1. Perlawanan Rakyat Mataram kepada Belanda
Mataram pada masa Sultan Agung adalah satu kekuatan besar. Setelah masa Demak,
kiranya Mataram inilah kerajaan terkuat di Jawa pada abad ke-17 itu. Seluruh Jawa Tengah,
hampir seluruh Jawa Timur dan sebagian Jawa Barat adalah takluk dan menjadi pendukung
kekuatan Mataram. Pengaruh Mataram pada masa ini juga sampai ke Gowa-Tallo di Makasar,
juga Palembang di Sumatra. Mataram juga melakukan hubungan perdagangan langsung sampai
ke Malaka. Namun saat itu ada pula Cirebon dan Banten. Mataram menghormati Cirebon (meski
Cirebon tidak terlalu kuat) karena Mataram menganggap bahwa Cirebon adalah penerus Sunan
Gunung Jati. Namun terbukti dari keterangan dari beberapa sumber bahwa terhadap Banten,
Mataram bersaing. Dalam pandangan masa kita kini anak bangsa Indonesia, dapat kita nilai
bahwa persaingan Mataram-Banten ini, ketidakkompakan antara Mataram dan Banten ini adalah
salah satu penyebab mengapa Kompeni Belanda di Jayakarta/Batavia tetap tidak dapat
terkalahkan saat itu. Tidak ada persatuan di antara ‘sesama anak bangsa’. Visi nasionalisme
Indonesia, nusantara, tentu memang belum terbentuk saat itu. Bila saja Mataram menyerang
Kompeni dari timur, lalu Banten dari barat, bukan mustahil saat itu Kompeni kalah di Batavia.
Sultan Agung
Beberapa analis sejarah memberikan penilaian bahwa Sultan Agung terlalu berambisi
untuk mengenyahkan Kompeni Belanda dari Batavia, padahal kenyataannya kekuatan yang
disusun dimilikinya belum memadai untuk sampai dapat mengalahkan mereka. Persaingan-persaingan
dagang dan pengaruh kekuasaan di antara semua aktor-aktor utama saat itu memang
sungguh terasa. Selain Belanda, saat itu di Jawa juga masih ada perwakilan dagang Inggris,
2. sementara Portugis mengincar Malaka. Sementara itu, di antara sesama kerajaan-kerajaan
nusantara sendiri juga saling bersaing. Tidak ada riwayat yang menyebutkan bahwa Mataram
meminta dukungan kerja sama dari sesama kerajaan nusantara untuk mengenyahkan Kompeni
Belanda. Tidak ada riwayat yang menunjukkan bahwa Mataram telah melakukan upaya
diplomasi itu. Mungkin Mataram sudah merasa paling kuat. Bila ada upaya minta bantuan,
Mataram masa Sultan Agung justru malah mengupayakan untuk minta bantuan dari Portugis di
Malaka.
Antara Tahun 1602 -1628 M
Keadaan bagi Kompeni menjelang tahun 1602 sangat gawat, sikap permusuhan dinyatakan
oleh Mataram dan Banten. Pada tahun 1603 VOC memutuskan untuk mengangkat Jan
Pieterszoon Coen sebagai kepala tata buku yang mempunyai wewenang atas kantor dagang di
Banten dan Jakarta.
Pada tahun 1613, tepatnya 22 September 1613 serombongan Utusan VOC, yang dipimpin
Jan Pieterszoon Coen merapat di daerah Mataram yang telah menjadi pelabuhan penting
Mataram yaitu, Jepara dan Kudus, utusan tersebut ingin menjalin kerjasama dengan Mataram
dalam hal penyediaan beras karena Mataram terkenal sebagai penghasil beras. Dalam hal ini
Sultan Agung menerima keinginan dan penawaran kerjasama dari pihak VOC, berdasarkan
pertimbangan bahwa persahabatan itu nantinya akan berguna dalam rangka keinginan Mataram
menguasai kota-kota pelabuhan di sepanjang pantai jawa timur, terutama Surabaya yang terkenal
kuat dalam hal pasukan. Maka didirikan lah Pos perdagangan VOC di Japara tahun 1615. Dalam
perkembangan selanjutnya disamping konflik kepentingan dari kedua belah pihak, Sultan Agung
dipengaruhi oleh saudagar inggris, Sultan Agung mulai menyadari bahwa kehadiran VOC di
wilayah Mataram sangat berbahaya, seperti hal yang dialami oleh Jayakarta yang sepenuhnya
telah berada di bawah kekuasaan VOC, hal ini tentu bertentangan dengan cita-cita Mataram
dalam hal ini Sultan Agung sendiri untuk meluaskan pengaruhnya di seluruh tanah jawa.
3. Pada tanggal 18 Agustus 1618 tentara Mataram melakukan penyerbuan ke kantor dagang
VOC di Jepara. Sebelum penyerbuan ini, pimpinan dari kantor dagang, yaitu Balthasar van
Eynthoven dan Cornelis Maseuck dipanggil oleh raja Hulubalang (sebutan Belanda untuk
raja/Adipati) dan kemudian ditahan. Alasannya adalah perampokan-perampokan yang telah
dilakukan kapal-kapal Belanda terhadap jung-jung Jepara. Di samping itu juga karena kelakuan
dan tindakan Balthasar van Eynthoven yang tidak senonoh. Kedua alasan tersebut adalah alasan
yang jelas, namun alasan yang sebenarnya adalah karena janji-janji Belanda terhadap Mataram
tidak ditepati dan sudah berlangsung empat tahun. Di pihak lain Belanda mencoba-coba untuk
menuntut raja supaya memenuhi janji-janji yang telah disampaikan oleh utusan VOC pertama
van Surck. VOC juga mencoba-coba membatalkan janji-janji yang telah diberikan van Surck
kepada Mataram.
Dalam penyerbuan ke Jepara ini jatuh beberapa korban di pihak Kompeni; tiga orang
terbunuh, beberapa luka-luka dan sisanya dijadikan tawanan. Sebelumnya Sultan Agung telah
mensinyalir akan bahaya yang datang dari kantor dagang di Jepara, setelah mendengar bahwa
kantor dagang Kompeni di Jakarta diperkuat. Kemungkinan kantor dagang di Jepara juga dapat
membahayakan kerajaannya. Mataram mau berdagang dengan orang asing, asalkan saja orang
asing itu tidak mencoba merebut daerah kekuasaannya.
Dari pihak VOC Coen merasa bahwa Kompeni memerlukan beras akan tetapi kejadian di
Jepara sangat mengganggu pikirannya. Oleh sebab itu ia mengirim utusan Jacob van der Marct
ke Jepara untuk menemui raja Hulubalang. Jacob van der Marct diperintahkan untuk bertindak
sebaik mungkin dalam usaha pembelian beras. Usaha pembelian beras ini berhasil. Tetapi setelah
beras ini diterima ia mengadakan suatu balasan terhadap penyerbuan ke kantor dagang Kompeni
di Jepara. Kantor dagang ini diserang oleh 160 orang Kompeni, rumah-rumah di sekitar kantor
dagang ini dibakar, kira-kira tiga puluh orang Jawa terbunuh dalam serangan ini; jung-jung yang
berada di sekitar Jepara dan Demak dibakar. Dalam penyerbuan ini mereka berhasil merebut
beras yang terdapat di atas jung-jung.
Pada tahun 1619 Coen yang belum puas dengan penyerangan ke Jepara telah mengerahkan
400 orang-orang Kompeni. Keadaan pertahanan Jepara ternyata lebih baik, sehingga tidak
mudah bagi Kompeni untuk menyerbu kota itu. Motif dari penyerangan Kompeni ini di samping
4. untuk membalas penyerangan orang-orang Mataram pada tahun 1618 terhadap kantor dagang
VOC juga untuk merusakkan kantor dagang Inggris dan untuk membuat orang-orang Cina
pindah ke Jakarta. Dalam penyerbuan ini, kantor dagang Inggris dibakar dan beberapa puluh
orang Jawa terbunuh. Situasi antara Kompeni dan Mataram antara 1620 hingga 1628 dalam
keadaan bermusuh-musuhan. Bagi raja-raja, Batavia merupakan suatu kota yang merugikan
kerajaannya. Hubungan antara Mataram dan Malaka dipersukar oleh Batavia. Bagi Sultan
Agung, hanya ada satu cara untuk melepaskan diri dari Batavia yaitu dengan menghancurkan
kota tersebut. Sudah berkali-kali Sultan Agung mengirim utusan kepada VOC untuk mengirim
wakil kepadanya tetapi hal ini tidak dilakukan Kompeni.
Atas dasar ini Sultan Agung mengadakan persiapan untuk menyerbu Batavia. Pantai utara
mulai tertutup bagi pedagang dari orang asing. Mereka yang datang ke Mataram ditahan bahkan
kantor dagang Inggris ditutup.
Pada bulan April 1628, Kyai Rangga dikirim ke Batavia dengan 14 perahu yang memuat
beras. Rangga ini datang untuk meminta kepada VOC untuk membantu Mataram menyerbu
Banten. Akan tetapi VOC menolak memberi bantuan atas dasar ditutupnya pelabuhan-pelabuhan
di pantai utara.
Penyerbuan Mataram ke Batavia pada Tahun 1628 M
Pada tanggal 22 Agustus 1628, 50 kapal muncul di
depan Batavia dengan perbekalan yang sangat banyak. Hal
ini membuat Kompeni menjadi sangat prihatin. Setelah 2
hari muncul lagi 7 buah perahu yang singgah untuk
meminta ijin perjalanan ke malaka. VOC mencoba untuk
tidak mempertemukan kapal-kapal yang tiba dahulu dan
yang belakangan karena khawatir kapal-kapal yang baru
datang akan memberi senjata-senjata pada perahu lainnya.
Usaha ini gagal.
5. Pada pagi hari 20 buah perahu menyerang pasar dan benteng yang belum siap. Orang-orang
Mataram yang datang dengan perahu-perahu itu naik ke darat. Mereka berhasil mencapai
benteng. Penyerbuan ini berlangsung sampai pagi. Banyak korban jatuh. Tujuh perahu yang
datang pada tanggal 24 Agustus 1628, ketika melihat hasil penyerbuan ke benteng yang
mengakibatkan banyak korban, tidak mau mendekati Batavia tetapi mendekati Marunda di mana
pada keesokan harinya suatu pasukan di bawah pimpinan Tumenggung Baureksa mendarat.
Dalam menghadapi kekuatan Mataram, Kompeni mengorbankan daerah sekitar benteng.
Kampung di sekitarnya dibakar dan diratakan dengan tanah. Pada waktu tentara Mataram
menarik diri ke daerah-daerah yang agak jauh yang berpohon, membuat benteng-benteng mereka
dari bambu anyaman. Meskipun demikian mereka berhasil maju juga karena mereka menggali
parit-parit dan membuat benteng seperti yang tersebut di atas. Taktik VOC untuk menghadapi
pasukan yang telah maju sekali adalah dengan mengirim sejumlah tentara Kompeni ke parit-parit
ini yang dilindungi oleh 150 penembak sehingga orang-orang ini berhasil mengusir tentara
Mataram dari parit-parit ini. Dan korban yang tercatat pada peristiwa ini diperkirakan antara tiga
puluh sampai empat puluh orang.
Pada tanggal 21 September 1628 tentara Mataram menyerang benteng Hollandia. Mereka
mencoba menaiki benteng tersebut dengan tangga. Sambil menjalankan penyerangan ini, di
bagian lain mereka mereka membunyikan alarm untuk mengurangi perhatian pada penyerbuan
atas benteng Hollandia. Akan tetapi orang Belanda dapat mencium bahwa tujuan tentara
Mataram hanya benteng Hollandia, oleh sebab itu mereka merubah perhatian menjadi
penyerangan. Dengan segala kekuatan mereka menyerang parit-parit dan pusat kanan tentara
Mataram, sehingga banyak menimbulkan korban. Karenanya kerugian manusia terlalu banyak di
pihak Mataram. Dari tawanan-tawanan yang ditahan Kompeni mereka dapat keterangan bahwa
masih terdapat kira-kira 4.000 anggota tentara Mataram yang berkeliaran di hutan mencari
makanan. Terhadap mereka Kompeni mengutus Jacques Lefebres untuk menyerang sisa-sisa
laskar ini. Dengan jumlah yang tidak kecil yaitu 2.866 orang, Jacques Lefebres mengadakan
penyerbuan. Ia memulai dengan menyusuri sungai di tepi mana terdapat Tumenggung Baureksa.
Penyerbuan terhadap perkampungan laskar Mataram di mana Baureksa berada menemui
perlawanan yang hebat dan pertempuran berlangsung satu lawan satu.
6. Kompeni pada akhirnya berhasil memusnahkan isi perkampungan ini, akan tetapi mereka
lupa merusak benteng. Tumenggung Baureksa dan putranya gugur dalam pertempuran ini.
Banyak perahu Mataram yang berlabuh di sungai Marunda dimusnahkan. Setelah penyerbuan ke
perkampungan pasukan Mataram sepanjang sungai Marunda selesai, tentara Kompeni pulang.
Api mesiu belum habis terbakar, ketika bantuan baru pasukan Mataram datang. Dengan segera
pasukan Mataram dapat mempersiapkan diri lagi. Bilamana tak ada tembakan yang berasal dari
dua perahu Kompeni Belanda dan bilamana kota Batavia tidak mempunyai tembok yang tinggi,
maka pastilah seluruh kota Batavia sudah jatuh ke tangan laskar Mataram. Pimpinan dari bantuan
yang baru adalah Tumenggung Sura Agul-Agul dan bersaudara Kyai Dipati Mandurareja dan
Upasanta. Mereka menyangka bahwa pasukan yang pertama datang telah berhasil menguasai
kota Batavia. Ketika ia melihat bahwa kota masih dalam tangan Kompeni, maka timbul suatu
akal yaitu seperti telah pernah dilakukan terhadap Surabaya, yaitu dengan membendung sungai.
Akan tetapi perbuatan ini hanya cocok untuk Surabaya, tapi tidak untuk Batavia.
Suatu usaha untuk menyerbu benteng Hollandia gagal dan oleh sebab itu sebagai hukuman
terhadap gagalnya usaha menundukkan musuh, Mandurareja dan Upasanta, bersama-sama
dengan anak-buahnya dibunuh dengan ditusuk dengan keris atau tombak. Dengan kegagalan
Mataram menduduki Batavia pada akhir tahun 1628, maka penyerbuan Mataram yang pertama
berakhir pula.
Penyerbuan Mataram ke Batavia pada Tahun 1629 M
Meskipun Mataram tidak berhasil merebut benteng Batavia dan menundukkan Kompeni
pada tahun 1628, mereka tidak begitu saja menyerah. Tahun berikutnya, yaitu pada tahun 1629
tentara Mataram berangkat lagi menuju Batavia dengan perlengkapan senjata-api. Keberangkatan
mereka dari ibukota Mataram adalah pada bulan Juni. Pada akhir bulan Agustus 1629 penjaga-penjaga
Kompeni yang ditempatkan beberapa kilometer di sungai Ciliwung telah melihat barisan
depan. Sebagian pasukan Mataram mencoba mengusir ternak Kompeni akan tetapi hal itu dapat
dicegah oleh Kompeni.
7. Pada tanggal 31 Agustus 1629 hampir
keseluruhan pasukan tiba di daerah sekitar Batavia.
Mereka datang berkuda membawa bendera, panji-panji
dan mereka juga membawa gajah. Cara yang
dipakai Mataram untuk membawa beras ke sekitar
Batavia sebagai bekal bagi prajurit-prajurit adalah
pengiriman seorang utusan yang bernama Warga,
untuk pura-pura meminta maaf kepada Kompeni
mengenai hal yang telah terjadi. Kompeni menerima
warga dengan baik. Sementara itu orang-orang Mataram mengumpulkan padi di Tegal. Padi itu
akan ditumbuk di Tegal untuk diperdagangkan ke Batavia. Siasat ini kemudian dibocorkan oleh
seorang anak buah dari salah satu perahu warga, sehingga ketika Warga tiba di Batavia untuk
kedua kalinya ia ditangkap dan ditanyai tentang kebenaran berita, bahwa Mataram hendak
menyerang Batavia lagi. Hal ini dibenarkan oleh Warga dan rahasia bahwa Tegal menjadi
gudang persediaan beras bagi tentara Mataram pun terbuka. Setelah mendapat keterangan ini
Kompeni mengirimkan armadanya ke Tegal, di mana perahu-perahu Mataram, rumah-rumah dan
gudang-gudang beras bagi tentara Mataram dibakar habis, setelah Tegal mendapat perusakan,
Kompeni mengarahkan perhatiannya terhadap Cirebon. Kota ini juga mendapat gilirannya.
Persediaan padi di sini pun habis dibakar oleh VOC. Akibat dari dimusnahkannya gudang beras
Mataram, usaha pengepungan Batavia tidak berlangsung lama. Meskipun demikian mereka toh
mendekati benteng Hollandia dengan mengadakan pendekatan melalui parit-parit. Benteng
Hollandia dapat mereka rusakkan. Setelah berhasil, mereka menuju benteng Bommel, akan tetapi
di sini mereka gagal.
Pada hari-hari berikutnya Mataram maju ke Benteng dan pada tanggal 21 September 1629
tembakan mulai terhadap benteng VOC. Mereka membiarkan menembak benteng hingga
persediaan mesiu habis. Sementara tembakan-tembakan dilancarkan terhadap benteng Belanda,
Jan Pieterszoon Coen mendadak meninggal diserang suatu penyakit.
Dari beberapa tawanan diketahui bahwa pasukan Mataram menderita kelaparan, dan hal ini
memang menyebabkan kelemahan mereka. Setelah berusaha untuk menyerang selama kurang
8. lebih 10 hari pada akhir bulan September 1629 mereka mulai menarik diri sambil banyak
meninggalkan korban.
Antara Tahun 1630-1645
Setelah gagal menduduki Batavia, perundingan antara Mataram dan VOC dibuka kembali
pada tahun 1630, akan tetapi utusan-utusan yang dikirim Kompeni tidak memenuhi syarat
Mataram. Desas-desus bahwa Mataram akan melancarkan suatu serangan lagi terhadap Batavia
terdengar oleh Kompeni. Dengan cepat mereka mengirim armada terdiri dari 8 buah kapal,
awaknya berjumlah 693 orang. Mereka mendapat perintah untuk memusnahkan semua perahu-perahu
Mataram dan memusnahkan gudang-gudang perbekalan sepanjang pantai utara Jawa.
Pelayaran ke Timur tidak begitu berhasil. Tetapi sementara itu hubungan dengan Mataram
diusahakan.
Mataram antara tahun 1630-1634 sering mengadakan penyerbuan terhadap kapal-kapal
Kompeni. Armada diperkuat dengan pembuatan perahu baru di Jepara. Dengan perahu-perahu
ini mereka membuat perairan antara Banten dan Batavia tidak aman. Mereka sangat berhasil
membuat Kompeni pusing dengan serangan-serangan kecil-kecilan yang dilancarkan Mataram
terhadap kapal-kapal Kompeni setelah perang tahun 1629 M.
Mataram terus menerus mencari bantuan dari Malaka yang ada di bawah kekuasaan
Portugis. Harapan akan bantuan ini kemudian hilang, karena pada tahun 1641 VOC menguasai
Malaka dan orang-orang Portugis kehilangan tempat berpijak di kepulauan Nusantara.
Pemerintahan Mataram tahun 1641 mengadakan perpindahan penduduk dari Jawa Tengah
ke Jawa Barat di daerah Sumedang yang ternyata sangat mengkhawatirkan VOC. Sebenarnya
perpindahan ini adalah sebagai persiapan terhadap penyerangan terhadap Banten yang tidak mau
tunduk kepada Mataram.
9. Hubungan antara Kompeni dan Mataram setelah tahun 1642, tidak begitu baik, karena
tawanan-tawanan Belanda tidak dilepaskan oleh Mataram. Oleh sebab itu Kompeni selalu
mencari jalan untuk mencoba memaksa Mataram untuk mengembalikan orang-orang Belanda
itu.
Keadaan menjadi tegang ketika Inggris menawarkan membawa seorang utusan Mataram ke
Mekah, yang sebenarnya suatu kemungkinan bagi Belanda, untuk melepaskan tawanannya
bilamana Sultan meminta kapal Belanda untuk membawa utusan ini. Oleh sebab itu kapal Inggris
yang membawa utusan ini dicegat, utusan Mataram dan hadiah untuk ke Mekah ditahan oleh
VOC dan dibawa ke Batavia. Peristiwa lain adalah ketika VOC merasa bahwa Jambi dan
Palembang mengancam keamanan VOC, maka VOC mencegat suatu armada Mataram yang
terjadi dari 80 perahu yang sedang menghantar kembali raja Palembang. Hubungan antara VOC
dan Mataram hingga meninggalnya Sultan Agung pada tahun 1645 tidak mengalami perbaikan.