Disampaikan pada Webinar dalam rangka Hari Statistik Nasional 2021 dengan Tema “Menuju ASN yang Berakhlak”
Jakarta, 29 September 2021
Dr. Tri Widodo W. Utomo, SH.,MA
Deputi Kajian Kebijakan dan Inovasi Administrasi Negara LAN-RI
1. Menggali Nilai Dasar ASN
Berbasis
Budaya Indonesia
Dr.
Tri
Widodo
W.
Utomo,
SH.,MA
Deputi Kajian Kebijakan dan Inovasi
Administrasi Negara
LAN-‐RI
Disampaikan pada Webinar
dalam rangka Hari
Statistik
Nasional
2021
dengan Tema “Menuju ASN
yang
Berakhlak”
Jakarta,
29
September
2021
2. Indonesia: Sebuah Realitas Kultural
6
Agama
resmi
± 250
suku
bangsa &
bahasa/dialek
± 400
aliran
kepercayaan
± 17.000
pulau,
3
zona waktu
19
adat
rechtskringen
van
Vollen
H.
74.944
Desa,
8.309
Kel,
6.994
Kec,
508
Kab/Kota
3. Dimensi Multi Sosiokultural Indonesia
1. Masyarakat tradisional (the
traditional
society),
2. Prasyarat untuk tinggal landas (the
preconditions
for
take-‐off),
3. Tinggal landas (the
take-‐off),
4. Menuju kekedewasaan (the
drive
to
maturity),
dan
5. Masa konsumsi tinggi (the
age
of
high
mass-‐consumption)
1. Tidak Sekolah
2. SD,
MI
3. SMP,
MTS
4. SMA,
SMK,
MAN
5. D3
6. S1
7. S2-‐S3
1. Low
income
(<
$
675)
2. Lower-‐middle
income
($
675
– $
2.695)
3. Upper-‐middle
income
($
2.695
– $
8.355)
4. High
income
(>
$
8.355)
Aristoteles
1. Sangat kaya
2. Kaya
3. Miskin
Karl
Marx
1. Kapitalis
2. Menengah
3. Proletar
Pitirim Sorokin
1. Raja,
bangsawan
2. Priyayi,
ulama,
punggawa
3. Petani,
pedagang,
buruh
4. PENGETAHUAN
à Ranah Kognitif
(TAKSONOMI BLOOM)
SIKAP
à Ranah Afektif
TINDAKAN
à Ranah Psikomotorik
BUDAYA merupakan
FAKTOR penting dalam
pembentukan NILAI DASAR/
KARAKTER ASN dan
reformasi BIROKRASI
7. Budaya Pribumi: Malas?
Menurut Djoko,
secara tidak langsung
istilah “mangan ora mangan sing
penting kumpul”
adalah konsep
kolonial. Pihak kolonial,
dalam hal ini
VOC,
secara tak langsung “memaksa”
warga untuk makan tidak makan yang
penting berkumpul.
Tujuannya agar
jumlah “karya”
di
situ
tidak berkurang.
MALAS
adalah warisan
kolonial yang
harus
dikikis habis !!
8. “…
Mohammad
Yamin,
seorang pemuda kelahiran Sawah Lunto yang
mewakili organisasi pemuda Jong
Sumatranen Bond.
Dari
belahan
timur Indonesia,
kita menemukan pemuda bernama Johannes
Leimena,
kelahiran kota Ambon,
mewakili organisasi pemuda Jong
Ambon.
Ada
juga
Katjasungkana dari Madura,
ada juga
Cornelis
Lefrand Senduk,
mewakili organisasi pemuda Sulawesi,
Jong
Celebes.
Pernahkah kita membayangkan bagaimana seorang Mohammad
Yamin
dari Sawah Lunto dapat bertemu dengan Johannes
Leimena dari
Ambon?
Pernahkah kita membayangkan bagaimana seorang
Katjasungkana dari Madura
dapat bertemu dengan Lefrand Senduk dari
Sulawesi?
Bukan hanya bertemu,
tapi mereka juga
berdiskusi,
bertukar pikiran,
mematangkan gagasan hingga akhirnya bersepakat mengikatkan diri
dalam komitmen ke-‐Indonesia-‐an.
Padahal,
jarak antara Sawah Lunto
dengan kota Ambon,
lebih dari 4.000
kilometer.
Hampir sama dengan
jarak antara kota Jakarta
ke kota Shanghai
di
China.
Sarana transportasi
umum saat itu,
masih mengandalkan laut.
Dibutuhkan waktu
berminggu-‐minggu untuk bisa sampai ke kota mereka.”
(Pidato Menpora Imam
Nahrowi
pada peringatan Hari
Sumpah
Pemuda Tahun 2017)
Karakter Asli Bumiputera:
Tangguh
9. Budaya Harmoni & Keseimbangan
SAIYEG
SAEKA
PRAYA:
Penari SAMAN
nomor 9
disebut
Pengangkat,
nomor 8
dan 10
disebut Pengapit,
nomor 2-‐7
dan 11-‐
16
disebut Penyepit,
nomor 1
dan 17
disebut Penupang.
Penari nomor 9
(tengah,
sentral,
pusat,
raja,
Aji)
pembawa berkah
SAKA
(tiang,
tonggak,
saka=dari,
bersumber dari kebijakan,
karya
tangan=hasta)
yang
didukung,
diapit
8
(HASTA)
penari (keindahan,
keluwesan,
prigel=terampil)
di
kiri
dan 8
(BRATA)
penari di
kanan dalam
wujud bakti,
membaktikan hal baik,
demi
kesejahteran masyarakat,
kepada kedua sisi baik sisi kiri
maupun sisi kanan,
‘karya ‘nak
tyasing sasami’.
10. Budaya Musyawarah & Gotong Royong
Asal Mula:
“HELP, IETS ONTILBAARS” (Tolong, ada
barang yang tidak terangkat!) yang
diteriakkan oleh salah satu awak kapal milik
VOC dan seluruh awak saling bantu untuk
mengangkat barang. Konon terjadi pada abad
16-‐17, ketika kapal milik VOC berlabuh di
Tuban dan pada saat bongkar muatan awak
kapalnya meneriakan kalimat tersebut.
11. Budaya Berbagi & Saling Membantu
Budaya Nyinom /
Rewang
Budaya Jimpitan
13. Jend. Pol. Hoegeng Imam S.
Hoegeng sangat gencar memerangi penyelundupan.
Dia
tidak peduli siapa beking penyelundup tersebut,
semua
pasti disikatnya.
Wanita ini pun
berusaha mengajak damai
Hoegeng.
Berbagai hadiah mewah dikirim ke alamat
Hoegeng.
Tentu saja Hoegeng menolak mentah-‐mentah.
Hadiah ini langsung dikembalikan oleh Hoegeng.
Tapi si
wanita tak putus asa.
Dia terus mendekati Hoegeng.
Yang
membuat Hoegeng heran,
malah koleganya
di Kepolisian dan Kejaksaan yang
memintanya untuk
melepaskan wanita itu.
Hoegeng heran,
kenapa begitu
banyak pejabat yang
mau menolong pengusaha wanita
tersebut.
Hoegeng pun
hanya bisa mengelus dada
prihatin
menyaksikan tingkah polah koleganya yang
terbuai uang.
Kapolri (1968-1971)
14. Di
jabatan strategis ini dirinya diuji.
Suatu kali
adik
iparnya,
Mohammad
Zainuddin Dahlan menghadap dan
memohon untuk dihajikan dengan biaya dinas (abidin)
dari Departemen Agama.
Meski sebenarnya lazim
menghajikan orang
yang
potensial apalagi pejuang
kemerdekaan,
namun Saifuddin menolak permintaan
adiknya.
"Sebagai orang
yang
berjasa dan mengingat kondisi
perekonomianmu belum memungkinkan,
sudah layak jika
Departemen Agama
menghajikan.
Apalagi kamu pernah
berjuang dalam perang kemerdekaan.
Tetapi ada satu hal
yang
menyebabkan saya tidak mungkin membantu
melalui haji
departemen.
Karena kamu adikku.
Coba
kamu orang
lain,
sudah lama
aku hajikan,"
ujar KH
Saifuddin Zuhri kepada iparnya.
Tak hanya itu,
selepas menjadi Menteri,
Saifuddin tetapa
berusaha memenuhi kebutuhan hidupnya dengan cara-‐
cara yang
halal
dan bersahaja.
Dikutip dari buku "Karisma
Ulama Kehidupan Ringkas 26
Tokoh NU"
karangan
Saifullah Ma'shum,
jika banyak mantan menteri bergelut
dalam bisnis yang
prestise,
justru Saifuddin memilih
menjalani profesi sebagai pedagang beras di
Glodok.
K.H. Saifuddin Zuhri
Menteri Agama pada Kabinet Kerja III, Kabinet Kerja IV,
Kabinet Dwikora I, Kabinet Dwikora II, dan Kabinet
Ampera I.
15. Pada saat aktif di
Partai Buruh Indonesia,
18
bulan
setelah merdeka Trimurti
mendapat tawaran menjadi
Menteri Tenaga
Kerja,
dari Setiajid,
salah satu anggota
formatur kabinet yang
juga
rekan separtai.
Pertama,
ajakan menjadi menteri dijawab spontan,
tidak!
Selepas berhenti dari jabatannya sebagai Menteri Tenaga
Kerja,
Trimurti
kembali ke bangku kuliah.
Tetapi,
di
saat
mereguk nikmatnya kebebasan pendidikan,
Soekarno
menawari Trimurti
untuk menjadi Menteri Sosial pada
tahun 1959.
Tak tergiur dan tak ingin dianggap haus
kekuasaan,
Trimurti
menolak.
Berbeda dengan kehidupan mantan menteri di
zaman
sekarang ini,
Trimurti
selama sisa hidupnya terang-‐
terangan menolak semua pemberian dan fasilitas
negara.
Padahal itu adalah haknya.
Trimurti
meninggal tahun 2008
di
RSPAD
Gatot Soebroto.
Sebelum meninggal,
Trimurti
tinggal di
rumah
kontrakan yang
sempit di
Bekasi.
Di
rumah
kontrakannya,
di
antara deretan foto-‐fotonya bersama
keluarga,
terdapat sebuah lukisan yang
paling
besar
bergambar Bung
Karno menyematkan Bintang
Mahaputra tingkat V
padanya.
SK. Trimurti
Jurnalis; Menteri Tenaga Kerja pertama (1947-1948) di
bawah PM Amir Sjarifuddin.
16. Dalam sebuah tulisan untuk mengenang Prawoto,
rekannya di
Masyumi,
M
Roem menyebut sejawatnya
itu sebagai “orang
yang
selamanya hidup sederhana,
orang
yang
tak pernah meminta,
orang
yang
hanya
belajar memberi dan mengasih,”
demikian dikutip
dari buku M
Roem,
Bunga Rampai dari Sejarah.
Cerita tentang kesederhanaan Prawoto dituturkan
putrinya Sri
Sjamsiar Prawoto Issom seperti dikutip
dari buku “Alam Pikiran dan Jejak Perjuangan Prawoto
Mangkusasmito”
karangan SU
Basajut.
Saat itu menjelang pembubaran Masyumi,
Prawoto
dan tokoh-‐tokoh partai politik lain
seperti Subadio
Sastrosatomo dan Sutan Sjahrir dipanggil ke Istana
oleh Presiden Soekarno.
Malam
harinya,
Prawoto
meminta putrinya untuk menisik (menambal lubang)
di
kerah baju koko putih miliknya.
Keesokan harinya
di
istana,
para
undangan lain
mengenakan setelan jas,
dasi dan bersepatu,
tetapi Prawoto hanya
mengenakan sarung,
baju koko tua,
peci dan sandal
kulit.
Prawoto Mangkoesasmito
Anggota Badan Pekerja KNIP; Wakil Perdana Menteri di
era Mr. Assaat sebagai PM; Wakil Ketua I Konstituante;
Ketua Umum Masyumi
18. Pelembagaan Nilai Budaya
Upaya formal organisasi dalam menjadikan nilai-nilai budaya kerja yang disepakati
dilaksanakan sebagai kewajiban dalam membangun citra diri internal dan eksternal yang juga
menjadi simbol akuntabilitas instansi pemerintah.
SISTEMATIS,
TERENCANA DAN
BERKELANJUTAN
STRATEGI
PELEMBAGAAN
§ Ketersediaan
peraturan
atau
SK
pencanangan
budaya
kerja
di
level
instansi,
§ Publikasi
nilai
budaya
kerja
Instansi
sebagai
maklumat
keteguhan
diri
kedalam
maupun
keluar.
§ Pembentukan
agen/kelompok
budaya
kerja.
§ Pelaksanaan
program/kegiatan
internalisasi
nilai-‐nilai
budaya kerja.
Sumber: Kajian Puslatbang KMP LAN 2021
19. Epilog
§ Nilai dasar ASN
tidak tumbuh dari ruang hampa,
namun memiliki akar pada
budaya bangsa,
bahkan sub-‐budaya lokal.
§ Nilai dasar ASN
juga
tidak bisa dibentuk secara top
down
dengan strategi
“coerce
and
compel”,
namun perlu ditempuh dengan menumbuhkan
keyakinan dari bawah melalui serangkaian pengalaman bersama.
§ Nilai dasar ASN
yang
bersifat generik nasional dan jangka panjang,
perlu
dituangkan dalam sebuah kebijakan (UU).
Namun akan lebih baik jika nilai
dasar ini diperkuat dengan sistem nilai yang
kontekstual sesuai karakter
daerah atau instansi tertentu.