1. Kasus PT. Dirgantara Indonesia
SIPUT BULLS EYE
Yuliana Irmina S. 29110389
Vanessa F. Sabur 29110396
Ronaldo Bagus Putra 29110404
Wisnumurti Rahardjo 29110412
Albertus Harvid 29110413
Imam Mashari 29110417
2. Latar Belakang Kasus PT. DI
11: PT Dirgantara Indonesia ditutup. Keluar SK Dirut
Juli
Edwin Soedarmo yang merumahkan semua (9.600)
karyawan
19: RUPSLB Dirgantara mengukuhkan SK Dirut dan
2003
August
menyetujui PHK 6.000 karyawan. BPPN menjadi
pemilik 92,7 persen saham Dirgantara Indonesia.
21: Menaker minta SK Dirut dicabut.
3: Ratusan karyawan Dirgantara Indonesia unjuk rasa
Sept
di Jakarta.
3. Latar Belakang Kasus PT. DI
?: Karyawan Dirgantara Indonesia hanya menerima 10-
25 persen gaji.
6: Dirut Dirgantara Indonesia mencabut SK
merumahkan karyawan. Sebagai gantinya,
diterbitkan 2 SK baru: permohonan izin PHK 3.900
Oktober
2003
karyawan yang tidak mengikuti seleksi ulang dan
merumahkan sementara 2.600 karyawan yang
menunggu hasil seleksi.
7: PTUN memerintahkan pencabutan SK 11 Juli.
22: Karyawan Dirgantara Indonesia mengajukan gugatan
perdata hasil RUPS 19 Agustus 2003 tentang
restrukturisasi dan rasionalisasi serta RUPSLB 22
Agustus 2003 tentang penggantian komisaris.
4. Latar Belakang Kasus PT. DI
4: Rapat KKSK memutuskan BPPN akan menalangi
November
pesangon karyawan.
13: Sidang kabinet terbatas menyetujui PHK 6.600
karyawan. Ditargetkan selesai pada 21 November
2003.
2003
1: Perundingan bipartit karyawan dan manajemen Dirgantara
Indonesia buntu. Depnaker mengambil alih persoalan ini.
Desember
23: Dirgantara Indonesia tidak mampu lagi membayarkan gaji
karyawan yang terkena PHK. Karyawan memblokir
perusahaan.
30: Dirut Dirgantara Indonesia Edwin Soedarmo menolak
anjuran Menaker membayar pesangon 2 kali ketentuan
UU.
5. Latar Belakang Kasus PT. DI
13: Sidang pertama perundingan karyawan dan manajemen
Dirgantara di Depnaker gagal.
Januari
15: Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Pusat (P4P)
meminta manajemen dan karyawan Dirgantara melakukan
negosiasi ulang, dan 718 karyawan setuju PHK.
2004
29: P4P meluluskan rencana PHK terhadap 6.600 karyawan.
12: Serikat Pekerja Dirgantara mengajukan banding atas
Februari
putusan P4P ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara.
18: PTTUN mengabulkan gugatan Serikat Pekerja.
23: Pesangon untuk 6.600 karyawan yang diberhentikan
sebesar Rp 440 miliar, akan dibayarkan.
6. Latar Belakang Kasus PT. DI
Dialokasikan dana sebesar Rp. 40 milyar oleh
2006
pemerintah berdasarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 51 Tahun 2006
3: Permohonan pernyataan pailit PT Dirgantara
Indonesia diajukan kepada Pengadilan Niaga Jakarta
Juli 2007
Pusat
Pemohon : HERYONO, NUGROHO, dan SAYUDI adalah mantan karyawan
PT. Dirgantara Indonesia sebagai Kreditor
Termohon : PT. Dirgantara Indonesia (Persero) di Jln. Pajajaran No. 154,
Bandung
7. Latar Belakang Kasus PT. DI
• Pernyataan kuasa hukum SPFKK Ratna Wening Purbawati,
permohonan pailit diajukan oleh 3500 mantan karyawan PT DI yang
belum menerima penuh kekurangan hak pensiun.
• Untuk pembuktian sederhana Ratna menyiapkan Putusan dari
Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Pusat (P4P) yang
2007
dikeluarkan tahun 2004 (memutuskan 6.600 karyawan PT Dirgantara
Indonesia (DI) tetap diberhentikan dan PT DI untuk memberi
Juli
kompensasi pensiun sesuai dengan upah terakhir, dengan patokan
gaji pokok serta tunjangan tetap. Jumlah ini harus dibayarkan
selambatnya 30 hari setelah putusan)
• Menurut Ratna, PT Dirgantara Indonesia tidak kebal terhadap UU 37
tahun 2004 pasal 2 ayat 5, karena PT Dirgantara Indonesia sudah
dikelola oleh PPA, tidak dimiliki sepenuhnya oleh pemerintah serta
kepemilikan yang terbagi atas saham
8. Latar Belakang Kasus PT. DI
• PT. Dirgantara Indonesia dinyatakan pailit oleh Pengadilan
Niaga Jakarta Pusat
• Kurator : Taufik Nugroho dan Hakim Pengawas Zulfahmi
• Pembuktian sederhana :
majelis merujuk pada amar putusan Panitia
September
2007
Penyelesaian Perselisihan Perburuhan (P4) Pusat yang
menghukum DI untuk membayar kewajibannya kepada
para buruh
• PT. Dirgantara Indonesia tetap diizinkan untuk dapat
beroperasi setelah pernyataan pailit permohonan dari
kurator
• PT. Dirgantara Indonesia dan PT. Perusahaan Pengelola Aset
(PPA) mengajukan kasasi ke MA
9.
10. Putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat Nomor
41/Pailit/2007/PN. Niaga/jkt.Pst.
Berdasarkan Pasal 2 Ayat (1) UU Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan
Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang :
“Debitor yang mempunyai dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar lunas
sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit
dengan putusan Pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas
permohonan satu atau lebih kreditornya”
Berdasarkan Pasal 2 ayat (5) Undang-Undang Nomor 37 Tahun2004 Tentang
Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang
“Dalam hal Debitor adalah Perusahaan Asuransi, Perusahaan Reasuransi,
Dana Pensiun, atau Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang
kepentingan publik, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh
Menteri Keuangan”
Penjelasan:
Yang dimaksud dengan "Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di
bidang kepentingan publik" adalah badan usaha milik negara yang
seluruh modalnya dimiliki negara dan tidak terbagi atas saham.
11. Putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat Nomor
41/Pailit/2007/PN. Niaga/jkt.Pst.
Majelis Hakim sependapat dengan pemohon bahwa termohon pailit PT. Dirgantara
Pertimbangan Majelis Hakim
Indonesia tidak termasuk dalam kategori sebagai BUMN yang bergerak di bidang
kepentingan publik yang seluruh modalnya terbagi atas saham sebagaimana yang
dimaksudkan dalam penjelasan Pasal 2 ayat (5) Undang-Undang Nomor 37 Tahun
2004
Majelis hakim menilai bahwa tidak cukup alasan bagi majelis hakim untuk
mempertahankan eksistensi termohon pailit, hal ini dengan mendasarkan pada
kinerja keuangan Termohon belum menunjukkan perbaikan yang berarti
Berdasarkan ketentuan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004
Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, debitor dapat
dinyatakan pailit apabila telah memenuhi persyaratan sebagai berikut:
• Mempunyai dua atau lebih kreditor
• Tidak dapat membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih
12. Putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat Nomor
41/Pailit/2007/PN. Niaga/jkt.Pst.
1. Mengabulkan permohonan pemohon untuk seluruhnya
2. Menyatakan bahwa PT. Dirgantara Indonesia (persero) pailit
dengan segala akibat hukumnya
3. Mengangkat Taufik Nugroho,SH sebagi curator dalam kepailitan
ini.
4. Menunjuk H. Zulfahmi, SH, M.Hum, Hakim Niaga Jakarta Pusat
sebagai Hakim Pengawas.
5. Membebankan kepada Termohon Pailit untuk membayar biaya
perkara sebesar Rp. 5.000.000,00.
13. Setelah mendapat
hasil putusan
tersebut, PT.
Dirgantara Indonesia
tidak tinggal diam,
namun PT. Dirgantara
Indonesia mengajukan
banding kepada
Mahkamah Agung
pada September 2007
14. Putusan Mahkamah Agung Nomor 075
K/Pdt. Sus/2007
Terjadi perbedaan penafsiran antara Hakim Pengadilan
Niaga Jakarta Pusat dan Mahkamah Agung, khususnya
dalam menilai kepemilikan modal dalam PT. Dirgantara
Indonesia
Menurut Mahkamah Agung PT. Dirgantara Indonesia
memenuhi klasifikasi sebagai BUMN yang seluruh
sahamnya adalah milik Negara, dan juga merupakan
perusahaan yang sangat dibutuhkan karena merupakan
objek vital nasional
Putusan pailit terhadap PT. Dirgantara Indonesia dirasa
terlalu dini, karena Hakim seharusnya memperhatikan asas
kelangsungan usaha dan asas keadilan yang ada pada
Undang-Undang Kepailitan dan PKPU
15. Oktober 2007
PT. Dirgantara Indonesia dinyatakan
pembatalan pailit, diputus oleh wakil ketua
MA Marianna Sutadi, Ketua Muda MA
Perdata Niaga Abdul Kadir Mappong dan
Atja Sondjaja.
MA berkesimpulan bahwa Badan Usaha
Milik Negara (BUMN), baik berbentuk
Perusahaan Umum (Perum) atau Persero
hanya dapat dimohonkan pailit oleh
Menteri Keuangan (Menkeu) UU no 37
tahun 2004 pasal 2 ayat (5)
16. Perbandingan dengan Hukum Singapura
Penutupan Perusahaan oleh Pengadilan
16.9.4
Perusahaan juga dapat diwajibkan tutup
berdasarkan penetapan pengadilan. Menurut
pasal 253(1) dari Undang-Undang,
permohonan untuk menutup perusahaan ke
pengadilan dapat diajukan oleh
1) perusahaan itu sendiri;
2) kreditur;
3) kontributor, wakil pribadi dari kontributor
yang telah meninggal dunia atau Pejabat
Penerima Pengalihan atas harta warisan
dari kontributor yang pailit;
4) likuidator perusahaan;
5) pengurus yang ditunjuk pengadilan;
6) berbagai Menteri berdasarkan alasan
tertentu.
17. Perbandingan dengan Hukum Singapura
Penutupan Perusahaan oleh Pengadilan
16.9.5
Ketika permohonan tersebut diajukan, pengadilan menurut
pasal 254(1) dari Undang-Undang dapat mengeluarkan
penetapan penutupan perusahaan dalam situasi-situasi
tertentu, seperti:
1) perusahaan berdasarkan keputusan khusus telah
memutuskan agar perusahaan ditutup oleh pengadilan;
2) perusahaan tidak memulai bisnisnya dalam waktu satu
tahun sejak didirikan atau bisnisnya sementara dihentikan
selama satu tahun penuh;
3) perusahaan tidak dapat membayar hutang-hutangnya;
4) para direktur telah bertindak dalam urusah perusahaan
untuk kepentingannya sendiri daripada kepentingan para
anggota secara keseluruhan
5) pengadilan berpendapat bahwa adalah sewajarnya dan
seadilnya bahwa perusahaan ditutup;
6) perusahaan menjalankan pemasaran berjenjang/multi level
marketing atau penjualan secara piramida yang
bertentangan dengan hukum tertulis yang melarang
kegiatan tersebut;
7) perusahaan digunakan untuk tujuan yang melanggar
hukum atau tujuan yang menganggu ketentraman,
kesejahteraan atau ketertiban masyarakat di Singapura atau
bertentangan dengan keamanan atau kepentingan
nasional.
18. Perbandingan dengan Hukum Singapura
Penutupan Perusahaan oleh Pengadilan
16.9.6
Dari situasi-situasi di atas, alasan yang paling sering digunakan
adalah bahwa perusahaan tidak dapat lagi membayar hutang-
hutangnya. Pasal 254(2)(a) dari Undang-Undang mengatur
bahwa perusahaan akan dianggap tidak dapat membayar
hutang-hutangnya apabila kreditur telah menyampaikan
kepada perusahaan tuntutan menurut undang-undang atas
sejumlah uang yang melebihi S$10.000 dan perusahaan,
selama tiga minggu berikutnya, lalai untuk membayar jumlah
uang tersebut atau menjamin atau menambahkannya yang
mana dapat memuaskan kreditur sebagaimana wajarnya.
Perusahaan juga dianggap tidak dapat membayar hutang-
hutangnya jika eksekusi atau proses lainnya yang dikeluarkan
berdasarkan putusan atau penetapan dari pengadilan yang
memenangkan kreditur perusahaan dikembalikan secara tidak
memuaskan secara keseluruhan atau sebagian – lihat pasal
254(2)(b) dari Undang-Undang. Para kreditur perusahaan juga
terbuka kemungkinan untuk membuktikan secara substantif
guna meyakinkan pengadilan bahwa perusahaan tidak dapat
membayar hutang-hutangnya dan dalam kasus tersebut,
pengadilan dapat mempertimbangkan kewajiban kontijen dan
prospektif dari perusahaan – lihat pasal 254(2)(c) dari Undang-
Undang.
19. Tanggapan
Berdasarkan hukum yang sudah tertulis di dalam UU no
37 tahun 2004 pasal 2 ayat (1) dan pasal 2 ayat (5)
beserta penjelasan dalam pasal 2 ayat (5), seharusnya PT.
Dirgantara Indonesia dapat dipailitkan.
Tetapi oleh MA dibatalkan karena terjadinya perbedaan
persepsi terhadap “Badan Usaha Milik Negara yang
bergerak di bidang kepentingan publik” dengan
penjelasan yang tedapat di dalam UU no 37 tahun 2004
pasal 2 ayat 5 yaitu BUMN yang seluruhnya milik negara
dan tidak terbagi atas saham
20. Tanggapan
Terdapat pertimbangan oleh MA terhadap
kasus pailit PT. Dirgantara Indonesia :
– pertambahan pengangguran jika PT. DI dipailitkan
karena diprediksi tidak dapat membayar hutang –
hutang yang sudah dimiliki
– potensi dan asset yang dimiliki oleh PT. Dirgantara
Indonesia mampu dioptimalisasi dalam
penggunaannya demi perekonomian Indonesia
21. Rekomendasi
Sebaiknya sistem hukum di Indonesia untuk
beberapa kasus dilakukan common law.
Sehingga tidak terjadi kontroversi terhadap
hukum yang sudah tertulis dengan keputusan
hukumnya.
Seharusnya pemerintah melakukan bail-out
terhadap PT. Dirgantara Indonesia, sehingga
permasalahan mengenai pembayaran uang
pensiun dapat diselesaikan terlebih dahulu
untuk dapat melanjutkan langkah strategi
perusahaan selanjutnya.