1. EVALUASI PEMBELAJARAN FISIKA
TES LISAN
Dosen :
Dr.Ir. Vina Serevina
Mahasiswa S2 :
Fandi Cahya
7836130852
PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2014
2. 1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keterampilan berbicara atau speaking skill adalah kemampuan mengungkapkan bunyi-bunyi
artikulasi atau kata-kata untuk mengespresikan pikiran berupa ide, pendapat, keinginan, atau
perasaan kepada mitra bicara. secara umum keterampilan berbicara betujuan agar para pelajar
mampu bekomunikasi lisan secara baik dan wajar dengan bahasa yang mereka pelajari. Pada proses
belajar dalam mencapai kepandaian berkomunikasi diperlukan aktivitas-aktivitas, yakni: latihan
prakomunikatif yang mana latihan ini keterlibatan guru lebih banyak dari pada murid dan latihan
komunikatif yaitu latihan yang lebih mengandalkan kreativitas para pelajar maka dalam makalah ini
akan diuaraikan tentang evaluasi tes lisan beserta pembagiannya dan contoh-contohnya(Arikunto,
2005).
3. 2
1.2 Rumusan Masalah
Ada beberapa hal yang ingin diangkat dalam makalah ini, yaitu :
1. Apa yang dimaksud dengan tes lisan ?
2. Bagaimana cara melakukan tes lisan ?
3. Apa kelebihan dan kekurangan tes lisan ?
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun makalah ini bertujuan :
1. Untuk memahami pengertian dari tes lisan
2. Mengetahui cara melakukan tes lisan.
3. Mengetahui kelebihan dan kekurangan tes lisan.
4. 3
BAB II TES LISAN
Tes lisan merupakan tes kemampuan verbal, yaitu tes soal dan jawabannya menggunakan bahasa
lisan. Berbicara merupakan salah satu aspek penting dalam tes bahasa. Sebagai kemampuan
berbahasa aktif dan produktif, kemampuan berbicara menuntut penguasaan terhadap beberapa
aspek dan kaidah penggunaan bahasa. Berkaitan dengan hal ini, bahwa tidak ada kemampuan
bahasa yang begitu sulit untuk dinilai sebagaimana tes berbicara. Berbicara hakikatnya merupakan
keterampilan yang sangat kompleks yang mempersyaratkan penggunaan berbagai
kemampuan(Heaton, 1989). Kemampuan tersebut meliputi :
a. Pelafalan
b. Tata Bahasa
c. Kelancaran
d. Pemahaman ( Kemampuan merespon terhadap suatu ujaran secara baik )
Tujuan tes kemampuan berbicara adalah untuk mengukur kemampuan dalam menggunakan bahasa
Indonesia sebagai alat komunikasi lisan. Kemampuan yang dimaksud adalah kemampuan
mengkomunikasikan ide, perasaan, gagasan, maupun fikiran dan kemampuan memahami ujaran
mitra tutur. Lebih ideal lagi apabila kemampuan berbicara tersebut diletakkan dalam konteks
sosiokultural artinya bukan saja mampu mengkomunikasikan gagasan ide, mapun perasaan,
melainkan dia juga mampu melakukan komunikasi secara pragmatik dengan etika budaya sosial yang
berlaku dalam masyarakat(Heaton, 1987).
Untuk mengukur kemampuan berbicara, banyak cara atau bentuk yang dapat dikembangkan oleh
guru sesuai dengan tingkat kemampuan murid, yaitu dari tes yang paling dasar dan sederhana
sampai pada bentuk tes yang paling kompleks dan sulit. Diantaranya bentuk tes kemampuan
berbicara adalah sebagai berikut (Heaton, 1987):
5. 4
1. Membaca Keras ( Reading Aloud )
Membaca keras merupakan salah satu bentuk atau cara untuk mengukur kemampuan
berbicara. Sasaran utamanya adalah agar siswa mempunyai kemampuan melafalkan bunyi-
bunyi atau ujaran bahasa sasaran dengan lancar, fasih dan dengan intonasi yang tepat.
Dapat dikatakan, bahwa bentuk ini merupakan bentuk dasar dalam tes kemampuan
berbicara. Hal ini senada dengan pernyataan Heaton ( 1987 : 89 ), bahwa membaca keras ini
pada umumnya digunakan untuk mengukur kemampuan siswa dalam melafalkan ujaran
bahasa sasaran, bukan untuk mengukur kemampuan berbicara secara utuh dalam
penyelenggaraan tes kemampuan berbicara berbentuk membaca keras ini hendaknya
diciptakan situasi yang kontekstual mirip dengan kehidupan nyata. Misalnya siswa diminta
membaca ulang surat yang baru dia terima.
2. Bercerita Melalui Gambar
Untuk mengungkapkan kemampuan berbicara siswa, gambar dapat dijadikan rangsangan
pembicaraan yang baik. Gambar-gambar yang dimaksud dapat berupa gambar yang
menceritakan satu kegiatan dan siswa diminta untuk menceritakannya kembali. Seperti
contoh gambar berseri yang diberi nomor urut dan antara gambar yang satu dengan yang
lainnya saling terkait. Untuk mengukur kemampuan berbicara melalui gambar ini, misalnya
siswa diminta secara langsung untuk menceritakan peristiwa yang terjadi dalam gambar
berseri tersebut secara kronologis, atau guru melakukannya secara bertahap. Pada tahap
awal, siswa diminta untuk menyebutkan atau menemukan fakta (obyek) yang terdapat pada
gambar atau guru mengajukan pertanyaan tentang berbagai fakta yang terdapat pada
gambar. Selanjutnya pada tahap berikutnya siswa diminta menceritakan isi keseluruhan
peristiwa yang terdapat dalam gambar berseri tersebut sesuai dengan urutan peristiwa.
3. Menceritakan Kembali
6. 5
Kegiatan ini sebagai salah satu bentuk tes kemampuan berbicara yang dilakukan dengan cara
guru memperdengarkan wacana baik secara langsung maupun melalui tape recorder.
Setelah itu siswa diminta menceritakan kembali wacana yang diperdengarkan tersebut
dengan sususan bahasanya sendiri. Sudah barang tentu siswa diminta lebih memfokuskan
pada bagian-bagian yang paling esensial dari wacana tersebut.
4. Dialog Terbimbing
1. Bercerita Bebas
Yang dimaksud dengan bercerita bebas disini adalah suatu kegiatan tes kemampuan
berbicara yang menuntut siswa menceritakan topik-topik tertentu secara bebas. Topik –
topik yang dimaksud dapat disediakan oleh guru, kemudian murid memilih sendiri topik yang
sesuai dengan selera, pengetahuan dan pengalamannya atau pihak murid diminta mencari
topik sendiri sesuai dengan selera atau pengalamannya.
2. Wawancara
Wawancara merupakan salah satu cara yang dapat digunakan untuk mengukur kemampuan
berbicara pembelajar atau siswa dalam bahasa Indonesia. Kegiatan wawancara, seorang
penguji seyogyanya menciptakan situasi yang kondusif agar siswa merasa tenang, bebas
tidak merasakan tertekan dan tidak merasa diinterogasi. (Heaton, 1987).
Perihal yang dipertanyakan dalam wawancara tersebut dapat menyangkut berbagai hal, tapi
hendaknya disesuaikan dengan tingkat usia dan kemampuan siswa, misalnya berkaitan
dengan identitas pribadi siswa, keadaan keluarga, maupun kegiatan sehari-hari. Suatu hal
yang perlu diperhatikan oleh guru dalam memilih materi wawancara adalah teks berbahasa
Indonesia yang sudah dipelajari siswa.
3. Pidato
Pidato juga dapat dikategorikan sebagai salah satu bentuk tes untuk mengukur kemampuan
berbicara siswa. Dalam konteks pengajaran dan penyelanggaraan tes berbicara, tugas pidato
7. 6
dapat berwujud permainan simulasi, misalnya siswa bersimulasi sebagai kepala sekolah yang
berpidato dalam upacara benedera, menyambut tahun ajaran baru, memperingati hari-hari
besar nasional, atau hari-hari besar keagamaan.
4. Diskusi
Diskusi selain alat untuk mengukur kemampuan siswa dalam berargumenasi, juga dapat
mengukur kemampuan berbicara, dalam diskusi ini, pelajar diminta untuk mengemukakan
dan mempertahankan pendapat, ide dan pikirannya serta merespon pendapat, ide dan
pikiran orang lain secara kritis dan logis. Dalam hal ini, sudah barang tentu kemampuan
menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi lisan merupakan indikator yang sangat
substansial dan esensial dalam mencermati kegiatan diskusi(Heaton, 1987).
8. 7
BAB III PELAKSANAAN TES LISAN
Nurkanca, dkk (1986:60) menjelaskan bahwa hal-hal yang perlu mendapat perhatian dalam
pelaksanaan tes lisan antara lain adalah sebagai berikut :
a) Pertahankanlah situasi evaluasi dalam pelaksanaan tes lisan. Guru harus tetap
menyadari bahwa tujuan evaluasi adalah untuk mendapatkan gambaran tentang
prestasi belajar yang dicapai oleh murid-murid.
b) Janganlah guru membentak-bentak seorang murid karena murid tersebut
memberikan jawaban yang menurut penilaian guru merupakan jawaban yang “
bodoh “
c) Jangan pula ada kecenderungan untuk membantu seorang murid yang sedang di tes
dengan memberikan kunci-kunci tertentu karena kita merasa kasihan atau simpati
pada murid tersebut. Hal ini bertentangan dengan prinsip-prinsip evaluai karena kita
bertindak tidak adil terhadap murid yang lain.
d) Siapkanlah terlebih dahulu suatu rencana pertanyaan serta score jawaban yang
diminta untuk setiap pertanyaan. Hal ini untuk menjaga agar guru jangan sampai
terkecoh oleh jawaban yang ngelantur dari murid-murid.
e) Laksanakanlah skoring secara teliti terhadap setiap jawaban yang diberikan oleh
murid.
Sejauh mungkin dapat diusahakan agar tes lisan itu berlangsung secar individual atau satu per satu
agar tidak mempengaruhi mental testee yang lain ( Sudjiono, 2008 ).
9. 8
Ada beberapa hal yang diperlukan dalam tes lisan, yaitu: guru atau pengetes terlebih dahulu
merencanakan pokok-pokok yang akan dipertanyakan; sampaikan pertanyaan dengan cara yang
baik; ciptakan raport sebelum memulai ujian lisan yang sebenarnya, karena umumnya setiap yang
diuji sebelum ujian sudah dihinggapi rasa was-was dan takut; dahulukan pertanyaan yang mudah
dan diperkirakan dapat dijawab, sebaiknya penilaian diberikan segera setelah ujian dilaksanakan;
formasi tempat duduk antara sipenguji dan siteruji sebaiknya tidak berhadapan langsung secara
vertikal ( Zainul , 2005 ).
10. 9
BAB IV PRAKTEK MENGUJI KOMPETENSI LISAN
A. Siapa Yang Terlibat
Orang yang terlibat dalam ujian ini adalah dua orang guru penguji (examiners) dan sepasang siswa (2
orang). Penguji ada yang bertindak sebagai interlocutor ( penguji speaking ) dan assesor ( penilai
speaking siswa yang tidak terlibat dalam kegiatan speaking dengan siswa. Jumlah siswa bisa juga 3
terutama bila situasi memaksa ( Sirait, 1989 ).
B. Apa Yang Diperlukan
1. Untuk Siswa
Gambar-gambar atau foto-foto sebagai alat bantu siswa berbicara sebelum mereka diberi
kesempatan berbicara sesuai situasi yang diberikan.
2. Untuk Interlocutor
Daftar pertanyaan untuk ditanyakan pada siswa sebagai pemandu
3. Untuk Assesor
Format penilaian dan kriteria penskoran serta alat perekam dan tape recordernya bila
memungkinkan.
C. Berapa Lama Waktu Yang Diperlukan
Ujian ini membutuhkan waktu sekitar 10 sampai 12 menit untuk setiap pasang siswa.
D. Dimana Tempat Ujian Dilakukan
Diharapkan tempat ujian speaking ini tenang dan nyaman serta bebas dari gangguan-gangguan yang
dapat mempengaruhi kegiatan penilaian( Sirait, 1989 ).
11. 10
E. Bagaimana Melaksanakan Ujian Lisan
Secara garis besar ada 4 tahapan yang harus dilalui untuk setiap pasang siswa peserta ujian.
1. Tahapan 1 : Untuk menguji kemampuan siswa berpartisipasi dalam suatu konteks komunikasi
secara spontan dengan interlocutor tentang hal-hal masa kini, masa lalu dan masa yang akan datang.
2. Tahapan 2 : Untuk menguji kemampuan berpartisipasi dalam suatu konteks komunikasi yang
diberikan interlocutor dengan menggunakan bahasa yang dapat diterima dan strategi berinteraksi
dengan orang lain pasangannya. Dalam tugas ini siswa merespon saran-saran, memberi alternatif,
memberi rekomendasi dan mencapai suatu persetujuan bersama.
3. Tahapan 3 : Untuk menguji kemampuan berbicara dalam suatu konteks komunikasi dengan
memakai kamus, kaidah-kaidah bahasa Indonesia, bahasa fungsi dan ucapan yang dapat diterima
dan pengorganisasian ide yang baik serta strategi berkomunikasi yang diperlukan bilamana
mengalami kendala dalam berkomunikasi. Dalam tugas ini siswa menggambarkan misalnya sebuah
foto yang diberikan dan menciptakan discourse dengan vocabulary dan structure yang sesuai dan
dalam waktu yang agak lama( Sirait, 1989 ).
4. Tahapan 4 : Untuk menguji kemampuan berinteraksi dalam suatu konteks komunikasi secara
independen tentang tema yang dikembangkan dari tahapan 3 dengan memakai kompetensi
linguistik, sosial budaya, tindak tutur dan kompetensi strategi mereka yang tepat guna mencapai
tujuan berkomunikasi. Dalam tugas ini siswa bercakap-cakap tentang pendapat, apa yang disukai
dan yang tidak, pengalaman dan kebiasaan mereka, dan lain-lain yang terkait dengan foto.
F. Bagaiamana Cara Menskor / Menilai ?
Kemampuan speaking siswa diskor dan dinilai oleh assesor, yang telah mendapat pelatihan khusus,
untuk menilai berdasarkan format dan kriteria tertentu yang disepakati( Sirait, 1989 )..
12. 11
BAB V KELEBIHAN DAN KEKURANGAN TES LISAN
Menurut Nurkanca ada beberapa kelebihan dan kekurangan tes lisan, diantaranya :
1. Kelebihan
a) Dapat menilai kemampuan dan tingkat pengetahuan yang dimiliki peserta didik, sikap serta
kepribadiannya karena dilakukan secara berhadapan langsung.
b) Bagi peserta didik yang kemampuan berpikirnya relatif lambat sehingga sering mengalami
kesukaran dalam memahami pernyataan soal, tes bentuk ini dapat menolong sebab peserta
didik dapat menanyakan langsung kejelasan pertanyaan yang dimaksud.
c) Hasil tes dapat langsung diketahui oleh peserta didik.
d) Siswa dapat mengemukakan argumentasi.
e) Dapat mengevaluasi kemampuan penalaran.
f) Dapat mengevaluasi kemampuan berbahasa lisan.
g) Dapat melakukan pendalaman materi.
h) Tidak mungkin terjadi penyontekan.
i) Bahan ujian dapat luas dan mendalam.
2. Kelemahan
a) Subjektivitas pendidik sering mencemari hasil tes.
b) Sangat memungkinkan ketidakadilan.
c) Subjektifitas tinggi
d) Memerlukan waktu yang lama.
13. 12
BAB VI PERMASALAHAN DAN SOLUSI
Ada beberapa permasalahan yang dapat diangkat menyangkut tes lisan. Dalam bukunya
Sirait menjelaskan beberapa hal, diantaranya :
1. Bagaimana kriteria penilaian dalam tes lisan ?
Penilaian didasarkan pada kelancaran menjawab dan ketepatan dalam mengurai
permasalahan.
2. Bagaimana mengalokasikan waktu untuk tes lisan ?
Kalau tidak dimungkinkan untuk menanyakan siswa satu per satu, maka bisa dilakukan
dengan menanyakan per kelompok. Dimana tiap kelompok terdiri dari 3 atau 4 orang.
3. Bagaimana cara menghindari subjektivitas dalam tes lisan ?
Penilaian tetap dilakukan secara objektif dengan memperhatikan apakah siswa dapat
menjawab poin-poin penting dari setiap pertanyaan. Semakin banyak poin penting yang
terjawab, maka nilainya semakin tinggi.
14. 13
BAB VII KESIMPULAN
Berdasarkan uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa tes lisan dapat :
a. Mengembangkan pemahaman siswa.
b. Mengembangkan kemampuan berpikir dan membuat keputusan.
c. Mengaktifkan kedua belah pihak guru dan siswa.
15. 14
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2005 . Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Bumi Aksara.
Heaton, J.B. 1987. Writing English Language Tests. London : Longman.
Nurkanca, Wayan dan Sunartana. 1986. Evaluasi Pendidikan. Surabaya : Usaha Nasional.
Sirait, Bistok. 1989. Menyusun Tes Hasil Belajar.IKIP Semarang Press, Semarang.
Sudijono, Anas. 2008. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Zainul, N. 2005. Penilaian Hasil Belajar Cetakan Ke-5. Jakarta: PAU-PPAI.