Cerita ini menceritakan perjalanan hidup Bayu, anak laki-laki yang didiagnosa tuli sejak lahir akibat infeksi yang diderita ibunya saat hamil. Ibunya berusaha menerima kondisi Bayu dan memberikannya pendidikan meskipun dengan keterbatasan. Suatu hari Bayu berhasil memenangkan lomba dan ibunya merasa bangga meskipun merasa bersalah karena tidak dapat menyembuhkan kekurangan Bayu.

1. DESEMBER-DESEMBER BAYU
Oleh: NURUL EKA PUTRI
Desember, 1999
Mata kecil Bayu berusaha menatap wajah-wajah asing penuh senyum. Tetapi, satu
wajah berbeda. Bayu kaku terpaku.
“Hai, Bayu sayang,” Bayu mencoba menafsirkan gerakan bibir wajah itu.
Bayu tidak berkata. Tidak ada yang ingin ia katakan dan tidak dapat berkata-kata.
Hanya menatap setiap wajah yang berbahagia, namun hening tanpa suara.
Desember, 2000
Bayu menemukan selembar foto di tumpukan mainannya. Terlihat sepasang orang
dewasa menggandeng tangan anak kecil, mereka tersenyum. Bayu ingin memamerkan hasil
temuannya. Dari pintu kamar Bayu melihat seorang wanita duduk tertunduk, sambil sesekali
menyapu wajah.
“Ada apa, Bun?” tanyanya dalam hati.
Bayu duduk di samping wanita itu sembari mengelus rambutnya. Wanita itu sontak
mengangkat kepalanya, menatap lekat-lekat ke dalam mata Bayu.
“Mengapa ada air di pipi Bunda?” kembali Bayu membatin.
“Aku tidak tahan melihatmu lagi! Pergiiii!!!!” teriak wanita itu. Bayu tidak berkutik,
terus mengelus rambut wanita itu.
Bayu teringat akan foto yang ingin ia pamerkan. Ia pun menyodorkan foto tersebut.
Dengan penuh kemarahan, wanita itu merobeknya.
Desember, 2001
Orang berjubah putih ramai berlalu lalang. Juga ada orang-orang lain yang sibuk
dengan anak mereka. Ada yang hidungnya merah, badannya bergetar, bahkan ada yang tidak
membuka mata.
“Bayu, putra Ibu Siska,” ucap seseorang.
Bayu melihat wanita di sampingnya mengangkat tangan dan berdiri. Wanita itu
menatap mata Bayu dan terlihat menggerakkan bibirnya. Sambil menggandeng tangannya,
Bayu dibawa masuk ke ruangan.
“Selamat Pagi, Ibu Siska dan Adik Bayu. Saya Dokter Haris, silahkan duduk, Ibu,”
sambut seseorang. “Jadi ada keluhan apa adiknya, Bu?”

2. “Anak saya masih belum bisa bicara, Dok. Padahal usianya sudah dua tahun.” tanya
Ibu Siska. Bayu memeluk erat Bundanya dari belakang.
“Begitu ya? Bayu, kita main ini, yuk,” ajak Dokter sambil menyodorkan lonceng.
Bayu tidak berkutik, bahkan menoleh pun tidak.
“Bayu sayang,” ucap Ibu Siska sambil meraih tangan anaknya.
Dokter pun mulai memeriksa Bayu. Dibunyikan lonceng dan diarahkan dari segala
arah. Dokter menilai respon gerakan kepala Bayu terhadap arah asal bunyi.
“Apa ada masalah saat melahirkan, Bu?” tanya Dokter kepada Ibu Siska.
“Saat melahirkan tidak ada masalah, Dok. Tetapi …” Ibu Siska terdiam sejenak. “Saat
hamil Bayu, saya didiagnosa terkena infeksi toxoplasma, Dok. Selang beberapa bulan sudah
dinyatakan sembuh.”
“Begitu ya, Bu? Maaf Bu sebelumnya, saya bertanya lagi. Apa mungkin dari keluarga
ada yang tuli, Bu?” ucap Dokter ragu-ragu.
“Apa? Tuli?”
Desember, 2016
Pemuda tampan, tinggi, berbadan tegap melangkah riang di lapangan sekolah,
Menaiki bus sekolah untuk diantar pulang ke rumah. Sepanjang perjalanan wajahnya penuh
kegembiraan. Sesekali tersenyum sendiri. Sambil memeluk kertas seukuran A4 bertuliskan
Piagam Juara 1 atas nama Bayu Abdi Aksara Putra.
Sampai di halaman rumah, Bayu buru-buru membuka pintu dan berlari masuk. Bayu
ingin mengejutkan Bunda Siska. Diam-diam melangkah, melepaskan tas, Bayu langsung
memeluk Bunda dari belakang. Bunda sontak terkejut, namun tersenyum begitu menyadari
anak kesayangannya pulang. Bunda pun berbalik arah. Bayu menyerahkan apa yang sedari
tadi ia pegang erat-erat. Mata Bunda berkaca-kaca. Kembali ia memeluk anak tampan
kesayangannya itu.
“Selamat ya, Sayang. Bunda bangga banget sama kamu, Nak,” ucap Bunda.
“Maaf Bu, berdasarkan pemeriksaan dan beberapa keluhan Ibu dan Bayu. Saya
menduga anak Ibu menderita Tuli kongenital sejak lahir. Karena si Adik belum bisa bicara
hingga usia dua tahun. Kemudian Ibu memiliki riwayat infeksi toxoplasma saat hamil,
semakin menambah risiko terjadinya Tuli kongenital ini, Bu,” jelas Dokter panjang lebar.
Ibu Siska ingin menangis, tetapi ada Bayu di sana.
”Cukup satu-satunya air mata yang ia lihat adalah tangisanku saat dikhianati oleh
Mas Putra setahun yang lalu. Aku harus tegar dan selalu tegar.” batin Ibu Siska.

3. “La..Lalu, apa.. yang.. apa yang saya harus lakukan, Dok? Bayu bisa sembuh kan?”
“Apabila usia 6 bulan atau sebelum 2 tahun, kami bisa melatih Bayu untuk berusaha
mengerti gerakan bibir lawan bicaranya dan belajar berbicara. Tetapi karena usianya sudah
2 tahun, agak sulit, Bu. Langkah terbaik adalah operasi. Meskipun harganya lumayan mahal
dan membutuhkan perawatan yang berkelanjutan.”
Ibu Siska tersadar dari lamunannya saat Bayu dengan sengaja mencubit pipinya. Ibu
Siska pun membalas cubitan Bayu sambil tersenyum.
“Bay, terimakasih. Kamu sudah membuat Bunda bangga banget sama kamu. Maafkan
Bunda tidak dapat memulihkan kekuranganmu. Maaf juga Bunda terpaksa tidak memasukkan
kamu ke sekolah yang normal. Maafkan Bunda melahirkanmu tidak normal. Maafkan Bunda,
Nak. Hiks.. Maafkan Bunda,” kini tangis Ibu Siska tidak terbendung.
Terimakasih Bay, Terimakasih
PROFIL PENULIS
Nurul Eka Putri. Lahir pada 6 November 1996. Lahir di Pekanbaru, besar di
Tanjungpinang, dewasa di Semarang. Saat ini tengah menempuh pendidikan sarjana di
bidang ilmu Pendidikan Dokter (FK), Universitas Diponegoro. Saat SMP, sangat tertarik
dalam bidang sastra. Sudah banyak menelurkan tulisan fiksi terutama dalam bentuk cerita
pendek dan puisi.