Al-Imam Izzuddin Abdul Aziz bin Abdissalam sebagai berikut:
اَلْبِدْعَةُ فِعْلُ مَا لَمْ يُعْهَدْ فِيْ عَصْرِ رَسُوْلِ اللهِ . (الإمام عزالدين بن عبد السلام، قواعد الأحكام، 2/172).
“Bid’ah adalah mengerjakan sesuatu yang tidak pernah dikenal (terjadi) pada masa Rasulullah ”. (Qawa’id al-Ahkam fi Mashalih al-Anam, 2/172).
2. Bid’ah Hasanah dalam agamaBid’ah Hasanah dalam agama
• Al-Imam Izzuddin Abdul Aziz bin Abdissalam
sebagai berikut:
•.2/172.(
• “Bid’ah adalah mengerjakan sesuatu yang tidak
pernah dikenal (terjadi) pada masa Rasulullah ”.
(Qawa’id al-Ahkam fi Mashalih al-Anam, 2/172).
3. Bid’ah Hasanah dalam agamaBid’ah Hasanah dalam agama
• Al-Imam al-Syafi’i –mujtahid besar dan pendiri madzhab
Syafi’i–, berkata:
•1/469.(
• “Bid’ah (muhdatsat) ada dua macam; pertama, sesuatu yang baru
yang menyalahi al-Qur’an atau Sunnah atau Ijma’, dan itu disebut
bid’ah dhalalah (tersesat). Kedua, sesuatu yang baru dalam kebaikan
yang tidak menyalahi al-Qur’an, Sunnah dan Ijma’ dan itu disebut
bid’ah yang tidak tercela”. (Al-Baihaqi, Manaqib al-Syafi’i, 1/469).
5. Bid’ah Hasanah dalam agamaBid’ah Hasanah dalam agama
• Al-Imam Ibn Hajar al-‘Asqalani, mengatakan:
•4/253.(
• “Secara bahasa, bid’ah adalah sesuatu yang dikerjakan tanpa mengikuti contoh
sebelumnya. Dalam syara’, bid’ah diucapkan sebagai lawan sunnah, sehingga bid’ah
itu pasti tercela. Sebenarnya, apabila bid’ah itu masuk dalam naungan sesuatu yang
dianggap baik menurut syara’, maka disebut bid’ah hasanah. Bila masuk dalam
naungan sesuatu yang dianggap buruk menurut syara’, maka disebut bid’ah
mustaqbahah (tercela). Bila tidak masuk dalam naungan keduanya, maka menjadi
bagian mubah (boleh). Dan bid’ah itu dapat dibagi menjadi lima hukum.” (Fath al-
Bari, 4/253).
6. Bid’ah Hasanah menurut WahhabiBid’ah Hasanah menurut Wahhabi
• Muhammad bin Shaleh al-Utsaimin berkata:
13(.
“Hadits “semua bid’ah adalah sesat”, bersifat general, umum, menyeluruh
(tanpa terkecuali) dan dipagari dengan kata yang menunjuk pada arti
menyeluruh dan umum yang paling kuat yaitu kata-kata “kull
(seluruh)”. Apakah setelah ketetapan menyeluruh ini, kita dibenarkan
membagi bid’ah menjadi tiga bagian, atau menjadi lima bagian?
Selamanya, ini tidak akan pernah benar.” (Muhammad bin Shalih
al-‘Utsaimin, al-Ibda’ fi Kamal al-Syar’i wa Khathar al-Ibtida’, hal.
13).
7. Bid’ah Hasanah menurut WahhabiBid’ah Hasanah menurut Wahhabi
Al-‘Utsaimin membatalkan pernyataan sebelumnya:
j18-19.(
“Di antara kaedah yang ditetapkan adalah bahwa perantara itu mengikuti hukum tujuannya. Jadi perantara
tujuan yang disyariatkan, juga disyariatkan. Perantara tujuan yang tidak disyariatkan, juga tidak
disyariatkan. Bahkan perantara tujuan yang diharamkan juga diharamkan. Karena itu, pembangunan
madrasah-madrasah, penyusunan ilmu pengetahuan dan kitab-kitab, meskipun bid’ah yang belum pernah
ada pada masa Rasulullah J dalam bentuk seperti ini, namun ia bukan tujuan, melainkan hanya
perantara, sedangkan hukum perantara mengikuti hukum tujuannya. Oleh karena itu, bila seorang
membangun madrasah untuk mengajarkan ilmu yang diharamkan, maka membangunnya dihukumi
haram. Bila ia membangun madrasah untuk mengajarkan syariat, maka membangunnya disyariatkan.”
(Al-‘Utsaimin, al-Ibda’ fi Kamal al-Syar’i wa Khathar al-Ibtida’, hal. 18-19).
12. Dalil Bid’ah HasanahDalil Bid’ah Hasanah
Maulid Nabi menurut Ibn Taimiyah :
297.(
“Mengagungkan maulid dan menjadikannya sebagai hari raya setiap
musim, dilakukan oleh sebagian orang, dan ia akan memperoleh
pahala yang sangat besar dengan melakukannya karena niatnya yang
baik dan karena mengagungkan Rasulullah sebagaimana telah aku
sampaikan.” (Ibn Taimiyah, Iqtidha’ al-Shirath al-Mustaqim, hal.
297).
13. Dalil Bid’ah HasanahDalil Bid’ah Hasanah
Doa Imam Ahmad bin Hanbal dalam shalat:
2/254.(
“Al-Imam Ahmad bin Hanbal berkata: “Saya mendoakan al-
Imam al-Syafi’i dalam shalat saya selama empat puluh
tahun. Saya berdoa, “Ya Allah ampunilah aku, kedua orang
tuaku dan Muhammad bin Idris al-Syafi’i.” (Al-Hafizh al-
Baihaqi, Manaqib al-Imam al-Syafi’i, 2/254).