2. Sub Pokok Bahasan
A. Sejarah Hukum Perdata Indonesia;
B. Pengertian Hukum Perdata
C. Pembagian dan Sistematika Hukum Perdata;
1. Hukum Perorangan dan Hukum Keluarga;
2. Hukum tentang Benda;
3. Hukum tentang Perikatan;
4. Hukum tentang Pembuktian dan Daluarsa.
2
3. -------------------------------------
Keberadaan Hukum Perdata
bersumberkan pada Kitab Undang-
undang Hukum Sipil (Burgerlijk
Wetboek).
Sejarah panjang berlakunya hukum
perdata di Indonesia tidak lepas dari
sejarah pendudukan Belanda di
Indonesia.
Keberadaan KUHS (sekarang lazim
disebut KUH Perdata) sebagian
besarnya adalah hukum perdata
Perancis yaitu Code Napoleon tahun
1811 – 1838 (akibat pendudukan
Perancis atas Belanda).
Di Belanda Setelah berakhirnya
masa pendudukan oleh Perancis,
Belanda melakukan kodifikasi hukum
Perdata Belanda dengan bersumberkan
sebagian besarnya pada code of
Napolleon dan sebagian kecil pada
ketentuan hukum Belanda Kuno.
Kodifikasi hukum Belanda ini selesai
pada tanggal 5 Juli 1830 dan
diresmikan pada tanggal 1 Oktober
1838.
3
A. Sejarah Singkat Hukum
Perdata di Indonesia
4. Berdasarkan asas Konkordinasi,
kodifikasi hukum perdata Belanda
menjadi contoh bagi kodifikasi hukum
perdata Eropa di Indonesia.
Kodifikasi dibentuk oleh Panitia
dengan diketuai oleh Mr. C.J. Scholten
van Oudhaarlem.
Tujuan dilaksanakannya kodifikasi
adalah untuk mengadakan persesuaian
antara hukum dan keadaan di
Indonesia dengan hukum dan keadaan
di negeri Belanda.
Kodifikasi diumumkan pada tanggal 30
April 1948 melalui staatsblad No. 23
dan mulai berlaku pada tanggal 1 Mei
1948.
Keberadaan hukum Perdata dalam arti
luas mencakup semua hukum yang
mengatur kepentingan-kepentingan
perorangan.
Hukum perdata yang lazim juga
disebut dengan hukum sipil
keberadaannya di Indonesia ber-
bhineka warna, dikarenakan
penerapannya berlainan untuk segala
golongan warga negara:
(1) untuk orang Indonesia Asli
berlaku Hukum Adat;
(2) untuk golongan warga negara
bukan asli yang berasal dari
Tionghoa dan Eropa berlaku KUH
Perdata (BW)dan KUH Dagang
(Wetboek van Koophandel) – dengan
beberapa pengecualian;
(3) untuk warga negara lainnya yaitu
Arab, India, dan lain-lain berlaku
sebagian BW yaitu hanya pada
ketentuan tentang hukum benda,
selainnya menggunakan ketentuan
yang diatur oleh hukum negara nya.
4
5. B. Pengertian Hukum Perdata
Hukum Perdata adalah hukum yang mengatur hubungan hukum
antara orang yang satu dengan orang yang lain di dalam masyarakat
yang menitik beratkan kepada kepentingan perseorangan/pribadi
(private interest).
Menurut Prof. Subekti, pengertian Hukum Perdata, dapat diartikan
dalam 2 bentuk, yakni: 1. Hukum Perdata Materil, adalah
peraturan-peraturan hukum yang mengatur hak-hak dan
kewajiban-kewajiban dalam bidang hukum perdata (Hukum
Perdata Materiil inilah yang lazim disebut Hukum Perdata saja); 2.
Hukum Perdata Formil, adalah peraturan hukum yang mengatur
tentang bagaimana cara mempertahankan Hukum Perdata Materiil
tersebut (Hukum Perdata Formil merupakan materi Hukum Acara
Perdata).
5
6. Hukum Perdata menurut C.S.T. Kansil ialah rangkaian peraturan-peraturan
hukum yang mengatur hubungan hukum antara orang yang satu dengan
orang lain, dengan menitikberatkan kepada kepentingan perseorangan.
Ketentuan hukum Perdata yang dikandung oleh KUH Perdata, diatur dalam
empat buku yang masing-masing nya terdiri dari:
Buku Kesatu mengatur perihal Orang (van personen) yang memuat hukum
perorangan dan hukum kekeluargaan;
Buku Kedua yang mengatur perihal Benda (van zaken) yang memuat
pengaturan tentang hukum benda dan hukum waris;
Buku ketiga berjudul Perihal Perikatan (van verbintennissen) yang memuat
hukum harta kekayaan yang berkenaan dengan hak-hak dan kewajiban
yang berlaku bagi orang-orang atau pihak-pihak tertentu;
Buku keempat berjudul Perihal Pembuktian dan Daluarsa atau lewat waktu
(van bewijs en verjaring) yang memuat pengaturan tentang alat-alat
pembuktian dan akibat-akibat lewat waktu terhadap hubungan hukum.
6
C. Pembagian dan Sistematika Hukum
Perdata Indonesia
7. Menurut Ilmu Pengetahuan Hukum, Hukum Perdata dapat
dibagi dalam empat bagian:
I. Hukum Perorangan (Personenrecht) yang memuat antara lain:
a) peraturan-peraturan tentang manusia sebagai subjek hukum dan b) peraturan tentang
kecakapan untuk memiliki hak-hak dan untuk bertindak sendiri melaksanakan hak-haknya
tersebut.
II. Hukum Keluarga (Familierecht) yang memuat antara lain:
a) perkawinan beserta hubungan dalam hukum harta kekayaan antara suami – istri;
b) hubungan antara orang tua dan anak-anaknya;
c) perwalian; d) pendewasaan, dan e) pengampuan (curatele).
III. Hukum Harta Kekayaan (vermogensrecht) yang mengatur tentang hubungan-hubungan hukum
yang dapat dinilaikan dengan uang. Hukum harta kekayaan meliputi:
a) hak mutlak, yaitu hak-hak yang berlaku terhadap tiap orang;
b) hak perorangan, yaitu hak-hak yang hanya berlaku terhadap seorang atau suatu pihak
tertentu saja.
IV. Hukum Waris (Erfrecht) yang mengatur tentang benda atau kekayaan seorang jika ia meninggal
dunia (mengatur akibat-akibat dari hubungan keluarga terhadap harta peninggalan seseorang).
7
8. Hukum Perorangan &
Hukum Keluarga
HUKUM PERORANGAN :
Keberadaan orang (persoon) dalam
hukum adalah sebagai pembawa hak
atau disebut juga sebagai subjek di
dalam hukum.
Subjek hukum di sini terdiri dari :
1. Manusia (naturlijke persoon);
2. Badan Hukum (rechtspersoon).
Berlakunya seorang manusia sebagai
subjek hukum dimulai saat ia
dilahirkan sampai meninggal dunia
(lihat Pasal 2 KUH Perdata)
Badan – badan atau perkumpulan
dianggap juga sebagai subjek hukum
(rechtspersoon) yang berarti orang
(persoon) yang diciptakan oleh
Hukum. PT, Firma, NV, CV,
Koperasi, Yayasan, dll
HUKUM KELUARGA :
Hukum keluarga memuat rangkaian
peraturan-peraturan hukum yang
timbul dari pergaulan hidup
kekeluargaan.
Materi pokok hukum keluarga secara
luas meliputi:
1. Keturunan;
2. Kekuasaan orang tua;
3. Perwalian;
4. Pendewasaan;
5. Pengampuan;
6. Perkawinan.
8
9. Hukum Harta Kekayaan
Defenisi:
C.S.T. Kansil Hukum harta kekayaan adalah peraturan-peraturan hukum
yang mengatur hak dan kewajiban manusia yang bernilai uang.
Abdoel Jamali Hukum kekayaan merupakan ketentuan yang mengatur
mengenai hubungan antara subyek hukum dan objek hukum dalam suatu
peristiwa hukum.
(Note: objek hukum yaitu benda, ialah segala sesuatu yang menjadi bagian
dari keadaan yang dapat dikuasai dan mempunyai nilai uang.
Ruang Lingkup:
Hukum kekayaan terdiri dari hukum benda dan hukum perikatan
dikarenakan adanya hubungan antara para subjek hukum dengan membuat
suatu ikatan hukum tertentu berkenaan dengan suatu objek hukum tertentu.
9
10. Hukum Benda
Defenisi :
Hukum Benda ialah ketentuan-ketentuan
yang mengatur mengenai hal yang diartikan
dengan benda dan hak – hak yang melekat di
atasnya. (Abdoel Jamali).
Menurut C.S.T. Kansil, hukum benda yaitu
peraturan-peraturan hukum yang mengatur
hak-hak kebendaan yang bersifat mutlak,
artinya hak terhadap benda yang oleh setiap
orang wajib diakui dan dihormati.
Benda menurut ilmu pengetahuan hukum
ialah segala sesuatu yang dapat menjadi objek
hukum.
Benda menurut pasal 499 KUH Perdata ialah
tiap-tiap barang dan tiap-tiap hak yang dapat
dikuasai oleh hak milik.
Macam-macam Benda :
1. Benda Tetap dan Benda Bergerak;
Benda Tetap ialah benda-benda yang
karena sifatnya, tujuannya atau
penetapan undang-undang dinyatakan
sebagai benda tidak bergerak.
contoh: bangunan, mesin-mesin pabrik,
tanaman (karena sifatnya) hak opstal, hak
erfpacht, hak hipotik (karena penetapan
undang-undang).
Benda Bergerak ialah benda-benda yang
karena sifatnya atau karena penentuan
undang-undang dianggap benda
bergerak. Contoh: alat-alat perkakas,
kendaraan, binatang (karena sifatnya),
hak-hak terhadap surat berharga.
sambung….
10
11. 2. Benda Berwujud dan Benda Tidak
Berwujud.
Benda berwujud yaitu barang-barang dan
benda tidak berwujud adalah bermacam-
macam hak.
Note:
Benda-benda ini dapat dimiliki dan dikuasai
oleh manusia dan karena itu diperlukan
peraturan-peraturan hukum yang
mengatur hubungan manusia dengan
benda-benda tersebut.
Peraturan tentang hukum benda (zakelijke
rechten) bersifat mutlak (absolut recht)
artinya dapat berlaku dan harus
dihormati oleh setiap orang.
11
12. Hukum Perikatan
Istilah dan Pengertian Perikatan dan Hukum
Perikatan.
Hukum perikatan merupakan istilah yang
paling luas cakupannya. Istilah ”perikatan”
merupakan kesepadanan dari istilah Bahasa
Belanda ”Verbintenis” (Munir Fuady, 1999: 1).
Istilah hukum perikatan mencakup semua
ketentuan dalam buku ketiga KUH Perdata.
Buku ketiga KUH Perdata tidak memberikan
penjelasan yang spesifik tentang pengertian
perikatan, namun demikian, para ahli
memberikan pengertian tentang perikatan ini di
antara nya yang disampaikan oleh Mariam
Darus Badrulzaman, bahwa perikatan dimaknai
sebagai ”hubungan (hukum) yang terjadi di
antara dua orang atau lebih, yang terletak di
bidang harta kekayaan, dengan pihak yang
satu berhak atas prestasi dan pihak lainnya
wajib memenuhi prestasi tersebut”(Mariam
Darus Badrul Zaman, 1994: 3).
Sedangkan hukum perikatan merupakan
seperangkat aturan yang memberikan
pengaturan terhadap dilaksanakannya
perikatan.
Sumber Hukum Perikatan.
Pasal 1233 KUH Perdata menyatakan ”Tiap-
tiap perikatan dilahirkan baik karena
perjanjian , baik karena undang-undang”.
Selain itu, perikatan juga dapat bersumber
dari Jurisprudensi, Hukum Tertulis dan
Tidak Tertulis serta Ilmu Pengetahuan
Hukum.
Para Pihak (Subjek Perikatan).
Sebagaimana telah disampaikan bahwa
perikatan adalah hubungan hukum yang
terjadi di antara dua orang atau lebih yang
terletak di bidang harta kekayaan, dengan
mana pihak yang satu berhak atas prestasi
dan pihak lainnya wajib memenuhi prestasi
tersebut. Pihak yang berhak atas prestasi
adalah pihak yang aktif, lazim disebut
sebagai kreditur atau yang berpiutang.
Sebaliknya, pihak yang pasif atau pihak yang
wajib memenuhi prestasi disebut dengan
debitur atau yang berutang. mereka inilah
yang disebut sebagai subjek atau para pihak
dalam perikatan.
Keberadaan para pihak dapat berupa orang
ataupun badan hukum/badan usaha.
12
13. Objek Perikatan.
Pasal 1234 KUH Perdata
memberikan pengaturan
tentang objek ataupun jenis
perikatan. Objek dalam
perikatan adalah sesuatu
yang ingin dicapai oleh
kedua belah pihak di dalam
perjanjian itu. Objek dalam
hukum perikatan lazim juga
disebut sebagai prestasi
dalam perikatan, yaitu:
1. Untuk memberikan sesuatu;
2. Untuk berbuat sesuatu;
3. Untuk tidak berbuat sesuatu.
Jenis Perikatan.
Perikatan menurut para ahli
dibedakan dalam berbagai
jenis sebagai berikut:
1. Menurut Ilmu Hukum
Perdata.
2. Menurut Undang-
undang.
13
14. Jenis Perikatan menurut Ilmu Hukum Perdata:
I. Dilihat dari objek nya:
1. Untuk memberikan sesuatu;
2. Untuk berbuat sesuatu;
3. Untuk tidak berbuat sesuatu;
4. Perikatan manasuka;
5. Perikatan fakultatif;
6. Perikatan generic dan spesifik;
7. Perikatan yang dapat dibagi dan tidak
dapat dibagi;
8. Perikatan yang sepintas lalu dan terus
menerus
II. Dilihat dari subjeknya:
1. Perikatan tanggung menanggung
(hoofdelijk/solidair);
2. Perikatan pokok & tambahan (principale &
accessoir);
III. Dilihat dari daya kerjanya:
1. Perikatan dengan ketetapan waktu;
2. Perikatan bersyarat.
Jenis Perikatan Menurut Undang-undang:
1. Perikatan untuk memberikan sesuatu
(Pasal 1235 – 1238 KUH Perdata);
2. Perikatan untuk berbuat sesuatu dan
perikatan untuk tidak berbuat sesuatu
(Pasal 1239 -1242 KUH Perdata);
3. Perikatan Bersyarat (Pasal 1253, 1259 –
1267 KUH Perdata);
4. Perikatan dengan ketetapan waktu (Pasal
1268 – 1271 KUH Perdata);
5. Perikatan manasuka/alternative (Pasal
1272 – 1277 KUH Perdata);
6. Perikatan Tanggung Renteng/ Tanggung
Menanggung (Pasal 1278 – 1303 KUH
Perdata):
7. Perikatan yang dapat dibagi dan yang
tidak dapat dibagi (Pasal 1296 – 1303
KUH Perdata);
8. Perikatan dengan ancaman hukuman
(Pasal 1304 – 1312 KUH Perdata);
14
15. Hukum Waris
Defenisi :
Hukum waris ialah ketentuan-ketentuan yang mengatur nasib kekayaan orang setelah
pemiliknya meninggal dunia.
Hukum waris Eropa mengenal dua macam waris, yaitu 1) hukum waris wasiat (testamen) dan 2)
hukum waris tanpa wasiat (abintestato). Pada waris ini, mengatur tentang penerimaan
warisan dari seseorang yang meninggal dunia yang tidak mengadakan ketentuan-ketentuan
mengenai kekayaannya.
Hukum waris Adat mengenal tiga (3) sistem kewarisan:
1. Sistem Kewarisan Individual yang merupakan sistem kewarisan bagi para ahli waris yang mewaris secara
perseorangan atas harta peninggalan yang dapat dibagi-bagikan pemiliknya secara individual kepada (para)
ahli waris. Sistem ini lazim di kalangan orang Tapanuli, Jawa.
2. Sistem Kewarisan Kolektif, para ahli waris secara kolektif (bersama-sama) mewarisi harta peninggalan yang
tidak dapat dibagi pemiliknya kepada masing-masing ahli waris. Sistem ini lazim di Minangkabau.
3. Sistem Kewarisan Mayorat:
a. Mayorat laki-laki, apabila anak laki-laki tertua pada saat pewaris meninggal atau keturunan laki-laki
merupakan ahli waris tunggal (Lampung).
b. Mayorat perempuan yaitu apabla anak perempuan tertua pada saat pewaris meninggal adalah ahli waris
tunggal (Masyarakat di Tanah Semendo).
15
16. Pewarisan menurut Hukum Islam mengenal adanya subjek hukum sebagai pewaris
(yang meninggal dunia) dan ahli waris (orang yang menerima hak dalam
memperoleh bagian dari harta warisan keluarga sedarah yang beragama Islam,
Perkawinan yang sah menurut hukum Islam, adanya hubungan kesamaan agama
Islam jika keluarga sedarah dan hubungan perkawinan tidak ada); serta objek nya
adalah harta warisan.
Pasal 832 KUH Perdata “yang berhak untuk menjadi ahli waris ialah para keluarga
sedarah baik sah maupun luar kawin dan suami istri yang hidup terlama. Kalau
keluarga sedarah atau suami istri yang hidup terlama tidak ada, maka segalaharta
peninggalan itu menjadi milik negara dengan melunasi segala utang sekedar harta
peninggalan mencukupi untuk itu”.”
16
17. Hukum Pembuktian dan Daluarsa
Dasar hukum Pembuktian :
Pasal 1865 KUH Perdata menyatakan : “ Setiap orang yang mendalilkan bahwa
ia mempunyai sesuatu hak, atau guna meneguhkan haknya sendiri
maupun membantah suatu hak orang lain, menunjuk pada suatu
peristiwa, diwajibkan membuktikan adanya hak atau peristiwa
tersebut”.
Buku Keempat KUH Perdata mengatur tentang :
1. Pembuktian pada Umumnya;
2. Pembuktian dengan Tulisan;
3. Pembuktian dengan saksi-saksi;
4. Persangkaan;
5. Pengakuan;
6. Sumpah di muka Hakim;
7. Daluarsa.
17
18. Alat-alat bukti sendiri (Pasal 1865 KUH Perdata), terdiri atas:
1. Bukti Tulisan;
2. Bukti dengan saksi-saksi;
3. Persangkaan;
4. Pengakuan;
5. Sumah.
Daluarsa (Pasal 1946 KUH Perdata) adalah suatu alat untuk memperoleh sesuatu atau untuk
dibebaskan dari suatu perikatan dengan lewatnya suatu waktu tertentu dan atas syarat-syarat
yang ditentukan oleh undang-undang.
Pada Buku keempat KUH Perdata, bab tentang Daluarsa mengatur :
Bagian I, tentang daluarsa secara umum;
Bagian II, tentang daluarsa dipandang sebagai suatu alat untuk memperoleh sesuatu;
Bagian III, tentang daluarsa dipandang sebagai suatu alasan untuk dibebaskan dari suatu kewajiban;
Bagian IV, tentang sebab-sebab yang mencegah daluarsa;
Bagian V, tentang sebab-sebab yang menangguhkan berjalannya daluarsa.
18
19. Kepustakaan
C.S.T. Kansil., 1989, “Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia”, Balai
Pustaka, Jakarta.
Djaja S. Meliala., 2007, “Perkembangan Hukum Perdata tentang Benda dan Hukum
Perikatan”, Nuansa Aulia, Bandung.
R. Abdoel Jamali., 1984, “Pengantar Hukum Indonesia”, RajaGrafindo Persada, Jakarta.
R. Subekti & R. Tjitrosudibio., 1994, “Kitab Undang-undang Hukum Perdata”, Pradnya
Paramita, Jakarta.
Sudarsono, 2003, “Pengantar Tata Hukum Indonesia”, Rineka Cipta, Jakarta.
19