2. CARE OF PATIENT (COP)/PELAYANAN PASIEN (PP)
• Tanggung jawab utama rumah sakit dalam pemberian pelayanan kesehatan adalah
memberikan perawatan yang aman dan efektif kepada semua pasien..
• Standar Care of Patient (COP) perlu diketahui, dipahami dan dijalankan oleh seluruh
komponen rumah sakit yang terlibat dalam perawatan pasien baik langsung mau pun
tidak lansung.
Ruang Lingkup Standar COP
3. PERAWATAN UNTUK SEMUA PASIEN
Dalam rangka memastikan kesinambungan pelayanan pasien, telah dikembangkan
berbagai formulir, terutama Formulir Catatan Perkembangan Pasien Terintegrasi (CPPT).
4. CARE PLAN
• Disusun 1x24 jam pasien di rawat inap.
• Disusun oleh Dokter, Perawat, Bidan, Dietisien, dan Tenaga
Kesehatan Lainnya.
• Diperbarui sesuai dengan kebutuhan pasien.
• Mencakup intervensi/terapi, tujuan, dan keluaran yang terukur
serta target waktu.
• Kasus sulit/kompleks harus disusun bersama dalam pertemuan
tim multidisiplin.
5. INSTRUKSI MEDIS
• Hanya boleh ditulis oleh DPJP Utama atau Peserta Didik yang berwenang dengan
persetujuan DPJP Utama.
• DPJP pendamping (konsul sewaktu/rawat bersama) dapat memberikan instruksi medis
di lembar jawaban konsul atau CPPT dan kemudian dipindahkan ke formulir instruksi
medis.
• Diperbarui sesuai dengan hasil evaluasi.
• Diimplementasikan kepada pasien dan didokumentasikan.
6. INSTRUKSI MEDIS
• Pasien atau keluarga menandatangani setiap instruksi medis.
• Jika tidak diimplementasikan karena kondisi/alasan tertentu,
maka harus dilaporkan ke dokter yang memberikan instruksi.
• TIDAK DIPERKENANKAN disampaikan melalui pesan teks
elektronik.
• Respons pasien terhadap terapi harus dipantau dan
ditindaklanjuti.
7. PERAWATAN PASIEN BERISIKO TINGGI
Pasien berisiko tinggi dan pelayanan berisiko tinggi adalah:
• Pasien atau pelayanan yang memerlukan peralatan medis
kompleks.
• Pasien dengan kondisi yang mengancam jiwa.
• Pelayanan yang memiliki potensi bahaya kepada pasien.
• Pelayanan dengan menggunakan obat-obatan yang memiliki
efek toksik.
8. PERAWATAN PASIEN BERISIKO TINGGI
Pasien berisiko tinggi dan pelayanan berisiko tinggi meliputi:
1. Pasien gawat darurat;
2. Pasien koma;
3. Pasien dengan alat bantuan hidup;
4. Perawatan pasien dengan penyakit menular;
5. Perawatan pasien imunosupresi;
6. Perawatan pasien yang menjalani dialisis;
7. Perawatan pasien dengan alat pengekang (restraint);
8. Perawatan pasien yang mendapatkan kemoterapi; dan
9. Perawatan populasi pasien yang rentan, termasuk lanjut usia yang lemah, anak yang
bergantung pada orang lain, dan pasien yang memiliki risiko penganiayaan
dan/atau penelantaran.
10. Perawatan pasien paliatif
9. ALUR TATALAKSANA RISIKO
TROMBOEMBOLI VENA
Pencegahan Risiko Tromboemboli Vena
Proses pencegahan risiko tromboemboli merupakan
tindakan kolaboratif antara Perawat, DPJP, Dokter
Spesialis Rehabilitasi Medik dan Fisioterapis.
Program perawatan dan terapi meliputi:
1. Latihan fisik pasif/aktif
2. Terapi antikoagulan
3. Stoking kompresi
11. INDIKASI PASIEN GADUH GELISAH
Indikasi Pelayanan Pasien Gaduh Gelisah
1. Pasien membahayakan diri sendiri dan orang lain
2. Gaduh gelisah dapat disebabkan oleh kondisi medis
umum yang ditegakkan melalui penilaian
Confusion Assessment Method (CAM) dan/atau sebab
psikiatrik
3. Derajat keparahan gaduh gelisah diukur dengan
instrumen PANSS-EC (untuk kasus non organik)
dan/atau RASS (organik) oleh dokter atau formulir kriteria
gaduh gelisah oleh perawat,
12. PROTOKOL PELAKSANAAN PENGEKANGAN
1. Dilakukan setelah metode persuasi dan de-eskalasi verbal gagal
2. Pada kondisi gawat darurat, pengekangan fisik dapat dilakukan tanpa instruksi dari
dokter, namun sesegera mungkin (<1 jam) perawat melaporkan pada dokter .
3. Lakukan pengkajian fisik pasien
4. Berikan penjelasan kepada pasien secara lisan maupun tertulis . Jelaskan bahwa
tindakan pengekangan dilakukan untuk membantu pasien mengontrol perilakunya.
5. Pilih alat pengekang yang aman dan nyaman
6. Untuk kondisi non organik, pengekangan dilakukan oleh beberapa orang,,
7. Pengekangan fisik dilakukan di tempat tidur bukan di sisi tempat tidur dengan posisi
terlentang, kedua kaki lurus, satu lengan di samping badan, satu lengan ke arah kepala. Bila
tidak memungkinkan, posisi anatomis dapat menjadi pilihan.
8. Ikatan sebaiknya tidak terlalu kencang, juga tidak longgar untuk mencegah cedera
13. PROTOKOL PELAKSANAAN PENGEKANGAN
9. Beri bantal di daerah kepala
10. Observasi untuk kasus organik: dilakukan setiap 30 menit selama 2 jam pertama,
kemudian dilanjutkan observasi tiap 2 jam sampai pengekangan fisik dilepaskan.
11. Observasi untuk kasus non organik setiap 15 – 30 menit.
12. Pengikatan fisik dibatasi paling lama 4 jam untuk klien berusia > 18 tahun, 2 jam untuk
anak usia 9-17 tahun dan lansia (≥ 60 tahun), dan 1 jam untuk anak usia < 9 tahun
13. Beri makan dan minum secara teratur serta obat-obatan sesuai program
14. Atur posisi tubuh klien saat makan atau minum agar tidak tersedak
15. Bantu BAK, BAB, dan kebersihan diri
16. Apabila pasien tertidur, biarkan pasien tidur dalam kondisi terpasang fiksasi sampai
waktu evaluasi berikutnya (maksimal 2 jam) dan pastikan pasien siap untuk dilepaskan dari
fiksasinya (buat kontrak).
17. Dokumentasikan seluruh proses dalam rekam medis pasien
14. PROTOKOL PELAKSANAAN PENGEKANGAN
Indikasi Penghentian Pengekangan Fisik (Restraint)
- Gaduh gelisah organik: Pasien dalam kondisi tenang Skor RASS<1 atau penilaian gaduh gelisah oleh
perawat menunjukkan tidak ada sama sekali tanda dan gejala gaduh gelisah
- Gaduh gelisah non organik: Pasien dalam kondisi tenang Skor PANSS-EC <3 atau penilaian gaduh
gelisah oleh perawat menunjukkan tidak ada sama sekali tanda dan gejala gaduh gelisah
- Instruksi penghentian pengekangan fisik (restraint) dibuat oleh Dokter
15. DETEKSI PERUBAHAN KONDISI PASIEN
Early Warning
Score (EWS)
Pemantauan
perubahan
kondisi pasien
Early Warning Score yang digunakan di RSCM:
- EWS Dewasa: tools untuk mengidentifikasi penurunan kondisi pasien dewasa
- MEOWS (Maternal Early Obstetric Warning Score): tools untuk mengidentifikasi penurunan kondisi
pasien Obstetri
- PEWS (Pediatric Early Warning Score): tools untuk mengidentifikasi penurunan kondisi pasien
Pediatrik
- NEWS (Neonatal Early Warning Score): tools untuk mengidentifikasi penurunan kondisi pasien
Neonatus
22. PELAYANAN RESUSITASI
Dilakukan kepada pasien yang mengalami kegawatdaruratan klinik atau dikenal
dengan istilah code blue (kode biru).
Nomor Telepon Aktivasi Code Blue
TMRC
Telepon Internal : 8000
Telepon Eksternal : 1500-135
HP Jaga TMRC : 0811157700
Indikasi Pengaktifan Code Blue oleh Non Tenaga Kesehatan
− Pasien/korban tidak sadarkan diri atau pingsan
− Pasien/korban tidak bernafas atau kesulitan bernafas
− Pasien/korban dengan nadi tidak teraba atau henti jantung
− Kejang berulang atau kejang lama
Indikasi Pengaktifan Code Blue oleh Tenaga Kesehatan
− EWS Merah
− Single Criteria
24. TROLI EMERGENCY
Salah satu bagian penting dalam pelayanan resusitasi. Pengelolaan troli emergency
merupakan tanggung jawab unit kerja bekerjasama dengan Instalasi Farmasi dan TMRC.
Lokasi penyimpanan tas dan troli harus diketahui oleh semua orang.
25. TRANSFUSI DARAH
Proses transfusi darah yang komprehensif terdiri atas 4 tahap:
1. Permintaan darah
2. Pengambilan darah
3. Pelaksanaan transfusi darah
4. Laporan dugaan reaksi transfusi darah
26. INSTRUKSI TRANSFUSI DARAH
Dokter melakukan pengisian instruksi transfusi di formulir catatan
pelaksanaan transfusi, meliputi:
1. Jenis darah dan volume darah
2. Alasan transfusi
3. Urutan dan rencana jam pemberian
4. Pemberian pre-medikasi (nama obat, dosis dan jalur pemberian)
5. Alasan pemberian pre-medikasi
6. Kecepatan pemberian transfusi (tetes/menit)
7. Target pemberian transfusi
8. Pemeriksaan untuk pemantauan
27. PERMINTAAN DARAH
Dokter dan Perawat/Bidan mengisi formulir permintaan darah
1. Pastikan terdapat 5 rangkap
2. Pastikan tulisan tembus sampai lembar ke 5
3. Penempelan identitas pasien pastikan sama di setiap lembar
4. Pastikan formulir tertera tahun yang sama (kecuali 3 bulan pertama tahun yang baru)
5. Jika permintaan emergency pastikan sudah mengisi formulir emergency
6. Memahami jenis darah yang diminta (misalnya beda TC manual, TC pool, apheresis)
7. Penulisan jelas, lengkap, dan terbaca
8. Tertera nama departemen dan ruangan/unit yang meminta
9. Sampel darah hanya diperlukan per 3 hari selama durasi 3 hari dari permintaan pertama
tidak perlu sampel darah (karena uji pra transfusi: screening antibodi)
10. Jangan mengisi bagian yang bukan tupoksinya (misalnya golongan darah)
28. SAMPEL DARAH
Perawat/Dokter menyiapkan sampel darah untuk permintaan darah dengan ketentuan
sebagai
berikut:
1. Satu kali dalam durasi 3 hari
2. Identitas formulir dan sampel sama
3. Kondisi darah tidak lisis dan tidak beku
4. Volume minimal 2 mL (untuk neonatus minimal 1 mL)
5. Dalam antikoagulan EDTA
6. Pengambilan dilakukan pada hari yang sama
7. Identitas pengambil darah tertera jelas
8. Proses pemberian identitas pada sampel darah dilakukan saat petugas masih bersama
dengan pasien (dilakukan bersama/ bedside)
29. PENGAMBILAN DARAH
Proses pengambilan darah harus dilakukan oleh petugas, BUKAN OLEH KELUARGA pasien dengan
ketentuan sebagai berikut:
1. Pastikan sudah mendapatkan instruksi dari dokter
2. Alat transportasi tersedia (coolbox dengan alat pemantauan suhu)
3. Hasil screening antibodi sebelumnya (bila masih berlaku)
4. Jumlah kantong yang diambil: pengambilan darah 1 kantong utk PRC/WB/FFP (kecuali akses>1),
pengambilan TC/AHF maksimal 3 kantong
5. Melakukan prosedur serah terima yang benar antara petugas UPTD dengan petugas yang
mengambil darah dan dengan petugas yang akan memberikan transfusi darah
30. PELAKSANAAN TRANSFUSI DARAH
Pelaksanaan transfusi darah harus dilaksanakan dalam 30 menit pertama dan selesai
dalam 4 jam setelah keluar dari bank darah karena adanya risiko kontaminasi yang terjadi
jika telah melebihi 4 jam
31. PELAKSANAAN TRANSFUSI DARAH
Pemberian Transfusi
1. Cek patensi IV Line
2. Sambungkan labu darah dengan IV line yang sebelumnya sudah priming dengan NaCl 0.9%
3. Atur tetesan sesuai instruksi
4. Lakukan pemantauan kondisi pasien (keluhan, tanda reaksi transfusi dan TTV)
5. Hentikan transfusi ketika volume yang dibutuhkan sudah terpenuhi atau jika ada tanda-tanda reaksi
transfusi
Pemantauan Pasien dilakukan pada:
1. Saat transfusi dimulai
2. Lima belas menit setelah transfusi dimulai
3. Saat transfusi selesai
4. Empat jam setelah transfusi selesai untuk pasien di rawat inap dan setelah 1 (satu) jam untukpasien
rawat jalan
Keseluruhan proses pemantauan pasien didokumentasikan di dalam Formulir Monitoring
Pelaksanaan Transfusi.
32. REAKSI TRANSFUSI DARAH
Reaksi transfusi dibagi menjadi 3 (tiga), sebagai berikut:
1. Reaksi ringan (derajat I) – demam dengan suhu ≥ 38oC atau kenaikan suhu 1–2oC dari
suhu
pra-transfusi; pruritus/ruam ringan; dan urtikaria/flushing sementara
2. Reaksi sedang (derajat II) – demam dengan suhu ≥ 39oC atau kenaikan suhu ≥ 2oC dari
suhu pra-transfusi; menggigil; kaku/ rigor; mual, muntah; myalgia; dan angioedema/ mengi/
urtikaria/ rash tanpa gangguan sirkulasi dan pernapasan
3. Reaksi berat (derajat III) – hipotensi/gangguan sirkulasi; sesak napas/mengi/stridor
berat disertai angioedema; anafilaksis.
Dugaan reaksi transfusi derajat I hanya dilaporkan kepada UTD-RS, untuk kejadian reaksi
transfusi derajat II dan III, pelaporan dilengkapi dengan bahan pemeriksaan, yaitu:
1. Kantong darah sisa transfusi
2. Contoh darah pasca transfusi
39. PENILAIAN RISIKO
BUNUH DIRI
Berdasarkan hasil penapisan, risiko
bunuh diri pasien dapat dikategorikan
menjadi:
- Risiko Rendah (skor 0-3)
- Risiko Sedang (skor 4-9)
- Risiko Tinggi (skor >10)
41. TERAPI MAKANAN DAN GIZI
Peran Tenaga Kesehatan dalam Terapi Makanan dan Gizi
Dokter:
- Menulis instruksi makanan secara jelas dan tepat.
- Instruksi ditulis dalam waktu 1x24 jam sejak pasien datang dan setiap kali ada
perubahan.
- Apabila nilai skrining gizi MST ≥ 3 atau pasien dengan kondisi khusus dapat
mengkonsulkan ke
Dokter Spesialis Gizi Klinik, kecuali oleh DPJP yang memiliki kewenangan untuk
mengelola
pemberian diet dan nutrisi.
42. TERAPI MAKANAN DAN GIZI
Peran Tenaga Kesehatan dalam Terapi Makanan dan Gizi
Dietisien
- Menerima rujukan hasil screening gizi pada pasien yang berisiko malnutrisi dengan
hasil MST >=2) untuk dilakukan asesmen gizi dan dietetik
- Memberikan asuhan gizi termasuk evaluasi asupan dan order makanan sesuai
instruksi DPJP
- Melakukan asuhan gizi dan dietetik pada pasien yang berisiko malnutrisi (MST >= 2)
dan mengidentifikasi melalui hasil asesmen gizi pada pasien yang memiliki masalah
gizi
- Membuat perencanaan dan memberikan terapi gizi kepada pasien yang memiliki
masalah gizi
- Melakukan proses kolaborasi (bersama DPJP Utama dan Keperawatan) dalam
merencanakan, memberikan dan memantau pemberian terapi gizi
- Memantau dan mencatat respons atau toleransi pasien terhadap terapi gizi
- Bila ada ketidaksesuaian diet, koordinasikan dengan DPJP, atau dengan cara TBaK
(Tulis Bacakan dan Konfirmasi)
43. TERAPI MAKANAN DAN GIZI
Peran Tenaga Kesehatan dalam Terapi Makanan dan Gizi
Perawat:
- Melakukan screening malnutrisi
- Merujuk pasien yang berisiko malnutrisi (MST >=2) ke Nutrisionis-Dietisien ruangan
untuk dilakukan
asesmen gizi dan dietetik (COP 5.1)
- Memantau asupan makanan pasien
- Berkolaborasi dengan DPJP Utama dan Nutrisionis-Dietisien ruangan mengenai
perubahan terkait
daya terima dan asupan makan pasien
44. MANAJEMEN NYERI PASIEN
Penilaian nyeri dapat dilakukan dengan pendekatan akronim PQRST sejak pertama
pasien masuk perawatan.
- Pengkajian Nyeri Neonatus: Neonatus:
usia 0- 28 hari dan prematur usia
konsepsi < 40 minggu
- FLACCS (Face, Legs, Activity, Cry,
Consolability) Score: Bayi 28 hari sampai 1
tahun, anak usia 1-5
tahun atau yang belum sekolah
- Behavioral Pain Score (BPS): Pasien ICU
dalam sedasi + ventilator
- FLACCS Score, Non Verbal Pain Score:
Pasien dengan penurunan kesadaran
- Non Verbal Pain Score Revised: Pasien
PICU
- Numerical Rating Scale/ Visual Analog
Scale (VAS): Pasien dewasa, lansia, dan
anak usia sekolah
45. ALUR MANAJEMEN NYERI PASIEN
Tatalaksana Nyeri
Nyeri Ringan (VAS <4/10, FLACC<4/10, BPS
<6/12)
- Terapi non farmakologis: Comforting,
Distraction, Relaxation, Massage dan
sentuhan, Guided
Imagery/Visualization
- Bila perlu dengan persetujuan DPJP, pasien
dapat diberikan Non Steroidal Anti
Inflammatory Drugs (NSAID) atau paracetamol
sesuai dengan keadaan pasien
- Edukasi pasien dan keluarga pasien
mengenai nyeri.
- Kaji ulang nyeri setiap 8 jam.
46. Nyeri Sedang ((VAS 4-6, FLACC 4-6, BPS 6-8)
- Bila pasien adalah pasien dari Tim Tatalaksana
Nyeri, perawat melaporkan ke Tim Tatalaksana Nyeri
- Bila pasien bukan pasien dari Tim Tatalaksana
Nyeri, perawat melaporkan ke DPJP untuk
tatalaksana
nyeri.
- Sesuai keadaan pasien, pasien dapat diberikan
NSAID, paracetamol, opioid lemah (setelah
persetujuan DPJP atau tim tatalaksana nyeri)
- Bila nyeri masih ada, konsultasikan ke Tim
Tatalaksana Nyeri
- Terapi non farmakologis: Comforting, Distraction,
Relaxation, Massage dan sentuhan, Guided
Imagery/Visualization
- Edukasi pasien dan keluarga pasien mengenai
nyeri.
- Kaji ulang derajat nyeri setiap 2 jam, sampai nyeri
teratasi (VAS <4), pemantauan derajat nyeri
kemudian setiap 8 jam
Nyeri Berat (VAS >7/10, FLACC > 7/10, BPS > 9/12)
- Bila pasien adalah pasien dari Tim Tatalaksana
Nyeri, perawat melaporkan ke Tim Tatalaksana Nyeri
- Bila pasien bukan pasien dari Tim Tatalaksana
Nyeri, perawat melaporkan ke DPJP untuk
tatalaksana nyeri.
- Sesuai dengan keadaan pasien, dengan
persetujuan DPJP atau Tim Tatalaksana Nyeri,
pasien dapat diberikan: opioid kuat, kombinasi
opioid kuat dengan analgetik lain, tatalaksana nyeri
intervensi
- Terapi non farmakologis: Comforting, Distraction,
Relaxation, Massage dan sentuhan, Guided
Imagery/Visualization
- Edukasi pasien dan keluarga pasien mengenai
nyeri.
- Kaji ulang derajat nyeri setiap 1 jam, sampai nyeri
menjadi nyeri sedang dikaji setiap 2 jam, dan bila
nyeri telah teratasi setiap 8 jam
47. PERAWATAN AKHIR KEHIDUPAN
• Perawatan kepada pasien yang memerlukan bantuan menghadapi penyakit
progresif, lanjut, dan sulit disembuhkan hingga akhir kehidupan
• Pelayanan pasien bersifat paliatif dan dukungan suportif kepada pasien dan
keluarga sehingga pasien meninggal dengan bermartabat melalui pengelolaan
nyeri dan gejala lain, psikologis, sosial, dan spiritual.
53. TRANSPLANTASI ORGAN DAN JARINGAN
Pelayanan Transplantasi Organ dan Jaringan yang sudah berjalan di RSCM meliputi:
1. Transplantasi Ginjal
2. Transplantasi Hati
3. Transplantasi Kornea
• Pelayanan transplantasi organ dan jaringan sangat memperhatikan mutu terbaik,
keselamatan pasien dan menjamin tidak adanya bentuk jual beli organ manusia.
• Pelayanan transplantasi organ dan jaringan yang berasal dari donor hidup
(transplantasi ginjal dan hati), antara kerabat yang dibuktikan secara hukum atau tidak
ada hubungan keluarga dengan memastikan tidak ada unsur jual beli organ
55. PROSES
TRANSPLANTASI
Teknis proses pelayanan transplantasi disesuaikan
dengan SOP masing-masing jenis transplan
yang ditetapkan oleh direktur utama
RSUPN. Dr.Cipto Mangunkusumo.
58. KETENTUAN
PENGUMPULAN DATA
CALON PENDONOR
Pendonor WNI belum menikah / cerai
• Izin tertulis dari orang tua kandung / saudara
kandung
• Ditandatangani diatas materai
Pendonor WNI sudah menikah
• Izin Izin tertulis dari pasangannya
• Ditandatangani diatas materai
Pendonor dan atau resipien warga negara asing
• Informasi ke kedutaan besar negara asing
• Bukti lapor dan rekomendasi dari kedutaan
besar atau konsulat jendral ditanda tangani
diatas materai
61. ASPEK SOSIAL DALAM TRANSPLANTASI
Menyediakan pelayanan pekerja sosial dan
pendampingan psikososial yang komprehensif
terhadap pasien (Pendonor dan Resipien) dan
keluarga untuk melalui semua fase transplantasi
– sejak rujukan awal pasien ke tim transplantasi,
intra operasi, hingga pasca transplantasi.
Peran pekerja sosial:
• Membangun komunikasi awal
• Melakukan asesmen psikososial
• Merumuskan permasalahan
• Membangun kerjasama
• Membangun jejaring dengan lingkungan
pendonor
• Membangun jejaring dengan sistem
• Melakukan monitoring evaluasi terhadap
pelayanan