1. Karya tulis ini membahas manajemen asuhan kebidanan pada bayi baru lahir bernama M yang mengalami asfiksia sedang di Rumah Sakit Umum Raha Kabupaten Muna.
2. Tujuannya adalah melaksanakan seluruh tahapan asuhan kebidanan mulai dari pengkajian, perencanaan, pelaksanaan, evaluasi hingga pendokumentasian.
3. Asfiksia merupakan salah satu penyebab utama kematian bayi baru
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptx
Asri kti
1. 1
MANAJEMEN DAN PENDOKUMENTASIAN ASUHAN KEBIDANAN
BAYI BARU LAHIR PATOLOGI PADA BAYI NY “M” UMUR 1 HARI
DENGAN AFIKSIA SEDANG DI RSUD RAHA KAB. MUNA
TANGGAL 18 MEI 2013
KARYA TULIS ILMIAH
Dianjurkan sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan pendidikan di Akademi
Kebidanan Paramata Raha Kabupaten Muna
Oleh :
SITTI ASRIANI
2011. IB. 0096
YAYASAN PENDIDIKAN SOWITE
AKADEMI KEBIDANAN PARAMATA RAHA
KABUPATEN MUNA
2014
2. 2
Pembimbing II
LEMBAR PERSETUJUAN
Karya Tulis Ilmiah
Manajemen dan Pendokumentasan Asuhan Kebdanan Bayi Baru Lahir
Patologi pada Bayi Ny “M” Umur 1 Hari Dengan Afiksia Sedang Di RSUD
Raha Kabupaten Muna Tanggal 18 Mei s.d. 20 Mei 2014
Telah disetujui untuk diseminarkan di hadapan Tim Penguji Karya Tulis Ilmiah
Akademi Kebidanan Paramata Raha Kabupaten Muna
Raha, April 2014
Di setujui,
Pembimbing I
Mengetahui,
Direktur Akademi Kebidanan Paramata Kab. Muna
Rosminah Mansyarif, S. Si. T, M. Kes
3. 3
KATA PENGANTAR
Assalam Allaikum wr. Wb
Allhamdulillahi Rabbil Allamin, Seagala puji bagi Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
Karya Tulis Ilmiah yang berjudul “Pendokumentasian Asuhan Kebidanan Bayi
Baru Lahir Pada Bayi Ny “M” Umur 1 Hari Dengan Afiksia Sedang di
RSUD Raha Kabupaten Muna Pada Tanggal 18 Mei s.d. 20 Mei 2014 ” .
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam menuntut ilmu di perlukan
bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu perkenankanlah penulis menghanturkan
terimah kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyusun Karya
Tulis Ilmiah ini.
Dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah ini penulis menyadari masih banyak
terdapat kekurangan dan ketidak sempurnaan, sehingga penulis sangat
mengharapkan saran beserta kritikan dari pembaca yang sifatnya membangun.
Akhir kata penulis berharap semoga Karya Tulis Ilmiah ini dapat
bermanfaat dari kita semua terutama bagi diri pribadi penulis. Amien
Raha, April 2014
Penulis
SITTI ASRIANI
4. 4
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL.................................................................................. i
LEMBAR PERSETUJUAN...................................................................... ii
KATA PENGANTAR................................................................................ iii
DAFTAR ISI............................................................................................... iv
BAB I. PENDAHULUAN.................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................... 1
B. Ruang Lingkup Pembahasan.............................................. 3
C. Tujuan Telaah.................................................................... 3
D. Manfaat Telaah.................................................................. 4
E. Metode Telaah................................................................... 4
F. Sistematika penulisan.......................................................... 5
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA........................................................... 8
A. Telaah pustaka..................................................................... 8
B. Konsep manajemen kebidanan............................................ 11
C. Tinjauan Khusus tentang Afiksia........................................ 16
BABA III. STUDI KASUS.......................................................................... 34
A. Pengumpulan data dasar...................................................... 34
B. Identifikasi diagnosa dan masalah aktual............................ 37
C. Identifikasi diagnosa dan masalah potensial....................... 39
D. Menilai perlunya intervensi segera, konsultasi dan kolaborasi 39
E. Perencanaan asuhan kebidanan........................................... 39
F. Pelaksanaan asuhan kebidanan........................................... 41
G. Evaluasi keefektifan asuhan................................................ 42
H. Pendokumentasian............................................................. 43
BAB IV. PEMBAHASAN....................................................................... 50
A. Pengkajian dan analisa data dasar...................................... 50
B. Merumuskan Diagnosa/Masalah Aktual............................. 51
C. Mengantisipasi Diagnosa/Masalah Potensial...................... 51
5. 5
D. Tindakan Segera dan Kolaborasi........................................ 51
E. Rencana Asuhan Kebidanan................................................ 51
F. Pelaksanaan Tindakan Asuhan Kebidanan.......................... 52
G. Evaluasi Asuhan Kebidanan................................................. 52
BAB V. PENUTUP.................................................................................. 53
A. Kesimpulan.......................................................................... 53
B. Saran.................................................................................... 54
DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 56
LAMPIRAN-LAMPIRAN
6. 6
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Asfiksia neonatorum adalah suatu keadaan bayi baru lahir yang gagal
bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir. (Wiknjosastro, 2007, hal
709)
Asfiksia akan terjadi apabila saat lahir mengalami gangguan pertukaran gas
dan transport O2 sehingga penderita kekurangan persediaan O2 dan kesulitan
pengeluaran CO2. Pada keadaan ini biasanya bayi tidak dapat bernafas secara
spontan dan teratur segera setelah lahir. Sampai sekarang asfiksia masih
merupakan salah satu penyebab penting morbilitas dan mortalitas perinatal.
Banyak kelainan pada masa neonatus mempunyai kaitan dengan faktor asfiksia
ini. (Sarwono, 2007, hal 709)
Kematian bayi akibat asfiksia salah satunya bisa diakibatkan karena kurang
terampilnya tenaga kesehatan dalam penanganan asfiksia pada bayi baru lahir.
Untuk mengurangi angka kematian tersebut dibutuhkan pelayanan antenatal yang
berkualitas, asuhan persalinan normal dan pelayanan kesehatan neonatal oleh
tenaga yang profesional yang terutama memiliki keterampilan dan kemampuan
manajemen asfiksia pada bayi baru lahir. Untuk mengantisipasi hal ini perlu
dilakukan suatu manajemen asuhan kebidanan agar mampu menangani asfiksia
pada bayi baru lahir (BBL). Dengan harapan penerapan tersebut dapat menekan
angka kematian bayi akibat asfiksia. (Asuhan Persalinan Normal, 2007, hal 89)
Asfiksia dibagi menjadi : 1) Asfiksia Berat (nilai APGAR 0-3) resusitasi
aktif dalam keadaan ini harus segera dilakukan. Langkah utama ialah
memperbaiki ventilasi paru-paru dengan memberikan O2 secara tekanan langsung
dan berulang-ulang. Bila setelah beberapa waktu pernapasan spontan tidak timbul
dan frekuensi jantung menurun maka pemberian obat-obatan lain serta massase
jantung sebaiknya segera dilakukan. 2) Asfiksia Sedang (nilai APGAR 4-6)
pernapasan aktif yang sederhana dapat dilakukan secara pernapasan kodok.
(http://www.Firmanpharos’s blog diakses tanggal 25 Mei 2011).
7. 7
Menurut Laporan dari organisasi kesehatan dunia (WHO) bahwa setiap
tahunnya, kira-kira 3% (3,6 juta) dari 120 juta bayi lahir mengalami asfiksia,
hampir 1 juta bayi ini kemudian meninggal. Di Indonesia, dari seluruh kematian
bayi, sebanyak 57% meninggal pada masa BBL (usia dibawah 1 bulan). Setiap 6
menit terdapat satu BBL yang meninggal. Penyebab kematian BBL di Indonesia
adalah bayi berat lahir rendah (29%), asfiksia (27%), trauma lahir, tetanus
neonatorum, infeksi lain dan kelainan congenital. (JNPK-KR 2008 hal 143).
Pada tahun 2011, jumlah angka kematian bayi baru lahir (neonatal) di
negara-negara ASEAN di Indonesia mencapai 31/1000 kelahiran hidup. Angka itu
5,2 kali lebih tinggi dibandingkan malaysia. Juga 1,2 kali lebih tinggi
dibangdingkan Filipina dan 2,4 kali lebih tinggi jika dibandingkan dengan
Thailand. Karena itu masalah ini harus menjadi perhatian serius.
(http://www.docs-finder.com/jumlah angka kematian ibu dan bayi di dunia tahun
2010 doc.html diakses tanggal 25 Mei 2011).
Di Indonesia, program kesehatan bayi baru lahir tercakup di dalam program
kesehatan ibu. Dalam rencana strategi nasional Making Pregnancy safer, target
dari dampak kesehatan untuk bayi baru lahir adalah menurunkan angka kematian
neonatal dari 25/1000 kelahiran hidup menjadi 15/1000 kelahiran hidup.
(sarimd@litbang.depkes.go.id diakses tanggal 25 Mei 2011).
Menurut data Depkes tahun 2010, penyebab langsung kematian bayi (28%)
disebabkan BBLR, asfiksia (12%), tetanus (10%), masalah pemberian makanan
(10%), infeksi (6%), gangguan hematologik (5%) dan lain-lain (27%).
(http://cetak.kompas.com di akses tanggal 25 Mei 2010).
Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Propinsi Sulawasi
Selatan tahun 2010, jumlah kematian bayi turun menjadi 925 (0,64%) per 1000
kelahiran hidup.
Neonatal kematian umur 0-7 hari jumlah bayi yang asfiksia 383 bayi
(16,35%) dari 144.487 bayi. (Data dari Dinas Kesehatan Propinsi Sulawesi
Selatan januari-desember tahun 2011). Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil
pencatatan dan pelaporan di RSUD RAHA KABUPATEN MUNA pada tahun
2013, jumlah kelahiran yaitu 424 orang dan dari jumlah tersebut terdapat 76
8. 8
bayi, asfiksia yang hidup 62 bayi dan meninggal 14 bayi. (Buku Pencatatan dan
Pelaporan Rumah Sakit Umum Raha 2010).
Sehubungan dengan masih tingginya kejadian asfiksia yang ditemukan serta
besarnya resiko yang ditimbulkan maka penulis termotivasi untuk membahas
lebih lanjut melalui Karya Tulis Ilmiah ini dengan judul Manajemen Asuhan
Kebidanan Pada Bayi “M” Dengan Asfiksia Sedang Di Rumah Sakit Umum Raha
Kabupatenn Muna tanggal 18 Mei sampai dengan 20 Mei 2014.
B. Ruang Lingkup Penulisan
Ruang lingkup penulisan Karya Tulis Ilmiah ini adalah Manajemen Asuhan
Kebidanan Pada Bayi “M” Dengan Asfiksia Sedang di Rumah Sakit Umum raha
Kabupaten Muna yang di laksanakan pada tanggal 18 Mei sampai 20 Mei 2014.
C. Tujuan Telaah
1. Tujuan umum
Dapat melaksanakan asuhan kebidanan pada bayi “M” dengan Asfiksia
Sedang di Rumah Sakit Umum Raha Kabupaten Muna tanggal 18 Mei
sampai dengan 20 Mei 2014.
2. Tujuan khusus
a. Melaksanakan pengkajian data pada bayi “M” dengan Asfiksia Sedang
di Rumah Sakit Umum Raha Kabupaten Muna
b. Mengidentifikasi diagnosa/masalah aktual pada bayi “M” dengan
Asfiksia Sedang di Rumah Sakit Umum Raha Kabuupaten Muna
tanggal 18 Mei sampai dengan 20 Mei 2014.
c. Mengantisipasi diagnosa atau masalah potensial pada bayi “M” dengan
Asfiksia Sedang di Rumah Sakit Umum Raha Kabupaten Muna tanggal
18 Mei sampai dengan 20 Mei 2014.
d. Melaksanakan perlunya tindakan segera dan kolaborasi pada bayi “M”
dengan Asfiksia Sedang di Rumah Sakit Umum Raha Kabupaten Muna
tanggal 18 Mei sampai dengan 20 Mei 2014.
e. Menyusun rencana asuhan kebidanan pada bayi “M” dengan Asfiksia
Sedang di Rumah Sakit Umum Raha Kabupaten Muna tanggal 18 Mei
sampai dengan 20 Mei 2014.
9. 9
f. Melaksanakan tindakan asuhan kebidanan pada “M” dengan Asfiksia
Sedang di Rumah Sakit Umum Raha Kabupaten Muna tanggal 18 Mei
sampai dengan 20 Mei 2014.
g. Mengevaluasi asuhan tindakan yang telah dilaksanakan pada bayi “M”
dengan Asfiksia Sedang di Rumah Sakit Umum Raha Kabupaten Muna
tanggal 18 Mei sampai dengan 20 Mei 2014.
h. Dapat mendokumentasikan semua tindakan asuhan kebidanan yang
telah diberikan pada bayi “M” dengan Asfiksia Sedang di Rumah Sakit
Umum Raha Kabupaten Muna tanggal 18 Mei sampai dengan 20 Mei
2014.
D. Manfaat Telaah
1. Instansi
Hasil penulisan diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan
kepada instansi terkait dalam meningkatkan kualitas pelayanan khususnya
Departemen Kesehatan.
2. Institusi
Sebagai bahan ilmiah atau bahan bacaan untuk penulisan berikutnya
3. Penulis
Dapat memperluas wawasan keilmuan dan menjadi sarana pengembangan
diri penulis karya tulis ilmiah dan merupakan pengalaman berharga bagi
penulis.
E. Metode Telaah
Penulisan karya tulis ilmiah ini menggunakan metode :
1. Studi Kepustakaan
Mempelajari buku atau literature, mengambil data-data internet yang
berkaitan dengan masalah Asfiksia Sedang sebagai dasar teoritis yang
digunakan pada pembahasan Karya Tulis ini.
2. Studi Kasus
Dengan menggunakan pendekatan proses manajemen yang meliputi
pelaksanaan pengkajian dan analisa data, identifikasi diagnosa/masalah
aktual, antisipasi diagnosa/masalah potensial, melaksanakan tindakan segera
10. 10
dan kolaborasi, menyusun rencana asuhan kebidanan, melaksanakan
tindakan asuhan kebidanan, mengevaluasi hasil tindakan asuhan kebidanan
serta mendokumentasikannya.
Untuk menghimpun data/informasi dalam pengkajian tersebut menggunakan
teknik :
a. Anamnese
Penulis melakukan tanya jawab dengan orang tua dan keluarga klien
guna mendapatkan data yang diperlukan untuk memberikan asuhan
kebidanan pada klien tersebut.
b. Pemeriksaan fisik
Melakukan pemeriksaan fisik secara sistematis pada klien meliputi
pemeriksaan secara inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi juga
ditunjang dengan pemeriksaan diagnostik lainnya sesuai dengan
kebutuhan dan indikasi.
3. Studi Dokumentasi
Membaca dan mempelajari status kesehatan yang berhubungan dengan
keadaan klien yang bersumber dari catatan dokter/bidan maupun dari
sumber lainnya yang menunjang yaitu hasil pemeriksaan laboratorium dan
pemeriksaan diagnostik yang dapat memberikan kontribusi dalam
menyelesaikan karya tulis ilmiah ini.
4. Diskusi
Mengadakan tanya jawab dengan dokter atau bidan yang menangani
langsung klien, serta mengadakan diskusi dengan dosen pengasuh atau
pembimbing karya tulis ilmiah ini.
F. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan yang digunakan untuk menulis karya tulis
ilmiah ini terdiri dari :
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Ruang Lingkup Penulisan
C. Tujuan Telaah
11. 11
1. Tujuan Umum
2. Tujuan Khusus
D. Manfaat Telaah
E. Metode Telaah
F. Sistematika Penulisan
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Tentang Bayi Baru Lahir
1. Pengertian bayi baru lahir
2. Ciri-ciri bayi baru lahir
3. Penanganan bayi baru lahir
4. Pencegahan kehilangan panas
a. Mekanisme kehilangan panas
b. Mencegah kehilangan panas
B. Tinjauan Khusus Tentang Asfiksia
1. Pengertian tentang asfiksia
2. Etiologi asfiksia bayi baru lahir
3. Patofisiologi asfiksia bayi baru lahir
4. Klasifikasi klinis asfiksia bayi baru lahir
5. Tanda dan gejala asfiksia bayi baru lahir
6. Diagnosis asfiksia bayi baru lahir
7. Penatalaksanaan asfiksia bayi baru lahir
8. Masalah yang bisa timbul pada bayi dengan asfiksia
9. Perawatan pasca resusitasi
C. Proses Manajemen Asuhan Kebidanan
1. Pengertian Manajemen Asuhan Kebidanan
2. Tahapan dalam Manajemen Asuhan Kebidanan
3. Pendokumentasian Asuhan Kebidanan (SOAP)
BAB III. STUDI KASUS
A. Langkah I Identifikasi Data Dasar
B. Langkah II Merumuskan Diagnosa / Masalah Aktual
C. Langkah III Mengantisipasi Diagnosa / Masalah Potensial
12. 12
D. Langkah IV Tindakan Segera dan Kolaborasi
E. Langkah V Rencana Asuhan Kebidanan
F. Langkah VI Pelaksanaan Asuhan Kebidanan
G. Langkah VII Evaluasi Asuhan Kebidanan
H. Pendokumentasian Asuhan Kebidanan
BAB IV. PEMBAHASAN
Pada bab ini membahas tentang kesenjangan antara teori dan
kasus yang ada pada pelaksaan Manajemen Asuhan Kebidanan
pada klien dengan asfiksia sedang yang dibahas secara sistematis
sesuai dengan manajemen asuhan kebidanan.
BAB V. PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
13. 13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Telaa Pustaka
1. Tinjauan Umum Tentang Bayi Baru Lahir
1. Pengertian bayi baru lahir
Bayi baru lahir adalah bayi yang lahir dari kehamilan 37 minggu
sampai 42 minggu dan berat badan lahir 3200 gr sampai dengan 4.000
gr. (Sudarti, 2010. Hal 1)
2. Ciri-ciri bayi baru lahir
a. Berat badan 3200-4000 gram
b. Panjang badan 48-52 cm
c. Lingkar dada 30-38 cm
d. Lingkar kepala 33-35 cm
e. Bunyi jantung dalam menit-menit pertama kira-kira 180 x/menit,
kemudian menurun sampai 120-140 x/menit.
f. Pernafasan pada menit-menit pertama cepat kira-kira 80 x/menit,
kemudian menurun setelah tenang kira-kira 40 x/menit.
g. Kulit kemerah-merahan dan licin karena jaringan subkutan cukup
terbentuk dan diliputi verniks caeseosa.
h. Rambut lanugo telah tidak terlihat, rambut kepala biasanya tampak
sempurna.
i. Kuku agak panjang dan lemas.
j. Genetalia : Labia mayora sudah menutupi labia minora ( pada
perempuan ), testis sudah turun ( pada anak laki-laki ).
k. Refleks hisap dan menelan sudah terbentuk dengan baik.
l. Refleks Moro sudah baik, bayi bila dikagetkan akan
memperlihatkan gerakan seperti memeluk.
m. Graff refleks sudah baik, apabila diletakkan suatu benda ke telapak
tangan, bayi akan menggenggam/adanya gerakan refleks.
14. 14
n. Eliminasi baik, urin dan mekonium akan keluar dalam 24 jam,
pertama, mekonium berwarna kecoklatan. (Sudarti, 2010. Hal 1)
3. Penanganan Bayi Baru Lahir
a. Pertahankan kebersihan jalan nafas
1) Pegang kepala bayi lebih rendah dari badan dengan kepala
dipindahkan ke sisi drainase.
2) Bersihkan wajah dan kepala, bersihkan cairan dari hidung dan
mulut.
3) Hisap hidup dan mulut menggunakan spuit seperti bola lampu
yang lunak (de lee).
b. Jaga bayi tetap hangat
1) Bersihkan dan keringkan bayi;
2) Tempatkan bayi diatas perut ibu;
3) Letakkan topi stockinet pada kepala bayi;
4) Gunakan penghangat;
5) Bungkus bayi dengan selimut hangat.
c. Perlihatkan bayi pada orang tua dan yang lain, tempatkan pada
perut ibu.
d. Klem dan potong tali pusat
e. Catat nilai Apgar pada 1 dan 5 menit pertama
f. Lakukan dengan segera pemeriksaan menyeluruh pada bayi
(Varney, Helen. 2002. Hal 274).
4. Pencegahan Kehilangan Panas
a. Mekanisme kehilangan panas
Bayi baru lahir dapat kehilanagn panas tubuhnya melalui cara-cara
berikut :
1) Evaporasi adalah jalan utama bayi kehilangan panas.
Kehilangan panas dapat terjadi karena karena penguapan
cairan ketuban pada permukaan tubuh oleh panas tubuh bayi
sendiri karena setelah lahir tubuh bayi tidak segera
dikeringkan. Kehilangan panas juga terjadi pada bayi yang
15. 15
terlalu cepat di mandikan dan tubuhnya tidak segera di
keringkan dan selimuti.
2) Konduksi adalah kehilangan panas tubuh melalui kontak
langsung antara tubuh bayi dengan permukaan yang dingin.
Meja, tempat tidur atau timbangan yang temperaturnya lebih
rendah dari tubuh bayi akan menyerap panas tubuh bayi
melalui mekanisme konduksi apabila bayi diletakkan di atas
benda-benda tersebut.
3) Konveksi adalah kehilangan panas tubuh yang terjadi saat bayi
terpapar udara sekitar yang lebih dingin. Bayi yang dilahirkan
atau ditempatkan di dalam ruangan yang dingin akan cepat
mengalami kehilangan panas. Kehilangan panas juga terjadi
jika terjadi aliran udara dari kipas angin, hembusan udara
melalui ventilasi atau pendingin ruangan.
4) Radiasi adalah kehilangan panas yang terjadi karena bayi di
tempatkan di dekat benda-benda yang mempunyai suhu tubuh
lebih rendah dari suhu tubuh bayi. Bayi bisa kehilangan panas
dengan cara ini karena benda-benda tersebut menyerap radiasi
panas tubuh bayi (walaupun tidak bersentuhan secara
langsung).
b. Mencegah kehilangan panas
1) Keringkan tubuh bayi tanpa membersihkan verniks
Keringkan bayi mulai dari muka, kepala, dan bagian tubuh
lainnya kecuali bagian tangan tanpa membersihkan verniks.
Verniks akan membantu menghangatkan tubuh bayi. Ganti
handuk basah dengan handuk/kain yang kering. Biarkan bayi
diatas perut ibu.
2) Letakkan bayi agar terjadi kontak kulit ibu ke kulit bayi
Letakkan bayi tengkurap di dada ibu. Luruskan bahu bayi
sehingga bayi menempel di dada/perut ibu. Uasahakan kepala
bayi berada di antara payudara ibu dengan posisi sedikit lebih
16. 16
rendah dari puting payudara ibu. Biarkan bayi tetap melakukan
kontak kulit ke kulit di dada ibu paling sedikit satu jam.
3) Selimuti ibu dan bayi dan pakaikan topi di kepala bayi
Selimuti tubuh ibu dan bayi dengan kain hangat dan pasang
topi di kepala bayi. Bagian kepala bayi memiliki luas
permukaan yang relatif luas dan bayi akan dengan cepat
kehilangan panas jika bagian tersebut tidak tertutup.
4) Jangan segera menimbang atau memandikan bayi baru lahir
Lakukan penimbangan setelah satu jam kontak kulit ibu ke
kulit bayi dan bayi selesai menyusu. Karena BBL cepat dan
mudah kehilangan panas tubuhnya (terutama jika tidak
berpakaian), sebelum melakukan penimbangan, terlebih dahulu
selimuti bayi dengan kain atau selimut bersih dan kering. Berat
badan bayi dapat dinilai dari selisih berat bayi pada saat
berpakaian/diselimuti dikurangi dengan berat pakaian/selimut.
Bayi sebaiknya dimandikan ≥ 6 jam setelah lahir. Memandikan
bayi dalam beberapa jam pertama setelah lahir dapat
menyebabkan hipotermia yang sangat membahayakan bayi
baru lahir.
2. Tinjauan Khusus Tentang Asfiksia
a. Pengertian tentang asfiksia
Asfiksia neonatorum ialah keadaan dimana bayi tidak dapat segera
bernafas secara spontan dan teratur setelah lahir. Hal ini disebabkan
oleh hipoksia janin dalam uterus dan hipoksia ini berhubungan dengan
faktor-faktor yang timbul dalam kehamilan, persalinan, atau segera
setelah bayi lahir. (Sarwono, 2007, hal 709).
Asfiksia berarti hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan asidosis.
Bila proses ini berlangsung jauh dapat mengakibatkan kerusakan otak
atau kematian. (Saifuddin, 2002, hal 347).
Asfiksia adalah keadaan bayi yang tidak dapat bernafas spontan dan
teratur, sehingga dapat menurunkan O2 dan makin meningkatkan CO2
17. 17
yang menimbulkan akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut. Tujuan
tindakan perawatan terhadap bayi asfiksia adalah melancarkan
kelangsungan pernafasan bayi yang sebagian besar terjadi pada waktu
persalinan. (Manuaba, I. B. G, 2010 cetakan ke II, hal 421).
Asfiksia adalah keadaan bayi tidak bernafas secara spontan dan teratur
setelah lahir. Seringkali bayi yang sebelumnya mengalami gawat janin
akan mengalami asfiksia sesudah persalinan. Masalah ini mungkin
berkaitan dengan keadaan ibu, tali pusat atau masalah pada bayi selama
atau sesudah persalinan. (JNPK-KR, 2008, hal 144).
Asfiksia adalah keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernafas
secara spontan dan teratur segera setelah lahir. (Jitowiyono, Sugeng,
2010, hal 71).
b. Etiologi asfiksia bayi baru lahir
Hipoksia janin yang dapat menyebabkan asfiksia neonatorum terjadi
karena gangguan pertukaran gas serta transport O2 dari ibu ke janin
sehingga terjadi gangguan dalam persediaan O2 dan dalam
menghilangkan CO2. Gangguan Ini dapat berlangsung secara menahun
akibat kondisi atau kelainan pada ibu selama kehamilan atau secara
mendadak karena hal-hal yang diderita ibu dalam persalinan.
(Wiknjosastro, 2006, hal.709).
Hipoksia janin dapat merupakan akibat dari :
a. Oksigenasi darah ibu yang tidak mencukupi akibat hipoventilasi
selama anestesi, penyakit jantung sianosis gagal pernafasan, atau
keracunan karbonmonoksida;
b. Tekanan darah ibu yang rendah akibat hipotensi, yang dapat
merupakan komplikasi anestesi spinal atau akibat kompresi vena
cava dan aorta pada uterus gravid;
c. Relaksasi uterus tidak cukup memberikan pengisian plasenta akibat
adanya tetani uterus, yang disebabkan oleh pemberian oksitosin
berlebih-lebihan;
d. Pemisahan plasenta premature ;
18. 18
e. Sirkulasi darah melalui tali pusat terhalang akibat adanya kompresi
atau pembentukan simpul pada tali pusat;
f. Vasokonstriksi pembuluh darah oleh kokain;
g. Insufisiensi plasenta karena berbagai sebab, termasuk toksemia dan
pasca maturitas. (Nelson, 2000, hal 581).
Asfiksia dapat terjadi selama kehamilan atau persalinan yaiatu :
a. Asfiksia dalam kehamilan dapat disebabkan oleh :
1) Penyakit akut atau kronis;
2) Keracunan obat bius;
3) Uremia;
4) Toksemia gravidarum;
5) Anemia berat;
6) Cacat bawaan;
7) Trauma. (Sarwono, 2006, hal 710)
b. Asfiksia dalam persalinan dapat disebabkan oleh :
1) Gangguan sirkulasi pada plasenta, misalnya pada :
a) Partus lama
Merupakan persalinan yang berlangsung lebih dari 24 jam
pada primipara dan lebih dari 18 jam pada multipara,
dimana terjadi kontraksi rahim yang berlangsung lama
sehingga dapat risiko pada janin dimana terjadi gangguan
pertukaran O2 dan CO2 yang dapat menyebabkan asfiksia.
(Manuaba, 2000, hal 292).
b) Kehamilan lewat waktu
Kehamilan lewat waktu adalah kehamilan yang
berlangsung lebih dari 42 minggu dihitung berdasarkan
rumus Naegele dengan siklus haid rata-rata 28 hari.
Permasalahan yang timbul pada janin adalah asfiksia
dimana terjadi insufiensi plasenta yang menyebabkan
plasenta tidak sanggup memberi nutrisi dan terjadi
gangguan pertukaran O2 dan CO2 dari ibu ke janin.
19. 19
(Manuaba, 2000, hal 222).
c) Lilitan tali pusat
Gerakan janin dalam rahim yang aktif pada tali pusat yang
panjang pada leher sangat berbahaya, apalagi bila lilitan
terjadi beberapa kali dimana dengan makin masuknya
kepala janin ke dasar panggul maka makin erat pula lilitan
pada leher janin yang mengakibatkan makin terganggunya
aliran darah ibu ke janin. (Manuaba, 2000, hal 239).
d. Patofisiologi asfiksia bayi baru lahir
Penyebab asfiksia dapat berasal dari faktor ibu, janin dan plasenta.
Adanya hipoksia dan iskemia jaringan menyebabkan perubahan
fungsional dan biokimia pada janin. Faktor ini yang berperan pada
kejadian asfiksia.
Bila janin kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah, timbulah
rangsangan terhadap nervus vagus sehingga DJJ (Denyut Jantung Janin)
menjadi lambat. Jika kekurangan O2 terus berlangsung maka nervus
vagus tidak dapat dipengaruhi lagi. Timbulah kini rangsangan dari
nervus simpatikus sehingga DJJ menjadi lebih cepat akhirnya ireguler
dan menghilang.
Janin akan mengadakan pernafasan intrauterin dan bila kita periksa
kemudian terdapat banyak air ketuban dan mekonium dalam paru,
bronkus tersumbat dan terjadi atelektasis. Bila janin lahir, alveoli tidak
berkembang. Apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan ganti,
denyut jantung mulai menurun sedangkan tonus neuromuskuler
berkurang secara berangsur-angsur dan bayi memasuki periode apneu
primer. Jika berlanjut, bayi akan menunjukan pernafasan yang dalam,
denyut jantung terus menurun, tekanan darah bayi juga mulai menurun
dan bayi akan terluhat lemas (flascid). Pernafasan makin lama makin
lemah sampai bayi memasuki periode apneu sekunder. Selama apneu
sekunder, denyut jantung, tekanan darah dan kadar O2 dalam darah
(PaO2) terus menurun. Bayi sekarang tidak bereaksi terhadap
20. 20
rangsangan dan tidak akan menunjukan upaya pernafasan secara
spontan. Kematian akan terjadi jika resusitasi dengan pernafasan buatan
dan pemberian tidak dimulai segera.
(http://wordpress.com/2010/01/16/ pengertian dan penanganan asfiksia
pada bayi baru lahir/di akses tanggal 25 Mei 2011).
d. Klasifikasi klinis asfiksia bayi baru lahir
Asfiksia terbagi atas :
a. Asfiksia berat (Nilai Apgar 0-3)
Memerlukan resusitasi segera secara aktif dan pemberian O2
terkendali.
b. Asfiksia ringan-sedang (Nilai Apgar 4-6)
Memerlukan resusitasi atau pemberian O2 sampai bayi dapat
bernafas normal kembali.
c. Bayi normal atau sedikit asfiksia (Nilai Apgar 7-9).
d. Bayi normal (Nilai Apgar 10). (Wiknjosastro, 2007, hal 712).
e. Tanda dan gejala asfiksia bayi baru lahir
Gejala asfiksia yang khas antara lain meliputi bayi tidak bernafas atau
pernafasan megap-megap yang dalam, bayi terlihat lemas, sianosis,
sukar bernafas/tarikan dinding dada ke dalam yang kuat dan suara
merintih. (Saifuddin AB, 2002).
a. Sebelum lahir
Asfiksia biasanya merupakan akibat dari anoksia/hipoksia janin,
yang menimbulkan tanda gawat janin yaitu :
1) Denyut Jantung Janin (DJJ) iregular dan frekuensinya lebih
dari 160 kali permenit atau kurang dari 100 kali permenit.
2) Mekonium dalam air ketuban pada letak kepala.
3) Analisa air ketuban/amnioskopi.
b. Setelah lahir
1) Bayi tampak pucat dan kebiru-biruan serta tidak bernafas
spontan.
21. 21
2) Kalau mengalami perdarahan di otak maka ada gejala
neorologik seperti kejang dan menangis kurang baik/tidak
baik. (Mochtar R, 1998, hal.428).
f. Diagnosis asfiksia bayi baru lahir
Asfiksia pada bayi biasanya merupakan kelanjutan dari anoksia atau
hipoksia janin. Diagnosis hipoksia atau anoksia dapat dibuat dalam
persalinan dengan ditemukan tanda-tanda gawat janin. Untuk dapat
menegakkan diagnosis gawat janin dapat ditetapkan dengan melakukan
pemeriksaan sebagai berikut:
a. Pada saat proses persalinan
1) Denyut jantung janin yaitu antara 120-160 x/menit.
2) Denyut jantung janin menurun dibawah 100 x/menit apalagi
disertai dengan irama yang tidak teratur.
3) Terdapat mekonium dalam air ketuban pada letak kepala.
b. Melakukan penilaian asfiksia pada bayi baru lahir
Salah satu cara lain yang lebih sederhana untuk menilai asfiksia
pada bayi baru lahir adalah sebagai berikut :
Tabel 1 : Penilaian dengan Apgar
Skor 0 1 2
A : Appearence color
(warna kulit)
Pucat
Baadan merah,
ekstremitas biru
Seluruh tubuh
kemerah-merahan
P : Pulse (heart rate)
(frekuensi
jantung)
Tidak ada Di bawah 100 Di atas 100
G : Grimace (reaksi
terhadap
rangsangan)
Tidak ada
Sedikit gerakan
mimic
Menangis,
batuk/bersin
A : Activity (tonus Lumpuh Ekstremitas Gerakan aktif
22. 22
otot) dalam fleksi
sedikit
R : Respiration (usaha
napas)
Tidak ada
Lemah,tidak
teratur
Baik,menangis
kuat.
Sumber : (Sarwono,2006,hal 249).
Nilai APGAR pada umumnya di laksanakan pada 1 menit dan 5 menit
sesudah bayi lahir. Tapi penilaian harus dimulai segera sesudah bayi lahir.
Apabila bayi memerlukan intervensi berdasarkan penilaian pernapasan,
denyut jantung atau warna kulit maka penilaian ini harus dilakukan segera.
Intervensi yang harus dilakukan jangan sampai terlambat karena menunggu
hasil penilaian APGAR 1 menit.
Nilai Apgar 4-6 menunjukkan depresi pernafasan sedang dan membutuhkan
resusitasi. Nilai Apgar kurang dari 3 menunjukkan depresi pernafasan berat
membutuhkan resusitasi segera. Nilai Apgar pada menit pertama digunakan
untuk menunjukkan bayi yang membutuhkan perhatian khusus, dan pada
menit kelima merupakan indeks dan efektifitas resusitasi.
g. Penatalaksanaan asfiksia bayi baru lahir
Untuk mendapatkan hasil yang sempurna dalam resusitasi, prinsip dasar
yang perlu di ingat ialah :
a. Mencegah kehilangan panas dan mengeringkan tubuh bayi.
b. Meletakkan bayi dalam posisi yang benar.
Bayi diletakkan terlentang diatas alas yang benar, kemudian kepala
lurus dan leher sedikit tengadah (ekstensi).
c. Membersihkan jalan nafas
Kepala bayi yang dimiringkan agar cairan berkumpul di mulut
kemudian mulut di bersihkan terlebih dahulu dengan tujuan agar
cairan tidak teraspirasi dan isapan pada hidung akan menimbulkan
pernafasan megap-megap.
d. Menilai bayi
Penilaian bayi dilakukan berdasarkan 3 gejala yang sangat penting
bagi kelanjutan hidup bayi :
23. 23
1) Usaha pernafasan
Apabila bayi bernapas spontan dan memadai lanjutkan dengan
menilai frekuensi jantung dan bila bayi sukar bernapas
dilakukan rangsangan taktil dengan menepuk atau menyentil
telapak kaki bayi atau menggosok punggung bayi sambil
memberikan oksigen.
2) Frekuensi denyut jantung
Setelah menilai usaha bernapas dan melakukan tindakan yang
diperlukan serta memperhatikan apakah bernapas spontan atau
tidak.Bila frekuensi denyut jantung >100 kali/menit dan bayi
bernapas spontan,dilanjutkan dengan menilai warna kulit.
3) Warna kulit
Penilaian warna kulit dilakukan bayi bernapas dengan spontan
dan frekuensi denyut jantung bayi > 100 kali/menit.
Tindakan-tindakan yang dilakukan pada bayi dibagi dalam dua golongan :
a. Tindakan Umum
Tindakan ini dikerjakan tanpa menilai-nilai Apgar, segera setelah bayi
lahir diusahakan agar bayi mendapatkan pernafasan yang baik, harus
dicegah dan dikurangi kehilangan panas dari tubuhnya. Penggunaan
sinar lampu untuk pemanasan luar dan untuk mengeringkan tubuh bayi
untuk mengurangi evaporasi.
Bayi diletakkan dengan kepala lebih rendah dan penghisapan saluran
pernafasan bagian atas segera dilakukan. Hal ini harus dilakukan secara
hati-hati untuk menghindarkan timbulnya kerusakan-kerusakan mukosa,
jalan nafas, spasmus laring, atau kolaps paru-paru. Bila bayi belum
memperlihatkan usaha bernafas, rangsangan terhadapnya harus segera
dikerjakan. Hal ini dapat berupa rangsangan nyeri dengan cara
memukul kedua telapak kaki, menekan tendon Achilles, atau pada bayi-
bayi tertentu diberi suntikan Vit K. (Wiknjosastro, 2007, hal 712).
24. 24
b. Tindakan Khusus
Tindakan ini dikerjakan setelah tindakan umum di selenggarakan tanpa
hasil. Prosedur yang di lakukan disesuaikan dengan beratnya asfiksia
yang timbul pada bayi, yang dinyatakan oleh tinggi rendahnya nilai
Apgar.
1) Asfiksia Berat (Nilai Apgar 0-3)
Tindakan pada bayi asfiksia berat :
a) Menerima bayi dengan kain hangat;
b) Letakkan bayi pada meja resusitasi;
c) Bersihkan jalan nafas sambil memompa jalan nafas dengan
balon (ambubag);
d) Berikan oksigen 4-5 liter/menit;
e) Bila tidak berhasil biasanya dipasang ETT (Endo Trachel
Tube);
f) Bersihkan jalan nafas melalui lubang ETT;
g) Bila bayi bernafas tapi masih sianosis/biru biasanya diberi
terapi Natrium Bikarbonat 7,5% sebanyak 6cc, Dekstrose 40%
sebanyak 4cc;
h) Bila asfiksia berkelanjutan bayi masuk NICU (Neonatus
Intensive Care Unit) dan infus terlebih dahulu. Apabila setelah
15-30 detik bayi tidak bernafas spontan dan denyut jantung
kurang dari 60 x/menit atau 60-80 x/menit dan tidak bertambah
dilakukan kompresi dada. Apabila denyut jantung kurang dari
80 x/menit mulai pemberian obat.
(Wiknjosastro, 2007, hal 712).
2) Asfiksia Ringan-Sedang (Nilai Apgar 4-6)
Tindakian pada asfiksia ringan-sedang :
a) Bayi dibungkus dengan kain lalu dibawa kemeja resusitasi.
b) Bersihkan jalan nafas dengan menghisap lendir pada hidung
kemudian disekitar mulut.
25. 25
c) Bila berhasil teruskan dengan perawatan selanjutnya yaitu
membersihkan badan bayi, perawatan tali pusat dan yang
lainnya.
d) Observasi suhu tubuh, untuk sementara waktu masukkan bayi
kedalam inkubator.
(Wiknjosastro, 2007, hal 713).
Setelah melakukan penilaian dan memutuskan bahwa bayi baru lahir perlu
resusitasi, tindakan harus segera dilakukan. Penundaan membahayakan bayi.
a. Tahap I : Langkah awal
Langkah awal perlu dilakukan dalam 30 detik langkah tersebut adalah :
1) Jaga bayi tetap hangat
a) Letakkan bayi di atas kain yang ada di atas perut ibu.
b) Bungkus bayi dengan kain tersebut, potong tali pusat.
c) Pindahkan bayi ke atas kain ditempat resusitasi.
2) Atur posisi bayi
a) Baringkanlah bayi terlentang dengan kepala di dekat penolong.
b) Ganjal bahu agar kepala sedikit ekstensi.
3) Isap Lendir
a) Gunakan alat penghisap lendir De Lee dengan cara sebagai
berikut :
(1) Isap lendir mulut dari mulut dulu kemudian hidung.
(2) Lakukan penghisapan saat alat penghisap ditarik keluar,
jangan lebih dari 5 cm ke dalam mulut dan lebih dari 3 cm
ke dalam hidung.
4) Keringkanlah dan Rangsang Bayi
a) Keringkanlah bayi mulai dari muka, kepala dan bagian
tubuh lainnya dengan sedikit tekanan. Rangsangan ini
dapat membantu BBL mulai bernafas sedikit tekanan.
Rangsangan ini dapat membantu BBL mulai bernafas.
b) Lakukan rangsangan taktil dengan beberapa cara :
(1) Menepuk atau menyentil telapak kaki.
26. 26
(2) Menggosok perut, dada, punggung atau tungkai kaki
dengan telapak tangan.
(3) Atur kembali posisi kepala bayi dan bungkus bayi.
5) Atur kembali posisi kepala bayi dan selimuti bayi
a) Ganti kain yang telah basah dengan kain yang ada di
bawahnya.
b) Bungkus bayi dengan kain tersebut, jangan menutupi
muka, dada agar biasa memantau pernafasan bayi.
c) Atur kembali posisi kepala bayi sehingga sedikit ekstensi.
6) Lakukan Penilaian Bayi
Lakukan penilaian apakah bayi bernafas normal, atau tidak
bernafas megap-megap :
a) Bila bayi bernafas normal, berikan ibunya untuk disusui.
b) Bila bayi tidak bernafas atau megap-megap mulai lakukan
ventilasi.
b. Tahap II : Ventilasi
Ventilasi adalah tahapan tindakan resusitasi untuk memasukkan
sejumlah volume udara ke dalam paru dengan tekanan positif untuk
membuka alveoli paru agar bayi bisa bernapas spontan dan teratur.
Langkah-langkah :
1) Pasang dan pegang sungkup agar menutupi dagu, mulut dan
hidung.
2) Ventilasi 2 kali
a) Lakukan tiupan/pemompaan dengan tekanan 30 cm air. Tiupan
awal tabung-sungkup/pemompaan awal balon-sungkup sangat
penting untuk membuka alveoli paru agar bayi bisa mulai
bernapas dan menguji apakah jalan napas bayi terbuka.
b) Lihat apakah dada bayi mengembang.
Saat melakukan tiupan/pemompaan perhatikan apakah dada
bayi mengembang. Bila tidak mengembang :
27. 27
1) Periksa posisi sungkup dan pastikan tidak ada udara yang
bocor.
2) Periksa posisi kepala, pastikan posisi sudah benar.
3) Periksa cairan atau lendir di mulut. Bila ada lendir atau
cairan lakukan pengisapan.
4) Lakukan tiupan 2 kali dengan tekanan 30 cm air (ulangan),
bila dada mengembang lakukan tahap berikutnya.
c. Cara kerja
1) Ventilasi Tekanan Positif
a) Bayi diletakkan dalam posisi ekstensi.
b) Agar VTP efektif, kecepatan memompa (kecepatan
ventilasi) dan tekanan ventilasi harus sesuai,
kecepatan ventilasi sebaik 40-60 kali/menit dan
tekanan ventilasi yang dibutuhkan 30-40 cm air.
Setelah papas pertama, membutuhkan 15-20 cm air.
c) Observasi gerak dada bayi
Adanya gerakan bayi turun naik merupakan bukti
bahwa sungkup terpasang dengan baik dan paru-paru
mengembang. Bayi menarik napas dangkal apabila
dada bergerak maksimum, bayi seperti menarik napas
panjang, menunjukkan paru-paru terlalu mengembang
yang berarti tekanan yang diberikan terlalu tinggi.
d) Observasi gerak tubuh bayi
Gerak perut tidak dapat dipakai sebagai pedoman
ventilasi yang efektif. Gerak perut mungkin di
sebabkan oleh masuknya udara kedalam lambung.
e) Penilaian suara napas bilateral
Suara napas didengar dengan menggunakan stetoskop,
adanya suara napas di kedua paru-paru merupakan
indikasi bahwa bayi mendapat ventilasi yang benar.
28. 28
f) Observasi pengembangan dada bayi
Apabila dada terlalu berkembang, kurangi tekanan
dengan mengurangi meremas balon. Apabila dada
kurang berkembang mungkin disebabkan oleh salah
satu penyebab sebagai berikut pelekatan sungkup
kurang sempurna, arus udara terhambat dan tidak
cukup tekanan. (Saifuddin A.B,2002 hal 354).
2) Intubasi Endotrakeal
a) Peralatan
(1) Keteter isap De Lee;
(2) Berbagai ukuran selang endotrakeal yang dapat
disesuaikan;
(3) Laringoskop tekanan positif;
(4) Handuk;
(5) Plester.
b) Metode
(1) Tempatkan bayi pada posisi kepala sedikit
ekstensi dapat diletakkan handuk dibawah bahu
bayi.
(2) Kenalkan laringskop di sudut kanan mulut bayi.
(3) Masukkan laringskop sedalam 2-3 cm sambil
merotasikan ketengah dan menggeser lidah ke
kiri.
(4) Pada saat ujung bite dada diantara dasar lidah
dan epiglotis, naikkan sedikit keatas sampai
glottis terlihat (kadang-kadang sedikit tekanan
pada laring eksternal oleh seorang asisten akan
memudahkan pemanjangan glottis).
(5) Masukkan selang endotrakeal pada sisi kanan
mulut sampai pita sura vokalis. Pastikan anda
mudah melihat (selang harus cukup kecil untuk
29. 29
memungkinkan udara tetap dapat masuk yakni
ruang yang mengelilinginya : ruang ini
menjamin ekskresi dapat dilakukan dengan
mudah dan mengurangi resiko kerukan
jaringan).
(6) Isap secret jika diperlukan.
(7) Ketika selang endotrakeal dimasukkan tahan di
tempatnya dengan kencang namun lembut
kemudian tarik laringskop ke adapter kantong.
(8) Lakukan ventilasi dengan kantong oksigen,
asisten dengan menggunakan stetoskop harus
memeriksa apakah ventilasi kedua paruh telah
adekuat. (Saifuddin A.B, 2002 hal 359).
3) Kompresi dada
a) Pelaksana menghadap ke dada bayi dengan kedua
tangan dalam posisi yang benar.
b) Kompresi dilakukan di 1/3 bagian di bawah tulang
dada di bawah garis khayal yang menghubungkan
kedua puting susu bayi. Hati-hati jangan menekan
prosesus xipodeus.
c) Dengan posisi jari-jari tangan yang benar gunanya
tekanan yang cukup untuk menekan tulang pada 1/2
3/4 inci (± 1-2 cm) kemudian tekanan dilepaskan
untuk memungkinkan pengisian jantung atau tekanan
kebawah ditambah pembebasan tekanan.
d) Rasio kompresi dada dan ventilasi data 1 menit ialah
90 kompresi dada dan 30 ventilasi (rasio 3:1). Ibu jari
adalah ujung-ujung jari harus tetap kontak dengan
tempat kompresi dada sepanjang waktu baik pada saat
penekanan maupun pada saat melepaskan penekanan.
(Saifuddin,2006 hal 346).
30. 30
h. Masalah yang bisa timbul pada bayi dengan asfikisia
a. Gangguan Pertukaran Gas
Gangguan pertukaran gas, hal ini dapat disebabkan oleh karena
penyempitan pada arteri pulmonal, peningkatan tekanan pembuluh
darah di paru-paru dan penurunan aliran darah di paru-paru. Untuk
mengatasi gangguan tersebut dapat di lakukan intervensi rencana
asuhan kebidanan diantaranya : melakukan monitoring sistem
jantung dan paru-paru dengan melakukan resusitasi, memberikan
oksigen yang kuat.
b. Penurunan Cardiac Output
Terjadi penurunan cardiac output karena adanya udema paru dan
penyempitan arteri pulmonal, untuk mengatasi masalah tersebut
dapat dilakukan monitoring jantung paru, mengkaji tanda-tanda
vital, memonitor denyut nadi, memonitor intake dan output serta
melakukan kolaborasi dalam vaso lidator.
c. Gangguan Perfusi Jaringan
Gangguan perfusi jaringan karena adanya kemungkinan
hipovolemia atau kematian janin, kondisi ini dapat diatasi dengan
mempertahankan output yang normal dengan cara mempertahankan
intake dan output, kolaborasi dalam pemberian diuretic sesuai
dengan indikasi, memonitor laboratorium urine lengkap dan
pemeriksaan darah.
d. Resiko Tinggi Terjadinya Infeksi
Resiko tinggi terjadinya infeksi nosokomial yaitu respon imun yang
terganggu, hal ini dapat diatasi dengan mengurangi tindakan yang
menyebabkan terjadinya infeksi nosokomial dengan cara mengkaji
dan menyediakan intervensi asuhan kebidanan dengan
memperhatikan teknik aseptic. (Hidayat, 2005).
i. Perawatan pasca resusitasi
Setelah resusitasi, sebagian bayi akan bernafas spontan yang lainnya
mungkin masih membutuhkan bantuan nafas. Di harapkan semua telah
31. 31
kemerahan dengan frekuensi jantung diatas 100 x/menit. Bila di
perlukan resusitasi lebih lanjut, bayi dirawat diruang rawat lanjutan.
Perawatan pasca resusitasi melupiti pengawasan suhu, tanda vital dan
antisipasi terjadinya komplikasi. Lanjutkan pemantauan kebutuhan
oksigen, frekuensi jantung dan tekanan darah. Lakukan pemeriksaan
laboratorium seperti hematokrit dan gula darah. Nilai pH darah dapat
dipakai untuk memperkirakan sejauh mana komplikasi mungkin terjadi.
(Katwinkel, 2006, hal 7).
a. Pengaturan Suhu
Bayi dengan asfiksia cepat sekali mengalami hipotermia bila
berada di lingkungan yang dingin. Kehilangan panas di sebabkan
oleh permukaan tubuh bayi yang relatif luas di bandingkan dengan
berat badan, kurangnya jaringan lemak dibawah kulit untuk
mencegah hipotermia bayi di letakkan dalam inkubator, suhu
inkubator untuk berat badan > 3200 gram suhunya 33°C. Bayi
dapat mempertahankan suhu tubuh sekitar 37°C. Suhu inkubator
dapat diturunkan 1°C setiap minggunya. (IDAI, 2003, hal 111).
Tabel 2. Suhu incubator sesuai dengan berat badan bayi
Berat badan Bayi (gr) Suhu Incubator (°C)
1000
1500
2000
3200
3000
4000
35
34
33,5
33,2
33
32,5
Sumber : Wiknjosastro, 2007, hal 254
b. Kebutuhan Cairan
Volume cairan untuk hari-hari pertama berdasarkan umur bayi
yaitu :
1) Hari 1 : 60 ml/kg BB
32. 32
2) Hari 2 : 80 ml/kg BB
3) Hari 3 : 100 ml/kg BB
4) Hari 4 : 120 ml/kg BB
5) Hari 5 : 140 ml/kg BB
6) Hari 6 : 150 ml/kg BB
7) Hari 7 : 160 ml/kg BB
Untuk bayi berat lahir > 3200 gram; 6 x/hari (setiap 4 jam)
Rumus untuk satu kali pemberian minuman :
= =…cc (IDAI, 2003, hal 126).
B. Proses Manajemen Asuhan Kebidanan
1. Pengertian Manajemen Asuhan Kebidanan
Manajemen asuhan kebidanan atau yang sering disebut manajemen
kebidanan adalah suatu metode berpikir dan bertindak secara sistematis dan
logis dalam memberi asuhan kebidanan, agar menguntungkan kedua belah
pihak baik klien maupun pemberian asuhan. (Soepardan, Suryani. 2008. Hal
96)
2. Langkah dalam Manajemen Asuhan Kebidanan
a. Langkah I : Tahap Pengumpulan Data Dasar
Pada langkah pertama dikumpulkan semua informasi (data) yang akurat
dan lengkap dari semua sumber yang berkaitan dengan kondisi klien.
Untuk memperoleh data dilakukan dengan cara :
1) Anamnesis
Anamnesis dilakukan untuk mendapatkan biodata, riwayat
menstruasi, riwayat kesehatan, riwayat kehamilan, persalinan
dan nifas, bio-psiko-soiso-spritual, serta pengetahuan klien.
2) Pemeriksaan fisik sesuai dengan kebutuhan dan pemeriksaan
tanda-tanda vital, meliputi :
a) Pemeriksaan khusus (Inspeksi, Palpasi, auskultasi dan
perkusi).
33. 33
b) Pemeriksaan penunjang (laboratorium dan catatan terbaru
serta catatan sebelumnya).
b. Langkah II : Interpretasi Data Dasar
Pada langkah ke dua dilakukan identifikasi terhadap diagnosis atau
masalah berdasarkan interpretasi yang benar atas data-data yang telah
dikumpulkan. Data dasar tersebut kemudian di interpretasikan sehingga
dapat di rumuskan diagnosis dan masalah yang spesifik. Baik rumusan
di agnosis maupun masalah, keduanya harus di tangani. Meskipun
masalah tidak dapat di artikan sebagai di agnosis, tetapi tetap
membutuhkan penanganan. Masalah yang sering berkaitan dengan hal-
hal yang sedang dialami wanita yang diidentifikasi oleh bidan sesuai
dengan hasil pengkajian. Masalah juga sering menyertai diagnosis.
c. Langkah III : Identifikasi Diagnosa/Masalah Potensial dan
Antisipasi Penanganannya
Pada langkah ketiga kita mengidentifikasi masalah potensial atau
diagnosis potensial berdasarkan diagnosis/masalah yang sudah di
identifikasi. Langkah ini membutuhkan antisipasi, bila memungkinkan
di lakukan pencegahan. Bidan di harapkan dapat waspada dan bersiap-
siap mencegah diagnosisi/masalah potensial ini menjadi kenyataan.
Langkah ini penting sekali dalam melakukan asuhan yang aman.
d. Langkah IV : Menetapkan Perlunya Konsultasi dan Kolaborasi
segera dengan Tenaga Kesehatan Lain
Langkah keempat mencerminkan kesinambungan proses manajemen
kebidanan. Jadi, manajemen tidak hanya berlangsung selama asuhan
primer periodik atau kunjungan prenatal saja, tetapi juga selama wanita
tersebut dalam dampingan bidan. Dalam kondisi tertentu, seorang bidan
mungkin juga perlu melakukan konsultasi atau kolaborasi dengan
dokter atau tim kesehatan lain seperti pekerjaan sosial, ahli gizi, atau
seorang ahli perawatan klinis bayi baru lahir. Dalam hal ini, bidan harus
mampu mengevaluasi kondisi setiap klien untuk menentukan kepada
siapa sebaiknya konsultasi dan kolaborasi dilakukan.
34. 34
e. Langkah V : Menyusun Rencana Asuhan Menyeluruh
Pada langkah kelima direncanakan asuhan menyeluruh yang ditentukan
berdasarkan langkah-langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan
kelanjutan manajemen untuk masalah atau diagnosis yang telah di
identifikasi atau diantisipasi. Pada langkah ini informasi data yang tidak
lengkap dapat dilengkapi.
f. Langkah VI : Pelaksanaan Langsung Asuhan dengan Efisiensi
dan Aman
Pada langkah keenam, rencana asuhan menyeluruh di lakukan dengan
efesien dan aman. Pelaksanaan ini bisa di lakukan seluruhnya oleh
bidan tau sebagian di kerjakan oleh klien atau anggota tim kesehatan
lainnya. Walau bidan tidak melakukannya sendiri, namun dia tetap
memikul tanggung jawab untuk mengarahkan pelaksanaannya
(misalnya dengan memastikan bahwa langkah tersebut benar-benar
terlaksana). Dalam situasi ketika bidan berkolaborasi dengan dokter
untuk menangani klien yang mengalami komplikasi, bidan tetap
bertanggung jawab terhadap terlaksananya rencana bersama yang
menyeluruh tersebut. Penatalaksanaan yang efisien dan berkualitas akan
berpengaruh pada waktu serta biaya.
g. Langkah VII : Evaluasi Asuhan Kebidanan
Evaluasi dilakukan secara siklus dan dengan mengkaji ulang aspek
asuhan yang tidak efektif untuk mengetahui faktor mana yang
menguntungkan atau menghambat keberhasilan asuhan yang diberikan.
Pada langkah terakhir, di lakukan evaluasi keefektifan asuhan yang
sudah di berikan. Ini meliputi evaluasi pemenuhan kebutuhan akan
bantuan : apakah benar-benar telah terpenuhi sebagaimana di
identifikasi di dalam di agnosis dan masalah. Rencana tersebut dapat
dianggap efektif jika memang benar efektif dalam pelaksanaannya.
35. 35
3. Pendokumentasian Asuhan Kebidanan (SOAP)
a. Data Subjektif
Menggambarkan pendokumentasian hasil pengumpulan data klien
melalui anamnesis sebagai langkah I Varney yang dipereoleh dari hasil
tanya jawab pada jawaban klien dan keluarga.
b. Data Objektif
Menggambarkan pendokumentasian hasil pemeriksaan fisik klien, hasil
laboratorium dan uji diagsnostik lain yang dirumuskan dalam data
fokus untuk menduikung asuhan sebagaimana langkah I Varney.
c. Assessment/Diagnosa
Merupakan keputusan yang ditegakkan dari hasil perumusan masalah
yang mencakup kondisi, masalah dan prediksi terhadap kondisi
tersebut. Penegakan diagnosa kebidanan di jadikan sebagai dasar
tindakan dalam upaya menanggulangi ancaman keselamatan pasien/Ibu.
d. Planning
Rencana kegiatan mencakup langkah-langkah yang akan di lakukan
oleh bidan dalam melakukan intervensi untuk memecahkan masalah
pasien/klien.
Tabel 3. Pendokumentasian Manajemen Asuhan Kebidanan
Alur Pikir Bidan Pencatatan dari Asuhan Kebidanan
Proses Manajemen Pendokumentasian
Kebidanan Asuhan Kebidanan
36. 36
7. Langkah dari Helen Varney 5.Langkah Kompetensi Bidan Soap Notes
1. Pengumpulan data Data Subjektif
Objektif
2. Merumuskan Diagnos Antisipasi
Diagnosa/Masalah Potensial
Tindakan Segera danKolaborasi
Asuhan Kebidanan
Assesment/ Diagnosa Assesment/ Diagnosa
5. Rencana Tindakan Asuhan
Kebidanan
Membuat Rencana Planning :
a. Konsul
b. Tes Lab
c. Rujukan
d. Pendidkan/Konseling
e. Follow up
6. Implementasi Implementasi
7. Evaluasi Evaluasi
Sumber : Simatupang E.J, 2006, hal 62
37. 37
BAB III
STUDI KASUS
MANAJEMEN ASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI “M” DENGAN
ASFIKSIA SEDANG DI RUMAH SAKIT UMUM RAHA KAB. MUNA
TANGGAL 18 MEI S.D. 20 MEI 2014
No. Register : 05893
Tanggal lahir : 18 Mei 2014, Jam 00.30 Wita
Tanggal Pengkajian : 18 Mei 2014, Jam 11.00 Wita
A. Langkah I Pengkajian Data Dasar
1. Identitas
a. Identitas Bayi
1) Nama : By “M”
2) Tanggal/jam lahir : 18 Mei 2014, Jam 00.30 Wita
3) Anak ke : I (Pertama)
4) Jenis kelamin : Perempuan
5) Alamat : Jl. Kontu Kowuna No. 3 Raha
b. Identitas Ibu/Ayah
1) Nama Ibu/Ayah : Ny “M”/Tn “R”
2) Umur : 27 Tahun/27 Tahun
3) Nikah : 1 kali, lamanya ± 2 Tahun
4) Suku : Muna/Muna
5) Agama : Islam/Islam
6) Pendidikan : SMA/SMA
7) Pekerjaan : IRT/Wiraswasta
8) Alamat : Jl. Kontu Kowuna No. 3 Raha
2. Riwayat kehamilan dan kelahiran
a. Riwayat kehamilan
1) G I P 0 A 0
38. 38
2) HPHT : Tanggal 16 - 08 - 2013
3) TP : Tanggal 23 - 05 - 2013
4) Usia kehamilan : 39 Minggu 2 Hari
5) Ibu ANC 4 kali selama pemeriksaan kehamilan di RSUD Raha.
6) Ibu pernah mendapat imunisasi TT sebanyak 2 kali selama
kehamilan di RSUD Raha yaitu TT1 pada bulan Januari 2014 dan
TT2 pada bulan Februari 2014.
b. Riwayat persalinan
1) Ibu masuk kamar bersalin tanggal 17 Mei 2014 jam 19.15 Wita,
dengan keluhan sakit perut tembus ke belakang disertai dengan
pelepasan lendir dan darah sejak jam 15. 45 Wita.
2) Perlangsungan kala I sepuluh jam.
3) Perlangsugan kala II satu jam.
4) Bayi lahir pervaginam, Tanggal 18 Mei 2014, Jam 00.30 Wita
dengan hasil penilaian :
a) Pernafasan : Lemah, tidak teratur dalam frekuensi
28x/menit
b) Denyut Jantung : Frekuensi 148 x/menit
c) Warna kulit : Badan merah, ekstremitas biru
d) Apgar Score : 5/7
Penilaian dengan nilai Apgar tidak dipakai kapan kita menilai
resusitasi tetapi nilai Apgar pada umumnya dilaksanakan pada
satu menit dan lima menit setelah bayi lahir.
39. 39
Tabel 4. Penilaian Apgar pada Bayi “M” dengan Asfiksia Sedang di RSUD Raha
Kab. Muna
Tanda 0 1 2 Angka
A: Appearance
color (warna
kulit)
Pucat Badan
merah,ektremit
as biru
Seluruh
tubuh
kemerah-
merahan
1 1
P: Pulse (heart
rate)
(frekuensi
jantung)
Tidak ada Di bawah 100 Di atas 100 1 2
G:Gremace
(reaksi
terhadap
rangsangan)
Tidak ada Sedikit
gerakan
Menangis,
batuk/bersin
1 2
A:Activity (tonus
otot)
Lumpuh Ektremitas
dalam fleksi
sedikit
Gerakan aktif 1 1
R:Respiration
(usaha
bernapas)
Tidak ada Lemah,tidak
teratur
Menangis
kuat
1 1
Jumlah 5 7
Sumber : Sarwono, Ilmu Kebidanan, 2006, hal 249.
3. Pemeriksaan Fisik Bayi
a. Pemeriksaan umum
1) BBL / PBL : 3200 gram / 45 cm
2) Jenis kelamin : Perempuan
3) Lingkar kepala : 32 cm (Normal : ± 32-35 cm)
4) Lingkar dada : 31 cm (Normal : ± 30-38 cm)
40. 40
b. Pemeriksaan Fisik
1) Kepala/Rambut : Rambut hitam dan tipis
Sutura sagiltalis : Teraba jelas
2) Mata
a) Kesimetrisan : simetris kiri dan kanan
b) Skrela : tidak ikterus
c) Konjungtiva : tampak merah muda
d) Kebersihan mata : bersih
3) Hidung
Simetris kiri dan kanan dan tidak ada secret
4) Mulut dan bibir
a) Refleks mengisap kurang baik.
b) Bibir kebiru-biruan.
5) Kulit
Kemerahan.
6) Leher
Tonus otot leher lemah.
7) Dada dan perut
a) Gerakan dada : sesuai dengan pola napas
b) Tonjolan/tulang dada : tidak ada
c) Keadaan tali pusat : putih/berpilin
8) Genetalia/anus
a) Labia mayora menutupi labia minora.
b) Lubang anus (+).
9) Estremitas
a) Tangan
Pergerakan lemas, Jari tangan lengkap kiri dan kanan, Refleks
menggenggam baik.
b) Kaki
Pergerakan lemas, Jari kaki lengkap kiri dan kanan.
41. 41
B. Langkah II Merumuskan Diagnosa/Masalah Aktual
1. Bayi lahir cukup bulan sesuai masa kehamilan 39 Minggu 2 hari
Data Subyektif : 1. Ibu mengatakan Haid Perta Haid Terakhir tanggal 16-
08-2013.
2. Tanggal Persalinan 18-05-2014, jam 00.30 Wita.
Data Obyektif : 1. Tafsiran persalinan 23-05-2014.
2. Gestasi 39 minggu 2 hari.
3. Berat Badan Lahir : 3200 gram, Panjang Badan : 45
cm.
4. Apgar Score : 5/7.
Analisa dan Interpretasi data
Bayi lahir cukup bulan dengan umur kehamilan 39 mingggu 2 hari, dihitung
dari Haid Pertama Haid Terakhir (HPHT) tanggal 16 Agustus 2013, sampai
pada saat pengkajian setelah bayi lahir tanggal 18 Mei 2014.
(Wiknjosastro.H, 2006, hal. 155).
2. Diagnosa Asfiksia Sedang
Data Subyekti : -
Data Obyekktif :
1. Bayi lahir tidak segera menangis
2. Tubuh kemerahan dan ekstremitas bawah biru/pucat
3. Bibir pucat
4. Banyak lendir pada hidung dan mulut
5. Apgar Score 5/7
Analisa dan interpretasi data
Bayi dengan asfiksia, yaitu bayi lahir dengan tidak bernapas secara spontan
dan teratur terjadi karena gangguan pertukaran gas serta transport oksigen
dari ibu ke janin sehingga terjadi gangguan dalam persediaan oksigen.
(Wiknjosastro, 2006, hal 709).
42. 42
C. Langkah III Mengantisipasi Diagnosa/Masalah Potensial
Potensial terjadi asfiksia berat
Data Subyektif : -
Data Obyektif : 1. Bayi lahir tidak segera menangis
2. Frekuensi jantung 148x/menit
3. Pernafasan 28x/menit
4. Suhu badan 36,6°C
5. Nadi 120x/menit
6. Bibir pucat
7. Apgar Score 5/7
Analisa dan Interpretasi :
Adanya lendir yang banyak pada saluran nafas (mulut dan hidung) dapat
menghambat jalan nafas sehingga proses respirasi terganggu dan menimbulkan
asfiksia sedang dan tanpa pertolongan yang lebih lanjut akan berpotensial asfiksia
berat. (Asuhan Kesehatan Anak dalam lingkungan keluarga).
D. Langkah IV Tindakan Segera dan Kolaborasi
Kolaborasi dengan dokter spesalis anak atas intruksi dokter untuk meletakan
bayi di bawah pemancar panas, mengeringkan tubuh bayi, meletakkan bayi pada
posisi kepala lebih rendah dari badan, membersihkan jalan napas, melakukan
rangsangan taktil, melakukan tindakan pemasangan oksigen 2 liter/menit.
E. Langkah V Rencana Asuhan Kebidanan
Diagnosa : Partus lama, Asfiksia sedang
Diagnosa potensial : Potensial terjadinya Asfiksia berat
1. Tujuan : Asfiksia sedang teratasi
2. Kriteria : a. Bayi dapat bernapas normal (30-60 x/menit);
b. Frekuensi jantung sudah teratur (120-160 x/menit);
c. Warna kulit kemerahan;
d. Bayi menangis, dan bergerak aktif;
e. Refleks positif.
43. 43
Intervensi
Tanggal 18 Mei 2014, jam 00.30 Wita
1. Observasi keadaan umum bayi dan tanda-tanda vital khususnya.
Rasional : Dengan observasi tanda-tanda vital dapat mengidentifikasi
kemungkinan penyimpangan dari hasil yang diharapkan agar
memudahkan dalam kenangan selanjutnya.
2. Pertahankan suhu tubuh bayi agar tetap hangat.
Rasional : Perawatan bayi dengan tubuh terbungkus dapat terhindar dari
konduksi dan evaporasi.
3. Atur posisi bayi dengan kepala pada posisi menghidu dengan menempatkan
ganjal bahu sehingga kepala sedikit ekstensi.
Rasional : Agar cairan tidak teraspirasi dan pernapasan menjadi lancer.
4. Bersihkan jalan nafasdari lendir dengan menggunakan de lee/balon karet.
Rasional : Untuk kelancaran proses respirasi sehingga bayi dapat bernafas
teratur.
5. Keringkan tubuh bayi mulai dari muka, kepala dan bagian tubuh lainnya dan
menyelimuti bayi dengan selimut bersih dan kering.
Rasional : Rangsangan ini dapat membantu bayi baru lahir mulai bernafas
dan mencegah kehilangan panas pada bayi melalui evaporasi,
konduksi, konveksi dan radiasi.
6. Lakukan rangsangan taktil.
Rasional : Dengan rangsangan taktil diharapkan segera menangis.
7. Observasi keadaan umum bayi dan tanda-tanda vital khususnya pernapasan.
Rasional : Dengan observasi dapat mengidentifikasi kemungkinan
penyimpangan dari hasil yang diharapkan serta mengetahui
tanda-tanda vital khususnya pernapasan agar memudahkan
dalam penanganan selanjutnya.
8. Pemberian oksigen sesuai dengan kebutuhannya.
Rasional : Oksigen diberikan kepada bayi untuk membantu pernapasan dan
pengembangan pada paru-paru
44. 44
9. Pemberian kebutuhan cairan 60 cc/kg.
Rasional : Untuk membantu pemenuhan nutrisi pada bayi.
10. Anjurkan ibu untuk menyusui bayinya sesering mungkin dan
mengkonsumsi makanan dengan gizi seimbang.
Rasional : Pemenuhan asupan gizi pada ibu menyusui sangat
mempengaruhi produksi kualitas ASI.
11. Berikan Vitammin K secara Intramuskular.
Rasioanl : Mencegah terjadinya perdarahan pada otak.
12. Lakukan perawatan tali pusat dengan teknik aseptik.
Rasional : Perawatan tali pusat dilakukan dengan teknik aseptik untuk
menghindari terjadinya infeksi tali pusat.
13. Rawat bayi didalam inkubator.
Rasional : Untuk menghindari terjadinya hipotermi dan mempertahankan
suhu tubuh bayi.
F. Langkah VI Pelaksanaan Asuhan Kebidanan
Tanggal 18 Mei 2014, Jam 00.30 Wita
1. Mengobservasi keadaan umum bayi dan tanda-tanda vital khususnya.
2. Mempertahankan duhu tubuh bayi agar tetap hangat.
3. Mengatur posisi bayi dengan kepala pada posisi menghidu dengan
menempatkan ganjal bahu sehingga kepala sedikit ekstensi.
4. Membersihkan jalan nafas dari lendir dengan menggunakan de lee/balon
karet.
5. Mengeringkan tubuh bayi mulai dari muka, kepala dan bagian tubuh lainnya
dan menyelimuti bayi dengan selimut bersih dan kering.
6. Melakukan rangsangan taktil.
7. Mengobservasi keadaan umum bayi dan tanda-tanda vital khususnya
pernapasan.
8. Pelaksanaan pemberian oksigen sesuai dengan kebutuhannya.
9. Memberikan kebutuhan cairan 60 cc/kg BB.
10. Menganjurkan ibu untuk menyusui bayinya secara on demand dan
mengkonsumsi makanan dengan gizi seimbang.
45. 45
11. Memberikan Vitammin K secara Intramuskular.
12. Melakukan perawatan tali pusat dengan cara mengoleskan bethadine pada
ujung luka tali pusat kemudian bungkus dengan kasa steril.
13. Merawat bayi didalam inkubator.
G. Langkah VII Evaluasi
Tanggal 18 Mei 2014, Jam 00.35 Wita
1. Asfiksia sedang dapat teratasi, ditandai dengan tanda-tanda ital :
a. Bayi menangis kuat;
b. Pernapasan bayi 32 x/menit;
c. Frekuensi jantung teratur 140 x/menit;
d. Warna kulit kemerahan;
e. Suhu tubuh 36,7 °C.
2. Masih terpasang O2 dengan volume 2 liter/menit.
3. Bayi dirawat di dalam incubator dengan suhu 33,2 °C.
46. 46
PENDOKUMENTASIAN ASUHAN KEBIDANAN BAYI BARU LAHIR
PATOLOGI PADA NY “M” UMUR 1 HARI DENGAN
ASFIKSIA SEDANG DI RSUD RAHA KAB. MUNA
TANGGAL 18 MEI 2014
No. Register : 05893
Tanggal lahir : 18 Mei 2014, Jam 00.30 Wita
Tanggal Pengkajian : 18 Mei 2014, Jam 11.00 Wita
A. Identitas Pasien
1. Identitas Bayi
a. Nama : By “M”
b. Tanggal, jam lahir : 18 Mei 2014, Jam 00.30 Wita
c. Anak ke : I (Pertama)
d. Jenis kelamin : Perempuan
e. Alamat : Jl. Kontu Kowuna No. 3 Raha
2. Identitas Ibu/Ayah
a. Nama Ibu/Ayah : Ny “M”/Tn “R”
b. Umur : 27 Tahun/27 Tahun
c. Lama Menikah : Lamanya ± 2 Tahun
d. Suku : Muna /Muna
e. Agama : Islam/Islam
f. Pendidikan : SMA/SMA
g. Pekerjaan : IRT/Wira Swasta
h. Pernikahan ke : 1/1
i. Alamat : Jl. Kontu Kowuna No. 3 Raha
B. Data Subjektif
1. HPHT tanggal 16-08-2013.
2. TP tanggal 23-05-2014.
3. Usia kehamilan 39 Minggu 2 Hari.
4. Ibu ANC 4 kali selama pemeriksaan kehamilan di RSUD Raha Kab. Muna.
47. 47
5. Ibu pernah mendapat imunisasi TT sebanyak 2 kali selama kehamilan di
RSUD Raha Kab. Muna yaitu TT1 pada bulan Januari 2014 dan TT2 pada
bulan Februari 2014.
6. Ibu masuk kamar bersalin jam 19.15 Wita, dengan keluhan sakit perut
tembus ke belakang disertai dengan pelepasan lendir dan darah sejak jam
15.45 Wita.
C. Data Objektif
1. Bayi lahir tanggal 18 Mei 2014, jam 00.30 Wita
2. Bayi lahir tidak segera bernapas spontan dan teratur, dengan frekuensi 28
x/menit.
3. BBL : 3200 gram, PBL : 45 cm.
4. Seluruh tubuh merah ekstremitas bawah biru.
5. Frekuensi jantung 148 x/menit.
6. Apgar Score 5/7.
7. Bayi dibungkus dengan kain kering dan bersih
8. Kebutuhan cairan 60 cc/kg BB/hari.
9. Terpasang oksigen dengan volume 2 liter/menit.
D. Assesment
1. Bayi lahir cukup bulan sesuai masa kehamilan 39 Minggu 2 Hari.
2. Bayi lahir dengan asfiksia sedang.
3. Antisipasi terjadinya asfiksia berat.
E. Planning
Tanggal 18 Mei 2014, Jam 00.30 Wita
1. Mengobservasi keadaan umum bayi dan tanda-tanda vital khususnya.
Hasil : Seperti frekuensi jantung : 148 x/menit, suhu badan : 36,6 o
C,
Pernapasan : 28 x/menit dan kulit kemerahan ekstremitas biru.
2. Mempertahankan duhu tubuh bayi agar tetap hangat.
Hasil : Bayi terbungkus dengan kain bersih dan kering.
3. Mengatur posisi bayi dengan kepala pada posisi menghidu dengan
menempatkan ganjal bahu sehingga kepala sedikit ekstensi.
Hasil : Kepala bayi dalam posisi sedikit ekstensi.
48. 48
4. Membersihkan jalan nafas dari lendir dengan menggunakan de lee/balon
karet.
Hasil : Lendir telah dikeluarkan dari mulut dan hidung.
5. Mengeringkan tubuh bayi mulai dari muka, kepala dan bagian tubuh lainnya
dan menyelimuti bayi dengan selimut bersih dan kering.
Hasil : Badan bayi telah dikeringkan dan terbungkus oleh kain bersih dan
kering.
6. Melakukan rangsangan taktil.
Hasil : Bayi mulai menagis.
7. Mengobservasi keadaan umum bayi dan tanda-tanda vital khususnya
pernapasan.
Hasil : Pernafasan 32 x/menit, frekunsi jantung 140 x/menit , suhu 36,7°C
dan kulit agak kemerahan.
8. Pelaksanaan pemberian oksigen sesuai dengan kebutuhannya.
Hasil : Terpasang oksigen dengan volome 2 liter/menit.
9. Memberikan kebutuhan cairan 60 cc.
Hasil : Bayi diberi susu formula sebanyak 25 cc/4 jam.
10. Menganjurkan ibu untuk menyusui bayinya secara on demand dan
mengkonsumsi makanan dengan gizi seimbang.
Hasil : Ibu bersedia melakukan anjuran petugas kesehatan.
11. Memberikan Vitammin K secara Intramuskular.
Hasil : Bayi telah di injeksi Vit K secara Intramuskular.
12. Melakukan perawatan tali pusat dengan cara mengoleskan bethadine pada
ujung luka tali pusat kemudian bungkus dengan kasa steril.
Hasil : Tali pusat terbungkus kasa steril.
13. Merawat bayi didalam inkubator.
Hasil : bayi dirawat didalam incubator dengan suhu 33,2°C.
49. 49
PENDOKUMENTASIAN ASUHAN KEBIDANAN BAYI BARU LAHIR
PATOLOGI PADA NY “M” UMUR 1 HARI DENGAN
ASFIKSIA SEDANG RSUD RARA KAB. MUNA
TANGGAL 19 MEI 2014
A. Data Subjektif
1. Dokter mengatakan keadaan bayi sudah mulai membaik.
B. Data Objektif
1. Keadaan umum bayi sudah baik dan aktif.
2. Pernapasan bayi sudah normal, 42 x/menit.
3. Warna kulit kemerahan
4. Tali pusat tidak terbungkus kasa steril.
5. Bayi belum dimandikan
6. Pemberian oksigen dihentikan
7. Kebutuhan cairan 80 ml/hari,
8. BBL : 3200 gr, PB : 45 cm
C. Assesment
Bayi lahir dengan BB : 3200 gr, PB : 45 cm, keadaan bayi baik sudah mulai
membaik.
D. Planning
Tanggal 19 Mei 2014, Jam 10.00 Wita
1. Mempertahankan suhu tubuh bayi dengan menjaga bayi tetap terbungkus,
agar suhu bayi dalam batas normal.
2. Mengobservasi tanda-tanda vital seperti : frekuensi jantung : 146 x/menit,
suhu badan : 36,7 o
C, pernapasan : 42 x/menit.
3. Pemberian kebutuhan cairan 80 cc/hari.
4. Merawat tali pusat dengan teknik aseptik.
5. Mengganti pakaian/popok bayi setiap kali basah.
6. Menganjurkan ibu untuk memberi ASI secara on demand, setelah bayinya
membaik.
50. 50
7. Mengingatkan kembali ibu agar mengkonsumsi makanan dengan gizi
seimbang dan ibu bersedia melaksanakan apa yang dianjurkan.
8. Menganjurkan ibu agar merawat payudara dan teknik menyusui yang benar.
51. 51
PENDOKUMENTASIAN ASUHAN KEBIDANAN BAYI BARU LAHIR
PATOLOGI PADA NY “M” UMUR 1 HARI DENGAN
ASFIKSIA SEDANG DI RSUD RAHA KAB. MUNA
TANGGAL 20 MEI 2014
A. Data Subjektif
1. Dokter mengatakan keadaan bayi sudah membaik
2. Ibu sudah mulai memberikan ASI pada bayinya
B. Data Objektif
1. Bayi sudah mulai menetek,refleks isap sudah baik.
2. Tanda-tanda vital :
Frekuensi jantung : 142 x/menit
Pernapasan : 36 x/menit
Warna kulit : Seluruh tubuh kemerah-merahan
3. Tonus otot leher baik.
4. Gerakan dada sesuai dengan pola napas bayi.
5. Tali pusat tidak terbungkus gaas steril.
6. Pergerakan tangan dan refleks menggenggam baik.
7. Bayi belum dimandikan.
8. Kebutuhan cairan 100 ml/hari.
C. Assesment
Bayi lahir dengan BBL : 3200 gr, PB : 45 cm, keadaan bayi baik dan bayi
bisa pulang.
D. Planning
Tanggal 20 Mei 2014, Jam 09.00 Wita
1. Memperhatikan suhu tubuh bayi dengan menjaga bayi tetap terbungkus,
agar suhu tubuh bayi dalam batas normal.
2. Mengobservasi tanda-tanda vital seperti : frekuensi jantung : 142 x/menit,
suhu badan : 36,7 o
C, pernapasan : 36 x/menit
3. Mengajarkan pada ibu cara memandikan bayi dan cara merawat tali pusat.
4. Menganjurkan ibu untuk tetap memberi ASI
52. 52
5. Mengingatkan kembali ibu agar mengkonsumsi makanan dengan gizi
seimbang dan ibu bersedia melaksanakan apa yang dianjurkan.
6. Mengingatkan kembali ibu agar merawat payudara dan teknik menyusui
yang benar.
53. 53
BAB IV
PEMBAHASAN
Dalam bab ini penulis akan membahas tentang kesenjangan antara teori dan
hasil asuhan yang telah diberikan pada bayi “M” dengan asfiksia sedang di
Rumah Sakit Umum Raha Kab. Muna pada tanggal 18 Mei sampai dengan 20 Mei
2014 sesuai dengan tinjauan pustaka.
Pembahasan ini dibuat berdasarkan teori dan asuhan yang nyata dengan
proses pendekatan menajemen asuhan kebidanan yang dibagi dalam tujuh tahap
yaitu : pengkajian dan analisa data dasar, merumuskan diagnosa/masalah aktual,
mengantisipasi diagnosa/masalah potensial, tindakan segera dan kolaborasi,
perencanaan tindakan asuhan kebidanan, melaksanakan tindakan asuhan
kebidanan, evaluasi hasil asuhan kebidanan, serta mendokumentasikan asuhan
kebidanan.
A. Langkah I Pengkajian dan analisa data dasar
Tahap pengkajian diawali dengan pengumpulan data melalui anamnese yang
meliputi identitas bayi dan ibu, data biologis/fisiologis riwayat kehamilan,
persalinan sekarang dan pemeriksaan fisik yang berpedoman pada format
pengkajian yang tersedia, namun tidak menutup kemungkinan untuk
menambahkan data-data lain yang ditemukan jika dibutuhkan. Asfiksia dalam
tinjauan pustaka adalah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernafas secara
spontan dan teratur setelah lahir. Asfiksia terjadi karena gangguan pertukaran gas
serta transport O2 dari ibu kejanin sehingga terjadi gangguan dalam persalinan O2
dan dalam menghilangkan CO2. Data yang di peroleh dari kasus bayi “M” yaitu
asfiksia sedang dengan melihat data yang diperoleh maka tidak terdapat
perbedaan tinjauan pustaka dengan kasus nyata pada bayi “M” dengan asfiksia
sedang.
Pada tahap pengkajian ini, penulis tidak menemukan hambatan yang berarti
karena adanya sikap kooperatif dari keluarga bayi “M” yang dapat menerima
kehadiran penulis saat mengumpulkan data sampai tindakan yang diberikan serta
mau menerima anjuran serta saran yang diberikan oleh bidan.
54. 54
B. Langkah II Merumuskan Diagnosa/Masalah Aktual
Asfiksia dalam tinjauan pustaka adalah keadaan di mana bayi tidak dapat
bernapas secara spontan dan teratur setelah bayi lahir. Penilaian asfiksia terdapat 3
yaitu warna kulit biru atau sianosis, frekuensi jantung < 100 kali permenit dan
tidak segera menangis. Sedangkan pada studi kasus bayi Ny “M” ditemukan bayi
tidak segera menangis, warna kulit merah dan ekstremitas biru sehingga
ditegakkan diagnosa asfiksia sedang.
Demikian penerapan tinjauan pustaka dan tinjauan studi kasus pada bayi
“M” dimana tidak terdapat adanya kesenjangan antara tinjauan pustaka dan studi
kasus.
C. Langkah III Mengantisipasi Diagnosa/Masalah Potensial
Pada tinjauan pustaka diidentifikasikan adanya masalah potensial yang
mungkin terjadi pada bayi “M” berdasarkan pengumpulan data, pengamatan yang
cermat dan observasi serta evaluasi didapatkan bahwa jika asfiksia sedang jika
tidak ditangani segera maka dapat mengakibatkan terjadinya asfiksia berat.
Sedangkan pada studi kasus di dapatkan data yang mendukung yaitu pada
partus lama, pernapasan lambat dan warna kuli badan merah, ekstremitas bawah
biru, sehingga penulis mengidentifikasi diagnose/masalah potensial terjadi
asfiksia berat yang menunjukkan tidak adanya kesenjangan antara tinjauan
pustaka dan studi kasus.
D. Langkah IV Tindakan Segera dan Kolaborasi
Pada tinjauan pustaka dijelaskan tindakan yang dapat segera dilakukan
untuk mengatasi asfiksia adalah meletakkan bayi dibawah pemancar panas sambil
mengeringkan tubuh bayi, mengatur posisi bayi, membersihkan jalan napas,
rangsangan taktil dan dilakukan pemasangan oksigen 2 liter/menit.
E. Langkah V Rencana Asuhan Kebidanan
Pada tinjauan pustaka dijelaskan bahwa suatu rencana tindakan yang
termasuk indikasi dan yang dapat ditimbulkan berdasarkan kondisi klien, serta
hubungannya dengan masalah yang dialami klien, meliputi antisipasi dengan
bimbingan terhadap keluarga klien dan rencana tindakan harus disetujui oleh
keluarga klien, semua tindakan harus berdasarka rasional yang relevan dan diakui
55. 55
kebenarannya serta situasi dan kondisi harus secara otomatis. Pada bayi “M”
dengan asfiksia sedang penulis merencanakan asuhan kebidanan berdasarkan
diagnosa/masalah aktual dan potensial sebagai berikut, rencana tindakannya
terdiri dari keringkan tubuh bayi, ganti kain yang basah dengan kain yang kering
dan bersih kemudian membungkus tubuh bayi, atur posisi bayi dengan kepala
sedikit ekstensi dan bersihkan mulut hingga hidung, nilai usaha bernapas, warna
kulit, dan frekuensi jantung.
Dalam tinjauan pustaka dikatakan bahwa asfiksia sedang tindakan yang
harus segera diberikan adalah mengeringkan tubuh bayi dan membungkusnya,
mengatur posisi bayi kemudian membersihkan mulut hingga hidung. Hal ini
menunjukkan bahwa ada kesamaan antara tinjauan pustaka dan tinjauan
manajemen asuhan kebidanan pada penerapan studi kasus dilahan praktek.
F. Langkah VI Pelaksanaan Tindakan Asuhan Kebidanan
Sesuai tinjauan manajemen kebidanan bahwa melaksanakan rencana
tindakan harus efisiensi dan menjamin rasa aman bagi klien. Implementasi dapat
dikerjakan secara keseluruhan oleh bidan serta bekerjasama dengan tim kesehatan
lainnya sesuai dengan tindakan yang telah direncanakan. Pada studi kasus bayi
“M” dengna asfiksia sedang semua tindakan yang telah direncanakan sudah
dilaksanakan seluruhnya dengan baik, tanpa hambatan karena kerjasama dan
penerimaan yang baik dari keluarga klien dan petugas kesehatan yang ada diruang
bayi.
G. Langkah VII Evaluasi Asuhan Kebidanan
Pada tinjauan manajemen asuhan kebidanan evaluasi merupakan langkah
akhir dari proses manajemen asuhan kebidanan. Mengevaluasi pencapaian dengan
criteria yang diidentifikasikan, memutuskan apakah tujuan telah tercapai atau
belum tercapai.
Pada tinjauan pustaka evaluasi yang telah ditunjukkan adalah menilai usaha
bernapas, frekuensi denyut jantung dan warna kulit. Berdasarkan studi kasus bayi
“M” dengan asfiksia sedang, telah dilakukan asuhan yang tepat maka tidak
dtemukan hal-hal yang menyimpang. Dari hasil yang diperoleh dapat disimpulkan
56. 56
bahwa semua asuhan kebidanan yang diterapkan telah tercapai, sehingga asfiksia
sedang dapat teratasi.
57. 57
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini akan mengemukakan beberapa kesimpulan dan saran untuk
memberikan gambaran dan informasi tentang asfiksia.
A. Kesimpulan
1. Asfiksia adalah suatu keadaan bayi yang tidak dapat bernapas spontan dan
teratur setelah lahir. Terjadi karena gangguan pertukaran gas serta transport
oksigen dari ibu ke janin sehingga terjadi gangguan dalam persediaan
oksigen dan peningkatan karbondioksida.
2. Dalam mendiagnosa terjadinya Asfiksia neonatorum dapat diamati pada
proses persalinan dan pada saat penilaian bayi baru lahir ada 3 yaitu
berdasarkan warna kulit, frekuensi jantung dan pernapasan. Tindakan yang
dilakukan pada bayi asfiksia adalah dengan resusitasi.
3. Kasus asfiksia harus ditangani dengan cepat dan tepat karena memberi
dampak yang sangat buruk terhadap kelangsungan hidup bayi, yang dapat
dilakukan dengan cara heart massage atau menekan dan melepas dada bayi
dan resusitasi terhadap asfiksia berat serta pemberian O2 secara hati-hati.
4. Manajemen kebidanan adalah suatu metode pendekatan pemecahan masalah
yang digunakan oleh bidan, dalam proses pemecahan masalah dalam
pemberian pelayanan asuhan kebidanan. Dengan tahapan sebagai berikut :
pengumpulan dan analisa data, merumuskan diagnosa/masalah aktual,
antisipasi masalah/potensial, menilai perlunya tindakan segera dan
kolaborasi, merencanakan tindakan asuhan kebidanan, melaksanakan
tindakan asuhan kebidanan, evaluasi asuhan kebidanan.
B. Saran
1. Bidan sebagai media di lini terdepan diharapkan peka terhadap pertolongan
persalinan sehingga dapat mencapai well born baby dan well health mother.
Oleh karena itu bekal utama sebagian bidan adalah melakukan pengawasan
hamil, sehingga kehamilan dengan risiko tinggi segera melakukan rujukan
58. 58
medis, melakukan pertolongan hamil risiko rendah dengan memanfaatkan
partograf, dan melakukan perawatan ibu dan bayi baru lahir.
2. Dalam penanganan kasus asfiksia perlunya bidan dapat mengenal tanda-
tanda atau gejala asfiksia sedini mungkin dengan observasi yang lebih jelas
pada tanda-tanda vital agar dapat mengantisipasi kemungkinan yang terjadi
pada ibu dan janin sebelum ibu melahirkan.
3. Bidan dituntut untuk melakukan penanganan terhadap gawat janin dengan
penilaian berdasarkan kriteria nilai Apgar, agar bidan dapat melakukan
tindakan yang tepat diantaranya melakukan rujukan medis sehingga
keselamatan bayi dapat ditingkatkan.
4. Bidan harus memberikan asuhan sesuai dengan kewenangannya untuk itu
manajemen asuhan kebidanan perlu dikembangkan karena merupakan alat
yang mendasar bagi bidan untuk memecahkan masalah klien dalam berbagi
kasus.
59. 59
DAFTAR PUSTAKA
Sarwono,. 2007. Asuhan Persalinan Normal. 2007. hal 89
http://www.Firmanpharos’s blog diakses tanggal 25 Mei 2011
http://www.docs-finder.com/jumlah-angka-kematian-ibu-dan-bayi-di-dunia-
tahun-2010-doc.html diakses tanggal 25 Mei 2011.
sarimd@litbang.depkes.go.id diakses tanggal 25 Mei 2011.
http://cetak.kompas.com di akses tanggal 25 Mei 2010.
Buku Pencatatan dan Pelaporan Rumah Sakit Ibu dan Anak Siti Fatimah tahun
2010
Sudarti, 2010. Asuhan Kebidanan Tentang Bayi Baru Lahir.
http://wordpress.com/2010/01/16/pengertian-dan-penanganan-asfiksia-pada-bayi-
baru-lahir/ di akses tanggal 25 Mei 2011.
Sarwono. Ilmu Kebidanan, 2006, hal 249.
Soepardan, Suryani. 2008. Manajemen Asuhan Kebidanan.
Data dari Dinas Kesehatan Propinsi Sulawesi Selatan januari-desember tahun
2011