1. A. Semen Portland (PC)
Menurut Standar Industri Indonesia
(SII 0013-1981), definisi semen
portland
adalah semen hidraulis yang dihasilkan dengan cara menghaluskan klinker yang terutama terdiri dari
silikat-silikat kalsium yang bersifat hidraulis bersama bahan-bahan yang biasa digunakan, yaitu gypsum.
Ada dua macam semen, yaitu semen hidraulis dan semen non-hidraulis. Semen hidraulis adalah semen
yang akan mengeras bisa bereaksi dengan air, tahan terhadap air (water resistence) dan stabil di dalam air
setelah mengeras. Sedangkan semen non-hidraulis adalah semen yang dapat mengeras tetapi tidak stabil
dalam air.
Sebelum semen yang kita kenal ditemukan, adukan perekat pada bangunan di buat dari kapur
padam, pozolan dan agregat (campuran ini sering disebut semen alam). Dan kini bangunan
yang menggunakan bahan perekat ini masih banyak ditemukan di Italy. Campuran perekat
tersebut tidaklah terlalu kuat, tapi tergantung pula pada sifat pozolan yang di gunakan sebagai
bahan perekat. Pozolan adalah bahan yang terbentuk oleh debu dari letusan gunung berapi.
Kapur hidrolis pertama kali ditemukan oleh seorang sarjana sipil yang bernama Jon
Smeaton pada tahun 1756. Pada saat itu ia bertugas untuk merehabilitasi menara api yang
terletak di Eddystone. Ia mencoba menggabungkan kapur padam dan tanah liat. Kemudian
campuran itu ia bakar. Setelah mengeras, bongkahan campuran tersebut di tumbuk hingga
menjadi tepung. Yang mana tepung tesebut dapat digunakan kembali dan dapat mengeras di
dalam air. Mulai dari percobaan inilah sifat-sifat kapur hidrolis mulai di kenal. Namun
perkembangan bahan yang ia temukan masihlah lambat dibandingkan campuran kapur padam
biasa.
Pada tahun 1796 penemuan ini kembali dikembangkan oleh James Parker dari Norhfleed,
Inggris. Ia mengembangkan campuran yang telah ditemukan oleh Jon, perbedaan dari
campuran yang di temukan Jon, batu kapur yang digunakan James sebagai capuran adalah batu
kapur yang mengandung lempung. Seadngkan teknik yang di gunakannya sama dengan yang
di lakukan Jon. Pada tahun 1800 produk yang dikembangkan James berkembang pesat,
sehingga produknya di beri nama semen roman. Namun perkembangan tersebut hanya
bertahan
hingga
tahun
1850.
Di Inggris tukang batu yang bernama Joseph Aspdin dari kota Leeds, mencampurkan kapur
2. padam dengan tanah liat, kemudian ia bentuk jadi gumpalan. Lalu di bakar dengan suhu
kalsinasi (suhu dimana kapur dapat meleleh) dan setelah itu di tumbuk hingga menjadi tepung.
Ketika bahan campuran tersebut mengeras, warna dari bahan berubah menjadi abu-abu. Warna
tersebut menyerupai bebatuan di wilayah Portland, maka Joseph memberi nama hasil
sebagaiSemen
temuannya
Portland.
Tanggal 21 october 1824, semen Portland Joseph mendapat hak paten dari raja Inggris. Walau
pun
demikian
ia
tetap
merahasiakan
bahan
campuran
yang
ia
temukan,
dan
ia
tidak memproduksi nya secara masal. Setelah ia wafat, pengembangan dan pemasaran secara
masal semen ini di teruskan oleh anaknya yang bernama William Joseph di Jerman.
Tahun 1877 jerman melakukan penelitian lebih lanjut terhadap semen Portland, hingga
membentuk asosiasi pengusaha dan ahli semen. 30 tahun kemudian asosiasi tersebut
menyebar hingga ke Inggris dan di Inggris Standard dari semen dibuat.