SlideShare a Scribd company logo
1 of 216
Download to read offline
Am
onRa
INOVASI 1-747PROGRAM STRATEGIS INOVASI INDONESIA
Am
onRa
Am
onRa
Komite Inovasi Nasional
Inovasi 1-747 •Program Strategis Inovasi Indonesia
Diproduksi
Tim Pengarah
Tim Penulis
Editor : Hidayat Yorianta Sasaerila, PhD, Vanny Narita, PhD
Desain Kreatif : AmonRa
Cetakan pertama: 2014
: Komite Inovasi Nasional
: Komite Inovasi Nasional
Tim Ahli Komite Inovasi Nasional (Hidayat Yorianta Sasaerila, PhD, Vanny Narita,
PhD, Ahmad Husein Lubis, PhD, Ary Syahriar, PhD, DIC, Arief Iswariyadi, PhD)
:
Am
onRa
Am
onRa
KOMITE INOVASI NASIONAL6
Am
onRa
INOVASI 1-747 7
Am
onRa
KOMITE INOVASI NASIONAL8
Am
onRa
KATA PENGANTAR
	 Indonesia harus berinovasi, jika ingin mencapai cita-cita luhur kemerdekaannya, menjadi negara
berdaulat, makmur dan sejahtera. Di masa datang, upaya mencapai cita-cita ini akan dihalangi oleh berbagai
persoalan serius, yang hanya dapat dipecahkan melalui inovasi: 1) Masalah jumlah penduduk yang terus
meningkat, yang berimbas pada meningkatnya kebutuhan energi, pangan, papan, obat-obatan dan air
bersih; 2) Masalah krisis lingkungan yang sudah secara langsung mempengaruhi laju pembangunan (banjir,
kekeringan, wabah penyakit dan hama); 3) Masalah sumber daya alam Indonesia yang sudah semakin
menipis; 4) Masalah globalisasi dan akan direalisasikannya Masyarakat Ekonomi Asean (Asean Economic
Community) pada 2015, berpeluang menjadikan Indonesia sebagai pasar dan konsumen raksasa, jika tidak
segera memperbaiki daya saing kita. Kesemua tantangan ini adalah ril dan memiliki dampak yang besar bagi
masa depan Indonesia. Hal menarik yang perlu dicatat adalah: banyak badan-badan dunia terpercaya justru
memprediksi masa depan Indonesia akan cemerlang, bahkan akan menjadi salah satu kekuatan ekonomi
dunia. Sebagai contoh, Bank Dunia, juga Goldman Sach, keduanya meramalkan Indonesia akan menjadi
salah satu kekuatan ekonomi dunia di abad ke-21. Dimasukkannya Indonesia, satu-satunya negara Asean, ke
dalam kelompok negara-negara G-20, adalah salah satu peneguhan prediksi tersebut.
	 Lalu, apakah ada yang salah pada kekuatiran tentang ancaman terhadap laju pembangunan
sebagaimana disebutkan di atas? Atau, apakah kesalahan justru pada prediksi lembaga dunia tersebut
tentang Indonesia? Jawabannya: Keduanya benar, tidak ada yang salah! Karena solusi terhadap faktor
penghambat pembangunan ekonomi Indonesia, ternyata merupakan peluang dahsyat yang dapat membawa
Indonesia menjadi salah satu kekuatan ekonomi dunia; karena Indonesia memiliki apa yang disebut ‘potensi’
keunggulan komparatif (comparative advantage) yang dapat dikonversi menjadi solusi atas tantangan dan
hambatan tersebut. Solusi terhadap masalah energi, misalnya, Indonesia memiliki ‘potensi’ keunggulan
komparatif berbagai sumber energi terbarukan, seperti: angin, arus laut, panas bumi, tenaga surya, biomas,
dan lain-lain. Untuk solusi atas masalah pangan, papan dan obat-obatan, Indonesia memiliki keragaman
hayati dan hewani yang luar biasa, di mana dengan pemanfaatan bioteknologi dan bioengineering
persoalan-persoalan di atas dapat ditanggulangi. Indonesia juga mempunyai pasar dalam negeri yang besar,
yang mampu mendukung pembangunan industri dalam negeri. Namun, semua keunggulan komparatif
ini akan hanya dan tetap menjadi ‘potensi’, jika Indonesia tidak mampu mengonversi melalui keunggulan
kompetitif, untuk menjadi sumbangan nyata terhadap pembangunan. Untuk itu kita harus bekerja ekstra
keras, ekstra giat dan ekstra cepat, karena perjalanan kita masih panjang. Tetapi, mari kita garis bawahi
bersama, sekali kita menguasai sains, teknologi dan inovasi untuk pemberdayaan keunggulan komparatif
kita, maka kita akan menjadi salah satu dari hanya sedikit negara di dunia yang memiliki keduanya,
keunggulan komparatif sekaligus keunggulan kompetitif. Inilah dasar utama Indonesia diprediksi akan
menjadi salah satu kekuatan ekonomi dunia di abad 21.
	 Presiden Republik Indonesia, Dr. H. Bambang Susilo Yudhoyono, melihat dan memahami secara jelas,
kedua hal di atas: tantangan sekaligus Peluang Masa Depan Indonesia. Sebagai respon, salah satu langkah
yang diambil Presiden adalah membentuk Komite Inovasi Nasional (KIN) pada tanggal 15 Juni 2010. Komite
Inovasi Nasional – sebuah badan independen yang terdiri dari 30 orang intelektual yang dipilih secara
langsung oleh Presiden - diharapkan dapat memacu inovasi dengan: 1) memberikan rekomendasi tentang
INOVASI 1-747 9
Am
onRa
kebijakan inovasi dengan prinsip “think out of the box, but within the system”; 2) memperkuat kerja sama
intersektoral antara aktor-aktor inovasi; dan 3) memonitor implementasi kebijakan pemerintah tentang
inovasi.
	 Banyak yang telah dicapai Pemerintah sejak 2010. Berbagai kebijakan nasional untuk mendorong
inovasi, termasuk yang diberikan oleh Komite ini, telah dilahirkan Pemerintah. Kondisi ekosistem
inovasi Indonesia sejalan dengan kebijakan yang dikeluarkan, telah semakin membaik, walaupun masih
membutuhkan perbaikan. Pencapaian yang membanggakan adalah meningkatnya peringkat Indonesia
dalam Global Competitive Index dari posisi ke-50 di tahun 2012, menjadi ke 38 pada tahun 2013 menurut
World Economic Forum (2014). Buku ini berisi rangkuman lengkap rekomendasi kebijakan sebagai buah
pikiran dan gagasan para anggota KIN yang dihimpun dari tahun 2010 – 2014, dan sekaligus merupakan
laporan kami kepada Presiden dan juga kepada seluruh rakyat Indonesia. Pesan utama buku ini adalah:
strategi peningkatan daya saing bangsa melalui inovasi, dengan mengubah paradigma masyarakat Indonesia
dari ekonomi berbasis sumber daya alam (natural resources-based economy) menjadi ekonomi berbasis
pengetahuan (knowledge-based economy).
	 Pada kesempatan ini kami ingin menyampaikan terima kasih kepada Presiden RI, Bapak Dr. H. Susilo
Bambang Yudhoyono, yang telah memberikan kepercayaannya kepada kami untuk memimpin lembaga
yang sangat terhormat ini. Kami juga berterima kasih dan menyampaikan penghargaan setinggi-tingginya,
kepada semua anggota KIN, atas kerja sama dan sumbangan pemikiran, gagasan dan juga tenaga, yang
sangat bermanfaat, tidak saja bagi Pemerintah, tetapi lebih dari itu, bagi seluruh rakyat Indonesia.
Perjalanan pembangunan Inovasi Indonesia melalui perubahan paradigma menuju masyarakat berbasis
pengetahuan masih sangat panjang, dan membutuhkan kerjasama antar semua aktor inovasi, lintas
kementerian, bahkan lintas kabinet. Wakil Presiden RI, Prof. Budiono, dalam pidatonya pada Hari
Kebangkitan Teknologi Nasional, tanggal 11 Agustus 2014 mengingatkan:
	”Upaya mentransformasi masyarakat dari ekonomi berbasis sumber daya alam menjadi ekonomi
berbasis pengetahuan adalah suatu perjalanan panjang. This is a long haul, yang tidak cukup untuk
dilaksanakan oleh satu-dua kabinet. Oleh sebab itu visinya harus visi jangka panjang. Koordinasi bukan
hanya antar kementerian dalam satu kabinet, tetapi koordinasi antara satu kabinet dengan kabinet yang
lain. Inilah yang menyebabkan tidak mudah bagi kita untuk benar-benar melakukan transformasi dari
ekonomi berbasis sumber daya alam ke ekonomi berbasis pengetahuan. Jalannya masih panjang, masih
banyak yang perlu kita kerjakan, kerja keras dan kerja cerdas. Hard work, Smart work.”
	 Ini juga yang menjadi harapan kami, bahwa buah pemikiran yang terhimpun di dalam buku ini dapat
dimanfaatkan lintas kabinet. Hampir di setiap negara yang berhasil dalam bidang Iptek dan inovasi, seperti:
Jepang, Korea Selatan, Denmark, Finlandia, bahkan Brazil, memiliki kesamaan yang fundamental, yakni:
keteguhan tekad, komitmen dan dedikasi pemerintah dalam perjuangan membangun sektor sains, teknologi
dan inovasi, terlepas dari perbedaan pandangan politik dan siapa yang menjadi pemimpin negaranya.
	 Semoga buku ini dapat menjadi landasan fundamental bersama tempat para pemimpin negeri
berpijak dalam menetapkan kebijakan inovasi untuk memajukan daya saing Indonesia. Akhirnya, dengan
semangat Dirgahayu Kemerdekaan Republik Indonesia ke-69 mari kita wujudkan cita-cita mencapai
Indonesia makmur, berdaulat dan sejahtera melalui Inovasi.
Jakarta, 17 Agustus 2014
Salam Inovasi,
Prof. Dr. Ir. Zuhal, M.Sc. EE
KOMITE INOVASI NASIONAL10
Am
onRa
INOVASI 1-747 11
Am
onRa
RINGKASAN
EKSEKUTIF
KOMITE INOVASI NASIONAL12
Am
onRa
RINGKASAN EKSEKUTIF
Buku Inovasi 1-747 : Program Strategis Inovasi Indonesia terdiri atas tiga bagian.
Bagian Satu menyajikan informasi tentang visi, misi dan struktur organisasi Komite
Inovasi Nasional (KIN), yang dibentuk Presiden Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono
pada tahun 2010.
PERBAIKAN EKOSISTEM INOVASI PENTING UNTUK MENINGKATKAN DAYA
SAING BANGSA DAN MENCAPAI VISI INDONESIA 2025
	 Bab Satu membahas tentang Inovasi, Daya Saing dan Visi Indonesia. Bab
ini merupakan peninjauan kembali secara singkat, konsep inovasi dan ekonomi
berbasis inovasi, dan kenapa inovasi sangat dibutuhkan bangsa ini. Upaya
perbaikan ekosistem inovasi harus dilakukan untuk meningkatkan inovasi di
Indonesia. Pentingnya eksistensi aktor-aktor pendukung ekosistem inovasi,
perlunya membangun sinergi antar para aktor melalui triple helix dan quadruple
helix model dalam ekosistem inovasi; dan pembangunan budaya inovasi yang
berdampak signifikan terhadap inovasi juga dibahas, menuju pada mekanisme
bekerjanya sebuah Sistem Inovasi Nasional (Sinas), untuk mencapai Visi Indonesia
2025 sebagai platform nasional.
INOVASI 1-747: STRATEGI KIN UNTUK PEMBANGUNAN INOVASI NASIONAL
	 Bab Dua mengulas Strategi Pembangunan Inovasi Indonesia, dengan inti
bahasan rekomendasi KIN yang disebut inisiatif Inovasi 1-747. Satu: Satu persen
dari PDB pertahun untuk R&D di tahun 2015; Tujuh: Tujuh langkah perbaikan
ekosistem; Empat: Empat wahana percepatan pertumbuhan ekonomi (Industri
Kebutuhan Dasar, Industri Kreatif, Industri Berbasis Daya Dukung Daerah, dan
Industri Strategis); dan Tujuh yang kedua: Tujuh sasaran visi Indonesia 2025,
menuju pengembangan Indonesia berkelanjutan.
	 Bab ini juga membahas pentingnya inovasi masuk dan menjiwai program-
program dalam Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi
Indonesia (MP3EI), sehingga dapat menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang
dipandu Inovasi, mengikuti Road map KIN dan strategi pentahapan terintegrasi
kebijakan tersebut untuk pembangunan bangsa. Bahasan mengenai Arah Utama
Lima Area Inovasi, yang perlu mendapat fokus dan perhatian pemerintah, menjadi
topik penutup Bab ini.
INOVASI 1-747 13
Am
onRa
PENYIAPAN WAHANA UNTUK MEMPERCEPAT PERTUMBUHAN EKONOMI
	 Bab Tiga mendiskusikan tentang Wahana Percepatan Pertumbuhan
Ekonomi, termasuk di dalamnya pembangunan klaster-klaster baik di pusat
maupun di daerah, dengan penekanan keunggulan komparatif masing-masing
daerah. Pembangunan wahana industri dan perbaikan SDM mutlak dibutuhkan
negeri ini untuk dapat bersaing. Peningkatan investasi untuk meningkatkan
aktifitas Inovasi juga didiskusikan. Kenyataan bahwa Inovasi dapat memanfaatkan
existing knowledge and technology, dibahas di dalam Model Bisnis Inovasi, yang
dapat diterapkan untuk secara langsung membantu memecahkan masalah-
masalah sosial yang ada di masyarakat sekarang, seperti pelayanan kesehatan di
daerah terpencil dengan memanfaatkan teknologi internet. Model bisnis inovasi
melahirkan terobosan-terobosan penting seperti inovasi lompat katak, dan
program inovasi untuk kaum miskin.
INOVASI UNTUK KEBUTUHAN DASAR PERLU KEBIJAKAN ‘TOP-DOWN’
PEMERINTAH
	 Bab Empat membahas tentang pengembangan program inovasi yang
produknya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan dasar rakyat, yakni: keamanan
pangan, energi dan air ( Food, Energy and Water Security, FEWS). Inovasi untuk
sektor ini, perlu mendapat perhatian khusus, tidak saja karena menyangkut
kebutuhan dasar rakyat Indonesia, tetapi juga karena membutuhkan biaya
tinggi, dengan pengembalian keuntungan yang kecil untuk jangka pendek. Hal
ini menyebabkan tidak tertariknya pihak swasta untuk mengembangkannya.
Pendekatan kebijakan yang lebih bersifat “top-down”, dengan sebagian besar riset
didanai oleh Pemerintah, perlu diterapkan.
QUICK WINS: PROGRAM INOVASI NASIONAL JANGKA PENDEK
	 Dalam Bab Lima, KIN mengajukan beberapa program Quick Wins yang
dipilih berdasarkan prioritas persoalan dalam masyarakat, dan juga dengan masa
waktu tunggu antara riset, aplikasi dan hasil inovasi yang tidak terlalu lama,
sehingga dapat segera dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Quick Wins juga
didesain dalam bentuk model-model, yang apabila telah berhasil, model ini dapat
diikuti ataupun dimodifikasi sesuai kebutuhan oleh daerah-daerah lainnya. Quick
wins yang direkomendasikan adalah: Pembentukan Bandung Raya Innovation
Valley, Kawasan Industri Berbasis Inovasi Gresik Utara, Konsorsium Nanoteknologi
Nasional, Produksi Biofertilizer, Vaksin dan Obat Kuratif Penyakit Tropis, dan
beberapa rekomendasi bidang Regulasi dan Insentif.
TEKNOLOGI HIJAU ADALAH TEKNOLOGI MASA DEPAN INDONESIA
	 Bab Enam adalah tentang ke mana pembangunan inovasi Indonesia
hendaknya diarahkan di masa depan. Peluang-peluang besar yang dimiliki
Indonesia harus didukung oleh Pemerintah: Mendorong inovasi yang difokuskan
pada sektor teknologi hijau sebagai teknologi masa depan Indonesia.
Pengembangan sektor ini bagi Indonesia adalah sangat menguntungkan, karena
kita lebih kurang akan berdiri pada garis start yang sama dengan negara-negara
maju, setidaknya dibandingkan dengan teknologi telekomunikasi, elektronik atau
automotif, misalnya.
KOMITE INOVASI NASIONAL14
Am
onRa
	 Epilog tentang Gelombang transformasi Kedua, merangkum tantangan,
peluang, kekurangan, keunggulan dan kesiapan Indonesia menghadapi masa
depan. Epilog ini sekali lagi menggaris bawahi perlunya upaya mengubah
paradigma bangsa Indonesia, menuju ekonomi berbasis pengetahuan, yang
pada titik ini sudah sangat mendesak, sehingga harus segera dilaksanakan, untuk
mencapai ambisi pembangunan Indonesia – the need, the speed and the greed –
menutup Bagian Kedua buku ini.
REKOMENDASI KEBIJAKAN DAN PROGRAM INOVASI NASIONAL, termasuk:
GAGASAN AWAL PEMBENTUKAN DEWAN INOVASI NASIONAL
	 Bagian Tiga, bagian terakhir buku ini, berisi Rekomendasi Kebijakan dan
Program Inovasi Nasional, hasil pemikiran KIN. Rekomendasi-rekomendasi dalam
Bagian Tiga merupakan rangkuman rekomendasi kebijakan sebagai intisari buku
ini, disajikan dalam tampilan yang berbeda, untuk lebih memperjelas maksud dan
tujuan rekomendasi tersebut. Format rekomendasi pada bagian ini menampilkan
tidak saja pernyataan rekomendasi yang diusulkan, tetapi juga: 1. MENGAPA
kebijakan ini penting (WHY); 2. SIAPA yang hendaknya bertanggungjawab
terhadap pelaksanaan kebijakan ini (WHO); dan 3. BAGAIMANA kebijakan ini
dilakukan (HOW).
INOVASI 1-747 15
Am
onRa
KOMITE INOVASI NASIONAL16
Am
onRa
INOVASI 1-747 17
Am
onRa
KOMITE INOVASI NASIONAL18
Am
onRa
INOVASI 1-747
PROGRAM STRATEGIS INOVASI INDONESIA
DAFTAR ISI
BAGIAN SATU.....................................................................................................................................23
KOMITE INOVASI NASIONAL....................................................................................................................24
VISI, MISI, DAN FUNGSI.......................................................................................................................24
BAGIAN DUA......................................................................................................................................27
Bab I		 Inovasi, Daya saing, dan Visi Indonesia......................................................29
1.	 Pendahuluan...............................................................................................................30
2.	 Inovasi Indonesia dan peluang masa depan.....................................................31
3.	 Ekonomi Inovasi DAN Ekosistem Inovasi.............................................................34
a.	 Ekonomi Inovasi........................................................................................................34
•	 Ekonomi Indonesia, Sudahkah Berbasis Ilmu Pengetahuan?........................36
b.	 Pembangunan Berkesinambungan Melalui Inovasi..................................................36
c.	 Ekosistem Inovasi......................................................................................................37
4.	 Triple Helix DAN Quadruple Helix..........................................................................39
A.	 Triple Helix.................................................................................................................39
INOVASI 1-747 19
Am
onRa
B.	 Mekanisme Kerja Triple Helix....................................................................................41
C.	 Budaya Inovasi: “Elemen Keempat” Triple Helix.......................................................41
•	 Nilai-nilai Budaya Amerika Serikat dan Inovasi.............................................43
D.	 Quadruple Helix.........................................................................................................44
E.	 Potret Budaya Inovasi Indonesia................................................................................44
F.	 Membangun Budaya Inovasi......................................................................................46
5.	 Sistem Inovasi nasional untuk transformasi ekonomi..............................47
A.	 Produktivitas Bangsa Menuju Keunggulan Kompetitif..............................................50
B.	 Visi Bangsa sebagai Platform Nasional......................................................................52
•	 Simulasi Visi indonesia-2025.........................................................................52
Bab II 	 Strategi Pembangunan Inovasi IndonesIA...............................................59
1.	 Meningkatkan Kemampuan Inovasi Bangsa......................................................60
A.	 Pendanaan sebagai Faktor Kritis..................................................................................61
B.	 Inisiatif Inovasi 1-747...................................................................................................65
i.	 Satu Persen PDB untuk R&D.................................................................................65
ii.	 Tujuh Langkah Perbaikan Ekosistem.....................................................................65
iii.	 Empat Wahana Percepatan Pertumbuhan Ekonomi............................................72
iv.	 Tujuh Sasaran Visi Indonesia 2025.......................................................................77
C.	 Inisiatif Inovasi 1-747 dan Konten Inovasi dalam MP3EI.............................................78
2.	 Pertumbuhan Ekonomi yang dipandu Inovasi..................................................81
A.	 Strategi Pentahapan Terintegrasi................................................................................82
B.	 Arah Utama Lima Area Inovasi....................................................................................85
Bab III	 Wahana Percepatan Pertumbuhan Ekonomi..........................................89
1.	 Klaster Inovasi: Wahana Pusat Pertumbuhan Regional dan Nasional...90
A.	 Penguatan Kapasitas Aktor Inovasi..............................................................................91
B.	 Wahana Industri dan Penguatan Talenta.....................................................................94
C.	 Memacu Inovasi Melalui Investasi...............................................................................96
2.	 Model Bisnis Inovasi Indonesia...........................................................................100
A.	 Model Bisnis Inovasi..................................................................................................100
B.	 Model Bisnis Inovasi Indonesia.................................................................................108
3.	 Inovasi “Lompatan Katak”.......................................................................................112
4.	 Inovasi untuk Kaum Miskin ..................................................................................114
KOMITE INOVASI NASIONAL20
Am
onRa
Bab IV	 INOVASI KEBUTUHAN DASAR......................................................................................119
1.	 PANGAN..........................................................................................................................121
A.	 Bioteknologi: Pilar Ketahanan Pangan......................................................................121
B.	 Pertanian Berbasis Biotek: Harapan Bagi si Miskin...................................................122
C.	 Kekuatan Rekayasa Molekuler...................................................................................123
2.	 ENERGI............................................................................................................................123
A.	 Lebih “HIJAU” di Masa Depan...................................................................................123
B.	 Isu Minyak versus Pertumbuhan...............................................................................124
•	 Akhir Era Minyak Indonesia.........................................................................125
C.	 Bergeser ke Energy Mix.............................................................................................125
3.	 AIR...................................................................................................................................127
A.	 Kerawanan yang Kerap Diabaikan.............................................................................127
•	 Teknologi Pengolahan Air dan Gerakan Sosial untuk Ketersediaan Air Bersih
yang Berkesinambungan.............................................................................127
B.	 Nexus Air, Pangan, dan Energi...................................................................................128
4.	 KESEHATAN......................................................................................................................129
A.	 Pengobatan Cerdas dan Aneka Obat.........................................................................129
•	 Kedokteran Usia Panjang.............................................................................129
B.	 Sel Punca...................................................................................................................130
C.	 Membuka Peluang lewat hEPO & Anti Flu Burung....................................................132
D.	 Inovasi Vaksin Rotavirus............................................................................................133
5.	 Riset Strategis Benua Maritim Indonesia........................................................136
A.	 Pemanfaatan Sumber Daya Kelautan........................................................................136
i.	 Sektor Pangan..................................................................................................136
ii.	 Sektor Energi....................................................................................................138
iii.	 Sektor Kesehatan.............................................................................................139
B.	 Ekonomi Berbasis Benua Maritim.........................................................................140
Bab V	 Program Quick-Win...............................................................................................143
1.	 Pembentukan Bandung Raya Innovation Valley (BRIV)................................144
2.	 Pembentukan Kawasan Industri Berbasis Inovasi Gresik Utara..............148
3.	 Inovasi Biofertilizer untuk Pertanian.............................................................150
4.	 Inovasi Vaksin DAN Obat Kuratif untuk Penyakit Tropis.............................152
INOVASI 1-747 21
Am
onRa
5.	 Pembentukan Konsorsium Nanoteknologi Nasional.................................156
6.	 Tiga Rekomendasi bidang Regulasi & Insentif................................................156
Bab VI	 Masa Depan Inovasi Indonesia.......................................................................163
	 	 (memburu pertumbuhan berkelanjutan)............................................................164
1.	 Era Ekonomi Hijau dan Teknologi Bersih.........................................................166
•	 Global Warming..........................................................................................167
A.	 Revolusi Teknologi Bersih dan Posisi Indonesia......................................................168
•	 Efisiensi Energi............................................................................................170
B.	 Dari Teknologi Disruptive untuk Teknologi “Bersih”: Bagaimana Peluang
Indonesia?...............................................................................................................170
C.	 Ekonomi Hijau Ala Indonesia..................................................................................172
i.	 Keunggulan Komparatif Benua Maritim...........................................................172
ii.	 Keunggulan Kompetitif.....................................................................................173
iii.	 Keunggulan Lingkungan...................................................................................173
iv.	 Keunggulan Budaya..........................................................................................173
2.	 Fokus Teknologi Bersih: Konvergensi Bioteknologi dan Teknologi
Informasi....................................................................................................................174
3.	 Tantangan Indonesia dan Dual Economic Scheme.......................................176
4.	 MediAcy Diplomacy: Kerja Sama Saling Menguntungkan (Win-Win).......178
EPILOG: 	 Gelombang Transformasi Kedua............................................................................179
BAGIAN TIGA...................................................................................................................................183
Rekomendasi Kebijakan dan Program Inovasi Nasional...........................................184
LAMPIRAN..........................................................................................................................................203
Anggota KIN.....................................................................................................................................204
BAHAN BACAAN...........................................................................................................................................209
INDEKS.........................................................................................................................................................212
KOMITE INOVASI NASIONAL22
Am
onRa
INOVASI 1-747 23
Am
onRa
BAGIAN SATU:
KOMITE INOVASI
NASIONAL
KOMITE INOVASI NASIONAL24
Am
onRa
BAGIAN SATU: KOMITE INOVASI NASIONAL
KIN didirikan pada tahun 2010 dengan Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2010,
yang ditanda-tangani pada tanggal 20 Mei, 2010 berdasarkan pertimbangan
sebagai berikut:
a.	 Bahwa kebijakan inovasi nasional di Indonesia perlu dilaksanakan secara ter-
encana, terpadu, terintegrasi, dan terkoordinasi dalam satu kesatuan Sistem
Inovasi Nasional guna meningkatkan produktivitas nasional dan mempercepat
pertumbuhan ekonomi bangsa.
b.	 Bahwa dalam rangka implementasi pelaksanaan sistem inovasi nasional
secara efektif dan effisien, perlu dilakukan melalui institusi yang efektif dan
berhasil-guna baik dari sisi legalitas dan otoritas.
KIN periode 2010-2014 dipimpin oleh mantan Menteri Riset dan Teknologi
Republik Indonesia, Prof. Dr. Zuhal. Anggota KIN adalah tokoh yang berasal dari
berbagai institusi riset akademia, bisnis, pemerintah, dan masyarakat.
VISI
Meningkatkan produktivitas Indonesia melalui inovasi.
MISI
1.	 Meningkatkan jumlah Hak Kekayaan Intelektual (HKI) dari penelitian dan in-
dustri yang langsung berhubungan dengan pertumbuhan ekonomi.
2.	 Meningkatkan jumlah produk-produk unggulan dan nilai tambah industri dari
berbagai daerah.
3.	 Meningkatkan infrastruktur Sains dan Teknologi berstandar internasional.
4.	 Mencapai swasembada pangan, obat-obatan, energi dan air bersih yang ber-
kesinambungan.
5.	 Mencapai swasembada produk dan sistem industri pertahanan, transportasi,
dan teknologi informasi dan komunikasi.
6.	 Meningkatkan ekspor produk industri kreatif menjadi dua kali lipat.
7.	 Mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan, kemakmuran
yang merata, dan memperkokoh Negara Kesatuan Republik Indonesia.
FUNGSI
A.	 Membantu Presiden dalam rangka memperkuat sistem inovasi nasional dan
mengembangkan budaya inovasi nasional.
INOVASI 1-747 25
Am
onRa
B.	 Memberi masukan dan pertimbangan mengenai prioritas program dan ren-
cana aksi, termasuk alokasi pembiayaan dan fasilitas untuk penguatan sistem
inovasi nasional yang menghasilkan produk-produk inovatif.
C.	 Melaksanakan pemantauan dan evaluasi terhadap pelaksanaan kebijakan dan
program penguatan sistem inovasi nasional.
ORGANISASI
Para anggota KIN dibagi dalam 5 kelompok yaitu:
Kelompok I - Program Inovasi Pemerintah
Kelompok 2 - Inovasi Bisnis dan Industri
Kelompok 3 - Klaster Inovasi
Kelompok 4 - Kebijakan Insentif dan Regulasi bagi Inovasi
Kelompok 5 - Inovasi Ekonomi, Sosial, dan Budaya
Ketua
Wakil Ketua
Sekretaris
Kelompok I
Program
Inovasi
Pemerintah
Kelompok 2
Inovasi
Bisnis
dan Industri
Kelompok 3
Klaster
Inovasi
Kelompok 5
Inovasi Ekonomi,
Sosial,
dan Budaya
Kelompok 4
Kebijakan
Insentif
dan Regulasi
bagi Inovasi
Gambar 1. Struktur
Organisasi KIN
KOMITE INOVASI NASIONAL26
Am
onRa
INOVASI 1-747 27
Am
onRa
BAGIAN DUA:
KOMITE INOVASI NASIONAL28
Am
onRa
INOVASI 1-747 29
Am
onRa
BAB I.
INOVASI, DAYA
SAING, DAN VISI
INDONESIA
KOMITE INOVASI NASIONAL30
Am
onRa
INOVASI, DAYA SAING, DAN VISI INDONESIA
1. PENDAHULUAN
	 Globalisasi telah mengubah konstalasi geopolitik dan ekonomi
dunia, mendorong munculnya kekuatan-kekuatan ekonomi baru, memimpin
pertumbuhan ekonomi global. Semakin bertambah jumlah negara-negara Asia,
selain Jepang, seperti Korea Selatan, Singapura, Taiwan, Tiongkok dan bahkan
India, yang muncul sebagai kekuatan baru di pentas ekonomi dunia menggeser
Amerika Serikat dan Eropa. Negara-negara ini telah memasuki tahapan
innovation-driven economy melalui berbagai produk dan jasa mereka yang
menembus pasar internasional. Pergeseran epicentrum ekonomi ini semakin
jelas terlihat dengan terjadinya krisis finansial global 2008, yang sangat kuat
menghantam negara-negara barat, dengan dampak yang hingga saat masih
dirasakan, dan bahkan beberapa negara Eropa masih terlilit dalam krisis ini.
	 Indonesia – satu-satunya negara Asean yang terpilih sebagai anggota G-20,
serta anggota MIST (Mexico, Indonesia, South Korea, and Turky) poros ekonomi
dunia baru – berpotensi besar menjadi salah satu raksasa ekonomi, apabila,
Indonesia mampu memanfaatkan potensi yang dimiliki, untuk meningkatkan
daya saingnya melalui inovasi. Ini adalah tantangan, sekaligus peluang emas
bagi Indonesia. Saat ini ekonomi Indonesia masih sangat bergantung pada
pemanfaatan sumber daya alam dan bukan sumber daya manusia. Hal ini
berdampak pada rendahnya daya saing Indonesia, bahkan dibanding negara-
negara tetangga seperti Malaysia, Thailand, apalagi Singapura.
	 Presiden Republik Indonesia, Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono,
merespons tantangan dan peluang emas ini, salah satunya, dengan membentuk
Komite Inovasi Nasional (KIN) pada tanggal 15 Juni 2010. KIN – yang merupakan
sebuah badan independen, terdiri atas 30 tokoh masyarakat yang secara langsung
ditunjuk oleh Presiden – diberi tugas utama untuk mendorong aktivitas inovasi di
Indonesia, antara lain dengan: 1) Memberikan rekomendasi yang bersifat “out of
the box but within the system” tentang kebijakan inovasi; 2) Mengembangkan dan
mendorong kolaborasi antara para aktor inovasi lintas sektoral; dan 3) Memonitor
pelaksanaan kebijakan-kebijakan dalam bidang inovasi.
	 Buku ini membahas pandangan optimisme rasional KIN, akan potensi
dan kemampuan Indonesia menjadi salah satu kekuatan ekonomi dunia, melalui
perubahan paradigma pembangunan nasional, dari pola pikir ekonomi berbasis
eksploitasi sumber daya alam (SDA), menjadi pola pikir ekonomi berbasis inovasi:
yaitu dengan mengintegrasikan faktor sains, teknologi dan inovasi (STI) ke
dalam perencanaan pembangunan nasional. Optimisme rasional ini dibarengi
dengan pelbagai persyaratan mengenai hal-hal yang harus dibenahi, untuk
bisa memanfaatkan seluruh potensi bangsa ini agar tujuan peningkatan daya
inovasi dapat dicapai. Buku ini ditutup dengan ulasan tentang masa depan
inovasi Indonesia, dan beberapa pemikiran KIN yang ditampilkan dalam bentuk
rekomendasi untuk meningkatkan daya saing Indonesia melalui inovasi.
INOVASI 1-747 31
Am
onRa
2. INOVASI INDONESIA DAN PELUANG MASA DEPAN
	 Berpopulasi 237 juta jiwa, atau keempat terbesar di dunia, Indonesia
adalah pangsa pasar yang terbuka luas bagi produk-produk teknologi negara
lain. Indonesia bahkan diberi julukan ‘’BlackBerry Nation’’ oleh sejumlah media
asing, merujuk pada larisnya produk Kanada ini di Indonesia (US$ 3464 perkapita,
atau rangking 109 dunia). Demikian pula halnya dengan produk-produk otomotif,
pasar Indonesia termasuk yang menjadi target utama para importir. Melihat
potensi SDA dan sumber daya manusia (SDM) Indonesia yang begitu kaya, sudah
selayaknya bangsa ini mengubah posisi dari negara pengguna menjadi negara
penghasil. Untuk itu perlu disiapkan suatu strategi untuk pembangunan inovasi
nasional, agar Indonesia dapat menjadi sumber produk inovasi baru yang mampu
menyaingi Korea Selatan, Singapura, atau Taiwan.
	 Tentu ada faktor-faktor penyebab, kenapa Indonesia saat ini bukan sebuah
negara produsen teknologi. Salah satu faktor tersebut adalah rendahnya minat
kaum muda pada pendidikan sains dan rekayasa – cabang ilmu wajib untuk
berinovasi. Daya saing Indonesia hanya didukung lulusan sarjana teknik 11,5
persen dan sarjana sains 3,6 persen, menunjukkan karakteristik generasi muda
konsumtif yang kurang bergairah untuk berproduksi (Gambar 2). Ungkapan:
“Kalau bisa beli kenapa harus bikin sendiri” menunjukkan bagaimana bangsa
Indonesia lebih suka menjadi konsumen daripada produsen.
	 Namun demikian, hal ini tentunya tidak berarti bahwa tidak ada peluang
bagi Indonesia untuk bangkit. Bung Karno pernah mengatakan: “Beri aku sepuluh
pemuda, maka aku akan guncang dunia”. Kita, setidaknya, bisa melihat peluang
itu ada di pundak kaum muda. Berbagai prestasi kelas dunia yang pernah diraih
para pelajar Indonesia, menjadi indikasi kuat bahwa negeri ini memiliki sumber
daya manusia yang cerdas. Pada tahun 2005 di Singapura, Indonesia menjadi juara
umum Olimpiade Fisika Internasional. Pada kompetisi Information Technology (IT)
‘Image Cup 2010’ di Polandia, yang diikuti 124 negara, Indonesia memenangkan
dua predikat: juara kedua kategori Windows Phone 7 Rockstar Award, dan juara
ketiga kategori Interoperability Award (Kompas 11 Juli 2011). Indonesia juga patut
bangga dengan kemunculan ‘Bimasakti’, mobil Formula Satu karya mahasiswa
Universitas Gajah Mada.
	 Keseluruhan prestasi dan predikat ini sedikit banyak menyumbang pada
indikator inovasi Indonesia, yang berada pada tingkat ke-36 dari 139 negara
menurut World Economic Forum (WEF). Terkait peringkat daya saing, pada tahun
2010 posisi Indonesia secara keseluruhan berada di peringkat 44, meningkat
cukup signifikan dari peringkat ke-54 pada 2009.
	 Respon positif juga dideteksi oleh kalangan internasional, dimana banyak
pihak yang yakin akan cerahnya masa depan ekonomi Indonesia. Goldman Sach
(2005), salah satunya, menyebut Indonesia sebagai calon The Next Eleven (N-11),
kelompok emerging economies yang pada abad 21 akan menjadi penyeimbang
peran negara-negara Group of Eight (G-8). Dalam laporan tahun 2011, Bank Dunia
bahkan secara spesifik menyebut enam negara—Tiongkok, Brazil, India, Korea
Selatan, Rusia dan Indonesia—sebagai kandidat kekuatan ekonomi terbesar tahun
2025.
	 Di tahun 2013, pada saat perekonomian dunia mengalami perlambatan
pertumbuhan, ada hal yang menggembirakan bagi kita: “Global Competitiveness
Indexs” Indonesia menurut kriteria WEF justru meningkat dari peringkat 50 (2012)
ke peringkat 38 (2013) (Gambar 3). Peningkatan ini disertai dengan peningkatan
6 pilar inovasi, dengan perbaikan paling menonjol pada pilar “Capacity for
Innovation”, yang berada pada peringkat ke-24 (2013) dari 144 negara (Gambar 4).
KOMITE INOVASI NASIONAL32
Am
onRa
Sarjana
dan
Daya Saing
Amerika Serikat
Jepang
Taiwan
Korea Selatan
Malaysia
China
Indonesia
12.530.000
5.423.000
1.174.000
2.097.000
5.679.000
1.250.000
595.000
1.045.000
266.000
565.000
2.196.000
137.500
5%
19%
23%
27%
20%
39%
11%
7
10
13
19
25
29
50
Jumlah
Sarjana
Sarjana
Teknik
Lulusan
Sarjana
Teknik
Peringkat
Daya Saing
(2012-2013)
Kementerian Pendidikan Nasional
menargetkan 15 persen jumlah lulusan
sarjana teknik pada tahun 2015. Strategi
pencapaiannya adalah ekspansi
kapasitas, pengalihan status perguruan
tinggi swasta menjadi negeri, dan
pendirian perguruan tinggi baru.
Gambar 2. Sarjana dan
Daya Saing.
Daya saing Indonesia hanya
didukung lulusan sarjana
teknik 11,5 persen (dan
sarjana sains 3,6 persen),
menunjukkan rendahnya
minat kaum muda pada
pendidikan sains dan
rekayasa – cabang ilmu wajib
untuk berinovasi. Sumber:
Modifikasi dari “Leisure
Class”, VC. Confidential (www.
vcconfidential.com), quoting
analyst Mark Mare Faber,
April 2006; dan pernyataan
Mendiknas pada peresmian
Politeknik Negeri Balikpapan,
6 Januari 2012, www.
newsbalikpapan.com
INOVASI 1-747 33
Am
onRa
Gambar 3. Perbaikan
Peringkat Global
Competitive Index
Indonesia.
Pada saat perekonomian
dunia mengalami perlambatan
pertumbuhan, peringkat
“Global Competitiveness
Indexs” Indonesia justru
meningkat dari peringkat 50
(2012) ke peringkat 38 (2013)
(Gambar 3). Sumber: The
Global Competitiveness Report
2012-2013 dan 2013-2014,
World Economic Forum
Gambar 4. Perbaikan
Peringkat Pilar inovasi.
Peningkatan daya saing
Indonesia ini disertai
dengan peningkatan 6 pilar
inovasi, dengan perbaikan
paling menonjol pada pilar
“Capacity for Innovation”,
yang berada pada peringkat
ke-24 (2013) dari 144 negara.
Penurunan peringkat pilar
“patents application” ke-
103 (2013) menunjukkan
rendahnya produktivitas
industri manufaktur nasional
dalam menghasilkan produk-
produk berbasis sains dan
teknologi. Sumber: The Global
Competitiveness Report 2012-
2013 dan 2013-2014, World
Economic Forum
Perbaikan Peringkat
Pilar Inovasi
No
1
2
3
4
2012-
2013
50
58
58
40
2013-
2014
38
45
52
33
Global Competitiveness Index
Basic Requirements
Efficiency Enhancers
Innovation and Sophistication Factors
No
1
2
3
4
5
6
7
2012-
2013
30
56
25
40
29
51
101
2013-
2014
24
46
23
30
25
40
101
Capacity for Innovation
Quality of Scientific
Research Institutions
Company spending on R&D
University-industry
collaboration in R&D
Government procurement of
advanced tech products
Availability of scientist
and engineers
PCT patents, applications/
million pop
Perbaikan Peringkat
Global Competitive
Indexs Indonesia
KOMITE INOVASI NASIONAL34
Am
onRa
Satu-satunya pilar inovasi Indonesia yang menurun adalah “patents application”,
berada pada peringkat ke-103 (2013), yang berarti masih rendahnya produktivitas
industri manufaktur nasional dalam menghasilkan produk-produk berbasis sains
dan teknologi. Namun setidaknya, hasil survei WEF ini menunjukkan kemampuan
Indonesia dalam berinovasi, dan dengan didukung SDA dan SDM yang ada,
Indonesia sangat berpeluang menjadi negara maju.
	 Tidak berlebihan jika Pemerintah menetapkan ‘’Visi Indonesia 2025’’ dan
Masterplan Percepatan dan Perluasan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia (MP3EI),
yang menargetkan Indonesia menjadi negara maju (advanced economy) pada
2025, masuk ke dalam 12 besar kekuatan ekonomi dunia, dengan pencapaian
PDB total 3,760 triliun hingga 4,470 triliun dolar AS, dan perolehan PDB per
kapita sebesar 16 ribu dolar AS. Optimisme ini adalah momentum yang baik
sebagai pangkal tolak memperbaiki ekosistem inovasi Indonesia, menyambut era
gelombang ekonomi inovasi.
3. EKONOMI INOVASI DAN EKOSISTEM INOVASI
	 A. Ekonomi Inovasi
	 Dalam model Ekonomi Neoklasik, distribusi pendapatan (income)
dilakukan melalui interaksi dinamis antara supply dan demand, yang difasilitasi
lewat ‘’maksimalisasi kepuasan’’ (maximization of utility). Konsumsi—sebuah
cara mencapai kepuasan maksimum individu karenanya dianggap sebagai
‘engine’ penggerak pertumbuhan dalam model ini. Sedikit berbeda dengan
paham ini, model Ekonomi Inovasi (Gambar 5) berargumen bahwa bukan hanya
konsumsi, tetapi investasi inovasi yang akan lebih menjamin pertumbuhan
berkesinambungan. Selanjutnya, karena akumulasi ini mesti terus tumbuh, stok
kapital harus dijaga agar tidak menurun, sehingga diperlukan knowledge atau
temuan-temuan baru yang dilakukan lewat investasi pada kegiatan penelitian dan
pengembangan (Litbang).
	 Negara-negara maju menyadari ketidakandalan konsumsi sebagai basis
pertumbuhan. Merespon krisis finansial yang dialami AS, Presiden Barrack Obama
di hadapan National Academy of Sciences pada April 2009, mengharapkan adanya
gerakan nasional yang dapat menginspirasi generasi muda ‘to be makers, not just
consumers of things’. Ketika AS semakin menekankan pentingnya inovasi, dan
banyak negara Asia juga semakin bergiat mempersiapkan sektor sains, teknologi
dan infrastruktur untuk menyongsong era Ekonomi inovasi, Indonesia sepertinya
tidak bergeming, dan tetap memfokuskan pada pembangunan mall-mall megah
yang konsumtif.
	 Penelaahan lebih mendalam alasan pengadopsian ekonomi inovasi oleh
semua negara maju, dan banyak negara-negara Asia, ternyata tidak semata-mata
demi untuk mempertahankan keunggulan ekonomi suatu negara, tapi jauh lebih
fundamental dari hal ini, terciptanya pembangunan yang berkesinambungan
melalui inovasi, bukan saja bagi negara tertentu tetapi bagi planet bumi.
INOVASI 1-747 35
Am
onRa
Gambar 5. Proses
Pertumbuhan Melalui
Inovasi. Model ekonomi
inovasi menunjukkan bahwa
investasi inovasi akan lebih
menjamin pertumbuhan
berkesinambungan. Sumber:
Gelombang Ekonomi Inovasi
(Zuhal, 2013)
Proses Pertumbuhan
Melalui Inovasi
Pertumbuhan
Konsumsi
Penawaran
Supply
Permintaan
Demand
Pertumbuhan
Konsumsi
Inovasi
Penawaran
Supply
Permintaan
Demand
Pertumbuhan
Konsumsi
Inovasi
“Produksi!”
Penawaran
Supply
Permintaan
Demand
KOMITE INOVASI NASIONAL36
Am
onRa
Ekonomi Indonesia, Sudahkah Berbasis Ilmu Pengetahuan?
	 Di awal tahun 2011, Senior Vice President Bank Dunia, Mr Justine Yifu Lin,
yang berkewarganegaraan Tiongkok, berkunjung ke Indonesia dan menyempatkan
diri bertemu dengan ketua KIN dan timnya. Diskusi membahas topik Indonesia
dua dekade silam, saat mana Bank Dunia menganggap Indonesia sebagai salah
satu Macan Asia: kelompok negara-negara dengan pertumbuhan industri yang
sangat tinggi, the miracle. ‘’Ketika pada 1990-an saya berkunjung ke Indonesia
sebagai akademisi dari Universitas Beijing, ingin sekali saya melihat perekonomian
Tiongkok berkembang dengan dukungan Iptek seperti Indonesia pada waktu itu,’’
ujarnya.
	 Namun Mr Yifu Lin, juga kita, menyaksikan bagaimana krisis moneter 1997
menghancurkan pembangunan ekonomi Indonesia sampai pada titik terendah.
Perekonomian berbasis industri Indonesia yang siap take-off, hancur dan kembali
ke titik awal dimana pembangunan perekonomian Indonesia kembali berbasis
sumberdaya alam. Sebagian besar ekspor Indonesia kembali pada komoditas
bahan mentah pertanian, mineral atau energi.
	 Saat ini hampir semua negara Asia telah keluar dari krisis yang terjadi,
namun Indonesia masih bergelut dengan industri primitif yang mengeksploitasi
sumber daya alam dan merusak lingkungan. Indonesia belum mengembangkan
industri dengan nilai tambah yang tinggi seperti pada dua atau tiga dasawarsa
lalu, melalui keunggulan industri-industri strategisnya, suatu masa yang pernah
mengundang kekaguman Mr Yifu Lin.
	 B. Pembangunan Berkesinambungan Melalui Inovasi
	 Pertumbuhan tanpa henti (relentless growth) atas nama angka Produk
Domestik Bruto (PDB) dan perilaku konsumtif yang berlebihan telah menjadi
bumerang bagi penduduk planet bumi. Ketidakseimbangan ekologi secara
global terjadi sebagai dampak eksploitasi alam yang terlalu agresif oleh mesin
industrialisasi, dan menjadi ancaman bagi masa depan peradaban baru yang
sedang dibangun manusia kini. Data menunjukkan, secara global SDA dieksploitasi
1,6 kali lipat melebihi kemampuan alam untuk melakukan pembaharuan secara
alami. Pertanyaannya adalah, haruskah laju pertumbuhan global diperlambat
secara drastis ketika, misalnya, negara-negara berkembang tetap harus
meningkatkan PDB-nya guna memenuhi kebutuhan dasar, sementara negara-
negara maju mesti mempertahankan tingkat kesejahteraannya? Pada titik inilah
ekonomi hijau (green economy) menjadi pilihan, jika bukan satu-satunya cara, agar
pertumbuhan global bisa tetap berlangsung secara berkelanjutan (suistainable
growth). Inovasi dalam hal ini adalah elemen kunci bagi green economy.
	Konsep green economy, secara sederhana, bertumpu pada tiga poin
aksi, yakni: menghemat SDA, melindungi lingkungan, dan meningkatkan efisiensi
penggunaan SDA. Inovasi bisa mengisi kebutuhan dengan menyediakan SDA
yang ramah lingkungan. Dalam pertumbuhan-berbasis-inovasi, produktivitas
akan didorong melalui penciptaan pengetahuan (knowledge), disusul oleh
aplikasi dan difusi knowledge tersebut, melalui eksploitasi tunggal SDA. Sehingga,
pemanfaatan knowledge, baik dalam menyediakan bahan baku komplementer
maupun bahan baku utama dari pertumbuhan, akan secara otomatis mengurangi
permintaan akan SDA konvensional. Dengan demikian, inovasi dalam kadar
INOVASI 1-747 37
Am
onRa
tertentu dapat menekan hubungan ketergantungan antara pertumbuhan sebuah
negara dengan kebutuhan SDA, sebagaimana terjadi di negara-negara ber-PDB
tinggi tetapi miskin SDA, seperti Swedia dan Singapura impian ke depan, jika
seluruh negara beralih ke pertumbuhan berbasis inovasi, pertumbuhan berbasis
eksploitasi knowledge, maka akan tercipta masa depan baru, yakni: pertumbuhan
ekonomi tanpa ketidakseimbangan ekologi— the green future.
	 Namun, menanamkan mindset inovasi ke dalam pola pembangunan dan
sistem produksi yang telah ada, bukan hal yang mudah, dan memerlukan political
will yang kuat dari Pemerintah, terutama pada tahap awal. Demikian pula adanya
SDM cerdas dalam jumlah besar sebagaimana diperlihatkan dengan prestasi anak-
anak bangsa di dunia internasional belum cukup untuk menggerakkan ekonomi
inovasi suatu bangsa. Ekonomi berlandaskan inovasi hanya dapat berjalan dengan
baik bila unsur-unsur di atas dilengkapi dengan ’kendaraan’’ dan ‘’lingkungan’’
pendukungnya atau yang disebut Ekosistem Inovasi.
	 C. Ekosistem Inovasi
	 Malaysia, Korea Selatan, Tiongkok, India dan sejumlah negara Asia lainnya,
mulai mengalami perkembangan ekonomi yang cepat melalui konsep Ekonomi
Inovasi mengikuti langkah negara-negara Dunia Pertama. Ini adalah hasil dari
keputusan tepat—dan keputusan yang berani—dalam menyikapi krisis ekonomi
global dan ancaman latennya. Banyak negara Asia memanfaatkan situasi ini
sebagai momentum untuk menata diri secara radikal melalui perbaikan ekosistem
inovasi (Gambar 6), misalnya: meningkatkan dana Litbang secara signifikan,
medidik SDM di pusat-pusat keunggulan inovasi, pembangunan klaster-klaster
Litbang, sistem pendidikan yang mengarah pada penumbuhan budaya inovasi,
dan sebagainya.
	 Faktor ini dianggap merupakan salah satu penyebab bergesernya
pusat gravitasi pertumbuhan ekonomi ke Asia dalam dua dekade terakhir ini.
Zhongguancun di Tiongkok, Bangalore di India, Daedeok Innapolis di Korea
Selatan, Hsinchu Science Park di Taiwan, Biopolis di Singapura, adalah pusat-pusat
keunggulan sains dan teknologi yang tersebar di Timur yang layak disejajarkan
dengan hub-hub serupa di AS dan Eropa. Mudah ditebak bahwa klaster-klaster
teknologi tinggi ini akan menjadi pabrik utama bagi produk-produk high-tech IT,
bioteknologi, kedokteran, yang aktif berpartisipasi dalam pasar dunia melalui
produk-produk inovasinya.
	 Sebenarnya Indonesia sudah memiliki banyak institusi pendukung
inovasi, namun belum tertata secara optimal dalam sebuah ekosistem inovasi.
Sebagaimana pada ekosistem alam yang berjalan dengan harmonis dan produktif,
diperlukan adanya elemen-elemen pendukung secara berimbang, dan adanya
interaksi antar elemen-elemen tersebut. Ketidakhadiran salah satu elemen akan
mengganggu keseimbangan ekosistem dan menghilangkan harmonisasi yang
ada. Dalam sebuah ekosistem inovasi, unsur-unsur yang diperlukan dan harus
ada, antara lain: Kepemimpinan, Pendidikan, Sistem etika dan etos kerja, Sistem
Sosial budaya, Kebijakan Inovasi, dan Pendanaan yang kesemuanya mendukung
pengembangan riset dan inovasi. Pertumbuhan ekonomi yang berwawasan
inovasi (innovation-driven economy) hanya akan tercipta apabila terjadi interaksi
yang menggerakkan ekosistem inovasi ini menjadi sebuah sistem yang harmonis
dan produktif. Interaksi ini sering digambarkan dalam sebuah model inovasi yang
disebut Triple Helix.
KOMITE INOVASI NASIONAL38
Am
onRa
Gambar 6. Ekosistem
inovasi dan Dana R&D
Indonesia. Untuk mengalami
perkembangan ekonomi
yang cepat melalui konsep
Ekonomi Inovasi, Indonesia
perlu menata diri melalui
perbaikan ekosistem inovasi.
Unsur-unsur ekosistem inovasi
seperti Kepemimpinan,
Pendidikan, Sistem etika
dan etos kerja, Sistem Sosial
budaya, Kebijakan Inovasi,
dan Pendanaan perlu
mendukung pengembangan
riset dan inovasi. Pada saat ini
pendanaan R&D di Indonesia
adalah 0.2% dari PDB, salah
satu yang terendah di antara
negara-negara tetangga di Asia
Sumber: 2014 Global R&D
Funding Forecast
Pengemba
ngan
Aplikasi
Riset
CUKUP
BAIK
Pendanaan
(Kecil Sekali)
Kebijakan
(Tidak Sinergis)
Pendidikan
(Belum Kondusif)
Kepemimpinan
(Lemah)
Budaya
(Lemah)
Pendanaan R&D
Ekosistem Inovasi
dan Dana R&D Indonesia
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
Indonesia
Philippines
Vietnam
Thailand
Malaysia
India
China
LatinAmerica
Asia
G7
MiddleEast&
NorthAfrica
INOVASI 1-747 39
Am
onRa
4. TRIPLE HELIX DAN QUADRUPLE HELIX
	 A. Triple Helix
	 Inovasi, sebagaimana dijelaskan di muka, merupakan outcomes dari
interaksi aliran knowledge. Di antara pelbagai model inovasi berbasis pengetahuan
yang ada, model hubungan triple helix menyediakan framework yang lebih
memudahkan analisa hubungan jaringan pengetahuan dan interaksi dalam proses
inovasi.
	 Dalam model ini, inovasi dilihat sebagai hasil dari sebuah jaringan
kerjasama—hubungan segitiga—antara dunia akademik (Academic institution),
dunia bisnis dan industri (Business) dan Pemerintah (Government), yang lazim
disingkat ABG (Gambar 7). Inilah aktor-aktor utama Sistem Inovasi Nasional
(Sinas). Interaksi antara ABG dikenal sebagai jalinan triple helix, di mana dunia
akademik (perguruan tinggi dan lembaga litbang) berperan sebagai penyedia
dan pemakai knowledge; dunia bisnis dan industri selaku pemanfaat knowledge;
dan Pemerintah sebagai regulator sekaligus stimulator untuk mendorong sinergi
dalam sistem inovasi. Henry Etzkowitz menegaskan hal di atas dalam bukunya
“The Triple Helix” bahwa interaksi triple helix universitas-industri-Pemerintah
merupakan kunci tumbuhnya inovasi di dalam masyarakat berbasis pengetahuan
yang semakin berkembang.
	 Jalinan triple helix terbukti menjadi kunci bagi pertumbuhan ekonomi
berkesinambungan berbasis inovasi di negara-negara advanced economy. Jika
diibaratkan roda gigi, perputaran harmonis ‘’trio roda’’ ini akan menghasikan
‘’energi’’ untuk menyalakan mesin pertumbuhan ekonomi: knowledge dari tangan
akademisi bertransformasi menjadi produk komersial berkat pemanfaatan oleh
industri, distimulasi oleh kebijakan pemerintah yang suportif dan fasilitas insentif,
dan kesemuanya pada gilirannya akan mendongkrak produktivitas negara—
meningkatkan angka PDB—melalui penciptaan produk-produk bernilai tambah
tinggi (Gambar 8). Interaksi antara ABG dalam model triple helix memiliki banyak
manfaat antara lain:
1.	 Terbuka kesempatan bagi terjadinya sirkulasi dan sharing pengetahuan antara
sektor akademik, pelaku bisnis, dan pejabat Pemerintah.
2.	 Riset akademik akan lebih terkait dengan praktik bisnis, sehingga para peneliti
secara langsung dapat memecahkan masalah yang ada di pasar.
3.	 Terciptanya budaya wirausaha melalui jaringan inovasi, yakni munculnya
perusahaan-perusahaan baru berkat kemitraan pengetahuan sesama aktor
inovasi.
4.	 Inisiatif kebijakan baru dapat muncul di dalam jaringan, yang memberi
kesempatan kepada Pemerintah untuk mengerti lebih baik di mana dana riset
harus dialokasikan. Ini adalah peluang bagi Pemerintah untuk mendesain
strategi riset nasional baru, yang benar-benar menjawab persoalan
masyarakat.
5.	 Akselerasi penguatan kelembagaan mencakup aspek konsepsi, strategi
dan program aksi sehingga tercipta lingkungan kondusif untuk mendorong
program STI, serta tumbuhnya partisipasi komunitas melek inovasi (bagian
dari quadruple helix, akan dijelaskan pada bagian berikut).
6.	 Terciptanya upaya sinergis antar pelaku STI dari kalangan triple helix sehingga
memperkaya peta jalan teknologi Indonesia dan menumbuhkembangkan
partisipasi komunitas dalam menghasilkan berbagai upaya inovatif.
7.	 Terciptanya kelembagaan yang mapan untuk melakukan evaluasi dan
perencanaan secara berkelanjutan dalam penguatan STI, untuk mendorong
pertumbuhan ekonomi.
KOMITE INOVASI NASIONAL40
Am
onRa
Gambar 7. Model
Inovasi Triple Helix.
Interaksi triple helix antara
aktor-aktor utama Sistem
Inovasi Nasional yaitu
Academia (A), Business
(B), dan Government
(G) merupakan kunci
tumbuhnya inovasi. Sumber:
The Triple Helix: University-
Industry-Government
Innovation in Action.
Gambar 8. Kerjasama:
Mewujudkan Sinergi
Triple Helix.
Sinergi antar para aktor inovasi
membentuk triple helix dan
menghasilkan para inovator
yang menciptakan produk-
produk bernilai tambah
tinggi sehingga mendongkrak
produktivitas negara.
Gov
Biz
Ac
Model Inovasi Triple Helix
KERJASAMA: Mewujudkan
SinergiTRIPLE HELIX
Usaha :
MENUJU SATU PERSEPSI,
PARADIGMA DAN VISI
Fakta :
TIDAK TERHUBUNG SEBAGAI
PENGGERAK UTAMA PERTUMBUHAN
Rencana Aksi :
SINERGI ANTARA
AKADEMIA, BISNIS,
DAN PEMERINTAH
Tantangan :
1. Pengembangan HaKI
dan Penegakan Hukumnya
2. Sistem Manajemen Riset
3. Sistem Insentif dan Regulasi
4. Pembangunan Budaya Inovasi
BISNIS
PEMERINTAH
AKADEMIA
INNOVATOR
INOVASI 1-747 41
Am
onRa
	 B. Mekanisme Kerja Triple Helix
	 Gambar 9 di bawah ini mendeskripsikan model sistem inovasi industri, di
dalamnya terjadi contoh hubungan triple-helix—dimana pemerintah berperan
sebagai jangkarnya.
	 Dalam contoh ini Pemerintah mendorong terjadinya proses inovasi,
salah satunya melalui penyediaan insentif pajak bagi industri dan Badan Usaha
Milik Negara. Insentif juga diberikan kepada perusahaan asing yang berminat
melakukan foreign direct investment (FDI), yakni mereka yang akan mentransfer
teknologi dari luar negeri ke Indonesia, atau menggunakan teknologi dalam
negeri. Di samping pajak, Pemerintah juga dapat menyediakan insentif berupa
pemberian dana riset kepada para pelaku invensi atau kalangan akademis
(lembaga Iptek dan perguruan tinggi) dengan sejumlah syarat pokok, yaitu:
pihak industri telah mengutarakan minat untuk menggunakan teknologi yang
dikembangkan pada institusi riset tersebut, peluang menghasilkan produk
invensi bernilai pasar tinggi, memiliki feasibility studies dan return of investment
yang jelas. Selanjutnya lembaga-lembaga Iptek dan perguruan tinggi adalah
mitra strategis dalam mengembangkan STI mulai dari industri hulu (upstream
industries) sampai ke industri hilir (downstream industries). Sementara, pihak
industri berpartisipasi dengan menyediakan fasilitas riset dengan teknologi state
of the art, kepada para periset terkait kebutuhan invensi teknologi yang bernilai
pasar baik. Walau nampak sederhana, interaksi dan sinergi antar aktor-aktor
inovasi ternyata tidak mudah, bahkan hal ini banyak menjadi hambatan di negara-
negara non industri Asia. Banyak studi menunjukan bahwa budaya suatu bangsa
memegang peranan penting pada keberhasilan inovasi.
	 C. Budaya Inovasi: ‘’Elemen Keempat’’ Triple Helix
	Konsep Triple Helix bekerja dengan baik di negara-negara maju; tetapi
tidak di negara-negara sedang berkembang yang belum memiliki budaya
berinovasi. Sebagai contoh, di Amerika Serikat dengan innovation culture-nya
yang telah mapan, sinergi antara pebisnis dan akademisi berjalan mulus tanpa
perlu intervensi yang dalam dari Pemerintah. Berdirinya klaster Bioteknologi
San Diego adalah sebuah contoh tentang ‘’keperkasaan pasar’’. Selama 30 tahun
pebisnis dan inovator di kota tersebut bekerja sama mengkonversi San Diego dari
pangkalan militer dan pusat pemancingan yang sunyi, menjadi salah satu sentra
teknologi-tinggi, dengan hanya sedikit campur tangan Pemerintah. Berawal di
tahun 1978, klaster biotek San Diego berasal dari sebuah perusahaan start-up
kecil bernama Hybritech. Berkat sinergi antara dunia riset dan usaha, dengan
peran para teknolog bervisi bisnis (technopreneur) yang amat besar, Hybritech
mampu menghasilkan omset ratusan juta dolar AS dalam tempo kurang dari satu
dekade, dan menjadi penopang sejumlah perusahaan start-up kecil sebagai cikal
bakal klaster bioteknologi raksasa San Diego.
	 Klaster bioteknologi San Diego sekaligus juga mengilustrasikan inovasi
yang terjadi sebagai akibat kuatnya pengaruh masyarakat. Bagaimana suatu
produk inovasi, dalam arti luas, berevolusi mengikuti perubahan kebutuhan
dan keinginan masyarakat sebagai pengguna knowledge. Karena kehidupan
bermasyarakat merupakan sebuah sistem yang dinamis, maka perubahan
senantiasa terjadi, mengiringi dinamika sosial, ekonomi dan budaya masyarakat,
baik secara lokal, nasional maupun global. Hal ini mengakibatkan terjadinya
KOMITE INOVASI NASIONAL42
Am
onRa
Gambar 9. Model
Operasional Sistem
Inovasi Industri
Interaksi dan sinergi para aktor
inovasi adalah kunci terjadinya
inovasi. Lembaga-lembaga
IPTEK dan perguruan tinggi (PT)
bersinergi dengan pihak bisnis
(BUMN dan Industri Swasta)
dalam mengembangkan STI
mulai dari industri hulu sampai
ke industri hilir. Pemerintah
mendorong terjadinya proses
inovasi,
salah satunya, melalui
penyediaan insentif.
		
BUMN,
Swasta,
FDI
Pasar
DN/LN
PERAKITAN,
PENGEMASAN
PROSES
PRODUKSI
Lembaga
IPTEK
& PT
MATERIAL
dan
BAHAN BAKU
Pemerintah
InsentifInsentif
Investasi
Investasi
Investasi
Rp
Rp
Rp
Teknologi &
Manajemen
Teknologi &
Manajemen
Teknologi &
Manajemen
MODEL OPERASIONAL
SISTEM INOVASI INDUSTRI
INOVASI 1-747 43
Am
onRa
ko-evolusi antara produk inovasi dan selera masyarakat yang berujung pada
lahirnya inovasi baru. Ko-evolusi ini – antara pengetahuan dan teknologi dengan
selera dan kebutuhan masyarakat – secara alamiah telah mentransformasi model
inovasi triple helix menjadi model yang baru yang disebut quadruple helix, dimana
masyarakat masuk sebagai salah satu elemen penggerak roda inovasi.
Nilai-nilai Budaya AS dan Inovasi
	 Kewirausahaan (entrepreneurship) merupakan salah satu pilar paling
fundamental budaya AS, sebagaimana tampak keampuhannya pada kasus
klaster biotek San Diego. Elemen yang tak kalah penting adalah ‘’can-do spirit’’
atau sikap positif tentang kemampuan diri, yang bukan saja terbukti dapat
menyulap San Diego, bahkan mampu menerbangkan manusia ke Bulan, serta
membukukan sederet pencapaian spektakuler lainnya di bidang humaniora.
Baik entrepreneurship maupun can-do-spirit merupakan buah dari frontier
culture, yakni aspek unik masyarakat AS yang merefleksikan sebuah obsesi
untuk mencapai batas-batas terjauh dari kemampuan manusia. Frontier culture,
yang berakar dari nilai-nilai individualisme ini, secara karakteristik berasosiasi
kuat dengan dorongan untuk terus menerus melakukan perbaikan diri (self-
improvement). Secara tak sadar masyarakat AS bergerak—melalui improvisasi
diri—menuju figur ideal ‘’manusia-ciptaan-manusia’’ (self-made man), sosok
imajiner dalam budaya AS, yang merepresentasikan, atau sebagai bentuk
perayaan atas, kebebasan dan kekuasaan manusia dalam menentukan nasib serta
melawan determinasi (destiny). Nilai-nilai ini menjadi pondasi, bahkan prasyarat,
bagi tumbuh kembangnya inovasi dan innovation culture di AS. Semangat self-
improvement dan self-made man secara esensial mendorong masyarakat AS terus
‘’memberontak’’—mencipta—untuk mencapai titik terjauh (frontier).
	 Nilai-nilai ini juga sekaligus menjadi dasar bagi semangat kewirausahaan
(entrepreneurship). Frontier culture mengapresiasi, sekaligus memberi masyarakat
AS, kepercayaan atas kemampuan diri sendiri; yang pada tingkatan lebih tinggi,
berasosiasi dengan kecenderungan politik (political tendency) masyarakat AS
untuk percaya pada ‘’keperkasaan pasar.’’ Kasus klaster biotek San Diego, dimana
masyarakat secara swadaya mentransformasi kotanya, menunjukkan bahwa
mereka lebih suka inovasi yang didorong oleh kekuatan diri sendiri (bottom-up)—
oleh para technopreneur—ketimbang inovasi yang dikawal oleh Pemerintah (top-
down). Ada kepercayaan bahwa frontier atau ‘’titik terjauh’’ itu harus diciptakan
oleh aksi individu ketimbang oleh aksi kolektif, oleh ideal self-made man
ketimbang oleh nasionalisme industrial. Inilah mengapa entrepreneurs tumbuh
mekar di AS, tanpa satu negara tunggal mampu menyaingi, baik dari sisi jumlah
maupun pengaruhnya. Bill Gates dan Steve Jobs, misalnya, adalah segelintir ikon
wirausahawan individual AS bertaraf global. Kita juga menyaksikan masyarakat
AS sebagai penghasil paten paling produktif di dunia. Kunci dari akumulasi
kesuksesan AS di atas adalah resultante sinergis dari para aktor inovasi yang
meliputi universitas, industri, Pemerintah dan komunitas profesional.
KOMITE INOVASI NASIONAL44
Am
onRa
	 D. Quadruple Helix
	Konsep quadruple helix melibatkan masyarakat luas (civil society) meliputi:
individu, asosiasi ataupun kelompok di luar akademisi, bisnis dan pemerintah
(Gambar 10). Perkembangan model ini sangat didukung oleh fenomena bottom
up melalui open innovation dari anggota masyarakat, yang dikenal dengan
istilah masyarakat industri (industrial society). Model ini juga disebut sebagai
pendekatan inovasi berorientasi pengguna (use-oriented innovation approach).
	 Apabila pada triple helix model, inovasi difokuskan untuk menghasilkan
produk inovasi berbasis teknologi tinggi yang diperoleh melalui riset, aktifitas
inovasi pada quadruple helix lebih fokus pada menciptakan inovasi dengan
mengaplikasikan pengetahuan dan teknologi yang sudah ada, dan memanfaatkan
pengguna pengetahuan itu sendiri (masyarakat). Perbedaan mendasar di antara
kedua model ini adalah dalam quadruple helix model, pengguna (users) sangat
dilibatkan dalam proses inovasi (open innovation). Dan hal ini menguntungkan
pengusaha Usaha Kecil Menengah (UKM) karena dapat mempersingkat waktu
inkubasi, dan meminimumkan biaya dan resiko yang berasosiasi dengan
pengembangan sebuah produk maupun servis baru.
	 Peranan open innovation sangat berkembang di Eropa dan Amerika
Serikat, di mana para stakeholders berkolaborasi dalam jaringan quadruple helix
society. Kehadiran open innovation dan elemen masyarakat dalam quadruple helix
model ini memberikan manfaat yang signifikan dalam menumbuhkembangkan
ide-ide inovatif dan mendorong berbagai eksperimen dan prototipe produk-
produk inovasi di pasar dunia. Ada lima elemen kunci peranan open innovation
dalam mekanisme model quadruple helix, yakni: a) terbentuknya jaringan
kemitraan; b) terjadinya kolaborasi yang melibatkan mitra, kompetitor, universitas
dan pengguna; c) munculnya para pengusaha berbasis enterprise, yang
meningkatkan corporate venturing, starts-up dan spin-off; d) Pengelolaan HKI
secara proaktif; dan e) berkembangnya strategi Connect and Develop (C&D) yang
bertujuan untuk mencapai tingkat competitive advantages di pasar. Pendekatan
model quadruple helix dinilai sangat berhasil dalam memberikan dampak ekonomi
di Eropah dan Amerika Serikat, karena pendekatan ini melibatkan banyak institusi,
pengkondisian atmosfir riset dan melibatkan banyak pebisnis dan masyarakat
(Lihat juga bahasan Open Innovation pada Bab Tiga tentang Model Bisnis Inovasi
Indonesia).
	 E. Potret Budaya Inovasi Indonesia
	 Pada era kontemporer saat ini budaya inovasi belum terbangun di
Indonesia, walaupun banyak peninggalan sejarah yang menunjukkan kemampuan
inovasi yang tinggi dari bangsa ini. Sekali lagi, pola pikir ‘’kalau bisa membeli,
kenapa harus membuat’’ masih mendominasi sebagian besar masyarakat.
Contoh, AC Nielsen Global Consumer Report menempatkan Indonesia sebagai
negara paling konsumtif terbesar ke-2 di dunia setelah Singapura. Salah satu
indikator adalah, nilai transaksi kartu kredit di Indonesia yang mencapai Rp 250
triliun pertahun, atau seperlima APBN. Selanjutnya, World Intellectual Property
Organization (WIPO) memasukkan Indonesia ke dalam kategori negara paling
malas mencipta (inventing), tercermin dari kecilnya angka registrasi paten. Pada
2009 temuan made in Indonesia yang dipatenkan hanya berjumlah enam buah,
atau tertinggal beribu-ribu kali lipat dibanding Jepang (224.795 paten) dan
Amerika Serikat (135.193 paten), menempatkan ranking paten Indonesia yang
terendah di antara negara-negara G-20.
INOVASI 1-747 45
Am
onRa
Model
Quadruple Helix
Akademisi
Masyarakat
Pemerintah
Bisnis
Gambar 10. Model
Quadruple Helix.
Konsep quadruple helix
melibatkan interaksi aktor
inovasi: Akademisi, Bisnis,
Pemerintah dan Masyarakat
serta sangat didukung oleh
fenomena bottom up melalui
open innovation dari anggota
masyarakat
KOMITE INOVASI NASIONAL46
Am
onRa
	 Ketersediaan SDA yang melimpah, pada kadar tertentu, merupakan
salah satu faktor yang membuat manusia Indonesia lebih suka menjual apa yang
dimiliki, dari pada mencipta apa yang tidak dimiliki (menjadi inventor). Keunggulan
komparatif SDA yang tidak ditangani secara visioner ini, telah menumbuhkan
mentalitas ‘’pencari rente’’ (rent-seeking), sebagai cara mudah mengantungi
keuntungan, dan diperburuk oleh sikap ‘nrimo’—kebalikan dari semangat self-
improvement-nya bangsa Amerika—yang benihnya telah ada di masyarakat.
Kondisi-kondisi ini kemudian beresonansi dengan rezim otoritarian-paternalistik
yang berkuasa selama tiga dekade, dimana kreatifitas dipasung, yang pada
gilirannya berkontribusi terhadap lemahnya inisiatif untuk berimprovisasi dan
berinovasi. Jika pun ada, inovasi di Indonesia, berseberangan dengan kasus
klaster biotek San Diego, lebih berorientasi pada inovasi yang dikawal Pemerintah
(government-led innovation), bukan tumbuh dari bawah (bottom-up).
	 Sikap anti-perubahan, tertutup, dan kecenderungan untuk ‘’bermain
aman’’ yang telah terlembagakan berpuluh-puluh tahun ini, berkontribusi
terhadap turunnya semangat berwirausaha (entrepreneurship), sebuah pilihan
yang menuntut kreatifitas dan keberanian mengambil risiko. Pada tahun 2012,
jumlah penduduk Indonesia yang terjun menjadi pengusaha hanya sekitar 2,7 juta
jiwa atau 1 persen total populasi; jauh lebih sedikit dibanding Amerika Serikat
yang memiliki 37,7 juta entrepreneurs atau 12 persen jumlah penduduk negeri
itu, angka terbesar di dunia. Sekali lagi, nilai-nilai budaya (worldview) menjadi
determinan: masyarakat Amerika dikenal memiliki sikap yang sangat toleran
terhadap kesalahan berbisnis (business failure). Di klaster IT Silicon Valley ada
guyonan: kekeliruan dalam menerapkan resep bisnis (teknik pemasaran, misalnya)
sangat diharapkan, bahkan ditunggu-tunggu kedatangannya! Penerimaan yang
luas terhadap business failure ini turut mendorong budaya risk-taking di negara
ini. Sementara di Indonesia, atmosfer yang dikembangkan selama beberapa
decade, terutama di sektor pendidikan dan parenting justru kurang mendorong
semangat bereksperimen dan sikap tidak takut salah. Tidak heran, misalnya,
pengusaha Indonesia cenderung untuk membeli teknologi lisensi asing dalam
proses produksi, dari pada berinvestasi dan mengambil risiko di Litbang teknologi
untuk menciptakan terobosan.
	 F. Membangun Budaya Inovasi
	 Pendekatan Triple Helix bila diterapkan di negara yang belum
mengandalkan inovasi, seperti Indonesia, akan susah berjalan. Setidaknya,
akan lebih banyak bergantung kepada Pemerintah sebagai regulator dan
fasilitator. Oleh karena itu, upaya pembangunan inovasi nasional tidak bisa hanya
mengandalkan pembangunan infrastruktur teknologi, tetapi secara simultan,
diperlukan upaya keras membangun dan menciptakan budaya inovasi dalam
masyarakat.
	 Kesadaran mengenai peran penting inovasi dan sistem inovasi yang
produktif untuk percepatan pertumbuhan ekonomi semakin disadari, setidaknya
di tingkat pemerintah pusat. Didirikannya Komite Inovasi Nasional (KIN) pada
tahun 2010 oleh Presiden RI merupakan sinyal positif munculnya mindset inovasi
di tingkat elite. Namun menjadi pertanyaan: apakah mindset ini merupakan
sebuah konsensus nasional yang akan terus diperjuangkan, dan menjadi visi
pembangunan jangka panjang Indonesia, atau sekadar gagasan periodikal yang
akan berganti dengan bergantinya pemerintahan? Katakanlah bahwa inovasi
telah menjadi mindset di tingkat elite, tetapi menjadi pertanyaan pula: Apakah
masyarakat memiliki mindset yang sama? Sehingga ketika inisiatif top-down
INOVASI 1-747 47
Am
onRa
dijalankan Pemerintah, masyarakat akan merespons dengan baik? Sebagaimana
dijelaskan di muka, budaya berinovasi belum terbangun mapan di negeri ini.
	 Karena itulah secara bersamaan, seiring dengan upaya top-down
Pemerintah, perlu dilakukan upaya membangun mindset inovasi di tengah-
tengah masyarakat, sehingga mindset ini akan selalu ada dan tidak terpengaruh
oleh pergantian pemerintahan. Upaya ini dapat dilakukan dengan melakukan
penguatan inovasi terhadap simpul-simpul strategis pada elemen-elemen civil
society. Simpul-simpul ini adalah bagian dari masyarakat yang selalu ada (exist),
memiliki peran besar, dan/atau kelak memegang tampuk kepemimpinan bangsa
di masa mendatang, antara lain: Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), pers,
perguruan tinggi, Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas), berbagai asosiasi
profesi, dan/atau asosiasi-asosiasi bisnis. Pembentukan jaringan atau komunitas
inovasi di antara dan untuk, elemen-elemen ini perlu dilakukan guna menebar
‘’virus-virus inovasi’’.
	 Budaya inovasi suatu bangsa tidak tumbuh dengan sendirinya, tetapi
merupakan evolusi budaya masyarakat yang berkembang, baik melalui pendidikan
formal maupun informal (Gambar 11). Karya kreatif, publikasi, dan paten
yang dihasilkan oleh perguruan tinggi atau lembaga riset telah bermunculan.
Namun secara kuantitas masih belum menunjukkan hasil yang menggembirakan
dan masih kecil dampak inovasi terhadap pertumbuhan ekonomi. Untuk itu,
diperlukan sistem pendidikan yang dapat menumbuhkembangkan budaya inovasi.
Sistem pendidikan tersebut hendaknya memperhatikan kearifan dan budaya lokal
sebagai landasan kreativitas dan budaya inovasi bangsa.
	 Untuk mencapai sasaran tersebut perlu diambil langkah-langkah:
1.	 Revitalisasi Sistem Pendidikan yang mengedepankan budaya sustainability
development menuju keadaban, kemanfaatan, kesejahteraan dan kebahagiaan
serta penghargaan terhadap riset dan inovasi.
2.	 Standardisasi evaluasi kependidikan dan kurikulum pendidikan dasar,
menengah/kejuruan dan pendidikan tinggi yang bersifat discovery learning,
dengan menguatkan unsur kreatifitas peserta didik yang sudah berasimilasi
dengan nilai-nilai kearifan lokal, dan yang sudah memperhatikan kebutuhan
industri.
3.	 Mensosialisasikan Budaya Invensi dan Budaya Inovasi melalui: (1) Pusat
Inkubator Teknologi di tiap daerah, dan (2) Optimalisasi infrastruktur TIK
jaringan pendidikan nasional agar pembudayaan karakter inovasi tumbuh
secara alamiah serta menjangkau seluruh peserta didik dan masyarakat di
wilayah Indonesia.
4.	 Memperkokoh aktor untuk meningkatkan Science & Technology Readiness
dan infrastruktur S&T berdaya saing, berharkat dan bermartabat untuk
kemakmuran bangsa.
5. SISTEM INOVASI NASIONAL UNTUK TRANSFORMASI EKONOMI
	Inovasi merupakan sebuah fenomena kompleks yang melibatkan
produksi, difusi dan translasi dari pengetahuan teknologi menjadi sebuah produk
atau proses yang baru yang telah mengalami perbaikan yang signifikan dan
bernilai tambah. Konsep inovasi mengalami beberapa kali perubahan mulai dari
Schumpeter (1934), yang menekankan pada sistem dan metode produksi untuk
menghasilkan barang yang bermutu; kemudian OECD (1994), menekankan
bahwa inovasi tidak saja pengembangan dan produksi tetapi juga aspek
marketing dan komersialisasi produk yang dihasilkan; dan Oslo Manual (2005),
menegaskan dan menyempurnakan makna inovasi dengan menekankan pada
KOMITE INOVASI NASIONAL48
Am
onRa
Gambar 11. Model
bottom-up untuk
penciptaan budaya
inovasi.
Masyarakat
Berbasis
Inovasi
Pertumbuhan ekonomi
berkesinambungan yang
berbasis inovasi
Adopsi hasil inovasi
dalam negeri sehingga
menjadi budaya
Lahirnya inovasi
(Innovated in Indonesia)
R&D Inovasi dan
Sarana Pendukung
Market oriented R&D
dan kerja sama riset
multinasional, ICT
Sumber Daya Alam
Unggulan nasional &
daerah
IKM
Kemudahan & fleksibilitas
penggunaan dana publik :
minimalisasi rintangan
birokrasi, produk
berorientasi public
demand
Pengembangan
Sumber
Daya Manusia
Pendidikan dan
pelatihan, formal
dan non formal
DUKUNGAN PEMERINTAH
(Peraturan perundang-undangan
yang mendukung aktifitas R&D inovasi,
insentif, inisiatif, kebijakan, dll.)
PEMBENTUKAN/SOSIALISASI BUDAYA INOVASI
(Kebutuhan publik, invensi, inovasi,
budaya menghargai dan memanfaatkan hasil inovasi dalam negeri,
budaya pola hidup sustainable, pendidikan, dll.)
INOVASI 1-747 49
Am
onRa
pengembangan suatu produk dalam bentuk barang, jasa dan metode pemasaran
dan pengorganisaasi yang baru dan mengalami perbaikan yang sangat siginifikan
yang diterapkan dalam praktek bisnis. Konsep inovasi berkembang sesuai dengan
kebutuhan zaman dan perkembangan tentang proses inovasi itu sendiri. Proses
inovasi melibatkan hubungan interaktif antara berbagai aktor inovasi yang
mengikuti jalur non linear yang dikarakterisasi dengan mekanisme umpan balik
yang sangat kompleks.
	 Proses inovasi pada dasarnya merupakan interaksi berbagai aktor inovasi
dari kalangan triple helix yaitu akademisi, pebisnis dan pemerintahan. Dengan
tumbuhnya inisiatif masyarakat dalam menghasilkan karya-karya inovatif, unsur
komunitas mau tidak mau menjadi bagian dari aktor inovasi. Hal inilah yang
mendorong terjadinya modifikasi model triple helix menjadi quadruple helix.
Proses inovasi baik dalam model triple helix maupun quadruple helix, terjadi
secara sistemik bukan di dalam fase-fase yang terisolasi. Interaksi terjadi antar
seluruh aktor inovasi dalam ekosistem inovasi sebagai sebuah sistem yang saling
terkait satu sama lain, dengan sistem umpan balik yang berfungsi. Inilah yang
menjadi konsep dasar terbentuknya sebuah Sinas. Pendekatan Sinas menjadi salah
satu fondasi untuk mendesain hubungan yang kompleks antara beberapa institusi
inovasi yang terikat di dalam proses inovasi.
	 Sistem Inovasi Nasional dapat digambarkan sebagai sekumpulan institusi
yang saling bersinergi, membangun dan mendifusikan teknologi di dalam satu
kerangka acuan, yang merupakan kebijakan pembangunan inovasi nasional.
Terlihat jelas bahwa performansi kinerja inovasi dalam sebuah sistem ekonomi
tidak saja bergantung kepada masing-masing institusi yang bekerja secara sendiri-
sendiri, tetapi kepada bagaimana masing-masing institusi ini saling bersinergi
di dalam sebuah sistem. Dalam Sinas ini, Pemerintah memegang peranan
penting untuk memicu terjadinya proses inovasi. Dengan Sinas, Pemerintah
Indonesia akan memiliki konsep, kebijakan dan rencana aksi yang terukur dan
implementabel untuk mengoptimalkan pemanfaatan seluruh sumber daya mulai
dari tingkat kabupaten, provinsi, hingga tingkat nasional.
	 Pengalaman pada Korea Selatan dan negara-negara advanced economy
lainnya menunjukkan bahwa, produktivitas negara hanya dapat meningkat melalui
kontribusi inovasi (teknologi) yang signifikan. Richard R. Nelson menegaskan
bahwa perkembangan yang cepat di berbagai negara tersebut adalah akibat
adanya kesepahaman dan keselarasan langkah para aktor inovasi yang diatur
dalam Sinas. Komponen-komponen Sinas terdiri atas akademisi (pendidikan dan
penelitian), pelaku industri, Pemerintah dan komunitas, yang secara bersama-
sama mendorong terjadinya aktifitas STI, menunjang pertumbuhan ekonomi
melalui penguatan infrastruktur dan industri inovasi. Singkatnya, inovasi—dalam
skala massif dan kontinyu—hanya dapat terwujud dengan adanya Sinas yang
mapan di suatu negara. Apa yang menyebabkan Sinas sedemikian krusial sehingga
dijadikan jembatan transformatif menuju negara maju?
	 Ide tentang Sinas, dan inisiatif penguatan Sinas, berawal dari
keingintahuan mendasar: ‘’bagaimana inovasi muncul, dan seperti apa
prosesnya?’’ Kemudian, diikuti pertanyaan selanjutnya: ‘’bagaimana agar inovasi
dapat muncul secara berkesinambungan dan, pada gilirannya, memiliki dampak
ekonomi yang signifikan?’’
	Inovasi tidak datang tiba-tiba, melainkan lahir sebagai hasil dari sinergi
yang kompleks antara para aktor di dalam sistem inovasi. Melalui sinergi ini
knowledge disebar, diperbarui, dan dimanfaatkan oleh para pelaku inovasi
guna menghasilkan teknik dan/atau produk baru (inovasi). Dengan kata lain,
keberadaan aliran knowledge merupakan komponen penting dalam proses
KOMITE INOVASI NASIONAL50
Am
onRa
terjadinya inovasi, dan salah satu cara untuk meningkatkan aliran knowledge,
sekaligus meningkatkan penggunaan knowledge dalam sektor ekonomi dan sosial
masyarakat, melalui Sinas.
	 Bahkan, lebih dari sekedar wahana ‘’interaksi’’, Sinas adalah sebuah
entitas organisasi dan jaringan yang kompleks. Sinas melibatkan setidaknya empat
pilar, yang kesemuanya harus berkoordinasi—tidak sekadar ‘’berinteraksi’’, tapi
berkolaborasi secara harmonis—untuk menjamin keberlangsungan inovasi dan
dampak ekonominya, yakni:
1.	 Institusi penghasil teknologi. Pada pilar ini, terdapat sejumlah isu spesifik yang
berkaitan dengan inovasi, seperti: penjaminan mutu dan sertifikasi produk
teknologi; standar, ukuran dan pengujian produk teknologi; perlindungan Hak
atas Kekayaan Intelektual (HKI); pendanaan Litbang; konsultasi teknologi dan
manajemen;
2.	 Institusi pendidikan (isu-isu spesifik terkait, misalnya: pendidikan dasar yang
komprehensif; pendidikan menengah terkait aplikasi teknologi; pelatihan
vocational; pendidikan tinggi bidang perekayasaan dan manajemen);
3.	 Perusahaan/korporasi (isu-isu spesifik terkait, antara lain: pembelajaran
teknologi; pengembangan skilled human capital dan aliansi teknologi/
pengetahuan; Litbang dan kemitraan Litbang);
4.	 Institusi penghasil regulasi dan insentif (isu-isu spesifik terkait, misalnya:
regulasi ekonomi makro, insentif promosi industri dan ekspor, regulasi
pengelolaan SDA, fiskal, pajak dan perdagangan, HKI, infrastruktur ekonomi,
alih teknologi, standar internasional, persaingan sehat, nilai dan sikap mental,
serta keterbukaan).
	 Tampak bahwa implementasi inovasi merupakan proses kompleks
yang membutuhkan harmonisasi pelbagai kebijakan dan strategi dari banyak
sektor. Jika hal itu terpenuhi, inovasi akan terjadi secara berkesinambungan dan
akan berkontribusi secara signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi negara.
Singkatnya, titik berat fungsi Sinas adalah: melakukan harmonisasi, sekaligus
memfokuskan arah inovasi ke arah yang lebih konvergen melalui konsolidasi
seluruh elemen ekosistem inovasi untuk meningkatkan produktivitas bangsa.
	 A. Produktivitas Bangsa Menuju Keunggulan Kompetitif
	 Mengacu pengalaman negara-negara maju, terdapat tiga faktor produksi
yang telah menggantikan peran kuno land, labour dan capital dan menjadi
penentu pertumbuhan dalam era Ekonomi Inovasi saat ini, yakni: modal finansial
(capital), sains dan teknologi (S&T), dan modal manusia (human capital) (Gambar
12). Ketiadaan faktor konvensional ‘’land’’ dalam Ekonomi Inovasi menunjukkan
bahwa bahan baku utama pertumbuhan tidak lagi sumber daya alam (natural
resources), tetapi knowledge—STI—yang dikombinasikan dengan suntikan
kapital. Singapura dan Jepang, dua negara yang miskin sumber daya alam, telah
membuktikan hal ini.
	 Jelas bahwa faktor-faktor produksi baru tersebut (capital, S&T, dan
human-capital) merupakan komponen kunci peningkatan produktivitas negara
untuk percepatan dan transformasi ekonomi – target yang ingin diwujudkan
Indonesia. Peningkatan produktivitas menuju keunggulan kompetitif dicapai
dengan memperkuat kemampuan sumber daya manusia berbasis inovasi. Warisan
ekonomi berbasis sumber daya alam yang bertumpu pada labor intensive, perlu
ditingkatkan secara bertahap menuju skilled labor intensive dan kemudian
menjadi human capital intensive. Peningkatan kemampuan modal manusia yang
INOVASI 1-747 51
Am
onRa
Pengetahuan
Peningkatan
Pertumbuhan
Ekonomi
Produktivitas
dan
Daya Saing
Peningkatan
Kesejahteraan
Bangsa
Land
Labor
Capital
Produk
(Barang
& Jasa)
Faktor-faktor
Produksi
Proses
Peningkatan
Kesejahteraan
Melalui Inovasi
Gambar 12. Proses
Peningkatan
Kesejahteraan Melalui
Inovasi.
Dalam Ekonomi Inovasi bahan
baku utama pertumbuhan
tidak lagi sumber daya alam,
tetapi ilmu pengetahuan—
STI—yang dikombinasikan
dengan suntikan
financial dan human capital.
KOMITE INOVASI NASIONAL52
Am
onRa
menguasai Iptek ditempuh terutama melalui sistem pendidikan tinggi, penelitian
dan pengembangan (Litbang), rekayasa, dan pusat pendidikan dan latihan
(Pusdiklat) berbasis inovasi. Modal manusia yang berkualitas ini sangat diperlukan
ketika Indonesia memasuki tahap innovation-driven economy untuk mencapai visi
bangsa (Gambar 13).
	 B. Visi Bangsa sebagai Platform Nasional
	 Visi Pemerintah Indonesia atau yang dikenal dengan sebutan Visi
Indonesia 2025 adalah menjadi negara maju pada tahun 2025 (Gambar 14).
Untuk mempercepat pencapaian visi ini, Pemerintah telah meluncurkan program
Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI),
sebagai pelengkap Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN)
(Gambar 15). MP3EI terdiri atas 8 program dan 22 kegiatan ekonomi. Delapan
program tersebut adalah: 1. Industri Manufaktur, 2. Pertambangan, 3. Pertanian,
4. Kelautan dan Perikanan, 5. Pariwisata, 6. Telekomunikasi, 7. Energi, dan 8.
Strategi Pembangunan Regional. Semua program ini membutuhkan investasi yang
besar baik dari dalam maupun luar negeri.
Simulasi Visi Indonesia-2025
	 Pertumbuhan ekonomi yang berkualitas hanya dapat dicapai bila didukung
oleh tingkat inovasi yang berkesinambungan. Tingkat inovasi yang mencapai 18%
dapat mendukung pertumbuhan ekonomi yang pada tahun 2025 diprediksi akan
mencapai sekitar 16.000 dolar AS (Gambar 16). Dalam simulasi ini, beberapa
asumsi dibuat dengan menggunakan tren pertumbuhan ekonomi Korea dengan
faktor inovasi yang embedded di dalam pertumbuhan ekonominya pada rentang
tahun 1970-1990. Korea pada tahun 1970 memiliki PDB sebesar 254 dolar AS
dengan dukungan faktor teknologi sebesar 12.8%. Pada tahun 1990 PDB Korea
meningkat menjadi 6147 dolar AS, dengan dukungan teknologi sebesar 55.4%.
Di tahun 1970-an Korea membangun kekuatan ekonominya dengan bergantung
kepada produk-produk yang dihasilkan dengan menggunakan teknologi rendah,
seperti tekstil, industri kecil dan produk-produk pertanian. Kemudian pada awal
tahun 1990-an Korea merubah strategi pembangunan ekonominya dari teknologi
rendah ke teknologi tinggi dan perusahaan besar.
	 Berdasarkan data PDB per kapita yang ada, dapat dilakukan pemetaan
untuk memprediksi kondisi Indonesia mulai tahun 2010 sampai 2025. Jika
pertumbuhan ekonomi dicanangkan sebesar 6.35% rerata pertahun tanpa
memasukkan faktor inovasi, maka pada tahun 2025 PDB Indonesia akan
mencapai 6070 dolar AS (kurva merah pada Gambar 16). Namun jika faktor
inovasi dimasukkan ke dalam asumsi pertumbuhan ekonomi, maka pertumbuhan
ekonomi Indonesia dapat dipacu hingga 9%-10%, dan pada tahun 2025 PDB
Indonesia akan mencapai 17003 dolar AS.
	 Komite Inovasi Nasional melihat bahwa target visi 2025, dengan PDB di
atas 16,000 dolar AS bukanlah hal mustahil untuk dicapai bangsa ini. Indonesia
memiliki potensi yang luar biasa untuk menjadi salah satu kekuatan ekonomi
dunia. International Monetary Fund (IMF), yang pernah meremehkan kebijakan
pembangunan Indonesia, justru sekarang memperkirakan ekonomi Indonesia
akan tumbuh menjadi 1.5 triliun dolar AS pada akhir 2015. Lebih lanjut Mc
Kinsey Global Institute pada tahun 2012 menerbitkan laporan yang memprediksi
potensi peningkatan peluang pasar (dalam sektor pelayanan konsumer, pertanian,
INOVASI 1-747 53
Am
onRaVISI 2025
2010
2014
2025*
PDB: ~720 juta US$
PDB per kapita: ~3.000 US$
Kekuatan 16 besar ekonomi dunia
PDB: ~1.206 juta US$
PDB per kapita: ~4.803 US$
Kekuatan 14 besar ekonomi dunia
*perkiraan tidak resmi pemerintah. Asumsi
pertumbuhan riil antara 7 - 8 % per tahun
PDB: ~3.760-4.470 juta US$
PDB per kapita: ~12.855-16.160 US$
Kekuatan 12 besar ekonomi dunia
Sudah termasuk kategori
negara berpendapatan tinggi
PENINGKATAN PRODUKTIVITAS
MENUJU KEUNGGULAN KOMPETITIF
Keunggulan
arageN Peningkatan
Produktivitas
Warisan Ciptaan
Kekayaan Negara
Ekonomi Berbasis SDA
Factor Driven Investment Driven Innovation Driven
isavonIsisabreBimonokEirtsudnIsisabreBimonokE
imonokEnaupmameKnatakgnineP
• Sumber Daya Alam
• Labor intensive
• Capital and Technology
• Skilled Labor intensive
• Innovation
• Human Capital intensive
Kompetitif
Komparatif
Gambar 13. Peningkatan
Produktivitas Menuju
Keunggulan Kompetitif.
Peningkatan produktivitas
negara untuk menuju
keunggulan kompetitif
dicapai dengan memperkuat
kemampuan sumber daya
manusia berbasis inovasi.
Warisan ekonomi berbasis
sumber daya alam yang
bertumpu pada labor
intensive, perlu ditingkatkan
secara bertahap menuju skilled
labor intensive dan kemudian
menjadi human capital
intensive. (Sumber: modifikasi
dari BKPM)
Gambar 14. Visi
Indonesia 2025.
Visi Indonesia 2025 adalah
“Mendorong Indonesia
menjadi negara maju di
tahun 2025 dan menjadi
kekuatan ekonomi 12 besar
dunia melalui pertumbuhan
ekonomi tinggi yang inklusif
dan berkelanjutan”. (Sumber:
MP3EI, 2011)
KOMITE INOVASI NASIONAL54
Am
onRa
Gambar 15. Pentahapan
Pembangungan RPJPN
2005-2025
Gambar 16. Simulasi Visi
2025, PDB per kapita
Purchasing Power Parity
(PPP) dalam USD
Pentahapan Pembangungan
RPJPN 2005-2025
Menata kembali
NKRI, membangun
Indonesia yang
aman dan damai,
yang adil dan
demokratis,
dengan tingkat
kesejahteraan
yang lebih baik
RPJM 1
2005-2009
Memantapkan
penataan kembali
NKRI, meningkatkan
kualitas SDM,
membangun
kemampuan Iptek,
memperkuat daya
saing perekonomian
RPJM 2
2010-2014
Memantapkan
pembangunan secara
menyeluruh dengan
menekankan
pembangunan
keunggulan
kompetitif
perekonomian yang
berbasis SDA yang
tersedia, SDM yang
berkualitas, serta
kemampuan iptek
RPJM 3
2015-2019
Mewujudkan
masyarakat
Indonesia yang
mandiri, maju, adil
dan makmur melalui
percepatan
pembangunan di
segala bidang
dengan struktur
perekonomian yang
kokoh berlandaskan
keunggulan
kompetitif
RPJM 5
2020-2024
PDB per kapita PPP dengan pertumbuhan rerata 6.35%
PDB per kapita PPP dengan Inovasi rerata 18.87%
PDB per kapita PPP real value
PDBperkapitaPPP(USD)
Tahun
INOVASI 1-747 55
Am
onRa
perikanan, sumber daya, pendidikan, dan sebagainya) dari 0.5 triliun dolar AS
menjadi 1.8 triliun dolar AS pada tahun 2030.
	 Untuk dapat meningkatkan PDB 4 hingga 5 kali lipat dalam tempo
kurang dari 15 tahun, sebagaimana ditargetkan dalam Visi Indonesia 2025, maka
produktivitas menjadi faktor penentu utama. Sayangnya saat ini produktivitas
Indonesia di pelbagai sektor utama tidaklah tinggi, salah satunya, disebabkan oleh
kontribusi inovasi (teknologi) yang minim dalam proses produksi. Pertumbuhan
(growth) masih cenderung bersandar kepada eksploitasi sumber daya alam
mengandalkan faktor produksi konvensional tanah, tenaga kerja, dan modal
yang berkontribusi 94,7 persen dalam keseluruhan proses produksi nasional
(tahun 2010). Kontribusi inovasi (teknologi) yang rendah, hanya 5,3 persen, telah
terbukti berdampak terhadap kurang maksimalnya pertumbuhan ekonomi.
Sebagai contoh, sektor pertanian yang sebagian besar masih menerapkan teknik
tradisional, hanya mampu menyumbang 15 persen PDB meski menyerap 38
persen tenaga kerja. Bandingkan dengan sektor industri yang relatif teknologi-
intensif dan bernilai tambah tinggi, walaupun hanya menyerap 13 persen pangsa
buruh, namun berkontribusi 27 persen terhadap PDB. Demikian pula pada sektor
jasa yang seringkali mengandalkan inovasi agar bertahan hidup, menyerap 2
persen tenaga kerja tetapi mampu menyumbang 7 persen PDB (Gambar 17).
	 Pengalaman beberapa negara seperti Finlandia, Tiongkok, India,
Korea dan Malaysia menunjukkan adanya peran aktif lembaga-lembaga
eksekutif, legislatif, dan yudikatif dalam mencari kesepakatan dan komitmen
bersama untuk melaksanakan visi negara. Visi ini tentunya didesain secara
sistematik dan terencana dengan konsep kerangka kerja yang baik, strategis
dan sesuai dengan potensi sumber daya yang tersedia, dan dengan selalu
mempertimbangkan pendekatan-pendekatan sosio dan tekno-ekonomi yang
dapat dipertanggungjawabkan. Visi negara ini juga harus disosialisasikan kepada
kalangan akademisi/peneliti, pengusaha, komunitas profesi dan masyarakat
luas. Dengan demikian seluruh komponen bangsa dalam model quadruple
helix dapat memahami kemana arah pembangunan bangsa ini. Bagi Indonesia,
tekad mencapai kemandirian teknologi inovasi dapat menjadi common goal dan
sekaligus platform nasional yang akan dicapai oleh seluruh rakyat Indonesia.
Pemerintah berkewajiban secara proaktif memasyarakatkan visi ini ke berbagai
jajaran mulai dari tingkat kementerian, provinsi, kabupaten, kecamatan sampai
tingkat pemerintahan yang paling bawah.
	 Pengemasan PPJPN, MP3EI dan Inisiatif Inovasi 1-747 sangat diperlukan
untuk mengembangkan institusi yang mampu mengelola dan sekaligus
memperkuat para aktor STI, untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi
yang berkelanjutan di Indonesia. Demikian pula upaya sinergi antar berbagai
komponen perlu digalakkan, dan untuk itu diperlukan adanya kepemimpinan
yang kuat dan berwawasan sosio dan tekno-ekonomi yang komprehensif. Dalam
pidatonya pada perayaan Hari Kebangkitan Teknologi Nasional, tanggal 11
Agustus 2014, Wakil Presiden Budiono mengungkapkan: keberhasilan inovasi
Indonesia sangat bergantung pada pemecahan kendala utama penghambat
kemajuan inovasi di Indonesia, yakni kurangnya sinergitas dan tingginya ego-
sektoral diantara para aktor inovasi. Penciptaan sinergi dan penghancuran ego-
sektoral tidak akan terjadi secara kebetulan, tetapi harus diupayakan, ditata dan
direncanakan melalui sebuah strategi pembangunan inovasi Indonesia.
KOMITE INOVASI NASIONAL56
Am
onRa
Gambar 17. Transformasi
Ekonomi Berbasis Inovasi
Produktivitas menjadi faktor
penentu utama dalam
pencapaian Visi Indonesia
2025. Saat ini Indonesia
memiliki produktivitas yang
rendah di pelbagai sektor
utama, salah satunya,
disebabkan oleh
kontribusi inovasi (teknologi)
yang minim dalam proses
produksi. Pertumbuhan masih
cenderung bersandar kepada
eksploitasi sumber daya alam
mengandalkan faktor
produksi konvensional tanah,
tenaga kerja (buruh), dan
modal. Inovasi dan teknologi
dibutuhkan untuk mendorong
transformasi Ekonomi Berbasis
Inovasi di setiap tahap.
Transformasi Ekonomi
Berbasis Inovasi
Transformasi perkembangan ekonomi sebuah Negara
Inovasi dan Teknologi
Pertanian Industri
Berbasis
Inovasi
Berbasis
Pengetahuan
Kondisi Indonesia
saat ini
Sektor Pertanian
38% Tenaga Kerja
15% GDP
Sektor Industri
13% Tenaga Kerja
27% GDP
Jasa Keuangan, Real Estate,
dan Bisnis
2% Tenaga Kerja
7% GDP
Inovasi dan teknologi dibutuhkan untuk
mendorong transformasi di setiap tahap
INOVASI 1-747 57
Am
onRa
KOMITE INOVASI NASIONAL58
Am
onRa
INOVASI 1-747 59
Am
onRa
BAB II
STRATEGI
PEMBANGUNAN
INOVASI
INDONESIA
KOMITE INOVASI NASIONAL60
Am
onRa
STRATEGI PEMBANGUNAN INOVASI INDONESIA
1. MENINGKATKAN KEMAMPUAN INOVASI BANGSA
	 Upaya-upaya mencapai visi Indonesia 2025 telah dilakukan Pemerintah
secara bertahap melalui Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 1
(2005–2009), RPJM 2 (2010-2014), dan dilanjutkan dengan RPJM 3 hingga RPJM 5
(2020-2024). Pada RPJM 1 Pemerintah fokus pada upaya-upaya penataan kembali
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), membangun Indonesia yang aman
dan damai, yang adil dan demokratis dengan tingkat kesejahteraan yang lebih
baik. Sedangkan dalam RPJM 2 Pemerintah mengarahkan perhatiannya secara
sungguh-sungguh pada target memantapkan upaya penataan kembali NKRI,
meningkatkan kualitas SDM, membangun kemampuan Iptek, dan memperkuat
daya saing perekonomian bangsa; seirama dengan usaha peningkatan
produktivitas nasional melalui perbaikan kemampuan Iptek dan kualitas SDM
untuk meningkatkan daya inovasi.
	 Tekad Pemerintah untuk mencapai masyarakat adil dan makmur
melalui peningkatan kemampuan teknologi dan inovasi tercermin secara jelas,
diantaranya melalui arahan Presiden Republik Indonesia pada pertemuan Tapak
Siring, 21 April 2010, yang antara lain dikemukakan: a) Perlunya peningkatan
infrastruktur ekonomi termasuk infrastruktur Iptek di seluruh wilayah tanah
air; b) pembangunan “connectivity” baik fisik maupun TIK; c) perlunya upaya
inovasi teknologi secara besar-besaran dan terencana yang dihasilkan oleh
seluruh komponen aktor inovasi: Pemerintah, peneliti/akademisi, pengusaha dan
masyarakat; d) pentingnya upaya perbaikan secara sungguh-sungguh terhadap
iklim investasi; dan e) peningkatan produktivitas nasional. Selain hal di atas,
diperlukan usaha untuk memperbaiki peraturan dan perundang-undangan untuk
meningkatkan ruang gerak investasi sektor riil terutama manufaktur dalam
rangka mendorong tumbuhnya investasi produktif. Telah diuraikan sebelumnya,
untuk mencapai pertumbuhan ekonomi berkelanjutan, faktor inovasi dan ekologi
memegang peranan penting dan harus menjiwai sistem ekonomi nasional.
Untuk itu Indonesia harus melakukan upaya transformasi menuju ke Low
Carbon Society yang berbasis “Green Industry and Green Growth”, seperti yang
dicanangkan Presiden RI dalam Konferensi Climate Change di Bali tahun 2007 dan
di Kopenhagen tahun 2009.
	 Sejauh ini, Indonesia masih belum optimal mengelola STI berdasarkan
paradigma technoeconomic untuk pengembangan ekonomi. Sebagai contoh,
masih rendahnya elemen Total Factor Productivity (TFP) yang merupakan
komponen intangible dari sebuah total output sistem dan faktor produksi
suatu negara. Dua komponen lainnya bersifat tangible, yaitu labor dan kapital.
INOVASI 1-747 61
Am
onRa
Meningkatnya kontribusi TFP merupakan indikasi utama adanya peningkatan
kuantitas dan kualitas modal manusia (human capital), serta meningkatnya
kontribusi STI dalam faktor produksi negara. Gambar 18 menunjukkan bahwa
antara tahun 1980-2000, kontribusi TFP terhadap pertumbuhan PDB (%) Indonesia
adalah terendah di banding negara-negara yang tergabung di dalam Association
of South East Asia Nations (ASEAN) lainnya, bahkan mencapai nilai negatif (-0.80).
Nilai kontribusi TFP negatif tersebut menunjukkan rendahnya efisiensi dan
produktivitas perekonomian Indonesia, artinya nilai input lebih besar dari nilai
ouput produksi. Indikator strategis lainnya adalah terjadinya peningkatan upah
buruh yang diikuti oleh peningkatan produktivitas dan kualitas pekerjaan – pada
faktor ini Indonesia juga masih rendah.
	 Untuk itu Indonesia harus memiliki grand design pengembangan ekonomi
berkelanjutan dengan mengembangkan human capital berbasis STI dan ekologi
secara komprehensif. Diperlukan juga kebijakan yang tepat untuk menarik
direct domestic investment (DDI) maupun foreign direct investment (FDI) dan
mengarahkannya pada kegiatan ekonomi yang tepat.
	 Pengalaman di berbagai negara menunjukkan bahwa budaya berinovasi
dilakukan mulai dari kegiatan pendidikan, penelitian sampai ke proses produksi
melalui suatu proses sinergis yang berkesinambungan, bukan interupted. Ke
depan, Indonesia harus berupaya mengembangkan apa yang dikenal dengan
innovation-driven Research and Development management untuk menjaga
kesinambungan proses penguatan inovasi di berbagai bidang. Hal ini penting
dalam rangka memperkuat capacity building untuk pengembangan berbagai
bidang STI.
	 Penyiapan unsur-unsur pendukung pembangunan STI suatu bangsa
membutuhkan kerja keras secara terus menerus dan investasi yang besar.
Masalah pendanaan untuk pengembangan STI selalu merupakan kendala utama,
khususnya di negara-negara sedang berkembang. Namun, urgensi pembangunan
ekonomi inovasi Indonesia saat ini sudah berada pada tahap sangat mendesak,
sehingga diperlukan keberanian Pemerintah untuk mengalokasikan dana dalam
jumlah yang signifikan, karena pendanaan merupakan faktor kritis penentu
keberhasilan pengembangan STI suatu bangsa.
	 A. Pendanaan sebagai Faktor Kritis
	 Dalam hal jumlah pendanaan R&D dan infrastruktur Iptek, Indonesia relatif
masih sangat rendah dibanding negara-negara ASEAN, sebagaimana tercermin
dalam angka indikator competitiveness yang diterbitkan oleh WEF (Gambar 19).
Upaya peningkatan anggaran R&D merupakan faktor kritis, sekaligus tantangan
tersendiri dan menjadi isu yang sangat penting untuk direkomendasikan, karena
Indonesia, dari banyak negara di dunia, termasuk yang masih memiliki proporsi
dana R&D yang sangat rendah dalam beberapa dekade belakangan ini (Gambar
20). Perlu dicatat bahwa kegagalan dalam berinvestasi pada R&D sekarang, akan
menyebabkan hilangnya pertumbuhan di masa depan; yang merupakan suatu
kemunduran yang tidak dapat dibalik dengan cepat, dan akan sangat merugikan.
Hal inilah yang mendorong KIN menempatkan faktor peningkatan dana R&D
sebagai butir pertama dalam rekomendasi Inisiatif Inovasi 1-747.
KOMITE INOVASI NASIONAL62
Am
onRa
Gambar 18. Konstribusi
Total Factor Productivity
(TFP) Terhadap
Pertumbuhan PDB
Beberapa Negara ASEAN.
Kontribusi TFP terhadap
pertumbuhan PDB (%)
Indonesia adalah terendah
di banding negara-negara
ASEAN lainnya, menunjukkan
rendahnya efisiensi dan
produktivitas perekonomian
Indonesia. (Sumber: Hill et. al.,
2012)
Konstribusi Total Factor
Productivity terhadap
Pertumbuhan PDB beberapa
negara ASEAN.
Kontribusi TFP terhadap Pertumbuhan GDP %
Trend dalam GDP dan Pertumbuhan TFP (1980-2006, %)
Period
1980-1984
1985-1989
1990-1994
1995-1999
1980-2000
Indonesia
-0.32
-0.47
0.82
3.67
-0.80
Malaysia
-0.03
0.20
3.36
0.32
1.16
Philippines
-2.34
0.49
-1.58
1.03
-0.37
Thailand
0.37
3.66
2.14
-2.16
1.00
Viet Nam
-
2.09
4.31
3.36
3.41
TFP
1980 1985 1990 1995 2000 2005
GDP
16.0
12.0
8.0
4.0
0.0
-4.0
-8.0
-12.0
-16.0
INOVASI 1-747 63
Am
onRa
Indeks daya saing Indonesia
Negara
Singapura
Malaysia
Brunei
Thailand
Indonesia
Filipina
Vietnam
Peringkat
2010-2011
3
26
28
38
44
85
59
Peringkat
2011-2012
2
21
28
39
46
75
65
Peringkat
2012-2013
2
25
28
38
50
65
75
Peringkat
2013-20143
2
24
26
37
38
59
70
Rankoutof118(invertedscale)
1
21
41
61
81
101
2006-2007 2007-2008 2008-2009 2009-2010 2010-2011 2011-2012 2012-2013 2013-2014
Indonesia +19
Philippines +19
Vietnam -1
Cambodia +23
Thailand -5
Singapore +6
Malaysia -4
Rank change
since 2006
7
6
5
4
3
2
1
Institutions
Infrastructure
Macroeconomic
environment
Health and
primary
education
Higher education
and training
Goods market
efficiency
Labor market efficiency
Innovation
Business
sophistication
Market size
Technological
readiness
Financial market
development
Indonesia Efficiency-driven economies
1 2 3
Transition
1-2
Transition
2-3
Factor
driven
Efficiency
driven
Innovation
driven
Stage of development
INDONESIA
Gambar 19. Indeks daya
saing Indonesia.
Setelah tiga tahun mengalami
penurunan, peringkat daya
saing Indonesia bangkit
kembali ke peringkat 38 pada
tahun ini. Indonesia mengalami
perbaikan 10 dari 12 pilar
indeks daya saingnya, namun
kinerja keseluruhan daya saing
Indonesia tetap tidak merata.
Tingkat daya saing Indonesia
banyak terbantu oleh market
size dan macroeconomic
environment.
INOVASI 1-747
INOVASI 1-747
INOVASI 1-747
INOVASI 1-747
INOVASI 1-747
INOVASI 1-747
INOVASI 1-747
INOVASI 1-747
INOVASI 1-747
INOVASI 1-747
INOVASI 1-747
INOVASI 1-747
INOVASI 1-747
INOVASI 1-747
INOVASI 1-747
INOVASI 1-747
INOVASI 1-747
INOVASI 1-747
INOVASI 1-747
INOVASI 1-747
INOVASI 1-747
INOVASI 1-747
INOVASI 1-747
INOVASI 1-747
INOVASI 1-747
INOVASI 1-747
INOVASI 1-747
INOVASI 1-747
INOVASI 1-747
INOVASI 1-747
INOVASI 1-747
INOVASI 1-747
INOVASI 1-747
INOVASI 1-747
INOVASI 1-747
INOVASI 1-747
INOVASI 1-747
INOVASI 1-747
INOVASI 1-747
INOVASI 1-747
INOVASI 1-747
INOVASI 1-747
INOVASI 1-747
INOVASI 1-747
INOVASI 1-747
INOVASI 1-747
INOVASI 1-747
INOVASI 1-747
INOVASI 1-747
INOVASI 1-747
INOVASI 1-747
INOVASI 1-747
INOVASI 1-747
INOVASI 1-747
INOVASI 1-747
INOVASI 1-747
INOVASI 1-747
INOVASI 1-747
INOVASI 1-747
INOVASI 1-747
INOVASI 1-747
INOVASI 1-747
INOVASI 1-747
INOVASI 1-747
INOVASI 1-747
INOVASI 1-747
INOVASI 1-747
INOVASI 1-747
INOVASI 1-747
INOVASI 1-747
INOVASI 1-747
INOVASI 1-747
INOVASI 1-747
INOVASI 1-747
INOVASI 1-747
INOVASI 1-747
INOVASI 1-747
INOVASI 1-747
INOVASI 1-747
INOVASI 1-747
INOVASI 1-747
INOVASI 1-747
INOVASI 1-747
INOVASI 1-747
INOVASI 1-747
INOVASI 1-747
INOVASI 1-747
INOVASI 1-747
INOVASI 1-747
INOVASI 1-747
INOVASI 1-747
INOVASI 1-747
INOVASI 1-747
INOVASI 1-747
INOVASI 1-747
INOVASI 1-747
INOVASI 1-747
INOVASI 1-747
INOVASI 1-747
INOVASI 1-747
INOVASI 1-747
INOVASI 1-747
INOVASI 1-747
INOVASI 1-747
INOVASI 1-747
INOVASI 1-747
INOVASI 1-747
INOVASI 1-747
INOVASI 1-747
INOVASI 1-747
INOVASI 1-747
INOVASI 1-747
INOVASI 1-747
INOVASI 1-747
INOVASI 1-747
INOVASI 1-747
INOVASI 1-747
INOVASI 1-747
INOVASI 1-747
INOVASI 1-747
INOVASI 1-747
INOVASI 1-747
INOVASI 1-747
INOVASI 1-747
INOVASI 1-747
INOVASI 1-747
INOVASI 1-747
INOVASI 1-747
INOVASI 1-747
INOVASI 1-747
INOVASI 1-747
INOVASI 1-747
INOVASI 1-747
INOVASI 1-747
INOVASI 1-747
INOVASI 1-747
INOVASI 1-747
INOVASI 1-747
INOVASI 1-747
INOVASI 1-747
INOVASI 1-747
INOVASI 1-747
INOVASI 1-747
INOVASI 1-747
INOVASI 1-747
INOVASI 1-747
INOVASI 1-747
INOVASI 1-747
INOVASI 1-747
INOVASI 1-747
INOVASI 1-747
INOVASI 1-747
INOVASI 1-747

More Related Content

What's hot

Penguatan Pertumbuhan Investasi dalam rangka Pembangunan Daerah
Penguatan Pertumbuhan Investasi dalam rangka Pembangunan DaerahPenguatan Pertumbuhan Investasi dalam rangka Pembangunan Daerah
Penguatan Pertumbuhan Investasi dalam rangka Pembangunan DaerahDadang Solihin
 
Inovasi Pelayanan Publik berbasis Teknologi Informasi
Inovasi Pelayanan Publik berbasis Teknologi InformasiInovasi Pelayanan Publik berbasis Teknologi Informasi
Inovasi Pelayanan Publik berbasis Teknologi InformasiDadang Solihin
 
Inovasi dan Kepemimpinan untuk Menjawab Tantangan Pemerintahan di Era Disrupsi
Inovasi dan Kepemimpinan untuk Menjawab Tantangan Pemerintahan di Era DisrupsiInovasi dan Kepemimpinan untuk Menjawab Tantangan Pemerintahan di Era Disrupsi
Inovasi dan Kepemimpinan untuk Menjawab Tantangan Pemerintahan di Era DisrupsiTri Widodo W. UTOMO
 
Strategi Percepatan Pembangunan Daerah dalam Penyusunan RKPD
Strategi Percepatan Pembangunan Daerah dalam Penyusunan RKPD Strategi Percepatan Pembangunan Daerah dalam Penyusunan RKPD
Strategi Percepatan Pembangunan Daerah dalam Penyusunan RKPD Dadang Solihin
 
Akselerasi Pencapaian Visi Pembangunan Daerah
Akselerasi Pencapaian Visi Pembangunan DaerahAkselerasi Pencapaian Visi Pembangunan Daerah
Akselerasi Pencapaian Visi Pembangunan DaerahDadang Solihin
 
Mendaratkan Pengembangan Potensi Lokal ke Tataran Internasional
Mendaratkan Pengembangan Potensi Lokal  ke Tataran Internasional Mendaratkan Pengembangan Potensi Lokal  ke Tataran Internasional
Mendaratkan Pengembangan Potensi Lokal ke Tataran Internasional Dadang Solihin
 
Isu dan Masalah Perencanaan Pembangunan Daerah
Isu dan Masalah Perencanaan Pembangunan DaerahIsu dan Masalah Perencanaan Pembangunan Daerah
Isu dan Masalah Perencanaan Pembangunan DaerahDadang Solihin
 
Teori dan Indikator Pembangunan
Teori dan Indikator Pembangunan Teori dan Indikator Pembangunan
Teori dan Indikator Pembangunan Dadang Solihin
 
Strategi Akselerasi Pembangunan Daerah dan Pencapaian Visi-Misi melalui Kebij...
Strategi Akselerasi Pembangunan Daerah dan Pencapaian Visi-Misi melalui Kebij...Strategi Akselerasi Pembangunan Daerah dan Pencapaian Visi-Misi melalui Kebij...
Strategi Akselerasi Pembangunan Daerah dan Pencapaian Visi-Misi melalui Kebij...Dadang Solihin
 
Sistem Perencanaan, Pengawasan, Penyusunan, dan Evaluasi Pembangunan Daerah
Sistem Perencanaan, Pengawasan, Penyusunan, dan Evaluasi Pembangunan DaerahSistem Perencanaan, Pengawasan, Penyusunan, dan Evaluasi Pembangunan Daerah
Sistem Perencanaan, Pengawasan, Penyusunan, dan Evaluasi Pembangunan DaerahDadang Solihin
 
Inovasi & Society 5.0: Mendorong Inovasi Berbasis Komunitas
Inovasi & Society 5.0: Mendorong Inovasi Berbasis KomunitasInovasi & Society 5.0: Mendorong Inovasi Berbasis Komunitas
Inovasi & Society 5.0: Mendorong Inovasi Berbasis KomunitasTri Widodo W. UTOMO
 
Perspektif Perencanaan Kebutuhan Pengembangan Kompetensi
Perspektif Perencanaan Kebutuhan Pengembangan KompetensiPerspektif Perencanaan Kebutuhan Pengembangan Kompetensi
Perspektif Perencanaan Kebutuhan Pengembangan KompetensiTri Widodo W. UTOMO
 
Penyusunan Indikator Kinerja Pembangunan Daerah
Penyusunan Indikator Kinerja Pembangunan DaerahPenyusunan Indikator Kinerja Pembangunan Daerah
Penyusunan Indikator Kinerja Pembangunan DaerahDadang Solihin
 
Monitoring dan Evaluasi Pembangunan Daerah
Monitoring dan Evaluasi Pembangunan DaerahMonitoring dan Evaluasi Pembangunan Daerah
Monitoring dan Evaluasi Pembangunan DaerahDadang Solihin
 
Administrasi Pembangunan di Indonesia Tinjauan Perencanaan, Pembiayaan, dan ...
Administrasi Pembangunan  di Indonesia Tinjauan Perencanaan, Pembiayaan, dan ...Administrasi Pembangunan  di Indonesia Tinjauan Perencanaan, Pembiayaan, dan ...
Administrasi Pembangunan di Indonesia Tinjauan Perencanaan, Pembiayaan, dan ...Dadang Solihin
 
Seminar Nasional: Green Economic Goes to Clean Indonesia
Seminar Nasional: Green Economic Goes to Clean IndonesiaSeminar Nasional: Green Economic Goes to Clean Indonesia
Seminar Nasional: Green Economic Goes to Clean IndonesiaDadang Solihin
 
Strategi LAN Dalam Akselerasi Inovasi
Strategi LAN Dalam Akselerasi InovasiStrategi LAN Dalam Akselerasi Inovasi
Strategi LAN Dalam Akselerasi InovasiTri Widodo W. UTOMO
 
Penyusunan Indikator Kinerja Pembangunan Daerah
Penyusunan Indikator Kinerja Pembangunan DaerahPenyusunan Indikator Kinerja Pembangunan Daerah
Penyusunan Indikator Kinerja Pembangunan DaerahDadang Solihin
 
Membangun Komitmen Berinovasi untuk Sulawesi Tenggara
Membangun Komitmen Berinovasi untuk Sulawesi TenggaraMembangun Komitmen Berinovasi untuk Sulawesi Tenggara
Membangun Komitmen Berinovasi untuk Sulawesi TenggaraTri Widodo W. UTOMO
 
Pengembangan Investasi bagi Pembangunan Daerah
Pengembangan Investasi bagi Pembangunan DaerahPengembangan Investasi bagi Pembangunan Daerah
Pengembangan Investasi bagi Pembangunan DaerahDadang Solihin
 

What's hot (20)

Penguatan Pertumbuhan Investasi dalam rangka Pembangunan Daerah
Penguatan Pertumbuhan Investasi dalam rangka Pembangunan DaerahPenguatan Pertumbuhan Investasi dalam rangka Pembangunan Daerah
Penguatan Pertumbuhan Investasi dalam rangka Pembangunan Daerah
 
Inovasi Pelayanan Publik berbasis Teknologi Informasi
Inovasi Pelayanan Publik berbasis Teknologi InformasiInovasi Pelayanan Publik berbasis Teknologi Informasi
Inovasi Pelayanan Publik berbasis Teknologi Informasi
 
Inovasi dan Kepemimpinan untuk Menjawab Tantangan Pemerintahan di Era Disrupsi
Inovasi dan Kepemimpinan untuk Menjawab Tantangan Pemerintahan di Era DisrupsiInovasi dan Kepemimpinan untuk Menjawab Tantangan Pemerintahan di Era Disrupsi
Inovasi dan Kepemimpinan untuk Menjawab Tantangan Pemerintahan di Era Disrupsi
 
Strategi Percepatan Pembangunan Daerah dalam Penyusunan RKPD
Strategi Percepatan Pembangunan Daerah dalam Penyusunan RKPD Strategi Percepatan Pembangunan Daerah dalam Penyusunan RKPD
Strategi Percepatan Pembangunan Daerah dalam Penyusunan RKPD
 
Akselerasi Pencapaian Visi Pembangunan Daerah
Akselerasi Pencapaian Visi Pembangunan DaerahAkselerasi Pencapaian Visi Pembangunan Daerah
Akselerasi Pencapaian Visi Pembangunan Daerah
 
Mendaratkan Pengembangan Potensi Lokal ke Tataran Internasional
Mendaratkan Pengembangan Potensi Lokal  ke Tataran Internasional Mendaratkan Pengembangan Potensi Lokal  ke Tataran Internasional
Mendaratkan Pengembangan Potensi Lokal ke Tataran Internasional
 
Isu dan Masalah Perencanaan Pembangunan Daerah
Isu dan Masalah Perencanaan Pembangunan DaerahIsu dan Masalah Perencanaan Pembangunan Daerah
Isu dan Masalah Perencanaan Pembangunan Daerah
 
Teori dan Indikator Pembangunan
Teori dan Indikator Pembangunan Teori dan Indikator Pembangunan
Teori dan Indikator Pembangunan
 
Strategi Akselerasi Pembangunan Daerah dan Pencapaian Visi-Misi melalui Kebij...
Strategi Akselerasi Pembangunan Daerah dan Pencapaian Visi-Misi melalui Kebij...Strategi Akselerasi Pembangunan Daerah dan Pencapaian Visi-Misi melalui Kebij...
Strategi Akselerasi Pembangunan Daerah dan Pencapaian Visi-Misi melalui Kebij...
 
Sistem Perencanaan, Pengawasan, Penyusunan, dan Evaluasi Pembangunan Daerah
Sistem Perencanaan, Pengawasan, Penyusunan, dan Evaluasi Pembangunan DaerahSistem Perencanaan, Pengawasan, Penyusunan, dan Evaluasi Pembangunan Daerah
Sistem Perencanaan, Pengawasan, Penyusunan, dan Evaluasi Pembangunan Daerah
 
Inovasi & Society 5.0: Mendorong Inovasi Berbasis Komunitas
Inovasi & Society 5.0: Mendorong Inovasi Berbasis KomunitasInovasi & Society 5.0: Mendorong Inovasi Berbasis Komunitas
Inovasi & Society 5.0: Mendorong Inovasi Berbasis Komunitas
 
Perspektif Perencanaan Kebutuhan Pengembangan Kompetensi
Perspektif Perencanaan Kebutuhan Pengembangan KompetensiPerspektif Perencanaan Kebutuhan Pengembangan Kompetensi
Perspektif Perencanaan Kebutuhan Pengembangan Kompetensi
 
Penyusunan Indikator Kinerja Pembangunan Daerah
Penyusunan Indikator Kinerja Pembangunan DaerahPenyusunan Indikator Kinerja Pembangunan Daerah
Penyusunan Indikator Kinerja Pembangunan Daerah
 
Monitoring dan Evaluasi Pembangunan Daerah
Monitoring dan Evaluasi Pembangunan DaerahMonitoring dan Evaluasi Pembangunan Daerah
Monitoring dan Evaluasi Pembangunan Daerah
 
Administrasi Pembangunan di Indonesia Tinjauan Perencanaan, Pembiayaan, dan ...
Administrasi Pembangunan  di Indonesia Tinjauan Perencanaan, Pembiayaan, dan ...Administrasi Pembangunan  di Indonesia Tinjauan Perencanaan, Pembiayaan, dan ...
Administrasi Pembangunan di Indonesia Tinjauan Perencanaan, Pembiayaan, dan ...
 
Seminar Nasional: Green Economic Goes to Clean Indonesia
Seminar Nasional: Green Economic Goes to Clean IndonesiaSeminar Nasional: Green Economic Goes to Clean Indonesia
Seminar Nasional: Green Economic Goes to Clean Indonesia
 
Strategi LAN Dalam Akselerasi Inovasi
Strategi LAN Dalam Akselerasi InovasiStrategi LAN Dalam Akselerasi Inovasi
Strategi LAN Dalam Akselerasi Inovasi
 
Penyusunan Indikator Kinerja Pembangunan Daerah
Penyusunan Indikator Kinerja Pembangunan DaerahPenyusunan Indikator Kinerja Pembangunan Daerah
Penyusunan Indikator Kinerja Pembangunan Daerah
 
Membangun Komitmen Berinovasi untuk Sulawesi Tenggara
Membangun Komitmen Berinovasi untuk Sulawesi TenggaraMembangun Komitmen Berinovasi untuk Sulawesi Tenggara
Membangun Komitmen Berinovasi untuk Sulawesi Tenggara
 
Pengembangan Investasi bagi Pembangunan Daerah
Pengembangan Investasi bagi Pembangunan DaerahPengembangan Investasi bagi Pembangunan Daerah
Pengembangan Investasi bagi Pembangunan Daerah
 

Similar to INOVASI 1-747

Upaya meningkatkan ekonomi kreatif - kelas 9
Upaya meningkatkan ekonomi kreatif  - kelas 9Upaya meningkatkan ekonomi kreatif  - kelas 9
Upaya meningkatkan ekonomi kreatif - kelas 9SyarifahArsihNur
 
peluang pemerintah memanage indonesia
peluang pemerintah memanage indonesiapeluang pemerintah memanage indonesia
peluang pemerintah memanage indonesiaMohammad Nawawi
 
Makalah inovasi utk ipdn rohil maret 2014
Makalah inovasi utk ipdn rohil maret 2014Makalah inovasi utk ipdn rohil maret 2014
Makalah inovasi utk ipdn rohil maret 2014Salman Al-Farisie
 
Anugerah yuka budaya inovasi
Anugerah yuka budaya inovasiAnugerah yuka budaya inovasi
Anugerah yuka budaya inovasicidino
 
Membangun Komitmen Inovasi di Kepulauan Tanimbar
Membangun  Komitmen Inovasi di Kepulauan TanimbarMembangun  Komitmen Inovasi di Kepulauan Tanimbar
Membangun Komitmen Inovasi di Kepulauan TanimbarTri Widodo W. UTOMO
 
GERAKAN-NASIONAL-REVOLUSI-MENTAL.ppt
GERAKAN-NASIONAL-REVOLUSI-MENTAL.pptGERAKAN-NASIONAL-REVOLUSI-MENTAL.ppt
GERAKAN-NASIONAL-REVOLUSI-MENTAL.pptssuser258b3a
 
Visi Indonesia, Karakteristik Bangsa dan Tantangan Ilmu Pemerintahan
Visi Indonesia, Karakteristik Bangsa dan Tantangan Ilmu PemerintahanVisi Indonesia, Karakteristik Bangsa dan Tantangan Ilmu Pemerintahan
Visi Indonesia, Karakteristik Bangsa dan Tantangan Ilmu PemerintahanDadang Solihin
 
Pengelolaan Indonesia berbasis learning organization by Daniel Doni Sundjojo
Pengelolaan Indonesia berbasis learning organization by Daniel Doni SundjojoPengelolaan Indonesia berbasis learning organization by Daniel Doni Sundjojo
Pengelolaan Indonesia berbasis learning organization by Daniel Doni SundjojoDaniel Doni
 
Pengukuran dampak inovasi (2018)
Pengukuran dampak inovasi (2018)Pengukuran dampak inovasi (2018)
Pengukuran dampak inovasi (2018)Nugroho Setiawan
 
Resume Buku Knowledge & Innovation : Platform Kekuatan Bersaing
Resume Buku Knowledge & Innovation : Platform Kekuatan BersaingResume Buku Knowledge & Innovation : Platform Kekuatan Bersaing
Resume Buku Knowledge & Innovation : Platform Kekuatan Bersaingindriaminati
 
PPT INOVASI DAN PEMBANGUNAN DAERAH.pdf
PPT INOVASI DAN PEMBANGUNAN DAERAH.pdfPPT INOVASI DAN PEMBANGUNAN DAERAH.pdf
PPT INOVASI DAN PEMBANGUNAN DAERAH.pdfpendi18
 

Similar to INOVASI 1-747 (20)

PEDOMAN REPLIKASI
PEDOMAN REPLIKASIPEDOMAN REPLIKASI
PEDOMAN REPLIKASI
 
Booklet katulistiwa 7_neww[1]
Booklet katulistiwa 7_neww[1]Booklet katulistiwa 7_neww[1]
Booklet katulistiwa 7_neww[1]
 
REZZ PPT.pptx
REZZ PPT.pptxREZZ PPT.pptx
REZZ PPT.pptx
 
Upaya meningkatkan ekonomi kreatif - kelas 9
Upaya meningkatkan ekonomi kreatif  - kelas 9Upaya meningkatkan ekonomi kreatif  - kelas 9
Upaya meningkatkan ekonomi kreatif - kelas 9
 
peluang pemerintah memanage indonesia
peluang pemerintah memanage indonesiapeluang pemerintah memanage indonesia
peluang pemerintah memanage indonesia
 
93313391 ekonomi-pembangunan
93313391 ekonomi-pembangunan93313391 ekonomi-pembangunan
93313391 ekonomi-pembangunan
 
93313391 ekonomi-pembangunan
93313391 ekonomi-pembangunan93313391 ekonomi-pembangunan
93313391 ekonomi-pembangunan
 
MP3EI
MP3EIMP3EI
MP3EI
 
Makalah inovasi utk ipdn rohil maret 2014
Makalah inovasi utk ipdn rohil maret 2014Makalah inovasi utk ipdn rohil maret 2014
Makalah inovasi utk ipdn rohil maret 2014
 
Anugerah yuka budaya inovasi
Anugerah yuka budaya inovasiAnugerah yuka budaya inovasi
Anugerah yuka budaya inovasi
 
Membangun Komitmen Inovasi di Kepulauan Tanimbar
Membangun  Komitmen Inovasi di Kepulauan TanimbarMembangun  Komitmen Inovasi di Kepulauan Tanimbar
Membangun Komitmen Inovasi di Kepulauan Tanimbar
 
GERAKAN-NASIONAL-REVOLUSI-MENTAL.ppt
GERAKAN-NASIONAL-REVOLUSI-MENTAL.pptGERAKAN-NASIONAL-REVOLUSI-MENTAL.ppt
GERAKAN-NASIONAL-REVOLUSI-MENTAL.ppt
 
Visi Indonesia, Karakteristik Bangsa dan Tantangan Ilmu Pemerintahan
Visi Indonesia, Karakteristik Bangsa dan Tantangan Ilmu PemerintahanVisi Indonesia, Karakteristik Bangsa dan Tantangan Ilmu Pemerintahan
Visi Indonesia, Karakteristik Bangsa dan Tantangan Ilmu Pemerintahan
 
Ekonomi kreatif - kelas 9
Ekonomi kreatif - kelas 9Ekonomi kreatif - kelas 9
Ekonomi kreatif - kelas 9
 
Pengelolaan Indonesia berbasis learning organization by Daniel Doni Sundjojo
Pengelolaan Indonesia berbasis learning organization by Daniel Doni SundjojoPengelolaan Indonesia berbasis learning organization by Daniel Doni Sundjojo
Pengelolaan Indonesia berbasis learning organization by Daniel Doni Sundjojo
 
Portfolio
PortfolioPortfolio
Portfolio
 
Pengukuran dampak inovasi
Pengukuran dampak inovasiPengukuran dampak inovasi
Pengukuran dampak inovasi
 
Pengukuran dampak inovasi (2018)
Pengukuran dampak inovasi (2018)Pengukuran dampak inovasi (2018)
Pengukuran dampak inovasi (2018)
 
Resume Buku Knowledge & Innovation : Platform Kekuatan Bersaing
Resume Buku Knowledge & Innovation : Platform Kekuatan BersaingResume Buku Knowledge & Innovation : Platform Kekuatan Bersaing
Resume Buku Knowledge & Innovation : Platform Kekuatan Bersaing
 
PPT INOVASI DAN PEMBANGUNAN DAERAH.pdf
PPT INOVASI DAN PEMBANGUNAN DAERAH.pdfPPT INOVASI DAN PEMBANGUNAN DAERAH.pdf
PPT INOVASI DAN PEMBANGUNAN DAERAH.pdf
 

More from Puguh Nugroho

Mengenal Pasar Modal Syariah 2016
Mengenal Pasar Modal Syariah 2016Mengenal Pasar Modal Syariah 2016
Mengenal Pasar Modal Syariah 2016Puguh Nugroho
 
Most Valuable Brands 2016
Most Valuable Brands 2016Most Valuable Brands 2016
Most Valuable Brands 2016Puguh Nugroho
 
Buku Gelombang Ekonomi Inovasi
Buku Gelombang Ekonomi Inovasi Buku Gelombang Ekonomi Inovasi
Buku Gelombang Ekonomi Inovasi Puguh Nugroho
 
9 presentasi sidang kabinet laporan akhir
9 presentasi sidang kabinet laporan akhir9 presentasi sidang kabinet laporan akhir
9 presentasi sidang kabinet laporan akhirPuguh Nugroho
 
Tribute to Prof. Zuhal
Tribute to Prof. ZuhalTribute to Prof. Zuhal
Tribute to Prof. ZuhalPuguh Nugroho
 
Ebook Mahir Visual basic 6 dari Dasar
Ebook Mahir Visual basic 6 dari DasarEbook Mahir Visual basic 6 dari Dasar
Ebook Mahir Visual basic 6 dari DasarPuguh Nugroho
 
Kumpulan Resep Makanan Lengkap
Kumpulan Resep Makanan LengkapKumpulan Resep Makanan Lengkap
Kumpulan Resep Makanan LengkapPuguh Nugroho
 
Bung Karno - Penjambung Lidah Rakjat Indonesia
Bung Karno - Penjambung Lidah Rakjat IndonesiaBung Karno - Penjambung Lidah Rakjat Indonesia
Bung Karno - Penjambung Lidah Rakjat IndonesiaPuguh Nugroho
 
Ebook Lengkap Microsoft Excel 2007
Ebook Lengkap Microsoft Excel 2007Ebook Lengkap Microsoft Excel 2007
Ebook Lengkap Microsoft Excel 2007Puguh Nugroho
 
Ebook PHP - menyelam dan menaklukan samudra php
Ebook PHP - menyelam dan menaklukan samudra phpEbook PHP - menyelam dan menaklukan samudra php
Ebook PHP - menyelam dan menaklukan samudra phpPuguh Nugroho
 
Jadwal Lengkap Piala AFF 2012
Jadwal Lengkap Piala AFF 2012Jadwal Lengkap Piala AFF 2012
Jadwal Lengkap Piala AFF 2012Puguh Nugroho
 
majalah detik edisi 52
majalah detik edisi 52majalah detik edisi 52
majalah detik edisi 52Puguh Nugroho
 
Biografi Achmad Bakrie
Biografi Achmad BakrieBiografi Achmad Bakrie
Biografi Achmad BakriePuguh Nugroho
 

More from Puguh Nugroho (15)

Mengenal Pasar Modal Syariah 2016
Mengenal Pasar Modal Syariah 2016Mengenal Pasar Modal Syariah 2016
Mengenal Pasar Modal Syariah 2016
 
Most Valuable Brands 2016
Most Valuable Brands 2016Most Valuable Brands 2016
Most Valuable Brands 2016
 
Buku Gelombang Ekonomi Inovasi
Buku Gelombang Ekonomi Inovasi Buku Gelombang Ekonomi Inovasi
Buku Gelombang Ekonomi Inovasi
 
9 presentasi sidang kabinet laporan akhir
9 presentasi sidang kabinet laporan akhir9 presentasi sidang kabinet laporan akhir
9 presentasi sidang kabinet laporan akhir
 
Tribute to Prof. Zuhal
Tribute to Prof. ZuhalTribute to Prof. Zuhal
Tribute to Prof. Zuhal
 
Pedoman Umum EYD
Pedoman Umum EYDPedoman Umum EYD
Pedoman Umum EYD
 
Ebook Mahir Visual basic 6 dari Dasar
Ebook Mahir Visual basic 6 dari DasarEbook Mahir Visual basic 6 dari Dasar
Ebook Mahir Visual basic 6 dari Dasar
 
Kumpulan Resep Makanan Lengkap
Kumpulan Resep Makanan LengkapKumpulan Resep Makanan Lengkap
Kumpulan Resep Makanan Lengkap
 
Mastering Kode HTML
Mastering Kode HTMLMastering Kode HTML
Mastering Kode HTML
 
Bung Karno - Penjambung Lidah Rakjat Indonesia
Bung Karno - Penjambung Lidah Rakjat IndonesiaBung Karno - Penjambung Lidah Rakjat Indonesia
Bung Karno - Penjambung Lidah Rakjat Indonesia
 
Ebook Lengkap Microsoft Excel 2007
Ebook Lengkap Microsoft Excel 2007Ebook Lengkap Microsoft Excel 2007
Ebook Lengkap Microsoft Excel 2007
 
Ebook PHP - menyelam dan menaklukan samudra php
Ebook PHP - menyelam dan menaklukan samudra phpEbook PHP - menyelam dan menaklukan samudra php
Ebook PHP - menyelam dan menaklukan samudra php
 
Jadwal Lengkap Piala AFF 2012
Jadwal Lengkap Piala AFF 2012Jadwal Lengkap Piala AFF 2012
Jadwal Lengkap Piala AFF 2012
 
majalah detik edisi 52
majalah detik edisi 52majalah detik edisi 52
majalah detik edisi 52
 
Biografi Achmad Bakrie
Biografi Achmad BakrieBiografi Achmad Bakrie
Biografi Achmad Bakrie
 

Recently uploaded

Penetapan tonisitas sediaan farmasi steril
Penetapan tonisitas sediaan farmasi sterilPenetapan tonisitas sediaan farmasi steril
Penetapan tonisitas sediaan farmasi steriljoey552517
 
Presentasi materi suhu dan kalor Fisika kelas XI
Presentasi materi suhu dan kalor Fisika kelas XIPresentasi materi suhu dan kalor Fisika kelas XI
Presentasi materi suhu dan kalor Fisika kelas XIariwidiyani3
 
sistem Peredaran darah(sistem sirkualsi)pdf
sistem Peredaran darah(sistem sirkualsi)pdfsistem Peredaran darah(sistem sirkualsi)pdf
sistem Peredaran darah(sistem sirkualsi)pdfMarisaRintania
 
Pengertian ruang dan interaksi antar ruang.pptx
Pengertian ruang dan interaksi antar ruang.pptxPengertian ruang dan interaksi antar ruang.pptx
Pengertian ruang dan interaksi antar ruang.pptxIPutuSuwitra1
 
Kuliah ke-2 Pembelajaran vektor dalam fisika
Kuliah ke-2 Pembelajaran vektor dalam fisikaKuliah ke-2 Pembelajaran vektor dalam fisika
Kuliah ke-2 Pembelajaran vektor dalam fisikajoey552517
 
konsep termoregulasi gangguan keseimbangan suhu.pptx
konsep termoregulasi gangguan keseimbangan suhu.pptxkonsep termoregulasi gangguan keseimbangan suhu.pptx
konsep termoregulasi gangguan keseimbangan suhu.pptxelisabethlumbantoruan
 
kup2 ketentuan umum perpajakan negara.pptx
kup2 ketentuan umum perpajakan negara.pptxkup2 ketentuan umum perpajakan negara.pptx
kup2 ketentuan umum perpajakan negara.pptxINDIRAARUNDINASARISA
 
power point ini berisi tentang Kerugian akibat gulma.
power point ini berisi tentang Kerugian akibat gulma.power point ini berisi tentang Kerugian akibat gulma.
power point ini berisi tentang Kerugian akibat gulma.tency1
 
Kelas 7 Bumi dan Tata Surya SMP Kurikulum Merdeka
Kelas 7 Bumi dan Tata Surya SMP Kurikulum MerdekaKelas 7 Bumi dan Tata Surya SMP Kurikulum Merdeka
Kelas 7 Bumi dan Tata Surya SMP Kurikulum MerdekaErvina Puspita
 
MODUL AJAR KELARUTAN DAN KSP KIMIA SMA.pptx
MODUL AJAR KELARUTAN DAN KSP KIMIA SMA.pptxMODUL AJAR KELARUTAN DAN KSP KIMIA SMA.pptx
MODUL AJAR KELARUTAN DAN KSP KIMIA SMA.pptx12MIPA3NurulKartikaS
 

Recently uploaded (10)

Penetapan tonisitas sediaan farmasi steril
Penetapan tonisitas sediaan farmasi sterilPenetapan tonisitas sediaan farmasi steril
Penetapan tonisitas sediaan farmasi steril
 
Presentasi materi suhu dan kalor Fisika kelas XI
Presentasi materi suhu dan kalor Fisika kelas XIPresentasi materi suhu dan kalor Fisika kelas XI
Presentasi materi suhu dan kalor Fisika kelas XI
 
sistem Peredaran darah(sistem sirkualsi)pdf
sistem Peredaran darah(sistem sirkualsi)pdfsistem Peredaran darah(sistem sirkualsi)pdf
sistem Peredaran darah(sistem sirkualsi)pdf
 
Pengertian ruang dan interaksi antar ruang.pptx
Pengertian ruang dan interaksi antar ruang.pptxPengertian ruang dan interaksi antar ruang.pptx
Pengertian ruang dan interaksi antar ruang.pptx
 
Kuliah ke-2 Pembelajaran vektor dalam fisika
Kuliah ke-2 Pembelajaran vektor dalam fisikaKuliah ke-2 Pembelajaran vektor dalam fisika
Kuliah ke-2 Pembelajaran vektor dalam fisika
 
konsep termoregulasi gangguan keseimbangan suhu.pptx
konsep termoregulasi gangguan keseimbangan suhu.pptxkonsep termoregulasi gangguan keseimbangan suhu.pptx
konsep termoregulasi gangguan keseimbangan suhu.pptx
 
kup2 ketentuan umum perpajakan negara.pptx
kup2 ketentuan umum perpajakan negara.pptxkup2 ketentuan umum perpajakan negara.pptx
kup2 ketentuan umum perpajakan negara.pptx
 
power point ini berisi tentang Kerugian akibat gulma.
power point ini berisi tentang Kerugian akibat gulma.power point ini berisi tentang Kerugian akibat gulma.
power point ini berisi tentang Kerugian akibat gulma.
 
Kelas 7 Bumi dan Tata Surya SMP Kurikulum Merdeka
Kelas 7 Bumi dan Tata Surya SMP Kurikulum MerdekaKelas 7 Bumi dan Tata Surya SMP Kurikulum Merdeka
Kelas 7 Bumi dan Tata Surya SMP Kurikulum Merdeka
 
MODUL AJAR KELARUTAN DAN KSP KIMIA SMA.pptx
MODUL AJAR KELARUTAN DAN KSP KIMIA SMA.pptxMODUL AJAR KELARUTAN DAN KSP KIMIA SMA.pptx
MODUL AJAR KELARUTAN DAN KSP KIMIA SMA.pptx
 

INOVASI 1-747

  • 4. Komite Inovasi Nasional Inovasi 1-747 •Program Strategis Inovasi Indonesia Diproduksi Tim Pengarah Tim Penulis Editor : Hidayat Yorianta Sasaerila, PhD, Vanny Narita, PhD Desain Kreatif : AmonRa Cetakan pertama: 2014 : Komite Inovasi Nasional : Komite Inovasi Nasional Tim Ahli Komite Inovasi Nasional (Hidayat Yorianta Sasaerila, PhD, Vanny Narita, PhD, Ahmad Husein Lubis, PhD, Ary Syahriar, PhD, DIC, Arief Iswariyadi, PhD) : Am onRa
  • 8. KOMITE INOVASI NASIONAL8 Am onRa KATA PENGANTAR Indonesia harus berinovasi, jika ingin mencapai cita-cita luhur kemerdekaannya, menjadi negara berdaulat, makmur dan sejahtera. Di masa datang, upaya mencapai cita-cita ini akan dihalangi oleh berbagai persoalan serius, yang hanya dapat dipecahkan melalui inovasi: 1) Masalah jumlah penduduk yang terus meningkat, yang berimbas pada meningkatnya kebutuhan energi, pangan, papan, obat-obatan dan air bersih; 2) Masalah krisis lingkungan yang sudah secara langsung mempengaruhi laju pembangunan (banjir, kekeringan, wabah penyakit dan hama); 3) Masalah sumber daya alam Indonesia yang sudah semakin menipis; 4) Masalah globalisasi dan akan direalisasikannya Masyarakat Ekonomi Asean (Asean Economic Community) pada 2015, berpeluang menjadikan Indonesia sebagai pasar dan konsumen raksasa, jika tidak segera memperbaiki daya saing kita. Kesemua tantangan ini adalah ril dan memiliki dampak yang besar bagi masa depan Indonesia. Hal menarik yang perlu dicatat adalah: banyak badan-badan dunia terpercaya justru memprediksi masa depan Indonesia akan cemerlang, bahkan akan menjadi salah satu kekuatan ekonomi dunia. Sebagai contoh, Bank Dunia, juga Goldman Sach, keduanya meramalkan Indonesia akan menjadi salah satu kekuatan ekonomi dunia di abad ke-21. Dimasukkannya Indonesia, satu-satunya negara Asean, ke dalam kelompok negara-negara G-20, adalah salah satu peneguhan prediksi tersebut. Lalu, apakah ada yang salah pada kekuatiran tentang ancaman terhadap laju pembangunan sebagaimana disebutkan di atas? Atau, apakah kesalahan justru pada prediksi lembaga dunia tersebut tentang Indonesia? Jawabannya: Keduanya benar, tidak ada yang salah! Karena solusi terhadap faktor penghambat pembangunan ekonomi Indonesia, ternyata merupakan peluang dahsyat yang dapat membawa Indonesia menjadi salah satu kekuatan ekonomi dunia; karena Indonesia memiliki apa yang disebut ‘potensi’ keunggulan komparatif (comparative advantage) yang dapat dikonversi menjadi solusi atas tantangan dan hambatan tersebut. Solusi terhadap masalah energi, misalnya, Indonesia memiliki ‘potensi’ keunggulan komparatif berbagai sumber energi terbarukan, seperti: angin, arus laut, panas bumi, tenaga surya, biomas, dan lain-lain. Untuk solusi atas masalah pangan, papan dan obat-obatan, Indonesia memiliki keragaman hayati dan hewani yang luar biasa, di mana dengan pemanfaatan bioteknologi dan bioengineering persoalan-persoalan di atas dapat ditanggulangi. Indonesia juga mempunyai pasar dalam negeri yang besar, yang mampu mendukung pembangunan industri dalam negeri. Namun, semua keunggulan komparatif ini akan hanya dan tetap menjadi ‘potensi’, jika Indonesia tidak mampu mengonversi melalui keunggulan kompetitif, untuk menjadi sumbangan nyata terhadap pembangunan. Untuk itu kita harus bekerja ekstra keras, ekstra giat dan ekstra cepat, karena perjalanan kita masih panjang. Tetapi, mari kita garis bawahi bersama, sekali kita menguasai sains, teknologi dan inovasi untuk pemberdayaan keunggulan komparatif kita, maka kita akan menjadi salah satu dari hanya sedikit negara di dunia yang memiliki keduanya, keunggulan komparatif sekaligus keunggulan kompetitif. Inilah dasar utama Indonesia diprediksi akan menjadi salah satu kekuatan ekonomi dunia di abad 21. Presiden Republik Indonesia, Dr. H. Bambang Susilo Yudhoyono, melihat dan memahami secara jelas, kedua hal di atas: tantangan sekaligus Peluang Masa Depan Indonesia. Sebagai respon, salah satu langkah yang diambil Presiden adalah membentuk Komite Inovasi Nasional (KIN) pada tanggal 15 Juni 2010. Komite Inovasi Nasional – sebuah badan independen yang terdiri dari 30 orang intelektual yang dipilih secara langsung oleh Presiden - diharapkan dapat memacu inovasi dengan: 1) memberikan rekomendasi tentang
  • 9. INOVASI 1-747 9 Am onRa kebijakan inovasi dengan prinsip “think out of the box, but within the system”; 2) memperkuat kerja sama intersektoral antara aktor-aktor inovasi; dan 3) memonitor implementasi kebijakan pemerintah tentang inovasi. Banyak yang telah dicapai Pemerintah sejak 2010. Berbagai kebijakan nasional untuk mendorong inovasi, termasuk yang diberikan oleh Komite ini, telah dilahirkan Pemerintah. Kondisi ekosistem inovasi Indonesia sejalan dengan kebijakan yang dikeluarkan, telah semakin membaik, walaupun masih membutuhkan perbaikan. Pencapaian yang membanggakan adalah meningkatnya peringkat Indonesia dalam Global Competitive Index dari posisi ke-50 di tahun 2012, menjadi ke 38 pada tahun 2013 menurut World Economic Forum (2014). Buku ini berisi rangkuman lengkap rekomendasi kebijakan sebagai buah pikiran dan gagasan para anggota KIN yang dihimpun dari tahun 2010 – 2014, dan sekaligus merupakan laporan kami kepada Presiden dan juga kepada seluruh rakyat Indonesia. Pesan utama buku ini adalah: strategi peningkatan daya saing bangsa melalui inovasi, dengan mengubah paradigma masyarakat Indonesia dari ekonomi berbasis sumber daya alam (natural resources-based economy) menjadi ekonomi berbasis pengetahuan (knowledge-based economy). Pada kesempatan ini kami ingin menyampaikan terima kasih kepada Presiden RI, Bapak Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono, yang telah memberikan kepercayaannya kepada kami untuk memimpin lembaga yang sangat terhormat ini. Kami juga berterima kasih dan menyampaikan penghargaan setinggi-tingginya, kepada semua anggota KIN, atas kerja sama dan sumbangan pemikiran, gagasan dan juga tenaga, yang sangat bermanfaat, tidak saja bagi Pemerintah, tetapi lebih dari itu, bagi seluruh rakyat Indonesia. Perjalanan pembangunan Inovasi Indonesia melalui perubahan paradigma menuju masyarakat berbasis pengetahuan masih sangat panjang, dan membutuhkan kerjasama antar semua aktor inovasi, lintas kementerian, bahkan lintas kabinet. Wakil Presiden RI, Prof. Budiono, dalam pidatonya pada Hari Kebangkitan Teknologi Nasional, tanggal 11 Agustus 2014 mengingatkan: ”Upaya mentransformasi masyarakat dari ekonomi berbasis sumber daya alam menjadi ekonomi berbasis pengetahuan adalah suatu perjalanan panjang. This is a long haul, yang tidak cukup untuk dilaksanakan oleh satu-dua kabinet. Oleh sebab itu visinya harus visi jangka panjang. Koordinasi bukan hanya antar kementerian dalam satu kabinet, tetapi koordinasi antara satu kabinet dengan kabinet yang lain. Inilah yang menyebabkan tidak mudah bagi kita untuk benar-benar melakukan transformasi dari ekonomi berbasis sumber daya alam ke ekonomi berbasis pengetahuan. Jalannya masih panjang, masih banyak yang perlu kita kerjakan, kerja keras dan kerja cerdas. Hard work, Smart work.” Ini juga yang menjadi harapan kami, bahwa buah pemikiran yang terhimpun di dalam buku ini dapat dimanfaatkan lintas kabinet. Hampir di setiap negara yang berhasil dalam bidang Iptek dan inovasi, seperti: Jepang, Korea Selatan, Denmark, Finlandia, bahkan Brazil, memiliki kesamaan yang fundamental, yakni: keteguhan tekad, komitmen dan dedikasi pemerintah dalam perjuangan membangun sektor sains, teknologi dan inovasi, terlepas dari perbedaan pandangan politik dan siapa yang menjadi pemimpin negaranya. Semoga buku ini dapat menjadi landasan fundamental bersama tempat para pemimpin negeri berpijak dalam menetapkan kebijakan inovasi untuk memajukan daya saing Indonesia. Akhirnya, dengan semangat Dirgahayu Kemerdekaan Republik Indonesia ke-69 mari kita wujudkan cita-cita mencapai Indonesia makmur, berdaulat dan sejahtera melalui Inovasi. Jakarta, 17 Agustus 2014 Salam Inovasi, Prof. Dr. Ir. Zuhal, M.Sc. EE
  • 12. KOMITE INOVASI NASIONAL12 Am onRa RINGKASAN EKSEKUTIF Buku Inovasi 1-747 : Program Strategis Inovasi Indonesia terdiri atas tiga bagian. Bagian Satu menyajikan informasi tentang visi, misi dan struktur organisasi Komite Inovasi Nasional (KIN), yang dibentuk Presiden Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono pada tahun 2010. PERBAIKAN EKOSISTEM INOVASI PENTING UNTUK MENINGKATKAN DAYA SAING BANGSA DAN MENCAPAI VISI INDONESIA 2025 Bab Satu membahas tentang Inovasi, Daya Saing dan Visi Indonesia. Bab ini merupakan peninjauan kembali secara singkat, konsep inovasi dan ekonomi berbasis inovasi, dan kenapa inovasi sangat dibutuhkan bangsa ini. Upaya perbaikan ekosistem inovasi harus dilakukan untuk meningkatkan inovasi di Indonesia. Pentingnya eksistensi aktor-aktor pendukung ekosistem inovasi, perlunya membangun sinergi antar para aktor melalui triple helix dan quadruple helix model dalam ekosistem inovasi; dan pembangunan budaya inovasi yang berdampak signifikan terhadap inovasi juga dibahas, menuju pada mekanisme bekerjanya sebuah Sistem Inovasi Nasional (Sinas), untuk mencapai Visi Indonesia 2025 sebagai platform nasional. INOVASI 1-747: STRATEGI KIN UNTUK PEMBANGUNAN INOVASI NASIONAL Bab Dua mengulas Strategi Pembangunan Inovasi Indonesia, dengan inti bahasan rekomendasi KIN yang disebut inisiatif Inovasi 1-747. Satu: Satu persen dari PDB pertahun untuk R&D di tahun 2015; Tujuh: Tujuh langkah perbaikan ekosistem; Empat: Empat wahana percepatan pertumbuhan ekonomi (Industri Kebutuhan Dasar, Industri Kreatif, Industri Berbasis Daya Dukung Daerah, dan Industri Strategis); dan Tujuh yang kedua: Tujuh sasaran visi Indonesia 2025, menuju pengembangan Indonesia berkelanjutan. Bab ini juga membahas pentingnya inovasi masuk dan menjiwai program- program dalam Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI), sehingga dapat menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang dipandu Inovasi, mengikuti Road map KIN dan strategi pentahapan terintegrasi kebijakan tersebut untuk pembangunan bangsa. Bahasan mengenai Arah Utama Lima Area Inovasi, yang perlu mendapat fokus dan perhatian pemerintah, menjadi topik penutup Bab ini.
  • 13. INOVASI 1-747 13 Am onRa PENYIAPAN WAHANA UNTUK MEMPERCEPAT PERTUMBUHAN EKONOMI Bab Tiga mendiskusikan tentang Wahana Percepatan Pertumbuhan Ekonomi, termasuk di dalamnya pembangunan klaster-klaster baik di pusat maupun di daerah, dengan penekanan keunggulan komparatif masing-masing daerah. Pembangunan wahana industri dan perbaikan SDM mutlak dibutuhkan negeri ini untuk dapat bersaing. Peningkatan investasi untuk meningkatkan aktifitas Inovasi juga didiskusikan. Kenyataan bahwa Inovasi dapat memanfaatkan existing knowledge and technology, dibahas di dalam Model Bisnis Inovasi, yang dapat diterapkan untuk secara langsung membantu memecahkan masalah- masalah sosial yang ada di masyarakat sekarang, seperti pelayanan kesehatan di daerah terpencil dengan memanfaatkan teknologi internet. Model bisnis inovasi melahirkan terobosan-terobosan penting seperti inovasi lompat katak, dan program inovasi untuk kaum miskin. INOVASI UNTUK KEBUTUHAN DASAR PERLU KEBIJAKAN ‘TOP-DOWN’ PEMERINTAH Bab Empat membahas tentang pengembangan program inovasi yang produknya ditujukan untuk memenuhi kebutuhan dasar rakyat, yakni: keamanan pangan, energi dan air ( Food, Energy and Water Security, FEWS). Inovasi untuk sektor ini, perlu mendapat perhatian khusus, tidak saja karena menyangkut kebutuhan dasar rakyat Indonesia, tetapi juga karena membutuhkan biaya tinggi, dengan pengembalian keuntungan yang kecil untuk jangka pendek. Hal ini menyebabkan tidak tertariknya pihak swasta untuk mengembangkannya. Pendekatan kebijakan yang lebih bersifat “top-down”, dengan sebagian besar riset didanai oleh Pemerintah, perlu diterapkan. QUICK WINS: PROGRAM INOVASI NASIONAL JANGKA PENDEK Dalam Bab Lima, KIN mengajukan beberapa program Quick Wins yang dipilih berdasarkan prioritas persoalan dalam masyarakat, dan juga dengan masa waktu tunggu antara riset, aplikasi dan hasil inovasi yang tidak terlalu lama, sehingga dapat segera dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. Quick Wins juga didesain dalam bentuk model-model, yang apabila telah berhasil, model ini dapat diikuti ataupun dimodifikasi sesuai kebutuhan oleh daerah-daerah lainnya. Quick wins yang direkomendasikan adalah: Pembentukan Bandung Raya Innovation Valley, Kawasan Industri Berbasis Inovasi Gresik Utara, Konsorsium Nanoteknologi Nasional, Produksi Biofertilizer, Vaksin dan Obat Kuratif Penyakit Tropis, dan beberapa rekomendasi bidang Regulasi dan Insentif. TEKNOLOGI HIJAU ADALAH TEKNOLOGI MASA DEPAN INDONESIA Bab Enam adalah tentang ke mana pembangunan inovasi Indonesia hendaknya diarahkan di masa depan. Peluang-peluang besar yang dimiliki Indonesia harus didukung oleh Pemerintah: Mendorong inovasi yang difokuskan pada sektor teknologi hijau sebagai teknologi masa depan Indonesia. Pengembangan sektor ini bagi Indonesia adalah sangat menguntungkan, karena kita lebih kurang akan berdiri pada garis start yang sama dengan negara-negara maju, setidaknya dibandingkan dengan teknologi telekomunikasi, elektronik atau automotif, misalnya.
  • 14. KOMITE INOVASI NASIONAL14 Am onRa Epilog tentang Gelombang transformasi Kedua, merangkum tantangan, peluang, kekurangan, keunggulan dan kesiapan Indonesia menghadapi masa depan. Epilog ini sekali lagi menggaris bawahi perlunya upaya mengubah paradigma bangsa Indonesia, menuju ekonomi berbasis pengetahuan, yang pada titik ini sudah sangat mendesak, sehingga harus segera dilaksanakan, untuk mencapai ambisi pembangunan Indonesia – the need, the speed and the greed – menutup Bagian Kedua buku ini. REKOMENDASI KEBIJAKAN DAN PROGRAM INOVASI NASIONAL, termasuk: GAGASAN AWAL PEMBENTUKAN DEWAN INOVASI NASIONAL Bagian Tiga, bagian terakhir buku ini, berisi Rekomendasi Kebijakan dan Program Inovasi Nasional, hasil pemikiran KIN. Rekomendasi-rekomendasi dalam Bagian Tiga merupakan rangkuman rekomendasi kebijakan sebagai intisari buku ini, disajikan dalam tampilan yang berbeda, untuk lebih memperjelas maksud dan tujuan rekomendasi tersebut. Format rekomendasi pada bagian ini menampilkan tidak saja pernyataan rekomendasi yang diusulkan, tetapi juga: 1. MENGAPA kebijakan ini penting (WHY); 2. SIAPA yang hendaknya bertanggungjawab terhadap pelaksanaan kebijakan ini (WHO); dan 3. BAGAIMANA kebijakan ini dilakukan (HOW).
  • 18. KOMITE INOVASI NASIONAL18 Am onRa INOVASI 1-747 PROGRAM STRATEGIS INOVASI INDONESIA DAFTAR ISI BAGIAN SATU.....................................................................................................................................23 KOMITE INOVASI NASIONAL....................................................................................................................24 VISI, MISI, DAN FUNGSI.......................................................................................................................24 BAGIAN DUA......................................................................................................................................27 Bab I Inovasi, Daya saing, dan Visi Indonesia......................................................29 1. Pendahuluan...............................................................................................................30 2. Inovasi Indonesia dan peluang masa depan.....................................................31 3. Ekonomi Inovasi DAN Ekosistem Inovasi.............................................................34 a. Ekonomi Inovasi........................................................................................................34 • Ekonomi Indonesia, Sudahkah Berbasis Ilmu Pengetahuan?........................36 b. Pembangunan Berkesinambungan Melalui Inovasi..................................................36 c. Ekosistem Inovasi......................................................................................................37 4. Triple Helix DAN Quadruple Helix..........................................................................39 A. Triple Helix.................................................................................................................39
  • 19. INOVASI 1-747 19 Am onRa B. Mekanisme Kerja Triple Helix....................................................................................41 C. Budaya Inovasi: “Elemen Keempat” Triple Helix.......................................................41 • Nilai-nilai Budaya Amerika Serikat dan Inovasi.............................................43 D. Quadruple Helix.........................................................................................................44 E. Potret Budaya Inovasi Indonesia................................................................................44 F. Membangun Budaya Inovasi......................................................................................46 5. Sistem Inovasi nasional untuk transformasi ekonomi..............................47 A. Produktivitas Bangsa Menuju Keunggulan Kompetitif..............................................50 B. Visi Bangsa sebagai Platform Nasional......................................................................52 • Simulasi Visi indonesia-2025.........................................................................52 Bab II Strategi Pembangunan Inovasi IndonesIA...............................................59 1. Meningkatkan Kemampuan Inovasi Bangsa......................................................60 A. Pendanaan sebagai Faktor Kritis..................................................................................61 B. Inisiatif Inovasi 1-747...................................................................................................65 i. Satu Persen PDB untuk R&D.................................................................................65 ii. Tujuh Langkah Perbaikan Ekosistem.....................................................................65 iii. Empat Wahana Percepatan Pertumbuhan Ekonomi............................................72 iv. Tujuh Sasaran Visi Indonesia 2025.......................................................................77 C. Inisiatif Inovasi 1-747 dan Konten Inovasi dalam MP3EI.............................................78 2. Pertumbuhan Ekonomi yang dipandu Inovasi..................................................81 A. Strategi Pentahapan Terintegrasi................................................................................82 B. Arah Utama Lima Area Inovasi....................................................................................85 Bab III Wahana Percepatan Pertumbuhan Ekonomi..........................................89 1. Klaster Inovasi: Wahana Pusat Pertumbuhan Regional dan Nasional...90 A. Penguatan Kapasitas Aktor Inovasi..............................................................................91 B. Wahana Industri dan Penguatan Talenta.....................................................................94 C. Memacu Inovasi Melalui Investasi...............................................................................96 2. Model Bisnis Inovasi Indonesia...........................................................................100 A. Model Bisnis Inovasi..................................................................................................100 B. Model Bisnis Inovasi Indonesia.................................................................................108 3. Inovasi “Lompatan Katak”.......................................................................................112 4. Inovasi untuk Kaum Miskin ..................................................................................114
  • 20. KOMITE INOVASI NASIONAL20 Am onRa Bab IV INOVASI KEBUTUHAN DASAR......................................................................................119 1. PANGAN..........................................................................................................................121 A. Bioteknologi: Pilar Ketahanan Pangan......................................................................121 B. Pertanian Berbasis Biotek: Harapan Bagi si Miskin...................................................122 C. Kekuatan Rekayasa Molekuler...................................................................................123 2. ENERGI............................................................................................................................123 A. Lebih “HIJAU” di Masa Depan...................................................................................123 B. Isu Minyak versus Pertumbuhan...............................................................................124 • Akhir Era Minyak Indonesia.........................................................................125 C. Bergeser ke Energy Mix.............................................................................................125 3. AIR...................................................................................................................................127 A. Kerawanan yang Kerap Diabaikan.............................................................................127 • Teknologi Pengolahan Air dan Gerakan Sosial untuk Ketersediaan Air Bersih yang Berkesinambungan.............................................................................127 B. Nexus Air, Pangan, dan Energi...................................................................................128 4. KESEHATAN......................................................................................................................129 A. Pengobatan Cerdas dan Aneka Obat.........................................................................129 • Kedokteran Usia Panjang.............................................................................129 B. Sel Punca...................................................................................................................130 C. Membuka Peluang lewat hEPO & Anti Flu Burung....................................................132 D. Inovasi Vaksin Rotavirus............................................................................................133 5. Riset Strategis Benua Maritim Indonesia........................................................136 A. Pemanfaatan Sumber Daya Kelautan........................................................................136 i. Sektor Pangan..................................................................................................136 ii. Sektor Energi....................................................................................................138 iii. Sektor Kesehatan.............................................................................................139 B. Ekonomi Berbasis Benua Maritim.........................................................................140 Bab V Program Quick-Win...............................................................................................143 1. Pembentukan Bandung Raya Innovation Valley (BRIV)................................144 2. Pembentukan Kawasan Industri Berbasis Inovasi Gresik Utara..............148 3. Inovasi Biofertilizer untuk Pertanian.............................................................150 4. Inovasi Vaksin DAN Obat Kuratif untuk Penyakit Tropis.............................152
  • 21. INOVASI 1-747 21 Am onRa 5. Pembentukan Konsorsium Nanoteknologi Nasional.................................156 6. Tiga Rekomendasi bidang Regulasi & Insentif................................................156 Bab VI Masa Depan Inovasi Indonesia.......................................................................163 (memburu pertumbuhan berkelanjutan)............................................................164 1. Era Ekonomi Hijau dan Teknologi Bersih.........................................................166 • Global Warming..........................................................................................167 A. Revolusi Teknologi Bersih dan Posisi Indonesia......................................................168 • Efisiensi Energi............................................................................................170 B. Dari Teknologi Disruptive untuk Teknologi “Bersih”: Bagaimana Peluang Indonesia?...............................................................................................................170 C. Ekonomi Hijau Ala Indonesia..................................................................................172 i. Keunggulan Komparatif Benua Maritim...........................................................172 ii. Keunggulan Kompetitif.....................................................................................173 iii. Keunggulan Lingkungan...................................................................................173 iv. Keunggulan Budaya..........................................................................................173 2. Fokus Teknologi Bersih: Konvergensi Bioteknologi dan Teknologi Informasi....................................................................................................................174 3. Tantangan Indonesia dan Dual Economic Scheme.......................................176 4. MediAcy Diplomacy: Kerja Sama Saling Menguntungkan (Win-Win).......178 EPILOG: Gelombang Transformasi Kedua............................................................................179 BAGIAN TIGA...................................................................................................................................183 Rekomendasi Kebijakan dan Program Inovasi Nasional...........................................184 LAMPIRAN..........................................................................................................................................203 Anggota KIN.....................................................................................................................................204 BAHAN BACAAN...........................................................................................................................................209 INDEKS.........................................................................................................................................................212
  • 23. INOVASI 1-747 23 Am onRa BAGIAN SATU: KOMITE INOVASI NASIONAL
  • 24. KOMITE INOVASI NASIONAL24 Am onRa BAGIAN SATU: KOMITE INOVASI NASIONAL KIN didirikan pada tahun 2010 dengan Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2010, yang ditanda-tangani pada tanggal 20 Mei, 2010 berdasarkan pertimbangan sebagai berikut: a. Bahwa kebijakan inovasi nasional di Indonesia perlu dilaksanakan secara ter- encana, terpadu, terintegrasi, dan terkoordinasi dalam satu kesatuan Sistem Inovasi Nasional guna meningkatkan produktivitas nasional dan mempercepat pertumbuhan ekonomi bangsa. b. Bahwa dalam rangka implementasi pelaksanaan sistem inovasi nasional secara efektif dan effisien, perlu dilakukan melalui institusi yang efektif dan berhasil-guna baik dari sisi legalitas dan otoritas. KIN periode 2010-2014 dipimpin oleh mantan Menteri Riset dan Teknologi Republik Indonesia, Prof. Dr. Zuhal. Anggota KIN adalah tokoh yang berasal dari berbagai institusi riset akademia, bisnis, pemerintah, dan masyarakat. VISI Meningkatkan produktivitas Indonesia melalui inovasi. MISI 1. Meningkatkan jumlah Hak Kekayaan Intelektual (HKI) dari penelitian dan in- dustri yang langsung berhubungan dengan pertumbuhan ekonomi. 2. Meningkatkan jumlah produk-produk unggulan dan nilai tambah industri dari berbagai daerah. 3. Meningkatkan infrastruktur Sains dan Teknologi berstandar internasional. 4. Mencapai swasembada pangan, obat-obatan, energi dan air bersih yang ber- kesinambungan. 5. Mencapai swasembada produk dan sistem industri pertahanan, transportasi, dan teknologi informasi dan komunikasi. 6. Meningkatkan ekspor produk industri kreatif menjadi dua kali lipat. 7. Mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan, kemakmuran yang merata, dan memperkokoh Negara Kesatuan Republik Indonesia. FUNGSI A. Membantu Presiden dalam rangka memperkuat sistem inovasi nasional dan mengembangkan budaya inovasi nasional.
  • 25. INOVASI 1-747 25 Am onRa B. Memberi masukan dan pertimbangan mengenai prioritas program dan ren- cana aksi, termasuk alokasi pembiayaan dan fasilitas untuk penguatan sistem inovasi nasional yang menghasilkan produk-produk inovatif. C. Melaksanakan pemantauan dan evaluasi terhadap pelaksanaan kebijakan dan program penguatan sistem inovasi nasional. ORGANISASI Para anggota KIN dibagi dalam 5 kelompok yaitu: Kelompok I - Program Inovasi Pemerintah Kelompok 2 - Inovasi Bisnis dan Industri Kelompok 3 - Klaster Inovasi Kelompok 4 - Kebijakan Insentif dan Regulasi bagi Inovasi Kelompok 5 - Inovasi Ekonomi, Sosial, dan Budaya Ketua Wakil Ketua Sekretaris Kelompok I Program Inovasi Pemerintah Kelompok 2 Inovasi Bisnis dan Industri Kelompok 3 Klaster Inovasi Kelompok 5 Inovasi Ekonomi, Sosial, dan Budaya Kelompok 4 Kebijakan Insentif dan Regulasi bagi Inovasi Gambar 1. Struktur Organisasi KIN
  • 29. INOVASI 1-747 29 Am onRa BAB I. INOVASI, DAYA SAING, DAN VISI INDONESIA
  • 30. KOMITE INOVASI NASIONAL30 Am onRa INOVASI, DAYA SAING, DAN VISI INDONESIA 1. PENDAHULUAN Globalisasi telah mengubah konstalasi geopolitik dan ekonomi dunia, mendorong munculnya kekuatan-kekuatan ekonomi baru, memimpin pertumbuhan ekonomi global. Semakin bertambah jumlah negara-negara Asia, selain Jepang, seperti Korea Selatan, Singapura, Taiwan, Tiongkok dan bahkan India, yang muncul sebagai kekuatan baru di pentas ekonomi dunia menggeser Amerika Serikat dan Eropa. Negara-negara ini telah memasuki tahapan innovation-driven economy melalui berbagai produk dan jasa mereka yang menembus pasar internasional. Pergeseran epicentrum ekonomi ini semakin jelas terlihat dengan terjadinya krisis finansial global 2008, yang sangat kuat menghantam negara-negara barat, dengan dampak yang hingga saat masih dirasakan, dan bahkan beberapa negara Eropa masih terlilit dalam krisis ini. Indonesia – satu-satunya negara Asean yang terpilih sebagai anggota G-20, serta anggota MIST (Mexico, Indonesia, South Korea, and Turky) poros ekonomi dunia baru – berpotensi besar menjadi salah satu raksasa ekonomi, apabila, Indonesia mampu memanfaatkan potensi yang dimiliki, untuk meningkatkan daya saingnya melalui inovasi. Ini adalah tantangan, sekaligus peluang emas bagi Indonesia. Saat ini ekonomi Indonesia masih sangat bergantung pada pemanfaatan sumber daya alam dan bukan sumber daya manusia. Hal ini berdampak pada rendahnya daya saing Indonesia, bahkan dibanding negara- negara tetangga seperti Malaysia, Thailand, apalagi Singapura. Presiden Republik Indonesia, Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono, merespons tantangan dan peluang emas ini, salah satunya, dengan membentuk Komite Inovasi Nasional (KIN) pada tanggal 15 Juni 2010. KIN – yang merupakan sebuah badan independen, terdiri atas 30 tokoh masyarakat yang secara langsung ditunjuk oleh Presiden – diberi tugas utama untuk mendorong aktivitas inovasi di Indonesia, antara lain dengan: 1) Memberikan rekomendasi yang bersifat “out of the box but within the system” tentang kebijakan inovasi; 2) Mengembangkan dan mendorong kolaborasi antara para aktor inovasi lintas sektoral; dan 3) Memonitor pelaksanaan kebijakan-kebijakan dalam bidang inovasi. Buku ini membahas pandangan optimisme rasional KIN, akan potensi dan kemampuan Indonesia menjadi salah satu kekuatan ekonomi dunia, melalui perubahan paradigma pembangunan nasional, dari pola pikir ekonomi berbasis eksploitasi sumber daya alam (SDA), menjadi pola pikir ekonomi berbasis inovasi: yaitu dengan mengintegrasikan faktor sains, teknologi dan inovasi (STI) ke dalam perencanaan pembangunan nasional. Optimisme rasional ini dibarengi dengan pelbagai persyaratan mengenai hal-hal yang harus dibenahi, untuk bisa memanfaatkan seluruh potensi bangsa ini agar tujuan peningkatan daya inovasi dapat dicapai. Buku ini ditutup dengan ulasan tentang masa depan inovasi Indonesia, dan beberapa pemikiran KIN yang ditampilkan dalam bentuk rekomendasi untuk meningkatkan daya saing Indonesia melalui inovasi.
  • 31. INOVASI 1-747 31 Am onRa 2. INOVASI INDONESIA DAN PELUANG MASA DEPAN Berpopulasi 237 juta jiwa, atau keempat terbesar di dunia, Indonesia adalah pangsa pasar yang terbuka luas bagi produk-produk teknologi negara lain. Indonesia bahkan diberi julukan ‘’BlackBerry Nation’’ oleh sejumlah media asing, merujuk pada larisnya produk Kanada ini di Indonesia (US$ 3464 perkapita, atau rangking 109 dunia). Demikian pula halnya dengan produk-produk otomotif, pasar Indonesia termasuk yang menjadi target utama para importir. Melihat potensi SDA dan sumber daya manusia (SDM) Indonesia yang begitu kaya, sudah selayaknya bangsa ini mengubah posisi dari negara pengguna menjadi negara penghasil. Untuk itu perlu disiapkan suatu strategi untuk pembangunan inovasi nasional, agar Indonesia dapat menjadi sumber produk inovasi baru yang mampu menyaingi Korea Selatan, Singapura, atau Taiwan. Tentu ada faktor-faktor penyebab, kenapa Indonesia saat ini bukan sebuah negara produsen teknologi. Salah satu faktor tersebut adalah rendahnya minat kaum muda pada pendidikan sains dan rekayasa – cabang ilmu wajib untuk berinovasi. Daya saing Indonesia hanya didukung lulusan sarjana teknik 11,5 persen dan sarjana sains 3,6 persen, menunjukkan karakteristik generasi muda konsumtif yang kurang bergairah untuk berproduksi (Gambar 2). Ungkapan: “Kalau bisa beli kenapa harus bikin sendiri” menunjukkan bagaimana bangsa Indonesia lebih suka menjadi konsumen daripada produsen. Namun demikian, hal ini tentunya tidak berarti bahwa tidak ada peluang bagi Indonesia untuk bangkit. Bung Karno pernah mengatakan: “Beri aku sepuluh pemuda, maka aku akan guncang dunia”. Kita, setidaknya, bisa melihat peluang itu ada di pundak kaum muda. Berbagai prestasi kelas dunia yang pernah diraih para pelajar Indonesia, menjadi indikasi kuat bahwa negeri ini memiliki sumber daya manusia yang cerdas. Pada tahun 2005 di Singapura, Indonesia menjadi juara umum Olimpiade Fisika Internasional. Pada kompetisi Information Technology (IT) ‘Image Cup 2010’ di Polandia, yang diikuti 124 negara, Indonesia memenangkan dua predikat: juara kedua kategori Windows Phone 7 Rockstar Award, dan juara ketiga kategori Interoperability Award (Kompas 11 Juli 2011). Indonesia juga patut bangga dengan kemunculan ‘Bimasakti’, mobil Formula Satu karya mahasiswa Universitas Gajah Mada. Keseluruhan prestasi dan predikat ini sedikit banyak menyumbang pada indikator inovasi Indonesia, yang berada pada tingkat ke-36 dari 139 negara menurut World Economic Forum (WEF). Terkait peringkat daya saing, pada tahun 2010 posisi Indonesia secara keseluruhan berada di peringkat 44, meningkat cukup signifikan dari peringkat ke-54 pada 2009. Respon positif juga dideteksi oleh kalangan internasional, dimana banyak pihak yang yakin akan cerahnya masa depan ekonomi Indonesia. Goldman Sach (2005), salah satunya, menyebut Indonesia sebagai calon The Next Eleven (N-11), kelompok emerging economies yang pada abad 21 akan menjadi penyeimbang peran negara-negara Group of Eight (G-8). Dalam laporan tahun 2011, Bank Dunia bahkan secara spesifik menyebut enam negara—Tiongkok, Brazil, India, Korea Selatan, Rusia dan Indonesia—sebagai kandidat kekuatan ekonomi terbesar tahun 2025. Di tahun 2013, pada saat perekonomian dunia mengalami perlambatan pertumbuhan, ada hal yang menggembirakan bagi kita: “Global Competitiveness Indexs” Indonesia menurut kriteria WEF justru meningkat dari peringkat 50 (2012) ke peringkat 38 (2013) (Gambar 3). Peningkatan ini disertai dengan peningkatan 6 pilar inovasi, dengan perbaikan paling menonjol pada pilar “Capacity for Innovation”, yang berada pada peringkat ke-24 (2013) dari 144 negara (Gambar 4).
  • 32. KOMITE INOVASI NASIONAL32 Am onRa Sarjana dan Daya Saing Amerika Serikat Jepang Taiwan Korea Selatan Malaysia China Indonesia 12.530.000 5.423.000 1.174.000 2.097.000 5.679.000 1.250.000 595.000 1.045.000 266.000 565.000 2.196.000 137.500 5% 19% 23% 27% 20% 39% 11% 7 10 13 19 25 29 50 Jumlah Sarjana Sarjana Teknik Lulusan Sarjana Teknik Peringkat Daya Saing (2012-2013) Kementerian Pendidikan Nasional menargetkan 15 persen jumlah lulusan sarjana teknik pada tahun 2015. Strategi pencapaiannya adalah ekspansi kapasitas, pengalihan status perguruan tinggi swasta menjadi negeri, dan pendirian perguruan tinggi baru. Gambar 2. Sarjana dan Daya Saing. Daya saing Indonesia hanya didukung lulusan sarjana teknik 11,5 persen (dan sarjana sains 3,6 persen), menunjukkan rendahnya minat kaum muda pada pendidikan sains dan rekayasa – cabang ilmu wajib untuk berinovasi. Sumber: Modifikasi dari “Leisure Class”, VC. Confidential (www. vcconfidential.com), quoting analyst Mark Mare Faber, April 2006; dan pernyataan Mendiknas pada peresmian Politeknik Negeri Balikpapan, 6 Januari 2012, www. newsbalikpapan.com
  • 33. INOVASI 1-747 33 Am onRa Gambar 3. Perbaikan Peringkat Global Competitive Index Indonesia. Pada saat perekonomian dunia mengalami perlambatan pertumbuhan, peringkat “Global Competitiveness Indexs” Indonesia justru meningkat dari peringkat 50 (2012) ke peringkat 38 (2013) (Gambar 3). Sumber: The Global Competitiveness Report 2012-2013 dan 2013-2014, World Economic Forum Gambar 4. Perbaikan Peringkat Pilar inovasi. Peningkatan daya saing Indonesia ini disertai dengan peningkatan 6 pilar inovasi, dengan perbaikan paling menonjol pada pilar “Capacity for Innovation”, yang berada pada peringkat ke-24 (2013) dari 144 negara. Penurunan peringkat pilar “patents application” ke- 103 (2013) menunjukkan rendahnya produktivitas industri manufaktur nasional dalam menghasilkan produk- produk berbasis sains dan teknologi. Sumber: The Global Competitiveness Report 2012- 2013 dan 2013-2014, World Economic Forum Perbaikan Peringkat Pilar Inovasi No 1 2 3 4 2012- 2013 50 58 58 40 2013- 2014 38 45 52 33 Global Competitiveness Index Basic Requirements Efficiency Enhancers Innovation and Sophistication Factors No 1 2 3 4 5 6 7 2012- 2013 30 56 25 40 29 51 101 2013- 2014 24 46 23 30 25 40 101 Capacity for Innovation Quality of Scientific Research Institutions Company spending on R&D University-industry collaboration in R&D Government procurement of advanced tech products Availability of scientist and engineers PCT patents, applications/ million pop Perbaikan Peringkat Global Competitive Indexs Indonesia
  • 34. KOMITE INOVASI NASIONAL34 Am onRa Satu-satunya pilar inovasi Indonesia yang menurun adalah “patents application”, berada pada peringkat ke-103 (2013), yang berarti masih rendahnya produktivitas industri manufaktur nasional dalam menghasilkan produk-produk berbasis sains dan teknologi. Namun setidaknya, hasil survei WEF ini menunjukkan kemampuan Indonesia dalam berinovasi, dan dengan didukung SDA dan SDM yang ada, Indonesia sangat berpeluang menjadi negara maju. Tidak berlebihan jika Pemerintah menetapkan ‘’Visi Indonesia 2025’’ dan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia (MP3EI), yang menargetkan Indonesia menjadi negara maju (advanced economy) pada 2025, masuk ke dalam 12 besar kekuatan ekonomi dunia, dengan pencapaian PDB total 3,760 triliun hingga 4,470 triliun dolar AS, dan perolehan PDB per kapita sebesar 16 ribu dolar AS. Optimisme ini adalah momentum yang baik sebagai pangkal tolak memperbaiki ekosistem inovasi Indonesia, menyambut era gelombang ekonomi inovasi. 3. EKONOMI INOVASI DAN EKOSISTEM INOVASI A. Ekonomi Inovasi Dalam model Ekonomi Neoklasik, distribusi pendapatan (income) dilakukan melalui interaksi dinamis antara supply dan demand, yang difasilitasi lewat ‘’maksimalisasi kepuasan’’ (maximization of utility). Konsumsi—sebuah cara mencapai kepuasan maksimum individu karenanya dianggap sebagai ‘engine’ penggerak pertumbuhan dalam model ini. Sedikit berbeda dengan paham ini, model Ekonomi Inovasi (Gambar 5) berargumen bahwa bukan hanya konsumsi, tetapi investasi inovasi yang akan lebih menjamin pertumbuhan berkesinambungan. Selanjutnya, karena akumulasi ini mesti terus tumbuh, stok kapital harus dijaga agar tidak menurun, sehingga diperlukan knowledge atau temuan-temuan baru yang dilakukan lewat investasi pada kegiatan penelitian dan pengembangan (Litbang). Negara-negara maju menyadari ketidakandalan konsumsi sebagai basis pertumbuhan. Merespon krisis finansial yang dialami AS, Presiden Barrack Obama di hadapan National Academy of Sciences pada April 2009, mengharapkan adanya gerakan nasional yang dapat menginspirasi generasi muda ‘to be makers, not just consumers of things’. Ketika AS semakin menekankan pentingnya inovasi, dan banyak negara Asia juga semakin bergiat mempersiapkan sektor sains, teknologi dan infrastruktur untuk menyongsong era Ekonomi inovasi, Indonesia sepertinya tidak bergeming, dan tetap memfokuskan pada pembangunan mall-mall megah yang konsumtif. Penelaahan lebih mendalam alasan pengadopsian ekonomi inovasi oleh semua negara maju, dan banyak negara-negara Asia, ternyata tidak semata-mata demi untuk mempertahankan keunggulan ekonomi suatu negara, tapi jauh lebih fundamental dari hal ini, terciptanya pembangunan yang berkesinambungan melalui inovasi, bukan saja bagi negara tertentu tetapi bagi planet bumi.
  • 35. INOVASI 1-747 35 Am onRa Gambar 5. Proses Pertumbuhan Melalui Inovasi. Model ekonomi inovasi menunjukkan bahwa investasi inovasi akan lebih menjamin pertumbuhan berkesinambungan. Sumber: Gelombang Ekonomi Inovasi (Zuhal, 2013) Proses Pertumbuhan Melalui Inovasi Pertumbuhan Konsumsi Penawaran Supply Permintaan Demand Pertumbuhan Konsumsi Inovasi Penawaran Supply Permintaan Demand Pertumbuhan Konsumsi Inovasi “Produksi!” Penawaran Supply Permintaan Demand
  • 36. KOMITE INOVASI NASIONAL36 Am onRa Ekonomi Indonesia, Sudahkah Berbasis Ilmu Pengetahuan? Di awal tahun 2011, Senior Vice President Bank Dunia, Mr Justine Yifu Lin, yang berkewarganegaraan Tiongkok, berkunjung ke Indonesia dan menyempatkan diri bertemu dengan ketua KIN dan timnya. Diskusi membahas topik Indonesia dua dekade silam, saat mana Bank Dunia menganggap Indonesia sebagai salah satu Macan Asia: kelompok negara-negara dengan pertumbuhan industri yang sangat tinggi, the miracle. ‘’Ketika pada 1990-an saya berkunjung ke Indonesia sebagai akademisi dari Universitas Beijing, ingin sekali saya melihat perekonomian Tiongkok berkembang dengan dukungan Iptek seperti Indonesia pada waktu itu,’’ ujarnya. Namun Mr Yifu Lin, juga kita, menyaksikan bagaimana krisis moneter 1997 menghancurkan pembangunan ekonomi Indonesia sampai pada titik terendah. Perekonomian berbasis industri Indonesia yang siap take-off, hancur dan kembali ke titik awal dimana pembangunan perekonomian Indonesia kembali berbasis sumberdaya alam. Sebagian besar ekspor Indonesia kembali pada komoditas bahan mentah pertanian, mineral atau energi. Saat ini hampir semua negara Asia telah keluar dari krisis yang terjadi, namun Indonesia masih bergelut dengan industri primitif yang mengeksploitasi sumber daya alam dan merusak lingkungan. Indonesia belum mengembangkan industri dengan nilai tambah yang tinggi seperti pada dua atau tiga dasawarsa lalu, melalui keunggulan industri-industri strategisnya, suatu masa yang pernah mengundang kekaguman Mr Yifu Lin. B. Pembangunan Berkesinambungan Melalui Inovasi Pertumbuhan tanpa henti (relentless growth) atas nama angka Produk Domestik Bruto (PDB) dan perilaku konsumtif yang berlebihan telah menjadi bumerang bagi penduduk planet bumi. Ketidakseimbangan ekologi secara global terjadi sebagai dampak eksploitasi alam yang terlalu agresif oleh mesin industrialisasi, dan menjadi ancaman bagi masa depan peradaban baru yang sedang dibangun manusia kini. Data menunjukkan, secara global SDA dieksploitasi 1,6 kali lipat melebihi kemampuan alam untuk melakukan pembaharuan secara alami. Pertanyaannya adalah, haruskah laju pertumbuhan global diperlambat secara drastis ketika, misalnya, negara-negara berkembang tetap harus meningkatkan PDB-nya guna memenuhi kebutuhan dasar, sementara negara- negara maju mesti mempertahankan tingkat kesejahteraannya? Pada titik inilah ekonomi hijau (green economy) menjadi pilihan, jika bukan satu-satunya cara, agar pertumbuhan global bisa tetap berlangsung secara berkelanjutan (suistainable growth). Inovasi dalam hal ini adalah elemen kunci bagi green economy. Konsep green economy, secara sederhana, bertumpu pada tiga poin aksi, yakni: menghemat SDA, melindungi lingkungan, dan meningkatkan efisiensi penggunaan SDA. Inovasi bisa mengisi kebutuhan dengan menyediakan SDA yang ramah lingkungan. Dalam pertumbuhan-berbasis-inovasi, produktivitas akan didorong melalui penciptaan pengetahuan (knowledge), disusul oleh aplikasi dan difusi knowledge tersebut, melalui eksploitasi tunggal SDA. Sehingga, pemanfaatan knowledge, baik dalam menyediakan bahan baku komplementer maupun bahan baku utama dari pertumbuhan, akan secara otomatis mengurangi permintaan akan SDA konvensional. Dengan demikian, inovasi dalam kadar
  • 37. INOVASI 1-747 37 Am onRa tertentu dapat menekan hubungan ketergantungan antara pertumbuhan sebuah negara dengan kebutuhan SDA, sebagaimana terjadi di negara-negara ber-PDB tinggi tetapi miskin SDA, seperti Swedia dan Singapura impian ke depan, jika seluruh negara beralih ke pertumbuhan berbasis inovasi, pertumbuhan berbasis eksploitasi knowledge, maka akan tercipta masa depan baru, yakni: pertumbuhan ekonomi tanpa ketidakseimbangan ekologi— the green future. Namun, menanamkan mindset inovasi ke dalam pola pembangunan dan sistem produksi yang telah ada, bukan hal yang mudah, dan memerlukan political will yang kuat dari Pemerintah, terutama pada tahap awal. Demikian pula adanya SDM cerdas dalam jumlah besar sebagaimana diperlihatkan dengan prestasi anak- anak bangsa di dunia internasional belum cukup untuk menggerakkan ekonomi inovasi suatu bangsa. Ekonomi berlandaskan inovasi hanya dapat berjalan dengan baik bila unsur-unsur di atas dilengkapi dengan ’kendaraan’’ dan ‘’lingkungan’’ pendukungnya atau yang disebut Ekosistem Inovasi. C. Ekosistem Inovasi Malaysia, Korea Selatan, Tiongkok, India dan sejumlah negara Asia lainnya, mulai mengalami perkembangan ekonomi yang cepat melalui konsep Ekonomi Inovasi mengikuti langkah negara-negara Dunia Pertama. Ini adalah hasil dari keputusan tepat—dan keputusan yang berani—dalam menyikapi krisis ekonomi global dan ancaman latennya. Banyak negara Asia memanfaatkan situasi ini sebagai momentum untuk menata diri secara radikal melalui perbaikan ekosistem inovasi (Gambar 6), misalnya: meningkatkan dana Litbang secara signifikan, medidik SDM di pusat-pusat keunggulan inovasi, pembangunan klaster-klaster Litbang, sistem pendidikan yang mengarah pada penumbuhan budaya inovasi, dan sebagainya. Faktor ini dianggap merupakan salah satu penyebab bergesernya pusat gravitasi pertumbuhan ekonomi ke Asia dalam dua dekade terakhir ini. Zhongguancun di Tiongkok, Bangalore di India, Daedeok Innapolis di Korea Selatan, Hsinchu Science Park di Taiwan, Biopolis di Singapura, adalah pusat-pusat keunggulan sains dan teknologi yang tersebar di Timur yang layak disejajarkan dengan hub-hub serupa di AS dan Eropa. Mudah ditebak bahwa klaster-klaster teknologi tinggi ini akan menjadi pabrik utama bagi produk-produk high-tech IT, bioteknologi, kedokteran, yang aktif berpartisipasi dalam pasar dunia melalui produk-produk inovasinya. Sebenarnya Indonesia sudah memiliki banyak institusi pendukung inovasi, namun belum tertata secara optimal dalam sebuah ekosistem inovasi. Sebagaimana pada ekosistem alam yang berjalan dengan harmonis dan produktif, diperlukan adanya elemen-elemen pendukung secara berimbang, dan adanya interaksi antar elemen-elemen tersebut. Ketidakhadiran salah satu elemen akan mengganggu keseimbangan ekosistem dan menghilangkan harmonisasi yang ada. Dalam sebuah ekosistem inovasi, unsur-unsur yang diperlukan dan harus ada, antara lain: Kepemimpinan, Pendidikan, Sistem etika dan etos kerja, Sistem Sosial budaya, Kebijakan Inovasi, dan Pendanaan yang kesemuanya mendukung pengembangan riset dan inovasi. Pertumbuhan ekonomi yang berwawasan inovasi (innovation-driven economy) hanya akan tercipta apabila terjadi interaksi yang menggerakkan ekosistem inovasi ini menjadi sebuah sistem yang harmonis dan produktif. Interaksi ini sering digambarkan dalam sebuah model inovasi yang disebut Triple Helix.
  • 38. KOMITE INOVASI NASIONAL38 Am onRa Gambar 6. Ekosistem inovasi dan Dana R&D Indonesia. Untuk mengalami perkembangan ekonomi yang cepat melalui konsep Ekonomi Inovasi, Indonesia perlu menata diri melalui perbaikan ekosistem inovasi. Unsur-unsur ekosistem inovasi seperti Kepemimpinan, Pendidikan, Sistem etika dan etos kerja, Sistem Sosial budaya, Kebijakan Inovasi, dan Pendanaan perlu mendukung pengembangan riset dan inovasi. Pada saat ini pendanaan R&D di Indonesia adalah 0.2% dari PDB, salah satu yang terendah di antara negara-negara tetangga di Asia Sumber: 2014 Global R&D Funding Forecast Pengemba ngan Aplikasi Riset CUKUP BAIK Pendanaan (Kecil Sekali) Kebijakan (Tidak Sinergis) Pendidikan (Belum Kondusif) Kepemimpinan (Lemah) Budaya (Lemah) Pendanaan R&D Ekosistem Inovasi dan Dana R&D Indonesia 0.0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 Indonesia Philippines Vietnam Thailand Malaysia India China LatinAmerica Asia G7 MiddleEast& NorthAfrica
  • 39. INOVASI 1-747 39 Am onRa 4. TRIPLE HELIX DAN QUADRUPLE HELIX A. Triple Helix Inovasi, sebagaimana dijelaskan di muka, merupakan outcomes dari interaksi aliran knowledge. Di antara pelbagai model inovasi berbasis pengetahuan yang ada, model hubungan triple helix menyediakan framework yang lebih memudahkan analisa hubungan jaringan pengetahuan dan interaksi dalam proses inovasi. Dalam model ini, inovasi dilihat sebagai hasil dari sebuah jaringan kerjasama—hubungan segitiga—antara dunia akademik (Academic institution), dunia bisnis dan industri (Business) dan Pemerintah (Government), yang lazim disingkat ABG (Gambar 7). Inilah aktor-aktor utama Sistem Inovasi Nasional (Sinas). Interaksi antara ABG dikenal sebagai jalinan triple helix, di mana dunia akademik (perguruan tinggi dan lembaga litbang) berperan sebagai penyedia dan pemakai knowledge; dunia bisnis dan industri selaku pemanfaat knowledge; dan Pemerintah sebagai regulator sekaligus stimulator untuk mendorong sinergi dalam sistem inovasi. Henry Etzkowitz menegaskan hal di atas dalam bukunya “The Triple Helix” bahwa interaksi triple helix universitas-industri-Pemerintah merupakan kunci tumbuhnya inovasi di dalam masyarakat berbasis pengetahuan yang semakin berkembang. Jalinan triple helix terbukti menjadi kunci bagi pertumbuhan ekonomi berkesinambungan berbasis inovasi di negara-negara advanced economy. Jika diibaratkan roda gigi, perputaran harmonis ‘’trio roda’’ ini akan menghasikan ‘’energi’’ untuk menyalakan mesin pertumbuhan ekonomi: knowledge dari tangan akademisi bertransformasi menjadi produk komersial berkat pemanfaatan oleh industri, distimulasi oleh kebijakan pemerintah yang suportif dan fasilitas insentif, dan kesemuanya pada gilirannya akan mendongkrak produktivitas negara— meningkatkan angka PDB—melalui penciptaan produk-produk bernilai tambah tinggi (Gambar 8). Interaksi antara ABG dalam model triple helix memiliki banyak manfaat antara lain: 1. Terbuka kesempatan bagi terjadinya sirkulasi dan sharing pengetahuan antara sektor akademik, pelaku bisnis, dan pejabat Pemerintah. 2. Riset akademik akan lebih terkait dengan praktik bisnis, sehingga para peneliti secara langsung dapat memecahkan masalah yang ada di pasar. 3. Terciptanya budaya wirausaha melalui jaringan inovasi, yakni munculnya perusahaan-perusahaan baru berkat kemitraan pengetahuan sesama aktor inovasi. 4. Inisiatif kebijakan baru dapat muncul di dalam jaringan, yang memberi kesempatan kepada Pemerintah untuk mengerti lebih baik di mana dana riset harus dialokasikan. Ini adalah peluang bagi Pemerintah untuk mendesain strategi riset nasional baru, yang benar-benar menjawab persoalan masyarakat. 5. Akselerasi penguatan kelembagaan mencakup aspek konsepsi, strategi dan program aksi sehingga tercipta lingkungan kondusif untuk mendorong program STI, serta tumbuhnya partisipasi komunitas melek inovasi (bagian dari quadruple helix, akan dijelaskan pada bagian berikut). 6. Terciptanya upaya sinergis antar pelaku STI dari kalangan triple helix sehingga memperkaya peta jalan teknologi Indonesia dan menumbuhkembangkan partisipasi komunitas dalam menghasilkan berbagai upaya inovatif. 7. Terciptanya kelembagaan yang mapan untuk melakukan evaluasi dan perencanaan secara berkelanjutan dalam penguatan STI, untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
  • 40. KOMITE INOVASI NASIONAL40 Am onRa Gambar 7. Model Inovasi Triple Helix. Interaksi triple helix antara aktor-aktor utama Sistem Inovasi Nasional yaitu Academia (A), Business (B), dan Government (G) merupakan kunci tumbuhnya inovasi. Sumber: The Triple Helix: University- Industry-Government Innovation in Action. Gambar 8. Kerjasama: Mewujudkan Sinergi Triple Helix. Sinergi antar para aktor inovasi membentuk triple helix dan menghasilkan para inovator yang menciptakan produk- produk bernilai tambah tinggi sehingga mendongkrak produktivitas negara. Gov Biz Ac Model Inovasi Triple Helix KERJASAMA: Mewujudkan SinergiTRIPLE HELIX Usaha : MENUJU SATU PERSEPSI, PARADIGMA DAN VISI Fakta : TIDAK TERHUBUNG SEBAGAI PENGGERAK UTAMA PERTUMBUHAN Rencana Aksi : SINERGI ANTARA AKADEMIA, BISNIS, DAN PEMERINTAH Tantangan : 1. Pengembangan HaKI dan Penegakan Hukumnya 2. Sistem Manajemen Riset 3. Sistem Insentif dan Regulasi 4. Pembangunan Budaya Inovasi BISNIS PEMERINTAH AKADEMIA INNOVATOR
  • 41. INOVASI 1-747 41 Am onRa B. Mekanisme Kerja Triple Helix Gambar 9 di bawah ini mendeskripsikan model sistem inovasi industri, di dalamnya terjadi contoh hubungan triple-helix—dimana pemerintah berperan sebagai jangkarnya. Dalam contoh ini Pemerintah mendorong terjadinya proses inovasi, salah satunya melalui penyediaan insentif pajak bagi industri dan Badan Usaha Milik Negara. Insentif juga diberikan kepada perusahaan asing yang berminat melakukan foreign direct investment (FDI), yakni mereka yang akan mentransfer teknologi dari luar negeri ke Indonesia, atau menggunakan teknologi dalam negeri. Di samping pajak, Pemerintah juga dapat menyediakan insentif berupa pemberian dana riset kepada para pelaku invensi atau kalangan akademis (lembaga Iptek dan perguruan tinggi) dengan sejumlah syarat pokok, yaitu: pihak industri telah mengutarakan minat untuk menggunakan teknologi yang dikembangkan pada institusi riset tersebut, peluang menghasilkan produk invensi bernilai pasar tinggi, memiliki feasibility studies dan return of investment yang jelas. Selanjutnya lembaga-lembaga Iptek dan perguruan tinggi adalah mitra strategis dalam mengembangkan STI mulai dari industri hulu (upstream industries) sampai ke industri hilir (downstream industries). Sementara, pihak industri berpartisipasi dengan menyediakan fasilitas riset dengan teknologi state of the art, kepada para periset terkait kebutuhan invensi teknologi yang bernilai pasar baik. Walau nampak sederhana, interaksi dan sinergi antar aktor-aktor inovasi ternyata tidak mudah, bahkan hal ini banyak menjadi hambatan di negara- negara non industri Asia. Banyak studi menunjukan bahwa budaya suatu bangsa memegang peranan penting pada keberhasilan inovasi. C. Budaya Inovasi: ‘’Elemen Keempat’’ Triple Helix Konsep Triple Helix bekerja dengan baik di negara-negara maju; tetapi tidak di negara-negara sedang berkembang yang belum memiliki budaya berinovasi. Sebagai contoh, di Amerika Serikat dengan innovation culture-nya yang telah mapan, sinergi antara pebisnis dan akademisi berjalan mulus tanpa perlu intervensi yang dalam dari Pemerintah. Berdirinya klaster Bioteknologi San Diego adalah sebuah contoh tentang ‘’keperkasaan pasar’’. Selama 30 tahun pebisnis dan inovator di kota tersebut bekerja sama mengkonversi San Diego dari pangkalan militer dan pusat pemancingan yang sunyi, menjadi salah satu sentra teknologi-tinggi, dengan hanya sedikit campur tangan Pemerintah. Berawal di tahun 1978, klaster biotek San Diego berasal dari sebuah perusahaan start-up kecil bernama Hybritech. Berkat sinergi antara dunia riset dan usaha, dengan peran para teknolog bervisi bisnis (technopreneur) yang amat besar, Hybritech mampu menghasilkan omset ratusan juta dolar AS dalam tempo kurang dari satu dekade, dan menjadi penopang sejumlah perusahaan start-up kecil sebagai cikal bakal klaster bioteknologi raksasa San Diego. Klaster bioteknologi San Diego sekaligus juga mengilustrasikan inovasi yang terjadi sebagai akibat kuatnya pengaruh masyarakat. Bagaimana suatu produk inovasi, dalam arti luas, berevolusi mengikuti perubahan kebutuhan dan keinginan masyarakat sebagai pengguna knowledge. Karena kehidupan bermasyarakat merupakan sebuah sistem yang dinamis, maka perubahan senantiasa terjadi, mengiringi dinamika sosial, ekonomi dan budaya masyarakat, baik secara lokal, nasional maupun global. Hal ini mengakibatkan terjadinya
  • 42. KOMITE INOVASI NASIONAL42 Am onRa Gambar 9. Model Operasional Sistem Inovasi Industri Interaksi dan sinergi para aktor inovasi adalah kunci terjadinya inovasi. Lembaga-lembaga IPTEK dan perguruan tinggi (PT) bersinergi dengan pihak bisnis (BUMN dan Industri Swasta) dalam mengembangkan STI mulai dari industri hulu sampai ke industri hilir. Pemerintah mendorong terjadinya proses inovasi, salah satunya, melalui penyediaan insentif. BUMN, Swasta, FDI Pasar DN/LN PERAKITAN, PENGEMASAN PROSES PRODUKSI Lembaga IPTEK & PT MATERIAL dan BAHAN BAKU Pemerintah InsentifInsentif Investasi Investasi Investasi Rp Rp Rp Teknologi & Manajemen Teknologi & Manajemen Teknologi & Manajemen MODEL OPERASIONAL SISTEM INOVASI INDUSTRI
  • 43. INOVASI 1-747 43 Am onRa ko-evolusi antara produk inovasi dan selera masyarakat yang berujung pada lahirnya inovasi baru. Ko-evolusi ini – antara pengetahuan dan teknologi dengan selera dan kebutuhan masyarakat – secara alamiah telah mentransformasi model inovasi triple helix menjadi model yang baru yang disebut quadruple helix, dimana masyarakat masuk sebagai salah satu elemen penggerak roda inovasi. Nilai-nilai Budaya AS dan Inovasi Kewirausahaan (entrepreneurship) merupakan salah satu pilar paling fundamental budaya AS, sebagaimana tampak keampuhannya pada kasus klaster biotek San Diego. Elemen yang tak kalah penting adalah ‘’can-do spirit’’ atau sikap positif tentang kemampuan diri, yang bukan saja terbukti dapat menyulap San Diego, bahkan mampu menerbangkan manusia ke Bulan, serta membukukan sederet pencapaian spektakuler lainnya di bidang humaniora. Baik entrepreneurship maupun can-do-spirit merupakan buah dari frontier culture, yakni aspek unik masyarakat AS yang merefleksikan sebuah obsesi untuk mencapai batas-batas terjauh dari kemampuan manusia. Frontier culture, yang berakar dari nilai-nilai individualisme ini, secara karakteristik berasosiasi kuat dengan dorongan untuk terus menerus melakukan perbaikan diri (self- improvement). Secara tak sadar masyarakat AS bergerak—melalui improvisasi diri—menuju figur ideal ‘’manusia-ciptaan-manusia’’ (self-made man), sosok imajiner dalam budaya AS, yang merepresentasikan, atau sebagai bentuk perayaan atas, kebebasan dan kekuasaan manusia dalam menentukan nasib serta melawan determinasi (destiny). Nilai-nilai ini menjadi pondasi, bahkan prasyarat, bagi tumbuh kembangnya inovasi dan innovation culture di AS. Semangat self- improvement dan self-made man secara esensial mendorong masyarakat AS terus ‘’memberontak’’—mencipta—untuk mencapai titik terjauh (frontier). Nilai-nilai ini juga sekaligus menjadi dasar bagi semangat kewirausahaan (entrepreneurship). Frontier culture mengapresiasi, sekaligus memberi masyarakat AS, kepercayaan atas kemampuan diri sendiri; yang pada tingkatan lebih tinggi, berasosiasi dengan kecenderungan politik (political tendency) masyarakat AS untuk percaya pada ‘’keperkasaan pasar.’’ Kasus klaster biotek San Diego, dimana masyarakat secara swadaya mentransformasi kotanya, menunjukkan bahwa mereka lebih suka inovasi yang didorong oleh kekuatan diri sendiri (bottom-up)— oleh para technopreneur—ketimbang inovasi yang dikawal oleh Pemerintah (top- down). Ada kepercayaan bahwa frontier atau ‘’titik terjauh’’ itu harus diciptakan oleh aksi individu ketimbang oleh aksi kolektif, oleh ideal self-made man ketimbang oleh nasionalisme industrial. Inilah mengapa entrepreneurs tumbuh mekar di AS, tanpa satu negara tunggal mampu menyaingi, baik dari sisi jumlah maupun pengaruhnya. Bill Gates dan Steve Jobs, misalnya, adalah segelintir ikon wirausahawan individual AS bertaraf global. Kita juga menyaksikan masyarakat AS sebagai penghasil paten paling produktif di dunia. Kunci dari akumulasi kesuksesan AS di atas adalah resultante sinergis dari para aktor inovasi yang meliputi universitas, industri, Pemerintah dan komunitas profesional.
  • 44. KOMITE INOVASI NASIONAL44 Am onRa D. Quadruple Helix Konsep quadruple helix melibatkan masyarakat luas (civil society) meliputi: individu, asosiasi ataupun kelompok di luar akademisi, bisnis dan pemerintah (Gambar 10). Perkembangan model ini sangat didukung oleh fenomena bottom up melalui open innovation dari anggota masyarakat, yang dikenal dengan istilah masyarakat industri (industrial society). Model ini juga disebut sebagai pendekatan inovasi berorientasi pengguna (use-oriented innovation approach). Apabila pada triple helix model, inovasi difokuskan untuk menghasilkan produk inovasi berbasis teknologi tinggi yang diperoleh melalui riset, aktifitas inovasi pada quadruple helix lebih fokus pada menciptakan inovasi dengan mengaplikasikan pengetahuan dan teknologi yang sudah ada, dan memanfaatkan pengguna pengetahuan itu sendiri (masyarakat). Perbedaan mendasar di antara kedua model ini adalah dalam quadruple helix model, pengguna (users) sangat dilibatkan dalam proses inovasi (open innovation). Dan hal ini menguntungkan pengusaha Usaha Kecil Menengah (UKM) karena dapat mempersingkat waktu inkubasi, dan meminimumkan biaya dan resiko yang berasosiasi dengan pengembangan sebuah produk maupun servis baru. Peranan open innovation sangat berkembang di Eropa dan Amerika Serikat, di mana para stakeholders berkolaborasi dalam jaringan quadruple helix society. Kehadiran open innovation dan elemen masyarakat dalam quadruple helix model ini memberikan manfaat yang signifikan dalam menumbuhkembangkan ide-ide inovatif dan mendorong berbagai eksperimen dan prototipe produk- produk inovasi di pasar dunia. Ada lima elemen kunci peranan open innovation dalam mekanisme model quadruple helix, yakni: a) terbentuknya jaringan kemitraan; b) terjadinya kolaborasi yang melibatkan mitra, kompetitor, universitas dan pengguna; c) munculnya para pengusaha berbasis enterprise, yang meningkatkan corporate venturing, starts-up dan spin-off; d) Pengelolaan HKI secara proaktif; dan e) berkembangnya strategi Connect and Develop (C&D) yang bertujuan untuk mencapai tingkat competitive advantages di pasar. Pendekatan model quadruple helix dinilai sangat berhasil dalam memberikan dampak ekonomi di Eropah dan Amerika Serikat, karena pendekatan ini melibatkan banyak institusi, pengkondisian atmosfir riset dan melibatkan banyak pebisnis dan masyarakat (Lihat juga bahasan Open Innovation pada Bab Tiga tentang Model Bisnis Inovasi Indonesia). E. Potret Budaya Inovasi Indonesia Pada era kontemporer saat ini budaya inovasi belum terbangun di Indonesia, walaupun banyak peninggalan sejarah yang menunjukkan kemampuan inovasi yang tinggi dari bangsa ini. Sekali lagi, pola pikir ‘’kalau bisa membeli, kenapa harus membuat’’ masih mendominasi sebagian besar masyarakat. Contoh, AC Nielsen Global Consumer Report menempatkan Indonesia sebagai negara paling konsumtif terbesar ke-2 di dunia setelah Singapura. Salah satu indikator adalah, nilai transaksi kartu kredit di Indonesia yang mencapai Rp 250 triliun pertahun, atau seperlima APBN. Selanjutnya, World Intellectual Property Organization (WIPO) memasukkan Indonesia ke dalam kategori negara paling malas mencipta (inventing), tercermin dari kecilnya angka registrasi paten. Pada 2009 temuan made in Indonesia yang dipatenkan hanya berjumlah enam buah, atau tertinggal beribu-ribu kali lipat dibanding Jepang (224.795 paten) dan Amerika Serikat (135.193 paten), menempatkan ranking paten Indonesia yang terendah di antara negara-negara G-20.
  • 45. INOVASI 1-747 45 Am onRa Model Quadruple Helix Akademisi Masyarakat Pemerintah Bisnis Gambar 10. Model Quadruple Helix. Konsep quadruple helix melibatkan interaksi aktor inovasi: Akademisi, Bisnis, Pemerintah dan Masyarakat serta sangat didukung oleh fenomena bottom up melalui open innovation dari anggota masyarakat
  • 46. KOMITE INOVASI NASIONAL46 Am onRa Ketersediaan SDA yang melimpah, pada kadar tertentu, merupakan salah satu faktor yang membuat manusia Indonesia lebih suka menjual apa yang dimiliki, dari pada mencipta apa yang tidak dimiliki (menjadi inventor). Keunggulan komparatif SDA yang tidak ditangani secara visioner ini, telah menumbuhkan mentalitas ‘’pencari rente’’ (rent-seeking), sebagai cara mudah mengantungi keuntungan, dan diperburuk oleh sikap ‘nrimo’—kebalikan dari semangat self- improvement-nya bangsa Amerika—yang benihnya telah ada di masyarakat. Kondisi-kondisi ini kemudian beresonansi dengan rezim otoritarian-paternalistik yang berkuasa selama tiga dekade, dimana kreatifitas dipasung, yang pada gilirannya berkontribusi terhadap lemahnya inisiatif untuk berimprovisasi dan berinovasi. Jika pun ada, inovasi di Indonesia, berseberangan dengan kasus klaster biotek San Diego, lebih berorientasi pada inovasi yang dikawal Pemerintah (government-led innovation), bukan tumbuh dari bawah (bottom-up). Sikap anti-perubahan, tertutup, dan kecenderungan untuk ‘’bermain aman’’ yang telah terlembagakan berpuluh-puluh tahun ini, berkontribusi terhadap turunnya semangat berwirausaha (entrepreneurship), sebuah pilihan yang menuntut kreatifitas dan keberanian mengambil risiko. Pada tahun 2012, jumlah penduduk Indonesia yang terjun menjadi pengusaha hanya sekitar 2,7 juta jiwa atau 1 persen total populasi; jauh lebih sedikit dibanding Amerika Serikat yang memiliki 37,7 juta entrepreneurs atau 12 persen jumlah penduduk negeri itu, angka terbesar di dunia. Sekali lagi, nilai-nilai budaya (worldview) menjadi determinan: masyarakat Amerika dikenal memiliki sikap yang sangat toleran terhadap kesalahan berbisnis (business failure). Di klaster IT Silicon Valley ada guyonan: kekeliruan dalam menerapkan resep bisnis (teknik pemasaran, misalnya) sangat diharapkan, bahkan ditunggu-tunggu kedatangannya! Penerimaan yang luas terhadap business failure ini turut mendorong budaya risk-taking di negara ini. Sementara di Indonesia, atmosfer yang dikembangkan selama beberapa decade, terutama di sektor pendidikan dan parenting justru kurang mendorong semangat bereksperimen dan sikap tidak takut salah. Tidak heran, misalnya, pengusaha Indonesia cenderung untuk membeli teknologi lisensi asing dalam proses produksi, dari pada berinvestasi dan mengambil risiko di Litbang teknologi untuk menciptakan terobosan. F. Membangun Budaya Inovasi Pendekatan Triple Helix bila diterapkan di negara yang belum mengandalkan inovasi, seperti Indonesia, akan susah berjalan. Setidaknya, akan lebih banyak bergantung kepada Pemerintah sebagai regulator dan fasilitator. Oleh karena itu, upaya pembangunan inovasi nasional tidak bisa hanya mengandalkan pembangunan infrastruktur teknologi, tetapi secara simultan, diperlukan upaya keras membangun dan menciptakan budaya inovasi dalam masyarakat. Kesadaran mengenai peran penting inovasi dan sistem inovasi yang produktif untuk percepatan pertumbuhan ekonomi semakin disadari, setidaknya di tingkat pemerintah pusat. Didirikannya Komite Inovasi Nasional (KIN) pada tahun 2010 oleh Presiden RI merupakan sinyal positif munculnya mindset inovasi di tingkat elite. Namun menjadi pertanyaan: apakah mindset ini merupakan sebuah konsensus nasional yang akan terus diperjuangkan, dan menjadi visi pembangunan jangka panjang Indonesia, atau sekadar gagasan periodikal yang akan berganti dengan bergantinya pemerintahan? Katakanlah bahwa inovasi telah menjadi mindset di tingkat elite, tetapi menjadi pertanyaan pula: Apakah masyarakat memiliki mindset yang sama? Sehingga ketika inisiatif top-down
  • 47. INOVASI 1-747 47 Am onRa dijalankan Pemerintah, masyarakat akan merespons dengan baik? Sebagaimana dijelaskan di muka, budaya berinovasi belum terbangun mapan di negeri ini. Karena itulah secara bersamaan, seiring dengan upaya top-down Pemerintah, perlu dilakukan upaya membangun mindset inovasi di tengah- tengah masyarakat, sehingga mindset ini akan selalu ada dan tidak terpengaruh oleh pergantian pemerintahan. Upaya ini dapat dilakukan dengan melakukan penguatan inovasi terhadap simpul-simpul strategis pada elemen-elemen civil society. Simpul-simpul ini adalah bagian dari masyarakat yang selalu ada (exist), memiliki peran besar, dan/atau kelak memegang tampuk kepemimpinan bangsa di masa mendatang, antara lain: Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), pers, perguruan tinggi, Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas), berbagai asosiasi profesi, dan/atau asosiasi-asosiasi bisnis. Pembentukan jaringan atau komunitas inovasi di antara dan untuk, elemen-elemen ini perlu dilakukan guna menebar ‘’virus-virus inovasi’’. Budaya inovasi suatu bangsa tidak tumbuh dengan sendirinya, tetapi merupakan evolusi budaya masyarakat yang berkembang, baik melalui pendidikan formal maupun informal (Gambar 11). Karya kreatif, publikasi, dan paten yang dihasilkan oleh perguruan tinggi atau lembaga riset telah bermunculan. Namun secara kuantitas masih belum menunjukkan hasil yang menggembirakan dan masih kecil dampak inovasi terhadap pertumbuhan ekonomi. Untuk itu, diperlukan sistem pendidikan yang dapat menumbuhkembangkan budaya inovasi. Sistem pendidikan tersebut hendaknya memperhatikan kearifan dan budaya lokal sebagai landasan kreativitas dan budaya inovasi bangsa. Untuk mencapai sasaran tersebut perlu diambil langkah-langkah: 1. Revitalisasi Sistem Pendidikan yang mengedepankan budaya sustainability development menuju keadaban, kemanfaatan, kesejahteraan dan kebahagiaan serta penghargaan terhadap riset dan inovasi. 2. Standardisasi evaluasi kependidikan dan kurikulum pendidikan dasar, menengah/kejuruan dan pendidikan tinggi yang bersifat discovery learning, dengan menguatkan unsur kreatifitas peserta didik yang sudah berasimilasi dengan nilai-nilai kearifan lokal, dan yang sudah memperhatikan kebutuhan industri. 3. Mensosialisasikan Budaya Invensi dan Budaya Inovasi melalui: (1) Pusat Inkubator Teknologi di tiap daerah, dan (2) Optimalisasi infrastruktur TIK jaringan pendidikan nasional agar pembudayaan karakter inovasi tumbuh secara alamiah serta menjangkau seluruh peserta didik dan masyarakat di wilayah Indonesia. 4. Memperkokoh aktor untuk meningkatkan Science & Technology Readiness dan infrastruktur S&T berdaya saing, berharkat dan bermartabat untuk kemakmuran bangsa. 5. SISTEM INOVASI NASIONAL UNTUK TRANSFORMASI EKONOMI Inovasi merupakan sebuah fenomena kompleks yang melibatkan produksi, difusi dan translasi dari pengetahuan teknologi menjadi sebuah produk atau proses yang baru yang telah mengalami perbaikan yang signifikan dan bernilai tambah. Konsep inovasi mengalami beberapa kali perubahan mulai dari Schumpeter (1934), yang menekankan pada sistem dan metode produksi untuk menghasilkan barang yang bermutu; kemudian OECD (1994), menekankan bahwa inovasi tidak saja pengembangan dan produksi tetapi juga aspek marketing dan komersialisasi produk yang dihasilkan; dan Oslo Manual (2005), menegaskan dan menyempurnakan makna inovasi dengan menekankan pada
  • 48. KOMITE INOVASI NASIONAL48 Am onRa Gambar 11. Model bottom-up untuk penciptaan budaya inovasi. Masyarakat Berbasis Inovasi Pertumbuhan ekonomi berkesinambungan yang berbasis inovasi Adopsi hasil inovasi dalam negeri sehingga menjadi budaya Lahirnya inovasi (Innovated in Indonesia) R&D Inovasi dan Sarana Pendukung Market oriented R&D dan kerja sama riset multinasional, ICT Sumber Daya Alam Unggulan nasional & daerah IKM Kemudahan & fleksibilitas penggunaan dana publik : minimalisasi rintangan birokrasi, produk berorientasi public demand Pengembangan Sumber Daya Manusia Pendidikan dan pelatihan, formal dan non formal DUKUNGAN PEMERINTAH (Peraturan perundang-undangan yang mendukung aktifitas R&D inovasi, insentif, inisiatif, kebijakan, dll.) PEMBENTUKAN/SOSIALISASI BUDAYA INOVASI (Kebutuhan publik, invensi, inovasi, budaya menghargai dan memanfaatkan hasil inovasi dalam negeri, budaya pola hidup sustainable, pendidikan, dll.)
  • 49. INOVASI 1-747 49 Am onRa pengembangan suatu produk dalam bentuk barang, jasa dan metode pemasaran dan pengorganisaasi yang baru dan mengalami perbaikan yang sangat siginifikan yang diterapkan dalam praktek bisnis. Konsep inovasi berkembang sesuai dengan kebutuhan zaman dan perkembangan tentang proses inovasi itu sendiri. Proses inovasi melibatkan hubungan interaktif antara berbagai aktor inovasi yang mengikuti jalur non linear yang dikarakterisasi dengan mekanisme umpan balik yang sangat kompleks. Proses inovasi pada dasarnya merupakan interaksi berbagai aktor inovasi dari kalangan triple helix yaitu akademisi, pebisnis dan pemerintahan. Dengan tumbuhnya inisiatif masyarakat dalam menghasilkan karya-karya inovatif, unsur komunitas mau tidak mau menjadi bagian dari aktor inovasi. Hal inilah yang mendorong terjadinya modifikasi model triple helix menjadi quadruple helix. Proses inovasi baik dalam model triple helix maupun quadruple helix, terjadi secara sistemik bukan di dalam fase-fase yang terisolasi. Interaksi terjadi antar seluruh aktor inovasi dalam ekosistem inovasi sebagai sebuah sistem yang saling terkait satu sama lain, dengan sistem umpan balik yang berfungsi. Inilah yang menjadi konsep dasar terbentuknya sebuah Sinas. Pendekatan Sinas menjadi salah satu fondasi untuk mendesain hubungan yang kompleks antara beberapa institusi inovasi yang terikat di dalam proses inovasi. Sistem Inovasi Nasional dapat digambarkan sebagai sekumpulan institusi yang saling bersinergi, membangun dan mendifusikan teknologi di dalam satu kerangka acuan, yang merupakan kebijakan pembangunan inovasi nasional. Terlihat jelas bahwa performansi kinerja inovasi dalam sebuah sistem ekonomi tidak saja bergantung kepada masing-masing institusi yang bekerja secara sendiri- sendiri, tetapi kepada bagaimana masing-masing institusi ini saling bersinergi di dalam sebuah sistem. Dalam Sinas ini, Pemerintah memegang peranan penting untuk memicu terjadinya proses inovasi. Dengan Sinas, Pemerintah Indonesia akan memiliki konsep, kebijakan dan rencana aksi yang terukur dan implementabel untuk mengoptimalkan pemanfaatan seluruh sumber daya mulai dari tingkat kabupaten, provinsi, hingga tingkat nasional. Pengalaman pada Korea Selatan dan negara-negara advanced economy lainnya menunjukkan bahwa, produktivitas negara hanya dapat meningkat melalui kontribusi inovasi (teknologi) yang signifikan. Richard R. Nelson menegaskan bahwa perkembangan yang cepat di berbagai negara tersebut adalah akibat adanya kesepahaman dan keselarasan langkah para aktor inovasi yang diatur dalam Sinas. Komponen-komponen Sinas terdiri atas akademisi (pendidikan dan penelitian), pelaku industri, Pemerintah dan komunitas, yang secara bersama- sama mendorong terjadinya aktifitas STI, menunjang pertumbuhan ekonomi melalui penguatan infrastruktur dan industri inovasi. Singkatnya, inovasi—dalam skala massif dan kontinyu—hanya dapat terwujud dengan adanya Sinas yang mapan di suatu negara. Apa yang menyebabkan Sinas sedemikian krusial sehingga dijadikan jembatan transformatif menuju negara maju? Ide tentang Sinas, dan inisiatif penguatan Sinas, berawal dari keingintahuan mendasar: ‘’bagaimana inovasi muncul, dan seperti apa prosesnya?’’ Kemudian, diikuti pertanyaan selanjutnya: ‘’bagaimana agar inovasi dapat muncul secara berkesinambungan dan, pada gilirannya, memiliki dampak ekonomi yang signifikan?’’ Inovasi tidak datang tiba-tiba, melainkan lahir sebagai hasil dari sinergi yang kompleks antara para aktor di dalam sistem inovasi. Melalui sinergi ini knowledge disebar, diperbarui, dan dimanfaatkan oleh para pelaku inovasi guna menghasilkan teknik dan/atau produk baru (inovasi). Dengan kata lain, keberadaan aliran knowledge merupakan komponen penting dalam proses
  • 50. KOMITE INOVASI NASIONAL50 Am onRa terjadinya inovasi, dan salah satu cara untuk meningkatkan aliran knowledge, sekaligus meningkatkan penggunaan knowledge dalam sektor ekonomi dan sosial masyarakat, melalui Sinas. Bahkan, lebih dari sekedar wahana ‘’interaksi’’, Sinas adalah sebuah entitas organisasi dan jaringan yang kompleks. Sinas melibatkan setidaknya empat pilar, yang kesemuanya harus berkoordinasi—tidak sekadar ‘’berinteraksi’’, tapi berkolaborasi secara harmonis—untuk menjamin keberlangsungan inovasi dan dampak ekonominya, yakni: 1. Institusi penghasil teknologi. Pada pilar ini, terdapat sejumlah isu spesifik yang berkaitan dengan inovasi, seperti: penjaminan mutu dan sertifikasi produk teknologi; standar, ukuran dan pengujian produk teknologi; perlindungan Hak atas Kekayaan Intelektual (HKI); pendanaan Litbang; konsultasi teknologi dan manajemen; 2. Institusi pendidikan (isu-isu spesifik terkait, misalnya: pendidikan dasar yang komprehensif; pendidikan menengah terkait aplikasi teknologi; pelatihan vocational; pendidikan tinggi bidang perekayasaan dan manajemen); 3. Perusahaan/korporasi (isu-isu spesifik terkait, antara lain: pembelajaran teknologi; pengembangan skilled human capital dan aliansi teknologi/ pengetahuan; Litbang dan kemitraan Litbang); 4. Institusi penghasil regulasi dan insentif (isu-isu spesifik terkait, misalnya: regulasi ekonomi makro, insentif promosi industri dan ekspor, regulasi pengelolaan SDA, fiskal, pajak dan perdagangan, HKI, infrastruktur ekonomi, alih teknologi, standar internasional, persaingan sehat, nilai dan sikap mental, serta keterbukaan). Tampak bahwa implementasi inovasi merupakan proses kompleks yang membutuhkan harmonisasi pelbagai kebijakan dan strategi dari banyak sektor. Jika hal itu terpenuhi, inovasi akan terjadi secara berkesinambungan dan akan berkontribusi secara signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi negara. Singkatnya, titik berat fungsi Sinas adalah: melakukan harmonisasi, sekaligus memfokuskan arah inovasi ke arah yang lebih konvergen melalui konsolidasi seluruh elemen ekosistem inovasi untuk meningkatkan produktivitas bangsa. A. Produktivitas Bangsa Menuju Keunggulan Kompetitif Mengacu pengalaman negara-negara maju, terdapat tiga faktor produksi yang telah menggantikan peran kuno land, labour dan capital dan menjadi penentu pertumbuhan dalam era Ekonomi Inovasi saat ini, yakni: modal finansial (capital), sains dan teknologi (S&T), dan modal manusia (human capital) (Gambar 12). Ketiadaan faktor konvensional ‘’land’’ dalam Ekonomi Inovasi menunjukkan bahwa bahan baku utama pertumbuhan tidak lagi sumber daya alam (natural resources), tetapi knowledge—STI—yang dikombinasikan dengan suntikan kapital. Singapura dan Jepang, dua negara yang miskin sumber daya alam, telah membuktikan hal ini. Jelas bahwa faktor-faktor produksi baru tersebut (capital, S&T, dan human-capital) merupakan komponen kunci peningkatan produktivitas negara untuk percepatan dan transformasi ekonomi – target yang ingin diwujudkan Indonesia. Peningkatan produktivitas menuju keunggulan kompetitif dicapai dengan memperkuat kemampuan sumber daya manusia berbasis inovasi. Warisan ekonomi berbasis sumber daya alam yang bertumpu pada labor intensive, perlu ditingkatkan secara bertahap menuju skilled labor intensive dan kemudian menjadi human capital intensive. Peningkatan kemampuan modal manusia yang
  • 51. INOVASI 1-747 51 Am onRa Pengetahuan Peningkatan Pertumbuhan Ekonomi Produktivitas dan Daya Saing Peningkatan Kesejahteraan Bangsa Land Labor Capital Produk (Barang & Jasa) Faktor-faktor Produksi Proses Peningkatan Kesejahteraan Melalui Inovasi Gambar 12. Proses Peningkatan Kesejahteraan Melalui Inovasi. Dalam Ekonomi Inovasi bahan baku utama pertumbuhan tidak lagi sumber daya alam, tetapi ilmu pengetahuan— STI—yang dikombinasikan dengan suntikan financial dan human capital.
  • 52. KOMITE INOVASI NASIONAL52 Am onRa menguasai Iptek ditempuh terutama melalui sistem pendidikan tinggi, penelitian dan pengembangan (Litbang), rekayasa, dan pusat pendidikan dan latihan (Pusdiklat) berbasis inovasi. Modal manusia yang berkualitas ini sangat diperlukan ketika Indonesia memasuki tahap innovation-driven economy untuk mencapai visi bangsa (Gambar 13). B. Visi Bangsa sebagai Platform Nasional Visi Pemerintah Indonesia atau yang dikenal dengan sebutan Visi Indonesia 2025 adalah menjadi negara maju pada tahun 2025 (Gambar 14). Untuk mempercepat pencapaian visi ini, Pemerintah telah meluncurkan program Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI), sebagai pelengkap Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) (Gambar 15). MP3EI terdiri atas 8 program dan 22 kegiatan ekonomi. Delapan program tersebut adalah: 1. Industri Manufaktur, 2. Pertambangan, 3. Pertanian, 4. Kelautan dan Perikanan, 5. Pariwisata, 6. Telekomunikasi, 7. Energi, dan 8. Strategi Pembangunan Regional. Semua program ini membutuhkan investasi yang besar baik dari dalam maupun luar negeri. Simulasi Visi Indonesia-2025 Pertumbuhan ekonomi yang berkualitas hanya dapat dicapai bila didukung oleh tingkat inovasi yang berkesinambungan. Tingkat inovasi yang mencapai 18% dapat mendukung pertumbuhan ekonomi yang pada tahun 2025 diprediksi akan mencapai sekitar 16.000 dolar AS (Gambar 16). Dalam simulasi ini, beberapa asumsi dibuat dengan menggunakan tren pertumbuhan ekonomi Korea dengan faktor inovasi yang embedded di dalam pertumbuhan ekonominya pada rentang tahun 1970-1990. Korea pada tahun 1970 memiliki PDB sebesar 254 dolar AS dengan dukungan faktor teknologi sebesar 12.8%. Pada tahun 1990 PDB Korea meningkat menjadi 6147 dolar AS, dengan dukungan teknologi sebesar 55.4%. Di tahun 1970-an Korea membangun kekuatan ekonominya dengan bergantung kepada produk-produk yang dihasilkan dengan menggunakan teknologi rendah, seperti tekstil, industri kecil dan produk-produk pertanian. Kemudian pada awal tahun 1990-an Korea merubah strategi pembangunan ekonominya dari teknologi rendah ke teknologi tinggi dan perusahaan besar. Berdasarkan data PDB per kapita yang ada, dapat dilakukan pemetaan untuk memprediksi kondisi Indonesia mulai tahun 2010 sampai 2025. Jika pertumbuhan ekonomi dicanangkan sebesar 6.35% rerata pertahun tanpa memasukkan faktor inovasi, maka pada tahun 2025 PDB Indonesia akan mencapai 6070 dolar AS (kurva merah pada Gambar 16). Namun jika faktor inovasi dimasukkan ke dalam asumsi pertumbuhan ekonomi, maka pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat dipacu hingga 9%-10%, dan pada tahun 2025 PDB Indonesia akan mencapai 17003 dolar AS. Komite Inovasi Nasional melihat bahwa target visi 2025, dengan PDB di atas 16,000 dolar AS bukanlah hal mustahil untuk dicapai bangsa ini. Indonesia memiliki potensi yang luar biasa untuk menjadi salah satu kekuatan ekonomi dunia. International Monetary Fund (IMF), yang pernah meremehkan kebijakan pembangunan Indonesia, justru sekarang memperkirakan ekonomi Indonesia akan tumbuh menjadi 1.5 triliun dolar AS pada akhir 2015. Lebih lanjut Mc Kinsey Global Institute pada tahun 2012 menerbitkan laporan yang memprediksi potensi peningkatan peluang pasar (dalam sektor pelayanan konsumer, pertanian,
  • 53. INOVASI 1-747 53 Am onRaVISI 2025 2010 2014 2025* PDB: ~720 juta US$ PDB per kapita: ~3.000 US$ Kekuatan 16 besar ekonomi dunia PDB: ~1.206 juta US$ PDB per kapita: ~4.803 US$ Kekuatan 14 besar ekonomi dunia *perkiraan tidak resmi pemerintah. Asumsi pertumbuhan riil antara 7 - 8 % per tahun PDB: ~3.760-4.470 juta US$ PDB per kapita: ~12.855-16.160 US$ Kekuatan 12 besar ekonomi dunia Sudah termasuk kategori negara berpendapatan tinggi PENINGKATAN PRODUKTIVITAS MENUJU KEUNGGULAN KOMPETITIF Keunggulan arageN Peningkatan Produktivitas Warisan Ciptaan Kekayaan Negara Ekonomi Berbasis SDA Factor Driven Investment Driven Innovation Driven isavonIsisabreBimonokEirtsudnIsisabreBimonokE imonokEnaupmameKnatakgnineP • Sumber Daya Alam • Labor intensive • Capital and Technology • Skilled Labor intensive • Innovation • Human Capital intensive Kompetitif Komparatif Gambar 13. Peningkatan Produktivitas Menuju Keunggulan Kompetitif. Peningkatan produktivitas negara untuk menuju keunggulan kompetitif dicapai dengan memperkuat kemampuan sumber daya manusia berbasis inovasi. Warisan ekonomi berbasis sumber daya alam yang bertumpu pada labor intensive, perlu ditingkatkan secara bertahap menuju skilled labor intensive dan kemudian menjadi human capital intensive. (Sumber: modifikasi dari BKPM) Gambar 14. Visi Indonesia 2025. Visi Indonesia 2025 adalah “Mendorong Indonesia menjadi negara maju di tahun 2025 dan menjadi kekuatan ekonomi 12 besar dunia melalui pertumbuhan ekonomi tinggi yang inklusif dan berkelanjutan”. (Sumber: MP3EI, 2011)
  • 54. KOMITE INOVASI NASIONAL54 Am onRa Gambar 15. Pentahapan Pembangungan RPJPN 2005-2025 Gambar 16. Simulasi Visi 2025, PDB per kapita Purchasing Power Parity (PPP) dalam USD Pentahapan Pembangungan RPJPN 2005-2025 Menata kembali NKRI, membangun Indonesia yang aman dan damai, yang adil dan demokratis, dengan tingkat kesejahteraan yang lebih baik RPJM 1 2005-2009 Memantapkan penataan kembali NKRI, meningkatkan kualitas SDM, membangun kemampuan Iptek, memperkuat daya saing perekonomian RPJM 2 2010-2014 Memantapkan pembangunan secara menyeluruh dengan menekankan pembangunan keunggulan kompetitif perekonomian yang berbasis SDA yang tersedia, SDM yang berkualitas, serta kemampuan iptek RPJM 3 2015-2019 Mewujudkan masyarakat Indonesia yang mandiri, maju, adil dan makmur melalui percepatan pembangunan di segala bidang dengan struktur perekonomian yang kokoh berlandaskan keunggulan kompetitif RPJM 5 2020-2024 PDB per kapita PPP dengan pertumbuhan rerata 6.35% PDB per kapita PPP dengan Inovasi rerata 18.87% PDB per kapita PPP real value PDBperkapitaPPP(USD) Tahun
  • 55. INOVASI 1-747 55 Am onRa perikanan, sumber daya, pendidikan, dan sebagainya) dari 0.5 triliun dolar AS menjadi 1.8 triliun dolar AS pada tahun 2030. Untuk dapat meningkatkan PDB 4 hingga 5 kali lipat dalam tempo kurang dari 15 tahun, sebagaimana ditargetkan dalam Visi Indonesia 2025, maka produktivitas menjadi faktor penentu utama. Sayangnya saat ini produktivitas Indonesia di pelbagai sektor utama tidaklah tinggi, salah satunya, disebabkan oleh kontribusi inovasi (teknologi) yang minim dalam proses produksi. Pertumbuhan (growth) masih cenderung bersandar kepada eksploitasi sumber daya alam mengandalkan faktor produksi konvensional tanah, tenaga kerja, dan modal yang berkontribusi 94,7 persen dalam keseluruhan proses produksi nasional (tahun 2010). Kontribusi inovasi (teknologi) yang rendah, hanya 5,3 persen, telah terbukti berdampak terhadap kurang maksimalnya pertumbuhan ekonomi. Sebagai contoh, sektor pertanian yang sebagian besar masih menerapkan teknik tradisional, hanya mampu menyumbang 15 persen PDB meski menyerap 38 persen tenaga kerja. Bandingkan dengan sektor industri yang relatif teknologi- intensif dan bernilai tambah tinggi, walaupun hanya menyerap 13 persen pangsa buruh, namun berkontribusi 27 persen terhadap PDB. Demikian pula pada sektor jasa yang seringkali mengandalkan inovasi agar bertahan hidup, menyerap 2 persen tenaga kerja tetapi mampu menyumbang 7 persen PDB (Gambar 17). Pengalaman beberapa negara seperti Finlandia, Tiongkok, India, Korea dan Malaysia menunjukkan adanya peran aktif lembaga-lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif dalam mencari kesepakatan dan komitmen bersama untuk melaksanakan visi negara. Visi ini tentunya didesain secara sistematik dan terencana dengan konsep kerangka kerja yang baik, strategis dan sesuai dengan potensi sumber daya yang tersedia, dan dengan selalu mempertimbangkan pendekatan-pendekatan sosio dan tekno-ekonomi yang dapat dipertanggungjawabkan. Visi negara ini juga harus disosialisasikan kepada kalangan akademisi/peneliti, pengusaha, komunitas profesi dan masyarakat luas. Dengan demikian seluruh komponen bangsa dalam model quadruple helix dapat memahami kemana arah pembangunan bangsa ini. Bagi Indonesia, tekad mencapai kemandirian teknologi inovasi dapat menjadi common goal dan sekaligus platform nasional yang akan dicapai oleh seluruh rakyat Indonesia. Pemerintah berkewajiban secara proaktif memasyarakatkan visi ini ke berbagai jajaran mulai dari tingkat kementerian, provinsi, kabupaten, kecamatan sampai tingkat pemerintahan yang paling bawah. Pengemasan PPJPN, MP3EI dan Inisiatif Inovasi 1-747 sangat diperlukan untuk mengembangkan institusi yang mampu mengelola dan sekaligus memperkuat para aktor STI, untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan di Indonesia. Demikian pula upaya sinergi antar berbagai komponen perlu digalakkan, dan untuk itu diperlukan adanya kepemimpinan yang kuat dan berwawasan sosio dan tekno-ekonomi yang komprehensif. Dalam pidatonya pada perayaan Hari Kebangkitan Teknologi Nasional, tanggal 11 Agustus 2014, Wakil Presiden Budiono mengungkapkan: keberhasilan inovasi Indonesia sangat bergantung pada pemecahan kendala utama penghambat kemajuan inovasi di Indonesia, yakni kurangnya sinergitas dan tingginya ego- sektoral diantara para aktor inovasi. Penciptaan sinergi dan penghancuran ego- sektoral tidak akan terjadi secara kebetulan, tetapi harus diupayakan, ditata dan direncanakan melalui sebuah strategi pembangunan inovasi Indonesia.
  • 56. KOMITE INOVASI NASIONAL56 Am onRa Gambar 17. Transformasi Ekonomi Berbasis Inovasi Produktivitas menjadi faktor penentu utama dalam pencapaian Visi Indonesia 2025. Saat ini Indonesia memiliki produktivitas yang rendah di pelbagai sektor utama, salah satunya, disebabkan oleh kontribusi inovasi (teknologi) yang minim dalam proses produksi. Pertumbuhan masih cenderung bersandar kepada eksploitasi sumber daya alam mengandalkan faktor produksi konvensional tanah, tenaga kerja (buruh), dan modal. Inovasi dan teknologi dibutuhkan untuk mendorong transformasi Ekonomi Berbasis Inovasi di setiap tahap. Transformasi Ekonomi Berbasis Inovasi Transformasi perkembangan ekonomi sebuah Negara Inovasi dan Teknologi Pertanian Industri Berbasis Inovasi Berbasis Pengetahuan Kondisi Indonesia saat ini Sektor Pertanian 38% Tenaga Kerja 15% GDP Sektor Industri 13% Tenaga Kerja 27% GDP Jasa Keuangan, Real Estate, dan Bisnis 2% Tenaga Kerja 7% GDP Inovasi dan teknologi dibutuhkan untuk mendorong transformasi di setiap tahap
  • 59. INOVASI 1-747 59 Am onRa BAB II STRATEGI PEMBANGUNAN INOVASI INDONESIA
  • 60. KOMITE INOVASI NASIONAL60 Am onRa STRATEGI PEMBANGUNAN INOVASI INDONESIA 1. MENINGKATKAN KEMAMPUAN INOVASI BANGSA Upaya-upaya mencapai visi Indonesia 2025 telah dilakukan Pemerintah secara bertahap melalui Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) 1 (2005–2009), RPJM 2 (2010-2014), dan dilanjutkan dengan RPJM 3 hingga RPJM 5 (2020-2024). Pada RPJM 1 Pemerintah fokus pada upaya-upaya penataan kembali Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), membangun Indonesia yang aman dan damai, yang adil dan demokratis dengan tingkat kesejahteraan yang lebih baik. Sedangkan dalam RPJM 2 Pemerintah mengarahkan perhatiannya secara sungguh-sungguh pada target memantapkan upaya penataan kembali NKRI, meningkatkan kualitas SDM, membangun kemampuan Iptek, dan memperkuat daya saing perekonomian bangsa; seirama dengan usaha peningkatan produktivitas nasional melalui perbaikan kemampuan Iptek dan kualitas SDM untuk meningkatkan daya inovasi. Tekad Pemerintah untuk mencapai masyarakat adil dan makmur melalui peningkatan kemampuan teknologi dan inovasi tercermin secara jelas, diantaranya melalui arahan Presiden Republik Indonesia pada pertemuan Tapak Siring, 21 April 2010, yang antara lain dikemukakan: a) Perlunya peningkatan infrastruktur ekonomi termasuk infrastruktur Iptek di seluruh wilayah tanah air; b) pembangunan “connectivity” baik fisik maupun TIK; c) perlunya upaya inovasi teknologi secara besar-besaran dan terencana yang dihasilkan oleh seluruh komponen aktor inovasi: Pemerintah, peneliti/akademisi, pengusaha dan masyarakat; d) pentingnya upaya perbaikan secara sungguh-sungguh terhadap iklim investasi; dan e) peningkatan produktivitas nasional. Selain hal di atas, diperlukan usaha untuk memperbaiki peraturan dan perundang-undangan untuk meningkatkan ruang gerak investasi sektor riil terutama manufaktur dalam rangka mendorong tumbuhnya investasi produktif. Telah diuraikan sebelumnya, untuk mencapai pertumbuhan ekonomi berkelanjutan, faktor inovasi dan ekologi memegang peranan penting dan harus menjiwai sistem ekonomi nasional. Untuk itu Indonesia harus melakukan upaya transformasi menuju ke Low Carbon Society yang berbasis “Green Industry and Green Growth”, seperti yang dicanangkan Presiden RI dalam Konferensi Climate Change di Bali tahun 2007 dan di Kopenhagen tahun 2009. Sejauh ini, Indonesia masih belum optimal mengelola STI berdasarkan paradigma technoeconomic untuk pengembangan ekonomi. Sebagai contoh, masih rendahnya elemen Total Factor Productivity (TFP) yang merupakan komponen intangible dari sebuah total output sistem dan faktor produksi suatu negara. Dua komponen lainnya bersifat tangible, yaitu labor dan kapital.
  • 61. INOVASI 1-747 61 Am onRa Meningkatnya kontribusi TFP merupakan indikasi utama adanya peningkatan kuantitas dan kualitas modal manusia (human capital), serta meningkatnya kontribusi STI dalam faktor produksi negara. Gambar 18 menunjukkan bahwa antara tahun 1980-2000, kontribusi TFP terhadap pertumbuhan PDB (%) Indonesia adalah terendah di banding negara-negara yang tergabung di dalam Association of South East Asia Nations (ASEAN) lainnya, bahkan mencapai nilai negatif (-0.80). Nilai kontribusi TFP negatif tersebut menunjukkan rendahnya efisiensi dan produktivitas perekonomian Indonesia, artinya nilai input lebih besar dari nilai ouput produksi. Indikator strategis lainnya adalah terjadinya peningkatan upah buruh yang diikuti oleh peningkatan produktivitas dan kualitas pekerjaan – pada faktor ini Indonesia juga masih rendah. Untuk itu Indonesia harus memiliki grand design pengembangan ekonomi berkelanjutan dengan mengembangkan human capital berbasis STI dan ekologi secara komprehensif. Diperlukan juga kebijakan yang tepat untuk menarik direct domestic investment (DDI) maupun foreign direct investment (FDI) dan mengarahkannya pada kegiatan ekonomi yang tepat. Pengalaman di berbagai negara menunjukkan bahwa budaya berinovasi dilakukan mulai dari kegiatan pendidikan, penelitian sampai ke proses produksi melalui suatu proses sinergis yang berkesinambungan, bukan interupted. Ke depan, Indonesia harus berupaya mengembangkan apa yang dikenal dengan innovation-driven Research and Development management untuk menjaga kesinambungan proses penguatan inovasi di berbagai bidang. Hal ini penting dalam rangka memperkuat capacity building untuk pengembangan berbagai bidang STI. Penyiapan unsur-unsur pendukung pembangunan STI suatu bangsa membutuhkan kerja keras secara terus menerus dan investasi yang besar. Masalah pendanaan untuk pengembangan STI selalu merupakan kendala utama, khususnya di negara-negara sedang berkembang. Namun, urgensi pembangunan ekonomi inovasi Indonesia saat ini sudah berada pada tahap sangat mendesak, sehingga diperlukan keberanian Pemerintah untuk mengalokasikan dana dalam jumlah yang signifikan, karena pendanaan merupakan faktor kritis penentu keberhasilan pengembangan STI suatu bangsa. A. Pendanaan sebagai Faktor Kritis Dalam hal jumlah pendanaan R&D dan infrastruktur Iptek, Indonesia relatif masih sangat rendah dibanding negara-negara ASEAN, sebagaimana tercermin dalam angka indikator competitiveness yang diterbitkan oleh WEF (Gambar 19). Upaya peningkatan anggaran R&D merupakan faktor kritis, sekaligus tantangan tersendiri dan menjadi isu yang sangat penting untuk direkomendasikan, karena Indonesia, dari banyak negara di dunia, termasuk yang masih memiliki proporsi dana R&D yang sangat rendah dalam beberapa dekade belakangan ini (Gambar 20). Perlu dicatat bahwa kegagalan dalam berinvestasi pada R&D sekarang, akan menyebabkan hilangnya pertumbuhan di masa depan; yang merupakan suatu kemunduran yang tidak dapat dibalik dengan cepat, dan akan sangat merugikan. Hal inilah yang mendorong KIN menempatkan faktor peningkatan dana R&D sebagai butir pertama dalam rekomendasi Inisiatif Inovasi 1-747.
  • 62. KOMITE INOVASI NASIONAL62 Am onRa Gambar 18. Konstribusi Total Factor Productivity (TFP) Terhadap Pertumbuhan PDB Beberapa Negara ASEAN. Kontribusi TFP terhadap pertumbuhan PDB (%) Indonesia adalah terendah di banding negara-negara ASEAN lainnya, menunjukkan rendahnya efisiensi dan produktivitas perekonomian Indonesia. (Sumber: Hill et. al., 2012) Konstribusi Total Factor Productivity terhadap Pertumbuhan PDB beberapa negara ASEAN. Kontribusi TFP terhadap Pertumbuhan GDP % Trend dalam GDP dan Pertumbuhan TFP (1980-2006, %) Period 1980-1984 1985-1989 1990-1994 1995-1999 1980-2000 Indonesia -0.32 -0.47 0.82 3.67 -0.80 Malaysia -0.03 0.20 3.36 0.32 1.16 Philippines -2.34 0.49 -1.58 1.03 -0.37 Thailand 0.37 3.66 2.14 -2.16 1.00 Viet Nam - 2.09 4.31 3.36 3.41 TFP 1980 1985 1990 1995 2000 2005 GDP 16.0 12.0 8.0 4.0 0.0 -4.0 -8.0 -12.0 -16.0
  • 63. INOVASI 1-747 63 Am onRa Indeks daya saing Indonesia Negara Singapura Malaysia Brunei Thailand Indonesia Filipina Vietnam Peringkat 2010-2011 3 26 28 38 44 85 59 Peringkat 2011-2012 2 21 28 39 46 75 65 Peringkat 2012-2013 2 25 28 38 50 65 75 Peringkat 2013-20143 2 24 26 37 38 59 70 Rankoutof118(invertedscale) 1 21 41 61 81 101 2006-2007 2007-2008 2008-2009 2009-2010 2010-2011 2011-2012 2012-2013 2013-2014 Indonesia +19 Philippines +19 Vietnam -1 Cambodia +23 Thailand -5 Singapore +6 Malaysia -4 Rank change since 2006 7 6 5 4 3 2 1 Institutions Infrastructure Macroeconomic environment Health and primary education Higher education and training Goods market efficiency Labor market efficiency Innovation Business sophistication Market size Technological readiness Financial market development Indonesia Efficiency-driven economies 1 2 3 Transition 1-2 Transition 2-3 Factor driven Efficiency driven Innovation driven Stage of development INDONESIA Gambar 19. Indeks daya saing Indonesia. Setelah tiga tahun mengalami penurunan, peringkat daya saing Indonesia bangkit kembali ke peringkat 38 pada tahun ini. Indonesia mengalami perbaikan 10 dari 12 pilar indeks daya saingnya, namun kinerja keseluruhan daya saing Indonesia tetap tidak merata. Tingkat daya saing Indonesia banyak terbantu oleh market size dan macroeconomic environment.