Rilis: Segera Revisi UU ITE demi Perlindungan Demokrasi Indonesia
1. Rilis Media Bersama
Segera Revisi UU ITE demi Perlindungan Demokrasi Indonesia
Mengingat bahwa:
a) Jumlah mereka yang terjerat Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU
ITE) setiap tahun selalu meningkat. Jika dari 2008 - 2011 rata-rata hanya 2 kasus per
tahun, kemudian menjadi 7 kasus di 2012 dan meningkat menjadi 20 kasus di 2013,
maka belakangan ini kasusnya melonjak berkali lipat menjadi 41 kasus di 2014 dan 44
kasus di 2015. Dari total jumlah kasus di atas, 90%-nya ternyata terkait dengan
penggunaan pasal 27 ayat 3 UU ITE, tentang pencemaran nama baik.
b) Senyatanya pasal 27 ayat 3 UU ITE tersebut banyak digunakan oleh mereka yang
berkuasa untuk melakukan praktek pembungkaman kepada masyarakat kebanyakan
yang menyampaikan ekspresi, informasi ataupun advokasi melalui Internet. Penyampai
kritik terhadap penyelenggara negara dan pegiat pengikisan korupsi di berbagai bidang
dan wilayah Indonesia, kerap ditekan, dibungkam hingga dipenjara dengan
menggunakan pasal karet tersebut.
c) Adanya Surat Edaran Kapolri SE/06/X/2015 yang menyatakan bahwa pencemaran nama
baik adalah bagian dari ujaran kebencian, justru di sisi lain rentan menyuburkan dan
melanggengkan penyalahgunaan pasal 27 ayat 3 UU ITE tersebut di atas.
d) Revisi UU ITE tidak/belum masuk dalam jadwal pembahasan pada rancangan Program
Legislasi Nasional (Prolegnas) periode 2016, pun masa sidang periode 2015 akan ditutup
per 18 Desember 2015. Ini berakibat dapat terhentinya revisi UU ITE hingga batas
waktu yang tidak jelas sehingga rentan berakibat menguatnya upaya-upaya
membelengu demokrasi dengan penggunaan pasal karet secara tak bernalar.
Untuk itu maka kami, sejumlah elemen organisasi masyarakat sipil Indonesia, menyampaikan
posisi, pendapat dan sikap sebagai berikut:
2. 1. Internet adalah media yang penting dan signifikan dalam penegakkan demokrasi
partisipatif di Indonesia, khususnya terkait pembangunan kapasitas pengetahuan
masyarakat yang mandiri dan madani, serta peningkatan tata kelola pemerintahan dan
layanan publik yang transparan, akuntabel dan profesional.
2. Bahwa keseriusan jajaran pemerintah, dalam hal ini Kementerian Komunikasi dan
Informatika (Kominfo), Kementerian Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan
(Polhukam) serta Kepolisian Republik Indonesia (Polri), bersama dengan Komisi 1
Dewan Perwakilan Rakyat RI (DPR-RI) untuk menyegerakan revisi UU ITE. Hal ini adalah
mutlak, demi mewujudkan ekosistem demokrasi yang sehat di Indonesia.
3. Bahwa penggunaan jalur pidana pada, khususnya terkait dengan hak berekspresi dan
berinformasi (di Internet), dapat bermuara pada iklim ketakutan di tengah masyarakat
(chilling effect) dan rentan membatasi penegakan hak asasi manusia yang telah dijamin
dalam konstitusi negara Republik Indonesia. Dengan demikian sepatutnya revisi UU ITE
tersebut adalah sekaligus mengeluarkan pasal pemidaaan pencemaran nama baik,
tidak cukup sekedar mengurangi ancaman hukuman maksimalnya saja.
4. Bahwa upaya penyegeraan revisi UU ITE ini perlu didukung oleh seluruh masyarakat
Indonesia, tidak dalam rangka membebaskan mereka yang bersalah, tetapi untuk
melindungi warga negara Indonesia yang hendak menyampaikan kebenaran dan
menggunakan haknya berekspresi dan berinformasi secara benar di Internet.
Demikiran rilis media bersama ini kami sampaikan. Terimakasih atas perhatian dan dukungan
rekan-rekan media sebangsa dan setanah air. Salam demokrasi!
Jakarta, 30 November 2015.
Tertanda (urut abjad),
Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Forum Demokrasi Digital (FDD), Indonesia Center for
Deradicalization and Wisdom (ICDW), ICT Watch – Indonesia, Institute for Criminal Justice Reform
(ICJR), Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers, Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM),
Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet) dan Yayasan Satu Dunia.