Sistem sosial budaya Indonesia menurut karya klasik membahas fungsionalisme struktural, teori konflik, dan neofungsionalisme. Fungsionalisme struktural menekankan pada struktur sosial dan institusi serta hubungannya, sedangkan teori konflik lebih melihat peran konflik dalam perubahan masyarakat. Kedua teori ini memiliki kritik masing-masing namun berpengaruh besar dalam pengembangan sosiologi.
2. BAB I
Isi
Fungsionalisme Struktural
Fungsionalisme Sturuktural karya Talcott
Parsons,Robert Merton serta para pengikutnya
mendominasi teori sosiologi selama beberapa
tahun . Menurut Robert Nisbet fungsionalisme
struktural adalah teori yang paling besar pengaruh
nya dalam ilmu sosial. Dalam Fungsionalisme
Struktural ada dua istilah yaitu struktural dan
fungsional yang saling berhubungan.
Funsionalisme kemasyarakatan adalah pendekatan
dominan yang digunakan karna sasaran
perhatiannya adalah struktur sosial dan institusi
masyarakat berskala luas, antarhubunganya ,dan
pengaruh nya terhadap aktor.
3. Fungsionalisme Struktural Talcott
Parsons
Organisme perilaku adalah sistem tindakan yang melaksanakan
fungsi adaptasi dan mengubah lingkungan eksternal. Sistem kepribadaian
melaksanakan tujuan dengan menetapkan dan memobilisasi sumber daya
yang ada. Sistem sosial yang menanggulangi fungsi intergrasi dengan
mengendalikan bagian-bagiannya. Sistem kultural melaksanakan fungsi
pemeliharaan dengan menyediakan seperangkat norma dan nilai yang
memotivasi tindakan.
Susunan hierarki terjadi dalam dua cara yaitu : masing – masing tingkatan
lebih rendah menyediakan kekuatan yang diperlukan untuk kekutan yang
lebih tinggi dan yang lebih tinggi mengendalikan kekuatan yang di bawah
nya.
4. Sistem Kultural.
Kultur adalah kekuatan utama yang mengikat sistem tindakan menengahi interaksi
aktor, menginteraksikan kepribadian, dan menyatukan sistem sosial. Aspek – aspek sistem
kultiral ini tersedia untuk sistem sosial dan sistem personalitas tetapi tidak menjadi bagian dari
kedua sistem itu. Kultur sebagai sistem simbol yang terpola, teratur, yang menjadi sasaran
orientasi aktor, aspek_aspek sistem kepribadian yang sudah terinternalisasikan, dan pola-pola
yang sudah terlambangkan didalam sistem sosial. Kultur dapat dipindahkan melalui penyebaran
(difusi) dan proses belajar dan sosialisasi.
Sistem Kepribadian.
Dikontrol oleh sistem sosial dan sistem kultural. Kepribadian menjadi sistem yang
independen melalui hubungan nya dengan organisme dirinya sendiri dan melalui keunikkan
pengalaman hidupnya sendiri. Personalitas didefenisikan sebagai sitem orientasi dan motivasi
tindakan aktor individual yang terorganisir. Disposisi-kebutuhan karenanya didefenisikan “
kecendrungan yang sama ketika kecendrungan itu diperoleh dari proses aksi itu sendiri. (parsons
dan shils, 1951:111). Tiga tipe disposisi kebutuhan. Tipe pertama, memaksa aktor mencari cinta,
persetujuan dan sebagainya dari hubungan sosial mereka. Tipe kedua, internalisasi nilai yang
menyebabkan aktor mengamati berbagai standar kultural. Tipe ketiga, adanya peran yang
diharapkan yang menyebabkan aktor memberikan dan menerima respon. Baldwin memberikan
komentar terhadap parsons yanglebih banyak berbicara tentang sistemsosial ketimbang tentang
sistem kepribadian.
5. Struktur sosial dan anomie.
Hubungan antara kultur, struktur dan anomie sebagai “seperangkat hubungan sosial
yang teroganisir” anomie terjadi “bila ada keterputusan hubungan antara norma kutural dan
tujuan dengan kapasitas yang terstruktur” untuk mencapai sukses material. Merton
menghubungkan anomie dengan penyimpangan yang berarti penolakkan terhadap adanya
konsekuensi disfungsional. Anomie tersirat sikap kritis terhadap stratifikasi sosial.
Kritik substantif.
Kritik utama bahwa fungsionalisme struktural tidak berkaitan dengan sejarah-bersifat
ahitoris. Tak selalu bersifat ahitoris merupakan perubahan sosial sebenarnya mencerminkan
kemampuan fungsionalis struktural yang tak mampu menjelaskan proses perubahan sosial secara
efektif. Percy cohen(1968) semua unsur suatu masyarakat untuk menguatkan satu sama lain dan
sistem sebagai satu kesatuan. Cohen melihat masalah inhern dalam teori Turner dan Maryanksi
yakin bahwa masalahnya terletak pada praktisi yang tidak mau menganalisis masalah historis.
Kritik menyeluruh yang menyatakan bahwa fungsionalisme tak mampu menjelaskan sejarah,
perubahan dan konflik menimbulkan berbagai pernyataan bias konservatif (
cohen,1968;gouldner,1970) cendrung memusatkan perhatian pada masalah kultural, norma dan
nilai. Kekuasaan yang digunakan elite dalam masyarakat sebagai realitas sosial.
Kritik logika dan metodologi.
Fungsionalisme struktual pada dasarnya kabur, tak jelas dan bermakna ganda, memilih
sistem sosial abstrack ketimbang masyarakat nyata. Fungsionalis struktual telah termotivasi oleh
keyakinan bahwa ada sekumpulan kategori konseptual,kritikan yang menganggap sebagai ilusi
adalah teori “middle-range”. Alat yang dapat dipergunakn untuk mempelajari kontribusi satu
bagian sistem. Kritik metodologi adalah fungsionalisme struktual membuat analisis konveratif
menjadi sulit. Sistem hanya dalam konteks sistem sosial dimana dan bagaimana membandingkan
nya dengan bagian yang serupa yang berada dalam konteks yang lain.
6. Teleologi dan Tautologi.
Teologi didefenisikan sebagai pandangan yang melihat masyarakat yang mempunyai
maksud dan tujuan. Seharusnya memperhatikan hubungan teologis antara masyarakat dan bagian
komponennya. Misalnya adalah tak betul untuk berasumsi bahwa karena masyarakat perlu
prokreasi(melanjutkkan keturunan) dan mensosialisasikan nya maka akan tercipta lembaga
keluarga. Funsionalis struktural harus mendefenisikan cara dimana tujuan itu benar-benar
mengakibatkan penciptaan substruktur spesifik. Teologi yang sah mampu merumuskan dan
menunjukkan secara empiris dan secara teologis hubungan antara tujuan masyarakat dengan
substruktur yang ada.
Tautologi adalah argumen konklusinya semata mata menegaskan apa yang terkandung di dalam
premis. Sistem sosial atau bagian-bagian nya yang ditentukan sama sekali.
Neofungsionalisme.
Digunakan untuk menandai kelangsungan hidup fungsionalisme struktual tetapi juga
memperluas fungsionalisme struktual dan mengatasi kesuliatan utamanya . parsons berusaha
mengintegrasikan berbagai macam input teoritis kesaling hubungan domain-domain utama dari
dunia sosial, terutam sistem kultural, sosial dan personalitas. Akan tetapi mengadopsi orientasi
fungsionalis struktual yang lebih memandang sistem kultural. Neofungsionalis adalah sebuah
tendensi bukan teori yang maju.
Pertama, neofunsionalisme bekerja dengan model masyarakat deskriptif tersusun dari unsur-
unsur yang saling berinteraksi menurut pola tertentu.
Kedua, memusatkan perhatian yang sama besar terhadap tindakan dan keteraturan.
Ketiga, memperhatikan masalah integrasi sebagai kemungkinan sosial. Penyimpangan dan
kontrol sosial adlah realitas dalam sistem sosial.
Keempat, menerima penekanan tradisional atas kepribadian,kultur dan sistem sosial.
Kelima, memusatkan perhatian pada perubahn dalam proses diferensiasi di dalam sistem sosial,
kultural dan kepribadian.
7. Teori konflik.
Teori konflik sebagian berkembang sebagai reaksi terhadap fungsionalisme struktural
dan akibat berbagai kritik. Teori konflik ini berasal dari berbagai sumber lain seperti teori
marxian dan pemikiran konflik sosial dari simmel.
Karya ralf dahrendarf.
Menurut para fungsionalis masyarakat adalah statis atau masyarakat dalam keadaan
berubah secara seimbang. Tetapi menurutnya, dan teorisi konflik lainnya, setiap masyarakat
setiap saat tunduk pada proses perubahan.
Funsionalis cendrung melihat masyarakat secara informal diikat oleh norma, nilai dan moral.
Teoritisi konflik melihat apapun keteraturan yang terdapat dalam masyarakat berasal dari
pemaksaan terhadap anggota nya oleh mereka yang berada di atas. Funsgsionalis memusatkan
perhatian pada kohesi yang diciptakan oleh nilai bersama masyarakat. Teoritisi konflik
menekankan pada peran kekusaan dalam memertahankan ketertiban dalam masyarakat.
Kritik utama dan upaya untuk menghadapinya.
Bila dibandingkan dengan fungsionalsme struktural, teori konflik tergolong tertinggal
perkembangannya.Teori ini hampir tak secanggih fungsionalisme, mungkin karena merupakan
teori turunan. Seperti segera akan terlihat sebenarnya teori konfliok ini merupakan terjemahan
yang tak memadai dari teori marxian kedalam sosiologi. Akibatnya, teori nya menderita
kekurangan yang sama dengan fungsionalisme struktural misalnya, konflik tampak muncul
secara misterius dari sistem yang sah (sebagaimana dalam fungsionalisme struktural).
8. Teori Konflik Yang Lebih Integratif.
Awalnya collins megatakan kontribusi utama untuk teori konflik adalah menambah
analisis tingkat mikro terhadap teori yang bertingkat makro. Pendekatan konflik dari sudut
pandang individu karena akar teoritisme terletak dalam fenomenologi dan etnometodologi. Meski
teori berskala kecil dan bertingkat individual ia menyadari bahwa “ sosiologi tidak akan berhasil
berdasarkan analisis tingkat mikro saja”. Sementara sebagian besar teoritisi konflik percaya
bahwa struktur sosial berada diluar (eksternal) dan memaksa pihak aktor, collins cenderung
melihat struktur sosial tak dapat dipisahkan dari aktor yang membangunya dan pola interaksi nya
adalah esensi struktur sosial.
Stratifikasi Sosial
Institusi yang menyentuh begitu banyak kehidupan (1975;49). Teori weber berguna
bagi collins untuk melandasi semua konsep yang mengamati kehidupan sehari – hari ( collins
1975;53) adalah sangat penting bagi collins dalam studi stratifikasi sosial berskala kecil.
Teori Stratifikasi Konflik
Konflik stratifikasinya lebih banyak kesamaannya dengan teori fenomenologi dan
etnometodologi ketimbang dengan teori marxian atau weberian. Collins yakin orang berupaya
untuk memaksimalkan kemampuan pada sumber daya maupun sumber daya orang lain dengan
mereka berurusan. Pendekatan konflik terhadap stratifikasi: pertama, orang hidup dalam dunia
yang dibangun sendiri. Kedua, orang lain mempunyai kekuasaan untuk mempengaruhi atau
mengontrol seorang individu. Ketiga, orang lain mencoba mengontrol orang yang menentang
mereka.
9. Domain Sosial Lainnya.
Pandangan bahwa keluarga adalah sebuah arena konflik perbedaan kelamin dimana
lelaki menjadi pemenang dengan akibat wanita didominasi oleh lelaki dan tunduk pada beerbagai
jenis perlakuan yang tidak adil. Collins melihat organisasi formal dari perspektif konflik sebagai
jaringan pengaruh interpersonal dan sebagai arena dimana yang bertentangan dimainkan. Seperti
dahrendorf, collins bukan merupakan eksponen sejati teori konflik marxian dengan alasan
berbeda. Orientasi skala kecil collins adalah awal yang menuju pengembangan teori konflik yang
lebih integratif.
10. Bab II
Penutup.
Kesimpulan.
Disebuah teori terdapat banyak permasalahan sesuai dengan
yang di perlihatkan dalam skala besar maupun kecil. Pemikiran dari
beberapa tokoh lampau ini masih di gunakan dalam proses
pembelajaran tentang sosiologi yang sampai pada saat ini masih
digunakan oleh seluruh kawasan dunia pendidikan. Ada nya
pertentangan di dalam sebuah teori diperuntukkan sebagai acuan
yang akan menjadi kedepan nya suatu ilmu. Didala sosiologi ilmu
yang digunakan selalu dapat berubah sesuai dengan perkembangan.