SlideShare a Scribd company logo
1 of 125
Download to read offline
i
ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING
DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT
SKF INDONESIA
Di ajukan sebagai salah satu persyaratan kelulusan Tugas akhir pada
program Strata Satu (S1) Jurusan Teknik Industri
Disusun Oleh :
Nama : Slamet Widodo
NIM : 2011220008
JURUSAN TEKNIK INDUSTRI
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS DARMA PERSADA
JAKARTA2015
ii
LEMBAR PENGESAHAN
ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING
DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT
SKF INDONESIA
Disusun untuk memenuhi syarat menyelesaikan studi di
Jurusan Teknik Industri
Fakultas Teknik
Disusun oleh
Nama : Slamet Widodo
NIM : (2011220008)
Jakarta , 04 September 2015
Mengetahui : Menyetujui,
Ketua Program Studi Teknik Industri Pembimbing
(Ir. JAMALUDDIN PURBA, MT) (Ir. SENTI SIAHAAN, ME)
Ketua Jurusan / Koordinator Tugas Akhir Jurusan Teknik Industri :
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS DARMA PERSADA
2015
iii
LEMBAR PERNYATAAN
Yang bertanda tangan dibawah ini :
Nama : Slamet Widodo
Nim : 2011220008
Jurusan : Teknik Industri
Fakultas : Teknik
Universitas : Darma Persada
Menyatakan bahwa Tugas Akhir atau Skiripsi ini saya susun
sendiri berdasarkan hasil peninjauan, penelitian, wawancara dan
bimbingan serta memadukan dengan buku-buku referensi lain
yang terkait dan relevan dengan materi Tugas Akhir atau Skiripsi
ini.
Demikianlah pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya.
Jakarta, 14 Septemberi 2015
(Slamet Widodo)
PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS DARMA PERSADA
2015
iv
v
ABSTRAK
PT. Skf Indonesia sebagai pembuat suku cadang otomotif khususnya
bearing.Perkembangan teknologi yang semakin canggih di era modern dan
globalisasi mempengaruhi perkembangan dunia usaha sehingga mengalami
perubahan dari waktu ke waktu. Para pelaku usaha diharapkan mampu
mengikuti perkembangan tersebut serta mampu menghadapi persaingan bisnis
yang semakin ketat agar tujuan perusahaan dapat tercapai secara optimal.
Persaingan harga, kualitas, dan sebagainya, menjadikan sebagian perusahaan
harus membenahi berbagai aspek di dalam perusahaannya agar mampu
menghadapi persaingan tersebut, dimana permasalahan dalam perusahaan ini
adalah menetukan harga pokok produksi yang sangat komplek.
Dalam perhitungan harga pokok produksi yang tepat, maka harga jual
suatu produk dapat diketahui dan ditentukan dengan tepat sehingga produk
tidak overcost dan juga tidak undercost. Perusahaan dapat menghitung harga
pokok produksi dengan tepat dengan menggunakan sistem Activity-Based
Costing. Dalam penelitian ini penentuan harga pokok masih menggunakan
sistem tradisional. Sehingga kurang akurat jika digunakan oleh perusahaan
yang memproduksi lebih dari satu jenis produk.
Langkah-langkah yang ditempuh dalam Penelitian ini adalah biaya yang
menjadi fokus dari aktivitas pada produk Ball Bearing untuk menentukan
alokasi biaya bahan baku, biaya tenaga kerja dan biaya overhead pabrik yang
dibebankan ke produk. Jenis penelitian yang digunakan adalah kualitatif
berdasarkan explanatory research, yaitu penelitian yang tujuannya untuk
mengungkapkan atau menjelaskan secara mendalam tentang variabel tertentu
dan penelitian ini bersifat deskriptif.
Hasil penelitian adalah harga pokok produksi dengan sistem Activity
Based Costing pada Ball bearing sebesar Rp 16.240/unit atau lebih murah Rp
1.359/unit dari sistem tradisional sebesar Rp 17.599/unit. Kesimpulan dari
penelitian ini adalah pendekatan sistem activity-based costing untuk
menentukan harga pokok produksi Ball bearing sudah sesuai karena
pengalokasian dan pembagian biaya sudah jelas berdasarkan pemicu biaya
dan sumber daya yang dikonsumsi masing- masing produk. Bagi peneliti lain
diharapkan lebih komprehensif dalam mengkalkulasi biaya, baik biaya produksi
maupun non produksi sehingga diperoleh hasil penelitian yang lebih akurat.
Kata kunci, HPP, Metode ABC, Analisis harga pokok produksi ball bearing
dengan metode Activity-based costing.
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa
melimpahkan nikmatNya sehingga penyusun dapat menyelesaikan skripsi dengan ini
dengan baik dan lancar. Sholawat serta salam selalu tercurah pada junjungan Nabi
Muhammad S.A.W yang kita harapkan syafa’atnya di hari kiamat kelak.
Laporan Penelitian Tugas Akhir ini disusun untuk memenuhi syarat kelulusan
tugas akhir pada Program Strata Satu (S1) pada Fakultas Teknik Jurusan Teknik
Industri di Universitas Darma Persada, dengan judul “Analisis haraga pokok produksi
ball bearing dengan metode Activity-based costing di PT. SKF Indonesia ”.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada :
1. Ibu Ir. Senti Siahaan, ME. selaku dosen pembimbing yang telah bersedia
membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan penulisan
laporan penelitian ini.
2. Bapak Ir. Jamaluddin Purba, MT, selaku Ketua Jurusan Teknik Industri,
Fakultas Teknik, Universitas Darma Persada atas bimbingan dan petunjuknya
selama ini yang telah diberikan.
3. Seluruh Dosen Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Darma Persada
yang bersedia memberikan waktunya dan juga ilmunya untuk diberikan dan
diajarkan kepada penulis sebagi mahasiswa.
4. Bapak I Wayan AB, selaku Dept,Head Demand chain and Procurement dan
Bapak Agus Riyadi selaku section Head yang telah memberikan kesempatan
melakukan penelitian di PT. SKF Indonesia.
5. Seluruh karyawan PT. SKF Indonesia yang telah banyak membantu penulis
selama mengambil data dalam penelitian ini.
vii
6. Kedua orang tua, istri, dan putriku terkasih serta teman-teman tercinta, yang
telah memberikan banyak dukungan dan kesabaran, baik moril maupun
materil.
Penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam laporan penelitian kerja
praktek ini , oleh karena itu kritik dan saran yang membangun akan penulis terima
guna kemajuan kita bersama. Akhir kata penulis ucapkan terima kasih.
Jakarta, 04-September-2015
( Slamet Widodo )
viii
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Judul ................................................................................................ i
Lembar Pengesahan ....................................................................................... ii
Lembar Pernyataan......................................................................................... iii
Abstrak............................................................................................................ v
Kata Pengantar ............................................................................................... vi
Daftar Isi.......................................................................................................... viii
Daftar Tabel..................................................................................................... xi
Daftar Gambar................................................................................................. xii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang ........................................................................... 1
1.2 Perumusan masalah ................................................................... 2
1.3 Tujuaan penelitian.......................................................... .............. 3
1.4 Pembatasan masalah.................................................................. 4
1.5 Manfaat penelitian..................................................................... 5
1.6 Metodologi penelitian .................................................................. 6
1.7 Sistematika penulisan................................................................... 6
BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Harga pokok produksi.................................. ................................ 8
2.1.1 Pengertian harga pokok produksi .................................... 8
2.1.2 Manfaat informasi harga pokok produksi ......................... 9
2.1.3 Metode pengumpulan data harga pokok poduksi..... ........ 10
2.1.4 Unsur-unsur harga pokok produksi................................... 12
2.1.4.1 Biaya bahan baku.................................................... 12
ix
2.1.4.2 Biaya tenaga kerja................................................... 13
2.1.4.3 Biaya overhead pabrik............................................. 14
2.1.5 Sistem biaya tradisional.................................................... 18
2.1.6 Sistem biaya activity-based costing.................................. 24
2.2 Menghitung kecukupan, keseragaman dan kenormalan
Data............ ................................................................................ 41
2.3 Pengertian, sejarah, aktivitas, perkembangan, dan peranan
serta tantangan teknik industri..................................................... 43
2.4 Peneltian Terdahulu .................................................................... 47
BAB III KERANGKA PEMECAHAN MASALAH
3.1 Kerangka berpikir / prosedur ....................................................... 48
3.2 Studi lapangan dan stufi pustaka................................................. 50
3.3 Jenis dan sumber data ................................................................ 51
3.4 Metode pengumpulan data.......................................................... 51
3.5 Pengolahan data ......................................................................... 52
3.6 Analisis dan pembahasan ........................................................... 54
3.7 Kesimpulan dan saran.................................................................. 54
3.8 Kerangka pemecahan masalah.................................................... 54
BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
4.1 Pengumpulan data ...................................................................... 56
4.1.1 Data umum......................................................................... 56
4.1.1.1 Sejarah perusahaan .............................................. 56
4.1.1.2 Visi dan misi perusahaan....................................... 59
4.1.1.3 Logo intansi ........................................................... 59
4.1.1.4 Struktur organisasi ................................................ 60
x
4.1.1.5 Proses Produksi..................................................... 63
4.1.1.6 Peta proses bearing............................................... 74
4.1.2 Data khusus ....................................................................... 75
4.2 Pengolahan data ......................................................................... 75
4.2.1 Biaya bahan baku ball bearing........................................... 81
4.2.2 Biaya tenaga kerja langsung ............................................. 82
4.2.3 Biaya overhead pabrik....................................................... 83
4.2.4 Biaya harga pokok produksi ball bearing dengan
sistem tradisional…………………………………................. 91
4.2.5 Perbandingan harga pokok produksi ball bearing
metode activity -based costing dengan sistem
tradisional…………………………………. ........................... 93
BAB V PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
5.1 Analisis ....................................................................................... 94
5.1.1 Analisis perbandingan harga pokok produksi ball bearing... 94
5.2 Pembahasan............................................................................... 94
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan ................................................................................. 102
6.2 Saran .......................................................................................... 103
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xi
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Perbandingan metode Activity- Based Costing dengan
metode biaya Tradisional ...................................................... 38
Tabel 4.1 Total biaya bahan penolong .................................................. 77
Tabel 4.2 Data produksi tahun 2014.................................................... 78
Tabel 4.3 Harga bahan baku tahun 2014 .............................................. 80
Tabel 4.4 Biaya bahan baku ball bearing .............................................. 80
Tabel 4.5 Biaya tenaga kerja langsung ................................................. 83
Tabel 4.6 Biaya overhead pabrik produksi Ball bearing......................... 84
Tabel 4.7 Rincian biaya overhead pabrik Ball bearing........................... 86
Tabel 4.8 Alokasi biaya aktivitas heat treatment.................................... 89
Tabel 4.9 Alokasi biaya Aktifitas Face & OD grinding............................ 89
Tabel 4.10 Alokasi biaya Aktifitas Channel line ....................................... 90
Tabel 4.11 Alokasi biaya Aktifitas pengemasan ...................................... 90
Tabel 4.12 Biaya Overhead yang di alokasikan....................................... 91
Tabel 4.13 Penentuan Harga Pokok Produksi Ball bearing berdasarkan
Sistem Activity Based Costing............................................... 91
Tabel 4.14 Penentuan Tarif BOP Sistem Tradisional .............................. 92
Tabel 4.15 Penentuan Tarif HPP Sistem Tradisional............................... 92
Tabel 4.16 Perbandingan Harga Pokok Produksi ball bearing dari kedua
metode perhitungan............................................................... 93
xii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 3.1 Kerangka pemecahan masalah............................................ 55
Gambar 4.1 Logo Intansi ......................................................................... 59
Gambar 4.2 Struktur organisasi PT. SKF Indonesia ................................ 60
Gambar 4.3 Bahan baku bearing.............................................................. 64
Gambar 4.4 Proses produksi bearing................................................... ..... 65
Gambar 4.5 Aliran proses pemanasan normal.......................................... 67
Gambar 4.6 Aliran proses pemanasan carbo-nitriding.............................. 67
Gambar 4.7 Aliran proses penggerindaan permukaan.............................. 68
Gambar 4.8 Aliran proses raceway (alur bola).............................................. 70
Gambar 4.9 Aliran proses perakitan.... ..................................................... 71
Gambar 4.10 Produk jadi (bearing)............................................................. 70
Gambar 4.11 Pengemasan untuk OEM...................................................... 72
Gambar 4.12 Pengemasan untuk AM......................................................... 72
Gambar 4.13 Peta Proses Operasi............................................................. 74
Gambar 4.14 Grafik batas kontrol data produksi tahun 2014...................... 79
Gambar 4.15 Grafik batas kontrol harga outring tahun 2014......................... 80
Gambar 4.16 Grafik batas kontrol harga innerring tahun 2014 ................... 81
Gambar 6.1 Perbandingan metode Activity-based costing dengan
Tradisonal............................................................................. 98
Gambar 6.2 Diagram proses SR sistem Lama ......................................... 99
Gambar 6.3 Diagram proses sistem Barcode........................................... 100
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Proses manufaktur................................................................... L-1
Lampiran 2. Jenis-jenis produk .................................................................... L-2
Lampiran 3. Struktur organisasi .................................................................. L-3
Lampiran 4. Diagram flow process .............................................................. L-4
Lampiran 5. Bearing components ............................................................... L-5
Lampiran 6. Data khusus stock ball bearing................................................. L-6
Lampiran 7. Data khusus bahan penolong ball bearing................................ L-6
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang masalah
Perkembangan teknologi yang semakin canggih di era modern dan
globalisasi mempengaruhi perkembangan dunia usaha sehingga mengalami
perubahan dari waktu ke waktu. Para pelaku usaha diharapkan mampu mengikuti
perkembangan tersebut serta mampu menghadapi persaingan bisnis yang semakin
ketat agar tujuan perusahaan dapat tercapai secara optimal. Persaingan harga,
kualitas, dan sebagainya, menjadikan sebagian perusahaan harus membenahi
berbagai aspek di dalam perusahaannya agar mampu menghadapi persaingan
tersebut.
Perhitungan harga pokok produksi merupakan kegiatan yang sangat penting
dilakukan oleh setiap perusahaan. Dalam perhitungan harga pokok produksi yang
tepat, maka harga jual suatu produk dapat diketahui dan ditentukan dengan tepat
sehingga produk tidak overcost (dibebani biaya lebih dari yang seharusnya) dan juga
tidak undercost (dibebani biaya kurang dari yang seharusnya). Penentuan harga
pokok produksi dapat di hitung dengan dua pendekatan, yaitu dengan menggunakan
full costing dan variable costing (Jhonny Setiawan dan Mulyadi, Akuntansi
Manajemen, Jakarta, Salemba empat, 2001),hal.49. Full Costing merupakan salah
satu metode penentuan cost produk, yang membebankan seluruh biaya produksi
sebagai cost produk, baik biaya produksi yang berperilaku variabel maupun tetap.
Variable costing merupakan salah satu metode penentuan cost produk, di samping
1
2
full costing, yang membebankan hanya biaya produksi yang berperilaku variabel
saja kepada produk. Full costing dan variable costing merupakan metode penentuan
cost produk tradisional, yang dirancang berdasarkan kondisi teknologi manufaktur
pada masa lalu. Alokasi biaya yang tepat dibutuhkan untuk menentukan harga
pokok produksi yang akurat. Biaya langsung dapat ditelusuri dengan mudah namun
biaya overhead sulit untuk ditelusuri. Maka dibutuhkan suatu metode yang dapat
mengalokasikan biaya overhead secara tepat ke setiap produk. Selama ini
perusahaan menggunakan biaya konvensional yang membebankan biaya secara
tidak tepat ke setiap produk.
Activity-Based Costing (ABC) merupakan sistem pembebanan biaya dengan
cara pertama kali menelusuri biaya aktivitas dan kemudian ke produk. Dalam sisitem
biaya ABC mempergunakan lebih dari satu pemicu biaya (cost driver) untuk
mengalokasikan biaya overhead pabrik ke masing-masing produk (Ahmad Slamet,
penganggaran, perencanaan dan pengendalian usaha, Semarang, Unnes Press,
2007),hal.103. Sehingga biaya overhead pabrik yang dialokasikan akan menjadi
lebih proposional dan informasi mengenai harga pokok produksinya lebih akurat.
PT.SKF Indonesia merupakan salah satu perusahaan manufaktur dibidang industri
spare part otomotif dengan produk yang lebih dikenal Bearing (bantalan gelinding).
Penulis dalam hal ini melakukan analisis harga pokok produksi Ball bearing dengan
metode Activity- Based Costing di PT.SKF Indonesia.
3
1.2 Perumusan masalah
Penentuan harga pokok produksi dengan sistem tradisional yang
menggunakan perkiraan saja, seperti yang diterapkan oleh Perusahaan Bearing
(bantalan gelinding) dianggap kurang akurat memberikan semua informasi biaya
yang terkandung dalam masing-masing produksi. Perusahaan Bearing (bantalan
gelinding) memproduksi tiga jenis produk, yaitu Ball Bearing, Spacer dan HUB
Bearing. Sehingga menyebabkan semua jenis produk bearing mengkonsumsi biaya
overhead dengan proporsi yang sama. Apabila perusahaan salah dalam
menetapkan harga, maka akan banyak kemungkinan yang akan terjadi pada
perusahaan, seperti kerugian.
Sesuai dengan uraian di atas maka akan timbul permasalahan sebagai
berikut :
1. Berapa harga pokok produksi Ball Bearing dengan metode Activity-Based
Costing dan metode tradisional di Perusahaan tersebut.
2. Bagaimana analisis harga pokok produksi Ball Bearing berdasarkan kedua
metode di perusahaan tersebut.
1.3 Tujuan penelitian
Berdasarkan identifikasi di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk :
1. Menghitung harga pokok produksi Ball Bearing dengan metode Activity-
Based Costing dan metode Tradisional di perusahaan tersebut.
2. Menganalisis harga pokok produksi Ball Bearing dari kedua metode, dan
menentukan metode apa yang terbaik untuk perusahaan tersebut.
4
1.4 Pembatasan masalah
Dalam penelitian ini penulis perlu untuk melakukan pembatasan masalah.
Berdasarkan judul skripsi, yaitu “analisis harga pokok produksi Ball Bearing dengan
metode Activity-Based Costing di PT.SKF Indonesia”, maka pembatasan masalah
yang penulis bahas adalah menganalisis perhitungan Harga Pokok Produksi dengan
menggunakan metode Tradisional dan Activity-Based Costing di PT.SKF Indonesia
pada tahun 2014. Agar penelitian dapat lebih fokus dan terarah maka perlu ada
batasan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Data yang digunakan adalah data yang di dapat dalam proses produksi Ball
bearing, Spacer dan HUB bearing pada periode bulan Januari 2014 sampai
Desember 2014.
2. Metode yang di gunakan adalah analisis penentuan harga pokok produksi
Bearing dengan metode Activity-Based Costing dan metode biaya Tradisional
dengan data yang di dapat dari PT. SKF Indonesia.
3. Mesin-mesin dan fasilitas produksi yang digunakan di asumsikan tidak
mengalami perubahan dan dianggap berada dalam kondisi layak untuk
melakukan aktivitas produksi.
1.5 Manfaat penelitian
Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat ganda, yaitu
manfaat akademis, maupun praktisnya. Guna teoritis pada perspektif akademis,
penelitian ini akan berguna untuk: memberikan sumbangan konseptual bagi
5
perkembangan kajian ilmu manajemen, khususnya mengenai penerapan teori
perhitungan harga pokok produksi berdasarkan sistem activity -based costing.
Sedangkan kepetingan praktis hasil penelitian ini diharapkan bisa berguna :
1. Secara Teoritis
a. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi kepada pihak lain
yang berkepentingan dalam rangka penentuan Harga Pokok Produksi Ball
Bearing di PT.SKF Indonesia.
b. Memperkaya khasanah ilmu pengetahuan dalam bidang manajemen
terutama yang terkait dengan penentuan Harga Pokok Produksi dengan
metode Activity-Based Costing.
2. Secara Praktis
a. Bagi Perusahaan
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi PT.SKF
Indonesia dalam menentukan Harga Pokok Produksi.
2. Membantu perusahaan dalam menentukan Harga Pokok Produksi dengan
metode Activity-Based Costing System.
b. Bagi Peneliti
1. Membandingkan teori yang diperoleh di bangku kuliah dengan praktek
yang ada di perusahaan.
2. Memperoleh pengetahuan dalam bidang akuntansi biaya serta
memperkaya khasanah disiplin teknik industri dalam menentukan harga
pokok produksi perusahaan.
6
1.6 Metodologi penelitian
Dalam memecahkan dan menganalisa masalah, penulis menggunakan dua
metode yaitu :
1. Studi Pustaka
Kegiatan ini dilakukan dengan cara membaca dan mempelajari literatur buku
yang berhubungan dengan topik pokok pembahasan.
2. Studi Lapangan
Merupakan pengamatan secara langsung diperusahaan dengan cara
mengamati proses atau sistem yang berjalan, mencatat data-data yang diperlukan,
melakuakn diskusi kepada karyawan atau pekerja perusahaan sesuai dengan topik
permasalahan.
1.7 Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan dibagi menjadi 6 bab sebai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang, tujuan, perumusan
masalah, pembatasan masalah, pemecahan masalah dan sistematika
penulisan laporan penelitian.
BAB II : LANDASAN TEORI
Bab ini berisikan beberapa uraian tentang teori-teori yang relevan
dengan masalah yang ada, yang kemudian dipergunakan sebagai
landasan teori dalam pemecahan masalah.
BAB III: KERANGKA PEMECAHAN MASALAH
7
Bab ini berisikan uraian mengenai langkah-langkah pemecahan
masalah yang digambarkan secara skematis melalui flow chart.
BAB IV: PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
Bab ini mengungkapkan data yang telah diperoleh atau dikumpulkan.
Serta pengolahan data berdasarkan teori yang telah dipelajari.
BAB V : ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Bab ini berisikan analisis dan pembahasan berdasarkan hasil
pengolahan data yang telah diperoleh.
BAB VI: KESIMPULAN DAN SARAN
Bab terakhir ini kembali dikupas dalam hal-hal yang penting untuk
dianalisa yang akhirnya dibuat kesimpulan dan disertakan saran-
saran yang akan bermanfaat bagi pihak perusahaan dimana penulis
melakukan penelitian.
8
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Harga Pokok Produksi
2.1.1 Pengertian harga pokok produksi
Harga pokok produksi adalah harga pokok produk yang sudah selesai dan
ditransfer ke produk dalam proses pada periode berjalan (Blocher dkk, manajemen
biaya dengan tekanan strategik, Jakarta salemba empat, 2000), hal,90. Sedangkan
menurut (Hansen dan Mowen, Akuntansi manajerial, Jakarta, Salemba empat,
2009), hal.60. Menyatakan harga pokok produksi mencerminkan total biaya barang
yang diselesaikan selama periode berjalan. Harga pokok produksi juga disebut biaya
produksi. Biaya produksi adalah biaya yang dikeluarkan untuk mengolah bahan baku
menjadi produk jadi. Seperti yang telah dikemukakan oleh Simamora (Henry
simamora, akuntansi manajemen, salemba empat, 2000),hal,547. yang
mendefinisikan biaya produksi adalah biaya yang digunakan untuk membeli bahan
baku yang dipakai dalam membuat produk serta biaya yang dikeluarkan dalam
mengkonversi bahan baku menjadi produk jadi.
Berdasarkan beberapa pendapat tentang harga pokok produksi di atas maka
dapat dikemukan bahwa harga pokok produksi adalah total biaya yang dikeluarkan
untuk mengolah bahan baku menjadi produk jadi.
8
9
2.1.2 Manfaat informasi harga pokok produksi
a. Menentukan harga jual produk. Dalam penetapan harga jual produk, biaya
produksi per unit merupakan salah satu data yang dipertimbangkan, di
samping data biaya lain serta data non biaya.
b. Memantau realisasi biaya produksi.
Jika rencana produksi untuk jangka waktu tertentu telah diputuskan untuk
dilakukan, manajemen memerlukan informasi biaya produksi yang
sesungguhnya dikeluarkan dalam pelaksanaan rencana produksi tersebut.
Oleh karena itu, akuntansi biaya digunakan untuk mengumpulkan
informasi biaya produksi, yang dikeluarkan dalam jangka waktu tertentu
untuk memantau apakah proses produksi mengkonsumsi total biaya
produksi sesuai dengan yang dipertimbangkan sebelumnya.
c. Menghitung laba atau rugi periode tertentu.
Manajemen memerlukan informasi biaya produksi yang telah dikeluarkan
untuk memproduksi produk dalam periode tertentu. Informasi laba atau
rugi bruto periodik, diperlukan untuk mengetahui kontribusi produk dalam
menutup biaya non produksi dan menghasilkan laba atau rugi.
d. Menentukan harga pokok persediaan produk jadi dan produk dalam
proses yang disajikan dalam neraca.
Pada saat manajemen dituntut untuk membuat pertanggungjawaban
keuangan periodik, manajemen harus menyajikan laporan keuangan
berupa neraca dan laporan rugi laba. Di dalam neraca manajemen harus
menyajikan harga pokok persediaan produk jadi, dan harga pokok produk
10
yang pada tanggal neraca masih dalam proses. Untuk tujuan tersebut,
manajemen perlu menyelenggarakan catatan biaya produksi setiap
periode.
2.1.3 Metode pengumpulan data harga pokok produksi
Metode pengumpulan harga pokok produksi pada dasarnya ada dua macam
sistem penentuan biaya produk yang digunakan dalam jenis industri yang berbeda
yaitu sistem penentuan biaya berdasarkan pesanan (job costing) dan sistem
penentuan biaya berdasarkan proses ( process costing).
a. Penentuan Biaya Berdasarkan Pesanan (Job Costing).
Merupakan sistem penentuan biaya produk yang mengakumulasikan dan
membebankan biaya ke pesanan tertentu. Harga pokok pesanan dikumpulkan untuk
setiap pesanan sesuai dengan biaya yang dinikmati oleh setiap pesanan, jumlah
biaya produksi setiap pesanan akan dihitung pada saat pesanan selesai. Untuk
menghitung biaya satuan, jumlah biaya produksi pesanan tertentu dibagi jumlah
produksi pesanan yang bersangkutan.
Karakteristik usaha perusahaan yang menggunakan metode penentuan
biaya berdasarkan pesanan menurut Mulyadi (Mulyadi, akutansi manajerial, salemba
empat,19990),hal,42. yaitu:
1. Proses pengelohan produk terjadi secara terputus-putus.
2. Produk dihasilkan sesuai dengan spesifikasi yang ditentukan oleh pemesan.
Produksi ditujukan untuk memenuhi pesanan.
Manfaat harga pokok produksi berdasarkan pesanan adalah :
11
1. Menentukan harga jual yang akan dibebankan kepada pemesan.
2. Memepertimbangkan penerimaan atau penolakan pesanan.
3. Memantau realisasi biaya produksi.
4. Menghitung laba atau rugi tiap pesanan.
5. Menentukan harga pokok persediaan produk jadi dan produk dalam proses yang
disajikan dalam neraca.
b. Penentuan Biaya Berdasarkan Proses (Process Costing).
Mengakumulasikan biaya produk atau jasa berdasarkan proses atau
departemen dan kemudian membebankan biaya tersebut ke sejumlah besar produk
yang hampir identik.
Karakteristik usaha perusahaan yang menggunakan sistem penentuan biaya
berdasarkan proses yaitu:
1. Produk yang dihasilkan merupakan produk standar.
2. Produk yang dihasilkan dari bulan ke bulan adalah sama
3. Kegiatan produksi yang berisi rencana produksi produk standar untuk jangka
waktu tertentu.
Manfaat harga pokok produksi berdasarkan proses adalah:
1. Menentukan harga jual produk.
2. Memantau realisasi biaya produksi.
3. Menghitung laba atau rugi periodik.
4. Menetukan harga pokok persediaan produk jadi dan produk dalam proses
dijadikan dalam neraca.
12
2.1.4 Unsur-unsur harga pokok produksi
Dalam memproduksi suatu produk, akan diperlukan beberapa biaya untuk
mengolah bahan mentah menjadi produk jadi. Biaya produksi dapat digolongkan
kedalam biaya bahan baku, biaya tenaga kerja dan biaya overhead pabrik.
2.1.4.1 Biaya bahan baku
Biaya bahan baku adalah biaya yang digunakan untuk memperoleh bahan
baku yang akan diolah menjadi produk jadi. Biaya bahan baku dapat juga di artikan
sebagai bahan yang menjadi komponen utama yang membentuk suatu kesatuan
yang tidak terpisahkan dari produk jadi.
Dari beberapa pengertian tentang biaya bahan baku di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa biaya bahan baku bahwa biaya bahan baku adalah total biaya
yang dikorbankan untuk pengolahan bahan utama produk yang diproduksi menjadi
produk selesai.
Bahan baku meliputi bahan-bahan yang dipergunakan untuk memperlancar
proses produksi atau disebut bahan baku penolong dan bahan baku pembantu.
Bahan baku dibedakan menjadi bahan baku langsung dan bahan baku tidak
langsung. Bahan baku langsung disebut dengan biaya bahan baku, sedangkan
bahan baku tidak langsung disebut biaya overhead pabrik.
Dalam memperoleh bahan baku, perusahaan tidak hanya mengeluarkan
biaya sejumlah harga beli saja, tetapi juga mengeluarkan biaya-biaya pembelian,
pergudangan, dan biaya perolehan lainnya. Harga bahan baku terdiri dari harga beli
ditambah dengan biaya-biaya pembelian dan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk
13
menyiapkan bahan baku tersebut dalam keadaan siap diolah. Biaya bahan baku
langsung adalah semua biaya bahan yang membentuk bagian integral dari barang
jadi dan yang dapat dimasukkan langsung dalam kalkulasi biaya produk.
Bahan baku yang dihitung dalam satuan (unit) uang disebut anggaran biaya
bahan baku. Anggaran bahan baku adalah kuantitas standar bahan baku dipakai
dikalikan harga standar bahan baku per unit.
2.1.4.2 Biaya tenaga kerja
Biaya tenaga kerja digolongkan menjadi dua kelompok yaitu biaya tenaga
kerja langsung dan biaya tenaga kerja tidak langsung. Biaya tenaga kerja langsung
adalah balas jasa yang diberikan kepada karyawan pabrik yang manfaatnya dapat
diidentifikasikan atau diikuti jejaknya pada produk tertentu yang dihasilkan
perusahaan. Sedangkan biaya tenaga kerja tidak langsung adalah balas jasa yang
diberikan kepada karyawan pabrik, akan tetapi manfaatnya tidak dapat
diidentifikasikan atau diikuti jejaknya pada produk tertentu yang dihasilkan
perusahaan. Biaya tenaga kerja langsung menurut Simamora (Henry Simamora,
akutansi manajemen, jakrata, salemba empat, 2000),hal.547. adalah upah
karyawan-karyawan pabrik yang dapat secara fisik mudah ditelusuri dalam
pengorbanan bahan baku menjadi produk jadi. Sedangkan menurut Mulyadi
(Mulyadi, akutansi biaya, edisi lima, Yogyakarta, Aditya medika, 2000),hal,343.
adalah harga yang dibebankan untuk penggunaan tenaga kerja manusia. Sehingga
biaya tenaga kerja adalah biaya yang timbul akibat penggunaan tenaga kerja
manusia untuk pengolahan produk.
14
Dari beberapa pengertian tentang biaya tenaga kerja di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa biaya tenaga kerja adalah sejumlah balas jasa yang diberikan
kepada para tenaga kerja yang terlibat secara langsung dalam pengolahan proses
produksi.
Biaya tenaga kerja yang digunakan adalah jumlah biaya yang dibayarkan
kepada setiap karyawan yang terlibat lansung dalam proses produksi. Dimana
sistem pembayaran yang digunakan adalah sistem pembayaran upah karyawan.
Untuk menghitung tenaga kerja langsung terlebih dahulu ditetapkan biaya
tenaga kerja langsung standar per unit produk. Biaya tenaga kerja langsung standar
per unit produk terdiri dari:
a. Jam tenaga kerja langsung
Jam standar tenaga kerja langsung adalah taksiran sejumlah jam tenaga
kerja langsung yang diperlukan untuk memproduksi satu unit produk tertentu.
b. Tarif upah standar tenaga kerja langsung
Tarif upah standar tenaga kerja langsung adalah taksiran tarif upah per jam
tenaga kerja langsung. Tarif ini dapat ditentukan atas dasar: perjanjian dengan
organisasi karyawan, dari upah masa lalu yang dihitung secara rata-rata, dan
perhitungan tarif upah dalam operasional normal.
2.1.4.3 Biaya overhead pabrik
Biaya over head pabrik adalah biaya-biaya yang secara tidak langsung
berkaitan dengan pengolahan produk jadi. Biaya overhead pabrik meliputi: biaya
bahan baku penolong, tenaga kerja tidak langsung, penyusutan pabrik dan mesin,
15
asuransi, pajak, dan biaya pemeliharaan fasilitas pabrik. Sedangkan biaya
manufaktur tidak langsung menurut Hansen dan Mowen (Hansen, Don R. dan
Maryanne M. Mowen, Akuntansi Manajemen, Jakarta, Salemba Empat,
2006),hal,51. mengemukakan bahwa biaya overhead pabrik adalah semua biaya
produksi selain dari bahan langsung dan tenaga kerja langsung dikelompokkan ke
dalam satu kategori yang di sebut ongkos overhead.
Biaya overhead merupakan suatu biaya yang keseluruhan biayanya
berhubungan dengan proses produksi pada suatu perusahaan, akan tetapi tidak
mempunyai hubungan langsung dengan hasil produksinya. Secara umum yang
termasuk biaya overhead pabrik antara lain: bahan tidak langsung, energi dan listrik,
pajak bumi dan bangunan, asuransi pabrik, dan biaya lainnya yang bertujuan untuk
mengoperasikan pabrik.
Dari beberapa pengertian tentang biaya overhead pabrik maka dapat
disimpulkan bahwa biaya overhead pabrik adalah sejumlah biaya yang dikeluarkan
untuk memproduksi barang atau jasa, selain biaya yang termasuk dalam biaya
bahan baku langsung dan biaya tenaga kerja langsung.
Metode pengalokasian biaya overhead pada perhitungan biaya pokok
produksi menurut Blocher dkk (Blocher, Manajemen biaya dengan tekanan strategik,
jakarta, salemba empat, 2007),hal.151-153 ada dua cara, yaitu sistem perhitungan
biaya konvensional dan sistem perhitungan biaya berdasarkan aktivitas (activity-
based costing).
Sistem perhitungan biaya konvensional mengalokasikan biaya overhead
pada produk menggunakan penggerak biaya (cost driver) berdasarkan volume,
16
seperti jumlah unit yang diproduksi. Pendekatan ini mengasumsikan bahwa setiap
produk menggunakan biaya overhead dalam jumlah yang sama, karena setiap
produk dibebankan jumlah yang sama. Biaya overhead pabrik dalam tiap pabrik
seharusnya proporsional terhadap jam tenaga kerja langsung yang dibutuhkan untuk
memproduksi unit produk tersebut.
Sistem perhitungan biaya berdasarkan aktivitas (activity-based costing)
mengalokasikan biaya overhead pabrik pada produk menggunakan kriteria sebab
akibat dengan banyak penggerak biaya. Sistem activity based costing menggunakan
penggerak biaya berdasarkan volume maupun non volume agar lebih akurat dalam
mengalokasikan biaya overhead pabrik pada produk berdasarkan konsumsi sumber
daya selama berbagai aktivitas berlangsung.
Pengaruh harga pokok berdasarkan Activity-Based Costing menurut Hariadi
(Bambang Hariadi, akutansi manajemen suatu sudut pandang, yogyakarta, BPFE,
2002),hal,84-86. memerlukan dua tahap yaitu:
a. Tahap pertama
Pada tahap pertama ada 5 langkah yang perlu dilakukan yaitu:
1. Mengidentifikasikan aktivitas
2. Menentukan biaya yang terkait dengan masing-masing aktivitas
3. Mengelompokkan aktivitas yang seragam menjadi satu.
4. Menggabungkan biaya dari aktivitas- aktivitas yang dikelompokkan
5. Menghitung tarif per kelompok aktivitas
b. Tahap kedua
17
Biaya over head masing-masing kelompok aktivitas dibedakan ke masing-
masing aktivitas dibedakan ke masing-masing produk untuk menentukan harga
pokok per unit produk. Langkah yang dilakukan adalah dengan menggunakan tarif
yang dihitung pada tahap pertama dan mengukur berapa jumlah komsumsi masing-
masing produk. Untuk menentukan jumlah pembebanan adalah sebagai berikut :
Overhead yang dibebankan = tarif kelompok χ jumlah konsumsi setiap produk
Sedangkan menurut Slamet (Achmad Slamet, Penganggaran, Perencanaan
dan Pengendalian Usaha, Semarang, UNNES Press, 2007),hal,104. untuk
menetapkan activity based costing (ABC) dibagi dalam dua tahap yaitu:
a. Tahap pertama
Tahap pertama pada sistem ABC pada dasarnya terdiri dari :
1. Mengidentifikasi aktivitas
2. Membebankan biaya ke aktivitas
3. Mengelompokkan aktivitas sejenis untuk membentuk kumpulan sejenis
4. Menjumlahkan biaya aktivitas yang dikelompokkan untuk mendefinisikan
kelompok biaya sejenis
5. Menghitung kelompok tarif overhead
b. Tahap kedua
Pada tahap kedua, biaya dari setiap kelompok overhead ditelusuri ke produk,
dengan menggunakan tarif kelompok yang telah dihitung. Pembebanan overhead
dari setiap kelompok biaya pada setiap produk dihitung dengan rumus sebagai
berikut:
Over head yang dibebankan = tarif kelompok X unit driver yang dikonsumsi
18
2.1.5 Sistem biaya tradisional
A. Pengertian Sistem Biaya Tradisional
Penentuan harga pokok produksi konvensional terdiri dari full costing dan
variable costing. Perhitungan harga pokok produksi menurut Slamet ((Achmad
Slamet, Penganggaran, Perencanaan dan Pengendalian Usaha, Semarang, UNNES
Press, 2007),hal,98. hanya membebankan biaya produksi pada produk. Biaya
produk biasanya dimonitor dari tiga komponen biaya yaitu: bahan baku, tenaga kerja
langsung, dan over head pabrik.
Pada sistem biaya tradisional, pembebanan biaya bahan baku langsung dan tenaga
kerja langsung pada produk tidak memiliki tantangan khusus. Biaya-biaya
ditekankan pada produk dengan menggunakan penelusuran langsung, atau
penelusuran pendorong yang sangat akurat, dan sebagian besar sistem tradisional
didesain untuk memastikan bahwa penelusuran ini dilakukan. Sedangkan
pembebanan biaya over head pabrik akan menimbulkan masalah dalam
pembebanan biaya ke produk, karena hubungan antara masukan dan keluaran tidak
dapat diobservasi secara fisik. Penggerak tingkat unit yang diproduksi, jam tenaga
kerja langsung, upah tenaga kerja langsung, jam mesin, dan bahan langsung.
Sistem biaya tradisional mengasumsikan bahwa semua biaya dapat
diklasifikasikan ke dalam dua kategori yaitu biaya tetap dan biaya variabel dengan
memperhatikan perubahan-perubahan dalam unit atau volume produksi. Jika unit
produk atau penyebab lain yang sangat berkaitan dengan unit yang diproduksi,
seperti jam kerja langsung atau jam mesin dianggap sebagai cost driver yang
penting. Cost driver berdasarkan unit atau volume ini digunakan untuk menetapkan
19
biaya produksi kepada produk. Sistem ini dianggap lebih akurat untuk menentukan
harga pokok produksi. Padahal metode ini juga masih tidak mempertimbangkan
biaya yang berubah karena aktivitas atau proses yang berbeda dalam tiap aktivitas.
B. Keterbatasan sistem biaya tradisional
Sistem penentuan harga pokok tradisional, yang mendasarkan pada volume
sangat bermanfaat jika :
1. Tenaga kerja langsung dan bahan merupakan faktor yang dominan dalam
produksi,
2. Teknologi stabil
3. Ada keterbatasan produk
Dalam beberapa situasi biaya produk yang diperoleh dengan cara tarif
tradisional akan menimbulkan distorsi, karena produk tidak mengkonsumsi sebagian
besar sumber daya pendukung dalam proposisi yang sesuai dengan volume
produksi yang dihasilkan.
Keterbatasan utama yang ada dalam penentuan harga pokok tradisional
adalah penggunaan tarif tunggal atau tarif departemental yang mendasar pada
volume. Tarif ini menghasilkan biaya produk yang tidak akurat jika sebagian besar
biaya over head pabrik tidak berhubungan dengan volume, dan jika perusahaan
menghasilkan komposisi produk yang bermacam-macam dengan volume, ukuran,
dan kompleksitas yang berbeda-beda. Informasi biaya yang tidak akurat dapat
membawa dampak pada strategi-strategi yang dilakukan perusahaan seperti:
kekeliruan dalam pengambilan keputusan tentang line produk, penentuan harga jual
yang tidak realistis, dan alokasi sumber daya yang tidak realistis.
20
C. Kelemahan sistem biaya tradisional
Sistem biaya tradisional dapat dikatakan sebagai sistem biaya yang
ketinggalan jaman atau telah usang. Gejala-gejala dari sistem biaya yang
ketinggalan jaman menurut Slamet (2007:103) adalah :
1. Hasil dari penawaran sulit dijelaskan.
2. Harga pesaing Nampak lebih rendah sehingga kelihatan tidak masuk akal.
3. Produk-produk yang sulit diproduksi menunjukkan laba yang tinggi
4. Manajer operasional ingin menghentikan produk-produk yang kelihatan
menguntungkan.
5. Marjin laba sulit dijelaskan
6. Pelanggan tidak mengeluh atas naiknya harga
7. Departemen akuntansi menghabiskan banyak waktu untuk memberi data
biaya bagi proyek khusus, dan
8. Biaya produk berubah karena perubahan peraturan pelaporan.
Hal ini tidak berbeda jauh dengan yang diungkapkan oleh Hansen dan
Mowen (Hansen, Don R. dan Maryanne M. Mowen, Managerial Accounting:
Akuntansi Manajerial, Jakarta: Salemba Empat 2009),hal,170), bahwa gejala-gejala
dari sistem biaya konvensional adalah:
a. Hasil dari penawaran sulit dijelaskan
b. Harga pesaing tampak tidak wajar rendahnya
c. Produk-produk yang sulit di produksi menunjukkan laba yang tinggi
d. Manajer operasional ingin menghentikan produk-produk yang kelihatan
menguntungkan
21
e. Marjin laba sulit dijelaskan
f. Perusahaan memiliki niche yang menghasilkan keuntungan yang tinggi
g. Pelanggan tidak mengeluh keanikan harga
h. Departemen akuntansi menghabiskan banyak waktu untuk memberikan data
biaya bagi proyek-proyek khusus
i. Beberapa departemen menggunakan sistem akuntansi biayanya sendiri
j. Biaya produk berubah karena perubahan dalam pelaporan keuntungan
D. Tanda-tanda sistem biaya tradisional
Sistem biaya konvensional dapat dikatakan sebagai biaya yang ketinggalan
jaman atau telah usang. Gejala-gejala dari sistem biaya yang ketinggalan jaman
menurut Slamet (Slamet achmad, Penganggaran, Perencanaan dan Pengendalian
Usaha, Semarang, UNNES Press, 2007),hal,103 diantaranya yaitu: hasil dari
penawaran sulit dijelaskan, harga pesaing nampak lebih rendah sehingga kelihatan
tidak masuk akal, produk- produk yang sulit diproduksi menunjukkan laba yang
tinggi, manajer operasional ingin menghentikan produk-produk yang kelihatan
menguntungkan, margin laba sulit dijelaskan, pelanggan tidak mengeluh atas
naiknya harga, departemen akuntansi menghabiskan banyak waktu untuk memberi
data biaya bagi proyek khusus, biaya produk berubah karena perubahan pelaporan.
E. Distorsi sistem biaya tradisional
Dari sudut pandang konseptual bahwa masalah distorsi sistem biaya
tradisional dapat dibagi dalam tiga sumber utama :
22
a. Sumber distorsi karena kurangnya potensi data yaitu ketidak pastian yang
melekat dalam desain, distorsi tak terelakkan, dan penilaian mempengaruhi
apa yang dinilai.
b. Masalah keandalan selama pelaksanaan yaitu faktor situasional
mempengaruhi model, metode ini tidak di terapkan dengan benar.
c. Defisiensi tentang metode karena kurangnya data dan metode tidak mampu
menangani masalah.
Terdapat 5 faktor sumber distorsi dalam sistem biaya tradisional menurut
Sulastiningsih (Sulastiningsih, Akuntansi Biaya, Yogyakarta: UPP AMP YKP,.
1999),hal,19, yaitu:
a. Beberapa biaya dialokasikan ke produk, padahal sebenarnya tidak
mempunyai hubungan dengan produk yang dihasilkan. Distorsi ini timbul
khususnya menyangkut perlakuan terhadap revenue verse capital
expenditure contro versy.
b. Biaya yang sebenarnya mempunyai hubungan dengan produk yang
dihasilkan atau dengan pelayanan kepada pelanggan diabaikan. Distorsi ini
ditimbulkan karena dalam akuntansi keuangan, yang termasuk biaya produk
hanya menyangkut manufacturing cost, dan sebagai akibat dari unrecorder
opportunity cost.
c. Penetapan biaya produk terbatas pada suatu sub himpunan output
perusahaan, sementara itu perusahaan menghasilkan multi produk, maka
alokasi ini menimbulkan distorsi yaitu distorsi yang sangat material.
23
d. Pembebanan biaya secara tidak cermat ke produk, dapat menimbulkan dua
bentuk distorsi yaitu distorsi harga dan distorsi kuantitas.
e. Usaha mengalokasikan biaya bersama dan biaya bergabung ke produk yang
dihasilkan.
Sedangkan menurut Hansen dan Mowen (Hansen, Don R. dan Maryanne M.
Mowen, Managerial Accounting: Akuntansi Manajerial, Jakarta: Salemba Empat
2009),hal,:169. faktor-faktor yang menyebabkan distorsi sistem biaya tradisional ada
dua yaitu:
a. Proporsi biaya overhead yang tidak berkaitan dengan unit terhadap total
biaya overhead adalah besar, dan
b. Tingkat keaneka ragaman produknya besar.
F. Dampak sistem biaya tradisional
Dampak sistem biaya tradisional adalah tarif keseluruhan pabrik dan tarif
departemen dalam beberapa situasi, tidak berfungsi baik dan dapat menimbulkan
distorsi biaya produk yang besar. Faktor yang menyebabkan ketidakmampuan tarif
pabrik menyeluruh dan tarif departemen berdasarkan unit, untuk membebankan
biaya overhead secara tepat adalah proporsi biaya overhead pabrik yang berkaitan
dengan unit terhadap total biaya overhead, adalah besar dan tingkat keragaman
produk yang besar. Penggunaan tarif keseluruhan pabrik dan departemen memiliki
asumsi bahwa pemakaian sumber daya overhead berkaitan erat dengan unit yang
diproduksi.
Keanekaragaman produk berarti bahwa produk mengkonsumsi aktivitas
overhead dalam proporsi yang berbeda-beda. Biaya produk akan terdistorsi, apabila
24
jumlah overhead berdasarkan unit yang dikonsumsi oleh overhead bukan unit.
Seringkali organisasi mengalami gejala tertentu yang menunjukkan bahwa sistem
akuntansi biaya mereka ketinggalan jaman.
Menurut Sulastiningsih (Sulastiningsih, Akuntansi Biaya, Yogyakarta, UPP
AMP YKPN, 1999),hal,21. informasi biaya yang terdistorsi akan berdampak pada
prilaku anggota organisasi antara lain:
a. Para manajer pusat cenderung untuk membeli dari luar dari pada
memproduksi sendiri. Hal ini dimaksudkan agar alokasi overhead atas dasar
jam atau upah langsung tidak terlalu besar.
b. Terlalu banyak waktu yang dikorbankan untuk mengukur jam kerja langsung.
c. Pengolahan data pada pusat yang padat karya lebih mahal daripada pusat
biaya yang padat modal.
d. Tidak ada insentif bagi para manajer produk untuk mempengaruhi atau
mengendalikan pertumbuhan yang cepat dari tenaga personalia penunjang,
e. Ruangan bersih yang mahal tidak digunakan secara efisien sebagai akibat
dari alokasi biaya menurut luas lantai
f. Jam kerja karyawan yang diukur dengan sangat detail karena alokasi tarif
upah hanya dibebankan menurut jam kerja aktual, sedang jam kerja pada
waktu tidak kerja, pergantian pekerjaan dan kerusakan serta reparasi mesin
dibebankan kepada kategori overhead.
2.1.6 Sistem biaya activity-based costing
A. Pengertian sistem activity-bBasedcCosting
25
Perhitungan biaya berdasarkan aktivitas (Activity-Based Costing / ABC)
menurut Blocher dkk (Blocher, Edward J., Chen Kung H. Lin, Thomas W,
Manajemen Biaya: Dengan Tekanan Strategik, Jakarta: Salemba Empat,
2007),hal,222. adalah pendekatan perhitungan biaya yang membebankan biaya
sumber daya ke objek biaya seperti produk, jasa, atau pelanggan berdasarkan
aktivitas yang dilakukan untuk objek biaya tersebut. Dasar pemikiran pendekatan
perhitungan biaya ini adalah bahwa produk atau jasa perusahaan merupakan hasil
dari aktivitas tersebut menggunakan sumber daya yang menyebabkan timbulnya
biaya.
Perhitungan biaya berdasarkan aktivitas menurut Mulyadi (Mulyadi,
Akuntansi Manajemen, Jakarta, Salemba Empat, 2003),hal,53. adalah sistem
informasi biaya berbasis aktivitas yang didesain untuk memotivasi personel dalam
melakukan pengurangan biaya dalam jangka panjang melalui pengolahan aktivitas.
Dasar pemikiran pendekatan perhitungan biaya ini adalah bahwa produk atau jasa
perusahaan merupakan hasil dari aktivitas dan aktivitas tersebut menggunakan
sumber daya yang menyebabkan timbulnya biaya. Sistem perhitungan biaya
berdasarkan aktivitas (activity based costing) merupakan sistem pembebanan biaya
dengan cara pertama kali menelusuri biaya aktivitas kemudian ke produk. Dari
beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa activity based costing
adalah suatu metode yang digunakan untuk menentukan harga pokok produksi dan
terfokus pada aktivitas-aktivitas yang dilakukan untuk menghasilkan produk atau
jasa dengan tujuan menyajikan informasi mengenai harga pokok produksi yang
akurat, yang nantinya akan digunakan oleh manajer dalam mengambil keputusan.
26
B. Konsep dasar sistem activity –based costing
Ada dua keyakinan dasar yang melandasi sistem activity-based costing
menurut Mulyadi (2003:52) yaitu:
a. Cost in caused. Biaya ada penyebabnya dan penyebab biaya adalah
aktivitas. Dengan demikian pemahaman yang mendalam tentang aktivitas
yang menjadi penyebab timbuknya biaya akan menempatkan personel
perusahaan pada posisi dapat mempengaruhi biaya. ABC system berangkat
dari keyakinan dasar bahwa sumber daya menyedeiakn kemampuan untuk
melaksanakan aktivitas, bukan sekedar penybab timbulnya biaya yang harus
dialokasikan
b. The causes of cost can be managed. Penyebab terjadinya biaya (yaitu
aktivitas) dapat dikelola. Melalui pengelolaan terhadap aktivitas yang menjadi
penyebab terjadinya biaya, personel perusahaan dapat mempengaruhi biaya.
Pengelolaan terhadap aktivitas memerlukan berbagai informasi tentang
aktivitas.
Pendapat lain menyebutkan konsep yang mendasari sistem Activity-Based
Costing menurut Morse dkk (2003:184-185) dalam Kumar dan Zander
(2007:2) adalah:
a. Kegiatan yang dilakukan untuk mengisi kebutuhan pelanggan mengkonsumsi
sumber daya yaitu biaya.
b. Biaya sumber daya yang dikonsumsi oleh aktivitas harus diserahkan biaya
atas dasar unit kegiatan yang dikonsumsi oleh tujuan biaya. Tujuan biaya
biasanya suatu produk atau layanan yang diberikan kepada pelanggan.
27
C. Kondisi penyebab perlunya sistem activity-based costing
Beberapa tanda yang membuat activity- based costing sebaiknya diterapkan
menurut Hongren dkk (2005:184) adalah:
a. Jumlah biaya tidak langsung yang signifikan dialokasikan menggunakan satu
atau dua kelompok biaya saja
b. Semua atau kebanyakan biaya tidak langsung merupakan biaya pada tingkat
unit produksi (yakni hanya sedikit biaya tidak langsung yang berada pada
tingkatan biaya kelompok produksi, biaya pendukung produk, atau biaya
pendukung fasilitas)
c. Terdapat perbedaan akan permintaan sumber daya oleh masing-masing
produk akibat adanya perbedaan volume produksi, tahap-tahap
pemprosesan, ukuran kelompok produksi, atau kompleksitas.
d. Produk yang dibuat dan dipasarkan perusahaan menunjukkan keuntungan
yang rendah sementara produk yang kurang sesuai untuk dibuat dan
dipasarkan perusahaan justru memiliki keuntungan yang tinggi.
e. Staf bagian operasional memiliki perbedaan pendapat yang signifikan
dengan staf akuntansi mengenai biaya manufaktur dan biaya pemasaran
barang dan jasa.
Kondisi-kondisi yang mendasari penerapan sistem Activity- Based Costing
adalah sebagai berikut :
a. Perusahaan menghasilkan beberapa jenis produk
Perusahaan yang hanya menghasilkan satu jenis produk tidak memerlukan
sistem activity based costing karena tidak timbul masalah keakuratan
28
pembebanan biaya. Jika perusahaan menghasilkan beberapa jenis produk
dengan menggunakan fasilitas yang sama (common products) maka biaya
overhead pabrik merupakan biaya bersama untuk seluruh produk yang
dihasilkan. Masalah ini dapat diselesaikan dengan menggunakan sistem
activity based costing karena sistem Activity- Based Costing menentukan
driver-driver biaya untuk mengidentifikasikan biaya over head pabrik yang
dikonsumsi oleh masing-masing produk.
b. Biaya Overhead Pabrik berlevel non unit jumlahnya besar
Biaya berbasis non unit harus merupakan presentase signifikan dari biaya
overhead pabrik. Jika biaya-biaya berbasis non unit jumlahnya kecil, maka
sistem activity based costing belum diperlukan sehingga perusahaan masih
dapat menggunakan sistem biaya full costing.
c. Diversitas Produk
Diversitas produk mengakibatkan rasio-rasio konsumsi antara aktivitas-
aktivitas berbasis unit dan non unit berbeda-beda. Jika dalam suatu
perusahaan mempunyai diversitas produk maka diperlukan penerapan
sistem Activity- Based Costing. Namun jika berbagai jenis produk
menggunakan aktivitas-aktivitas berbasis unit dan bukan unit dengan rasio
relatif sama, berarti diversitas produk relatif rendah sehingga tidak ada
masalah jika digunakan sistem biaya full costing.
D. Identifikasi aktifitas pada sistem activity-based costing
Konsep dasar sistem activity based costing menyatakan bahwa biaya ada
penyebabnya dan penyebab biaya adalah aktivitas. Karena itu, aktivitas merupakan
29
fokus utama sistem Activity- Based Costing, dan identifikasi merupakan langkah
penting dalam perancangan sistem Activity- Based Costing. Aktivitas menurut
Hansen dan Mowen (Hansen, Don R. dan Maryanne M. Mowen, Managerial
Accounting: Akuntansi Manajerial, Jakarta: Salemba Empat 2009),hal,154.
merupakan tindakan-tindakan yang diambil atau pekerjaan-pekerjaan yang
dilakukan dalam perusahaan. Hansen dan Mowen (Hansen, Don R. dan Maryanne
M. Mowen, Managerial Accounting: Akuntansi Manajerial, Jakarta: Salemba Empat
2009),hal,154-155. mengungkapkan aktivitas-aktivitas yang telah diidentifikasi dapat
diklasifikasikan menjadi salah satu dari empat kategori umum aktivitas yaitu :
a. Aktivitas tingkat unit (unit level activities)
Aktivitas tingkat unit merupakan aktivitas yang dilakukan setiap suatu unit
produksi diproduksi. Biaya aktivitas unit level bersifat proporsional dengan jumlah
unit produksi. Sebagai contoh pemesanan dan perakitan adalah aktivitas yang
dikerjakan tiap kali suatu unit dikerjakan.
b. Aktivitas tingkat batch (batch level activities)
Aktivitas tingkat batch merupakan aktivitas yang dilakukan setiap batch
barang diproduksi, dimana batch adalah sekelompok produk/jasa yang diproduksi
dalam satu kali proses, tanpa memperhatikan berapa unit yang ada dalam batch
tersebut. Biaya pada batch level lebih tergantung pada jumlah batch yang diproses
dan bukannya pada jumlah unit produksi, jumlah unit yang dijual, atau ukuran
volume yang lain. Biaya aktivitas tingkat batch bervariasi dengan jumlah batch tetapi
tetap terhadap unit pada setiap batch. Contoh aktivitas tingkat batch adalah
penyetelan, pengawasan, jadwal produksi, dan penanganan bahan. Basis
30
pembebanan biaya aktivitas ke produk yang menggunakan jumlah batch disebut
batch related activity driver.
c. Aktivitas tingkat produk (product level activity)
Aktivitas tingkat produk merupakan aktivitas yang dilakukan karena
diperlukan untuk mendukung berbagai produksi yang diproduksi oleh perusahaan.
Contoh biaya aktivitas tingkat produk adalah perubahan teknik, pengembangan
prosedur, pengujian produk, pemasaran produk, rekayasa teknik produk,
pengiriman, dan lain-lain.
d. Aktivitas tingkat fasilitas (facility level activity)
Aktivitas tingkat fasilitas merupakan aktivitas yang menopang proses
manufaktur secara umum, yang diperlukan untuk menyediakan fasilitas atau
kapasitas pabrik untuk memproduksi, dimana fasilitas adalah sekelompok sarana
dan prasarana yang dimanfaatkan untuk proes pembuatan produk atau penyerahan
jasa. Biaya aktivitas ini tidak berhubungan dengan unit, batch, atau bauran produksi
yang diproduksi. Contoh aktivitas tingkat aktivitas adalah manajemen pabrik, tata
letak, pendukung program komunitas, keamanan, pajak kekayaan dan penyusutan
di pabrik.
E. Analisis penggerak pada sistem activity-based costing
Aktivitas (activity) adalah perbuatan, tindakan, atau pekerjaan spesifik yang
dilakukan. Suatu pekerjaan dapat berupa suatu tindakan atau kumpulan dari
beberapa tindakan.
Penggerak atau penggerak biaya adalah masalah faktor yang menyebabkan
atau menghubungkan perubahan biaya dari aktivitas. Karena penggerak biaya
31
menyebabkan atau berhubungan dengan perubahan biaya, jumlah penggerak biaya
terukur atau terhitung adalah dasar yang sangat baik untuk membebankan biaya
sumber daya pada aktivitas dan biaya satu atau lebih aktivitas pada aktivitas atau
objek biaya lainnya. Penggerak biaya ada dua yaitu :
a. Penggerak biaya konsumsi sumber daya (resource comsumption cost driver)
adalah ukuran jumlah sumber daya yang dikonsumsi oleh semua aktivitas.
Penggerak biaya ini digunakan untuk membebankan biaya sumber daya
yang dikonsumsi oleh atau terkait dengan suatu aktivitas ke aktivitas atau
tempat penampungan biaya tertentu.
b. Penggerak biaya konsumsi (activity consumption cost driver) mengukur
jumlah aktivitas yang dilakukan untuk suatu objek biaya. Penggerak biaya ini
digunakan untuk membebankan biaya-biaya aktivitas dari tempat
penampungan biaya ke objek biaya.
Ada tiga hal yang perlu dipertimbangkan dalam memilih penggerak biaya
dalam sistem biaya activity-based costing yaitu:
a. Tersedianya data yang berhubungan dengan cost driver
Adanya data yang rapi dan rinci mengenai suatu aktivitas merupakan syarat
mutlak dapat diselenggarakannya sistem Activity- Based Costing.
b. Adanya korelasi antara cost driver dengan input biaya
Harus ada korelasi yang erat antara cost driver dengan konsumsi sumber
daya sebab jika tidak maka harga pokok yang dihitung tidak akan akurat.
c. Pengaruh penentuan cost driver terhadap prestasi
32
Cost driver dapat mempengaruhi tingkah laku manajemen jika cost driver
tersebut dijadikan salah satu pertimbangan dalam mengevaluasi kinerja
manajemen.
F. Manfaat Sistem Activity- Based Costing
Activity- Based Costing membantu mengurangi distorsi yang disebabkan oleh
alokasi biaya konvensional. Activity- Based Costing juga memberikan pandangan
yang jelas tentang bagaimana komposisi perbedaan produk, jasa dan aktivitas
perusahaan yang memberi kontribusi sampai lini yang paling dasar dalam jangka
panjang.
Manfaat utama Activity-Based Costing menurut Blocher dkk (Blocher,
Edward J., Chen Kung H. Lin, Thomas W, Manajemen Biaya: Dengan Tekanan
Strategik, Jakarta, Salemba Empat, 2000),hal,127. adalah:
a. Activity-Based Costing menyajikan biaya produk yang lebih akurat dan
informatif, yang mengarahkan kepada pengukuran profitabilitas produk yang
lebih akurat dan informatif, yang mengarahkan kepada pengukuran
profitabilitas produk yang lebih akurat dan kepada keputusan stratejik yang
lebih baik tentang penentuan harga jual, lini produk, pasar, dan pengeluaran
modal.
b. Activity-Based Costing menyajikan pengukuran yang lebih akurat tentang
biaya yang dipicu oleh adanya aktivitas, hal ini dapat membantu manajemen
untuk meningkatkan product value dan dengan membuat keputusan yang
lebih baik tentang desain produk, mengendalikan biaya secara lebih baik dan
membantu perkembangan proyek-proyek peningkatan value.
33
c. Activity-Based Costing memudahkan manajer memberikan informasi tentang
biaya relevan untuk pengambilan keputusan bisnis.
Manfaat sistem Activity-Based Costing (ABC) menurut Supriono (Supriono,
Akuntansi Biaya dan Akuntansi Manajemen Untuk Tekhnologi Maju dan Globalisasi,
edisi II, Yogyakarta, BPFE, 2007),hal,280. yaitu:
a. Menentukan biaya produk secara lebih akurat
b. Meningkatkan mutu pembuatan keputusan
c. Menyempurnakan perencanaan strategis
Meningkatkan kemampuan yang lebih baik untuk mengelola aktivitas-
aktivitas melalui penyempurnaan berkesinambungan.
Sedangkan manfaat sistem Activity-Based Costing (ABC) menurut Mulyadi
(Mulyadi., Akuntansi Manajemen, Jakarta, Salemba Empat, 2003),hal,94. antara
lain:
a. Menyediakan informasi berlimpah tentang aktivitas yang digunakan oleh
perusahaan untuk menghasilkan produk dan jasa bagi customer.
b. Menyediakan fasilitas untuk menyusun dengan cepat anggaran berbasis
aktivitas (activity based budget).
c. Menyediakan informasi biaya untuk memantau implementasi rencana
pengurangan biaya.
d. Menyediakan secara akurat dan multidimensi biaya produk dan jasa yang
dihasilkan oleh perusahaan.
G. Keterbatasan Sistem Activity-Based Costing
34
Keterbatasan penggunaan sistem Activity-Based Costing menurut Blocher
dkk (Blocher, Edward J., Chen Kung H. Lin, Thomas W, Manajemen Biaya: Dengan
Tekanan Strategik, Jakarta, Salemba Empat, 2000),hal,127. adalah:
a. Alokasi
Bahkan jika data aktivitas tersedia, beberapa biaya mungkin membutuhkan
alokasi ke departemen atau produk berdasarkan ukuran volume arbitrer yang
secara praktis tidak dapat ditemukan aktivitas yang dapat menyebabkan
biaya tersebut. Contoh beberapa biaya untuk mempertahankan fasilitas,
seperti aktivitas membersihkan pabrik dan pengelolaan proses produksi.
b. Mengabaikan biaya
Keterbatasan lain dari activity based costing adalah beberapa biaya yang
diidentifikasikan pada produk tertentu diabaikan dari analisis. Aktivitas yang
biayanya sering diabaikan adalah pemasaran, advertensi, riset, dan
pengembangan, rekayasa produk, dan klaim garansi. Tambahan biaya
secara sederhana ditambahkan ke biaya produksi untuk menentukan biaya
produk total. Secara konvensional biaya pemasaran dan administrasi tidak
dimasukkan ke dalam biaya produk karena persyaratan pelaporan keuangan
yang dikeluarkan oleh GAAP mengharuskan memasukkan ke dalam biaya
periode.
c. Pengeluaran waktu yang dikonsumsi
Sistem Activity-Based Costing sangat mahal untuk dikembangkan dan
diimplementasikan. Di samping itu juga membutuhkan waktu yang banyak.
Seperti sebagian besar sistem akuntansi dan manajemen yang inovatif,
35
biasanya diperlukan waktu lebih dari satu untuk mengembangkan dan
mengimplementasikan Activity-Based Costing dengan sukses.
H. Kelebihan Sistem Activity-Based Costing
Sistem Activity-Based Costing memiliki beberapa kelebihan menurut Hansen
dan Mowen (Hansen, Don R. dan Maryanne M. Mowen, Managerial Accounting:
Akuntansi Manajerial, Jakarta, Salemba Empat, 2011),hal,36. antara lain:
a. Sistem Activity-Based Costing dapat memperbaiki distorsi yang melekat dalam
informasi biaya konvensional berdasarkan alokasi yang hanya menggunakan
penggerak yang dilakukan oleh volume.
b. Sistem Activity-Based Costing lebih jauh mengakui hubungan sebab akibat
antara penggerak biaya dengan kegiatan.
c. Sistem Activity-Based Costing menghasilkan banyak informasi mengenai
kegiatan dan sumber daya yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan
tersebut.
d. Sistem Activity-Based Costing menawarkan bantuan dalam memperbaiki
proses kinerja yang menyediakan informasi yang lebih baik untuk
mengidentifikasikan kegiatan yang banyak pekerjaan.
e. Sistem Activity-Based Costing menyediakan data yang relevan hanya jika
biaya setiap kegiatan adalah sejenis dan benar-benar proposional.
I. Kekurangan Sistem Activity-Based Costing
Kekurangan sistem Activity-Based Costing menurut Hansen dan Mowen
(Hansen, Don R. dan Maryanne M. Mowen, Akuntansi Manajemen, Jakarta,
Salemba Empat, 2006),hal,192. adalah :
36
a. Dengan menggunakan sistem Activity-Based Costing manajer dapat
mengasumsikan penghapusan produk bervolume rendah. Menggantinya
dengan produk baru yang lebih matang dan memiliki margin lebih tinggi,
yang akan meningkatkan profitabilitas perusahaan. Namun strategi
pemotongan biaya akan meningkatkan margin jangka pendek manajer
mungkin memerlukan penggunaan waktu dan anggaran lebih banyak untuk
tujuan pengembangan serta perbaikan mutu produk barunya.
b. Sistem Activity-Based Costing dapat mengakibatkan kesalahan konsepsi
mengenai penurunan biaya penanganan pesanan penjualan dengan
mengeliminasi pesanan kecil yang menghasilkan margin lebih rendah.
Sementara strategi ini mengurangi jumlah pesanan penjualan, pelanggan
mungkin lebih sering menginginkan pengiriman dalam jumlah kecil bila
dibandingkan dengan interval pemesanannya. Jika terdapat perusahaan
pesaing yang mau memenuhi kebutuhan mereka, sebaliknya jika pelanggan
lebih menyukai dalam jumlah kecil, manajer harus mempelajari kegiatan
yang terlibat untuk dapat mengetahui jika terdapat kegiatan yang tidak
bernilai.
c. Sistem Activity-Based Costing secara khusus tidak menyesuaikan diri secara
khusus dengan prinsip-prinsip akuntansi berterima umum. Activity-Based
Costing mendorong biaya non produk, oleh karena itu banyak perusahaan
menggunakan Activity-Based Costing untuk analisis internal dan terus
menggunakan sistem konvensional untuk pelaporan eksternal.
37
d. Penekanan informasi Activity-Based Costing dapat juga menyebabkan
manajer secara konstan mendorong pengurangan biaya.
e. Activity-Based Costing tidak mendorong identifikasi dan penghapusan kendala
yang menyebabkan keterlambatan dan kelebihan.
J. Keuntungan Sistem Activity-Based Costing
Beberapa keuntungan dari penggunaan sistem Activity-Based Costing dalam
penentuan harga pokok produksi adalah sebagai berikut:
a. Biaya produk yang lebih realistik, khususnya pada industri manufaktur
teknologi tinggi dimana biaya over head adalah merupakan proporsi yang
signifikan dari total biaya.
b. Semakin banyak over head yang dapat ditelusuri ke produk. Analisis sistem
Activity-Based Costing itu sendiri memberi perhatian pada semua aktivitas
sehingga biaya aktivitas yang dapat ditelusuri.
c. Sistem Activity-Based Costing mengakui bahwa aktivitaslah yang
menyebabkan biaya (activity cause cost) bukanlah produk, dan produklah
yang mengkonsumsi aktivitas.
d. Sistem activity based costing mengakui kompleksitas dari diversitas produksi
yang modern dengan menggunakan banyak pemicu biaya (multiple cost
driver), banyak dari cost driver tersebut adalah berbasis transaksi
(transaction based) dari pada berbasis volume produk.
K. Perbandingan Sistem Biaya Tradisional dan Sistem Activity-Based Costing
Perbedaan antara sistem biaya Tradisional dan Activity-Based Costing itu
seperti siang dan malam, namun sumber perbedaan ini terletak pada dasar asumsi :
38
1) Sistem biaya Tradisional, yaitu produk mengkonsumsi sumber daya, dan biaya
yang dialokasikan dengan menggunakan dasar alokasi tingkat unit.
2) Activity-Based Costing, yaitu produk mengkonsumsi aktivitas, mereka tidak
langsung menggunakan sumber daya. Biaya yang dilacak menggunakan driver
bertingkat.
Activity-Based Costing merupakan suatu alternatif dari penentuan harga
pokok produksi konvensional. Dimana penentuan harga pokok produksi Tradisional
adalah full costing dan variable costing, yang dirancang berdasarkan kondisi
teknologi manufaktur pada masa lalu dengan menggunakan teknologi informasi
dalam proses pengolahan produk dan dalam mengolah informasi keuangan.
Perbedaan antara kedua metode ini dapat dilihat di tabel.
Tabel 2.1 Perbandingan metode Activity-Based Costing dengan metode
biaya Tradisional
Sistem activity based costing Sistem biaya Tradisional
Menggunakan penggerak
berdasarkan Aktivitas
Menggunakan penggerak biaya
berdasarkan volume
Membebankan biaya overhead
pertama ke biaya aktivitas baru
kemudian ke produk
Membebankan biaya overhead
pertama ke departemen dan kedua ke
produk
Fokus pada pengelolaan proses dan
aktivitas
Fokus pada pengelolaan biaya
departemen fungsional
Beberapa perbandingan antara sistem konvensional dan sistem Activity-
Based Costing adalah sebagai berikut :
a. Sistem Activity-Based Costing menggunakan aktivitas-aktivitas sebagai pemicu
biaya (cost driver) untuk menentukan seberapa besar konsumsi overhead dari setiap
39
produk. Sedangkan sistem konvensional mengalokasikan biaya overhead secara
arbiter berdasarkan satu atau dua basis alokasi yang non representatif.
b. Sistem Activity-Based Costing memfokuskan pada biaya, mutu dan faktor waktu.
Sistem konvensional terfokus pada performansi keuangan jangka pendek seperti
laba. Apabila sistem konvensional digunakan untuk penentuan harga dan
profitabilitas produk yang produknya lebih dari satu angka-angkanya tidak dapat
diandalkan.
c. Sistem Activity-Based Costing memerlukan masukan dari seluruh departemen
persyaratan ini mengarah ke integrasi organisasi yang lebih baik dan memberikan
suatu pandangan fungsional silang mengenai organisasi.
d. Sistem Activity-Based Costing mempunyai kebutuhan yang jauh lebih keciluntuk
analisis varian dari pada sistem konvensional, karena kelompok biaya (cost pool)
dan pemicu biaya (cost driver) jauh lebih akurat dan jelas, selain itu Activity-Based
Costing dapat menggunakan data biaya historis pada akhir periode untuk
menghitung biaya aktual apabila kebutuhan muncul.
L. Penerapan Sistem Activity-Based Costing
Pengaruh harga pokok berdasarkan Activity-Based Costing menurut Hariadi
(Hariadi, Bambang, Akuntansi Manajemen Suatu Sudut Pandang, Yogyakarta,
BPFE, 2002),hal,84-86. memerlukan dua tahap yaitu:
a. Tahap pertama
Pada tahap pertama ada 5 langkah yang perlu dilakukan yaitu:
1. Mengidentifikasikan aktivitas
2. Menentukan biaya yang terkait dengan masing-masing aktivitas
40
3. Mengelompokkan aktivitas yang seragam menjadi satu.
4. Menggabungkan biaya dari aktivitas-aktivitas yang di kelompokkan.
5. Menghitung tarif per kelompok aktivitas
b. Tahap kedua
Biaya over head masing-masing kelompok aktivitas dibedakan ke masing-masing
aktivitas dibedakan ke masing-masing produk untuk menentukan harga pokok per
unit produk. Langkah yang dilakukan adalah dengan menggunakan tarif yang
dihitung pada tahap pertama dan mengukur berapa jumlah komsumsi masing-
masing produk. Untuk menentukan jumlah pembebanan adalah sebagai berikut:
Overhead yang dibebankan = tarif kelompok X jumlah konsumsi setiap produk
Sedangkan menurut Slamet (Achmad Slamet, Penganggaran, Perencanaan dan
Pengendalian Usaha, Semarang, UNNES Press, 2007),hal,104. untuk menetapkan
Activity-Based Costing dibagi dalam dua tahap yaitu:
a. Tahap pertama
Tahap pertama pada sistem Activity-Based Costing pada dasarnya terdiri dari:
1. Mengidentifikasi aktivitas.
2. Membebankan biaya ke aktivitas.
3. Mengelompokkan aktivitas sejenis untuk membentuk kumpulan sejenis.
4. Menjumlahkan biaya aktivitas yang dikelompokkan untuk mendefinisikan
kelompok biaya sejenis.
5. Menghitung kelompok tarif overhead.
b. Tahap kedua
41
Pada tahap kedua, biaya dari setiap kelompok overhead ditelusuri ke produk,
dengan menggunakan tarif kelompok yang telah dihitung. Pembebanan overhead
dari setiap kelompok biaya pada setiap produk dihitung dengan rumus sebagai
berikut:
Overhead dibebankan = tarif kelompok X unit driver yang dikonsumsi
2.2 Menghitung kecukupan, keseragaman, dan kenormalan data
Uji keseragaman data bertujuan untuk menguji keseragaman dari data yang
yang sudah didapat. Langkah-langkah untuk melakukan uji keseragaman data :
1. Menghitung data rata-rata
Data Rata-Rata = ∑ xi / N
Ket :
∑ xi : Jumlah total data per bulan
N : Jumlah pengamatan
2. Menghitung Standard Deviasi
σ = √
∑ Xi−X Rata−rata
N−
Ket :
Xi : Rata-rata data
N : Jumlah Pengamatan
3. Menghitung Kontrol Atas (BKA)
BKA = P + (2 x σ)
Ket :
P : Faktor Penyesuaian
42
σ : Standar Deviasi
4. Menghitung Kontrol Bawah (BKB)
BKA = P - (2 x σ)
Ket :
P : Faktor Penyesuaian
σ : Standar Deviasi
Kecukupan data merupakan salah satu pengujian data - data yang telah
didapatkan sebelumnya. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui berapa jumlah
data pengamatan yang sebaiknya digunakan dan bertujuan untuk menguji apakah
data pengamatan yang telah dikumpulkan sebelumnya sudah memenuhi jumlah
yang sebaiknya digunakan.
Tingkat ketelitian menunjukkan penyimpangan maksimal hasil penghukuran
dari waktu sebenarnya dan biasanya dinyatakan dalam bentuk persen. Sedangkan
tingkat keyakinan menunjukkan besarnya keyakinan pengukur bahwa hasil yang
diperoleh memenuhi syarat ketelitian dan biasanya dinyatakan dalam bentuk persen.
Dalam aktifitas pengukuran kerja biasanya akan diambil tingkat ketelitian 10
% dan tingkat keyakinan 90 % atinya adalah bahwa pengukur membolehkan rata -
rata hasil pengukurannya menyimpang sejauh 10 % dari rata-rata sebenarnya dan
kemungkinan berhasil mendapatkan adalah 90 %. Jika jumlah pengukuran yang
seharusnya dilakukan lebih besar dari jumlah pengukuran yang telah dilakukan (N’ >
N), maka dilakukan pengukuran ulang dengan N lebih besar. Jika N > N’ berarti
bahwa jumlah pengamatan yang telah dilakukan memenuhi syarat tingkat ketelitian
43
dan tingkat keyakinan . Berikut ini rumus yang digunakan untuk menghitung berapa
jumlah data yang harus didapatkan :
N’ = [
�∶ � √� ∑ Xi kuadrat – ∑ Xi ]2 2
∑ Xi
]
Ket :
N’ : Jumlah data pengamatan yang harus dikumpulkan.
K : Tingkat keyakinan (confidence level)
S : Derajat ketelitian
N : Jumlah data pengamatan yang telah dikumpulkan sebelumnya.
∑ xi : Jumlah total data
2.3 Pengertian, sejarah, aktivitas, perkembangan, dan peranan serta
tantangan teknik industri
Definisi teknik industri adalah aplikasisi stematis dari kombinasi sumber daya
fisika dan alam dengan suatu cara tertentu untuk menciptakan, mengembangkan,
memproduksi dan mendukung suatu produk atau suatu proses dimana secara
ekonomis mencakup beberapa bentuk kegunaan bagi manusia. Sedangkan Menurut
Institute of Industrial Engineering (IIE) teknik industri adalah disiplin ilmu teknik /
engineering yang menangani pekerjaan-pekerjaan perancangan (design), perbaikan
(improvement), penginstalasian (installation), dan menangani masalah manusia,
peralatan, bahan/material, informasi, energisecara efektif dan efisien.
Aktivitas2 yang dapat di lakukan disiplin teknik industri menurut American
Institute of Industrial Engineering (AIIE)
a. Perencanaan dan pemilihan metode kerja dalam prosesproduksi.
44
b. Pemilihan dan perancangan perkakas kerja serta peralatan yang di
butuhkan dalam proses produksi.
c. Desain fasilitas pabrik, termasuk perencanaan tataletak fasilitas
produksi, peralatan pemindahan material.
d. Desain dan perbaikan sistem perencanaan dan pengendalian untuk
distribusi barang / jasa, pengendalian persediaan, pengendalian
kualitas.
e. Pengembangan sistem pengendalian ongkos produksi (pengendalian
budget, analisa biaya standar produksi, dll).
f. Perancangan dan pengembangan produk.
g. Desain dan pengembangan sistem pengukuran performans serta
standar kerja.
h. Pengembangan dan penerapan sistem pengupahan dan pemberian
insentif.
i. Perencanaan dan pengembangan organisasi, prosedur kerja.
j. Analisa lokasi dengan mempertimbangkan pemasaran, bahan baku,
suplai tenaga kerja.
k. Aktivitas penyelidikan operasional dengan analisa matematik,
simulasi, program linier, teori pengambilan keputusan dan lain lain.
Perkembangan dan organisasi yang mendukung berdirinya disiplin Teknik
Industri sebagai berikut :
a. American Society of Mechanical Engineering (ASME) adalah
Organisasi ini pertama kali mendiskusikan konsep-konsep teknik
45
industri dan merupakan persemaian dari timbulnya konsep teknik
industri.
b. Pada tahun 1912 berdiri organisasi bernama The Efficiency Society
danThe Society to Promote the Science of Management yang
kemudian pada tahun 1915 keduanya bergabung menjadi The Taylor
Society. Organisasi ini bertujuan mengembangkan konsep-konsep
manajemen umum yang diperkenalkan oleh Frederick Winslow
Taylor.
c. Tahun 1917 berdiri Society of Industrial Engineering (SIE) yang
mewadahi para spesialis produksi maupun para manajer sebagai
pembanding terhadap filosofi manajemen umum yang telah
dikembangkan oleh Taylor.
d. Tahun 1932 berdiri The Society of Manufacturing Engineer (SME)
untuk mengembangkan pengetahuan dibidang manufaktur.
e. Tahun 1936 The Taylor Society dan The Society of Industrial
Engineering bergabung menjadi The Society for Advancement
Management (SAM).
f. Program studi Teknik Industri pertama kali dibuka pada tahun 1908 di
Pennsylvania State University.
g. Tahun 1948 berdiri The American Society of Industrial Engineering
dengan didukung sekitar 70 negara, American Institute of Industrial
Engineering (AIIE) berkembang menjadi organisasi internasional
dengan nama Institute of Industrial Engineering (IIE).
46
h. Pendidikan Teknik Industri di Indonesia di perkenalkan oleh Bapak
Matthias Aroef pada tahun 1958 setelah menyelesaikan studi di
Cornell University.
i. Tahun 1960 membuka sub jurusan teknik produksi di jurusan teknik
mesin, sebagai embrio berdirinya teknik industri.
j. Tahun 1971 berdiri jurusan teknik industri yang terpisah dengan
Teknik Mesinyang kemudian mengawali pendidikan Teknik Industri di
Indonesia.
k. Pada saat ini telah berkembang pendidikan Teknik Industri baik di
Perguruan Tinggi Negri maupun Perguruan Tinggi Swasta.
Peranan teknik industri dalam kehidupan
a. Dapat memecahkan masalah-masalah baik di sektor industri maupun
non-industri serta persoalan yang dapat di pandang sebagai suatu
sistem yang integral
b. Pendekatan Teknik Industri dapat di terapkan untuk pengambilan
keputusan dalam analisa manajemen dengan melihat suatu masalah
sebagai bagian dari sistem yang integral
c. Salah satu pemanfaatan Teknik Industri yaitu produksi masal yang
sedikit banyak membutuhkan sumber daya manusia untuk
memperbaiki efisiensi, efektifitas dan peningkatan produktifitas kerja.
Tantangan masa depan teknik industri
a. Bagaimana mendesain sistem & proses yang sesuai dengan
lingkungan.
47
b. Bagaimana mendesain produk yang aman dan handal sesuai
peraturan.
c. Bagaimana mendesain sistem yang mengoptimalkan penggunaan
sumber daya untuk memenuhi kebutuhan manusia.
2.4 Penelltian terdahulu
Penelitian yang berkaitan dengan penentuan harga pokok produksi
berdasarkan sistem Activity-Based Costing telah dilakukan beberapa peneliti. Harga
pokok produksi dengan sistem activity based costing dilakukan pada perusahaan
tahu. Untuk cost pool tahu putih harga pokok produksi sebesar Rp. 97.576,26/tong
dengan harga jual sebesar Rp. 115.000,00/tong memperoleh keuntungan sebesar
Rp. 17.423,74 atau sebesar 17,88%, sedangkan untuk cost pool tahu goreng harga
pokok produksi sebesar Rp. 103.534,49/tong dengan harga jual Rp. 150.000,00/tong
memperoleh keuntungan sebesar Rp. 46.465,51 atau sebesar 44,88%.(Betty Br
Sembiring:2011).
Penelitian juga dilakukan untuk penentuan harga pokok produksi
menggunakan sistem activity based costing pada Batik Agus Sukoharjo. Harga
pokok produksi dengan menggunakan sistem Activity-Based Costing (ABC) pada
cost poll kemeja batik sebesar Rp. 86.649,30 dengan keuntungan sebesar Rp
18.350,71, pada cost poll jarik batik sebesar Rp 66.649,00 dengan keuntungan
sebesar Rp 13.351,01, pada cost poll sarung batik sebesar Rp 67.755,35 dengan
keuntungan sebesar Rp 14.836,67. (Bayu Rahmad Setyawan:2011).
48
BAB III
KERANGKA PEMECAHAN MASALAH
3.1 Kerangka berpikir / prosedur
Sistem biaya tradsional tidak mampu untuk membebankan biaya overhead
kepada masing-masing produk secara tepat ke masing-masing produksi. Faktor
utama yang merupakan penyebab utama ketidak mampuan sistem konvensional
untuk membebankan biaya overhead secara tepat adalah proporsi biaya overhead
yang tidak berkaitan dengan unit terhadap total biaya overhead dan tingkat
keragaman produksi.
Sistem tradisional mengasumsikan bahwa pemakaian sumber daya berkaitan
erat dengan unit yang diproduksi. Apabila biaya overhead didominasi oleh biaya
berlevel unit, maka tidak akan timbul masalah. Sebaliknya apabila biaya overhead
didominasi oleh biaya overhead berlevel non unit, maka penggerak aktivitas
berdasarkan unit tidak mampu membebankan biaya overhead tersebut secara
akurat ke produksi. Distorsi biaya akan terjadi pada perusahaan yang menghasilkan
bermacam-macam produk jika masih menggunakan sistem tradisional. Produk yang
berbeda dalam dalam ukuran dan kompleksitas akan mengkonsumsi sumber daya
dalam jumlah yang berbeda pula. Sejalan dengan peningkatan diversitas produk,
kuantitas sumber daya yang dibutuhkan untuk menangani transaksi dan mendukung
aktivitas meningkat, sehingga semakin tinggi pula distorsi yang dihasilkan dari biaya
produk yang dilaporkan dengan sistem tradisional.
Penerapan sistem Activity-Based Costing adalah salah satu solusi tepat
untuk dapat menentukan harga pokok produk dengan akurat. Penerapan ini
48
49
dilakukan dengan mengidentifikasi aktivitas yang ada pada PT. SKF Indonesia yaitu
Ball bearing, Spacer dan HUB bearing. Dengan mengklasifikasikan aktivitas ke
dalam level yang sejenis. Masing-masing kelompok aktivitas memiliki aktivitas
sendiri-sendiri dalam menghasilkan produk, setelah dilakukan penelitian awal dapat
disimpulkan bahwa aktivitas yang memicu dari kelompok aktivitas tersebut adalah
aktivitas Heat treatment, Face & OD grinding, channel line, dan pengemasan.
PT. SKF Indonesia adalah perusahaan yang bergerak di bidang industri
spare part otomotif yang memproduksi beberapa macam Bearing. Produk tersebut
meliputi Ball bearing, Spacer dan HUB bearing. Bahan baku utama dalam
pembuatan Bearing ini yaitu Outer rings, Inner rings, bahan penolongnya utamanya
adalah Cages, Balls, Seals dan Shields. Tenaga kerja yang membantu dalam proses
produksi pada PT. SKF Indonesia ada beberapa pekerja. Biaya overhead pabrik
yang dibebankan pada produksi Bearing antara lain biaya bahan penolong, biaya
listrik, biaya air minum, biaya tenaga kerja pengiriman, biaya BBM, biaya telepon.
Dalam mengidentifikasi biaya overhead berbeda dengan pengidentifikasian biaya
bahan baku dan biaya tenaga kerja. Biaya overhead pabrik tidak dapat dibebankan
secara merata atau sama pada semua produk yang dihasilkan karena setiap produk
mengkonsumsi biaya overhead yang berbeda-beda sesuai dengan aktivitas
produksinya.
Penerapan sistem Activity-Based Costing dilakukan dengan mengi-
dentifikasikan aktivitas yang ada pada PT. SKF Indonesia yaitu pada produksi Ball
bearing, Spacer dan HUB bearing, dilanjutkan dengan mengidentifikasikan aktivitas
ke dalam level yang sejenis. Aktivitas ini diklasifikasikan ke dalam empat kelompok
50
umum yaitu aktivitas tingkat unit, tingkat produk, tingkat batch dan tingkat fasilitas.
Masing-masing tingkat kelompok tersebut memiliki aktivitas-aktivitas sendiri-sendiri
dalam menghasilkan produk, namun setelah dilakukan penelitian awal disimpulkan
bahwa aktivitas yang memicu (cost driver) dari kelompok aktivitas tersebut adalah
aktivitas kegiatan Heat treatment, Face & OD grinding, Channel line, dan
Pengemasan.
Masing-masing pemicu memiliki aktivitas yang menimbulkan biaya untuk
melakukan aktivitas tersebut diantaranya adalah kegiatan Heat treatment, Face &
OD grinding, channel line, dan pengemasan. Kegiatan berikutnya adalah
menentukan tarif kelompok (pool rate) yaitu mengalokasikan biaya-biaya yang terjadi
ke produksi dengan pembagiannya adalah cost driver.
3.2 Studi lapangan dan studi pustaka
Dalam studi lapangan penulis melakukan pengamatan secara langsung ke
perusahaan untuk mendapatkan data-data umum dan data khusus untuk penelitian
yang dibutuhkan. Diharapakan dengan studi lapangan ini lebih mengakuratkan data-
data yang ada sehingga menghindari tidak jelasnya penyelesaian. Sedangkan studi
pustaka dilakukan dengan membaca literatur-literatur yang mendukung untuk
memecahkan permasalahan yang ada.
51
3.3 Jenis dan sumber data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data umum yang
merupakan data yang diperoleh dari PT. SKF Indonesia yang menjadi tempat
penelitian. Sumber data secara keseluruhan diperoleh dari dalam institusi yang
menjadi tempat penelitian. Data yang bersifat kuantitatif diperoleh dari dokumen/
arsip bagian produksi dan bagian personalia. Sedangkan data yang bersifat kualitatif
diperoleh dari wawancara dan pengamatan secara langsung di perusahaan.
3.4 Metode pengumpulan data
Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
dengan melakukan pengamatan langsung di perusahaan yang menjadi objek
penelitian. Teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah sebagai berikut.
1. Wawancara (interview)
Merupakan suatu cara untuk mendapatkan data atau informasi dengan tanya
jawab secara langsung pada orang yang mengetahui tentang objek yang diteliti.
Dalam hal ini adalah dengan pihak pimpinan, pekerja atau operator PT XXX yaitu
data mengenai jenis-jenis produk, proses produksi serta bahan baku yang
digunakan.
2. Obsevasi
Yaitu pengamatan atau peninjauan secara langsung di tempat penelitian
yaitu di PT XXX dengan mengamati sistem atau cara kerja yang ada.
3. Dokumentasi
52
Yaitu dengan mempelajari dokumen-dokumen perusahaan yang berupa
laporan kegiatan produksi, laporan jumlah produksi dan harga bahan baku produk,
serta dokumen kepegawaian dan data-data yang diperlukan dalam peneltian ini.
3.5 Pengolahan data
Pengolahan data dalam penelitian ini adalah metode analisis deskriptif
dengan menggunakan sistem Activity -Based Costing. Bahan baku yang dihitung
menurut Nafarin (M. Nafarin, Penganggaran Perusahaan, Jakarta, Salemba Empat,
2007),hal,203. dalam satuan (unit) uang disebut anggaran biaya bahan baku.
Perhitungan bahan baku adalah kuantitas standar bahan baku dipakai dikalikan
harga standar bahan baku per unit. Untuk menghitung biaya tenaga kerja langsung
menurut Nafarin (M. Nafarin, Penganggaran Perusahaan, Jakarta, Salemba Empat,
2007),hal,225 terlebih dahulu ditetapkan biaya tenaga kerja langsung standar per
unit produk.
Untuk perhitungan biaya overhead pabrik dengan sistem Activity-Based
Costing dihitung menggunakan pendekatan yang terdiri dari dua tahap yaitu :
a) Prosedur Tahap Pertama
Pada tahap pertama ada 5 langkah yang perlu dilakukan dalam metode
activity-based costing yaitu :
1. Mengidentifikasi aktifitas.
Aktivitas yang dilakukan dalam pembuatan tas adalah: Heat treatment, Face
& OD grinding, channel line, dan pengemasan.
53
2. Membebankan biaya ke aktivitas
Biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi antara lain: biaya bahan
penolong, biaya air minum, biaya listrik, biaya pengemasan, biaya
pengiriman, dan biaya telepon.
3. Mengelompokkan aktivitas sejenis untuk membentuk kumpulan sejenis
Mengelompokkan aktivitas yang saling berkaitan untuk membentuk
kumpulan yang sejenis (homogen).
4. Menjumlahkan biaya aktivitas yang dikelompokkan untuk mendefinisikan
kelompok biaya sejenis
Mengelompokkan biaya aktivitas yang telah dikelompokkan untuk
mendefinisikan kelompok biaya sejenis (homogeneous cost pool).
5. Menghitung kelompok tarif overhead
b) Prosedur Tahap Kedua
Pada tahap kedua, biaya dari setiap kelompok overhead ditelusuri ke produk,
dengan menggunakan tarif kelompok yang telah dihitung. Pembebanan
overhead dari setiap kelompok biaya pada setiap produk dihitung dengan
rumus sebagai berikut:
Overhead yang dibebankan = tarif kelompok x unit driver yang dikonsumsi
Selanjutnya, harga pokok produksi dapat dihitung dengan menjumlahkan
seluruh biaya yang digunakan, terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga
kerja, dan biaya overhead pabrik dibagi per unit produk yang dihasilkan oleh
perusahaan.
BOP Kelompok aktivitas tertentu
Driver biaya
Tarif pool=
54
3.6 Analisis dan Pembahasan
Setelah melakukan pengolahan data maka selanjutnya penulis melakukan
anakisis dan pembahasan terhadap hasil pengolahan data mengenai harga pokok
produksi dengan metode sistem biaya Activity-Based Costing.
3.7 Kesimpulan dan Saran
Pada langkah ini penulis memberikan kesimpulan-kesimpulan yang berhasil
diperoleh dan juga memberikan saran-saran kepada perusahaan berdasarkan hasil
analisa dari pengolahan data yang telah di peroleh dalam penelitian ini.
55
3.8 Kerangka pemecahan masalah
Gambar 3.1 Kerangka Pemecahan Masalah Penelitian
Studi Pustaka Studi Lapangan
Mulai
Selesai
Perumusan masalah dan tujuan
Pengumpulan data
Biaya Overhead Pabrik
Biaya Bahan Baku
langsung
Biaya Tenaga Kerja
langsung
Penetapan Tarip Kelompok (Pool Rate)
Pengalokasian Biaya ke Cost Driver
Biaya Face
dan OD
Biaya Heat
Treatmen
Biaya
Pengemas
Biaya
Cannel line
Tarip Overhead
Biaya Overhead yang dibebankan
Harga Pokok Produksi dengan
metode Activity Based Costing
Kesimpulan dan saran
Menganalisis perbandingan metode
Activity-Based Costing dengan
metode Tradisional
Biaya Tenaga Kerja tak
langsung dan Biaya
bahan penolong
56
BAB IV
PENGGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA
4.1 Pengumpulan data
Pada langkah ini penulis melakukan pengumpulan data yang dikelompokkan
menjadi 2 macam, yaitu pengumpulan data umum dan pengumpulan data khusus
dari penelitian.
4.1.1 Data umum
Adapun data-data umum yang dikumpulkan terdiri dari sejarah perusahaan,
visi dan misi perusahaan, logo intansi, struktur organisasi, dan proses produksi
bearing (Bantalan Gelinding).
4.1.1.1 Sejarah perusahaan
Usia 31 Tahun bagi sebuah perusahaan bearing merupakan suatu prestasi
yang membanggakan, betapa tidak semenjak di dirikan pabrik bearing pada tahun
1984 ini oleh seorang yang bernama Bapak Wirontono, sampai sekarang masih
dapat memenuhi permintaan para konsumen, meskipun telah melewati masa krisis
moneter yang terjadi pada tahun 1998.
Pada mulanya perusahaan ini bernama PT Logam Sari Bearindo, dan
perusahaan ini memulai produksi komersial pada Januari 1986 dan mempunyai
merek pasaran yaitu BI (Bearing Indonesia) pada tahun 1988 PT Logam Sari
Bearindo mengikat perjanjian dengan SKF Swedia yang merupakan produsen
bearing terbesar di dunia. Perjanjian tersebut berupa kerja sama teknik yang
56
57
berguna untuk meningkatkan mutu produksi, sehingga BI dapat bersaing dengan
produk-produk import.
Pada September 1988, perusahaan Astra Internasional melalui PT Federal
Motor menjadi salah satu pemegang saham PT Logam Sari Bearindo. Hal itu agar
memperkuat struktur permodalan dan pemasaran dan juga menjadikan struktur
manajemen menjadi lebih baik. Pada tahun 1992 perusahaan ini mendapat izin
usaha tetap dari Departemen Perindustrian Republik Indonesia. Lisensi SKF
diberikan untuk semua tipe bearing yang di produksi. Pada akhir tahun 1992 merek
FMB (Federal Motor Bearing ) di perkenalkan dan menggantikan merek BI.
Setelah sekian tahun semenjak produksi pertamanya, perusahaan ini
mendapatkan sertifikasi ISO 9002 dari lembaga sertifikasi Llyod’s Register Quality
Assurance ( LRQA ) pada Januari 1996. Hal ini membuktikan dedikasi pihak
manajemen terhadap kualitas manajemen perusahaan yang sudah di akui oleh
internasional.
Pada September 1997, PT Logam Sari Bearindo sudah resmi menjadi bagian
dari SKF Group, kemudian berganti nama menjadi PT SKF Indonesia. Tentunya hal
ini menjadikan produk – produk yang di produksi memiliki standar dengan SKF
Swedia, dan juga tentunya kualitas dan specifikasi produk akan sama dengan
produk yang berasal dari PT SKF di seluruh negara. Kemudian demi memenuhi
standar manajemen lingkungan maka perusahaan mendapatkan sertifikat ISO
14001 pada Desember 1999, dan juga pada bulan yang sama mendapatkan
sertifikat ISO 9000. Pada Januari tahun 2000, di perkenalkan sebuah merek dagang
baru yaitu SKF Enduro dan SKF Genio. Pada Desember tahun 2000, AHM sebagai
58
salah satu customer utama memberikan penghargaan sebagai produk bearing yang
memiliki kualitas terbaik. Dengan memiliki beberapa sertifikasi, produk PT SKF
Indonesia mampu memasuki pasar internasional, yang dimulai pada Oktober 2000
dengan mengekspor produknya ke Malaysia. Pada Maret 2004 PT SKF Indonesia
mendapatkan serftikasi ISO/TS 16949. Dari tahun ketahun perkembangan
perusahaan ini semakin meningkat, hal itu di tunjukan dengan memperluas area
pabrik dalam rangka memenuhi banyak nya permintaan pelanggan yang datang baik
dari lokal maupun internasional. Saat ini PT SKF Indonesia memiliki luas tanah
53.000 m2 dan luas pabrik 11.000 m2 dengan memiliki 15 jalur produksi.
Adapun manajemen PT SKF Indonesia memegang teguh kebijakan kualitas
SKF yaitu :
1. SKF hanya akan memasarkan produk layanan dan solusi yang akan
menjamin kepuasan pelanggan.
2. Menjalankan proses bisnis yang kompeten, dapat di andalkan dan efisien.
3. Menerapkan perbaikan berkelanjutan di seluruh organisasi demi mencapai
kualitas tanpa cacat ( Zero Defect).
Selain kebijakan kualitas, PT SKF Indonesia dalam aktivitas nya juga
menerapkan kebijakan lingkungan, Keselamatan dan Kesehatan Kerja, hal tersebut
diupayakan agar meraih keuntungan yang dapat bertahan dalam jangka panjang,
Adapun tugas utama untuk mencapai tujuan tersebut dengan mengembangkan,
membuat dan memasarkan produk dan jasa yang dapat memuaskan kebutuhan
pelanggan secara aman dalam penggunaannya untuk menjalankan energi yang
59
digunakan harus efisien, tidak mencemari lingkungan dan dapat di daur ulang atau
di buang secara aman.
4.1.1.2 Visi dan Misi perusahaan
Visi dari perusahaan PT SKF Indonesia adalah “Melengkapi dunia dengan
pengetahuan SKF” .
Misi PT SKF Indonesia adalah : Menjadi Perusahaan Pilihan
1. Untuk pelanggan, distributor dan pemasok dengan memberikan industri
terkemuka, produk bernilai tinggi, layanan dan solusi rekayasa pengetahuan.
2. Untuk karyawan dengan menciptakan lingkungan kerja yang dapat memuaskan di
mana upaya diakui, ide dihargai dan hak-hak individu dihormati.
3. Untuk para pemegang saham dengan memberikan nilai pemegang saham
melalui pertumbuhan pendapatan yang berkelanjutan.
4.1.1.3 Logo intansi
Gambar 4.1 Logo SKF
60
4.1.1.4 Struktur organisasi
Struktur organisasi dalam suatu perusahaan memiliki arti yang sangat
penting sebagai alat untuk mencapai tujuan perusahaan, yaitu mengatur tugas,
tanggung jawab, dan wewenang pada setiap bagian dalam perusahaan sehingga
perusahaan dapat berjalan dengan baik. Struktur organisasi dan job description
pada PT SKF Indonesia disusun berdasarkan fungsi-fungsi yang dibutuhkan di
dalam perusahaan.
Struktur organisasi pada PT SKF Indonesia dapat dilihat dibawah ini,
Gambar 4.2 Struktur organisasi PT. SKF Indonesia
Guna membagi seluruh pekerjaan dengan tepat, maka PT SKF Indosesia
memiliki struktur organisasi yang memiliki pekerjaan masing masing di setiap
jabatannya. Berikut ini adalah tugas dari setiap jabatan.
1. President Direktur
61
Adalah pemimpin yang bertanggung jawab atas semua kepentingan
perusahaan.
2. Marketing & Sales Director
Adalah pemimpin yang bertanggung jawab atas penjualan dan serta
pemasukan perusahaan.
3. Manufacturing Director
Adalah pemimpin yang bertanggung jawab atas proses produksi dalam
perusahaan.
4. Six Sigma
Adalah bagian yang bertanggung jawab terhadap kebijakan six sigma yang di
gunakan dalam perusahaan.
5. Manufacturing Excellence Facilitator
Merupakan bagian yang memfasilitasi semua urusan produksi pada
perusahaan.
6. Production Rings
Adalah kepala bagian yang bertugas mengatur operasional produksi di dalam
perusahaan, bagian ini membawahi langsung heat treatment, Face and Outerside
Diameter Grinding.
7. Production Bearings
Adalah bertugas menjalankan sistem produksi bearing, yaitu pada proses
grinding, honing dan assembling.
8. Enginerring
62
Bagian yang mengatur persiapan peralatan dan memperbaiki mesin – mesin
dan perkakas yang mengalami kerusakan.
9. Maintenance
Bertanggung jawab dalam hal perawatan mesin yang digunakan dalam
proses produksi. berkewajiban menyediakan tenaga ahli dalam hal persiapan dan
pengecekan instalasi mesin yang di butuh kan agar mesin dapat berjalan dengan
baik dan lancar.
10. Procurement and Material Flow
Bertugas mengatur sirkulasi material dalam proses produksi. Departemen ini
di sebut juga sebagai bagian gudang, karena mengatur keluar masuk semua
perlengkapan dan meterial yang di butuhkan. Bagian ini bertanggung jawab atas
penyimpanan material, perkakas, perlengkapan kerja, pakaian pengamanan dan
perlengkapan pengamanan yang merupakan cadangan persediaan serta menerima
pengiriman barang dari luar yang berhubungan dengan proses produksi.
11. Business Controller Director
Pemimpin yang mengontrol sistem perdagangan yang terjadi di dalam
perusahaan.
12. Accounting and IS
Bagian yang mengatur keuangan dalam perusahaan dan informasi sistem.
13. Quality Assurance
Bagian yang bertanggung jawab atas kualitas produk yang di buat oleh
perusahaan.
14. AM and Sales administrasi
63
Bagian yang bertugas menawarkan produk yang dihasilkan kepada
konsumen pada golongan After Market ( AM ).
15. OEM and Business Development
Bagian yang bertugas menawarkan produk yang dihasilkan kepada
konsumen pada golongan Original Engine Manufacturing ( OEM ).
16. Human Resource and General Affair
Bagian yang mengatur pengurangan dan penerimaan karyawan dalam
perusahaan.
17. Susntainability and Environmental, Health and Safety
Merupakan departemen keselamatan kerja, yang berkewajiban memberikan
pengarahan dan peningkatan kepada para buruh agar terhindar dari kecelakaan
kerja. Departement ini juga bertugas memberikan training kepada buruh baru
maupun lama tentang kesehatan dan keselamatan kerja, juga penggunaan alat
pengamanan , cara penanggulangan kecelakaan kerja.
4.1.1.5 Proses produksi bearing (bantalan gelinding)
Sebelum mengetahui proses produksi bearing, sebaiknya terlebih dahulu
mengenal apa itu bearing (bantalan) dan fungsi dari bearing. Bearing adalah elemen
mesin yang menumpu poros berbeban, sehingga putaran atau gerak bolak-balik
dapat bekerja dengan aman, halus, dan panjang umur. Bantalan harus kokoh untuk
memungkinkan poros atau elemen mesin lainnya dapat bekerja dengan baik. Jika
bearing tidak dapat bekerja dengan baik, maka prestasi kerja seluruh sistem akan
menurun atau tidak dapat bekerja pada semestinya. Adapun fungsi dari bearing
64
yaitu mengurangi gesekan dan menahan beban radial, axial, dan kombinasi. Berikut
gambar bahan baku bearing yang sebagian besar didatangkan dari luar negeri
dalam bentuk barang setengah jadi,
Gambar 4.3 Bahan baku bearing.
Setelah semua bahan yang sampai di gudang ini baru akan terjadi proses
manufaktur bearing dengan tahapan proses sebagai berikut:
A. Proses Heat treatment (Pengerasan).
B. Proses production ring / face dan OD ( Proses penggerindaan permukaan )
C. Proses production bearing / Channel line (Penghalusan dan Assembly)
D. Proses pengemasan (Packaging)
Untuk lebih memperjelas proses tersebut akan diuraikan satu persatu proses
tersebut dan berikut ini aliran proses produksi bearing di PT. SKF Indonesia.
Component Parts of a Ball Bearing
Seal Rolling elements Inner ring
Outer ring Cage Seal
Electrical Business Unit
65
Gambar 4.4 Proses produksi ball bearing
A. Proses heat treatment
Pada proses ini bahan baku yang sudah ada dan sudah dipersiapkan oleh
pihak receiving (gudang) diambil pihak terkait untuk diproses perlakuan panas
digunakan untuk meningkatkan daya tahan dan meningkatkan kehidupan potongan
cut logam.
Pada umumnya, perlakuan panas dilakukan untuk meningkatkan kekuatan
material serta mempertinggi sifat mampu manufaktur material, seperti mampu
mesin, mampu bentuk serta pengembalian keuletan pada material yang telah
dikenakan pengerjaan dingin.
Dalam proses pembuatan outer ring dan innering ini, dilakukan juga proses
perlakuan panas. Berdasarkan standar pada ASM Handbook yaitu ISO 683-17/ SAE
52100. Proses perlakuan panas yang dikenakan pada outer ring adalah proses
quenching dan tempering.
Material ini dipanaskan sampai pada temperatur austenisasi (830-870oC),
sehingga seluruhnya akan berubah menjadi fasa austenit. Dari temperatur
austenisasi, dilakukan penahanan sampai selang waktu tertentu kemudian dilakukan
ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA
ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA
ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA
ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA
ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA
ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA
ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA
ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA
ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA
ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA
ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA
ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA
ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA
ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA
ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA
ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA
ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA
ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA
ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA
ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA
ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA
ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA
ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA
ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA
ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA
ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA
ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA
ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA
ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA
ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA
ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA
ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA
ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA
ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA
ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA
ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA
ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA
ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA
ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA
ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA
ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA
ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA
ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA
ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA
ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA
ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA
ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA

More Related Content

What's hot

Diklat elemen mesin
Diklat elemen mesinDiklat elemen mesin
Diklat elemen mesinEko Purwanto
 
Elemen Mesin 3 - Perencanaan Kopling
Elemen Mesin 3 - Perencanaan KoplingElemen Mesin 3 - Perencanaan Kopling
Elemen Mesin 3 - Perencanaan KoplingDewi Izza
 
Metode Manufaktur materi sampai UTS
Metode Manufaktur materi sampai UTSMetode Manufaktur materi sampai UTS
Metode Manufaktur materi sampai UTSImond Imondt
 
Mata kuliah elemen mesin
Mata kuliah elemen mesinMata kuliah elemen mesin
Mata kuliah elemen mesinAhmad Ramdani
 
Diagram fasa fe fe3 c
Diagram fasa fe fe3 cDiagram fasa fe fe3 c
Diagram fasa fe fe3 cBayu Fajri
 
Modul Teori Bantalan Gelinding (Theory of Antifriction Bearing)_Politeknik Ma...
Modul Teori Bantalan Gelinding (Theory of Antifriction Bearing)_Politeknik Ma...Modul Teori Bantalan Gelinding (Theory of Antifriction Bearing)_Politeknik Ma...
Modul Teori Bantalan Gelinding (Theory of Antifriction Bearing)_Politeknik Ma...Ir. Duddy Arisandi, ST, MT
 
PETA - PETA KERJA (Industrial Engineering)
PETA - PETA KERJA (Industrial Engineering)PETA - PETA KERJA (Industrial Engineering)
PETA - PETA KERJA (Industrial Engineering)Try Martanto
 
01.permesinan dan mesin perkakas
01.permesinan dan mesin perkakas01.permesinan dan mesin perkakas
01.permesinan dan mesin perkakasMahros Darsin
 
Proses pengecoran
Proses pengecoranProses pengecoran
Proses pengecoranChache Go
 
Dasar roda gigi transmisi
Dasar   roda gigi  transmisiDasar   roda gigi  transmisi
Dasar roda gigi transmisiAlen Pepa
 
Panduan skripsi ta word revisi
Panduan skripsi ta word revisiPanduan skripsi ta word revisi
Panduan skripsi ta word revisiAsmin Tana
 
CPM (Network Planning CPM) - Manajemen proyek
CPM (Network Planning CPM) - Manajemen proyekCPM (Network Planning CPM) - Manajemen proyek
CPM (Network Planning CPM) - Manajemen proyekKukuh Setiawan
 
Perawatan Mesin Bubut (Maintenance of Lathe Machine)
Perawatan Mesin Bubut (Maintenance of Lathe Machine)Perawatan Mesin Bubut (Maintenance of Lathe Machine)
Perawatan Mesin Bubut (Maintenance of Lathe Machine)Hamid Abdillah
 
Contoh Ppt Seminar Proposal
Contoh Ppt Seminar ProposalContoh Ppt Seminar Proposal
Contoh Ppt Seminar ProposalAgung Agung
 
Chapter iv komponen komponen alat berat
Chapter iv komponen komponen alat beratChapter iv komponen komponen alat berat
Chapter iv komponen komponen alat beratpraptome
 

What's hot (20)

Diklat elemen mesin
Diklat elemen mesinDiklat elemen mesin
Diklat elemen mesin
 
Elemen Mesin 3 - Perencanaan Kopling
Elemen Mesin 3 - Perencanaan KoplingElemen Mesin 3 - Perencanaan Kopling
Elemen Mesin 3 - Perencanaan Kopling
 
Metode Manufaktur materi sampai UTS
Metode Manufaktur materi sampai UTSMetode Manufaktur materi sampai UTS
Metode Manufaktur materi sampai UTS
 
Mata kuliah elemen mesin
Mata kuliah elemen mesinMata kuliah elemen mesin
Mata kuliah elemen mesin
 
Diagram fasa fe fe3 c
Diagram fasa fe fe3 cDiagram fasa fe fe3 c
Diagram fasa fe fe3 c
 
Modul Teori Bantalan Gelinding (Theory of Antifriction Bearing)_Politeknik Ma...
Modul Teori Bantalan Gelinding (Theory of Antifriction Bearing)_Politeknik Ma...Modul Teori Bantalan Gelinding (Theory of Antifriction Bearing)_Politeknik Ma...
Modul Teori Bantalan Gelinding (Theory of Antifriction Bearing)_Politeknik Ma...
 
PETA - PETA KERJA (Industrial Engineering)
PETA - PETA KERJA (Industrial Engineering)PETA - PETA KERJA (Industrial Engineering)
PETA - PETA KERJA (Industrial Engineering)
 
01.permesinan dan mesin perkakas
01.permesinan dan mesin perkakas01.permesinan dan mesin perkakas
01.permesinan dan mesin perkakas
 
Elemen Mesin II - Rem
Elemen Mesin II - RemElemen Mesin II - Rem
Elemen Mesin II - Rem
 
Proses shearing
Proses shearingProses shearing
Proses shearing
 
Proses pengecoran
Proses pengecoranProses pengecoran
Proses pengecoran
 
Dasar roda gigi transmisi
Dasar   roda gigi  transmisiDasar   roda gigi  transmisi
Dasar roda gigi transmisi
 
Panduan skripsi ta word revisi
Panduan skripsi ta word revisiPanduan skripsi ta word revisi
Panduan skripsi ta word revisi
 
Laporan Praktikum Pemesinan
Laporan Praktikum PemesinanLaporan Praktikum Pemesinan
Laporan Praktikum Pemesinan
 
5. kapasitas produksi
5. kapasitas produksi5. kapasitas produksi
5. kapasitas produksi
 
CPM (Network Planning CPM) - Manajemen proyek
CPM (Network Planning CPM) - Manajemen proyekCPM (Network Planning CPM) - Manajemen proyek
CPM (Network Planning CPM) - Manajemen proyek
 
Perawatan Mesin Bubut (Maintenance of Lathe Machine)
Perawatan Mesin Bubut (Maintenance of Lathe Machine)Perawatan Mesin Bubut (Maintenance of Lathe Machine)
Perawatan Mesin Bubut (Maintenance of Lathe Machine)
 
Contoh Ppt Seminar Proposal
Contoh Ppt Seminar ProposalContoh Ppt Seminar Proposal
Contoh Ppt Seminar Proposal
 
Chapter iv komponen komponen alat berat
Chapter iv komponen komponen alat beratChapter iv komponen komponen alat berat
Chapter iv komponen komponen alat berat
 
Elemen mesin II
Elemen mesin IIElemen mesin II
Elemen mesin II
 

Viewers also liked

EFISIENSI PENENTUAN HARGA POKOK PRODUKSI BERDASARKAN SISTEM ACTIVITY BASED CO...
EFISIENSI PENENTUAN HARGA POKOK PRODUKSI BERDASARKAN SISTEM ACTIVITY BASED CO...EFISIENSI PENENTUAN HARGA POKOK PRODUKSI BERDASARKAN SISTEM ACTIVITY BASED CO...
EFISIENSI PENENTUAN HARGA POKOK PRODUKSI BERDASARKAN SISTEM ACTIVITY BASED CO...Uofa_Unsada
 
analisis biaya pokok produksi dengan pedoman penentuan harga jual produk ikan...
analisis biaya pokok produksi dengan pedoman penentuan harga jual produk ikan...analisis biaya pokok produksi dengan pedoman penentuan harga jual produk ikan...
analisis biaya pokok produksi dengan pedoman penentuan harga jual produk ikan...Suardiyanti Ni Luh Putu
 
EFEKTIVITAS PENGENDALIAN INTERNAL ATAS PERSEDIAAN BARANG DAGANG PADA PT ORIND...
EFEKTIVITAS PENGENDALIAN INTERNAL ATAS PERSEDIAAN BARANG DAGANG PADA PT ORIND...EFEKTIVITAS PENGENDALIAN INTERNAL ATAS PERSEDIAAN BARANG DAGANG PADA PT ORIND...
EFEKTIVITAS PENGENDALIAN INTERNAL ATAS PERSEDIAAN BARANG DAGANG PADA PT ORIND...Uofa_Unsada
 
ANALISIS PENGENDALIAN INTERNAL ATAS PERSEDIAAN BARANG DAGANG
ANALISIS PENGENDALIAN INTERNAL ATAS PERSEDIAAN BARANG DAGANGANALISIS PENGENDALIAN INTERNAL ATAS PERSEDIAAN BARANG DAGANG
ANALISIS PENGENDALIAN INTERNAL ATAS PERSEDIAAN BARANG DAGANGUofa_Unsada
 
93004 6-577039486071
93004 6-57703948607193004 6-577039486071
93004 6-577039486071Luthz Farhana
 
I. Pengantar Manajemen Operasi
I. Pengantar Manajemen OperasiI. Pengantar Manajemen Operasi
I. Pengantar Manajemen OperasiSamin Grup
 
Natalia Nainggolan laporan PKL II siklus administrasi akuntansi
Natalia Nainggolan laporan PKL  II siklus administrasi akuntansiNatalia Nainggolan laporan PKL  II siklus administrasi akuntansi
Natalia Nainggolan laporan PKL II siklus administrasi akuntansiNatalia Nainggolan
 
Sistem dan Strategi Operasi
Sistem dan Strategi OperasiSistem dan Strategi Operasi
Sistem dan Strategi OperasiAbu Tholib
 
BALANCE SCORECARD FOR PUBLIC SECTOR ORGANIZATIONS
BALANCE SCORECARD FOR PUBLIC SECTOR ORGANIZATIONSBALANCE SCORECARD FOR PUBLIC SECTOR ORGANIZATIONS
BALANCE SCORECARD FOR PUBLIC SECTOR ORGANIZATIONSDGT
 
HARGA POKOK PROSES DAN HARGAB POKOK PESANAN
HARGA POKOK PROSES DAN HARGAB POKOK PESANANHARGA POKOK PROSES DAN HARGAB POKOK PESANAN
HARGA POKOK PROSES DAN HARGAB POKOK PESANANOwnskin
 
Determinan status gizi pada siswa sekolah dasar
Determinan status gizi pada siswa sekolah dasarDeterminan status gizi pada siswa sekolah dasar
Determinan status gizi pada siswa sekolah dasarFuadrizalfauzi
 
Sosiologi komunikasi dan penyuluhan pertanian
Sosiologi komunikasi dan penyuluhan pertanianSosiologi komunikasi dan penyuluhan pertanian
Sosiologi komunikasi dan penyuluhan pertanianSarjan Alatas
 
Strategi operasi mencapai keunggulan bersaing
Strategi operasi mencapai keunggulan bersaingStrategi operasi mencapai keunggulan bersaing
Strategi operasi mencapai keunggulan bersaingALI FIKRI
 
EKMA 4215 - Manajemen Operasi Modul 4 : Strategi Lokasi dan Kapasitas
EKMA 4215 - Manajemen Operasi Modul 4 : Strategi Lokasi dan KapasitasEKMA 4215 - Manajemen Operasi Modul 4 : Strategi Lokasi dan Kapasitas
EKMA 4215 - Manajemen Operasi Modul 4 : Strategi Lokasi dan KapasitasAncilla Kustedjo
 
Customer Service (Pelayanan Pelanggan)
Customer Service (Pelayanan Pelanggan)Customer Service (Pelayanan Pelanggan)
Customer Service (Pelayanan Pelanggan)Raja Matridi Aeksalo
 

Viewers also liked (20)

EFISIENSI PENENTUAN HARGA POKOK PRODUKSI BERDASARKAN SISTEM ACTIVITY BASED CO...
EFISIENSI PENENTUAN HARGA POKOK PRODUKSI BERDASARKAN SISTEM ACTIVITY BASED CO...EFISIENSI PENENTUAN HARGA POKOK PRODUKSI BERDASARKAN SISTEM ACTIVITY BASED CO...
EFISIENSI PENENTUAN HARGA POKOK PRODUKSI BERDASARKAN SISTEM ACTIVITY BASED CO...
 
analisis biaya pokok produksi dengan pedoman penentuan harga jual produk ikan...
analisis biaya pokok produksi dengan pedoman penentuan harga jual produk ikan...analisis biaya pokok produksi dengan pedoman penentuan harga jual produk ikan...
analisis biaya pokok produksi dengan pedoman penentuan harga jual produk ikan...
 
Variabel costing
Variabel costingVariabel costing
Variabel costing
 
EFEKTIVITAS PENGENDALIAN INTERNAL ATAS PERSEDIAAN BARANG DAGANG PADA PT ORIND...
EFEKTIVITAS PENGENDALIAN INTERNAL ATAS PERSEDIAAN BARANG DAGANG PADA PT ORIND...EFEKTIVITAS PENGENDALIAN INTERNAL ATAS PERSEDIAAN BARANG DAGANG PADA PT ORIND...
EFEKTIVITAS PENGENDALIAN INTERNAL ATAS PERSEDIAAN BARANG DAGANG PADA PT ORIND...
 
ANALISIS PENGENDALIAN INTERNAL ATAS PERSEDIAAN BARANG DAGANG
ANALISIS PENGENDALIAN INTERNAL ATAS PERSEDIAAN BARANG DAGANGANALISIS PENGENDALIAN INTERNAL ATAS PERSEDIAAN BARANG DAGANG
ANALISIS PENGENDALIAN INTERNAL ATAS PERSEDIAAN BARANG DAGANG
 
93004 6-577039486071
93004 6-57703948607193004 6-577039486071
93004 6-577039486071
 
I. Pengantar Manajemen Operasi
I. Pengantar Manajemen OperasiI. Pengantar Manajemen Operasi
I. Pengantar Manajemen Operasi
 
Natalia Nainggolan laporan PKL II siklus administrasi akuntansi
Natalia Nainggolan laporan PKL  II siklus administrasi akuntansiNatalia Nainggolan laporan PKL  II siklus administrasi akuntansi
Natalia Nainggolan laporan PKL II siklus administrasi akuntansi
 
Sistem dan Strategi Operasi
Sistem dan Strategi OperasiSistem dan Strategi Operasi
Sistem dan Strategi Operasi
 
BALANCE SCORECARD FOR PUBLIC SECTOR ORGANIZATIONS
BALANCE SCORECARD FOR PUBLIC SECTOR ORGANIZATIONSBALANCE SCORECARD FOR PUBLIC SECTOR ORGANIZATIONS
BALANCE SCORECARD FOR PUBLIC SECTOR ORGANIZATIONS
 
HARGA POKOK PROSES DAN HARGAB POKOK PESANAN
HARGA POKOK PROSES DAN HARGAB POKOK PESANANHARGA POKOK PROSES DAN HARGAB POKOK PESANAN
HARGA POKOK PROSES DAN HARGAB POKOK PESANAN
 
Determinan status gizi pada siswa sekolah dasar
Determinan status gizi pada siswa sekolah dasarDeterminan status gizi pada siswa sekolah dasar
Determinan status gizi pada siswa sekolah dasar
 
Power point
Power pointPower point
Power point
 
Sosiologi komunikasi dan penyuluhan pertanian
Sosiologi komunikasi dan penyuluhan pertanianSosiologi komunikasi dan penyuluhan pertanian
Sosiologi komunikasi dan penyuluhan pertanian
 
Strategi operasi mencapai keunggulan bersaing
Strategi operasi mencapai keunggulan bersaingStrategi operasi mencapai keunggulan bersaing
Strategi operasi mencapai keunggulan bersaing
 
Contoh Kerangka Pikir
Contoh Kerangka PikirContoh Kerangka Pikir
Contoh Kerangka Pikir
 
EKMA 4215 - Manajemen Operasi Modul 4 : Strategi Lokasi dan Kapasitas
EKMA 4215 - Manajemen Operasi Modul 4 : Strategi Lokasi dan KapasitasEKMA 4215 - Manajemen Operasi Modul 4 : Strategi Lokasi dan Kapasitas
EKMA 4215 - Manajemen Operasi Modul 4 : Strategi Lokasi dan Kapasitas
 
Customer Service (Pelayanan Pelanggan)
Customer Service (Pelayanan Pelanggan)Customer Service (Pelayanan Pelanggan)
Customer Service (Pelayanan Pelanggan)
 
HRM Planning (Perencanaan MSDM)
HRM Planning (Perencanaan MSDM)HRM Planning (Perencanaan MSDM)
HRM Planning (Perencanaan MSDM)
 
Paper akuntansi hutang
Paper   akuntansi hutangPaper   akuntansi hutang
Paper akuntansi hutang
 

Similar to ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA

ANALISIS LINE BALANCING UNTUK KESEIMBAGAN PROSES PRODUKSI DI LINE WRE PT. GEM...
ANALISIS LINE BALANCING UNTUK KESEIMBAGAN PROSES PRODUKSI DI LINE WRE PT. GEM...ANALISIS LINE BALANCING UNTUK KESEIMBAGAN PROSES PRODUKSI DI LINE WRE PT. GEM...
ANALISIS LINE BALANCING UNTUK KESEIMBAGAN PROSES PRODUKSI DI LINE WRE PT. GEM...Uofa_Unsada
 
Laporan Kerja Praktik Komatsu Indonesia oleh Muhammad Akmal
Laporan Kerja Praktik Komatsu Indonesia oleh Muhammad AkmalLaporan Kerja Praktik Komatsu Indonesia oleh Muhammad Akmal
Laporan Kerja Praktik Komatsu Indonesia oleh Muhammad AkmalMuhammad Akmal
 
sistem informasi pembelian suku cadang kendaraan bermotor
sistem informasi pembelian suku cadang kendaraan bermotorsistem informasi pembelian suku cadang kendaraan bermotor
sistem informasi pembelian suku cadang kendaraan bermotorKhansa Aqila
 
Laporan Kerja Praktek - PT. Inti Ganda Perdana
Laporan Kerja Praktek - PT. Inti Ganda PerdanaLaporan Kerja Praktek - PT. Inti Ganda Perdana
Laporan Kerja Praktek - PT. Inti Ganda PerdanaRidwan Arifin
 
Kanban dengan heijunka
Kanban dengan heijunkaKanban dengan heijunka
Kanban dengan heijunkaMahmudin .
 
2. analisa kinerja produktivitas dengan menggunaka metode balaced scorecard p...
2. analisa kinerja produktivitas dengan menggunaka metode balaced scorecard p...2. analisa kinerja produktivitas dengan menggunaka metode balaced scorecard p...
2. analisa kinerja produktivitas dengan menggunaka metode balaced scorecard p...Ryan Isni
 
Panduan penyusunan skripsi_ver3
Panduan penyusunan skripsi_ver3Panduan penyusunan skripsi_ver3
Panduan penyusunan skripsi_ver3rsd kol abundjani
 
Rahmat hidayat 1302731
Rahmat hidayat 1302731Rahmat hidayat 1302731
Rahmat hidayat 1302731rahmat hidayat
 
PELAKSANAAN PROGRAM PELATIHAN HQS SENIOR TECHNICIAN'S
PELAKSANAAN PROGRAM PELATIHAN HQS SENIOR TECHNICIAN'SPELAKSANAAN PROGRAM PELATIHAN HQS SENIOR TECHNICIAN'S
PELAKSANAAN PROGRAM PELATIHAN HQS SENIOR TECHNICIAN'SAngga Adi
 
Pelaksanaan Training TKDN (Tingkat Komponene DALAM NEGERI) Karyawan PT. Trans...
Pelaksanaan Training TKDN (Tingkat Komponene DALAM NEGERI) Karyawan PT. Trans...Pelaksanaan Training TKDN (Tingkat Komponene DALAM NEGERI) Karyawan PT. Trans...
Pelaksanaan Training TKDN (Tingkat Komponene DALAM NEGERI) Karyawan PT. Trans...Kanaidi ken
 
ANALISIS SISTEM ANTRIAN SERVICE MOBIL DI PT. TUNAS MOBILINDO PERKASA DENGAN M...
ANALISIS SISTEM ANTRIAN SERVICE MOBIL DI PT. TUNAS MOBILINDO PERKASA DENGAN M...ANALISIS SISTEM ANTRIAN SERVICE MOBIL DI PT. TUNAS MOBILINDO PERKASA DENGAN M...
ANALISIS SISTEM ANTRIAN SERVICE MOBIL DI PT. TUNAS MOBILINDO PERKASA DENGAN M...Uofa_Unsada
 
LAPORAN PKL .doc FIXS.docx
LAPORAN PKL .doc FIXS.docxLAPORAN PKL .doc FIXS.docx
LAPORAN PKL .doc FIXS.docxBudiKusuma15
 
Laporan kerja praktek unsika 2015
Laporan kerja praktek unsika 2015Laporan kerja praktek unsika 2015
Laporan kerja praktek unsika 2015Akon Sibocil
 
contoh skripsi.pdf
contoh skripsi.pdfcontoh skripsi.pdf
contoh skripsi.pdfssusercd5797
 
Contoh Laporan praktek kerja industri jurusan TKJ
Contoh Laporan praktek kerja industri jurusan TKJContoh Laporan praktek kerja industri jurusan TKJ
Contoh Laporan praktek kerja industri jurusan TKJriski riskideliana
 
Pedoman Penulisan Karya Ilmiah
Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Pedoman Penulisan Karya Ilmiah
Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Hari Susanto
 
Perpindahan Panas Pada Mesin Semi-Assy Didalam Proses Produksi
Perpindahan Panas Pada Mesin Semi-Assy Didalam Proses ProduksiPerpindahan Panas Pada Mesin Semi-Assy Didalam Proses Produksi
Perpindahan Panas Pada Mesin Semi-Assy Didalam Proses ProduksiReynaldi Saroha
 

Similar to ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA (20)

ANALISIS LINE BALANCING UNTUK KESEIMBAGAN PROSES PRODUKSI DI LINE WRE PT. GEM...
ANALISIS LINE BALANCING UNTUK KESEIMBAGAN PROSES PRODUKSI DI LINE WRE PT. GEM...ANALISIS LINE BALANCING UNTUK KESEIMBAGAN PROSES PRODUKSI DI LINE WRE PT. GEM...
ANALISIS LINE BALANCING UNTUK KESEIMBAGAN PROSES PRODUKSI DI LINE WRE PT. GEM...
 
Laporan Kerja Praktik Komatsu Indonesia oleh Muhammad Akmal
Laporan Kerja Praktik Komatsu Indonesia oleh Muhammad AkmalLaporan Kerja Praktik Komatsu Indonesia oleh Muhammad Akmal
Laporan Kerja Praktik Komatsu Indonesia oleh Muhammad Akmal
 
sistem informasi pembelian suku cadang kendaraan bermotor
sistem informasi pembelian suku cadang kendaraan bermotorsistem informasi pembelian suku cadang kendaraan bermotor
sistem informasi pembelian suku cadang kendaraan bermotor
 
Laporan Kerja Praktek - PT. Inti Ganda Perdana
Laporan Kerja Praktek - PT. Inti Ganda PerdanaLaporan Kerja Praktek - PT. Inti Ganda Perdana
Laporan Kerja Praktek - PT. Inti Ganda Perdana
 
Kanban dengan heijunka
Kanban dengan heijunkaKanban dengan heijunka
Kanban dengan heijunka
 
2. analisa kinerja produktivitas dengan menggunaka metode balaced scorecard p...
2. analisa kinerja produktivitas dengan menggunaka metode balaced scorecard p...2. analisa kinerja produktivitas dengan menggunaka metode balaced scorecard p...
2. analisa kinerja produktivitas dengan menggunaka metode balaced scorecard p...
 
Panduan penyusunan skripsi_ver3
Panduan penyusunan skripsi_ver3Panduan penyusunan skripsi_ver3
Panduan penyusunan skripsi_ver3
 
Rahmat hidayat 1302731
Rahmat hidayat 1302731Rahmat hidayat 1302731
Rahmat hidayat 1302731
 
PELAKSANAAN PROGRAM PELATIHAN HQS SENIOR TECHNICIAN'S
PELAKSANAAN PROGRAM PELATIHAN HQS SENIOR TECHNICIAN'SPELAKSANAAN PROGRAM PELATIHAN HQS SENIOR TECHNICIAN'S
PELAKSANAAN PROGRAM PELATIHAN HQS SENIOR TECHNICIAN'S
 
213311011201111281
213311011201111281213311011201111281
213311011201111281
 
Skripsi spbu
Skripsi spbuSkripsi spbu
Skripsi spbu
 
Pelaksanaan Training TKDN (Tingkat Komponene DALAM NEGERI) Karyawan PT. Trans...
Pelaksanaan Training TKDN (Tingkat Komponene DALAM NEGERI) Karyawan PT. Trans...Pelaksanaan Training TKDN (Tingkat Komponene DALAM NEGERI) Karyawan PT. Trans...
Pelaksanaan Training TKDN (Tingkat Komponene DALAM NEGERI) Karyawan PT. Trans...
 
ANALISIS SISTEM ANTRIAN SERVICE MOBIL DI PT. TUNAS MOBILINDO PERKASA DENGAN M...
ANALISIS SISTEM ANTRIAN SERVICE MOBIL DI PT. TUNAS MOBILINDO PERKASA DENGAN M...ANALISIS SISTEM ANTRIAN SERVICE MOBIL DI PT. TUNAS MOBILINDO PERKASA DENGAN M...
ANALISIS SISTEM ANTRIAN SERVICE MOBIL DI PT. TUNAS MOBILINDO PERKASA DENGAN M...
 
LAPORAN PKL .doc FIXS.docx
LAPORAN PKL .doc FIXS.docxLAPORAN PKL .doc FIXS.docx
LAPORAN PKL .doc FIXS.docx
 
Laporan KP
Laporan KPLaporan KP
Laporan KP
 
Laporan kerja praktek unsika 2015
Laporan kerja praktek unsika 2015Laporan kerja praktek unsika 2015
Laporan kerja praktek unsika 2015
 
contoh skripsi.pdf
contoh skripsi.pdfcontoh skripsi.pdf
contoh skripsi.pdf
 
Contoh Laporan praktek kerja industri jurusan TKJ
Contoh Laporan praktek kerja industri jurusan TKJContoh Laporan praktek kerja industri jurusan TKJ
Contoh Laporan praktek kerja industri jurusan TKJ
 
Pedoman Penulisan Karya Ilmiah
Pedoman Penulisan Karya Ilmiah Pedoman Penulisan Karya Ilmiah
Pedoman Penulisan Karya Ilmiah
 
Perpindahan Panas Pada Mesin Semi-Assy Didalam Proses Produksi
Perpindahan Panas Pada Mesin Semi-Assy Didalam Proses ProduksiPerpindahan Panas Pada Mesin Semi-Assy Didalam Proses Produksi
Perpindahan Panas Pada Mesin Semi-Assy Didalam Proses Produksi
 

More from Uofa_Unsada

OTOMATISASI UNTUK MENGETAHUI KELAYAKAN SIMPAN PINJAM
OTOMATISASI UNTUK MENGETAHUI KELAYAKAN SIMPAN PINJAMOTOMATISASI UNTUK MENGETAHUI KELAYAKAN SIMPAN PINJAM
OTOMATISASI UNTUK MENGETAHUI KELAYAKAN SIMPAN PINJAMUofa_Unsada
 
PENERAPAN NOTIFIKASI ANDROID UNTUK MEMBANTU PENYEBARAN INFORMASI DAN KOMUNIKA...
PENERAPAN NOTIFIKASI ANDROID UNTUK MEMBANTU PENYEBARAN INFORMASI DAN KOMUNIKA...PENERAPAN NOTIFIKASI ANDROID UNTUK MEMBANTU PENYEBARAN INFORMASI DAN KOMUNIKA...
PENERAPAN NOTIFIKASI ANDROID UNTUK MEMBANTU PENYEBARAN INFORMASI DAN KOMUNIKA...Uofa_Unsada
 
PENGEMBANGAN APLIKASI SISTEM PENDUKUNG PENGISIAN DATA BORANG 3A BAN-PT 2013
PENGEMBANGAN APLIKASI SISTEM PENDUKUNG PENGISIAN DATA BORANG 3A BAN-PT 2013PENGEMBANGAN APLIKASI SISTEM PENDUKUNG PENGISIAN DATA BORANG 3A BAN-PT 2013
PENGEMBANGAN APLIKASI SISTEM PENDUKUNG PENGISIAN DATA BORANG 3A BAN-PT 2013Uofa_Unsada
 
APLIKASI ORASI SUCI DAN NOVENA KATOLIK BERBASIS ANDROID Diajukan untuk memenu...
APLIKASI ORASI SUCI DAN NOVENA KATOLIK BERBASIS ANDROID Diajukan untuk memenu...APLIKASI ORASI SUCI DAN NOVENA KATOLIK BERBASIS ANDROID Diajukan untuk memenu...
APLIKASI ORASI SUCI DAN NOVENA KATOLIK BERBASIS ANDROID Diajukan untuk memenu...Uofa_Unsada
 
IMPLEMENTASI SINKRONISASI DATABASE MENGGUNAKAN SQL DAN VALIDASI DATA BERDASAR...
IMPLEMENTASI SINKRONISASI DATABASE MENGGUNAKAN SQL DAN VALIDASI DATA BERDASAR...IMPLEMENTASI SINKRONISASI DATABASE MENGGUNAKAN SQL DAN VALIDASI DATA BERDASAR...
IMPLEMENTASI SINKRONISASI DATABASE MENGGUNAKAN SQL DAN VALIDASI DATA BERDASAR...Uofa_Unsada
 
OPTIMASI PENJADWALAN MATA KULIAH DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIKA (STUDI...
OPTIMASI PENJADWALAN MATA KULIAH DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIKA (STUDI...OPTIMASI PENJADWALAN MATA KULIAH DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIKA (STUDI...
OPTIMASI PENJADWALAN MATA KULIAH DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIKA (STUDI...Uofa_Unsada
 
MEMBANGUN APLIKASI PERPUSTAKAAN ONLINE BERBASIS DESKTOP DAN MOBILE ANDROID ST...
MEMBANGUN APLIKASI PERPUSTAKAAN ONLINE BERBASIS DESKTOP DAN MOBILE ANDROID ST...MEMBANGUN APLIKASI PERPUSTAKAAN ONLINE BERBASIS DESKTOP DAN MOBILE ANDROID ST...
MEMBANGUN APLIKASI PERPUSTAKAAN ONLINE BERBASIS DESKTOP DAN MOBILE ANDROID ST...Uofa_Unsada
 
PENERAPAN ALGORITMA APRIORI DALAM MENEMUKAN HUBUNGAN DATA AWAL MASUK DENGAN D...
PENERAPAN ALGORITMA APRIORI DALAM MENEMUKAN HUBUNGAN DATA AWAL MASUK DENGAN D...PENERAPAN ALGORITMA APRIORI DALAM MENEMUKAN HUBUNGAN DATA AWAL MASUK DENGAN D...
PENERAPAN ALGORITMA APRIORI DALAM MENEMUKAN HUBUNGAN DATA AWAL MASUK DENGAN D...Uofa_Unsada
 
APLIKASI PENILAIAN KINERJA KARYAWAN MENGGUNAKAN METODE SMART BERBASIS WEB STU...
APLIKASI PENILAIAN KINERJA KARYAWAN MENGGUNAKAN METODE SMART BERBASIS WEB STU...APLIKASI PENILAIAN KINERJA KARYAWAN MENGGUNAKAN METODE SMART BERBASIS WEB STU...
APLIKASI PENILAIAN KINERJA KARYAWAN MENGGUNAKAN METODE SMART BERBASIS WEB STU...Uofa_Unsada
 
SISTEM PAKAR DIAGNOSA AWAL PENYAKIT JANTUNG MENGGUNAKAN METODE TSUKAMOTO DAN ...
SISTEM PAKAR DIAGNOSA AWAL PENYAKIT JANTUNG MENGGUNAKAN METODE TSUKAMOTO DAN ...SISTEM PAKAR DIAGNOSA AWAL PENYAKIT JANTUNG MENGGUNAKAN METODE TSUKAMOTO DAN ...
SISTEM PAKAR DIAGNOSA AWAL PENYAKIT JANTUNG MENGGUNAKAN METODE TSUKAMOTO DAN ...Uofa_Unsada
 
PERANCANGAN DAN PEMBUATAN APLIKASI DATAMINING BERBASIS WEB MENGGUNAKAN ALGORI...
PERANCANGAN DAN PEMBUATAN APLIKASI DATAMINING BERBASIS WEB MENGGUNAKAN ALGORI...PERANCANGAN DAN PEMBUATAN APLIKASI DATAMINING BERBASIS WEB MENGGUNAKAN ALGORI...
PERANCANGAN DAN PEMBUATAN APLIKASI DATAMINING BERBASIS WEB MENGGUNAKAN ALGORI...Uofa_Unsada
 
ANALISA MONITORING KESEHATAN KARYAWAN BERBASIS WEB
ANALISA MONITORING KESEHATAN KARYAWAN BERBASIS WEBANALISA MONITORING KESEHATAN KARYAWAN BERBASIS WEB
ANALISA MONITORING KESEHATAN KARYAWAN BERBASIS WEBUofa_Unsada
 
PERANCANGAN SISTEM MONITORING SUHU MENGGUNAKAN RASPBERRY PI BERBASIS WEB DAN ...
PERANCANGAN SISTEM MONITORING SUHU MENGGUNAKAN RASPBERRY PI BERBASIS WEB DAN ...PERANCANGAN SISTEM MONITORING SUHU MENGGUNAKAN RASPBERRY PI BERBASIS WEB DAN ...
PERANCANGAN SISTEM MONITORING SUHU MENGGUNAKAN RASPBERRY PI BERBASIS WEB DAN ...Uofa_Unsada
 
PROTOTYPE SMART HOME DENGAN KONSEP INTERNET OF THING (IOT) MENGGUNAKAN ARDUIN...
PROTOTYPE SMART HOME DENGAN KONSEP INTERNET OF THING (IOT) MENGGUNAKAN ARDUIN...PROTOTYPE SMART HOME DENGAN KONSEP INTERNET OF THING (IOT) MENGGUNAKAN ARDUIN...
PROTOTYPE SMART HOME DENGAN KONSEP INTERNET OF THING (IOT) MENGGUNAKAN ARDUIN...Uofa_Unsada
 
ANALISIS PENERAPAN TOTAL QUALITY MANAGEMENT (TQM) UNTUK PENINGKATAN SUMBER DA...
ANALISIS PENERAPAN TOTAL QUALITY MANAGEMENT (TQM) UNTUK PENINGKATAN SUMBER DA...ANALISIS PENERAPAN TOTAL QUALITY MANAGEMENT (TQM) UNTUK PENINGKATAN SUMBER DA...
ANALISIS PENERAPAN TOTAL QUALITY MANAGEMENT (TQM) UNTUK PENINGKATAN SUMBER DA...Uofa_Unsada
 
ANALISIS KINERJA JARINGAN SERAT OPTIK PADA RING 1 DI ARNET JATINEGARA
ANALISIS KINERJA JARINGAN SERAT OPTIK PADA RING 1 DI ARNET JATINEGARAANALISIS KINERJA JARINGAN SERAT OPTIK PADA RING 1 DI ARNET JATINEGARA
ANALISIS KINERJA JARINGAN SERAT OPTIK PADA RING 1 DI ARNET JATINEGARAUofa_Unsada
 
PERANCANGAN ANTENA MIKROSTRIP UNTUK SPEKTRUM ULTRA WIDEBAND PADA WLAN 5,2 GHz
PERANCANGAN ANTENA MIKROSTRIP UNTUK SPEKTRUM ULTRA WIDEBAND PADA WLAN 5,2 GHzPERANCANGAN ANTENA MIKROSTRIP UNTUK SPEKTRUM ULTRA WIDEBAND PADA WLAN 5,2 GHz
PERANCANGAN ANTENA MIKROSTRIP UNTUK SPEKTRUM ULTRA WIDEBAND PADA WLAN 5,2 GHzUofa_Unsada
 
Perancangan Antena Mikrostrip Pada Frekuensi 2,3 Ghz Untuk Aplikasi LTE (Long...
Perancangan Antena Mikrostrip Pada Frekuensi 2,3 Ghz Untuk Aplikasi LTE (Long...Perancangan Antena Mikrostrip Pada Frekuensi 2,3 Ghz Untuk Aplikasi LTE (Long...
Perancangan Antena Mikrostrip Pada Frekuensi 2,3 Ghz Untuk Aplikasi LTE (Long...Uofa_Unsada
 
PERANCANGAN ANTENA MIKROSTRIP PATCH BUJUR SANGKAR DENGAN FREKUENSI KERJA 2.6 ...
PERANCANGAN ANTENA MIKROSTRIP PATCH BUJUR SANGKAR DENGAN FREKUENSI KERJA 2.6 ...PERANCANGAN ANTENA MIKROSTRIP PATCH BUJUR SANGKAR DENGAN FREKUENSI KERJA 2.6 ...
PERANCANGAN ANTENA MIKROSTRIP PATCH BUJUR SANGKAR DENGAN FREKUENSI KERJA 2.6 ...Uofa_Unsada
 
Aplikasi Layanan Informasi Pada Karyawan Berbasis PHP dan SMS Gateway di PT. ...
Aplikasi Layanan Informasi Pada Karyawan Berbasis PHP dan SMS Gateway di PT. ...Aplikasi Layanan Informasi Pada Karyawan Berbasis PHP dan SMS Gateway di PT. ...
Aplikasi Layanan Informasi Pada Karyawan Berbasis PHP dan SMS Gateway di PT. ...Uofa_Unsada
 

More from Uofa_Unsada (20)

OTOMATISASI UNTUK MENGETAHUI KELAYAKAN SIMPAN PINJAM
OTOMATISASI UNTUK MENGETAHUI KELAYAKAN SIMPAN PINJAMOTOMATISASI UNTUK MENGETAHUI KELAYAKAN SIMPAN PINJAM
OTOMATISASI UNTUK MENGETAHUI KELAYAKAN SIMPAN PINJAM
 
PENERAPAN NOTIFIKASI ANDROID UNTUK MEMBANTU PENYEBARAN INFORMASI DAN KOMUNIKA...
PENERAPAN NOTIFIKASI ANDROID UNTUK MEMBANTU PENYEBARAN INFORMASI DAN KOMUNIKA...PENERAPAN NOTIFIKASI ANDROID UNTUK MEMBANTU PENYEBARAN INFORMASI DAN KOMUNIKA...
PENERAPAN NOTIFIKASI ANDROID UNTUK MEMBANTU PENYEBARAN INFORMASI DAN KOMUNIKA...
 
PENGEMBANGAN APLIKASI SISTEM PENDUKUNG PENGISIAN DATA BORANG 3A BAN-PT 2013
PENGEMBANGAN APLIKASI SISTEM PENDUKUNG PENGISIAN DATA BORANG 3A BAN-PT 2013PENGEMBANGAN APLIKASI SISTEM PENDUKUNG PENGISIAN DATA BORANG 3A BAN-PT 2013
PENGEMBANGAN APLIKASI SISTEM PENDUKUNG PENGISIAN DATA BORANG 3A BAN-PT 2013
 
APLIKASI ORASI SUCI DAN NOVENA KATOLIK BERBASIS ANDROID Diajukan untuk memenu...
APLIKASI ORASI SUCI DAN NOVENA KATOLIK BERBASIS ANDROID Diajukan untuk memenu...APLIKASI ORASI SUCI DAN NOVENA KATOLIK BERBASIS ANDROID Diajukan untuk memenu...
APLIKASI ORASI SUCI DAN NOVENA KATOLIK BERBASIS ANDROID Diajukan untuk memenu...
 
IMPLEMENTASI SINKRONISASI DATABASE MENGGUNAKAN SQL DAN VALIDASI DATA BERDASAR...
IMPLEMENTASI SINKRONISASI DATABASE MENGGUNAKAN SQL DAN VALIDASI DATA BERDASAR...IMPLEMENTASI SINKRONISASI DATABASE MENGGUNAKAN SQL DAN VALIDASI DATA BERDASAR...
IMPLEMENTASI SINKRONISASI DATABASE MENGGUNAKAN SQL DAN VALIDASI DATA BERDASAR...
 
OPTIMASI PENJADWALAN MATA KULIAH DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIKA (STUDI...
OPTIMASI PENJADWALAN MATA KULIAH DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIKA (STUDI...OPTIMASI PENJADWALAN MATA KULIAH DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIKA (STUDI...
OPTIMASI PENJADWALAN MATA KULIAH DENGAN MENGGUNAKAN ALGORITMA GENETIKA (STUDI...
 
MEMBANGUN APLIKASI PERPUSTAKAAN ONLINE BERBASIS DESKTOP DAN MOBILE ANDROID ST...
MEMBANGUN APLIKASI PERPUSTAKAAN ONLINE BERBASIS DESKTOP DAN MOBILE ANDROID ST...MEMBANGUN APLIKASI PERPUSTAKAAN ONLINE BERBASIS DESKTOP DAN MOBILE ANDROID ST...
MEMBANGUN APLIKASI PERPUSTAKAAN ONLINE BERBASIS DESKTOP DAN MOBILE ANDROID ST...
 
PENERAPAN ALGORITMA APRIORI DALAM MENEMUKAN HUBUNGAN DATA AWAL MASUK DENGAN D...
PENERAPAN ALGORITMA APRIORI DALAM MENEMUKAN HUBUNGAN DATA AWAL MASUK DENGAN D...PENERAPAN ALGORITMA APRIORI DALAM MENEMUKAN HUBUNGAN DATA AWAL MASUK DENGAN D...
PENERAPAN ALGORITMA APRIORI DALAM MENEMUKAN HUBUNGAN DATA AWAL MASUK DENGAN D...
 
APLIKASI PENILAIAN KINERJA KARYAWAN MENGGUNAKAN METODE SMART BERBASIS WEB STU...
APLIKASI PENILAIAN KINERJA KARYAWAN MENGGUNAKAN METODE SMART BERBASIS WEB STU...APLIKASI PENILAIAN KINERJA KARYAWAN MENGGUNAKAN METODE SMART BERBASIS WEB STU...
APLIKASI PENILAIAN KINERJA KARYAWAN MENGGUNAKAN METODE SMART BERBASIS WEB STU...
 
SISTEM PAKAR DIAGNOSA AWAL PENYAKIT JANTUNG MENGGUNAKAN METODE TSUKAMOTO DAN ...
SISTEM PAKAR DIAGNOSA AWAL PENYAKIT JANTUNG MENGGUNAKAN METODE TSUKAMOTO DAN ...SISTEM PAKAR DIAGNOSA AWAL PENYAKIT JANTUNG MENGGUNAKAN METODE TSUKAMOTO DAN ...
SISTEM PAKAR DIAGNOSA AWAL PENYAKIT JANTUNG MENGGUNAKAN METODE TSUKAMOTO DAN ...
 
PERANCANGAN DAN PEMBUATAN APLIKASI DATAMINING BERBASIS WEB MENGGUNAKAN ALGORI...
PERANCANGAN DAN PEMBUATAN APLIKASI DATAMINING BERBASIS WEB MENGGUNAKAN ALGORI...PERANCANGAN DAN PEMBUATAN APLIKASI DATAMINING BERBASIS WEB MENGGUNAKAN ALGORI...
PERANCANGAN DAN PEMBUATAN APLIKASI DATAMINING BERBASIS WEB MENGGUNAKAN ALGORI...
 
ANALISA MONITORING KESEHATAN KARYAWAN BERBASIS WEB
ANALISA MONITORING KESEHATAN KARYAWAN BERBASIS WEBANALISA MONITORING KESEHATAN KARYAWAN BERBASIS WEB
ANALISA MONITORING KESEHATAN KARYAWAN BERBASIS WEB
 
PERANCANGAN SISTEM MONITORING SUHU MENGGUNAKAN RASPBERRY PI BERBASIS WEB DAN ...
PERANCANGAN SISTEM MONITORING SUHU MENGGUNAKAN RASPBERRY PI BERBASIS WEB DAN ...PERANCANGAN SISTEM MONITORING SUHU MENGGUNAKAN RASPBERRY PI BERBASIS WEB DAN ...
PERANCANGAN SISTEM MONITORING SUHU MENGGUNAKAN RASPBERRY PI BERBASIS WEB DAN ...
 
PROTOTYPE SMART HOME DENGAN KONSEP INTERNET OF THING (IOT) MENGGUNAKAN ARDUIN...
PROTOTYPE SMART HOME DENGAN KONSEP INTERNET OF THING (IOT) MENGGUNAKAN ARDUIN...PROTOTYPE SMART HOME DENGAN KONSEP INTERNET OF THING (IOT) MENGGUNAKAN ARDUIN...
PROTOTYPE SMART HOME DENGAN KONSEP INTERNET OF THING (IOT) MENGGUNAKAN ARDUIN...
 
ANALISIS PENERAPAN TOTAL QUALITY MANAGEMENT (TQM) UNTUK PENINGKATAN SUMBER DA...
ANALISIS PENERAPAN TOTAL QUALITY MANAGEMENT (TQM) UNTUK PENINGKATAN SUMBER DA...ANALISIS PENERAPAN TOTAL QUALITY MANAGEMENT (TQM) UNTUK PENINGKATAN SUMBER DA...
ANALISIS PENERAPAN TOTAL QUALITY MANAGEMENT (TQM) UNTUK PENINGKATAN SUMBER DA...
 
ANALISIS KINERJA JARINGAN SERAT OPTIK PADA RING 1 DI ARNET JATINEGARA
ANALISIS KINERJA JARINGAN SERAT OPTIK PADA RING 1 DI ARNET JATINEGARAANALISIS KINERJA JARINGAN SERAT OPTIK PADA RING 1 DI ARNET JATINEGARA
ANALISIS KINERJA JARINGAN SERAT OPTIK PADA RING 1 DI ARNET JATINEGARA
 
PERANCANGAN ANTENA MIKROSTRIP UNTUK SPEKTRUM ULTRA WIDEBAND PADA WLAN 5,2 GHz
PERANCANGAN ANTENA MIKROSTRIP UNTUK SPEKTRUM ULTRA WIDEBAND PADA WLAN 5,2 GHzPERANCANGAN ANTENA MIKROSTRIP UNTUK SPEKTRUM ULTRA WIDEBAND PADA WLAN 5,2 GHz
PERANCANGAN ANTENA MIKROSTRIP UNTUK SPEKTRUM ULTRA WIDEBAND PADA WLAN 5,2 GHz
 
Perancangan Antena Mikrostrip Pada Frekuensi 2,3 Ghz Untuk Aplikasi LTE (Long...
Perancangan Antena Mikrostrip Pada Frekuensi 2,3 Ghz Untuk Aplikasi LTE (Long...Perancangan Antena Mikrostrip Pada Frekuensi 2,3 Ghz Untuk Aplikasi LTE (Long...
Perancangan Antena Mikrostrip Pada Frekuensi 2,3 Ghz Untuk Aplikasi LTE (Long...
 
PERANCANGAN ANTENA MIKROSTRIP PATCH BUJUR SANGKAR DENGAN FREKUENSI KERJA 2.6 ...
PERANCANGAN ANTENA MIKROSTRIP PATCH BUJUR SANGKAR DENGAN FREKUENSI KERJA 2.6 ...PERANCANGAN ANTENA MIKROSTRIP PATCH BUJUR SANGKAR DENGAN FREKUENSI KERJA 2.6 ...
PERANCANGAN ANTENA MIKROSTRIP PATCH BUJUR SANGKAR DENGAN FREKUENSI KERJA 2.6 ...
 
Aplikasi Layanan Informasi Pada Karyawan Berbasis PHP dan SMS Gateway di PT. ...
Aplikasi Layanan Informasi Pada Karyawan Berbasis PHP dan SMS Gateway di PT. ...Aplikasi Layanan Informasi Pada Karyawan Berbasis PHP dan SMS Gateway di PT. ...
Aplikasi Layanan Informasi Pada Karyawan Berbasis PHP dan SMS Gateway di PT. ...
 

ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA

  • 1. i ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA Di ajukan sebagai salah satu persyaratan kelulusan Tugas akhir pada program Strata Satu (S1) Jurusan Teknik Industri Disusun Oleh : Nama : Slamet Widodo NIM : 2011220008 JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DARMA PERSADA JAKARTA2015
  • 2. ii LEMBAR PENGESAHAN ANALISIS HARGA POKOK PRODUKSI BALL BEARING DENGAN METODE ACTIVITY-BASED COSTING DI PT SKF INDONESIA Disusun untuk memenuhi syarat menyelesaikan studi di Jurusan Teknik Industri Fakultas Teknik Disusun oleh Nama : Slamet Widodo NIM : (2011220008) Jakarta , 04 September 2015 Mengetahui : Menyetujui, Ketua Program Studi Teknik Industri Pembimbing (Ir. JAMALUDDIN PURBA, MT) (Ir. SENTI SIAHAAN, ME) Ketua Jurusan / Koordinator Tugas Akhir Jurusan Teknik Industri : PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DARMA PERSADA 2015
  • 3. iii LEMBAR PERNYATAAN Yang bertanda tangan dibawah ini : Nama : Slamet Widodo Nim : 2011220008 Jurusan : Teknik Industri Fakultas : Teknik Universitas : Darma Persada Menyatakan bahwa Tugas Akhir atau Skiripsi ini saya susun sendiri berdasarkan hasil peninjauan, penelitian, wawancara dan bimbingan serta memadukan dengan buku-buku referensi lain yang terkait dan relevan dengan materi Tugas Akhir atau Skiripsi ini. Demikianlah pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya. Jakarta, 14 Septemberi 2015 (Slamet Widodo) PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DARMA PERSADA 2015
  • 4. iv
  • 5. v ABSTRAK PT. Skf Indonesia sebagai pembuat suku cadang otomotif khususnya bearing.Perkembangan teknologi yang semakin canggih di era modern dan globalisasi mempengaruhi perkembangan dunia usaha sehingga mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Para pelaku usaha diharapkan mampu mengikuti perkembangan tersebut serta mampu menghadapi persaingan bisnis yang semakin ketat agar tujuan perusahaan dapat tercapai secara optimal. Persaingan harga, kualitas, dan sebagainya, menjadikan sebagian perusahaan harus membenahi berbagai aspek di dalam perusahaannya agar mampu menghadapi persaingan tersebut, dimana permasalahan dalam perusahaan ini adalah menetukan harga pokok produksi yang sangat komplek. Dalam perhitungan harga pokok produksi yang tepat, maka harga jual suatu produk dapat diketahui dan ditentukan dengan tepat sehingga produk tidak overcost dan juga tidak undercost. Perusahaan dapat menghitung harga pokok produksi dengan tepat dengan menggunakan sistem Activity-Based Costing. Dalam penelitian ini penentuan harga pokok masih menggunakan sistem tradisional. Sehingga kurang akurat jika digunakan oleh perusahaan yang memproduksi lebih dari satu jenis produk. Langkah-langkah yang ditempuh dalam Penelitian ini adalah biaya yang menjadi fokus dari aktivitas pada produk Ball Bearing untuk menentukan alokasi biaya bahan baku, biaya tenaga kerja dan biaya overhead pabrik yang dibebankan ke produk. Jenis penelitian yang digunakan adalah kualitatif berdasarkan explanatory research, yaitu penelitian yang tujuannya untuk mengungkapkan atau menjelaskan secara mendalam tentang variabel tertentu dan penelitian ini bersifat deskriptif. Hasil penelitian adalah harga pokok produksi dengan sistem Activity Based Costing pada Ball bearing sebesar Rp 16.240/unit atau lebih murah Rp 1.359/unit dari sistem tradisional sebesar Rp 17.599/unit. Kesimpulan dari penelitian ini adalah pendekatan sistem activity-based costing untuk menentukan harga pokok produksi Ball bearing sudah sesuai karena pengalokasian dan pembagian biaya sudah jelas berdasarkan pemicu biaya dan sumber daya yang dikonsumsi masing- masing produk. Bagi peneliti lain diharapkan lebih komprehensif dalam mengkalkulasi biaya, baik biaya produksi maupun non produksi sehingga diperoleh hasil penelitian yang lebih akurat. Kata kunci, HPP, Metode ABC, Analisis harga pokok produksi ball bearing dengan metode Activity-based costing.
  • 6. vi KATA PENGANTAR Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT yang senantiasa melimpahkan nikmatNya sehingga penyusun dapat menyelesaikan skripsi dengan ini dengan baik dan lancar. Sholawat serta salam selalu tercurah pada junjungan Nabi Muhammad S.A.W yang kita harapkan syafa’atnya di hari kiamat kelak. Laporan Penelitian Tugas Akhir ini disusun untuk memenuhi syarat kelulusan tugas akhir pada Program Strata Satu (S1) pada Fakultas Teknik Jurusan Teknik Industri di Universitas Darma Persada, dengan judul “Analisis haraga pokok produksi ball bearing dengan metode Activity-based costing di PT. SKF Indonesia ”. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar- besarnya kepada : 1. Ibu Ir. Senti Siahaan, ME. selaku dosen pembimbing yang telah bersedia membimbing dan mengarahkan penulis dalam menyelesaikan penulisan laporan penelitian ini. 2. Bapak Ir. Jamaluddin Purba, MT, selaku Ketua Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Darma Persada atas bimbingan dan petunjuknya selama ini yang telah diberikan. 3. Seluruh Dosen Teknik Industri, Fakultas Teknik, Universitas Darma Persada yang bersedia memberikan waktunya dan juga ilmunya untuk diberikan dan diajarkan kepada penulis sebagi mahasiswa. 4. Bapak I Wayan AB, selaku Dept,Head Demand chain and Procurement dan Bapak Agus Riyadi selaku section Head yang telah memberikan kesempatan melakukan penelitian di PT. SKF Indonesia. 5. Seluruh karyawan PT. SKF Indonesia yang telah banyak membantu penulis selama mengambil data dalam penelitian ini.
  • 7. vii 6. Kedua orang tua, istri, dan putriku terkasih serta teman-teman tercinta, yang telah memberikan banyak dukungan dan kesabaran, baik moril maupun materil. Penulis menyadari masih terdapat kekurangan dalam laporan penelitian kerja praktek ini , oleh karena itu kritik dan saran yang membangun akan penulis terima guna kemajuan kita bersama. Akhir kata penulis ucapkan terima kasih. Jakarta, 04-September-2015 ( Slamet Widodo )
  • 8. viii DAFTAR ISI Halaman Halaman Judul ................................................................................................ i Lembar Pengesahan ....................................................................................... ii Lembar Pernyataan......................................................................................... iii Abstrak............................................................................................................ v Kata Pengantar ............................................................................................... vi Daftar Isi.......................................................................................................... viii Daftar Tabel..................................................................................................... xi Daftar Gambar................................................................................................. xii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang ........................................................................... 1 1.2 Perumusan masalah ................................................................... 2 1.3 Tujuaan penelitian.......................................................... .............. 3 1.4 Pembatasan masalah.................................................................. 4 1.5 Manfaat penelitian..................................................................... 5 1.6 Metodologi penelitian .................................................................. 6 1.7 Sistematika penulisan................................................................... 6 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Harga pokok produksi.................................. ................................ 8 2.1.1 Pengertian harga pokok produksi .................................... 8 2.1.2 Manfaat informasi harga pokok produksi ......................... 9 2.1.3 Metode pengumpulan data harga pokok poduksi..... ........ 10 2.1.4 Unsur-unsur harga pokok produksi................................... 12 2.1.4.1 Biaya bahan baku.................................................... 12
  • 9. ix 2.1.4.2 Biaya tenaga kerja................................................... 13 2.1.4.3 Biaya overhead pabrik............................................. 14 2.1.5 Sistem biaya tradisional.................................................... 18 2.1.6 Sistem biaya activity-based costing.................................. 24 2.2 Menghitung kecukupan, keseragaman dan kenormalan Data............ ................................................................................ 41 2.3 Pengertian, sejarah, aktivitas, perkembangan, dan peranan serta tantangan teknik industri..................................................... 43 2.4 Peneltian Terdahulu .................................................................... 47 BAB III KERANGKA PEMECAHAN MASALAH 3.1 Kerangka berpikir / prosedur ....................................................... 48 3.2 Studi lapangan dan stufi pustaka................................................. 50 3.3 Jenis dan sumber data ................................................................ 51 3.4 Metode pengumpulan data.......................................................... 51 3.5 Pengolahan data ......................................................................... 52 3.6 Analisis dan pembahasan ........................................................... 54 3.7 Kesimpulan dan saran.................................................................. 54 3.8 Kerangka pemecahan masalah.................................................... 54 BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 Pengumpulan data ...................................................................... 56 4.1.1 Data umum......................................................................... 56 4.1.1.1 Sejarah perusahaan .............................................. 56 4.1.1.2 Visi dan misi perusahaan....................................... 59 4.1.1.3 Logo intansi ........................................................... 59 4.1.1.4 Struktur organisasi ................................................ 60
  • 10. x 4.1.1.5 Proses Produksi..................................................... 63 4.1.1.6 Peta proses bearing............................................... 74 4.1.2 Data khusus ....................................................................... 75 4.2 Pengolahan data ......................................................................... 75 4.2.1 Biaya bahan baku ball bearing........................................... 81 4.2.2 Biaya tenaga kerja langsung ............................................. 82 4.2.3 Biaya overhead pabrik....................................................... 83 4.2.4 Biaya harga pokok produksi ball bearing dengan sistem tradisional…………………………………................. 91 4.2.5 Perbandingan harga pokok produksi ball bearing metode activity -based costing dengan sistem tradisional…………………………………. ........................... 93 BAB V PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 5.1 Analisis ....................................................................................... 94 5.1.1 Analisis perbandingan harga pokok produksi ball bearing... 94 5.2 Pembahasan............................................................................... 94 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ................................................................................. 102 6.2 Saran .......................................................................................... 103 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
  • 11. xi DAFTAR TABEL Halaman Tabel 2.1 Perbandingan metode Activity- Based Costing dengan metode biaya Tradisional ...................................................... 38 Tabel 4.1 Total biaya bahan penolong .................................................. 77 Tabel 4.2 Data produksi tahun 2014.................................................... 78 Tabel 4.3 Harga bahan baku tahun 2014 .............................................. 80 Tabel 4.4 Biaya bahan baku ball bearing .............................................. 80 Tabel 4.5 Biaya tenaga kerja langsung ................................................. 83 Tabel 4.6 Biaya overhead pabrik produksi Ball bearing......................... 84 Tabel 4.7 Rincian biaya overhead pabrik Ball bearing........................... 86 Tabel 4.8 Alokasi biaya aktivitas heat treatment.................................... 89 Tabel 4.9 Alokasi biaya Aktifitas Face & OD grinding............................ 89 Tabel 4.10 Alokasi biaya Aktifitas Channel line ....................................... 90 Tabel 4.11 Alokasi biaya Aktifitas pengemasan ...................................... 90 Tabel 4.12 Biaya Overhead yang di alokasikan....................................... 91 Tabel 4.13 Penentuan Harga Pokok Produksi Ball bearing berdasarkan Sistem Activity Based Costing............................................... 91 Tabel 4.14 Penentuan Tarif BOP Sistem Tradisional .............................. 92 Tabel 4.15 Penentuan Tarif HPP Sistem Tradisional............................... 92 Tabel 4.16 Perbandingan Harga Pokok Produksi ball bearing dari kedua metode perhitungan............................................................... 93
  • 12. xii DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 3.1 Kerangka pemecahan masalah............................................ 55 Gambar 4.1 Logo Intansi ......................................................................... 59 Gambar 4.2 Struktur organisasi PT. SKF Indonesia ................................ 60 Gambar 4.3 Bahan baku bearing.............................................................. 64 Gambar 4.4 Proses produksi bearing................................................... ..... 65 Gambar 4.5 Aliran proses pemanasan normal.......................................... 67 Gambar 4.6 Aliran proses pemanasan carbo-nitriding.............................. 67 Gambar 4.7 Aliran proses penggerindaan permukaan.............................. 68 Gambar 4.8 Aliran proses raceway (alur bola).............................................. 70 Gambar 4.9 Aliran proses perakitan.... ..................................................... 71 Gambar 4.10 Produk jadi (bearing)............................................................. 70 Gambar 4.11 Pengemasan untuk OEM...................................................... 72 Gambar 4.12 Pengemasan untuk AM......................................................... 72 Gambar 4.13 Peta Proses Operasi............................................................. 74 Gambar 4.14 Grafik batas kontrol data produksi tahun 2014...................... 79 Gambar 4.15 Grafik batas kontrol harga outring tahun 2014......................... 80 Gambar 4.16 Grafik batas kontrol harga innerring tahun 2014 ................... 81 Gambar 6.1 Perbandingan metode Activity-based costing dengan Tradisonal............................................................................. 98 Gambar 6.2 Diagram proses SR sistem Lama ......................................... 99 Gambar 6.3 Diagram proses sistem Barcode........................................... 100
  • 13. xiii DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Proses manufaktur................................................................... L-1 Lampiran 2. Jenis-jenis produk .................................................................... L-2 Lampiran 3. Struktur organisasi .................................................................. L-3 Lampiran 4. Diagram flow process .............................................................. L-4 Lampiran 5. Bearing components ............................................................... L-5 Lampiran 6. Data khusus stock ball bearing................................................. L-6 Lampiran 7. Data khusus bahan penolong ball bearing................................ L-6
  • 14. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah Perkembangan teknologi yang semakin canggih di era modern dan globalisasi mempengaruhi perkembangan dunia usaha sehingga mengalami perubahan dari waktu ke waktu. Para pelaku usaha diharapkan mampu mengikuti perkembangan tersebut serta mampu menghadapi persaingan bisnis yang semakin ketat agar tujuan perusahaan dapat tercapai secara optimal. Persaingan harga, kualitas, dan sebagainya, menjadikan sebagian perusahaan harus membenahi berbagai aspek di dalam perusahaannya agar mampu menghadapi persaingan tersebut. Perhitungan harga pokok produksi merupakan kegiatan yang sangat penting dilakukan oleh setiap perusahaan. Dalam perhitungan harga pokok produksi yang tepat, maka harga jual suatu produk dapat diketahui dan ditentukan dengan tepat sehingga produk tidak overcost (dibebani biaya lebih dari yang seharusnya) dan juga tidak undercost (dibebani biaya kurang dari yang seharusnya). Penentuan harga pokok produksi dapat di hitung dengan dua pendekatan, yaitu dengan menggunakan full costing dan variable costing (Jhonny Setiawan dan Mulyadi, Akuntansi Manajemen, Jakarta, Salemba empat, 2001),hal.49. Full Costing merupakan salah satu metode penentuan cost produk, yang membebankan seluruh biaya produksi sebagai cost produk, baik biaya produksi yang berperilaku variabel maupun tetap. Variable costing merupakan salah satu metode penentuan cost produk, di samping 1
  • 15. 2 full costing, yang membebankan hanya biaya produksi yang berperilaku variabel saja kepada produk. Full costing dan variable costing merupakan metode penentuan cost produk tradisional, yang dirancang berdasarkan kondisi teknologi manufaktur pada masa lalu. Alokasi biaya yang tepat dibutuhkan untuk menentukan harga pokok produksi yang akurat. Biaya langsung dapat ditelusuri dengan mudah namun biaya overhead sulit untuk ditelusuri. Maka dibutuhkan suatu metode yang dapat mengalokasikan biaya overhead secara tepat ke setiap produk. Selama ini perusahaan menggunakan biaya konvensional yang membebankan biaya secara tidak tepat ke setiap produk. Activity-Based Costing (ABC) merupakan sistem pembebanan biaya dengan cara pertama kali menelusuri biaya aktivitas dan kemudian ke produk. Dalam sisitem biaya ABC mempergunakan lebih dari satu pemicu biaya (cost driver) untuk mengalokasikan biaya overhead pabrik ke masing-masing produk (Ahmad Slamet, penganggaran, perencanaan dan pengendalian usaha, Semarang, Unnes Press, 2007),hal.103. Sehingga biaya overhead pabrik yang dialokasikan akan menjadi lebih proposional dan informasi mengenai harga pokok produksinya lebih akurat. PT.SKF Indonesia merupakan salah satu perusahaan manufaktur dibidang industri spare part otomotif dengan produk yang lebih dikenal Bearing (bantalan gelinding). Penulis dalam hal ini melakukan analisis harga pokok produksi Ball bearing dengan metode Activity- Based Costing di PT.SKF Indonesia.
  • 16. 3 1.2 Perumusan masalah Penentuan harga pokok produksi dengan sistem tradisional yang menggunakan perkiraan saja, seperti yang diterapkan oleh Perusahaan Bearing (bantalan gelinding) dianggap kurang akurat memberikan semua informasi biaya yang terkandung dalam masing-masing produksi. Perusahaan Bearing (bantalan gelinding) memproduksi tiga jenis produk, yaitu Ball Bearing, Spacer dan HUB Bearing. Sehingga menyebabkan semua jenis produk bearing mengkonsumsi biaya overhead dengan proporsi yang sama. Apabila perusahaan salah dalam menetapkan harga, maka akan banyak kemungkinan yang akan terjadi pada perusahaan, seperti kerugian. Sesuai dengan uraian di atas maka akan timbul permasalahan sebagai berikut : 1. Berapa harga pokok produksi Ball Bearing dengan metode Activity-Based Costing dan metode tradisional di Perusahaan tersebut. 2. Bagaimana analisis harga pokok produksi Ball Bearing berdasarkan kedua metode di perusahaan tersebut. 1.3 Tujuan penelitian Berdasarkan identifikasi di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk : 1. Menghitung harga pokok produksi Ball Bearing dengan metode Activity- Based Costing dan metode Tradisional di perusahaan tersebut. 2. Menganalisis harga pokok produksi Ball Bearing dari kedua metode, dan menentukan metode apa yang terbaik untuk perusahaan tersebut.
  • 17. 4 1.4 Pembatasan masalah Dalam penelitian ini penulis perlu untuk melakukan pembatasan masalah. Berdasarkan judul skripsi, yaitu “analisis harga pokok produksi Ball Bearing dengan metode Activity-Based Costing di PT.SKF Indonesia”, maka pembatasan masalah yang penulis bahas adalah menganalisis perhitungan Harga Pokok Produksi dengan menggunakan metode Tradisional dan Activity-Based Costing di PT.SKF Indonesia pada tahun 2014. Agar penelitian dapat lebih fokus dan terarah maka perlu ada batasan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Data yang digunakan adalah data yang di dapat dalam proses produksi Ball bearing, Spacer dan HUB bearing pada periode bulan Januari 2014 sampai Desember 2014. 2. Metode yang di gunakan adalah analisis penentuan harga pokok produksi Bearing dengan metode Activity-Based Costing dan metode biaya Tradisional dengan data yang di dapat dari PT. SKF Indonesia. 3. Mesin-mesin dan fasilitas produksi yang digunakan di asumsikan tidak mengalami perubahan dan dianggap berada dalam kondisi layak untuk melakukan aktivitas produksi. 1.5 Manfaat penelitian Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat ganda, yaitu manfaat akademis, maupun praktisnya. Guna teoritis pada perspektif akademis, penelitian ini akan berguna untuk: memberikan sumbangan konseptual bagi
  • 18. 5 perkembangan kajian ilmu manajemen, khususnya mengenai penerapan teori perhitungan harga pokok produksi berdasarkan sistem activity -based costing. Sedangkan kepetingan praktis hasil penelitian ini diharapkan bisa berguna : 1. Secara Teoritis a. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi kepada pihak lain yang berkepentingan dalam rangka penentuan Harga Pokok Produksi Ball Bearing di PT.SKF Indonesia. b. Memperkaya khasanah ilmu pengetahuan dalam bidang manajemen terutama yang terkait dengan penentuan Harga Pokok Produksi dengan metode Activity-Based Costing. 2. Secara Praktis a. Bagi Perusahaan 1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi PT.SKF Indonesia dalam menentukan Harga Pokok Produksi. 2. Membantu perusahaan dalam menentukan Harga Pokok Produksi dengan metode Activity-Based Costing System. b. Bagi Peneliti 1. Membandingkan teori yang diperoleh di bangku kuliah dengan praktek yang ada di perusahaan. 2. Memperoleh pengetahuan dalam bidang akuntansi biaya serta memperkaya khasanah disiplin teknik industri dalam menentukan harga pokok produksi perusahaan.
  • 19. 6 1.6 Metodologi penelitian Dalam memecahkan dan menganalisa masalah, penulis menggunakan dua metode yaitu : 1. Studi Pustaka Kegiatan ini dilakukan dengan cara membaca dan mempelajari literatur buku yang berhubungan dengan topik pokok pembahasan. 2. Studi Lapangan Merupakan pengamatan secara langsung diperusahaan dengan cara mengamati proses atau sistem yang berjalan, mencatat data-data yang diperlukan, melakuakn diskusi kepada karyawan atau pekerja perusahaan sesuai dengan topik permasalahan. 1.7 Sistematika Penulisan Adapun sistematika penulisan dibagi menjadi 6 bab sebai berikut : BAB I : PENDAHULUAN Dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang, tujuan, perumusan masalah, pembatasan masalah, pemecahan masalah dan sistematika penulisan laporan penelitian. BAB II : LANDASAN TEORI Bab ini berisikan beberapa uraian tentang teori-teori yang relevan dengan masalah yang ada, yang kemudian dipergunakan sebagai landasan teori dalam pemecahan masalah. BAB III: KERANGKA PEMECAHAN MASALAH
  • 20. 7 Bab ini berisikan uraian mengenai langkah-langkah pemecahan masalah yang digambarkan secara skematis melalui flow chart. BAB IV: PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA Bab ini mengungkapkan data yang telah diperoleh atau dikumpulkan. Serta pengolahan data berdasarkan teori yang telah dipelajari. BAB V : ANALISIS DAN PEMBAHASAN Bab ini berisikan analisis dan pembahasan berdasarkan hasil pengolahan data yang telah diperoleh. BAB VI: KESIMPULAN DAN SARAN Bab terakhir ini kembali dikupas dalam hal-hal yang penting untuk dianalisa yang akhirnya dibuat kesimpulan dan disertakan saran- saran yang akan bermanfaat bagi pihak perusahaan dimana penulis melakukan penelitian.
  • 21. 8 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Harga Pokok Produksi 2.1.1 Pengertian harga pokok produksi Harga pokok produksi adalah harga pokok produk yang sudah selesai dan ditransfer ke produk dalam proses pada periode berjalan (Blocher dkk, manajemen biaya dengan tekanan strategik, Jakarta salemba empat, 2000), hal,90. Sedangkan menurut (Hansen dan Mowen, Akuntansi manajerial, Jakarta, Salemba empat, 2009), hal.60. Menyatakan harga pokok produksi mencerminkan total biaya barang yang diselesaikan selama periode berjalan. Harga pokok produksi juga disebut biaya produksi. Biaya produksi adalah biaya yang dikeluarkan untuk mengolah bahan baku menjadi produk jadi. Seperti yang telah dikemukakan oleh Simamora (Henry simamora, akuntansi manajemen, salemba empat, 2000),hal,547. yang mendefinisikan biaya produksi adalah biaya yang digunakan untuk membeli bahan baku yang dipakai dalam membuat produk serta biaya yang dikeluarkan dalam mengkonversi bahan baku menjadi produk jadi. Berdasarkan beberapa pendapat tentang harga pokok produksi di atas maka dapat dikemukan bahwa harga pokok produksi adalah total biaya yang dikeluarkan untuk mengolah bahan baku menjadi produk jadi. 8
  • 22. 9 2.1.2 Manfaat informasi harga pokok produksi a. Menentukan harga jual produk. Dalam penetapan harga jual produk, biaya produksi per unit merupakan salah satu data yang dipertimbangkan, di samping data biaya lain serta data non biaya. b. Memantau realisasi biaya produksi. Jika rencana produksi untuk jangka waktu tertentu telah diputuskan untuk dilakukan, manajemen memerlukan informasi biaya produksi yang sesungguhnya dikeluarkan dalam pelaksanaan rencana produksi tersebut. Oleh karena itu, akuntansi biaya digunakan untuk mengumpulkan informasi biaya produksi, yang dikeluarkan dalam jangka waktu tertentu untuk memantau apakah proses produksi mengkonsumsi total biaya produksi sesuai dengan yang dipertimbangkan sebelumnya. c. Menghitung laba atau rugi periode tertentu. Manajemen memerlukan informasi biaya produksi yang telah dikeluarkan untuk memproduksi produk dalam periode tertentu. Informasi laba atau rugi bruto periodik, diperlukan untuk mengetahui kontribusi produk dalam menutup biaya non produksi dan menghasilkan laba atau rugi. d. Menentukan harga pokok persediaan produk jadi dan produk dalam proses yang disajikan dalam neraca. Pada saat manajemen dituntut untuk membuat pertanggungjawaban keuangan periodik, manajemen harus menyajikan laporan keuangan berupa neraca dan laporan rugi laba. Di dalam neraca manajemen harus menyajikan harga pokok persediaan produk jadi, dan harga pokok produk
  • 23. 10 yang pada tanggal neraca masih dalam proses. Untuk tujuan tersebut, manajemen perlu menyelenggarakan catatan biaya produksi setiap periode. 2.1.3 Metode pengumpulan data harga pokok produksi Metode pengumpulan harga pokok produksi pada dasarnya ada dua macam sistem penentuan biaya produk yang digunakan dalam jenis industri yang berbeda yaitu sistem penentuan biaya berdasarkan pesanan (job costing) dan sistem penentuan biaya berdasarkan proses ( process costing). a. Penentuan Biaya Berdasarkan Pesanan (Job Costing). Merupakan sistem penentuan biaya produk yang mengakumulasikan dan membebankan biaya ke pesanan tertentu. Harga pokok pesanan dikumpulkan untuk setiap pesanan sesuai dengan biaya yang dinikmati oleh setiap pesanan, jumlah biaya produksi setiap pesanan akan dihitung pada saat pesanan selesai. Untuk menghitung biaya satuan, jumlah biaya produksi pesanan tertentu dibagi jumlah produksi pesanan yang bersangkutan. Karakteristik usaha perusahaan yang menggunakan metode penentuan biaya berdasarkan pesanan menurut Mulyadi (Mulyadi, akutansi manajerial, salemba empat,19990),hal,42. yaitu: 1. Proses pengelohan produk terjadi secara terputus-putus. 2. Produk dihasilkan sesuai dengan spesifikasi yang ditentukan oleh pemesan. Produksi ditujukan untuk memenuhi pesanan. Manfaat harga pokok produksi berdasarkan pesanan adalah :
  • 24. 11 1. Menentukan harga jual yang akan dibebankan kepada pemesan. 2. Memepertimbangkan penerimaan atau penolakan pesanan. 3. Memantau realisasi biaya produksi. 4. Menghitung laba atau rugi tiap pesanan. 5. Menentukan harga pokok persediaan produk jadi dan produk dalam proses yang disajikan dalam neraca. b. Penentuan Biaya Berdasarkan Proses (Process Costing). Mengakumulasikan biaya produk atau jasa berdasarkan proses atau departemen dan kemudian membebankan biaya tersebut ke sejumlah besar produk yang hampir identik. Karakteristik usaha perusahaan yang menggunakan sistem penentuan biaya berdasarkan proses yaitu: 1. Produk yang dihasilkan merupakan produk standar. 2. Produk yang dihasilkan dari bulan ke bulan adalah sama 3. Kegiatan produksi yang berisi rencana produksi produk standar untuk jangka waktu tertentu. Manfaat harga pokok produksi berdasarkan proses adalah: 1. Menentukan harga jual produk. 2. Memantau realisasi biaya produksi. 3. Menghitung laba atau rugi periodik. 4. Menetukan harga pokok persediaan produk jadi dan produk dalam proses dijadikan dalam neraca.
  • 25. 12 2.1.4 Unsur-unsur harga pokok produksi Dalam memproduksi suatu produk, akan diperlukan beberapa biaya untuk mengolah bahan mentah menjadi produk jadi. Biaya produksi dapat digolongkan kedalam biaya bahan baku, biaya tenaga kerja dan biaya overhead pabrik. 2.1.4.1 Biaya bahan baku Biaya bahan baku adalah biaya yang digunakan untuk memperoleh bahan baku yang akan diolah menjadi produk jadi. Biaya bahan baku dapat juga di artikan sebagai bahan yang menjadi komponen utama yang membentuk suatu kesatuan yang tidak terpisahkan dari produk jadi. Dari beberapa pengertian tentang biaya bahan baku di atas, maka dapat disimpulkan bahwa biaya bahan baku bahwa biaya bahan baku adalah total biaya yang dikorbankan untuk pengolahan bahan utama produk yang diproduksi menjadi produk selesai. Bahan baku meliputi bahan-bahan yang dipergunakan untuk memperlancar proses produksi atau disebut bahan baku penolong dan bahan baku pembantu. Bahan baku dibedakan menjadi bahan baku langsung dan bahan baku tidak langsung. Bahan baku langsung disebut dengan biaya bahan baku, sedangkan bahan baku tidak langsung disebut biaya overhead pabrik. Dalam memperoleh bahan baku, perusahaan tidak hanya mengeluarkan biaya sejumlah harga beli saja, tetapi juga mengeluarkan biaya-biaya pembelian, pergudangan, dan biaya perolehan lainnya. Harga bahan baku terdiri dari harga beli ditambah dengan biaya-biaya pembelian dan biaya-biaya yang dikeluarkan untuk
  • 26. 13 menyiapkan bahan baku tersebut dalam keadaan siap diolah. Biaya bahan baku langsung adalah semua biaya bahan yang membentuk bagian integral dari barang jadi dan yang dapat dimasukkan langsung dalam kalkulasi biaya produk. Bahan baku yang dihitung dalam satuan (unit) uang disebut anggaran biaya bahan baku. Anggaran bahan baku adalah kuantitas standar bahan baku dipakai dikalikan harga standar bahan baku per unit. 2.1.4.2 Biaya tenaga kerja Biaya tenaga kerja digolongkan menjadi dua kelompok yaitu biaya tenaga kerja langsung dan biaya tenaga kerja tidak langsung. Biaya tenaga kerja langsung adalah balas jasa yang diberikan kepada karyawan pabrik yang manfaatnya dapat diidentifikasikan atau diikuti jejaknya pada produk tertentu yang dihasilkan perusahaan. Sedangkan biaya tenaga kerja tidak langsung adalah balas jasa yang diberikan kepada karyawan pabrik, akan tetapi manfaatnya tidak dapat diidentifikasikan atau diikuti jejaknya pada produk tertentu yang dihasilkan perusahaan. Biaya tenaga kerja langsung menurut Simamora (Henry Simamora, akutansi manajemen, jakrata, salemba empat, 2000),hal.547. adalah upah karyawan-karyawan pabrik yang dapat secara fisik mudah ditelusuri dalam pengorbanan bahan baku menjadi produk jadi. Sedangkan menurut Mulyadi (Mulyadi, akutansi biaya, edisi lima, Yogyakarta, Aditya medika, 2000),hal,343. adalah harga yang dibebankan untuk penggunaan tenaga kerja manusia. Sehingga biaya tenaga kerja adalah biaya yang timbul akibat penggunaan tenaga kerja manusia untuk pengolahan produk.
  • 27. 14 Dari beberapa pengertian tentang biaya tenaga kerja di atas, maka dapat disimpulkan bahwa biaya tenaga kerja adalah sejumlah balas jasa yang diberikan kepada para tenaga kerja yang terlibat secara langsung dalam pengolahan proses produksi. Biaya tenaga kerja yang digunakan adalah jumlah biaya yang dibayarkan kepada setiap karyawan yang terlibat lansung dalam proses produksi. Dimana sistem pembayaran yang digunakan adalah sistem pembayaran upah karyawan. Untuk menghitung tenaga kerja langsung terlebih dahulu ditetapkan biaya tenaga kerja langsung standar per unit produk. Biaya tenaga kerja langsung standar per unit produk terdiri dari: a. Jam tenaga kerja langsung Jam standar tenaga kerja langsung adalah taksiran sejumlah jam tenaga kerja langsung yang diperlukan untuk memproduksi satu unit produk tertentu. b. Tarif upah standar tenaga kerja langsung Tarif upah standar tenaga kerja langsung adalah taksiran tarif upah per jam tenaga kerja langsung. Tarif ini dapat ditentukan atas dasar: perjanjian dengan organisasi karyawan, dari upah masa lalu yang dihitung secara rata-rata, dan perhitungan tarif upah dalam operasional normal. 2.1.4.3 Biaya overhead pabrik Biaya over head pabrik adalah biaya-biaya yang secara tidak langsung berkaitan dengan pengolahan produk jadi. Biaya overhead pabrik meliputi: biaya bahan baku penolong, tenaga kerja tidak langsung, penyusutan pabrik dan mesin,
  • 28. 15 asuransi, pajak, dan biaya pemeliharaan fasilitas pabrik. Sedangkan biaya manufaktur tidak langsung menurut Hansen dan Mowen (Hansen, Don R. dan Maryanne M. Mowen, Akuntansi Manajemen, Jakarta, Salemba Empat, 2006),hal,51. mengemukakan bahwa biaya overhead pabrik adalah semua biaya produksi selain dari bahan langsung dan tenaga kerja langsung dikelompokkan ke dalam satu kategori yang di sebut ongkos overhead. Biaya overhead merupakan suatu biaya yang keseluruhan biayanya berhubungan dengan proses produksi pada suatu perusahaan, akan tetapi tidak mempunyai hubungan langsung dengan hasil produksinya. Secara umum yang termasuk biaya overhead pabrik antara lain: bahan tidak langsung, energi dan listrik, pajak bumi dan bangunan, asuransi pabrik, dan biaya lainnya yang bertujuan untuk mengoperasikan pabrik. Dari beberapa pengertian tentang biaya overhead pabrik maka dapat disimpulkan bahwa biaya overhead pabrik adalah sejumlah biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi barang atau jasa, selain biaya yang termasuk dalam biaya bahan baku langsung dan biaya tenaga kerja langsung. Metode pengalokasian biaya overhead pada perhitungan biaya pokok produksi menurut Blocher dkk (Blocher, Manajemen biaya dengan tekanan strategik, jakarta, salemba empat, 2007),hal.151-153 ada dua cara, yaitu sistem perhitungan biaya konvensional dan sistem perhitungan biaya berdasarkan aktivitas (activity- based costing). Sistem perhitungan biaya konvensional mengalokasikan biaya overhead pada produk menggunakan penggerak biaya (cost driver) berdasarkan volume,
  • 29. 16 seperti jumlah unit yang diproduksi. Pendekatan ini mengasumsikan bahwa setiap produk menggunakan biaya overhead dalam jumlah yang sama, karena setiap produk dibebankan jumlah yang sama. Biaya overhead pabrik dalam tiap pabrik seharusnya proporsional terhadap jam tenaga kerja langsung yang dibutuhkan untuk memproduksi unit produk tersebut. Sistem perhitungan biaya berdasarkan aktivitas (activity-based costing) mengalokasikan biaya overhead pabrik pada produk menggunakan kriteria sebab akibat dengan banyak penggerak biaya. Sistem activity based costing menggunakan penggerak biaya berdasarkan volume maupun non volume agar lebih akurat dalam mengalokasikan biaya overhead pabrik pada produk berdasarkan konsumsi sumber daya selama berbagai aktivitas berlangsung. Pengaruh harga pokok berdasarkan Activity-Based Costing menurut Hariadi (Bambang Hariadi, akutansi manajemen suatu sudut pandang, yogyakarta, BPFE, 2002),hal,84-86. memerlukan dua tahap yaitu: a. Tahap pertama Pada tahap pertama ada 5 langkah yang perlu dilakukan yaitu: 1. Mengidentifikasikan aktivitas 2. Menentukan biaya yang terkait dengan masing-masing aktivitas 3. Mengelompokkan aktivitas yang seragam menjadi satu. 4. Menggabungkan biaya dari aktivitas- aktivitas yang dikelompokkan 5. Menghitung tarif per kelompok aktivitas b. Tahap kedua
  • 30. 17 Biaya over head masing-masing kelompok aktivitas dibedakan ke masing- masing aktivitas dibedakan ke masing-masing produk untuk menentukan harga pokok per unit produk. Langkah yang dilakukan adalah dengan menggunakan tarif yang dihitung pada tahap pertama dan mengukur berapa jumlah komsumsi masing- masing produk. Untuk menentukan jumlah pembebanan adalah sebagai berikut : Overhead yang dibebankan = tarif kelompok χ jumlah konsumsi setiap produk Sedangkan menurut Slamet (Achmad Slamet, Penganggaran, Perencanaan dan Pengendalian Usaha, Semarang, UNNES Press, 2007),hal,104. untuk menetapkan activity based costing (ABC) dibagi dalam dua tahap yaitu: a. Tahap pertama Tahap pertama pada sistem ABC pada dasarnya terdiri dari : 1. Mengidentifikasi aktivitas 2. Membebankan biaya ke aktivitas 3. Mengelompokkan aktivitas sejenis untuk membentuk kumpulan sejenis 4. Menjumlahkan biaya aktivitas yang dikelompokkan untuk mendefinisikan kelompok biaya sejenis 5. Menghitung kelompok tarif overhead b. Tahap kedua Pada tahap kedua, biaya dari setiap kelompok overhead ditelusuri ke produk, dengan menggunakan tarif kelompok yang telah dihitung. Pembebanan overhead dari setiap kelompok biaya pada setiap produk dihitung dengan rumus sebagai berikut: Over head yang dibebankan = tarif kelompok X unit driver yang dikonsumsi
  • 31. 18 2.1.5 Sistem biaya tradisional A. Pengertian Sistem Biaya Tradisional Penentuan harga pokok produksi konvensional terdiri dari full costing dan variable costing. Perhitungan harga pokok produksi menurut Slamet ((Achmad Slamet, Penganggaran, Perencanaan dan Pengendalian Usaha, Semarang, UNNES Press, 2007),hal,98. hanya membebankan biaya produksi pada produk. Biaya produk biasanya dimonitor dari tiga komponen biaya yaitu: bahan baku, tenaga kerja langsung, dan over head pabrik. Pada sistem biaya tradisional, pembebanan biaya bahan baku langsung dan tenaga kerja langsung pada produk tidak memiliki tantangan khusus. Biaya-biaya ditekankan pada produk dengan menggunakan penelusuran langsung, atau penelusuran pendorong yang sangat akurat, dan sebagian besar sistem tradisional didesain untuk memastikan bahwa penelusuran ini dilakukan. Sedangkan pembebanan biaya over head pabrik akan menimbulkan masalah dalam pembebanan biaya ke produk, karena hubungan antara masukan dan keluaran tidak dapat diobservasi secara fisik. Penggerak tingkat unit yang diproduksi, jam tenaga kerja langsung, upah tenaga kerja langsung, jam mesin, dan bahan langsung. Sistem biaya tradisional mengasumsikan bahwa semua biaya dapat diklasifikasikan ke dalam dua kategori yaitu biaya tetap dan biaya variabel dengan memperhatikan perubahan-perubahan dalam unit atau volume produksi. Jika unit produk atau penyebab lain yang sangat berkaitan dengan unit yang diproduksi, seperti jam kerja langsung atau jam mesin dianggap sebagai cost driver yang penting. Cost driver berdasarkan unit atau volume ini digunakan untuk menetapkan
  • 32. 19 biaya produksi kepada produk. Sistem ini dianggap lebih akurat untuk menentukan harga pokok produksi. Padahal metode ini juga masih tidak mempertimbangkan biaya yang berubah karena aktivitas atau proses yang berbeda dalam tiap aktivitas. B. Keterbatasan sistem biaya tradisional Sistem penentuan harga pokok tradisional, yang mendasarkan pada volume sangat bermanfaat jika : 1. Tenaga kerja langsung dan bahan merupakan faktor yang dominan dalam produksi, 2. Teknologi stabil 3. Ada keterbatasan produk Dalam beberapa situasi biaya produk yang diperoleh dengan cara tarif tradisional akan menimbulkan distorsi, karena produk tidak mengkonsumsi sebagian besar sumber daya pendukung dalam proposisi yang sesuai dengan volume produksi yang dihasilkan. Keterbatasan utama yang ada dalam penentuan harga pokok tradisional adalah penggunaan tarif tunggal atau tarif departemental yang mendasar pada volume. Tarif ini menghasilkan biaya produk yang tidak akurat jika sebagian besar biaya over head pabrik tidak berhubungan dengan volume, dan jika perusahaan menghasilkan komposisi produk yang bermacam-macam dengan volume, ukuran, dan kompleksitas yang berbeda-beda. Informasi biaya yang tidak akurat dapat membawa dampak pada strategi-strategi yang dilakukan perusahaan seperti: kekeliruan dalam pengambilan keputusan tentang line produk, penentuan harga jual yang tidak realistis, dan alokasi sumber daya yang tidak realistis.
  • 33. 20 C. Kelemahan sistem biaya tradisional Sistem biaya tradisional dapat dikatakan sebagai sistem biaya yang ketinggalan jaman atau telah usang. Gejala-gejala dari sistem biaya yang ketinggalan jaman menurut Slamet (2007:103) adalah : 1. Hasil dari penawaran sulit dijelaskan. 2. Harga pesaing Nampak lebih rendah sehingga kelihatan tidak masuk akal. 3. Produk-produk yang sulit diproduksi menunjukkan laba yang tinggi 4. Manajer operasional ingin menghentikan produk-produk yang kelihatan menguntungkan. 5. Marjin laba sulit dijelaskan 6. Pelanggan tidak mengeluh atas naiknya harga 7. Departemen akuntansi menghabiskan banyak waktu untuk memberi data biaya bagi proyek khusus, dan 8. Biaya produk berubah karena perubahan peraturan pelaporan. Hal ini tidak berbeda jauh dengan yang diungkapkan oleh Hansen dan Mowen (Hansen, Don R. dan Maryanne M. Mowen, Managerial Accounting: Akuntansi Manajerial, Jakarta: Salemba Empat 2009),hal,170), bahwa gejala-gejala dari sistem biaya konvensional adalah: a. Hasil dari penawaran sulit dijelaskan b. Harga pesaing tampak tidak wajar rendahnya c. Produk-produk yang sulit di produksi menunjukkan laba yang tinggi d. Manajer operasional ingin menghentikan produk-produk yang kelihatan menguntungkan
  • 34. 21 e. Marjin laba sulit dijelaskan f. Perusahaan memiliki niche yang menghasilkan keuntungan yang tinggi g. Pelanggan tidak mengeluh keanikan harga h. Departemen akuntansi menghabiskan banyak waktu untuk memberikan data biaya bagi proyek-proyek khusus i. Beberapa departemen menggunakan sistem akuntansi biayanya sendiri j. Biaya produk berubah karena perubahan dalam pelaporan keuntungan D. Tanda-tanda sistem biaya tradisional Sistem biaya konvensional dapat dikatakan sebagai biaya yang ketinggalan jaman atau telah usang. Gejala-gejala dari sistem biaya yang ketinggalan jaman menurut Slamet (Slamet achmad, Penganggaran, Perencanaan dan Pengendalian Usaha, Semarang, UNNES Press, 2007),hal,103 diantaranya yaitu: hasil dari penawaran sulit dijelaskan, harga pesaing nampak lebih rendah sehingga kelihatan tidak masuk akal, produk- produk yang sulit diproduksi menunjukkan laba yang tinggi, manajer operasional ingin menghentikan produk-produk yang kelihatan menguntungkan, margin laba sulit dijelaskan, pelanggan tidak mengeluh atas naiknya harga, departemen akuntansi menghabiskan banyak waktu untuk memberi data biaya bagi proyek khusus, biaya produk berubah karena perubahan pelaporan. E. Distorsi sistem biaya tradisional Dari sudut pandang konseptual bahwa masalah distorsi sistem biaya tradisional dapat dibagi dalam tiga sumber utama :
  • 35. 22 a. Sumber distorsi karena kurangnya potensi data yaitu ketidak pastian yang melekat dalam desain, distorsi tak terelakkan, dan penilaian mempengaruhi apa yang dinilai. b. Masalah keandalan selama pelaksanaan yaitu faktor situasional mempengaruhi model, metode ini tidak di terapkan dengan benar. c. Defisiensi tentang metode karena kurangnya data dan metode tidak mampu menangani masalah. Terdapat 5 faktor sumber distorsi dalam sistem biaya tradisional menurut Sulastiningsih (Sulastiningsih, Akuntansi Biaya, Yogyakarta: UPP AMP YKP,. 1999),hal,19, yaitu: a. Beberapa biaya dialokasikan ke produk, padahal sebenarnya tidak mempunyai hubungan dengan produk yang dihasilkan. Distorsi ini timbul khususnya menyangkut perlakuan terhadap revenue verse capital expenditure contro versy. b. Biaya yang sebenarnya mempunyai hubungan dengan produk yang dihasilkan atau dengan pelayanan kepada pelanggan diabaikan. Distorsi ini ditimbulkan karena dalam akuntansi keuangan, yang termasuk biaya produk hanya menyangkut manufacturing cost, dan sebagai akibat dari unrecorder opportunity cost. c. Penetapan biaya produk terbatas pada suatu sub himpunan output perusahaan, sementara itu perusahaan menghasilkan multi produk, maka alokasi ini menimbulkan distorsi yaitu distorsi yang sangat material.
  • 36. 23 d. Pembebanan biaya secara tidak cermat ke produk, dapat menimbulkan dua bentuk distorsi yaitu distorsi harga dan distorsi kuantitas. e. Usaha mengalokasikan biaya bersama dan biaya bergabung ke produk yang dihasilkan. Sedangkan menurut Hansen dan Mowen (Hansen, Don R. dan Maryanne M. Mowen, Managerial Accounting: Akuntansi Manajerial, Jakarta: Salemba Empat 2009),hal,:169. faktor-faktor yang menyebabkan distorsi sistem biaya tradisional ada dua yaitu: a. Proporsi biaya overhead yang tidak berkaitan dengan unit terhadap total biaya overhead adalah besar, dan b. Tingkat keaneka ragaman produknya besar. F. Dampak sistem biaya tradisional Dampak sistem biaya tradisional adalah tarif keseluruhan pabrik dan tarif departemen dalam beberapa situasi, tidak berfungsi baik dan dapat menimbulkan distorsi biaya produk yang besar. Faktor yang menyebabkan ketidakmampuan tarif pabrik menyeluruh dan tarif departemen berdasarkan unit, untuk membebankan biaya overhead secara tepat adalah proporsi biaya overhead pabrik yang berkaitan dengan unit terhadap total biaya overhead, adalah besar dan tingkat keragaman produk yang besar. Penggunaan tarif keseluruhan pabrik dan departemen memiliki asumsi bahwa pemakaian sumber daya overhead berkaitan erat dengan unit yang diproduksi. Keanekaragaman produk berarti bahwa produk mengkonsumsi aktivitas overhead dalam proporsi yang berbeda-beda. Biaya produk akan terdistorsi, apabila
  • 37. 24 jumlah overhead berdasarkan unit yang dikonsumsi oleh overhead bukan unit. Seringkali organisasi mengalami gejala tertentu yang menunjukkan bahwa sistem akuntansi biaya mereka ketinggalan jaman. Menurut Sulastiningsih (Sulastiningsih, Akuntansi Biaya, Yogyakarta, UPP AMP YKPN, 1999),hal,21. informasi biaya yang terdistorsi akan berdampak pada prilaku anggota organisasi antara lain: a. Para manajer pusat cenderung untuk membeli dari luar dari pada memproduksi sendiri. Hal ini dimaksudkan agar alokasi overhead atas dasar jam atau upah langsung tidak terlalu besar. b. Terlalu banyak waktu yang dikorbankan untuk mengukur jam kerja langsung. c. Pengolahan data pada pusat yang padat karya lebih mahal daripada pusat biaya yang padat modal. d. Tidak ada insentif bagi para manajer produk untuk mempengaruhi atau mengendalikan pertumbuhan yang cepat dari tenaga personalia penunjang, e. Ruangan bersih yang mahal tidak digunakan secara efisien sebagai akibat dari alokasi biaya menurut luas lantai f. Jam kerja karyawan yang diukur dengan sangat detail karena alokasi tarif upah hanya dibebankan menurut jam kerja aktual, sedang jam kerja pada waktu tidak kerja, pergantian pekerjaan dan kerusakan serta reparasi mesin dibebankan kepada kategori overhead. 2.1.6 Sistem biaya activity-based costing A. Pengertian sistem activity-bBasedcCosting
  • 38. 25 Perhitungan biaya berdasarkan aktivitas (Activity-Based Costing / ABC) menurut Blocher dkk (Blocher, Edward J., Chen Kung H. Lin, Thomas W, Manajemen Biaya: Dengan Tekanan Strategik, Jakarta: Salemba Empat, 2007),hal,222. adalah pendekatan perhitungan biaya yang membebankan biaya sumber daya ke objek biaya seperti produk, jasa, atau pelanggan berdasarkan aktivitas yang dilakukan untuk objek biaya tersebut. Dasar pemikiran pendekatan perhitungan biaya ini adalah bahwa produk atau jasa perusahaan merupakan hasil dari aktivitas tersebut menggunakan sumber daya yang menyebabkan timbulnya biaya. Perhitungan biaya berdasarkan aktivitas menurut Mulyadi (Mulyadi, Akuntansi Manajemen, Jakarta, Salemba Empat, 2003),hal,53. adalah sistem informasi biaya berbasis aktivitas yang didesain untuk memotivasi personel dalam melakukan pengurangan biaya dalam jangka panjang melalui pengolahan aktivitas. Dasar pemikiran pendekatan perhitungan biaya ini adalah bahwa produk atau jasa perusahaan merupakan hasil dari aktivitas dan aktivitas tersebut menggunakan sumber daya yang menyebabkan timbulnya biaya. Sistem perhitungan biaya berdasarkan aktivitas (activity based costing) merupakan sistem pembebanan biaya dengan cara pertama kali menelusuri biaya aktivitas kemudian ke produk. Dari beberapa pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa activity based costing adalah suatu metode yang digunakan untuk menentukan harga pokok produksi dan terfokus pada aktivitas-aktivitas yang dilakukan untuk menghasilkan produk atau jasa dengan tujuan menyajikan informasi mengenai harga pokok produksi yang akurat, yang nantinya akan digunakan oleh manajer dalam mengambil keputusan.
  • 39. 26 B. Konsep dasar sistem activity –based costing Ada dua keyakinan dasar yang melandasi sistem activity-based costing menurut Mulyadi (2003:52) yaitu: a. Cost in caused. Biaya ada penyebabnya dan penyebab biaya adalah aktivitas. Dengan demikian pemahaman yang mendalam tentang aktivitas yang menjadi penyebab timbuknya biaya akan menempatkan personel perusahaan pada posisi dapat mempengaruhi biaya. ABC system berangkat dari keyakinan dasar bahwa sumber daya menyedeiakn kemampuan untuk melaksanakan aktivitas, bukan sekedar penybab timbulnya biaya yang harus dialokasikan b. The causes of cost can be managed. Penyebab terjadinya biaya (yaitu aktivitas) dapat dikelola. Melalui pengelolaan terhadap aktivitas yang menjadi penyebab terjadinya biaya, personel perusahaan dapat mempengaruhi biaya. Pengelolaan terhadap aktivitas memerlukan berbagai informasi tentang aktivitas. Pendapat lain menyebutkan konsep yang mendasari sistem Activity-Based Costing menurut Morse dkk (2003:184-185) dalam Kumar dan Zander (2007:2) adalah: a. Kegiatan yang dilakukan untuk mengisi kebutuhan pelanggan mengkonsumsi sumber daya yaitu biaya. b. Biaya sumber daya yang dikonsumsi oleh aktivitas harus diserahkan biaya atas dasar unit kegiatan yang dikonsumsi oleh tujuan biaya. Tujuan biaya biasanya suatu produk atau layanan yang diberikan kepada pelanggan.
  • 40. 27 C. Kondisi penyebab perlunya sistem activity-based costing Beberapa tanda yang membuat activity- based costing sebaiknya diterapkan menurut Hongren dkk (2005:184) adalah: a. Jumlah biaya tidak langsung yang signifikan dialokasikan menggunakan satu atau dua kelompok biaya saja b. Semua atau kebanyakan biaya tidak langsung merupakan biaya pada tingkat unit produksi (yakni hanya sedikit biaya tidak langsung yang berada pada tingkatan biaya kelompok produksi, biaya pendukung produk, atau biaya pendukung fasilitas) c. Terdapat perbedaan akan permintaan sumber daya oleh masing-masing produk akibat adanya perbedaan volume produksi, tahap-tahap pemprosesan, ukuran kelompok produksi, atau kompleksitas. d. Produk yang dibuat dan dipasarkan perusahaan menunjukkan keuntungan yang rendah sementara produk yang kurang sesuai untuk dibuat dan dipasarkan perusahaan justru memiliki keuntungan yang tinggi. e. Staf bagian operasional memiliki perbedaan pendapat yang signifikan dengan staf akuntansi mengenai biaya manufaktur dan biaya pemasaran barang dan jasa. Kondisi-kondisi yang mendasari penerapan sistem Activity- Based Costing adalah sebagai berikut : a. Perusahaan menghasilkan beberapa jenis produk Perusahaan yang hanya menghasilkan satu jenis produk tidak memerlukan sistem activity based costing karena tidak timbul masalah keakuratan
  • 41. 28 pembebanan biaya. Jika perusahaan menghasilkan beberapa jenis produk dengan menggunakan fasilitas yang sama (common products) maka biaya overhead pabrik merupakan biaya bersama untuk seluruh produk yang dihasilkan. Masalah ini dapat diselesaikan dengan menggunakan sistem activity based costing karena sistem Activity- Based Costing menentukan driver-driver biaya untuk mengidentifikasikan biaya over head pabrik yang dikonsumsi oleh masing-masing produk. b. Biaya Overhead Pabrik berlevel non unit jumlahnya besar Biaya berbasis non unit harus merupakan presentase signifikan dari biaya overhead pabrik. Jika biaya-biaya berbasis non unit jumlahnya kecil, maka sistem activity based costing belum diperlukan sehingga perusahaan masih dapat menggunakan sistem biaya full costing. c. Diversitas Produk Diversitas produk mengakibatkan rasio-rasio konsumsi antara aktivitas- aktivitas berbasis unit dan non unit berbeda-beda. Jika dalam suatu perusahaan mempunyai diversitas produk maka diperlukan penerapan sistem Activity- Based Costing. Namun jika berbagai jenis produk menggunakan aktivitas-aktivitas berbasis unit dan bukan unit dengan rasio relatif sama, berarti diversitas produk relatif rendah sehingga tidak ada masalah jika digunakan sistem biaya full costing. D. Identifikasi aktifitas pada sistem activity-based costing Konsep dasar sistem activity based costing menyatakan bahwa biaya ada penyebabnya dan penyebab biaya adalah aktivitas. Karena itu, aktivitas merupakan
  • 42. 29 fokus utama sistem Activity- Based Costing, dan identifikasi merupakan langkah penting dalam perancangan sistem Activity- Based Costing. Aktivitas menurut Hansen dan Mowen (Hansen, Don R. dan Maryanne M. Mowen, Managerial Accounting: Akuntansi Manajerial, Jakarta: Salemba Empat 2009),hal,154. merupakan tindakan-tindakan yang diambil atau pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan dalam perusahaan. Hansen dan Mowen (Hansen, Don R. dan Maryanne M. Mowen, Managerial Accounting: Akuntansi Manajerial, Jakarta: Salemba Empat 2009),hal,154-155. mengungkapkan aktivitas-aktivitas yang telah diidentifikasi dapat diklasifikasikan menjadi salah satu dari empat kategori umum aktivitas yaitu : a. Aktivitas tingkat unit (unit level activities) Aktivitas tingkat unit merupakan aktivitas yang dilakukan setiap suatu unit produksi diproduksi. Biaya aktivitas unit level bersifat proporsional dengan jumlah unit produksi. Sebagai contoh pemesanan dan perakitan adalah aktivitas yang dikerjakan tiap kali suatu unit dikerjakan. b. Aktivitas tingkat batch (batch level activities) Aktivitas tingkat batch merupakan aktivitas yang dilakukan setiap batch barang diproduksi, dimana batch adalah sekelompok produk/jasa yang diproduksi dalam satu kali proses, tanpa memperhatikan berapa unit yang ada dalam batch tersebut. Biaya pada batch level lebih tergantung pada jumlah batch yang diproses dan bukannya pada jumlah unit produksi, jumlah unit yang dijual, atau ukuran volume yang lain. Biaya aktivitas tingkat batch bervariasi dengan jumlah batch tetapi tetap terhadap unit pada setiap batch. Contoh aktivitas tingkat batch adalah penyetelan, pengawasan, jadwal produksi, dan penanganan bahan. Basis
  • 43. 30 pembebanan biaya aktivitas ke produk yang menggunakan jumlah batch disebut batch related activity driver. c. Aktivitas tingkat produk (product level activity) Aktivitas tingkat produk merupakan aktivitas yang dilakukan karena diperlukan untuk mendukung berbagai produksi yang diproduksi oleh perusahaan. Contoh biaya aktivitas tingkat produk adalah perubahan teknik, pengembangan prosedur, pengujian produk, pemasaran produk, rekayasa teknik produk, pengiriman, dan lain-lain. d. Aktivitas tingkat fasilitas (facility level activity) Aktivitas tingkat fasilitas merupakan aktivitas yang menopang proses manufaktur secara umum, yang diperlukan untuk menyediakan fasilitas atau kapasitas pabrik untuk memproduksi, dimana fasilitas adalah sekelompok sarana dan prasarana yang dimanfaatkan untuk proes pembuatan produk atau penyerahan jasa. Biaya aktivitas ini tidak berhubungan dengan unit, batch, atau bauran produksi yang diproduksi. Contoh aktivitas tingkat aktivitas adalah manajemen pabrik, tata letak, pendukung program komunitas, keamanan, pajak kekayaan dan penyusutan di pabrik. E. Analisis penggerak pada sistem activity-based costing Aktivitas (activity) adalah perbuatan, tindakan, atau pekerjaan spesifik yang dilakukan. Suatu pekerjaan dapat berupa suatu tindakan atau kumpulan dari beberapa tindakan. Penggerak atau penggerak biaya adalah masalah faktor yang menyebabkan atau menghubungkan perubahan biaya dari aktivitas. Karena penggerak biaya
  • 44. 31 menyebabkan atau berhubungan dengan perubahan biaya, jumlah penggerak biaya terukur atau terhitung adalah dasar yang sangat baik untuk membebankan biaya sumber daya pada aktivitas dan biaya satu atau lebih aktivitas pada aktivitas atau objek biaya lainnya. Penggerak biaya ada dua yaitu : a. Penggerak biaya konsumsi sumber daya (resource comsumption cost driver) adalah ukuran jumlah sumber daya yang dikonsumsi oleh semua aktivitas. Penggerak biaya ini digunakan untuk membebankan biaya sumber daya yang dikonsumsi oleh atau terkait dengan suatu aktivitas ke aktivitas atau tempat penampungan biaya tertentu. b. Penggerak biaya konsumsi (activity consumption cost driver) mengukur jumlah aktivitas yang dilakukan untuk suatu objek biaya. Penggerak biaya ini digunakan untuk membebankan biaya-biaya aktivitas dari tempat penampungan biaya ke objek biaya. Ada tiga hal yang perlu dipertimbangkan dalam memilih penggerak biaya dalam sistem biaya activity-based costing yaitu: a. Tersedianya data yang berhubungan dengan cost driver Adanya data yang rapi dan rinci mengenai suatu aktivitas merupakan syarat mutlak dapat diselenggarakannya sistem Activity- Based Costing. b. Adanya korelasi antara cost driver dengan input biaya Harus ada korelasi yang erat antara cost driver dengan konsumsi sumber daya sebab jika tidak maka harga pokok yang dihitung tidak akan akurat. c. Pengaruh penentuan cost driver terhadap prestasi
  • 45. 32 Cost driver dapat mempengaruhi tingkah laku manajemen jika cost driver tersebut dijadikan salah satu pertimbangan dalam mengevaluasi kinerja manajemen. F. Manfaat Sistem Activity- Based Costing Activity- Based Costing membantu mengurangi distorsi yang disebabkan oleh alokasi biaya konvensional. Activity- Based Costing juga memberikan pandangan yang jelas tentang bagaimana komposisi perbedaan produk, jasa dan aktivitas perusahaan yang memberi kontribusi sampai lini yang paling dasar dalam jangka panjang. Manfaat utama Activity-Based Costing menurut Blocher dkk (Blocher, Edward J., Chen Kung H. Lin, Thomas W, Manajemen Biaya: Dengan Tekanan Strategik, Jakarta, Salemba Empat, 2000),hal,127. adalah: a. Activity-Based Costing menyajikan biaya produk yang lebih akurat dan informatif, yang mengarahkan kepada pengukuran profitabilitas produk yang lebih akurat dan informatif, yang mengarahkan kepada pengukuran profitabilitas produk yang lebih akurat dan kepada keputusan stratejik yang lebih baik tentang penentuan harga jual, lini produk, pasar, dan pengeluaran modal. b. Activity-Based Costing menyajikan pengukuran yang lebih akurat tentang biaya yang dipicu oleh adanya aktivitas, hal ini dapat membantu manajemen untuk meningkatkan product value dan dengan membuat keputusan yang lebih baik tentang desain produk, mengendalikan biaya secara lebih baik dan membantu perkembangan proyek-proyek peningkatan value.
  • 46. 33 c. Activity-Based Costing memudahkan manajer memberikan informasi tentang biaya relevan untuk pengambilan keputusan bisnis. Manfaat sistem Activity-Based Costing (ABC) menurut Supriono (Supriono, Akuntansi Biaya dan Akuntansi Manajemen Untuk Tekhnologi Maju dan Globalisasi, edisi II, Yogyakarta, BPFE, 2007),hal,280. yaitu: a. Menentukan biaya produk secara lebih akurat b. Meningkatkan mutu pembuatan keputusan c. Menyempurnakan perencanaan strategis Meningkatkan kemampuan yang lebih baik untuk mengelola aktivitas- aktivitas melalui penyempurnaan berkesinambungan. Sedangkan manfaat sistem Activity-Based Costing (ABC) menurut Mulyadi (Mulyadi., Akuntansi Manajemen, Jakarta, Salemba Empat, 2003),hal,94. antara lain: a. Menyediakan informasi berlimpah tentang aktivitas yang digunakan oleh perusahaan untuk menghasilkan produk dan jasa bagi customer. b. Menyediakan fasilitas untuk menyusun dengan cepat anggaran berbasis aktivitas (activity based budget). c. Menyediakan informasi biaya untuk memantau implementasi rencana pengurangan biaya. d. Menyediakan secara akurat dan multidimensi biaya produk dan jasa yang dihasilkan oleh perusahaan. G. Keterbatasan Sistem Activity-Based Costing
  • 47. 34 Keterbatasan penggunaan sistem Activity-Based Costing menurut Blocher dkk (Blocher, Edward J., Chen Kung H. Lin, Thomas W, Manajemen Biaya: Dengan Tekanan Strategik, Jakarta, Salemba Empat, 2000),hal,127. adalah: a. Alokasi Bahkan jika data aktivitas tersedia, beberapa biaya mungkin membutuhkan alokasi ke departemen atau produk berdasarkan ukuran volume arbitrer yang secara praktis tidak dapat ditemukan aktivitas yang dapat menyebabkan biaya tersebut. Contoh beberapa biaya untuk mempertahankan fasilitas, seperti aktivitas membersihkan pabrik dan pengelolaan proses produksi. b. Mengabaikan biaya Keterbatasan lain dari activity based costing adalah beberapa biaya yang diidentifikasikan pada produk tertentu diabaikan dari analisis. Aktivitas yang biayanya sering diabaikan adalah pemasaran, advertensi, riset, dan pengembangan, rekayasa produk, dan klaim garansi. Tambahan biaya secara sederhana ditambahkan ke biaya produksi untuk menentukan biaya produk total. Secara konvensional biaya pemasaran dan administrasi tidak dimasukkan ke dalam biaya produk karena persyaratan pelaporan keuangan yang dikeluarkan oleh GAAP mengharuskan memasukkan ke dalam biaya periode. c. Pengeluaran waktu yang dikonsumsi Sistem Activity-Based Costing sangat mahal untuk dikembangkan dan diimplementasikan. Di samping itu juga membutuhkan waktu yang banyak. Seperti sebagian besar sistem akuntansi dan manajemen yang inovatif,
  • 48. 35 biasanya diperlukan waktu lebih dari satu untuk mengembangkan dan mengimplementasikan Activity-Based Costing dengan sukses. H. Kelebihan Sistem Activity-Based Costing Sistem Activity-Based Costing memiliki beberapa kelebihan menurut Hansen dan Mowen (Hansen, Don R. dan Maryanne M. Mowen, Managerial Accounting: Akuntansi Manajerial, Jakarta, Salemba Empat, 2011),hal,36. antara lain: a. Sistem Activity-Based Costing dapat memperbaiki distorsi yang melekat dalam informasi biaya konvensional berdasarkan alokasi yang hanya menggunakan penggerak yang dilakukan oleh volume. b. Sistem Activity-Based Costing lebih jauh mengakui hubungan sebab akibat antara penggerak biaya dengan kegiatan. c. Sistem Activity-Based Costing menghasilkan banyak informasi mengenai kegiatan dan sumber daya yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan tersebut. d. Sistem Activity-Based Costing menawarkan bantuan dalam memperbaiki proses kinerja yang menyediakan informasi yang lebih baik untuk mengidentifikasikan kegiatan yang banyak pekerjaan. e. Sistem Activity-Based Costing menyediakan data yang relevan hanya jika biaya setiap kegiatan adalah sejenis dan benar-benar proposional. I. Kekurangan Sistem Activity-Based Costing Kekurangan sistem Activity-Based Costing menurut Hansen dan Mowen (Hansen, Don R. dan Maryanne M. Mowen, Akuntansi Manajemen, Jakarta, Salemba Empat, 2006),hal,192. adalah :
  • 49. 36 a. Dengan menggunakan sistem Activity-Based Costing manajer dapat mengasumsikan penghapusan produk bervolume rendah. Menggantinya dengan produk baru yang lebih matang dan memiliki margin lebih tinggi, yang akan meningkatkan profitabilitas perusahaan. Namun strategi pemotongan biaya akan meningkatkan margin jangka pendek manajer mungkin memerlukan penggunaan waktu dan anggaran lebih banyak untuk tujuan pengembangan serta perbaikan mutu produk barunya. b. Sistem Activity-Based Costing dapat mengakibatkan kesalahan konsepsi mengenai penurunan biaya penanganan pesanan penjualan dengan mengeliminasi pesanan kecil yang menghasilkan margin lebih rendah. Sementara strategi ini mengurangi jumlah pesanan penjualan, pelanggan mungkin lebih sering menginginkan pengiriman dalam jumlah kecil bila dibandingkan dengan interval pemesanannya. Jika terdapat perusahaan pesaing yang mau memenuhi kebutuhan mereka, sebaliknya jika pelanggan lebih menyukai dalam jumlah kecil, manajer harus mempelajari kegiatan yang terlibat untuk dapat mengetahui jika terdapat kegiatan yang tidak bernilai. c. Sistem Activity-Based Costing secara khusus tidak menyesuaikan diri secara khusus dengan prinsip-prinsip akuntansi berterima umum. Activity-Based Costing mendorong biaya non produk, oleh karena itu banyak perusahaan menggunakan Activity-Based Costing untuk analisis internal dan terus menggunakan sistem konvensional untuk pelaporan eksternal.
  • 50. 37 d. Penekanan informasi Activity-Based Costing dapat juga menyebabkan manajer secara konstan mendorong pengurangan biaya. e. Activity-Based Costing tidak mendorong identifikasi dan penghapusan kendala yang menyebabkan keterlambatan dan kelebihan. J. Keuntungan Sistem Activity-Based Costing Beberapa keuntungan dari penggunaan sistem Activity-Based Costing dalam penentuan harga pokok produksi adalah sebagai berikut: a. Biaya produk yang lebih realistik, khususnya pada industri manufaktur teknologi tinggi dimana biaya over head adalah merupakan proporsi yang signifikan dari total biaya. b. Semakin banyak over head yang dapat ditelusuri ke produk. Analisis sistem Activity-Based Costing itu sendiri memberi perhatian pada semua aktivitas sehingga biaya aktivitas yang dapat ditelusuri. c. Sistem Activity-Based Costing mengakui bahwa aktivitaslah yang menyebabkan biaya (activity cause cost) bukanlah produk, dan produklah yang mengkonsumsi aktivitas. d. Sistem activity based costing mengakui kompleksitas dari diversitas produksi yang modern dengan menggunakan banyak pemicu biaya (multiple cost driver), banyak dari cost driver tersebut adalah berbasis transaksi (transaction based) dari pada berbasis volume produk. K. Perbandingan Sistem Biaya Tradisional dan Sistem Activity-Based Costing Perbedaan antara sistem biaya Tradisional dan Activity-Based Costing itu seperti siang dan malam, namun sumber perbedaan ini terletak pada dasar asumsi :
  • 51. 38 1) Sistem biaya Tradisional, yaitu produk mengkonsumsi sumber daya, dan biaya yang dialokasikan dengan menggunakan dasar alokasi tingkat unit. 2) Activity-Based Costing, yaitu produk mengkonsumsi aktivitas, mereka tidak langsung menggunakan sumber daya. Biaya yang dilacak menggunakan driver bertingkat. Activity-Based Costing merupakan suatu alternatif dari penentuan harga pokok produksi konvensional. Dimana penentuan harga pokok produksi Tradisional adalah full costing dan variable costing, yang dirancang berdasarkan kondisi teknologi manufaktur pada masa lalu dengan menggunakan teknologi informasi dalam proses pengolahan produk dan dalam mengolah informasi keuangan. Perbedaan antara kedua metode ini dapat dilihat di tabel. Tabel 2.1 Perbandingan metode Activity-Based Costing dengan metode biaya Tradisional Sistem activity based costing Sistem biaya Tradisional Menggunakan penggerak berdasarkan Aktivitas Menggunakan penggerak biaya berdasarkan volume Membebankan biaya overhead pertama ke biaya aktivitas baru kemudian ke produk Membebankan biaya overhead pertama ke departemen dan kedua ke produk Fokus pada pengelolaan proses dan aktivitas Fokus pada pengelolaan biaya departemen fungsional Beberapa perbandingan antara sistem konvensional dan sistem Activity- Based Costing adalah sebagai berikut : a. Sistem Activity-Based Costing menggunakan aktivitas-aktivitas sebagai pemicu biaya (cost driver) untuk menentukan seberapa besar konsumsi overhead dari setiap
  • 52. 39 produk. Sedangkan sistem konvensional mengalokasikan biaya overhead secara arbiter berdasarkan satu atau dua basis alokasi yang non representatif. b. Sistem Activity-Based Costing memfokuskan pada biaya, mutu dan faktor waktu. Sistem konvensional terfokus pada performansi keuangan jangka pendek seperti laba. Apabila sistem konvensional digunakan untuk penentuan harga dan profitabilitas produk yang produknya lebih dari satu angka-angkanya tidak dapat diandalkan. c. Sistem Activity-Based Costing memerlukan masukan dari seluruh departemen persyaratan ini mengarah ke integrasi organisasi yang lebih baik dan memberikan suatu pandangan fungsional silang mengenai organisasi. d. Sistem Activity-Based Costing mempunyai kebutuhan yang jauh lebih keciluntuk analisis varian dari pada sistem konvensional, karena kelompok biaya (cost pool) dan pemicu biaya (cost driver) jauh lebih akurat dan jelas, selain itu Activity-Based Costing dapat menggunakan data biaya historis pada akhir periode untuk menghitung biaya aktual apabila kebutuhan muncul. L. Penerapan Sistem Activity-Based Costing Pengaruh harga pokok berdasarkan Activity-Based Costing menurut Hariadi (Hariadi, Bambang, Akuntansi Manajemen Suatu Sudut Pandang, Yogyakarta, BPFE, 2002),hal,84-86. memerlukan dua tahap yaitu: a. Tahap pertama Pada tahap pertama ada 5 langkah yang perlu dilakukan yaitu: 1. Mengidentifikasikan aktivitas 2. Menentukan biaya yang terkait dengan masing-masing aktivitas
  • 53. 40 3. Mengelompokkan aktivitas yang seragam menjadi satu. 4. Menggabungkan biaya dari aktivitas-aktivitas yang di kelompokkan. 5. Menghitung tarif per kelompok aktivitas b. Tahap kedua Biaya over head masing-masing kelompok aktivitas dibedakan ke masing-masing aktivitas dibedakan ke masing-masing produk untuk menentukan harga pokok per unit produk. Langkah yang dilakukan adalah dengan menggunakan tarif yang dihitung pada tahap pertama dan mengukur berapa jumlah komsumsi masing- masing produk. Untuk menentukan jumlah pembebanan adalah sebagai berikut: Overhead yang dibebankan = tarif kelompok X jumlah konsumsi setiap produk Sedangkan menurut Slamet (Achmad Slamet, Penganggaran, Perencanaan dan Pengendalian Usaha, Semarang, UNNES Press, 2007),hal,104. untuk menetapkan Activity-Based Costing dibagi dalam dua tahap yaitu: a. Tahap pertama Tahap pertama pada sistem Activity-Based Costing pada dasarnya terdiri dari: 1. Mengidentifikasi aktivitas. 2. Membebankan biaya ke aktivitas. 3. Mengelompokkan aktivitas sejenis untuk membentuk kumpulan sejenis. 4. Menjumlahkan biaya aktivitas yang dikelompokkan untuk mendefinisikan kelompok biaya sejenis. 5. Menghitung kelompok tarif overhead. b. Tahap kedua
  • 54. 41 Pada tahap kedua, biaya dari setiap kelompok overhead ditelusuri ke produk, dengan menggunakan tarif kelompok yang telah dihitung. Pembebanan overhead dari setiap kelompok biaya pada setiap produk dihitung dengan rumus sebagai berikut: Overhead dibebankan = tarif kelompok X unit driver yang dikonsumsi 2.2 Menghitung kecukupan, keseragaman, dan kenormalan data Uji keseragaman data bertujuan untuk menguji keseragaman dari data yang yang sudah didapat. Langkah-langkah untuk melakukan uji keseragaman data : 1. Menghitung data rata-rata Data Rata-Rata = ∑ xi / N Ket : ∑ xi : Jumlah total data per bulan N : Jumlah pengamatan 2. Menghitung Standard Deviasi σ = √ ∑ Xi−X Rata−rata N− Ket : Xi : Rata-rata data N : Jumlah Pengamatan 3. Menghitung Kontrol Atas (BKA) BKA = P + (2 x σ) Ket : P : Faktor Penyesuaian
  • 55. 42 σ : Standar Deviasi 4. Menghitung Kontrol Bawah (BKB) BKA = P - (2 x σ) Ket : P : Faktor Penyesuaian σ : Standar Deviasi Kecukupan data merupakan salah satu pengujian data - data yang telah didapatkan sebelumnya. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui berapa jumlah data pengamatan yang sebaiknya digunakan dan bertujuan untuk menguji apakah data pengamatan yang telah dikumpulkan sebelumnya sudah memenuhi jumlah yang sebaiknya digunakan. Tingkat ketelitian menunjukkan penyimpangan maksimal hasil penghukuran dari waktu sebenarnya dan biasanya dinyatakan dalam bentuk persen. Sedangkan tingkat keyakinan menunjukkan besarnya keyakinan pengukur bahwa hasil yang diperoleh memenuhi syarat ketelitian dan biasanya dinyatakan dalam bentuk persen. Dalam aktifitas pengukuran kerja biasanya akan diambil tingkat ketelitian 10 % dan tingkat keyakinan 90 % atinya adalah bahwa pengukur membolehkan rata - rata hasil pengukurannya menyimpang sejauh 10 % dari rata-rata sebenarnya dan kemungkinan berhasil mendapatkan adalah 90 %. Jika jumlah pengukuran yang seharusnya dilakukan lebih besar dari jumlah pengukuran yang telah dilakukan (N’ > N), maka dilakukan pengukuran ulang dengan N lebih besar. Jika N > N’ berarti bahwa jumlah pengamatan yang telah dilakukan memenuhi syarat tingkat ketelitian
  • 56. 43 dan tingkat keyakinan . Berikut ini rumus yang digunakan untuk menghitung berapa jumlah data yang harus didapatkan : N’ = [ �∶ � √� ∑ Xi kuadrat – ∑ Xi ]2 2 ∑ Xi ] Ket : N’ : Jumlah data pengamatan yang harus dikumpulkan. K : Tingkat keyakinan (confidence level) S : Derajat ketelitian N : Jumlah data pengamatan yang telah dikumpulkan sebelumnya. ∑ xi : Jumlah total data 2.3 Pengertian, sejarah, aktivitas, perkembangan, dan peranan serta tantangan teknik industri Definisi teknik industri adalah aplikasisi stematis dari kombinasi sumber daya fisika dan alam dengan suatu cara tertentu untuk menciptakan, mengembangkan, memproduksi dan mendukung suatu produk atau suatu proses dimana secara ekonomis mencakup beberapa bentuk kegunaan bagi manusia. Sedangkan Menurut Institute of Industrial Engineering (IIE) teknik industri adalah disiplin ilmu teknik / engineering yang menangani pekerjaan-pekerjaan perancangan (design), perbaikan (improvement), penginstalasian (installation), dan menangani masalah manusia, peralatan, bahan/material, informasi, energisecara efektif dan efisien. Aktivitas2 yang dapat di lakukan disiplin teknik industri menurut American Institute of Industrial Engineering (AIIE) a. Perencanaan dan pemilihan metode kerja dalam prosesproduksi.
  • 57. 44 b. Pemilihan dan perancangan perkakas kerja serta peralatan yang di butuhkan dalam proses produksi. c. Desain fasilitas pabrik, termasuk perencanaan tataletak fasilitas produksi, peralatan pemindahan material. d. Desain dan perbaikan sistem perencanaan dan pengendalian untuk distribusi barang / jasa, pengendalian persediaan, pengendalian kualitas. e. Pengembangan sistem pengendalian ongkos produksi (pengendalian budget, analisa biaya standar produksi, dll). f. Perancangan dan pengembangan produk. g. Desain dan pengembangan sistem pengukuran performans serta standar kerja. h. Pengembangan dan penerapan sistem pengupahan dan pemberian insentif. i. Perencanaan dan pengembangan organisasi, prosedur kerja. j. Analisa lokasi dengan mempertimbangkan pemasaran, bahan baku, suplai tenaga kerja. k. Aktivitas penyelidikan operasional dengan analisa matematik, simulasi, program linier, teori pengambilan keputusan dan lain lain. Perkembangan dan organisasi yang mendukung berdirinya disiplin Teknik Industri sebagai berikut : a. American Society of Mechanical Engineering (ASME) adalah Organisasi ini pertama kali mendiskusikan konsep-konsep teknik
  • 58. 45 industri dan merupakan persemaian dari timbulnya konsep teknik industri. b. Pada tahun 1912 berdiri organisasi bernama The Efficiency Society danThe Society to Promote the Science of Management yang kemudian pada tahun 1915 keduanya bergabung menjadi The Taylor Society. Organisasi ini bertujuan mengembangkan konsep-konsep manajemen umum yang diperkenalkan oleh Frederick Winslow Taylor. c. Tahun 1917 berdiri Society of Industrial Engineering (SIE) yang mewadahi para spesialis produksi maupun para manajer sebagai pembanding terhadap filosofi manajemen umum yang telah dikembangkan oleh Taylor. d. Tahun 1932 berdiri The Society of Manufacturing Engineer (SME) untuk mengembangkan pengetahuan dibidang manufaktur. e. Tahun 1936 The Taylor Society dan The Society of Industrial Engineering bergabung menjadi The Society for Advancement Management (SAM). f. Program studi Teknik Industri pertama kali dibuka pada tahun 1908 di Pennsylvania State University. g. Tahun 1948 berdiri The American Society of Industrial Engineering dengan didukung sekitar 70 negara, American Institute of Industrial Engineering (AIIE) berkembang menjadi organisasi internasional dengan nama Institute of Industrial Engineering (IIE).
  • 59. 46 h. Pendidikan Teknik Industri di Indonesia di perkenalkan oleh Bapak Matthias Aroef pada tahun 1958 setelah menyelesaikan studi di Cornell University. i. Tahun 1960 membuka sub jurusan teknik produksi di jurusan teknik mesin, sebagai embrio berdirinya teknik industri. j. Tahun 1971 berdiri jurusan teknik industri yang terpisah dengan Teknik Mesinyang kemudian mengawali pendidikan Teknik Industri di Indonesia. k. Pada saat ini telah berkembang pendidikan Teknik Industri baik di Perguruan Tinggi Negri maupun Perguruan Tinggi Swasta. Peranan teknik industri dalam kehidupan a. Dapat memecahkan masalah-masalah baik di sektor industri maupun non-industri serta persoalan yang dapat di pandang sebagai suatu sistem yang integral b. Pendekatan Teknik Industri dapat di terapkan untuk pengambilan keputusan dalam analisa manajemen dengan melihat suatu masalah sebagai bagian dari sistem yang integral c. Salah satu pemanfaatan Teknik Industri yaitu produksi masal yang sedikit banyak membutuhkan sumber daya manusia untuk memperbaiki efisiensi, efektifitas dan peningkatan produktifitas kerja. Tantangan masa depan teknik industri a. Bagaimana mendesain sistem & proses yang sesuai dengan lingkungan.
  • 60. 47 b. Bagaimana mendesain produk yang aman dan handal sesuai peraturan. c. Bagaimana mendesain sistem yang mengoptimalkan penggunaan sumber daya untuk memenuhi kebutuhan manusia. 2.4 Penelltian terdahulu Penelitian yang berkaitan dengan penentuan harga pokok produksi berdasarkan sistem Activity-Based Costing telah dilakukan beberapa peneliti. Harga pokok produksi dengan sistem activity based costing dilakukan pada perusahaan tahu. Untuk cost pool tahu putih harga pokok produksi sebesar Rp. 97.576,26/tong dengan harga jual sebesar Rp. 115.000,00/tong memperoleh keuntungan sebesar Rp. 17.423,74 atau sebesar 17,88%, sedangkan untuk cost pool tahu goreng harga pokok produksi sebesar Rp. 103.534,49/tong dengan harga jual Rp. 150.000,00/tong memperoleh keuntungan sebesar Rp. 46.465,51 atau sebesar 44,88%.(Betty Br Sembiring:2011). Penelitian juga dilakukan untuk penentuan harga pokok produksi menggunakan sistem activity based costing pada Batik Agus Sukoharjo. Harga pokok produksi dengan menggunakan sistem Activity-Based Costing (ABC) pada cost poll kemeja batik sebesar Rp. 86.649,30 dengan keuntungan sebesar Rp 18.350,71, pada cost poll jarik batik sebesar Rp 66.649,00 dengan keuntungan sebesar Rp 13.351,01, pada cost poll sarung batik sebesar Rp 67.755,35 dengan keuntungan sebesar Rp 14.836,67. (Bayu Rahmad Setyawan:2011).
  • 61. 48 BAB III KERANGKA PEMECAHAN MASALAH 3.1 Kerangka berpikir / prosedur Sistem biaya tradsional tidak mampu untuk membebankan biaya overhead kepada masing-masing produk secara tepat ke masing-masing produksi. Faktor utama yang merupakan penyebab utama ketidak mampuan sistem konvensional untuk membebankan biaya overhead secara tepat adalah proporsi biaya overhead yang tidak berkaitan dengan unit terhadap total biaya overhead dan tingkat keragaman produksi. Sistem tradisional mengasumsikan bahwa pemakaian sumber daya berkaitan erat dengan unit yang diproduksi. Apabila biaya overhead didominasi oleh biaya berlevel unit, maka tidak akan timbul masalah. Sebaliknya apabila biaya overhead didominasi oleh biaya overhead berlevel non unit, maka penggerak aktivitas berdasarkan unit tidak mampu membebankan biaya overhead tersebut secara akurat ke produksi. Distorsi biaya akan terjadi pada perusahaan yang menghasilkan bermacam-macam produk jika masih menggunakan sistem tradisional. Produk yang berbeda dalam dalam ukuran dan kompleksitas akan mengkonsumsi sumber daya dalam jumlah yang berbeda pula. Sejalan dengan peningkatan diversitas produk, kuantitas sumber daya yang dibutuhkan untuk menangani transaksi dan mendukung aktivitas meningkat, sehingga semakin tinggi pula distorsi yang dihasilkan dari biaya produk yang dilaporkan dengan sistem tradisional. Penerapan sistem Activity-Based Costing adalah salah satu solusi tepat untuk dapat menentukan harga pokok produk dengan akurat. Penerapan ini 48
  • 62. 49 dilakukan dengan mengidentifikasi aktivitas yang ada pada PT. SKF Indonesia yaitu Ball bearing, Spacer dan HUB bearing. Dengan mengklasifikasikan aktivitas ke dalam level yang sejenis. Masing-masing kelompok aktivitas memiliki aktivitas sendiri-sendiri dalam menghasilkan produk, setelah dilakukan penelitian awal dapat disimpulkan bahwa aktivitas yang memicu dari kelompok aktivitas tersebut adalah aktivitas Heat treatment, Face & OD grinding, channel line, dan pengemasan. PT. SKF Indonesia adalah perusahaan yang bergerak di bidang industri spare part otomotif yang memproduksi beberapa macam Bearing. Produk tersebut meliputi Ball bearing, Spacer dan HUB bearing. Bahan baku utama dalam pembuatan Bearing ini yaitu Outer rings, Inner rings, bahan penolongnya utamanya adalah Cages, Balls, Seals dan Shields. Tenaga kerja yang membantu dalam proses produksi pada PT. SKF Indonesia ada beberapa pekerja. Biaya overhead pabrik yang dibebankan pada produksi Bearing antara lain biaya bahan penolong, biaya listrik, biaya air minum, biaya tenaga kerja pengiriman, biaya BBM, biaya telepon. Dalam mengidentifikasi biaya overhead berbeda dengan pengidentifikasian biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja. Biaya overhead pabrik tidak dapat dibebankan secara merata atau sama pada semua produk yang dihasilkan karena setiap produk mengkonsumsi biaya overhead yang berbeda-beda sesuai dengan aktivitas produksinya. Penerapan sistem Activity-Based Costing dilakukan dengan mengi- dentifikasikan aktivitas yang ada pada PT. SKF Indonesia yaitu pada produksi Ball bearing, Spacer dan HUB bearing, dilanjutkan dengan mengidentifikasikan aktivitas ke dalam level yang sejenis. Aktivitas ini diklasifikasikan ke dalam empat kelompok
  • 63. 50 umum yaitu aktivitas tingkat unit, tingkat produk, tingkat batch dan tingkat fasilitas. Masing-masing tingkat kelompok tersebut memiliki aktivitas-aktivitas sendiri-sendiri dalam menghasilkan produk, namun setelah dilakukan penelitian awal disimpulkan bahwa aktivitas yang memicu (cost driver) dari kelompok aktivitas tersebut adalah aktivitas kegiatan Heat treatment, Face & OD grinding, Channel line, dan Pengemasan. Masing-masing pemicu memiliki aktivitas yang menimbulkan biaya untuk melakukan aktivitas tersebut diantaranya adalah kegiatan Heat treatment, Face & OD grinding, channel line, dan pengemasan. Kegiatan berikutnya adalah menentukan tarif kelompok (pool rate) yaitu mengalokasikan biaya-biaya yang terjadi ke produksi dengan pembagiannya adalah cost driver. 3.2 Studi lapangan dan studi pustaka Dalam studi lapangan penulis melakukan pengamatan secara langsung ke perusahaan untuk mendapatkan data-data umum dan data khusus untuk penelitian yang dibutuhkan. Diharapakan dengan studi lapangan ini lebih mengakuratkan data- data yang ada sehingga menghindari tidak jelasnya penyelesaian. Sedangkan studi pustaka dilakukan dengan membaca literatur-literatur yang mendukung untuk memecahkan permasalahan yang ada.
  • 64. 51 3.3 Jenis dan sumber data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data umum yang merupakan data yang diperoleh dari PT. SKF Indonesia yang menjadi tempat penelitian. Sumber data secara keseluruhan diperoleh dari dalam institusi yang menjadi tempat penelitian. Data yang bersifat kuantitatif diperoleh dari dokumen/ arsip bagian produksi dan bagian personalia. Sedangkan data yang bersifat kualitatif diperoleh dari wawancara dan pengamatan secara langsung di perusahaan. 3.4 Metode pengumpulan data Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan melakukan pengamatan langsung di perusahaan yang menjadi objek penelitian. Teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah sebagai berikut. 1. Wawancara (interview) Merupakan suatu cara untuk mendapatkan data atau informasi dengan tanya jawab secara langsung pada orang yang mengetahui tentang objek yang diteliti. Dalam hal ini adalah dengan pihak pimpinan, pekerja atau operator PT XXX yaitu data mengenai jenis-jenis produk, proses produksi serta bahan baku yang digunakan. 2. Obsevasi Yaitu pengamatan atau peninjauan secara langsung di tempat penelitian yaitu di PT XXX dengan mengamati sistem atau cara kerja yang ada. 3. Dokumentasi
  • 65. 52 Yaitu dengan mempelajari dokumen-dokumen perusahaan yang berupa laporan kegiatan produksi, laporan jumlah produksi dan harga bahan baku produk, serta dokumen kepegawaian dan data-data yang diperlukan dalam peneltian ini. 3.5 Pengolahan data Pengolahan data dalam penelitian ini adalah metode analisis deskriptif dengan menggunakan sistem Activity -Based Costing. Bahan baku yang dihitung menurut Nafarin (M. Nafarin, Penganggaran Perusahaan, Jakarta, Salemba Empat, 2007),hal,203. dalam satuan (unit) uang disebut anggaran biaya bahan baku. Perhitungan bahan baku adalah kuantitas standar bahan baku dipakai dikalikan harga standar bahan baku per unit. Untuk menghitung biaya tenaga kerja langsung menurut Nafarin (M. Nafarin, Penganggaran Perusahaan, Jakarta, Salemba Empat, 2007),hal,225 terlebih dahulu ditetapkan biaya tenaga kerja langsung standar per unit produk. Untuk perhitungan biaya overhead pabrik dengan sistem Activity-Based Costing dihitung menggunakan pendekatan yang terdiri dari dua tahap yaitu : a) Prosedur Tahap Pertama Pada tahap pertama ada 5 langkah yang perlu dilakukan dalam metode activity-based costing yaitu : 1. Mengidentifikasi aktifitas. Aktivitas yang dilakukan dalam pembuatan tas adalah: Heat treatment, Face & OD grinding, channel line, dan pengemasan.
  • 66. 53 2. Membebankan biaya ke aktivitas Biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi antara lain: biaya bahan penolong, biaya air minum, biaya listrik, biaya pengemasan, biaya pengiriman, dan biaya telepon. 3. Mengelompokkan aktivitas sejenis untuk membentuk kumpulan sejenis Mengelompokkan aktivitas yang saling berkaitan untuk membentuk kumpulan yang sejenis (homogen). 4. Menjumlahkan biaya aktivitas yang dikelompokkan untuk mendefinisikan kelompok biaya sejenis Mengelompokkan biaya aktivitas yang telah dikelompokkan untuk mendefinisikan kelompok biaya sejenis (homogeneous cost pool). 5. Menghitung kelompok tarif overhead b) Prosedur Tahap Kedua Pada tahap kedua, biaya dari setiap kelompok overhead ditelusuri ke produk, dengan menggunakan tarif kelompok yang telah dihitung. Pembebanan overhead dari setiap kelompok biaya pada setiap produk dihitung dengan rumus sebagai berikut: Overhead yang dibebankan = tarif kelompok x unit driver yang dikonsumsi Selanjutnya, harga pokok produksi dapat dihitung dengan menjumlahkan seluruh biaya yang digunakan, terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja, dan biaya overhead pabrik dibagi per unit produk yang dihasilkan oleh perusahaan. BOP Kelompok aktivitas tertentu Driver biaya Tarif pool=
  • 67. 54 3.6 Analisis dan Pembahasan Setelah melakukan pengolahan data maka selanjutnya penulis melakukan anakisis dan pembahasan terhadap hasil pengolahan data mengenai harga pokok produksi dengan metode sistem biaya Activity-Based Costing. 3.7 Kesimpulan dan Saran Pada langkah ini penulis memberikan kesimpulan-kesimpulan yang berhasil diperoleh dan juga memberikan saran-saran kepada perusahaan berdasarkan hasil analisa dari pengolahan data yang telah di peroleh dalam penelitian ini.
  • 68. 55 3.8 Kerangka pemecahan masalah Gambar 3.1 Kerangka Pemecahan Masalah Penelitian Studi Pustaka Studi Lapangan Mulai Selesai Perumusan masalah dan tujuan Pengumpulan data Biaya Overhead Pabrik Biaya Bahan Baku langsung Biaya Tenaga Kerja langsung Penetapan Tarip Kelompok (Pool Rate) Pengalokasian Biaya ke Cost Driver Biaya Face dan OD Biaya Heat Treatmen Biaya Pengemas Biaya Cannel line Tarip Overhead Biaya Overhead yang dibebankan Harga Pokok Produksi dengan metode Activity Based Costing Kesimpulan dan saran Menganalisis perbandingan metode Activity-Based Costing dengan metode Tradisional Biaya Tenaga Kerja tak langsung dan Biaya bahan penolong
  • 69. 56 BAB IV PENGGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 Pengumpulan data Pada langkah ini penulis melakukan pengumpulan data yang dikelompokkan menjadi 2 macam, yaitu pengumpulan data umum dan pengumpulan data khusus dari penelitian. 4.1.1 Data umum Adapun data-data umum yang dikumpulkan terdiri dari sejarah perusahaan, visi dan misi perusahaan, logo intansi, struktur organisasi, dan proses produksi bearing (Bantalan Gelinding). 4.1.1.1 Sejarah perusahaan Usia 31 Tahun bagi sebuah perusahaan bearing merupakan suatu prestasi yang membanggakan, betapa tidak semenjak di dirikan pabrik bearing pada tahun 1984 ini oleh seorang yang bernama Bapak Wirontono, sampai sekarang masih dapat memenuhi permintaan para konsumen, meskipun telah melewati masa krisis moneter yang terjadi pada tahun 1998. Pada mulanya perusahaan ini bernama PT Logam Sari Bearindo, dan perusahaan ini memulai produksi komersial pada Januari 1986 dan mempunyai merek pasaran yaitu BI (Bearing Indonesia) pada tahun 1988 PT Logam Sari Bearindo mengikat perjanjian dengan SKF Swedia yang merupakan produsen bearing terbesar di dunia. Perjanjian tersebut berupa kerja sama teknik yang 56
  • 70. 57 berguna untuk meningkatkan mutu produksi, sehingga BI dapat bersaing dengan produk-produk import. Pada September 1988, perusahaan Astra Internasional melalui PT Federal Motor menjadi salah satu pemegang saham PT Logam Sari Bearindo. Hal itu agar memperkuat struktur permodalan dan pemasaran dan juga menjadikan struktur manajemen menjadi lebih baik. Pada tahun 1992 perusahaan ini mendapat izin usaha tetap dari Departemen Perindustrian Republik Indonesia. Lisensi SKF diberikan untuk semua tipe bearing yang di produksi. Pada akhir tahun 1992 merek FMB (Federal Motor Bearing ) di perkenalkan dan menggantikan merek BI. Setelah sekian tahun semenjak produksi pertamanya, perusahaan ini mendapatkan sertifikasi ISO 9002 dari lembaga sertifikasi Llyod’s Register Quality Assurance ( LRQA ) pada Januari 1996. Hal ini membuktikan dedikasi pihak manajemen terhadap kualitas manajemen perusahaan yang sudah di akui oleh internasional. Pada September 1997, PT Logam Sari Bearindo sudah resmi menjadi bagian dari SKF Group, kemudian berganti nama menjadi PT SKF Indonesia. Tentunya hal ini menjadikan produk – produk yang di produksi memiliki standar dengan SKF Swedia, dan juga tentunya kualitas dan specifikasi produk akan sama dengan produk yang berasal dari PT SKF di seluruh negara. Kemudian demi memenuhi standar manajemen lingkungan maka perusahaan mendapatkan sertifikat ISO 14001 pada Desember 1999, dan juga pada bulan yang sama mendapatkan sertifikat ISO 9000. Pada Januari tahun 2000, di perkenalkan sebuah merek dagang baru yaitu SKF Enduro dan SKF Genio. Pada Desember tahun 2000, AHM sebagai
  • 71. 58 salah satu customer utama memberikan penghargaan sebagai produk bearing yang memiliki kualitas terbaik. Dengan memiliki beberapa sertifikasi, produk PT SKF Indonesia mampu memasuki pasar internasional, yang dimulai pada Oktober 2000 dengan mengekspor produknya ke Malaysia. Pada Maret 2004 PT SKF Indonesia mendapatkan serftikasi ISO/TS 16949. Dari tahun ketahun perkembangan perusahaan ini semakin meningkat, hal itu di tunjukan dengan memperluas area pabrik dalam rangka memenuhi banyak nya permintaan pelanggan yang datang baik dari lokal maupun internasional. Saat ini PT SKF Indonesia memiliki luas tanah 53.000 m2 dan luas pabrik 11.000 m2 dengan memiliki 15 jalur produksi. Adapun manajemen PT SKF Indonesia memegang teguh kebijakan kualitas SKF yaitu : 1. SKF hanya akan memasarkan produk layanan dan solusi yang akan menjamin kepuasan pelanggan. 2. Menjalankan proses bisnis yang kompeten, dapat di andalkan dan efisien. 3. Menerapkan perbaikan berkelanjutan di seluruh organisasi demi mencapai kualitas tanpa cacat ( Zero Defect). Selain kebijakan kualitas, PT SKF Indonesia dalam aktivitas nya juga menerapkan kebijakan lingkungan, Keselamatan dan Kesehatan Kerja, hal tersebut diupayakan agar meraih keuntungan yang dapat bertahan dalam jangka panjang, Adapun tugas utama untuk mencapai tujuan tersebut dengan mengembangkan, membuat dan memasarkan produk dan jasa yang dapat memuaskan kebutuhan pelanggan secara aman dalam penggunaannya untuk menjalankan energi yang
  • 72. 59 digunakan harus efisien, tidak mencemari lingkungan dan dapat di daur ulang atau di buang secara aman. 4.1.1.2 Visi dan Misi perusahaan Visi dari perusahaan PT SKF Indonesia adalah “Melengkapi dunia dengan pengetahuan SKF” . Misi PT SKF Indonesia adalah : Menjadi Perusahaan Pilihan 1. Untuk pelanggan, distributor dan pemasok dengan memberikan industri terkemuka, produk bernilai tinggi, layanan dan solusi rekayasa pengetahuan. 2. Untuk karyawan dengan menciptakan lingkungan kerja yang dapat memuaskan di mana upaya diakui, ide dihargai dan hak-hak individu dihormati. 3. Untuk para pemegang saham dengan memberikan nilai pemegang saham melalui pertumbuhan pendapatan yang berkelanjutan. 4.1.1.3 Logo intansi Gambar 4.1 Logo SKF
  • 73. 60 4.1.1.4 Struktur organisasi Struktur organisasi dalam suatu perusahaan memiliki arti yang sangat penting sebagai alat untuk mencapai tujuan perusahaan, yaitu mengatur tugas, tanggung jawab, dan wewenang pada setiap bagian dalam perusahaan sehingga perusahaan dapat berjalan dengan baik. Struktur organisasi dan job description pada PT SKF Indonesia disusun berdasarkan fungsi-fungsi yang dibutuhkan di dalam perusahaan. Struktur organisasi pada PT SKF Indonesia dapat dilihat dibawah ini, Gambar 4.2 Struktur organisasi PT. SKF Indonesia Guna membagi seluruh pekerjaan dengan tepat, maka PT SKF Indosesia memiliki struktur organisasi yang memiliki pekerjaan masing masing di setiap jabatannya. Berikut ini adalah tugas dari setiap jabatan. 1. President Direktur
  • 74. 61 Adalah pemimpin yang bertanggung jawab atas semua kepentingan perusahaan. 2. Marketing & Sales Director Adalah pemimpin yang bertanggung jawab atas penjualan dan serta pemasukan perusahaan. 3. Manufacturing Director Adalah pemimpin yang bertanggung jawab atas proses produksi dalam perusahaan. 4. Six Sigma Adalah bagian yang bertanggung jawab terhadap kebijakan six sigma yang di gunakan dalam perusahaan. 5. Manufacturing Excellence Facilitator Merupakan bagian yang memfasilitasi semua urusan produksi pada perusahaan. 6. Production Rings Adalah kepala bagian yang bertugas mengatur operasional produksi di dalam perusahaan, bagian ini membawahi langsung heat treatment, Face and Outerside Diameter Grinding. 7. Production Bearings Adalah bertugas menjalankan sistem produksi bearing, yaitu pada proses grinding, honing dan assembling. 8. Enginerring
  • 75. 62 Bagian yang mengatur persiapan peralatan dan memperbaiki mesin – mesin dan perkakas yang mengalami kerusakan. 9. Maintenance Bertanggung jawab dalam hal perawatan mesin yang digunakan dalam proses produksi. berkewajiban menyediakan tenaga ahli dalam hal persiapan dan pengecekan instalasi mesin yang di butuh kan agar mesin dapat berjalan dengan baik dan lancar. 10. Procurement and Material Flow Bertugas mengatur sirkulasi material dalam proses produksi. Departemen ini di sebut juga sebagai bagian gudang, karena mengatur keluar masuk semua perlengkapan dan meterial yang di butuhkan. Bagian ini bertanggung jawab atas penyimpanan material, perkakas, perlengkapan kerja, pakaian pengamanan dan perlengkapan pengamanan yang merupakan cadangan persediaan serta menerima pengiriman barang dari luar yang berhubungan dengan proses produksi. 11. Business Controller Director Pemimpin yang mengontrol sistem perdagangan yang terjadi di dalam perusahaan. 12. Accounting and IS Bagian yang mengatur keuangan dalam perusahaan dan informasi sistem. 13. Quality Assurance Bagian yang bertanggung jawab atas kualitas produk yang di buat oleh perusahaan. 14. AM and Sales administrasi
  • 76. 63 Bagian yang bertugas menawarkan produk yang dihasilkan kepada konsumen pada golongan After Market ( AM ). 15. OEM and Business Development Bagian yang bertugas menawarkan produk yang dihasilkan kepada konsumen pada golongan Original Engine Manufacturing ( OEM ). 16. Human Resource and General Affair Bagian yang mengatur pengurangan dan penerimaan karyawan dalam perusahaan. 17. Susntainability and Environmental, Health and Safety Merupakan departemen keselamatan kerja, yang berkewajiban memberikan pengarahan dan peningkatan kepada para buruh agar terhindar dari kecelakaan kerja. Departement ini juga bertugas memberikan training kepada buruh baru maupun lama tentang kesehatan dan keselamatan kerja, juga penggunaan alat pengamanan , cara penanggulangan kecelakaan kerja. 4.1.1.5 Proses produksi bearing (bantalan gelinding) Sebelum mengetahui proses produksi bearing, sebaiknya terlebih dahulu mengenal apa itu bearing (bantalan) dan fungsi dari bearing. Bearing adalah elemen mesin yang menumpu poros berbeban, sehingga putaran atau gerak bolak-balik dapat bekerja dengan aman, halus, dan panjang umur. Bantalan harus kokoh untuk memungkinkan poros atau elemen mesin lainnya dapat bekerja dengan baik. Jika bearing tidak dapat bekerja dengan baik, maka prestasi kerja seluruh sistem akan menurun atau tidak dapat bekerja pada semestinya. Adapun fungsi dari bearing
  • 77. 64 yaitu mengurangi gesekan dan menahan beban radial, axial, dan kombinasi. Berikut gambar bahan baku bearing yang sebagian besar didatangkan dari luar negeri dalam bentuk barang setengah jadi, Gambar 4.3 Bahan baku bearing. Setelah semua bahan yang sampai di gudang ini baru akan terjadi proses manufaktur bearing dengan tahapan proses sebagai berikut: A. Proses Heat treatment (Pengerasan). B. Proses production ring / face dan OD ( Proses penggerindaan permukaan ) C. Proses production bearing / Channel line (Penghalusan dan Assembly) D. Proses pengemasan (Packaging) Untuk lebih memperjelas proses tersebut akan diuraikan satu persatu proses tersebut dan berikut ini aliran proses produksi bearing di PT. SKF Indonesia. Component Parts of a Ball Bearing Seal Rolling elements Inner ring Outer ring Cage Seal Electrical Business Unit
  • 78. 65 Gambar 4.4 Proses produksi ball bearing A. Proses heat treatment Pada proses ini bahan baku yang sudah ada dan sudah dipersiapkan oleh pihak receiving (gudang) diambil pihak terkait untuk diproses perlakuan panas digunakan untuk meningkatkan daya tahan dan meningkatkan kehidupan potongan cut logam. Pada umumnya, perlakuan panas dilakukan untuk meningkatkan kekuatan material serta mempertinggi sifat mampu manufaktur material, seperti mampu mesin, mampu bentuk serta pengembalian keuletan pada material yang telah dikenakan pengerjaan dingin. Dalam proses pembuatan outer ring dan innering ini, dilakukan juga proses perlakuan panas. Berdasarkan standar pada ASM Handbook yaitu ISO 683-17/ SAE 52100. Proses perlakuan panas yang dikenakan pada outer ring adalah proses quenching dan tempering. Material ini dipanaskan sampai pada temperatur austenisasi (830-870oC), sehingga seluruhnya akan berubah menjadi fasa austenit. Dari temperatur austenisasi, dilakukan penahanan sampai selang waktu tertentu kemudian dilakukan