ASWAJA CENTRE PWNU JAWA TIMUR
PERIODISASI PEMIKIRAN
IMAM ABU AL-HASAN AL-ASY’ARI
FASE PERJALANAN PEMIKIRAN
IMAM ABU AL-HASAN AL-ASY’ARI
VERSI AHLUSSUNNAH VERSI WAHABI
Al-Asy’ari hidup
dalam dua fase
Pertama, ketika
Mu’tazilah
Kedua, kembali ke
Ahlussunnah Wal-
Jama’ah, mengikuti
Ibnu Kullab dan ahli
hadits
Al-Asy’ari hidup
dalam tiga fase
Pertama, ketika
Mu’tazilah
Kedua, mengikuti Ibnu
Kullab
Ketiga, kembali ke
akidah salaf
Mujassimah ala
Wahabi
ARGUMEN AHLUSSUNNAH
Sejarawan dan pengikut madzhab al-Asy’ari sepakat
bahwa al-Asy’ari hidup dalam dua fase pemikiran
Seandainya al-Asy’ari hidup dalam tiga fase, sebagai
seorang ulama besar dan tokoh populer, tentu hal ini
akan menjadi perbincangan kalangan sejarawan dan
pengikutnya
Ibnu Kullab, al-Qalanisi dan teolog lain yang diklaim
diikuti al-Asy’ari termasuk teolog Ahlussunnah Wal-
Jamaah, bukan Mu’tazilah
Menurut Wahabi, al-Asy’ari hidup dalam tiga fase
pemikiran dengan beberapa alasan
Pertama), kitab al-Ibanah ‘an Ushul al-Diyanah
adalah karya terakhir al-Asy’ari
Kedua), dalam kitab al-Ibanah, al-Asy’ari
mengikuti akidah Mujassimah ala Wahabi yang
berpendapat bahwa Allah bertempat di langit.
ARGUMEN WAHABI
Argumen Wahabi yang mengklaim al-Asy’ari hidup dalam
tiga fase dengan dalih kitab al-Ibanah sangat rapuh
Kitab al-Ibanah yang beredar sekarang dari terbitan India,
Madinah, Lebanon dan lainnya tidak memiliki sanad yang
bersambung kepada al-Asy’ari
ِكَارَبُْملا ُنْب ِهللا ُدْبَع َالَق:ِم ُادَنْسِإلْاَل ُادَنْسِإلْا َالْوَل ،ِنْيِِّالد َنَاءَش ْنَم َالَق
َاءَش اَم.صحيحه يف مسلم رواه.
Abdullah bin al-Mubarak berkata: “Sanad termasuk
bagian dari agama. Seandainya tidak ada sanad,
niscaya siapa pun bebas berbicara tanpa dalil.”
ARGUMEN WAHABI RAPUH
Kitab al-Ibanah yang beredar sekarang telah dicemari oleh
distorsi tangan-tangan terampil yang tidak bertanggung
jawab
Isi kitab al-Ibanah terbitan India, Madinah dan Lebanon
yang menjadi rujukan utama kaum Wahabi berbeda
dengan al-Ibanah terbitan Mesir versi Dr. Fauqiyah Husain
Nashr (Universitas al-Azhar).
Isi kitab al-Ibanah versi Wahabi sendiri (terbitan India,
Madinah dan Lebanon), paradoks dan kontradiktif, yang
menguatkan bahwa al-Ibanah tersebut telah mengalami
distorsi dari kaum Mujassimah.
ARGUMEN WAHABI RAPUH
Jika ada yang berkata, bagaimana pendapat Anda tentang istiwa’, maka
katakan padanya, kami berpendapat bahwa Allah beristiwa’ pada Arasy
dengan istiwa’ yang layak bagi-Nya tanpa berdiam lama. (Hal. 116).
KITAB AL-IBANAH VERSI WAHABI
Semua itu menunjukkan bahwa Dia tidak berada
di dalam ciptaan-Nya, tidak pula makhluk-Nya
berada di dalam Dzat-Nya, dan bahwa Dia ber-
istiwa pada Arasy dengan tanpa bagaimana
caranya dan tanpa menetap. (hal. 126)
KITAB AL-IBANAH VERSI WAHABI
Sesungguhnya Allah ber-istiwa pada
Arasy sesuai maksud yang difirmankan-
Nya dan makna yang dikehendaki-Nya,
dengan istiwa yang disucikan dari
bersentuhan, berdiam, bertempat,
bersemayam dan berpindah. (hal. 21).
KITAB AL-IBANAH VERSI AZHAR
Isi kitab al-Ibanah versi al-Azhar, di-tahqiq oleh Dr
Fauqiyah Husain Nashr dengan didasarkan pada empat
manuskrip
Pernyataan al-Asy’ari bahwa Allah ber-istiwa pada
Arasy “sesuai maksud yang difirmankan-Nya dan
makna yang dikehendaki-Nya, dengan istiwa yang
disucikan dari bersentuhan, berdiam, bertempat,
bersemayam dan berpindah”, sesuai dengan
pernyataan para ulama Asya’irah terdahulu
(mutaqaddimin) seperti al-Baihaqi, Abu Amr al-Dani
dan lain-lain.
KITAB AL-IBANAH VERSI AZHAR
Kesimpulannya, wajib diketahui bahwa istiwa Allah bukanlah istiwa
dalam artian lurus dari bengkok, bukan bersemayam pada suatu tempat,
bukan menyentuh sesuatu ciptaan-Nya, akan tetapi Allah ber-istiwa pada
Arasy seperti yang dikabarkan-Nya, tanpa bagaimana caranya, tanpa di
mana tempat-Nya, serta tidak menempati semua ciptaan-Nya. (hal. 121).
MAKNA ISTAWA VERSI AHLI HADITS
Telah menjadi ketetapan dari para imam salaf bahwa
mereka berkata: “Allah memiliki batas, batas tersebut tidak
diketahui oleh Allah, dan Dia terpisah dengan ciptaan-Nya.”
Dalam hal tersebut, ahli hadits dan sunnah banyak menulis
karangan.
MENURUT WAHABI,
DZAT TUHAN TERBATAS
Dan tidak ada batas bagi
Allah yang dapat
diucapkan dalam
perumpamaan
AL-IBANAH VERSI WAHABI
MENOLAK KONSEP “TUHAN TERBATAS”
Batas waktu ditetapkan kepada makhluk. Dimensi
dinisbatkan kepada selain Allah. ... Barangsiapa
yang berasumsi bahwa Tuhan kami ini berdimensi
(terbatas), maka ia tidak mengetahui Tuhan yang
wajib disembah.
ٍبِالَط ِِْبَا ُنْب ٌّيِلَع َالَق:َلْاَوْوُرْضَم ِقْلَْاْل ََلِإ ُدَمُّدَْْلاَو ٌب
،ٌبْوُسْنَم ِهِْْيَغ ََلِإ...َنأ َمَعَز ْنَمْدَقَف ٌدْوُدََْم اَنَهلِإَقِالَْاْل َلِهَج
َدْوُبْعَْملا.(الولياء حلية يف نعيم ابو اْلافظ رواه1/73.)
SAHABAT NABI
MENOLAK KONSEP “TUHAN TERBATAS”
Doa seorang ulama tabi’in yang agung, Imam Ali
Zainal Abidin bin Husan bin Ali (w. 94 H):
“Engkaulah Allah yang tidak dibatasi oleh tempat. ...
Engkaulah Allah yang tidak dibatasi, sehingga
Engkau tidak terbatas.”
ُنْيَز ُامَمِإلْا ُلْيِلَْْلا ُّيِعِباالت َالَقَوُْْلا ُنْب ُّيِلَع َنْيِدِباَْعلاٍِّيِلَع ِنْب ِْْيَس
(94ه(: )ٌناَكَم َكْيِوََْي َال ْيِذال ُهللا َتْنَأ...َُت َال ْيِذال ُهللا َتْنَأُّد
اًدْوُدََْم ُنْوُكَتَف)اه.[املتقْي السادة إتاف(4/380] )
ULAMA SALAF
MENOLAK KONSEP “TUHAN TERBATAS”
Allah Maha Suci dari segala batas
dan segala puncak.
AKIDAH AHLUSSUNNAH
MENOLAK KONSEP “TUHAN TERBATAS”
Tiga fase pemikiran Abu al-Hasan al-Asy’ari:
1) Ketika ikut Mu’tazilah
2) Ketika menetapkan sifat ‘aqliyyah yang tujuh (hayat, ilmu,
qudrat, iradat, sama’, bashar dan kalam) dan melakukan
ta’wil terhadap sifat sam’iyyah secara parsial seperti
tangan, wajah dll
3) Ketika menetapkan semua sifat tersebut tanpa takyif
(bagaimana caranya) dan tanpa tasybih (menyerupakan
dengan ciptaan-Nya) sesuai dengan metode kaum salaf
TIGA FASE PEMIKIRAN
AL-ASY’ARI VERSI IBNU KATSIR
Tiga fase pemikiran Abu al-Hasan al-Asy’ari:
1) Ketika ikut Mu’tazilah
2) Ketika menetapkan sifat ‘aqliyyah yang tujuh (hayat, ilmu,
qudrat, iradat, sama’, bashar dan kalam) dan melakukan
ta’wil terhadap sifat sam’iyyah secara parsial seperti
tangan, wajah dll
3) Ketika menetapkan semua sifat tersebut tanpa takyif
(bagaimana caranya) dan tanpa tasybih (menyerupakan
dengan ciptaan-Nya) sesuai dengan metode kaum salaf
Seandainya ketiga fase di atas benar, hal ini masih berbeda
dengan tiga fase versi Wahabi.
TIGA FASE PEMIKIRAN
AL-ASY’ARI VERSI IBNU KATSIR