eski tiap arketip otonom, Pearson & Pearson (2001) membuat empat kluster untuk mengelompokkan arketip supaya mudah dipahami berdasarkan kemiripan karakter.
Teknik Pomodoro atau 5-minutes rule adalah metode manajemen waktu untuk memaksimalkan produktivitas kerja/belajar tanpa harus merasa burn-out. Kabarnya metode ini cocok buat insight seekers yang punya kesulitan fokus dan kerap menunda pekerjaan.
Tapi metode ini tidak berlaku bagi orang-orang yang memang cocok dengan deep work (bekerja terus menerus hingga mencapai batas).
Ada yang sudah pernah coba?
isah permohonan maaf terkenal dari brand yang kerap disebut dalam studi 'crisis marketing' adalah Tylenol, brand painkiller dari Johnson & Johnson. Tragedi terjadi pada tahun 1982. 7 Warga Chicago ditemukan tewas mendadak akibat mengonsumsi obat tersebut.
Para pengamat memprediksi Tylenol akan hancur reputasinya setelah peristiwa tersebut. Tapi apa yang terjadi? Dua bulan sejak peristiwa naas tersebut, Tylenol justru bounceback. Bahkan dalam laporan market share setahun setelahnya, mereka masih mampu meraih 30 persen pasar obat-obatan analgesik.
Apa yang dilakukan tim Tylenol saat itu? Mereka gerak cepat dengan menarik semua 31 juta botol obat dari rak-rak apotik di seluruh AS, dan kemudian menggantinya dengan produk tablet gratis!
Tak cuma itu, manajemen mengadakan konferensi pers dan menjelaskan kronologi mengenai tragedi danrespon perusahaan, sekaligus meminta maaf kepada publik. Aksi korporasi ini dilakukan 1,5 bulan sejak tragedi.
Respon cepat ini diacungi jempol, tidak hanya oleh para pengamat dan publik melainkan juga para pemegang saham farmasi. Apalagi Johnson & Johnson mengaku telah menghabiskan 100 Juta USD untuk menarik dan meluncurkan ulang Tylenol versi baru. Belum lagi hal ini terus berlangsung hingga 1986. Permintaan maaf beriringan dengan komitmen untuk lebih baik akhirnya berbuah manis bagi perusahaan.
btw, mohon maaf lahir dan batin insight seekers!
MATINYA KEPAKARAN
Konsekuensi sistem demokrasi adalah Anda harus siap dengan ruang publik yang selalu berisik. Setidaknya itu yang dikatakan Tom Nichols, seorang profesor di US Naval War Colleged dan Harvard Extension School dalam bukunya The Death of Expertise.
Di ruang berisik itu pula-lah kerap terjadi perdebatan-perdebatan. Sesuatu yang wajar dalam kehidupan berdemokrasi. Tapi ruang berisik ini menghasilkan banyak orang yang ingin tampil. Tampak menguasai sesuatu, padahal belum terbukti. Lebih parahnya, perdebatan dengan tujuan menguji argumen masing-masing, malah jadi tak relevan dengan saling menjatuhkan, pelecehan fisik, dll.
Pesan komunikasi dipercaya juga lebih condong kepada siapa (otoritas, kekuatan, kekuasaan) aktornya, bukan kepada latar belakang keilmuan yang dia miliki, seperti teori kedaulatannya John Austin.
Banyak contoh, hari-hari ini masyarakat percaya karena si pembawa pesan terlihat meyakinkan. Filsuf posmo sejak dulu mengatakan orang-orang ini dengan istilah 'nabi-nabi palsu'.
Parahnya lagi, ujar Tom Nichols, ilmuwan, akademisi sebenarnya yang seharusnya lebih tampil ke depan, ruangnya makin tersingkirkan karena dimusuhi dan akhirnya perbincangan intelektual hanya terjadi kepada sesama mereka. Menjadi eksklusif.
Mirip di film Don't Look Up, dimana sekelompok ilmuwan tersingkirkan karena orang hanya mendengar apa yang mereka ingin dengar dan menolak kebenaran walau pahit.
Selamat mengarungi era post-truth!
ADA DI MANA?
Berdasarkan pengalaman mimin, beberapa klien belum mengetahui bahwa sebelum menargetkan tujuan brand, kiranya perlu mengetahui terlebih dahulu ada di mana posisi brand-nya dalam kompetisi, atau dengan kata lain mengidentifikasi terlebih dahulu. Baru kemudian melihat kembali apakah target yang dicanangkan barusan relevan, rasional dan terukur.
Nah salah satu cara untuk melihat ada di mana brand kita adalah mengumpulkan informasi sebanyak mungkin dari hasil riset market share/sales, analisis industri (PEST, Porter's, SWOT) riset perilaku konsumen, analisis kompetitor, analisis sentimen. Setelahnya mengidentifikasi diri ke dalam 4 kompetisi pasar, seperti dituliskan oleh De Paul Baines, Chris Fill, Kelly Page (2008) dalam buku Marketing yang telah mimin share dalam postingan kali ini.
Ketika insight seekers mampu mengidentifikasi dan mengelompokkan ke dalam empat label tersebut -termasuk mengkategorisasi para kompetitor- maka langkah berikutnya adalah menetapkan akan melangkah ke mana, atau melihat kembali apakah target perubahan yang diterapkan pada awal tadi benar-benar relevan.
Nah selanjutnya dalam postingan berikutnya akan dibahas mengenai apa saja strategi yang bisa dilakukan, berdasarkan 4 posisi kompetisi pasar tersebut.
#berbagiwawasan
Nir Eyal, seorang akademisi Stanford yang tertarik kepada psikologi marketing menelurkan sebuah buku best seller soal Hook Model. Yaitu mengenai empat tahap mengail konsumen agar 'nagih' dengan produk/jasa yang kita jual. Model ini merupakan intisari dari penerapan di beberapa perusahaan sukses ternama dunia.
Hook Model bicara mengenai bagaimana membangun produk/jasa lebih baik dengan memanfaatkan kebiasaan otak manusia.
Neurosaintis percaya bahwa kebiasaan memberi manusia kemampuan untuk memfokuskan perhatian kepada suatu hal. Caranya adalah dengan memanfaatkan respon otomatis dalam basal ganglia, area yang berkaitan dengan tindakan tak disengaja.
Kenapa menciptakan kebiasaan baik untuk bisnis?
1. Meningkatkan CLV (Customer Lifetime Value)
CLV secara singkat merupakan sejumlah uang yang dikeluarkan konsumen terhadap produk kita sebelum dia beralih atau berhenti memakai.
Kebiasaan pemakaian oleh konsumen jelas akan meningkatkan CLV.
2. Mengurangi hambatan harga
Semakin sering konsumen menggunakan produk/jasa kita, semakin mereka akan bergantung dan berdampak positif terhadap berkurangnya sensitivitas harga.
Artinya dengan menciptakan kebiasaan di kalangan konsumen, hambatan terhadap harga bukan menjadi masalah lagi.
3. Mengakibatkan pertumbuhan
Konsumen yang terus memakai dan mendapatkan manfaat dari penggunaan jasa/produk cenderung akan merekomendasikan kepada rekannya. Artinya 'Hooked' berpotensi menimbulkan militan-miltan baru dimana hal ini akan mengefektifkan kerja perusahaan terutama biaya promosi.
4. Menimbulkan keunggulan kompetitif
Karya ilmiah profesor marketing dari Harvard Business School, John Gourville menyebutkan newbie dalam suatu industri, untuk bisa bertahan harus bisa 9x lebih baik daripada pendahulunya.
Artinya dengan menciptakan kebiasaan, suatu brand dapat menimbulkan keunggulan kompetitif, yaitu konsumen setia memiliki kecenderungan untuk tidak mudah beralih, kecuali pesaing 9x lebih baik.
Barangkali sering kita dengar kata-kata ini: Menjadi berbeda sedikit lebih baik daripada menjadi normal kebanyakan.
Purple Cow dari Seth Godin sebenarnya merupakan konsep refleksi atas makin banyaknya produk dan informasi, sehingga mustahil bagi otak manusia untuk mengingat semua produk atau brand yang sudah menerpa kita seharian.
Bagaimana untuk tampil memukau dalam keramaian? Caranya adalah dengan menciptakan sesuatu yang berbeda dan diingat. Menjadi bermanfaat saja tidak cukup. Insight seekers harus mencari pembeda lain agar diingat otak pelanggan/konsumen. Sesuatu yang khas, dan tak dimiliki kompetitor.
Apa tujuannya? Selain seperti yang sudah dibahas pada slide, jelas adalah penyebaran ide melalui word of mouth. Dimana menurut Seth Godin, cara ini yang paling efektif karena 'sneezers' si penyebar merupakan pihak pertama yang punya pengalaman langsung dengan suatu produk atau brand tersebut. (Dimana pada kesempatan yang sama juga, Seth Godin meminta para pemilik brand/produk untuk memfokuskan strategi kepada si sneezers, bahasa sekarang: influencers atau pengguna awal).
Jadi bagaimana? Sudah siapkan strategi Purple Cow-mu?
Teknik Pomodoro atau 5-minutes rule adalah metode manajemen waktu untuk memaksimalkan produktivitas kerja/belajar tanpa harus merasa burn-out. Kabarnya metode ini cocok buat insight seekers yang punya kesulitan fokus dan kerap menunda pekerjaan.
Tapi metode ini tidak berlaku bagi orang-orang yang memang cocok dengan deep work (bekerja terus menerus hingga mencapai batas).
Ada yang sudah pernah coba?
isah permohonan maaf terkenal dari brand yang kerap disebut dalam studi 'crisis marketing' adalah Tylenol, brand painkiller dari Johnson & Johnson. Tragedi terjadi pada tahun 1982. 7 Warga Chicago ditemukan tewas mendadak akibat mengonsumsi obat tersebut.
Para pengamat memprediksi Tylenol akan hancur reputasinya setelah peristiwa tersebut. Tapi apa yang terjadi? Dua bulan sejak peristiwa naas tersebut, Tylenol justru bounceback. Bahkan dalam laporan market share setahun setelahnya, mereka masih mampu meraih 30 persen pasar obat-obatan analgesik.
Apa yang dilakukan tim Tylenol saat itu? Mereka gerak cepat dengan menarik semua 31 juta botol obat dari rak-rak apotik di seluruh AS, dan kemudian menggantinya dengan produk tablet gratis!
Tak cuma itu, manajemen mengadakan konferensi pers dan menjelaskan kronologi mengenai tragedi danrespon perusahaan, sekaligus meminta maaf kepada publik. Aksi korporasi ini dilakukan 1,5 bulan sejak tragedi.
Respon cepat ini diacungi jempol, tidak hanya oleh para pengamat dan publik melainkan juga para pemegang saham farmasi. Apalagi Johnson & Johnson mengaku telah menghabiskan 100 Juta USD untuk menarik dan meluncurkan ulang Tylenol versi baru. Belum lagi hal ini terus berlangsung hingga 1986. Permintaan maaf beriringan dengan komitmen untuk lebih baik akhirnya berbuah manis bagi perusahaan.
btw, mohon maaf lahir dan batin insight seekers!
MATINYA KEPAKARAN
Konsekuensi sistem demokrasi adalah Anda harus siap dengan ruang publik yang selalu berisik. Setidaknya itu yang dikatakan Tom Nichols, seorang profesor di US Naval War Colleged dan Harvard Extension School dalam bukunya The Death of Expertise.
Di ruang berisik itu pula-lah kerap terjadi perdebatan-perdebatan. Sesuatu yang wajar dalam kehidupan berdemokrasi. Tapi ruang berisik ini menghasilkan banyak orang yang ingin tampil. Tampak menguasai sesuatu, padahal belum terbukti. Lebih parahnya, perdebatan dengan tujuan menguji argumen masing-masing, malah jadi tak relevan dengan saling menjatuhkan, pelecehan fisik, dll.
Pesan komunikasi dipercaya juga lebih condong kepada siapa (otoritas, kekuatan, kekuasaan) aktornya, bukan kepada latar belakang keilmuan yang dia miliki, seperti teori kedaulatannya John Austin.
Banyak contoh, hari-hari ini masyarakat percaya karena si pembawa pesan terlihat meyakinkan. Filsuf posmo sejak dulu mengatakan orang-orang ini dengan istilah 'nabi-nabi palsu'.
Parahnya lagi, ujar Tom Nichols, ilmuwan, akademisi sebenarnya yang seharusnya lebih tampil ke depan, ruangnya makin tersingkirkan karena dimusuhi dan akhirnya perbincangan intelektual hanya terjadi kepada sesama mereka. Menjadi eksklusif.
Mirip di film Don't Look Up, dimana sekelompok ilmuwan tersingkirkan karena orang hanya mendengar apa yang mereka ingin dengar dan menolak kebenaran walau pahit.
Selamat mengarungi era post-truth!
ADA DI MANA?
Berdasarkan pengalaman mimin, beberapa klien belum mengetahui bahwa sebelum menargetkan tujuan brand, kiranya perlu mengetahui terlebih dahulu ada di mana posisi brand-nya dalam kompetisi, atau dengan kata lain mengidentifikasi terlebih dahulu. Baru kemudian melihat kembali apakah target yang dicanangkan barusan relevan, rasional dan terukur.
Nah salah satu cara untuk melihat ada di mana brand kita adalah mengumpulkan informasi sebanyak mungkin dari hasil riset market share/sales, analisis industri (PEST, Porter's, SWOT) riset perilaku konsumen, analisis kompetitor, analisis sentimen. Setelahnya mengidentifikasi diri ke dalam 4 kompetisi pasar, seperti dituliskan oleh De Paul Baines, Chris Fill, Kelly Page (2008) dalam buku Marketing yang telah mimin share dalam postingan kali ini.
Ketika insight seekers mampu mengidentifikasi dan mengelompokkan ke dalam empat label tersebut -termasuk mengkategorisasi para kompetitor- maka langkah berikutnya adalah menetapkan akan melangkah ke mana, atau melihat kembali apakah target perubahan yang diterapkan pada awal tadi benar-benar relevan.
Nah selanjutnya dalam postingan berikutnya akan dibahas mengenai apa saja strategi yang bisa dilakukan, berdasarkan 4 posisi kompetisi pasar tersebut.
#berbagiwawasan
Nir Eyal, seorang akademisi Stanford yang tertarik kepada psikologi marketing menelurkan sebuah buku best seller soal Hook Model. Yaitu mengenai empat tahap mengail konsumen agar 'nagih' dengan produk/jasa yang kita jual. Model ini merupakan intisari dari penerapan di beberapa perusahaan sukses ternama dunia.
Hook Model bicara mengenai bagaimana membangun produk/jasa lebih baik dengan memanfaatkan kebiasaan otak manusia.
Neurosaintis percaya bahwa kebiasaan memberi manusia kemampuan untuk memfokuskan perhatian kepada suatu hal. Caranya adalah dengan memanfaatkan respon otomatis dalam basal ganglia, area yang berkaitan dengan tindakan tak disengaja.
Kenapa menciptakan kebiasaan baik untuk bisnis?
1. Meningkatkan CLV (Customer Lifetime Value)
CLV secara singkat merupakan sejumlah uang yang dikeluarkan konsumen terhadap produk kita sebelum dia beralih atau berhenti memakai.
Kebiasaan pemakaian oleh konsumen jelas akan meningkatkan CLV.
2. Mengurangi hambatan harga
Semakin sering konsumen menggunakan produk/jasa kita, semakin mereka akan bergantung dan berdampak positif terhadap berkurangnya sensitivitas harga.
Artinya dengan menciptakan kebiasaan di kalangan konsumen, hambatan terhadap harga bukan menjadi masalah lagi.
3. Mengakibatkan pertumbuhan
Konsumen yang terus memakai dan mendapatkan manfaat dari penggunaan jasa/produk cenderung akan merekomendasikan kepada rekannya. Artinya 'Hooked' berpotensi menimbulkan militan-miltan baru dimana hal ini akan mengefektifkan kerja perusahaan terutama biaya promosi.
4. Menimbulkan keunggulan kompetitif
Karya ilmiah profesor marketing dari Harvard Business School, John Gourville menyebutkan newbie dalam suatu industri, untuk bisa bertahan harus bisa 9x lebih baik daripada pendahulunya.
Artinya dengan menciptakan kebiasaan, suatu brand dapat menimbulkan keunggulan kompetitif, yaitu konsumen setia memiliki kecenderungan untuk tidak mudah beralih, kecuali pesaing 9x lebih baik.
Barangkali sering kita dengar kata-kata ini: Menjadi berbeda sedikit lebih baik daripada menjadi normal kebanyakan.
Purple Cow dari Seth Godin sebenarnya merupakan konsep refleksi atas makin banyaknya produk dan informasi, sehingga mustahil bagi otak manusia untuk mengingat semua produk atau brand yang sudah menerpa kita seharian.
Bagaimana untuk tampil memukau dalam keramaian? Caranya adalah dengan menciptakan sesuatu yang berbeda dan diingat. Menjadi bermanfaat saja tidak cukup. Insight seekers harus mencari pembeda lain agar diingat otak pelanggan/konsumen. Sesuatu yang khas, dan tak dimiliki kompetitor.
Apa tujuannya? Selain seperti yang sudah dibahas pada slide, jelas adalah penyebaran ide melalui word of mouth. Dimana menurut Seth Godin, cara ini yang paling efektif karena 'sneezers' si penyebar merupakan pihak pertama yang punya pengalaman langsung dengan suatu produk atau brand tersebut. (Dimana pada kesempatan yang sama juga, Seth Godin meminta para pemilik brand/produk untuk memfokuskan strategi kepada si sneezers, bahasa sekarang: influencers atau pengguna awal).
Jadi bagaimana? Sudah siapkan strategi Purple Cow-mu?
Abad ke-4, konsep awalnya diperkenalkan oleh biarawan Kristen bernama Evagrius Ponticus. Mulanya berjumlah 8 dan bukan 7 dosa. Pemikiran ini dia tulis berdasarkan rangkuman terhadap gangguan2 selama latihan spiritual.
Di satu sisi, sebenarnya ini teknik marketing yang wajar karena fungsinya sama, yaitu bagaimana menggaet segmen pasar. Hanya saja lembaga konsumen di Amrik memperkarakan ini sebagai diskriminasi gender.
inyal paling mudah diketahui adalah terjadinya penurunan penjualan atau kurang maksimalnya performa brand, tak seperti biasanya. Bisa juga karena kompetitor juga lebih ok kinerjanya dibanding brand kita.
Tidak terbatas kepada produk atau disain produk, jasa bahkan proses/cara kerja dapat menggunakan teknik inovasi SCAMPER milik Alex Osborn yang juga seorang ahli teknik brainstorming.
Disaat harga bahan produksi naik, disaat konsumen sensitif terhadap kenaikan harga, disaat itu lah sebuah konsep ekonomi bernama "SHRINKFLATION" menjadi sebuah solusi bagi pelaku bisnis.
barat orang sembuh dari sakit, tentu kalo langsung di'gas pol' bukan tidak mungkin bakal kena penyakit lagi. Nah analogi ini kira2 mirip dengan yang dunia hadapi saat ini.
7 Dari 10 Konsumen Setuju Disain Kemasan Pengaruhi Keputusan PembelianAndika Rizaldy Ramadhan
Kemasan, saat ini tidak cuma memiliki manfaat fungsional (sebagai pembungkus dan deskripsi barang), melainkan memiliki nilai estetika, daya tarik dan alat ukur mutu. Tujuannya agar konsumen tertarik dan membeli.
o-Branding punya dua sisi ekspektasi. Pertama dari sisi eksternal, para konsumen tentu memiliki harapan lebih terhadap inovasi dan layanan brand baru. Sejak merger terjadi setidaknya netijen sudah ramai membahas kira-kira apa yang bakal GoTo lakukan (misal ongkir/jasa antar murah). Di samping munculnya harapan para driver Gojek bakal naik upah setelah merger ini.
Dalam Co-Branding, ada empat jenis strategi yang bisa dilakukan:
1. Market Penetration Strategy. Merupakan strategi lama dengan memanfaatkan dua brand yang ada dan target pasar yang sama. Tujuannya konvergensi horisontal, yaitu memperluas target konsumen yang sama.
2. Global Brand Strategy. Yaitu strategi dua brand untuk berkolaborasi di pasar yang berbeda. Nama menggunakan dua brand yang ada. Contoh BenQ Siemens di pasar ponsel. Biasa dilakukan ketika penetrasi di pasar yang sama justru malah akan lebih berisiko/sudah jenuh.
3. Brand Reinforcement Strategy. Bertujuan untuk memperbaiki brand image kedua pihak. Harapannya dengan bersama menciptakan brand dan nama baru dapat membantu mengangkat brand induknya.
4. Brand Extension Strategy. Bertujuan untuk meraih segmen pasar baru dengan nama baru. Seperti merger Sony dan Ericsson di industri telekomunikasi pada tahun 2003 dan menelurkan mobile phone.
Dalam konteks marketing, arketip dipakai untuk berinteraksi dengan 'motivasi terdalam' pelanggan. Sekaligus memberi arti kepada produk dan asosiasinya(Pearson & Person, 2001).
Arketip atau model kepribadian ini umum ditemukan mulai dari cerita film dan dongeng rakyat (Faber & Mayer, 2009). Sebuah masyarakat tidak akan terbentuk tanpa cerita2 tersebut, karena secara sadar atau tidak, itulah yang membentuk budaya (Zehnder & Calvert, 2004).
Nah, brand sendiri merupakan 'dongeng moderen', yang terdiri dari elemen2 fisik yang dapat diterima baik fisik dan nonfisik. Arketip ini menjadi penengah antara produk/servis dengan motivasi pelanggan, khususnya dalam menyampaikan makna2 secara non-fisik.
Pearson & Pearson (2001) mengadopsi 12 model kepribadian manusia-nya Carl Jung ke dalam branding. Terima kasih kepada keduanya, karena telah mempermudah praktisi branding dan marketing dalam menerjemahkan konsep2 ini. Untuk internal, jelas ini wajib terinternalisasi ke semua pekerja sehingga citra dan komunikasi yang dibangun sesuai dengan persepsi konsumen.
ak bisa dipungkiri, COVID-19 lalu mengubah konstelasi struktur budget untuk R & D. Dalam laporan 2020 Global R&D Funding Forecast disebutkan terjadi penurunan angka budget riset (Gross Expenditures on Research and Development) di seluruh dunia dari USD 2,37 Triliun menjadi USD 2,32 Triliun.
Meski sedikit, tampaknya, masih menurut laporan tersebut, perkiraan bujet R&D akan kembali naik di tahun ini meski belum banyak.
Baru - baru ini AQUA mengeluarkan kampanye terbaru nya yang bertajuk #dirumahaja . Dalam kampanyenya ini, AQUA lebih mengedepankan promosi kesadaran terhadap protokol kesehatan sebagai pengingat kepada masyarakat untuk tetap dirumah demi mendukung upaya pemerintah melawan COVID - 19.
ata-rata konsumsi rumah tangga Indonesia saat puasa berkisar minimal 10% peningkatan hingga 150% (Febriyanto, dkk, 2019). Komponen di dalamnya sudah termasuk anggaran belanja kebutuhan sahur dan berbuka.
"Bu, ada AQUA?
sambil memberika sebotol Air Minum Dalam Kemasan merk CLUB "Ini De"
***
Seberapa sering dalam keseharian, insight seekers menyebutkan nama brand sebagai nama benda? hayoo.. Skenario diatas sering kali terjadi saat kita membeli Air Minum Dalam Kemasan di Warung.
Postingan kali ini merupakan lanjutan dari postingan "Brand Harus Unik? Tunggu Dulu!"
Nah setelah insight seekers menganalisa, mengklasifikasi PODs dan POPs, kini saatnya membuat Brand Mantra dari PODs. Fungsinya adalah sebagai pegangan yang simpel tentang bagaimana arah brand-mu ke depannya. Termasuk ketika insight seekers mengomunikasikannya ke staf atau tim.
Halo Insight Seekers, kali ini dalam postingan terbaru mimin bahas teori strategi branding dari Kevin Lane Keller. Seorang Profesor pemasaran Tuck School of Business AS sekaligus konsultan brand Google, Disney, Coca Cola yang menuis buku Strategic Brand Management.
Dulu waktu beliau mampir ke Jakarta, enam tahun lalu mimin pernah ikutan seminarnya. Masih relevan teorinya dengan situasi terkini, karena beberapa konsepnya yang melengkapi dan merevisi teori lama.
Salah satu contohnya di postingan kali ini. Bagaimana membangun brand yang kuat dimulai dari mendiagnosa brand dari POD dan POP-nya guna melengkapi pemahaman Unique Selling Point (USP) yang biasa digaungkan dalam kajian Brand Positioning.
Hal ini dilakukan supaya tetap relevan dengan kompetisi antarbrand yang makin tidak bisa ditebak ke depannya.
Semoga mencerahkan!
#berbagiwawasan
Author:
@h.adhitya87
Senior Strategic Analyst
#inspiratif #penelitian #riset #peneliti #ilmupengetahuan #manajemen #faktaunik #marketingstrategy #contentmarketing #branding #marketinglife #business #brandendorsement #brandwars #competition #strategicbrand #brandmanagement #kevinlanekeller #insights #brands #brandinginspiration #marketresearch #risetpemasaran #proximaresearch #risetpemasaran #agensiriset #tipsbisnis #insightseekers
Laga persahabatan yang dimenangkan telak GM Irene Sukandar itu ternyata ditonton live YouTube Deddy Corbuzier lebih dari 1 Juta orang.
Belum lagi ditambah penonton siaran ulangnya, pagi ini saja totalnya sudah 7,5 Juta Views! Menang banyak Om Ded!
Seenggaknya ada tiga brand besar turut mensponsori acara tanding catur tersebut, Tokopedia, Le Mineral dan Kopiko Lucky Day. Tapi mimin cuma bahas Tokped, karena dia pasang banner.
Peristiwa kemarin adalah contoh baik penerapan Brand Imagery. Keller (2001) menjelaskan selain kehadiran fisik, brand perlu mengenai unsur tak terlihat, yaitu psikologis atau kebutuhan sosial konsumen.
Dalam pertandingan catur kemarin unsur brand imagery yang dimanfaatkan Tokopedia adalah Purchase and Usage Situations, yaitu sejumlah elemen yang dimanfaatkan brand supaya relevan kapan harus dibeli dan digunakan (Keller, 2001). Contoh, ingat main catur, ingat Tokopedia yang menjual peralatannya.
Pesan-pesan supraliminal ini tampak dari tulisan "Peralatan Catur & Olahraga" pada banner, running text, layar TV dan Pinned Comment oleh Om Deddy Corbuzier di live chat, "Buat Kalian yang mau main catur...langsung Tokopedia!!!!"
Nah, yang main catur gak cuman dua orang itu kan, brand juga.
Sudah lebih dari 10 tahun sosmed mewarnai kehidupan komunikasi kita, juga mengubah bagaimana pemilik brand terhubung dan berkomunikasi dengan konsumen potensialnya. Dengan makin berkembangnya algoritma sosmed, kita jadi tahu apa yang sedang menjadi perbincangan hangat dan viral. Contoh, Trending Topic di Twitter atau Trending di YouTube.
Nah kalo peka, pemilik brand tentu bisa manfaatkan fitur tsb. Ini juga berarti brand harus 24/7 mengawasi apa yang lagi hot dan bisa dioptimasi isunya.
Keuntungan lain yang sudah disebutkan di carousel adalah RTM bisa memberi citra positif kepada brand associations, sebagai brand yang fun & lebih humanis.
Tapi perlu diingat juga nggak semua momen ya. Insight seekers perlu melihat sensitivitas isu, karena gak semua bisa dibikin parodi.
Selain itu, kelemahan dari teknik ini adalah marketers kemungkinan akan memanfaatkan hal serupa, akhirnya yang sering terjadi ya copy-paste. Di sini brand dituntut kreatif merebut atensi.
#berbagiwawasan
Soal ini, franchise multinasional paling rajin bikin. Sebutlah Starbucks dengan Unicorn Drink sampe TikTok Drink. KFC, Burger King, McDonalds tak ingin ketinggalan. Gak jarang menu2 itu seliweran di timeline, explore atau kadang story kita melalui teman atau orang asing.
Intinya modifikasi dan Word of Mouth. Kata-kata Secret Menu hanyalah gimmick yang memanfaatkan sifat dasar manusia zaman sekarang: KEPO (Knowing Every Particular Object). Gak cuman brand besar, kerap kali mimin temukan kedai kopi indie juga punya secret menu-nya sendiri.
Kampung Keluarga Berkualitas merupakan salah satu wadah yang sangat strategis untuk mengimplementasikan kegiatan-kegiatan prioritas Program Bangga Kencana secara utuh di lini
lapangan dalam rangka menyelaraskan pelaksanaan program-program yang dilaksanakan Desa
Abad ke-4, konsep awalnya diperkenalkan oleh biarawan Kristen bernama Evagrius Ponticus. Mulanya berjumlah 8 dan bukan 7 dosa. Pemikiran ini dia tulis berdasarkan rangkuman terhadap gangguan2 selama latihan spiritual.
Di satu sisi, sebenarnya ini teknik marketing yang wajar karena fungsinya sama, yaitu bagaimana menggaet segmen pasar. Hanya saja lembaga konsumen di Amrik memperkarakan ini sebagai diskriminasi gender.
inyal paling mudah diketahui adalah terjadinya penurunan penjualan atau kurang maksimalnya performa brand, tak seperti biasanya. Bisa juga karena kompetitor juga lebih ok kinerjanya dibanding brand kita.
Tidak terbatas kepada produk atau disain produk, jasa bahkan proses/cara kerja dapat menggunakan teknik inovasi SCAMPER milik Alex Osborn yang juga seorang ahli teknik brainstorming.
Disaat harga bahan produksi naik, disaat konsumen sensitif terhadap kenaikan harga, disaat itu lah sebuah konsep ekonomi bernama "SHRINKFLATION" menjadi sebuah solusi bagi pelaku bisnis.
barat orang sembuh dari sakit, tentu kalo langsung di'gas pol' bukan tidak mungkin bakal kena penyakit lagi. Nah analogi ini kira2 mirip dengan yang dunia hadapi saat ini.
7 Dari 10 Konsumen Setuju Disain Kemasan Pengaruhi Keputusan PembelianAndika Rizaldy Ramadhan
Kemasan, saat ini tidak cuma memiliki manfaat fungsional (sebagai pembungkus dan deskripsi barang), melainkan memiliki nilai estetika, daya tarik dan alat ukur mutu. Tujuannya agar konsumen tertarik dan membeli.
o-Branding punya dua sisi ekspektasi. Pertama dari sisi eksternal, para konsumen tentu memiliki harapan lebih terhadap inovasi dan layanan brand baru. Sejak merger terjadi setidaknya netijen sudah ramai membahas kira-kira apa yang bakal GoTo lakukan (misal ongkir/jasa antar murah). Di samping munculnya harapan para driver Gojek bakal naik upah setelah merger ini.
Dalam Co-Branding, ada empat jenis strategi yang bisa dilakukan:
1. Market Penetration Strategy. Merupakan strategi lama dengan memanfaatkan dua brand yang ada dan target pasar yang sama. Tujuannya konvergensi horisontal, yaitu memperluas target konsumen yang sama.
2. Global Brand Strategy. Yaitu strategi dua brand untuk berkolaborasi di pasar yang berbeda. Nama menggunakan dua brand yang ada. Contoh BenQ Siemens di pasar ponsel. Biasa dilakukan ketika penetrasi di pasar yang sama justru malah akan lebih berisiko/sudah jenuh.
3. Brand Reinforcement Strategy. Bertujuan untuk memperbaiki brand image kedua pihak. Harapannya dengan bersama menciptakan brand dan nama baru dapat membantu mengangkat brand induknya.
4. Brand Extension Strategy. Bertujuan untuk meraih segmen pasar baru dengan nama baru. Seperti merger Sony dan Ericsson di industri telekomunikasi pada tahun 2003 dan menelurkan mobile phone.
Dalam konteks marketing, arketip dipakai untuk berinteraksi dengan 'motivasi terdalam' pelanggan. Sekaligus memberi arti kepada produk dan asosiasinya(Pearson & Person, 2001).
Arketip atau model kepribadian ini umum ditemukan mulai dari cerita film dan dongeng rakyat (Faber & Mayer, 2009). Sebuah masyarakat tidak akan terbentuk tanpa cerita2 tersebut, karena secara sadar atau tidak, itulah yang membentuk budaya (Zehnder & Calvert, 2004).
Nah, brand sendiri merupakan 'dongeng moderen', yang terdiri dari elemen2 fisik yang dapat diterima baik fisik dan nonfisik. Arketip ini menjadi penengah antara produk/servis dengan motivasi pelanggan, khususnya dalam menyampaikan makna2 secara non-fisik.
Pearson & Pearson (2001) mengadopsi 12 model kepribadian manusia-nya Carl Jung ke dalam branding. Terima kasih kepada keduanya, karena telah mempermudah praktisi branding dan marketing dalam menerjemahkan konsep2 ini. Untuk internal, jelas ini wajib terinternalisasi ke semua pekerja sehingga citra dan komunikasi yang dibangun sesuai dengan persepsi konsumen.
ak bisa dipungkiri, COVID-19 lalu mengubah konstelasi struktur budget untuk R & D. Dalam laporan 2020 Global R&D Funding Forecast disebutkan terjadi penurunan angka budget riset (Gross Expenditures on Research and Development) di seluruh dunia dari USD 2,37 Triliun menjadi USD 2,32 Triliun.
Meski sedikit, tampaknya, masih menurut laporan tersebut, perkiraan bujet R&D akan kembali naik di tahun ini meski belum banyak.
Baru - baru ini AQUA mengeluarkan kampanye terbaru nya yang bertajuk #dirumahaja . Dalam kampanyenya ini, AQUA lebih mengedepankan promosi kesadaran terhadap protokol kesehatan sebagai pengingat kepada masyarakat untuk tetap dirumah demi mendukung upaya pemerintah melawan COVID - 19.
ata-rata konsumsi rumah tangga Indonesia saat puasa berkisar minimal 10% peningkatan hingga 150% (Febriyanto, dkk, 2019). Komponen di dalamnya sudah termasuk anggaran belanja kebutuhan sahur dan berbuka.
"Bu, ada AQUA?
sambil memberika sebotol Air Minum Dalam Kemasan merk CLUB "Ini De"
***
Seberapa sering dalam keseharian, insight seekers menyebutkan nama brand sebagai nama benda? hayoo.. Skenario diatas sering kali terjadi saat kita membeli Air Minum Dalam Kemasan di Warung.
Postingan kali ini merupakan lanjutan dari postingan "Brand Harus Unik? Tunggu Dulu!"
Nah setelah insight seekers menganalisa, mengklasifikasi PODs dan POPs, kini saatnya membuat Brand Mantra dari PODs. Fungsinya adalah sebagai pegangan yang simpel tentang bagaimana arah brand-mu ke depannya. Termasuk ketika insight seekers mengomunikasikannya ke staf atau tim.
Halo Insight Seekers, kali ini dalam postingan terbaru mimin bahas teori strategi branding dari Kevin Lane Keller. Seorang Profesor pemasaran Tuck School of Business AS sekaligus konsultan brand Google, Disney, Coca Cola yang menuis buku Strategic Brand Management.
Dulu waktu beliau mampir ke Jakarta, enam tahun lalu mimin pernah ikutan seminarnya. Masih relevan teorinya dengan situasi terkini, karena beberapa konsepnya yang melengkapi dan merevisi teori lama.
Salah satu contohnya di postingan kali ini. Bagaimana membangun brand yang kuat dimulai dari mendiagnosa brand dari POD dan POP-nya guna melengkapi pemahaman Unique Selling Point (USP) yang biasa digaungkan dalam kajian Brand Positioning.
Hal ini dilakukan supaya tetap relevan dengan kompetisi antarbrand yang makin tidak bisa ditebak ke depannya.
Semoga mencerahkan!
#berbagiwawasan
Author:
@h.adhitya87
Senior Strategic Analyst
#inspiratif #penelitian #riset #peneliti #ilmupengetahuan #manajemen #faktaunik #marketingstrategy #contentmarketing #branding #marketinglife #business #brandendorsement #brandwars #competition #strategicbrand #brandmanagement #kevinlanekeller #insights #brands #brandinginspiration #marketresearch #risetpemasaran #proximaresearch #risetpemasaran #agensiriset #tipsbisnis #insightseekers
Laga persahabatan yang dimenangkan telak GM Irene Sukandar itu ternyata ditonton live YouTube Deddy Corbuzier lebih dari 1 Juta orang.
Belum lagi ditambah penonton siaran ulangnya, pagi ini saja totalnya sudah 7,5 Juta Views! Menang banyak Om Ded!
Seenggaknya ada tiga brand besar turut mensponsori acara tanding catur tersebut, Tokopedia, Le Mineral dan Kopiko Lucky Day. Tapi mimin cuma bahas Tokped, karena dia pasang banner.
Peristiwa kemarin adalah contoh baik penerapan Brand Imagery. Keller (2001) menjelaskan selain kehadiran fisik, brand perlu mengenai unsur tak terlihat, yaitu psikologis atau kebutuhan sosial konsumen.
Dalam pertandingan catur kemarin unsur brand imagery yang dimanfaatkan Tokopedia adalah Purchase and Usage Situations, yaitu sejumlah elemen yang dimanfaatkan brand supaya relevan kapan harus dibeli dan digunakan (Keller, 2001). Contoh, ingat main catur, ingat Tokopedia yang menjual peralatannya.
Pesan-pesan supraliminal ini tampak dari tulisan "Peralatan Catur & Olahraga" pada banner, running text, layar TV dan Pinned Comment oleh Om Deddy Corbuzier di live chat, "Buat Kalian yang mau main catur...langsung Tokopedia!!!!"
Nah, yang main catur gak cuman dua orang itu kan, brand juga.
Sudah lebih dari 10 tahun sosmed mewarnai kehidupan komunikasi kita, juga mengubah bagaimana pemilik brand terhubung dan berkomunikasi dengan konsumen potensialnya. Dengan makin berkembangnya algoritma sosmed, kita jadi tahu apa yang sedang menjadi perbincangan hangat dan viral. Contoh, Trending Topic di Twitter atau Trending di YouTube.
Nah kalo peka, pemilik brand tentu bisa manfaatkan fitur tsb. Ini juga berarti brand harus 24/7 mengawasi apa yang lagi hot dan bisa dioptimasi isunya.
Keuntungan lain yang sudah disebutkan di carousel adalah RTM bisa memberi citra positif kepada brand associations, sebagai brand yang fun & lebih humanis.
Tapi perlu diingat juga nggak semua momen ya. Insight seekers perlu melihat sensitivitas isu, karena gak semua bisa dibikin parodi.
Selain itu, kelemahan dari teknik ini adalah marketers kemungkinan akan memanfaatkan hal serupa, akhirnya yang sering terjadi ya copy-paste. Di sini brand dituntut kreatif merebut atensi.
#berbagiwawasan
Soal ini, franchise multinasional paling rajin bikin. Sebutlah Starbucks dengan Unicorn Drink sampe TikTok Drink. KFC, Burger King, McDonalds tak ingin ketinggalan. Gak jarang menu2 itu seliweran di timeline, explore atau kadang story kita melalui teman atau orang asing.
Intinya modifikasi dan Word of Mouth. Kata-kata Secret Menu hanyalah gimmick yang memanfaatkan sifat dasar manusia zaman sekarang: KEPO (Knowing Every Particular Object). Gak cuman brand besar, kerap kali mimin temukan kedai kopi indie juga punya secret menu-nya sendiri.
Kampung Keluarga Berkualitas merupakan salah satu wadah yang sangat strategis untuk mengimplementasikan kegiatan-kegiatan prioritas Program Bangga Kencana secara utuh di lini
lapangan dalam rangka menyelaraskan pelaksanaan program-program yang dilaksanakan Desa