SlideShare a Scribd company logo
1 of 17
Tugas Kelompok

         MAKALAH UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004

                                   TENTANG

         PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

                      Mata kuliah Perundang-Undangan Sosial

            Diajukan untuk memenuhi nilai tugas kelompok persentase




                        Dosen : Nurhayani Lubis, SH, M.Pd




                                      Oleh:

                                  Kelompok 7



                 Ahmad Darojatun(1204241)
                                                                      Di
                   an Puspita Sari(1204126)

                   Titin Anisa(1204114)



                 SEKOLAH TINGGI KESEJAHTERAAN SOSIAL

                                  BANDUNG

                                      2013
KATA PENGANTAR




Assalamualaikum wr. wb.

       Puji Syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat
dan karunianya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas mata kuliah Perundang-
undangan Sosial, tepat pada waktunya dan tanpa ada kendala yang berarti. Makalah ini
merupakan hasil kerjasama yang baik dari kelompok kami.

       Kami mengucapkan terima kasih kepada dosen Perundang-undangan Sosial, Ibu
Nurhayani Lubis atas bimbingan yang diberikan dalam penyelesaian makalah ini. Terima
kasih kepada teman-teman kelas 1 / I atas kerjasama dan dukungannya selama ini.

       Kami sangat menyadari bahwa sebagai manusia yang memiliki keterbatasan,
tentu di dalam penulisan makalah ini banyak kekurangan dan kelemahannya. Oleh karena
itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca untuk perbaikan
makalah selanjutnya. Kami berharap, makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita
semua. Amin.

Wassalam.




                                                               Bandung, 6 Maret 2013




                                                                          Kelompok 7




                                                                                   1
DAFTAR ISI




KATA PENGANTAR ................................................................................................... 1

DAFTAR ISI.................................................................................................................. 2

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................. 3

1.1 Latar Belakang Masalah ........................................................................................... 3

1.2 Rumusan Masalah.................................................................................................... 4

1.3 Tujuan ...................................................................................................................... 4

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................... 5

2.1 Sekilas Tentang UU PKDRT ................................................................................... 5

2.2 Filosofi UU PKDRT ................................................................................................ 5

2.3 Pengertian KDRT..................................................................................................... 7

2.4 Lingkup Rumah Tangga .......................................................................................... 8

2.5 Asas dan Tujuan PKDRT......................................................................................... 8

      2.5.1 Asas PKDRT .................................................................................................. 8

      2.5.2 Tujuan PKDRT............................................................................................... 9

2.6 Bentuk-Bentuk KDRT ............................................................................................. 9

2.7 Penyebab KDRT .................................................................................................... 12

2.8 Pembuktian Kasus KDRT ...................................................................................... 14

2.9 Cara Penanggulangan KDRT ................................................................................. 14

BAB III PENUTUP ..................................................................................................... 15

3.1 Kesimpulan ............................................................................................................ 15

3.2 Saran ...................................................................................................................... 15

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 16




                                                                                                                                      2
BAB I
                                  PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
        Keluarga adalah unit sosial terkecil dalam masyarakat yang berperan dan
berpengaruh sangat besar terhadap perkembangan sosial dan perkembangan kepribadian
setiap anggota keluarga. Keluarga memerlukan organisasi tersendiri dan perlu kepala
rumah tangga sebagai tokoh penting yang memimpin keluarga disamping beberapa
anggota keluarga lainnya. Anggota keluarga terdiri dari Ayah, ibu, dan anak merupakan
sebuah satu kesatuan yang memiliki hubungan yang sangat baik. Hubungan baik ini
ditandai dengan adanya keserasian dalam hubungan timbal balik antar semua
anggota/individu dalam keluarga. Sebuah keluarga disebut harmonis apabila seluruh
anggota keluarga merasa bahagia yang ditandai dengan tidak adanya konflik, ketegangan,
kekecewaan dan kepuasan terhadap keadaan (fisik, mental, emosi dan sosial) seluruh
anggota keluarga. Keluarga disebut disharmonis apabila terjadi sebaliknya.
        Ketegangan maupun konflik antara suami dan istri maupun orang tua dengan
anak merupakan hal yang wajar dalam sebuah keluarga atau rumah tangga. Tidak ada
rumah tangga yang berjalan tanpa konflik namun konflik dalam rumah tangga bukanlah
sesuatu yang menakutkan. Hampir semua keluarga pernah mengalaminya. Yang mejadi
berbeda adalah bagaimana cara mengatasi dan menyelesaikan hal tersebut. Apabila
konflik diselesaikan secara tidak sehat maka konflik akan semakin sering terjadi dalam
keluarga.
        Penyelesaian masalah dilakukan dengan marah yang berlebih-lebihan, hentakan-
hentakan fisik sebagai pelampiasan kemarahan, teriakan dan makian maupun ekspresi
wajah menyeramkan. Terkadang muncul perilaku seperti menyerang, memaksa,
mengancam atau melakukan kekerasan fisik. Perilaku seperti ini dapat dikatakan pada
tindakan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang diartikan             setiap perbuatan
terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau
penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga
termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan
kemerdekaan     secara    melawan      hukum      dalam     lingkup    rumah     tangga.
       Untuk mencegah, melindungi korban, dan menindak pelaku kekerasan dalam
rumah tangga, negara dan masyarakat wajib melaksanakan pencegahan, perlindungan,
dan penindakan pelaku sesuai dengan falsafah Pancasila dan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Negara berpandangan bahwa segala bentuk


                                                                                      3
kekerasan, terutama kekerasan dalam rumah tangga, adalah pelanggaran hak asasi
manusia dan kejahatan terhadap martabat kemanusiaan serta bentuk diskriminasi.
       Untuk itu, disini kami sebagai penulis akan membahas undang – undang yang
mengatur tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga yaitu Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2004.


1.2   Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari makalah di atas adalah :
1.    Apa yang dimaksud dengan Kekerasan dalam Rumah Tangga ?
2.    Apa saja bentuk-bentuk Kekerasan dalam Rumah Tangga ?
3.    Apakah faktor-faktor penyebab Kekerasan dalam Rumah Tangga ?
4.    Bagaimana cara penanggulangan Kekerasan dalam Rumah Tangga ?
5.    Apakah perlindungan bagi korban KDRT?
6.    Apakah pengertian KDRT menurut UU?


1.3 Tujuan
Tujuan dari rumusan masalah di atas yaitu :
1.    Menjelaskan yang dimaksud dengan Kekerasan dalam Rumah Tangga.
2.    Menjelaskan apa saja bentuk-bentuk Kekerasan dalam Rumah Tangga.
3.    Menjelaskan faktor-faktor penyebab Kekerasan dalam Rumah Tangga.
4.    Menjelaskan cara penanggulangan Kekerasan dalam Rumah Tangga.
5.    Menjekaskan perlindungan bagi korban KDRT.
6.    Menjelaskan pengertian KDRT menurut UU.




                                                                              4
BAB II
                                      PEMBAHASAN


2.1 . Sekilas Tentang Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga
           Berdasarkan hasil Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat pada tanggal 14
    September 2004, telah disahkan Undang-Undang No. 23 tahun 2004 mengenai
    Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT) yang terdiri dari 10 bab,56
    pasal dan 45 ayat yang diharapkan dapat menjadi payung perlindungan hukum bagi
    anggota dalam rumah tangga, khususnya perempuan, dari segala tindak kekerasan.
           Secara garis besar UU ini berisi tentang ketentuan umum, meliputi pengertian
    KDRT, penghapusan KDRT, korban KDRT, perlindungan, perintah perlindungan, dan
    lingkup rumah tangga. Bab-bab selanjutnya mengatur tentang asas dan tujuan
    diadakannya penghapusan KDRT, larangan KDRT termasuk bentuk-bentuk KDRT, hak-
    hak korban, kewajiban Pemerintah dan masyarakat, perlindungan, pemulihan korban, dan
    ketentuan pidana.
           Undang-Undang tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga ini
    terkait erat dengan beberapa peraturan perundangundangan lainyang sudah berlaku
    sebelumnya, antara lain, Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Kitab Undang-
    Undang Hukum Pidana serta Perubahannya, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981
    tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, Undang-Undang Nomor 1 Tahun
    1974 tentang Perkawinan, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan
    Konvensi mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita
    (Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women),dan
    Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.



    2.2 Filosofi Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU
    PKDRT)

           Sebuah tantangan dalam pencapaian persamaan hak, pengembangan dan
    kedamaian yang diakui dalam Nairobi Forward-looking Strategis for the Advancement of
    Women,yang merekomendasikan satu perangkat tindakan untuk memerangi kekerasan
    terhadap perempuan. Rekomendasi tersebut dibebankan kepada Pemerintah sebagai
    kewajiban hukum dan moral untuk menghilangkan KDRT melalui kombinasi berbagai



                                                                                      5
langkah serius.KDRT merupakan permasalahan yang telah mengakar sangat dalam dan
terjadi di seluruh negara dunia. Dalam hal ini, masyarakat internasional telah
menciptakan standar hukum yang efektif dan khusus memberikan perhatian terhadap
KDRT. Tindakan untuk memukul perempuan, misalnya, telah dimasukan di dalam
konvensi HAM internasional maupun regional yang mempunyai sifat hukum mengikat
terhadap negara yang telah meratifikasinya. Dokumen HAM Internasional tersebut
meliputi, Universal Declaration of Human Rights (“UDHR”), the International Covenant
on Civil and Political Rights (“ICCPR”), dan the International Covenant on Economic,
Social and Cultural Rights (“ICESCR”) yang menjadi standar umum mengenai Hak Asasi
Manusia, di mana para korban dari KDRT dapat menggugat negaranya masing-masing.

Berbagai pertistiwa kekerasan dalam rumah tangga telah menunjukkan bahwa negara
telah gagal untuk memberi perhatian terhadap keluhan para korban.Maka negara dapat
dikenakan sanksi jika negara tersebut merupakan anggota dari instrumen internasional
sebagaimana telah disebutkan sebelumnya. Hal yang sama dapat pula dilakukan di bawah
Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women
(“CEDAW”) beserta dengan Protokolnya, dan juga melalui Convention Against Torture
and Other Cruel, In human, or Degrading Treatment or Punishment (“CAT”).Demikian
juga, instrumen regional dapat memberikan perlindungan terhadap perempuan yang
menjadi korban.The European Convention for the Protection of Human Rights and
Fundamental     Freedoms     (“ECHR”),     the   American   Convention     on   Human
Rights(“ACHR”), bersama dengan the Inter-American Convention on the Prevention,
Punishment and Eradication of Violence Against Women(“Inter-American Convention
on Violence Against Women”), dan the African Charter on Human and Peoples’ Rights
(“African Charter”) merupakan dokumen utama HAM regional yang dapat dijadikan
landasan bagi korban KDRT.

        Secara yuridis, kekerasan dalam rumah tangga diatur dalam Undang-Undang No.
23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT),
yang tercantum dalam pasal 6, 7, 8, dan pasal 9 yaitu:
1. Kekerasan fisik, yaitu perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit atau luka
   berat (Pasal 6 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004).
2. Kekerasan psikis, yaitu perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa
   percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya dan atau




                                                                                      6
penderitaan psikis berat pada seseorang (Pasal 7 Undang-Undang Nomor 23 Tahun
      2004).
   3. Kekerasan seksual, yaitu pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang
      yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut. Selain itu juga berarti pemaksaan
      hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup rumah tangganya dengan
      orang lain untuk tujuan komersial atau tujuan tertentu (Pasal 8 Undang-Undang
      Nomor 23 Tahun 2004).
   4. Penelantaran rumah tangga juga dimasukkan pengertian dalam rumah tangga, padahal
      menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib
      memberikan penghidupan, perawatan atau pemeliharaan kepada orang tersebut.
      Pelantaran   tersebut   juga   berlaku   bagi   setiap   orang   yang   mengakibatkan
      ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi atau melarang untuk bekerja yang
      layak di dalam atau di luar rumah, sehingga korban dibawah kendali orang tersebut
      (Pasal 9 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004).


          Di Indonesia, secara legal formal, ketentuan ini mulai diberlakukan sejak tahun
   2004. Misi dari Undang-undang ini adalah sebagai upaya, ikhtiar bagi penghapusan
   KDRT.Kebijakan ini merupakan bagian dari penghapusan deskriminasi terhadap
   perempuan, yang terwujud dalam Convention on the Elimination of All Forms of
   Descrimination Againts Woman (CEDAW), dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun
   1984. Konvensi ini memuat hak dan kewajiban berdasarkan atas persamaan dan
   menyatakan agar Negara mengambil langkah-langkah seperlunya untuk pelaksanaannya.
   Juga berdasar Deklarasi Penghapusan Kekerasan Terhadap Perempuan yang dilahirkan
   PBB tanggal 20 Desember 1993 dan telah diratifikasi oleh pemerintah Indonesia.


2.3 Pengertian Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
      Kekerasan dalam Rumah Tangga seperti yang tertuang dalam Undang-undang No.23
   Tahun 2004 pasal 1 ayat 1 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga,
   memiliki arti setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat
   timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau
   penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan,
   atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.
      Masalah kekerasan dalam rumah tangga telah mendapatkan perlindungan hukum
   dalam Undang-undang Nomor 23 tahun 2004 yang antara lain menegaskan bahwa:


                                                                                         7
a. Bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan rasa aman dan bebas dari segala
 bentuk kekerasan sesuai dengan falsafah Pancasila dan Undang-undang Republik
 Indonesia tahun 1945.
b. Bahwa segala bentuk kekerasan, terutama Kekerasan dalam rumah tangga merupakan
 pelanggaran hak asasi manusia, dan kejahatan terhadap martabat kemanusiaan serta
 bentuk deskriminasi yang harus dihapus.
c. Bahwa korban kekerasan dalam rumah tangga yang kebanyakan adalah perempuan, hal
 itu harus mendapatkan perlindungan dari Negara dan/atau masyarakat agar terhindar
 dan terbebas dari kekerasan atau ancaman kekerasan, penyiksaan, atau perlakuan yang
 merendahkan derajat dan martabat kemanusiaan.
d.Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagai dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c,
 dan huruf d perlu dibentuk Undang-undang tentang penghapusan kekerasan dalam
 rumah tangga.
    Tindak kekerasan yang dilakukan suami terhadap isteri sebenarnya merupakan unsur
yang berat dalam tindak pidana, dasar hukumnya adalah KUHP (kitab undang-undang
hukum pidana) pasal 356 yang secara garis besar isi pasal yang berbunyi:
“Barang siapa yang melakukan penganiayaan terhadap ayah, ibu, isteri
atau anak diancam hukuman pidana”


2.4 Lingkup Rumah Tangga
      Lingkup rumah tangga dalam Undang-Undang ini meliputi (Pasal 2 ayat 1):
a. Suami, isteri, dan anak (termasuk anak angkat dan anak tiri);
b. Orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan orang sebagaimana
dimaksud dalam huruf a karena hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan,
dan perwalian, yang menetap dalam rumah tangga (mertua, menantu, ipar dan besan);
dan/atau
c. Orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga
tersebut (Pekerja Rumah Tangga).


2.5 Asas dan Tujuan Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga
             2.5.1 Asas Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga
                   Penghapusan kekerasan dalam rumah tangga dilaksanakan
                   berdasarkan asas (Pasal 3) :
                   Penghormatanhakasasimanusia;


                                                                                    8
Keadilandankesetaraan       gender,        yaknisuatukeadaan       di
                     manaperempuandanlaki-lakimenikmati                status        yang
                     setaradanmemilikikondisi            yang             samauntukmewu-
                     judkansecarapenuhhak-
                     hakasasidanpotensinyabagikeutuhandankelangsu-
                     nganrumahtanggasecaraproporsional.
                     Nondiskriminasi; dan
                     Perlindungan korban.
             2.5.2    Tujuan Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga
                         Penghapusan kekerasan dalam rumah tangga bertujuan
                         (Pasal 4):
                     Mencegah segala bentuk kekerasan dalam rumah tangga;
                     Melindungi korban kekerasan dalam rumah tangga;
                     Menindak pelaku kekerasan dalam rumah tangga; dan
                     Memelihara keutuhan rumah tangga yang harmonis dan sejahtera.


2.6 Bentuk-bentuk Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
          Menurut Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tindak kekerasan terhadap istri
     dalam rumah tangga dibedakan kedalam 4 (empat) macam :
a.    Kekerasan fisik
Kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit atau luka
berat. Prilaku kekerasan yang termasuk dalam golongan ini antara lain adalah menampar,
memukul, meludahi, menarik rambut (menjambak), menendang, menyudut dengan rokok,
memukul/melukai dengan senjata, dan sebagainya. Biasanya perlakuan ini akan nampak
seperti bilur-bilur, muka lebam, gigi patah atau bekas luka lainnya.
Kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit atau luka
berat (Pasal 6).
DELIK ANCAMAN SANKSI
Kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga :
      ➢ penjara paling lama 5 (lima) tahun; atau
      ➢ denda paling banyak Rp 15 juta
Kekerasan fisik yang mengakibatkan korban mendapat jatuh sakit atau luka berat :
      ➢ penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun; atau



                                                                                        9
➢ denda paling banyak Rp 30 juta
Kekerasan fisik yang mengakibatkan matinya korban :
         ➢ penjara paling lama 15 (lima belas) tahun; atau
         ➢ denda paling banyak Rp 45 juta
Kekerasan fisik yang dilakukan suami terhadap isteri atau sebaliknya yang tidak
menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata
pencaharian atau kegiatan sehari-hari :
         ➢ penjara paling lama 4 (empat) bulan; atau
         ➢ denda paling banyak Rp 5 juta.
b.      Kekerasan psikologis / emosional
Kekerasan psikologis atau emosional adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan,
hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya
dan / atau penderitaan psikis berat pada seseorang.
Perilaku kekerasan yang termasuk penganiayaan secara emosional adalah penghinaan,
komentar-komentar yang menyakitkan atau merendahkan harga diri, mengisolir istri dari
dunia luar, mengancam atau ,menakut-nakuti sebagai sarana memaksakan kehendak
(Pasal 7).
DELIK ANCAMAN SANKSI
Kekerasan psikis dalam lingkup rumah tangga
          ➢ penjara paling lama 3 (lima) tahun; atau
     ➢ denda paling banyak Rp 9 juta
Kekerasan psikis yang dilakukan suami terhadap isteri atau sebaliknya yang tidak
menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata
pencaharian atau kegiatan sehari-hari
          ➢ penjara paling lama 4 (empat) bulan; atau
          ➢ denda paling banyak Rp 3 juta
c.      Kekerasan seksual
Kekerasan jenis ini meliputi pengisolasian (menjauhkan) istri dari kebutuhan batinnya,
memaksa melakukan hubungan seksual, memaksa selera seksual sendiri, tidak
memperhatikan kepuasan pihak istri.
Kekerasan seksual berat, berupa:




                                                                                   10
1. Pelecehan seksual dengan kontak fisik, seperti meraba, menyentuh organ seksual,
   mencium secara paksa, merangkul serta perbuatan lain yang menimbulkan rasa
   muak/jijik, terteror, terhina dan merasa dikendalikan.
2. Pemaksaan hubungan seksual tanpa persetujuan korban atau pada saat korban tidak
   menghendaki.
3. Pemaksaan hubungan seksual dengan cara tidak disukai, merendahkan dan atau
   menyakitkan.
4. Pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain untuk tujuan pelacuran dan atau tujuan
   tertentu.
5. Terjadinya hubungan seksual dimana pelaku memanfaatkan posisi ketergantungan
   korban yang seharusnya dilindungi.
6. Tindakan seksual dengan kekerasan fisik dengan atau tanpa bantuan alat yang
   menimbulkan sakit, luka,atau cedera.
        Kekerasan Seksual Ringan, berupa pelecehan seksual secara verbal seperti
komentar verbal, gurauan porno, siulan, ejekan dan julukan dan atau secara non verbal,
seperti ekspresi wajah, gerakan tubuh atau pun perbuatan lainnya yang meminta perhatian
seksual yang tidak dikehendaki korban bersifat melecehkan dan atau menghina korban.
Melakukan repitisi kekerasan seksual ringan dapat dimasukkan ke dalam jenis kekerasan
seksual berat.
       Kekerasan seksual adalah setiap perbuatan yang berupa pemaksaan hubungan
seksual, pemaksaan hubungan seksual dengan cara tidak wajar dan/atau tidak disukai,
pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan
tertentu.
    Kekerasan seksual meliputi (pasal 8):
a. Pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam
lingkup rumah tangga tersebut;
b. Pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup rumah tangganya
dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu.
DELIK ANCAMAN SANKSI
Kekerasan seksual
        ➢ penjara paling lama 12 tahun; atau
        ➢ denda paling banyak Rp 36 juta
Memaksa orang yang menetap dalam rumah tangganya melakukan hubungan seksual



                                                                                      11
➢ penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 15 tahun; atau
       ➢ denda paling sedikit Rp 12 juta dan paling banyak Rp 300 juta
Mengakibatkan korban mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh sama
sekali, mengalami gangguan daya pikir atau kejiwaan sekurang-kurangnya selama 4
minggu terus menerus atau1 tahun tidak berturut-turut, gugur atau matinya janin dalam
kandungan, atau mengakibatkan tidak berfungsinya alat reproduksi
        ➢ penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 20 tahun; atau
       ➢ denda paling sedikit 25 juta dan paling banyak 500 juta
d. Penelantaran rumah tangga
Penelantaran rumah tangga adalah seseorang yang menelantarkan orang dalam lingkup
rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan
atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan kepada
orang tersebut. Selain itu, penelantaran juga berlaku bagi setiap orang yang
mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi dan/atau melarang untuk
bekerja yang layak di dalam atau di luar rumah sehingga korban berada di bawah kendali
orang tersebut (pasal 9).
DELIK ANCAMAN SANKSI
Menelantarkan orang lain dalam lingkup rumah tangga; atau Menelantarkan orang lain
yang berada di bawah kendali
       ➢ penjara paling lama 3 (lima) tahun; atau
       ➢ denda paling banyak Rp 15 juta
Pidana Tambahan Selain ancaman pidana penjara dan/atau denda tersebut di atas, hakim
dapat men-jatuhkan pidana tambahan berupa:
       • Pembatan gerak pelaku baik yang bertujuan untuk menjauhkan pelaku dari
korban dalam jarak dan waktu tertentu, maupun pembatasan hak-hak tertentu dari pelaku;
       • Penetapan pelaku mengikuti program KONSELING di bawah pengawasan
lembaga tertentu .

2.7 Penyebab Kekerasan Dalam Rumah Tangga

Penyebab KDRT adalah:

  1. Laki-laki dan perempuan tidak dalam posisi yang setara




                                                                                        12
2. Masyarakat menganggap laki-laki dengan menanamkan anggapan bahwa laki-laki
      harus kuat, berani serta tanpa ampun
3. KDRT dianggap bukan sebagai permasalahan sosial, tetapi persoalan pribadi
      terhadap relasi suami istri
4. Pemahaman keliru terhadap ajaran agama, sehingga timbul anggapan bahwa laki-
      laki boleh menguasai perempuan


 Strauss A. Murray mengidentifikasi hal dominasi pria dalam konteks struktur
 masyarakat dan keluarga, yang memungkinkan terjadinya kekerasan dalam rumah
 tangga (marital violence) sebagai berikut:
 a.      Pembelaan atas kekuasaan laki-laki
 Laki-laki dianggap sebagai superioritas sumber daya dibandingkan dengan wanita,
 sehingga mampu mengatur dan mengendalikan wanita.
 b.      Diskriminasi dan pembatasan dibidang ekonomi
 Diskriminasi dan pembatasan kesempatan bagi wanita untuk bekerja mengakibatkan
 wanita (istri) ketergantungan terhadap suami, dan ketika suami kehilangan pekerjaan
 maka istri mengalami tindakan kekerasan.
 c.      Beban pengasuhan anak
 Istri yang tidak bekerja, menjadikannya menanggung beban sebagai pengasuh anak.
 Ketika terjadi hal yang tidak diharapkan terhadap anak, maka suami akan menyalah-
 kan istri sehingga tejadi kekerasan dalam rumah tangga.
 d.      Wanita sebagai anak-anak
 Konsep wanita sebagai hak milik bagi laki-laki menurut hukum, mengakibatkan kele-
 luasaan laki-laki untuk mengatur dan mengendalikan segala hak dan kewajiban
 wanita. Laki-laki merasa punya hak untuk melakukan kekerasan sebagai seorang
 bapak melakukan kekerasan terhadap anaknya agar menjadi tertib.
 e.      Orientasi peradilan pidana pada laki-laki
 Posisi wanita sebagai istri di dalam rumah tangga yang mengalami kekerasan oleh
 suaminya, diterima sebagai pelanggaran hukum, sehingga penyelesaian kasusnya
 sering ditunda atau ditutup. Alasan yang lazim dikemukakan oleh penegak hukum
 yaitu adanya legitimasi hukum bagi suami melakukan kekerasan sepanjang bertindak
 dalam konteks harmoni keluarga.




                                                                                 13
2.8 Pembuktian Kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga
         Dalam UU ini dikatakan bahwa sebagai salah satu alat bukti yang sah, keterangan
seorang saksi korban saja sudah cukup untuk membuktikan bahwa terdakwa bersalah,
apabila disertai dengan suatu alat bukti yang sah lainnya (pasal 55).
         Alat bukti yang sah lainnya itu adalah:
a. Keterangan saksi;
b. Keterangan ahli;
c. Surat;
d. Petunjuk;
e. Keterangan terdakwa


2.9 Cara Penanggulangan Kekerasan dalam Rumah Tangga.
       Untuk menghindari terjadinya Kekerasan dalam Rumah Tangga, diperlukan cara-cara
penanggulangan Kekerasan dalam Rumah Tangga, antara lain:
  a.     Perlunya keimanan yang kuat dan akhlaq yang baik dan berpegang teguh pada
         agamanya sehingga Kekerasan dalam rumah tangga tidak terjadi dan dapat diatasi
         dengan baik dan penuh kesabaran.
  b.        Harus tercipta kerukunan dan kedamaian di dalam sebuah keluarga, karena
         didalam agama itu mengajarkan tentang kasih sayang terhadap ibu, bapak, saudara,
         dan orang lain. Sehingga antara anggota keluarga dapat saling mengahargai setiap
         pendapat yang ada.
  c.     Harus adanya komunikasi yang baik antara suami dan istri, agar tercipta sebuah
         rumah tangga yang rukun dan harmonis. Jika di dalam sebuah rumah tangga tidak
         ada keharmonisan dan kerukunan diantara kedua belah pihak, itu juga bisa menjadi
         pemicu timbulnya kekerasan dalam rumah tangga.
  d. Butuh rasa saling percaya, pengertian, saling menghargai dan sebagainya antar
         anggota keluarga. Sehingga rumah tangga dilandasi dengan rasa saling percaya.
         Jika sudah ada rasa saling percaya, maka mudah bagi kita untuk melakukan
         aktivitas. Jika tidak ada rasa kepercayaan maka yang timbul adalah sifat cemburu
         yang kadang berlebih dan rasa curiga yang kadang juga berlebih-lebihan.
  e.      Seorang istri harus mampu mengkoordinir berapapun keuangan yang ada dalam
         keluarga, sehingga seorang istri dapat mengatasi apabila terjadi pendapatan yang
         minim, sehingga kekurangan ekonomi dalam keluarga dapat diatasi dengan baik.




                                                                                        14
BAB III
                                       PENUTUP


3.1 Kesimpulan
          Di dalam sebuah rumah tangga butuh komunikasi yang baik antara suami dan
istri, agar tercipta sebuah rumah tangga yang rukun dan harmonis. Jika di dalam sebuah
rumah tangga tidak ada keharmonisan dan kerukunan diantara kedua belah pihak maka
akan menjadi pemicu timbulnya kekerasan dalam rumah tangga.
          Kekerasan dalam rumah tangga adalah setiap perbuatan kekerasan yang dialami
oleh seseorang terutama pada seorang wanita, yang berakibat timbulnya kesengsaraan
atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan / atau penelantaran rumah tangga
termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan
kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.
          Sanksi yang akan didapat oleh para pelaku kejahatan kekerasan dalam rumah
tangga tersebut sudah di atur di dalam Undang – Undang Nomor 23 Tahun 2004 secara
tindak pidana terdapat pada Pasal 44 – Pasal 49, selain tindak pidana tersebut hakim dapat
menjatuhkan sanksi tambahan terhadap tersangkayang diatur pada Pasal 50 – Pasal 53 .
          Maka dari itu, di dalam sebuah rumah tangga kedua belah pihak harus sama-sama
menjaga agar tidak terjadi konflik yang bisa menimbulkan kekerasan dalam rumah
tangga.


3.2 Saran
Kekurangan hanya milik kami dan kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT. Penyusun
makalah ini hanya manusia biasa yang banyak kelemahan dan kekhilafan. Maka dari itu
penyusun menyarankan pada pembaca yang ingin mendalami pembahasan mengenai
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004, setelah membaca makalah ini membaca sumber
lain yang lebih lengkap.




                                                                                       15
DAFTAR PUSTAKA


Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan
Kekerasan Dalam Rumah Tangga
http://omperi.wikidot.com/tindak-pidana-kekerasan-dalam-rumah-tangga
http://www.lbh-apik.or.id/kdrt-pentingnya.htm
http://www.lbh-apik.or.id/fact-58.htm
http://www.erwinmiradi.com/kenapa-laki-l... #erwinmiradi.com
http://maureenlicious.wordpress.com/2011/04/28/kekerasan-pada-istri-dalam-rumah-
tangga/




                                                                                   16

More Related Content

What's hot

Kemajemukan Masyarakat Indonesia
Kemajemukan Masyarakat IndonesiaKemajemukan Masyarakat Indonesia
Kemajemukan Masyarakat IndonesiaLestari Moerdijat
 
Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan pancasila perguruan tinggi mahasiswa
Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan pancasila perguruan tinggi mahasiswaBuku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan pancasila perguruan tinggi mahasiswa
Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan pancasila perguruan tinggi mahasiswaPajeg Lempung
 
Tujuan hukum adat
Tujuan hukum adatTujuan hukum adat
Tujuan hukum adatNuelnuel11
 
Teori dan Prinsip Hak Asasi Manusia
Teori dan Prinsip Hak Asasi ManusiaTeori dan Prinsip Hak Asasi Manusia
Teori dan Prinsip Hak Asasi Manusiadichasenja
 
Makalah sistem pemerintahan di indonesia
Makalah sistem pemerintahan di indonesiaMakalah sistem pemerintahan di indonesia
Makalah sistem pemerintahan di indonesiaMohammad Nawawi
 
Makalah sosiologi hukum vika
Makalah sosiologi hukum vikaMakalah sosiologi hukum vika
Makalah sosiologi hukum vikamuel sihombing
 
Makalah masyarakat
Makalah masyarakatMakalah masyarakat
Makalah masyarakatPastime.net
 
Sistem hukum dunia
Sistem hukum duniaSistem hukum dunia
Sistem hukum duniaVallen Hoven
 
Ceramah Pernak Pernik Kdrt
Ceramah Pernak Pernik KdrtCeramah Pernak Pernik Kdrt
Ceramah Pernak Pernik KdrtPeople Power
 
Bab ix urgensi dan tantangan ketahanan nasional dan bela negara
Bab ix urgensi dan tantangan ketahanan nasional dan bela negaraBab ix urgensi dan tantangan ketahanan nasional dan bela negara
Bab ix urgensi dan tantangan ketahanan nasional dan bela negaraSyaiful Ahdan
 
Makna dari Pancasila Sila ke-Satu
Makna dari Pancasila Sila ke-SatuMakna dari Pancasila Sila ke-Satu
Makna dari Pancasila Sila ke-SatuHilya Auliya
 
Pesentasi pancasila(sila ke 5)
Pesentasi pancasila(sila ke 5)Pesentasi pancasila(sila ke 5)
Pesentasi pancasila(sila ke 5)Sapto Pandugo
 
Dampak iptek terhadap moral dan akhlak
Dampak iptek terhadap moral dan akhlakDampak iptek terhadap moral dan akhlak
Dampak iptek terhadap moral dan akhlakSirojuddin Sirojuddin
 
Hukum sebagai sarana pembaharuan masyarakat
Hukum sebagai sarana pembaharuan masyarakatHukum sebagai sarana pembaharuan masyarakat
Hukum sebagai sarana pembaharuan masyarakatAmulilikawa
 
Pancasila sebagai konteks ketatanegaraan
Pancasila sebagai konteks ketatanegaraanPancasila sebagai konteks ketatanegaraan
Pancasila sebagai konteks ketatanegaraanElla Feby
 
Masalah ketimpangan sosial di masyarakat
Masalah ketimpangan sosial di masyarakatMasalah ketimpangan sosial di masyarakat
Masalah ketimpangan sosial di masyarakatpuspita andrianita
 
Kekerasan Sosial - Sosiologi Kelas XI.pptx
Kekerasan Sosial - Sosiologi Kelas XI.pptxKekerasan Sosial - Sosiologi Kelas XI.pptx
Kekerasan Sosial - Sosiologi Kelas XI.pptxafifahdhaniyah
 
Makalah fisika panel surya
Makalah fisika panel suryaMakalah fisika panel surya
Makalah fisika panel suryaPT. SASA
 

What's hot (20)

Kemajemukan Masyarakat Indonesia
Kemajemukan Masyarakat IndonesiaKemajemukan Masyarakat Indonesia
Kemajemukan Masyarakat Indonesia
 
Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan pancasila perguruan tinggi mahasiswa
Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan pancasila perguruan tinggi mahasiswaBuku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan pancasila perguruan tinggi mahasiswa
Buku ajar mata kuliah wajib umum pendidikan pancasila perguruan tinggi mahasiswa
 
Tujuan hukum adat
Tujuan hukum adatTujuan hukum adat
Tujuan hukum adat
 
Teori dan Prinsip Hak Asasi Manusia
Teori dan Prinsip Hak Asasi ManusiaTeori dan Prinsip Hak Asasi Manusia
Teori dan Prinsip Hak Asasi Manusia
 
Makalah menegakkan hak asasi manusia di indonesia
Makalah menegakkan hak asasi manusia di indonesiaMakalah menegakkan hak asasi manusia di indonesia
Makalah menegakkan hak asasi manusia di indonesia
 
Makalah sistem pemerintahan di indonesia
Makalah sistem pemerintahan di indonesiaMakalah sistem pemerintahan di indonesia
Makalah sistem pemerintahan di indonesia
 
Makalah sosiologi hukum vika
Makalah sosiologi hukum vikaMakalah sosiologi hukum vika
Makalah sosiologi hukum vika
 
Makalah masyarakat
Makalah masyarakatMakalah masyarakat
Makalah masyarakat
 
Sistem hukum dunia
Sistem hukum duniaSistem hukum dunia
Sistem hukum dunia
 
Ceramah Pernak Pernik Kdrt
Ceramah Pernak Pernik KdrtCeramah Pernak Pernik Kdrt
Ceramah Pernak Pernik Kdrt
 
Bab ix urgensi dan tantangan ketahanan nasional dan bela negara
Bab ix urgensi dan tantangan ketahanan nasional dan bela negaraBab ix urgensi dan tantangan ketahanan nasional dan bela negara
Bab ix urgensi dan tantangan ketahanan nasional dan bela negara
 
Makna dari Pancasila Sila ke-Satu
Makna dari Pancasila Sila ke-SatuMakna dari Pancasila Sila ke-Satu
Makna dari Pancasila Sila ke-Satu
 
Pesentasi pancasila(sila ke 5)
Pesentasi pancasila(sila ke 5)Pesentasi pancasila(sila ke 5)
Pesentasi pancasila(sila ke 5)
 
Penelitian hukum (mph)
Penelitian hukum (mph)Penelitian hukum (mph)
Penelitian hukum (mph)
 
Dampak iptek terhadap moral dan akhlak
Dampak iptek terhadap moral dan akhlakDampak iptek terhadap moral dan akhlak
Dampak iptek terhadap moral dan akhlak
 
Hukum sebagai sarana pembaharuan masyarakat
Hukum sebagai sarana pembaharuan masyarakatHukum sebagai sarana pembaharuan masyarakat
Hukum sebagai sarana pembaharuan masyarakat
 
Pancasila sebagai konteks ketatanegaraan
Pancasila sebagai konteks ketatanegaraanPancasila sebagai konteks ketatanegaraan
Pancasila sebagai konteks ketatanegaraan
 
Masalah ketimpangan sosial di masyarakat
Masalah ketimpangan sosial di masyarakatMasalah ketimpangan sosial di masyarakat
Masalah ketimpangan sosial di masyarakat
 
Kekerasan Sosial - Sosiologi Kelas XI.pptx
Kekerasan Sosial - Sosiologi Kelas XI.pptxKekerasan Sosial - Sosiologi Kelas XI.pptx
Kekerasan Sosial - Sosiologi Kelas XI.pptx
 
Makalah fisika panel surya
Makalah fisika panel suryaMakalah fisika panel surya
Makalah fisika panel surya
 

Viewers also liked

Viewers also liked (16)

Makalah kdrt
Makalah kdrtMakalah kdrt
Makalah kdrt
 
Makalah kekerasan dalam rumah tangga coy
Makalah kekerasan dalam rumah tangga coyMakalah kekerasan dalam rumah tangga coy
Makalah kekerasan dalam rumah tangga coy
 
Kdrt
KdrtKdrt
Kdrt
 
Kdrt
KdrtKdrt
Kdrt
 
Uu 2004 nomor 23 penghapusan kekerasan dalam rumah tangga
Uu 2004 nomor 23 penghapusan kekerasan dalam rumah tanggaUu 2004 nomor 23 penghapusan kekerasan dalam rumah tangga
Uu 2004 nomor 23 penghapusan kekerasan dalam rumah tangga
 
Makalah sosiologi keluarga
Makalah sosiologi keluargaMakalah sosiologi keluarga
Makalah sosiologi keluarga
 
Partisipasi Masyarakat DKI Dalam Menyukseskan Pemilu Gubernur -16 mei 2012
Partisipasi Masyarakat  DKI Dalam Menyukseskan Pemilu Gubernur -16 mei 2012 Partisipasi Masyarakat  DKI Dalam Menyukseskan Pemilu Gubernur -16 mei 2012
Partisipasi Masyarakat DKI Dalam Menyukseskan Pemilu Gubernur -16 mei 2012
 
Kdrt uu. 23 tahun 2004
Kdrt uu. 23 tahun 2004Kdrt uu. 23 tahun 2004
Kdrt uu. 23 tahun 2004
 
Makalah tentang narkotika
Makalah tentang narkotikaMakalah tentang narkotika
Makalah tentang narkotika
 
IMPLEMENTASI PENEGAK HUKUM DALAM NEGARA YANG BERDASARKAN PANCASILA
IMPLEMENTASI PENEGAK HUKUM DALAM NEGARA YANG BERDASARKAN PANCASILAIMPLEMENTASI PENEGAK HUKUM DALAM NEGARA YANG BERDASARKAN PANCASILA
IMPLEMENTASI PENEGAK HUKUM DALAM NEGARA YANG BERDASARKAN PANCASILA
 
Laporan polisi 2015
Laporan polisi 2015Laporan polisi 2015
Laporan polisi 2015
 
Surat keputusan kepala desa
Surat keputusan kepala desaSurat keputusan kepala desa
Surat keputusan kepala desa
 
Makalah hukum dan Ham
Makalah hukum dan HamMakalah hukum dan Ham
Makalah hukum dan Ham
 
Makalah Hukum dan Penegakan Hukum
Makalah Hukum dan Penegakan HukumMakalah Hukum dan Penegakan Hukum
Makalah Hukum dan Penegakan Hukum
 
Perka Polri No.14 Thn.2012 ttg Manajemen Penyidikan Tindak Pidana
Perka Polri No.14 Thn.2012 ttg Manajemen Penyidikan Tindak PidanaPerka Polri No.14 Thn.2012 ttg Manajemen Penyidikan Tindak Pidana
Perka Polri No.14 Thn.2012 ttg Manajemen Penyidikan Tindak Pidana
 
Makalah Tentang Perjudian
Makalah Tentang PerjudianMakalah Tentang Perjudian
Makalah Tentang Perjudian
 

Similar to KDRT

Agama islam dan budaya
Agama islam dan budayaAgama islam dan budaya
Agama islam dan budayaPuspa Sari
 
Penyebab perceraian pada masyarakat kabupaten muna
Penyebab perceraian pada masyarakat kabupaten munaPenyebab perceraian pada masyarakat kabupaten muna
Penyebab perceraian pada masyarakat kabupaten munaOperator Warnet Vast Raha
 
Penyebab perceraian pada masyarakat kabupaten muna
Penyebab perceraian pada masyarakat kabupaten munaPenyebab perceraian pada masyarakat kabupaten muna
Penyebab perceraian pada masyarakat kabupaten munaOperator Warnet Vast Raha
 
Penyebab perceraian pada masyarakat kabupaten muna
Penyebab perceraian pada masyarakat kabupaten munaPenyebab perceraian pada masyarakat kabupaten muna
Penyebab perceraian pada masyarakat kabupaten munaOperator Warnet Vast Raha
 
Makalah manusia sebagai makhluk sosial
Makalah manusia sebagai makhluk sosialMakalah manusia sebagai makhluk sosial
Makalah manusia sebagai makhluk sosialFirman Putra Pratama
 
Makalah manusia sebagai makhluk sosial dan individu
Makalah manusia sebagai makhluk sosial dan individuMakalah manusia sebagai makhluk sosial dan individu
Makalah manusia sebagai makhluk sosial dan individuFirman Putra Pratama
 
MAKALAH HUKUM KESEHATAN-kel-2-HAM.docx
MAKALAH HUKUM KESEHATAN-kel-2-HAM.docxMAKALAH HUKUM KESEHATAN-kel-2-HAM.docx
MAKALAH HUKUM KESEHATAN-kel-2-HAM.docxNurmaYanti40
 
Pengaruh sosialisasi terhadap pembentukan kepribaddian
Pengaruh sosialisasi terhadap pembentukan kepribaddianPengaruh sosialisasi terhadap pembentukan kepribaddian
Pengaruh sosialisasi terhadap pembentukan kepribaddianOperator Warnet Vast Raha
 
Pengaruh sosialisasi terhadap pembentukan kepribaddian
Pengaruh sosialisasi terhadap pembentukan kepribaddianPengaruh sosialisasi terhadap pembentukan kepribaddian
Pengaruh sosialisasi terhadap pembentukan kepribaddianOperator Warnet Vast Raha
 
Makalah Etika profesi hukum
Makalah Etika profesi hukumMakalah Etika profesi hukum
Makalah Etika profesi hukumAsep Bunyamin
 
Peran Masyarakat dalam PKDRT
Peran Masyarakat dalam PKDRTPeran Masyarakat dalam PKDRT
Peran Masyarakat dalam PKDRTNimahAzizah
 
MAKALAH baru 2.docx
MAKALAH baru 2.docxMAKALAH baru 2.docx
MAKALAH baru 2.docxTIRASBALYO
 
Aspek Hukum Praktik Keperawatan
Aspek Hukum Praktik KeperawatanAspek Hukum Praktik Keperawatan
Aspek Hukum Praktik Keperawatanpjj_kemenkes
 

Similar to KDRT (20)

Kewarganegaraan
KewarganegaraanKewarganegaraan
Kewarganegaraan
 
ASKEP.docx
ASKEP.docxASKEP.docx
ASKEP.docx
 
Agama islam dan budaya
Agama islam dan budayaAgama islam dan budaya
Agama islam dan budaya
 
Penyebab perceraian pada masyarakat kabupaten muna
Penyebab perceraian pada masyarakat kabupaten munaPenyebab perceraian pada masyarakat kabupaten muna
Penyebab perceraian pada masyarakat kabupaten muna
 
Penyebab perceraian pada masyarakat kabupaten muna
Penyebab perceraian pada masyarakat kabupaten munaPenyebab perceraian pada masyarakat kabupaten muna
Penyebab perceraian pada masyarakat kabupaten muna
 
Penyebab perceraian pada masyarakat kabupaten muna
Penyebab perceraian pada masyarakat kabupaten munaPenyebab perceraian pada masyarakat kabupaten muna
Penyebab perceraian pada masyarakat kabupaten muna
 
Makalah manusia sebagai makhluk sosial
Makalah manusia sebagai makhluk sosialMakalah manusia sebagai makhluk sosial
Makalah manusia sebagai makhluk sosial
 
Makalah manusia sebagai makhluk sosial dan individu
Makalah manusia sebagai makhluk sosial dan individuMakalah manusia sebagai makhluk sosial dan individu
Makalah manusia sebagai makhluk sosial dan individu
 
MAKALAH HUKUM KESEHATAN-kel-2-HAM.docx
MAKALAH HUKUM KESEHATAN-kel-2-HAM.docxMAKALAH HUKUM KESEHATAN-kel-2-HAM.docx
MAKALAH HUKUM KESEHATAN-kel-2-HAM.docx
 
Pengaruh sosialisasi terhadap pembentukan kepribaddian
Pengaruh sosialisasi terhadap pembentukan kepribaddianPengaruh sosialisasi terhadap pembentukan kepribaddian
Pengaruh sosialisasi terhadap pembentukan kepribaddian
 
Pengaruh sosialisasi terhadap pembentukan kepribaddian
Pengaruh sosialisasi terhadap pembentukan kepribaddianPengaruh sosialisasi terhadap pembentukan kepribaddian
Pengaruh sosialisasi terhadap pembentukan kepribaddian
 
Ppkn7 bab2
Ppkn7 bab2Ppkn7 bab2
Ppkn7 bab2
 
Agama klpmk 5
Agama klpmk 5Agama klpmk 5
Agama klpmk 5
 
Makalah Etika profesi hukum
Makalah Etika profesi hukumMakalah Etika profesi hukum
Makalah Etika profesi hukum
 
Peran Masyarakat dalam PKDRT
Peran Masyarakat dalam PKDRTPeran Masyarakat dalam PKDRT
Peran Masyarakat dalam PKDRT
 
Persamaan Derajat pkn
Persamaan Derajat pknPersamaan Derajat pkn
Persamaan Derajat pkn
 
RI dan MR agama
RI dan MR agamaRI dan MR agama
RI dan MR agama
 
MAKALAH baru 2.docx
MAKALAH baru 2.docxMAKALAH baru 2.docx
MAKALAH baru 2.docx
 
social
socialsocial
social
 
Aspek Hukum Praktik Keperawatan
Aspek Hukum Praktik KeperawatanAspek Hukum Praktik Keperawatan
Aspek Hukum Praktik Keperawatan
 

KDRT

  • 1. Tugas Kelompok MAKALAH UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA Mata kuliah Perundang-Undangan Sosial Diajukan untuk memenuhi nilai tugas kelompok persentase Dosen : Nurhayani Lubis, SH, M.Pd Oleh: Kelompok 7 Ahmad Darojatun(1204241) Di an Puspita Sari(1204126) Titin Anisa(1204114) SEKOLAH TINGGI KESEJAHTERAAN SOSIAL BANDUNG 2013
  • 2. KATA PENGANTAR Assalamualaikum wr. wb. Puji Syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan karunianya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas mata kuliah Perundang- undangan Sosial, tepat pada waktunya dan tanpa ada kendala yang berarti. Makalah ini merupakan hasil kerjasama yang baik dari kelompok kami. Kami mengucapkan terima kasih kepada dosen Perundang-undangan Sosial, Ibu Nurhayani Lubis atas bimbingan yang diberikan dalam penyelesaian makalah ini. Terima kasih kepada teman-teman kelas 1 / I atas kerjasama dan dukungannya selama ini. Kami sangat menyadari bahwa sebagai manusia yang memiliki keterbatasan, tentu di dalam penulisan makalah ini banyak kekurangan dan kelemahannya. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca untuk perbaikan makalah selanjutnya. Kami berharap, makalah ini dapat memberi manfaat bagi kita semua. Amin. Wassalam. Bandung, 6 Maret 2013 Kelompok 7 1
  • 3. DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ................................................................................................... 1 DAFTAR ISI.................................................................................................................. 2 BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................. 3 1.1 Latar Belakang Masalah ........................................................................................... 3 1.2 Rumusan Masalah.................................................................................................... 4 1.3 Tujuan ...................................................................................................................... 4 BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................... 5 2.1 Sekilas Tentang UU PKDRT ................................................................................... 5 2.2 Filosofi UU PKDRT ................................................................................................ 5 2.3 Pengertian KDRT..................................................................................................... 7 2.4 Lingkup Rumah Tangga .......................................................................................... 8 2.5 Asas dan Tujuan PKDRT......................................................................................... 8 2.5.1 Asas PKDRT .................................................................................................. 8 2.5.2 Tujuan PKDRT............................................................................................... 9 2.6 Bentuk-Bentuk KDRT ............................................................................................. 9 2.7 Penyebab KDRT .................................................................................................... 12 2.8 Pembuktian Kasus KDRT ...................................................................................... 14 2.9 Cara Penanggulangan KDRT ................................................................................. 14 BAB III PENUTUP ..................................................................................................... 15 3.1 Kesimpulan ............................................................................................................ 15 3.2 Saran ...................................................................................................................... 15 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 16 2
  • 4. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keluarga adalah unit sosial terkecil dalam masyarakat yang berperan dan berpengaruh sangat besar terhadap perkembangan sosial dan perkembangan kepribadian setiap anggota keluarga. Keluarga memerlukan organisasi tersendiri dan perlu kepala rumah tangga sebagai tokoh penting yang memimpin keluarga disamping beberapa anggota keluarga lainnya. Anggota keluarga terdiri dari Ayah, ibu, dan anak merupakan sebuah satu kesatuan yang memiliki hubungan yang sangat baik. Hubungan baik ini ditandai dengan adanya keserasian dalam hubungan timbal balik antar semua anggota/individu dalam keluarga. Sebuah keluarga disebut harmonis apabila seluruh anggota keluarga merasa bahagia yang ditandai dengan tidak adanya konflik, ketegangan, kekecewaan dan kepuasan terhadap keadaan (fisik, mental, emosi dan sosial) seluruh anggota keluarga. Keluarga disebut disharmonis apabila terjadi sebaliknya. Ketegangan maupun konflik antara suami dan istri maupun orang tua dengan anak merupakan hal yang wajar dalam sebuah keluarga atau rumah tangga. Tidak ada rumah tangga yang berjalan tanpa konflik namun konflik dalam rumah tangga bukanlah sesuatu yang menakutkan. Hampir semua keluarga pernah mengalaminya. Yang mejadi berbeda adalah bagaimana cara mengatasi dan menyelesaikan hal tersebut. Apabila konflik diselesaikan secara tidak sehat maka konflik akan semakin sering terjadi dalam keluarga. Penyelesaian masalah dilakukan dengan marah yang berlebih-lebihan, hentakan- hentakan fisik sebagai pelampiasan kemarahan, teriakan dan makian maupun ekspresi wajah menyeramkan. Terkadang muncul perilaku seperti menyerang, memaksa, mengancam atau melakukan kekerasan fisik. Perilaku seperti ini dapat dikatakan pada tindakan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang diartikan setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga. Untuk mencegah, melindungi korban, dan menindak pelaku kekerasan dalam rumah tangga, negara dan masyarakat wajib melaksanakan pencegahan, perlindungan, dan penindakan pelaku sesuai dengan falsafah Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Negara berpandangan bahwa segala bentuk 3
  • 5. kekerasan, terutama kekerasan dalam rumah tangga, adalah pelanggaran hak asasi manusia dan kejahatan terhadap martabat kemanusiaan serta bentuk diskriminasi. Untuk itu, disini kami sebagai penulis akan membahas undang – undang yang mengatur tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga yaitu Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004. 1.2 Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah dari makalah di atas adalah : 1. Apa yang dimaksud dengan Kekerasan dalam Rumah Tangga ? 2. Apa saja bentuk-bentuk Kekerasan dalam Rumah Tangga ? 3. Apakah faktor-faktor penyebab Kekerasan dalam Rumah Tangga ? 4. Bagaimana cara penanggulangan Kekerasan dalam Rumah Tangga ? 5. Apakah perlindungan bagi korban KDRT? 6. Apakah pengertian KDRT menurut UU? 1.3 Tujuan Tujuan dari rumusan masalah di atas yaitu : 1. Menjelaskan yang dimaksud dengan Kekerasan dalam Rumah Tangga. 2. Menjelaskan apa saja bentuk-bentuk Kekerasan dalam Rumah Tangga. 3. Menjelaskan faktor-faktor penyebab Kekerasan dalam Rumah Tangga. 4. Menjelaskan cara penanggulangan Kekerasan dalam Rumah Tangga. 5. Menjekaskan perlindungan bagi korban KDRT. 6. Menjelaskan pengertian KDRT menurut UU. 4
  • 6. BAB II PEMBAHASAN 2.1 . Sekilas Tentang Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga Berdasarkan hasil Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat pada tanggal 14 September 2004, telah disahkan Undang-Undang No. 23 tahun 2004 mengenai Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (PKDRT) yang terdiri dari 10 bab,56 pasal dan 45 ayat yang diharapkan dapat menjadi payung perlindungan hukum bagi anggota dalam rumah tangga, khususnya perempuan, dari segala tindak kekerasan. Secara garis besar UU ini berisi tentang ketentuan umum, meliputi pengertian KDRT, penghapusan KDRT, korban KDRT, perlindungan, perintah perlindungan, dan lingkup rumah tangga. Bab-bab selanjutnya mengatur tentang asas dan tujuan diadakannya penghapusan KDRT, larangan KDRT termasuk bentuk-bentuk KDRT, hak- hak korban, kewajiban Pemerintah dan masyarakat, perlindungan, pemulihan korban, dan ketentuan pidana. Undang-Undang tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga ini terkait erat dengan beberapa peraturan perundangundangan lainyang sudah berlaku sebelumnya, antara lain, Undang- Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Kitab Undang- Undang Hukum Pidana serta Perubahannya, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita (Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women),dan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. 2.2 Filosofi Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT) Sebuah tantangan dalam pencapaian persamaan hak, pengembangan dan kedamaian yang diakui dalam Nairobi Forward-looking Strategis for the Advancement of Women,yang merekomendasikan satu perangkat tindakan untuk memerangi kekerasan terhadap perempuan. Rekomendasi tersebut dibebankan kepada Pemerintah sebagai kewajiban hukum dan moral untuk menghilangkan KDRT melalui kombinasi berbagai 5
  • 7. langkah serius.KDRT merupakan permasalahan yang telah mengakar sangat dalam dan terjadi di seluruh negara dunia. Dalam hal ini, masyarakat internasional telah menciptakan standar hukum yang efektif dan khusus memberikan perhatian terhadap KDRT. Tindakan untuk memukul perempuan, misalnya, telah dimasukan di dalam konvensi HAM internasional maupun regional yang mempunyai sifat hukum mengikat terhadap negara yang telah meratifikasinya. Dokumen HAM Internasional tersebut meliputi, Universal Declaration of Human Rights (“UDHR”), the International Covenant on Civil and Political Rights (“ICCPR”), dan the International Covenant on Economic, Social and Cultural Rights (“ICESCR”) yang menjadi standar umum mengenai Hak Asasi Manusia, di mana para korban dari KDRT dapat menggugat negaranya masing-masing. Berbagai pertistiwa kekerasan dalam rumah tangga telah menunjukkan bahwa negara telah gagal untuk memberi perhatian terhadap keluhan para korban.Maka negara dapat dikenakan sanksi jika negara tersebut merupakan anggota dari instrumen internasional sebagaimana telah disebutkan sebelumnya. Hal yang sama dapat pula dilakukan di bawah Convention on the Elimination of All Forms of Discrimination Against Women (“CEDAW”) beserta dengan Protokolnya, dan juga melalui Convention Against Torture and Other Cruel, In human, or Degrading Treatment or Punishment (“CAT”).Demikian juga, instrumen regional dapat memberikan perlindungan terhadap perempuan yang menjadi korban.The European Convention for the Protection of Human Rights and Fundamental Freedoms (“ECHR”), the American Convention on Human Rights(“ACHR”), bersama dengan the Inter-American Convention on the Prevention, Punishment and Eradication of Violence Against Women(“Inter-American Convention on Violence Against Women”), dan the African Charter on Human and Peoples’ Rights (“African Charter”) merupakan dokumen utama HAM regional yang dapat dijadikan landasan bagi korban KDRT. Secara yuridis, kekerasan dalam rumah tangga diatur dalam Undang-Undang No. 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU PKDRT), yang tercantum dalam pasal 6, 7, 8, dan pasal 9 yaitu: 1. Kekerasan fisik, yaitu perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit atau luka berat (Pasal 6 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004). 2. Kekerasan psikis, yaitu perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya dan atau 6
  • 8. penderitaan psikis berat pada seseorang (Pasal 7 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004). 3. Kekerasan seksual, yaitu pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut. Selain itu juga berarti pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup rumah tangganya dengan orang lain untuk tujuan komersial atau tujuan tertentu (Pasal 8 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004). 4. Penelantaran rumah tangga juga dimasukkan pengertian dalam rumah tangga, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan penghidupan, perawatan atau pemeliharaan kepada orang tersebut. Pelantaran tersebut juga berlaku bagi setiap orang yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi atau melarang untuk bekerja yang layak di dalam atau di luar rumah, sehingga korban dibawah kendali orang tersebut (Pasal 9 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004). Di Indonesia, secara legal formal, ketentuan ini mulai diberlakukan sejak tahun 2004. Misi dari Undang-undang ini adalah sebagai upaya, ikhtiar bagi penghapusan KDRT.Kebijakan ini merupakan bagian dari penghapusan deskriminasi terhadap perempuan, yang terwujud dalam Convention on the Elimination of All Forms of Descrimination Againts Woman (CEDAW), dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984. Konvensi ini memuat hak dan kewajiban berdasarkan atas persamaan dan menyatakan agar Negara mengambil langkah-langkah seperlunya untuk pelaksanaannya. Juga berdasar Deklarasi Penghapusan Kekerasan Terhadap Perempuan yang dilahirkan PBB tanggal 20 Desember 1993 dan telah diratifikasi oleh pemerintah Indonesia. 2.3 Pengertian Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Kekerasan dalam Rumah Tangga seperti yang tertuang dalam Undang-undang No.23 Tahun 2004 pasal 1 ayat 1 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, memiliki arti setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga. Masalah kekerasan dalam rumah tangga telah mendapatkan perlindungan hukum dalam Undang-undang Nomor 23 tahun 2004 yang antara lain menegaskan bahwa: 7
  • 9. a. Bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan rasa aman dan bebas dari segala bentuk kekerasan sesuai dengan falsafah Pancasila dan Undang-undang Republik Indonesia tahun 1945. b. Bahwa segala bentuk kekerasan, terutama Kekerasan dalam rumah tangga merupakan pelanggaran hak asasi manusia, dan kejahatan terhadap martabat kemanusiaan serta bentuk deskriminasi yang harus dihapus. c. Bahwa korban kekerasan dalam rumah tangga yang kebanyakan adalah perempuan, hal itu harus mendapatkan perlindungan dari Negara dan/atau masyarakat agar terhindar dan terbebas dari kekerasan atau ancaman kekerasan, penyiksaan, atau perlakuan yang merendahkan derajat dan martabat kemanusiaan. d.Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagai dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu dibentuk Undang-undang tentang penghapusan kekerasan dalam rumah tangga. Tindak kekerasan yang dilakukan suami terhadap isteri sebenarnya merupakan unsur yang berat dalam tindak pidana, dasar hukumnya adalah KUHP (kitab undang-undang hukum pidana) pasal 356 yang secara garis besar isi pasal yang berbunyi: “Barang siapa yang melakukan penganiayaan terhadap ayah, ibu, isteri atau anak diancam hukuman pidana” 2.4 Lingkup Rumah Tangga Lingkup rumah tangga dalam Undang-Undang ini meliputi (Pasal 2 ayat 1): a. Suami, isteri, dan anak (termasuk anak angkat dan anak tiri); b. Orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan orang sebagaimana dimaksud dalam huruf a karena hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan, dan perwalian, yang menetap dalam rumah tangga (mertua, menantu, ipar dan besan); dan/atau c. Orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga tersebut (Pekerja Rumah Tangga). 2.5 Asas dan Tujuan Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga 2.5.1 Asas Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga Penghapusan kekerasan dalam rumah tangga dilaksanakan berdasarkan asas (Pasal 3) : Penghormatanhakasasimanusia; 8
  • 10. Keadilandankesetaraan gender, yaknisuatukeadaan di manaperempuandanlaki-lakimenikmati status yang setaradanmemilikikondisi yang samauntukmewu- judkansecarapenuhhak- hakasasidanpotensinyabagikeutuhandankelangsu- nganrumahtanggasecaraproporsional. Nondiskriminasi; dan Perlindungan korban. 2.5.2 Tujuan Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga Penghapusan kekerasan dalam rumah tangga bertujuan (Pasal 4): Mencegah segala bentuk kekerasan dalam rumah tangga; Melindungi korban kekerasan dalam rumah tangga; Menindak pelaku kekerasan dalam rumah tangga; dan Memelihara keutuhan rumah tangga yang harmonis dan sejahtera. 2.6 Bentuk-bentuk Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Menurut Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tindak kekerasan terhadap istri dalam rumah tangga dibedakan kedalam 4 (empat) macam : a. Kekerasan fisik Kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit atau luka berat. Prilaku kekerasan yang termasuk dalam golongan ini antara lain adalah menampar, memukul, meludahi, menarik rambut (menjambak), menendang, menyudut dengan rokok, memukul/melukai dengan senjata, dan sebagainya. Biasanya perlakuan ini akan nampak seperti bilur-bilur, muka lebam, gigi patah atau bekas luka lainnya. Kekerasan fisik adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit atau luka berat (Pasal 6). DELIK ANCAMAN SANKSI Kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga : ➢ penjara paling lama 5 (lima) tahun; atau ➢ denda paling banyak Rp 15 juta Kekerasan fisik yang mengakibatkan korban mendapat jatuh sakit atau luka berat : ➢ penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun; atau 9
  • 11. ➢ denda paling banyak Rp 30 juta Kekerasan fisik yang mengakibatkan matinya korban : ➢ penjara paling lama 15 (lima belas) tahun; atau ➢ denda paling banyak Rp 45 juta Kekerasan fisik yang dilakukan suami terhadap isteri atau sebaliknya yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian atau kegiatan sehari-hari : ➢ penjara paling lama 4 (empat) bulan; atau ➢ denda paling banyak Rp 5 juta. b. Kekerasan psikologis / emosional Kekerasan psikologis atau emosional adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya dan / atau penderitaan psikis berat pada seseorang. Perilaku kekerasan yang termasuk penganiayaan secara emosional adalah penghinaan, komentar-komentar yang menyakitkan atau merendahkan harga diri, mengisolir istri dari dunia luar, mengancam atau ,menakut-nakuti sebagai sarana memaksakan kehendak (Pasal 7). DELIK ANCAMAN SANKSI Kekerasan psikis dalam lingkup rumah tangga ➢ penjara paling lama 3 (lima) tahun; atau ➢ denda paling banyak Rp 9 juta Kekerasan psikis yang dilakukan suami terhadap isteri atau sebaliknya yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian atau kegiatan sehari-hari ➢ penjara paling lama 4 (empat) bulan; atau ➢ denda paling banyak Rp 3 juta c. Kekerasan seksual Kekerasan jenis ini meliputi pengisolasian (menjauhkan) istri dari kebutuhan batinnya, memaksa melakukan hubungan seksual, memaksa selera seksual sendiri, tidak memperhatikan kepuasan pihak istri. Kekerasan seksual berat, berupa: 10
  • 12. 1. Pelecehan seksual dengan kontak fisik, seperti meraba, menyentuh organ seksual, mencium secara paksa, merangkul serta perbuatan lain yang menimbulkan rasa muak/jijik, terteror, terhina dan merasa dikendalikan. 2. Pemaksaan hubungan seksual tanpa persetujuan korban atau pada saat korban tidak menghendaki. 3. Pemaksaan hubungan seksual dengan cara tidak disukai, merendahkan dan atau menyakitkan. 4. Pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain untuk tujuan pelacuran dan atau tujuan tertentu. 5. Terjadinya hubungan seksual dimana pelaku memanfaatkan posisi ketergantungan korban yang seharusnya dilindungi. 6. Tindakan seksual dengan kekerasan fisik dengan atau tanpa bantuan alat yang menimbulkan sakit, luka,atau cedera. Kekerasan Seksual Ringan, berupa pelecehan seksual secara verbal seperti komentar verbal, gurauan porno, siulan, ejekan dan julukan dan atau secara non verbal, seperti ekspresi wajah, gerakan tubuh atau pun perbuatan lainnya yang meminta perhatian seksual yang tidak dikehendaki korban bersifat melecehkan dan atau menghina korban. Melakukan repitisi kekerasan seksual ringan dapat dimasukkan ke dalam jenis kekerasan seksual berat. Kekerasan seksual adalah setiap perbuatan yang berupa pemaksaan hubungan seksual, pemaksaan hubungan seksual dengan cara tidak wajar dan/atau tidak disukai, pemaksaan hubungan seksual dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu. Kekerasan seksual meliputi (pasal 8): a. Pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut; b. Pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup rumah tangganya dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu. DELIK ANCAMAN SANKSI Kekerasan seksual ➢ penjara paling lama 12 tahun; atau ➢ denda paling banyak Rp 36 juta Memaksa orang yang menetap dalam rumah tangganya melakukan hubungan seksual 11
  • 13. ➢ penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 15 tahun; atau ➢ denda paling sedikit Rp 12 juta dan paling banyak Rp 300 juta Mengakibatkan korban mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh sama sekali, mengalami gangguan daya pikir atau kejiwaan sekurang-kurangnya selama 4 minggu terus menerus atau1 tahun tidak berturut-turut, gugur atau matinya janin dalam kandungan, atau mengakibatkan tidak berfungsinya alat reproduksi ➢ penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 20 tahun; atau ➢ denda paling sedikit 25 juta dan paling banyak 500 juta d. Penelantaran rumah tangga Penelantaran rumah tangga adalah seseorang yang menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan kepada orang tersebut. Selain itu, penelantaran juga berlaku bagi setiap orang yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi dan/atau melarang untuk bekerja yang layak di dalam atau di luar rumah sehingga korban berada di bawah kendali orang tersebut (pasal 9). DELIK ANCAMAN SANKSI Menelantarkan orang lain dalam lingkup rumah tangga; atau Menelantarkan orang lain yang berada di bawah kendali ➢ penjara paling lama 3 (lima) tahun; atau ➢ denda paling banyak Rp 15 juta Pidana Tambahan Selain ancaman pidana penjara dan/atau denda tersebut di atas, hakim dapat men-jatuhkan pidana tambahan berupa: • Pembatan gerak pelaku baik yang bertujuan untuk menjauhkan pelaku dari korban dalam jarak dan waktu tertentu, maupun pembatasan hak-hak tertentu dari pelaku; • Penetapan pelaku mengikuti program KONSELING di bawah pengawasan lembaga tertentu . 2.7 Penyebab Kekerasan Dalam Rumah Tangga Penyebab KDRT adalah: 1. Laki-laki dan perempuan tidak dalam posisi yang setara 12
  • 14. 2. Masyarakat menganggap laki-laki dengan menanamkan anggapan bahwa laki-laki harus kuat, berani serta tanpa ampun 3. KDRT dianggap bukan sebagai permasalahan sosial, tetapi persoalan pribadi terhadap relasi suami istri 4. Pemahaman keliru terhadap ajaran agama, sehingga timbul anggapan bahwa laki- laki boleh menguasai perempuan Strauss A. Murray mengidentifikasi hal dominasi pria dalam konteks struktur masyarakat dan keluarga, yang memungkinkan terjadinya kekerasan dalam rumah tangga (marital violence) sebagai berikut: a. Pembelaan atas kekuasaan laki-laki Laki-laki dianggap sebagai superioritas sumber daya dibandingkan dengan wanita, sehingga mampu mengatur dan mengendalikan wanita. b. Diskriminasi dan pembatasan dibidang ekonomi Diskriminasi dan pembatasan kesempatan bagi wanita untuk bekerja mengakibatkan wanita (istri) ketergantungan terhadap suami, dan ketika suami kehilangan pekerjaan maka istri mengalami tindakan kekerasan. c. Beban pengasuhan anak Istri yang tidak bekerja, menjadikannya menanggung beban sebagai pengasuh anak. Ketika terjadi hal yang tidak diharapkan terhadap anak, maka suami akan menyalah- kan istri sehingga tejadi kekerasan dalam rumah tangga. d. Wanita sebagai anak-anak Konsep wanita sebagai hak milik bagi laki-laki menurut hukum, mengakibatkan kele- luasaan laki-laki untuk mengatur dan mengendalikan segala hak dan kewajiban wanita. Laki-laki merasa punya hak untuk melakukan kekerasan sebagai seorang bapak melakukan kekerasan terhadap anaknya agar menjadi tertib. e. Orientasi peradilan pidana pada laki-laki Posisi wanita sebagai istri di dalam rumah tangga yang mengalami kekerasan oleh suaminya, diterima sebagai pelanggaran hukum, sehingga penyelesaian kasusnya sering ditunda atau ditutup. Alasan yang lazim dikemukakan oleh penegak hukum yaitu adanya legitimasi hukum bagi suami melakukan kekerasan sepanjang bertindak dalam konteks harmoni keluarga. 13
  • 15. 2.8 Pembuktian Kasus Kekerasan Dalam Rumah Tangga Dalam UU ini dikatakan bahwa sebagai salah satu alat bukti yang sah, keterangan seorang saksi korban saja sudah cukup untuk membuktikan bahwa terdakwa bersalah, apabila disertai dengan suatu alat bukti yang sah lainnya (pasal 55). Alat bukti yang sah lainnya itu adalah: a. Keterangan saksi; b. Keterangan ahli; c. Surat; d. Petunjuk; e. Keterangan terdakwa 2.9 Cara Penanggulangan Kekerasan dalam Rumah Tangga. Untuk menghindari terjadinya Kekerasan dalam Rumah Tangga, diperlukan cara-cara penanggulangan Kekerasan dalam Rumah Tangga, antara lain: a. Perlunya keimanan yang kuat dan akhlaq yang baik dan berpegang teguh pada agamanya sehingga Kekerasan dalam rumah tangga tidak terjadi dan dapat diatasi dengan baik dan penuh kesabaran. b. Harus tercipta kerukunan dan kedamaian di dalam sebuah keluarga, karena didalam agama itu mengajarkan tentang kasih sayang terhadap ibu, bapak, saudara, dan orang lain. Sehingga antara anggota keluarga dapat saling mengahargai setiap pendapat yang ada. c. Harus adanya komunikasi yang baik antara suami dan istri, agar tercipta sebuah rumah tangga yang rukun dan harmonis. Jika di dalam sebuah rumah tangga tidak ada keharmonisan dan kerukunan diantara kedua belah pihak, itu juga bisa menjadi pemicu timbulnya kekerasan dalam rumah tangga. d. Butuh rasa saling percaya, pengertian, saling menghargai dan sebagainya antar anggota keluarga. Sehingga rumah tangga dilandasi dengan rasa saling percaya. Jika sudah ada rasa saling percaya, maka mudah bagi kita untuk melakukan aktivitas. Jika tidak ada rasa kepercayaan maka yang timbul adalah sifat cemburu yang kadang berlebih dan rasa curiga yang kadang juga berlebih-lebihan. e. Seorang istri harus mampu mengkoordinir berapapun keuangan yang ada dalam keluarga, sehingga seorang istri dapat mengatasi apabila terjadi pendapatan yang minim, sehingga kekurangan ekonomi dalam keluarga dapat diatasi dengan baik. 14
  • 16. BAB III PENUTUP 3.1 Kesimpulan Di dalam sebuah rumah tangga butuh komunikasi yang baik antara suami dan istri, agar tercipta sebuah rumah tangga yang rukun dan harmonis. Jika di dalam sebuah rumah tangga tidak ada keharmonisan dan kerukunan diantara kedua belah pihak maka akan menjadi pemicu timbulnya kekerasan dalam rumah tangga. Kekerasan dalam rumah tangga adalah setiap perbuatan kekerasan yang dialami oleh seseorang terutama pada seorang wanita, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan / atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga. Sanksi yang akan didapat oleh para pelaku kejahatan kekerasan dalam rumah tangga tersebut sudah di atur di dalam Undang – Undang Nomor 23 Tahun 2004 secara tindak pidana terdapat pada Pasal 44 – Pasal 49, selain tindak pidana tersebut hakim dapat menjatuhkan sanksi tambahan terhadap tersangkayang diatur pada Pasal 50 – Pasal 53 . Maka dari itu, di dalam sebuah rumah tangga kedua belah pihak harus sama-sama menjaga agar tidak terjadi konflik yang bisa menimbulkan kekerasan dalam rumah tangga. 3.2 Saran Kekurangan hanya milik kami dan kesempurnaan hanyalah milik Allah SWT. Penyusun makalah ini hanya manusia biasa yang banyak kelemahan dan kekhilafan. Maka dari itu penyusun menyarankan pada pembaca yang ingin mendalami pembahasan mengenai Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004, setelah membaca makalah ini membaca sumber lain yang lebih lengkap. 15
  • 17. DAFTAR PUSTAKA Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga http://omperi.wikidot.com/tindak-pidana-kekerasan-dalam-rumah-tangga http://www.lbh-apik.or.id/kdrt-pentingnya.htm http://www.lbh-apik.or.id/fact-58.htm http://www.erwinmiradi.com/kenapa-laki-l... #erwinmiradi.com http://maureenlicious.wordpress.com/2011/04/28/kekerasan-pada-istri-dalam-rumah- tangga/ 16