Buku Inovasi 1-747: Program Strategis Inovasi Indonesia membahas strategi pembangunan inovasi nasional Indonesia melalui empat bab yang mencakup pembahasan tentang: 1) pentingnya perbaikan ekosistem inovasi untuk meningkatkan daya saing bangsa, 2) strategi KIN untuk pembangunan inovasi melalui inisiatif Inovasi 1-747, 3) penyiapan wahana untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi melalui klaster-klaster industri dan peningk
4. Komite Inovasi Nasional
Inovasi 1-747 •Program Strategis Inovasi Indonesia
Diproduksi
Tim Pengarah
Tim Penulis
Editor : Hidayat Yorianta Sasaerila, PhD, Vanny Narita, PhD
Desain Kreatif : AmonRa
Cetakan pertama: 2014
: Komite Inovasi Nasional
: Komite Inovasi Nasional
Tim Ahli Komite Inovasi Nasional (Hidayat Yorianta Sasaerila, PhD, Vanny Narita,
PhD, Ahmad Husein Lubis, PhD, Ary Syahriar, PhD, DIC, Arief Iswariyadi, PhD)
:
Am
onRa
8. KOMITE INOVASI NASIONAL8
Am
onRa
KATA PENGANTAR
Indonesia harus berinovasi, jika ingin mencapai cita-cita luhur kemerdekaannya, menjadi negara
berdaulat, makmur dan sejahtera. Di masa datang, upaya mencapai cita-cita ini akan dihalangi oleh berbagai
persoalan serius, yang hanya dapat dipecahkan melalui inovasi: 1) Masalah jumlah penduduk yang terus
meningkat, yang berimbas pada meningkatnya kebutuhan energi, pangan, papan, obat-obatan dan air
bersih; 2) Masalah krisis lingkungan yang sudah secara langsung mempengaruhi laju pembangunan (banjir,
kekeringan, wabah penyakit dan hama); 3) Masalah sumber daya alam Indonesia yang sudah semakin
menipis; 4) Masalah globalisasi dan akan direalisasikannya Masyarakat Ekonomi Asean (Asean Economic
Community) pada 2015, berpeluang menjadikan Indonesia sebagai pasar dan konsumen raksasa, jika tidak
segera memperbaiki daya saing kita. Kesemua tantangan ini adalah ril dan memiliki dampak yang besar bagi
masa depan Indonesia. Hal menarik yang perlu dicatat adalah: banyak badan-badan dunia terpercaya justru
memprediksi masa depan Indonesia akan cemerlang, bahkan akan menjadi salah satu kekuatan ekonomi
dunia. Sebagai contoh, Bank Dunia, juga Goldman Sach, keduanya meramalkan Indonesia akan menjadi
salah satu kekuatan ekonomi dunia di abad ke-21. Dimasukkannya Indonesia, satu-satunya negara Asean, ke
dalam kelompok negara-negara G-20, adalah salah satu peneguhan prediksi tersebut.
Lalu, apakah ada yang salah pada kekuatiran tentang ancaman terhadap laju pembangunan
sebagaimana disebutkan di atas? Atau, apakah kesalahan justru pada prediksi lembaga dunia tersebut
tentang Indonesia? Jawabannya: Keduanya benar, tidak ada yang salah! Karena solusi terhadap faktor
penghambat pembangunan ekonomi Indonesia, ternyata merupakan peluang dahsyat yang dapat membawa
Indonesia menjadi salah satu kekuatan ekonomi dunia; karena Indonesia memiliki apa yang disebut ‘potensi’
keunggulan komparatif (comparative advantage) yang dapat dikonversi menjadi solusi atas tantangan dan
hambatan tersebut. Solusi terhadap masalah energi, misalnya, Indonesia memiliki ‘potensi’ keunggulan
komparatif berbagai sumber energi terbarukan, seperti: angin, arus laut, panas bumi, tenaga surya, biomas,
dan lain-lain. Untuk solusi atas masalah pangan, papan dan obat-obatan, Indonesia memiliki keragaman
hayati dan hewani yang luar biasa, di mana dengan pemanfaatan bioteknologi dan bioengineering
persoalan-persoalan di atas dapat ditanggulangi. Indonesia juga mempunyai pasar dalam negeri yang besar,
yang mampu mendukung pembangunan industri dalam negeri. Namun, semua keunggulan komparatif
ini akan hanya dan tetap menjadi ‘potensi’, jika Indonesia tidak mampu mengonversi melalui keunggulan
kompetitif, untuk menjadi sumbangan nyata terhadap pembangunan. Untuk itu kita harus bekerja ekstra
keras, ekstra giat dan ekstra cepat, karena perjalanan kita masih panjang. Tetapi, mari kita garis bawahi
bersama, sekali kita menguasai sains, teknologi dan inovasi untuk pemberdayaan keunggulan komparatif
kita, maka kita akan menjadi salah satu dari hanya sedikit negara di dunia yang memiliki keduanya,
keunggulan komparatif sekaligus keunggulan kompetitif. Inilah dasar utama Indonesia diprediksi akan
menjadi salah satu kekuatan ekonomi dunia di abad 21.
Presiden Republik Indonesia, Dr. H. Bambang Susilo Yudhoyono, melihat dan memahami secara jelas,
kedua hal di atas: tantangan sekaligus Peluang Masa Depan Indonesia. Sebagai respon, salah satu langkah
yang diambil Presiden adalah membentuk Komite Inovasi Nasional (KIN) pada tanggal 15 Juni 2010. Komite
Inovasi Nasional – sebuah badan independen yang terdiri dari 30 orang intelektual yang dipilih secara
langsung oleh Presiden - diharapkan dapat memacu inovasi dengan: 1) memberikan rekomendasi tentang
9. INOVASI 1-747 9
Am
onRa
kebijakan inovasi dengan prinsip “think out of the box, but within the system”; 2) memperkuat kerja sama
intersektoral antara aktor-aktor inovasi; dan 3) memonitor implementasi kebijakan pemerintah tentang
inovasi.
Banyak yang telah dicapai Pemerintah sejak 2010. Berbagai kebijakan nasional untuk mendorong
inovasi, termasuk yang diberikan oleh Komite ini, telah dilahirkan Pemerintah. Kondisi ekosistem
inovasi Indonesia sejalan dengan kebijakan yang dikeluarkan, telah semakin membaik, walaupun masih
membutuhkan perbaikan. Pencapaian yang membanggakan adalah meningkatnya peringkat Indonesia
dalam Global Competitive Index dari posisi ke-50 di tahun 2012, menjadi ke 38 pada tahun 2013 menurut
World Economic Forum (2014). Buku ini berisi rangkuman lengkap rekomendasi kebijakan sebagai buah
pikiran dan gagasan para anggota KIN yang dihimpun dari tahun 2010 – 2014, dan sekaligus merupakan
laporan kami kepada Presiden dan juga kepada seluruh rakyat Indonesia. Pesan utama buku ini adalah:
strategi peningkatan daya saing bangsa melalui inovasi, dengan mengubah paradigma masyarakat Indonesia
dari ekonomi berbasis sumber daya alam (natural resources-based economy) menjadi ekonomi berbasis
pengetahuan (knowledge-based economy).
Pada kesempatan ini kami ingin menyampaikan terima kasih kepada Presiden RI, Bapak Dr. H. Susilo
Bambang Yudhoyono, yang telah memberikan kepercayaannya kepada kami untuk memimpin lembaga
yang sangat terhormat ini. Kami juga berterima kasih dan menyampaikan penghargaan setinggi-tingginya,
kepada semua anggota KIN, atas kerja sama dan sumbangan pemikiran, gagasan dan juga tenaga, yang
sangat bermanfaat, tidak saja bagi Pemerintah, tetapi lebih dari itu, bagi seluruh rakyat Indonesia.
Perjalanan pembangunan Inovasi Indonesia melalui perubahan paradigma menuju masyarakat berbasis
pengetahuan masih sangat panjang, dan membutuhkan kerjasama antar semua aktor inovasi, lintas
kementerian, bahkan lintas kabinet. Wakil Presiden RI, Prof. Budiono, dalam pidatonya pada Hari
Kebangkitan Teknologi Nasional, tanggal 11 Agustus 2014 mengingatkan:
”Upaya mentransformasi masyarakat dari ekonomi berbasis sumber daya alam menjadi ekonomi
berbasis pengetahuan adalah suatu perjalanan panjang. This is a long haul, yang tidak cukup untuk
dilaksanakan oleh satu-dua kabinet. Oleh sebab itu visinya harus visi jangka panjang. Koordinasi bukan
hanya antar kementerian dalam satu kabinet, tetapi koordinasi antara satu kabinet dengan kabinet yang
lain. Inilah yang menyebabkan tidak mudah bagi kita untuk benar-benar melakukan transformasi dari
ekonomi berbasis sumber daya alam ke ekonomi berbasis pengetahuan. Jalannya masih panjang, masih
banyak yang perlu kita kerjakan, kerja keras dan kerja cerdas. Hard work, Smart work.”
Ini juga yang menjadi harapan kami, bahwa buah pemikiran yang terhimpun di dalam buku ini dapat
dimanfaatkan lintas kabinet. Hampir di setiap negara yang berhasil dalam bidang Iptek dan inovasi, seperti:
Jepang, Korea Selatan, Denmark, Finlandia, bahkan Brazil, memiliki kesamaan yang fundamental, yakni:
keteguhan tekad, komitmen dan dedikasi pemerintah dalam perjuangan membangun sektor sains, teknologi
dan inovasi, terlepas dari perbedaan pandangan politik dan siapa yang menjadi pemimpin negaranya.
Semoga buku ini dapat menjadi landasan fundamental bersama tempat para pemimpin negeri
berpijak dalam menetapkan kebijakan inovasi untuk memajukan daya saing Indonesia. Akhirnya, dengan
semangat Dirgahayu Kemerdekaan Republik Indonesia ke-69 mari kita wujudkan cita-cita mencapai
Indonesia makmur, berdaulat dan sejahtera melalui Inovasi.
Jakarta, 17 Agustus 2014
Salam Inovasi,
Prof. Dr. Ir. Zuhal, M.Sc. EE
12. KOMITE INOVASI NASIONAL12
Am
onRa
RINGKASAN EKSEKUTIF
Buku Inovasi 1-747 : Program Strategis Inovasi Indonesia terdiri atas tiga bagian.
Bagian Satu menyajikan informasi tentang visi, misi dan struktur organisasi Komite
Inovasi Nasional (KIN), yang dibentuk Presiden Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono
pada tahun 2010.
PERBAIKAN EKOSISTEM INOVASI PENTING UNTUK MENINGKATKAN DAYA
SAING BANGSA DAN MENCAPAI VISI INDONESIA 2025
Bab Satu membahas tentang Inovasi, Daya Saing dan Visi Indonesia. Bab
ini merupakan peninjauan kembali secara singkat, konsep inovasi dan ekonomi
berbasis inovasi, dan kenapa inovasi sangat dibutuhkan bangsa ini. Upaya
perbaikan ekosistem inovasi harus dilakukan untuk meningkatkan inovasi di
Indonesia. Pentingnya eksistensi aktor-aktor pendukung ekosistem inovasi,
perlunya membangun sinergi antar para aktor melalui triple helix dan quadruple
helix model dalam ekosistem inovasi; dan pembangunan budaya inovasi yang
berdampak signifikan terhadap inovasi juga dibahas, menuju pada mekanisme
bekerjanya sebuah Sistem Inovasi Nasional (Sinas), untuk mencapai Visi Indonesia
2025 sebagai platform nasional.
INOVASI 1-747: STRATEGI KIN UNTUK PEMBANGUNAN INOVASI NASIONAL
Bab Dua mengulas Strategi Pembangunan Inovasi Indonesia, dengan inti
bahasan rekomendasi KIN yang disebut inisiatif Inovasi 1-747. Satu: Satu persen
dari PDB pertahun untuk R&D di tahun 2015; Tujuh: Tujuh langkah perbaikan
ekosistem; Empat: Empat wahana percepatan pertumbuhan ekonomi (Industri
Kebutuhan Dasar, Industri Kreatif, Industri Berbasis Daya Dukung Daerah, dan
Industri Strategis); dan Tujuh yang kedua: Tujuh sasaran visi Indonesia 2025,
menuju pengembangan Indonesia berkelanjutan.
Bab ini juga membahas pentingnya inovasi masuk dan menjiwai program-
program dalam Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi
Indonesia (MP3EI), sehingga dapat menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang
dipandu Inovasi, mengikuti Road map KIN dan strategi pentahapan terintegrasi
kebijakan tersebut untuk pembangunan bangsa. Bahasan mengenai Arah Utama
Lima Area Inovasi, yang perlu mendapat fokus dan perhatian pemerintah, menjadi
topik penutup Bab ini.
13. INOVASI 1-747 13
Am
onRa
PENYIAPAN WAHANA UNTUK MEMPERCEPAT PERTUMBUHAN EKONOMI
Bab Tiga mendiskusikan tentang Wahana Percepatan Pertumbuhan
Ekonomi, termasuk di dalamnya pembangunan klaster-klaster baik di pusat
maupun di daerah, dengan penekanan keunggulan komparatif masing-masing
daerah. Pembangunan wahana industri dan perbaikan SDM mutlak dibutuhkan
negeri ini untuk dapat bersaing. Peningkatan investasi untuk meningkatkan
aktifitas Inovasi juga didiskusikan. Kenyataan bahwa Inovasi dapat memanfaatkan
existing knowledge and technology, dibahas di dalam Model Bisnis Inovasi, yang
dapat diterapkan untuk secara langsung membantu memecahkan masalah-
masalah sosial yang ada di masyarakat sekarang, seperti pelayanan kesehatan di
daerah terpencil dengan memanfaatkan teknologi internet. Model bisnis inovasi
melahirkan terobosan-terobosan penting seperti inovasi lompat katak, dan
program inovasi untuk kaum miskin.
INOVASI UNTUK KEBUTUHAN DASAR PERLU KEBIJAKAN ‘TOP-DOWN’
PEMERINTAH
Bab Empat membahas tentang pengembangan program inovasi yang
produknya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan dasar rakyat, yakni: keamanan
pangan, energi dan air ( Food, Energy and Water Security, FEWS). Inovasi untuk
sektor ini, perlu mendapat perhatian khusus, tidak saja karena menyangkut
kebutuhan dasar rakyat Indonesia, tetapi juga karena membutuhkan biaya
tinggi, dengan pengembalian keuntungan yang kecil untuk jangka pendek. Hal
ini menyebabkan tidak tertariknya pihak swasta untuk mengembangkannya.
Pendekatan kebijakan yang lebih bersifat “top-down”, dengan sebagian besar riset
didanai oleh Pemerintah, perlu diterapkan.
QUICK WINS: PROGRAM INOVASI NASIONAL JANGKA PENDEK
Dalam Bab Lima, KIN mengajukan beberapa program Quick Wins yang
dipilih berdasarkan prioritas persoalan dalam masyarakat, dan juga dengan masa
waktu tunggu antara riset, aplikasi dan hasil inovasi yang tidak terlalu lama,
sehingga dapat segera dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Quick Wins juga
didesain dalam bentuk model-model, yang apabila telah berhasil, model ini dapat
diikuti ataupun dimodifikasi sesuai kebutuhan oleh daerah-daerah lainnya. Quick
wins yang direkomendasikan adalah: Pembentukan Bandung Raya Innovation
Valley, Kawasan Industri Berbasis Inovasi Gresik Utara, Konsorsium Nanoteknologi
Nasional, Produksi Biofertilizer, Vaksin dan Obat Kuratif Penyakit Tropis, dan
beberapa rekomendasi bidang Regulasi dan Insentif.
TEKNOLOGI HIJAU ADALAH TEKNOLOGI MASA DEPAN INDONESIA
Bab Enam adalah tentang ke mana pembangunan inovasi Indonesia
hendaknya diarahkan di masa depan. Peluang-peluang besar yang dimiliki
Indonesia harus didukung oleh Pemerintah: Mendorong inovasi yang difokuskan
pada sektor teknologi hijau sebagai teknologi masa depan Indonesia.
Pengembangan sektor ini bagi Indonesia adalah sangat menguntungkan, karena
kita lebih kurang akan berdiri pada garis start yang sama dengan negara-negara
maju, setidaknya dibandingkan dengan teknologi telekomunikasi, elektronik atau
automotif, misalnya.
14. KOMITE INOVASI NASIONAL14
Am
onRa
Epilog tentang Gelombang transformasi Kedua, merangkum tantangan,
peluang, kekurangan, keunggulan dan kesiapan Indonesia menghadapi masa
depan. Epilog ini sekali lagi menggaris bawahi perlunya upaya mengubah
paradigma bangsa Indonesia, menuju ekonomi berbasis pengetahuan, yang
pada titik ini sudah sangat mendesak, sehingga harus segera dilaksanakan, untuk
mencapai ambisi pembangunan Indonesia – the need, the speed and the greed –
menutup Bagian Kedua buku ini.
REKOMENDASI KEBIJAKAN DAN PROGRAM INOVASI NASIONAL, termasuk:
GAGASAN AWAL PEMBENTUKAN DEWAN INOVASI NASIONAL
Bagian Tiga, bagian terakhir buku ini, berisi Rekomendasi Kebijakan dan
Program Inovasi Nasional, hasil pemikiran KIN. Rekomendasi-rekomendasi dalam
Bagian Tiga merupakan rangkuman rekomendasi kebijakan sebagai intisari buku
ini, disajikan dalam tampilan yang berbeda, untuk lebih memperjelas maksud dan
tujuan rekomendasi tersebut. Format rekomendasi pada bagian ini menampilkan
tidak saja pernyataan rekomendasi yang diusulkan, tetapi juga: 1. MENGAPA
kebijakan ini penting (WHY); 2. SIAPA yang hendaknya bertanggungjawab
terhadap pelaksanaan kebijakan ini (WHO); dan 3. BAGAIMANA kebijakan ini
dilakukan (HOW).
18. KOMITE INOVASI NASIONAL18
Am
onRa
INOVASI 1-747
PROGRAM STRATEGIS INOVASI INDONESIA
DAFTAR ISI
BAGIAN SATU.....................................................................................................................................23
KOMITE INOVASI NASIONAL....................................................................................................................24
VISI, MISI, DAN FUNGSI.......................................................................................................................24
BAGIAN DUA......................................................................................................................................27
Bab I Inovasi, Daya saing, dan Visi Indonesia......................................................29
1. Pendahuluan...............................................................................................................30
2. Inovasi Indonesia dan peluang masa depan.....................................................31
3. Ekonomi Inovasi DAN Ekosistem Inovasi.............................................................34
a. Ekonomi Inovasi........................................................................................................34
• Ekonomi Indonesia, Sudahkah Berbasis Ilmu Pengetahuan?........................36
b. Pembangunan Berkesinambungan Melalui Inovasi..................................................36
c. Ekosistem Inovasi......................................................................................................37
4. Triple Helix DAN Quadruple Helix..........................................................................39
A. Triple Helix.................................................................................................................39
19. INOVASI 1-747 19
Am
onRa
B. Mekanisme Kerja Triple Helix....................................................................................41
C. Budaya Inovasi: “Elemen Keempat” Triple Helix.......................................................41
• Nilai-nilai Budaya Amerika Serikat dan Inovasi.............................................43
D. Quadruple Helix.........................................................................................................44
E. Potret Budaya Inovasi Indonesia................................................................................44
F. Membangun Budaya Inovasi......................................................................................46
5. Sistem Inovasi nasional untuk transformasi ekonomi..............................47
A. Produktivitas Bangsa Menuju Keunggulan Kompetitif..............................................50
B. Visi Bangsa sebagai Platform Nasional......................................................................52
• Simulasi Visi indonesia-2025.........................................................................52
Bab II Strategi Pembangunan Inovasi IndonesIA...............................................59
1. Meningkatkan Kemampuan Inovasi Bangsa......................................................60
A. Pendanaan sebagai Faktor Kritis..................................................................................61
B. Inisiatif Inovasi 1-747...................................................................................................65
i. Satu Persen PDB untuk R&D.................................................................................65
ii. Tujuh Langkah Perbaikan Ekosistem.....................................................................65
iii. Empat Wahana Percepatan Pertumbuhan Ekonomi............................................72
iv. Tujuh Sasaran Visi Indonesia 2025.......................................................................77
C. Inisiatif Inovasi 1-747 dan Konten Inovasi dalam MP3EI.............................................78
2. Pertumbuhan Ekonomi yang dipandu Inovasi..................................................81
A. Strategi Pentahapan Terintegrasi................................................................................82
B. Arah Utama Lima Area Inovasi....................................................................................85
Bab III Wahana Percepatan Pertumbuhan Ekonomi..........................................89
1. Klaster Inovasi: Wahana Pusat Pertumbuhan Regional dan Nasional...90
A. Penguatan Kapasitas Aktor Inovasi..............................................................................91
B. Wahana Industri dan Penguatan Talenta.....................................................................94
C. Memacu Inovasi Melalui Investasi...............................................................................96
2. Model Bisnis Inovasi Indonesia...........................................................................100
A. Model Bisnis Inovasi..................................................................................................100
B. Model Bisnis Inovasi Indonesia.................................................................................108
3. Inovasi “Lompatan Katak”.......................................................................................112
4. Inovasi untuk Kaum Miskin ..................................................................................114
20. KOMITE INOVASI NASIONAL20
Am
onRa
Bab IV INOVASI KEBUTUHAN DASAR......................................................................................119
1. PANGAN..........................................................................................................................121
A. Bioteknologi: Pilar Ketahanan Pangan......................................................................121
B. Pertanian Berbasis Biotek: Harapan Bagi si Miskin...................................................122
C. Kekuatan Rekayasa Molekuler...................................................................................123
2. ENERGI............................................................................................................................123
A. Lebih “HIJAU” di Masa Depan...................................................................................123
B. Isu Minyak versus Pertumbuhan...............................................................................124
• Akhir Era Minyak Indonesia.........................................................................125
C. Bergeser ke Energy Mix.............................................................................................125
3. AIR...................................................................................................................................127
A. Kerawanan yang Kerap Diabaikan.............................................................................127
• Teknologi Pengolahan Air dan Gerakan Sosial untuk Ketersediaan Air Bersih
yang Berkesinambungan.............................................................................127
B. Nexus Air, Pangan, dan Energi...................................................................................128
4. KESEHATAN......................................................................................................................129
A. Pengobatan Cerdas dan Aneka Obat.........................................................................129
• Kedokteran Usia Panjang.............................................................................129
B. Sel Punca...................................................................................................................130
C. Membuka Peluang lewat hEPO & Anti Flu Burung....................................................132
D. Inovasi Vaksin Rotavirus............................................................................................133
5. Riset Strategis Benua Maritim Indonesia........................................................136
A. Pemanfaatan Sumber Daya Kelautan........................................................................136
i. Sektor Pangan..................................................................................................136
ii. Sektor Energi....................................................................................................138
iii. Sektor Kesehatan.............................................................................................139
B. Ekonomi Berbasis Benua Maritim.........................................................................140
Bab V Program Quick-Win...............................................................................................143
1. Pembentukan Bandung Raya Innovation Valley (BRIV)................................144
2. Pembentukan Kawasan Industri Berbasis Inovasi Gresik Utara..............148
3. Inovasi Biofertilizer untuk Pertanian.............................................................150
4. Inovasi Vaksin DAN Obat Kuratif untuk Penyakit Tropis.............................152
21. INOVASI 1-747 21
Am
onRa
5. Pembentukan Konsorsium Nanoteknologi Nasional.................................156
6. Tiga Rekomendasi bidang Regulasi & Insentif................................................156
Bab VI Masa Depan Inovasi Indonesia.......................................................................163
(memburu pertumbuhan berkelanjutan)............................................................164
1. Era Ekonomi Hijau dan Teknologi Bersih.........................................................166
• Global Warming..........................................................................................167
A. Revolusi Teknologi Bersih dan Posisi Indonesia......................................................168
• Efisiensi Energi............................................................................................170
B. Dari Teknologi Disruptive untuk Teknologi “Bersih”: Bagaimana Peluang
Indonesia?...............................................................................................................170
C. Ekonomi Hijau Ala Indonesia..................................................................................172
i. Keunggulan Komparatif Benua Maritim...........................................................172
ii. Keunggulan Kompetitif.....................................................................................173
iii. Keunggulan Lingkungan...................................................................................173
iv. Keunggulan Budaya..........................................................................................173
2. Fokus Teknologi Bersih: Konvergensi Bioteknologi dan Teknologi
Informasi....................................................................................................................174
3. Tantangan Indonesia dan Dual Economic Scheme.......................................176
4. MediAcy Diplomacy: Kerja Sama Saling Menguntungkan (Win-Win).......178
EPILOG: Gelombang Transformasi Kedua............................................................................179
BAGIAN TIGA...................................................................................................................................183
Rekomendasi Kebijakan dan Program Inovasi Nasional...........................................184
LAMPIRAN..........................................................................................................................................203
Anggota KIN.....................................................................................................................................204
BAHAN BACAAN...........................................................................................................................................209
INDEKS.........................................................................................................................................................212
24. KOMITE INOVASI NASIONAL24
Am
onRa
BAGIAN SATU: KOMITE INOVASI NASIONAL
KIN didirikan pada tahun 2010 dengan Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2010,
yang ditanda-tangani pada tanggal 20 Mei, 2010 berdasarkan pertimbangan
sebagai berikut:
a. Bahwa kebijakan inovasi nasional di Indonesia perlu dilaksanakan secara ter-
encana, terpadu, terintegrasi, dan terkoordinasi dalam satu kesatuan Sistem
Inovasi Nasional guna meningkatkan produktivitas nasional dan mempercepat
pertumbuhan ekonomi bangsa.
b. Bahwa dalam rangka implementasi pelaksanaan sistem inovasi nasional
secara efektif dan effisien, perlu dilakukan melalui institusi yang efektif dan
berhasil-guna baik dari sisi legalitas dan otoritas.
KIN periode 2010-2014 dipimpin oleh mantan Menteri Riset dan Teknologi
Republik Indonesia, Prof. Dr. Zuhal. Anggota KIN adalah tokoh yang berasal dari
berbagai institusi riset akademia, bisnis, pemerintah, dan masyarakat.
VISI
Meningkatkan produktivitas Indonesia melalui inovasi.
MISI
1. Meningkatkan jumlah Hak Kekayaan Intelektual (HKI) dari penelitian dan in-
dustri yang langsung berhubungan dengan pertumbuhan ekonomi.
2. Meningkatkan jumlah produk-produk unggulan dan nilai tambah industri dari
berbagai daerah.
3. Meningkatkan infrastruktur Sains dan Teknologi berstandar internasional.
4. Mencapai swasembada pangan, obat-obatan, energi dan air bersih yang ber-
kesinambungan.
5. Mencapai swasembada produk dan sistem industri pertahanan, transportasi,
dan teknologi informasi dan komunikasi.
6. Meningkatkan ekspor produk industri kreatif menjadi dua kali lipat.
7. Mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan, kemakmuran
yang merata, dan memperkokoh Negara Kesatuan Republik Indonesia.
FUNGSI
A. Membantu Presiden dalam rangka memperkuat sistem inovasi nasional dan
mengembangkan budaya inovasi nasional.
25. INOVASI 1-747 25
Am
onRa
B. Memberi masukan dan pertimbangan mengenai prioritas program dan ren-
cana aksi, termasuk alokasi pembiayaan dan fasilitas untuk penguatan sistem
inovasi nasional yang menghasilkan produk-produk inovatif.
C. Melaksanakan pemantauan dan evaluasi terhadap pelaksanaan kebijakan dan
program penguatan sistem inovasi nasional.
ORGANISASI
Para anggota KIN dibagi dalam 5 kelompok yaitu:
Kelompok I - Program Inovasi Pemerintah
Kelompok 2 - Inovasi Bisnis dan Industri
Kelompok 3 - Klaster Inovasi
Kelompok 4 - Kebijakan Insentif dan Regulasi bagi Inovasi
Kelompok 5 - Inovasi Ekonomi, Sosial, dan Budaya
Ketua
Wakil Ketua
Sekretaris
Kelompok I
Program
Inovasi
Pemerintah
Kelompok 2
Inovasi
Bisnis
dan Industri
Kelompok 3
Klaster
Inovasi
Kelompok 5
Inovasi Ekonomi,
Sosial,
dan Budaya
Kelompok 4
Kebijakan
Insentif
dan Regulasi
bagi Inovasi
Gambar 1. Struktur
Organisasi KIN
30. KOMITE INOVASI NASIONAL30
Am
onRa
INOVASI, DAYA SAING, DAN VISI INDONESIA
1. PENDAHULUAN
Globalisasi telah mengubah konstalasi geopolitik dan ekonomi
dunia, mendorong munculnya kekuatan-kekuatan ekonomi baru, memimpin
pertumbuhan ekonomi global. Semakin bertambah jumlah negara-negara Asia,
selain Jepang, seperti Korea Selatan, Singapura, Taiwan, Tiongkok dan bahkan
India, yang muncul sebagai kekuatan baru di pentas ekonomi dunia menggeser
Amerika Serikat dan Eropa. Negara-negara ini telah memasuki tahapan
innovation-driven economy melalui berbagai produk dan jasa mereka yang
menembus pasar internasional. Pergeseran epicentrum ekonomi ini semakin
jelas terlihat dengan terjadinya krisis finansial global 2008, yang sangat kuat
menghantam negara-negara barat, dengan dampak yang hingga saat masih
dirasakan, dan bahkan beberapa negara Eropa masih terlilit dalam krisis ini.
Indonesia – satu-satunya negara Asean yang terpilih sebagai anggota G-20,
serta anggota MIST (Mexico, Indonesia, South Korea, and Turky) poros ekonomi
dunia baru – berpotensi besar menjadi salah satu raksasa ekonomi, apabila,
Indonesia mampu memanfaatkan potensi yang dimiliki, untuk meningkatkan
daya saingnya melalui inovasi. Ini adalah tantangan, sekaligus peluang emas
bagi Indonesia. Saat ini ekonomi Indonesia masih sangat bergantung pada
pemanfaatan sumber daya alam dan bukan sumber daya manusia. Hal ini
berdampak pada rendahnya daya saing Indonesia, bahkan dibanding negara-
negara tetangga seperti Malaysia, Thailand, apalagi Singapura.
Presiden Republik Indonesia, Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono,
merespons tantangan dan peluang emas ini, salah satunya, dengan membentuk
Komite Inovasi Nasional (KIN) pada tanggal 15 Juni 2010. KIN – yang merupakan
sebuah badan independen, terdiri atas 30 tokoh masyarakat yang secara langsung
ditunjuk oleh Presiden – diberi tugas utama untuk mendorong aktivitas inovasi di
Indonesia, antara lain dengan: 1) Memberikan rekomendasi yang bersifat “out of
the box but within the system” tentang kebijakan inovasi; 2) Mengembangkan dan
mendorong kolaborasi antara para aktor inovasi lintas sektoral; dan 3) Memonitor
pelaksanaan kebijakan-kebijakan dalam bidang inovasi.
Buku ini membahas pandangan optimisme rasional KIN, akan potensi
dan kemampuan Indonesia menjadi salah satu kekuatan ekonomi dunia, melalui
perubahan paradigma pembangunan nasional, dari pola pikir ekonomi berbasis
eksploitasi sumber daya alam (SDA), menjadi pola pikir ekonomi berbasis inovasi:
yaitu dengan mengintegrasikan faktor sains, teknologi dan inovasi (STI) ke
dalam perencanaan pembangunan nasional. Optimisme rasional ini dibarengi
dengan pelbagai persyaratan mengenai hal-hal yang harus dibenahi, untuk
bisa memanfaatkan seluruh potensi bangsa ini agar tujuan peningkatan daya
inovasi dapat dicapai. Buku ini ditutup dengan ulasan tentang masa depan
inovasi Indonesia, dan beberapa pemikiran KIN yang ditampilkan dalam bentuk
rekomendasi untuk meningkatkan daya saing Indonesia melalui inovasi.
31. INOVASI 1-747 31
Am
onRa
2. INOVASI INDONESIA DAN PELUANG MASA DEPAN
Berpopulasi 237 juta jiwa, atau keempat terbesar di dunia, Indonesia
adalah pangsa pasar yang terbuka luas bagi produk-produk teknologi negara
lain. Indonesia bahkan diberi julukan ‘’BlackBerry Nation’’ oleh sejumlah media
asing, merujuk pada larisnya produk Kanada ini di Indonesia (US$ 3464 perkapita,
atau rangking 109 dunia). Demikian pula halnya dengan produk-produk otomotif,
pasar Indonesia termasuk yang menjadi target utama para importir. Melihat
potensi SDA dan sumber daya manusia (SDM) Indonesia yang begitu kaya, sudah
selayaknya bangsa ini mengubah posisi dari negara pengguna menjadi negara
penghasil. Untuk itu perlu disiapkan suatu strategi untuk pembangunan inovasi
nasional, agar Indonesia dapat menjadi sumber produk inovasi baru yang mampu
menyaingi Korea Selatan, Singapura, atau Taiwan.
Tentu ada faktor-faktor penyebab, kenapa Indonesia saat ini bukan sebuah
negara produsen teknologi. Salah satu faktor tersebut adalah rendahnya minat
kaum muda pada pendidikan sains dan rekayasa – cabang ilmu wajib untuk
berinovasi. Daya saing Indonesia hanya didukung lulusan sarjana teknik 11,5
persen dan sarjana sains 3,6 persen, menunjukkan karakteristik generasi muda
konsumtif yang kurang bergairah untuk berproduksi (Gambar 2). Ungkapan:
“Kalau bisa beli kenapa harus bikin sendiri” menunjukkan bagaimana bangsa
Indonesia lebih suka menjadi konsumen daripada produsen.
Namun demikian, hal ini tentunya tidak berarti bahwa tidak ada peluang
bagi Indonesia untuk bangkit. Bung Karno pernah mengatakan: “Beri aku sepuluh
pemuda, maka aku akan guncang dunia”. Kita, setidaknya, bisa melihat peluang
itu ada di pundak kaum muda. Berbagai prestasi kelas dunia yang pernah diraih
para pelajar Indonesia, menjadi indikasi kuat bahwa negeri ini memiliki sumber
daya manusia yang cerdas. Pada tahun 2005 di Singapura, Indonesia menjadi juara
umum Olimpiade Fisika Internasional. Pada kompetisi Information Technology (IT)
‘Image Cup 2010’ di Polandia, yang diikuti 124 negara, Indonesia memenangkan
dua predikat: juara kedua kategori Windows Phone 7 Rockstar Award, dan juara
ketiga kategori Interoperability Award (Kompas 11 Juli 2011). Indonesia juga patut
bangga dengan kemunculan ‘Bimasakti’, mobil Formula Satu karya mahasiswa
Universitas Gajah Mada.
Keseluruhan prestasi dan predikat ini sedikit banyak menyumbang pada
indikator inovasi Indonesia, yang berada pada tingkat ke-36 dari 139 negara
menurut World Economic Forum (WEF). Terkait peringkat daya saing, pada tahun
2010 posisi Indonesia secara keseluruhan berada di peringkat 44, meningkat
cukup signifikan dari peringkat ke-54 pada 2009.
Respon positif juga dideteksi oleh kalangan internasional, dimana banyak
pihak yang yakin akan cerahnya masa depan ekonomi Indonesia. Goldman Sach
(2005), salah satunya, menyebut Indonesia sebagai calon The Next Eleven (N-11),
kelompok emerging economies yang pada abad 21 akan menjadi penyeimbang
peran negara-negara Group of Eight (G-8). Dalam laporan tahun 2011, Bank Dunia
bahkan secara spesifik menyebut enam negara—Tiongkok, Brazil, India, Korea
Selatan, Rusia dan Indonesia—sebagai kandidat kekuatan ekonomi terbesar tahun
2025.
Di tahun 2013, pada saat perekonomian dunia mengalami perlambatan
pertumbuhan, ada hal yang menggembirakan bagi kita: “Global Competitiveness
Indexs” Indonesia menurut kriteria WEF justru meningkat dari peringkat 50 (2012)
ke peringkat 38 (2013) (Gambar 3). Peningkatan ini disertai dengan peningkatan
6 pilar inovasi, dengan perbaikan paling menonjol pada pilar “Capacity for
Innovation”, yang berada pada peringkat ke-24 (2013) dari 144 negara (Gambar 4).
32. KOMITE INOVASI NASIONAL32
Am
onRa
Sarjana
dan
Daya Saing
Amerika Serikat
Jepang
Taiwan
Korea Selatan
Malaysia
China
Indonesia
12.530.000
5.423.000
1.174.000
2.097.000
5.679.000
1.250.000
595.000
1.045.000
266.000
565.000
2.196.000
137.500
5%
19%
23%
27%
20%
39%
11%
7
10
13
19
25
29
50
Jumlah
Sarjana
Sarjana
Teknik
Lulusan
Sarjana
Teknik
Peringkat
Daya Saing
(2012-2013)
Kementerian Pendidikan Nasional
menargetkan 15 persen jumlah lulusan
sarjana teknik pada tahun 2015. Strategi
pencapaiannya adalah ekspansi
kapasitas, pengalihan status perguruan
tinggi swasta menjadi negeri, dan
pendirian perguruan tinggi baru.
Gambar 2. Sarjana dan
Daya Saing.
Daya saing Indonesia hanya
didukung lulusan sarjana
teknik 11,5 persen (dan
sarjana sains 3,6 persen),
menunjukkan rendahnya
minat kaum muda pada
pendidikan sains dan
rekayasa – cabang ilmu wajib
untuk berinovasi. Sumber:
Modifikasi dari “Leisure
Class”, VC. Confidential (www.
vcconfidential.com), quoting
analyst Mark Mare Faber,
April 2006; dan pernyataan
Mendiknas pada peresmian
Politeknik Negeri Balikpapan,
6 Januari 2012, www.
newsbalikpapan.com
33. INOVASI 1-747 33
Am
onRa
Gambar 3. Perbaikan
Peringkat Global
Competitive Index
Indonesia.
Pada saat perekonomian
dunia mengalami perlambatan
pertumbuhan, peringkat
“Global Competitiveness
Indexs” Indonesia justru
meningkat dari peringkat 50
(2012) ke peringkat 38 (2013)
(Gambar 3). Sumber: The
Global Competitiveness Report
2012-2013 dan 2013-2014,
World Economic Forum
Gambar 4. Perbaikan
Peringkat Pilar inovasi.
Peningkatan daya saing
Indonesia ini disertai
dengan peningkatan 6 pilar
inovasi, dengan perbaikan
paling menonjol pada pilar
“Capacity for Innovation”,
yang berada pada peringkat
ke-24 (2013) dari 144 negara.
Penurunan peringkat pilar
“patents application” ke-
103 (2013) menunjukkan
rendahnya produktivitas
industri manufaktur nasional
dalam menghasilkan produk-
produk berbasis sains dan
teknologi. Sumber: The Global
Competitiveness Report 2012-
2013 dan 2013-2014, World
Economic Forum
Perbaikan Peringkat
Pilar Inovasi
No
1
2
3
4
2012-
2013
50
58
58
40
2013-
2014
38
45
52
33
Global Competitiveness Index
Basic Requirements
Efficiency Enhancers
Innovation and Sophistication Factors
No
1
2
3
4
5
6
7
2012-
2013
30
56
25
40
29
51
101
2013-
2014
24
46
23
30
25
40
101
Capacity for Innovation
Quality of Scientific
Research Institutions
Company spending on R&D
University-industry
collaboration in R&D
Government procurement of
advanced tech products
Availability of scientist
and engineers
PCT patents, applications/
million pop
Perbaikan Peringkat
Global Competitive
Indexs Indonesia
34. KOMITE INOVASI NASIONAL34
Am
onRa
Satu-satunya pilar inovasi Indonesia yang menurun adalah “patents application”,
berada pada peringkat ke-103 (2013), yang berarti masih rendahnya produktivitas
industri manufaktur nasional dalam menghasilkan produk-produk berbasis sains
dan teknologi. Namun setidaknya, hasil survei WEF ini menunjukkan kemampuan
Indonesia dalam berinovasi, dan dengan didukung SDA dan SDM yang ada,
Indonesia sangat berpeluang menjadi negara maju.
Tidak berlebihan jika Pemerintah menetapkan ‘’Visi Indonesia 2025’’ dan
Masterplan Percepatan dan Perluasan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia (MP3EI),
yang menargetkan Indonesia menjadi negara maju (advanced economy) pada
2025, masuk ke dalam 12 besar kekuatan ekonomi dunia, dengan pencapaian
PDB total 3,760 triliun hingga 4,470 triliun dolar AS, dan perolehan PDB per
kapita sebesar 16 ribu dolar AS. Optimisme ini adalah momentum yang baik
sebagai pangkal tolak memperbaiki ekosistem inovasi Indonesia, menyambut era
gelombang ekonomi inovasi.
3. EKONOMI INOVASI DAN EKOSISTEM INOVASI
A. Ekonomi Inovasi
Dalam model Ekonomi Neoklasik, distribusi pendapatan (income)
dilakukan melalui interaksi dinamis antara supply dan demand, yang difasilitasi
lewat ‘’maksimalisasi kepuasan’’ (maximization of utility). Konsumsi—sebuah
cara mencapai kepuasan maksimum individu karenanya dianggap sebagai
‘engine’ penggerak pertumbuhan dalam model ini. Sedikit berbeda dengan
paham ini, model Ekonomi Inovasi (Gambar 5) berargumen bahwa bukan hanya
konsumsi, tetapi investasi inovasi yang akan lebih menjamin pertumbuhan
berkesinambungan. Selanjutnya, karena akumulasi ini mesti terus tumbuh, stok
kapital harus dijaga agar tidak menurun, sehingga diperlukan knowledge atau
temuan-temuan baru yang dilakukan lewat investasi pada kegiatan penelitian dan
pengembangan (Litbang).
Negara-negara maju menyadari ketidakandalan konsumsi sebagai basis
pertumbuhan. Merespon krisis finansial yang dialami AS, Presiden Barrack Obama
di hadapan National Academy of Sciences pada April 2009, mengharapkan adanya
gerakan nasional yang dapat menginspirasi generasi muda ‘to be makers, not just
consumers of things’. Ketika AS semakin menekankan pentingnya inovasi, dan
banyak negara Asia juga semakin bergiat mempersiapkan sektor sains, teknologi
dan infrastruktur untuk menyongsong era Ekonomi inovasi, Indonesia sepertinya
tidak bergeming, dan tetap memfokuskan pada pembangunan mall-mall megah
yang konsumtif.
Penelaahan lebih mendalam alasan pengadopsian ekonomi inovasi oleh
semua negara maju, dan banyak negara-negara Asia, ternyata tidak semata-mata
demi untuk mempertahankan keunggulan ekonomi suatu negara, tapi jauh lebih
fundamental dari hal ini, terciptanya pembangunan yang berkesinambungan
melalui inovasi, bukan saja bagi negara tertentu tetapi bagi planet bumi.
35. INOVASI 1-747 35
Am
onRa
Gambar 5. Proses
Pertumbuhan Melalui
Inovasi. Model ekonomi
inovasi menunjukkan bahwa
investasi inovasi akan lebih
menjamin pertumbuhan
berkesinambungan. Sumber:
Gelombang Ekonomi Inovasi
(Zuhal, 2013)
Proses Pertumbuhan
Melalui Inovasi
Pertumbuhan
Konsumsi
Penawaran
Supply
Permintaan
Demand
Pertumbuhan
Konsumsi
Inovasi
Penawaran
Supply
Permintaan
Demand
Pertumbuhan
Konsumsi
Inovasi
“Produksi!”
Penawaran
Supply
Permintaan
Demand
36. KOMITE INOVASI NASIONAL36
Am
onRa
Ekonomi Indonesia, Sudahkah Berbasis Ilmu Pengetahuan?
Di awal tahun 2011, Senior Vice President Bank Dunia, Mr Justine Yifu Lin,
yang berkewarganegaraan Tiongkok, berkunjung ke Indonesia dan menyempatkan
diri bertemu dengan ketua KIN dan timnya. Diskusi membahas topik Indonesia
dua dekade silam, saat mana Bank Dunia menganggap Indonesia sebagai salah
satu Macan Asia: kelompok negara-negara dengan pertumbuhan industri yang
sangat tinggi, the miracle. ‘’Ketika pada 1990-an saya berkunjung ke Indonesia
sebagai akademisi dari Universitas Beijing, ingin sekali saya melihat perekonomian
Tiongkok berkembang dengan dukungan Iptek seperti Indonesia pada waktu itu,’’
ujarnya.
Namun Mr Yifu Lin, juga kita, menyaksikan bagaimana krisis moneter 1997
menghancurkan pembangunan ekonomi Indonesia sampai pada titik terendah.
Perekonomian berbasis industri Indonesia yang siap take-off, hancur dan kembali
ke titik awal dimana pembangunan perekonomian Indonesia kembali berbasis
sumberdaya alam. Sebagian besar ekspor Indonesia kembali pada komoditas
bahan mentah pertanian, mineral atau energi.
Saat ini hampir semua negara Asia telah keluar dari krisis yang terjadi,
namun Indonesia masih bergelut dengan industri primitif yang mengeksploitasi
sumber daya alam dan merusak lingkungan. Indonesia belum mengembangkan
industri dengan nilai tambah yang tinggi seperti pada dua atau tiga dasawarsa
lalu, melalui keunggulan industri-industri strategisnya, suatu masa yang pernah
mengundang kekaguman Mr Yifu Lin.
B. Pembangunan Berkesinambungan Melalui Inovasi
Pertumbuhan tanpa henti (relentless growth) atas nama angka Produk
Domestik Bruto (PDB) dan perilaku konsumtif yang berlebihan telah menjadi
bumerang bagi penduduk planet bumi. Ketidakseimbangan ekologi secara
global terjadi sebagai dampak eksploitasi alam yang terlalu agresif oleh mesin
industrialisasi, dan menjadi ancaman bagi masa depan peradaban baru yang
sedang dibangun manusia kini. Data menunjukkan, secara global SDA dieksploitasi
1,6 kali lipat melebihi kemampuan alam untuk melakukan pembaharuan secara
alami. Pertanyaannya adalah, haruskah laju pertumbuhan global diperlambat
secara drastis ketika, misalnya, negara-negara berkembang tetap harus
meningkatkan PDB-nya guna memenuhi kebutuhan dasar, sementara negara-
negara maju mesti mempertahankan tingkat kesejahteraannya? Pada titik inilah
ekonomi hijau (green economy) menjadi pilihan, jika bukan satu-satunya cara, agar
pertumbuhan global bisa tetap berlangsung secara berkelanjutan (suistainable
growth). Inovasi dalam hal ini adalah elemen kunci bagi green economy.
Konsep green economy, secara sederhana, bertumpu pada tiga poin
aksi, yakni: menghemat SDA, melindungi lingkungan, dan meningkatkan efisiensi
penggunaan SDA. Inovasi bisa mengisi kebutuhan dengan menyediakan SDA
yang ramah lingkungan. Dalam pertumbuhan-berbasis-inovasi, produktivitas
akan didorong melalui penciptaan pengetahuan (knowledge), disusul oleh
aplikasi dan difusi knowledge tersebut, melalui eksploitasi tunggal SDA. Sehingga,
pemanfaatan knowledge, baik dalam menyediakan bahan baku komplementer
maupun bahan baku utama dari pertumbuhan, akan secara otomatis mengurangi
permintaan akan SDA konvensional. Dengan demikian, inovasi dalam kadar
37. INOVASI 1-747 37
Am
onRa
tertentu dapat menekan hubungan ketergantungan antara pertumbuhan sebuah
negara dengan kebutuhan SDA, sebagaimana terjadi di negara-negara ber-PDB
tinggi tetapi miskin SDA, seperti Swedia dan Singapura impian ke depan, jika
seluruh negara beralih ke pertumbuhan berbasis inovasi, pertumbuhan berbasis
eksploitasi knowledge, maka akan tercipta masa depan baru, yakni: pertumbuhan
ekonomi tanpa ketidakseimbangan ekologi— the green future.
Namun, menanamkan mindset inovasi ke dalam pola pembangunan dan
sistem produksi yang telah ada, bukan hal yang mudah, dan memerlukan political
will yang kuat dari Pemerintah, terutama pada tahap awal. Demikian pula adanya
SDM cerdas dalam jumlah besar sebagaimana diperlihatkan dengan prestasi anak-
anak bangsa di dunia internasional belum cukup untuk menggerakkan ekonomi
inovasi suatu bangsa. Ekonomi berlandaskan inovasi hanya dapat berjalan dengan
baik bila unsur-unsur di atas dilengkapi dengan ’kendaraan’’ dan ‘’lingkungan’’
pendukungnya atau yang disebut Ekosistem Inovasi.
C. Ekosistem Inovasi
Malaysia, Korea Selatan, Tiongkok, India dan sejumlah negara Asia lainnya,
mulai mengalami perkembangan ekonomi yang cepat melalui konsep Ekonomi
Inovasi mengikuti langkah negara-negara Dunia Pertama. Ini adalah hasil dari
keputusan tepat—dan keputusan yang berani—dalam menyikapi krisis ekonomi
global dan ancaman latennya. Banyak negara Asia memanfaatkan situasi ini
sebagai momentum untuk menata diri secara radikal melalui perbaikan ekosistem
inovasi (Gambar 6), misalnya: meningkatkan dana Litbang secara signifikan,
medidik SDM di pusat-pusat keunggulan inovasi, pembangunan klaster-klaster
Litbang, sistem pendidikan yang mengarah pada penumbuhan budaya inovasi,
dan sebagainya.
Faktor ini dianggap merupakan salah satu penyebab bergesernya
pusat gravitasi pertumbuhan ekonomi ke Asia dalam dua dekade terakhir ini.
Zhongguancun di Tiongkok, Bangalore di India, Daedeok Innapolis di Korea
Selatan, Hsinchu Science Park di Taiwan, Biopolis di Singapura, adalah pusat-pusat
keunggulan sains dan teknologi yang tersebar di Timur yang layak disejajarkan
dengan hub-hub serupa di AS dan Eropa. Mudah ditebak bahwa klaster-klaster
teknologi tinggi ini akan menjadi pabrik utama bagi produk-produk high-tech IT,
bioteknologi, kedokteran, yang aktif berpartisipasi dalam pasar dunia melalui
produk-produk inovasinya.
Sebenarnya Indonesia sudah memiliki banyak institusi pendukung
inovasi, namun belum tertata secara optimal dalam sebuah ekosistem inovasi.
Sebagaimana pada ekosistem alam yang berjalan dengan harmonis dan produktif,
diperlukan adanya elemen-elemen pendukung secara berimbang, dan adanya
interaksi antar elemen-elemen tersebut. Ketidakhadiran salah satu elemen akan
mengganggu keseimbangan ekosistem dan menghilangkan harmonisasi yang
ada. Dalam sebuah ekosistem inovasi, unsur-unsur yang diperlukan dan harus
ada, antara lain: Kepemimpinan, Pendidikan, Sistem etika dan etos kerja, Sistem
Sosial budaya, Kebijakan Inovasi, dan Pendanaan yang kesemuanya mendukung
pengembangan riset dan inovasi. Pertumbuhan ekonomi yang berwawasan
inovasi (innovation-driven economy) hanya akan tercipta apabila terjadi interaksi
yang menggerakkan ekosistem inovasi ini menjadi sebuah sistem yang harmonis
dan produktif. Interaksi ini sering digambarkan dalam sebuah model inovasi yang
disebut Triple Helix.
38. KOMITE INOVASI NASIONAL38
Am
onRa
Gambar 6. Ekosistem
inovasi dan Dana R&D
Indonesia. Untuk mengalami
perkembangan ekonomi
yang cepat melalui konsep
Ekonomi Inovasi, Indonesia
perlu menata diri melalui
perbaikan ekosistem inovasi.
Unsur-unsur ekosistem inovasi
seperti Kepemimpinan,
Pendidikan, Sistem etika
dan etos kerja, Sistem Sosial
budaya, Kebijakan Inovasi,
dan Pendanaan perlu
mendukung pengembangan
riset dan inovasi. Pada saat ini
pendanaan R&D di Indonesia
adalah 0.2% dari PDB, salah
satu yang terendah di antara
negara-negara tetangga di Asia
Sumber: 2014 Global R&D
Funding Forecast
Pengemba
ngan
Aplikasi
Riset
CUKUP
BAIK
Pendanaan
(Kecil Sekali)
Kebijakan
(Tidak Sinergis)
Pendidikan
(Belum Kondusif)
Kepemimpinan
(Lemah)
Budaya
(Lemah)
Pendanaan R&D
Ekosistem Inovasi
dan Dana R&D Indonesia
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
Indonesia
Philippines
Vietnam
Thailand
Malaysia
India
China
LatinAmerica
Asia
G7
MiddleEast&
NorthAfrica
39. INOVASI 1-747 39
Am
onRa
4. TRIPLE HELIX DAN QUADRUPLE HELIX
A. Triple Helix
Inovasi, sebagaimana dijelaskan di muka, merupakan outcomes dari
interaksi aliran knowledge. Di antara pelbagai model inovasi berbasis pengetahuan
yang ada, model hubungan triple helix menyediakan framework yang lebih
memudahkan analisa hubungan jaringan pengetahuan dan interaksi dalam proses
inovasi.
Dalam model ini, inovasi dilihat sebagai hasil dari sebuah jaringan
kerjasama—hubungan segitiga—antara dunia akademik (Academic institution),
dunia bisnis dan industri (Business) dan Pemerintah (Government), yang lazim
disingkat ABG (Gambar 7). Inilah aktor-aktor utama Sistem Inovasi Nasional
(Sinas). Interaksi antara ABG dikenal sebagai jalinan triple helix, di mana dunia
akademik (perguruan tinggi dan lembaga litbang) berperan sebagai penyedia
dan pemakai knowledge; dunia bisnis dan industri selaku pemanfaat knowledge;
dan Pemerintah sebagai regulator sekaligus stimulator untuk mendorong sinergi
dalam sistem inovasi. Henry Etzkowitz menegaskan hal di atas dalam bukunya
“The Triple Helix” bahwa interaksi triple helix universitas-industri-Pemerintah
merupakan kunci tumbuhnya inovasi di dalam masyarakat berbasis pengetahuan
yang semakin berkembang.
Jalinan triple helix terbukti menjadi kunci bagi pertumbuhan ekonomi
berkesinambungan berbasis inovasi di negara-negara advanced economy. Jika
diibaratkan roda gigi, perputaran harmonis ‘’trio roda’’ ini akan menghasikan
‘’energi’’ untuk menyalakan mesin pertumbuhan ekonomi: knowledge dari tangan
akademisi bertransformasi menjadi produk komersial berkat pemanfaatan oleh
industri, distimulasi oleh kebijakan pemerintah yang suportif dan fasilitas insentif,
dan kesemuanya pada gilirannya akan mendongkrak produktivitas negara—
meningkatkan angka PDB—melalui penciptaan produk-produk bernilai tambah
tinggi (Gambar 8). Interaksi antara ABG dalam model triple helix memiliki banyak
manfaat antara lain:
1. Terbuka kesempatan bagi terjadinya sirkulasi dan sharing pengetahuan antara
sektor akademik, pelaku bisnis, dan pejabat Pemerintah.
2. Riset akademik akan lebih terkait dengan praktik bisnis, sehingga para peneliti
secara langsung dapat memecahkan masalah yang ada di pasar.
3. Terciptanya budaya wirausaha melalui jaringan inovasi, yakni munculnya
perusahaan-perusahaan baru berkat kemitraan pengetahuan sesama aktor
inovasi.
4. Inisiatif kebijakan baru dapat muncul di dalam jaringan, yang memberi
kesempatan kepada Pemerintah untuk mengerti lebih baik di mana dana riset
harus dialokasikan. Ini adalah peluang bagi Pemerintah untuk mendesain
strategi riset nasional baru, yang benar-benar menjawab persoalan
masyarakat.
5. Akselerasi penguatan kelembagaan mencakup aspek konsepsi, strategi
dan program aksi sehingga tercipta lingkungan kondusif untuk mendorong
program STI, serta tumbuhnya partisipasi komunitas melek inovasi (bagian
dari quadruple helix, akan dijelaskan pada bagian berikut).
6. Terciptanya upaya sinergis antar pelaku STI dari kalangan triple helix sehingga
memperkaya peta jalan teknologi Indonesia dan menumbuhkembangkan
partisipasi komunitas dalam menghasilkan berbagai upaya inovatif.
7. Terciptanya kelembagaan yang mapan untuk melakukan evaluasi dan
perencanaan secara berkelanjutan dalam penguatan STI, untuk mendorong
pertumbuhan ekonomi.
40. KOMITE INOVASI NASIONAL40
Am
onRa
Gambar 7. Model
Inovasi Triple Helix.
Interaksi triple helix antara
aktor-aktor utama Sistem
Inovasi Nasional yaitu
Academia (A), Business
(B), dan Government
(G) merupakan kunci
tumbuhnya inovasi. Sumber:
The Triple Helix: University-
Industry-Government
Innovation in Action.
Gambar 8. Kerjasama:
Mewujudkan Sinergi
Triple Helix.
Sinergi antar para aktor inovasi
membentuk triple helix dan
menghasilkan para inovator
yang menciptakan produk-
produk bernilai tambah
tinggi sehingga mendongkrak
produktivitas negara.
Gov
Biz
Ac
Model Inovasi Triple Helix
KERJASAMA: Mewujudkan
SinergiTRIPLE HELIX
Usaha :
MENUJU SATU PERSEPSI,
PARADIGMA DAN VISI
Fakta :
TIDAK TERHUBUNG SEBAGAI
PENGGERAK UTAMA PERTUMBUHAN
Rencana Aksi :
SINERGI ANTARA
AKADEMIA, BISNIS,
DAN PEMERINTAH
Tantangan :
1. Pengembangan HaKI
dan Penegakan Hukumnya
2. Sistem Manajemen Riset
3. Sistem Insentif dan Regulasi
4. Pembangunan Budaya Inovasi
BISNIS
PEMERINTAH
AKADEMIA
INNOVATOR
41. INOVASI 1-747 41
Am
onRa
B. Mekanisme Kerja Triple Helix
Gambar 9 di bawah ini mendeskripsikan model sistem inovasi industri, di
dalamnya terjadi contoh hubungan triple-helix—dimana pemerintah berperan
sebagai jangkarnya.
Dalam contoh ini Pemerintah mendorong terjadinya proses inovasi,
salah satunya melalui penyediaan insentif pajak bagi industri dan Badan Usaha
Milik Negara. Insentif juga diberikan kepada perusahaan asing yang berminat
melakukan foreign direct investment (FDI), yakni mereka yang akan mentransfer
teknologi dari luar negeri ke Indonesia, atau menggunakan teknologi dalam
negeri. Di samping pajak, Pemerintah juga dapat menyediakan insentif berupa
pemberian dana riset kepada para pelaku invensi atau kalangan akademis
(lembaga Iptek dan perguruan tinggi) dengan sejumlah syarat pokok, yaitu:
pihak industri telah mengutarakan minat untuk menggunakan teknologi yang
dikembangkan pada institusi riset tersebut, peluang menghasilkan produk
invensi bernilai pasar tinggi, memiliki feasibility studies dan return of investment
yang jelas. Selanjutnya lembaga-lembaga Iptek dan perguruan tinggi adalah
mitra strategis dalam mengembangkan STI mulai dari industri hulu (upstream
industries) sampai ke industri hilir (downstream industries). Sementara, pihak
industri berpartisipasi dengan menyediakan fasilitas riset dengan teknologi state
of the art, kepada para periset terkait kebutuhan invensi teknologi yang bernilai
pasar baik. Walau nampak sederhana, interaksi dan sinergi antar aktor-aktor
inovasi ternyata tidak mudah, bahkan hal ini banyak menjadi hambatan di negara-
negara non industri Asia. Banyak studi menunjukan bahwa budaya suatu bangsa
memegang peranan penting pada keberhasilan inovasi.
C. Budaya Inovasi: ‘’Elemen Keempat’’ Triple Helix
Konsep Triple Helix bekerja dengan baik di negara-negara maju; tetapi
tidak di negara-negara sedang berkembang yang belum memiliki budaya
berinovasi. Sebagai contoh, di Amerika Serikat dengan innovation culture-nya
yang telah mapan, sinergi antara pebisnis dan akademisi berjalan mulus tanpa
perlu intervensi yang dalam dari Pemerintah. Berdirinya klaster Bioteknologi
San Diego adalah sebuah contoh tentang ‘’keperkasaan pasar’’. Selama 30 tahun
pebisnis dan inovator di kota tersebut bekerja sama mengkonversi San Diego dari
pangkalan militer dan pusat pemancingan yang sunyi, menjadi salah satu sentra
teknologi-tinggi, dengan hanya sedikit campur tangan Pemerintah. Berawal di
tahun 1978, klaster biotek San Diego berasal dari sebuah perusahaan start-up
kecil bernama Hybritech. Berkat sinergi antara dunia riset dan usaha, dengan
peran para teknolog bervisi bisnis (technopreneur) yang amat besar, Hybritech
mampu menghasilkan omset ratusan juta dolar AS dalam tempo kurang dari satu
dekade, dan menjadi penopang sejumlah perusahaan start-up kecil sebagai cikal
bakal klaster bioteknologi raksasa San Diego.
Klaster bioteknologi San Diego sekaligus juga mengilustrasikan inovasi
yang terjadi sebagai akibat kuatnya pengaruh masyarakat. Bagaimana suatu
produk inovasi, dalam arti luas, berevolusi mengikuti perubahan kebutuhan
dan keinginan masyarakat sebagai pengguna knowledge. Karena kehidupan
bermasyarakat merupakan sebuah sistem yang dinamis, maka perubahan
senantiasa terjadi, mengiringi dinamika sosial, ekonomi dan budaya masyarakat,
baik secara lokal, nasional maupun global. Hal ini mengakibatkan terjadinya
42. KOMITE INOVASI NASIONAL42
Am
onRa
Gambar 9. Model
Operasional Sistem
Inovasi Industri
Interaksi dan sinergi para aktor
inovasi adalah kunci terjadinya
inovasi. Lembaga-lembaga
IPTEK dan perguruan tinggi (PT)
bersinergi dengan pihak bisnis
(BUMN dan Industri Swasta)
dalam mengembangkan STI
mulai dari industri hulu sampai
ke industri hilir. Pemerintah
mendorong terjadinya proses
inovasi,
salah satunya, melalui
penyediaan insentif.
BUMN,
Swasta,
FDI
Pasar
DN/LN
PERAKITAN,
PENGEMASAN
PROSES
PRODUKSI
Lembaga
IPTEK
& PT
MATERIAL
dan
BAHAN BAKU
Pemerintah
InsentifInsentif
Investasi
Investasi
Investasi
Rp
Rp
Rp
Teknologi &
Manajemen
Teknologi &
Manajemen
Teknologi &
Manajemen
MODEL OPERASIONAL
SISTEM INOVASI INDUSTRI
43. INOVASI 1-747 43
Am
onRa
ko-evolusi antara produk inovasi dan selera masyarakat yang berujung pada
lahirnya inovasi baru. Ko-evolusi ini – antara pengetahuan dan teknologi dengan
selera dan kebutuhan masyarakat – secara alamiah telah mentransformasi model
inovasi triple helix menjadi model yang baru yang disebut quadruple helix, dimana
masyarakat masuk sebagai salah satu elemen penggerak roda inovasi.
Nilai-nilai Budaya AS dan Inovasi
Kewirausahaan (entrepreneurship) merupakan salah satu pilar paling
fundamental budaya AS, sebagaimana tampak keampuhannya pada kasus
klaster biotek San Diego. Elemen yang tak kalah penting adalah ‘’can-do spirit’’
atau sikap positif tentang kemampuan diri, yang bukan saja terbukti dapat
menyulap San Diego, bahkan mampu menerbangkan manusia ke Bulan, serta
membukukan sederet pencapaian spektakuler lainnya di bidang humaniora.
Baik entrepreneurship maupun can-do-spirit merupakan buah dari frontier
culture, yakni aspek unik masyarakat AS yang merefleksikan sebuah obsesi
untuk mencapai batas-batas terjauh dari kemampuan manusia. Frontier culture,
yang berakar dari nilai-nilai individualisme ini, secara karakteristik berasosiasi
kuat dengan dorongan untuk terus menerus melakukan perbaikan diri (self-
improvement). Secara tak sadar masyarakat AS bergerak—melalui improvisasi
diri—menuju figur ideal ‘’manusia-ciptaan-manusia’’ (self-made man), sosok
imajiner dalam budaya AS, yang merepresentasikan, atau sebagai bentuk
perayaan atas, kebebasan dan kekuasaan manusia dalam menentukan nasib serta
melawan determinasi (destiny). Nilai-nilai ini menjadi pondasi, bahkan prasyarat,
bagi tumbuh kembangnya inovasi dan innovation culture di AS. Semangat self-
improvement dan self-made man secara esensial mendorong masyarakat AS terus
‘’memberontak’’—mencipta—untuk mencapai titik terjauh (frontier).
Nilai-nilai ini juga sekaligus menjadi dasar bagi semangat kewirausahaan
(entrepreneurship). Frontier culture mengapresiasi, sekaligus memberi masyarakat
AS, kepercayaan atas kemampuan diri sendiri; yang pada tingkatan lebih tinggi,
berasosiasi dengan kecenderungan politik (political tendency) masyarakat AS
untuk percaya pada ‘’keperkasaan pasar.’’ Kasus klaster biotek San Diego, dimana
masyarakat secara swadaya mentransformasi kotanya, menunjukkan bahwa
mereka lebih suka inovasi yang didorong oleh kekuatan diri sendiri (bottom-up)—
oleh para technopreneur—ketimbang inovasi yang dikawal oleh Pemerintah (top-
down). Ada kepercayaan bahwa frontier atau ‘’titik terjauh’’ itu harus diciptakan
oleh aksi individu ketimbang oleh aksi kolektif, oleh ideal self-made man
ketimbang oleh nasionalisme industrial. Inilah mengapa entrepreneurs tumbuh
mekar di AS, tanpa satu negara tunggal mampu menyaingi, baik dari sisi jumlah
maupun pengaruhnya. Bill Gates dan Steve Jobs, misalnya, adalah segelintir ikon
wirausahawan individual AS bertaraf global. Kita juga menyaksikan masyarakat
AS sebagai penghasil paten paling produktif di dunia. Kunci dari akumulasi
kesuksesan AS di atas adalah resultante sinergis dari para aktor inovasi yang
meliputi universitas, industri, Pemerintah dan komunitas profesional.
44. KOMITE INOVASI NASIONAL44
Am
onRa
D. Quadruple Helix
Konsep quadruple helix melibatkan masyarakat luas (civil society) meliputi:
individu, asosiasi ataupun kelompok di luar akademisi, bisnis dan pemerintah
(Gambar 10). Perkembangan model ini sangat didukung oleh fenomena bottom
up melalui open innovation dari anggota masyarakat, yang dikenal dengan
istilah masyarakat industri (industrial society). Model ini juga disebut sebagai
pendekatan inovasi berorientasi pengguna (use-oriented innovation approach).
Apabila pada triple helix model, inovasi difokuskan untuk menghasilkan
produk inovasi berbasis teknologi tinggi yang diperoleh melalui riset, aktifitas
inovasi pada quadruple helix lebih fokus pada menciptakan inovasi dengan
mengaplikasikan pengetahuan dan teknologi yang sudah ada, dan memanfaatkan
pengguna pengetahuan itu sendiri (masyarakat). Perbedaan mendasar di antara
kedua model ini adalah dalam quadruple helix model, pengguna (users) sangat
dilibatkan dalam proses inovasi (open innovation). Dan hal ini menguntungkan
pengusaha Usaha Kecil Menengah (UKM) karena dapat mempersingkat waktu
inkubasi, dan meminimumkan biaya dan resiko yang berasosiasi dengan
pengembangan sebuah produk maupun servis baru.
Peranan open innovation sangat berkembang di Eropa dan Amerika
Serikat, di mana para stakeholders berkolaborasi dalam jaringan quadruple helix
society. Kehadiran open innovation dan elemen masyarakat dalam quadruple helix
model ini memberikan manfaat yang signifikan dalam menumbuhkembangkan
ide-ide inovatif dan mendorong berbagai eksperimen dan prototipe produk-
produk inovasi di pasar dunia. Ada lima elemen kunci peranan open innovation
dalam mekanisme model quadruple helix, yakni: a) terbentuknya jaringan
kemitraan; b) terjadinya kolaborasi yang melibatkan mitra, kompetitor, universitas
dan pengguna; c) munculnya para pengusaha berbasis enterprise, yang
meningkatkan corporate venturing, starts-up dan spin-off; d) Pengelolaan HKI
secara proaktif; dan e) berkembangnya strategi Connect and Develop (C&D) yang
bertujuan untuk mencapai tingkat competitive advantages di pasar. Pendekatan
model quadruple helix dinilai sangat berhasil dalam memberikan dampak ekonomi
di Eropah dan Amerika Serikat, karena pendekatan ini melibatkan banyak institusi,
pengkondisian atmosfir riset dan melibatkan banyak pebisnis dan masyarakat
(Lihat juga bahasan Open Innovation pada Bab Tiga tentang Model Bisnis Inovasi
Indonesia).
E. Potret Budaya Inovasi Indonesia
Pada era kontemporer saat ini budaya inovasi belum terbangun di
Indonesia, walaupun banyak peninggalan sejarah yang menunjukkan kemampuan
inovasi yang tinggi dari bangsa ini. Sekali lagi, pola pikir ‘’kalau bisa membeli,
kenapa harus membuat’’ masih mendominasi sebagian besar masyarakat.
Contoh, AC Nielsen Global Consumer Report menempatkan Indonesia sebagai
negara paling konsumtif terbesar ke-2 di dunia setelah Singapura. Salah satu
indikator adalah, nilai transaksi kartu kredit di Indonesia yang mencapai Rp 250
triliun pertahun, atau seperlima APBN. Selanjutnya, World Intellectual Property
Organization (WIPO) memasukkan Indonesia ke dalam kategori negara paling
malas mencipta (inventing), tercermin dari kecilnya angka registrasi paten. Pada
2009 temuan made in Indonesia yang dipatenkan hanya berjumlah enam buah,
atau tertinggal beribu-ribu kali lipat dibanding Jepang (224.795 paten) dan
Amerika Serikat (135.193 paten), menempatkan ranking paten Indonesia yang
terendah di antara negara-negara G-20.
45. INOVASI 1-747 45
Am
onRa
Model
Quadruple Helix
Akademisi
Masyarakat
Pemerintah
Bisnis
Gambar 10. Model
Quadruple Helix.
Konsep quadruple helix
melibatkan interaksi aktor
inovasi: Akademisi, Bisnis,
Pemerintah dan Masyarakat
serta sangat didukung oleh
fenomena bottom up melalui
open innovation dari anggota
masyarakat
46. KOMITE INOVASI NASIONAL46
Am
onRa
Ketersediaan SDA yang melimpah, pada kadar tertentu, merupakan
salah satu faktor yang membuat manusia Indonesia lebih suka menjual apa yang
dimiliki, dari pada mencipta apa yang tidak dimiliki (menjadi inventor). Keunggulan
komparatif SDA yang tidak ditangani secara visioner ini, telah menumbuhkan
mentalitas ‘’pencari rente’’ (rent-seeking), sebagai cara mudah mengantungi
keuntungan, dan diperburuk oleh sikap ‘nrimo’—kebalikan dari semangat self-
improvement-nya bangsa Amerika—yang benihnya telah ada di masyarakat.
Kondisi-kondisi ini kemudian beresonansi dengan rezim otoritarian-paternalistik
yang berkuasa selama tiga dekade, dimana kreatifitas dipasung, yang pada
gilirannya berkontribusi terhadap lemahnya inisiatif untuk berimprovisasi dan
berinovasi. Jika pun ada, inovasi di Indonesia, berseberangan dengan kasus
klaster biotek San Diego, lebih berorientasi pada inovasi yang dikawal Pemerintah
(government-led innovation), bukan tumbuh dari bawah (bottom-up).
Sikap anti-perubahan, tertutup, dan kecenderungan untuk ‘’bermain
aman’’ yang telah terlembagakan berpuluh-puluh tahun ini, berkontribusi
terhadap turunnya semangat berwirausaha (entrepreneurship), sebuah pilihan
yang menuntut kreatifitas dan keberanian mengambil risiko. Pada tahun 2012,
jumlah penduduk Indonesia yang terjun menjadi pengusaha hanya sekitar 2,7 juta
jiwa atau 1 persen total populasi; jauh lebih sedikit dibanding Amerika Serikat
yang memiliki 37,7 juta entrepreneurs atau 12 persen jumlah penduduk negeri
itu, angka terbesar di dunia. Sekali lagi, nilai-nilai budaya (worldview) menjadi
determinan: masyarakat Amerika dikenal memiliki sikap yang sangat toleran
terhadap kesalahan berbisnis (business failure). Di klaster IT Silicon Valley ada
guyonan: kekeliruan dalam menerapkan resep bisnis (teknik pemasaran, misalnya)
sangat diharapkan, bahkan ditunggu-tunggu kedatangannya! Penerimaan yang
luas terhadap business failure ini turut mendorong budaya risk-taking di negara
ini. Sementara di Indonesia, atmosfer yang dikembangkan selama beberapa
decade, terutama di sektor pendidikan dan parenting justru kurang mendorong
semangat bereksperimen dan sikap tidak takut salah. Tidak heran, misalnya,
pengusaha Indonesia cenderung untuk membeli teknologi lisensi asing dalam
proses produksi, dari pada berinvestasi dan mengambil risiko di Litbang teknologi
untuk menciptakan terobosan.
F. Membangun Budaya Inovasi
Pendekatan Triple Helix bila diterapkan di negara yang belum
mengandalkan inovasi, seperti Indonesia, akan susah berjalan. Setidaknya,
akan lebih banyak bergantung kepada Pemerintah sebagai regulator dan
fasilitator. Oleh karena itu, upaya pembangunan inovasi nasional tidak bisa hanya
mengandalkan pembangunan infrastruktur teknologi, tetapi secara simultan,
diperlukan upaya keras membangun dan menciptakan budaya inovasi dalam
masyarakat.
Kesadaran mengenai peran penting inovasi dan sistem inovasi yang
produktif untuk percepatan pertumbuhan ekonomi semakin disadari, setidaknya
di tingkat pemerintah pusat. Didirikannya Komite Inovasi Nasional (KIN) pada
tahun 2010 oleh Presiden RI merupakan sinyal positif munculnya mindset inovasi
di tingkat elite. Namun menjadi pertanyaan: apakah mindset ini merupakan
sebuah konsensus nasional yang akan terus diperjuangkan, dan menjadi visi
pembangunan jangka panjang Indonesia, atau sekadar gagasan periodikal yang
akan berganti dengan bergantinya pemerintahan? Katakanlah bahwa inovasi
telah menjadi mindset di tingkat elite, tetapi menjadi pertanyaan pula: Apakah
masyarakat memiliki mindset yang sama? Sehingga ketika inisiatif top-down
47. INOVASI 1-747 47
Am
onRa
dijalankan Pemerintah, masyarakat akan merespons dengan baik? Sebagaimana
dijelaskan di muka, budaya berinovasi belum terbangun mapan di negeri ini.
Karena itulah secara bersamaan, seiring dengan upaya top-down
Pemerintah, perlu dilakukan upaya membangun mindset inovasi di tengah-
tengah masyarakat, sehingga mindset ini akan selalu ada dan tidak terpengaruh
oleh pergantian pemerintahan. Upaya ini dapat dilakukan dengan melakukan
penguatan inovasi terhadap simpul-simpul strategis pada elemen-elemen civil
society. Simpul-simpul ini adalah bagian dari masyarakat yang selalu ada (exist),
memiliki peran besar, dan/atau kelak memegang tampuk kepemimpinan bangsa
di masa mendatang, antara lain: Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), pers,
perguruan tinggi, Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas), berbagai asosiasi
profesi, dan/atau asosiasi-asosiasi bisnis. Pembentukan jaringan atau komunitas
inovasi di antara dan untuk, elemen-elemen ini perlu dilakukan guna menebar
‘’virus-virus inovasi’’.
Budaya inovasi suatu bangsa tidak tumbuh dengan sendirinya, tetapi
merupakan evolusi budaya masyarakat yang berkembang, baik melalui pendidikan
formal maupun informal (Gambar 11). Karya kreatif, publikasi, dan paten
yang dihasilkan oleh perguruan tinggi atau lembaga riset telah bermunculan.
Namun secara kuantitas masih belum menunjukkan hasil yang menggembirakan
dan masih kecil dampak inovasi terhadap pertumbuhan ekonomi. Untuk itu,
diperlukan sistem pendidikan yang dapat menumbuhkembangkan budaya inovasi.
Sistem pendidikan tersebut hendaknya memperhatikan kearifan dan budaya lokal
sebagai landasan kreativitas dan budaya inovasi bangsa.
Untuk mencapai sasaran tersebut perlu diambil langkah-langkah:
1. Revitalisasi Sistem Pendidikan yang mengedepankan budaya sustainability
development menuju keadaban, kemanfaatan, kesejahteraan dan kebahagiaan
serta penghargaan terhadap riset dan inovasi.
2. Standardisasi evaluasi kependidikan dan kurikulum pendidikan dasar,
menengah/kejuruan dan pendidikan tinggi yang bersifat discovery learning,
dengan menguatkan unsur kreatifitas peserta didik yang sudah berasimilasi
dengan nilai-nilai kearifan lokal, dan yang sudah memperhatikan kebutuhan
industri.
3. Mensosialisasikan Budaya Invensi dan Budaya Inovasi melalui: (1) Pusat
Inkubator Teknologi di tiap daerah, dan (2) Optimalisasi infrastruktur TIK
jaringan pendidikan nasional agar pembudayaan karakter inovasi tumbuh
secara alamiah serta menjangkau seluruh peserta didik dan masyarakat di
wilayah Indonesia.
4. Memperkokoh aktor untuk meningkatkan Science & Technology Readiness
dan infrastruktur S&T berdaya saing, berharkat dan bermartabat untuk
kemakmuran bangsa.
5. SISTEM INOVASI NASIONAL UNTUK TRANSFORMASI EKONOMI
Inovasi merupakan sebuah fenomena kompleks yang melibatkan
produksi, difusi dan translasi dari pengetahuan teknologi menjadi sebuah produk
atau proses yang baru yang telah mengalami perbaikan yang signifikan dan
bernilai tambah. Konsep inovasi mengalami beberapa kali perubahan mulai dari
Schumpeter (1934), yang menekankan pada sistem dan metode produksi untuk
menghasilkan barang yang bermutu; kemudian OECD (1994), menekankan
bahwa inovasi tidak saja pengembangan dan produksi tetapi juga aspek
marketing dan komersialisasi produk yang dihasilkan; dan Oslo Manual (2005),
menegaskan dan menyempurnakan makna inovasi dengan menekankan pada
48. KOMITE INOVASI NASIONAL48
Am
onRa
Gambar 11. Model
bottom-up untuk
penciptaan budaya
inovasi.
Masyarakat
Berbasis
Inovasi
Pertumbuhan ekonomi
berkesinambungan yang
berbasis inovasi
Adopsi hasil inovasi
dalam negeri sehingga
menjadi budaya
Lahirnya inovasi
(Innovated in Indonesia)
R&D Inovasi dan
Sarana Pendukung
Market oriented R&D
dan kerja sama riset
multinasional, ICT
Sumber Daya Alam
Unggulan nasional &
daerah
IKM
Kemudahan & fleksibilitas
penggunaan dana publik :
minimalisasi rintangan
birokrasi, produk
berorientasi public
demand
Pengembangan
Sumber
Daya Manusia
Pendidikan dan
pelatihan, formal
dan non formal
DUKUNGAN PEMERINTAH
(Peraturan perundang-undangan
yang mendukung aktifitas R&D inovasi,
insentif, inisiatif, kebijakan, dll.)
PEMBENTUKAN/SOSIALISASI BUDAYA INOVASI
(Kebutuhan publik, invensi, inovasi,
budaya menghargai dan memanfaatkan hasil inovasi dalam negeri,
budaya pola hidup sustainable, pendidikan, dll.)
49. INOVASI 1-747 49
Am
onRa
pengembangan suatu produk dalam bentuk barang, jasa dan metode pemasaran
dan pengorganisaasi yang baru dan mengalami perbaikan yang sangat siginifikan
yang diterapkan dalam praktek bisnis. Konsep inovasi berkembang sesuai dengan
kebutuhan zaman dan perkembangan tentang proses inovasi itu sendiri. Proses
inovasi melibatkan hubungan interaktif antara berbagai aktor inovasi yang
mengikuti jalur non linear yang dikarakterisasi dengan mekanisme umpan balik
yang sangat kompleks.
Proses inovasi pada dasarnya merupakan interaksi berbagai aktor inovasi
dari kalangan triple helix yaitu akademisi, pebisnis dan pemerintahan. Dengan
tumbuhnya inisiatif masyarakat dalam menghasilkan karya-karya inovatif, unsur
komunitas mau tidak mau menjadi bagian dari aktor inovasi. Hal inilah yang
mendorong terjadinya modifikasi model triple helix menjadi quadruple helix.
Proses inovasi baik dalam model triple helix maupun quadruple helix, terjadi
secara sistemik bukan di dalam fase-fase yang terisolasi. Interaksi terjadi antar
seluruh aktor inovasi dalam ekosistem inovasi sebagai sebuah sistem yang saling
terkait satu sama lain, dengan sistem umpan balik yang berfungsi. Inilah yang
menjadi konsep dasar terbentuknya sebuah Sinas. Pendekatan Sinas menjadi salah
satu fondasi untuk mendesain hubungan yang kompleks antara beberapa institusi
inovasi yang terikat di dalam proses inovasi.
Sistem Inovasi Nasional dapat digambarkan sebagai sekumpulan institusi
yang saling bersinergi, membangun dan mendifusikan teknologi di dalam satu
kerangka acuan, yang merupakan kebijakan pembangunan inovasi nasional.
Terlihat jelas bahwa performansi kinerja inovasi dalam sebuah sistem ekonomi
tidak saja bergantung kepada masing-masing institusi yang bekerja secara sendiri-
sendiri, tetapi kepada bagaimana masing-masing institusi ini saling bersinergi
di dalam sebuah sistem. Dalam Sinas ini, Pemerintah memegang peranan
penting untuk memicu terjadinya proses inovasi. Dengan Sinas, Pemerintah
Indonesia akan memiliki konsep, kebijakan dan rencana aksi yang terukur dan
implementabel untuk mengoptimalkan pemanfaatan seluruh sumber daya mulai
dari tingkat kabupaten, provinsi, hingga tingkat nasional.
Pengalaman pada Korea Selatan dan negara-negara advanced economy
lainnya menunjukkan bahwa, produktivitas negara hanya dapat meningkat melalui
kontribusi inovasi (teknologi) yang signifikan. Richard R. Nelson menegaskan
bahwa perkembangan yang cepat di berbagai negara tersebut adalah akibat
adanya kesepahaman dan keselarasan langkah para aktor inovasi yang diatur
dalam Sinas. Komponen-komponen Sinas terdiri atas akademisi (pendidikan dan
penelitian), pelaku industri, Pemerintah dan komunitas, yang secara bersama-
sama mendorong terjadinya aktifitas STI, menunjang pertumbuhan ekonomi
melalui penguatan infrastruktur dan industri inovasi. Singkatnya, inovasi—dalam
skala massif dan kontinyu—hanya dapat terwujud dengan adanya Sinas yang
mapan di suatu negara. Apa yang menyebabkan Sinas sedemikian krusial sehingga
dijadikan jembatan transformatif menuju negara maju?
Ide tentang Sinas, dan inisiatif penguatan Sinas, berawal dari
keingintahuan mendasar: ‘’bagaimana inovasi muncul, dan seperti apa
prosesnya?’’ Kemudian, diikuti pertanyaan selanjutnya: ‘’bagaimana agar inovasi
dapat muncul secara berkesinambungan dan, pada gilirannya, memiliki dampak
ekonomi yang signifikan?’’
Inovasi tidak datang tiba-tiba, melainkan lahir sebagai hasil dari sinergi
yang kompleks antara para aktor di dalam sistem inovasi. Melalui sinergi ini
knowledge disebar, diperbarui, dan dimanfaatkan oleh para pelaku inovasi
guna menghasilkan teknik dan/atau produk baru (inovasi). Dengan kata lain,
keberadaan aliran knowledge merupakan komponen penting dalam proses
50. KOMITE INOVASI NASIONAL50
Am
onRa
terjadinya inovasi, dan salah satu cara untuk meningkatkan aliran knowledge,
sekaligus meningkatkan penggunaan knowledge dalam sektor ekonomi dan sosial
masyarakat, melalui Sinas.
Bahkan, lebih dari sekedar wahana ‘’interaksi’’, Sinas adalah sebuah
entitas organisasi dan jaringan yang kompleks. Sinas melibatkan setidaknya empat
pilar, yang kesemuanya harus berkoordinasi—tidak sekadar ‘’berinteraksi’’, tapi
berkolaborasi secara harmonis—untuk menjamin keberlangsungan inovasi dan
dampak ekonominya, yakni:
1. Institusi penghasil teknologi. Pada pilar ini, terdapat sejumlah isu spesifik yang
berkaitan dengan inovasi, seperti: penjaminan mutu dan sertifikasi produk
teknologi; standar, ukuran dan pengujian produk teknologi; perlindungan Hak
atas Kekayaan Intelektual (HKI); pendanaan Litbang; konsultasi teknologi dan
manajemen;
2. Institusi pendidikan (isu-isu spesifik terkait, misalnya: pendidikan dasar yang
komprehensif; pendidikan menengah terkait aplikasi teknologi; pelatihan
vocational; pendidikan tinggi bidang perekayasaan dan manajemen);
3. Perusahaan/korporasi (isu-isu spesifik terkait, antara lain: pembelajaran
teknologi; pengembangan skilled human capital dan aliansi teknologi/
pengetahuan; Litbang dan kemitraan Litbang);
4. Institusi penghasil regulasi dan insentif (isu-isu spesifik terkait, misalnya:
regulasi ekonomi makro, insentif promosi industri dan ekspor, regulasi
pengelolaan SDA, fiskal, pajak dan perdagangan, HKI, infrastruktur ekonomi,
alih teknologi, standar internasional, persaingan sehat, nilai dan sikap mental,
serta keterbukaan).
Tampak bahwa implementasi inovasi merupakan proses kompleks
yang membutuhkan harmonisasi pelbagai kebijakan dan strategi dari banyak
sektor. Jika hal itu terpenuhi, inovasi akan terjadi secara berkesinambungan dan
akan berkontribusi secara signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi negara.
Singkatnya, titik berat fungsi Sinas adalah: melakukan harmonisasi, sekaligus
memfokuskan arah inovasi ke arah yang lebih konvergen melalui konsolidasi
seluruh elemen ekosistem inovasi untuk meningkatkan produktivitas bangsa.
A. Produktivitas Bangsa Menuju Keunggulan Kompetitif
Mengacu pengalaman negara-negara maju, terdapat tiga faktor produksi
yang telah menggantikan peran kuno land, labour dan capital dan menjadi
penentu pertumbuhan dalam era Ekonomi Inovasi saat ini, yakni: modal finansial
(capital), sains dan teknologi (S&T), dan modal manusia (human capital) (Gambar
12). Ketiadaan faktor konvensional ‘’land’’ dalam Ekonomi Inovasi menunjukkan
bahwa bahan baku utama pertumbuhan tidak lagi sumber daya alam (natural
resources), tetapi knowledge—STI—yang dikombinasikan dengan suntikan
kapital. Singapura dan Jepang, dua negara yang miskin sumber daya alam, telah
membuktikan hal ini.
Jelas bahwa faktor-faktor produksi baru tersebut (capital, S&T, dan
human-capital) merupakan komponen kunci peningkatan produktivitas negara
untuk percepatan dan transformasi ekonomi – target yang ingin diwujudkan
Indonesia. Peningkatan produktivitas menuju keunggulan kompetitif dicapai
dengan memperkuat kemampuan sumber daya manusia berbasis inovasi. Warisan
ekonomi berbasis sumber daya alam yang bertumpu pada labor intensive, perlu
ditingkatkan secara bertahap menuju skilled labor intensive dan kemudian
menjadi human capital intensive. Peningkatan kemampuan modal manusia yang
51. INOVASI 1-747 51
Am
onRa
Pengetahuan
Peningkatan
Pertumbuhan
Ekonomi
Produktivitas
dan
Daya Saing
Peningkatan
Kesejahteraan
Bangsa
Land
Labor
Capital
Produk
(Barang
& Jasa)
Faktor-faktor
Produksi
Proses
Peningkatan
Kesejahteraan
Melalui Inovasi
Gambar 12. Proses
Peningkatan
Kesejahteraan Melalui
Inovasi.
Dalam Ekonomi Inovasi bahan
baku utama pertumbuhan
tidak lagi sumber daya alam,
tetapi ilmu pengetahuan—
STI—yang dikombinasikan
dengan suntikan
financial dan human capital.
52. KOMITE INOVASI NASIONAL52
Am
onRa
menguasai Iptek ditempuh terutama melalui sistem pendidikan tinggi, penelitian
dan pengembangan (Litbang), rekayasa, dan pusat pendidikan dan latihan
(Pusdiklat) berbasis inovasi. Modal manusia yang berkualitas ini sangat diperlukan
ketika Indonesia memasuki tahap innovation-driven economy untuk mencapai visi
bangsa (Gambar 13).
B. Visi Bangsa sebagai Platform Nasional
Visi Pemerintah Indonesia atau yang dikenal dengan sebutan Visi
Indonesia 2025 adalah menjadi negara maju pada tahun 2025 (Gambar 14).
Untuk mempercepat pencapaian visi ini, Pemerintah telah meluncurkan program
Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI),
sebagai pelengkap Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN)
(Gambar 15). MP3EI terdiri atas 8 program dan 22 kegiatan ekonomi. Delapan
program tersebut adalah: 1. Industri Manufaktur, 2. Pertambangan, 3. Pertanian,
4. Kelautan dan Perikanan, 5. Pariwisata, 6. Telekomunikasi, 7. Energi, dan 8.
Strategi Pembangunan Regional. Semua program ini membutuhkan investasi yang
besar baik dari dalam maupun luar negeri.
Simulasi Visi Indonesia-2025
Pertumbuhan ekonomi yang berkualitas hanya dapat dicapai bila didukung
oleh tingkat inovasi yang berkesinambungan. Tingkat inovasi yang mencapai 18%
dapat mendukung pertumbuhan ekonomi yang pada tahun 2025 diprediksi akan
mencapai sekitar 16.000 dolar AS (Gambar 16). Dalam simulasi ini, beberapa
asumsi dibuat dengan menggunakan tren pertumbuhan ekonomi Korea dengan
faktor inovasi yang embedded di dalam pertumbuhan ekonominya pada rentang
tahun 1970-1990. Korea pada tahun 1970 memiliki PDB sebesar 254 dolar AS
dengan dukungan faktor teknologi sebesar 12.8%. Pada tahun 1990 PDB Korea
meningkat menjadi 6147 dolar AS, dengan dukungan teknologi sebesar 55.4%.
Di tahun 1970-an Korea membangun kekuatan ekonominya dengan bergantung
kepada produk-produk yang dihasilkan dengan menggunakan teknologi rendah,
seperti tekstil, industri kecil dan produk-produk pertanian. Kemudian pada awal
tahun 1990-an Korea merubah strategi pembangunan ekonominya dari teknologi
rendah ke teknologi tinggi dan perusahaan besar.
Berdasarkan data PDB per kapita yang ada, dapat dilakukan pemetaan
untuk memprediksi kondisi Indonesia mulai tahun 2010 sampai 2025. Jika
pertumbuhan ekonomi dicanangkan sebesar 6.35% rerata pertahun tanpa
memasukkan faktor inovasi, maka pada tahun 2025 PDB Indonesia akan
mencapai 6070 dolar AS (kurva merah pada Gambar 16). Namun jika faktor
inovasi dimasukkan ke dalam asumsi pertumbuhan ekonomi, maka pertumbuhan
ekonomi Indonesia dapat dipacu hingga 9%-10%, dan pada tahun 2025 PDB
Indonesia akan mencapai 17003 dolar AS.
Komite Inovasi Nasional melihat bahwa target visi 2025, dengan PDB di
atas 16,000 dolar AS bukanlah hal mustahil untuk dicapai bangsa ini. Indonesia
memiliki potensi yang luar biasa untuk menjadi salah satu kekuatan ekonomi
dunia. International Monetary Fund (IMF), yang pernah meremehkan kebijakan
pembangunan Indonesia, justru sekarang memperkirakan ekonomi Indonesia
akan tumbuh menjadi 1.5 triliun dolar AS pada akhir 2015. Lebih lanjut Mc
Kinsey Global Institute pada tahun 2012 menerbitkan laporan yang memprediksi
potensi peningkatan peluang pasar (dalam sektor pelayanan konsumer, pertanian,
53. INOVASI 1-747 53
Am
onRaVISI 2025
2010
2014
2025*
PDB: ~720 juta US$
PDB per kapita: ~3.000 US$
Kekuatan 16 besar ekonomi dunia
PDB: ~1.206 juta US$
PDB per kapita: ~4.803 US$
Kekuatan 14 besar ekonomi dunia
*perkiraan tidak resmi pemerintah. Asumsi
pertumbuhan riil antara 7 - 8 % per tahun
PDB: ~3.760-4.470 juta US$
PDB per kapita: ~12.855-16.160 US$
Kekuatan 12 besar ekonomi dunia
Sudah termasuk kategori
negara berpendapatan tinggi
PENINGKATAN PRODUKTIVITAS
MENUJU KEUNGGULAN KOMPETITIF
Keunggulan
arageN Peningkatan
Produktivitas
Warisan Ciptaan
Kekayaan Negara
Ekonomi Berbasis SDA
Factor Driven Investment Driven Innovation Driven
isavonIsisabreBimonokEirtsudnIsisabreBimonokE
imonokEnaupmameKnatakgnineP
• Sumber Daya Alam
• Labor intensive
• Capital and Technology
• Skilled Labor intensive
• Innovation
• Human Capital intensive
Kompetitif
Komparatif
Gambar 13. Peningkatan
Produktivitas Menuju
Keunggulan Kompetitif.
Peningkatan produktivitas
negara untuk menuju
keunggulan kompetitif
dicapai dengan memperkuat
kemampuan sumber daya
manusia berbasis inovasi.
Warisan ekonomi berbasis
sumber daya alam yang
bertumpu pada labor
intensive, perlu ditingkatkan
secara bertahap menuju skilled
labor intensive dan kemudian
menjadi human capital
intensive. (Sumber: modifikasi
dari BKPM)
Gambar 14. Visi
Indonesia 2025.
Visi Indonesia 2025 adalah
“Mendorong Indonesia
menjadi negara maju di
tahun 2025 dan menjadi
kekuatan ekonomi 12 besar
dunia melalui pertumbuhan
ekonomi tinggi yang inklusif
dan berkelanjutan”. (Sumber:
MP3EI, 2011)
54. KOMITE INOVASI NASIONAL54
Am
onRa
Gambar 15. Pentahapan
Pembangungan RPJPN
2005-2025
Gambar 16. Simulasi Visi
2025, PDB per kapita
Purchasing Power Parity
(PPP) dalam USD
Pentahapan Pembangungan
RPJPN 2005-2025
Menata kembali
NKRI, membangun
Indonesia yang
aman dan damai,
yang adil dan
demokratis,
dengan tingkat
kesejahteraan
yang lebih baik
RPJM 1
2005-2009
Memantapkan
penataan kembali
NKRI, meningkatkan
kualitas SDM,
membangun
kemampuan Iptek,
memperkuat daya
saing perekonomian
RPJM 2
2010-2014
Memantapkan
pembangunan secara
menyeluruh dengan
menekankan
pembangunan
keunggulan
kompetitif
perekonomian yang
berbasis SDA yang
tersedia, SDM yang
berkualitas, serta
kemampuan iptek
RPJM 3
2015-2019
Mewujudkan
masyarakat
Indonesia yang
mandiri, maju, adil
dan makmur melalui
percepatan
pembangunan di
segala bidang
dengan struktur
perekonomian yang
kokoh berlandaskan
keunggulan
kompetitif
RPJM 5
2020-2024
PDB per kapita PPP dengan pertumbuhan rerata 6.35%
PDB per kapita PPP dengan Inovasi rerata 18.87%
PDB per kapita PPP real value
PDBperkapitaPPP(USD)
Tahun
55. INOVASI 1-747 55
Am
onRa
perikanan, sumber daya, pendidikan, dan sebagainya) dari 0.5 triliun dolar AS
menjadi 1.8 triliun dolar AS pada tahun 2030.
Untuk dapat meningkatkan PDB 4 hingga 5 kali lipat dalam tempo
kurang dari 15 tahun, sebagaimana ditargetkan dalam Visi Indonesia 2025, maka
produktivitas menjadi faktor penentu utama. Sayangnya saat ini produktivitas
Indonesia di pelbagai sektor utama tidaklah tinggi, salah satunya, disebabkan oleh
kontribusi inovasi (teknologi) yang minim dalam proses produksi. Pertumbuhan
(growth) masih cenderung bersandar kepada eksploitasi sumber daya alam
mengandalkan faktor produksi konvensional tanah, tenaga kerja, dan modal
yang berkontribusi 94,7 persen dalam keseluruhan proses produksi nasional
(tahun 2010). Kontribusi inovasi (teknologi) yang rendah, hanya 5,3 persen, telah
terbukti berdampak terhadap kurang maksimalnya pertumbuhan ekonomi.
Sebagai contoh, sektor pertanian yang sebagian besar masih menerapkan teknik
tradisional, hanya mampu menyumbang 15 persen PDB meski menyerap 38
persen tenaga kerja. Bandingkan dengan sektor industri yang relatif teknologi-
intensif dan bernilai tambah tinggi, walaupun hanya menyerap 13 persen pangsa
buruh, namun berkontribusi 27 persen terhadap PDB. Demikian pula pada sektor
jasa yang seringkali mengandalkan inovasi agar bertahan hidup, menyerap 2
persen tenaga kerja tetapi mampu menyumbang 7 persen PDB (Gambar 17).
Pengalaman beberapa negara seperti Finlandia, Tiongkok, India,
Korea dan Malaysia menunjukkan adanya peran aktif lembaga-lembaga
eksekutif, legislatif, dan yudikatif dalam mencari kesepakatan dan komitmen
bersama untuk melaksanakan visi negara. Visi ini tentunya didesain secara
sistematik dan terencana dengan konsep kerangka kerja yang baik, strategis
dan sesuai dengan potensi sumber daya yang tersedia, dan dengan selalu
mempertimbangkan pendekatan-pendekatan sosio dan tekno-ekonomi yang
dapat dipertanggungjawabkan. Visi negara ini juga harus disosialisasikan kepada
kalangan akademisi/peneliti, pengusaha, komunitas profesi dan masyarakat
luas. Dengan demikian seluruh komponen bangsa dalam model quadruple
helix dapat memahami kemana arah pembangunan bangsa ini. Bagi Indonesia,
tekad mencapai kemandirian teknologi inovasi dapat menjadi common goal dan
sekaligus platform nasional yang akan dicapai oleh seluruh rakyat Indonesia.
Pemerintah berkewajiban secara proaktif memasyarakatkan visi ini ke berbagai
jajaran mulai dari tingkat kementerian, provinsi, kabupaten, kecamatan sampai
tingkat pemerintahan yang paling bawah.
Pengemasan PPJPN, MP3EI dan Inisiatif Inovasi 1-747 sangat diperlukan
untuk mengembangkan institusi yang mampu mengelola dan sekaligus
memperkuat para aktor STI, untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi
yang berkelanjutan di Indonesia. Demikian pula upaya sinergi antar berbagai
komponen perlu digalakkan, dan untuk itu diperlukan adanya kepemimpinan
yang kuat dan berwawasan sosio dan tekno-ekonomi yang komprehensif. Dalam
pidatonya pada perayaan Hari Kebangkitan Teknologi Nasional, tanggal 11
Agustus 2014, Wakil Presiden Budiono mengungkapkan: keberhasilan inovasi
Indonesia sangat bergantung pada pemecahan kendala utama penghambat
kemajuan inovasi di Indonesia, yakni kurangnya sinergitas dan tingginya ego-
sektoral diantara para aktor inovasi. Penciptaan sinergi dan penghancuran ego-
sektoral tidak akan terjadi secara kebetulan, tetapi harus diupayakan, ditata dan
direncanakan melalui sebuah strategi pembangunan inovasi Indonesia.
56. KOMITE INOVASI NASIONAL56
Am
onRa
Gambar 17. Transformasi
Ekonomi Berbasis Inovasi
Produktivitas menjadi faktor
penentu utama dalam
pencapaian Visi Indonesia
2025. Saat ini Indonesia
memiliki produktivitas yang
rendah di pelbagai sektor
utama, salah satunya,
disebabkan oleh
kontribusi inovasi (teknologi)
yang minim dalam proses
produksi. Pertumbuhan masih
cenderung bersandar kepada
eksploitasi sumber daya alam
mengandalkan faktor
produksi konvensional tanah,
tenaga kerja (buruh), dan
modal. Inovasi dan teknologi
dibutuhkan untuk mendorong
transformasi Ekonomi Berbasis
Inovasi di setiap tahap.
Transformasi Ekonomi
Berbasis Inovasi
Transformasi perkembangan ekonomi sebuah Negara
Inovasi dan Teknologi
Pertanian Industri
Berbasis
Inovasi
Berbasis
Pengetahuan
Kondisi Indonesia
saat ini
Sektor Pertanian
38% Tenaga Kerja
15% GDP
Sektor Industri
13% Tenaga Kerja
27% GDP
Jasa Keuangan, Real Estate,
dan Bisnis
2% Tenaga Kerja
7% GDP
Inovasi dan teknologi dibutuhkan untuk
mendorong transformasi di setiap tahap
60. KOMITE INOVASI NASIONAL60
Am
onRa
STRATEGI PEMBANGUNAN INOVASI INDONESIA
1. MENINGKATKAN KEMAMPUAN INOVASI BANGSA
Upaya-upaya mencapai visi Indonesia 2025 telah dilakukan Pemerintah
secara bertahap melalui Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 1
(2005–2009), RPJM 2 (2010-2014), dan dilanjutkan dengan RPJM 3 hingga RPJM 5
(2020-2024). Pada RPJM 1 Pemerintah fokus pada upaya-upaya penataan kembali
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), membangun Indonesia yang aman
dan damai, yang adil dan demokratis dengan tingkat kesejahteraan yang lebih
baik. Sedangkan dalam RPJM 2 Pemerintah mengarahkan perhatiannya secara
sungguh-sungguh pada target memantapkan upaya penataan kembali NKRI,
meningkatkan kualitas SDM, membangun kemampuan Iptek, dan memperkuat
daya saing perekonomian bangsa; seirama dengan usaha peningkatan
produktivitas nasional melalui perbaikan kemampuan Iptek dan kualitas SDM
untuk meningkatkan daya inovasi.
Tekad Pemerintah untuk mencapai masyarakat adil dan makmur
melalui peningkatan kemampuan teknologi dan inovasi tercermin secara jelas,
diantaranya melalui arahan Presiden Republik Indonesia pada pertemuan Tapak
Siring, 21 April 2010, yang antara lain dikemukakan: a) Perlunya peningkatan
infrastruktur ekonomi termasuk infrastruktur Iptek di seluruh wilayah tanah
air; b) pembangunan “connectivity” baik fisik maupun TIK; c) perlunya upaya
inovasi teknologi secara besar-besaran dan terencana yang dihasilkan oleh
seluruh komponen aktor inovasi: Pemerintah, peneliti/akademisi, pengusaha dan
masyarakat; d) pentingnya upaya perbaikan secara sungguh-sungguh terhadap
iklim investasi; dan e) peningkatan produktivitas nasional. Selain hal di atas,
diperlukan usaha untuk memperbaiki peraturan dan perundang-undangan untuk
meningkatkan ruang gerak investasi sektor riil terutama manufaktur dalam
rangka mendorong tumbuhnya investasi produktif. Telah diuraikan sebelumnya,
untuk mencapai pertumbuhan ekonomi berkelanjutan, faktor inovasi dan ekologi
memegang peranan penting dan harus menjiwai sistem ekonomi nasional.
Untuk itu Indonesia harus melakukan upaya transformasi menuju ke Low
Carbon Society yang berbasis “Green Industry and Green Growth”, seperti yang
dicanangkan Presiden RI dalam Konferensi Climate Change di Bali tahun 2007 dan
di Kopenhagen tahun 2009.
Sejauh ini, Indonesia masih belum optimal mengelola STI berdasarkan
paradigma technoeconomic untuk pengembangan ekonomi. Sebagai contoh,
masih rendahnya elemen Total Factor Productivity (TFP) yang merupakan
komponen intangible dari sebuah total output sistem dan faktor produksi
suatu negara. Dua komponen lainnya bersifat tangible, yaitu labor dan kapital.
61. INOVASI 1-747 61
Am
onRa
Meningkatnya kontribusi TFP merupakan indikasi utama adanya peningkatan
kuantitas dan kualitas modal manusia (human capital), serta meningkatnya
kontribusi STI dalam faktor produksi negara. Gambar 18 menunjukkan bahwa
antara tahun 1980-2000, kontribusi TFP terhadap pertumbuhan PDB (%) Indonesia
adalah terendah di banding negara-negara yang tergabung di dalam Association
of South East Asia Nations (ASEAN) lainnya, bahkan mencapai nilai negatif (-0.80).
Nilai kontribusi TFP negatif tersebut menunjukkan rendahnya efisiensi dan
produktivitas perekonomian Indonesia, artinya nilai input lebih besar dari nilai
ouput produksi. Indikator strategis lainnya adalah terjadinya peningkatan upah
buruh yang diikuti oleh peningkatan produktivitas dan kualitas pekerjaan – pada
faktor ini Indonesia juga masih rendah.
Untuk itu Indonesia harus memiliki grand design pengembangan ekonomi
berkelanjutan dengan mengembangkan human capital berbasis STI dan ekologi
secara komprehensif. Diperlukan juga kebijakan yang tepat untuk menarik
direct domestic investment (DDI) maupun foreign direct investment (FDI) dan
mengarahkannya pada kegiatan ekonomi yang tepat.
Pengalaman di berbagai negara menunjukkan bahwa budaya berinovasi
dilakukan mulai dari kegiatan pendidikan, penelitian sampai ke proses produksi
melalui suatu proses sinergis yang berkesinambungan, bukan interupted. Ke
depan, Indonesia harus berupaya mengembangkan apa yang dikenal dengan
innovation-driven Research and Development management untuk menjaga
kesinambungan proses penguatan inovasi di berbagai bidang. Hal ini penting
dalam rangka memperkuat capacity building untuk pengembangan berbagai
bidang STI.
Penyiapan unsur-unsur pendukung pembangunan STI suatu bangsa
membutuhkan kerja keras secara terus menerus dan investasi yang besar.
Masalah pendanaan untuk pengembangan STI selalu merupakan kendala utama,
khususnya di negara-negara sedang berkembang. Namun, urgensi pembangunan
ekonomi inovasi Indonesia saat ini sudah berada pada tahap sangat mendesak,
sehingga diperlukan keberanian Pemerintah untuk mengalokasikan dana dalam
jumlah yang signifikan, karena pendanaan merupakan faktor kritis penentu
keberhasilan pengembangan STI suatu bangsa.
A. Pendanaan sebagai Faktor Kritis
Dalam hal jumlah pendanaan R&D dan infrastruktur Iptek, Indonesia relatif
masih sangat rendah dibanding negara-negara ASEAN, sebagaimana tercermin
dalam angka indikator competitiveness yang diterbitkan oleh WEF (Gambar 19).
Upaya peningkatan anggaran R&D merupakan faktor kritis, sekaligus tantangan
tersendiri dan menjadi isu yang sangat penting untuk direkomendasikan, karena
Indonesia, dari banyak negara di dunia, termasuk yang masih memiliki proporsi
dana R&D yang sangat rendah dalam beberapa dekade belakangan ini (Gambar
20). Perlu dicatat bahwa kegagalan dalam berinvestasi pada R&D sekarang, akan
menyebabkan hilangnya pertumbuhan di masa depan; yang merupakan suatu
kemunduran yang tidak dapat dibalik dengan cepat, dan akan sangat merugikan.
Hal inilah yang mendorong KIN menempatkan faktor peningkatan dana R&D
sebagai butir pertama dalam rekomendasi Inisiatif Inovasi 1-747.
62. KOMITE INOVASI NASIONAL62
Am
onRa
Gambar 18. Konstribusi
Total Factor Productivity
(TFP) Terhadap
Pertumbuhan PDB
Beberapa Negara ASEAN.
Kontribusi TFP terhadap
pertumbuhan PDB (%)
Indonesia adalah terendah
di banding negara-negara
ASEAN lainnya, menunjukkan
rendahnya efisiensi dan
produktivitas perekonomian
Indonesia. (Sumber: Hill et. al.,
2012)
Konstribusi Total Factor
Productivity terhadap
Pertumbuhan PDB beberapa
negara ASEAN.
Kontribusi TFP terhadap Pertumbuhan GDP %
Trend dalam GDP dan Pertumbuhan TFP (1980-2006, %)
Period
1980-1984
1985-1989
1990-1994
1995-1999
1980-2000
Indonesia
-0.32
-0.47
0.82
3.67
-0.80
Malaysia
-0.03
0.20
3.36
0.32
1.16
Philippines
-2.34
0.49
-1.58
1.03
-0.37
Thailand
0.37
3.66
2.14
-2.16
1.00
Viet Nam
-
2.09
4.31
3.36
3.41
TFP
1980 1985 1990 1995 2000 2005
GDP
16.0
12.0
8.0
4.0
0.0
-4.0
-8.0
-12.0
-16.0
63. INOVASI 1-747 63
Am
onRa
Indeks daya saing Indonesia
Negara
Singapura
Malaysia
Brunei
Thailand
Indonesia
Filipina
Vietnam
Peringkat
2010-2011
3
26
28
38
44
85
59
Peringkat
2011-2012
2
21
28
39
46
75
65
Peringkat
2012-2013
2
25
28
38
50
65
75
Peringkat
2013-20143
2
24
26
37
38
59
70
Rankoutof118(invertedscale)
1
21
41
61
81
101
2006-2007 2007-2008 2008-2009 2009-2010 2010-2011 2011-2012 2012-2013 2013-2014
Indonesia +19
Philippines +19
Vietnam -1
Cambodia +23
Thailand -5
Singapore +6
Malaysia -4
Rank change
since 2006
7
6
5
4
3
2
1
Institutions
Infrastructure
Macroeconomic
environment
Health and
primary
education
Higher education
and training
Goods market
efficiency
Labor market efficiency
Innovation
Business
sophistication
Market size
Technological
readiness
Financial market
development
Indonesia Efficiency-driven economies
1 2 3
Transition
1-2
Transition
2-3
Factor
driven
Efficiency
driven
Innovation
driven
Stage of development
INDONESIA
Gambar 19. Indeks daya
saing Indonesia.
Setelah tiga tahun mengalami
penurunan, peringkat daya
saing Indonesia bangkit
kembali ke peringkat 38 pada
tahun ini. Indonesia mengalami
perbaikan 10 dari 12 pilar
indeks daya saingnya, namun
kinerja keseluruhan daya saing
Indonesia tetap tidak merata.
Tingkat daya saing Indonesia
banyak terbantu oleh market
size dan macroeconomic
environment.