SlideShare a Scribd company logo
1 of 37
Studi Hasil Penelitian
       Fisika
Dosen Pembimbing :


   1. Dr. Sardianto MS,M.Si,M.Pd
   2. Taufiq,M.Pd




Nama Mahasiswa : Mukhsinah

NIM.06091011008

Program Studi Pendidikan Fisika’09




PRODI PENDIDIKAN FISIKA
JURUSAN PENDIDIKAN MIPA
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
Makalah Studi Hasil Penelitian Fisika

Oleh : Mukhsinah (Pendidikan Fisika’09)




Judul jurnal   : Does Practical Work Really Work? A study of the effectiveness
               of practical work as a teaching and learning method in school
               science. (2008)

Penulis        : IanAbraham dan Robin Milliar (Universitas of York)

Sumber         : International Journal of Science Education 17 November 2008



Jurnal Pendukung

Jurnal 1       : Impact of Experiments on 13-year-old Pupils’ Understanding of
               Selected Science Concepts

Penulis        : Matej Urbančič dan Saša A. Glažar

Sumber         :Eurasia Journal of Mathematics, Science & Technology Education
               14 Desember 2011



Jurnal Pendukung

Jurnal 2       : Australia at the crossroads: A review of school science practical
               work

Penulis        : Gillian Kidman (Queensland University of Technology)

Sumber         :Eurasia Journal of Mathematics, Science & Technology Education
               29 November 2011



Dan jurnal-jurnal terkait.




                                                                                2
DAFTAR ISI




DAFTAR ISI .................................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................. 1

     1.1 Latar belakang .................................................................................................... 4
     1.2 Sejarah Praktikum di Inggris dan Australia ...................................................... 7


BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................... 13

     2.1 Metode dan Strategi Penelitian .......................................................................... 13

     2.2 Hasil penelitian................................................................................................... 19

     2.3 Praktikum sebagai metode belajar dan pembelajaran Sains .............................. 30

BAB III PENUTUP ....................................................................................................... 32

     3.1 Kesimpulan ........................................................................................................ 32

     3.2 Saran ................................................................................................................... 36

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................

LAMPIRAN

           Jurnal pokok dan Jurnal pendukung




                                                                                                                          3
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Wellington (1988) mencatat bahwa ada setidaknya lima jenis kegiatan yang
terjadi dalam sekolah Sains dengan pelaksanaan Praktikum.

   a. Guru berdemonstrasi
   b. Praktik di kelas,peserta didik pada kegiatan-kegiatan yang sama, bekerja
       dalam kelompok-kelompok kecil
   c. Eksperimen dengan kelompok-kelompok kecil yang terlibat dalam
       kegiatan yang berbeda
   d. Penyelidikan
   e. Kegiatan pemecahan masalah

      Berbagai jenis kegiatan memiliki tujuan yang berbeda (Gott dan Duggan,
1995) namun, sebagaimana Wellington juga menunjukkan, bahwa eksperimen
adalah hal semacam itu (Gough, 1998) Woolnough dan Allsop (1985) telah
menyarankan tiga kategori yang terdapat dalam Praktikum:

   1. Latihan
   2. Pengalaman
   3. Investigasi

      Tinjauan literatur para penulis dalam Handbook yang diterbitkan pada
Penelitian Ilmu Pendidikan (Abell dan Lederman, 2007) memberikan definisi
klasik kegiatan laboratorium pada kelas Sains. Kegiatan-kegiatan tersebut seperti
pengalaman belajar di mana siswa berinteraksi dengan materi atau dengan sumber
data sekunder untuk mengamati dan memahami dunia alamiah (misalnya: foto
udara untuk memeriksa bulan dan bumi fitur geografis, spektrum untuk
memeriksa sifat bintang dan atmosfer, gambar sonar untuk memeriksa sistem
kehidupan). (Lunetta et al, 2007., P. 394)




                                                                               4
Royal Society menyatakan bahwa '"praktik sains" digunakan sebagai
singkatan untuk kegiatan eksperimental dan investigasi (termasuk lapangan) yang
dilakukan sebagai bagian dari pendidikan sains di sekolah-sekolah dan perguruan
tinggi' (House of Lords, 2006, p 63).

      Namun, berbagai istilah yang umum digunakan dalam pendidikan sains
untuk menjelaskan tentang berbagai sub-kategori pekerjaan praktik. Misalnya,
Review Mahasiswa Kurikulum Sains (Cerini et al., 2003) melaporkan temuan dari
survei kuesioner online yang meminta siswa berusia 16-19 apakah perbedaan
metode pengajaran dan pembelajaran di sekolah Sains. Di atas disebutkan bahwa
Dr Iddon MP merujuk pada salah satu temuan survei - responden melaporkan tiga
kegiatan dinilai sebagai yang paling menyenangkan adalah:

         melakukan praktik Sains (85%)
         melihat video (75%)
         melakukan percobaan ilmiah di kelas (71%) .

      Namun, ketika diminta untuk memilih tiga metode yang paling berguna dan
efektif dalam membantu mereka untuk memahami sains , 32% dari responden
memilih melakukan penyelidikan sains dan 38% memilih melakukan percobaan
ilmiah di kelas.

      Timbul pertanyaan seperti mengapa siswa berusia 16-19 meminta
Praktikum ? Jawabannya mungkin karena mereka mau nya yang lebih
menyenangkan ketimbang karena mereka tidak berpikir bahwa mereka sedang
belajar secara efektif. Namun, unsur kehati-hatian perlu dipertahankan ketika
mempertimbangkan hasil survei. Sebagai penulis menunjukkan: "Para siswa yang
menyelesaikan survei tidak merupakan sampel benar-benar representatif '(Murray
et al, 2003, hal 29..).

      Jika ciri sains sekolah adalah praktik, karakteristiknya telah berubah secara
selama masa hidup kebanyakan dari guru sains . Di akhir 1950-an, Kerr




                                                                                 5
menyatakan bahwa ada beberapa bukti bahwa guru Sains, terutama di sekolah-
sekolah tata bahasa, masih mempertimbangkan nilai utama pekerjaan mereka
dikaitkan dengan pernyataan yang dibuat untuk studi Sains sebagai disiplin mental
(1958 -59, hal 156). Bahkan sampai tahun 1960-an dan 1970-an, eksperimen
bertujuan untuk menunjukkan teknik dan untuk memastikan teori. Menulis
beberapa tahun kemudian,

     Ini mungkin terjadi bahwa tradisi dan kenyamanan meneruskan metode
lama. Ketidakpuasan dengan sejumlah besar fakta ilmu dalam kurikulum dan
penekanan pada belajar hafalan telah mendorong perdebatan tentang pendidikan
sains selama bertahun-tahun dan mendorong pendekatan baru untuk pendidikan
sains pada pertengahan-ke-akhir 1980-an (Hodson, 1990, Donnelly dan Jenkins,
2001). Pergeseran ini terjadi antara lain sebagai akibat dari peningkatan fokus
pada proses ilmu pengetahuan dan bagaimana mereka bisa diajarkan dan dinilai.
Gerakan ini diakui dan dipercepat oleh publikasi Sains 5-16: Pernyataan
Kebijakan (DES, 1985).

     Osborne (1993) berpendapat pembelajaran Sains untuk lebih berpikir dan
diskusi dalam ilmu sekolah dan sedikit hafalan (Gunstone (1991) dan Solomon
(1991).

     Hodson    (1990,    1992)   mengkritik   Praktikum    buruk   direncanakan,
menggambarkan penggunaannya yang disalahpahami, kacau dan kurang nilai
pendidikan (1992, hal 65.). Perdebatan Proses / konten itu bukan tentang
pekerjaan praktik, melainkan lebih tentang efektivitas relatif dari cara yang
berbeda dari ilmu mengajar (Wellington, 1981). Mereka mengenalkan pendekatan
proses yang dipimpin untuk pendidikan sains berpendapat bahwa jika siswa
belajar tentang bagaimana ilmu pengetahuan bekerja, maka mereka perlu
mengembangkan pemahaman tentang proses Sains (yaitu, keterampilan yang
digunakan dalam melakukan percobaan).




                                                                               6
Sebagai Jevons (1969) mengatakan bahwa praktikum di laboratorium
terletak pada kreativitas dalam penelitian, dan harapan bahwa konsekuensi itu
akan merangsang dan mendorong kemampuan dan cara berpikir. (hal. 147)

        Millar (2004) memberikan penjelasan mengapa ide siswa yang di utamakan
oleh guru yaitu supaya mendorong siswa untuk menjawab ketidaktahuan mereka,
menemukan sendiri, mengingat, mendapatkan bukti sebagai dasar dari
pengetahuannya.

        Saat ini, kurikulum nasional pada tahap kunci 3 dan 4 menggunakan istilah
Praktik dan keterampilan penyelidikan. Pada tahap kunci 3, meskipun
keterampilan praktik dan penyelidikan adalah merencanakan dan melaksanakan
kegiatan praktik dan penyelidikan , sama frase yang digunakan (QCA, 2007a, hal.
209).

        QCA menyatakan bahwa siswa harus ditawarkan kesempatan untuk
mengejar penyelidikan sendiri. Jadi guru dihadapkan dengan pandangan yang
berbeda:    Praktik dan     keterampilan penyelidikan, kegiatan praktik dan
penyelidikan, penyelidikan sendiri dan karya eksperimental.

1. 2. Sejarah Praktikum di Inggris dan Australia

         Dalam Ilmu pendidikan Sains, Praktikum sangat memiliki peran penting,
terbukti     di berbagai negara, salah satu fitur dari pendidikan sains yang
membedakannya dari pelajaran sekolah yang paling lain adalah pada kegiatan
Praktikum. Di suatu negara yang mempunyai tradisi Praktikum pada kelas IPA
seperti Inggris, Praktikum seringkali dilihat oleh para guru dan orang ilmuwan
sebagai pusat daya tarik dan efektivitas pendidikan sains. The House of Commons
Sains dan Teknologi Komite (2002), misalnya, berkomentar bahwa:

             Dalam pandangan kami, Praktikum, termasuk studi lapangan, adalah
             bagian penting dari pendidikan sains. Ini membantu siswa untuk
             mengembangkan pemahaman mereka tentang ilmu pengetahuan,




                                                                               7
bahwa sains berdasarkan bukti dan memperoleh keterampilan yang
            penting untuk kemajuan ilmu pengetahuan. Siswa harus diberi
            kesempatan untuk melakukan dan bereksperimen secara bervariasi
            dan kerja penyelidikan.

     Lazarowitz dan Tamir (1994) dalam karya Edgeworth & Edgeworth 1811
yang dipublikasikan pada 1811 ,bahwa Praktikum memungkinkan para siswa
untuk melatih pikiran mereka dengan melakukan percobaan sederhana yang
berkaitan dengan bidang minat siswa. Tujuan dari Praktikum        adalah untuk
mengkonfirmasi teori dan tidak akan tercapai jika percobaan tidak bekerja hanya
dengan melihat jawabannya ada di buku teks. Tampaknya hampir 200 tahun yang
lalu, Praktikum telah menjadi aspek penting (bahkan jika hanya untuk
mengkonfirmasi teori) dari kurikulum Sains di Inggris.

     Tapi itu adalah cerita masa pertumbuhan Praktikum sebagai bagian dari
pendidikan Sains di Inggris, bukan Australia. Pada 1811, Australia masih koloni
hukuman, dan Gubernur Macquarie baru saja tiba (dari pemerntahan Inggris)
untuk membangun kembali disiplin dan tatanan sosial setelah periode kerusuhan.

        Pada tahun 1812, Gubernur Macquarie menyatakan bahwa sekolah tersebut
dimaksudkan untuk meningkatkan moral dan mengembangkan prinsip-prinsip
agama     dan yang paling penting adalah membuat mereka patuh dan taat.
Laporannya mendesak bahwa anak-anak kelas bawah dipisahkan sebanyak
mungkin dari pengaruh moral yang buruk dari orang tua mereka. Ini adalah
indikasi jelas bahwa sekolah adalah untuk pengelolaan kelas bawah (Barcan,
1965, hal 36).

     Ada dokumentasi sedikit dari pembangunan pendidikan Sains di Australia
sampai mengikuti Perang Dunia II. Kita dapat berasumsi bahwa Australia terus
mengikuti sistem Inggris, dengan penekanan pada fisika dan kimia, diikuti oleh
biologi kemudian geologi.




                                                                                 8
Pada 1945 Praktikum di sekolah Sains mencapai Australia. Satu per satu,
Amerika dan Australia memperkenalkan program ilmu pengetahuan umum, tetapi
ada variasi yang besar baik dalam isi dan penekanan antara program ilmu. Pada
tahun 1955, edisi pertama dari Australian Science Guru Journal (ASTJ)
diterbitkan, dan termasuk Laporan yang menyoroti persyaratan utama kelas Kimia
menjadi Praktikum individu sedangkan deskripsi konsep reaksi dan demonstrasi
harus dihindari, para murid dapat bereksperimen sendiri.

        Awal masalah A.S.T.J. mengindikasikan ada tumbuh kekhawatiran bahwa
ilmu pengetahuan adalah diajarkan sebagai satu set fakta, terisolasi dari
laboratorium. Pandangan ini dibagi di Inggris dan Amerika Serikat, dan
mengakibatkan pengembangan penyelidikan berbasis Penemuan pembelajaran
proyek (misalnya Biological Sciences) Studi Kurikulum (BSCS), Studi Ilmu
Fisika Kurikulum (PSSC), dan Nuffield Sains.

        Pada tahun 1970, penelitian dimulai untuk membimbing pendidikan sains di
Australia, yaitu proses pendekatan Praktikum. Menurut Fensham (1990), harus
ada penekanan pada metode ilmu pengetahuan, sehingga pengajaran Proses itu
perlu. Ini adalah titik balik dalam ilmu pendidikan Australia yang terus
menggunakan program internasional yang dikembangkan untuk Inggris atau ruang
kelas    USA,    dengan   Inggris   atau   contoh   Amerika   Serikat,   Australia
mengembangkan kurikulum ilmu proyek nasional yang sendiri Science Australian
Education Project (ASEP).

        Prinsip-prinsip Piaget memberikan dasar yang kuat untuk filsafat ASEP,
dan memberikan dukungan untuk kurikulum Sains dengan penekanan kuat pada
kegiatan Praktikum. Siswa diminta untuk mengidentifikasi masalah, mengamati,
mengukur, mengklasifikasikan, ketertiban, menyimpulkan, memprediksi dan
membentuk hipotesis, mencari bermakna pola, desain dan melakukan eksperimen,
menafsirkan dan menganalisis data, dan untuk memverifikasi keabsahan
kesimpulan tercapai.




                                                                                9
Dengan kata lain, proses penyelidikan ilmiah yang lebih ditekankan,
meskipun laporan dari ASEP(Australian Science Education Project ) pada tahun
1974, menyimpulkan bahwa bahan ajar yang ditulis untuk guru dan siswa yang
masih digunakan di beberapa sekolah-sekolah Australia masih menggunakan buku
asli, sedangkan yang lain menggunakan cetak ulang.

     Kekecewaan dengan proyek kurikulum ilmu 1960-an dan 1970-an
menyebabkan ilmu yang dipandang sebagai konstruk sosial manusia, dan
perdebatan      kurikulum   nasional   di   Australia   dimulai.   Ini   diakibatkan
ketergantungan pada penyaduran kurikulum, yang menyimpang dari metodologi
Sains karena kekurangan konseptual. Pentingnya pengetahuan siswa, serta
pengembangan keterampilan mereka, diperlukan untuk menjadi fokus dari
dokumen kurikulum masa depan. Ini ditulis               oleh Fensham (1981)       ia
mengusulkan urutan          instruksi (lihat Gambar 1) untuk pengembangan
keterampilan.




 Keterampilan dasar           Demonstrasi dan Praktikum            Peningkatan
 keterampilan           Pengetahuan x,y,z berdasarkan keterampilan
 Pengembangan keterampilan



     Gambar 1

     Perubahan dalam filsafat ilmu pendidikan jelas dalam dokumen Sebuah
pernyataan pada ilmu pengetahuan untuk sekolah Australia (Kurikulum
Corporation, 1994) yang mengakui pentingnya pengetahuan dan ada keyakinan
dalam pengembangan pembelajaran konseptual. Pernyataan ini menyediakan
kerangka untuk masa depan pengembangan kurikulum ilmu pengetahuan
Australia




                                                                                 10
Setelah rilis Sebuah pernyataan pada ilmu pengetahuan untuk Sekolah-
sekolah Australia, setiap negara bagian dan wilayah di Australia mengembangkan
kurikulum yang akan hadir siswa dengan berbagai konsep sains terorganisir dalam
konteks yang menarik dan relevan dengan kehidupan sehari-hari siswa.

      Sementara masing-masing negara bagian Australia dan wilayah yang
diizinkan untuk mengembangkan sendiri menanggapi pernyataan kurikulum
nasional, Goodrum, Hackling dan Rennie (2001) menyebutkan warisan umum
sebagai    dasar pemikiran yang      menekankan pentingnya dan relevansi ilmu
pengetahuan untuk semua siswa sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari
mereka.

     The Roberts (2002)       menyatakan bahwa        pada penyediaan masyarakat
dengan sains, teknologi, teknik, dan keterampilan matematika, menekankan
kualitas sekolah laboratorium IPA sebagai perhatian utama. Menurutnya bagian
penting dari pengalaman belajar siswa dan harus memainkan peran penting dalam
mendorong siswa untuk belajar Sains pada tingkat yang lebih tinggi '(Roberts,
2002, hal. 66). Dia juga berpendapat :

          Bahwa    Pemerintah     dan    Pemerintah     Daerah    memprioritaskan
          laboratorium pada sekolah Pendidikan sains, dan memastikan penelitian
          yang dibuat tersedia untuk menjadikan semua laboratorium tersebut
          berada pada standar yang baik atau sangat baik sebagai standar yang
          merupakan perwakilan dari dunia ilmu pengetahuan dan teknologi dan
          yang akan membantu untuk menginspirasi dan memotivasi siswa untuk
          mempelajari mata pelajaran ini lebih lanjut. (Roberts, 2002, hal. 66)

     Ada juga bukti bahwa siswa menemukan Praktikum yang relatif lebih
berguna dan menyenangkan dibandingkan dengan pengajaran ilmu lain dan
aktivitas belajar berdasarkan survei tanggapan dari lebih dari 1.400 siswa (dari
berbagai usia) (Cerini, Murray, & Reiss, 2003), 71% memilih melakukan




                                                                                  11
eksperimen di kelas sebagai salah satu dari tiga metode mengajar dan belajar
Sains mereka menemukan metode belajar paling menyenangkan.

      Hal        ini telah yang diajukan oleh beberapa pendidik ilmu tentang
efektivitasnya Praktikum ini sebagai pengajaran dan strategi pembelajaran. Seperti
yang telah dilakukan oleh Ian Abraham, Penelitiannya menyelidiki efektivitas
Praktikum melalui analisis sampel dari 25 pelajaran sains melibatkan Praktikum
Sekolah Menengah di Inggris.

      Artikel ini menyajikan temuan-temuan dari studi efektivitas Praktikum di
kelas sains untuk siswa yang berumur 11 tahun hingga 16 tahun, siswa sekolah di
Inggris. Hipotesis penelitian ditujukan itu, Seberapa efektif Praktikum dalam
Pendidikan Sains, sebagai pengajaran dan strategi pembelajaran?

      Penelitian ini mengamati penelitian kognitif dan hasil afektif Praktikum,
artikel ini terfokus pada kognitif. Hasilnya efektifitas Praktikum dalam
pengetahuan siswa meningkatkan pemahaman, baik dari alam maupun dari proses
dan penyelidikan praktek ilmiah.

        Ini tidak masuk akal, untuk menanyakan apakah Praktikum              pada
umumnya adalah pengajaran yang efektif dan strategi pembelajaran. Sementara
itu, kita perlu mempertimbangkan keefektivitasan spesifik contoh Praktikum, atau
kegiatan-kegiatan praktik tertentu. Untuk mengembangkan kerangka kerja
analitis, penelitian ini dimulai dari sebuah model dari proses yang terlibat dalam
merancang dan mengevaluasi kegiatan praktik (Gambar 1) diusulkan oleh Millar
et al. (1999).




                                                                               12
2.1 Metode dan Strategi penelitian

       Dalam penyelidikan siswa harus membuat keputusan mereka sendiri baik
secara perorangan maupun kelompok mereka diberi sedikit otonomi dalam
bagaimana penyelidikan dilakukan. Sebuah penyelidikan harus melibatkan siswa
dalam menggunakan prosedur perencanaan tersebut, mengukur, mengamati,
menganalisis data dan mengevaluasi metode. Tidak semua penyelidikan akan
memungkinkan siswa untuk menggunakan setiap jenis prosedur diteliti, dan
investigasi dapat bervariasi dalam jumlah otonomi yang diberikan kepada siswa
pada tahapan yang berbeda dari proses investigasi

        Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif, metode yang paling baru-baru
ini di Inggris lebih dari 20 tahun (Beatty & Woolnough, 1982; Kerr, 1964;
Thompson, 1975). Pada tahun 2008 Abrahams dan Milliar dalam menyelidiki
Apakah praktikum benar-benar berfungsi di kelas IPA ? sebagai metode belajar
dan pembelajaran di Kelas IPA,

       Telah disarankan oleh Crossley dan Vulliamy (1984) bahwa kuesioner
berbasis survei tidak mungkin untuk memberikan informasi yang akurat wawasan
ke dalam realitas mengajar dalam pengaturan alam tetapi lebih cenderung
mereproduksi retorika ada tetapi lebih baik studi wawancara terbuka untuk
permasalahan yang sama (Cohen, Manion, & Morrison, 2000; Hammersley &
Atkinson, 1983). Sebaliknya, Penelitian ini berusaha untuk mengeksplorasi secara
kritis realitas praktikum    di laboratorium sekolah. Ini memerlukan strategi
pendekatan dengan guru dan siswa saat mereka melakukan praktikum,
mengumpulkan data dalam pengajaran laboratorium, dengan fokus pada
pengamatan praktik nyata serta wawancara dilakukan dalam konteks pengamatan
ini.

       Penelitian ini mengamati penelitian kognitif dan hasil afektif praktikum,
tetapi untuk penelitian Abraham ini terfokus pada kognitif, kemudian untuk
melihar hasil afektif nya dilakukan penelitian selanjutnya pada tahun yang sama




                                                                               13
berjudul “Does practical work really motivate? A study of the affective value of
practical work in secondary school science “.

      Artikel ini menyajikan temuan-temuan dari studi efektivitas praktikum di
kelas sains untuk siswa yang berumur 11 tahun hingga 16 tahun, siswa sekolah di
Inggris. Hipotesis penelitian ditujukan itu, Seberapa efektif Praktikum dalam
Pendidikan Sains, sebagai pengajaran dan strategi pembelajaran?

      Sementara itu, kita perlu mempertimbangkan keefektivitasan spesifik
contoh praktikum, atau kegiatan-kegiatan praktik tertentu. Untuk mengembangkan
kerangka kerja analitis, penelitian ini dimulai dari sebuah model dari proses yang
terlibat dalam merancang dan mengevaluasi kegiatan praktik (Gambar 1)
diusulkan oleh Millar et al. (1999).




Gambar 1. Model proses desain dan evaluasi kegiatan praktik

Keterangan diagram :

   1. Kotak A adalah apa tujuan yang diinginginkan siswa untuk belajar. Ini
       mungkin bagian tertentu dari substantif ilmiah pengetahuan atau aspek




                                                                               14
tertentu dari proses penyelidikan ilmiah (tentang, misalnya, pengumpulan,
       analisis, atau penafsiran bukti empiris).
   2. Kotak B , langkah berikutnya adalah untuk merancang kegiatan praktik
       yang bisa memungkinkan para siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran
       yang diinginkan.
   3. Kotak C, siswa berhasil melakukan kegiatan dan dengan benar.
   4. Tahap akhir dari model (kotak D) berkaitan dengan hasil belajar siswa
       sebagai konsekuensi dari melakukan kegiatan.

     Jadi model ini membedakan dua pengertian dari efektivitas. Kita dapat
mempertimbangkan perbandingan antara apa yang dimaksud guru dan apa yang
harus dilakukan siswa (efektivitas dari kegiatan di Level 1), dan perbandingan
antara apa yang dimaksud guru siswa untuk belajar dan apa yang benar-benar
mereka pelajari (efektivitas kegiatan di Level 2). Tingkat 1 efektivitas Oleh
karena itu berkaitan dengan hubungan antara kotak B dan C pada Gambar 1,
sedangkan tingkat 2 efektifitas, berkaitan dengan hubungan antara Kotak A dan D.

     Dalam pembahasan di atas, kita telah menyinggung semacam ukuran
tindakan lebih lanjut (fisik atau mental. Tujuan fundamental dari praktikum dalam
ilmu Sains adalah untuk membantu siswa membuat hubungan antara dunia nyata
benda, bahan dan peristiwa, dan dunia abstrak pemikiran dan ide (Brodin, 1978;
Millar et al, 1999;. Shamos, 1960).

     Tiberghien (2000) mencirikan praktikum berusaha membantu siswa
membuat hubungan antara dua domain dari Pengetahuan: domain objek yang
diamati dan domain dari ide-ide .




Gambar 2. Praktikum: menghubungkan dua domain (dari Tiberghien, 2000)




                                                                              15
Beberapa kegiatan praktik sains di sekolah hanya berhubungan dengan
domain diamati, yang lainnya melibatkan kedua domain. Menggabungkan model
dua-tingkat efektivitas dengan model dua-domain pengetahuan mengarah ke
kerangka analitis disajikan pada Tabel 1 untuk mempertimbangkan efektivitas
suatu kegiatan praktik yang diberikan . Kerangka ini dapat berlaku untuk
kegiatan-kegiatan praktik di mana fokusnya adalah pada belajar siswa dari
pengetahuan ilmiah atau belajar tentang beberapa aspek prosedur ilmiah.




     Tabel 2 menunjukkan bagaimana mungkin berlaku untuk suatu praktikum
dimana para siswa sedang menyelidiki arus listrik di cabang paralel dari sebuah




                                                                            16
sirkuit listrik, di mana tujuannya guru adalah siswa harus mengembangkan
pemahaman mereka tentang model ilmiah saat ini sebagai bergerak biaya. Jika
fokus guru yang bukan pada pengembangan pemahaman siswa bagaimana
menangani data yang nyata, maka domain-o berpikir akan fokus pada yang
pengamatan yang sebenarnya dan data yang dikumpulkan, sedangkan domain-i
berpikir akan melihat ini sebagai contoh dari fenomena yang lebih umum,
kesalahan pengukuran (atau ketidakpastian).

      Delapan sekolah menjadi sampel untuk diamati satu atau lebih pelajaran
sains di kurikulum nasional (siswa berusia 11-14 dan 15-16, masing-masing) yang
melibatkan beberapa karya praktik siswa, untuk mewawancarai guru tentang
pelajaran, dan mungkin juga untuk berbicara dengan beberapa      siswa. Dalam
beberapa pelajaran sains di sekolah bahasa Inggris, siswa dinilai pada kinerja
mereka dari penyelidikan praktik, dan ini memberikan kontribusi bagi nasional
mereka skor tes pada usia 14 dan kelas mereka di Sertifikat Umum Secondary
Education pada usia 16.

       Isi dari 25 pelajaran diamati pada Tabel 5, bersama dengan rincian guru
dan usia siswa yang terlibat. Para guru nama semua nama samaran (lihat Tabel
5).




                                                                            17
Catatan lapangan yang diambil dalam setiap pelajaran diamati, rekaman
wawancara yang dilakukan dengan guru sebelum dan sesudah pelajaran.
Wawancara pra-pelajaran itu digunakan untuk mendapatkan jumlah guru dari
pandangannya terhadap praktikum dan tujuan pembelajaran dari pelajaran itu
sendiri. Wawancara pasca-pelajaran dikumpulkan sebagai refleksi guru pada
pelajaran dan pada keberhasilannya sebagai pengajaran dan proses belajar. Bila
memungkinkan, percakapan dengan kelompok siswa selama dan setelah pelajaran
juga direkam. Ini digunakan terutama untuk mendapatkan wawasan ke dalam
pemikiran siswa tentang kegiatan yang tidak jelas dari pengamatan sendiri, atau
untuk mengkonfirmasi kesan yang didapat dari pengamatan.




                                                                            18
2.2 Hasil Penelitian

          Kerangka analisis yang disajikan pada Tabel 1 digunakan dalam
menganalisis data, dan juga akan digunakan di sini untuk struktur diskusi. Di
mulai dengan mempertimbangkan efektivitas kegiatan di Level 1 (dalam
mendapatkan siswa untuk melakukan apa yang dimaksudkan oleh guru), dan
kemudian mempertimbangkan efektifitas di Level 2 (dalam mempromosikan
pembelajaran yang dimaksudkan guru). Sepanjang diskusi ini, setiap guru
diberikan nama samaran. Dalam ekstrak dari wawancara dengan siswa, masing-
masing diidentifikasi dengan kode terdiri dari huruf pertama dan terakhir nama
guru (untuk mengidentifikasi pelajaran terlibat.

          Dalam semua pelajaran yang diamati, fokus guru tampaknya tegas
(memang hampir secara eksklusif) pada substantif praktikum sains. Hampir tidak
ada diskusi di salah satu pelajaran diamati dari titik-titik tertentu tentang
penyelidikan ilmiah pada umumnya, atau contoh penggunaan data siswa oleh guru
untuk menarik poin umum tentang pengumpulan, analisis, dan interpretasi data
empiris. Dalam beberapa pelajaran yang jelas-jelas ada peluang untuk melakukan
hal ini, mereka tidak dieksploitasi. Jadi, dalam diskusi, fokus kami adalah
sebagian besar pada penggunaan Praktikum untuk mengembangkan pemahaman
siswa .

          Donnelly et al. (1996), dalam sebuah studi rinci komponen Hipotesis
Ilmiah dari Kurikulum nasional Inggris (pencapaian Sasaran SC1), menemukan
bahwa lebih terbuka, kegiatan-praktikum penyelidikan yang jarang digunakan
untuk mengajar siswa tentang aspek tertentu dari penyelidikan ilmiah, namun
hampir seluruhnya untuk menilai kemampuan mereka untuk melakukan
penyelidikan empiris ilmiah.

          Tampaknya, karena itu, konsekuensi yang tidak diinginkan dari
pengenalan sc1 Sasaran pencapaiannya mungkin bahwa guru mengabaikan
kesempatan yang muncul dalam ilustrasi Praktikum (yaitu, kegiatan-kegiatan




                                                                           19
praktik terutama ditujukan untuk membiarkan siswa mengamati fenomena, atau
untuk membantu mereka memahami ide ilmiah atau penjelasan) untuk menyorot
dan mendiskusikan alasan untuk desain kegiatan, atau masalah tentang analisis
dan interpretasi data oleh data sebenarnya dikumpulkan-melihat ini sebagai untai
yang berbeda dari kurikulum Sains dalam menangani apa yang dilakukan siswa
dengan Obyek dan Material kurang diperhatikan(Tingkat 1: o)

     Pekerjaan praktik diamati adalah, dalam banyak kasus, efektif dalam
memungkinkan mayoritas siswa untuk melakukan apa yang dimaksud oleh
gurunya dengan benda-disediakan yaitu, berhasil untuk mendapatkan fenomena
(Hacking, 1983).

     Dalam banyak pelajaran diamati, guru lebih tertuju pada       upaya untuk
memastikan bahwa siswa memahami prosedur yang harus mereka ikuti. Sebuah
bagian tertentu dari Praktikum (sering fitur utama dari pelajaran) adalah
kemungkinan agar dianggap berhasil oleh guru jika siswa telah berhasil
menghasilkan yang fenomena yang diinginkan dan membuat pengamatan yang
diinginkan.

     Kebanyakan guru dalam penelitian, terutama yang mengajar menjelaskan
pilihan mereka dari praktikum diamati dengan mengacu pada prosedur kerja.
Empat belas dari 25 guru diamati mengatakan bahwa mereka mengikuti prosedur
kerja pada prraktikum.




                                                                             20
Tabel 6 menunjukkan bahwa 4 (dari 9) guru mengajar di spesialisasi subjek
mereka mengikuti skema pekerjaan, dibandingkan dengan 10 (dari 16) guru
mengajar di luar spesialisasi subjek mereka. Demikian pula, sementara hanya 2
(dari 9) guru mengajar dalam spesialisasi subjek mereka menggunakan lembar
kerja, ini meningkat menjadi 7(dari 16) bagi mereka yang mengajar di luar mata
pelajaran khusus. Sedangkan ukuran sampel (n = 25) terlalu kecil untuk
menggeneralisasi data tersebut, pola ini konsisten dengan temuan dari penelitian
lain (misalnya, Hacker & Rowe, 1985) bahwa guru yang bekerja di luar pelajaran
bidang mereka mereka cenderung lebih mengandalkan kegiatan rutin dan
terkendali, yang mengurangi kemungkinan tak terduga peristiwa atau pertanyaan.

   a. Apa yang dilakukan siswa dengan Ide nya (Level 1: i)

      Yang dimaksud dengan apa yang dilakukan siswa dengan benda-benda dan
bahan cukup jelas. Sedangkan apa yang dilakukan siswa dengan ide-ide , adalah
kurang jelas. Melakukan dengan ide untuk merujuk kepada tindakan jiwa-proses
pemikiran (dan karenanya berbicara) tentang benda, bahan, dan fenomena dalam
hal entitas teoritis atau konstruksi yang tidak secara langsung diamati.

      Jelas tidak semua ini identik dengan melakukan dengan ide-ide dalam
pengertian ini. Sebagai contoh, seorang siswa mungkin berpikir tentang
pembacaan pada voltmeter seluruhnya dalam hal diamati-posisi pointer pada
skala-bukan sebagai ukuran beda potensial. Atau mereka mungkin melihat variasi
dalam pengukuran ulang dari jumlah yang sama sebagai tanda peralatan yang
tidak memadai, atau sebagai efek yang nyata, bukan sebagai contoh masalah
umum yang dihadapi semua pengumpulan data empiris.

      Membuat siswa untuk berpikir tentang benda, bahan, dan fenomena dalam
tertentu kerangka ide bisa sulit, karena ide-ide tidak muncul dengan sendirinya
langsung ke indra mereka.




                                                                             21
Hampir semua dari 25 kegiatan yang disajikan dalam Tabel 5 memberikan
kesempatan bagi siswa untuk berpikir tentang benda yang diamatinya
menggunakan ide-ide ilmiah tertentu, meskipun sejauh yang ini mungkin
memiliki dampak yang signifikan terhadap tindakan mereka atau pada
kemungkinan hasil belajar bervariasi dari satu kegiatan ke kegiatan. Sebagaimana
dibahas dalam bagian sebelumnya,

     Mayoritas kegiatan tampaknya efektif dalam memungkinkan siswa untuk
melakukan apa yang dimaksudkan dengan benda-benda dan bahan. Ada, Namun,
sangat susah untuk mendapatkan efektif dalam mendapatkan siswa untuk berpikir
tentang orang-orang sama benda dan bahan menggunakan ide-ide yang secara
implisit atau eksplisit dimaksudkan oleh guru. Salah satu alasan yang mungkin
untuk ini adalah bahwa, dalam banyak kegiatan diamati, para siswa tampak
terbiasa dengan ide yang dimaksud oleh guru. Ini kurangnya keakraban tidak
berarti bahwa gagasan belum diajarkan.

     Alasan utama, bagaimanapun beberapa contoh siswa melakukan hal-hal
dengan ide tampaknya sejauh mana kegiatan praktikum yang diperkenalkan dan
disajikan oleh guru, membantu para siswa untuk membuat link produktif antara
domain diamati dan ide-ide. Untuk menggambarkan praktek biasanya diamati dan
isu-isu yang mereka angkat, kita akan membahas secara singkat tiga pelajaran.

     Kembali pada fokus yang diamati, hal yang dilakukan guru pada
pembentukan tindakan fisik siswa mereka daripada mental mereka jelas dari
jumlah signifikan lebih besar dari waktu yang dihabiskan untuk ini.

     Untuk menggambarkan praktek biasanya diamati dan isu-isu yang mereka
angkat, kita akan membahas secara singkat tiga pelajaran, contoh lebih lanjut
dapat ditemukan di Abrahams (2005). Semua memberikan kesempatan bagi para
siswa untuk berpikir tentang diamati menggunakan ide-ide ilmiah yang mungkin
telah membuat mereka.




                                                                                22
Dua kegiatan yang digunakan oleh Mr dan Mrs Drax Risplith, Namun,
dipergunakan seluruhnya untuk memungkinkan siswa untuk menghasilkan
rangkaian data di mana mereka akan melihat pola antara diamati, dengan
mengukur dan kemudian membandingkan apa yang mereka amati (detak jantung)
Mrs Risplith memilih untuk tidak membahas sistem peredaran darah sebelum
mereka mulai, menjelaskan ketika diwawancarai bahwa ia percaya ada hubungan
antara denyut jantung dan denyut nadi

       Data pertama agak induktif,praktikum tampaknya mendasari praktek hal
yang diamati guru .Sayangnya, pembelajaran berakhir, ketika hasil siswa telah
disiapkan di papan, banyak yang memperoleh nilai yang berbeda untuk kedua
bacaan-sehingga hasil yang diinginkan gagal muncul. Sebagai sirkulasi darah di
dalam tubuh belum dibahas, sebagian besar siswa tidak tahu jelas mengapa denyut
nadi harus sama dengan detak jantung seperti menunjukkan ekstrak berikut, jelas
terkesan Mrs Risplith berupaya untuk menyiratkan bahwa dua nilai numerik yang
berbeda pada dasarnya adalah sama.

       Pada akhir pelajaran salah satu siswa bingung dengan data yang ada di
papan tulis dan bertanya, tanpa penjelasan lebih lanjut guru ini menjawab, yang
berdegup adalah detak jantung Anda .

        Seharusnya kegiatan ini dimulai dengan diskusi tentang gagasan bahwa
darah dipompa oleh jantung ke seluruh tubuh, dan bahwa degupan merupakan
konsekuensi dari detak jantung dan harus karena itu-jika diukur pada waktu yang
sama-sama memiliki nilai, ini mungkin telah membuat kegiatan lebih bermakna
kepada siswa dan karenanya lebih sukses. Ini adalah salah satu contoh bahwa guru
sering mengabaikan kesempatan untuk mengembangkan siswa pada pemahaman
aspek tertentu dari prosedur penyelidikan ilmiah.

     Di sini, ada peluang yang tidak diambil, untuk bertanya apakah pengukuran
merupakan bukti perubahan nyata dalam denyut jantung (mungkin karena




                                                                             23
pembacaan yang telah diambil setelah berjalan sekitar kelas untuk meminjam
stetoskop) atau hanyalah akibat dari kesalahan pengukuran (atau ketidakpastian).

     Dalam pelajaran Mr Drax, tujuan dari praktikum dijelaskan kepada siswa
untuk menjawab pertanyaan bagaimana pengaruh warna dalam menyerap kalor
atau melepas kalor , Meskipun dinyatakan dalam bahasa sehari-hari? ini jelas
melibatkan ide-ide teoritis. Sementara temperatur mungkin dianggap suatu
diamati. Setelah memperkenalkan istilah kalor Mr Drax tidak membuat referensi
lebih lanjut untuk setiap ide ilmiah tentang kalor, atau energi ketika bergerak dari
lampu ke dalam atau keluar dari kaleng. Bahkan praktikum dilakukan seluruhnya
pada tingkat diamati dan tujuannya mungkin lebih akurat digambarkan untuk
melihat mana dari sejumlah kaleng dengan berbeda warna menunjukkan
perubahan terbesar dalam membaca termometer ketika ditempatkan di dekat
lampu.

     Mr Drax kemudian menjelaskan bahwa ini adalah sebenarnya tujuan untuk
memungkinkan siswa untuk melaksanakan prosedur berhasil dan menghasilkan
kemudian merekam data dari mana ide-ide penyerapan dan refleksi akan
dikembangkan dalam pelajaran berikutnya . Keinginannya untuk memastikan
bahwa siswa mengerti apa yang harus dilakukan dengan benda-benda dan bahan,
dan bisa berhasil dalam menghasilkan data, menuntunnya untuk memberikan
semua petunjuk. Setelah menjelaskan prosedur, ia berhenti sebentar sebelum
siswa mulai kegiatan untuk mengingatkan mereka bahwa mereka sebelumnya
menggunakan istilah menyerap berarti mengambil kalor dan melepas kalor berarti
tidak mengambil kalor. Namun meskipun ini pengingat singkat dari ide ilmiah
yang relevan, tidak ada     siswa menggunakan ini karena mereka melakukan
kegiatan. Memang hampir semua siswa diskusi diamati oleh peneliti difokuskan
pada praktik kegiatannya.Ketika berbicara tentang pengamatan mereka, dalam
membaca termometer ,komentar mereka hanya untuk pengamatan lebih
bermakna.




                                                                                 24
Meskipun keterbatasan ini, Tabel 7 memberikan indikasi yang jelas tentang
tingkat ketidakseimbangan dalam jumlah relatif waktu yang dihabiskan
mendukung aktivitas fisik dan mental. Dalam pengamatan semua dari guru
kekurangan waktu untuk memastikan bahwa siswa mampu menghasilkan
fenomena sukses dan mengumpulkan data. Hanya Dr Starbeck memberikan waktu
yang cukup seluruh kelas, dan sebagian besar tidak ada sama sekali, untuk
membahas ide-ide yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan dengan
pemahaman dan sehingga membuatnya lebih dari satu prosedur sederhana.

      Pelajaran ketiga berdiri di kontras dengan dua dijelaskan di atas. Di
dalamnya, Dr Starbeck melakukan praktikum secara terstruktur sehingga dapat
membantu siswa dalam membuat hubungan antara domain diamati dan ide-ide.
Pelajaran   tentang arus dan tegangan dalam rangkaian paralel diperkenalkan
melalui penggunaan sebuah video pendek, di mana benda sehari-hari disediakan
analogi untuk sebuah sirkuit listrik.

      Murid mengamati karakter kartun mengambil kotak dari toko, berjalan di
sekitar jalan melingkar, dan deposito mereka dalam api sebelum mereka
melanjutkan sekitar jalan kembali ke toko. Setelah mendapat murid untuk
membahas dan memahami apa yang terjadi dalam model ini, Dr Starbeck
menggunakan ini untuk membuat mereka untuk berpikir dan berbicara tentang
sebuah ammeter (dalam model ini adalah alat untuk menghitung orang) dan
kemudian, berdasarkan analogi antara orang dan muatan dalam model ilmiah,
untuk berpikir tentang fungsi ammeter sebagai untuk menghitung muatan.
Sehingga keakraban dan kepercayaan dengan menggunakan ide-ide ilmiah dan
terminologi meningkat, banyak orang mulai menggantikan istilah sehari-hari yang
telah digunakan dalam membahas model dengan terminologi ilmiah yang sesuai
digunakan dalam model ilmiah.

      Meskipun sebagian besar siswa terus menggunakan campuran ilmiah dan
istilah sehari-hari sebagian siswa pada akhir kegiatan, mampu membahas (dan




                                                                            25
tampaknya memahami) situasi sirkuit listrik dan dapat menggunakan sesuai istilah
ilmiah dan mampu menggunakannya secara tepat dalam kegiatan praktikum.

           Peneliti: Jadi apa yang sebenarnya yang diukur dengan voltmeter?

           SK21: energi.

           Peneliti: (Mengarahkan pertanyaan untuk SK22) Jadi ketika voltmeter
           ini dihubungkan dengan bola lampu, apa yang diukur?

           SK22: Berapa banyak energi yang masuk, dan berapa banyak energi
           yang keluar.

           SK21: Berapa banyak energi yang telah hilang.




     Data pada Tabel 7 tidak berarti bahwa dalam hanya lima dari 25 pelajaran
diamati guru mengambil langkah-langkah untuk membantu para siswa untuk
berpikir tentang diamati menggunakan spesifik teoritis ide. Beberapa guru yang




                                                                              26
tidak membahas ide-ide teoritis di seluruh kelas, sebagai lanjutan dari kegiatan
praktikum perlu untuk memperkenalkan ide-ide tersebut.

     Secara umum pengamatan kami dari 25 pelajaran menyarankan bahwa
kegiatan-kegiatan praktikum yang digunakan umumnya tidak efektif dalam
membantu siswa untuk melihat kegiatan dari perspektif ilmiah, dan menggunakan
ide-ide teoritis sebagai kerangka dalam tindakan mereka yang masuk akal atau
sebagai panduan untuk menafsirkan pengamatan mereka.

     Guru terang-terangan memberikan prioritas yang lebih rendah dengan ide-
ide ilmiah yang mendasari daripada “Memproduksi fenomena”. Desain dari
kegiatan-praktikum, dan cara mereka ,mempresentasikan kepada siswa oleh guru
dan dipentaskan di kelas.

     Tidak ada perbedaan yang jelas dalam desain mengembangkan hubungan
antara domain objek dan diamati. Kerangka analisis yang disajikan pada Tabel 1
membedakan dua tingkat efektifitas dari praktikum. Tingkat 1 kekhawatiran
apakah siswa melakukan hal-hal kegiatan yang dimaksudkan, dan Tingkat 2
apakah mereka belajar hal-hal yang mereka dimaksudkan untuk belajar.

     Kami sekarang akan mempertimbangkan efektivitas pelajaran diamati di
Level 2. Perbedaan antara Tingkat 1 dan Tingkat 2 cukup jelas untuk domain
diamati. Efektivitas di Level 2 akan berarti bahwa siswa nantinya bisa mengingat
dan melaporkan secara akurat pada hal-hal yang mereka lakukan dengan benda-
benda dan bahan yang terlibat, dan fenomena yang mereka telah diamati.
Perbedaan antara efektifitas di Tingkat 1 dan 2 kurang jelas, bagaimanapun, untuk
domain ide. Di sini kita membuat perbedaan antara menjadi mampu 'melakukan
hal-hal dengan ide-ide' selama pelajaran, dan menunjukkan pemahaman tentang
ide-ide ini nantinya. Mungkin dikatakan bahwa, jika seorang siswa dapat
menggunakan ide tepat selama pelajaran, ini menunjukkan bahwa ide telah
'belajar', dalam hal ini satu-satunya perbedaan antara Level 1 dan Level 2 adalah
bahwa antara retensi jangka pendek dan jangka panjang dari apa yang dipelajari.




                                                                              27
Pada sisi lain, kita dapat berpendapat bahwa, jika kemampuan untuk
menggunakan ide tidak dipertahankan bahkan untuk waktu yang singkat
(katakanlah beberapa hari atau minggu), maka diragukan untuk mengklaim bahwa
itu pernah belajar.

      Desain penelitian, lebih ditujukan pada efektivitas kegiatan praktik dari
praktikum di Level 2 dibandingkan di Level 1, dan bahwa apa pun yang kita
lakukan katakan didasarkan pada bukti-bukti lemah. Kami mencari dan
memperoleh izin untuk mengamati pelajaran yang mencakup praktikum.
Seandainya kami meminta akses yang lebih luas untuk mengamati pelajaran
berikutnya, hal ini tidak akan datang dalam banyak kasus karena gangguan
dianggap rutinitas.

      Tindak lanjut untuk menilai pemahaman siswa tentang poin-poin penting
dari kegiatan praktik, baik lama setelah pelajaran diamati atau lambat, juga tidak
mungkin, paling tidak karena ini akan memiliki instrumen diagnostik yang
berbeda    dapat      diciptakan   untuk   setiap   pelajaran   diamati   yang   akan
memperkenalkan variabel baru dan membuat kesimpulan umum hampir mustahil
untuk menggambar. Oleh karena itu kami memutuskan untuk membatasi
pengumpulan data untuk satu kunjungan untuk setiap kegiatan praktik. Penilaian
tentang efektifitas di tingkat 2 didasarkan pada dua bukti utama : bukti jangka
pendek pembelajaran dalam pelajaran diamati atau pasca-pelajaran wawancara
siswa, dan komentar oleh siswa selama wawancara pada praktikum sebelumnya
yang telah mereka lakukan, dalam beberapa kasus pada sebelumnya di mana
mereka telah melakukan kegiatan praktik sama dengan yang diamati.




   b. Siswa belajar tentang apa yang diamati (Level 2: o)

      Dalam posting-pelajaran wawancara tentang pelajaran diamati dan tentang
kegiatan-kegiatan praktik sebelumnya, banyak siswa mampu mengingat kembali




                                                                                   28
rincian tentang apa yang telah mereka lakukan, atau mengamati guru mereka
lakukan, dengan benda-benda dan bahan, dan apa yang telah mereka lihat.Mereka
bisa mengingat kembali,bahkan ketika siswa mampu mengingat kegiatan-kegiatan
praktik spesifik yang mereka punya dilakukan (atau melihat guru mereka
melaksanakan) sebelumnya, rekoleksi mereka biasanya berjumlah sedikit lebih
dari mengingat bahwa kegiatan tertentu telah dilakukan, atau difokuskan pada
beberapa detail tertentu atau aspek kegiatan.

     Gagné dan White (1978) telah menyarankan bahwa itu adalah tindakan
melakukan    kegiatan,     bukan    hanya   membaca   atau   menunjukkan    tetapi
membuatnya mengingat kembali.

     Demikian pula, ingatan siswa tentang prosedur cenderung berhubungan
dengan apa yang telah mereka lakukan daripada ide-ide ini dimaksudkan untuk
menyampaikan:

            Peneliti: Apa yang Anda ingat praktikum yang anda lakukan?
            SH7: Penyulingan .
            SH8: Yahh !.
            Peneliti: Apa yang anda saring, minyak mentah?
            SH7: Iya cairan biru.
            SH8: Iya itu adalah cairan biru.
            SH7: Hanya cairan biru, kita tidak tahu apa itu, hanya cairan biru dan
            kami mendapat air keluar dari itu.
            Peneliti: Anda mendapat air dari itu, bagaimana melakukan pekerjaan
            itu?
            SH7: Yah kami punya botol.
            SH8: Kami menempatkan cairan di dalamnya, menaruh termometer di
            dalamnya, meletakkannya di sebuah tripod, menaruh
            Bunsen pembakar bawahnya dan menjalani semua tabung di tempat
            dan




                                                                               29
masuk ke dalam tabung reaksi dalam gelas kimia.
           SH7: Air panas masuk ke gelas kimia.
           SH8: Iya.
           SH7: Dan jika suhu berjalan di atas terlalu jauh, lebih dari seratus,
           Anda harus mengambil
           itu dan kemudian berpegang pada sedikit dan kemudian memiliki lain
           pergi.



2.3 Praktikum sebagai metode belajar dan pembelajaran Sains

       Praktikum sebagai alternatif metode pembelajaran Sains, dimana alasan
siswa untuk mengaku menyukai Praktikum karena lebih baik daripada jenis dari
kegiatan ilmiah lainnya. Abraham (2008)

       Praktikum dapat menumbuhkan minat (Abrahams 2008, 5) di mana minat
disini adalah       konsekuensi dari Praktikum. Pernyataan bahwa Praktikum
memberikan motivasi, sikap, minat dan pendapat sering digunakan secara
bergantian, dan motivasi itu dapat mencakup beberapa faktor seperti kepercayaan
diri , kemampuan diri. Dari sudut pandang yang sama, Osborne (1993)
mengusulkan dan membahas kisaran alternatif untuk Praktikum. Wellington
(1998) menunjukkan bahwa itu adalah waktu untuk penilaian kembali materi
yang telah dipelajari dari peran Praktikum dalam pengajaran dan pembelajaran
ilmu pengetahuan.

       Data berupa catatan hasil pengamatan lapangan dan rekaman-rekaman
wawancara dengan guru dan siswa. Analisis menggunakan model efektivitas
berdasarkan karya Millar et al. dan Tiberghien. Fokusnya guru dalam pelajaran ini
terutama pada pengembangan pengetahuan substantif ilmiah siswa, bukan pada
pengembangan pemahaman prosedur penyelidikan ilmiah. Praktikum pada
umumnya efektif bagi pembelajaran siswa untuk melakukan apa yang dimaksud
dengan objek fisik, tapi sangat kurang efektif karena mereka harus menggunakan




                                                                              30
ide ilmiah yang dimaksudkan untuk membimbing tindakan mereka dan
merenungkan data yang mereka kumpulkan. Ada beberapa bukti bahwa tantangan
kognitif yang menghubungkan ide-ide yang diamati diakui oleh orang-orang yang
merancang praktikum untuk pelajaran sains. Kegiatan jarang dimasukkan strategi
eksplisit untuk membantu siswa untuk membuat link tersebut, atau disajikan di
kelas dengan cara yang merefleksikan ukuran dari belajar permintaan. Kerangka
analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah penilaian belajar kegiatan-
kegiatan praktik, dan mengidentifikasi orang-orang yang membutuhkan dukungan
khusus bagi siswa agar berpikir dan belajar agar efektif.

        Hal serupa dalam tulisannya (A study of the affective value of practical
work       in   secondary   school   science.)   Abraham    berpendapat   bahwa
mempertimbangkan nilai afektif praktikum sebagai alat kontribusi terhadap
manajemen perilaku yang efektif. Komentar Guru menunjukkan bahwa ketika
dihadapkan dengan harus mengajarkan ilmu pengetahuan untuk murid dengan
sedikit, jika ada, minat siswa dalam sains, atau dalam beberapa kasus bahkan
berada dalam pelajaran, dan hal ini sangat memberikan efektif sebagai strategi,
karena siswa akan lebih meyukai pelajaran praktik dibandingkan non-praktik
sehingga diperkirakan bahwa penggunaan praktikum membuat mereka lebih
mudah untuk menangani dari perspektif perilaku siwa. Setidaknya, berarti bahwa
persepsi mereka tentang ilmu pengetahuan akan menjadi kurang negatif daripada
sebaliknya menuntut mereka untuk melakukan yang lebih konseptual / non
praktik.
       Hal ini mungkin berguna pada saat ini untuk memeriksa alasan yang
diberikan oleh guru karena ingin untuk menghasilkan apa, pada dasarnya, bentuk
sebuah motivasi. Apa yang muncul dari komentar yang dibuat oleh para guru
adalah bahwa praktikum dianggap memiliki tujuan afektif ,yaitu :

   1. Untuk membantu dalam pengelolaan perilaku kelas - terutama dengan
        perbedaan kemampuan akademik siswa.




                                                                             31
2. Untuk menghilangkan persepsi suatu ilmu itu hanya penuh dengan teori-
       teori.

      Praktikum tidak akan menjadi efektif dalam mendpatkan kemampuan
akademik Jika siswa hanya melakukan dan mengetahui apa yang dimaksudkan
guru- seringkali tanpa terlibat pada tingkat konseptual bermakna karena pekerjaan
praktik selalu mensyaratkan para penggunaan "resep" (LKS) (Clackson & Wright,
1992 p. 41).

       Tidak mengherankan jika menemukan kemampuan akademis siswa rendah
menunjukkan ketidaksenangan mereka, melalui perilaku yang buruk, bila
diperlukan untuk menulis dan atau berpikir sendiri tentang ilmiah ide daripada
hanya diperbolehkan untuk melakukan kognitif ringan prosedur kerja dari
praktikum.

   3.1 KESIMPULAN

      Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran tentang
realitas praktikum yang digunakan di kelas sains sekolah Inggris pada siswa
berusia 11-16. Dari sampel dari 25 pelajaran yang melibatkan praktikum
berdasarkan data dan asumsi.Data didapat pada konten ilmu substantif daripada
aspek desain eksperimental desain atau pengumpulan, analisis, dan interpretasi
bukti,sedangkan asumsi adalah bahwa siswa akan mengambil pemahaman diam-
diam dari apa artinya merencanakan dan melakukan penyelidikan 'ilmiah'. Jadi
kemampuan mereka dalam penyelidikan sains dapat diuji pada interval, tetapi
tidak harus diajarkan secara eksplisit (praktek dicatat oleh Donnelly et al, 1996.).

      Hal ini menunjukkan bahwa di Inggris mengembangkan model praktik
dalam penggunaan praktikum yang lebih efektif untuk mengintegrasikan peran
dalam mengembangkan substantif dan prosedural pemahaman.

      Secara khusus, kami mencatat perbedaan yang signifikan antara efektivitas
praktikum pada domain yang diamati dan dalam domain ide. Namun banyak guru




                                                                                   32
berharap siswa untuk belajar ide-ide teoritis melalui praktikum sebagai
konsekuensi tindakan yang dilakukan dengan benda-benda dan bahan. Para guru
dalam penelitian sampel sering termasuk pembelajaran ide-ide ilmiah di antara
tujuan mereka untuk pelajaran praktik. Hal ini, kontras dengan tidak adanya bukti
yang jelas pada perencanaan bagaimana siswa bisa belajar ide-ide tersebut dari
apa yang mereka lakukan dan diamati, baik dalam instruksi lisan atau tertulis pada
kegiatan atau dengan cara ini disajikan. Sangat sedikit waktu yang dikhususkan
untuk mendukung pengembangan ide-ide siswa. Sebagian guru berpandangan
bahwa penemuan berbasis “belajar bermakna” akan muncul atas kemauan mereka
sendiri dari pengamatan atau pengukuran, percobaan mereka berhasil (Solomon,
1994).

     Kelemahan yang mendasari dalam sudut pandang ini, dan masalah-masalah
praktikum yang telah lama dikenal (Driver, 1975). Studi ini menunjukkan bahwa
praktikum dalam sains dapat meningkat secara signifikan jika guru mengakui
bahwa ide-ide jelas tidak muncul dari pengamatan, walaupun dalam prosesnya
dipandu dan dibatasi.

     Hal serupa pada hasil penelitian Matej Urbančič dan Saša A. Glažar pada
penelitiannya, dimana sampelnya adalah 386 siswa kelas tujuh berpartisipasi
dalam penelitian   mereka pada tahun ajaran 2006/2007 itu. Rata-rata, murid
adalah 13 tahun dan berasal dari 14 yang berbeda sekolah. Di antara mereka ada
162 siswa (85 laki-laki, 77 perempuan) siswa dari 7 sekolah eksperimental dan
224 (107 anak laki-laki, 117 perempuan) dari 7 sekolah di kelompok kontrol.
Sampel mewakili populasi dengan campuran status sosial ekonomi. Penelitian ini
merupakan penelitian True Experimental dengan desain penelitian Pretest-postest
Control Group Design pada kelas kontrol. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
menetapkan apa dampak pekerjaan eksperimental pemahaman konsep ilmiah, apa
yang siswa ingat tentang percobaan yang mereka lakukan dan bagaimana mereka
dapat merumuskan dan memahami rencana percobaan.Sampel 386 siswa berusia
13 tahunan berpartisipasi dalam penelitian, yang 162 di kelompok eksperimen




                                                                               33
yang dilakukan 5 kegiatan ilmu pengetahuan eksperimen. Instrumen yang
digunakan dengan semua siswa dalam penelitian ini meliputi: pre-test,
pengetahuan, uji pengetahuan dan kuesioner, sementara 39 dari murid juga
mengambil bagian dalam wawancara semi-terstruktur.             Hasil penelitian
menunjukkan bahwa 35,8% dari siswa dalam kelompok eksperimen gagal untuk
menuliskan setidaknya satu eksperimen yang mereka ingat dari kelas sains, dan
tidak ada yang tersisa 64,2% dari murid yang menuliskan setidaknya satu
percobaan dengan benar menggambarkannya.

      Jadi untuk melakukan percobaan tidak cukup untuk mengingatnya. Mereka
juga perlu mengulanginya dan perlu berpikir secara luas tentang data dan
mempresentasikannya. Telah ditemukan, selama di dalam kelas, bahwa siswa
memang berhasil dalam pengamatan tetapi tidak mengoreksi kesimpulan tentang
percobaannya, dan terlihat bahwa mereka tidak menghubungkan kesimpulan dari
eksperimen yang telah dilakukannya dengan konsep ilmu di balik itu. Meskipun
penelitian telah menunjukkan bahwa beberpa siswa cuma mengingat tentang
eksperimen dan tidak dapat menafsirkan temuan mereka yang menjadi bagian
penting dari pelajaran sains.

      Ilmu melibatkan interaksi antara ide-ide dan observasi. Peran penting dari
praktikum    adalah untuk membantu siswa mengembangkan hubungan antara
pengamatan dan ide-ide. Tetapi ide-ide harus diperkenalkan. Dan itu penting
diketahui oleh siswa selama praktikum, bukan diperkenalkan setelah itu untuk
menjelaskan apa yang telah telah diamati. Solomon (1999) membahas peran
penting tujuan dalam praktikum, membantu siswa untuk membayangkan apa yang
mungkin terjadi pada saat pengamatan karena mereka memanipulasi benda-benda
dan bahan-bahan yang mereka amati.

      Millar (1998) membahas belajar fungsi dari beberapa kegiatan-kegiatan
dalam praktikum dalam hal yang sama ditunjukkan dalam penelitian ini bahwa
praktikum yang dirancang untuk merangsang interaksi antara pengamatan dan




                                                                             34
ide-ide dalam kegiatan praktik. Bahkan jika Link yang dikembangkan dalam
pelajaran berikutnya, fakta membuktikan dak adanya ide-ide yang tersedia untuk
memahami kegiatan itu (untuk melihat tujuannya) atau pengamatan yang
dilakukan dan akkhirnya mengurangi efektivitas kegiatan praktik sebagai
peristiwa belajar.

      Implikasi utama di sini untuk desain kegiatan praktikum,berdasarkan data
yang dikumpulkan dalam penelitian ini, praktikum dapat meningkat secara
signifikan adalah guru, dan penulis lain dari bahan ajar, lebih jelas menyadari
bahwa praktikum haruslah menginginkan siswa membuat hubungan antara
domain objek dan ide-ide daripada hanya meminta mereka untuk mengamati dan
mengingat apa yang diamati dari suatu peristiwa atau proses.

      Seperti Lunetta (1998) berpendapat:

          Permintaan laboratorium saja tidak cukup untuk memungkinkan siswa
          untuk membangun kompleks konseptual pemahaman ilmiah. Jika
          pemahaman siswa yang diubah terhadap ilmu yang mereka terima, maka
          intervensi dan negosiasi dan otoritas, biasanya seorang guru, sangat
          penting. (hal. 252)

      Mengingat pentingnya jelas dalam setiap kegiatan praktikum dalam
membantu para siswa untuk melakukan apa yang dimaksud oleh guru pada
Lembar Kerja Siswa . Namun, jika skala tantangan kognitif bagi siswa dalam
menghubungkan tindakan mereka dan pengamatan untuk kerangka ide yang
diakui, guru kemudian mungkin membagi waktu praktikum lebih merata antara
praktik dan belajar. Guru perlu mencurahkan sebagian besar waktu pelajaran
untuk membantu siswa menggunakan ide-ide terkait dengan fenomena yang
mereka telah menghasilkan, ketimbang melihat keberhasilan fenomena sebagai
tujuan.




                                                                            35
3.2 SARAN

     Sebagai implikasi untuk praktik, kami percaya bahwa model dua-domain
yang digunakan seluruh makalah ini adalah alat yang berguna bagi guru dalam
berpikir tentang praktikum. Ada dua hal yang harus ada dalam praktikum :

   1. Muncul dua domain pengetahuan yang terlibat yaitu apa yang diamati dan
       ide-ide.
   2. Adanya tindak lanjut dari hasil praktikum oleh siswa untuk melihat
       ketercapaian pembelajaran.

     Pada praktikum, ada substansial perbedaan tujuan pembelajaran antara
kegiatan di mana tujuan utama adalah bahwa siswa harus melihat suatu peristiwa
atau fenomena atau menjadi mampu memanipulasi sepotong peralatan, di mana
tujuannya adalah bahwa siswa dapat mengembangkan pemahaman tertentu teoritis
ide atau model yang mungkin bisa menjelaskan apa yang diamati. Jadi, guru
dapat membantu untuk membedakan lebih jelas antara tujuan kegiatan-kegiatan
yang relatif rendah dan dimana tujuan belajar yang jauh lebih tinggi, hal ini akan
kemudian memungkinkan mereka untuk mengidentifikasi kegiatan , di mana
siswa memerlukan tingkat yang lebih besar dari dukungan agar pembelajaran
dimaksudkan mungkin terjadi.




                                                                               36
DAFTAR PUSTAKA


Abrahams, I. (2008). Does practical work really motivate? A study of the affective
     value of practical work in secondary school science. International Journal
     of Science Education, 31(17), 2335–2353.
Abrahams, I., & Millar, R. (2008). Does practical work really work? A study of
     the effectiveness of practical work as a teaching and learning method in
     school science. International Journal of Science Education, 30(14), 1945–
     1969.
Kidman, Gillian.(2011). Australia at the crossroads: A review of school science
     practical     work. Eurasia Journal of Mathematics, Science & Technology
     Education.
Lunetta, V. N., Hofstein, A. and Clough, M. P. (2007). Teaching and learning in
     the school science laboratory. An analysis of research, theory, and practice.
     In, S. K. Abell and N. G. Lederman (Eds), Handbook of Research on
     Science Education (pp. 393–431). Mahwah, NJ: Lawrence Erlbaum
     Associates.
Rob toplis. Practical work in science: What do secondary school students think?.
     Ioste mini symposium extended abstract.

Urbancic, M & Glazar,S.(2012). Impact of Experiments on 13-year-old Pupils’
     Understanding of        Selected Science Concepts. Eurasia Journal of
     Mathematics, Science & Technology Education




                                                                               37

More Related Content

What's hot

3. program tahunan rpp fisika kurnas edisi revisi 2016
3. program tahunan rpp fisika kurnas edisi revisi 20163. program tahunan rpp fisika kurnas edisi revisi 2016
3. program tahunan rpp fisika kurnas edisi revisi 2016eli priyatna laidan
 
1. sma kelas x rpp kd 3.1 dan 4.1 pengukuran (karlina 1308233) final
1. sma kelas x rpp kd 3.1 dan 4.1 pengukuran (karlina 1308233) final1. sma kelas x rpp kd 3.1 dan 4.1 pengukuran (karlina 1308233) final
1. sma kelas x rpp kd 3.1 dan 4.1 pengukuran (karlina 1308233) finaleli priyatna laidan
 
RPP HUKUM NEWTON
RPP HUKUM NEWTONRPP HUKUM NEWTON
RPP HUKUM NEWTONMAFIA '11
 
Rpp revisi 2017 fisika kelas 11 sma
Rpp revisi 2017 fisika kelas 11 smaRpp revisi 2017 fisika kelas 11 sma
Rpp revisi 2017 fisika kelas 11 smaDiva Pendidikan
 
5. sma kelas x rpp kd 3.4; 4.1; 4.4 hk.newton (karlina 1308233) final
5. sma kelas x rpp kd 3.4; 4.1; 4.4 hk.newton (karlina 1308233) final5. sma kelas x rpp kd 3.4; 4.1; 4.4 hk.newton (karlina 1308233) final
5. sma kelas x rpp kd 3.4; 4.1; 4.4 hk.newton (karlina 1308233) finaleli priyatna laidan
 
4. program semester rpp fisika kurnas edisi revisi 2016
4. program semester rpp fisika kurnas edisi revisi 20164. program semester rpp fisika kurnas edisi revisi 2016
4. program semester rpp fisika kurnas edisi revisi 2016eli priyatna laidan
 
Fisika sma kelas x k13
Fisika sma kelas x k13Fisika sma kelas x k13
Fisika sma kelas x k13Budiono Basuki
 
Rpp momentum dan impuls eko, ms
Rpp momentum dan impuls eko, msRpp momentum dan impuls eko, ms
Rpp momentum dan impuls eko, msEko Setiawan
 
02. RPP FISIKA KD. 3.2 MATERI PENGUKURAN KELAS X SEMESTER 1
02. RPP FISIKA KD. 3.2 MATERI PENGUKURAN KELAS X SEMESTER 102. RPP FISIKA KD. 3.2 MATERI PENGUKURAN KELAS X SEMESTER 1
02. RPP FISIKA KD. 3.2 MATERI PENGUKURAN KELAS X SEMESTER 1badri rahmatulloh
 
silabus mata pelajaran fisika x 2013
silabus mata pelajaran fisika x 2013silabus mata pelajaran fisika x 2013
silabus mata pelajaran fisika x 2013Imam Wahyudi
 
Rpp revisi 2016 ipa smp kelas 7 rpp diva pendidikan
Rpp revisi 2016 ipa smp kelas 7   rpp diva pendidikanRpp revisi 2016 ipa smp kelas 7   rpp diva pendidikan
Rpp revisi 2016 ipa smp kelas 7 rpp diva pendidikanDiva Pendidikan
 
SAP Ilmu Ukur Tambang
SAP Ilmu Ukur TambangSAP Ilmu Ukur Tambang
SAP Ilmu Ukur Tambangyulika usman
 

What's hot (20)

3. program tahunan rpp fisika kurnas edisi revisi 2016
3. program tahunan rpp fisika kurnas edisi revisi 20163. program tahunan rpp fisika kurnas edisi revisi 2016
3. program tahunan rpp fisika kurnas edisi revisi 2016
 
1. sma kelas x rpp kd 3.1 dan 4.1 pengukuran (karlina 1308233) final
1. sma kelas x rpp kd 3.1 dan 4.1 pengukuran (karlina 1308233) final1. sma kelas x rpp kd 3.1 dan 4.1 pengukuran (karlina 1308233) final
1. sma kelas x rpp kd 3.1 dan 4.1 pengukuran (karlina 1308233) final
 
RPP HUKUM NEWTON
RPP HUKUM NEWTONRPP HUKUM NEWTON
RPP HUKUM NEWTON
 
Rpp revisi 2017 fisika kelas 11 sma
Rpp revisi 2017 fisika kelas 11 smaRpp revisi 2017 fisika kelas 11 sma
Rpp revisi 2017 fisika kelas 11 sma
 
5. sma kelas x rpp kd 3.4; 4.1; 4.4 hk.newton (karlina 1308233) final
5. sma kelas x rpp kd 3.4; 4.1; 4.4 hk.newton (karlina 1308233) final5. sma kelas x rpp kd 3.4; 4.1; 4.4 hk.newton (karlina 1308233) final
5. sma kelas x rpp kd 3.4; 4.1; 4.4 hk.newton (karlina 1308233) final
 
4. program semester rpp fisika kurnas edisi revisi 2016
4. program semester rpp fisika kurnas edisi revisi 20164. program semester rpp fisika kurnas edisi revisi 2016
4. program semester rpp fisika kurnas edisi revisi 2016
 
Fisika sma kelas x k13
Fisika sma kelas x k13Fisika sma kelas x k13
Fisika sma kelas x k13
 
Rpp hukum i newton
Rpp hukum i newtonRpp hukum i newton
Rpp hukum i newton
 
Rpp momentum dan impuls eko, ms
Rpp momentum dan impuls eko, msRpp momentum dan impuls eko, ms
Rpp momentum dan impuls eko, ms
 
RPP HAKIKAT FISIKA
RPP HAKIKAT FISIKA RPP HAKIKAT FISIKA
RPP HAKIKAT FISIKA
 
Kartu soal gaya
Kartu soal gayaKartu soal gaya
Kartu soal gaya
 
02. RPP FISIKA KD. 3.2 MATERI PENGUKURAN KELAS X SEMESTER 1
02. RPP FISIKA KD. 3.2 MATERI PENGUKURAN KELAS X SEMESTER 102. RPP FISIKA KD. 3.2 MATERI PENGUKURAN KELAS X SEMESTER 1
02. RPP FISIKA KD. 3.2 MATERI PENGUKURAN KELAS X SEMESTER 1
 
Rpp kd 3.1.
Rpp kd 3.1.Rpp kd 3.1.
Rpp kd 3.1.
 
silabus mata pelajaran fisika x 2013
silabus mata pelajaran fisika x 2013silabus mata pelajaran fisika x 2013
silabus mata pelajaran fisika x 2013
 
Rpp revisi 2016 ipa smp kelas 7 rpp diva pendidikan
Rpp revisi 2016 ipa smp kelas 7   rpp diva pendidikanRpp revisi 2016 ipa smp kelas 7   rpp diva pendidikan
Rpp revisi 2016 ipa smp kelas 7 rpp diva pendidikan
 
RPP angka penting K13 terbaru
RPP angka penting K13 terbaruRPP angka penting K13 terbaru
RPP angka penting K13 terbaru
 
Rpp (besaran dan satuan)
Rpp (besaran dan satuan)Rpp (besaran dan satuan)
Rpp (besaran dan satuan)
 
Rpp teori kinetik gas
Rpp teori kinetik gasRpp teori kinetik gas
Rpp teori kinetik gas
 
SAP Ilmu Ukur Tambang
SAP Ilmu Ukur TambangSAP Ilmu Ukur Tambang
SAP Ilmu Ukur Tambang
 
Rpp (gerak dan gaya )
Rpp (gerak dan gaya )Rpp (gerak dan gaya )
Rpp (gerak dan gaya )
 

Similar to Efektivitas praktikum

Penelitian Tindakan Kelas - Perkembangan PTK
Penelitian Tindakan Kelas - Perkembangan PTKPenelitian Tindakan Kelas - Perkembangan PTK
Penelitian Tindakan Kelas - Perkembangan PTKHaristian Sahroni Putra
 
Ayu Imtyas Rusdiansyah_IPA SD_UAS.docx
Ayu Imtyas Rusdiansyah_IPA SD_UAS.docxAyu Imtyas Rusdiansyah_IPA SD_UAS.docx
Ayu Imtyas Rusdiansyah_IPA SD_UAS.docxAyu Imtyas Rusdiansyah
 
Ayu Imtyas Rusdiansyah_IPA SD_UAS.docx
Ayu Imtyas Rusdiansyah_IPA SD_UAS.docxAyu Imtyas Rusdiansyah_IPA SD_UAS.docx
Ayu Imtyas Rusdiansyah_IPA SD_UAS.docxAyu Imtyas Rusdiansyah
 
Analisis buku ajar_sains_berdasarkan_literasi_ilmiah_sebagai_dasar_untuk_memi...
Analisis buku ajar_sains_berdasarkan_literasi_ilmiah_sebagai_dasar_untuk_memi...Analisis buku ajar_sains_berdasarkan_literasi_ilmiah_sebagai_dasar_untuk_memi...
Analisis buku ajar_sains_berdasarkan_literasi_ilmiah_sebagai_dasar_untuk_memi...Nuri Azzuhra
 
Buku Guru IPA - Buku Panduan Guru Ilmu Pengetahuan Alam Bab 1 - Fase D.pdf
Buku Guru IPA - Buku Panduan Guru Ilmu Pengetahuan Alam Bab 1 - Fase D.pdfBuku Guru IPA - Buku Panduan Guru Ilmu Pengetahuan Alam Bab 1 - Fase D.pdf
Buku Guru IPA - Buku Panduan Guru Ilmu Pengetahuan Alam Bab 1 - Fase D.pdfSMPK Stella Maris
 
Unit 7 kajian
Unit 7 kajianUnit 7 kajian
Unit 7 kajianrohacn
 
Tugas Apus Apusan SETS RPP Objek IPA
Tugas Apus Apusan SETS RPP Objek IPATugas Apus Apusan SETS RPP Objek IPA
Tugas Apus Apusan SETS RPP Objek IPAAbdul Jamil
 
Desain Pembelajaran Fisika: Karakteristik Pendidikan Fisika
Desain Pembelajaran Fisika: Karakteristik Pendidikan FisikaDesain Pembelajaran Fisika: Karakteristik Pendidikan Fisika
Desain Pembelajaran Fisika: Karakteristik Pendidikan FisikaVina Serevina
 
Penerapan model pembelajaran berbasis masalah
Penerapan model pembelajaran berbasis masalahPenerapan model pembelajaran berbasis masalah
Penerapan model pembelajaran berbasis masalahmiftahasan
 
Modul Ajar Kelas 8 SMP IPA Fase D Bab 5
Modul Ajar Kelas 8 SMP IPA Fase D Bab 5Modul Ajar Kelas 8 SMP IPA Fase D Bab 5
Modul Ajar Kelas 8 SMP IPA Fase D Bab 5Modul Guruku
 
Konsep teori dan contoh PTK
Konsep teori dan contoh PTKKonsep teori dan contoh PTK
Konsep teori dan contoh PTKAida Dwi Astuti
 
PERTEMUAN 1 DEFINISI DAN RUANG LINGKUP PENELITIAN.pptx
PERTEMUAN 1 DEFINISI DAN RUANG LINGKUP PENELITIAN.pptxPERTEMUAN 1 DEFINISI DAN RUANG LINGKUP PENELITIAN.pptx
PERTEMUAN 1 DEFINISI DAN RUANG LINGKUP PENELITIAN.pptxFrezaFreza
 

Similar to Efektivitas praktikum (20)

Penelitian Tindakan Kelas - Perkembangan PTK
Penelitian Tindakan Kelas - Perkembangan PTKPenelitian Tindakan Kelas - Perkembangan PTK
Penelitian Tindakan Kelas - Perkembangan PTK
 
Ayu Imtyas Rusdiansyah_IPA SD_UAS.docx
Ayu Imtyas Rusdiansyah_IPA SD_UAS.docxAyu Imtyas Rusdiansyah_IPA SD_UAS.docx
Ayu Imtyas Rusdiansyah_IPA SD_UAS.docx
 
Ayu Imtyas Rusdiansyah_IPA SD_UAS.docx
Ayu Imtyas Rusdiansyah_IPA SD_UAS.docxAyu Imtyas Rusdiansyah_IPA SD_UAS.docx
Ayu Imtyas Rusdiansyah_IPA SD_UAS.docx
 
Pengenalan makmal sains
Pengenalan makmal sainsPengenalan makmal sains
Pengenalan makmal sains
 
Ayu Imtyas Rusdiansyah_IPA SD_UAS.pdf
Ayu Imtyas Rusdiansyah_IPA SD_UAS.pdfAyu Imtyas Rusdiansyah_IPA SD_UAS.pdf
Ayu Imtyas Rusdiansyah_IPA SD_UAS.pdf
 
RPP Hakikat Fisika
RPP Hakikat FisikaRPP Hakikat Fisika
RPP Hakikat Fisika
 
1
11
1
 
Analisis buku ajar_sains_berdasarkan_literasi_ilmiah_sebagai_dasar_untuk_memi...
Analisis buku ajar_sains_berdasarkan_literasi_ilmiah_sebagai_dasar_untuk_memi...Analisis buku ajar_sains_berdasarkan_literasi_ilmiah_sebagai_dasar_untuk_memi...
Analisis buku ajar_sains_berdasarkan_literasi_ilmiah_sebagai_dasar_untuk_memi...
 
Buku Guru IPA - Buku Panduan Guru Ilmu Pengetahuan Alam Bab 1 - Fase D.pdf
Buku Guru IPA - Buku Panduan Guru Ilmu Pengetahuan Alam Bab 1 - Fase D.pdfBuku Guru IPA - Buku Panduan Guru Ilmu Pengetahuan Alam Bab 1 - Fase D.pdf
Buku Guru IPA - Buku Panduan Guru Ilmu Pengetahuan Alam Bab 1 - Fase D.pdf
 
Ukg ipa UT RAHA
Ukg ipa UT RAHA Ukg ipa UT RAHA
Ukg ipa UT RAHA
 
Unit 7 kajian
Unit 7 kajianUnit 7 kajian
Unit 7 kajian
 
Tugas Apus Apusan SETS RPP Objek IPA
Tugas Apus Apusan SETS RPP Objek IPATugas Apus Apusan SETS RPP Objek IPA
Tugas Apus Apusan SETS RPP Objek IPA
 
Desain Pembelajaran Fisika: Karakteristik Pendidikan Fisika
Desain Pembelajaran Fisika: Karakteristik Pendidikan FisikaDesain Pembelajaran Fisika: Karakteristik Pendidikan Fisika
Desain Pembelajaran Fisika: Karakteristik Pendidikan Fisika
 
Penerapan model pembelajaran berbasis masalah
Penerapan model pembelajaran berbasis masalahPenerapan model pembelajaran berbasis masalah
Penerapan model pembelajaran berbasis masalah
 
Model inquiry
Model inquiryModel inquiry
Model inquiry
 
Scientific inquiry
Scientific inquiryScientific inquiry
Scientific inquiry
 
Rpp siklus 1
Rpp siklus 1Rpp siklus 1
Rpp siklus 1
 
Modul Ajar Kelas 8 SMP IPA Fase D Bab 5
Modul Ajar Kelas 8 SMP IPA Fase D Bab 5Modul Ajar Kelas 8 SMP IPA Fase D Bab 5
Modul Ajar Kelas 8 SMP IPA Fase D Bab 5
 
Konsep teori dan contoh PTK
Konsep teori dan contoh PTKKonsep teori dan contoh PTK
Konsep teori dan contoh PTK
 
PERTEMUAN 1 DEFINISI DAN RUANG LINGKUP PENELITIAN.pptx
PERTEMUAN 1 DEFINISI DAN RUANG LINGKUP PENELITIAN.pptxPERTEMUAN 1 DEFINISI DAN RUANG LINGKUP PENELITIAN.pptx
PERTEMUAN 1 DEFINISI DAN RUANG LINGKUP PENELITIAN.pptx
 

More from Mukhsinah PuDasya

LKS ALat Peraga Bandul Fisis
LKS ALat Peraga Bandul FisisLKS ALat Peraga Bandul Fisis
LKS ALat Peraga Bandul FisisMukhsinah PuDasya
 
Laporan praktikum lanjutan fisika inti spektroskopi sinar gamma
Laporan praktikum lanjutan  fisika inti spektroskopi sinar gammaLaporan praktikum lanjutan  fisika inti spektroskopi sinar gamma
Laporan praktikum lanjutan fisika inti spektroskopi sinar gammaMukhsinah PuDasya
 
Ppt Aplikasi Radiasi Benda Hitam
Ppt Aplikasi Radiasi Benda HitamPpt Aplikasi Radiasi Benda Hitam
Ppt Aplikasi Radiasi Benda HitamMukhsinah PuDasya
 
Aplikasi Radiasi Benda Hitam dan Kapasitas Zat Padat
Aplikasi Radiasi Benda Hitam dan Kapasitas Zat PadatAplikasi Radiasi Benda Hitam dan Kapasitas Zat Padat
Aplikasi Radiasi Benda Hitam dan Kapasitas Zat PadatMukhsinah PuDasya
 
Makalah media pembelajaran aligator
Makalah media pembelajaran aligatorMakalah media pembelajaran aligator
Makalah media pembelajaran aligatorMukhsinah PuDasya
 

More from Mukhsinah PuDasya (10)

Makalah bandul fisis
Makalah bandul fisisMakalah bandul fisis
Makalah bandul fisis
 
LKS ALat Peraga Bandul Fisis
LKS ALat Peraga Bandul FisisLKS ALat Peraga Bandul Fisis
LKS ALat Peraga Bandul Fisis
 
Soal mid gelombang
Soal mid gelombangSoal mid gelombang
Soal mid gelombang
 
Uts gelombang
Uts gelombangUts gelombang
Uts gelombang
 
Laporan praktikum lanjutan fisika inti spektroskopi sinar gamma
Laporan praktikum lanjutan  fisika inti spektroskopi sinar gammaLaporan praktikum lanjutan  fisika inti spektroskopi sinar gamma
Laporan praktikum lanjutan fisika inti spektroskopi sinar gamma
 
STATISTIK BOSE-EINSTEIN
STATISTIK BOSE-EINSTEINSTATISTIK BOSE-EINSTEIN
STATISTIK BOSE-EINSTEIN
 
Ppt Aplikasi Radiasi Benda Hitam
Ppt Aplikasi Radiasi Benda HitamPpt Aplikasi Radiasi Benda Hitam
Ppt Aplikasi Radiasi Benda Hitam
 
Aplikasi Radiasi Benda Hitam dan Kapasitas Zat Padat
Aplikasi Radiasi Benda Hitam dan Kapasitas Zat PadatAplikasi Radiasi Benda Hitam dan Kapasitas Zat Padat
Aplikasi Radiasi Benda Hitam dan Kapasitas Zat Padat
 
Makalah media pembelajaran aligator
Makalah media pembelajaran aligatorMakalah media pembelajaran aligator
Makalah media pembelajaran aligator
 
Modul Interferensi
Modul InterferensiModul Interferensi
Modul Interferensi
 

Efektivitas praktikum

  • 1. Studi Hasil Penelitian Fisika Dosen Pembimbing : 1. Dr. Sardianto MS,M.Si,M.Pd 2. Taufiq,M.Pd Nama Mahasiswa : Mukhsinah NIM.06091011008 Program Studi Pendidikan Fisika’09 PRODI PENDIDIKAN FISIKA JURUSAN PENDIDIKAN MIPA UNIVERSITAS SRIWIJAYA
  • 2. Makalah Studi Hasil Penelitian Fisika Oleh : Mukhsinah (Pendidikan Fisika’09) Judul jurnal : Does Practical Work Really Work? A study of the effectiveness of practical work as a teaching and learning method in school science. (2008) Penulis : IanAbraham dan Robin Milliar (Universitas of York) Sumber : International Journal of Science Education 17 November 2008 Jurnal Pendukung Jurnal 1 : Impact of Experiments on 13-year-old Pupils’ Understanding of Selected Science Concepts Penulis : Matej Urbančič dan Saša A. Glažar Sumber :Eurasia Journal of Mathematics, Science & Technology Education 14 Desember 2011 Jurnal Pendukung Jurnal 2 : Australia at the crossroads: A review of school science practical work Penulis : Gillian Kidman (Queensland University of Technology) Sumber :Eurasia Journal of Mathematics, Science & Technology Education 29 November 2011 Dan jurnal-jurnal terkait. 2
  • 3. DAFTAR ISI DAFTAR ISI .................................................................................................................. ii BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................. 1 1.1 Latar belakang .................................................................................................... 4 1.2 Sejarah Praktikum di Inggris dan Australia ...................................................... 7 BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................... 13 2.1 Metode dan Strategi Penelitian .......................................................................... 13 2.2 Hasil penelitian................................................................................................... 19 2.3 Praktikum sebagai metode belajar dan pembelajaran Sains .............................. 30 BAB III PENUTUP ....................................................................................................... 32 3.1 Kesimpulan ........................................................................................................ 32 3.2 Saran ................................................................................................................... 36 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... LAMPIRAN Jurnal pokok dan Jurnal pendukung 3
  • 4. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Wellington (1988) mencatat bahwa ada setidaknya lima jenis kegiatan yang terjadi dalam sekolah Sains dengan pelaksanaan Praktikum. a. Guru berdemonstrasi b. Praktik di kelas,peserta didik pada kegiatan-kegiatan yang sama, bekerja dalam kelompok-kelompok kecil c. Eksperimen dengan kelompok-kelompok kecil yang terlibat dalam kegiatan yang berbeda d. Penyelidikan e. Kegiatan pemecahan masalah Berbagai jenis kegiatan memiliki tujuan yang berbeda (Gott dan Duggan, 1995) namun, sebagaimana Wellington juga menunjukkan, bahwa eksperimen adalah hal semacam itu (Gough, 1998) Woolnough dan Allsop (1985) telah menyarankan tiga kategori yang terdapat dalam Praktikum: 1. Latihan 2. Pengalaman 3. Investigasi Tinjauan literatur para penulis dalam Handbook yang diterbitkan pada Penelitian Ilmu Pendidikan (Abell dan Lederman, 2007) memberikan definisi klasik kegiatan laboratorium pada kelas Sains. Kegiatan-kegiatan tersebut seperti pengalaman belajar di mana siswa berinteraksi dengan materi atau dengan sumber data sekunder untuk mengamati dan memahami dunia alamiah (misalnya: foto udara untuk memeriksa bulan dan bumi fitur geografis, spektrum untuk memeriksa sifat bintang dan atmosfer, gambar sonar untuk memeriksa sistem kehidupan). (Lunetta et al, 2007., P. 394) 4
  • 5. Royal Society menyatakan bahwa '"praktik sains" digunakan sebagai singkatan untuk kegiatan eksperimental dan investigasi (termasuk lapangan) yang dilakukan sebagai bagian dari pendidikan sains di sekolah-sekolah dan perguruan tinggi' (House of Lords, 2006, p 63). Namun, berbagai istilah yang umum digunakan dalam pendidikan sains untuk menjelaskan tentang berbagai sub-kategori pekerjaan praktik. Misalnya, Review Mahasiswa Kurikulum Sains (Cerini et al., 2003) melaporkan temuan dari survei kuesioner online yang meminta siswa berusia 16-19 apakah perbedaan metode pengajaran dan pembelajaran di sekolah Sains. Di atas disebutkan bahwa Dr Iddon MP merujuk pada salah satu temuan survei - responden melaporkan tiga kegiatan dinilai sebagai yang paling menyenangkan adalah: melakukan praktik Sains (85%) melihat video (75%) melakukan percobaan ilmiah di kelas (71%) . Namun, ketika diminta untuk memilih tiga metode yang paling berguna dan efektif dalam membantu mereka untuk memahami sains , 32% dari responden memilih melakukan penyelidikan sains dan 38% memilih melakukan percobaan ilmiah di kelas. Timbul pertanyaan seperti mengapa siswa berusia 16-19 meminta Praktikum ? Jawabannya mungkin karena mereka mau nya yang lebih menyenangkan ketimbang karena mereka tidak berpikir bahwa mereka sedang belajar secara efektif. Namun, unsur kehati-hatian perlu dipertahankan ketika mempertimbangkan hasil survei. Sebagai penulis menunjukkan: "Para siswa yang menyelesaikan survei tidak merupakan sampel benar-benar representatif '(Murray et al, 2003, hal 29..). Jika ciri sains sekolah adalah praktik, karakteristiknya telah berubah secara selama masa hidup kebanyakan dari guru sains . Di akhir 1950-an, Kerr 5
  • 6. menyatakan bahwa ada beberapa bukti bahwa guru Sains, terutama di sekolah- sekolah tata bahasa, masih mempertimbangkan nilai utama pekerjaan mereka dikaitkan dengan pernyataan yang dibuat untuk studi Sains sebagai disiplin mental (1958 -59, hal 156). Bahkan sampai tahun 1960-an dan 1970-an, eksperimen bertujuan untuk menunjukkan teknik dan untuk memastikan teori. Menulis beberapa tahun kemudian, Ini mungkin terjadi bahwa tradisi dan kenyamanan meneruskan metode lama. Ketidakpuasan dengan sejumlah besar fakta ilmu dalam kurikulum dan penekanan pada belajar hafalan telah mendorong perdebatan tentang pendidikan sains selama bertahun-tahun dan mendorong pendekatan baru untuk pendidikan sains pada pertengahan-ke-akhir 1980-an (Hodson, 1990, Donnelly dan Jenkins, 2001). Pergeseran ini terjadi antara lain sebagai akibat dari peningkatan fokus pada proses ilmu pengetahuan dan bagaimana mereka bisa diajarkan dan dinilai. Gerakan ini diakui dan dipercepat oleh publikasi Sains 5-16: Pernyataan Kebijakan (DES, 1985). Osborne (1993) berpendapat pembelajaran Sains untuk lebih berpikir dan diskusi dalam ilmu sekolah dan sedikit hafalan (Gunstone (1991) dan Solomon (1991). Hodson (1990, 1992) mengkritik Praktikum buruk direncanakan, menggambarkan penggunaannya yang disalahpahami, kacau dan kurang nilai pendidikan (1992, hal 65.). Perdebatan Proses / konten itu bukan tentang pekerjaan praktik, melainkan lebih tentang efektivitas relatif dari cara yang berbeda dari ilmu mengajar (Wellington, 1981). Mereka mengenalkan pendekatan proses yang dipimpin untuk pendidikan sains berpendapat bahwa jika siswa belajar tentang bagaimana ilmu pengetahuan bekerja, maka mereka perlu mengembangkan pemahaman tentang proses Sains (yaitu, keterampilan yang digunakan dalam melakukan percobaan). 6
  • 7. Sebagai Jevons (1969) mengatakan bahwa praktikum di laboratorium terletak pada kreativitas dalam penelitian, dan harapan bahwa konsekuensi itu akan merangsang dan mendorong kemampuan dan cara berpikir. (hal. 147) Millar (2004) memberikan penjelasan mengapa ide siswa yang di utamakan oleh guru yaitu supaya mendorong siswa untuk menjawab ketidaktahuan mereka, menemukan sendiri, mengingat, mendapatkan bukti sebagai dasar dari pengetahuannya. Saat ini, kurikulum nasional pada tahap kunci 3 dan 4 menggunakan istilah Praktik dan keterampilan penyelidikan. Pada tahap kunci 3, meskipun keterampilan praktik dan penyelidikan adalah merencanakan dan melaksanakan kegiatan praktik dan penyelidikan , sama frase yang digunakan (QCA, 2007a, hal. 209). QCA menyatakan bahwa siswa harus ditawarkan kesempatan untuk mengejar penyelidikan sendiri. Jadi guru dihadapkan dengan pandangan yang berbeda: Praktik dan keterampilan penyelidikan, kegiatan praktik dan penyelidikan, penyelidikan sendiri dan karya eksperimental. 1. 2. Sejarah Praktikum di Inggris dan Australia Dalam Ilmu pendidikan Sains, Praktikum sangat memiliki peran penting, terbukti di berbagai negara, salah satu fitur dari pendidikan sains yang membedakannya dari pelajaran sekolah yang paling lain adalah pada kegiatan Praktikum. Di suatu negara yang mempunyai tradisi Praktikum pada kelas IPA seperti Inggris, Praktikum seringkali dilihat oleh para guru dan orang ilmuwan sebagai pusat daya tarik dan efektivitas pendidikan sains. The House of Commons Sains dan Teknologi Komite (2002), misalnya, berkomentar bahwa: Dalam pandangan kami, Praktikum, termasuk studi lapangan, adalah bagian penting dari pendidikan sains. Ini membantu siswa untuk mengembangkan pemahaman mereka tentang ilmu pengetahuan, 7
  • 8. bahwa sains berdasarkan bukti dan memperoleh keterampilan yang penting untuk kemajuan ilmu pengetahuan. Siswa harus diberi kesempatan untuk melakukan dan bereksperimen secara bervariasi dan kerja penyelidikan. Lazarowitz dan Tamir (1994) dalam karya Edgeworth & Edgeworth 1811 yang dipublikasikan pada 1811 ,bahwa Praktikum memungkinkan para siswa untuk melatih pikiran mereka dengan melakukan percobaan sederhana yang berkaitan dengan bidang minat siswa. Tujuan dari Praktikum adalah untuk mengkonfirmasi teori dan tidak akan tercapai jika percobaan tidak bekerja hanya dengan melihat jawabannya ada di buku teks. Tampaknya hampir 200 tahun yang lalu, Praktikum telah menjadi aspek penting (bahkan jika hanya untuk mengkonfirmasi teori) dari kurikulum Sains di Inggris. Tapi itu adalah cerita masa pertumbuhan Praktikum sebagai bagian dari pendidikan Sains di Inggris, bukan Australia. Pada 1811, Australia masih koloni hukuman, dan Gubernur Macquarie baru saja tiba (dari pemerntahan Inggris) untuk membangun kembali disiplin dan tatanan sosial setelah periode kerusuhan. Pada tahun 1812, Gubernur Macquarie menyatakan bahwa sekolah tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan moral dan mengembangkan prinsip-prinsip agama dan yang paling penting adalah membuat mereka patuh dan taat. Laporannya mendesak bahwa anak-anak kelas bawah dipisahkan sebanyak mungkin dari pengaruh moral yang buruk dari orang tua mereka. Ini adalah indikasi jelas bahwa sekolah adalah untuk pengelolaan kelas bawah (Barcan, 1965, hal 36). Ada dokumentasi sedikit dari pembangunan pendidikan Sains di Australia sampai mengikuti Perang Dunia II. Kita dapat berasumsi bahwa Australia terus mengikuti sistem Inggris, dengan penekanan pada fisika dan kimia, diikuti oleh biologi kemudian geologi. 8
  • 9. Pada 1945 Praktikum di sekolah Sains mencapai Australia. Satu per satu, Amerika dan Australia memperkenalkan program ilmu pengetahuan umum, tetapi ada variasi yang besar baik dalam isi dan penekanan antara program ilmu. Pada tahun 1955, edisi pertama dari Australian Science Guru Journal (ASTJ) diterbitkan, dan termasuk Laporan yang menyoroti persyaratan utama kelas Kimia menjadi Praktikum individu sedangkan deskripsi konsep reaksi dan demonstrasi harus dihindari, para murid dapat bereksperimen sendiri. Awal masalah A.S.T.J. mengindikasikan ada tumbuh kekhawatiran bahwa ilmu pengetahuan adalah diajarkan sebagai satu set fakta, terisolasi dari laboratorium. Pandangan ini dibagi di Inggris dan Amerika Serikat, dan mengakibatkan pengembangan penyelidikan berbasis Penemuan pembelajaran proyek (misalnya Biological Sciences) Studi Kurikulum (BSCS), Studi Ilmu Fisika Kurikulum (PSSC), dan Nuffield Sains. Pada tahun 1970, penelitian dimulai untuk membimbing pendidikan sains di Australia, yaitu proses pendekatan Praktikum. Menurut Fensham (1990), harus ada penekanan pada metode ilmu pengetahuan, sehingga pengajaran Proses itu perlu. Ini adalah titik balik dalam ilmu pendidikan Australia yang terus menggunakan program internasional yang dikembangkan untuk Inggris atau ruang kelas USA, dengan Inggris atau contoh Amerika Serikat, Australia mengembangkan kurikulum ilmu proyek nasional yang sendiri Science Australian Education Project (ASEP). Prinsip-prinsip Piaget memberikan dasar yang kuat untuk filsafat ASEP, dan memberikan dukungan untuk kurikulum Sains dengan penekanan kuat pada kegiatan Praktikum. Siswa diminta untuk mengidentifikasi masalah, mengamati, mengukur, mengklasifikasikan, ketertiban, menyimpulkan, memprediksi dan membentuk hipotesis, mencari bermakna pola, desain dan melakukan eksperimen, menafsirkan dan menganalisis data, dan untuk memverifikasi keabsahan kesimpulan tercapai. 9
  • 10. Dengan kata lain, proses penyelidikan ilmiah yang lebih ditekankan, meskipun laporan dari ASEP(Australian Science Education Project ) pada tahun 1974, menyimpulkan bahwa bahan ajar yang ditulis untuk guru dan siswa yang masih digunakan di beberapa sekolah-sekolah Australia masih menggunakan buku asli, sedangkan yang lain menggunakan cetak ulang. Kekecewaan dengan proyek kurikulum ilmu 1960-an dan 1970-an menyebabkan ilmu yang dipandang sebagai konstruk sosial manusia, dan perdebatan kurikulum nasional di Australia dimulai. Ini diakibatkan ketergantungan pada penyaduran kurikulum, yang menyimpang dari metodologi Sains karena kekurangan konseptual. Pentingnya pengetahuan siswa, serta pengembangan keterampilan mereka, diperlukan untuk menjadi fokus dari dokumen kurikulum masa depan. Ini ditulis oleh Fensham (1981) ia mengusulkan urutan instruksi (lihat Gambar 1) untuk pengembangan keterampilan. Keterampilan dasar Demonstrasi dan Praktikum Peningkatan keterampilan Pengetahuan x,y,z berdasarkan keterampilan Pengembangan keterampilan Gambar 1 Perubahan dalam filsafat ilmu pendidikan jelas dalam dokumen Sebuah pernyataan pada ilmu pengetahuan untuk sekolah Australia (Kurikulum Corporation, 1994) yang mengakui pentingnya pengetahuan dan ada keyakinan dalam pengembangan pembelajaran konseptual. Pernyataan ini menyediakan kerangka untuk masa depan pengembangan kurikulum ilmu pengetahuan Australia 10
  • 11. Setelah rilis Sebuah pernyataan pada ilmu pengetahuan untuk Sekolah- sekolah Australia, setiap negara bagian dan wilayah di Australia mengembangkan kurikulum yang akan hadir siswa dengan berbagai konsep sains terorganisir dalam konteks yang menarik dan relevan dengan kehidupan sehari-hari siswa. Sementara masing-masing negara bagian Australia dan wilayah yang diizinkan untuk mengembangkan sendiri menanggapi pernyataan kurikulum nasional, Goodrum, Hackling dan Rennie (2001) menyebutkan warisan umum sebagai dasar pemikiran yang menekankan pentingnya dan relevansi ilmu pengetahuan untuk semua siswa sebagai bagian dari kehidupan sehari-hari mereka. The Roberts (2002) menyatakan bahwa pada penyediaan masyarakat dengan sains, teknologi, teknik, dan keterampilan matematika, menekankan kualitas sekolah laboratorium IPA sebagai perhatian utama. Menurutnya bagian penting dari pengalaman belajar siswa dan harus memainkan peran penting dalam mendorong siswa untuk belajar Sains pada tingkat yang lebih tinggi '(Roberts, 2002, hal. 66). Dia juga berpendapat : Bahwa Pemerintah dan Pemerintah Daerah memprioritaskan laboratorium pada sekolah Pendidikan sains, dan memastikan penelitian yang dibuat tersedia untuk menjadikan semua laboratorium tersebut berada pada standar yang baik atau sangat baik sebagai standar yang merupakan perwakilan dari dunia ilmu pengetahuan dan teknologi dan yang akan membantu untuk menginspirasi dan memotivasi siswa untuk mempelajari mata pelajaran ini lebih lanjut. (Roberts, 2002, hal. 66) Ada juga bukti bahwa siswa menemukan Praktikum yang relatif lebih berguna dan menyenangkan dibandingkan dengan pengajaran ilmu lain dan aktivitas belajar berdasarkan survei tanggapan dari lebih dari 1.400 siswa (dari berbagai usia) (Cerini, Murray, & Reiss, 2003), 71% memilih melakukan 11
  • 12. eksperimen di kelas sebagai salah satu dari tiga metode mengajar dan belajar Sains mereka menemukan metode belajar paling menyenangkan. Hal ini telah yang diajukan oleh beberapa pendidik ilmu tentang efektivitasnya Praktikum ini sebagai pengajaran dan strategi pembelajaran. Seperti yang telah dilakukan oleh Ian Abraham, Penelitiannya menyelidiki efektivitas Praktikum melalui analisis sampel dari 25 pelajaran sains melibatkan Praktikum Sekolah Menengah di Inggris. Artikel ini menyajikan temuan-temuan dari studi efektivitas Praktikum di kelas sains untuk siswa yang berumur 11 tahun hingga 16 tahun, siswa sekolah di Inggris. Hipotesis penelitian ditujukan itu, Seberapa efektif Praktikum dalam Pendidikan Sains, sebagai pengajaran dan strategi pembelajaran? Penelitian ini mengamati penelitian kognitif dan hasil afektif Praktikum, artikel ini terfokus pada kognitif. Hasilnya efektifitas Praktikum dalam pengetahuan siswa meningkatkan pemahaman, baik dari alam maupun dari proses dan penyelidikan praktek ilmiah. Ini tidak masuk akal, untuk menanyakan apakah Praktikum pada umumnya adalah pengajaran yang efektif dan strategi pembelajaran. Sementara itu, kita perlu mempertimbangkan keefektivitasan spesifik contoh Praktikum, atau kegiatan-kegiatan praktik tertentu. Untuk mengembangkan kerangka kerja analitis, penelitian ini dimulai dari sebuah model dari proses yang terlibat dalam merancang dan mengevaluasi kegiatan praktik (Gambar 1) diusulkan oleh Millar et al. (1999). 12
  • 13. 2.1 Metode dan Strategi penelitian Dalam penyelidikan siswa harus membuat keputusan mereka sendiri baik secara perorangan maupun kelompok mereka diberi sedikit otonomi dalam bagaimana penyelidikan dilakukan. Sebuah penyelidikan harus melibatkan siswa dalam menggunakan prosedur perencanaan tersebut, mengukur, mengamati, menganalisis data dan mengevaluasi metode. Tidak semua penyelidikan akan memungkinkan siswa untuk menggunakan setiap jenis prosedur diteliti, dan investigasi dapat bervariasi dalam jumlah otonomi yang diberikan kepada siswa pada tahapan yang berbeda dari proses investigasi Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif, metode yang paling baru-baru ini di Inggris lebih dari 20 tahun (Beatty & Woolnough, 1982; Kerr, 1964; Thompson, 1975). Pada tahun 2008 Abrahams dan Milliar dalam menyelidiki Apakah praktikum benar-benar berfungsi di kelas IPA ? sebagai metode belajar dan pembelajaran di Kelas IPA, Telah disarankan oleh Crossley dan Vulliamy (1984) bahwa kuesioner berbasis survei tidak mungkin untuk memberikan informasi yang akurat wawasan ke dalam realitas mengajar dalam pengaturan alam tetapi lebih cenderung mereproduksi retorika ada tetapi lebih baik studi wawancara terbuka untuk permasalahan yang sama (Cohen, Manion, & Morrison, 2000; Hammersley & Atkinson, 1983). Sebaliknya, Penelitian ini berusaha untuk mengeksplorasi secara kritis realitas praktikum di laboratorium sekolah. Ini memerlukan strategi pendekatan dengan guru dan siswa saat mereka melakukan praktikum, mengumpulkan data dalam pengajaran laboratorium, dengan fokus pada pengamatan praktik nyata serta wawancara dilakukan dalam konteks pengamatan ini. Penelitian ini mengamati penelitian kognitif dan hasil afektif praktikum, tetapi untuk penelitian Abraham ini terfokus pada kognitif, kemudian untuk melihar hasil afektif nya dilakukan penelitian selanjutnya pada tahun yang sama 13
  • 14. berjudul “Does practical work really motivate? A study of the affective value of practical work in secondary school science “. Artikel ini menyajikan temuan-temuan dari studi efektivitas praktikum di kelas sains untuk siswa yang berumur 11 tahun hingga 16 tahun, siswa sekolah di Inggris. Hipotesis penelitian ditujukan itu, Seberapa efektif Praktikum dalam Pendidikan Sains, sebagai pengajaran dan strategi pembelajaran? Sementara itu, kita perlu mempertimbangkan keefektivitasan spesifik contoh praktikum, atau kegiatan-kegiatan praktik tertentu. Untuk mengembangkan kerangka kerja analitis, penelitian ini dimulai dari sebuah model dari proses yang terlibat dalam merancang dan mengevaluasi kegiatan praktik (Gambar 1) diusulkan oleh Millar et al. (1999). Gambar 1. Model proses desain dan evaluasi kegiatan praktik Keterangan diagram : 1. Kotak A adalah apa tujuan yang diinginginkan siswa untuk belajar. Ini mungkin bagian tertentu dari substantif ilmiah pengetahuan atau aspek 14
  • 15. tertentu dari proses penyelidikan ilmiah (tentang, misalnya, pengumpulan, analisis, atau penafsiran bukti empiris). 2. Kotak B , langkah berikutnya adalah untuk merancang kegiatan praktik yang bisa memungkinkan para siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran yang diinginkan. 3. Kotak C, siswa berhasil melakukan kegiatan dan dengan benar. 4. Tahap akhir dari model (kotak D) berkaitan dengan hasil belajar siswa sebagai konsekuensi dari melakukan kegiatan. Jadi model ini membedakan dua pengertian dari efektivitas. Kita dapat mempertimbangkan perbandingan antara apa yang dimaksud guru dan apa yang harus dilakukan siswa (efektivitas dari kegiatan di Level 1), dan perbandingan antara apa yang dimaksud guru siswa untuk belajar dan apa yang benar-benar mereka pelajari (efektivitas kegiatan di Level 2). Tingkat 1 efektivitas Oleh karena itu berkaitan dengan hubungan antara kotak B dan C pada Gambar 1, sedangkan tingkat 2 efektifitas, berkaitan dengan hubungan antara Kotak A dan D. Dalam pembahasan di atas, kita telah menyinggung semacam ukuran tindakan lebih lanjut (fisik atau mental. Tujuan fundamental dari praktikum dalam ilmu Sains adalah untuk membantu siswa membuat hubungan antara dunia nyata benda, bahan dan peristiwa, dan dunia abstrak pemikiran dan ide (Brodin, 1978; Millar et al, 1999;. Shamos, 1960). Tiberghien (2000) mencirikan praktikum berusaha membantu siswa membuat hubungan antara dua domain dari Pengetahuan: domain objek yang diamati dan domain dari ide-ide . Gambar 2. Praktikum: menghubungkan dua domain (dari Tiberghien, 2000) 15
  • 16. Beberapa kegiatan praktik sains di sekolah hanya berhubungan dengan domain diamati, yang lainnya melibatkan kedua domain. Menggabungkan model dua-tingkat efektivitas dengan model dua-domain pengetahuan mengarah ke kerangka analitis disajikan pada Tabel 1 untuk mempertimbangkan efektivitas suatu kegiatan praktik yang diberikan . Kerangka ini dapat berlaku untuk kegiatan-kegiatan praktik di mana fokusnya adalah pada belajar siswa dari pengetahuan ilmiah atau belajar tentang beberapa aspek prosedur ilmiah. Tabel 2 menunjukkan bagaimana mungkin berlaku untuk suatu praktikum dimana para siswa sedang menyelidiki arus listrik di cabang paralel dari sebuah 16
  • 17. sirkuit listrik, di mana tujuannya guru adalah siswa harus mengembangkan pemahaman mereka tentang model ilmiah saat ini sebagai bergerak biaya. Jika fokus guru yang bukan pada pengembangan pemahaman siswa bagaimana menangani data yang nyata, maka domain-o berpikir akan fokus pada yang pengamatan yang sebenarnya dan data yang dikumpulkan, sedangkan domain-i berpikir akan melihat ini sebagai contoh dari fenomena yang lebih umum, kesalahan pengukuran (atau ketidakpastian). Delapan sekolah menjadi sampel untuk diamati satu atau lebih pelajaran sains di kurikulum nasional (siswa berusia 11-14 dan 15-16, masing-masing) yang melibatkan beberapa karya praktik siswa, untuk mewawancarai guru tentang pelajaran, dan mungkin juga untuk berbicara dengan beberapa siswa. Dalam beberapa pelajaran sains di sekolah bahasa Inggris, siswa dinilai pada kinerja mereka dari penyelidikan praktik, dan ini memberikan kontribusi bagi nasional mereka skor tes pada usia 14 dan kelas mereka di Sertifikat Umum Secondary Education pada usia 16. Isi dari 25 pelajaran diamati pada Tabel 5, bersama dengan rincian guru dan usia siswa yang terlibat. Para guru nama semua nama samaran (lihat Tabel 5). 17
  • 18. Catatan lapangan yang diambil dalam setiap pelajaran diamati, rekaman wawancara yang dilakukan dengan guru sebelum dan sesudah pelajaran. Wawancara pra-pelajaran itu digunakan untuk mendapatkan jumlah guru dari pandangannya terhadap praktikum dan tujuan pembelajaran dari pelajaran itu sendiri. Wawancara pasca-pelajaran dikumpulkan sebagai refleksi guru pada pelajaran dan pada keberhasilannya sebagai pengajaran dan proses belajar. Bila memungkinkan, percakapan dengan kelompok siswa selama dan setelah pelajaran juga direkam. Ini digunakan terutama untuk mendapatkan wawasan ke dalam pemikiran siswa tentang kegiatan yang tidak jelas dari pengamatan sendiri, atau untuk mengkonfirmasi kesan yang didapat dari pengamatan. 18
  • 19. 2.2 Hasil Penelitian Kerangka analisis yang disajikan pada Tabel 1 digunakan dalam menganalisis data, dan juga akan digunakan di sini untuk struktur diskusi. Di mulai dengan mempertimbangkan efektivitas kegiatan di Level 1 (dalam mendapatkan siswa untuk melakukan apa yang dimaksudkan oleh guru), dan kemudian mempertimbangkan efektifitas di Level 2 (dalam mempromosikan pembelajaran yang dimaksudkan guru). Sepanjang diskusi ini, setiap guru diberikan nama samaran. Dalam ekstrak dari wawancara dengan siswa, masing- masing diidentifikasi dengan kode terdiri dari huruf pertama dan terakhir nama guru (untuk mengidentifikasi pelajaran terlibat. Dalam semua pelajaran yang diamati, fokus guru tampaknya tegas (memang hampir secara eksklusif) pada substantif praktikum sains. Hampir tidak ada diskusi di salah satu pelajaran diamati dari titik-titik tertentu tentang penyelidikan ilmiah pada umumnya, atau contoh penggunaan data siswa oleh guru untuk menarik poin umum tentang pengumpulan, analisis, dan interpretasi data empiris. Dalam beberapa pelajaran yang jelas-jelas ada peluang untuk melakukan hal ini, mereka tidak dieksploitasi. Jadi, dalam diskusi, fokus kami adalah sebagian besar pada penggunaan Praktikum untuk mengembangkan pemahaman siswa . Donnelly et al. (1996), dalam sebuah studi rinci komponen Hipotesis Ilmiah dari Kurikulum nasional Inggris (pencapaian Sasaran SC1), menemukan bahwa lebih terbuka, kegiatan-praktikum penyelidikan yang jarang digunakan untuk mengajar siswa tentang aspek tertentu dari penyelidikan ilmiah, namun hampir seluruhnya untuk menilai kemampuan mereka untuk melakukan penyelidikan empiris ilmiah. Tampaknya, karena itu, konsekuensi yang tidak diinginkan dari pengenalan sc1 Sasaran pencapaiannya mungkin bahwa guru mengabaikan kesempatan yang muncul dalam ilustrasi Praktikum (yaitu, kegiatan-kegiatan 19
  • 20. praktik terutama ditujukan untuk membiarkan siswa mengamati fenomena, atau untuk membantu mereka memahami ide ilmiah atau penjelasan) untuk menyorot dan mendiskusikan alasan untuk desain kegiatan, atau masalah tentang analisis dan interpretasi data oleh data sebenarnya dikumpulkan-melihat ini sebagai untai yang berbeda dari kurikulum Sains dalam menangani apa yang dilakukan siswa dengan Obyek dan Material kurang diperhatikan(Tingkat 1: o) Pekerjaan praktik diamati adalah, dalam banyak kasus, efektif dalam memungkinkan mayoritas siswa untuk melakukan apa yang dimaksud oleh gurunya dengan benda-disediakan yaitu, berhasil untuk mendapatkan fenomena (Hacking, 1983). Dalam banyak pelajaran diamati, guru lebih tertuju pada upaya untuk memastikan bahwa siswa memahami prosedur yang harus mereka ikuti. Sebuah bagian tertentu dari Praktikum (sering fitur utama dari pelajaran) adalah kemungkinan agar dianggap berhasil oleh guru jika siswa telah berhasil menghasilkan yang fenomena yang diinginkan dan membuat pengamatan yang diinginkan. Kebanyakan guru dalam penelitian, terutama yang mengajar menjelaskan pilihan mereka dari praktikum diamati dengan mengacu pada prosedur kerja. Empat belas dari 25 guru diamati mengatakan bahwa mereka mengikuti prosedur kerja pada prraktikum. 20
  • 21. Tabel 6 menunjukkan bahwa 4 (dari 9) guru mengajar di spesialisasi subjek mereka mengikuti skema pekerjaan, dibandingkan dengan 10 (dari 16) guru mengajar di luar spesialisasi subjek mereka. Demikian pula, sementara hanya 2 (dari 9) guru mengajar dalam spesialisasi subjek mereka menggunakan lembar kerja, ini meningkat menjadi 7(dari 16) bagi mereka yang mengajar di luar mata pelajaran khusus. Sedangkan ukuran sampel (n = 25) terlalu kecil untuk menggeneralisasi data tersebut, pola ini konsisten dengan temuan dari penelitian lain (misalnya, Hacker & Rowe, 1985) bahwa guru yang bekerja di luar pelajaran bidang mereka mereka cenderung lebih mengandalkan kegiatan rutin dan terkendali, yang mengurangi kemungkinan tak terduga peristiwa atau pertanyaan. a. Apa yang dilakukan siswa dengan Ide nya (Level 1: i) Yang dimaksud dengan apa yang dilakukan siswa dengan benda-benda dan bahan cukup jelas. Sedangkan apa yang dilakukan siswa dengan ide-ide , adalah kurang jelas. Melakukan dengan ide untuk merujuk kepada tindakan jiwa-proses pemikiran (dan karenanya berbicara) tentang benda, bahan, dan fenomena dalam hal entitas teoritis atau konstruksi yang tidak secara langsung diamati. Jelas tidak semua ini identik dengan melakukan dengan ide-ide dalam pengertian ini. Sebagai contoh, seorang siswa mungkin berpikir tentang pembacaan pada voltmeter seluruhnya dalam hal diamati-posisi pointer pada skala-bukan sebagai ukuran beda potensial. Atau mereka mungkin melihat variasi dalam pengukuran ulang dari jumlah yang sama sebagai tanda peralatan yang tidak memadai, atau sebagai efek yang nyata, bukan sebagai contoh masalah umum yang dihadapi semua pengumpulan data empiris. Membuat siswa untuk berpikir tentang benda, bahan, dan fenomena dalam tertentu kerangka ide bisa sulit, karena ide-ide tidak muncul dengan sendirinya langsung ke indra mereka. 21
  • 22. Hampir semua dari 25 kegiatan yang disajikan dalam Tabel 5 memberikan kesempatan bagi siswa untuk berpikir tentang benda yang diamatinya menggunakan ide-ide ilmiah tertentu, meskipun sejauh yang ini mungkin memiliki dampak yang signifikan terhadap tindakan mereka atau pada kemungkinan hasil belajar bervariasi dari satu kegiatan ke kegiatan. Sebagaimana dibahas dalam bagian sebelumnya, Mayoritas kegiatan tampaknya efektif dalam memungkinkan siswa untuk melakukan apa yang dimaksudkan dengan benda-benda dan bahan. Ada, Namun, sangat susah untuk mendapatkan efektif dalam mendapatkan siswa untuk berpikir tentang orang-orang sama benda dan bahan menggunakan ide-ide yang secara implisit atau eksplisit dimaksudkan oleh guru. Salah satu alasan yang mungkin untuk ini adalah bahwa, dalam banyak kegiatan diamati, para siswa tampak terbiasa dengan ide yang dimaksud oleh guru. Ini kurangnya keakraban tidak berarti bahwa gagasan belum diajarkan. Alasan utama, bagaimanapun beberapa contoh siswa melakukan hal-hal dengan ide tampaknya sejauh mana kegiatan praktikum yang diperkenalkan dan disajikan oleh guru, membantu para siswa untuk membuat link produktif antara domain diamati dan ide-ide. Untuk menggambarkan praktek biasanya diamati dan isu-isu yang mereka angkat, kita akan membahas secara singkat tiga pelajaran. Kembali pada fokus yang diamati, hal yang dilakukan guru pada pembentukan tindakan fisik siswa mereka daripada mental mereka jelas dari jumlah signifikan lebih besar dari waktu yang dihabiskan untuk ini. Untuk menggambarkan praktek biasanya diamati dan isu-isu yang mereka angkat, kita akan membahas secara singkat tiga pelajaran, contoh lebih lanjut dapat ditemukan di Abrahams (2005). Semua memberikan kesempatan bagi para siswa untuk berpikir tentang diamati menggunakan ide-ide ilmiah yang mungkin telah membuat mereka. 22
  • 23. Dua kegiatan yang digunakan oleh Mr dan Mrs Drax Risplith, Namun, dipergunakan seluruhnya untuk memungkinkan siswa untuk menghasilkan rangkaian data di mana mereka akan melihat pola antara diamati, dengan mengukur dan kemudian membandingkan apa yang mereka amati (detak jantung) Mrs Risplith memilih untuk tidak membahas sistem peredaran darah sebelum mereka mulai, menjelaskan ketika diwawancarai bahwa ia percaya ada hubungan antara denyut jantung dan denyut nadi Data pertama agak induktif,praktikum tampaknya mendasari praktek hal yang diamati guru .Sayangnya, pembelajaran berakhir, ketika hasil siswa telah disiapkan di papan, banyak yang memperoleh nilai yang berbeda untuk kedua bacaan-sehingga hasil yang diinginkan gagal muncul. Sebagai sirkulasi darah di dalam tubuh belum dibahas, sebagian besar siswa tidak tahu jelas mengapa denyut nadi harus sama dengan detak jantung seperti menunjukkan ekstrak berikut, jelas terkesan Mrs Risplith berupaya untuk menyiratkan bahwa dua nilai numerik yang berbeda pada dasarnya adalah sama. Pada akhir pelajaran salah satu siswa bingung dengan data yang ada di papan tulis dan bertanya, tanpa penjelasan lebih lanjut guru ini menjawab, yang berdegup adalah detak jantung Anda . Seharusnya kegiatan ini dimulai dengan diskusi tentang gagasan bahwa darah dipompa oleh jantung ke seluruh tubuh, dan bahwa degupan merupakan konsekuensi dari detak jantung dan harus karena itu-jika diukur pada waktu yang sama-sama memiliki nilai, ini mungkin telah membuat kegiatan lebih bermakna kepada siswa dan karenanya lebih sukses. Ini adalah salah satu contoh bahwa guru sering mengabaikan kesempatan untuk mengembangkan siswa pada pemahaman aspek tertentu dari prosedur penyelidikan ilmiah. Di sini, ada peluang yang tidak diambil, untuk bertanya apakah pengukuran merupakan bukti perubahan nyata dalam denyut jantung (mungkin karena 23
  • 24. pembacaan yang telah diambil setelah berjalan sekitar kelas untuk meminjam stetoskop) atau hanyalah akibat dari kesalahan pengukuran (atau ketidakpastian). Dalam pelajaran Mr Drax, tujuan dari praktikum dijelaskan kepada siswa untuk menjawab pertanyaan bagaimana pengaruh warna dalam menyerap kalor atau melepas kalor , Meskipun dinyatakan dalam bahasa sehari-hari? ini jelas melibatkan ide-ide teoritis. Sementara temperatur mungkin dianggap suatu diamati. Setelah memperkenalkan istilah kalor Mr Drax tidak membuat referensi lebih lanjut untuk setiap ide ilmiah tentang kalor, atau energi ketika bergerak dari lampu ke dalam atau keluar dari kaleng. Bahkan praktikum dilakukan seluruhnya pada tingkat diamati dan tujuannya mungkin lebih akurat digambarkan untuk melihat mana dari sejumlah kaleng dengan berbeda warna menunjukkan perubahan terbesar dalam membaca termometer ketika ditempatkan di dekat lampu. Mr Drax kemudian menjelaskan bahwa ini adalah sebenarnya tujuan untuk memungkinkan siswa untuk melaksanakan prosedur berhasil dan menghasilkan kemudian merekam data dari mana ide-ide penyerapan dan refleksi akan dikembangkan dalam pelajaran berikutnya . Keinginannya untuk memastikan bahwa siswa mengerti apa yang harus dilakukan dengan benda-benda dan bahan, dan bisa berhasil dalam menghasilkan data, menuntunnya untuk memberikan semua petunjuk. Setelah menjelaskan prosedur, ia berhenti sebentar sebelum siswa mulai kegiatan untuk mengingatkan mereka bahwa mereka sebelumnya menggunakan istilah menyerap berarti mengambil kalor dan melepas kalor berarti tidak mengambil kalor. Namun meskipun ini pengingat singkat dari ide ilmiah yang relevan, tidak ada siswa menggunakan ini karena mereka melakukan kegiatan. Memang hampir semua siswa diskusi diamati oleh peneliti difokuskan pada praktik kegiatannya.Ketika berbicara tentang pengamatan mereka, dalam membaca termometer ,komentar mereka hanya untuk pengamatan lebih bermakna. 24
  • 25. Meskipun keterbatasan ini, Tabel 7 memberikan indikasi yang jelas tentang tingkat ketidakseimbangan dalam jumlah relatif waktu yang dihabiskan mendukung aktivitas fisik dan mental. Dalam pengamatan semua dari guru kekurangan waktu untuk memastikan bahwa siswa mampu menghasilkan fenomena sukses dan mengumpulkan data. Hanya Dr Starbeck memberikan waktu yang cukup seluruh kelas, dan sebagian besar tidak ada sama sekali, untuk membahas ide-ide yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan dengan pemahaman dan sehingga membuatnya lebih dari satu prosedur sederhana. Pelajaran ketiga berdiri di kontras dengan dua dijelaskan di atas. Di dalamnya, Dr Starbeck melakukan praktikum secara terstruktur sehingga dapat membantu siswa dalam membuat hubungan antara domain diamati dan ide-ide. Pelajaran tentang arus dan tegangan dalam rangkaian paralel diperkenalkan melalui penggunaan sebuah video pendek, di mana benda sehari-hari disediakan analogi untuk sebuah sirkuit listrik. Murid mengamati karakter kartun mengambil kotak dari toko, berjalan di sekitar jalan melingkar, dan deposito mereka dalam api sebelum mereka melanjutkan sekitar jalan kembali ke toko. Setelah mendapat murid untuk membahas dan memahami apa yang terjadi dalam model ini, Dr Starbeck menggunakan ini untuk membuat mereka untuk berpikir dan berbicara tentang sebuah ammeter (dalam model ini adalah alat untuk menghitung orang) dan kemudian, berdasarkan analogi antara orang dan muatan dalam model ilmiah, untuk berpikir tentang fungsi ammeter sebagai untuk menghitung muatan. Sehingga keakraban dan kepercayaan dengan menggunakan ide-ide ilmiah dan terminologi meningkat, banyak orang mulai menggantikan istilah sehari-hari yang telah digunakan dalam membahas model dengan terminologi ilmiah yang sesuai digunakan dalam model ilmiah. Meskipun sebagian besar siswa terus menggunakan campuran ilmiah dan istilah sehari-hari sebagian siswa pada akhir kegiatan, mampu membahas (dan 25
  • 26. tampaknya memahami) situasi sirkuit listrik dan dapat menggunakan sesuai istilah ilmiah dan mampu menggunakannya secara tepat dalam kegiatan praktikum. Peneliti: Jadi apa yang sebenarnya yang diukur dengan voltmeter? SK21: energi. Peneliti: (Mengarahkan pertanyaan untuk SK22) Jadi ketika voltmeter ini dihubungkan dengan bola lampu, apa yang diukur? SK22: Berapa banyak energi yang masuk, dan berapa banyak energi yang keluar. SK21: Berapa banyak energi yang telah hilang. Data pada Tabel 7 tidak berarti bahwa dalam hanya lima dari 25 pelajaran diamati guru mengambil langkah-langkah untuk membantu para siswa untuk berpikir tentang diamati menggunakan spesifik teoritis ide. Beberapa guru yang 26
  • 27. tidak membahas ide-ide teoritis di seluruh kelas, sebagai lanjutan dari kegiatan praktikum perlu untuk memperkenalkan ide-ide tersebut. Secara umum pengamatan kami dari 25 pelajaran menyarankan bahwa kegiatan-kegiatan praktikum yang digunakan umumnya tidak efektif dalam membantu siswa untuk melihat kegiatan dari perspektif ilmiah, dan menggunakan ide-ide teoritis sebagai kerangka dalam tindakan mereka yang masuk akal atau sebagai panduan untuk menafsirkan pengamatan mereka. Guru terang-terangan memberikan prioritas yang lebih rendah dengan ide- ide ilmiah yang mendasari daripada “Memproduksi fenomena”. Desain dari kegiatan-praktikum, dan cara mereka ,mempresentasikan kepada siswa oleh guru dan dipentaskan di kelas. Tidak ada perbedaan yang jelas dalam desain mengembangkan hubungan antara domain objek dan diamati. Kerangka analisis yang disajikan pada Tabel 1 membedakan dua tingkat efektifitas dari praktikum. Tingkat 1 kekhawatiran apakah siswa melakukan hal-hal kegiatan yang dimaksudkan, dan Tingkat 2 apakah mereka belajar hal-hal yang mereka dimaksudkan untuk belajar. Kami sekarang akan mempertimbangkan efektivitas pelajaran diamati di Level 2. Perbedaan antara Tingkat 1 dan Tingkat 2 cukup jelas untuk domain diamati. Efektivitas di Level 2 akan berarti bahwa siswa nantinya bisa mengingat dan melaporkan secara akurat pada hal-hal yang mereka lakukan dengan benda- benda dan bahan yang terlibat, dan fenomena yang mereka telah diamati. Perbedaan antara efektifitas di Tingkat 1 dan 2 kurang jelas, bagaimanapun, untuk domain ide. Di sini kita membuat perbedaan antara menjadi mampu 'melakukan hal-hal dengan ide-ide' selama pelajaran, dan menunjukkan pemahaman tentang ide-ide ini nantinya. Mungkin dikatakan bahwa, jika seorang siswa dapat menggunakan ide tepat selama pelajaran, ini menunjukkan bahwa ide telah 'belajar', dalam hal ini satu-satunya perbedaan antara Level 1 dan Level 2 adalah bahwa antara retensi jangka pendek dan jangka panjang dari apa yang dipelajari. 27
  • 28. Pada sisi lain, kita dapat berpendapat bahwa, jika kemampuan untuk menggunakan ide tidak dipertahankan bahkan untuk waktu yang singkat (katakanlah beberapa hari atau minggu), maka diragukan untuk mengklaim bahwa itu pernah belajar. Desain penelitian, lebih ditujukan pada efektivitas kegiatan praktik dari praktikum di Level 2 dibandingkan di Level 1, dan bahwa apa pun yang kita lakukan katakan didasarkan pada bukti-bukti lemah. Kami mencari dan memperoleh izin untuk mengamati pelajaran yang mencakup praktikum. Seandainya kami meminta akses yang lebih luas untuk mengamati pelajaran berikutnya, hal ini tidak akan datang dalam banyak kasus karena gangguan dianggap rutinitas. Tindak lanjut untuk menilai pemahaman siswa tentang poin-poin penting dari kegiatan praktik, baik lama setelah pelajaran diamati atau lambat, juga tidak mungkin, paling tidak karena ini akan memiliki instrumen diagnostik yang berbeda dapat diciptakan untuk setiap pelajaran diamati yang akan memperkenalkan variabel baru dan membuat kesimpulan umum hampir mustahil untuk menggambar. Oleh karena itu kami memutuskan untuk membatasi pengumpulan data untuk satu kunjungan untuk setiap kegiatan praktik. Penilaian tentang efektifitas di tingkat 2 didasarkan pada dua bukti utama : bukti jangka pendek pembelajaran dalam pelajaran diamati atau pasca-pelajaran wawancara siswa, dan komentar oleh siswa selama wawancara pada praktikum sebelumnya yang telah mereka lakukan, dalam beberapa kasus pada sebelumnya di mana mereka telah melakukan kegiatan praktik sama dengan yang diamati. b. Siswa belajar tentang apa yang diamati (Level 2: o) Dalam posting-pelajaran wawancara tentang pelajaran diamati dan tentang kegiatan-kegiatan praktik sebelumnya, banyak siswa mampu mengingat kembali 28
  • 29. rincian tentang apa yang telah mereka lakukan, atau mengamati guru mereka lakukan, dengan benda-benda dan bahan, dan apa yang telah mereka lihat.Mereka bisa mengingat kembali,bahkan ketika siswa mampu mengingat kegiatan-kegiatan praktik spesifik yang mereka punya dilakukan (atau melihat guru mereka melaksanakan) sebelumnya, rekoleksi mereka biasanya berjumlah sedikit lebih dari mengingat bahwa kegiatan tertentu telah dilakukan, atau difokuskan pada beberapa detail tertentu atau aspek kegiatan. Gagné dan White (1978) telah menyarankan bahwa itu adalah tindakan melakukan kegiatan, bukan hanya membaca atau menunjukkan tetapi membuatnya mengingat kembali. Demikian pula, ingatan siswa tentang prosedur cenderung berhubungan dengan apa yang telah mereka lakukan daripada ide-ide ini dimaksudkan untuk menyampaikan: Peneliti: Apa yang Anda ingat praktikum yang anda lakukan? SH7: Penyulingan . SH8: Yahh !. Peneliti: Apa yang anda saring, minyak mentah? SH7: Iya cairan biru. SH8: Iya itu adalah cairan biru. SH7: Hanya cairan biru, kita tidak tahu apa itu, hanya cairan biru dan kami mendapat air keluar dari itu. Peneliti: Anda mendapat air dari itu, bagaimana melakukan pekerjaan itu? SH7: Yah kami punya botol. SH8: Kami menempatkan cairan di dalamnya, menaruh termometer di dalamnya, meletakkannya di sebuah tripod, menaruh Bunsen pembakar bawahnya dan menjalani semua tabung di tempat dan 29
  • 30. masuk ke dalam tabung reaksi dalam gelas kimia. SH7: Air panas masuk ke gelas kimia. SH8: Iya. SH7: Dan jika suhu berjalan di atas terlalu jauh, lebih dari seratus, Anda harus mengambil itu dan kemudian berpegang pada sedikit dan kemudian memiliki lain pergi. 2.3 Praktikum sebagai metode belajar dan pembelajaran Sains Praktikum sebagai alternatif metode pembelajaran Sains, dimana alasan siswa untuk mengaku menyukai Praktikum karena lebih baik daripada jenis dari kegiatan ilmiah lainnya. Abraham (2008) Praktikum dapat menumbuhkan minat (Abrahams 2008, 5) di mana minat disini adalah konsekuensi dari Praktikum. Pernyataan bahwa Praktikum memberikan motivasi, sikap, minat dan pendapat sering digunakan secara bergantian, dan motivasi itu dapat mencakup beberapa faktor seperti kepercayaan diri , kemampuan diri. Dari sudut pandang yang sama, Osborne (1993) mengusulkan dan membahas kisaran alternatif untuk Praktikum. Wellington (1998) menunjukkan bahwa itu adalah waktu untuk penilaian kembali materi yang telah dipelajari dari peran Praktikum dalam pengajaran dan pembelajaran ilmu pengetahuan. Data berupa catatan hasil pengamatan lapangan dan rekaman-rekaman wawancara dengan guru dan siswa. Analisis menggunakan model efektivitas berdasarkan karya Millar et al. dan Tiberghien. Fokusnya guru dalam pelajaran ini terutama pada pengembangan pengetahuan substantif ilmiah siswa, bukan pada pengembangan pemahaman prosedur penyelidikan ilmiah. Praktikum pada umumnya efektif bagi pembelajaran siswa untuk melakukan apa yang dimaksud dengan objek fisik, tapi sangat kurang efektif karena mereka harus menggunakan 30
  • 31. ide ilmiah yang dimaksudkan untuk membimbing tindakan mereka dan merenungkan data yang mereka kumpulkan. Ada beberapa bukti bahwa tantangan kognitif yang menghubungkan ide-ide yang diamati diakui oleh orang-orang yang merancang praktikum untuk pelajaran sains. Kegiatan jarang dimasukkan strategi eksplisit untuk membantu siswa untuk membuat link tersebut, atau disajikan di kelas dengan cara yang merefleksikan ukuran dari belajar permintaan. Kerangka analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah penilaian belajar kegiatan- kegiatan praktik, dan mengidentifikasi orang-orang yang membutuhkan dukungan khusus bagi siswa agar berpikir dan belajar agar efektif. Hal serupa dalam tulisannya (A study of the affective value of practical work in secondary school science.) Abraham berpendapat bahwa mempertimbangkan nilai afektif praktikum sebagai alat kontribusi terhadap manajemen perilaku yang efektif. Komentar Guru menunjukkan bahwa ketika dihadapkan dengan harus mengajarkan ilmu pengetahuan untuk murid dengan sedikit, jika ada, minat siswa dalam sains, atau dalam beberapa kasus bahkan berada dalam pelajaran, dan hal ini sangat memberikan efektif sebagai strategi, karena siswa akan lebih meyukai pelajaran praktik dibandingkan non-praktik sehingga diperkirakan bahwa penggunaan praktikum membuat mereka lebih mudah untuk menangani dari perspektif perilaku siwa. Setidaknya, berarti bahwa persepsi mereka tentang ilmu pengetahuan akan menjadi kurang negatif daripada sebaliknya menuntut mereka untuk melakukan yang lebih konseptual / non praktik. Hal ini mungkin berguna pada saat ini untuk memeriksa alasan yang diberikan oleh guru karena ingin untuk menghasilkan apa, pada dasarnya, bentuk sebuah motivasi. Apa yang muncul dari komentar yang dibuat oleh para guru adalah bahwa praktikum dianggap memiliki tujuan afektif ,yaitu : 1. Untuk membantu dalam pengelolaan perilaku kelas - terutama dengan perbedaan kemampuan akademik siswa. 31
  • 32. 2. Untuk menghilangkan persepsi suatu ilmu itu hanya penuh dengan teori- teori. Praktikum tidak akan menjadi efektif dalam mendpatkan kemampuan akademik Jika siswa hanya melakukan dan mengetahui apa yang dimaksudkan guru- seringkali tanpa terlibat pada tingkat konseptual bermakna karena pekerjaan praktik selalu mensyaratkan para penggunaan "resep" (LKS) (Clackson & Wright, 1992 p. 41). Tidak mengherankan jika menemukan kemampuan akademis siswa rendah menunjukkan ketidaksenangan mereka, melalui perilaku yang buruk, bila diperlukan untuk menulis dan atau berpikir sendiri tentang ilmiah ide daripada hanya diperbolehkan untuk melakukan kognitif ringan prosedur kerja dari praktikum. 3.1 KESIMPULAN Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran tentang realitas praktikum yang digunakan di kelas sains sekolah Inggris pada siswa berusia 11-16. Dari sampel dari 25 pelajaran yang melibatkan praktikum berdasarkan data dan asumsi.Data didapat pada konten ilmu substantif daripada aspek desain eksperimental desain atau pengumpulan, analisis, dan interpretasi bukti,sedangkan asumsi adalah bahwa siswa akan mengambil pemahaman diam- diam dari apa artinya merencanakan dan melakukan penyelidikan 'ilmiah'. Jadi kemampuan mereka dalam penyelidikan sains dapat diuji pada interval, tetapi tidak harus diajarkan secara eksplisit (praktek dicatat oleh Donnelly et al, 1996.). Hal ini menunjukkan bahwa di Inggris mengembangkan model praktik dalam penggunaan praktikum yang lebih efektif untuk mengintegrasikan peran dalam mengembangkan substantif dan prosedural pemahaman. Secara khusus, kami mencatat perbedaan yang signifikan antara efektivitas praktikum pada domain yang diamati dan dalam domain ide. Namun banyak guru 32
  • 33. berharap siswa untuk belajar ide-ide teoritis melalui praktikum sebagai konsekuensi tindakan yang dilakukan dengan benda-benda dan bahan. Para guru dalam penelitian sampel sering termasuk pembelajaran ide-ide ilmiah di antara tujuan mereka untuk pelajaran praktik. Hal ini, kontras dengan tidak adanya bukti yang jelas pada perencanaan bagaimana siswa bisa belajar ide-ide tersebut dari apa yang mereka lakukan dan diamati, baik dalam instruksi lisan atau tertulis pada kegiatan atau dengan cara ini disajikan. Sangat sedikit waktu yang dikhususkan untuk mendukung pengembangan ide-ide siswa. Sebagian guru berpandangan bahwa penemuan berbasis “belajar bermakna” akan muncul atas kemauan mereka sendiri dari pengamatan atau pengukuran, percobaan mereka berhasil (Solomon, 1994). Kelemahan yang mendasari dalam sudut pandang ini, dan masalah-masalah praktikum yang telah lama dikenal (Driver, 1975). Studi ini menunjukkan bahwa praktikum dalam sains dapat meningkat secara signifikan jika guru mengakui bahwa ide-ide jelas tidak muncul dari pengamatan, walaupun dalam prosesnya dipandu dan dibatasi. Hal serupa pada hasil penelitian Matej Urbančič dan Saša A. Glažar pada penelitiannya, dimana sampelnya adalah 386 siswa kelas tujuh berpartisipasi dalam penelitian mereka pada tahun ajaran 2006/2007 itu. Rata-rata, murid adalah 13 tahun dan berasal dari 14 yang berbeda sekolah. Di antara mereka ada 162 siswa (85 laki-laki, 77 perempuan) siswa dari 7 sekolah eksperimental dan 224 (107 anak laki-laki, 117 perempuan) dari 7 sekolah di kelompok kontrol. Sampel mewakili populasi dengan campuran status sosial ekonomi. Penelitian ini merupakan penelitian True Experimental dengan desain penelitian Pretest-postest Control Group Design pada kelas kontrol. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menetapkan apa dampak pekerjaan eksperimental pemahaman konsep ilmiah, apa yang siswa ingat tentang percobaan yang mereka lakukan dan bagaimana mereka dapat merumuskan dan memahami rencana percobaan.Sampel 386 siswa berusia 13 tahunan berpartisipasi dalam penelitian, yang 162 di kelompok eksperimen 33
  • 34. yang dilakukan 5 kegiatan ilmu pengetahuan eksperimen. Instrumen yang digunakan dengan semua siswa dalam penelitian ini meliputi: pre-test, pengetahuan, uji pengetahuan dan kuesioner, sementara 39 dari murid juga mengambil bagian dalam wawancara semi-terstruktur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 35,8% dari siswa dalam kelompok eksperimen gagal untuk menuliskan setidaknya satu eksperimen yang mereka ingat dari kelas sains, dan tidak ada yang tersisa 64,2% dari murid yang menuliskan setidaknya satu percobaan dengan benar menggambarkannya. Jadi untuk melakukan percobaan tidak cukup untuk mengingatnya. Mereka juga perlu mengulanginya dan perlu berpikir secara luas tentang data dan mempresentasikannya. Telah ditemukan, selama di dalam kelas, bahwa siswa memang berhasil dalam pengamatan tetapi tidak mengoreksi kesimpulan tentang percobaannya, dan terlihat bahwa mereka tidak menghubungkan kesimpulan dari eksperimen yang telah dilakukannya dengan konsep ilmu di balik itu. Meskipun penelitian telah menunjukkan bahwa beberpa siswa cuma mengingat tentang eksperimen dan tidak dapat menafsirkan temuan mereka yang menjadi bagian penting dari pelajaran sains. Ilmu melibatkan interaksi antara ide-ide dan observasi. Peran penting dari praktikum adalah untuk membantu siswa mengembangkan hubungan antara pengamatan dan ide-ide. Tetapi ide-ide harus diperkenalkan. Dan itu penting diketahui oleh siswa selama praktikum, bukan diperkenalkan setelah itu untuk menjelaskan apa yang telah telah diamati. Solomon (1999) membahas peran penting tujuan dalam praktikum, membantu siswa untuk membayangkan apa yang mungkin terjadi pada saat pengamatan karena mereka memanipulasi benda-benda dan bahan-bahan yang mereka amati. Millar (1998) membahas belajar fungsi dari beberapa kegiatan-kegiatan dalam praktikum dalam hal yang sama ditunjukkan dalam penelitian ini bahwa praktikum yang dirancang untuk merangsang interaksi antara pengamatan dan 34
  • 35. ide-ide dalam kegiatan praktik. Bahkan jika Link yang dikembangkan dalam pelajaran berikutnya, fakta membuktikan dak adanya ide-ide yang tersedia untuk memahami kegiatan itu (untuk melihat tujuannya) atau pengamatan yang dilakukan dan akkhirnya mengurangi efektivitas kegiatan praktik sebagai peristiwa belajar. Implikasi utama di sini untuk desain kegiatan praktikum,berdasarkan data yang dikumpulkan dalam penelitian ini, praktikum dapat meningkat secara signifikan adalah guru, dan penulis lain dari bahan ajar, lebih jelas menyadari bahwa praktikum haruslah menginginkan siswa membuat hubungan antara domain objek dan ide-ide daripada hanya meminta mereka untuk mengamati dan mengingat apa yang diamati dari suatu peristiwa atau proses. Seperti Lunetta (1998) berpendapat: Permintaan laboratorium saja tidak cukup untuk memungkinkan siswa untuk membangun kompleks konseptual pemahaman ilmiah. Jika pemahaman siswa yang diubah terhadap ilmu yang mereka terima, maka intervensi dan negosiasi dan otoritas, biasanya seorang guru, sangat penting. (hal. 252) Mengingat pentingnya jelas dalam setiap kegiatan praktikum dalam membantu para siswa untuk melakukan apa yang dimaksud oleh guru pada Lembar Kerja Siswa . Namun, jika skala tantangan kognitif bagi siswa dalam menghubungkan tindakan mereka dan pengamatan untuk kerangka ide yang diakui, guru kemudian mungkin membagi waktu praktikum lebih merata antara praktik dan belajar. Guru perlu mencurahkan sebagian besar waktu pelajaran untuk membantu siswa menggunakan ide-ide terkait dengan fenomena yang mereka telah menghasilkan, ketimbang melihat keberhasilan fenomena sebagai tujuan. 35
  • 36. 3.2 SARAN Sebagai implikasi untuk praktik, kami percaya bahwa model dua-domain yang digunakan seluruh makalah ini adalah alat yang berguna bagi guru dalam berpikir tentang praktikum. Ada dua hal yang harus ada dalam praktikum : 1. Muncul dua domain pengetahuan yang terlibat yaitu apa yang diamati dan ide-ide. 2. Adanya tindak lanjut dari hasil praktikum oleh siswa untuk melihat ketercapaian pembelajaran. Pada praktikum, ada substansial perbedaan tujuan pembelajaran antara kegiatan di mana tujuan utama adalah bahwa siswa harus melihat suatu peristiwa atau fenomena atau menjadi mampu memanipulasi sepotong peralatan, di mana tujuannya adalah bahwa siswa dapat mengembangkan pemahaman tertentu teoritis ide atau model yang mungkin bisa menjelaskan apa yang diamati. Jadi, guru dapat membantu untuk membedakan lebih jelas antara tujuan kegiatan-kegiatan yang relatif rendah dan dimana tujuan belajar yang jauh lebih tinggi, hal ini akan kemudian memungkinkan mereka untuk mengidentifikasi kegiatan , di mana siswa memerlukan tingkat yang lebih besar dari dukungan agar pembelajaran dimaksudkan mungkin terjadi. 36
  • 37. DAFTAR PUSTAKA Abrahams, I. (2008). Does practical work really motivate? A study of the affective value of practical work in secondary school science. International Journal of Science Education, 31(17), 2335–2353. Abrahams, I., & Millar, R. (2008). Does practical work really work? A study of the effectiveness of practical work as a teaching and learning method in school science. International Journal of Science Education, 30(14), 1945– 1969. Kidman, Gillian.(2011). Australia at the crossroads: A review of school science practical work. Eurasia Journal of Mathematics, Science & Technology Education. Lunetta, V. N., Hofstein, A. and Clough, M. P. (2007). Teaching and learning in the school science laboratory. An analysis of research, theory, and practice. In, S. K. Abell and N. G. Lederman (Eds), Handbook of Research on Science Education (pp. 393–431). Mahwah, NJ: Lawrence Erlbaum Associates. Rob toplis. Practical work in science: What do secondary school students think?. Ioste mini symposium extended abstract. Urbancic, M & Glazar,S.(2012). Impact of Experiments on 13-year-old Pupils’ Understanding of Selected Science Concepts. Eurasia Journal of Mathematics, Science & Technology Education 37