SlideShare a Scribd company logo
1 of 23
Download to read offline
1
EDISI #19 OKTOBER 2015
ST. FRANSISKUS
BAPA ORANG HIDUP
& BERPENGHARAPAN
2
DUKUNG MAJALAH LENTERA NEWS
DENGAN DOA DAN DANA
Kunjungi kami di sini:
Bank Nasional Indonesia
Rek.No. 0307532799 a.n. Hubertus Agustus Lidy
/LENTERA-NEWS MAJALAHLENTERA.COM
daftarisi
Tajuk Redaksi3
Telisik
4
6 Lentera khusus
8 Embun katekese
12
Opini
21 Ilham sehat
St. Fransiskus:
Bapa Orang Hidup &
Berpengharapan
18
Rumah Joss
14
Sastra
RP Hubertus Lidi, OSC [Pemimpin Umum/Pemimpin Redaksi], Ananta Bangun [Redaktur Tulis], ­Jansudin
Saragih [Redaktur Foto], Rina Malem Barus [Keuangan]
Penerbit: Komisi Komunikasi Sosial Keuskupan Agung Medan (KOMSOS-KAM) ­Jalan S.Parman No. 107
Telp. +62614572457 , mp. 085361618545| www.majalahlentera.com | ­redaksi@majalahlentera.com ,
beritalentera@gmail.com | Facebook Fan Page: facebook.com/lentera-news
REDAKSI
Berbicara
Tidak Sekedar Asbun (II)
Pelanggaran Liturgi
Dalam Perayaan
­Ekaristi (V)
Siapakah Sesamamu
Sakit, Endorfin &
­Perasaan Bahagia
Harga Sebuah
­Senyuman
23 Lapo Aksara
Tak Perlu Mengunyah
Tulang
3
Redaksi
3
TAJUK REDAKSI
Memetik teladan dari tokoh
­kudus merupakan satu kebajikan.
­Pengalaman hidup dari sosok
tersebut bukanlah sesuatu yang
jatuh dari langit begitu saja.
Tentu ada rajut proses di tengah
­napaktilas hidup insan kudus
tersebut.
Redaksi Lentera News, dalam
edisi Oktober 2015 ini, ­tergelitik
­menyajikan tulisan ibu ­Benedicta
­Siregar. Yang dipetik dalam
­kesempatan merayakan Hari
Santo Fransiskus. Bukan hal yang
­mengejutkan, sebab Keuskupan
Agung Medan dilayani sejumlah
­besar Imam dan Biarawati yang
­melandaskan jalan imamatnya
­berdasarkan inspirasi hidup St.
­Fransiskus dari Assisi. Inilah sebabnya
mereka juga disebut Imam/ Biarawati
Fransiskan.
Jejak semangat St. Fransiskus,
kiranya mendorong ibu Benedicta
­menuliskan sendiri bagaimana
ia juga terpajan (enchanted). Dan
bagaimana juga inspirasi tersebut
dapat ­diterapkan dalam multi nilai
kehidupan.
Dalam edisi ini, Lentera News men-
yajikan beberapa artikel berseri yang
terakhir. Diantaranya artikel Pater
Hubert mengenai Asbun (asal bu-
nyi), dan tema pelanggaran dalam
liturgi. Yang dimuat oleh Redaksi dari
­Katolisitas.org.
Namun, kolom Sastra kembali
­menghadirkan cerita bersambung
baru karya ibu Debora. Sila langsung
dilirik.
Jangan lupa untuk membaca
kolom opini yang memuat cara
­penyampaian pemikiran Leo Tolstoy
dalam kisah bernuansa budaya Karo,
oleh ­Pemimpin Redaksi Sora Sirulo
(Ita Apulina Silangit).
Akhirul kata, Redaksi mengucapkan
terima kasih atas dukungan doa dan
aksara hingga majalah online kesay-
angan kita ini kembali hadir di tengah
kita.
Shalom,
4
RP Hubertus Lidi, OSC
hubertuslidiosc@gmail.com
TELISIK | AKU DI ANTARA YANG LAIN
O
tak manusia merupakan
penggerak utama alias
centra senso motorik, yang
secara timbal-balik menggerakan
saraf-saraf sehingga terciptalah
aksi-aksi. Salah satu aksi ialah
berbicara atau bertutur. ­Berbicara
yang terwujud dalam ­melafalkan
kata-kata secara lisan (secara
­verbal) yang membentuk kalimat
yang beraturan.
Berbicara juga dapat ­disampaikan
melalui kode, sandi, tanda, gerakan-
gerakan anggota tubuh (secara
non verbal) Poin penting bagi
si ­pembicara adalah bagaimana
­mengkomunikasikan tujuannya
­sehingga hal tersebut dimengerti,
ditangkap oleh manusia yang lain,
sesuai dengan maksud dari si
­pembicara itu. Permasalahnya adalah
pesan yang‘saya’mengerti apakah
dimengerti sebagaimana adanya,
atau sebaliknya tak dimengerti atau
dimengertinya sesuai rekayasanya?
Manusia membutuhkan latihan,
pengalaman, dan ketrampilan
­menyampaikan ide, gagasan, dan
pendapat, juga ketepatan serta
­ketajaman dalam mendengarkan
pembicaraan orang lain. Aspek-
aspek seperti Latihan, persiapan
diri, ­ketenangan batin, evaluasi,
dan ­refleksi amat perlu dalam kaitan
meningkatkan kualitas berbicara
dan mendengarkan. Tubuh yang
sehat ­termasuk otak menjadi
kunci ­sekaligus menunjukan bobot
dari pembicaraannya. Wawasan
­pengetahuan, pengalaman dan
daya nalar dari pembicara juga
turut ­memberi andil apakah otaknya
berkualitas, sehat, atau sebaliknya
terbatas dan gangguan. Ungkapan-
ungkapan seperti: otak miring, gila,
stres, galau, gitu saja... dari‘­pendengar’
merupakan bentuk reaksi yang
terarah kepada sipembicara, boleh
jadi berkaitan dengan kualitas sebuah
pembicaraan.
Kapasitas orang yang berbicara juga
bermuara dari mental, psikologis, dan
kewibawaannya. Kaitan dengan posisi,
kedudukan, peran, pangkat, strata
sosial dalam masyarakat dll.‘Bicaranya’
menunjukan peran dan fungsinya,
capability. Misalnya seorang Uskup
yang berbicara kepada umatnya
‘aura pesanya’berbeda kalau seorang
KDS (Ketua Dewan Stasi) yang bicara.
Seorang Presiden yang bicara ­kepada
masyarakat tentu berbeda kalau
seorang ketua RT berbicara. Kalimat
yang diungkapkan bisa sama, tetapi
pemaknaan akan nilainya berbeda.
BERBICARA
TIDAK SEKEDAR ‘ASBUN’
5
Misalnya ungkapan Proficiat... nilai
rasanya berbeda kalau hal itu diungkap
Presiden kepada sang sang pemenang,
ketimbang ungkapan itu datang dari RT.
Rasanya lebih ‘wah’kalau terucap dari
mulut seorang presiden.
Tempat, dari mana hal itu ­dibicarakan,
juga mempengaruhi bobot dan
­kualitas bicaranya. Seorang uskup yang
­menyampaikan atau mengumumkan
sesuatu untuk umatnya dari‘Catedra’
atau singgasana, atau tahktanya.
­Otoritasnya sebagai‘gembala’­terpatrikan
pada tempanya itu. Otomatis apa
yang dicarakan itu sifatnya resmi dan
tak dapat diganggu apalagi digugat.
Begitu juga seorang Presiden atau
pejabat-pejabat lainnya. Tempat dalam
hal ini sebagai bentuk pengakuan dan
pembenaran akan otoritas, kuasa dan
wewenangnya.
Kesadaran dan proses mengklarifikasi
‘pembicaraan’atau ungkapan-
ungkapannya dengan verifikasi atau
mengingat kembali alias‘remind’
amat penting, sebagai ajang untuk
­mempertangung jawabkan kata-kata
atau kalimat yang telah diungkapkan.
Agar tidak berujung bencana“Mulutmu
harimaumu”
Situasi dan kepentingan
Situasi, baik tempat, dan kondisi ­tempat
dan bathin juga mempengaruhi isi
pembicaraannya. Sebagai contoh: saya
ke tengahkan beberapa istilah terapan
di Asmat-Papua. seperti: Mobil, bahasa
setempatnya Ci Capimbi dan Pesawat - ­Ci
Ob. Ci Capimbi: Ci seyogianya berarti
perahu dan Campimbi berarti bumi/
tanah. Mobil sejajar dengan Perahu
Bumi. Ci Ob: Ci Perahu dan Ob adalah
udara/angkasa. Pesawat ­disejajarkan
dengan ­Perahu Angkasa. Situasi
­daerah Asmat adalah rawa dan sungai-
sungai, ­sehingga perahu menjadi alat
­transportasi utama.
Para pengamat politik, politikus-
politikus, dan pakar-pakar hukum akhir-
akhir ini mempersoalkan: ­Menghina
dan Mengkritik, berkaitan RUU
­Penghinaan terhadap Presiden. Mereka
tampil di media sosial, ­berdiskusi,
­berdebat, bahkan kadang-kadang
bertengkar guna mempertahankan ide
dan gagasannya demi membenarkan
argumennya. Persoalannya ada pada
interpretasi ganda. Mengapa ganda?
Kepentingan turut mempengaruhi
makna kata - kalimat dan tafsirannya.
Berbicara, merupakan salah satu cara
untuk mempresentasikan pengeta-
huan (kognitif) dan informasi, serta
­perasaan (afectif),yang tersirat. D ibalik
itu ­tersirat keinginan, harapan, dan
cita-cita. Bagi yang mendengar, tentu
­mereka menangkap dan mencerna
informasi, pengetahuan, serta‘hati’
yang diberikan, tetapi mereka juga
­memberikan penilaian atas sikap,
­karakter, serta kemampuan dari yang
berbicara. Mari berbicaralah secara sadar
dan seperlunya. Toh ternyata berbicara
tidak sekedar asal bunyi alias‘asbun’
6
LENTERA KHUSUS | SANTO FRANSISKUS
Benedicta L.
­Siregar
Dosen PS
­Agroekoteknologi
Fakultas Pertanian
Universitas HKBP
Nommensen
Siapa Santo Fransiskus? Mungkin banyak
di antara kita yang dapat ­menjelaskannya.
Namun barangkali hanya sedikit yang
mengenal dengan sesungguhnya. Yang
lebih pasti lebih banyak orang yang
­sekedar tahu, beliau adalah orang kudus
dari kota Assisi.
Ada juga yang memaknai Santo Fransiskus
adalah tokoh kehidupan. Dalam banyak
lukisan atau gambar, Santo Fransiskus
disandingkan bersama alam ciptaan
Tuhan yang menggambarkan kehidupan.
Sebagian kalangan mengenal Fransiskus
dari Asisi sebagai sang tokoh lingkungan
hidup dari abad ke 12 sampai dengan 13.
Terdorong ingin mengenal Santo
­Fransiskus, saya hadir pada pesta ­perayaan
memperingati Santo Fransiskus dari
Assisi oleh Persaudaraan Fransiskan
­Fransiskanes Medan Sekitarnya (Persimes)
yang ­diselenggarakan di lokasi salah satu
­sekolah Perguruan Katolik Assisi. Acara
diisi dengan seminar, misa, dan diakhiri
dengan makan bersama dan acara keakra-
ban. Saya beruntung dan bersyukur
­mendapat pencerahan melalui pemaparan
ringan Ensiklik Laudato Si yang dikeluar-
kan oleh Paus Fransiskus dan dipublikasi
secara resmi pada tanggal 24 Mei 2015.
Ada yang menarik perhatian saya dalam
acara tersebut. Lukisan yang ditampilkan
untuk memberi warna pada perayaan
tersebut, Santo Fransiskus bersama
dengan tengkorak (lambang kematian),
yang kontradiktif dengan gambar beliau
yang lazim dikenal. Pelukisnya ­mungkin
bermaksud untuk menerjemahkan
transitus yang diyakini Santo Fransiskus.
Umumnya gambar tengkorak digunakan
untuk memberi makna adanya bahaya/
awas atau tanda peringatan. Demikian
juga saya melihat tengkorak dalam lukisan
itu sebagai sarana untuk memperingatkan
kondisi dunia sekarang, kondisi di ­sekitar
kita, bahkan kondisi hati kita saat ini,
­­gambaran kematian.
Ensiklik Laudato Si sendiri berisikan
bahwa bumi adalah rumah kita bersama
yang kondisinya sedang sakit. Dunia yang
berubah dan dunia yang sedang sakit,
membutuhkan adaptasi spritualitas, sikap,
dan ­pelayanan (tindakan) dengan konteks
kekinian. Adaptasi merupakan salah satu
ciri dari mahluk hidup. Tidak berupaya
beradaptasi atau tidak mau berubah,
sesungguhnya membawa kita menuju
atau bahkan memasuki kematian.
Target-target, ambisi, kepentingan,
keserakahan, egoisme, mementingkan
kelompok sendiri, kekuatiran, kecurigaan,
kebencian, ketidakadilan, ketidakpedulian
pada lingkungan mengombang-
ambingkan dan menguasai hidup
­dunia kini. Hedonisme, materialisme,
­konsumerisme dan budaya instant seperti
ombak yang bisa menenggelamkan dunia
dan ­membawa dunia pada kematian.
Bukan satu kebetulan, nama Bapa Suci
kita saat ini, Paus Fransiskus dari Assisi.
Keberadaan Bapa Paus Fransiskus menjadi
bagian dari karya penyelamatan dunia
melalui ­penghayatan dan semangat
­fransiskannya.
Sekolah menjadi tempat dalam
­mengenang Santo Fransiskus tahun ini,
saya maknai untuk mengingatkan bahwa
dunia pendidikan saat ini juga sedang
­sakit. Rutinitas, kewibawaan semu,
SANTO FRANSISKUS,
BAPA ORANG HIDUP & BERPENGHARAPAN
7
­hukuman, rasio guru terhadap murid
yang terlalu rendah, membludaknya
­pekerjaan rumah (PR) saat usia anak
bermain, belajar berbasis soal, ­rendahnya
empati, ketertutupan akan masukan dari
stakeholder, ketidakjujuran, ketidakadilan
akan menyulitkan orang atau lembaga
dalam mengemban misi pendidikan
saat ini. Dunia pendidikan saat ini
ditantang untuk mempersiapkan anak
didik melawan hedonisme, materialisme,
konsumerisme, dan budaya instant.
Dunia pendidikan menjadi tempat yang
ideal dalam ­menularkan nilai keutuhan
ciptaan untuk membuka horison anak
didik akan kesadarannya sebagai bagian
dari alam semesta. Dunia pendidikan
ditugasi ­dengan perlunya pengembangan
­Emotional Quetiont dan Spiritual Que-
tiont (karakter), bukan hanya sekedar atau
­mengutamakan Intelegence Quetiont.
Dunia pendidikan kini juga ­dihadapkan
pada kenyataan bertambahnya
­keberadaan anak-anak berkebutu-
han khusus dengan berbagai varias-
inya, yang pada sebagian kasus kurang
sesuai ­dibelajarkan di Sekolah Luar
Biasa (SLB) yang ada. Dunia pendidikan
diharapkan menjadi andalan kema-
juan perkembangan anak, termasuk
anak-anak yang mengalami kesulitan
belajar, antara lain anak-anak yang ter-
lahir sehat namun diserang penyakit
serius atau ­berkepanjangan saat usia
balita. Anak-anak seperti mereka ser-
ing terabaikan dalam proses pembela-
jaran, bahkan diberi label sebagai anak
malas, anak bandel, anak yang tidak
tekun. Dunia pendidikan menjadi salah
satu aspek yang ­dikembangkan para
­misionaris ­terdahulu untuk ­menjadikan
manusia lebih ­bermartabat. Dunia
­pendidikan dituntut untuk ­membangun
visi dan ­menjalankan misinya untuk
­mengembangkan ­manusia secara
utuh. ­Harapan ke depan, visi dan misi
­pendidikan bergeser dari ­pertumbuhan
ekonomi ke ­pengembangan kemanusiaan
dan ­pemeliharaan lingkungan. Beda
mahluk hidup dengan benda mati adalah
pada dinamika dan pengharapan.
Pembenahan (penyesuaian) lembaga
pendidikan Katolik bisa menjadi pintu
pengharapan bagi anak-anak demi masa
depan gereja, bangsa, dan dunia yang
hidup. Gerakan pembenahan ini ­dapat
menghantarkan generasi penerus bumi
ini kelak melalui profesinya sebagai
agen-agen pembangunan masa depan
yang mengintegrasikan pembangunan
ekonomi dengan pembangunan sosial
dan pembangunan lingkungan.
Gambar Santo Fransiskus bersanding
­dengan tengkorak bisa juga ­dimaknai
sebagai sikap menolak menyerah ­(berani
dan tabah), atau kebangkitan jiwa
­(semangat) untuk bertempur melawan
penyakit dunia.
Kiranya Santo Fransiskus bukan hanya kita
telaah dalam seminar, atau kita kenang
ketika melakukan doa atau devosi, atau
kita gunakan sekedar sebagai simbol,
atau kita ingat ketika menghasilkan dan
­menggunakan panduan liturgi, atau kita
sadari ketika menuliskan suatu refleksi
atau artikel. Biarlah itu menjadi minyak
yang mempertahankan nyala pelita hati,
bukan menjadi akhir dari pengenalan
akan keteladanannya. Di Assisi, Santo
Fransiskus mengingatkan kita bahwa
dunia telah digerogoti penyakit yang bisa
membawa pada kematian, bahkan telah
mati selagi hidup.
Di Assisi, Santo Fransiskus tokoh
­kehidupan, mengingatkan kita akan
dampingan doanya, yang memberi
­pengharapan dan peneguhan. Beliau
berdoa agar panggilan gereja nyata
untuk menghadapi ancaman berbagai
­gelombang. Santo Fransiskus berdoa akan
berkat Roh Kudus yang mengaruniakan
kerendahan hati dan semangat cinta kasih
untuk menghadirkan Allah di dunia yang
nyata. Di Assisi, niat kita diperbaharui
untuk mengikuti jejak dan keteladanan
sang tokoh kehidupan, Santo ­Fransiskus
dari Asisi, dengan menghayati dan
­membuatnya sebagai model pelayanan
Kristus dalam hidup sehari-hari.
Kiranya keberadaan kita menjadi bagian
dari karya penyelamatan dunia ­melalui
penghayatan dan semangat ­fransiskan.
Semoga kita mau dan mampu ­berubah
atau beradaptasi serta senantiasa
­berpengharapan dalam menjalankan
panggilan hidup kita, sehingga mampu
menularkan pengharapan bagi ­keluarga
kita, komunitas kita, orang-orang
yang kita layani dalam pekerjaan kita,
masyarakat serta orang-orang yang
­berjumpa dengan kita dalam peziarahan
di dunia ini. Semoga...........
8
EMBUN KATAKESE | LITURGI
PELANGGARAN LITURGI
DALAM PERAYAAN EKARISTI
(V)
OLEH:
Katolisitas.org
9
Karena
­penyimpangan
ini dapat
­mengakibatkan
merosotnya/
­hubungan
yang perlu
antara ­hukum
doa dengan
­hukum iman,
yaitu bahwa
doa harus
­merupakan
­ungkapan iman
(lex orandi, lex
credendi).
“
Tanya Jawab Seputar Liturgi
Pada edisi Oktober ini, penjabaran
­mengenai Pelanggaran Liturgi
­merupakan yang seri yang terakhir.
Redaksi menyajkan sesi tanya jawab
dari materi yang dikutip dari Katolisitas.
org.
1.Mengenaimusikliturgi,apa­seharusnya
alat musik yang digunakan? Bolehkah
menggunakan organ dengan tambahan
suara alat musik lain?
Bila mengacu kepada ­Sacrosanctum
Concilium 120, alat musik yang
­sebaiknya digunakan adalah organ
pipa. Namun demikian, tidak menutup
kemungkinan penggunaan alat musik
lain, sepanjang disetujui oleh pihak
otoritas Gereja, dan asalkan sesuai un-
tuk digunakan dalam musik sakral.
SC 120 “Dalam Gereja Latin orgel
pipa hendaknya dijunjung tinggi se-
bagai alat musik tradisional, yang
suaranya mampu memeriahkan
­upacara-upacara Gereja secara
­mengagumkan, dan mengangkat hati
UmatkepadaAllahdankesurga.Akan
tetapi, menurut kebijaksanaan dan
dengan persetujuan pimpinan gereja-
wi setempat yang berwenang, sesuai
dengan kaidah art. 22 (2), 37 dan 40,
alat-alat musik lain dapat juga dipa-
kai dalam ibadat suci, sejauh memang
cocok atau dapat disesuaikan dengan
penggunaandalamliturgi,sesuaipula
dengan keanggunan gedung ­gereja,
dan sungguh membantu memantap-
kan penghayatan Umat beriman.”
Paus Pius XII mengeluarkan dokumen
tentang Musik Liturgis yang berjudul
Musicae Sacrae (MS), dan secara khusus
menyebutkan tentang hal ini demikian:
MS 59 “Selain organ, alat-alat musik
lain dapat digunakan untuk mem-
berikan bantuan besar dalam men-
capai maksud yang tinggi dari musik
liturgi,asalkan mereka tidak memain-
kan apapun yang profan, yang berisik
atau hingar bingar dan tidak berten-
tangan dengan pelayanan sakral atau
martabat tempat kudus. Di antara
alat-alat musik ini, biola dan alat-alat
musik lainnya yang menggunakan
cekungan (bow) adalah baik sebab
ketika dimainkan sendiri atau dengan
alat musik senar lainnya, alat- alat
musik ini mengekspresikan perasaan
suka cita dan dukacita dalam jiwa
dengan kekuatan yang tak dapat di-
lukiskan…”
Sedangkan tentang hal alat musik ini,
Rm. Bosco da Cunha dari Komisi Liturgi
KWI mengatakan:
“KWI masih dalam proses ­berusaha
mengaktualisasi dokumen
­Sacrosanctum Concilium Konsili
­Vatikan II; KWI tidak gegabah. Usaha
penelitian dan percobaan alat musik
tradisional aneka suku bangsa sudah
mulai dengan “Pusat Musik ­Liturgi”
Yogyakarta dipimpin Romo Karl
­Edmund Prier SJ sejak 1980an namun
masih berlangsung”.
Beliau menyarankan bagi yang
­berminat mengetahui lebih lanjut
­untuk ­mengunjungi PML Yogyakarta
di Jl. Abubakar Ali Kotabaru ­Yogyakarta
­untuk mengetahui studio dan show-
room karya-karya musik liturgi
­inkulturatif.
2. Bila dikaitkan dengan
­adaptasi-adaptasi yang muncul di
Sacrosanctum ­Concilium, ­bagaimana
batasan-batasannya agar tidak
­mengontradiksi dokumen-dokumen Ger-
eja lainnya (dalam hal penentuan musik
liturgi)?
Musicae Sacrae 60 “Sebab jika musik
itu tidak profan atau bertentangan
dengan kesakralan tempat dan ­fungsi
dan tidak berasal dari keinginan
­untuk mencapai efek-efek yang luar
biasa dan tidak ­lazim, maka gereja-
gereja kita harus menerimanya, sebab
mereka ­dapat ­menyumbangkan
dalam cara yang tidak kecil terhadap
­keagungan ­upacara-upacara sakral,
­dapat ­mengangkat pikiran kepada
hal-hal yang lebih tinggi dan dapat
­menumbuhkan devosi yang sejati dari
jiwa.”(lih. MD 193)
Maka, nampaknya yang perlu dijadikan
patokan adalah prinsipnya, yaitu:
10
1) Tidak memasukkan unsur profanitas
dalam musik liturgis;
2) Musik itu tidak menghasilkan efek
­suara yang luar biasa dan tak lazim
3) Musik itu dapat membantu
­mengangkat pikiran kepada hal- hal yang
lebih tinggi: Apakah membantu ke-em-
pat hal ini: penyembahan (worship/ ado-
ration), syukur (thanksgiving), pertobatan
(contrition), permohonan (supplication).
4) Menggunakan musik-musik yang su-
dah mendapat persetujuan dari otoritas
Gereja (ada Nihil Obstat dan Imprimatur);
5) Mengacu kepada ketentuan yang su-
dah pernah secara eksplisit ditentukan
oleh otoritas Gereja.
3. Bolehkah choir (koor) terdiri dari perem-
puan?
Walaupun di dokumen yang dikeluar-
kan oleh Paus Pius X, Tra le Sollecitudini
13,14 (1903) dikatakan bahwa untuk koor
­anggotanya harus laki-laki- mungkin
karena hal ini merupakan tradisi ­Gereja
sejak zaman dulu; namun ketentuan
ini kemudian diperbaharui di dokumen
­berikutnya tentang Musik Liturgi yang
dikeluarkan oleh Paus Pius XII, Musicae
Sacrae, demikian:
MS 74 Ketika tidak mungkin diper-
oleh sekolah paduan suara (Scholae
Cantorum) atau di mana tidak ada
cukup anak laki-laki untuk koor, diper-
bolehkan bahwa “kelompok pria dan
wanita atau anak-anak perempuan,
yang ditempatkan di luar tempat kudus
(sanctuary) yang terpisah untuk peng-
gunaan kelompok ini secara khusus, da-
pat menyanyikan teks-teks liturgi pada
saat Misa Agung, sepanjang para pria
dipisahkan dari para wanita dan anak-
anak perempuan dan segala yang tidak
pantas dihindari….
4. Perlukah kita ikut membungkuk setiap
saat seorang imam membungkuk dalam
Perayaan Ekaristi?
Tidak perlu. Yang ditulis dalam
Tata ­Perayaan Ekaristi adalah, umat
­membungkuk pada waktu Ritus
­Pembuka ketika Imam dan Pelayan lain
­menghormati Altar, dan pada sesudah
kata-kata Konsekrasi atas roti dan ­anggur,
ketika Imam berlutut; dan pada saat
Credo (syahadat) yaitu pada perkataan,
“[Yesus Kristus] yang dikandung dari Roh
Kudus, dilahirkan oleh Perawan Maria”.
5. Bolehkah imam menambah hanya
­beberapa kata atau bagian dalam sebuah
Perayaan Ekaristi?
Jika ada titik-titik (….) boleh disebutkan
nama orang yang didoakan (doa bagi
orang yang masih hidup maupun orang
yang sudah meninggal) seperti dalam
Doa Syukur Agung pertama.
RS 51 ….”Tidak ada toleransi ­terhadap
imam-imam yang merasa berhak
­menyusun Doa Syukur Agungnya
sendiri” atau mengubahkan teks-teks
yang ­sudah disahkan oleh Gereja atau
­memperkenalkan teks-teks lain, yang
telah dikarang oleh pribadi-pribadi
­tertentu.
6. Bagaimana seharusnya kostum ­pelayan
altar? Apakah betul pelayan altar ­putri
­seharusnya mengenakan alba dan
­mengapa?
Apakah wanita ideal untuk menjadi
­pelayan altar walaupun diperbolehkan?
PUMR 339 Akolit, lektor dan pelayan
awam lain boleh mengenakan alba
atau busana lain yang disahkan oleh
­Konferensi Uskup untuk wilayah gereja-
wi yang bersangkutan.
RS 47 Sangat dianjurkan untuk mem-
pertahankan kebiasaan yang luhur
yakni pelayanan altar oleh anak laki-
laki atau pemuda, biasanya disebut pe-
layan Misa, suatu tugas yang dilaksana-
kannya seturut cara akolit. Hendaknya
mereka diberi katekese tentang fungsi
mereka sesuai dengan daya tangkap
mereka. Perlu diingat bahwa berabad-
abad lamanya dari amat banyak anak
seperti ini telah muncul banyak pelayan
tertahbis….. Anak perempuan atau
ibu-ibu boleh diterima untuk melayani
altar, sesuai dengan kebijakan Uskup
diocesan dan dengan memperhatikan
norma-norma yang sudah ditetapkan.
7. Apakah inkulturasi liturgi memperbole-
hkan penggunaan berbagai macam alat
musik di luar organ pipa?
Hal ini dimungkinkan. Pimpinan Ger-
11
eja yang mengambil keputusan untuk
menggunakan alat- alat musik lain,
hendaknya dalam proses ­adaptasi-
inkulturasi membuat penelitian ­untuk
mengetahui apakah alat musik tersebut
digunakan dalam ibadat religius men-
urut budaya setempat dan sungguh
membantu umat beriman mengangkat
hati kepada Tuhan untuk memuji dan
menyembahnya?
Bisa saja alat musik yang sama
­digunakan baik dalam upacara
­keagamaan dan dalam perayaan ­profan,
tetapi harus diperhatikan ­perbedaan
dalam cara menggunakannya. Ada nada
dan ­melodi yang khas dalam upacara
­keagamaan dan dalam acara profan.
Seperti pada alat tifa dalam budaya
orang Papua Selatan, ada bunyi dan
cara memukul yang khas dalam ibadat
religius, yang berbeda dengan bunyi
dan cara memukul tifa tersebut jika di-
gunakan untuk kegiatan- kegiatan yang
profan saja.
PUMR 393 …. Demikian pula, Kon-
ferensi Uskuplah yang berwenang
memutuskan gaya musik, melodi,
dan alat musik yang boleh digunakan
dalam ibadat ilahi; semua itu sejauh
serasi, atau dapat diserasikan dengan
penggunaannya yang bersifat kudus.
KESIMPULAN
Mengapa perlu memperhatikan
­norma-norma Liturgi dan menghindari
penyelewengannya?
Adalah penting kita ketahui bersama,
bahwa “Norma-norma liturgi Ekaristi
dimaksudkan untuk mengungkapkan
dan melindungi misteri Ekaristi dan juga
menjelaskan bahwa Gerejalah yang
merayakan sakramen dan ­pengorbanan
yang agung.
Sebagaimana yang ditulis oleh Paus
­Yohanes Paulus II, “Norma-norma ini
adalah ungkapan konkret dari kodrat
gerejawi otentik mengenai Ekaristi;
inilah maknanya yang terdalam. Liturgi
tak pernah menjadi milik perorangan,
baik dari selebran maupun komunitas,
tempat misteri-misteri dirayakan.”
Ini berarti bahwa “… para imam
yang merayakan Misa dengan ­setia
seturut norma-norma liturgi, dan
­komunitas-komunitas yang ­mengikuti
­norma-norma itu, dengan tenang
­namun lantang memperagakan kasih
mereka terhadap Gereja.[7]
Adanya penyelewengan yang terjadi
dalam liturgi seringkali berhubun-
gan dengan salah persepsi tentang
makna ‘kebebasan’; dan hal ini tidak
­menuju kepada pembaharuan sejati
yang ­diharapkan oleh Konsili Vatikan
II. ­Karena penyimpangan ini dapat
­mengakibatkanmerosotnya/­hubungan
yang perlu antara hukum doa dengan
hukum iman, yaitu bahwa doa harus
merupakan ungkapan iman (lex orandi,
lex credendi).
Akhirnya, marilah kita ­berpartisipasi
secara aktif dan sadar setiap kali
kita mengikuti perayaan liturgi, dan
juga dengan memperhatikan dan
­melaksanakan ­ketentuan- ketentuan-
nya, sebagai tanda bukti bahwa kita
mengasihi Kristus dan Gereja-Nya.
12
KOLOM “RUMAH JOSS” | ENDORFIN
Yoseph Tien
Wakil Ketua ­Komisi
Kepemudaan di
­Keuskupan Agung
Medan
“Kalau mau sehat, ingat tiga hal
berikut ini, masing-masing ­dengan
persentase pengaruhnya pada
­kesehatan kita: pola makan (60%),
pikiran (20%)” dan olahraga (20%).
Demikian nasehat dr. Dhillon, ke-
tika saya mendampingi mertua saya
berobat ke ­Dhillon Medical Center,
25 Agustus 2015 lalu. Sang dokter
lalu ­mengarahkan mertua saya agar
­menjaga pola makan yang teratur dan
sehat, rajin berolahraga walaupun
­sekedar jalan kaki serta menjaga pikiran
agar selalu tenang dan damai.
Sang dokter tidak lanjut menjelaskan
secara detail apa yang ­dimaksudkannya
­dengan tiga hal tersebut diatas.
­Berdasarkan ­pemahaman dan
­pembelajaran saya yang terbatas, kira-
kira beginilah barangkali ­maksud sang
dokter. Pola makan, ­memiliki pengaruh
yang paling besar terhadap ­kesehatan
seseorang. Pola makan yang salah, akan
berkontribusi besar terhadap kesehatan.
Menyantap suatu jenis makanan se-
cara berlebihan, misalnya makanan
yang banyak mengandung gula, maka
akan ­menimbulkan kandungan gula
yang berlebih dalam darah, akhirnya
yang bersangkutan menderita sakit
gula. ­Makan makanan yang banyak
­mengandung lemak, akan ­menimbulkan
kandungan kolestrol jahat berlebih
dalam tubuh. Intinya ­makan ­makanan
apapun secara ­berlebihan bisa
­mendatangkan berbagai penyakit.
Selanjutnya, orang dengan ­kandungan
beban pikiran yang berlebihan
dalam dirinya, akan memicu stress
yang ­kemudian pada gilirannya juga
­berpotensi ­menimbulkan berbagai
penyakit. Seringkali kita ­temukan
orang sakit, dengan simtom fisik
yang sangat jelas, namun ­setelah
dilakukan ­pemeriksaaan medis
­secara ­lengkap, para medis tidak
­menemukan ­penyakitnya, ­kemudian
mereka lalu ­menyimpulkan bahwa yang
­bersangkutan‘sakit pikiran’. Sakit fisik
karena faktor psikis ini biasa ­disebut
dengan psikosomatis.
Sakit pikiran dalam konteks ini ­muncul
tidak sekedar karena stress belaka,
tetapi lebih karena akumulasi dan atau
menumpuknya berbagai emosi negatif
seperti sakit hati, marah, kecewa, takut,
malu, dendam, benci, dsb. Jadi jelas
bahwa ada hubungan antara pikiran,
atau lebih tepatnya emosi dengan
­tubuh fisik kita.
J.P. Du Preez, EQ organizational
­consultant, telah lugas mengurai
tentang emosi sebagai“Suatu reaksi
tubuh menghadapi situasi tertentu. Sifat
dan intensitas emosi ­biasanya tervkait
erat dengan aktifitas kognitif ­(berpikir)
manusia sebagai hasil persepsi terhadap
situasi. Emosi adalah hasil reaksi kognitif
terhadap situasi spesifik.”
Selanjutnya, orang yang jarang atau
tidak pernah berolah raga, maka
­langsung dapat kita pastikan bahwa
secara fisik dia lemah. Nah, bila fisiknya
SAKIT, ENDORFIN
& PERASAAN BAHAGIA
13
tidak sehat maka jiwanya pun tak
sehat.
Ungkapan Latin dari jaman Romawi
Kuno yang dilontarkan Decimus Iunius
Juvenalis dalam karya sastranya Satire
X,“mens sana in corpore sano”, di
dalam tubuh yang kuat terdapat jiwa
yang sehat, ­meneguhkan kita.
Nah, untuk mendapatkan tubuh
yang kuat demi jiwa yang sehat,
kita harus ­berolahraga. Ada banyak
pilihan cabang olahraga yang bisa
kita ­lakukan, seturut kondisi dan
­kemampuan fisik, umur, ­kecekatan
juga situasi dan kondisi kita.
Sejak awal Oktober 2015 ini, setelah
sekian lama berhenti sepak bola,
futsal, fitness dan latihan bela diri, saya
mulai lagi berolahraga. Taman Bunga
Teladan, Lapangan Merdeka dan Bumi
Perkemahan Cadika, menjadi lokasi
tempat saya biasa berlari, pagi atau
sore tergantung situasi. Awalnya 1 -2
putaran, bercampur antara jalan kaki
dan lari. Sekarang 5 putaran Lapangan
Merdeka sudah mulai bisa dilewati,
walau masih diselingi dengan jalan
kaki.
Menariknya, dari buku Health Triad
(Mind, Body and System) yang
ditulis oleh Munadjad Iskandar,
saya baru ­paham bahwa olahraga
dengan gerakan yang ritmis dalam
jangka waktu yang panjang, sep-
erti jalan kaki, jogging, renang dan
­bersepeda, dapat mengantar tubuh
dan pikiran ­mencapai titik ­relaksasi,
yang ­kemudian memicu tubuh
­mengeluarkan hormon endorfin.
Sewaktu jogging misalnya, fokuskan
perhatian kita pada gerak langkah
kaki‘kiri’atau‘kanan’. Relaksasi akan
tercapai bila irama pernapasan kita
seritme dengan gerakan langkah kaki.
Tapi hal ini hanya bisa tercapai dengan
pengandaian bahwa kita sungguh
sedang sadar sesadarnya bahwa kita
memang sedang berlari, dengan fokus
pada langkah kaki dan pernapasan
kita. Pada gerak langkah yang ritmis
tersebut, dalam kondisi rileks, tubuh
secara alami akan mengeluarkan
­hormon endorfin.
Endorfin adalah senyawa kimia
yang bisa membuat kita merasa
bahagia, sangat senang dan nyaman.
Endorfin diproduksi oleh kelenjar
­pitutuari yang terletak di bagian
bawah otak. Lalu apa sebenarnya
manfaat ­endorfin? Dari berbagai
pustaka, diketahui ­manfaat endor-
phin antara lain ­mengatur produksi
hormon ­pertumbuhan dan seks,
­mengendalikan rasa nyeri serta
sakit yang menetap, mengendalikan
perasaan stress serta meningkatkan
system kekebalan tubuh.
Selama ini, saya hanya tahu bahwa
endorfin bisa distimulir ­kehadirannya
melalui olah pernapasan, latihan
relaksasi dan meditasi. Kini saya tahu,
bahwa rupanya dengan ­jogging,
endorfin juga bisa dikeluarkan
­tubuh. Maka berbekal pemahaman
ini, ­kegiatan jogging saya, baik sore
­ataupun pagi hari, menjadi sesuatu
yang semakin menyenangkan.
Maka saran saya, bagi yang ingin
merasa bahagia, damai, senang
dan ­nyaman, rajin-rajinlah berolah-
raga, khususnya olahraga yang bisa
­membuat tubuh mengeluarkan
endorfin.
Informasi tambahan, Dr. Shigeo
­Haruyama dalam bukunya The
Miracle of Endorphin, juga telah
­mengemukakan bahwa endorfin bisa
memperkuat daya tahan tubuh, men-
jaga sel otak tetap muda, melawan pe-
nuaan, menurunkan agresifitas dalam
hubungan antara sesama manusia,
meningkatkan semangat, daya tahan
dan kreatifitas.
Semua uraian di atas ­barangkali
turut mempertegas kesatuan,
­keseimbangan dan harmoni antara
tubuh, pikiran dan system tubuh.
Terima kasih dr. Dhillon yang memberi
inspirasi dan pencerahan.
Semoga catatan kecil ini juga bisa
menginspirasi dan mencerahkan,
minimal mengingatkan kita untuk
mulai dan selalu berolahraga..minimal
jogging…sehingga saya mendapat
­teman…hehe…Salam Joss, Kawan!
Sakit pikiran
dalam ­konteks
ini ­muncul tidak
­sekedar ­
karena
stress ­belaka,
tetapi lebih
­karena ­akumulasi
dan atau
­menumpuknya
berbagai emosi
negatif seperti
sakit hati, marah,
kecewa, takut,
malu, dendam,
benci, dsb.
14
OPINII | LEO TOLSTOY
Eka Dalanta Tarigan
Pemimpin Redaksi
Sora Sirulo
Suatu hari, dua orang pertapa kakak
beradik memutuskan untuk berkelana
setelah merasa ilmu mereka telah cukup
untuk bekal menghadapi ganasnya
kehidupan. Si kakak bernama Jore, si
adik bernama Tepat. Di pagi sejuk ­dingin,
menjelang matahari menyingsing
­mulailah mereka memulakan perjalanan.
Perjalanan yang tidak mudah, karena
mereka harus menemukan tempat yang
benar-benar tepat untuk bertapa. Desa,
kota, gunung, lembah, sungai sudah
mereka lewati, tetap tidak ­bertemu
­tempat yang diharapkan. Sampai
suatu ketika, sebuah sungai deras yang
dangkal dan bening menarik ­perhatian
mereka. Mereka berjalan ke hulu, hingga
naik ke atas gunung. Akhirnya, Jore
dan Tepat sepakat untuk berumah dan
­bertapa di atas gunung hijau, sejuk
tetapi lebat hutannya.
Merekapun berpisah pondok, ­membuat
batas huma yang akan di garap.
­Keduanyapun mulai bekerja keras.
Si Jore, merambah hutan dan mulai
­menanam padi, kacang, sayuran dan
jenis tanaman lainnya. Demikian juga
si Tepat, tetapi selain bertanam Tepat
juga rajin menyadap nira, membuat
tuak dan gula serta berburu binatang
untuk ­dimakan. Sampai beberapa bulan
­kemudian nyatalah perbedaan kedua
pertapa ini. Jore kurus kering dan lusuh
karena hanya memakan tumbuhan,
­sementara Tepat tambun dan mabuk
setiap hari. Jore sudah berkali-kali
­mengingatkan adiknya, tetapi Tepat
­selalu menjawab, ini juga sedang
­berbuat amal.
Menurut Jore, seorang pertapa
­seharusnya tidak menuruti nafsu
badani, mengendalikan diri dan
hidup ­sederhana. tetapi Tepat tidak
­menghiraukan pendapat Jore, baginya
dia juga sedang melakukan kebaikan
yang seharusnya dilakukan seorang
pertapa.
Semakin hari, Tepat semakin menjadi-
jadi. Tidak hanya binatang buruan yang
disantapnya, bahkan kecoak, cacing,
ulat dan binatang-binatang ­menjijikkan
­lainnya. Seiring dengan itu, harinya tak
lepas dari mabuk tuakdan perutnya
semakin buncit. Jore akhirnya tidak
mau lagi ambil peduli dengan tingkah
saudaranya.
Tingkah kedua saudara ini ternyata
­menarik perhatian para dewata di
­angkasa. Setelah rapat penting soal
RAPBN Surga di tahun 2015, tingkah
kedua pertapa ini menjadi obrolan para
dewa saat tea time. Para Dewa berdebat,
yang manakah dari mereka yang benar-
benar mengamalkan jalan kebaikan.
Tak ubahnya manusia, rapat paripurna
para Dewata itupun topiknya beralih.
Alih-alih soal RAPBN, ternyata malah
membahas detail soal perilaku Jore dan
Tepat. Jika tadi soal RAPBN tidak ada
tanggapan karena peserta rapat keliha-
tannya setengah mengantuk, lain halnya
dengan soal Jore dan Tepat ini. Berkali-
kali pimpinan sidang mengetuk palu
mendiamkan peserta rapat yang sibuk
berdebat, kadang sambil memukul meja
dan membanting kertas.
Sidang Paripurna para Dewata semakin
panas. Jelas sekali ruang sidang terbelah
dua, masing-masing pihak punya alasan
kuat mempertahankan pendapatnya
masing-masing. ketua Sidang mulai
putus asa karena instruksinya sepertinya
kalah dengan panasnya masing-masing
pihak. Akhirnya, seorang utusan men-
jumpai Batara Guru supaya hadir di
ruang sidang untuk menenangkan para
Dewa yang sudah mulai unjuk gigi.
SIAPAKAH SESAMAMU
15
Kedatangan Batara Guru bersama
­paspamgu (pasukan pengamanan guru)
ternyata cukup mumpuni menurunkan
­kadar ketegangan ruang sidang. ­Singkat,
padat penjelasan ketua sidang perihal
Tepat dan Jore kepada Batara Guru. Batara
Guru paham, lalu berdehem.“Jadi, ­kalian
masih bertahan dengan pendapat
masing-masing?”tanyanya dengan suara
­berwibawa. Semua mengangguk, walau tak
bersuara.
Batara Guru tahu, dalam suasana seperti
ini jika keputusan tidak tepat ­konstalasi
politik bisa runyam. Walau dia ­pimpinan
Surga tertinggi dia tidak bisa ­begitu
saja ­mengabaikan suara para dewa
­lainnya. Akhirnya, setelah panjang lebar
­menjelaskan tatacara sidang, hukum
­pengujian keimanan manusia dan etika
para dewa, Batara Guru mengusulkan
untuk mengirim Harimau Tarigan sebagai
penguji Jore dan Tepat. Hasil ujian itu akan
menjadi pertimbangan para Dewa untuk
penempatan kedua pertapa di Surga.
Hari baik tampaknya, semua anggota
sidang setuju. Dalam hitungan menit
Harimau Tarigan hadir di ruang sidang,
langsung diberikan bimbingan teknik
pengujian dan petunjuk pelaksanaan
ujian bagi Jore dan Tepat. Harimau Tarigan
mengangguk-angguk dan misainya naik
turun tanda paham. Diputuskan, ujian akan
mulai dilaksanakan pada hari Cukera Dudu
minggu depan.
Malam itu bulan bersinar cerah, bulatnya
nyaris sempurna. Sinarnya lembut terang
benderang. Terlihat sesosok gendut buncit
di ngos-ngosan menata sesuatu. Sesekali
masuk kedalam lubang, lalu susah payah
memanjat dindingnya. Dia menepuk
kedua tanganya, mengibaskan abu yang
­menempel di jari, juga menepuk-nepuk
paha dan perutnya. Bergegas kembali
ke pondoknya, tangannya menenteng
­tongkap yang sesekali di tenggaknya. Tak
peduli tuak membanjiri bajunya.
Pagi-pagi sekali di perigi terlihat ­mangkuk
putih berisi bunga-bunga wangi merekah.
Aroma jeruk purut menguar di sekitar
­pancur. Jore terlihat berkomat-kamit,
sesekali tangannya bersidekap di dada,
melakukan upacara penyucian diri,
­mengucap doa dan mantra, memuliakan
semesta alam. Di penghujung ­upacaranya,
dia pun meminum air campuran ­jeruk
­purut dan membasuh kepala serta
­tubuhnya dengan pangir. Selesai sudah dan
dia bergegas ke pondoknya.
Purnama memang selalu mem-
beri ­kedamaian, bathin Jore sambil
­membaring tubuh di dipan. Terdengar
ketukan, ­beringsut pelan Jore membuka
pintu. Sungguh bencana yang sekarang
tepat di pintunya! Harimau besar tar-
ing tajam, belang terputus misai pan-
jang. Auuuuummmmmm.... Sungguh
­menggelegar ­suaranya, menggetarkan
dinding ­pondoknya. Serasa jantung
Jore jatuh ke perutnya. Ni.....ni..niii....ni...
katanya ­terbata-bata gemetar.“Aku mau
­memakanmu, aku lapar... Auuuuum-
mmmmmmm,’suara Harimau tegas.“Nini,
nini, jangan makan aku. Sungguh, lihatlah
aku kurus kering tinggal kulit pembalut
tulang. Kau tak akan kenyang, Nini. Tapi,
aku bisa menunjukkan makanan enak lezat
padamu. Makanlah saudaraku si Tepat, dia
gendut berlemak,”Kata Jore meyakinkan
Harimau Tarigan.
Dalam sekejap Harimau Tarigan
­menghilang dari pondok Jore. Sambil
­berjalan melenggang Harimau Tarigan
mulai jungut-jungut dalam hati.“Manusia
macam ini yang mau diuji, para Dewata ini
kurang kerjaan tampaknya. Mereka yang
perlu membuktikan eksistensi diri, aku yang
jadi korban. Dulu, manusia-manusia yang
kuuji tidak ada sebodoh ini,”sungutnya.
Tiba-tiba Batara Guru berdiri di ­depannya
dan ­berkata: Kerjakan yang sudah
­diperintahkan, jangan bersungut-sungut!
Lalu, mendadak menghilang. Harimau
Tarigan makin geregetan, tapi menahan
diri tidak berkata-kata, walaupun hanya di
dalam hati.
Nah, itu pondok si Tetap. Dari jauhpun
tercium aroma tuak menyengat, harum
daging panggang yang sungguh mengusik
selera. Serasa menetes air liur si Harimau.
Tanpa basa-basi, Harimau Tarigan langsung
mengaum di depan meja makan si Tetap.
Auuuuuummmmmmmm.... sekali lagi
aumannya menggetarkan pondok. Si Tetap
menatap Harimau heran, lalu tersenyum.
“Hai Nini, tepat sekali kedatanganmu,
mari makan bersamaku. Ini cukup buat
berlima. Kalau kau ikut makan, bebanku
berkurang sedikit,”ajaknya ramah sambil
­mengedipkan mata.
Sungguh mati, selama bertugas sebagai
penguji iman baru sekali ini Harimau
Tarigan gelagapan. Tapi sebagai Harimau
legendaris manalah dia mau kelihatan
bimbang. Sekali lagi dia mengaum.“Aku
tak sudi makananmu, aku mau memakan
dirimu. Aku lapar, cuma manusia sepertimu
yang bisa memuaskan aku,”raungnya.
“Aha...pas sekali, aku tidak keberatan.
­Tetapi, begini ya aku mau beritahu
16
sesuatu. Tadi malam, aku pasang jerat
di ­pinggir ­ladang. Aku yakin jeratku
­mendapat mangsa. Aku harus ­mengambil
­binatang yang terjerat itu, kasihan mereka
nanti menderita. Setelah itu, aku harus
­memasaknya dan memakannya. Itu
baru pemburu yang bertanggung jawab
namanya,”Tepat bertutur panjang lebar.
Harimau Tarigan makin ternganga, walau
airmukanya tetap bengis.
“Semua makhluk sudah punya jalan
hidup sendiri-sendiri, bukan urusanmu
mereka menderita atau tidak, apalagi
harus ­memakan mereka. jangan coba-coba
menipuku,”bentak Harimau Tarigan sambil
mengeluarkan taringnya.
“Saya beritahu Nini ya, Aku makan itu
semua binatang mulai yang berkaki
sampai yang melata, dari bertulang
belakang ­sampai moluska, bahkan yang
bersih sampai yang makan kotoran dalam
rangka membantu mereka. Membantu
mereka menndapatkan masa depan yang
lebih baik. Siapa tahu kecoak cemilanku
ini, besok lusa lahir bisa jadi keplor, kan
­terakap,”ujar Tepat sambil mengunyah
kecoak coklat. Jadi, ijinkan aku ­melihat
­jeratku, aku tak lari. Aku ini Ginting,
biak panglima, pantang berbohong,”
bujuk Tepat lagi.“Baik...tapi awas kalau
­berbohong,”jawab Harimau sangar tetapi
tetap terheran-heran.
Secepat kilat Harimau Tarigan ­menghilang,
pergi menuju sebuah Tiga Sabtu dan
­menculik seorang manusia cebol. ­Manusia
cebol ini sejak bayi sudah ­menderita,
dibuang Bapak Ibunya, kemudian
­dipelihara sirkus lalu dipertontonkan.
Upahnya selalu dipotong dan manusia
­lainnya selalu melecehkannya. Sekali ini
diculik Harimau, dia hanya menangis
menyesali nasib buruknya, malang tak
kunjung usai. Secepat kilat pula Si Cebol
dimasukkan ke dalam jerat Tepat. Di sana
sudah ada wili, kijang dan kancil. Sekarang
ditambah si Cebol.
Harimau Tarigan ternyata ingin menguji
Tepat, sampai sejauh mana dia berusaha
memperbaiki nasib makhluk-makhluk
yang dimangsanya. Dari kejauhan ter-
dengar langkah kaki Tepat menuju jerat
yang ­dipasangnya. Harimau Tariganpun
­menghilang, mengintip.
“Ah....betul kan, banyak yang kena jeratku,”
teriak Tepat gembira ketika mendengar
kurisik di lubang jeratnya. Semangat sekali
dia menarik jeratnya dan semakin terkejut
melihat seorang manusia Cebol comeng
berlinang air mata di dalamnya. Pandangan
matanya minta dikasihani, tetapi Tepat
tidak peduli semua binatang termasuk
dicebol diikatnya rapat lalu dinaikkan
ke kereta barangnya. Sekali ini Harimau
Tarigan tak dapat lagi menahan diri.
“Hei, pertapa gila, ada manusia di dalam
­jeratmu, masakan mau kau masak juga?”
tanya Harimau tergesa-gesa.
“Ya, tentu saja. kau pasti tahu Nini,
hidupnya banyak menderita, dia akan
turut kumasak dengan wili dan kijang itu,
lalu kumakan juga. Setelah ini, dia akan
lahir jadi manusia sejahtera, tidak dibawah
garis kemiskinan, tidak jadi alasan pejabat-
pejabat untuk mengkorupsi uang negara,”
kata Tepat dingin. Harimau tua makin
bingung, tetapi tetap menurutkan langkah
Tepat menuju dapur rumahnya.
Seharian Tepat sibuk di dapur. Dandang
sebesar gentong, bumbu berkilo-kilo dan
dan ranting menyala-nyala telah siap di
dapurnya. Parangnya tajam mengkilat
mulai mencari korbannya. Pertama sekali
si Kancil, tak sulit, langsung jadi potongan
daging ukuran rendang. Kijang, sama saja.
Hanya membersihkan bagian dalamnya
agak repot. Tak lama jadi potongan
­rendang juga. Kemudian wili hitam, sekali
tebas mampus berdarah-darah. Semua
bersih oleh parang Tepat. Tibalah giliran si
Cebol yang sudah makan hati sejak awal
pembantaian si kancil.
“Apakah aku juga akan kau jadikan
­rendang?”ratapnya lirih pada Tepat.
“Dengar, Cebol, tenang saja, nikmati setiap
irisan setelahnya kau akan lepas bebas dari
derita. Besok engkau akan jadi manusia
yang terhormat, sejahtera dan bahagia.
Bayangkanlah indahnya, sehingga sakitnya
tidak terasa,”ujar Tepat dingin dan lang-
sung menyikat si Cebol.
Tak lama kemudian aroma dapur sudah
berubah. Semerbak wangi, memancing
lapar. Di luar sana Harimau Tarigan terkapar
muntah-muntah melihat kelakuan si Tepat.
Serasa seluruh perutnya keluar, lututnya
gemetar. Belum pernah dia bertemu
­manusia seperti si Tepat.
Hidangan telah tersedia. Tongkap tuak
­berbaris di meja. Muka Tepat berminyak
ceria, seolah tidak ada masalah. Piring
lebarnya mulai terisi rendang campur-
campur. Harimau Tarigan hanya ­mengawasi
dari jauh, sesungguhnya dia sudah mau
pingsan saja melihat ­tumpukan rendang
segunung itu. Tetapi, sebagai petugas sen-
ior Surga dia harus menjaga gengsi.
Sungguh ajaib, tak sampai 3 jam
17
­rendang tandas bersih licin, Tepat susah
payah berdiri dari tempat duduknya,
­sempoyongan meraih tongkap tuak
terakhir. Lalu, sekaligus dia meminumnya.
Langkahnya tertatih menuju kamar mandi
dan mulai membersihkan diri. Tak ada
komentar lagi dari Harimau Tarigan.
Sejam kemudian, tepat muncul dengan
pakaian terbaiknya, wangi memikat
dan wajah bersih licin.“Nini Harimau,
­sekarang saya sudah siap. Makanlah
aku, aku ikhlas dan rela. Maafkan aku ya,
telah ­membuatmu kelaparan seharian,
mudah-mudahan kamu paham alasanku
membuatmu menunda makan,”kata Tepat
pasrah terlentang persis di bawah janggut
Harimau.
Jelaslah sudah bagi sang Harimau Tarigan,
pertapa gendut rakus ini ­sudah ­mencapai
kesadaran tertinggi. ­Sesungguhnya
tak ada lagi yang perlu ­dipertanyakan
­kepadanya, karena dia tahu apa yang
dia lakukan dan tahu bagaimana
­mempertanggungjawabkannya. Sekali ini,
Harimau Tua ini merasa sangat terhormat
dapat menguji keteguhan iman manusia
seperti Tepat. Entah bagaimana awalnya,
hanya gelap dan asap, tiba-tiba Tepat
dan Jore beserta Harimau hadir di ruang
pengadilan para Dewa di Surga. Sesak
penuh ruangan dengan Dewa-dewa di
kursi tertinggi duduk Batara Guru sambil
mengelus-elus jenggotnya.
“Tak usah lagi banyak bicara, Harimau
Tarigan. Aku sudah tahu semuanya. Sudah
jelas, siapa yang mengerti tentang darma
bakti. Bawa Tepat ke Surga yang paling
indah, dia sejajar dengan para Dewa kini.
Sedang si Jore, tempatkan di wilayah
pekerja, khusus bagian cleaning service.
Seharusnya dia tidak berada di sini, tetapi
aku mempertimbangkan adiknya,”Sabda
Batara Guru. Seluruh Dewa bertepuk
tangan. Puas dan bahagia.
Sejak saat itu, Tepatpun tinggal bersama
para Dewa, bahkan menjadi anggota
kehakiman Dewa. Sementara ­Harimau
Tarigan mengajukan pensiun dan
­menyerahkan tugasnya kepada Harimau
Kembaren.
Penjelasan kisah“Siapakah Sesamamu?”
Kisah ini saya adaptasi dengan meng-
Karo dari cerita Leo Tolstoy yang hari ini
­diperingati kelahirannya yang ke 186
tahun. Tolstoy adalah seorang raksasa pe-
nulis kebanggaan orang Rusia, bangsawan
yang menyerahkan harta dan hidupnya
kepada orang miskin. Saat itu, dia dijuluki
anarkis, karena buah pikirannya diang-
gap terlalu maju dan merusak tatanan
moral Kristen saat itu. hal ini pulalah yang
­menyebabkan keretakan rumah tangg-
anya.
Ia membuat kritik yang tajam ­terhadap
prasangka-prasangka yang kini
­bermunculan mengenai keuntungan-
keuntungan yang diberikan kepada
manusia oleh gereja, negara dan distribusi
harta milik yang ada, dan dari ajaran-ajaran
Yesus ia menyimpulkan aturan untuk tidak
melawan dan kutukan mutlak terha-
dap semua perang. Namun, argumen-
argumen religiusnya dengan sangat baik
­digabungkannya dengan argumen-argu-
men yang dipinjam dari pengamatan yang
seimbang tentang kejahatan-
kejahatan pada masa kini, sehingga
bagian-bagian anarkis dari karya-karyanya
tampak menarik bagi para pembaca yang
religius maupun yang tidak religius.
Tolstoy adalah seorang anggota kelu-
arga bangsawan Rusia yang sangat kaya.
Ia belakangan percaya bahwa ia tidak
berhak mendapatkan harta warisannya,
dan terkenal di antara para petani karena
kedermawanannya. Ia seringkali kembali
ke tanah miliknya dengan sejumlah gelan-
dangan yang dirasakannya membutuhkan
pertolongan. Ia pun seringkali memberi-
kan sejumlah besar uang kepada para
pengemis di jalan dalam perjalanannya ke
kota, sehingga membuat istrinya marah.
Ia meninggal karena radang paru-paru
di stasiun Astapovo pada 1910 setelah
meninggalkan rumahnya di ­tengah
musim dingin pada usia 82 tahun.
­Kematiannya terjadi hanya beberapa hari
setelah ia mengumpulkan keberanian
untuk ­meninggalkan keluarganya dan
­kekayaannya dan mengambil sikap hidup
sebagai seorang pertapa keliling—suatu
pilihan yang telah digumulinya selama
beberapa puluh tahun. Beribu-ribu petani
berdiri di kedua tepi jalan pada saat ia
dikebumikan. (Wikipedia)
Dia adalah inspirasi anti kekerasan. banyak
politikus dunia terpengaruh olehnya,
seperti Gandhi. Hingga hari ini, banyak
sastrawan di dunia, termasuk Indonesia
terpengaruh oleh kebesaran Tolstoy. Dan
saya adalah pengagumnya.
18
SASTRA | VELANGKANNI
A
walnya biasa saja, dan memang
seharusnya pun biasa. Tidak ada
sesuatu yang istimewa dariku
yang dapat menarik perhatiannya.
Sampai tiba pada satu waktu, ketika aku
hendak pergi ke toko buku, di tengah
­perjalanan aku ditabrak oleh ­pengendara
motor yang tidak bertanggung jawab. Luka
ku tidak parah sih, tapi cukup ­membuat
aku tidak mampu berjalan saat itu.
­Mungkin hanya keseleo, pikirku ­singkat.
Aku ­berusaha bangkit dan mencoba
untuk berjalan. Namun gagal. Lagi-lagi
aku ­terjatuh dipinggiran jalan. Banyak
orang yang lewat di depanku, tapi tak ada
seorangpun yang mau untuk menolongku.
Aku berusaha sekuat tenaga untuk ­bangkit.
Ku urungkan niat untuk pergi ke toko buku,
yang ada dibenakku saat ini hanyalah
“bagaimana caranya aku dapat kembali
kerumah ­dengan keadaan seperti ini”.
Disaat aku disibukkan oleh usahaku untuk
dapat berdiri, tiba-tiba dari samping ada
seseorang yang memegang lenganku
dan mencoba untuk memapahku. Tak
ada satu katapun yang diucapkannya.
Dan anehnya, aku pun membiarkan dia
­untuk ­memapahku menuju halte yang ada
disana. Cukup sepi. Mungkin karna ini jam
kerja, jadi tidak banyak orang yang berada
diluar gedung. Apalagi dipinggiran jalan
­sepertiku kini. Tapi ngomong-
ngomong siapa pria ini ? Kenapa dia tiba-
tiba ­menolongku ?“ah mungkin hanya
orang yang kasihan melihatku yang tak
dapat berdiri sendiri”.
“Kaki kamu kenapa ?”tiba-tiba pria itu
bertanya kepadaku. Spontan aku terkaget
karena tak mengira dia akan bertanya
kepadaku.
“I.. Ini tadi keserempet motor.”jelasku
terbata-bata, masih dengan ekspresi wajah
yang meringis menahan sakit.
“Kenalin.. Aku Dion.”ucap pria itu sambil
mengulurkan tangannya.
Tak banyak kata ku ucapkan kepadanya,
sambil menyambut uluran tangannya, aku
pun menyebutkan namaku“Tara.”
“Tara... ? Aku kira Taro...”godanya sambil
tersenyum kecil
“Apaan sih ni orang, baru kenal udah berani
ngeledek gitu.”gerutuku dalam hati.
“Becanda kali, ga usah cemberut gitu.”ujar
Dion yang melihat rau mukaku berubah.
Aku tak membalas ucapannya, hanya
sedikit tersenyum kepadanya sambil
­kembali meringis menahan rasa sakit di
kakiku.
“Rumah kamu dimana Ra ? Biar sekalian
aku anter kamu pulang.”
“Ga jauh dari sini koq, ga apa-apa aku bisa
pulang sendiri. Makasih untuk ­tawarannya.”
tolak ku secara halus agar Dion tidak
tersinggung. Tapi sepertinya kali ini alam
berpihak kepadanya. Tanpa ada aba-aba
lain air hujan turun dengan derasnya.
“Kamu tunggu sini yah, jangan kemana-
mana.”pinta Dion sebelum ia pergi
­meninggalkanku dan berlari kearah dimana
tadi ia menolongku.
Dion... ? Baik banget sih tu cowo, selain baik
dia juga tampan dengan tubuhnya yang
tinggi, potongan rambut pendek membuat
penampilannya semakin terlihat keren.
“Mikir apa sih aku, kenapa tiba-tiba jadi
mikirin Dion ? Helloo Tarraa... Kenal Dion
aja belum satu jam, ga mungkin kan kamu
jatuh cinta sama dia. Jatuh cinta ? Whaatt
kenapa aku bisa berpikiran sampai kesana
?”saat itu seolah-olah aku sedang berdialog
dengan hatiku. Banyak pertanyaan yang
muncul hanya karna kehadiran Dion.
Belum selesai aku menjawab semua
­pertanyaan didalam hatiku, tiba-tiba
Dion sudah memegang bahuku dan
­memapahku menuju mobil Jazz putih yang
sudah terparkir dihadapan kami. Seakan
terhipnotis, aku pun mengikuti langkah
kakinya dan masuk kedalam mobil. Tak
banyak percakapan kami saat itu, hanya
berbagi no telepon dan menunjukkan
alamat rumahku.
Sesampainya di depan rumah, Dion
­memapahku dan mengantarku masuk
hingga kedepan pintu rumahku. Kehadiran
Dion disambut hangat oleh keluargaku.
Mungkin karna Dion sudah menolongku.
Harga Sebuah Senyuman
18
Debora Tanujaya
Entrepreneur,
tingggal di Jakarta
19
Tapi entahlah karna aku memutuskan
untuk langsung menuju kamarku dan
membaringkan tubuhku disana.
***
Sejak perkenalan saat itu, aku dan Dion
menjadi sahabat. Tidak terasa sudah
hampir setahun lebih persahabatan kami
berlangsung. Banyak hal yang kami lalui
bersama-sama. Dion anak pertama dari dua
bersaudara. Dia memiliki adik perempuan
yang sangat cantik bernama Puput. Sejauh
ini aku cukup akrab dengan keluarganya
Dion, terlebih lagi dengan Puput. Kadang
kami pergi bersama, walau hanya sekedar
jalan-jalan dan makan saja. Begitupun
Dion, nampaknya Dion pun berhasil
­merebut perhatian keluargaku. Bahkan
sampai-sampai keluargaku tak pernah
melarangku jika aku akan pergi keluar
bersama Dion.
Lama kelamaan aku merasa sangat nyaman
jika berada disamping Dion. Mungkin-
kah aku jatuh cinta kepadanya ? Sampai
saat ini pertanyaan itu yang sering sing-
gah didalam benakku.“Bagaimana jika
aku mencintai Dion ? Apakah Dion juga
mencintai aku, atau hanya menganggap
aku sebagai sahabatnya saja ?”Akh entahl-
ah, semakin kupaksakan untuk menjawab
rasanya semakin pusing hatiku dibuatnya.
Biarkanlah semua berjalan mengalir seperti
air. Toh jika memang jodoh, kelak kami
akan bersama juga.
“Doorrr... Hayoo mikirin siapa, sampai
ngelamun kaya gitu.”tiba-tiba Dion sudah
berada disampingku dan mengambil novel
yang sedang aku baca. Ya... Itulah Dion,
selalu bersikap semaunya. Tapi aku suka...
“Apaan sih kamu, kebiasaan banget.
Kalo aku jantungan gimana hayo, mau
­tanggung jawab ?”ucapku ketus seakan-
akan aku marah kepadanya.
“Kalo kamu jantungan, aku bakalan gantiin
jantung kamu pake jantung aku. Biar kamu
bisa ngerasain kekuatan jantung aku.”
ucapnya santai. Aku tau saat ini Dion pasti
sedang becanda, tapi entah kenapa hatiku
rasanya senang mendengar ucapannya
tadi.
“Tumben kesini, pasti ada maunya ya.”
ucapku datar
“Tau aja sih Ra, ia nih lagi galau. Kamu inget
Restu kan, minggu lalu dia udah balik ke
Indo. Terus semalam dia telepon aku, minta
balikan gitu.”jelas Diaon sambil memain-
kan buku novel yang tadi sedang aku baca.
“Restu... ?? Wanita yang selama ini Dion
cintai, cinta pertamanya Dion ? Ya ­Allah,
kenapa rasanya hati ini tidak rela ya
mendengar mereka akan bersatu kembali.”
bisikku dalam hati.
“Sumpah Ra, aku seneng banget. Makanya
aku kesini mau ajak kamu keluar. Nanti
sore aku janjian buat ketemu sama Restu.
Naahh... Aku mau kenalin kamu ke Restu.
Jadi sekarang kamu siap-siap dulu gih.”lagi-
lagi perkataan Dion tadi seperti irisan pisau
dihatiku. Rasanya sangat sakit. Kenapa aku
harus bersedih mendengar orang yang aku
cintai bahagia ?
“Ok.. Bentar ya aku mandi dulu.”dengan
segera aku langkahkan kaki menuju
kamarku. Sesampainya didalam kamar aku
tidak segera mandi, melainkan terduduk
dibalik pintu kamarku. Rasanya sangat
­sakit, bahkan lebih sakit dari sebuah
luka goresan. Dion... Kenapa disaat aku
­menyadari bahwa aku memang sudah
benar-benar jatuh cinta kepadamu, disaat
itu pula kamu harus pergi menjauh dariku.
Ya Allah... Kenapa rasanya seperti ini.
Seakan tak rela melepas Dion dari sisiku.
Tapi aku tak boleh egois. Ini demi kebaha-
giaan Dion, yang pastinya akan menjadi
kebahagiaanku juga. Dengan cepat kuseka
air mataku. Dan bergegas ku langkahkan
kaki menuju kamar mandi.
***
Benakku dipenuhi banyak pertanyaan.
Hatiku pun terasa hambar. Enatah apa yang
membuatku menjadi seperti ini. Dalam
diam aku berdoa, berharap semua ini han-
ya mimpi. Tapi aku tidak mimpi !! Kurasakan
air mataku menetes dipelupuk mataku. Ya
Allah, semoga Dion tidak memperhatikan
gelagatku yang aneh sore ini.
Kami duduk di foodcourt, menunggu
Restu yang masih dalam perjalanan. Aku
hanya memain-mainkan sedotan didalam
gelas yang terletak persis dihadapanku.
Benakku benar-benar dipenuhi rasa ingin
tau, wanita seperti apa yang dapat mem-
buat Dion sesetia ini. Ku lihat Dion asik
dengan hp nya. Entah apa yang sedang ia
lakukan. Ku tatap wajahnya dalam-dalam.
Ada segurat kebahagiaan disana dan aku
sangat yakin, ia bahagia bukan karna saat
ini sedang bersamaku, melainkan karna
sebentar lagi Dion akan berjumpa dengan
pujaan hatinya.
Lagi-lagi hati ini terasa sakit. Dadaku sesak
menahan perasaan yang bercampur aduk.
19
20
Ingin rasanya aku berteriak didepan wajah
Dion, mengatakan kepadanya bahwa
aku sangat mencintainya. Mungkin jauh
­sebelum Restu hadir kembali didalam
hidupnya. Tapi sejenak aku berpikir, untuk
apa kulakukan semua itu ? Hanya akan
membuat Dion bingung akan hatinya.
Dan aku tidak pernah menginginkan Dion
bersedih, apalagi gara-gara aku.
“Hey.. Udah lama yah ? Maaf tadi macet
banget dijalan.”terdengar suara seorang
wanita yang menyapa Dion.
Ku tolehkan pandanganku untuk
­mengetahui siapa yang telah menegur
Dion. Dan aku hanya mampu terdiam.
Benar-benar sempurna. Layaknya seorang
bidadari yang turun dari khayangan. Cantik
sempurna, bahkan aku pun terkagum-
kagum dibuatnya. Matanya coklat alami,
rambut terurai panjang, dan terdapat
lesung dipipi kanan dan kirinya. Kulitnya
putih bersih, dia cukup tinggi untuk ukuran
seorang wanita. Sekali lagi aku bergumam
didalam hati,“Subhanallah... Benar-benar
sempurna ciptaanMu ya Allah.”
“Ga kok, baru beberapa menit yang lalu.”
ucap Dion menjawab pertanyaan wanita
itu yang sangat kuyakini itu adalah Restu.
Restu hanya tersenyum mendengar
jawaban Dion. Sambil membenarkan
letak tasnya, Restu pun memandangku
dan ­melempar senyuman yang ramah
­kearahku. Tidak ada alasan untuk aku tidak
membalas senyumannya.
Lagi-lagi dia bersikap sangat ramah
­terhadapku. Diulurkan tangan-
nya ­ke arahku sambil tersenyum dan
­menyebutkan namanya,“Restu.”
Dengan segera aku pun membalas jabatan
tangannya sambil tersenyum,“Tara.”
tangannya begitu lembut. Tak heran Dion
sangat tergila-gila kepadanya. Selain
Fisiknya terlihat sempurna, perilaku dan
tutur bicaranya pun sangat sopan. Lagi-lagi
aku bergumam“sempurna”, mengagumi
ciptaan Allah yang satu ini.
“Tara ini sahabat aku Res, dia yang selalu
support aku saat kamu pergi.”penjelasan
Dion tak cukup membuatku lega, bahkan
timbul rasa sakit disana.
“Sahabat.”Ternyata benar dugaanku
selama ini, Dion hanya menganggapku
sebagai ­sahabatnya. Tak lebih. Mungkin
memang aku yang terlalu berharap banyak
­kepadanya. Tapi sudahlah, saat ini aku tidak
boleh memperlihatkan kesedihanku di
hadapan mereka. Biarkan saja kebahagian
mereka terasa sempurna tanpa adanya
kesedihan diraut wajahku.
Ku lihat Restu dan Dion asik dengan
topik bahasan yang sedang mereka
­perbincangkan. Sementara aku lebih
­banyak diam dan bermain dengan
­pemikiran dan perasaanku. Tiba-tiba hape
ku berbunyi. Ku lihat nama yang muncul
dilayar hapeku.“Puput”.
“Halloo...”
“Halo kak, lagi dimana ?”terdengar suara
Puput yang cukup manja disebrang sana.
“Lagi nemenin kak Dion ketemuan sama
pacarnya, kak Restu.”jelasku. Berharap
­Puput akan datang dan menemaniku saat
itu.
“Ngapain sih jadi obat nyamuk disana,
mending temenin Puput cari buku ke Gra-
media mau ga ?”
Tanpa banyak berpikir, aku pun langsung
mengiyakan permintaan Puput dan segera
menutup telepon nya.
“Ion... Aku pulang duluan yah, tadi Puput
telepon minta ditemenin nyari buku. Ga
apa-apa kan, toh sekarang udah ada Restu.”
aku berusaha tersenyum setulus mungkin
dihadapan mereka, walau ­sesungguhnya
hatiku terasa sangat sakit melihat
­kedekatan mereka saat ini.
“Oh.. Ok, hati-hati kamu dijalan yah Ra.”
ucapan Dion hanya terdengar samar
ditelingaku. Tanpa berucap lagi, aku pun
bergegas membalikan badanku dan
­berjalan cepat meninggalkan mereka.
Tanpa aku sadari air mata ini sudah mulai
menetes. Setetes demi setetes yang
akhirnya membentuk aliran sungai ­di
wajahku. Ya Allah... Ada apa ini, mengapa
rasanya ­sangat sakit dan benar-benar
sakit ? Aku tidak ingin seperti ini, aku ingin
Dion ­bahagia. Kebahagiaannya jauh lebih
­penting bagiku. Maka berikanlah aku hati
yang tulus dan ikhlas untuk menerima apa
yang mungkin kelak akan terjadi.
(bersambung)
20
21
22
23
LAPO AKSARA
Ananta Bangun
anantabangun.com
Redaktur Tulis di
­Lentera News
23
S
eorang biarawan tengah
menikmati makan siang di
satu warung makan. Selang
beberapa waktu, ia dihampiri
salah satu pengunjung. Mungkin
karena pakaian yang ­dikenakannya,
si pengunjung ­tersebut tertarik
­untuk ­bercengkerama sejenak.
Walaupun sosok yang didekatinya
masih asyik memakan sepiring
­daging ayam goreng.
Tanpa basa-basi, dia
­memperkenalkan diri dan
­mengatakan dirinya tidak ­meyakini
adanya Tuhan. Terperangah
sesaat, sang biarawan meladeni
­perbincangan tersebut. Bahkan
ketika si pengunjung menanyakan
apakah si biarawan pernah goyah
imannya karena tidak memahami
salah satu isi di Kitab Suci.
“Ya, saya pernah mengalami hal
tersebut,”ujar si biarawan.
“Nah, mengapa tetap menempuh
jalan anda sekarang?”susulan tanya
si lawan bicara.
“Saudara melihat saya tengah
memakan ayam goreng ini.
­Perhatikanlah, saya sama sekali tak
­mengunyah seluruh tulangnya.
­Namun, biarlah ada orang pander
yang coba memakan semuanya,
hingga ­lehernya tersedak oleh
tulang.”
Memilah. Kiranya ini lah kebajikan
kebajikan yang semakin pudar
dalam cara kita menangkap dan
menyampaikan tutur kata. Tentu
saja, ihwal yang dimaksud memilah
dengan pemikiran nan jernih.
Meski ada juga pembingkaian
(framing) informasi yang sarat
niat buruk. Yakni mengintip celah-
celah kisruh bagi sesama. Dengan
teknologi komunikasi seperti media
sosial, tindak pembingkaian negatif
tersebut begitu lekasnya menyebar
laiknya virus.
Tindak memilah tak hanya ­menahan
ketergesaan dalam ­menanggapi
­setiap kabar. Ini juga bagai
­menyuap informasi/ ­inspirasi bagi
fikiran secara sederhana. Sebab
tidak semua informasi dapat
mencerahkan. Isu-isu kebencian,
pertikaian justru mengungkung
pandangan kita di tengah kepulan
asap.
Jadi pantas kiranya sosok ­seperti
Bunda Teresa pernah berkata:
“Untuk membuat perdamaian
cukup dengan ­menghadirkannya
dalam keluarga kita masing-
masing.”­Bunda Teresa bukan
­mengesampingkan jerih banyak
insan mengupayakan perdama-
ian dunia, bahkan hingga meja-
meja ­forum kelas dunia. Namun,
­bukankah Teresa benar dalam
hal ­memilah upaya tersebut?
­Bayangkan bila banyak keluarga
mewujudkan hal tersebut? Maka
pertikaian dan perang hanyalah
menjadi pajangan di museum saja.
TAK PERLU MENGUNYAH TULANG

More Related Content

Viewers also liked

Togaf 9 and ea insturctor profile
Togaf 9 and ea insturctor profileTogaf 9 and ea insturctor profile
Togaf 9 and ea insturctor profileMustafa Kuğu
 
Powabyke e Brochure
Powabyke e BrochurePowabyke e Brochure
Powabyke e Brochurenickpowa
 
User behavioranaliticskurtzimmer
User behavioranaliticskurtzimmerUser behavioranaliticskurtzimmer
User behavioranaliticskurtzimmerGlobant
 
News bubble 2
News bubble 2News bubble 2
News bubble 2pindec
 
Intro to tsql unit 12
Intro to tsql   unit 12Intro to tsql   unit 12
Intro to tsql unit 12Syed Asrarali
 
Dev tools rendering & memory profiling
Dev tools rendering & memory profilingDev tools rendering & memory profiling
Dev tools rendering & memory profilingOpen Academy
 
In Search of Positive Planning
In Search of Positive Planning In Search of Positive Planning
In Search of Positive Planning ruralfringe
 
Black & Latino dominance on Twitter & Facebook, yet omission from Social Medi...
Black & Latino dominance on Twitter & Facebook, yet omission from Social Medi...Black & Latino dominance on Twitter & Facebook, yet omission from Social Medi...
Black & Latino dominance on Twitter & Facebook, yet omission from Social Medi...Golin
 
Summer at Cal Lutheran
Summer at Cal LutheranSummer at Cal Lutheran
Summer at Cal Lutherancallutheran
 
Changing the nature of nature in policy and decision making
Changing the nature of nature in policy and decision making Changing the nature of nature in policy and decision making
Changing the nature of nature in policy and decision making ruralfringe
 
Ficha de-trabalho-1-quc3admica
Ficha de-trabalho-1-quc3admicaFicha de-trabalho-1-quc3admica
Ficha de-trabalho-1-quc3admicaAndreia Margarido
 

Viewers also liked (19)

Forest Management Operational Plan for community forests in 4 pages
Forest Management Operational Plan for community forests in 4 pages Forest Management Operational Plan for community forests in 4 pages
Forest Management Operational Plan for community forests in 4 pages
 
Togaf 9 and ea insturctor profile
Togaf 9 and ea insturctor profileTogaf 9 and ea insturctor profile
Togaf 9 and ea insturctor profile
 
Cardápio King Rocky
Cardápio King RockyCardápio King Rocky
Cardápio King Rocky
 
Powabyke e Brochure
Powabyke e BrochurePowabyke e Brochure
Powabyke e Brochure
 
User behavioranaliticskurtzimmer
User behavioranaliticskurtzimmerUser behavioranaliticskurtzimmer
User behavioranaliticskurtzimmer
 
Saving japan
Saving japanSaving japan
Saving japan
 
News bubble 2
News bubble 2News bubble 2
News bubble 2
 
Intro to tsql unit 12
Intro to tsql   unit 12Intro to tsql   unit 12
Intro to tsql unit 12
 
Dev tools rendering & memory profiling
Dev tools rendering & memory profilingDev tools rendering & memory profiling
Dev tools rendering & memory profiling
 
Serppb2
Serppb2Serppb2
Serppb2
 
Presentation egrek
Presentation egrekPresentation egrek
Presentation egrek
 
In Search of Positive Planning
In Search of Positive Planning In Search of Positive Planning
In Search of Positive Planning
 
Black & Latino dominance on Twitter & Facebook, yet omission from Social Medi...
Black & Latino dominance on Twitter & Facebook, yet omission from Social Medi...Black & Latino dominance on Twitter & Facebook, yet omission from Social Medi...
Black & Latino dominance on Twitter & Facebook, yet omission from Social Medi...
 
Discount
DiscountDiscount
Discount
 
Summer at Cal Lutheran
Summer at Cal LutheranSummer at Cal Lutheran
Summer at Cal Lutheran
 
Cta u6 - 3er grado - sesion 03
Cta   u6 - 3er grado - sesion 03Cta   u6 - 3er grado - sesion 03
Cta u6 - 3er grado - sesion 03
 
Changing the nature of nature in policy and decision making
Changing the nature of nature in policy and decision making Changing the nature of nature in policy and decision making
Changing the nature of nature in policy and decision making
 
Ficha de-trabalho-1-quc3admica
Ficha de-trabalho-1-quc3admicaFicha de-trabalho-1-quc3admica
Ficha de-trabalho-1-quc3admica
 
Intro to tsql
Intro to tsqlIntro to tsql
Intro to tsql
 

Similar to St. Fransiskus: Bapa Orang Hidup & Berpengharapan

Lentera News edisi September 2015 | Bijak Kata Bijak Berbagi
Lentera News edisi September 2015 | Bijak Kata Bijak BerbagiLentera News edisi September 2015 | Bijak Kata Bijak Berbagi
Lentera News edisi September 2015 | Bijak Kata Bijak BerbagiAnanta Bangun
 
Lentera News edisi #15 Juni 2015
Lentera News edisi #15 Juni 2015Lentera News edisi #15 Juni 2015
Lentera News edisi #15 Juni 2015Ananta Bangun
 
PERAN BAHASA IBU DALAM MEMBANGUN KEBUDAYAAN DERAH
PERAN BAHASA IBU DALAM MEMBANGUN KEBUDAYAAN DERAHPERAN BAHASA IBU DALAM MEMBANGUN KEBUDAYAAN DERAH
PERAN BAHASA IBU DALAM MEMBANGUN KEBUDAYAAN DERAHGuru Online
 
Karangan revisi
Karangan revisiKarangan revisi
Karangan revisiAbu Ja'far
 
Sejarah ejaan bahasa
Sejarah ejaan bahasaSejarah ejaan bahasa
Sejarah ejaan bahasavanny nindya
 
Lentera #31 edisi juni 2017
Lentera #31 edisi juni 2017Lentera #31 edisi juni 2017
Lentera #31 edisi juni 2017Ananta Bangun
 
Makalah seni tari mas paranggi seishin
Makalah seni tari mas paranggi seishinMakalah seni tari mas paranggi seishin
Makalah seni tari mas paranggi seishinRahmat Etc
 
majalah online Lentera News edisi Maret 2015
majalah online Lentera News edisi Maret 2015majalah online Lentera News edisi Maret 2015
majalah online Lentera News edisi Maret 2015Ananta Bangun
 
Ptt Gereja yang Bersaksi dan Melayani di Dunia
Ptt Gereja yang Bersaksi dan Melayani diDuniaPtt Gereja yang Bersaksi dan Melayani diDunia
Ptt Gereja yang Bersaksi dan Melayani di DuniaRuangguruKristen
 
STRUKTUR KOMUNIKASI NON-VERBAL
STRUKTUR KOMUNIKASI NON-VERBALSTRUKTUR KOMUNIKASI NON-VERBAL
STRUKTUR KOMUNIKASI NON-VERBALRatih Aini
 
Bahasa Indonesia.pptx
Bahasa Indonesia.pptxBahasa Indonesia.pptx
Bahasa Indonesia.pptxFikaOmolu1
 
Bahasa Indonesia.pptx
Bahasa Indonesia.pptxBahasa Indonesia.pptx
Bahasa Indonesia.pptxFikaOmolu1
 
Buletin Ponuwa (Edisi Juli Tahun 2017)
Buletin Ponuwa (Edisi Juli Tahun 2017)Buletin Ponuwa (Edisi Juli Tahun 2017)
Buletin Ponuwa (Edisi Juli Tahun 2017)LPMP Gorontalo
 

Similar to St. Fransiskus: Bapa Orang Hidup & Berpengharapan (20)

Lentera News edisi September 2015 | Bijak Kata Bijak Berbagi
Lentera News edisi September 2015 | Bijak Kata Bijak BerbagiLentera News edisi September 2015 | Bijak Kata Bijak Berbagi
Lentera News edisi September 2015 | Bijak Kata Bijak Berbagi
 
Ks01 perkenalan rev01
Ks01   perkenalan rev01Ks01   perkenalan rev01
Ks01 perkenalan rev01
 
Persepsi Sosial
Persepsi SosialPersepsi Sosial
Persepsi Sosial
 
Lentera News edisi #15 Juni 2015
Lentera News edisi #15 Juni 2015Lentera News edisi #15 Juni 2015
Lentera News edisi #15 Juni 2015
 
PERAN BAHASA IBU DALAM MEMBANGUN KEBUDAYAAN DERAH
PERAN BAHASA IBU DALAM MEMBANGUN KEBUDAYAAN DERAHPERAN BAHASA IBU DALAM MEMBANGUN KEBUDAYAAN DERAH
PERAN BAHASA IBU DALAM MEMBANGUN KEBUDAYAAN DERAH
 
Karangan revisi
Karangan revisiKarangan revisi
Karangan revisi
 
Karangan
KaranganKarangan
Karangan
 
Karangan
KaranganKarangan
Karangan
 
Sejarah ejaan bahasa
Sejarah ejaan bahasaSejarah ejaan bahasa
Sejarah ejaan bahasa
 
Mempersiapkan renungan
Mempersiapkan renunganMempersiapkan renungan
Mempersiapkan renungan
 
Lentera #31 edisi juni 2017
Lentera #31 edisi juni 2017Lentera #31 edisi juni 2017
Lentera #31 edisi juni 2017
 
Assgmnt pantun
Assgmnt pantunAssgmnt pantun
Assgmnt pantun
 
Makalah seni tari mas paranggi seishin
Makalah seni tari mas paranggi seishinMakalah seni tari mas paranggi seishin
Makalah seni tari mas paranggi seishin
 
Diktat Komunikasi Verbal dan Nonverbal
Diktat Komunikasi Verbal dan NonverbalDiktat Komunikasi Verbal dan Nonverbal
Diktat Komunikasi Verbal dan Nonverbal
 
majalah online Lentera News edisi Maret 2015
majalah online Lentera News edisi Maret 2015majalah online Lentera News edisi Maret 2015
majalah online Lentera News edisi Maret 2015
 
Ptt Gereja yang Bersaksi dan Melayani di Dunia
Ptt Gereja yang Bersaksi dan Melayani diDuniaPtt Gereja yang Bersaksi dan Melayani diDunia
Ptt Gereja yang Bersaksi dan Melayani di Dunia
 
STRUKTUR KOMUNIKASI NON-VERBAL
STRUKTUR KOMUNIKASI NON-VERBALSTRUKTUR KOMUNIKASI NON-VERBAL
STRUKTUR KOMUNIKASI NON-VERBAL
 
Bahasa Indonesia.pptx
Bahasa Indonesia.pptxBahasa Indonesia.pptx
Bahasa Indonesia.pptx
 
Bahasa Indonesia.pptx
Bahasa Indonesia.pptxBahasa Indonesia.pptx
Bahasa Indonesia.pptx
 
Buletin Ponuwa (Edisi Juli Tahun 2017)
Buletin Ponuwa (Edisi Juli Tahun 2017)Buletin Ponuwa (Edisi Juli Tahun 2017)
Buletin Ponuwa (Edisi Juli Tahun 2017)
 

More from Ananta Bangun

Seminar "Bijak Bermedia Sosial"
Seminar "Bijak Bermedia Sosial"Seminar "Bijak Bermedia Sosial"
Seminar "Bijak Bermedia Sosial"Ananta Bangun
 
Presentasi untuk semiloka aksi umat menulis
Presentasi untuk semiloka aksi umat menulisPresentasi untuk semiloka aksi umat menulis
Presentasi untuk semiloka aksi umat menulisAnanta Bangun
 
Lentera news - mei 2016
Lentera news  - mei 2016Lentera news  - mei 2016
Lentera news - mei 2016Ananta Bangun
 
Lentera news ed.#23 April 2016
Lentera news  ed.#23 April 2016Lentera news  ed.#23 April 2016
Lentera news ed.#23 April 2016Ananta Bangun
 
Lentera news ed. #22 Maret 2016
Lentera news ed. #22 Maret 2016Lentera news ed. #22 Maret 2016
Lentera news ed. #22 Maret 2016Ananta Bangun
 
Lentera news ed. #21 Januari 2016
Lentera news  ed. #21 Januari 2016Lentera news  ed. #21 Januari 2016
Lentera news ed. #21 Januari 2016Ananta Bangun
 
Lentera news #17 Agustus 2015 | Merayakan Agustus
Lentera news #17 Agustus 2015 | Merayakan AgustusLentera news #17 Agustus 2015 | Merayakan Agustus
Lentera news #17 Agustus 2015 | Merayakan AgustusAnanta Bangun
 
Lentera News edisi #16 Juli 2015
Lentera News edisi #16 Juli 2015Lentera News edisi #16 Juli 2015
Lentera News edisi #16 Juli 2015Ananta Bangun
 
LENTERA NEWS Edisi #14 Mei 2015
LENTERA NEWS Edisi #14 Mei 2015LENTERA NEWS Edisi #14 Mei 2015
LENTERA NEWS Edisi #14 Mei 2015Ananta Bangun
 
Pendidikan dan TIK, Jatuh Cinta (lagi)
Pendidikan dan TIK, Jatuh Cinta (lagi)Pendidikan dan TIK, Jatuh Cinta (lagi)
Pendidikan dan TIK, Jatuh Cinta (lagi)Ananta Bangun
 
Mengenal & Mendaftar Gmail
Mengenal & Mendaftar GmailMengenal & Mendaftar Gmail
Mengenal & Mendaftar GmailAnanta Bangun
 
Mengenal & Mendaftar di Gmail
Mengenal & Mendaftar di GmailMengenal & Mendaftar di Gmail
Mengenal & Mendaftar di GmailAnanta Bangun
 

More from Ananta Bangun (14)

Seminar "Bijak Bermedia Sosial"
Seminar "Bijak Bermedia Sosial"Seminar "Bijak Bermedia Sosial"
Seminar "Bijak Bermedia Sosial"
 
Presentasi untuk semiloka aksi umat menulis
Presentasi untuk semiloka aksi umat menulisPresentasi untuk semiloka aksi umat menulis
Presentasi untuk semiloka aksi umat menulis
 
Lentera news - mei 2016
Lentera news  - mei 2016Lentera news  - mei 2016
Lentera news - mei 2016
 
Lentera news ed.#23 April 2016
Lentera news  ed.#23 April 2016Lentera news  ed.#23 April 2016
Lentera news ed.#23 April 2016
 
Lentera news ed. #22 Maret 2016
Lentera news ed. #22 Maret 2016Lentera news ed. #22 Maret 2016
Lentera news ed. #22 Maret 2016
 
Lentera news ed. #21 Januari 2016
Lentera news  ed. #21 Januari 2016Lentera news  ed. #21 Januari 2016
Lentera news ed. #21 Januari 2016
 
Lentera news #17 Agustus 2015 | Merayakan Agustus
Lentera news #17 Agustus 2015 | Merayakan AgustusLentera news #17 Agustus 2015 | Merayakan Agustus
Lentera news #17 Agustus 2015 | Merayakan Agustus
 
Lentera News edisi #16 Juli 2015
Lentera News edisi #16 Juli 2015Lentera News edisi #16 Juli 2015
Lentera News edisi #16 Juli 2015
 
LENTERA NEWS Edisi #14 Mei 2015
LENTERA NEWS Edisi #14 Mei 2015LENTERA NEWS Edisi #14 Mei 2015
LENTERA NEWS Edisi #14 Mei 2015
 
Internet bijak
Internet bijakInternet bijak
Internet bijak
 
Pendidikan dan TIK, Jatuh Cinta (lagi)
Pendidikan dan TIK, Jatuh Cinta (lagi)Pendidikan dan TIK, Jatuh Cinta (lagi)
Pendidikan dan TIK, Jatuh Cinta (lagi)
 
Mengenal & Mendaftar Gmail
Mengenal & Mendaftar GmailMengenal & Mendaftar Gmail
Mengenal & Mendaftar Gmail
 
Mengenal & Mendaftar di Gmail
Mengenal & Mendaftar di GmailMengenal & Mendaftar di Gmail
Mengenal & Mendaftar di Gmail
 
Parts of speech
Parts of speechParts of speech
Parts of speech
 

St. Fransiskus: Bapa Orang Hidup & Berpengharapan

  • 1. 1 EDISI #19 OKTOBER 2015 ST. FRANSISKUS BAPA ORANG HIDUP & BERPENGHARAPAN
  • 2. 2 DUKUNG MAJALAH LENTERA NEWS DENGAN DOA DAN DANA Kunjungi kami di sini: Bank Nasional Indonesia Rek.No. 0307532799 a.n. Hubertus Agustus Lidy /LENTERA-NEWS MAJALAHLENTERA.COM daftarisi Tajuk Redaksi3 Telisik 4 6 Lentera khusus 8 Embun katekese 12 Opini 21 Ilham sehat St. Fransiskus: Bapa Orang Hidup & Berpengharapan 18 Rumah Joss 14 Sastra RP Hubertus Lidi, OSC [Pemimpin Umum/Pemimpin Redaksi], Ananta Bangun [Redaktur Tulis], ­Jansudin Saragih [Redaktur Foto], Rina Malem Barus [Keuangan] Penerbit: Komisi Komunikasi Sosial Keuskupan Agung Medan (KOMSOS-KAM) ­Jalan S.Parman No. 107 Telp. +62614572457 , mp. 085361618545| www.majalahlentera.com | ­redaksi@majalahlentera.com , beritalentera@gmail.com | Facebook Fan Page: facebook.com/lentera-news REDAKSI Berbicara Tidak Sekedar Asbun (II) Pelanggaran Liturgi Dalam Perayaan ­Ekaristi (V) Siapakah Sesamamu Sakit, Endorfin & ­Perasaan Bahagia Harga Sebuah ­Senyuman 23 Lapo Aksara Tak Perlu Mengunyah Tulang
  • 3. 3 Redaksi 3 TAJUK REDAKSI Memetik teladan dari tokoh ­kudus merupakan satu kebajikan. ­Pengalaman hidup dari sosok tersebut bukanlah sesuatu yang jatuh dari langit begitu saja. Tentu ada rajut proses di tengah ­napaktilas hidup insan kudus tersebut. Redaksi Lentera News, dalam edisi Oktober 2015 ini, ­tergelitik ­menyajikan tulisan ibu ­Benedicta ­Siregar. Yang dipetik dalam ­kesempatan merayakan Hari Santo Fransiskus. Bukan hal yang ­mengejutkan, sebab Keuskupan Agung Medan dilayani sejumlah ­besar Imam dan Biarawati yang ­melandaskan jalan imamatnya ­berdasarkan inspirasi hidup St. ­Fransiskus dari Assisi. Inilah sebabnya mereka juga disebut Imam/ Biarawati Fransiskan. Jejak semangat St. Fransiskus, kiranya mendorong ibu Benedicta ­menuliskan sendiri bagaimana ia juga terpajan (enchanted). Dan bagaimana juga inspirasi tersebut dapat ­diterapkan dalam multi nilai kehidupan. Dalam edisi ini, Lentera News men- yajikan beberapa artikel berseri yang terakhir. Diantaranya artikel Pater Hubert mengenai Asbun (asal bu- nyi), dan tema pelanggaran dalam liturgi. Yang dimuat oleh Redaksi dari ­Katolisitas.org. Namun, kolom Sastra kembali ­menghadirkan cerita bersambung baru karya ibu Debora. Sila langsung dilirik. Jangan lupa untuk membaca kolom opini yang memuat cara ­penyampaian pemikiran Leo Tolstoy dalam kisah bernuansa budaya Karo, oleh ­Pemimpin Redaksi Sora Sirulo (Ita Apulina Silangit). Akhirul kata, Redaksi mengucapkan terima kasih atas dukungan doa dan aksara hingga majalah online kesay- angan kita ini kembali hadir di tengah kita. Shalom,
  • 4. 4 RP Hubertus Lidi, OSC hubertuslidiosc@gmail.com TELISIK | AKU DI ANTARA YANG LAIN O tak manusia merupakan penggerak utama alias centra senso motorik, yang secara timbal-balik menggerakan saraf-saraf sehingga terciptalah aksi-aksi. Salah satu aksi ialah berbicara atau bertutur. ­Berbicara yang terwujud dalam ­melafalkan kata-kata secara lisan (secara ­verbal) yang membentuk kalimat yang beraturan. Berbicara juga dapat ­disampaikan melalui kode, sandi, tanda, gerakan- gerakan anggota tubuh (secara non verbal) Poin penting bagi si ­pembicara adalah bagaimana ­mengkomunikasikan tujuannya ­sehingga hal tersebut dimengerti, ditangkap oleh manusia yang lain, sesuai dengan maksud dari si ­pembicara itu. Permasalahnya adalah pesan yang‘saya’mengerti apakah dimengerti sebagaimana adanya, atau sebaliknya tak dimengerti atau dimengertinya sesuai rekayasanya? Manusia membutuhkan latihan, pengalaman, dan ketrampilan ­menyampaikan ide, gagasan, dan pendapat, juga ketepatan serta ­ketajaman dalam mendengarkan pembicaraan orang lain. Aspek- aspek seperti Latihan, persiapan diri, ­ketenangan batin, evaluasi, dan ­refleksi amat perlu dalam kaitan meningkatkan kualitas berbicara dan mendengarkan. Tubuh yang sehat ­termasuk otak menjadi kunci ­sekaligus menunjukan bobot dari pembicaraannya. Wawasan ­pengetahuan, pengalaman dan daya nalar dari pembicara juga turut ­memberi andil apakah otaknya berkualitas, sehat, atau sebaliknya terbatas dan gangguan. Ungkapan- ungkapan seperti: otak miring, gila, stres, galau, gitu saja... dari‘­pendengar’ merupakan bentuk reaksi yang terarah kepada sipembicara, boleh jadi berkaitan dengan kualitas sebuah pembicaraan. Kapasitas orang yang berbicara juga bermuara dari mental, psikologis, dan kewibawaannya. Kaitan dengan posisi, kedudukan, peran, pangkat, strata sosial dalam masyarakat dll.‘Bicaranya’ menunjukan peran dan fungsinya, capability. Misalnya seorang Uskup yang berbicara kepada umatnya ‘aura pesanya’berbeda kalau seorang KDS (Ketua Dewan Stasi) yang bicara. Seorang Presiden yang bicara ­kepada masyarakat tentu berbeda kalau seorang ketua RT berbicara. Kalimat yang diungkapkan bisa sama, tetapi pemaknaan akan nilainya berbeda. BERBICARA TIDAK SEKEDAR ‘ASBUN’
  • 5. 5 Misalnya ungkapan Proficiat... nilai rasanya berbeda kalau hal itu diungkap Presiden kepada sang sang pemenang, ketimbang ungkapan itu datang dari RT. Rasanya lebih ‘wah’kalau terucap dari mulut seorang presiden. Tempat, dari mana hal itu ­dibicarakan, juga mempengaruhi bobot dan ­kualitas bicaranya. Seorang uskup yang ­menyampaikan atau mengumumkan sesuatu untuk umatnya dari‘Catedra’ atau singgasana, atau tahktanya. ­Otoritasnya sebagai‘gembala’­terpatrikan pada tempanya itu. Otomatis apa yang dicarakan itu sifatnya resmi dan tak dapat diganggu apalagi digugat. Begitu juga seorang Presiden atau pejabat-pejabat lainnya. Tempat dalam hal ini sebagai bentuk pengakuan dan pembenaran akan otoritas, kuasa dan wewenangnya. Kesadaran dan proses mengklarifikasi ‘pembicaraan’atau ungkapan- ungkapannya dengan verifikasi atau mengingat kembali alias‘remind’ amat penting, sebagai ajang untuk ­mempertangung jawabkan kata-kata atau kalimat yang telah diungkapkan. Agar tidak berujung bencana“Mulutmu harimaumu” Situasi dan kepentingan Situasi, baik tempat, dan kondisi ­tempat dan bathin juga mempengaruhi isi pembicaraannya. Sebagai contoh: saya ke tengahkan beberapa istilah terapan di Asmat-Papua. seperti: Mobil, bahasa setempatnya Ci Capimbi dan Pesawat - ­Ci Ob. Ci Capimbi: Ci seyogianya berarti perahu dan Campimbi berarti bumi/ tanah. Mobil sejajar dengan Perahu Bumi. Ci Ob: Ci Perahu dan Ob adalah udara/angkasa. Pesawat ­disejajarkan dengan ­Perahu Angkasa. Situasi ­daerah Asmat adalah rawa dan sungai- sungai, ­sehingga perahu menjadi alat ­transportasi utama. Para pengamat politik, politikus- politikus, dan pakar-pakar hukum akhir- akhir ini mempersoalkan: ­Menghina dan Mengkritik, berkaitan RUU ­Penghinaan terhadap Presiden. Mereka tampil di media sosial, ­berdiskusi, ­berdebat, bahkan kadang-kadang bertengkar guna mempertahankan ide dan gagasannya demi membenarkan argumennya. Persoalannya ada pada interpretasi ganda. Mengapa ganda? Kepentingan turut mempengaruhi makna kata - kalimat dan tafsirannya. Berbicara, merupakan salah satu cara untuk mempresentasikan pengeta- huan (kognitif) dan informasi, serta ­perasaan (afectif),yang tersirat. D ibalik itu ­tersirat keinginan, harapan, dan cita-cita. Bagi yang mendengar, tentu ­mereka menangkap dan mencerna informasi, pengetahuan, serta‘hati’ yang diberikan, tetapi mereka juga ­memberikan penilaian atas sikap, ­karakter, serta kemampuan dari yang berbicara. Mari berbicaralah secara sadar dan seperlunya. Toh ternyata berbicara tidak sekedar asal bunyi alias‘asbun’
  • 6. 6 LENTERA KHUSUS | SANTO FRANSISKUS Benedicta L. ­Siregar Dosen PS ­Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas HKBP Nommensen Siapa Santo Fransiskus? Mungkin banyak di antara kita yang dapat ­menjelaskannya. Namun barangkali hanya sedikit yang mengenal dengan sesungguhnya. Yang lebih pasti lebih banyak orang yang ­sekedar tahu, beliau adalah orang kudus dari kota Assisi. Ada juga yang memaknai Santo Fransiskus adalah tokoh kehidupan. Dalam banyak lukisan atau gambar, Santo Fransiskus disandingkan bersama alam ciptaan Tuhan yang menggambarkan kehidupan. Sebagian kalangan mengenal Fransiskus dari Asisi sebagai sang tokoh lingkungan hidup dari abad ke 12 sampai dengan 13. Terdorong ingin mengenal Santo ­Fransiskus, saya hadir pada pesta ­perayaan memperingati Santo Fransiskus dari Assisi oleh Persaudaraan Fransiskan ­Fransiskanes Medan Sekitarnya (Persimes) yang ­diselenggarakan di lokasi salah satu ­sekolah Perguruan Katolik Assisi. Acara diisi dengan seminar, misa, dan diakhiri dengan makan bersama dan acara keakra- ban. Saya beruntung dan bersyukur ­mendapat pencerahan melalui pemaparan ringan Ensiklik Laudato Si yang dikeluar- kan oleh Paus Fransiskus dan dipublikasi secara resmi pada tanggal 24 Mei 2015. Ada yang menarik perhatian saya dalam acara tersebut. Lukisan yang ditampilkan untuk memberi warna pada perayaan tersebut, Santo Fransiskus bersama dengan tengkorak (lambang kematian), yang kontradiktif dengan gambar beliau yang lazim dikenal. Pelukisnya ­mungkin bermaksud untuk menerjemahkan transitus yang diyakini Santo Fransiskus. Umumnya gambar tengkorak digunakan untuk memberi makna adanya bahaya/ awas atau tanda peringatan. Demikian juga saya melihat tengkorak dalam lukisan itu sebagai sarana untuk memperingatkan kondisi dunia sekarang, kondisi di ­sekitar kita, bahkan kondisi hati kita saat ini, ­­gambaran kematian. Ensiklik Laudato Si sendiri berisikan bahwa bumi adalah rumah kita bersama yang kondisinya sedang sakit. Dunia yang berubah dan dunia yang sedang sakit, membutuhkan adaptasi spritualitas, sikap, dan ­pelayanan (tindakan) dengan konteks kekinian. Adaptasi merupakan salah satu ciri dari mahluk hidup. Tidak berupaya beradaptasi atau tidak mau berubah, sesungguhnya membawa kita menuju atau bahkan memasuki kematian. Target-target, ambisi, kepentingan, keserakahan, egoisme, mementingkan kelompok sendiri, kekuatiran, kecurigaan, kebencian, ketidakadilan, ketidakpedulian pada lingkungan mengombang- ambingkan dan menguasai hidup ­dunia kini. Hedonisme, materialisme, ­konsumerisme dan budaya instant seperti ombak yang bisa menenggelamkan dunia dan ­membawa dunia pada kematian. Bukan satu kebetulan, nama Bapa Suci kita saat ini, Paus Fransiskus dari Assisi. Keberadaan Bapa Paus Fransiskus menjadi bagian dari karya penyelamatan dunia melalui ­penghayatan dan semangat ­fransiskannya. Sekolah menjadi tempat dalam ­mengenang Santo Fransiskus tahun ini, saya maknai untuk mengingatkan bahwa dunia pendidikan saat ini juga sedang ­sakit. Rutinitas, kewibawaan semu, SANTO FRANSISKUS, BAPA ORANG HIDUP & BERPENGHARAPAN
  • 7. 7 ­hukuman, rasio guru terhadap murid yang terlalu rendah, membludaknya ­pekerjaan rumah (PR) saat usia anak bermain, belajar berbasis soal, ­rendahnya empati, ketertutupan akan masukan dari stakeholder, ketidakjujuran, ketidakadilan akan menyulitkan orang atau lembaga dalam mengemban misi pendidikan saat ini. Dunia pendidikan saat ini ditantang untuk mempersiapkan anak didik melawan hedonisme, materialisme, konsumerisme, dan budaya instant. Dunia pendidikan menjadi tempat yang ideal dalam ­menularkan nilai keutuhan ciptaan untuk membuka horison anak didik akan kesadarannya sebagai bagian dari alam semesta. Dunia pendidikan ditugasi ­dengan perlunya pengembangan ­Emotional Quetiont dan Spiritual Que- tiont (karakter), bukan hanya sekedar atau ­mengutamakan Intelegence Quetiont. Dunia pendidikan kini juga ­dihadapkan pada kenyataan bertambahnya ­keberadaan anak-anak berkebutu- han khusus dengan berbagai varias- inya, yang pada sebagian kasus kurang sesuai ­dibelajarkan di Sekolah Luar Biasa (SLB) yang ada. Dunia pendidikan diharapkan menjadi andalan kema- juan perkembangan anak, termasuk anak-anak yang mengalami kesulitan belajar, antara lain anak-anak yang ter- lahir sehat namun diserang penyakit serius atau ­berkepanjangan saat usia balita. Anak-anak seperti mereka ser- ing terabaikan dalam proses pembela- jaran, bahkan diberi label sebagai anak malas, anak bandel, anak yang tidak tekun. Dunia pendidikan menjadi salah satu aspek yang ­dikembangkan para ­misionaris ­terdahulu untuk ­menjadikan manusia lebih ­bermartabat. Dunia ­pendidikan dituntut untuk ­membangun visi dan ­menjalankan misinya untuk ­mengembangkan ­manusia secara utuh. ­Harapan ke depan, visi dan misi ­pendidikan bergeser dari ­pertumbuhan ekonomi ke ­pengembangan kemanusiaan dan ­pemeliharaan lingkungan. Beda mahluk hidup dengan benda mati adalah pada dinamika dan pengharapan. Pembenahan (penyesuaian) lembaga pendidikan Katolik bisa menjadi pintu pengharapan bagi anak-anak demi masa depan gereja, bangsa, dan dunia yang hidup. Gerakan pembenahan ini ­dapat menghantarkan generasi penerus bumi ini kelak melalui profesinya sebagai agen-agen pembangunan masa depan yang mengintegrasikan pembangunan ekonomi dengan pembangunan sosial dan pembangunan lingkungan. Gambar Santo Fransiskus bersanding ­dengan tengkorak bisa juga ­dimaknai sebagai sikap menolak menyerah ­(berani dan tabah), atau kebangkitan jiwa ­(semangat) untuk bertempur melawan penyakit dunia. Kiranya Santo Fransiskus bukan hanya kita telaah dalam seminar, atau kita kenang ketika melakukan doa atau devosi, atau kita gunakan sekedar sebagai simbol, atau kita ingat ketika menghasilkan dan ­menggunakan panduan liturgi, atau kita sadari ketika menuliskan suatu refleksi atau artikel. Biarlah itu menjadi minyak yang mempertahankan nyala pelita hati, bukan menjadi akhir dari pengenalan akan keteladanannya. Di Assisi, Santo Fransiskus mengingatkan kita bahwa dunia telah digerogoti penyakit yang bisa membawa pada kematian, bahkan telah mati selagi hidup. Di Assisi, Santo Fransiskus tokoh ­kehidupan, mengingatkan kita akan dampingan doanya, yang memberi ­pengharapan dan peneguhan. Beliau berdoa agar panggilan gereja nyata untuk menghadapi ancaman berbagai ­gelombang. Santo Fransiskus berdoa akan berkat Roh Kudus yang mengaruniakan kerendahan hati dan semangat cinta kasih untuk menghadirkan Allah di dunia yang nyata. Di Assisi, niat kita diperbaharui untuk mengikuti jejak dan keteladanan sang tokoh kehidupan, Santo ­Fransiskus dari Asisi, dengan menghayati dan ­membuatnya sebagai model pelayanan Kristus dalam hidup sehari-hari. Kiranya keberadaan kita menjadi bagian dari karya penyelamatan dunia ­melalui penghayatan dan semangat ­fransiskan. Semoga kita mau dan mampu ­berubah atau beradaptasi serta senantiasa ­berpengharapan dalam menjalankan panggilan hidup kita, sehingga mampu menularkan pengharapan bagi ­keluarga kita, komunitas kita, orang-orang yang kita layani dalam pekerjaan kita, masyarakat serta orang-orang yang ­berjumpa dengan kita dalam peziarahan di dunia ini. Semoga...........
  • 8. 8 EMBUN KATAKESE | LITURGI PELANGGARAN LITURGI DALAM PERAYAAN EKARISTI (V) OLEH: Katolisitas.org
  • 9. 9 Karena ­penyimpangan ini dapat ­mengakibatkan merosotnya/ ­hubungan yang perlu antara ­hukum doa dengan ­hukum iman, yaitu bahwa doa harus ­merupakan ­ungkapan iman (lex orandi, lex credendi). “ Tanya Jawab Seputar Liturgi Pada edisi Oktober ini, penjabaran ­mengenai Pelanggaran Liturgi ­merupakan yang seri yang terakhir. Redaksi menyajkan sesi tanya jawab dari materi yang dikutip dari Katolisitas. org. 1.Mengenaimusikliturgi,apa­seharusnya alat musik yang digunakan? Bolehkah menggunakan organ dengan tambahan suara alat musik lain? Bila mengacu kepada ­Sacrosanctum Concilium 120, alat musik yang ­sebaiknya digunakan adalah organ pipa. Namun demikian, tidak menutup kemungkinan penggunaan alat musik lain, sepanjang disetujui oleh pihak otoritas Gereja, dan asalkan sesuai un- tuk digunakan dalam musik sakral. SC 120 “Dalam Gereja Latin orgel pipa hendaknya dijunjung tinggi se- bagai alat musik tradisional, yang suaranya mampu memeriahkan ­upacara-upacara Gereja secara ­mengagumkan, dan mengangkat hati UmatkepadaAllahdankesurga.Akan tetapi, menurut kebijaksanaan dan dengan persetujuan pimpinan gereja- wi setempat yang berwenang, sesuai dengan kaidah art. 22 (2), 37 dan 40, alat-alat musik lain dapat juga dipa- kai dalam ibadat suci, sejauh memang cocok atau dapat disesuaikan dengan penggunaandalamliturgi,sesuaipula dengan keanggunan gedung ­gereja, dan sungguh membantu memantap- kan penghayatan Umat beriman.” Paus Pius XII mengeluarkan dokumen tentang Musik Liturgis yang berjudul Musicae Sacrae (MS), dan secara khusus menyebutkan tentang hal ini demikian: MS 59 “Selain organ, alat-alat musik lain dapat digunakan untuk mem- berikan bantuan besar dalam men- capai maksud yang tinggi dari musik liturgi,asalkan mereka tidak memain- kan apapun yang profan, yang berisik atau hingar bingar dan tidak berten- tangan dengan pelayanan sakral atau martabat tempat kudus. Di antara alat-alat musik ini, biola dan alat-alat musik lainnya yang menggunakan cekungan (bow) adalah baik sebab ketika dimainkan sendiri atau dengan alat musik senar lainnya, alat- alat musik ini mengekspresikan perasaan suka cita dan dukacita dalam jiwa dengan kekuatan yang tak dapat di- lukiskan…” Sedangkan tentang hal alat musik ini, Rm. Bosco da Cunha dari Komisi Liturgi KWI mengatakan: “KWI masih dalam proses ­berusaha mengaktualisasi dokumen ­Sacrosanctum Concilium Konsili ­Vatikan II; KWI tidak gegabah. Usaha penelitian dan percobaan alat musik tradisional aneka suku bangsa sudah mulai dengan “Pusat Musik ­Liturgi” Yogyakarta dipimpin Romo Karl ­Edmund Prier SJ sejak 1980an namun masih berlangsung”. Beliau menyarankan bagi yang ­berminat mengetahui lebih lanjut ­untuk ­mengunjungi PML Yogyakarta di Jl. Abubakar Ali Kotabaru ­Yogyakarta ­untuk mengetahui studio dan show- room karya-karya musik liturgi ­inkulturatif. 2. Bila dikaitkan dengan ­adaptasi-adaptasi yang muncul di Sacrosanctum ­Concilium, ­bagaimana batasan-batasannya agar tidak ­mengontradiksi dokumen-dokumen Ger- eja lainnya (dalam hal penentuan musik liturgi)? Musicae Sacrae 60 “Sebab jika musik itu tidak profan atau bertentangan dengan kesakralan tempat dan ­fungsi dan tidak berasal dari keinginan ­untuk mencapai efek-efek yang luar biasa dan tidak ­lazim, maka gereja- gereja kita harus menerimanya, sebab mereka ­dapat ­menyumbangkan dalam cara yang tidak kecil terhadap ­keagungan ­upacara-upacara sakral, ­dapat ­mengangkat pikiran kepada hal-hal yang lebih tinggi dan dapat ­menumbuhkan devosi yang sejati dari jiwa.”(lih. MD 193) Maka, nampaknya yang perlu dijadikan patokan adalah prinsipnya, yaitu:
  • 10. 10 1) Tidak memasukkan unsur profanitas dalam musik liturgis; 2) Musik itu tidak menghasilkan efek ­suara yang luar biasa dan tak lazim 3) Musik itu dapat membantu ­mengangkat pikiran kepada hal- hal yang lebih tinggi: Apakah membantu ke-em- pat hal ini: penyembahan (worship/ ado- ration), syukur (thanksgiving), pertobatan (contrition), permohonan (supplication). 4) Menggunakan musik-musik yang su- dah mendapat persetujuan dari otoritas Gereja (ada Nihil Obstat dan Imprimatur); 5) Mengacu kepada ketentuan yang su- dah pernah secara eksplisit ditentukan oleh otoritas Gereja. 3. Bolehkah choir (koor) terdiri dari perem- puan? Walaupun di dokumen yang dikeluar- kan oleh Paus Pius X, Tra le Sollecitudini 13,14 (1903) dikatakan bahwa untuk koor ­anggotanya harus laki-laki- mungkin karena hal ini merupakan tradisi ­Gereja sejak zaman dulu; namun ketentuan ini kemudian diperbaharui di dokumen ­berikutnya tentang Musik Liturgi yang dikeluarkan oleh Paus Pius XII, Musicae Sacrae, demikian: MS 74 Ketika tidak mungkin diper- oleh sekolah paduan suara (Scholae Cantorum) atau di mana tidak ada cukup anak laki-laki untuk koor, diper- bolehkan bahwa “kelompok pria dan wanita atau anak-anak perempuan, yang ditempatkan di luar tempat kudus (sanctuary) yang terpisah untuk peng- gunaan kelompok ini secara khusus, da- pat menyanyikan teks-teks liturgi pada saat Misa Agung, sepanjang para pria dipisahkan dari para wanita dan anak- anak perempuan dan segala yang tidak pantas dihindari…. 4. Perlukah kita ikut membungkuk setiap saat seorang imam membungkuk dalam Perayaan Ekaristi? Tidak perlu. Yang ditulis dalam Tata ­Perayaan Ekaristi adalah, umat ­membungkuk pada waktu Ritus ­Pembuka ketika Imam dan Pelayan lain ­menghormati Altar, dan pada sesudah kata-kata Konsekrasi atas roti dan ­anggur, ketika Imam berlutut; dan pada saat Credo (syahadat) yaitu pada perkataan, “[Yesus Kristus] yang dikandung dari Roh Kudus, dilahirkan oleh Perawan Maria”. 5. Bolehkah imam menambah hanya ­beberapa kata atau bagian dalam sebuah Perayaan Ekaristi? Jika ada titik-titik (….) boleh disebutkan nama orang yang didoakan (doa bagi orang yang masih hidup maupun orang yang sudah meninggal) seperti dalam Doa Syukur Agung pertama. RS 51 ….”Tidak ada toleransi ­terhadap imam-imam yang merasa berhak ­menyusun Doa Syukur Agungnya sendiri” atau mengubahkan teks-teks yang ­sudah disahkan oleh Gereja atau ­memperkenalkan teks-teks lain, yang telah dikarang oleh pribadi-pribadi ­tertentu. 6. Bagaimana seharusnya kostum ­pelayan altar? Apakah betul pelayan altar ­putri ­seharusnya mengenakan alba dan ­mengapa? Apakah wanita ideal untuk menjadi ­pelayan altar walaupun diperbolehkan? PUMR 339 Akolit, lektor dan pelayan awam lain boleh mengenakan alba atau busana lain yang disahkan oleh ­Konferensi Uskup untuk wilayah gereja- wi yang bersangkutan. RS 47 Sangat dianjurkan untuk mem- pertahankan kebiasaan yang luhur yakni pelayanan altar oleh anak laki- laki atau pemuda, biasanya disebut pe- layan Misa, suatu tugas yang dilaksana- kannya seturut cara akolit. Hendaknya mereka diberi katekese tentang fungsi mereka sesuai dengan daya tangkap mereka. Perlu diingat bahwa berabad- abad lamanya dari amat banyak anak seperti ini telah muncul banyak pelayan tertahbis….. Anak perempuan atau ibu-ibu boleh diterima untuk melayani altar, sesuai dengan kebijakan Uskup diocesan dan dengan memperhatikan norma-norma yang sudah ditetapkan. 7. Apakah inkulturasi liturgi memperbole- hkan penggunaan berbagai macam alat musik di luar organ pipa? Hal ini dimungkinkan. Pimpinan Ger-
  • 11. 11 eja yang mengambil keputusan untuk menggunakan alat- alat musik lain, hendaknya dalam proses ­adaptasi- inkulturasi membuat penelitian ­untuk mengetahui apakah alat musik tersebut digunakan dalam ibadat religius men- urut budaya setempat dan sungguh membantu umat beriman mengangkat hati kepada Tuhan untuk memuji dan menyembahnya? Bisa saja alat musik yang sama ­digunakan baik dalam upacara ­keagamaan dan dalam perayaan ­profan, tetapi harus diperhatikan ­perbedaan dalam cara menggunakannya. Ada nada dan ­melodi yang khas dalam upacara ­keagamaan dan dalam acara profan. Seperti pada alat tifa dalam budaya orang Papua Selatan, ada bunyi dan cara memukul yang khas dalam ibadat religius, yang berbeda dengan bunyi dan cara memukul tifa tersebut jika di- gunakan untuk kegiatan- kegiatan yang profan saja. PUMR 393 …. Demikian pula, Kon- ferensi Uskuplah yang berwenang memutuskan gaya musik, melodi, dan alat musik yang boleh digunakan dalam ibadat ilahi; semua itu sejauh serasi, atau dapat diserasikan dengan penggunaannya yang bersifat kudus. KESIMPULAN Mengapa perlu memperhatikan ­norma-norma Liturgi dan menghindari penyelewengannya? Adalah penting kita ketahui bersama, bahwa “Norma-norma liturgi Ekaristi dimaksudkan untuk mengungkapkan dan melindungi misteri Ekaristi dan juga menjelaskan bahwa Gerejalah yang merayakan sakramen dan ­pengorbanan yang agung. Sebagaimana yang ditulis oleh Paus ­Yohanes Paulus II, “Norma-norma ini adalah ungkapan konkret dari kodrat gerejawi otentik mengenai Ekaristi; inilah maknanya yang terdalam. Liturgi tak pernah menjadi milik perorangan, baik dari selebran maupun komunitas, tempat misteri-misteri dirayakan.” Ini berarti bahwa “… para imam yang merayakan Misa dengan ­setia seturut norma-norma liturgi, dan ­komunitas-komunitas yang ­mengikuti ­norma-norma itu, dengan tenang ­namun lantang memperagakan kasih mereka terhadap Gereja.[7] Adanya penyelewengan yang terjadi dalam liturgi seringkali berhubun- gan dengan salah persepsi tentang makna ‘kebebasan’; dan hal ini tidak ­menuju kepada pembaharuan sejati yang ­diharapkan oleh Konsili Vatikan II. ­Karena penyimpangan ini dapat ­mengakibatkanmerosotnya/­hubungan yang perlu antara hukum doa dengan hukum iman, yaitu bahwa doa harus merupakan ungkapan iman (lex orandi, lex credendi). Akhirnya, marilah kita ­berpartisipasi secara aktif dan sadar setiap kali kita mengikuti perayaan liturgi, dan juga dengan memperhatikan dan ­melaksanakan ­ketentuan- ketentuan- nya, sebagai tanda bukti bahwa kita mengasihi Kristus dan Gereja-Nya.
  • 12. 12 KOLOM “RUMAH JOSS” | ENDORFIN Yoseph Tien Wakil Ketua ­Komisi Kepemudaan di ­Keuskupan Agung Medan “Kalau mau sehat, ingat tiga hal berikut ini, masing-masing ­dengan persentase pengaruhnya pada ­kesehatan kita: pola makan (60%), pikiran (20%)” dan olahraga (20%). Demikian nasehat dr. Dhillon, ke- tika saya mendampingi mertua saya berobat ke ­Dhillon Medical Center, 25 Agustus 2015 lalu. Sang dokter lalu ­mengarahkan mertua saya agar ­menjaga pola makan yang teratur dan sehat, rajin berolahraga walaupun ­sekedar jalan kaki serta menjaga pikiran agar selalu tenang dan damai. Sang dokter tidak lanjut menjelaskan secara detail apa yang ­dimaksudkannya ­dengan tiga hal tersebut diatas. ­Berdasarkan ­pemahaman dan ­pembelajaran saya yang terbatas, kira- kira beginilah barangkali ­maksud sang dokter. Pola makan, ­memiliki pengaruh yang paling besar terhadap ­kesehatan seseorang. Pola makan yang salah, akan berkontribusi besar terhadap kesehatan. Menyantap suatu jenis makanan se- cara berlebihan, misalnya makanan yang banyak mengandung gula, maka akan ­menimbulkan kandungan gula yang berlebih dalam darah, akhirnya yang bersangkutan menderita sakit gula. ­Makan makanan yang banyak ­mengandung lemak, akan ­menimbulkan kandungan kolestrol jahat berlebih dalam tubuh. Intinya ­makan ­makanan apapun secara ­berlebihan bisa ­mendatangkan berbagai penyakit. Selanjutnya, orang dengan ­kandungan beban pikiran yang berlebihan dalam dirinya, akan memicu stress yang ­kemudian pada gilirannya juga ­berpotensi ­menimbulkan berbagai penyakit. Seringkali kita ­temukan orang sakit, dengan simtom fisik yang sangat jelas, namun ­setelah dilakukan ­pemeriksaaan medis ­secara ­lengkap, para medis tidak ­menemukan ­penyakitnya, ­kemudian mereka lalu ­menyimpulkan bahwa yang ­bersangkutan‘sakit pikiran’. Sakit fisik karena faktor psikis ini biasa ­disebut dengan psikosomatis. Sakit pikiran dalam konteks ini ­muncul tidak sekedar karena stress belaka, tetapi lebih karena akumulasi dan atau menumpuknya berbagai emosi negatif seperti sakit hati, marah, kecewa, takut, malu, dendam, benci, dsb. Jadi jelas bahwa ada hubungan antara pikiran, atau lebih tepatnya emosi dengan ­tubuh fisik kita. J.P. Du Preez, EQ organizational ­consultant, telah lugas mengurai tentang emosi sebagai“Suatu reaksi tubuh menghadapi situasi tertentu. Sifat dan intensitas emosi ­biasanya tervkait erat dengan aktifitas kognitif ­(berpikir) manusia sebagai hasil persepsi terhadap situasi. Emosi adalah hasil reaksi kognitif terhadap situasi spesifik.” Selanjutnya, orang yang jarang atau tidak pernah berolah raga, maka ­langsung dapat kita pastikan bahwa secara fisik dia lemah. Nah, bila fisiknya SAKIT, ENDORFIN & PERASAAN BAHAGIA
  • 13. 13 tidak sehat maka jiwanya pun tak sehat. Ungkapan Latin dari jaman Romawi Kuno yang dilontarkan Decimus Iunius Juvenalis dalam karya sastranya Satire X,“mens sana in corpore sano”, di dalam tubuh yang kuat terdapat jiwa yang sehat, ­meneguhkan kita. Nah, untuk mendapatkan tubuh yang kuat demi jiwa yang sehat, kita harus ­berolahraga. Ada banyak pilihan cabang olahraga yang bisa kita ­lakukan, seturut kondisi dan ­kemampuan fisik, umur, ­kecekatan juga situasi dan kondisi kita. Sejak awal Oktober 2015 ini, setelah sekian lama berhenti sepak bola, futsal, fitness dan latihan bela diri, saya mulai lagi berolahraga. Taman Bunga Teladan, Lapangan Merdeka dan Bumi Perkemahan Cadika, menjadi lokasi tempat saya biasa berlari, pagi atau sore tergantung situasi. Awalnya 1 -2 putaran, bercampur antara jalan kaki dan lari. Sekarang 5 putaran Lapangan Merdeka sudah mulai bisa dilewati, walau masih diselingi dengan jalan kaki. Menariknya, dari buku Health Triad (Mind, Body and System) yang ditulis oleh Munadjad Iskandar, saya baru ­paham bahwa olahraga dengan gerakan yang ritmis dalam jangka waktu yang panjang, sep- erti jalan kaki, jogging, renang dan ­bersepeda, dapat mengantar tubuh dan pikiran ­mencapai titik ­relaksasi, yang ­kemudian memicu tubuh ­mengeluarkan hormon endorfin. Sewaktu jogging misalnya, fokuskan perhatian kita pada gerak langkah kaki‘kiri’atau‘kanan’. Relaksasi akan tercapai bila irama pernapasan kita seritme dengan gerakan langkah kaki. Tapi hal ini hanya bisa tercapai dengan pengandaian bahwa kita sungguh sedang sadar sesadarnya bahwa kita memang sedang berlari, dengan fokus pada langkah kaki dan pernapasan kita. Pada gerak langkah yang ritmis tersebut, dalam kondisi rileks, tubuh secara alami akan mengeluarkan ­hormon endorfin. Endorfin adalah senyawa kimia yang bisa membuat kita merasa bahagia, sangat senang dan nyaman. Endorfin diproduksi oleh kelenjar ­pitutuari yang terletak di bagian bawah otak. Lalu apa sebenarnya manfaat ­endorfin? Dari berbagai pustaka, diketahui ­manfaat endor- phin antara lain ­mengatur produksi hormon ­pertumbuhan dan seks, ­mengendalikan rasa nyeri serta sakit yang menetap, mengendalikan perasaan stress serta meningkatkan system kekebalan tubuh. Selama ini, saya hanya tahu bahwa endorfin bisa distimulir ­kehadirannya melalui olah pernapasan, latihan relaksasi dan meditasi. Kini saya tahu, bahwa rupanya dengan ­jogging, endorfin juga bisa dikeluarkan ­tubuh. Maka berbekal pemahaman ini, ­kegiatan jogging saya, baik sore ­ataupun pagi hari, menjadi sesuatu yang semakin menyenangkan. Maka saran saya, bagi yang ingin merasa bahagia, damai, senang dan ­nyaman, rajin-rajinlah berolah- raga, khususnya olahraga yang bisa ­membuat tubuh mengeluarkan endorfin. Informasi tambahan, Dr. Shigeo ­Haruyama dalam bukunya The Miracle of Endorphin, juga telah ­mengemukakan bahwa endorfin bisa memperkuat daya tahan tubuh, men- jaga sel otak tetap muda, melawan pe- nuaan, menurunkan agresifitas dalam hubungan antara sesama manusia, meningkatkan semangat, daya tahan dan kreatifitas. Semua uraian di atas ­barangkali turut mempertegas kesatuan, ­keseimbangan dan harmoni antara tubuh, pikiran dan system tubuh. Terima kasih dr. Dhillon yang memberi inspirasi dan pencerahan. Semoga catatan kecil ini juga bisa menginspirasi dan mencerahkan, minimal mengingatkan kita untuk mulai dan selalu berolahraga..minimal jogging…sehingga saya mendapat ­teman…hehe…Salam Joss, Kawan! Sakit pikiran dalam ­konteks ini ­muncul tidak ­sekedar ­ karena stress ­belaka, tetapi lebih ­karena ­akumulasi dan atau ­menumpuknya berbagai emosi negatif seperti sakit hati, marah, kecewa, takut, malu, dendam, benci, dsb.
  • 14. 14 OPINII | LEO TOLSTOY Eka Dalanta Tarigan Pemimpin Redaksi Sora Sirulo Suatu hari, dua orang pertapa kakak beradik memutuskan untuk berkelana setelah merasa ilmu mereka telah cukup untuk bekal menghadapi ganasnya kehidupan. Si kakak bernama Jore, si adik bernama Tepat. Di pagi sejuk ­dingin, menjelang matahari menyingsing ­mulailah mereka memulakan perjalanan. Perjalanan yang tidak mudah, karena mereka harus menemukan tempat yang benar-benar tepat untuk bertapa. Desa, kota, gunung, lembah, sungai sudah mereka lewati, tetap tidak ­bertemu ­tempat yang diharapkan. Sampai suatu ketika, sebuah sungai deras yang dangkal dan bening menarik ­perhatian mereka. Mereka berjalan ke hulu, hingga naik ke atas gunung. Akhirnya, Jore dan Tepat sepakat untuk berumah dan ­bertapa di atas gunung hijau, sejuk tetapi lebat hutannya. Merekapun berpisah pondok, ­membuat batas huma yang akan di garap. ­Keduanyapun mulai bekerja keras. Si Jore, merambah hutan dan mulai ­menanam padi, kacang, sayuran dan jenis tanaman lainnya. Demikian juga si Tepat, tetapi selain bertanam Tepat juga rajin menyadap nira, membuat tuak dan gula serta berburu binatang untuk ­dimakan. Sampai beberapa bulan ­kemudian nyatalah perbedaan kedua pertapa ini. Jore kurus kering dan lusuh karena hanya memakan tumbuhan, ­sementara Tepat tambun dan mabuk setiap hari. Jore sudah berkali-kali ­mengingatkan adiknya, tetapi Tepat ­selalu menjawab, ini juga sedang ­berbuat amal. Menurut Jore, seorang pertapa ­seharusnya tidak menuruti nafsu badani, mengendalikan diri dan hidup ­sederhana. tetapi Tepat tidak ­menghiraukan pendapat Jore, baginya dia juga sedang melakukan kebaikan yang seharusnya dilakukan seorang pertapa. Semakin hari, Tepat semakin menjadi- jadi. Tidak hanya binatang buruan yang disantapnya, bahkan kecoak, cacing, ulat dan binatang-binatang ­menjijikkan ­lainnya. Seiring dengan itu, harinya tak lepas dari mabuk tuakdan perutnya semakin buncit. Jore akhirnya tidak mau lagi ambil peduli dengan tingkah saudaranya. Tingkah kedua saudara ini ternyata ­menarik perhatian para dewata di ­angkasa. Setelah rapat penting soal RAPBN Surga di tahun 2015, tingkah kedua pertapa ini menjadi obrolan para dewa saat tea time. Para Dewa berdebat, yang manakah dari mereka yang benar- benar mengamalkan jalan kebaikan. Tak ubahnya manusia, rapat paripurna para Dewata itupun topiknya beralih. Alih-alih soal RAPBN, ternyata malah membahas detail soal perilaku Jore dan Tepat. Jika tadi soal RAPBN tidak ada tanggapan karena peserta rapat keliha- tannya setengah mengantuk, lain halnya dengan soal Jore dan Tepat ini. Berkali- kali pimpinan sidang mengetuk palu mendiamkan peserta rapat yang sibuk berdebat, kadang sambil memukul meja dan membanting kertas. Sidang Paripurna para Dewata semakin panas. Jelas sekali ruang sidang terbelah dua, masing-masing pihak punya alasan kuat mempertahankan pendapatnya masing-masing. ketua Sidang mulai putus asa karena instruksinya sepertinya kalah dengan panasnya masing-masing pihak. Akhirnya, seorang utusan men- jumpai Batara Guru supaya hadir di ruang sidang untuk menenangkan para Dewa yang sudah mulai unjuk gigi. SIAPAKAH SESAMAMU
  • 15. 15 Kedatangan Batara Guru bersama ­paspamgu (pasukan pengamanan guru) ternyata cukup mumpuni menurunkan ­kadar ketegangan ruang sidang. ­Singkat, padat penjelasan ketua sidang perihal Tepat dan Jore kepada Batara Guru. Batara Guru paham, lalu berdehem.“Jadi, ­kalian masih bertahan dengan pendapat masing-masing?”tanyanya dengan suara ­berwibawa. Semua mengangguk, walau tak bersuara. Batara Guru tahu, dalam suasana seperti ini jika keputusan tidak tepat ­konstalasi politik bisa runyam. Walau dia ­pimpinan Surga tertinggi dia tidak bisa ­begitu saja ­mengabaikan suara para dewa ­lainnya. Akhirnya, setelah panjang lebar ­menjelaskan tatacara sidang, hukum ­pengujian keimanan manusia dan etika para dewa, Batara Guru mengusulkan untuk mengirim Harimau Tarigan sebagai penguji Jore dan Tepat. Hasil ujian itu akan menjadi pertimbangan para Dewa untuk penempatan kedua pertapa di Surga. Hari baik tampaknya, semua anggota sidang setuju. Dalam hitungan menit Harimau Tarigan hadir di ruang sidang, langsung diberikan bimbingan teknik pengujian dan petunjuk pelaksanaan ujian bagi Jore dan Tepat. Harimau Tarigan mengangguk-angguk dan misainya naik turun tanda paham. Diputuskan, ujian akan mulai dilaksanakan pada hari Cukera Dudu minggu depan. Malam itu bulan bersinar cerah, bulatnya nyaris sempurna. Sinarnya lembut terang benderang. Terlihat sesosok gendut buncit di ngos-ngosan menata sesuatu. Sesekali masuk kedalam lubang, lalu susah payah memanjat dindingnya. Dia menepuk kedua tanganya, mengibaskan abu yang ­menempel di jari, juga menepuk-nepuk paha dan perutnya. Bergegas kembali ke pondoknya, tangannya menenteng ­tongkap yang sesekali di tenggaknya. Tak peduli tuak membanjiri bajunya. Pagi-pagi sekali di perigi terlihat ­mangkuk putih berisi bunga-bunga wangi merekah. Aroma jeruk purut menguar di sekitar ­pancur. Jore terlihat berkomat-kamit, sesekali tangannya bersidekap di dada, melakukan upacara penyucian diri, ­mengucap doa dan mantra, memuliakan semesta alam. Di penghujung ­upacaranya, dia pun meminum air campuran ­jeruk ­purut dan membasuh kepala serta ­tubuhnya dengan pangir. Selesai sudah dan dia bergegas ke pondoknya. Purnama memang selalu mem- beri ­kedamaian, bathin Jore sambil ­membaring tubuh di dipan. Terdengar ketukan, ­beringsut pelan Jore membuka pintu. Sungguh bencana yang sekarang tepat di pintunya! Harimau besar tar- ing tajam, belang terputus misai pan- jang. Auuuuummmmmm.... Sungguh ­menggelegar ­suaranya, menggetarkan dinding ­pondoknya. Serasa jantung Jore jatuh ke perutnya. Ni.....ni..niii....ni... katanya ­terbata-bata gemetar.“Aku mau ­memakanmu, aku lapar... Auuuuum- mmmmmmm,’suara Harimau tegas.“Nini, nini, jangan makan aku. Sungguh, lihatlah aku kurus kering tinggal kulit pembalut tulang. Kau tak akan kenyang, Nini. Tapi, aku bisa menunjukkan makanan enak lezat padamu. Makanlah saudaraku si Tepat, dia gendut berlemak,”Kata Jore meyakinkan Harimau Tarigan. Dalam sekejap Harimau Tarigan ­menghilang dari pondok Jore. Sambil ­berjalan melenggang Harimau Tarigan mulai jungut-jungut dalam hati.“Manusia macam ini yang mau diuji, para Dewata ini kurang kerjaan tampaknya. Mereka yang perlu membuktikan eksistensi diri, aku yang jadi korban. Dulu, manusia-manusia yang kuuji tidak ada sebodoh ini,”sungutnya. Tiba-tiba Batara Guru berdiri di ­depannya dan ­berkata: Kerjakan yang sudah ­diperintahkan, jangan bersungut-sungut! Lalu, mendadak menghilang. Harimau Tarigan makin geregetan, tapi menahan diri tidak berkata-kata, walaupun hanya di dalam hati. Nah, itu pondok si Tetap. Dari jauhpun tercium aroma tuak menyengat, harum daging panggang yang sungguh mengusik selera. Serasa menetes air liur si Harimau. Tanpa basa-basi, Harimau Tarigan langsung mengaum di depan meja makan si Tetap. Auuuuuummmmmmmm.... sekali lagi aumannya menggetarkan pondok. Si Tetap menatap Harimau heran, lalu tersenyum. “Hai Nini, tepat sekali kedatanganmu, mari makan bersamaku. Ini cukup buat berlima. Kalau kau ikut makan, bebanku berkurang sedikit,”ajaknya ramah sambil ­mengedipkan mata. Sungguh mati, selama bertugas sebagai penguji iman baru sekali ini Harimau Tarigan gelagapan. Tapi sebagai Harimau legendaris manalah dia mau kelihatan bimbang. Sekali lagi dia mengaum.“Aku tak sudi makananmu, aku mau memakan dirimu. Aku lapar, cuma manusia sepertimu yang bisa memuaskan aku,”raungnya. “Aha...pas sekali, aku tidak keberatan. ­Tetapi, begini ya aku mau beritahu
  • 16. 16 sesuatu. Tadi malam, aku pasang jerat di ­pinggir ­ladang. Aku yakin jeratku ­mendapat mangsa. Aku harus ­mengambil ­binatang yang terjerat itu, kasihan mereka nanti menderita. Setelah itu, aku harus ­memasaknya dan memakannya. Itu baru pemburu yang bertanggung jawab namanya,”Tepat bertutur panjang lebar. Harimau Tarigan makin ternganga, walau airmukanya tetap bengis. “Semua makhluk sudah punya jalan hidup sendiri-sendiri, bukan urusanmu mereka menderita atau tidak, apalagi harus ­memakan mereka. jangan coba-coba menipuku,”bentak Harimau Tarigan sambil mengeluarkan taringnya. “Saya beritahu Nini ya, Aku makan itu semua binatang mulai yang berkaki sampai yang melata, dari bertulang belakang ­sampai moluska, bahkan yang bersih sampai yang makan kotoran dalam rangka membantu mereka. Membantu mereka menndapatkan masa depan yang lebih baik. Siapa tahu kecoak cemilanku ini, besok lusa lahir bisa jadi keplor, kan ­terakap,”ujar Tepat sambil mengunyah kecoak coklat. Jadi, ijinkan aku ­melihat ­jeratku, aku tak lari. Aku ini Ginting, biak panglima, pantang berbohong,” bujuk Tepat lagi.“Baik...tapi awas kalau ­berbohong,”jawab Harimau sangar tetapi tetap terheran-heran. Secepat kilat Harimau Tarigan ­menghilang, pergi menuju sebuah Tiga Sabtu dan ­menculik seorang manusia cebol. ­Manusia cebol ini sejak bayi sudah ­menderita, dibuang Bapak Ibunya, kemudian ­dipelihara sirkus lalu dipertontonkan. Upahnya selalu dipotong dan manusia ­lainnya selalu melecehkannya. Sekali ini diculik Harimau, dia hanya menangis menyesali nasib buruknya, malang tak kunjung usai. Secepat kilat pula Si Cebol dimasukkan ke dalam jerat Tepat. Di sana sudah ada wili, kijang dan kancil. Sekarang ditambah si Cebol. Harimau Tarigan ternyata ingin menguji Tepat, sampai sejauh mana dia berusaha memperbaiki nasib makhluk-makhluk yang dimangsanya. Dari kejauhan ter- dengar langkah kaki Tepat menuju jerat yang ­dipasangnya. Harimau Tariganpun ­menghilang, mengintip. “Ah....betul kan, banyak yang kena jeratku,” teriak Tepat gembira ketika mendengar kurisik di lubang jeratnya. Semangat sekali dia menarik jeratnya dan semakin terkejut melihat seorang manusia Cebol comeng berlinang air mata di dalamnya. Pandangan matanya minta dikasihani, tetapi Tepat tidak peduli semua binatang termasuk dicebol diikatnya rapat lalu dinaikkan ke kereta barangnya. Sekali ini Harimau Tarigan tak dapat lagi menahan diri. “Hei, pertapa gila, ada manusia di dalam ­jeratmu, masakan mau kau masak juga?” tanya Harimau tergesa-gesa. “Ya, tentu saja. kau pasti tahu Nini, hidupnya banyak menderita, dia akan turut kumasak dengan wili dan kijang itu, lalu kumakan juga. Setelah ini, dia akan lahir jadi manusia sejahtera, tidak dibawah garis kemiskinan, tidak jadi alasan pejabat- pejabat untuk mengkorupsi uang negara,” kata Tepat dingin. Harimau tua makin bingung, tetapi tetap menurutkan langkah Tepat menuju dapur rumahnya. Seharian Tepat sibuk di dapur. Dandang sebesar gentong, bumbu berkilo-kilo dan dan ranting menyala-nyala telah siap di dapurnya. Parangnya tajam mengkilat mulai mencari korbannya. Pertama sekali si Kancil, tak sulit, langsung jadi potongan daging ukuran rendang. Kijang, sama saja. Hanya membersihkan bagian dalamnya agak repot. Tak lama jadi potongan ­rendang juga. Kemudian wili hitam, sekali tebas mampus berdarah-darah. Semua bersih oleh parang Tepat. Tibalah giliran si Cebol yang sudah makan hati sejak awal pembantaian si kancil. “Apakah aku juga akan kau jadikan ­rendang?”ratapnya lirih pada Tepat. “Dengar, Cebol, tenang saja, nikmati setiap irisan setelahnya kau akan lepas bebas dari derita. Besok engkau akan jadi manusia yang terhormat, sejahtera dan bahagia. Bayangkanlah indahnya, sehingga sakitnya tidak terasa,”ujar Tepat dingin dan lang- sung menyikat si Cebol. Tak lama kemudian aroma dapur sudah berubah. Semerbak wangi, memancing lapar. Di luar sana Harimau Tarigan terkapar muntah-muntah melihat kelakuan si Tepat. Serasa seluruh perutnya keluar, lututnya gemetar. Belum pernah dia bertemu ­manusia seperti si Tepat. Hidangan telah tersedia. Tongkap tuak ­berbaris di meja. Muka Tepat berminyak ceria, seolah tidak ada masalah. Piring lebarnya mulai terisi rendang campur- campur. Harimau Tarigan hanya ­mengawasi dari jauh, sesungguhnya dia sudah mau pingsan saja melihat ­tumpukan rendang segunung itu. Tetapi, sebagai petugas sen- ior Surga dia harus menjaga gengsi. Sungguh ajaib, tak sampai 3 jam
  • 17. 17 ­rendang tandas bersih licin, Tepat susah payah berdiri dari tempat duduknya, ­sempoyongan meraih tongkap tuak terakhir. Lalu, sekaligus dia meminumnya. Langkahnya tertatih menuju kamar mandi dan mulai membersihkan diri. Tak ada komentar lagi dari Harimau Tarigan. Sejam kemudian, tepat muncul dengan pakaian terbaiknya, wangi memikat dan wajah bersih licin.“Nini Harimau, ­sekarang saya sudah siap. Makanlah aku, aku ikhlas dan rela. Maafkan aku ya, telah ­membuatmu kelaparan seharian, mudah-mudahan kamu paham alasanku membuatmu menunda makan,”kata Tepat pasrah terlentang persis di bawah janggut Harimau. Jelaslah sudah bagi sang Harimau Tarigan, pertapa gendut rakus ini ­sudah ­mencapai kesadaran tertinggi. ­Sesungguhnya tak ada lagi yang perlu ­dipertanyakan ­kepadanya, karena dia tahu apa yang dia lakukan dan tahu bagaimana ­mempertanggungjawabkannya. Sekali ini, Harimau Tua ini merasa sangat terhormat dapat menguji keteguhan iman manusia seperti Tepat. Entah bagaimana awalnya, hanya gelap dan asap, tiba-tiba Tepat dan Jore beserta Harimau hadir di ruang pengadilan para Dewa di Surga. Sesak penuh ruangan dengan Dewa-dewa di kursi tertinggi duduk Batara Guru sambil mengelus-elus jenggotnya. “Tak usah lagi banyak bicara, Harimau Tarigan. Aku sudah tahu semuanya. Sudah jelas, siapa yang mengerti tentang darma bakti. Bawa Tepat ke Surga yang paling indah, dia sejajar dengan para Dewa kini. Sedang si Jore, tempatkan di wilayah pekerja, khusus bagian cleaning service. Seharusnya dia tidak berada di sini, tetapi aku mempertimbangkan adiknya,”Sabda Batara Guru. Seluruh Dewa bertepuk tangan. Puas dan bahagia. Sejak saat itu, Tepatpun tinggal bersama para Dewa, bahkan menjadi anggota kehakiman Dewa. Sementara ­Harimau Tarigan mengajukan pensiun dan ­menyerahkan tugasnya kepada Harimau Kembaren. Penjelasan kisah“Siapakah Sesamamu?” Kisah ini saya adaptasi dengan meng- Karo dari cerita Leo Tolstoy yang hari ini ­diperingati kelahirannya yang ke 186 tahun. Tolstoy adalah seorang raksasa pe- nulis kebanggaan orang Rusia, bangsawan yang menyerahkan harta dan hidupnya kepada orang miskin. Saat itu, dia dijuluki anarkis, karena buah pikirannya diang- gap terlalu maju dan merusak tatanan moral Kristen saat itu. hal ini pulalah yang ­menyebabkan keretakan rumah tangg- anya. Ia membuat kritik yang tajam ­terhadap prasangka-prasangka yang kini ­bermunculan mengenai keuntungan- keuntungan yang diberikan kepada manusia oleh gereja, negara dan distribusi harta milik yang ada, dan dari ajaran-ajaran Yesus ia menyimpulkan aturan untuk tidak melawan dan kutukan mutlak terha- dap semua perang. Namun, argumen- argumen religiusnya dengan sangat baik ­digabungkannya dengan argumen-argu- men yang dipinjam dari pengamatan yang seimbang tentang kejahatan- kejahatan pada masa kini, sehingga bagian-bagian anarkis dari karya-karyanya tampak menarik bagi para pembaca yang religius maupun yang tidak religius. Tolstoy adalah seorang anggota kelu- arga bangsawan Rusia yang sangat kaya. Ia belakangan percaya bahwa ia tidak berhak mendapatkan harta warisannya, dan terkenal di antara para petani karena kedermawanannya. Ia seringkali kembali ke tanah miliknya dengan sejumlah gelan- dangan yang dirasakannya membutuhkan pertolongan. Ia pun seringkali memberi- kan sejumlah besar uang kepada para pengemis di jalan dalam perjalanannya ke kota, sehingga membuat istrinya marah. Ia meninggal karena radang paru-paru di stasiun Astapovo pada 1910 setelah meninggalkan rumahnya di ­tengah musim dingin pada usia 82 tahun. ­Kematiannya terjadi hanya beberapa hari setelah ia mengumpulkan keberanian untuk ­meninggalkan keluarganya dan ­kekayaannya dan mengambil sikap hidup sebagai seorang pertapa keliling—suatu pilihan yang telah digumulinya selama beberapa puluh tahun. Beribu-ribu petani berdiri di kedua tepi jalan pada saat ia dikebumikan. (Wikipedia) Dia adalah inspirasi anti kekerasan. banyak politikus dunia terpengaruh olehnya, seperti Gandhi. Hingga hari ini, banyak sastrawan di dunia, termasuk Indonesia terpengaruh oleh kebesaran Tolstoy. Dan saya adalah pengagumnya.
  • 18. 18 SASTRA | VELANGKANNI A walnya biasa saja, dan memang seharusnya pun biasa. Tidak ada sesuatu yang istimewa dariku yang dapat menarik perhatiannya. Sampai tiba pada satu waktu, ketika aku hendak pergi ke toko buku, di tengah ­perjalanan aku ditabrak oleh ­pengendara motor yang tidak bertanggung jawab. Luka ku tidak parah sih, tapi cukup ­membuat aku tidak mampu berjalan saat itu. ­Mungkin hanya keseleo, pikirku ­singkat. Aku ­berusaha bangkit dan mencoba untuk berjalan. Namun gagal. Lagi-lagi aku ­terjatuh dipinggiran jalan. Banyak orang yang lewat di depanku, tapi tak ada seorangpun yang mau untuk menolongku. Aku berusaha sekuat tenaga untuk ­bangkit. Ku urungkan niat untuk pergi ke toko buku, yang ada dibenakku saat ini hanyalah “bagaimana caranya aku dapat kembali kerumah ­dengan keadaan seperti ini”. Disaat aku disibukkan oleh usahaku untuk dapat berdiri, tiba-tiba dari samping ada seseorang yang memegang lenganku dan mencoba untuk memapahku. Tak ada satu katapun yang diucapkannya. Dan anehnya, aku pun membiarkan dia ­untuk ­memapahku menuju halte yang ada disana. Cukup sepi. Mungkin karna ini jam kerja, jadi tidak banyak orang yang berada diluar gedung. Apalagi dipinggiran jalan ­sepertiku kini. Tapi ngomong- ngomong siapa pria ini ? Kenapa dia tiba- tiba ­menolongku ?“ah mungkin hanya orang yang kasihan melihatku yang tak dapat berdiri sendiri”. “Kaki kamu kenapa ?”tiba-tiba pria itu bertanya kepadaku. Spontan aku terkaget karena tak mengira dia akan bertanya kepadaku. “I.. Ini tadi keserempet motor.”jelasku terbata-bata, masih dengan ekspresi wajah yang meringis menahan sakit. “Kenalin.. Aku Dion.”ucap pria itu sambil mengulurkan tangannya. Tak banyak kata ku ucapkan kepadanya, sambil menyambut uluran tangannya, aku pun menyebutkan namaku“Tara.” “Tara... ? Aku kira Taro...”godanya sambil tersenyum kecil “Apaan sih ni orang, baru kenal udah berani ngeledek gitu.”gerutuku dalam hati. “Becanda kali, ga usah cemberut gitu.”ujar Dion yang melihat rau mukaku berubah. Aku tak membalas ucapannya, hanya sedikit tersenyum kepadanya sambil ­kembali meringis menahan rasa sakit di kakiku. “Rumah kamu dimana Ra ? Biar sekalian aku anter kamu pulang.” “Ga jauh dari sini koq, ga apa-apa aku bisa pulang sendiri. Makasih untuk ­tawarannya.” tolak ku secara halus agar Dion tidak tersinggung. Tapi sepertinya kali ini alam berpihak kepadanya. Tanpa ada aba-aba lain air hujan turun dengan derasnya. “Kamu tunggu sini yah, jangan kemana- mana.”pinta Dion sebelum ia pergi ­meninggalkanku dan berlari kearah dimana tadi ia menolongku. Dion... ? Baik banget sih tu cowo, selain baik dia juga tampan dengan tubuhnya yang tinggi, potongan rambut pendek membuat penampilannya semakin terlihat keren. “Mikir apa sih aku, kenapa tiba-tiba jadi mikirin Dion ? Helloo Tarraa... Kenal Dion aja belum satu jam, ga mungkin kan kamu jatuh cinta sama dia. Jatuh cinta ? Whaatt kenapa aku bisa berpikiran sampai kesana ?”saat itu seolah-olah aku sedang berdialog dengan hatiku. Banyak pertanyaan yang muncul hanya karna kehadiran Dion. Belum selesai aku menjawab semua ­pertanyaan didalam hatiku, tiba-tiba Dion sudah memegang bahuku dan ­memapahku menuju mobil Jazz putih yang sudah terparkir dihadapan kami. Seakan terhipnotis, aku pun mengikuti langkah kakinya dan masuk kedalam mobil. Tak banyak percakapan kami saat itu, hanya berbagi no telepon dan menunjukkan alamat rumahku. Sesampainya di depan rumah, Dion ­memapahku dan mengantarku masuk hingga kedepan pintu rumahku. Kehadiran Dion disambut hangat oleh keluargaku. Mungkin karna Dion sudah menolongku. Harga Sebuah Senyuman 18 Debora Tanujaya Entrepreneur, tingggal di Jakarta
  • 19. 19 Tapi entahlah karna aku memutuskan untuk langsung menuju kamarku dan membaringkan tubuhku disana. *** Sejak perkenalan saat itu, aku dan Dion menjadi sahabat. Tidak terasa sudah hampir setahun lebih persahabatan kami berlangsung. Banyak hal yang kami lalui bersama-sama. Dion anak pertama dari dua bersaudara. Dia memiliki adik perempuan yang sangat cantik bernama Puput. Sejauh ini aku cukup akrab dengan keluarganya Dion, terlebih lagi dengan Puput. Kadang kami pergi bersama, walau hanya sekedar jalan-jalan dan makan saja. Begitupun Dion, nampaknya Dion pun berhasil ­merebut perhatian keluargaku. Bahkan sampai-sampai keluargaku tak pernah melarangku jika aku akan pergi keluar bersama Dion. Lama kelamaan aku merasa sangat nyaman jika berada disamping Dion. Mungkin- kah aku jatuh cinta kepadanya ? Sampai saat ini pertanyaan itu yang sering sing- gah didalam benakku.“Bagaimana jika aku mencintai Dion ? Apakah Dion juga mencintai aku, atau hanya menganggap aku sebagai sahabatnya saja ?”Akh entahl- ah, semakin kupaksakan untuk menjawab rasanya semakin pusing hatiku dibuatnya. Biarkanlah semua berjalan mengalir seperti air. Toh jika memang jodoh, kelak kami akan bersama juga. “Doorrr... Hayoo mikirin siapa, sampai ngelamun kaya gitu.”tiba-tiba Dion sudah berada disampingku dan mengambil novel yang sedang aku baca. Ya... Itulah Dion, selalu bersikap semaunya. Tapi aku suka... “Apaan sih kamu, kebiasaan banget. Kalo aku jantungan gimana hayo, mau ­tanggung jawab ?”ucapku ketus seakan- akan aku marah kepadanya. “Kalo kamu jantungan, aku bakalan gantiin jantung kamu pake jantung aku. Biar kamu bisa ngerasain kekuatan jantung aku.” ucapnya santai. Aku tau saat ini Dion pasti sedang becanda, tapi entah kenapa hatiku rasanya senang mendengar ucapannya tadi. “Tumben kesini, pasti ada maunya ya.” ucapku datar “Tau aja sih Ra, ia nih lagi galau. Kamu inget Restu kan, minggu lalu dia udah balik ke Indo. Terus semalam dia telepon aku, minta balikan gitu.”jelas Diaon sambil memain- kan buku novel yang tadi sedang aku baca. “Restu... ?? Wanita yang selama ini Dion cintai, cinta pertamanya Dion ? Ya ­Allah, kenapa rasanya hati ini tidak rela ya mendengar mereka akan bersatu kembali.” bisikku dalam hati. “Sumpah Ra, aku seneng banget. Makanya aku kesini mau ajak kamu keluar. Nanti sore aku janjian buat ketemu sama Restu. Naahh... Aku mau kenalin kamu ke Restu. Jadi sekarang kamu siap-siap dulu gih.”lagi- lagi perkataan Dion tadi seperti irisan pisau dihatiku. Rasanya sangat sakit. Kenapa aku harus bersedih mendengar orang yang aku cintai bahagia ? “Ok.. Bentar ya aku mandi dulu.”dengan segera aku langkahkan kaki menuju kamarku. Sesampainya didalam kamar aku tidak segera mandi, melainkan terduduk dibalik pintu kamarku. Rasanya sangat ­sakit, bahkan lebih sakit dari sebuah luka goresan. Dion... Kenapa disaat aku ­menyadari bahwa aku memang sudah benar-benar jatuh cinta kepadamu, disaat itu pula kamu harus pergi menjauh dariku. Ya Allah... Kenapa rasanya seperti ini. Seakan tak rela melepas Dion dari sisiku. Tapi aku tak boleh egois. Ini demi kebaha- giaan Dion, yang pastinya akan menjadi kebahagiaanku juga. Dengan cepat kuseka air mataku. Dan bergegas ku langkahkan kaki menuju kamar mandi. *** Benakku dipenuhi banyak pertanyaan. Hatiku pun terasa hambar. Enatah apa yang membuatku menjadi seperti ini. Dalam diam aku berdoa, berharap semua ini han- ya mimpi. Tapi aku tidak mimpi !! Kurasakan air mataku menetes dipelupuk mataku. Ya Allah, semoga Dion tidak memperhatikan gelagatku yang aneh sore ini. Kami duduk di foodcourt, menunggu Restu yang masih dalam perjalanan. Aku hanya memain-mainkan sedotan didalam gelas yang terletak persis dihadapanku. Benakku benar-benar dipenuhi rasa ingin tau, wanita seperti apa yang dapat mem- buat Dion sesetia ini. Ku lihat Dion asik dengan hp nya. Entah apa yang sedang ia lakukan. Ku tatap wajahnya dalam-dalam. Ada segurat kebahagiaan disana dan aku sangat yakin, ia bahagia bukan karna saat ini sedang bersamaku, melainkan karna sebentar lagi Dion akan berjumpa dengan pujaan hatinya. Lagi-lagi hati ini terasa sakit. Dadaku sesak menahan perasaan yang bercampur aduk. 19
  • 20. 20 Ingin rasanya aku berteriak didepan wajah Dion, mengatakan kepadanya bahwa aku sangat mencintainya. Mungkin jauh ­sebelum Restu hadir kembali didalam hidupnya. Tapi sejenak aku berpikir, untuk apa kulakukan semua itu ? Hanya akan membuat Dion bingung akan hatinya. Dan aku tidak pernah menginginkan Dion bersedih, apalagi gara-gara aku. “Hey.. Udah lama yah ? Maaf tadi macet banget dijalan.”terdengar suara seorang wanita yang menyapa Dion. Ku tolehkan pandanganku untuk ­mengetahui siapa yang telah menegur Dion. Dan aku hanya mampu terdiam. Benar-benar sempurna. Layaknya seorang bidadari yang turun dari khayangan. Cantik sempurna, bahkan aku pun terkagum- kagum dibuatnya. Matanya coklat alami, rambut terurai panjang, dan terdapat lesung dipipi kanan dan kirinya. Kulitnya putih bersih, dia cukup tinggi untuk ukuran seorang wanita. Sekali lagi aku bergumam didalam hati,“Subhanallah... Benar-benar sempurna ciptaanMu ya Allah.” “Ga kok, baru beberapa menit yang lalu.” ucap Dion menjawab pertanyaan wanita itu yang sangat kuyakini itu adalah Restu. Restu hanya tersenyum mendengar jawaban Dion. Sambil membenarkan letak tasnya, Restu pun memandangku dan ­melempar senyuman yang ramah ­kearahku. Tidak ada alasan untuk aku tidak membalas senyumannya. Lagi-lagi dia bersikap sangat ramah ­terhadapku. Diulurkan tangan- nya ­ke arahku sambil tersenyum dan ­menyebutkan namanya,“Restu.” Dengan segera aku pun membalas jabatan tangannya sambil tersenyum,“Tara.” tangannya begitu lembut. Tak heran Dion sangat tergila-gila kepadanya. Selain Fisiknya terlihat sempurna, perilaku dan tutur bicaranya pun sangat sopan. Lagi-lagi aku bergumam“sempurna”, mengagumi ciptaan Allah yang satu ini. “Tara ini sahabat aku Res, dia yang selalu support aku saat kamu pergi.”penjelasan Dion tak cukup membuatku lega, bahkan timbul rasa sakit disana. “Sahabat.”Ternyata benar dugaanku selama ini, Dion hanya menganggapku sebagai ­sahabatnya. Tak lebih. Mungkin memang aku yang terlalu berharap banyak ­kepadanya. Tapi sudahlah, saat ini aku tidak boleh memperlihatkan kesedihanku di hadapan mereka. Biarkan saja kebahagian mereka terasa sempurna tanpa adanya kesedihan diraut wajahku. Ku lihat Restu dan Dion asik dengan topik bahasan yang sedang mereka ­perbincangkan. Sementara aku lebih ­banyak diam dan bermain dengan ­pemikiran dan perasaanku. Tiba-tiba hape ku berbunyi. Ku lihat nama yang muncul dilayar hapeku.“Puput”. “Halloo...” “Halo kak, lagi dimana ?”terdengar suara Puput yang cukup manja disebrang sana. “Lagi nemenin kak Dion ketemuan sama pacarnya, kak Restu.”jelasku. Berharap ­Puput akan datang dan menemaniku saat itu. “Ngapain sih jadi obat nyamuk disana, mending temenin Puput cari buku ke Gra- media mau ga ?” Tanpa banyak berpikir, aku pun langsung mengiyakan permintaan Puput dan segera menutup telepon nya. “Ion... Aku pulang duluan yah, tadi Puput telepon minta ditemenin nyari buku. Ga apa-apa kan, toh sekarang udah ada Restu.” aku berusaha tersenyum setulus mungkin dihadapan mereka, walau ­sesungguhnya hatiku terasa sangat sakit melihat ­kedekatan mereka saat ini. “Oh.. Ok, hati-hati kamu dijalan yah Ra.” ucapan Dion hanya terdengar samar ditelingaku. Tanpa berucap lagi, aku pun bergegas membalikan badanku dan ­berjalan cepat meninggalkan mereka. Tanpa aku sadari air mata ini sudah mulai menetes. Setetes demi setetes yang akhirnya membentuk aliran sungai ­di wajahku. Ya Allah... Ada apa ini, mengapa rasanya ­sangat sakit dan benar-benar sakit ? Aku tidak ingin seperti ini, aku ingin Dion ­bahagia. Kebahagiaannya jauh lebih ­penting bagiku. Maka berikanlah aku hati yang tulus dan ikhlas untuk menerima apa yang mungkin kelak akan terjadi. (bersambung) 20
  • 21. 21
  • 22. 22
  • 23. 23 LAPO AKSARA Ananta Bangun anantabangun.com Redaktur Tulis di ­Lentera News 23 S eorang biarawan tengah menikmati makan siang di satu warung makan. Selang beberapa waktu, ia dihampiri salah satu pengunjung. Mungkin karena pakaian yang ­dikenakannya, si pengunjung ­tersebut tertarik ­untuk ­bercengkerama sejenak. Walaupun sosok yang didekatinya masih asyik memakan sepiring ­daging ayam goreng. Tanpa basa-basi, dia ­memperkenalkan diri dan ­mengatakan dirinya tidak ­meyakini adanya Tuhan. Terperangah sesaat, sang biarawan meladeni ­perbincangan tersebut. Bahkan ketika si pengunjung menanyakan apakah si biarawan pernah goyah imannya karena tidak memahami salah satu isi di Kitab Suci. “Ya, saya pernah mengalami hal tersebut,”ujar si biarawan. “Nah, mengapa tetap menempuh jalan anda sekarang?”susulan tanya si lawan bicara. “Saudara melihat saya tengah memakan ayam goreng ini. ­Perhatikanlah, saya sama sekali tak ­mengunyah seluruh tulangnya. ­Namun, biarlah ada orang pander yang coba memakan semuanya, hingga ­lehernya tersedak oleh tulang.” Memilah. Kiranya ini lah kebajikan kebajikan yang semakin pudar dalam cara kita menangkap dan menyampaikan tutur kata. Tentu saja, ihwal yang dimaksud memilah dengan pemikiran nan jernih. Meski ada juga pembingkaian (framing) informasi yang sarat niat buruk. Yakni mengintip celah- celah kisruh bagi sesama. Dengan teknologi komunikasi seperti media sosial, tindak pembingkaian negatif tersebut begitu lekasnya menyebar laiknya virus. Tindak memilah tak hanya ­menahan ketergesaan dalam ­menanggapi ­setiap kabar. Ini juga bagai ­menyuap informasi/ ­inspirasi bagi fikiran secara sederhana. Sebab tidak semua informasi dapat mencerahkan. Isu-isu kebencian, pertikaian justru mengungkung pandangan kita di tengah kepulan asap. Jadi pantas kiranya sosok ­seperti Bunda Teresa pernah berkata: “Untuk membuat perdamaian cukup dengan ­menghadirkannya dalam keluarga kita masing- masing.”­Bunda Teresa bukan ­mengesampingkan jerih banyak insan mengupayakan perdama- ian dunia, bahkan hingga meja- meja ­forum kelas dunia. Namun, ­bukankah Teresa benar dalam hal ­memilah upaya tersebut? ­Bayangkan bila banyak keluarga mewujudkan hal tersebut? Maka pertikaian dan perang hanyalah menjadi pajangan di museum saja. TAK PERLU MENGUNYAH TULANG