKANDAR
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 25 Mei 2015
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd
YASONNA H. LAOLY
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2015 NOMOR 770