Penggunaan prinsip dan cara-cara farmasi dan radiokimia untuk membuat obat yang mengandung atom radioaktif (radiofarmaka) bagi keperluan diagnosa dan penyembuhan (terapi) penyakit yang diidap oleh pasien.
2. Penggunaan prinsip dan cara-cara farmasi dan
Radiopharmacy radiokimia untuk membuat obat yang
mengandung atom radioaktif (radiofarmaka)
Nuclear Pharmacy bagi keperluan diagnosa dan penyembuhan
(terapi) penyakit yang diidap oleh pasien.
Radiofarmaka (radiopharmaceuticals):
Senyawa kimia atau obat, yang salah satu atom penyusun strukturnya
adalah nuklida radioaktif, untuk keperluan diagnosa atau penyembuhan
(terapi) suatu penyakit dan dapat diberikan ke pasien secara oral, parenteral,
dan inhalasi
Kedokteran Nuclear (nuclear medicine):
Bidang keahlian (specialist) kedokteran yang berhubungan dengan
penggunaan bahan radioaktif (radiofarmaka) untuk tujuan diagnosa
dan terapi suatu penyakit.
3. • Radiofarmaka diformulasikan dalam berbagai wujud
kimia dan fisika untuk mengarahkan (targeted)
keradioaktifan ke bagian-bagian tertentu dari tubuh
• Radiasi- yang dipancarkan dari radiofarmaka diagnosa
dengan mudah akan keluar dari tubuh sehingga
memungkinkan deteksi dan pengukuran dilakukan di
luar tubuh (eksternal).
• Pola distribusi radiasi dalam suatu organ terhadap waktu
memungkinkan dokter spesialis kedokteran nuklir
melakukan evaluasi morfologi dan fungsi sistem.
6. Unsur kimia yang radionuklidanya untuk diagnosa dan
terapi
C N O F
P
Sc Cu Ga
Rb Sr Y Tc Rh Pd In I
Re Au Tl Pb Bi At
Sm Dy Ho Yb Lu
positron beta gamma alfa
7. • Radiofarmaka terapi memancarkan radiasi dalam
bentuk partikel bermuatan, misalnya atau , yang
mendepositkan energi kedalam organ yang sedang
disembuhkan dari penyakit.
Prosedur penggunaan radiofarmaka di dalam
kedokteran nuklir dapat dibagi dalam tiga
kategori:
1. Prosedur imaging atau pencitraan
2. Kajian fungsi in vivo diagnosa
3. Prosedur terapi
8. Evolving Paradigm in Medicine
Imaging
Anatomy Biochemical
Systemic Targeted
Therapy
10. Nuclear Medical Imaging System
Computer System
(analysis of information of
PET,SPECT radiactivity distribution)
(External Detecting
system of Radiation)
Image of
radioactivity
distribution
Radiopharmaceutical (Emitted Radiation:
(Biological active penetrate the body)
molecule labeled with Radionuclide emits radiation
a gamma-emitting
radioisotopes*) Distribute to
target tissues
* 11C、13N、 PET,SPECT
15O、18F、
99mTc、
111In、67Ga、
123I
Non-invasive vizualization of
biochemical and physiological
functions in vivo.
11. Prosedur imaging memberikan informasi diagnosa atas
dasar pola distribusi keradioaktifan di dalam tubuh.
Kajian dinamik memberikan informasi fungsional
melalui pengukuran laju akumulasi dan laju keluarnya
radiofarmaka oleh organ.
Kajian statik memberikan informasi morfologi
berkenaan dengan ukuran, bentuk, dan letak organ atau
adanya lesi yang menempati ruang, dan dalam beberapa
kasus mengenai fungsi relatif. Pola distribusi
radiofarmaka dalam suatu organ bervariasi dan
tergantung organ yang diamati dan ada atau tidak
adanya penyakit
12. Tiga jenis pengamatan melalui imaging (pencitraan):
♨Citra (image) dalam bentuk “hot spots” atau adanya
keradioaktifan yang merata (uniform) disebabkan radiofarmaka
terkonsentrasi dengan mudah di dalam organ yang sehat atau
normal, sedangkan jaringan berpenyakit menolak atau
mengeluarkan radiofarmaka tersebut dan lesion muncul dalam
bentuk citra yang “cold spots”.
Misalnya, pada penatahan (scanning) liver dengan partikel koloid bertanda radioaktif ;
setelah partikel koloid tersebut diinjeksikan, partikel berakumulasi pada sel-sel phagocytosis
yang terdapat di liver. Bila tumor atau lesi lain berada di dalam liver, maka sel-sel yang
melokalisasi koloid radioaktif akan digantikannya.
13. Tiga jenis pengamatan melalui imaging (pencitraan):
♨Citra (image) dalam bentuk “hot spots” atau adanya
keradioaktifan yang merata (uniform) disebabkan radiofarmaka
terkonsentrasi dengan mudah di dalam organ berpenyakit atau
lesion, sedangkan jaringan yang sehat atau normal menolak atau
mengeluarkan radiofarmaka tersebut sehingga citra muncul
sebagai “cold spots”.
Misalnya, penatahan otak dengan menggunakan radiofarmaka yang ditolak oleh `blood-
brain-barrier`. Bila otak tersebut berpenyakit sehingga `blood-brain-barrier` menjadi rusak,
maka radiofarmaka dapat meninggalkan ruang vascular dan selanjutnya terlokalisasi didalam
lesi.
14. Tiga jenis pengamatan melalui imaging (pencitraan):
♨Organ normal bisa mengakumulasikan radiofarmaka, tetapi
jaringan berpenyakit mampu mengakumulasikannya baik pada
tingkat yang lebih tinggi lagi bila fungsi organ berlebihan atau
meningkat, maupun pada tingkat yang lebih rendah dari pada
organ normal apabila fungsi organ menurun.
Misalnya, dalam pencitraan kelenjar thyroid (thyroid gland) dengan menggunakan iodium
radioaktif. Kelenjar thyroid dengan mudah mengakumulasikan radiofarmaka iodium-131
melalui fungsi normal, tetapi kelenjar yang sakit dengan jaringan thyroid yang hyperfunction
atau hypofunction akan menunjukkan konsentrasi radioiodium-131 yang meningkat atau
menurun.
19. PET/CT
A hybrid fusion of PET and CT.
The PET/CT give a fusion of anatomic and functional data.
20. Fusion Image
A hybrid fusion of PET and CT.
Functional Image Anatomical Image “Fusion” Image
(PET) (CT) (PET/CT)
PET/CT bisa mengatasi resolusi ruang (spatial resolution) yang rendah dari PET imaging.
Sehingga akumulasi keradioaktifan dapat dideteksi dari lesi yang sangat kecil secara anatomi
21. X-ray CT and SPECT Image
Planar Image
ventral
ventral
R dorsal L Transaxial Image
R dorsal L
With X-ray CT, no radiological change was found in medium injected right tibia. In
contrast, bone destruction was found in MRMT-1 cell injected left tibia 21 days
after inoculation. With SPECT study, 186Re-MAG3-HBP accumulated in the left tibia
around the inoculated site of tumor cells.
22. Telaah Fungsi In Vivo
Mengukur fungsi suatu organ atau system didasarkan
atas absorpsi, pengenceran (dilution), pemekatan, atau
ekskresi keradioaktifan setelah pemberian radiofarmaka.
Radiofarmaka sendiri harus tidak mempengaruhi, dalam cara apapun,
fungsi sistim organ yang sedang diukur.
Cara ini tidak memerlukan pencitraan, tetapi analisis dan interpretasi
didasarkan atas pencacahan keradioaktifan yang muncul baik secara
langsung dari organ-organ yang berada di dalam tubuh atau dari cuplikan
darah atau urin yang dicacah secara in vitro.
23. Telaah Fungsi In Vivo (beberapa contoh)
• Telaah uptake iodium radioaktif untuk mengkaji fungsi kelenjar
thyroid sebagaimana ditentukan dengan pengukuran eksternal
prosentase dosis radioidium yang diambil oleh kelenjar vs.
waktu.
• Penentuan volum darah keseluruhan dengan mengukur
pengenceran dari sejumlah tertentu sel darah merah bertanda
51Cr yang diinjeksikan secara intravena dalam suatu volum sel
merah.
• Pengkajian tak langsung absorpsi vitamin B12 dari
gastrointestinal tract dengan mengukur fraksi vitamin B12
bertanda 57Co yang diberikan secara oral yang diekskresikan di
dalam urin dalam perioda waktu tertentu (Schilling test).
25. Internal Radiation Therapy with 131I-MIBG
(before Treatment) (after Treatment)
The defuse accumulation of radioactivity No accumulation of radioactivity was
was observed in the lung area. observed in the lung area.
26. Struktur Atom
Atom merupakan partikel terkecil dari suatu unsur
yang memiliki sifat-sifat unsur
K
Z/N L
M
Teori Bohr:
atom tersusun dari inti atom dan satu atau lebih
elektron bergerak mengitari inti atom di dalam orbit
energi yang berbeda
inti atom (nucleus) tersusun terutama dari proton dan
neutron disebut nukleon
jmlh elektron suatu unsur = jmlh proton
27. Struktur Inti
Inti atom: Berat proton = 1.6724 x 10-27 kg
proton nukleon 1.00727 amu
neutron
Berat neutron = 1.6747 x 10-27 kg
1.00866 amu
Jumlah elektron atom netral = jumlah proton yang berada di dalam inti atom
tsb.
Z = nomor atom Misal: inti alumunium stabil
= jumlah proton di dalam memiliki jumlah proton 13 (Z) dan
inti atom
jumlah neutron 14 (N), maka nomor
A = nomor massa massa (A) alumunium adalah 27 dan
= jumlah nukleon di dalam nomor atomnya (Z) adalah 13
inti atom
=Z+N
28. Terminologi
Nuklida adalah sebutan umum untuk setiap inti atom, baik inti yg stabil
maupun tidak stabil atau radioaktif, yang dicirikan dengan nomor atom (Z)
dan nomor massa (A) tertentu: AX
Z
52
Misal:
25 Mn
Bila nuklidanya tidak stabil atau radioaktif maka sering disebut sebagai
radionuklida.
Nuklida-nuklida yang memiliki nomor atom atau jumlah proton yang sama
disebut isotop dan nuklida-nuklida tersebut memiliki sifat kimia yang sama
karena memiliki jumlah elektron yang sama. Isotop yang tidak stabil atau
radioaktif disebut radioisotop.
Misalnya:158O , 8O , 178O dan 188O
16
29. Terminologi
Nuklida-nuklida yang memiliki jumlah neutron yang sama tetapi memiiki
nomor atom yang berbeda disebut isoton.
59 60 61 64
Misalnya: 26 Fe , 27 Co 28 Ni
, dan 29 Cu
masing-masing memiliki 33 neutron
Nuklida-nuklida dengan jumlah nukleon yang sama atau dengan nomor massa
(A) yang sama, tetapi jumlah proton dan neutron berbeda atau nomor atom
berbeda disebut isobar.
67
Misalnya:67 Cu , 67 Zn , 67 Ga dan 32 Ge
masing-masing memiliki
29 30 31
nomor massa yang sama 67
Nuklida-nuklida yang memiliki jumlah proton dan neutron yang sama tetapi
memiiki tingkat energi dan spin yang berbeda disebut isomer.
99m 99
43 Tc
Misalnya: dan 43 Tc merupakan isomer dari nuklida yang sama
30. Model Inti
Model tetesan cairan:
inti dianggap berbentuk “spheric” dan tersusun dari nukleon yang
dikemas berdekatan
partikel yang dipancarkan dari dalam inti mirip seperti penguapan
molekul-molekul dari suatu tetesan cairan
Dengan teori ini dapat dijelaskan kerapatan inti, energi ikat, energetik
partikel yang dipancarkan inti, dan pembelahan inti berat
Model kulit:
nukleon di dalam inti atom ditata di dalam kulit energi seperti konfigurasi
elektron yang ditata di dalam kulit atom berdasarkan teori Bohr. Inti yang
mengandung 2, 8, 20, 50, 82, atau 126 proton atau neutron merupakan inti
sangat stabil. Jumlah nukleon tersebut disebut bilangan magik.
31. Kestabilan Inti
Inti stabil umumnya jumlah proton genap dan neutron genap
Inti kurang stabil jumlah proton ganjil dan jumlah neutron ganjil
Angka-banding (ratio) jumlah neutron terhadap jumlah proton:
N Salah satu indeks pendekatan utk kestabilan nuklida
Z
= 1 untuk nuklida stabil dengan nomor atom rendah,
misalnya 126C , 16 O dan 147N
8
Diatas Z=20, nilai N/Z akan semakin tinggi dengan semakin
127
naiknya nomor atom dari inti atom. Misalnya N/Z = 1.40 untuk 53 I
dan 1.54 untuk 208 Pb
82
32. 100
90
80
70
60
50
Z
40
30
20
10
0
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130
N
Bila suatu inti memiliki nilai N/Z berbeda dengan nilai N/Z inti stabil,
maka inti atom tersebut merupakan inti yang tidak stabil dan selanjutnya
inti akan mengalami peluruhan (decay) dengan memancarkan partikel
atau melalui tangkapan elektron
33. Kestabilan Inti
Massa inti (M) selalu lebih kecil dari pada massa gabungan
nukleon (A) yang berada di dalam inti tersebut
Defek massa = M - A
Defek massa digunakan sebagai energi untuk mengikat semua
nukleon yang ada di dalam inti, dan energi ini disebut energi ikat
atau binding energy
Kestabilan suatu nuklida dipengaruhi oleh tatanan struktural nukleon
dan energi ikat nukleon
Kriteria kestabilan: Nilai N/Z nuklida stabil
radionuklida meluruh untuk mencapai nilai
N/Z nuklida stabil sedekat mungkin
34. Peluruhan radioaktif
pemancaran dan penjalaran (propagation) energi
Radiasi melalui ruang, dalam bentuk partikel atau gelombang
elektromagnetik
Inti tidak stabil berupaya mencapai keadaan stabil dengan cara
pembelahan (fission) spontan, memancarkan partikel partikel
atau foton- , atau tangkapan elektron (electron capture)
Peluruhan radioaktif dengan memancarkan partikel atau tangkapan
elektron akan menyebabkan perubahan nomor atom; peluruhan dengan
memancarkan foton tidak mengalami perubahan.
35. Peluruhan radioaktif
Karena itu radionuklida dapat meluruh (decay) melalui salah
satu atau kombinasi dari lima proses berikut:
-, +,
peluruhan , peluruhan peluruhan tangkapan elektron,
atau transisi isomerik
Dalam semua proses peluruhan berlaku kekekalan energi,
massa, dan muatan radionuklida.
36. Peluruhan
Terjadi terutama untuk radionuklida yang lebih berat dari pada Pb,
misalnya radon, uranium, neptunium, dst.
Partikel merupakan inti helium yang mengandung dua proton dan
4
dua neutron yang terikat bersama-sama, 2He
Dalam peluruhan nuklida induk mengalami pengurangan nomor atom,
2 satuan, dan pengurangan nomor massa, 4 satuan.
Contoh: 235
U 231
Th 4
92 90 + 2He
Transisi bisa diikuti dengan pemancaran sinar
Partikel merupakan partikel monoenergetik, dan jangkauannya
(range) di dalam materi sangat pendek, yaitu dalam orde 10-6 cm.
37. Peluruhan
Peluruhan terjadi bila inti memiliki neutron yang berlebih, “neutron
rich” N/Z >> dibandingkan dengan inti stabil
Dalam peluruhan , neutron secara esensial meluruh menjadi proton,
partikel dan antineutrino ( -)
n p + +
Antineutrino merupakan partikel tanpa massa dan muatan; keberadaannya
merupakan persyaratan yang diperlukan untuk kekekalan energi
Partikel yang dipancarkan memiliki energi yang bervariasi, mulai dari 0
sampai energi peluruhan (decay energy). Energi peluruhan adalah perbedaan
energi antara nuklida induk dan nuklida anak.
38. Peluruhan
Energi yang dibawa antineutrino merupakan selisih energi partikel dan
decay energy.
Peluruhan bisa diikuti dengan pemancaran sinar Setelah peluruhan
Z nuklida anak bertambah 1 lebih besar dari Z nuklida induk.
Contoh: 131
I 131
Xe
53 54 + +
59 59
Fe Co + +
26 27
99 99m
Mo Tc + +
42 43
Bremsstrahlung sinar-x yang terjadi akibat interaksi antara
partikel dengan medium sekitarnya. Kebolehjadian terbentuknya
bremsstrahlung makin tinggi dengan semakin tinggi energi partikel
dan Z medium
40. Peluruhan atau positron
Terjadi bila inti miskin neutron atau kaya proton
memiliki nilai N/Z < dibandingkan dengan inti stabil
Setelah pemancaran partikel , nuklida anak memiliki Z < satu satuan
dari pada Z nuklida induk. Pemancaran partikel disertai pemancaran
neutrino ( )
Pada akhir lintasannya, positron bergabung dengan elektron dan terjadi anihilasi yang
disusul dengan muncul dua foton, masing-masing dengan energi 511 keV, dalam arah
berlawanan. Foton tersebut dinyatakan sebagai radiasi anihilasi.
511 keV 511 keV
e+e-
Pemancaran positron terjadi apabila perbedaan energi nuklida induk dan
nuklida anak > 1,02 MeV
41. Peluruhan atau positron
Dalam peluruhan , proton berubah menjadi neutron yang disertai
dengan pemancaran partikel dan neutrino
p n +
Contoh: 18
F 18
O
9 8 + +
64 64
Cu Ni + +
29 28
52 52
Fe Mn + +
26 25
42. Tangkapan elektron (EC)
Alternative dari peluruhan
Penangkapan elektron dari kulit atom bagian dalam
(elektron kulit K) K capture
Mentransformasikan proton menjadi neutron disertai dengan
pemancaran neutrino
Diikuti pengisian elektron dari kulit luar, Sinar x
misalnya kulit L atau M
Keboleh-jadian tangkapan elektron bertambah dengan semakin besar nomor
atom, karena kulit elektron semakin mendekat inti
43. Transisi isomerik (IT)
Inti atom dapat berada dalam beberapa keadaan tereksitasi diatas keadaan
dasar. Semua keadaan tereksitasi dinyatakan sebagai keadaan isomerik
yang bisa meluruh ke keadaan dasar dalam masa beberapa piko-detik . Bila
keadaan isomerik berumur lama maka dinyatakan sebagai keadaan
metastabil.
99m
Tc (6,02 jam)
43 142 keV
140 keV
sinar-
99
Tc (2,12 x 105 tahun)
43
44. Proses konversi internal
Elektron konversi memiliki energi:
sinar-x Ec= E - EB
e - Elektron konversi E dan EB masing-masing
adalah energi sinar- dan
energi ikat elektron yang
sinar- terlempar
Proses konversi internal merupakan alternatif dari proses transisi isomerik.
Perbandingan jumlah elektron konversi dan jumlah foton yang teramati
dinyatakan sebagai koefisien konversi
Ne
N
Makin besar nilai maka makin kecil jumlah foton yang teramati.
Kebolehjadian konversi internal lebih tinggi untuk foton energi rendah.
45. Persamaan peluruhan keradioaktifan
Radionuklida nuklida tidak stabil
- memancarkan partikel
- memancarkan foton
- tangkapan elektron
Peluruhan radionuklida merupakan proses acak (random) artinya kita tidak dapat
menyatakan atom yang mana dari sekelompok atom yang akan meluruh pada waktu yang
spesifik, tetapi kita hanya bisa menyatakan jumlah rata-rata radionuklida yang akan
mengalami disintegrasi selama perioda waktu tertentu.
Jumlah disintegrasi per satuan waktu, -dN/dt, suatu radionuklida pada setiap saat adalah
sebanding dengan jumlah total radionuklida yang berada pada saat tersebut.
dN
N
dt
46. Persamaan peluruhan keradioaktifan
dN
N (1)
dt
N adalah jumlah radionuklida dan adalah tetapan peluruhan yang
didefenisikan sebagai kebolehjadian disintegrasi per satuan waktu untuk
suatu radionuklida tunggal
Persamaan (1) bila diintegralkan:
dN
dt
N
ln N t tetapan integrasi (2)
N jumlah inti pada waktu t dan bila t = 0 maka jumlah inti N0, sehingga
ln N 0 tetapan integrasi
47. Persamaan peluruhan keradioaktifan
Persamaan (2) disusun kembali:
ln N t ln N 0
N
ln t
N0
N t
N0
e
t
N N 0e (3)
Dalam proses peluruhan jumlah N inti akan berkurang secara eksponensial
dengan semakin lamanya waktu
Waktu yang diperlukan agar N berubah setengahnya dinyatakan sebagai
waktu paruh, t1/2
N 1 t1/ 2 (ln 2 ) 0 . 693 (4)
e t1 / 2
N0 2
48. Persamaan peluruhan keradioaktifan
Besaran lain yang berkaitan dengan radionuklida adalah umur rata-rata (mean
life), , yang dinyatakan dengan persamaan berikut:
1 t1 / 2
1 . 44 t1 / 2 (5)
0 . 693
Keradioaktifan (radioactivity) suatu radionuklida atau secara sederhana
dinyatakan sebagai keaktifan atau aktifitas (activity) merupakan besaran yang
sebanding dengan N, maka:
dN
A N (6)
dt
Sehingga radioaktifitas atau aktifitas suatu radionuklida pada waktu t, adalah:
t1/2
At A0 e
49. A0
A0/2
A0/4
1 2 3 4 5 6
Time (halve-lives)
Hubungan aktivitas terhadap waktu
50. 100
50
20
10
5
2
1 2 3 4 6 7
Time (half-lives)
Hubungan log Aktivitas terhadap waktu
51. Satuan radioaktifitas
Satuan radioaktifitas pada mulanya didasarkan atas laju peluruhan 1 g
radium dan dinyatakan dalam curie (Ci).
Sekarang besaran atau kuantitas setiap nuklida radioaktif dinyatakan dalam
jumlah disintegrasi per detik (dps atau dis s-1)
1 dps = 1 dis s-1 = 1 becquerel = 1 Bq dalam satuan SI
1 Bq = 1 x 10-3 kBq (kilobecquerel) = 1 x 10-6 MBq (megabecquerel)
1 Ci = 3.70 x 1010 dps = 3.7 x 1010 Bq
= 2.22 x 1012 (disintegrasi per menit )
1 milicurie (mCi) = 3.7 x 107 dps = 3.7 x 107 Bq
= 2.22 x 109 dpm
1 mikrocurie (mCi) = 3.7 x 104 dps = 3.7 x 104 Bq
= 2.22 x 106 dpm
52. Satuan radioaktifitas
Konsentrasi keradioaktifan suatu radionuklida dinyatakan sebagai besarnya keaktifan
atau keradioaktifan radionuklida tersebut persatuan volum.
Misalnya Ci/ml, mCi/ml, Bq/ml, kBq/ml, dst.
Keaktifan jenis (specific activity) adalah besaran keaktifan radionuklida yang dinyatakan
sebagai besarnya keradioaktifan per satuan massa .
Misalnya Ci/g, mCi/g, Bq/g, kBq/mol, dst.
rad adalah ukuran kuantitatif absorbsi energi radiasi biasanya disebut dosis radiasi
Dosis radiasi 1 rad = 100 erg g-1
Dosis radiasi dalam sistim SI dinyatakan dalam gray (Gy)
1 Gy = 1 J kg-1 = 100 rad
Paparan radiasi (radiation exposure) dinyatakan dalam roentgen ( R ), yaitu besarnya radiasi
sinar-x atau yang menimbulkan pasangan ion per gram udara.
1R terjadinya 1.61 x 1012 pasangan ion akibat serapan energi 84 erg per gram udara
53. Contoh perhitungan:
Hitung jumlah total atom dan massa total 131I yang berada di
dalam 5 mCi 131I dengan waktu paruh t1/2 = 8 hari
0 . 693
untuk 131I 1 . 0 x 10 - 6 s -1
8 x 24 x 60 x 60 s
7
A 5 x 3.7 x 10 dps
W
A N N Avogadro
BA
A 1 .85 x 10 8 dps
N -6 -1
1 . 85 x 10 14 atom
1 x 10 s
Massa total 131I di dalam 5 mCi:
A x BA
W
x N Avogadro
8
1 . 85 x 10 (dps) x 131 (g/atom)
40 . 3 x 10 - 9 g 40.3 ng
1 x 10 - 6 ( s -1 ) x 6.02 x 10 23
54. Contoh perhitungan:
Pada jam 11.00 pagi di suatu hari tertentu hasil pengukuran keradioaktifan 99mTc
menunjukkan 9 mCi. Berapa keradioaktifan pada jam 8.00 pagi dan pada jam
4.00 sore di hari yang sama? (t1/2 untuk 99mTc adalah 6 jam)
Keradioaktifan pada jam 8.00 pagi menunjukkan keradioaktifan lebih awal 3
jam dari keradioaktifan hasil pengukuran pada jam 11.00 pagi, maka:
0 . 693
0 . 1155 jam -1
t1/2
6 jam
At A0 e
-1
0 .1155 (jam ) x 3 (jam)
At Apd jam 11 9 mCi A0 e
-1
0 . 1155 (jam ) x 3 (jam)
A0 Apd jam 8 9 (mCi) x e 12 . 7 mCi
Aktivitas pada jam 4.00 sore:
A0 Apd jam 11 9 mCi
t1/2 0 . 1155 (jam -1 ) x 5 (jam)
At Apd jam 4 sore A0 e 9 (mCi) x e 5 . 05 mCi
55. Persamaan umum peluruhan
Jika radionuklida A meluruh menjadi radionuklida B, dan selanjutnya
radionuklida B meluruh menjadi radionuklida lain C, A B C,
maka laju pertumbuhan B dinyatakan sbb:
dN B
A NA B NB (7)
dt
Bila persamaan diatas diintegrasikan dan dinyatakan dalam aktivitas
radionuklida B:
0
B A NA At Bt o Bt
AB B NB (e e ) A e
B (8)
B A
t
Bila B > A,, dengan kata lain (t1/2)B < (t1/2)A, maka e dapat diabaikan dibandingkan
B
At
dengan e dan bila t cukup besar, maka aktivitas radionuklida B:
0 t
t B A NA At B AA (9) hubungan ini disebut
A B (e )
B A B A kesetimbangan transient
56. Persamaan umum peluruhan
Kesetimbangan transient berlaku apabila (t1/2)A dan (t1/2)B berbeda dengan
faktor 10-50. Misalnya 99Mo (t1/2 = 67 jam) meluruh menjadi 99mTc (t1/2 = 6
jam).
Contoh soal: Yttrium-87 (t1/2 = 80 jam) meluruh menjadi 87mSr (t1/2 = 2.53
jam). Aktivitas cuplikan murni 87Y dikalibrasi pada tengah hari di hari
Rabu dan diperoleh aktivitas sebesar 300 mCi. Hitung aktivitas 87mSr pada
jam 6 sore di hari Rabu dan hitung juga aktivitas 87mSr pada jam 6 sore di
hari Kamis.
jam = 0.0087 jam-1; jam = 0.2449 jam-1
B 0 . 2449 0
1 . 0368 A A 300 mCi
B A 0 . 2449 0 . 0087 -1
At 0 . 0087 (jam ) x 6 jam
t= 6 jam dari tengah hari s/d e e 0 . 9491
-1
jam 6 sore e Bt
e 0 . 2449 (jam ) x 6 jam
0 . 2301
57. Contoh soal:
Aktivitas 87mSr pada jam 6 sore di hari Rabu adalah:
t
A B 1 . 3068 x 300 (mCi) x (0.9491 - 0.2301) 223.6 mCi
Aktivitas 87mSr pada jam 6 sore di hari Kamis adalah:
t = 30 jam
t 0 .0087 ( jam -1 ) x 30 (jam)
A A 300 (mCi) x e 231.1 mCi
Dengan menggunakan persamaan (9), maka aktivitas 87mSr :
t
AB 1.0368 x 231.1 (mCi) 239.6 mCi
58. Persamaan umum peluruhan
Apabila B >> A , artinya waktu paruh radionuklida induk jauh lebih
besar dari pada waktu paruh radionuklida anak, maka A dalam
persamaan (9) dapat diabaikan, sehingga:
t t
A B A A
(10) kesetimbangan sekuler
Persamaan (10) berlaku apabila perbedaan waktu paruh radionuklida induk dan
waktu paruh radionuklida lebih besar dari faktor 100
Contoh yang khas dari kesetimbangan sekuler ditunjukkan oleh radionuklida
137Cs (t 137mBa (t
1/2 = 30 tahun) yang meluruh menjadi radionuklida anak 1/2 =
2.6 menit).
59. Reaksi Inti
Reaksi inti merupakan proses dimana suatu inti bereaksi dengan suatu inti
yang lain atau dengan suatu partikel elementer atau dengan suatu foton dalam
orde waktu 10-12 detik atau lebih kecil lagi untuk menghasilkan satu atau lebih
inti lain dan mungkin disertai dengan partikel lain.
Dalam reaksi inti, bisanya inti yang lebih berat sebagai reaktant dalam
keadaan diam dan reaktan lain dalam bentuk inti lebih ringan atau partikel
digerakan untuk menumbuk inti yang berat. Inti yang diam disebut target atau
sasaran dan partikel yang bergerak disebut partikel penembak atau partikel
datang. Notasi yang digunakan dalam reaksi inti analog dengan notasi yang
digunakan dalam reaksi kimia biasa.
14 4 17 1
N + 2 He O + 1H
7 8
target partikel penembak
60. 14 4 17 1
N + 2 He O + 1H
7 8
target partikel penembak
9n
8p
2n 7n 9n
2p 7p 9p
p
61. Reaksi Inti
14 17
Notasi secara ringkas: N( p) O
4 1
proton,
2 He 1H
27 4 30 1
Al + 2 He P + 0n
13 15
27 30
Al ( n) P
139 12 147 1
La + 6C Eu + 4 0n
57 63
139 12 147
La ( C, 4n) Eu
62. Produksi Radionuklida
Hampir semua radionuklida yang disiapkan sebagai radiofarmaka untuk
keperluan kedokteran nuklir merupakan radionuklida buatan atau
radionuklida sintetis.
Berdasarkan cara produksinya, radionuklida untuk keperluan
kedokteran nuklir dapat dikategorikan:
- radionuklida hasil produksi reaktor
- radionuklida hasil produksi siklotron
- radionuklida hasil generator
- radionuklida hasil pembelahan inti (fission product)
63. Produksi Radionuklida dengan reaktor
Reaktor merupakan sumber neutron thermal dan neutron cepat yang
digunakan di dalam reaksi inti untuk memproduksi suatu radionuklida.
Reaksi inti antara inti target dengan neutron disebut reaksi aktivasi neutron
atau reaksi tangkapan neutron (neutron capture).
Contoh reaksi dengan neutron thermal:
98Mo (n, ) 99Mo
50Cr (n, ) 51Cr
Contoh reaksi dengan neutron cepat:
32S (n, p) 32P
27Al (n, ) 24Na
67. Produksi Radionuklida dengan reaktor
Efisiensi hasil reaksi (yield) inti dengan reaktor tergantung:
- fluks neutron di dalam reaktor (n/sec/cm2)
- tampang lintang tangkapan neutron (nuclear capture cross section )
- jumlah atom sasaran
- peluruhan produk setelah terbentuk
- lamanya irradiasi
- pengkayaan isotop dari target
Besarnya radioaktivitas yang diperoleh dinyatakan dengan persamaan
berikut:
t irr
At N (1 e )
W t irr
N Avg k (1 e ) (11)
Aw
dimana adalah fluks neutron, n s-1cm-22
68. Produksi Radionuklida dengan reaktor
N = jumlah atom target atau sasaran
= tampang lintang (cross-section) pembentukkan radionuklida dinyatakan
dalam satuan barn; 1 barn = 10-24 cm2
= tetapan peluruhan dinyatakan dengan 0.693/t1/2 (detik-1 atau jam-1)
tirr = lamanya iradiasi (detik atau jam)
W = berat bahan yang diiradiasi (gram)
Aw = berat atom unsur yang diiradiasi
k = kelimpahan nuklida target
NAvg = bilangan Avogadro = 6.02 x 1023
t irr
(1 e ) disebut faktor kejenuhan (saturation factor) dan
mendekati nilai = 1 apabila tirr kira-kira sama
At N dengan 4-5 kali waktu paruh
W
N Avg k
Aw
72. Produksi Radionuklida dengan siklotron
Siklotron merupakan sumber proton, deuteron, dan partikel bermuatan lain
yang memilliki energi tinggi. Berbagai reaksi bisa terjadi, misalnya (d, n),
(p, pn), (p, n), (p, ), dst. Terjadi perubahan nomor massa (A) dan/atau
nomor atom (Z), karena itu biasanya terbentuk unsur yang berbeda.
Misalnya: 18O(p, n) 18F
14N(d, n) 15O
123Te(p, n) 123I
55Mn(p, 4n) 52Fe
Yield radionuklida yang dihasilkan siklotron tergantung:
- jumlah atom sasaran
- energi partikel
- peluruhan produk setelah terbentuk
- lamanya irradiasi
- pengkayaan isotop target
74. Siklotron (Cyclotron)
Holow Electrodes (Dees)
Vacuum Sumber ion
Magnet 1
Dee 1 Dee 2 Deflector
Magnet 2
Target
~
Oscillator
Tampak Samping Tampak Atas
77. Produksi Radionuklida dengan siklotron
Prinsip produksi:
berkas partikel bermuatan, hasil dari percepatan ion yang mengitari lingkaran
yang semakin melebar melalui penggunaan medan magnetik untuk mengenda-
likannya dan arus listrik untuk mempercepatnya, ditumbukkan ke inti target.
Inti produk dan target dipisahkan dengan berbagai tehnik pemisahan kimia. .
Besarnya radioaktivitas yang diperoleh dinyatakan dengan persamaan
berikut:
tirr
At IN (1 e )
W t irr
I N Avg k (1 e ) (12)
Aw
I adalah intensitas partikel penembak (jumlah partikel/cm2 detik). I sering
dinyatakan dalam bentuk arus berkas partikel ( A).
82. Contoh soal:
Untuk menyiapkan radionuklida 24Na yang memiliki waktu paruh 15 jam,
maka sebanyak 5 gram Na2CO3 ditimbang dan dimasukkan kedalam ampul
kwarsa, kemudian dimasukkan kedalam reaktor untuk diiradiasi dengan
neutron yang mempunyai fluks 10-12 cm-2 det-1. Kelimpahan 23Na dialam
adalah 100%. Berapa radioaktivitas 24Na yang diperoleh bila target Na2CO3
yang berada dalam ampul kwarsa tersebut diiradiasi selama 60 jam.
Jawab: 23Na (n, ) 24Na
W
N x N Avog x k
Aw
2 x 5 (gram) 23
x 6.02 x 10 (atom/mol) x 1
106 (gram/mol)
5.68 x 10 22 (atom)
83. Contoh soal:
t irr
At N (1 e )
10 12 (n cm - 2 det -1 ) x 5.68 x 10 22 (atom)
0 .693
x 60 (jam)
x 0.53 x 10 - 24 (cm 2 ) x (1 e 15 (jam)
)
2.8 x 10 10 dps
2.8 x 10 10 dps 10
7 . 57 Ci
3.7 x 10 dps/Ci
Hitung keradioaktifan 111In yang dihasilkan dari irradiasi 1 gram 111Cd
dengan menggunakan berkas proton yang memiliki arus 1 mikroampere
( A) di dalam suatu siklotron selama 10 jam. Diketahui 111In memiliki
waktu paruh 2.8 hari dan penampang lintang reaksi 111Cd (p, n)111In
adalah 1 barn.
Jawab: 1 ampere (A) = 1 coulomb (c)/detik; 1 proton akan membawa
muatan 1.6 x 10-19 C. Karena itu jumlah proton di dalam 1 A adalah
(1 x 10-6)/(1.6 x 10-19), sehingga:
84. 1 x 10 - 6
I -19
6 . 25 x 10 12 proton/(cm 2 det)
1.6 x 10
1
N x 6.02 x 10 23 5 . 42 x 10 21 atom 111 Cd
111
0.693
2 . 86 x 10 - 6 det -1 untuk 111
In
2.8 x 24 x 60 x 60
t 10 x 60 x 60 3.60 x 10 4 det.
Dengan menggunakan persamaan (12), maka
12 21 - 24 ( 2 . 86 x 10 -6 x 3.6 x 10 4 )
At 6 .25 x 10 x 5.42 x 10 x 10 x (1 - e
3.39 x 10 10 x (1 - 0.9022)
3.32 x 10 9 dps
3.32 x 10 9 dps
89 . 7 mCi
3 . 70 x 10 7 dps/mCi
85. Generator Radionuklida
Suatu sistem yang mengandung campuran radionuklida induk dan radionuklida
anak yang berada dalam kesetimbangan dan dirancang untuk menghasilkan
radionuklida anak yang terpisah dari radionuklida induknya.
Tujuan utama:
pengadaan suatu radionuklida tertentu, umumnya radionuklida berumur
pendek, di tempat pemakai karena terbatasnya waktu pengiriman dari
produsen ke pemakai.
Karena itu waktu paruh radionuklida induk yang berada di dalam generator
harus cukup lama dibandingkan dengan waktu yang diperlukan untuk
pengiriman generator tersebut ke tempat pemakai.
93. Sistem Generator yang ideal
1. Radionuklida anak yang dihasilkan generator harus steril dan bebas pyrogen
karena akan digunakan untuk keperluan klinis
2. Sifat kimia radionuklida anak harus berbeda dengan sifat kimia radionuklida
induk agar pemisahan dapat dilakukan. Umumnya pemisahan dilakukan
secara kromatografi.
3. Generator harus dapat dielusi dengan larutan salin 0.9% dan harus tidak
terjadi reaksi kimia. Intervensi manusia harus seminimal mungkin untuk
meminimalkan dosis radiasi terhadap operator.
4. Radionuklida anak harus merupakan nuklida pemancar gamma berumur
pendek dalam orde waktu paruh jam, hari.
5. Waktu paruh radionuklida induk harus cukup pendek sehingga pertumbuhan
kembali radionuklida anak setelah elusi cukup cepat, tetapi cukup panjang
untuk penggunaan praktis.
94. 6. Kimia radionuklida anak harus cocok untuk preparasi yang
menggunakan berbagai senyawa, khususnya senyawa-senyawa dalam
bentuk kit.
7. Radionuklida anak harus meluruh menjadi nuklida stabil atau
radionuklida berumur sangat panjang, sehingga dosis tambahan yang
diterima pasiendianggap tidak ada.
8. Generator memiliki perisai yang efektif, murah sehingga bisa
meminimalkan dosis radiasi terhadap pemakai.
9. Generator mudah diisi kembali.
95. Prinsip Kerja Generator 99Mo/99mTc
1. Larutan natrium [99Mo] molibdate dimasukkan kedalam kolom yang mengandung
alumina (Al2O3) yang berfungsi menahan molibdat melalui proses adsorpsi, karena
afinitas molibdat sangat tinggi.
2. Larutan salin (NaCl) 0.9% dilewatkan kedalam kolom dan natrium
[99mTc]pertehnetat akan terelusi, karena afinitas pertehnetat terhadap alumina
sangat rendah.
3. Larutan pertehnetat ditampung dalam suatu vial vakuum dan steril. Larutan
pertehnetat tersebut disebut eluat. Vial yang telah berisi larutan pertehnetat
ditentukan keradioaktifannya sebelum digunakan lebih lanjut.
4. Pengelusian dan penampungan secara kuantitatif pertehnetat erat kaitannya dengan
afinitasnya yang sangat rendah terhadap alumina, sementara molibdat memiliki
afinitas yang sangat tinggi terhadap alumina.
5. Volum elusi harus dikontrol hati-hati dalam setiap hari elusi agar konsentrasi
keradioaktifan tidak bervariasi terlalu jauh.
96. 235U(n, f)99Mo + radionuklida hasil fisi lainnya
Pemisahan radiokimia
99MoO 2-
pH 6.0 99Mo O 6- pH 4.5 99Mo O 4-
4 7 24 8 28
0.9% NaCl 99Mo pada pH 5 dimasukan ke dalam kolom alumina bermuatan
99mTc
Al2O3
86%
99Mo
99Mo
100%
14%
99Tc
Na99mTcO4 (Sodium Pertechnetate)
97. Kesetimbangan Transient Generator 99Mo/99mTc
99Mo 99mTc 99Tc
At 99mTc = A099Mo (e - 1t - e - 2t ) + A0 99mTc e- 2t
Kesetimbangan transient terjadi pada saat aktivitas 99mTc melampaui aktivitas 99Mo, kira-kira
dalam orde 48 sampai 72 jam sejak pertumbuhannya, dan pada saat tersebut nilai eksponesial
e- 2t sangat kecil sehingga dapat diabaikan dan persamaan dapat dinyatakan dalam bentuk
berikut:
At 99mTc = A099Mo e - 1t
98. Pengukuran keradioaktifan larutan eluate Generator 99mTc
dengan menggunakan Dose Calibrator
Whole vial assay method
500 mCi
10 mL
Aliquot method
1 mL Syringe = 53 mCi
- Sisa tertinggal dalam needle = -3 mCi
1 mL Eluate = 50 mCi
Aktivitas Total 50 mCi/mL x 10 mL = 500 mL
99. Contoh Soal
Suatu generator 99mTc diproduksi pada hari Jum`at dan dikalibrasi pada jam
8.00 pm terhadap 99Mo dengan aktivitas 2.5 Ci (92500 MBq). Hitung
aktivitas teoritis 99mTc di dalam generator pada hari Senin berikutnya pada
jam 8.00 am, jika tidak dilakukan elusi di hari-hari sebelumnya.
0.693
(99Mo) = = 0.0105 hr-1
65.95 hr
0.693
(99mTc) = = 0.1153 hr-1
6.01 hr
(0.86) 0.1153
(99mTc) = 2.5 Ci e-0.0105 hr-1(60 hr)
0.1153 – 0.0105
(99mTc) = (0.86) (1.1) (2.5 Ci) (0.533) = 1.26 Ci (46620 MBq)
100. Contoh Soal
Jika aktivitas 99mTc sesungguhnya berdasarkan pengukuran hasil elusi adalah
1.07 Ci (39950 MBq). Berapa efisiensi elusi?
Aktivitas yang diukur x 100 1.07 Ci x 100
Persen efisiensi elusi = = = 85%
Aktivitas teoritis 1.26 Ci
(99mTc) = = 0.1153 hr-1
(0.86) 0.1153
(99mTc) = 2.5 Ci e-0.0105 hr-1(60 hr)
0.1153 – 0.0105
(99mTc) = (0.86) (1.1) (2.5 Ci) (0.533) = 1.26 Ci (46620 MBq)
101. Contoh Soal
Jika generator 99mTc dalam soal sebelumnya dielusi kembali pada jam 1.00 pm,
berapa aktivitas 99mTc diharapkan bisa diperoleh?
Karena kesetimbangan transient belum dicapai kembali setelah elusi pertama, maka digunakan
persamaan berikut:
At 99mTc = A099Mo (e - 1t - e - 2t ) + A0 99mTc e- 2t
Aktivitas 99mTc sisa yang tertinggal di dalam kolom setelah elusi jam 8.00 :
(1.26 Ci yang tersedia) – (1.07 Ci yang telah dielusi) = 0.19 Ci (7030 MBq) yang masih tertahan
di dalam kolom
Dengan menggunakan persamaan diatas, maka aktivitas 99mTc dalam kolom pada jam 1.00 pm
adalah:
A(99mTc) = (0.86)(1.11)(1.33 Ci)(e-0.0105(5) – e-0.1153(5)) + 0.19 Ci e-0.1152(5)
A(99mTc) = 0.487 Ci + 0.107 Ci = 0.594 Ci (21978 MBq)
Karena efisiensi elusi 85%, aktivitas 99mTc yang diharapka dari eluate generator adalah:
(0.594 Ci) (0.85) = 0.505 Ci (16685 MBq)
102. Radionuklida Hasil Fisi
• Fisi inti atau pembelahan inti merupakan pemecahan inti berat menjadi dua
fragmen dengan massa yang hampir sama.
• Inti berat dimasukkan kedalam teras reaktor, maka inti berat tersebut akan
menyerap netron thermal dan selanjutnya mengalami fisi. Fisi dapat pula
diimbas di dalam suatu siklotron dengan melalui penembakan dengan partikel
bermuatan, tetapi kebolehjadian terjadinya sangat ditentukan oleh jenis dan
besarnya energi partikel penembak. Inti berat yang bisa mengalami fisi: 235U,
239Pu, 237Np, 233U, dan unsur-unsur lain yang memiliki nomor atom >92.
n
144Ba
n
90Kr
235U 236U
n
103. Radionuklida Hasil Fisi
• Nuklida hasil fisi mempunyai nomor atom berkisar dari 26 sampai
65, atau yang memiliki nomor massa antara 100 sampai 135. Produk
fisi biasanya merupakan inti „neutron rich‟ dan meluruh dengan
memancarkan -.
• Pemisahan nuklida hasil fisi bisa dilakukan dengan pengendapan,
ekstraksi pelarut, penukar ion, kromatografi, dan distilasi.
104. Radionuklida Hasil Fisi
• Radionuklida hasil fisi yang bermanfaat untuk tujuan klinis : 131I, 99Mo, 137Cs.
• Contoh reaksi fisi thermal:
235 1 236 131 102 1
92 U 0 n 92 U 52 I Y
39 3 0n
99 135 1
43 Mo 50 Sn 2 n 0
117 117 1
46 Pd 46 Pd 2 n 0
137 97 1
55 Cs 37 Rb 2 n 0
155 78 1
62 Sm 30 Zn 3 0n
156 77 1
62 Sm 30 Zn 3 0n
109. Deteksi dan Pengukuran Radiasi
Tipe instrument dan metoda yang digunakan untuk mendeteksi radiasi
dalam radiofarmasi dan kedokteran nuklir bertujuan untuk:
Menentukan jumlah keradioaktifan radiofarmaka yang diberikan ke
pasien (dosage).
Mengukur keradioaktifan yang berada di tubuh pasien yang sedang
mengalami diagnosa dan terapi dengan menggunakan radiofarmaka.
Memantau kemasan bahan radioaktif dan lingkungan kerja untuk
alasan kesehatan dan keselamatan.
Semua instrument yang digunakan untuk keperluan ini didasarkan atas
kemampuan radiasi untuk mengionisasi materi
110. Interaksi Radiasi dengan Materi
Radiasi pemancaran dan penjalaran (propagation) energi melalui ruang,
dalam bentuk partikel atau gelombang elektromagnetik
Energi radiasi yang dipancarkan dari radiofarmaka cukup untuk dapat
menyebabkan terjadinya eksitasi dan ionisasi dari atom-atom materi yang
mengalami interaksi dengan radiasi tersebut
Selama eksitasi, elektron-elektron orbital dinaikkan ke sub-orbit energi
lebih tinggi, selanjutnya memancarkan cahaya tampak dan ultraviolet bila
elektron-elektron tersebut kembali ke keadaan dasar.
Selama ionisasi, elektron-elektron dilepaskan dari atom, sehingga terjadi
pasangan-pasangan ion. Suatu pasangan ion terdiri dari satu elektron dan
satu atom bermuatan positipyang berasal dari atom yang elektronnya telah
dilepaskan.
111. Interaksi Radiasi dengan Materi
Energi rata-rata (W) yang yang diperlukan untuk menghasilkan suatu
pasangan dalam udara adalah 34 eV.
Suatu radiasi tertentu bisa menghasilkan beribu-ribu eksitasi dan ionisasi di
dalam materi, terganttung energi totalnya.
Misalnya, partikel yang memiliki energi 340 keV (340.000 eV) bila
berinteraksi dengan materi mampu menghasilkan 10.000 pasangan ion di
udara sebelum partikel tersebut berhenti bergerak.
112. Interaksi Radiasi dengan Materi
Jumlah pasangan ion yang dihasilkan per satuan panjang lintasan yang
dilalui dinyatakan sebagai ionisasi spesifik (specific ionization, SI),
sedangkan energi yang dilepaskan per satuan panjang lintasan dinyatakan
sebagai perpindahan energi linier (linear energy transfer, LET)
LET = SI x W
SI dan LET berbanding langsung dengan massa dan muatan partikel dan
berbanding terbalik dengan kecepatan partikel.
Interaksi radiasi dengan materi penting untuk dipahami
• dasar untuk deteksi dan pengukuran radiasi
• kejadian awal yang mengarah ke kerusakan biologis
dalam jaringan.
113. Interaksi Radiasi dengan Materi
Jangkauan
partikel Sinar Delta
Sumber Alfa Sumber Beta
Partikel alfa memiliki SI dan LET tinggi (karena massa dan muatan yang
tinggi), dan nilainya semakin meningkat dekat akhir lintasannya karena
partikel mengalami perlambatan sehingga meningkatkan kebolehjadian
interaksiya.
Di dalam jaringan, padatnya ionisasi dari suatu partikel alfa diikuti dengan pelepasan
energi mengakibatkan lebih tingginya kebolehjadian kerusakan biologi dibandingkan
dengan radiasi yang memiliki LET rendah. Ini merupakan alasan utama mengapa pemacar
alfa tidak digunakan untuk aplikasi diagnosa.
114. Interaksi Radiasi dengan Materi
e- e- e-
Radiasi optik e-
Sinar-X K
+ +
Sinar Delta
Elektron yang Elektron K
Elektron yang
Tingkat tereksitasi dihamburkan dihamburkan
Eksitasi Ionisasi Bremsstrahlung
Interaksi partikel beta dengan materi
Elektron-elektron yang dilepaskan dari atom oleh proses ionisasi disebut
sinar delta.
115. Interaksi Radiasi dengan Materi
Radiasi elektromagnetik atau foton dikarakterisasikan oleh frekuensi,
panjang-gelombang, dan energi berdasarkan persamaan berikut:
c hc
= E= h =
Jenis Gelombang Frekuensi* Panjang-gelombang Energi Foton
Radio 1 × 105 3× 105 cm 4.13 × 10-10 eV
3 × 1010 1 cm 1.24 × 10-4 eV
Infra-merah 3 × 1012 0.01 cm 0.0124 eV
3 × 1014 0.0001 cm (10000 Å) 1.24 eV
Cahaya tampak 4.3 × 1014 7000 Å 1.77 eV
7.5 × 1014 4000 Å 3.1 eV
Ultra-violet 7.5 × 1014 4000 Å 3.1 eV
3 × 1016 100 Å 124 eV
Sinar-X Lunak 3 × 1016 100 Å 124 eV
3 × 1018 1Å 12.4 keV
Sinar-X, sinar Gamma diagnostik 3 × 1018 1Å 12.4 keV
3 × 1020 0.01 Å 1.24 MeV
Sinar Kosmik 3 × 1020 0.01 Å 1.24 MeV
3 × 1023 0.00001 Å 1240 MeV
* gelombang/detik
116. Interaksi Radiasi dengan Materi
Radiasi elektromagnetik panjang-gelombang panjang, energi rendah,
misalnya dalam bentuk cahaya tampak, memperlihatkan sifat seperti
gelombang.
Radiasi elektromagnetik panjang-gelombang pendek, energi tinggi, seperti
sinar-X dan sinar- tidak berperilaku seperti gelombang tetapi lebih
cenderung seperti paket energi yang diskrit.
Paket energi diskrit ini disebut kuanta atau foton dan interaksinya dengan materi
sama seperti jika foton tersebut sebagai partikel-partikel kecil.
117. Tiga proses dari interaksi foton dengan materi:
Efek fotolistrik.
Hamburan Compton.
Produksi pasangan (pair production)
118. Efek fotolistrik. • Foton energi rendah (≤ 50 keV)
berinteraksi dengan elektron
E=h Fotoelektron kulit-K
KEk= h - BEk
kulit lebih dalam, biasanya kulit
e -
K, diikuti elektron keluar dari
+
orbitnya.
• Seluruh energi foton dialihkan ke electron yang ditendang keluar. Energi
kinetik elektron yang keluar = energi foton awal dikurangi energi ikat
elektron
• pasangan ion terbentuk disertai terjadi sinar-x karakteristik dan elektron
Auger akibat ionisasi yang di-sertai dengan pengisian elektron kulit dalam
oleh elektron kulit luar.
Semakin rendah energi foton (<< 50 keV), semakin tinggi Z serta kerapatan jaringan, maka akan
semakin tinggi kebolejadian interaksi dengan soft-tissue.
Tulang dengan Z=13.8, kerapatan 1.92 menyerap energi 6 kali lebih banyak dari soft-tissue (Z
rata-rata 7.4, kerapatan = 1).
Radionuklida seperti 125I (30 keV), tidak baik untuk `diagnostic imaging`, karena foton diserap
jaringan cukup tinggi melalui efek fotolistrik.
119. Hamburan Compton
e- • Foton energi > 50 keV berinteraksi
KEm= h – h `
E=h dengan elektron kulit lebih luar yang
E=h ` terikat lemah. Elektron keluar orbit dan
suatu pasangan ion terbentuk.
+
• Sebagian energi foton dialihkan ke electron yang keluar orbit, tergantung dari
sudut hamburan ( ). Sisa energi dibawa foton terhambur. Energi kinetik elektron
= selisih energi foton datang dengan energi foton terhambur
• Interaksi berlanjut oleh foton sekunder atau foton terhambur Compton, sampai
akhirnya energi foton diserap melalui efek fotolistrik.
Radionuklida untuk radiofarmaka/kedokteran nuklir memiliki energi tinggi, interaksinya
dengan jaringan diawali hamburan Compton.
Kebolehjadian interaksi Compton tergantung dari kerapatan elektron. Material kerapatan
tinggi memberikan `stopping power` lebih tinggi.
120. Produksi Pasangan
e-
0.511 MeV
+ e+ • Foton energi ≥ 1.022 MeV berinteraksi
E > 1.02 MeV
dengan medan gaya inti diikuti dengan
0.511 MeV perubahan foton menjadi 2 partikel
elektron, satu positron dan satu negatron.
• Positron akhirnya dianihilasi diluar atom menghasilkan dua foton dengan energi
masing-masing 511 keV
• Bila energi foton > 1.022 MeV, kelebihan energi didistribusikan ke partikel-
partikel sebagai energi kinetik.
Kebolehjadian produksi pasangan meningkat dengan semakin tinggin Z bahan penyerap,
karena medan gaya inti semakin meningkat dengan semakin tinggi Z.
121. Instrumentasi Deteksi Radiasi
Deteksi dan pengukuran radiasi dalam radiofarmasi dan kedokteran nuklir:
• Penting untuk tujuan proteksi radiasi
• Penting untuk pengkajian atau pengukuran keradioaktifan radiofarmaka
untuk prosedur imaging
Penggunaan peralatan deteksi radiasi yang tepat memerlukan pemahaman konstruksi
dan pengoperasianya.
Tiga metoda dasar deteksi dan pengukuran radiasi untuk radiofarmaka:
Metoda Pengumpulan Ion (Ion Collection)
Metoda Sintilasi (Scintillation)
122. Metoda Pengumpulan Ion
didasarkan atas kemampuan radiasi mengionisasi atom-atom gas,
misalnya udara, helium dan argon, yang ditempatkan dalam ruangan
tertutup.
Sumber radiasi
- - - - - - -
- + -
- -
Detektor radiasi - ++ + - i = arus
- + - -
berisi gas sederhana - - ++ -
- Elektron-elektron yang lepas
- -+ -
- - +- -
akibat ionisasi molekul gas
+ detektor berkumpul di anoda
- - - - - - pusat, arus akan dihasilkan
sebanding dengan jumlah
pasangan ion yang terjadi
Elektroda negatip akibat interaksi gas dengan
radiasi.
Elektroda positip v = tegangan
123. Metoda Pengumpulan Ion
Ionisasi Amplifikasi
sederhana gas
Daerah Geiger
Daerah Rekombinasi
Non-proporsional
Arus
Arus jenuh
Tegangan
Pasangan ion bere- Elektron primer ter- Arus naik sebanding Hampir Tegangan cukup tinggi
kombinasi, tidak ada kumpul dgn laju lebih dgn naiknya tegang- seluruh utk terjadinya peristiwa
arus yang terjadi, bila cepat dgn naiknya an akibat ionisasi se- molekul ionisasi awal dalam
tegangan tidak tegangan dan arus kunder elektron pri- gas dalam tabung, terjadi pasangan
dinaikkan jenuh dicapai sebagai mer yang bergerak chamber ion beruntun dari semua
plateau. cepat kearah anoda terionisasi molekul yang ada.
124. Metoda Pengumpulan Ion
Sesuai dengan kurva respon arus/tegangan, maka ada tiga tipe instrumen :
• Kamar ionisasi (ionization chamber)
memiliki tegangan kerja dalam rentang 50 sampai 150 volt (daerah plateau arus jenuh),
untuk mengukur sumber radioaktif intensitas medium sampai tinggi
Misal survey meter “Cutie Pie” dan dose calibrator yang digunakan untuk mengukur
keradioaktifan radiofarmaka dalam rentang mikrocurie sampai curie.
• Pencacah proporsional (proportional counter)
• Pencacah Geiger-Müller (GM)
untuk mengukur radiasi intensitas rendah, seperti survei radiasi ligkungan kerja.
Tegangan kerja alat ini biasanya ditetapkan dekat 1000 volt (daerah Geiger).
125. Radionuclide Dose Calibrator
Sealed Chamber berisi gas bertekanan, gas argon ~
12 atm untuk meningkatkan kepekaan deteksi
Isotope Corretion
Range
Selector
i→v Voltage
Amp Amp
Activity Display
Power
Supply
Tegangan kerja ~ 150 volt
Range Selector merupakan rangkaian resistor dapat
bervariasi yang mengatur instrument untuk rentang
keradioaktifan (mikrocurie, milicurie, curie) yang diukur.
127. Geiger-Müller Detector Window tipis dari mika
memungkinkan partikel dan sinar
energi rendah untuk lewat yang
Cathode Thin Window biasanya akan tertahan oleh casing
tabung yang terbuat dari logam.
++ ++ ++
- - - ---
-
- - - --
+ + ++ Sumber Radiasi
Karena tegangan kerja tabung GM cukup tinggi, radiasi
Anode yang memasuki tabung akan menghasilkan ionisasi primer
dan ion primer ini selanjutnya akan mengionisasi seluruh
gas yang ada di dalam tabung
GM Counter cocok untuk mendeteksi keradioaktifan rendah, karena itu paling
umum digunakan untuk memantau daerah kerja bila terjadi kontaminasi.
129. Metoda Scintilasi
Ada dua jenis detektor scintilasi: • Detektor scintilasi kristal padat
• Detektor scintilasi cair
Detektor sendiri merupakan medium primer untuk terjadinya interaksi dengan
radiasi. Prinsip kerja kedua jenis detektor adalah sama, kecuali material
detektor yang berbeda.
Detektor scintilasi kristal padat yang paling umum adalah kristal natrium iodida, NaI(Tl),
yang dibungkus dengan suatu casing logam, sehingga sinar dengan energi yang memadai
mampu menembus casing logam dan selanjutnya berinteraksi dengan kristal. Hal ini tidak
dapat terjadi bila radiasi merupakan radiasi partikel.
Karena itu pencacahan radionuklida pemancar partikel murni, seperti 3H dan 14C, paling
baik dilakukan dengan menggunakan scintilasi cair. Disini cuplikan yang diukur terlebih
dahulu dilarutkan atau disuspensikan dalam suatu “cocktail” scintilasi yang merupakan
campuran pelarut dan senyawa-senyawa scintilator. Semakin intim cuplikan dan “cocktail”
bercampur, semakin efisien deteksi radiasi
130. Detektor scintilasi kristal padat
Sinar-
Kristal NaI(Tl)
Scaler
Tabung Photomultiplier (PM)
Rate Meter
Pulse
Pre- Linear
Height
Amplifier Amplifier
Analyzer
High
Oscilloscope
Voltage
Computer
131. Detektor scintilasi kristal padat
Kristal NaI(Tl) photocathode photomultiplier tube
scintilasi
Sinar- Foton cahaya dynodes elektron
• Foton energi tinggi (sinar- ) yang berinteraksi dengan kristal akan memindahkan energinya ke molekul
natrium iodida melalui hamburan Compton dan interaksi fotolistrik.
• Energi elektron yang dilepaskan dari proses ionisasi hampir seluruhnya diserap dalam bentuk panas.
Bila kristal dalam bentuk natrium iodida murni, maka proses scintilasi tidak berlangsung dengan baik.
• Karena itu jika kristal diaktifkan dengan 0.1% thallium, maka beberapa elektron tereksitasi terperang-
kap disekitar atom thallium, dimana pada saat kembali ke keadaan dasar energi dilepaskan dalam
bentuk foton cahaya tampak dengan energi 3 eV dan proses ini disebut scintilasi.
132. Detektor scintilasi kristal padat
Well Counter Larutan radiofarmaka di dalam tabung
reaksi
Kristal NaI(Tl) berbentuk sumur
Electron photomultiplier tube
Perisai dari Pb
135. Spektrum Energi Gamma
Bila suatu radionuklida dicacah dengan pencacah scintilasi, kemudian laju cacahan (count rate)
diplotkan terhadap energi, maka akan diperoleh spektrum gamma.
123I 51Cr
A : 27 ~ 31 keV Te x-rays A : 320 keV gamma
B : 159 keV gamma
A B A
131I
99mTc
A : ~ 30 keV Xe x-rays
A : 140 keV gamma
B : 80 keV gamma
C : 364 keV gamma
D : 638 keV gamma
AB C D A
0 Energi (keV) 1024 0 Energi (keV) 1024
136. Detektor scintilasi cair
14CH
2NH2COOH
S* F1
RF S
F
S F1 * F2
PM Tube
e- -
Foton cahaya e
F1 F2 * e- e- Cacahan
e- pulsa
S = pelarut e-
F = material yang mengandung fluor
Photocathode Anode
138. Efisiensi Pencacahan (Counting Efficiency)
Cacahan (counts) per menit yang tercatat suatu instrument dibagi oleh
disintegrasi per menit (dpm) yang terjadi di dalam cuplikan yang sedang
dicacah.
cpm
Efisiensi =
dpm
• Efisiensi diri detektor yang dipenga-
Faktor utama yang ruhi oleh jenis radiasi dan energinya,
mempengaruhi efisiensi: dan ukuran serta komposisi detektor.
• Faktor geometri
Detektor NaI bidang datar
Efisiensi diri (intrinsic) adalah jumlah radiasi yang
berinteraksi di dalam detektor dibagi dengan jumlah
radiasi yang datang ke detektor
Net cpm
Efisiensi =
Detektor NaI tipe sumur (Source Ci)(2.26 x 106 dpm/ Ci) (kelimpahan foton)
139. Contoh:
1.0 Ci (37 kBq) gas 133Xe yang berada di dalam vial 3 ml dicacah dengan
menggunakan pecacah scintilasi sehingga diperoleh hasil cacahan bersih sebesar 486508
cpm. Diketahui kelimpahan foton gamma energi 81 keV dari 133Xe adalah 36%. Hitung
efisiensi pencacahan dengan meggunakan pencacah scintilasi tersebut.
486508 cpm
Efisiensi = = 0.61
(1.0 Ci) (2.26 x 106 dpm/ Ci) (0.36)
Jika kita mengetahui efisiensi detektor suatu radionuklida tertentu dalam geometri tertentu,
maka keradioaktifan sumber dapat ditentukan sebagai berikut:
Net cpm
Aktivitas ( Ci) =
(Efisiensi) (2.26 x 106 dpm/ Ci) (kelimpahan foton)
140. Proteksi dan Risiko Radiasi
Dua faktor utama berkaitan dengan pengukuran radiasi:
Ionisasi materi oleh radiasi Berhubungan langsung dengan
Energi radiasi yang diserap (absorbsi) oleh materi konsekuensi biologis akibat interaksi
radiasi dengan tubuh manusia
1. Satuan Ci dan Bq untuk mengukur keradioaktifan atau jumlah bahan radioaktif di dalam
suatu sumber radiasi
2. Satuan roentgen (R) untuk mengukur paparan (exposure) dari radiasi elektromagnetik.
Lewatnya radiasi sinar x dan sebesar 1R akan menghasilkan 2.082 x 109 pasangan ion
per cm3 udara pada STP
3. Satuan Rad (radiation adsorbed dose) dan Gy (gray) untuk mengukur dosis radiasi yang
diserap. Kuantitas setiap radiasi pengionisasi yang ekivalen dengan 100 erg energi yang
diserap per gram bahan penyerap (absorber).
1 R = 0.869 Rad untuk udara; 1 R = 0.96 Rad untuk jaringan
4. Satuan Rem (roentgen equivalent man) dan Sv (sievert) untuk mengukur dosis biologis
141. Proteksi dan Risiko Radiasi
Berapa banyak energi diserap
Efek biologis dari radiasi
Bagamana energi terdistribusi di dalam bahan penyerap
Jenis radiasi berbeda bisa mendepositkan jumlah energi yang sama di dalam jaringan yang
sama, tetapi pola distribusinya bisa berbeda
Kerusakan radiasi akan lebih besar terhadap sel-sel jaringan jika energi radiasi 100 erg yang
diserap terkosentrasi dibagian terkecil dari 1 gram jaringan dari pada jika 100 erg energi
didepositkan secara merata di seluruh 1 gram jaringan.
RBE (Relative Biologic Effectiveness) merupakan ukuran yang digunakan untuk menjelaskan
derajat efek biologis yang dihasilkan oleh jenis radiasi yang berbeda dengan dosis terserap
yang sama.
RBE = dosis radiasi sinar x dan dalam Rad yang diperlukan untuk menghasilkan efek
biologis tertentu dibagi dengan dosis radiasi dalam Rad setiap radiasi pengionisasi yang
diperlukan untuk menghasilkan efek biologis yang sama.
142. Proteksi dan Risiko Radiasi
RBE tergantung dari besarnya LET radiasi tertentu.
Lebih besar LET makin tinggi efek biologis dari radiasi tertentu yang diserap. Energi yang
diserap dalam jarak yang pendek akan menyebakan lebih banyak “injury” yang diterima bila
dibandingkan dengan energi yang diserap dalam jarak yang jauh.
Beberapa radiasi bisa menghasilkan lebih banyak ionisasi per panjang lintasan yang dilalui.
Radiasi demikian dikatakan memiliki ionisasi spesifik yang tinggi dan karena itu akan
mendepositkan energi yang lebih banyak dalam panjang lintasan yang sama, artinya radiasi.
memiliki LET yang tinggi.
Misalnya, 0.05 rad radiasi di dalam jaringan menghasilkan efek biologis yang sama
seperti yang ditunjukkan oleh 1 rad radiasi sinar-x atau , maka RBE radiasi adalah 20.
Bila 1 rad radiasi menghasilkan efek biologis yang sama dengan 1 rad radiasi sinar-x
atau , maka RBE radiasi adalah 1.
Dalam proteksi radiasi akan memudahkan untuk menjumlahkan kontribusi
dosis dari tipe radiasi berbeda, kemudian digunakan suatu `modifier` sebagai
faktor kualitas radiasi (Q) yang berhubungan dengan tipe dan energi radiasi
serta LET nya.
143. Proteksi dan Risiko Radiasi
Dalam radiofarmasi dan kedokteran nuklir, paparan radiasi eksternal (external exposure) yang
menjadi perhatian utama adalah yang berkaitan dengan pemancaran sinar- dan sinar-x,
karena kemampuannya untuk menembus jaringan dan menyebabkan ionisasi.
Lain halnya dengan radiasi partikel, paparan eksternalnya terhadap tubuh sedikit memberikan
efek berbahaya, karena partikel dan mudah diserap oleh udara atau oleh beberapa mm
lapisan kulit. Meskipun demikian, beberapa pemancar energi tinggi, seperti 32P (1.7 MeV),
90Y (2.28 MeV), dan 89Sr (1.46 MeV) dapat memiliki ancaman eksternal karena jangkauannya
(range) di udara maupun jaringan cukup tinggi.
Sumber potensial paparan radiasi internal (internal radiation exposure)
adalah ingestion makanan atau air terkontaminasi dan inhalation
radionuklida yang ada diudara.
Tiga hal yang sangat penting perlu diperhatikan untuk proteksi radiasi dari
paparan esternal radiasi- adalah: 1. Waktu
2. Jarak
3. Perisai (shielding)
144. Proteksi dan Risiko Radiasi
• Waktu Paparan
Lebih singkat waktu paparan, lebih rendah dosis radiasi yang akan diterima. Ini artinya bahwa
bekerja dengan bahan radioaktif harus direncanakan dengan baik dan dilaksanakan secepat
mungkin, terutama bila bekerja dengan sumber radiasi tanpa dilengkapi perisai.
• Jarak
Mempertahankan jarak sepraktis mungkin dari suatu sumber radiasi merupakan suatu metoda
yang efektif untuk mengurangi paparan radiasi berdasarkan `hukum kuadrat terbalik`.
Hukum ini hanya berlaku untuk radiasi- dan radiasi sinar-x, yang menyatakan bahwa jumlah radiasi
dari suatu sumber titik berbanding terbalik dengan kuadrat jarak dari sumber. Secara sederhana, dengan
melipat-gandakan jarak dari suatu sumber radiasi akan mengurang paparan sampai seperempatnya.
Prinsip pengurangan paparan ini hanya terpenuhi jika ukuran fisis sumber relatif kecil bila dibandingkan
dengan ukuran tubuh yang dipapar.
Tetapan sinar- spesifik ( ) suatu radionuklida harus diketahui bila hukum kuadrat terbalik ini digunakan.
Tetapan ini adalah laju paparan dalam R/jam pada jarak 1 cm dari sumber radionuklida 1 mCi (37 MBq).
Satuan adalah R.cm2/mCi jam. Untuk setiap mCi tertentu N, maka laju dosis pada jarak d dari sumber
dapat dinyatakan dalam persamaan berikut: N
R/jam =
d2
145. Proteksi dan Risiko Radiasi
Contoh Soal
Berapa laju dosis dari sumber 131I 100 mCi (3700 MBq) pada jarak 1 cm dan pada jarak 2 feet
(61 cm)? Diketahui tetapan sinar- spesifik ( ) untuk 131I adalah 2.2 R.cm2/mCi.jam
N (100 mCi)(2.2 R . cm2/mCi.jam)
R/jam @ 1 cm = = = 220 R/jam
d2 (1 cm)2
N (100 mCi)(2.2 R . cm2/mCi.jam)
R/jam @ 61 cm = = = 0.059 R/jam
d2 (61 cm)2
Berapa lama diperlukan untuk mengakumulasikan dosis paparan 100 mR (0.1 R) dari sumber
131I 100 mCi (3700 MBq) pada jarak 2 feet?
0.1 R
Waktu mengakumulasikan 0.1 R = = 1.7 jam
0.059 R/jam
Berapa jarak diperlukan untuk memperendah laju dosis sampai 2 mR/jam dari sumber 131I 100
mCi (3700 MBq)?
N
d2 = 2 mR/jam d ( cm) =
√ (100 mCi) (2.2 R . cm2/mCi.jam) x 1000 mR/R
(1 cm) 2 = 332 cm
146. Proteksi dan Risiko Radiasi
• Perisai
Keefektifan bahan perisai tergantung dari nomor atom, kerapatan, dan
ketebalan bahan perisai. Bahan yang memiliki kerapatan dan nomor atom
yang tinggi artinya memiliki banyak atom (elektron) yang terkemas dalam
volum kecil sehingga menghasilkan `stopping power` yang tinggi.
Karena itu bila energi foton gamma semakin tinggi, maka dibutuhkan perisai
yang semakin tebal untuk menghentikan foton gamma tersebut.
Hubungan antara intensitas radiasi semula (I0 ) dan intensitas setelah
melalui perisai (I ) dinyatakan dalam persamaan berikut:
I = I0 e- x
adalah koefisien attenuasi linier (mm-1)
147. Proteksi dan Risiko Radiasi
Dosimetri Radiasi
Penting dan perlu mengetahui dengan jelas berapa dosis radiasi yang
diterima tubuh keseluruhan (whole body) dan yang diterima organ individual
bila radiofarmaka diberikan kepada pasien.
• Jumlah radiasi yang diabsorbsi harus diketahui untuk tujuan mengkaji risiko radiasi
terhadap pasien.
• Informasi dosis radiasi menentukan berapa jumlah maksimum keradioaktifan yang
perlu diberikan untuk suatu prosedur kedokteran nuklir.
Radiofarmaka terdistribusi diseluruh tubuh, tetapi tidak perlu secara merata.
Organ yang berbeda akan mengabsorbsi jumlah radiasi yang berbeda.
Organ kritis adalah organ yang menerima dosis radiasi paling tinggi. Kadang-
kadang organ kritis bukan merupakan organ target yang dicitra.
Misal 99mTc-HMPAO digunakan untuk pencitraan otak (brain imaging), tetapi organ kritisnya
adalah `lacrimal gland`
148. Proteksi dan Risiko Radiasi
Dosimetri Radiasi
Dosis radiasi terhadap suatu organ dari radionuklida yang diberikan secara
internal dinyatakan dengan persamaan berikut:
D rk rh ~
Ah. S rk rh
D adalah dosis absorbsi rerata dalam rad terhadap organ target (rk) dari suatu
radionuklida yang terdistribusi merata dalam suatu organ sumber (rh).
~
Ah adalah aktivitas kumulatif, dalam satuan mikrocurie-jam ( Ci-hr), di
daerah sumber (rh); merupakan jumlah atau akumulasi dari semua
transisi inti yang terjadi di dalam organ h selama selang waktu yang
diamati, biasanya diambil tak berhingga bila peluruhan sempurna telah
terjadi.
149. Proteksi dan Risiko Radiasi
Dosimetri Radiasi
~
Untuk peluruhan nuklida yang sempurna Ah ditentukan oleh jumlah aktivitas
dalam organ dan waktu paruh efektifnya sebagai berikut:
~ A0 ( Ci)
Ah ( Ci - hr) A0 ( Ci).1.443 Teff (hr)
e
~
Nilai Ah dipengaruhi oleh besarnya fraksi keradioaktifan yang diambil oleh organ dari
sekian banyak keradioaktifan yang diberikan. Fraksi yang diambil organ ini ditentukan oleh
faktor fisiologis normal dan setiap gangguan yang disebabkan oleh patologi organ.
Nilai S berkaitan dengan data fisis radionuklida dan massa organ karena dosis akan
dinyatakan dalam rad.
i i ( rk rh ) mk adalah massa organ dalam gram
S (rk rh )
mk dari organ target dan fraksi radiasi
2.13 ni Ei (gram-rad/ Ci-hr) yang diabsorbsi dalam organ target
2.13 adalah tetapan konversi satuan, ni dan Ei masing-masing adalah jumlah rerata
partikel atau foton per transformasi inti dan energi rerata radiasi dalam MeV
150. Proteksi dan Risiko Radiasi
Dosimetri Radiasi
Dosis yang diabsorbsi suatu organ bergantung pada beberapa faktor,
diantaranya, yaitu:
• Jumlah atau besarnya keradioaktifan yang berada di organ
• Jenis dan energi radiasi
• Jumlah energi yang diabsorbsi oleh organ
• Lamanya radiasi berada di dalam organ
• Distribusi radiasi di dalam organ
• Massa organ
151. Proteksi dan Risiko Radiasi
Dosimetri Radiasi
Contoh soal: Suatu radiofarmaka 99mTc untuk mencitra limpa (spleen) memiliki distribusi
berikut setelah pemberian intravena: 80% spleen, 15% liver, dan 5% total body. Perkirakan
dosis radiasi terhadap spleen dari dosis 1 mCi (37 MBq). Anggap eliminasi biologis sangat
lambat, yang dapat diartikan T1/2 eff = T1/2 p (waktu paruh fisis) = 6 jam. Nilai-nilai S untuk
99mTc dapat diketahui dari Tabel MIRD (Medical Internal Radiation Dose). S(spl←spl) = 3.3
x 10-4 rad/ Ci-hr; S(spl←liv) = 9.2 x 10-7 rad/ Ci-hr; S(spl←tb) = 2.2 x 10-6 rad/ Ci-hr
Besarnya keradioaktifan terakumulasi dalam organ sumber (spleen, liver dan total body) adalah:
~
Aspl = (1000 Ci)(0.80)(1.443)(6 hr) = 6926 Ci-hr
Aspl = (1000 Ci)(0.15)(1.443)(6 hr) = 1299 Ci-hr
Aspl = (1000 Ci)(0.05)(1.443)(6 hr) = 433 Ci-hr
~ ~ ~
Dspl = Aspl. S(spl←spl) + Aliv. S(spl←liv) + Atb. S(spl←tb)
= (6926 Ci-hr)(3.3 x 10-4 rad/ Ci-hr) + (1299 Ci-hr)(9.2 x 10-7 rad/ Ci-hr) +
(433 Ci-hr)(2.2 x 10-6 rad/ Ci-hr) = 2.286 rad + 0.001 rad + 0.001 rad
Dspl = 2.288 rad
152. Proteksi dan Risiko Radiasi
Dosimetri Radiasi
Contoh soal: Perkirakan berapa dosis radiasi terhadap paru-paru dari 99mTc-DTPA aerosol yang
digunakan untuk `lung ventilation imaging`. Anggap uptake sesaat dalam paru-paru adalah 1
mCi (37 MBq) dengan biological removal dari paru-paru kedalam darah 1.5% per menit.
Diketahui dari Tabel MIRD nilai S(lung←lung) = 5.2 x 10-5 rad/ Ci-hr
Karena adanya komponen biologic clearance, maka waktu paruh efektif perlu dihitung
pertama kali. Karena itu jika b, p dan eff masing-masing adalah tetapan peluruhan biologis,
fisik, dan efektif.
-1 -1
b = 0.015 min . 60 min/hr = 0.900 hr
p = 0.693/6.02 hr = 0.1151 hr-1
eff = 0.9000 + 0.1151 = 1.015 hr-1
Aktivitas kumulatif dan dosis terhadap paru-paru adalah sebagai berikut:
~ A0 ( Ci) 1000 Ci
Alung 985 Ci-hr
e
1.015 hr-1
~
Dlung = Alung S(lung←lung) = (985 Ci-hr)(5.2 x 10-5 rad/ Ci-hr)
= 0.051 rad
154. Kimia Radiofarmasi
Radiochemical atau senyawa radiokimia adalah senyawa kimia yang
mengadung atom radioaktif di dalam struktur kimianya.
Senyawa radiokimia akan menjadi radiofarmaka (radiopharmaceutical) bila
telah teruji di manusia untuk tujuan penggunaannya berdasarkan persyaratan
yang ditetapkan oleh Badan POM kalau di Indonesia atau oleh US Food and
Drug Administration (FDA) kalau di Amerika Serikat, dan diketahui aman
dan efektif untuk tujuan diagnosa dan terapi penyakit.
Bentuk fisiko-kimia radiofarmaka mulai dari senyawa unsur sederhana
sampai molekul bertanda atom radioaktif yang kompleks, unsur-unsur sel
darah, dan partikel yang kemudian diberikan ke pasien: :
• dalam bentuk sedian oral seperti kapsul dan larutan
• dengan cara inhalasi sebagai gas dan aerosol
• dengan berbgai rute injeksi, paling sering secara intravena
155. Sifat-sifat radiofarmaka injeksi
1. Harus sterile dan bebas pyrogen
2. Harus isotonic dan mempunyai pH fisiologis
3. Keradioaktifannya harus dikalibrasi
156. Radiofarmaka
• hampir semua radiofarmaka merupakan senyawa organik atau
anorganik sederhana yang memiliki komposisi tertentu.
Radiofarmaka jenis ini dapat dikelompokkan sebagai
radiofarmaka tidak spesifik substrat karena tidak berpartisipasi
dalam reaksi kimia spesifik.
• ada beberapa radiofarmaka yang terbentuk dari molekul makro
(macromolecules), seperti antibodi monoklonal (monoclonal
antibody) atau fragmen-fragmen antibodi, yang ditandai tidak
secara stokiometri dengan suatu radionuklida. Radiofarmaka
jenis ini disebut radiofarmaka spesifik substrat, karena harus
berpartisipasi dalam reaksi kimia spesifik atau mengambil
peranan dalam suatu interaksi ligand spesifik-substrat.
157. Mekanisme Lokalisasi (1)
1. Transport aktif (active transport) melalui jalur metabolisme
yang bekerja secara normal di dalam tubuh dengan cara
menggerakan atau memindahkan radiofarmaka melintasi
membran sel kemudian masuk kedalam bagian dalam sel.
2. Fagositosis (phagocytosis), terperangkapnya partikel koloid
oleh sel Kupffer di dalam sistem reticuloendothelial setelah
injeksi intravena
3. Blokade kapiler dengan melibatkan microembolisasi pada
jaringan kapiler oleh partikel sehingga aliran (perfusion)
jaringan kapiler tersebut dapat divisualisasi secara eksternal.
158. Mekanisme Lokalisasi (2)
4. Cell sequestration melalui penandaan sel darah merah yang telah
dirusak dengan cara pemanasan, kemudian diinjeksikan dalam
upaya mendapatkan sidik spleen tanpa visualisasi liver.
5. Difusi sederhana perunut radioaktif (radiotracer) dengan
melintasi membran sel dan selanjutnya mendistribusikan dirinya
ditempat lain di dalam tubuh; sedangkan difusi pertukaran
(exchange diffusion) diawali dengan proses difusi perunut
radioaktif kedalam suatu sel kemudian diikuti dengan pertukaran
kimia (chemical exchange).
6. Lokalisasi kompartemen (compartmental localization) dengan
cara menempatkan radiofarmaka dalam ruang fluida (fluid space)
kemudian ruang fluida tersebut disidik.
159. Mekanisme Lokalisasi (3)
7. Serapan kimia (chemisorption) dengan terbentuknya ikatan
permukaan (surface binding) suatu radiofarmaka terhadap
struktur permukaan.
8. Reaksi antigen-antibodi, yaitu terjadinya uptake pada dudukan
tumor (tumor site) disebabkan oleh ikatan spesifik antibodi
bertanda nuklida radioaktif pada permukaan antigen yang berada
di dalam tumor.
9. Ikat reseptor (receptor binding), yaitu pengikatan radiofarmaka
terhadapan dudukan reseptor afinitas tinggi (high-affinity
receptor sites).
160. Klasifikasi Radiofarmaka
berdasarkan mekanisme lokalisasi
• Kelompok radiofarmaka yang memiliki pola biodistribusi yang
secara esklusif sangat ditentukan oleh sifat fisika dan kimia dari
radiofarmaka itu sendiri.
• Kelompok radiofarmaka yang biodistribusinya sangat ditentukan
oleh ikat reseptor (receptor binding) atau oleh interaksi biologi
lainnya. Kelompok radiofarmaka yang terakhir ini sering disebut
sebagai radiofarmaka spesifik organ sasaran (target-specific
radiopharmaceuticals).
161. Kimia Radiofarmasi
Klasifiksi umum radiofarmaka berdasarkan fungsi tindakan atau prosedur
penggunaannya:
Radiofarmaka diagnosa
• Prosedur imaging : memberikan informasi diagnosa berdasarkan
pola distribusi keradioaktifan di dalam tubuh
• Studi fungsi secara in vivo: mengukur fungsi suatu organ atau
sistim berdasarkan absorpsi, pengenceran, penumpukkan, atau
ekskresi keradioaktifan setelah pemberian radiofarmaka.
Radiofarmaka terapi
• Kuratif
• Paliatif
162. Radiofarmaka Diagnosa
Ada dua kategori: in vivo function agents dan imaging agents
In vivo function agents: melacak suatu proses fisiologis tanpa mempengaruhi
atau mengganggu proses tersebut sehingga ukuran atau
kinerja sesungguhnya dari fungsi dapat diperoleh.
Misal:
• pengukuran fungsi kelenjar thyroid dengan 131I-natrium iodida
• pengkajian metabolisme vitamin B12 dengn 57Co-cyanocobalamin
• pengukuran laju filtrasi glomerular (GFR) dengan 99mTc-diethylenetriaminetetraaceticacid
(99mTc-DTPA atau 99mTc-pentetate) atau 125I-iothalamat
• penentuan volume darah dengan sel darah merah bertanda 51Cr atau 125I-HAS (human serum
albumin)
Selama studi fungsi in vivo, senyawa radioaktif atau radiofarmaka diagnosa yang diberikan
ke pasien dan fungsi spesifik tubuh dikaji dengan mengukur radiasi yang dipancarkan secara
langsung dari organ yang diteliti atau dengan menganalisis cuplikan (sample) urin atau darah.
Tentunya radiotracer harus fisiologis, artinya harus berpartisipasi dalam fungsi biologis yang
sedang dipelajari tanpa mempengaruhi fungsi dalam cara apapun.