2. Eksistensialisme adalah suatu penolakan terhadap suatu
pemikiran abstrak, tidak logis atau tidak ilmiah. Eksistensialisme
menolak bentuk kemutlakan rasional.
Dengan demikian aliran ini hendak memadukan hidup yang
dimiliki dengan pengalaman dan situasi sejarah yang ia alami dan
tidak mau terikat oleh hal-hal yang sifatnya abstrak serta
spekulatif, baginya, segala sesuatu dimulai dari pengalaman
pribadi, keyakinan yang tumbuh dari dirinyadan kemampuan
serta keluasan jalan untuk mencapai keyakinan hidupnya. Atas
dasar pandangannya itu , sikap dikalangan eksistensialisme atau
penganut aliran ini sering kali tampak aneh atau lepas dari norma-
norma umum.
3. Sebagai aliran filsafat, eksistensialisme berbeda dengan
filsafat eksistensi. Paham eksistensialisme secara radikal
menghadapkan manusia pada dirinya sendiri, sedangkan
filsafat eksistensi adalah benar-benar sebagai arti katanya,
yaitu : “filsafat yang menempatkan cara wujud manusia
sebagai tema sentral”.
Maka, disini letak kesulitan merumuskan pengertian
eksistensialisme–sebagai aliran filsafat. Bahkan para filosof
eksistensialis sendiri tidak memperoleh perumusan yang
sama tentang eksistensialisme itu per definisi.
4. Peserta didik sejak dini harus dikenalkan dengan nilai-
nilai yang mengatur kehidupan manusia, yang berguna bagi
dirinya masing-masing agar berlangsung tertib, efisien, dan
efektif.
Dengan kata lain setiap pesrta didik harus dibantu
hidup secara disiplin, dalam arti mau dan mampu mematuhi
atau mentaati ketentuan yang berlaku dilingkungan
keluarga, masyarakat, bangsa, dan negaranya.
5. Hakekat pendidikan menurut eksistensialisme dalam
pendidikan adalah menghendaki agar pendidikan selalu
melibatkan peserta didik dalam mencari pilihan-pilihan
untuk memenuhi kebutuhannya masing-masing dan
menemukan jati dirinya, karena masing-masing individu
adalah makhluk yang unik dan bertanggung jawab atas diri
dan nasibnya sendiri.lalu metode yang digunakannya adalah
untuk mendorong siswa mengikuti proyek-proyek yang
membantu mereka untuk mengembangkan keterampilan dan
pengetahuan yang di perlukan.
6. Eksistensialisme berpendapat bahwa pelajar adalah individu
yang dapat mengembangkan potensinya masing-masing untuk
mencapai jati dirinya. Sedangkan pengajar adalah pembimbing
dan stimulator berfikir reflektif melalui panggilan pertanyaan-
pertanyaan, bukan memberi intruksi, memiliki kejuruan ilmiah,
integritas, dan kreatifitas serta figure yang tidak mencampuri
perkembangan minat dan bakat siswa.
Sehingga manusia bisa menjadi manusia yang autentik jika
memiliki gairah, keterlibatan dan komitmen pribadi dalam
kehidupan. Neitzche, filsuf Jerman (1844-1900) yang tujuan
filsafatnya menjawab pertanyaan “bagaimana menjadi manusia
unggul?” dan menurut dia jawabannya adalah manusia bisa
menjadi manusia unggul jika mempunyai keberanian untuk
merealisasikan diri secara jujur dan berani. Kedua tokoh diatas
muncul karena adanya perang dunia pertama dan situasi Eropa
pada saat itu, sehingga mereka tampil untuk menjawab
pandangan tentang manusia.
7. Namun, pandangan-pandangan tersebut memiliki
beberapa persamaan, sehingga pandangan-pandangan
mereka dapat digolongkan filsafat eksistensialisme.
Persamaan-persamaan tersebut antara lain :
Motif pokok dari filsafat eksistensialisme ialah cara
manusia berada, hanya manusialah yang
pereksistensi.
Bereksistensi harus diartikan secara dinamis,
bereksistensi berarti menciptakan dirinya secara aktif,
berbuat, menjadi dan memecahkan.
Eksistensialisme memberi tekanan pada pengalaman
konkrit, pengalaman yang eksistensial