1. Masyarakat di Pekon Sukapura didatangkan pada 1935 meskipun wilayahnya ditetapkan sebagai kawasan hutan lindung pada 1940.
2. Studi ICRAF-SEA menyarankan enklavekan 302,5 ha areal pemukiman dengan hak milik atau penggunaan lahan teratur oleh pemerintah.
3. Revisi rencana tata ruang disarankan untuk menyelesaikan masalah pekon Sukapura secara menyeluruh.
1. • Melalui konstruksi sejarah diketahui bahwa masyarakat di Pekon Sukapura didatangkan di
wilayah tersebut melalui program Pemerintah meskipun pada tahun 1935 Besluit (Keputusan)
Residen Lampung N0.117 Tanggal 19 Maret 1935 menyatakan Penunjukan Bukit Register
45B sebagai Kawasan Hutan Lindung
• Hasil kajian pelepasan pekon sukapura yang dilakukan oleh Tim ICRAF-SEA Sumberjaya
dengan ruang lingkup analisis review kebijakan; sosial, ekonomi, dan budaya; fisik dan
lingkungan; berdasarkan Uji Pedoman Penyelesaian Enclave dalam kawasan hutan Dirjen
Inventarisasi dan Tata Guna Hutan, tahun 1994 (10 kriteria), menunjukkan skor 210.
Berdasarkan pedoman jika skore <265, maka lokasi tersebut dapat di enclave, melalui
prosedur yang telah ditetapkan.
• Rekomendasi hasil study ICRAF-SEA adalah:
✔ Skenario 1 : Semua areal yang dimohonkan (dipetakan) seluas 302,5 ha di-enclavekan
dengan opsi property right sebagai output.
✔ Skenario 2 : Semua menjadi enclave pekon Sukapura dengan ketentuan penggunaan
lahan sbb :
(1) Pemukiman seluas 70 Ha sebagai property right, dan
(2) Sisanya 232,5 Ha subyek property right, tapi land use diatur ketat oleh pemerintah
(dikelola dengan model hutan hak).
✔ Skenario 3 : Hanya pemukiman saja seluas 70 Ha yang di enclavekan dengan status
property right dan sisanya 232,5 Ha sebagai access right (Misalnya HKm, Hutan Desa,
dll) namun berstatus non enclave dan tidak menjadi wilayah pekon.
• Usulan pelepasan kawasan hutan secara parsial di lokasi tersebut sampai saat ini belum ada
solusi konkrit mengingat status lokasi yang dimohon adalah kawasan Hutan Lindung yang
telah ditata batas dan disahkan tanggal 13 Juni 1940. Selanjutnya lokasi tersebut ditata batas
kembali dengan Berita Acara Tata Batas tanggal 24 Maret 1994 dan disahkan oleh Menteri
Kehutanan tanggal 19 September 1994
• Fakta yang menjadi bahan pertimbangan adalah bahwa luas kawasan hutan di Provinsi
Lampung saat ini adalah 29,92% yang sudah berada di bawah ambang batas luas minimal
yaitu 30%.
• Rekomendasi dari Departemen Kehutanan (Ditjen Planologi) antara lain:
✔ Pengurangan luas kawasan hutan sejauh mungkin dihindari dan apabila terpaksa
dilakukan harus diupayakan penyediaan areal pengganti
✔ Pada prinsipnya mekanisme perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan secara
partial sama dengan perubahan skala provinsi melalui revisi RTRWP/K.
✔ Mengingat amanat upaya penyelesaian secara partial yang telah ditempuh dalam
jangka waktu yang cukup lama dan belum bisa menuntaskan permasalahan yang ada
dan sejalan dengan pelaksanaan amanat UU No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang agar semua Perda RTRWP/K dilakukan penyesuaian, maka usulan perubahan
disarankan diintegrasikan dalam Revisi RTRWP
• Disarankan kepada Pemda Lampung Barat untuk memasukkan permasalahan Sukapura
terhadap usulan revisi RTRWK Lampung Barat yang akan diintegrasikan dengan revisi
RTRWP Lampung.