SlideShare a Scribd company logo
1 of 33
BUDAYA NUSANTARA
KEBUDAYAAN BUGIS, MAKASSAR,
MANDAR, DAN TORAJA
No. Nama No. Absen NPM
1. Filipe Sekar Prasetyani 14 153060021383
2. Kurnia Adhanti 20 153060021684
3. Lydia Agnes Gracia S 21 153060021296
4. M. Zaki Dzulfiqar R 22 153060021572
5. Martha Monica Olivia Pangaribuan 23 153060021838
6. Moch Raka Dwi Prasetyo 24 153060021714
7. Muhammad Rafi Kambara 25 153060021515
8. Muhammad Siddiq Nugraha 26 153060021441
9. Nanda Arya Putra 27 153060021339
POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN
2017
KEBUDAYAAN BUGIS DAN MAKASSAR
I. Lokasi (Geografi, Lingkungan Alam, Demografi)
Wilayah Suku Bugis terletak di dataran rendah dan pesisir pulau Sulawesi bagian
selatan. Di dataran ini, mempunyai tanah yang cukup subur, sehingga banyak masyarakat
Bugis yang hidup sebagai petani. Selain sebagai petani, SukuBugis juga di kenal sebagai
masyarakat nelayan dan pedagang. Meskipun mereka mempunyai tanah yang subur dan
cocok untuk bercocok tanam, namun sebagian besar masyarakat mereka adalah pelaut. Suku
Bugis mencari kehidupan dan mempertahankan hidup dari laut.Tidak sedikit masyarakat
Bugis yang merantau sampai ke seluruh negeri dengan menggunakan Perahu Pinisi-nya.
Bahkan, kepiawaian suku Bugis dalam mengarungi samudra cukup dikenal luas hingga
luar negeri, di antara wilayah perantauan mereka, seperti Malaysia, Filipina, Brunei, Thailand,
Australia, Madagaskar dan Afrika Selatan. Suku Bugis memang terkenal sebagai suku yang
hidup merantau. Beberapa dari mereka, lebih suka berkeliaran untuk berdagang dan
mencoba melangsungkan hidup di tanah orang lain. Hal ini juga disebabkan oleh faktor
sejarah orang Bugis itu sendiri di masa lalu.
Tak jauh berbeda dengan suku bugis, Suku Makassar atau Orang Mangasara sebagian
besar menetap di daerah Sulawesi Selatan. Selain berprofesi sebagai pedagang, orang
Makassar juga jago berlayar (senang merantau) dan itulah sebabnya jika suku bangsa ini
terdapat juga di luar Indonesia, misalnya di Singapura dan Malaysia.
II. Bahasa
Dalam kesehariannya hingga saat ini orang bugis masih menggunakan bahasa “Ugi” yang
merupakan bahasa keluarga besar dari bahasa Austronesia Barat. Selain itu, orang Bugis juga
memilikis aksara sendiri yakni aksara lontara yang berasal dari huruf Sansekerta.
Bahkan uniknya, logat bahasa Bugis berbeda di setiap wilayahnya; ada yang kasar dan ada
yang halus. Bahasa, yang dimiliki Suku Bugis menandakan satu hal: Suku Bugis pada masanya
memiliki peradaban yang luar biasa hebatnya. Nenek moyang Suku Bugis adalah orang-orang pintar
yang mampu menciptakan dan mewariskan ilmu pengetahuan.
Bahasa Makassar adalah bahasa yang diucapkan oleh suku Makassar sejak berabad-abad yang
lalu. Bahasa Makassar ini masih berkerabat dengan bahasa Bugis dan bahasa Mandar. Walaupun
terdapat perbedaan-perbedaan, tapi pada umumnya mereka bisa saling menangkap maksud
percakapan di antara mereka.
Bahasa Makassar saat ini, menurut penuturan mereka, sudah banyak berubah, dan banyak
terpengaruh bahasa-bahasa lain, seperti dari bahasa Bugis dan bahasa Melayu. Bahasa Makassar
yang asli, sebenarnya masih bisa ditemukan di daerah Gowa bagian selatan tepatnya di kaki gunung
Lompobattang. Di desa Lompobattang ini keaslian bahasa Makassar masih terjamin karena belum
tercampuri oleh perkembangan bahasa modern maupun dari bahasa-bahasa suku lain. Bahasa
Makassar yang tergolong masih murni, bisa ditemukan di daerah Gowa (Sungguminasa, Lembang
Bu’ne, Malino dan Malakaji), di Takalar, lalu di Jeneponto (Bontosunggu, Tolo' dan Rumbia), di
Bantaeng (Dammpang) dan di Bulukumba (Tanete).
III. Sejarah
Bugis adalah suku yang tergolong ke dalam suku-suku Deutero Melayu. Masuk ke Nusantara
setelah gelombang migrasi pertama dari daratan Asia tepatnya Yunan.
Kata “Bugis” berasal dari kata To Ugi, yang berarti orang Bugis. Penamaan “ugi” merujuk pada
raja pertama kerajaan Cina yang terdapat di Pammana, Kabupaten Wajo saat ini, yaitu La
Sattumpugi. Ketika rakyat La Sattumpugi menamakan dirinya, maka mereka merujuk pada raja
mereka. Mereka menjuluki dirinya sebagai To Ugi atau orang-orang atau pengikut dari La
Sattumpugi. La Sattumpugi adalah ayah dari We Cudai dan bersaudara dengan Batara Lattu,
ayahanda dari Sawerigading.
Sawerigading sendiri adalah suami dari We Cudai dan melahirkan beberapa anak termasuk La
Galigo yang membuat karya sastra terbesar di dunia dengan jumlah kurang lebih 9000 halaman folio.
Sawerigading Opunna Ware (Yang dipertuan di Ware) adalah kisah yang tertuang dalam karya sastra
I La Galigo dalamtradisi masyarakat Bugis. Kisah Sawerigading juga dikenal dalam tradisi masyarakat
Luwuk, Kaili, Gorontalo dan beberapa tradisi lain di Sulawesi seperti Buton.
Pada masa lalu pernah berdiri suatu kerajaan besar bernama Kerajaan Gowa di tanah
Makassar, sekitar abad 14 sampai 17. Kerajaan Gowa ini memiliki armada laut yang mampu
menjelajah ke luar wilayah Sulawesi, sampai ke beberapa daerah lain di kepulauan Indonesia.
Suku Makassar secara sejarah dan asal-usul masih berkerabat dengan suku Bugis. Menurut
cerita, bahwa pada awalnya, suku Makassar dan suku Bugis adalah hidup sebagai satu kesatuan suku-
bangsa. Tapi seiring dengan berjalannya waktu, mereka terpisah dengan membentuk kelompok suku
sendiri-sendiri.
Menurut cerita lain, bahwa sejak beberapa abad yang lalu, kedua suku ini terpecah akibat
strategi Belanda yang memecah-belah kedua etnis ini menjadi dua kelompok yang berbeda. Kedua
kelompok suku bangsa Makassar ini pada masa lalu, adalah suku bangsa yang paling keras
menentang kehadiran Belanda di wilayah mereka. Mereka selalu menyerang Belanda dimanapun
mereka jumpai. Beberapa tokoh sentral Gowa, yang terkenal adalah Karaeng Galesong, yang
memimpin armada lautnya untuk memerangi kapal-kapal Belanda.
IV. Sistem Teknologi
Dengan terciptanya peralatan untuk hidup yang berbeda, maka secaraperlahan tapi pasti,
tatanan kehidupan perorangan, dilanjutkan berkelompok,kemudian membentuk sebuah masyarakat,
akan penataannya bertumpu pada sifat-sifat peralatan untuk hidup tersebut. Peralatan hidup ini
dapat pula disebut sebagaihasil manusia dalam mencipta. Dengan bahasa umum, hasil ciptaan yang
berupaperalatan fisik disebut teknologi dan proses penciptaannya dikatakan ilmupengetahuan
dibidang teknik
Sejak dahulu, suku Bugis di Sulawesi Selatan terkenal sebagai pelautyang ulung. Mereka
sangat piawai dalam mengarungi lautan dan samudera luas hingga ke berbagai kawasan di Nusantara
dengan menggunakan perahu Pinisi.
1. Alat Pertanian
Rakkala merupakan suatu unit peralatan membajak sawah yang terdiri dari beberapa komponen
yang terdiri dari
a. Tekko, tempat dirangkainya komponen rakkala lainnya seperti;
Watang rakkala(batang bajak), sui gigi(mata bajak). Tekko meruapakan tempat pegangan
petani untuk mengemudi arah bajak.
b. Watang rakkala atau batang bajak
2. Alat Transportasi
a. Perahu Pinisi
Perahu Pinisi termasuk alat transportasi laut tradisional masyarakat Bugisyang
sudah terkenal sejak berabad-abad yang lalu. Menurut cerita di dalamnaskah Lontarak I Babad La
Lagaligo, Perahu Pinisi sudah ada sekitar abad ke-14M.
Menurut naskah tersebut, Perahu Pinisi pertama kali dibuat olehSawerigading,
Putra Mahkota Kerajaan Luwu. Bahan untuk membuat perahutersebut diambil dari pohon
welengreng (pohon dewata) yang terkenal sangatkokoh dan tidak mudah rapuh. Namun,
sebelum pohon itu ditebang, terlebih dahulu dilaksanakan upacara khusus agar penunggunya
bersedia pindah ke pohon lainnya. Hingga saat ini, Kabupaten Bulukumba masih dikenal sebagai
produsen Perahu Pinisi.
b. Sepeda dan Bendi
Sepeda ataupun Dokar, koleksi Perangkat pertanian Tadisional ini adalahbukti sejarah
peradaban bahwa sejak jaman dahulu bangsa indonesia khususnyamasyarakat Sulawesi Selatan
telah dikenali sebagai masyarakat yang bercocok tanam. Mereka menggantungkan hidupnya
pada sektor pertanian terutamatanaman padi sebagai bahan makanan pokok.
3. Rumah Adat Suku Bugis
Rumah adat bugis itu terdiri dari tiga Bagian. Yang Dimana Kepercayaan Tersebut terdiri atas :
 Boting Langiq (Perkawinan Di langit yang Dilakukan Oleh We Tenriabeng)
 Ale Kawaq (Di bumi. Keadaan-keadaan yang terjadi Dibumi)
 Buri Liu (Peretiwi/Dunia Bawah Tanah/Laut) yang masih mempercayai bahwa rumah ini bisa
berdiri tampa mengunakan satu paku pun, orang daluhu kala mengantikan Fungsi Paku Besi
menjadi Paku Kayu.
Rumah adat suku Bugis dapat di bedakan berdasarkan status sosial orang yang menempatinya,
 Rumah Saoraja (Sallasa)berarti rumah besar yang di tempati oleh keturunan raja (kaum
bangsawan)
 bola adalah rumah yang di tempati oleh rakyat biasa.
Tipologi kedua rumah ini adalah sama-sama rumah panggung, lantainya mempunyai jarak
tertentu dengan tanah, bentuk denahnya sama yaitu empat persegi panjang.
Perbedaannya adalah saoraja dalam ukuran yang lebih luas begitu juga dengan tiang
penyangganya, atap berbentuk prisma sebagai penutup bubungan yang biasa di sebut timpak laja
yang bertingkat-tingkat antara tiga sampai lima sesuai dengan kedudukan penghuninya.
Rumah adat suku bugis baik saoraja maupun bola terdiri atas tiga bagian :
 Awa bola ialah kolong yang terletak pada bagian bawah, yakni antara lantai dengan tanah.
Kolong ini biasa pada zaman dulu dipergunakan untuk menyimpan alat-alat.
 Alle bola ialah badan rumah yang terdiri dari lantai dan dinding yang terletak antara lantai
dan loteng. Pada bagian ini terdapat ruangan-ruangan yang dipergunakan dalam aktivitas
sehari-hari seperti menerima tamu, tidur, bermusyawarah, dan berbagai aktifitas lainnya.
4. Pakaian Adat Suku Bugis
Baju Bodo adalah pakaian adat suku Bugis dan diperkirakan sebagai salah satu busana tertua di
dunia. Jenis kain yang dikenal dengan sebutan kain Muslin (Eropa), Maisolos (Yunani Kuno), Masalia
(India Timur), atau Ruhm (Arab).
Sesuai dengan namanya “bodo” yang berarti pendek, baju ini memang berlengan pendek. Dahulu
Baju Bodo dipakai tanpa baju dalaman sehingga memperlihatkan payudara dan lekuk-lekuk dada
pemakainya, dan dipadukan dengan sehelai sarung yang menutupi bagian pinggang ke bawah badan.
Namun seiring dengan masuknya pengaruh Islam di daerah ini, baju yang tadinya memperlihatkan
aurat pun mengalami perubahan. Busana transparan ini kemudian dipasangkan dengan baju
dalaman berwarna sama, namun lebih terang. Sedangkan busana bagian bawahnya berupa sarung
sutera berwarna senada.
5. Senjata Suku Bugis
Badik (dilafalkan badek) adalah senjata berupa sebuah pisau tajam dan runcing dengan pegangan
yang melengkung. Bilah tajam digunakan untuk menikam, sementara ujung yang lancip digunakan
untuk menusuk. Oleh karenanya senjata tradisional Sulawesi Selatan ini masuk dalam jenis senjata
tikam tusuk. Selain berfungsi untuk menjaga diri dari serangan musuh atau hewan buas, juga dapat
memberikan rasa aman kepada mereka.
V. Sistem Ekonomi
Mata pencaharian masyarakat Bugis-Makassar yaitu pertanian, pelayaran, dan
perdagangan.Pertanian yg peling penting disana.Masyarakat Bugis Makassar juga telah mewarisi
hukum niaga.Selain itu mereka juga membuat kerajinan rumah tangga seperti tenunan sarung.
VI. Sistem Kesenian
Rumah adat suku bangsa Bugis Makassar berupa panggung yang terdiri atas 3 bagian sebagai
berikut.
1. Kalle balla adalah untuk tamu, tidur,dan makan.
2. Pammakkang adalah untuk menyimpan pusaka.
3. Passiringang adalah untuk menyimpan alat pertanian.
1. Tari Paduppa Bosara.
Tari Padupa Bosara merupakan sebuah tarian yang mengambarkan bahwa orang bugis
kedatangan atau dapat dikatakan sebagai tari selamat datang dari Suku Bugis.
2. Tari Pakarena.
Tari Pakarena Merupakan tarian khas Sulawesi Selatan, Nama Pakarena sendiri di ambil
dari bahasa setempat, yaitu karena yang artinya main.Tarian ini pada awalnya hanya
dipertunjukkan di istana kerajaan, namun dalam perkembangannya tari Pakarena lebih
memasyarakat di kalangan rakyat.
Tari Pakarena memberikan kesan kelembutan.Hal tersebut mencerminkan watak
perempuan yang lembut, sopan, setia, patuh dan hormat pada laki-laki terutama pada
suami.
3. Tari Ma’badong.
Tari Ma’badong hanya diadakan pada saat upacara kematian. Penari membuat lingkaran
dengan mengaitkan jari-jari kelingking, Penarinya bisa pria atau bisa wanita
Tarian yang hanya diadakan pada upacara kematian ini hanya dilakukan dengan gerakan
langkah yang silih berganti selama tiga hari tiga malam.
4. Tari Pa’gellu : Menyambut pahlawan yg kembali dari medan perang dengan gembira
5. Kecapi adalah alat music petik tradisional mereka.Menurut sejarah diciptakan oleh pelaut
sehingga menyerupai perahu bentuknya.
Makanan Khas:
-Cotto Makassar, terbuat dari isi perut dan daging sapi. Dihidangkan dengan ketupat
-Sup konro: daging sapi dengan kuah yang diberi keluwak. Dimakan dengan ketupat
-Es Pallu Butung: Pisang dipotong dimasak dengan santan, tepung , gula pasir, vanili dan
sedikit garam. Disajikan dengan es serut dan sirop merah (sirop pisang Ambon).
-Barongko: makanan penutup yang dibuat dari pisang kepok, ditambah buah nangka dan
kelapa muda, yang dibungkus dengan daun pisang dan dikukus.
VII. Sistem Organisasi Sosial
1. SISTEM ORGANISASI SOSIAL SUKU BUGIS-MAKASSAR
1.1. Sistem kemasyarakatan
Suku bangsa Bugis-Makassar adalah suku bangsa yang mendiami bagian terbesar dari jazirah
selatan dari pulau Sulawesi. Suku Bugis merupakan suku yang menganut sistem patron klien atau
sistem kelompok kesetiakawanan antara pemimpin dan pengikutnya yang bersifat menyeluruh. Salah
satu sistem hierarki yang sangat kaku dan rumit. Namun, mereka mempunyai mobilitas yang sangat
tinggi, buktinya dimana kita berada tak sulit berjumpa dengan manusia Bugis. Mereka terkenal
berkarakter keras dan sangat menjunjung tinggi kehormatan, pekerja keras demi kehormatan nama
keluarga. Orang Bugis juga sering disebut orang Ugi. Sistem kekerabatan masyarakat Bugis disebut
dengan assiajingeng yang tergolong bilateral atau lebih tepat parental, yaitu sistem kekerabatan
yang mengikuti lingkungan pergaulan hidup dari ayah maupun dari pihak ibu atau garis keturunan
berdasarkan kedua orang tua. Hubungan kekerabatan ini menjadi sangat luas disebabkan karena,
selain ia menjadi anggota keluarga ibu, ia juga menjadi anggota keluarga dari pihak ayah.
Hubungan kekerabatan dihitung melalui dua jalur, yaitu hubungan kerabat sedarah
(consanguinity) yang disebut seajing (réppé maréppé) atau sampunglolo, dan hubungan kerabat
karena perkawinan (affinal) yang disebut siteppa-teppa (siteppang maréppé ). Kerabat seajing amat
besar peranannya dalam kehidupan sehari-hari, selain berkewajiban mengurus masalah perkawinan
dan kekerabatan. Anggota keluarga dekat inilah yang menjadi to masiri’ (orang yang malu) bila
anggota keluarga perempuan nilariang (dibawa lari oleh orang lain) dan mereka berkewajiban
membela dan mempertahankan sirik atau siri, yaitu martabat atau harga diri keluarga luas tersebut.
Sementara keluarga siteppa-teppa baru berperan banyak apabila keluarga luas tersebut mengadakan
upacara-upacara seputar lingkaran hidup, seperti upacara perkawinan, kelahiran, kematian,
mendirikan rumah baru, dan sebagainya.
Adapun anggota keluarga yang tergolong seajing (réppé maréppé) yaitu:
 Iyya, Saya (yang bersangkutan)
 Indo’ (ibu kandung iyya)
 Ambo’ (ayah kandung iyya)
 Nene’ (nenek kandung Iyyabaik dari pihak ibu maupun dari ayah
 Lato’(kakek kandung Iyya baik dari ibu maupun dari ayah)
 Silisureng makkunrai (saudara kandung perempuan Iyya)
 Silisureng woroané (saudara laki-laki iyya)
 Ana’ (anak kandung iyya)
 Anauré (keponakan kandung iyya)
 Amauré (paman kandung iyya)
 Eppo (cucu kandung iyya)
 Inauré / amauré makkunrai (bibi kandung iyya)
Sedangkan anggota keluarga yang termasuk siteppa-teppa (siteppang maréppé) yaitu :
 Baine atau indo’ ‘ana’na (istri iyya)
 Matua riale’ (ibu ayah/ kandung istri)
 Ipa woroané (saudara laki-laki istri iyya)
 Ipa makkunrai (saudara kandung perempuan istri iyya)
 Baiseng (ibu / ayah kandung dari isteri / suami)
 Manéttu riale’ (menantu, istri atau suami dari anak kandung iyya).
1.2. Sistem kekerabatan
Keluarga inti atau keluarga batih. Keluarga ini merupakan yang terkecil. Dalam bahasa Bugis
keluarga ini dikenal dengan istilah Sianang , di Mandar Saruang Moyang, di Makassar
Sipa’anakang/sianakang, sedangkan orang Toraja menyebutnya Keluarga ini biasanya terdiri atas
bapak, ibu, anak, saudara laki-laki bapak atau ibu yang belum kawin.
Kekerabatan ini terjadi karena hubungan darah. Hubungan darah tersebut dilihat dari
keturunan pihak ibu dan pihak bapak. Bagi orang Bugis kekerabatan ini disebut dengan istilah
Sompulolo, orang Makassar mengistilkannya dengan Sipamanakang. Mandar Sangan dan Toraja
menyebutkan Sirampaenna. Kekerabatan tersebut biasanya terdiri atas dua macam, yaitu sepupu
dekat dan sepupu jauh. Yang tergolong sepupu dekat adalah sepupu satu kali sampai dengan sepupu
tiga kali, sedangkan yang termasuk sepupu jauh adalah sepupu empat kali sampai lima kali.
Kekerabatan yang terjadi berdasarkan garis keturunan baik dari garis ayah maupun garis ibu.
Mereka itu biasanya menempati satu kampung. Terkadang pula terdapat keluarga yang bertempat
tinggal di daerah lain. Hal ini bisanya disebabkan oleh karena mereka telah menjalin hubungan ikatan
perkawinan dengan seseorang yang bermukim di daerah tersebut. Bagi masyarakat Bugis,
kekerabatan ini disebut dengan Siwija orang Mandar Siwija, Makassar menyebutnya dengan istilah
Sibali dan Toraja Sangrara Buku.
Pertalian sepupu/persambungan keluarga. Kekerabatan ini muncul setelah adanya hubungan
kawin antara rumpun keluarga yang satu dengan yang lain. Kedua rumpun keluarga tersebut
biasanya tidak memiliki pertalian keluarga sebelumnya. Keluraga kedua pihak tersebut sudah saling
menganggap keluarga sendiri. Orang-orang Bugis mengistilakan kekerabatan ini dengan Siteppang-
teppang, Makassar Sikalu-kaluki, Mandar Sisambung sangana dan Toraja Sirampe-rampeang.
Sistem kekerabatan yang terbangun karena bermukim dalam satu kampung, sekalipun dalam
kelompok ini terdapat orang-orang yang sama sekali tidak ada hubungan darahnya/keluarga.
Perasaan akrab dan saling menganggap saudara/ keluarga muncul karena mereka sama-sama
bermukim dalam satu kampung. Biasanya jika mereka berada itu kebetulan berada di perantauan,
mereka saling topang-menopang, bantu-membantu dalam segala hal karena mereka saling
menganggap saudara senasib dan sepenaggungan. Orang Bugis menyebut jenis kekerabatan ini
dengan Sikampong, Makassar Sambori, suku Mandar mengistilakan Sikkampung dan Toraja
menyebutkan Sangbanua.
Kesemua kekerabatan yang disebut di atas terjalin erat antar satu dengan yang lain. Mereka
merasa senasib dan sepenanggungan. Oleh karena jika seorang membutuhkan yang lain, bantuan
dan harapannya akan terpenuhi, bahkan mereka bersedia untuk segalanya.
Konsep Siri’ dan Pesse itu sebenarnya pranata pertahanan diri (malu atau harga diri) dan
kepedulian, dalam konteks hubungan sosial, antara dua orang, antar keluarga dan kerabat, dan
dalam interaksi sosial dalam masyarakat. Dalam konteks sosial itulah, diatur siapa – siapa yang
berada dalam posisi tomasiri’ atau nipakasiriki (Makassar) dalam keluarga dan kerabat. Dalam sistem
kekerabatan (Bugis : Asseajingeng, Makassar : Bija Pammanakang) dikenal réppé maréppé (ada 12
bagian), harus ada siri pada keluarga dekat dan siteppang mareppe (ada 6 bagian). Hal ini juga
menyangkut pada pengaturan siapa dan bagaimana seharusnya pantas atau tidak pantas orang yang
dikawini dalam siklus kekerabatan.
Dalam hubungan siri’, semua orang yang masuk dalam lingkaran kekerabatan bisa saling
‘sipassiriki’ (saling memiliki rasa malu dan segan) terhadap satu sama lain, bisa terkait dengan sifat
dan kelakukan, ketauladanan, etos kerja, dan lain sebagainya, baik yang bersifat masalah pribadi,
keluarga maupun dalam lingkup sosial. Seseorang hanya dapat dipandang dalam lingkungan kerabat
dan masyarakatnya jika ia menanamkan dan memegang nilai – nilai moral, prinsip adat serta
keteguhan dalam memperjuangkan sesuatu. Semua itu bisa dicapai jika kita memiliki siri’ dan
dipassiriki’, dalamkonteks sosial, memiliki kepedulian (pace/pesse’) terhadap siapa saja yang berada
di lingkungannya dimana semuanya dipandang kerabat dan diperlakukan layaknya kerabat.
1.3. Sistem perkawinan
Dalam hal mencari jodoh dalam kalangan masyarakat desanya sendiri, adat Bugis-Makassar
menetapkan beberapa bentuk perkawinan yang ideal, sebagai berikut:
 Perkawinan yang disebut assialang marola (atau passialleang baji’na dalam bahasa Makassar)
ialah perkawinan antara saudara sepupu derajat kesatu baik dari pihak ayah maupun ibu,
 Perkawinan antara ripaddeppe’ mabelae (atau nipakambani bellaya dalam bahasa Makassar)
ialah perkawinan antara saudara sepupu derajat ketiga juga dari kedua belah pihak.
 Perkawinan antara saudara-saudara sepupu tersebut, walaupun dianggap ideal, bukan
menjadi suatu hal yang diwajibkan, sehingga banyak pemuda dapat saja kawin dengan gadis-
gadis yang bukan saudara-saudara sepupunya.
Adapun perkawinan-perkawinan yang dilarang karena dianggap sumbang (salimara’) adalah:
 perkawinan antara anak dengan ibu atau ayah,
 antara saudara-saudara sekandung,
 antara mantu dan mertua,
 antara paman atau bibi dengan kemenakannya,
 antara kakek atau nenek dengan cucunya
Perkawinan yang dilangsungkan secara adat melalui deretan kegiatan-kegiatan sebagai berikut:
 Mapucce-puce (akkuisissing dalambahasa Makassar), ialah kunjungan dari keluarga si laki-laki
kepada keluarga si gadis untuk memeriksa kemungkinan apakah peminangan dapat
dilakukan. Kalau kemungkinan itu tampak ada, maka peminangan diadakan.
 Massuro (assuro dalam bahasa Makassar), yang merupakan kunjungan dari utusan pihak
keluarga laki-laki kepada keluarga si gadis untuk membicarakan waktu pernikahan, jenis
sunreng atau mas-kawinnya, balanja atau belanja perkawinan, penyelenggaraan pestanya,
dan sebagainya. Setelah mencapai kesepakatan, maka masing-masing keluarga melakukan
madduppa
 Madduppa (ammuntuli dalam bahasa Makassar), ialah pemberitahuan kepada semua kaum
kerabat mengenai perkawinan yang akan datang.
Tahap – tahap dalam perkawinan secara adat :
1. Lettu ( lamaran)ialah kunjungan keluarga si laki-laki ke calon mempelai perempuan untuk
menyampaikan keinginan nya untuk melamar calon mempelai perempuan
2. Mappettuada. (kesepakatan pernikahan)Ialah kunjungan dari pihak laki-laki ke pihak
perempuan untuk membicarakan waktu pernikahan,jenis sunrang atau mas
kawin,balanja atau belanja perkawinan penyelanggaran pesta dan sebagainya
3. Madduppa (Mengundang)Ialah kegiatan yang dilakukan setelah tercapainya kesepakayan
antar kedua bilah pihak untuk memberi tahu kepada semua kaum kerabat mengenai
perkawinan yang akan dilaksanakan.
4. Mappaccing (Pembersihan)Ialah ritual yang dilakukan masyarakat bugis (Biasanya hanya
dilakukan oleh kaum bangsawan), Ritrual ini dilakukan padah malam sebelum akad nikah di
mulai, dengan mengundang para kerabat dekat sesepuh dan orang yang
dihormati untuk melaksanakan ritual ini, cara pelaksanaan nya dengan menggunakan daun
pacci (daun pacar), kemudian para undangan di persilahkan untuk memberi berkah
dan doa restu kepada calon mempelai, konon bertujuan untuk membersihkan
dosa calon mempelai, dilanjutkan dengan sungkeman kepada kedua orang tua calon
mempelai.
Hari perkawinan dimulai dengan mappaenre’ balanja (appanai leko’ dalam bahasa Makassar),
ialah prosesi dari mempelai laki-laki disertai rombongan dari kaum kerabatnya pria-wanita, tua-
muda, dengan membawa macam-macam makanan, pakaian wanita, maskawin. Sesampainya di
rumah mempelai wanita maka akan dilangsungkan upacara pernikahan, yang dilanjutkan dengan
pesta perkawinan atau aggaukeng (pa’gaukang dalam bahasa Makassar). Pada pesta itu, para tamu
yang di luar diundang memberi kado-kado atau uang sebagai sumbangan (soloreng)(1).
Beberapa hari sesudah hari pernikahan, pengantin baru mengunjungi keluarga dari pihak
suami dan tinggal beberapa lama di sana. Dalam kunjungan itu, istri baru harus membawa
pemberian-pemberian untuk semua anggota keluarga suami. Kemudian ada kunjungan ke keluarga
istri, juga dengan pemberian-pemberian untuk semua anggota keluarga istri. Pengantin baru juga
harus tinggal beberapa lama di rumah keluarga itu. Barulah setelahnya mereka dapat menempati
rumah mereka sendiri sebagai nalaoanni alena (naentengammi kalenna dalam bahasa Makassar). Hal
itu berarti bahwa mereka sudah membentuk rumah-tangga sendiri.
Perkawinan yang tidak dilakukan menurut adat yang terurai di atas disebut silariang. Dalam
hal itu, si laki-laki membawa lari si gadis yang hendak dinikahinya. Kawin lari semacam ini biasanya
terjadi karena pinangan dari pihak laki-laki ditolak, atau karena belanja perkawinan yang ditentukan
oleh keluarga si gadis terlampaui tinggi. Hal yang terakhir ini sebenarnya juga suatu penolakan
pinangan secara halus.
Para kerabat si gadis yang mengejar kedua pelarian itu disebut tomasiri’ dan kalau mereka
berhasil menemukan para pelarian, maka ada kemungkinan bahwa si laki-laki akan dibunuh. Dalam
keadaan bersembunyi, yang biasanya berlangsung berbulan-bulan lamanya, si laki-laki kemudian
akan berusaha mencari perlindungan pada seorang terkemuka dalam masyarakat. Kalau pemuka
masyarakat ini sudi, ia akan mempergunakan kewibawaannya untuk meredakan kemarahan dari
kaum kerabat si gadis dan menyarankan mereka untuk menerima baik kembali kedua mempelai baru
itu sebagai kerabat. Kalau memang ada tanda-tanda kerabat si gadis itu mau menerima mereka
kembali, maka keluarga si laki-laki akan mengambil inisiatif untuk mengunjungi keluarga si gadis.
Penerimaan pihak keluarga si gadis untuk berbaik kembali disebut dalam bahasa Bugis, maddeceng,
atau abbadji dalam bahasa Makassar.
Penyebab kawin lari ini biasanya tidak terjadi karena sompa (Bugis) atau sunrang (Makassar)
ialah maskawin yang tinggi, melainkan karena belanja perkawinan yang tinggi. Sompa atau sunrang
itu besar kecilnya disesuaikan dengan derajat sosial dari gadis yang dipinang dan dihitung dalam nilai
rella (= real) ialah nominal Rp 2,-. Mas kawin yang diberi nilai nominal menurut jumlah rella tertentu
dapat saja terdiri atas sawah, kebun, keris pusaka, perahu dan sebagainya yang semuanya punya
makna penting dalam adat perkawinan di suku Bugis-Makassar.
Keterangan lanjutan :
(1) Soloreng.
Pada zaman dahulu, soloreng itu berbentuk sawah, kebun, tau ternak yang berasal dari pihak
paman (keluarga dekat dari kedua mempelai). Upacara memberi soloreng itu bisa bersifat
perlombaan beri-memberi antara kedua belah pihak. Apabila misalnya dalam upacara adat itu salah
seorang paman memberi pengumuman, bahwa untuk kemenakan perempuannya yang kawin itu ia
akan memberikan sepetak sawah, maka dari pihak kerabat mempelai laki-laki akan malu kalau tidak
ada seorang di antara mereka yang mengumumkan pemberian kepada kemenakannya yang melebihi
soloreng dari pihak kaum kerabat mempelai perempuan. Persaingan serupa itu bisa menjadi suatu
hubungan tegang antara kedua belah pihak yang bisa berlangsung terus, lama sesudah upacara
perkawinan tersebut.
Sistem organisasi sosial yang terdapat di suku Bugis cukup menarik untuk diketahui. Yaitu,
kedudukan kaum perempuan yang tidak selalu di bawah kekuasaan kaum laki-laki, bahkan di
organisasi sosial yang berbadan hukum sekalipun. Karena Suku Bugis adalah salah satu suku di
Nusantara yang menjunjung tinggi hak-hak Perempuan. Sejak zaman dahulu, perempuan di suku
Bugis sudah banyak yang berkecimpung di bidang politik setempat.
Jadi, banyak perempuan Bugis yang berani tampil di muka umum, mereka aktif dalam semua
bidang kehidupan, menjadi pendamping pria dalam diskusi urusan publik, tak jarang pula mereka
menduduki tahta tertinggi di kerajaan. Misalnya Raja Lipukasi pada tahun 1814 dipimpin oleh
seorang perempuan. Sampai perang kemerdekaan pun, perempuan tetap berperan aktif dalam
medan laga.
Namun di lain hal, pepatah Bugis mengatakan,”Wilayah perempuan adalah sekitar rumah
sedangkan ruang gerak laki-laki menjulang hingga ke langit”. Artinya, laki-laki lah yang berkewajiban
menafkahi keluarga dengan sekuat tenaga. Jadi kedudukan kaum perempuan yang derajatnya
hampir disamakan dengan derajat laki-laki dalam sistem organisasi sosial, bukan berarti kaum
perempuan wajib untuk mencari nafkah bagi keluarganya melainkan seorang laki-laki lah yang wajib
bekerja keras untuk menghidupi keluarganya.
1.4. Sistem pemerintahan
Orang Bugis-Makassar lebih banyak mendiami Kabupaten Maros dan Kabupaten Pangkajene.
Desa-desa di kabupaten tersebut merupakan kesatuan-kesatuan administratif, gabungan sejumlah
kampung lama, yang disebut desa-desa gaya baru. Sebuah kampung biasanya terdiri atas sejumlah
keluarga yang mendiami antara 10 sampai 20 buah rumah. Rumah-rumah itu biasanya terletak
berderet menghadap ke selatan atau barat. Apabila ada sungai, diusahakan membangun rumah
membelakangi sungai. Pusat kampung lama ditandai dengan sebuah pohon beringin besar yang
dianggap sebagai tempat keramat (possi tana).
Sebuah kampung lama dipimpin oleh seorang kepala kampung (matowa, jannang, lompo’,
toddo’). Kepala kampung dibantu oleh sariang dan parennung. Gabungan kampung dalam struktur
asli disebut wanua, pa’rasangan atau bori.’ Pemimpin wanua oleh orang Bugis dinamakan arung palili
atau sullewatang, orang Makassar menyebutnya gallarang atau karaeng. Dalam struktur
pemerintahan sekarang wanua sama dengan kecamatan.
Lapisan masyarakat Bugis-Makassar dari zaman sebelum kolonial Belanda terdiri atas:
 anakarung atau anak’kareang, yaitu lapisan kaum kerabat raja-raja
 to-maradeka, yaitu lapisan orang merdeka
 ata, yaitu lapisan budak
Pada permulaan abad ke-20 lapisan ata mulai hilang karena desakan agama, begitu juga
anak’karung atau to-maradeka. Gelar anakarung seperti Karaenta, Puatta, Andi, dan Daeng, walau
masih dipakai, tidak mempunyai arti lagi, sudah digantikan oleh tinggi rendahnya pangkat dalam
sistem birokrasi kepegawaian.
Susunan Lapisan Gelar-gelar yang terdapat pada Suku Bugis:
1. Datu
Datu adalah Gelara yang di berikan kepada bangsawan bugis yang memegang pemerintahan daerah,
yang sekarang setingkat dengan (Bupati).
2. Arung
Arung adalah Gelar yang diberikan kepada bangsawan bugis yang memegang pemerintahan wilayah
yang sekarang setingkat dengan (Camat).
3. Andi
Andi adala gelar yang diberikan kepada bangsawan bugis yang biasanya anak dari perkawinan antara
keturunan arung dengan arung.
4. Puang
Puang adalah Gelar yang diberikan kepada anak dari hasil perkawinan antara arung atau andi yang
mempunyai istri masyarakat biasa, begitupun sebaliknya.
5. Iye
Iye adalah gelar yang diberikan kepada masyarakat biasa yang masih memiliki silsilah yang dekat
dengan kerabat bangsawan.
6. Uwa
Uwa adala kasta ter rendah dalam masyarakat bugis yaitu gelar yang diberikan kepada masyarakat
biasa.
Adat istiadat dan prilaku hidup bermasyarakat
Sistem norma dan aturan-aturan adatnya yang keramat dan sacral yang keselaruhnya disebut
panngadderreng (panngadakkang).Sistem adat keramat dari orang bugis terdiri atas 5 unsur pokok,
yaitu:
1. Ade’( ada’)
Ade adalah bagian dari panggaderreng yang secara khusus terdiri dari:
a. Ade’ akkalabinengeng atau norma mengenai hal-hal ihwal perkawinan serata hubungan
kekerabatan dan berwujud sebagai kaidah-kaidah perkawinan, kaidah-kaidah keturunan,
aturan-aturan mengenai hak dan kewajiban warga rumah tangga, etika dalam hal berumah
tangga dan sopan santun pergaulan antar kaum kerabat
b. Ade’ tana atau norma mengenai hal ihwal bernegara dan memerintah Negara dan berwujud
sebagai hukum Negara, hukum anatar Negara, serta etika dan pembinaan insan politik.
Pengawasan dan pembinaan ade’ dalam masyarakat orang Bugis biasanya dilaksanakan oleh
beberapa pejabat adat seperti : pakka tenniade’, puang ade’, pampawa ade’, dan parewa
ade’.
2. Bicara
Bicara adalah unsur yang mengenai semua aktivitas dan konsep-konsep yang bersangkut paut
dengan keadilan, maka kurang lebih sama dengan hukum acara,menentukan prosedurenya serta
hak-hak dan kewajiban seorang yang mengajukan kasusnya di muka pengadilan atu
mengajukan gugatan.
3. Rapang
Contoh, perumpamaan, kias, atau analogi. Rapang menjaga kepastian dan konstinuitet dari suatau
keputusan hukum taktertulis dalam masa yang lampau sampai sekarang, dengan membuat
analogi dari kasus dari masa lampau dengan yang sedang di garap sekarang.
4. Wari’
Melakukan klasifikasi dari segala benda, peritiwa, dan aktivitetnya dalam kehidupan masyarakat
menurut kategorinya. Misalnya untuk memelihara tata susunan dan tata penempatan
hal-hal dan dan benda-benda dalam kehidupan masyarakat; untuk emelihara jalur dan garis
keturunan yang mewujudkan pelapisan social; untuk memlihara hubungan kekerabatan
antara raja suatu Negara dengan raja dari Negara lain, sehingga dapat ditentukan mana yang
muda dan mana yang tua dalam tata uacara kebesaran.
6. Sara’
Pranata dan hokum Islam dan yang melengkapkan keempat unsurnya menjadi lima.
Dalam kasusastraan Pasengyang memuat amanat-amanat dari nenek moyang, ada contoh-contoh
dari ungkapan- ungkapan yang diberikan kepada konsep siri’ seperti:
1. siri’ emmi rionrowang ri-lino artinya: hanya untuk siri’ sajalah kita tinggal di dunia. Arti siri sebagai
hal yang memberi identitet social da martabat kepada seorang Bugis
2. mate ri siri’na artinya mati dalam siri’ atau mati untuk menegakkan martabat dalam diri,yang
dianggap suatu hal yang terpuji dan terhormat.
3. mate siri’ artinya mati siri’ atau orang yang sudah hilang martabat dirinya dalah seperti bangkai
hidup. Kemudia akan melakukan jallo atau amuk sampai ia mati sendiri.
1.5. Tradisi
Uang panai
Di Makassar terdapat salah satu syarat dalam tradisi adat suku Bugis untuk meminang calon
mempelai wanita, yakni uang panai yang mana ternyata memiliki jumlah yang fantastis. Panai ini
sendiri berbeda dengan mahar, karena untuk mahar akan ada jumlah lain tersendiri.
Pindah Rumah
Tradisi pindah rumah ala Bugis ini disebut dengan nama Mappalette Bola. Ada dua hal yang
memungkinkan terjadinya tradisi mengangkat rumah, yaitu bentuk rumah tradisional yang masih
berupa rumah panggung dan didukung oleh sifat kegotongroyongan yang masih dimiliki
masyarakatnya. Rumah Panggung sudah banyak diadaptasi oleh rumah adat berbagai suku di
Indonesia, misalnya Rumah Aceh, Rumah Gadang Minangkabau, Rumah Joglo, Rumah Lamin,
Tongkonan, Rumah Baileo, dan termasuk rumah panggung suku Bugis. Akan tetapi dengan semakin
banyaknya rumah permanen dengan tembok batu yang dibangun, secara perlahan tradisi pindah
rumah inipun mulai ditinggalkan.
VIII. SistemReligi
Orang Bugis-Makassar lebih banyak tinggal di Kabupaten Maros dan Pangkajene Provinsi
Sulawesi Selatan. Mereka merupakan penganut agama Islam yang taat. Agama Islam masuk ke
daerah ini sejak abad ke-17. Mereka dengan cepat menerima ajaran Tauhid. Proses islamisasi di
daera ini dipercepat dengan adanya kontak terus-menerus dengan pedagang-pedagang melayu Islam
yang sudah menetap di Makassar. Pada zaman pra-Islam, religi orang Bugis-Makassar, seperti
tampak dalam Sure’ Galigo. Mengandung suatu kepercayaan kepada satu dewa tunggal yang disebut
dengan beberapa nama, yaitu:
1. Patoto-e, yaitu Dia yang menentukan nasib.
2. Dewata Seuwa-e, yaitu Dewa yang tunggal.
3. Turie a’rana, yaitu Kehendak yang tertinggi
Sisa-sisa kepercayaan ini masih terlihat pada orang To Lotang di Kabupaten Sindenreng-
Rappang, dan pada orang Amma Towa di Kajang, Kabupaten Bulukumba. Orang Bugis-Makassar
masih menjadikan adat mereka sebagai sesuatu yang keramat dan sakral. Sistem adat yang keramat
itu didasarkan pada lumar unsur pokok sebagai berikut:
1. Ade’ (ada’ dalam Bahasa Makassar) adalah bagian dari panngaderrang yang terdiri
atas:
a. Ade’ Akkalabinengneng, yaitu norma mengenai perkawinan, kaidah-kaidah keturunan,
aturan-aturan mengenai hak dan kewajiban warga rumah tangga, etika dalam hal berumah tangga,
dan sopan-santun pergaulan antar kaum kerabat.
b. Ade’ tana, yaitu norma mengenai pemerintahan, yang tewujud dalam bentuk hokum
negara, hokum antarnegara, dan etika serta pembinaan insan politik. Pembinaan dan pengawasan
ade’ dalam masyarakat Bugis-Makassar dilakukan oleh beberapa pejabat adat, seperti pakka-tenni
ade’, pampawa ade’ dan parewa ade’.
2. Bicara, berarti bagian dari pangaderreng, yaitu mengenai semua kegiatan dan konsep-
konsep yang bersangkut paut dengan hokum adat, acara dimuka pengadilan, dan mengajukan
gugatan.
3. Rampang, berarti perumpamaan, kias atau analogi. Sebagai bagian dari
panngaderreng, rampang menjaga kepastian dan kesiambungan suatu keputusan hakim tak tertulis
masa lampau sampai sekarang dan membuat analogi hokum kasus yang dihadapi dengan keputusan
masa lampau. Rampang juga berupa perumpamaan-perumpamaan tingkah-laku ideal dalam
berbagai bidang kehidupan, baik kekerabatan, politik, maupun pemerintahan.
4. Wari, adalah bagian dari panngaderreng yang berfungsi mengklasifikasikan berbagai
benda dan peristiwa dalam kehidupan manusia. Misalnya, dalam memelihata garis keturunan
5. Sara, adalah bagian dari pangaderreng, yang emengandung pranata hokum, dalam hal
ini ialah hokum Islam.
Kelima unsur keramat diatas terjalin menjadi satu dan mewarnai alam pikiran orang Bugis-
Makssar. Unsur tersebut menghadirkan rasa sentiment kewargaan masyarakat, identitas social,
martabat, dan harga diri, yang tertuang dalam konsep siri. Siri ialah rasa malu dan rasa kehormatan
seseorang.
Sekitar 90% dari penduduk Sulawesi Selatan adalah pemeluk agama Islam, sedangkan hanya
10% memeluk agama Kristen Protestan atau Katolik. Umat Kristen atau Katolik umumnya terdiri dari
pendatang-pendatang orang Maluku, Minahasa, dan lain-lain atau dari orang Toraja. Mereka ini
tinggal di kota-kota terutama di Makassar.
IX. Sistem Pengetahuan
Masyarakat bugis adalah masyarakat yang menjunjung tinggi ilmu pengetahuan. Dilihat dari
sejarahnya bahwa masyarakat bugis telah memiliki kesusasteraan tertulis sejak berabad-abad
lamanya dalam bentuk lontara. Dimana Lontara mempunyai dua pengertian yang terkandung
didalamnya yakni:
· Lontaraq sebagai sejarah dan ilmu pengetahuan
· Lontaraq sebagai tulisan
Hal ini berarti, masyarakat Bugis memberi perhatian terhadap ilmu pengetahuan sejak
dahulu kala. Meskipun sebagian dari masyarakat awam beranggapan bahwa sekolah itu mahal yang
berarti mereka harus mengorbankan sebagian harta mereka untuk pendidikan anak-anaknya. Tetapi
realita yang nampak di hadapan kita adalah banyak pelajar-pelajar sulawesi selatan yang
pengetahuan menuntut ilmu tidak hanya di daerah setempat, tidak juga sebatas daerah lain di
Indonesia, tetapi juga hingga tingkat internasional.
Contoh lain misalnya, dalam kurikulum pendidikan di Sulawesi Selatan di wajibkan
mempelajari bahasa daerah hingga tingkat SMP. Hal ini diharapkan agar bahasa daerah tetap terjaga
dan tetap ada dalam keseharian masyarakatnya.
Seperti halnya yang dikatakan oleh seorang cendikiawan Bugis yang hidup pada masanya yang
bernama Nenek Mallomo mengatakan “Naiya Ade’e De’nakkeambo, de’to nakkeana.” (
sesungguhnya adat itu tidak mengenal Bapak dan tidak mengenal Anak).
X. Perubahan dalam Masyarakat Bugis
1. Cara berpakaian
Sesuai dengan namanya “bodo” yang berarti pendek, baju ini memang berlengan pendek.
Dahulu Baju Bodo dipakai tanpa baju dalaman sehingga memperlihatkan payudara dan lekuk-lekuk
dada pemakainya, dan dipadukan dengan sehelai sarung yang menutupi bagian pinggang ke bawah
badan. Namun seiring dengan masuknya pengaruh Islam di daerah ini, baju yang tadinya
memperlihatkan aurat pun mengalami perubahan. Busana transparan ini kemudian dipasangkan
dengan baju dalaman berwarna sama, namun lebih terang. Sedangkan busana bagian bawahnya
berupa sarung sutera berwarna senada.
2. Kepercayaan
Namun, setelah diterimanya Islam dalam masyarakat Bugis, banyak terjadi perubahan–
perubahan terutama pada tingkat ade‘ (adat) dan spiritualitas. Upacara–upacara penyajian,
kepercayaan akan roh-roh, pohon yang dikeramatkan hampir sebagian besar tidak lagi
melaksanakannya karena bertentangan dengan pengamalan hukum Islam. Pengaruh Islam ini sangat
kuat dalam budaya masyarakat bugis, bahkan turun-temurun orang–orang bugis hingga saat ini
semua menganut agama Islam.
KEBUDAYAAN MANDAR
I. Lokasi (Geografi, Lingkungan Alam, Demografi)
Gambaran tentang nama Mandar ini cukup membingungkan, apabila direnungkan tanpa
referensi. Karena itu dapat memberikan kecerahan menyangkut penamaan itu, saya ingin mengajak
untuk berpaling pada latar kesejarahan.Saya berharap dengan mencoba menelusuri Keterangan-
keterangan Kesejahteraan, kita dapat mengambil kesimpulan yang beralasan tentang penamaan itu.
Mandar secara geografis tidak sebatas dengan wilayah keresidenan (Kabupaten) Polewali
atau Majene, atau mungkin tidak sebatas kedua wilayah ini melainkan seluas wilayah yang
diperjuangkan menjadi Provinsi Sulawesi Barat (Provinsi Sulbar). Dengan kata lain, dalam konteks
geografis dan bukan konteks kultural, istilah Mandar mencakup seluruh wilayah Sulbar. Mungkin juga
bisah diterima bahwa secara kultural dan terbatas, Mandar mencakup masyarakat Polewali Mandar,
Majene, dan Mamuju. Jadi ada Mandar Balanipa dan Polewali yang berada dalam wilayah Polewali
Mandar, ada Mandar Majene (Sendana,Pamboang,dan Banggae) yang berada dalam wilayah
kabupaten Majenedan ada Mandar Mamujudidalamnya terdapat daerah Tappalang. Karena itu,
Mandar, dalam Konteks Kultural, lebih sempit dari pada mandar dalam jangkauan makna geografis.
Dalam konteks geografis, Provinsi Sulbar tidak hanya dihuni oleh masyarakat Mandar Balanipa dan
Polewali, Mandar Majene, dan masyarakat Mandar Mamuju, melainkan juga oleh masyarakat suku
Toraja di Kabupaten Mamasa.
Wilayah Mandar terletak di ujung utara Sulawesi Selatan tepatnya di Sulawesi Barat dengan
letak geografis antara 1’-3’ Lintang Selatan dan antara 118’-119’ Bujur Timur.
Luas wilayah Mandar adalah 23.539,40 km2, terurai dengan :
Luas Kab.Mamuju dan Mamuju Utara : 11.622.40 km2
Luas Kabupaten Majene : 1.932.00 km2
Luas Kabupaten Polewali Mamasa : 9.985.00 km2
Jadi luas Kabupaten Polewali sendiri : 9.985.00 km2
II. Bahasa
Mereka menggunakan bahasa yang disebut dengan Bahasa Mandar. Beberapa daerah di Mandar
telah menggunakan bahasa:
• Bahasa Bugis: di Polmas daerah Polewali
• Bahasa Mamasa: di Mamasa
• Bahasa Jawa: di Wonomulyo
III. Sejarah
Mandar wilayah Territorial dari persekutuan kerajaan yang ada di wilayah Pitu Ulunna Salu (Tujuh
kerajaan hulu) dan Pitu Ba’bana Binanga (Tujuh kerajaan hilir) yang diprakarsai oleh Mara’dia sebutan bagi
Arayang (maharaja)Balanipa ke II Tomepayung di Assitalliangan (Perjanjian) Tammajarra pertama dan
AllamunganBatudi LuyoMengahasilkanSipamandaq(salingmemperkuat)kemudian diperkuat kembali oleh
Mara’dia Balanipake VITodziboseangdalamAssitalliangan(perjanjian )Tammajarra kedua,ini di landasi oleh
kesepahaman yang berdasar pada letak geografis dan secara biologis(berdasarkan wilayah dan keturunan)
asal usul yang sama dari Hulu Sungai Sa’dang yaitu Pongkapadang yang dalam perjalanan perkawinannya
dengan Torije’ne’sebagai nenek moyang orang Mandar yang berkembang Di Pitu Ulunna Salu’dan Pitu
Ba’bana Binanga Serta Arrua Tapparittinna Uwai dan daerah Palili yang terdiri dari BinangaKaraeng di
selatan,Basokang di timur dan pulau Sallisingan di barat serta Lalombi di utara.
Asal Mula Kata Mandar
Kata Mandar memiliki berbagai arti:(1) Mandar berasal dari konsep Sipamandaq yang berarrti saling
kuat menguatkanpenyebutan itu dalam pengembangan berubah penyebutannya menjadi Mandar (2) kata
Mandar dalam penuturan orang Balanipa berarti sungai, dan (3) Mandar berasal dari Bahasa Arab; Nadara-
Yanduru-Nadra yang dalam perkembangan kemudian terjadi perubahan artikulasi menjadi Mandar yang
berarti tempat yang jarang penduduknya.(4)menurut orang Belanda yang sempat menjajah Indonesia
termasuk Mandar termasuk salah wilayah Afdeling,Mandar terdiri dari dua kata Man dan Dare yang berarti
manusia dan berani,ini di landasi dari gigihnya perlawanan rakyat Mandar saat kolonialisme Belanda di
Indonesia khususnya di tanah Mandar sehingga Mandar di katakana manusia berani, setelah mengajukan
berbagai pertimbangan penetapan pilihan pada butir kedua, yaitu “Mandar” yang berarti “Sungai” dalam
penuturan penduduk Balanipa. Tampaknya menyebutan itu tidak berpengaruh terhadap penamaan sungai
sehingga sungai yang terdapat de daerah itu sendiri disebut Sungai Balangnipa. Selain itu masih terdapat
sejumlah sungai lain di daerah Pitu Babana Binanga (PBB), yaitu
sungai,Tinambung,Campalagiang,Mapilli,Karama,Lumu,Buding-Buding,Lariang dan Binuang (Paku)
Selain itu, dalam buku dari H. Saharuddin, dijumpai keterangan tentang asal kata Mandar yang
berbeda. Menurut penulisnya, berdasarkan keterangan dari A. Saiful Sinrang, kata Mandar berasal dari kata
Mandar yang berarti “Cahaya”; sementara menurut Darwis Hamzah berasal dari kata mandaq yang berarti
“Kuat”; selain itu ada pula yang berpendapat bahwa penyebutan itu diambil berdasarkan nama Sungai
Mandar yang bermuara di pusat bekas Kerajaan Balanipa (Saharuddin, 1985:3). Sungai itu kini lebih dikenal
dengannamaSungai Balangnipa.Namundemikiantampakpenulisnyamenyatakandenganjelasbahwahal itu
hanya diperkirakan (digunakan kata mungkin).Hal ini tentu mengarahkan perhatian kita pada adanya
penyebutan Teluk Mandar dimana bermuara Sungai Balangnipa, sehingga diperkirakan kemungkinan
dahulunya dikenal dengan penyebutan Sungai Mandar.
Apa ituMandar, dan dimana?LeluhurorangMandar atau asal mulanyaSuku Mandar dan juga leluhur
orang Balanipa secara keseluruhan yang terdiri dari Pitu Ulunna Salu’(tujuh kerajaan yang bermukim
diseputaranhulusungai /pegunungan)yangdi singkatPUSyaitudisebut kelompok pertama dan Pitu Ba’bana
Binanga(tujuh kerajaan yang bermukim diseputaran muara sungai) yang di singkat PBByaitu yang disebut
kelompokkeduadanbeberapakerajaanlainnya,baik kerajaan besar maupun kerjaan kecil termasuk wilayah
Palili atau Paliliyang keduanya berarti penyangga sebagai satu rumpun keluarga karena berasal dari satu
leluhur,oleh karenanya itu dalam membincang leluhur orang Balanipa maka kita harus berbincang leluhur
orang Mandar karena Balanipa adalah bagian integral dari Mandar itu sendiri sekaligus sebagai ketua
perserikatan,ketua federasi Pitu Ulunna Salu’ dan Pitu Ba’bana Buinangayang kemudian mendapat
gelarArajang(yang dibesarkan / Maharaja).
Dalam salah satu naskah Lokal(Lontar) di Mandar ditemukan keterangan yang menyatakan bahwa
manusia pertama yang datang di Mandar adalah seorang yang mendarat di Hulu Sungai Saddang sementara
ada pulapendapatlainmenyatakanbahwaTomakakayangpertamamenetapdi Ulu’Saddang.Keterangan lain
ini memberikan petunjuk bahwa entitas di Mandar telah berlangsung jauh sebelum terjadi penurunan
permukaan laut(Masa Glasial).
Konseplain tentangmanusiapertamadi Mandar adalahkonsepToManurung jugaartinya orang yang
turun dari langit atau orang yang tiba – tiba muncul tanpa diketahui dengan pasti dari mana ia datang akan
tetapi mempunyai kelebihan bahkan ada yang mengatakan bahwa dia sangat Maissi Paissangan(Sakti
Manraguna)
MenurutkepercayaandisaatpendudukMandarmasih menganut paham Anisme dan Dinamisme dan
konsep ini merupakan mitos yang menjadi kepercayaan orang Mandar dahulu hingga saat ini.Mitos tentang
Tomanurungmengundang konsep pengakuan ketaatan terhadap kekuasaan Raja – raja yang berasal dari
Langitatau ia adalahjelmaanDewayang menitis kedunia yang di tempatkan menjadi tokoh pemersatu yang
berhasil memulihkan kehidupan masyarakat dan membangun tatanan pemerintahan bersifat kerajaan yang
terorganisirdalambentukmonarkhi akantetapi pemerintahanyangbersifatRaja(Mara’dia)sebagai pemegang
kendali kekuasaan namun tak mutlak sebagai layaknya seorang Raja yang berkuasa penuh karena selain
pemerintah (kerajaan)di Balanipa khususnya dan Mandar pada umumnya,juga dibentuk pula Dewan
Hadat(Lembaga Adat)yang berfungsi mengontrol kewenangan kendali pemerintahan
Dalam beberapa Lontar di Mandar sepakat menunjuk bahwa Manusia pertama adalah yang
berkembangdi Mandar,ditemukandi HuluSungaiSaddangdan merekalah Tomanurung (orang yang turun dari
langitatau jugadisebutturundari kayangan,titisanDewa)danTokombongdiburabernama Tobanuapong yang
memperistrikanTobisseDi Tallang yang benama Pangkapadangyang melahirkan lima orang bersaudara,yang
pertamabernamaIlandobeluak,dialahberdiamdi MakassarkeduabernamaIlasokkepang,dialahyangberdiam
di Beluak yang ketiga bernama Ilandoguttuwanita di Ulu Sadang,yang keempat bernama
Usuksabambangdialah yang tinggal di Karonnangan kelima bernama Pakdorangdialah yang berdiam di
Bittuang.
Pendapat lain mengatakan bahwa Pangkapadangadalah salah satu dari tujuh orang anak hasil
perkawinanTomanurung(orangyangturundari langitataujuga disebutturundari kayangan.titisan Dewa)dan
Tokombongdiburabernama Tobanuapong yang memperistrikan tobisseditallangmelahirkan sebelas orang
anak yaitu:
1. Daeng tumana
2. Lamber susu (lombeng susu)
3. Daeng mangana
4. Sahalima
5. Palao
6. To andiri
7. Daeng palulung
8. Todipikung
9. Tolambana
10. Topani bulu
11. Topalili
Dari kesebelas anak tersebut diatas yang kemudian menyebar keseluruh penjuru dalam wilayah
Mandar dan yang paling menonjol keberadaannya adalah Topalili yang melahirkan Todipaturung Dilangi
danLamber Sususyang menetap di Kalumpang Mamuju yang dalam catatan sejarah menurungkan 41 (empat
puluh satu) Tomakakayang kembali menyebar dalam wilayah Mandar kemudian melakukan proses kawin
mawin dengan keturunan Todipaturung Di Langiuntuk tampil sebagai pemimpin kemudian melahirkan
generasi menjadi pemimpin dalam beberapa kerajaan di Mandar.
Dalamcatatan laindi sebutbahwa“Tomanurungyang turun di Hulu Sungai Saddang kemudian kawin
dengan Tobisse Ditallang(orang yang turun dari kedalaman)yang melahirkan tujuh orang anak,salah satu di
antaranya bernama Pangkopadangyang kawin mawin denagn Torijene’(orang yang datang dari kedalam
air)ada juga pendapat yang mengatakan bahwa Pangkopadangkawin mawin denagan Sanra Boneyang
kemudian melahirkan anak berjumlah sebelas orang anakdiantaranya Tobabinna Ana’pangkopadang”(anak
kesayanganPangkopadang) dandialahcikal bakal pendudukPituUlunnaSalu’PituBa’banaBinangasertaArua
Tapparittina Uwai dan Daerah Palili.
Dalam catatan sejarah tersebut tidak di tulis kepada siapa Tobabinna Ana’pangkopadangkawin yang
selanjutnyamelahirkananakyangdisebutPa’doranlalukemudianPa’doranmelahirkananakbernama Lamber
Susu(buah dada panjang) dan anak kedua dari Tobabinna Ana’pangkopadangyaitu yang disebut Topali yang
kemidian melahirkan seorang yang bergelar To Dipaturung Di Langi(orang yang di turunkan dari langit) yang
proses perkawinan dengan Tokommbangdi bura(orang yang lahir dari busa air) dari hasil perkawinan ini
melahirkan generasi yang sampai pada seseorang yang di sebut Todiurra Urra lalu melahirkan dianataranya
yaituanak pertamabernamaLuluayayangartinya anaksulungdanadiknyaIrerasi yangartinyaberleherindah
karenalehernyaseakanbergaris –garisyang jugadi sebutMemebaroPamenangan( berleherbagaikanbarang
antik) Ibukandungdari KaraengTumapparisi KallonaSombaiyyaRi GowaKe Ix(RajaGowayang ke IX) dan yang
berbungsubernamaIweappasyangjugadisebutItta’bittoeng(orangyangbersinarbagai bintangdilangit) yang
kawin dengan anak To Makakadi lemo yaitu Puang diGandang maka lahirlah Imanyambungiyang juga
bernamaTomautra(manusia yang membuat khalayaksegerabubar) yang kemudian setelah wafat bergelar
Todilalingdan ialah cikal bakal bangsawan di Balanipa Mandar.
Dari sumber cerita rakyat ada juga manusia sebelas persi Tabulahan yang menurut sumber ini juga
adalah anak cucu dari Pongkopadang yang menetap di Ulu Salu’yaitu Lima Orang terdiri dari :
1. Daeng tumana
2. Daeng matana
3. Tammi
4. Taajoang
5. Sahalima
Dan enam Orang di antaranya berkembang di Pitu Ba’bana Binanga yaitu terdiri :
1. Daeng mallullung di Tara manu”
2. Tola’binna di Kalumpang
3. Tokarambatu di simboro
4. Tambulu bassi di tappalang
5. Tokayyang pudung di mekkatta
Dari beberapaversi yangterurai di atasyang masing – masingmempunyai dasaruntuklayakdipercaya
dan pada seminar sejarah Mandar yang berlangsung di Tinambung Balanipa Polewali Mandar(dahulu
PolewaliMamasa) menetapkan bahwa Nenek Moyang orang Mandar Suku Mandar berasal dari Hulu Sungai
Saddangyaitu Pongkopadang sebagai cikal bakal penduduk yang mendiami kawasan Mandar yang dalam
perjalananselanjutnyaolehgenerasi merekaterjalinkembali hubungankekerabatandanperkawinandi antara
satu dengan yang lain.
IV. Sistem Teknologi
Jenis Alat-Alat Tradisional
1. Alat-alat Produktif
a. Alat-alat bertani
Uwase (kapak besar), kowik passembaq (parang), pambuar (tual), peduiq (linggis), joppa
(pemikul padi), pewulle (pemikul), kandao (sabit), daqala (bajak), raqapang (ani-ani).
b. Alat-alat mengolah padi
Palungang (lesung panjang), issung (lessung), parridiq (alu), tappiang (tampi), Galeong (ayak
besar).
c. Alat-alat untuk berburu
Doe (tombak), marepeq masandeq (bambu runcing), kowiq (parang).
d. Alat-alat untuk beternak
Pattoq (tiang tambatan), gulang (tali), kaleqer (cincin hidung kerbau atau sapi), tallotong (alat
mengikat kambing), balanu (uncak).
e. Alat-alat untuk menangkap ikan
Bandoang (kail), tuluq (tali pancing), parrittaq (pancing untuk menangkap cumi-cumi), ladung
(alat pemberat pancing), dapoq, buaro, dao-dao, lawaq (keramba), banding, panabe, jarring
(alat penangkap ikan yang ditenun dari bahan serat tumbuh-tumbuhan), pukaq (pukat).
f. Alat-alat dapur atau memasak
Dapurang (dapur), patuapi (para-para), pallu (tempat belanga atau kuali dijerang), laliang
(tungku), pattapang (anglo), talongngeq (semblokan), panasil (pangganjal), balenga (belanga),
towang (tempat beras), gusi (tempayan), cibor (alat menimba air dari tempayan), suger
(sendok nasi), sekor (gayung), sipiq (sepit), tulilling (embusan api), jepang (alat membuat
jepa), kukusan, tapis (tapisan), paruq (parut), pekelluq (kukuran kelapa).
2. Alat-alat Senjata
a. Gayang (keris), doe (tombak), badiq (badik), jambia (belati), kanda wulo (parang
panjang), suppiq (sumpit), panah.
3. Wadah
a. Bakuq (bakul), karajing (keranjang), tedaq dan rakkiq (empat bahan makanan),
tappiang (tampi), katoang (tempat air), bokki (alat mengambil air dari tanah liat), patti (peti),
basung (tempat menyimpan pancing/alat perikanan).
4. Alat-alat Transport
a. Alat transport di darat
Tekek alat pikulan pada kua kolong (terompah), bakuq (alat menjunjung),lembar (alat pikulan
di bahu), koroba (alat kendaraan yang ditarik kerbau atau sapi), bendi (alat kendaraan yang
ditarik oleh kuda).
b. Alat transport di sungai
Rakiq (rakit), lepa-lepa (sampan).
c. Alat-alat transport di laut
Macam type dan jenis Perahu
5. Rumah to mandar
Yang unik dari rumah orang mandar yaitu latar belakang pandangan hidup mereka mengenai
rumah.
Rumah to mandar mempunyai 3 tingkatan
a. Bagian atas disebut atapan (rankkeang, loteng) berfungsi sebagai tempat
penyimpanan padi(lumbung padi) atau tempat penyimpanan makanan lainnya seperti jagung
dan kacang-kacangan.
b. Bagian kedua di sebut alawe boyang/ ruang atau boyang/samboyang berfungsi
sebagai tempat tinggal anggota-anggota keluarga.
c. Bagian bawah yang disebut naung boyang (bawah rumah) berfungsi sebagai tempat
hewan-hewan peliharaan seperti kerbau, sapi, kambing, ayam, dan anjing.
Berbentuk segi empat dibentuk dan di bangun mengikuti model kosmos. Sesuai kepercayaan
mereka bahwa alam raya (makro kosmos) tersusun dari 3 tingkatan, yaitu alam atas atau
banua atas, batua tengah dan banua bawah.
Untuk melihat siapa penghuni rumahnya kita bisa melihat bagian muka dan belakang pada
puncak rumah yang berbentuk segitiga yang di sebut tumba'layar. Jika tumba'layarnya
bersusun empat maka itu adalah rumah raja. Bila bersusun 3 itu rumah bangsawan.Rumah
orang biasa tidak mempunyai tumba'layar.
6. Pakaian adat dan perhiasan
Pakaian pengantin wanita suku mandar adalah baju pokko, baju boko dengan lapisan sa'be
mandar.
a. Baju pokko dipakai oleh para gadis remaja, motif dan warna tergantung pada selera
pemakainya. Dengan bentuk : memakai lengan yang panjangnya kira-kira 5cm di bawah siku
lengan, memakai kerah atau leher, tempat kancing atau patto'do di depan tepat di tengah
dada bawah.
b. Baju boko dipakai oleh perempuan yang sudah bersuami dibuat dari kain sutra yang
tidak bermotif dan warna baju boko tergantung pula pada selera pemakainya. Tetapi warna
baju boko yang populer saat ini adalah warna putih dan biru. Baju boko tidak memakai lengan
(bentuknya segi empat), lubang untuk memasukan kepala terdapat di bagian atas depan,tidak
mempunyai pinggang (lurus ke bawah), sisi samping di jahit sebelah menyebelah kecuali
bagian lenganuntuk memasukan tangan dan tidak pernah memakai kerah.
c. Baju boko ratte adalah baju boko yang di tambah asesoris berupa kalung. Baju ini di
pakai oleh pengantin perempuan mandar.
Pakaian pengantin laki-laki suku mandar terdiri dari passigar dan pa'jas tutup.
a. Pakaian passigar terdiri dari sigar (tutup kepala), baju kemeja, badawara (kain tutup
bahu), dan lipa'ratte dipakai oleh para keturunan bangsawan raja.
Pakaian pa'jas tutup terdiri dari sokko biring, jas tutup, celana alang, dan lipa' sa'be sure'
pangulu/pangulu padang dipakai oleh kaum bangsawan adat.
V. Sistem Ekonomi
Mereka ini tinggal di kota-kota terutama di Makassar.Adapun mereka yang tinggal di desa-
desa di daerah pantai, mencari ikan merupakan suatu mata pencarian hidup yang amat
penting.Dalam hal ini orang Mandar menangkap ikan dengan perahu-perahu layar sampai jauh di
laut. Orang Mandar terkenal sebagai suku-bangsa pelaut di Indonesia yang telah mengembangkan
suatu kebudayaan maritim sejak beberapa abad lamanya. Perahu-perahu layar mereka telah
mengarungi perairan Nusantara dan lebih jauh dari itu telah berlayar sampai ke Srilangka dan
Filipina untuk berdagang.Bakat berlayar yang rupa-rupanya telah ada pada orang Mandar, akibat
kebudayaan maritim dari abad-abad yang telah lampau itu. Sebelum Perang Dunia ke-II, daerah
Sulawesi Selatan merupakan daerah surplus bahan makanan, yang mengekspor beras dan jagung ke
tempat-tempat lain di Indonesia. Adapun kerajinan rumah-tangga yang khas dari Sulawesi Selatan
adalah tenunan sarung sutera dari Mandar.
VI. Sistem Kesenian
1.Sandeq (PerahuKhas Suku Mandar)
2.Kerajinan rumah-tangga yang khas dari Sulawesi Selatan adalah tenunan sarung sutera dari
Mandar.
3. Kuda Pattuddu" (Kuda Menari) Budaya Suku Mandar
seekor kuda akan di hias sedemikian rupa layaknya kuda tunggangan seorang raja. Sementara
untuk penunggangnya adalah warga suku Mandar yang sudah tamat dalam membaca Alquran,
dihiasi memakai baju adat (baju 'bodo') lengkap dengan aksesorisnya serta dipayungi payung
kehormatan kerajaan yang disebut 'Lallang Totamma'.
4. Upacara adat suku Mandar di Kecamatan Pulau Laut Selatan, Kabupaten Kota Baru,
yaitu "mappando'esasi" (bermandikan air laut).
VII. Sistem Organisasi Sosial
a. Sistem Kekerabatan
Suku Mandar, pada umumnya mengikuti kedua garis keturunan ayah dan ibu yaitu bilateral. Suku
Mandar biasanya terdiri dari ayah, ibu dan anak yang biasanya bersekolah di daerah lain. Adapun
keluarga luas di Mandar terkenal dengan istilah Mesangana, kelurag luas yaitu famili-famili yang yang
dekat an sudah jauh tetapi masih ada hubungan keluarga. Status dalam suku Mandar berbeda
dengan suku Bugis, karena didaerah Bugis pada umunya wanita yang memegang peran dalam
peraturan rumah tangga. Suami sebagai kepala rumah tangga yang bertanggung jawab atas
keluarganya mempunyai tugas tertentu, yaitu mencari nafkah untuk menghidupi keluarganya.
Sebaliknya di Mandar, wanita tidak hnaya mengurus rumah tangga, tetapi mereka aktif dalam
mengurus pencarian nafkah, mereka mempunyai prinsif hidup, yaitu Sibalipari yang artinya sama-
sama menderita (sependeriataan) seperti: kalau laki-lakinnya mengakap ikan, setelah samapi didarat
tugas suami sudah dianggap selesai, maka untuk penyelesaian selanjutnya adalah tugas istri terserah
apakah ikan tersebut akan dijual atau dimakan, dikeringkan, semua itu adalah tugas si istri. Didaerah
Bugis wanita juga turut mencari nafkah tetapi terbatas pada industri rumah, kerajinan tangan,
menenun anyaman dan lain-lain.
Didaerah Mandar terkenal dengan istilah hidup, Sirindo-rondo, Siamasei, dan Sianuang pa’mai.
Sirondo-rondoi maksudnya bekerjasama Bantu membantu dalam mengerjakan sesuatu pekerjaan
baik yang ringan maupun yang berat. Jadi dalam rumah tangga kedua suami istri begotong royong
dalam membina keluarga. Siamamasei, sianuang pa’mai ( sayang menyayangi, kasih mengasihi,
gembira sama gembira susah sama susah).
Secara keseluruhan dapat ditarik kesimpulan bahwa adanya kerjasama Bantu membantu baik yang
bersifat materil maupun non materil.
b. Sistem Kemasyarakatan
Pelapisan masyarakat di daerah Mandar nampaknya masih ada walaupun tidak menjadi hal yang
mutlak dikedepankan lagi dalam pergaulan keseharian.Hal ini dapat diperhatikan jika kita membaca
sejarah Mandar. Kerajaan-kerajaan yang masih mempunyai kedaulatan pada masa berkuasanya raja-
raja dahulu hakekatnya terbagi dalam dua stratifikasi,yaitu lapisan penguasa dan lapisan yang
dikuasai. Sistem mobilisasi social yang Mandar memiliki sifat yang amat sederhana dan elastis
dimana lapisan penguasa bukan hanya dari golongan tomaradeka (orang biasa),apabila mereka
mampu memperlihatkan prestasisosialnya,misalnya : to panrita, to sugi, to barani, to sulasana, dan
to ajariang.
Kelima macam tersebut ditempatkan dalam lapisan elit (golongan atas orang yang terpandang).
Dengan demikian terjadilah mobilisasi social horizontal bagi anak puang.Lambat laun nampak
pelapisan masyarakat ini makin tipis akibat pembauran dalam bentuk perkawinan.Kelima golongan
tadi juga memiliki andil untuk dipilih sebagai pemimpin dalam masyarakat karena kelebihannya itu.
Struktur masyarakat di daerah Mandar pada dasarnya sama dengan susunan masyarakat di seluruh
daerah di Sulawesi Selatan,dimana susunan ini berdasarkan penilaian daerah menurut ukuran makro
yaitu :
1. Golongan bangsawan raja
2. Golongan bangsawan hadat atau pia
3. Golongan tau maradeka yakni orang biasa
4. Golongan budak atau batua.
Golongan bangsawan adapt ini merupakan golongan yang paling bayak jumlahnya.Mereka tidak
boleh kawin dengan turunan bangsawan raja supaya ada pemisahan.Raja hanya sebagai lambing
sedangkan hadat memegang kekuasaan.
Pada umumnya suku Mandar ramah-ramah yang muda menghormati yang tua.Kalau orang tua
berbicara dengan tamu,anak-anak tidak boleh ikut campur (ikut bersuara).Ada beberapa hal yang
menjadi kebiasaan dalam suku Mandar seperti:
a. Mengalah yaitu kalau menghadap raja,kaki tangan dilipat.
b. Meminta permisi kalau mau lewat didepan orang dengan menyebut Tawe
c. Kalau bertamu sudah lama, mereka minta permisi yang disebut massimang.
3.3. Sistem perkawinan
Proses terjadinya perkawinan normal menurut tradisional mandar dari awal sampai akhir (sampai
lahirnya seorang anak) dari hasil suatu perkawinan adalah sebagai berikut.
Naindo nawa-nawa (jatuh hati)
Dizaman tradisional, jatuh hati yang dimaksud disini adalah orang tua, karena status anak di zaman
ini hanya menerima pilihan orang tua secara mutlak. Pemuda yang berssangkutan jarang sekali
melihat gadis sebab pada saat itu gadis terpingit, dan yang bisa bebas mlihat gadis hanyalah para
orang tua.
Setelah anaknya menginjak remaja pada orang tua diam-diam meneliti gadis-gadis yang dianggap
cocok dengannya lalu dibicarakan di rumpun keluarga untuk diminta persetujuan dan jika sudah
mufakat semuanya
Mambalaqbaq (rencana penentuan calon)
Mambalaqbaq adalah musyawaran rumpun keluarga untuk memilih seorang diantara sekian banyak
calon yang disetujui dalam musyawarah naindo nawa-nawa. Dalam menentukan calon, persetujuan
sang anak diminta (sesudah merdrka sampai sekarang), tetapi sebelumnya tidak diminta persetujuan
anak.
Messisiq (melamar)
Urusan pihak orang tua laki-laki datang pada orang tua wanita untuk menanyakan apa ada jalan
(lowongan) untuk melamar anaknya atau tidak. Dalam istilah mandar “mettuleq dimawanaya
tangalalang” (bertanya apakah jalan tidak bronak/berduri,maksudnya apakah putri dimaksid belum
ada yang lamar). Jika jawabannya jalan bersih tidak berduri, maka lamaran di lanjutkan, jika beronak
lamaran tidak di lanjutkan dan mencari yang lain.
Mettumae (melamar)
Upacara kunjungan resmi rumpun keuarga laki-laki kepada keluarga wanita untuk melamar sambil
menanyakan jumla`h belanja, paccanring, serta segala sesuatunya kecuali sorong (mas kawin).
Biasanya pembicara disini belum final karna jumlah belanja dan sebagainya harus dimusyawarakan
lagi kedua belah pihak antara rumpun keluarga masing-masing.
Mattanda jari (mappajari)
Pertemuan dan musyawarah resmi dirumah pihak perempuan untuk menentukan jadi/tidaknya
pertungan dan sekaligus meresmikan pertunangan jika telah dicapai musyawarah mufakat.
Mappande manuq
Sejak resminya pertunangan, pihak laki-laki harus memperhatikan tunangannya yang dilakukan oleh
orang tua laki-laki dengan jalan memberi sesuatu pada situasi tertentu, misalnya pada hari lebaran,
mau memasuki bulan Ramadan (puasa) dan sebagainya.
Mattanda allo
Musyawarah antara pihak keluarga laki-laki dan perempuan untuk menentukan hari perkawinan atau
palaksanaan serta beberapa hal yang penting untuk dibicarakan.
Maccanring
Mengantar seluru bahan yang akan dipakai dalam pesta perkawinan kepada pihak wanita termasuk
beberapa hal yang sudah disetujui bersama. Maccandring dilakukan semeriah mungkin diikuti oleh
rumpun keluarga dan handai tolan, tua atau muda, laki-laki atau wanita. Bawaan dan caranya punya
aturan tersendiri menurut aturan tradisi dan waktu pelaksanaannya, biasanya dari pukul 14.00
sampai pukul 16.00 (tergantung tradisi setempat).
Dalamacara maccandring biasanya diikuti sertakan seekor sapi dll. Menurut adat kebiasaan masing –
masing dikerajaan balanipa disampingsemua buah – buahan juga semua keperluan dapur dalam
acara maccandring tersebut.
Mappaqduppa
Pemberian satu stel pakaian laki – laki lengkap kepada mempelai laki– laki dari membelai wanita
yang diantar keluarganya.
Mulai dari zaman sesudah indonesia merdeka, pelaksanaan mappaqduppa ini dilakukan pada malam
atau siang hari sebelum perkawinaan dilaksanakan dan pappaqduppa ini dipakai kawin oleh laki –
laki.
Maqlolang
Kunjungan resmi calon mempelai laki-laki bersama sahabat-sahabatnya kerumah calon mempelai
wanita untuk meramah tamah kekeluargaan. Maqlolang ini paling sempurna diadakan mulai tujuh
hari sebelum perkawinan sampai hari perkawinan, atau tiga hari sebelumnya, tapi juga satu kali saja,
yakini pada malam yang besoknya akan dilaksanakan perkawinan. Upacara ini selalu dilakukan waktu
malam hari.
Metindor
Arak-arakan dengan pakaian adat mengantar mempelai laki-laki kerumah mempelai wanita untuk
kawin pada hari pelaksanaan perkawinan.
Acara metindor dari rumah mempelai pria ke rumah mempelai wanita dengan dihadiri oleh seluruh
keluuarga dan handai tolan untuk ikut serta menyaksikan pernikahan dan ikut serta mendoakan
kedua mempelai.
Melattigi
Upacara pemberian pacar kepada kedua mempelai oleh para anggota hadat (anak pattolala adaq)
secara tersusu menurut level tradisi setempat, yang selalu dimulai oleh Qadhi setempat. Upacara ini
terjadi hanya terjadi bagi bangsawan hadat ataupun bangsawan raja bila ia atau anak-anaknya kawin.
Bagi tau samar dan batua tidak boleh tidak boleh melakukan di zaman dahulu, tetapi sekarang
pelaksaannya kabur sekali. Hampir sudak tidak ad orang yang kawin normal tidak melattigi.
Likka/kaweng (kawin)
Sesudah acara pelattigian, maka akad nikah dilaksanakan dengan lebih dahulu pihak wali
menyerahkan kewalian para qadzi yang akan menikahkannya. Perkawinan di saksikan oleh aparat
agama setempat yang ditunjuk qadzi atau aparat kantor urusan agama setempat yang kompeten.
Acara mappi’dei sulung
Suatu tradisi yang tak dapat dilalaikan ialah sesudah mempelai laki-laki menemui mempelai wanita
dari kamarnya bersalaman, dan setelah menempuh beberapa pintu memasuki kamar (istilah
mandarnya) pembuai baqba’ dan pambuai baco’, maka mempelai laki-laki keluarlah dari kamar dan
langsung ketempat yang telah di tentukan untuk meniup sekaligus api yang sedang menyala/obor api
yang sebang menyala.
VIII. Sistem Religi
Pada umumnya dewasa ini suku Mandar adalah penganut agama Islam yang setia tetapi
dalam kehidupan sehari-hari tidak dapat lepas dari kepercayaan-kepercayaan seperti pemali,
larangan-larangan dan perbuatan magis seperti pemakaian jimat atau benda-benda keramat dan
sesaji. Didaerah pedalaman seperti di pegunungan Pitu Ulunna Salu sebelum Islam masuk, religi
budaya yang dikenal ketika itu adalah adat Mappurondo yang diterjemahkan sebagai bepeganng
pada falsafah Pemali Appa Randanna.
Sedangkan untuk wilayah persekutuan Pitu Ba’bana Binanga sendiri, religi budayanya dapat
ditemui pada peningglannya yang berupa ritual dan upacara-upacara adat yang tampaknya bisa
dijadikan patokan bahwa ia besumber dari religi budaya dan kepercayaan masa lalunya. Seperti ritual
Mappasoro (menghanyutkan sesaji di sungai) atau Mattula bala’ (menyiapkan sesaji untuk menolak
musibah) dan lain sebagainya yang diyakini akan membawa manfaat kepada masyarakat yang
melakukannya. Dari sini jelas tampak betapa simbol-simbol budaya itu berangkat dari religi budaya,
yang untuk itu tidak dikenal dalam Islam.
Sekitar 90% dari Suku Mandar adalah pemeluk agama Islam, sedangkan hanya 10% memeluk
agama Kristen Protestan atau Katolik. Umat Kristen atau Katolik umumnya terdiri dari pendatang-
pendatang orang Maluku, Minahasa, dan lain-lain atau dari orang Toraja.
IX. Sistem Pengetahuan
Asal-usul kesatuan Lita atau Tana Mandar,di jelaskan bahwa Pitu Ulunna Salu (Tujuh Hulu
Sungai) dan Pitu Ba, Bana Binanga (Tujuh Muara Sungai), adalah Negara Wilayah (Kesatuan) Mandar.
Orang -orang dari wilayah permukiman itu, merasa bersaudara semuanya. Orang Mandar percaya
bahwa mereka berasal dari satu nenek moyang (Leluhur), yaitu Ulu Sa’ dan yang bernama
Tokombong di Wura, (Laki-laki) dan Towisse di Tallang (Perempuan). Mereka itu di sebut juga To-
Manurung di Langi.
Suku Mandar selama ini di kenal sangat kuat dengan budayanya.Mereka menjunjung tinggi
tradisi, bahasa dan adat istiadatnya. Filosofi hidup mereka berbeda dengan suku Bugis, Makassar,
Toraja dan suku lainnya yang berdekatan dengan lingkungan kehidupan mereka di Sulawesi. Suku
Mandar di kenal teguh dengan prinsip hidupnya.Pada abad ke-20 karena banyak gerakan-gerakan
pemurnian ajaran islam seperti Muhammadiyah, maka ada kecondongan untuk menganggap banyak
bagian-bagian dari panngaderreng itu sebagai syirik, tindakan yang Taik sesuai dengan ajaran Islam,
dan karena itu sebaiknya ditinggalkan. Demikian Islam di Sulawesi Selatan telah juga mengalami
proses pemurnian.
X. Perubahan
1. Pendidikan
Setelah Daetta Tommuane memeluk Islam terjadilah perubahan di bidang kehidupan
masyarakat seperti bidang pendidikan. Dikumpulkan sejumlah 44 orang mukim pemuda remaja
dididik menjadi kader-kader Islam.
2. Organisasi
Struktur pemerintahan telah mengalami pula perubahan, yaitu dengan menetapkan sorang
kali (Kadhi) sebagai Mara'dianna Sara'. Diadakanlah pertandingan membaca al-Qur'an, yaitu
siapa yang dapat menguasai al-Qur'an dalam tempo satu bulan itulah juara pertama dan itulah yang
menjadi Kali Balanipa I. Yang berhasil adalah seorang keturunan bangsawan yang bernama
I Tamerus alias Isinyalala.
KEBUDAYAAN TORAJA
I. Lokasi (Geografi, Lingkungan Alam, Demografi)
Suku Toraja adalah suku yang menetap di pegunungan bagian utara Sulawesi Selatan,
Indonesia. Populasinya diperkirakan sekitar 1 juta jiwa, dengan sekitar 500.000 di antaranya masih
tinggal di Kabupaten Tana Toraja, Kabupaten Toraja Utara, dan Kabupaten Mamasa.
II. Bahasa
Bahasa Toraja adalah bahasa yang dominan di Tana Toraja, dengan Sa'dan Toraja sebagai
dialek bahasa yang utama. Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional adalah bahasa resmi dan
digunakan oleh masyarakat, akan tetapi bahasa Toraja pun diajarkan di semua sekolah dasar di Tana
Toraja.
Ragambahasa di Toraja antara lain Kalumpang, Mamasa, Tae' , Talondo' , Toala' , dan Toraja-
Sa'dan, dan termasuk dalam rumpun bahasa Melayu-Polinesia dari bahasa Austronesia. Pada
mulanya, sifat geografis Tana Toraja yang terisolasi membentuk banyak dialek dalam bahasa Toraja
itu sendiri. Setelah adanya pemerintahan resmi di Tana Toraja, beberapa dialek Toraja menjadi
terpengaruh oleh bahasa lain melalui proses transmigrasi, yang diperkenalkan sejak masa
penjajahan. Hal itu adalah penyebab utama dari keragaman dalam bahasa Toraja.
Ciri yang menonjol dalam bahasa Toraja adalah gagasan tentang duka cita kematian.
Pentingnya upacara kematian di Toraja telah membuat bahasa mereka dapat mengekspresikan
perasaan duka cita dan proses berkabung dalam beberapa tingkatan yang rumit. Bahasa Toraja
mempunyai banyak istilah untuk menunjukkan kesedihan, kerinduan, depresi, dan tekanan mental.
Merupakan suatu katarsis bagi orang Toraja apabila dapat secara jelas menunjukkan pengaruh dari
peristiwa kehilangan seseorang; hal tersebut kadang-kadang juga ditujukan untuk mengurangi
penderitaan karena duka cita itu sendiri.
III. Sejarah
Bahwa berasal dari Teluk Tonkin, terletak antara Vietnam utara dan Cina selatan, adalah
tempat asal suku Toraja. Awalnya, imigran tersebut tinggal di wilayah pantai Sulawesi, namun
akhirnya pindah ke dataran tinggi.
Sejak abad ke-17, Belanda mulai menancapkan kekuasaan perdagangan dan politik di
Sulawesi melalui Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC). Selama dua abad, mereka
mengacuhkan wilayah dataran tinggi Sulawesi tengah (tempat suku Toraja tinggal) karena sulit
dicapai dan hanya memiliki sedikit lahan yang produktif. Pada akhir abad ke-19, Belanda mulai
khawatir terhadap pesatnya penyebaran Islamdi Sulawesi selatan, terutama di antara suku Makassar
dan Bugis. Belanda melihat suku Toraja yang menganut animisme sebagai target yang potensial
untuk dikristenkan. Pada tahun 1920-an, misi penyebaran agama Kristen mulai dijalankan dengan
bantuan pemerintah kolonial Belanda.[2] Selain menyebarkan agama, Belanda juga menghapuskan
perbudakan dan menerapkan pajak daerah. Sebuah garis digambarkan di sekitar wilayah Sa'dan dan
disebut Tana Toraja. Tana Toraja awalnya merupakan subdivisi dari kerajaan Luwu yang mengklaim
wilayah tersebut.[8] Pada tahun 1946, Belanda memberikan Tana Toraja status regentschap, dan
Indonesia mengakuinya sebagai suatu kabupaten pada tahun 1957.
Misionaris Belanda yang baru datang mendapat perlawanan kuat dari suku Toraja karena
penghapusan jalur perdagangan budak yang menguntungkan Toraja. Beberapa orang Toraja telah
dipindahkan ke dataran rendah secara paksa oleh Belanda agar lebih mudah diatur. Pajak ditetapkan
pada tingkat yang tinggi, dengan tujuan untuk menggerogoti kekayaan para elit masyarakat.
Meskipun demikian, usaha-usaha Belanda tersebut tidak merusak budaya Toraja, dan hanya sedikit
orang Toraja yang saat itu menjadi Kristen. Pada tahun 1950, hanya 10% orang Toraja yang berubah
agama menjadi Kristen.
Penduduk Muslim di dataran rendah menyerang Toraja pada tahun 1930-an. Akibatnya,
banyak orang Toraja yang ingin beraliansi dengan Belanda berpindah ke agama Kristen untuk
mendapatkan perlindungan politik, dan agar dapat membentuk gerakan perlawanan terhadap orang-
orang Bugis dan Makassar yang beragama Islam. Antara tahun 1951 dan 1965 setelah kemerdekaan
Indonesia, Sulawesi Selatan mengalami kekacauan akibat pemberontakan yang dilancarkan Darul
Islam, yang bertujuan untuk mendirikan sebuah negara Islam di Sulawesi. Perang gerilya yang
berlangsung selama 15 tahun tersebut turut menyebabkan semakin banyak orang Toraja berpindah
ke agama Kristen.
Pada tahun 1965, sebuah dekret presiden mengharuskan seluruh penduduk Indonesia untuk
menganut salah satu dari lima agama yang diakui: Islam, Kristen Protestan, Katolik, Hindu dan
Buddha. Kepercayaan asli Toraja (aluk) tidak diakui secara hukum, dan suku Toraja berupaya
menentang dekret tersebut. Untuk membuat aluk sesuai dengan hukum, ia harus diterima sebagai
bagian dari salah satu agama resmi. Pada tahun 1969, Aluk To Dolo dilegalkan sebagai bagian dari
Agama Hindu Dharma.
IV. Sistem Teknologi
Pada masyarakat Toraja terdapat bermacam-macam teknologi yang mulai berkembang
dengan sejalannya Zaman yang terus maju pesat dan sepeti berkembangnya sebuah pemikiran untuk
kemajuan bersama digunakan seperti :
Alat Dapur
 La’ka sebagai alat belanga
 Pesangle yaitu sendok nasi dari kayu
 Karakayu yaitu alat pembagi nasi
 Dulang yaitu cangkir dari tempurung
 Sona yaitu piring anyaman
Alat Perang / Senjata Kuno
 Doke atau tombak untuk alat perang dan berburu
 Penai yaitu parang
 Bolulong yaitu perisai
 Sumpi atau sumpit
Alat Perhiasan
 Beke – ikat kepala
 Manikkota – kalung
 Komba – gelang tangan
 Sissin Lebu – cincin besar
Alat Upacara Keagamaan
 Pote – tanda berkabung untuk pria dan wanita
 Tanduk Rongga – Perhiasan dikepala
 Pokti – tempat sesajen
 Sepui – tempat sirih
Alat Musik Tradisional
 Geso – biola
 Tomoron – terompet
 Suling Toraja
Rumah Adat
 Rumah Tongkonan
rumah adat Provinsi Sulawesi Selatan ini dibagi menjadi 3 (tiga) bagian, yaitu;
1) Bagian atas atau rattiang banua
Pada bagian Atas atau disebut juga dengan rattiang banua ini merupakan
ruangan yang berada di loteng rumah. Ruangan ini difungsikan sebagai tempat
menyimpan benda pusaka yang dianggap mempunyai nilai sakral. Benda-benda
berharga yang dianggap penting juga disimpan di dalam ruangan ini.
2) Bagian tengah atau kale banua
Bagian utara disebut juga dengan istilah ruang Tengalok ini merupakan
ruangan yang berfungsi sebagai tempat untuk menerima tamu dan juga untuk
meletakan sesaji atau persembahan. Selain itu, jika pemilik rumah telah memiliki anak,
maka di ruangan ini juga kerap digunakan sebagai tempat tidur bagi anaknya.
Bagian pusat disebut juga dengan Sali ini merupakan ruangan yang berfungsi
untuk beragam keperluan, seperti halnya sebagai tempat pertemuan keluarga, ruang
makan, dapur, sekaligus juga tempat meletakan mayat yang dipelihara.
Bagian selatan disebut juga dengan Ruang Sambung ini merupakan ruangan
khusus dipakai sebagai kamar bagi kepala keluarga. Tidak sembarang orang bisa
masuk ke ruangan satu ini tanpa seizin dari pemilik rumah.
3) Bagian bawah atau sulluk banua.
Pada bagian Bawah atau yang disebut juga sulluk banua ini merupakan bagian
kolong rumah. Di bagian ini difungsikan sebagai kandang hewan atau tempat untuk
menyimpan berbagai macam alat pertanian.
V. Sistem Ekonomi
Sebelum masa Orde Baru, ekonomi Toraja bergantung pada pertanian dengan
adanya terasering di lereng-lereng gunung dan bahan makanan pendukungnya
adalah singkong dan jagung.Banyak waktu dan tenaga dihabiskan suku Toraja untuk
berternak kerbau, babi, dan ayam yang dibutuhkan terutama untuk upacara pengorbanan dan
sebagai makanan.Satu-satunya industri pertanian di Toraja adalah pabrik kopi Jepang, Kopi Toraja.
Dengan dimulainya Orde Baru pada tahun 1965, ekonomi Indonesia mulai berkembang dan
membuka diri pada investasi asing. Banyak perusahaan minyak dan pertambangan
Ekonomi Toraja secara bertahap beralih menjadi pariwisata berawal pada tahun 1984.Antara
tahun 1984 dan 1997, masyarakat Toraja memperoleh pendapatan dengan bekerja di hotel, menjadi
pemandu wisata, atau menjual cenderamata.Toraja lalu dikenal sebagai tempat asal dari kopi
Indonesia.Kopi Arabika ini terutama dijalankan oleh pengusaha kecil.
VI. Sistem Kesenian
Suku Toraja melakukan tarian dalam beberapa acara, kebanyakan dalam upacara
penguburan. Mereka menari untuk menunjukkan rasa duka cita, dan untuk menghormati sekaligus
menyemangati arwah almarhum karena sang arwah akan menjalani perjalanan panjang menuju
akhirat.
Pertama-tama, sekelompok pria membentuk lingkaran dan menyanyikan lagu sepanjang
malam untuk menghormati almarhum (ritual terseebut disebut Ma'badong).
Pada hari kedua pemakaman, tarian prajurit Ma'randing ditampilkan untuk memuji
keberanian almarhum semasa hidupnya.Beberapa orang pria melakukan tarian dengan pedang,
perisai besar dari kulit kerbau, helm tanduk kerbau, dan berbagai ornamen
lainnya.Tarian Ma'randing mengawali prosesi ketika jenazah dibawa dari lumbung padi
menuju rante, tempat upacara pemakaman.Selama upacara, para perempuan dewasa melakukan
tarian Ma'katia sambil bernyanyi dan mengenakan kostum baju berbulu.Tarian Ma'akatia bertujuan
untuk mengingatkan hadirin pada kemurahan hati dan kesetiaan almarhum.
Setelah penyembelihan kerbau dan babi, sekelompok anak lelaki dan perempuan bertepuk
tangan sambil melakukan tarian ceria yang disebut Ma'dondan.
Tarian Manganda' ditampilkan pada ritual Ma'Bua'.
Seperti di masyarakat agraris lainnya, suku Toraja bernyanyi dan menari
selama musim panen. Tarian Ma'bugi dilakukan untuk merayakan
Sebuah tarian yang disebut Ma'bua hanya bisa dilakukan 12 tahun sekali. Ma'bua adalah
upacara Toraja yang penting ketika pemuka agama mengenakan kepala kerbau dan menari di
sekeliling pohon suci.
Alat musik tradisional Toraja adalah suling bambu yang disebut Pa'suling.Suling berlubang
enam ini dimainkan pada banyak tarian, seperti pada tarian Ma'bondensan, ketika alat ini dimainkan
bersama sekelompok pria yang menari dengan tidak berbaju dan berkuku jari panjang.Suku Toraja
juga mempunyai alat musik lainnya, misalnya Pa'pelle yang dibuat dari daun palem dan dimainkan
pada waktu panen dan ketika upacara pembukaan rumah.
VII. Sistem Organisasi Sosial
2.1. Sistem Pemerintahan
Sistim pemerintahan yang dikenal di Toraja waktu dulu adalah sistim federasi. Daerah Toraja
dibagi menjadi 5(lima) daerah yang terdiri atas :
 M a k a l e
 Sangala
 Rantepao
 Mengkendek
 Toraja Barat.
Daerah-daerah Makale, Mengkendek, dan Sangala dipimpin masing-masing oleh seorang
bangsawan yang bernama Puang. Daerah Rantepao dipimpin bangsawan yang bernama Parengi,
sedangkan .daerah Toraja Barat dipimpin bangsawan bernama Madika.
Didalam menentukan lapisan sosial yang terdapat didalarn masyarakat ada semacam
perbedaan yang sangat menyolok antara daerah yang dipimpin oleh Puang dengan daerah yg
dipimpin oleh Parengi dan Madika. Pada daerah yang dipimpin oleh Puang masyarakat biasa tidak
akan dapat menjadi Puang,. sedangkan pada daerah Rantepao dan Toraja Barat masyarakat biasa
bisa saja mencapai kedudukan Parengi atau Madika kalau dia pandai. Hal inilah mungkin yang
menyebabkan daerah Rantepao bisa berkembang lebih cepat dibandingkan perkembangan yang
terjadi di Makale.
2.2. Sistem Kekerabatan
Siulu (keluarga batih) merupakan unsur terkecil dalam sistem kekerabatan masyarakat Toraja.
Di samping itu di kenal pula keluarga luas extended yang terdiri dari beberapa keluarga batih, yang
masih seketurunan. Hubungan kekerabatan dapat terbentuk berdasarkan dua hal, yaitu:
 Adanya pertalian darah (kandappi)
 Melalui perkawinan (rampean)
Untuk menjaga kelangsungan hubungan kekerabatan dilakukan dengan cara menjamin hak
dan kewajiban setiap kelompok kekerabatan. Misalnya hak penguasaan atas tanah, harta,
kedudukan, dan sebagainya. Di samping itu kewajiban-kewajiban dari setiap kelompok kekearabatan
harus dilaksanakan, misalnya yang dapat diketahui pada saat pembuatan rumah tongkonan secara
bergotong royong, saling bantu dalam penyelenggaraan upacara-upacara adat terutama upacara
rambu solo’, mengerjakan sawah, panen, dan lain-lain. Dalam hal ini fungsi utama suatu keluarga
adalah menanamkan nilai-nilai budaya yang berlaku kepada para anggotanya untuk dapat
beradaptasi dengan lingkungan sosial budaya.
2.3. Sistem Perkawinan
Sistem perkawinan yang berorientasi pada lapisan sosial masyarakat. Seorang wanita dari
golongan Tana’ Bulaan tidak diperkenankan kawin dengan pria yang berasal dari golongan lebih
rendah. Apabila perkawinan itu tetap berlangsung, mereka akan dikenakan sanksi adat. Peristiwa
demikian disebut Untekaq Palandian atau Untekaq Layuk (melangkahi turunan). Sedangkan bagi
seorang pria boleh saja beristri seorang wanita yang golongannya lebih rendah, akan tetapi mereka
tidak bisa dinikahkan secara adat dan keturunan mereka tidak berhak mendapat warisan atau gelar
Tana’ Bulaan.
2.4. Sistem Perkampungan
Dalam kehidupan masyarakat Toraja, dikenal adanya pelapisan sosial yang disebut dengan
Tana’ (kasta) yang sangat mempengaruhi perkembangan masyarakat dan kebudayaan Toraja .
Menurut L.T. Tangdilintin (1974, 75) mengatakan bahwa pelapisan sosial membedakan masyrakat
atas empat golongan masyarakat, yaitu:
Tana’ Bulaan, adalah lapisan masyarakat atas atau bangsawan tinggi sebagai pewaris
sekurang aluk, yaitu dipercayakan untuk membuat aturan hidup dan memimpin agama, dengan
jabatan puang, maqdika, dan Sokkong bayu (siambeq).
Tana’ bassi, adalah lapisan bangsawan menengah sebagai pewaris yang dapat menerima
maluangan batang(pembantu pemerintahan adat) yang ditugaskan mengatur masalah
kepemimpinan dan pendidikan.
Tana’ Karurunge adalah lapisan masyarakat kebanyakan yang merdeka, tidak pernah
diperintah langsung. Golongan ini sebagai pewaris yang menerima Pande, yakni ketrampilan
pertukangan, dan menjadi Pembina aluk todolo untuk urusan aluk petuoan, aluk tanaman yang
dinamakan Toindoq padang (pemimpin upacara pemujaan kesuburan).
Tana’ Kua-kua adalah golongan yang berasal dari lapisan hamba sahaya, sebagai pewaris
tanggung jawab pengabdi kepada tana’ bulaan dan tana’ bassi. Golongan ini disebut juga tana’
matuqtu inaa (pekerja), juga bertindak sebagai petugas pemakan yang disebut tomebalun atau
tomekayu (pembuat balun orang mati). Lapisan tana’ kua-kua ini dihapuskan oleh pemerintah
Indonesia setelah proklamasi kemerdekaan karena tidak sesuai dengan harkat dan martabat
manusia. Namun kenyataannya dalam pelaksaaan upacara-upacara adat golongan ini masih terlihat.
Keempat golongan lapisan sosial tersebut merupakan dasar atau pedoman yang dijadikan
sendi bagi kebudayaan kehidupan sosial masyarakat Toraja, terutama dalam interaksi dan aktifitas
masyarakat, seperti pada saat diselenggarakan upacara perkawinan, pemakaman, pengangkatan
ketua atau pemimpin adat dan sebagainya. Misalnya dalam upacara pengangkatan seorang
pemimpin, yang menjadi penilaian utama adalah dari golongan apa orang yang bersangkutanberasal.
Kedudukan dalam sistem kepemimpinan tradisional berkaitan dengan sistem pelapisan sosial yang
berlaku dalam serta kepemilikan tongkonan (rumah adat).
Demikian pula Dalam sistem perkawinan, dan pembagian warisan juga berorientasi pada
lapisan sosial masyarakat. Seorang wanita dari golongan tana’ bulaan tidak diperkenankan kawin
dengan pria yang berasal dari golongan lebih rendah. Apabila perkawinan itu tetap berlangsung,
mereka akan dikenakan sanksi adat. Peristiwa demikian disebut unteqaq palansian atau untekaq
layuq (melangkahi turunan). Sedangkan bagi seorang pria boleh saja beristeri seorang wanita yang
golongannya lebih rendah, akan tetapi mereka tidak bisa dinikahkan secara adat, dan keturunan
mereka tidak berhak mendapat warisan atau gelar sebagai tana’ bulaan.
Dalam pelasanaan upacara pemakaman (rambu solo’) banyaknya hewan yang akan dipotong
sebagai korban bergantung disesuaikan dengan golongan sosial yang menyelenggarakan upacara.
Misalnya golongan tana’ bulaan, sebagai lapisan sosial tertinggi, harus mengorbankan lebih banyak
hewan dibandingkan golonagan sosial lainnya. Hewan yang akan dipotong harus dalam keadaan
sehat, tubuhnya besar/gemuk, dan tanduknya panjang.
2.5. Tradisi
Upacara pemakaman "rambu solo".
Melalui upacara Rambu Solo' inilah bisa anda saksikan bahwa masyarakat Toraja sangat
menghormati leluhurnya. Prosesi upacara pemakaman ini terdiri dari beberapa susunan acara,
dimana dalam setiap acara tersebut anda bisa menyaksikan nilai-nilai kebudayaan yang sampai
sekarang masih tetap dipertahankan oleh masyarakat Toraja.
Adu kerbau "ma'pasilaga tedong".
Ma' Pasilaga Tedong atau Tedong Silaga bukan lagi hal yang asing bagi sebagian orang
yang pernah mengunjungi Toraja. Ma' pasilaga tedong atau Adu Kerbau adalah sebuah tradisi
di Toraja sejak dari nenek moyang yang tetap dilestarikan sebagai salah satu bagian dari
rambu solo'. Tak ada salahnya jika tedong silaga bisa dikatakan sebagai salah satu daya tarik
Toraja karena merupakan salah satu acara yang paling meriah dan menarik untuk disaksikan
secara langsung. Selain menyajikan keseruannnya tedong silaga menyimpan keunikan
keunikan tersendiri yaitu nama nama kerbau yang unik unik.
VIII. Sistem Religi
Sistem kepercayaan tradisional suku Toraja adalah kepercayaan animisme politeistik yang
disebut aluk, atau "jalan" (kadang diterjemahkan sebagai "hukum"). Dalam mitos Toraja, leluhur
orang Toraja datang dari surga dengan menggunakan tangga yang kemudian digunakan oleh suku
Toraja sebagai cara berhubungan dengan Puang Matua, dewa pencipta. Alam semesta, menurut
aluk, dibagi menjadi dunia atas (Surga) dunia manusia (bumi), dan dunia bawah. Pada awalnya, surga
dan bumi menikah dan menghasilkan kegelapan, pemisah, dan kemudian muncul cahaya. Hewan
tinggal di dunia bawah yang dilambangkan dengan tempat berbentuk persegi panjang yang dibatasi
oleh empat pilar, bumi adalah tempat bagi umat manusia, dan surga terletak di atas, ditutupi dengan
atap berbetuk pelana. Dewa-dewa Toraja lainnya adalah Pong Banggai di Rante (dewa bumi), Indo'
Ongon-Ongon (dewi gempa bumi), Pong Lalondong (dewa kematian), Indo' Belo Tumbang (dewi
pengobatan), dan lainnya.
Agama: mayoritas penduduk memeluk agama Krtisten selebihnya merupakan pemeluk agama
Katholik, Islam, dan Alukta. Adapun perincian tempat ibadah ialah sebagai berikut: Gereja Kristen:
11buah, Gereja Katholik: 1 buah, Mesjid : 1 buah.
Kekuasaan di bumi yang kata-kata dan tindakannya harus dipegang baik dalam kehidupan
pertanian maupun dalam upacara pemakaman, disebut to minaa (seorang pendeta aluk). Aluk bukan
hanya sistem kepercayaan, tetapi juga merupakan gabungan dari hukum, agama, dan kebiasaaan.
Aluk mengatur kehidupan bermasyarakat, praktik pertanian, dan ritual keagamaan. Tata cara Aluk
bisa berbeda antara satu desa dengan desa lainnya. Satu hukum yang umum adalah peraturan
bahwa ritual kematian dan kehidupan harus dipisahkan. Suku Toraja percaya bahwa ritual kematian
akan menghancurkan jenazah jika pelaksanaannya digabung dengan ritual kehidupan. Kedua ritual
tersebut sama pentingnya. Ketika ada para misionaris dari Belanda, orang Kristen Toraja tidak
diperbolehkan menghadiri atau menjalankan ritual kehidupan, tetapi diizinkan melakukan ritual
kematian. Akibatnya, ritual kematian masih sering dilakukan hingga saat ini, tetapi ritual kehidupan
sudah mulai jarang dilaksanakan.
IX. Sistem Pengetahuan
Di Tanah Toraja terdapat beberapa kesenian yang dapat memberikan suatu pengetahuan
secara tak langsung tentang adat dan istiadat serta pengetahuan tentang sejarah Tanah Toraja.
Diantaranya kesenian upacara Rambu Tuka’.
Upacara syukuran atau Rambu Tuka’, antara lain adalah upacara perkawinan, maupun
selamatan rumah (membangun rumah, merenovasi atau memasuki rumah baru). Upacara selamatan
rumah disebut juga upacara pentahbisan rumah. Upacara jenis ini harus dilaksanakan pagi hari dan
diharapkan selesai di sore hari. Pemotongan hewan korban juga dilakukan, namun jumlahnya tidak
sebanyak saat upacara kematian. Itu juga yang menyebabkan banyak anggapan bahwa upacara
kematian di Tator memang lebih meriah dibandingkan upacara lainnya
X. Perubahan
1. Teknologi
perubahan komponen-komponen teknologi pertanian di Tana Toraja. Komponen - komponen
tersebut meliputi: pengolahan tanah (pariu), jenis benih (banne), penanaman (mantanan),
pemeliharaan (ma’tora), pemanenan (mepare), pengangkutan (diba’a), pengeringan (mangalloi),
penyimpanan dan pengolahan
2. Kepercayaan
berbagai upacara adat. Berbagai bentuk upacara seperti mangkaro kalo’ (sebelum tanam),
menamu (ketika padi sudah mulai berisi), mepase (ketika padi akan dipotong, manglika (menaikkan
padi ke lumbung), dan buka allang (mengambil padi dari lumbung) sekarang sudah tidak dilakukan.

More Related Content

What's hot

gerakan 30 september 1965 PKI
gerakan 30 september 1965 PKIgerakan 30 september 1965 PKI
gerakan 30 september 1965 PKIDicko Agustian
 
Ppt multikultural pertemuan ke iii
Ppt multikultural pertemuan ke iiiPpt multikultural pertemuan ke iii
Ppt multikultural pertemuan ke iiiRetno RhereYusdiani
 
Pendudukan Jepang di Indonesia
Pendudukan Jepang di IndonesiaPendudukan Jepang di Indonesia
Pendudukan Jepang di IndonesiaSEJARAH UNY
 
Bentuk pelanggaran hak warga negara
Bentuk pelanggaran hak warga negaraBentuk pelanggaran hak warga negara
Bentuk pelanggaran hak warga negaraAfni Zul
 
manusia sebagai makhluk individu dan sosial
manusia sebagai makhluk individu dan sosialmanusia sebagai makhluk individu dan sosial
manusia sebagai makhluk individu dan sosialMuhyi Nurrasyid
 
PPT kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia
PPT kedudukan dan Fungsi Bahasa IndonesiaPPT kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia
PPT kedudukan dan Fungsi Bahasa IndonesiaChusnul Khotimah
 
IDEOLOGI, PENGARANG DAN KARYA SASTRA
IDEOLOGI, PENGARANG DAN KARYA SASTRA IDEOLOGI, PENGARANG DAN KARYA SASTRA
IDEOLOGI, PENGARANG DAN KARYA SASTRA Fadia Rizqi
 
Pembangunan Nasional dan Ketahanan Nasional
Pembangunan Nasional dan Ketahanan NasionalPembangunan Nasional dan Ketahanan Nasional
Pembangunan Nasional dan Ketahanan NasionalLestari Moerdijat
 
strategi pergerakan nasional di indonesia pada masa awal kelompok 5
 strategi pergerakan nasional di indonesia pada masa awal kelompok 5 strategi pergerakan nasional di indonesia pada masa awal kelompok 5
strategi pergerakan nasional di indonesia pada masa awal kelompok 5Stefanus Raditya
 
PPT SOSIOLOGI Permasalahan sosial
PPT SOSIOLOGI Permasalahan sosial PPT SOSIOLOGI Permasalahan sosial
PPT SOSIOLOGI Permasalahan sosial Zulfira Farah Nubua
 
Kelas sosial, status sosial, peranan sosial dan pengaruhnya
Kelas sosial, status sosial, peranan sosial dan pengaruhnyaKelas sosial, status sosial, peranan sosial dan pengaruhnya
Kelas sosial, status sosial, peranan sosial dan pengaruhnyaSMA Negeri 9 KERINCI
 
IPS POWERPOINT TENTANG BALI INDONESIA
IPS POWERPOINT TENTANG BALI INDONESIAIPS POWERPOINT TENTANG BALI INDONESIA
IPS POWERPOINT TENTANG BALI INDONESIAAdeliaShafira
 
Kelompok 2 ppt kasus pelanggaran ham di indonesia
Kelompok 2 ppt kasus pelanggaran ham di indonesiaKelompok 2 ppt kasus pelanggaran ham di indonesia
Kelompok 2 ppt kasus pelanggaran ham di indonesiaapotek agam farma
 
Warga Negara & kewarganegaraan: Kedudukan warga Negara dalam Negara
Warga Negara & kewarganegaraan:  Kedudukan warga Negara dalam Negara   Warga Negara & kewarganegaraan:  Kedudukan warga Negara dalam Negara
Warga Negara & kewarganegaraan: Kedudukan warga Negara dalam Negara Fenti Anita Sari
 
Budaya Bugis, Toraja, Makassar, Mandar
Budaya Bugis, Toraja, Makassar, MandarBudaya Bugis, Toraja, Makassar, Mandar
Budaya Bugis, Toraja, Makassar, MandarKhrisna Ariyudha
 
Rule Of Law dan Hak Asasi Manusia
Rule Of Law dan Hak Asasi ManusiaRule Of Law dan Hak Asasi Manusia
Rule Of Law dan Hak Asasi ManusiaRapiika
 

What's hot (20)

Ppt multikultur
Ppt multikulturPpt multikultur
Ppt multikultur
 
gerakan 30 september 1965 PKI
gerakan 30 september 1965 PKIgerakan 30 september 1965 PKI
gerakan 30 september 1965 PKI
 
Makalah sejarah g30 spki pdf
Makalah sejarah g30 spki pdfMakalah sejarah g30 spki pdf
Makalah sejarah g30 spki pdf
 
Ppt multikultural pertemuan ke iii
Ppt multikultural pertemuan ke iiiPpt multikultural pertemuan ke iii
Ppt multikultural pertemuan ke iii
 
Pendudukan Jepang di Indonesia
Pendudukan Jepang di IndonesiaPendudukan Jepang di Indonesia
Pendudukan Jepang di Indonesia
 
Bentuk pelanggaran hak warga negara
Bentuk pelanggaran hak warga negaraBentuk pelanggaran hak warga negara
Bentuk pelanggaran hak warga negara
 
manusia sebagai makhluk individu dan sosial
manusia sebagai makhluk individu dan sosialmanusia sebagai makhluk individu dan sosial
manusia sebagai makhluk individu dan sosial
 
PPT kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia
PPT kedudukan dan Fungsi Bahasa IndonesiaPPT kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia
PPT kedudukan dan Fungsi Bahasa Indonesia
 
IDEOLOGI, PENGARANG DAN KARYA SASTRA
IDEOLOGI, PENGARANG DAN KARYA SASTRA IDEOLOGI, PENGARANG DAN KARYA SASTRA
IDEOLOGI, PENGARANG DAN KARYA SASTRA
 
Pembangunan Nasional dan Ketahanan Nasional
Pembangunan Nasional dan Ketahanan NasionalPembangunan Nasional dan Ketahanan Nasional
Pembangunan Nasional dan Ketahanan Nasional
 
Integrasi sosial
Integrasi sosialIntegrasi sosial
Integrasi sosial
 
strategi pergerakan nasional di indonesia pada masa awal kelompok 5
 strategi pergerakan nasional di indonesia pada masa awal kelompok 5 strategi pergerakan nasional di indonesia pada masa awal kelompok 5
strategi pergerakan nasional di indonesia pada masa awal kelompok 5
 
PPT SOSIOLOGI Permasalahan sosial
PPT SOSIOLOGI Permasalahan sosial PPT SOSIOLOGI Permasalahan sosial
PPT SOSIOLOGI Permasalahan sosial
 
Kelas sosial, status sosial, peranan sosial dan pengaruhnya
Kelas sosial, status sosial, peranan sosial dan pengaruhnyaKelas sosial, status sosial, peranan sosial dan pengaruhnya
Kelas sosial, status sosial, peranan sosial dan pengaruhnya
 
IPS POWERPOINT TENTANG BALI INDONESIA
IPS POWERPOINT TENTANG BALI INDONESIAIPS POWERPOINT TENTANG BALI INDONESIA
IPS POWERPOINT TENTANG BALI INDONESIA
 
Kebudayaan Minangkabau (ppt)
Kebudayaan Minangkabau (ppt)Kebudayaan Minangkabau (ppt)
Kebudayaan Minangkabau (ppt)
 
Kelompok 2 ppt kasus pelanggaran ham di indonesia
Kelompok 2 ppt kasus pelanggaran ham di indonesiaKelompok 2 ppt kasus pelanggaran ham di indonesia
Kelompok 2 ppt kasus pelanggaran ham di indonesia
 
Warga Negara & kewarganegaraan: Kedudukan warga Negara dalam Negara
Warga Negara & kewarganegaraan:  Kedudukan warga Negara dalam Negara   Warga Negara & kewarganegaraan:  Kedudukan warga Negara dalam Negara
Warga Negara & kewarganegaraan: Kedudukan warga Negara dalam Negara
 
Budaya Bugis, Toraja, Makassar, Mandar
Budaya Bugis, Toraja, Makassar, MandarBudaya Bugis, Toraja, Makassar, Mandar
Budaya Bugis, Toraja, Makassar, Mandar
 
Rule Of Law dan Hak Asasi Manusia
Rule Of Law dan Hak Asasi ManusiaRule Of Law dan Hak Asasi Manusia
Rule Of Law dan Hak Asasi Manusia
 

Similar to BUDAYA NUSANTARA 4 ETNIS KEBUDAYAAN BUGIS, MAKASSAR, MANDAR, DAN TORAJA

Presentation bugis warnawarni
Presentation bugis warnawarniPresentation bugis warnawarni
Presentation bugis warnawarniTõmî Îřvåñ
 
THONGIN FANGIN THJITJHONG UNGKAPAN PEMERSATU TIONGHOA DAN MELAYU BANGKA.docx
THONGIN FANGIN THJITJHONG UNGKAPAN PEMERSATU TIONGHOA DAN MELAYU BANGKA.docxTHONGIN FANGIN THJITJHONG UNGKAPAN PEMERSATU TIONGHOA DAN MELAYU BANGKA.docx
THONGIN FANGIN THJITJHONG UNGKAPAN PEMERSATU TIONGHOA DAN MELAYU BANGKA.docxrigoibnhamzah
 
Kebudayaan bali
Kebudayaan baliKebudayaan bali
Kebudayaan baliomcivics
 
Sejarah,fungsi,kedudukan BI (1).pptx
Sejarah,fungsi,kedudukan BI (1).pptxSejarah,fungsi,kedudukan BI (1).pptx
Sejarah,fungsi,kedudukan BI (1).pptxRamaAdi14
 
Masyarakat Tradisional
Masyarakat TradisionalMasyarakat Tradisional
Masyarakat TradisionalOctaviana Adn
 
Makalah wawasan sosial budaya
Makalah wawasan sosial budayaMakalah wawasan sosial budaya
Makalah wawasan sosial budayahildaayu5
 
Materi negrito dan wedidd
Materi negrito dan wediddMateri negrito dan wedidd
Materi negrito dan wediddRival Pratama
 
Kliping sejarah kebudayaan Bali
Kliping sejarah kebudayaan BaliKliping sejarah kebudayaan Bali
Kliping sejarah kebudayaan BaliDede Adi Nugraha
 
wawasan sosial budaya
 wawasan sosial budaya wawasan sosial budaya
wawasan sosial budayaSandhyAjaa
 
Cara Masyarakat Aksara Mewariskan Masa Lalunya
Cara Masyarakat Aksara Mewariskan Masa LalunyaCara Masyarakat Aksara Mewariskan Masa Lalunya
Cara Masyarakat Aksara Mewariskan Masa LalunyaFairuz Ikbar
 
Naskah Melayu Kepulauan Riau.pdf
Naskah Melayu Kepulauan Riau.pdfNaskah Melayu Kepulauan Riau.pdf
Naskah Melayu Kepulauan Riau.pdfKamranAsatIrsyady1
 

Similar to BUDAYA NUSANTARA 4 ETNIS KEBUDAYAAN BUGIS, MAKASSAR, MANDAR, DAN TORAJA (20)

bugi$.pptx
bugi$.pptxbugi$.pptx
bugi$.pptx
 
Presentation bugis warnawarni
Presentation bugis warnawarniPresentation bugis warnawarni
Presentation bugis warnawarni
 
THONGIN FANGIN THJITJHONG UNGKAPAN PEMERSATU TIONGHOA DAN MELAYU BANGKA.docx
THONGIN FANGIN THJITJHONG UNGKAPAN PEMERSATU TIONGHOA DAN MELAYU BANGKA.docxTHONGIN FANGIN THJITJHONG UNGKAPAN PEMERSATU TIONGHOA DAN MELAYU BANGKA.docx
THONGIN FANGIN THJITJHONG UNGKAPAN PEMERSATU TIONGHOA DAN MELAYU BANGKA.docx
 
Kebudayaan bali
Kebudayaan baliKebudayaan bali
Kebudayaan bali
 
Makalah sosiologi "KEBUDAYAAN NUSA TENGGARA"
Makalah sosiologi "KEBUDAYAAN NUSA TENGGARA"Makalah sosiologi "KEBUDAYAAN NUSA TENGGARA"
Makalah sosiologi "KEBUDAYAAN NUSA TENGGARA"
 
Adat perkawinan sasak
Adat perkawinan sasakAdat perkawinan sasak
Adat perkawinan sasak
 
Makalah ski
Makalah skiMakalah ski
Makalah ski
 
Makalah ski
Makalah skiMakalah ski
Makalah ski
 
Makalah ski
Makalah skiMakalah ski
Makalah ski
 
Sejarah,fungsi,kedudukan BI (1).pptx
Sejarah,fungsi,kedudukan BI (1).pptxSejarah,fungsi,kedudukan BI (1).pptx
Sejarah,fungsi,kedudukan BI (1).pptx
 
Masyarakat Tradisional
Masyarakat TradisionalMasyarakat Tradisional
Masyarakat Tradisional
 
Makalah wawasan sosial budaya
Makalah wawasan sosial budayaMakalah wawasan sosial budaya
Makalah wawasan sosial budaya
 
Materi negrito dan wedidd
Materi negrito dan wediddMateri negrito dan wedidd
Materi negrito dan wedidd
 
Kliping sejarah kebudayaan Bali
Kliping sejarah kebudayaan BaliKliping sejarah kebudayaan Bali
Kliping sejarah kebudayaan Bali
 
kailli culturs
kailli culturskailli culturs
kailli culturs
 
wawasan sosial budaya
 wawasan sosial budaya wawasan sosial budaya
wawasan sosial budaya
 
3 BAB I sosial budaya
3 BAB  I sosial budaya3 BAB  I sosial budaya
3 BAB I sosial budaya
 
Cara Masyarakat Aksara Mewariskan Masa Lalunya
Cara Masyarakat Aksara Mewariskan Masa LalunyaCara Masyarakat Aksara Mewariskan Masa Lalunya
Cara Masyarakat Aksara Mewariskan Masa Lalunya
 
Naskah Melayu Kepulauan Riau.pdf
Naskah Melayu Kepulauan Riau.pdfNaskah Melayu Kepulauan Riau.pdf
Naskah Melayu Kepulauan Riau.pdf
 
Logika matematika
Logika matematikaLogika matematika
Logika matematika
 

More from Muhammad Rafi Kambara

Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan.docx
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan.docxBadan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan.docx
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan.docxMuhammad Rafi Kambara
 
TRANSAKSI NERACA PEMBAYARAN DAN JENIS-JENIS PERDAGANGAN / TRANSAKSI INTERNAS...
TRANSAKSI NERACA PEMBAYARAN DAN JENIS-JENIS PERDAGANGAN / TRANSAKSI  INTERNAS...TRANSAKSI NERACA PEMBAYARAN DAN JENIS-JENIS PERDAGANGAN / TRANSAKSI  INTERNAS...
TRANSAKSI NERACA PEMBAYARAN DAN JENIS-JENIS PERDAGANGAN / TRANSAKSI INTERNAS...Muhammad Rafi Kambara
 
RESUME MATERI MS. ACCESS, APLIKASI KOMPUTER.docx
RESUME MATERI MS. ACCESS, APLIKASI KOMPUTER.docxRESUME MATERI MS. ACCESS, APLIKASI KOMPUTER.docx
RESUME MATERI MS. ACCESS, APLIKASI KOMPUTER.docxMuhammad Rafi Kambara
 
Proses Bisnis KPPN dan Proses Bisnis Seksi Pencairan Dana.docx
Proses Bisnis KPPN dan Proses Bisnis Seksi Pencairan Dana.docxProses Bisnis KPPN dan Proses Bisnis Seksi Pencairan Dana.docx
Proses Bisnis KPPN dan Proses Bisnis Seksi Pencairan Dana.docxMuhammad Rafi Kambara
 
UPAYA PENANGGULANGAN KORUPSI JALUR PENAL MELALUI PEMBAHARUAN RKUHP DENGAN UU...
UPAYA PENANGGULANGAN KORUPSI  JALUR PENAL MELALUI PEMBAHARUAN RKUHP DENGAN UU...UPAYA PENANGGULANGAN KORUPSI  JALUR PENAL MELALUI PEMBAHARUAN RKUHP DENGAN UU...
UPAYA PENANGGULANGAN KORUPSI JALUR PENAL MELALUI PEMBAHARUAN RKUHP DENGAN UU...Muhammad Rafi Kambara
 
Inflasi, Pengangguran, dan Kurva Phillips
Inflasi, Pengangguran, dan Kurva PhillipsInflasi, Pengangguran, dan Kurva Phillips
Inflasi, Pengangguran, dan Kurva PhillipsMuhammad Rafi Kambara
 
Konsep SCM (Supply Chain Management), BENTUK & MODEL SUPPLY CHAIN MANAGEMENT
Konsep SCM (Supply Chain Management), BENTUK & MODEL SUPPLY CHAIN MANAGEMENTKonsep SCM (Supply Chain Management), BENTUK & MODEL SUPPLY CHAIN MANAGEMENT
Konsep SCM (Supply Chain Management), BENTUK & MODEL SUPPLY CHAIN MANAGEMENTMuhammad Rafi Kambara
 
Perbandingan Hukum Perkawinan antara KUHPer dengan UU Perkawinan (UU No.1 tah...
Perbandingan Hukum Perkawinan antara KUHPer dengan UU Perkawinan (UU No.1 tah...Perbandingan Hukum Perkawinan antara KUHPer dengan UU Perkawinan (UU No.1 tah...
Perbandingan Hukum Perkawinan antara KUHPer dengan UU Perkawinan (UU No.1 tah...Muhammad Rafi Kambara
 
Pengujian atas pengendalian internal (Test of Controls) - Belanja Subsidi
Pengujian atas pengendalian internal (Test of Controls) - Belanja SubsidiPengujian atas pengendalian internal (Test of Controls) - Belanja Subsidi
Pengujian atas pengendalian internal (Test of Controls) - Belanja SubsidiMuhammad Rafi Kambara
 
Type of Study english task-Muhammad Rafi Kambara-1N
Type of Study english task-Muhammad Rafi Kambara-1NType of Study english task-Muhammad Rafi Kambara-1N
Type of Study english task-Muhammad Rafi Kambara-1NMuhammad Rafi Kambara
 
ANALISIS PT BURSA EFEK INDONESIA DALAM RUANG LINGKUP KEUANGAN NEGARA
ANALISIS PT BURSA EFEK INDONESIA DALAM RUANG LINGKUP KEUANGAN NEGARAANALISIS PT BURSA EFEK INDONESIA DALAM RUANG LINGKUP KEUANGAN NEGARA
ANALISIS PT BURSA EFEK INDONESIA DALAM RUANG LINGKUP KEUANGAN NEGARAMuhammad Rafi Kambara
 
Unsur Pasal UU Tipikor dalam Kasus Korupsi Hambalang
Unsur Pasal UU Tipikor dalam Kasus Korupsi HambalangUnsur Pasal UU Tipikor dalam Kasus Korupsi Hambalang
Unsur Pasal UU Tipikor dalam Kasus Korupsi HambalangMuhammad Rafi Kambara
 
Unsur Pasal UU Tipikor dalam Kasus Korupsi dan Pencucian Uang Waode Nurhayati
Unsur Pasal UU Tipikor dalam Kasus Korupsi dan Pencucian Uang Waode NurhayatiUnsur Pasal UU Tipikor dalam Kasus Korupsi dan Pencucian Uang Waode Nurhayati
Unsur Pasal UU Tipikor dalam Kasus Korupsi dan Pencucian Uang Waode NurhayatiMuhammad Rafi Kambara
 
Termasuk Penyerahan BKP dan Bukan Termasuk Penyerahan BKP
Termasuk Penyerahan BKP dan Bukan Termasuk Penyerahan BKPTermasuk Penyerahan BKP dan Bukan Termasuk Penyerahan BKP
Termasuk Penyerahan BKP dan Bukan Termasuk Penyerahan BKPMuhammad Rafi Kambara
 
Pengujian atas Pengendalian Internal (Test of Control) Belanja Subsidi
Pengujian atas Pengendalian Internal (Test of Control) Belanja SubsidiPengujian atas Pengendalian Internal (Test of Control) Belanja Subsidi
Pengujian atas Pengendalian Internal (Test of Control) Belanja SubsidiMuhammad Rafi Kambara
 
Analisis Dan Penentuan Prosedur Audit LKPP 2012-2016 atas Belanja Subsidi
Analisis Dan Penentuan Prosedur Audit  LKPP 2012-2016 atas Belanja SubsidiAnalisis Dan Penentuan Prosedur Audit  LKPP 2012-2016 atas Belanja Subsidi
Analisis Dan Penentuan Prosedur Audit LKPP 2012-2016 atas Belanja SubsidiMuhammad Rafi Kambara
 
TATA CARA PENARIKAN PINJAMAN DAN/ATAU HIBAH LUAR NEGERI
TATA CARA PENARIKAN PINJAMAN DAN/ATAU HIBAH LUAR NEGERITATA CARA PENARIKAN PINJAMAN DAN/ATAU HIBAH LUAR NEGERI
TATA CARA PENARIKAN PINJAMAN DAN/ATAU HIBAH LUAR NEGERIMuhammad Rafi Kambara
 
Rangkuman Materi Akuntansi Keuangan Menengah Kas dan Piutang (Cash and Receiv...
Rangkuman Materi Akuntansi Keuangan Menengah Kas dan Piutang (Cash and Receiv...Rangkuman Materi Akuntansi Keuangan Menengah Kas dan Piutang (Cash and Receiv...
Rangkuman Materi Akuntansi Keuangan Menengah Kas dan Piutang (Cash and Receiv...Muhammad Rafi Kambara
 
Implikasi Adanya Paket Undang Undang Keuangan Negara
Implikasi Adanya Paket Undang Undang Keuangan NegaraImplikasi Adanya Paket Undang Undang Keuangan Negara
Implikasi Adanya Paket Undang Undang Keuangan NegaraMuhammad Rafi Kambara
 

More from Muhammad Rafi Kambara (20)

Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan.docx
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan.docxBadan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan.docx
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan.docx
 
TRANSAKSI NERACA PEMBAYARAN DAN JENIS-JENIS PERDAGANGAN / TRANSAKSI INTERNAS...
TRANSAKSI NERACA PEMBAYARAN DAN JENIS-JENIS PERDAGANGAN / TRANSAKSI  INTERNAS...TRANSAKSI NERACA PEMBAYARAN DAN JENIS-JENIS PERDAGANGAN / TRANSAKSI  INTERNAS...
TRANSAKSI NERACA PEMBAYARAN DAN JENIS-JENIS PERDAGANGAN / TRANSAKSI INTERNAS...
 
RESUME MATERI MS. ACCESS, APLIKASI KOMPUTER.docx
RESUME MATERI MS. ACCESS, APLIKASI KOMPUTER.docxRESUME MATERI MS. ACCESS, APLIKASI KOMPUTER.docx
RESUME MATERI MS. ACCESS, APLIKASI KOMPUTER.docx
 
Proses Bisnis KPPN dan Proses Bisnis Seksi Pencairan Dana.docx
Proses Bisnis KPPN dan Proses Bisnis Seksi Pencairan Dana.docxProses Bisnis KPPN dan Proses Bisnis Seksi Pencairan Dana.docx
Proses Bisnis KPPN dan Proses Bisnis Seksi Pencairan Dana.docx
 
UPAYA PENANGGULANGAN KORUPSI JALUR PENAL MELALUI PEMBAHARUAN RKUHP DENGAN UU...
UPAYA PENANGGULANGAN KORUPSI  JALUR PENAL MELALUI PEMBAHARUAN RKUHP DENGAN UU...UPAYA PENANGGULANGAN KORUPSI  JALUR PENAL MELALUI PEMBAHARUAN RKUHP DENGAN UU...
UPAYA PENANGGULANGAN KORUPSI JALUR PENAL MELALUI PEMBAHARUAN RKUHP DENGAN UU...
 
Inflasi, Pengangguran, dan Kurva Phillips
Inflasi, Pengangguran, dan Kurva PhillipsInflasi, Pengangguran, dan Kurva Phillips
Inflasi, Pengangguran, dan Kurva Phillips
 
Konsep SCM (Supply Chain Management), BENTUK & MODEL SUPPLY CHAIN MANAGEMENT
Konsep SCM (Supply Chain Management), BENTUK & MODEL SUPPLY CHAIN MANAGEMENTKonsep SCM (Supply Chain Management), BENTUK & MODEL SUPPLY CHAIN MANAGEMENT
Konsep SCM (Supply Chain Management), BENTUK & MODEL SUPPLY CHAIN MANAGEMENT
 
MAKALAH SARBANES-OXLEY ACT OF 2002
MAKALAH SARBANES-OXLEY ACT OF 2002MAKALAH SARBANES-OXLEY ACT OF 2002
MAKALAH SARBANES-OXLEY ACT OF 2002
 
Perbandingan Hukum Perkawinan antara KUHPer dengan UU Perkawinan (UU No.1 tah...
Perbandingan Hukum Perkawinan antara KUHPer dengan UU Perkawinan (UU No.1 tah...Perbandingan Hukum Perkawinan antara KUHPer dengan UU Perkawinan (UU No.1 tah...
Perbandingan Hukum Perkawinan antara KUHPer dengan UU Perkawinan (UU No.1 tah...
 
Pengujian atas pengendalian internal (Test of Controls) - Belanja Subsidi
Pengujian atas pengendalian internal (Test of Controls) - Belanja SubsidiPengujian atas pengendalian internal (Test of Controls) - Belanja Subsidi
Pengujian atas pengendalian internal (Test of Controls) - Belanja Subsidi
 
Type of Study english task-Muhammad Rafi Kambara-1N
Type of Study english task-Muhammad Rafi Kambara-1NType of Study english task-Muhammad Rafi Kambara-1N
Type of Study english task-Muhammad Rafi Kambara-1N
 
ANALISIS PT BURSA EFEK INDONESIA DALAM RUANG LINGKUP KEUANGAN NEGARA
ANALISIS PT BURSA EFEK INDONESIA DALAM RUANG LINGKUP KEUANGAN NEGARAANALISIS PT BURSA EFEK INDONESIA DALAM RUANG LINGKUP KEUANGAN NEGARA
ANALISIS PT BURSA EFEK INDONESIA DALAM RUANG LINGKUP KEUANGAN NEGARA
 
Unsur Pasal UU Tipikor dalam Kasus Korupsi Hambalang
Unsur Pasal UU Tipikor dalam Kasus Korupsi HambalangUnsur Pasal UU Tipikor dalam Kasus Korupsi Hambalang
Unsur Pasal UU Tipikor dalam Kasus Korupsi Hambalang
 
Unsur Pasal UU Tipikor dalam Kasus Korupsi dan Pencucian Uang Waode Nurhayati
Unsur Pasal UU Tipikor dalam Kasus Korupsi dan Pencucian Uang Waode NurhayatiUnsur Pasal UU Tipikor dalam Kasus Korupsi dan Pencucian Uang Waode Nurhayati
Unsur Pasal UU Tipikor dalam Kasus Korupsi dan Pencucian Uang Waode Nurhayati
 
Termasuk Penyerahan BKP dan Bukan Termasuk Penyerahan BKP
Termasuk Penyerahan BKP dan Bukan Termasuk Penyerahan BKPTermasuk Penyerahan BKP dan Bukan Termasuk Penyerahan BKP
Termasuk Penyerahan BKP dan Bukan Termasuk Penyerahan BKP
 
Pengujian atas Pengendalian Internal (Test of Control) Belanja Subsidi
Pengujian atas Pengendalian Internal (Test of Control) Belanja SubsidiPengujian atas Pengendalian Internal (Test of Control) Belanja Subsidi
Pengujian atas Pengendalian Internal (Test of Control) Belanja Subsidi
 
Analisis Dan Penentuan Prosedur Audit LKPP 2012-2016 atas Belanja Subsidi
Analisis Dan Penentuan Prosedur Audit  LKPP 2012-2016 atas Belanja SubsidiAnalisis Dan Penentuan Prosedur Audit  LKPP 2012-2016 atas Belanja Subsidi
Analisis Dan Penentuan Prosedur Audit LKPP 2012-2016 atas Belanja Subsidi
 
TATA CARA PENARIKAN PINJAMAN DAN/ATAU HIBAH LUAR NEGERI
TATA CARA PENARIKAN PINJAMAN DAN/ATAU HIBAH LUAR NEGERITATA CARA PENARIKAN PINJAMAN DAN/ATAU HIBAH LUAR NEGERI
TATA CARA PENARIKAN PINJAMAN DAN/ATAU HIBAH LUAR NEGERI
 
Rangkuman Materi Akuntansi Keuangan Menengah Kas dan Piutang (Cash and Receiv...
Rangkuman Materi Akuntansi Keuangan Menengah Kas dan Piutang (Cash and Receiv...Rangkuman Materi Akuntansi Keuangan Menengah Kas dan Piutang (Cash and Receiv...
Rangkuman Materi Akuntansi Keuangan Menengah Kas dan Piutang (Cash and Receiv...
 
Implikasi Adanya Paket Undang Undang Keuangan Negara
Implikasi Adanya Paket Undang Undang Keuangan NegaraImplikasi Adanya Paket Undang Undang Keuangan Negara
Implikasi Adanya Paket Undang Undang Keuangan Negara
 

Recently uploaded

PLaN & INTERVENSI untuk sekolah yang memerlukan
PLaN & INTERVENSI untuk sekolah yang memerlukanPLaN & INTERVENSI untuk sekolah yang memerlukan
PLaN & INTERVENSI untuk sekolah yang memerlukanssuserc81826
 
Silabus Mata Pelajaran Biologi SMA Kelas X.doc
Silabus Mata Pelajaran Biologi SMA Kelas X.docSilabus Mata Pelajaran Biologi SMA Kelas X.doc
Silabus Mata Pelajaran Biologi SMA Kelas X.docNurulAiniFirdasari1
 
(NEW) Template Presentasi UGM yang terbaru
(NEW) Template Presentasi UGM yang terbaru(NEW) Template Presentasi UGM yang terbaru
(NEW) Template Presentasi UGM yang terbaruSilvanaAyu
 
Asi Eksklusif Dong - buku untuk para ayah - Robin Lim
Asi Eksklusif Dong - buku untuk para ayah - Robin LimAsi Eksklusif Dong - buku untuk para ayah - Robin Lim
Asi Eksklusif Dong - buku untuk para ayah - Robin LimNodd Nittong
 
materi pembelajaran tentang INTERNET.ppt
materi pembelajaran tentang INTERNET.pptmateri pembelajaran tentang INTERNET.ppt
materi pembelajaran tentang INTERNET.pptTaufikFadhilah
 
Mata Kuliah Etika dalam pembelajaran Kristen.pptx
Mata Kuliah Etika dalam pembelajaran Kristen.pptxMata Kuliah Etika dalam pembelajaran Kristen.pptx
Mata Kuliah Etika dalam pembelajaran Kristen.pptxoperatorsttmamasa
 
AKSI NYATA MODUL 1.3 VISI GURU PENGGERAK.pdf
AKSI NYATA MODUL 1.3 VISI GURU PENGGERAK.pdfAKSI NYATA MODUL 1.3 VISI GURU PENGGERAK.pdf
AKSI NYATA MODUL 1.3 VISI GURU PENGGERAK.pdfHeriyantoHeriyanto44
 
hentikan buli danGANGGUAN SEKSUAL UNTUK MURID.pptx
hentikan buli danGANGGUAN SEKSUAL UNTUK MURID.pptxhentikan buli danGANGGUAN SEKSUAL UNTUK MURID.pptx
hentikan buli danGANGGUAN SEKSUAL UNTUK MURID.pptxKalpanaMoorthy3
 
Jaringan VOIP Ringkasan PTT Pertemuan Ke-1.pdf
Jaringan VOIP Ringkasan PTT Pertemuan Ke-1.pdfJaringan VOIP Ringkasan PTT Pertemuan Ke-1.pdf
Jaringan VOIP Ringkasan PTT Pertemuan Ke-1.pdfHendroGunawan8
 
Modul Ajar Matematika Kelas 2 Fase A Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Matematika Kelas 2 Fase A Kurikulum MerdekaModul Ajar Matematika Kelas 2 Fase A Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Matematika Kelas 2 Fase A Kurikulum MerdekaAbdiera
 
UNSUR - UNSUR, LUAS, KELILING LINGKARAN.pptx
UNSUR - UNSUR, LUAS, KELILING LINGKARAN.pptxUNSUR - UNSUR, LUAS, KELILING LINGKARAN.pptx
UNSUR - UNSUR, LUAS, KELILING LINGKARAN.pptxFranxisca Kurniawati
 
PPT Hukum Adat Keberadaan Hukum Adat Di Kehidupan Masyarakat.pdf
PPT Hukum Adat Keberadaan Hukum Adat Di Kehidupan Masyarakat.pdfPPT Hukum Adat Keberadaan Hukum Adat Di Kehidupan Masyarakat.pdf
PPT Hukum Adat Keberadaan Hukum Adat Di Kehidupan Masyarakat.pdfSBMNessyaPutriPaulan
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 1 Fase A - [abdiera.com]
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 1 Fase A - [abdiera.com]Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 1 Fase A - [abdiera.com]
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 1 Fase A - [abdiera.com]Abdiera
 
CERAMAH SINGKAT RAMADHAN RIFKI TENTANG TAUBAT.pptx
CERAMAH SINGKAT RAMADHAN RIFKI TENTANG TAUBAT.pptxCERAMAH SINGKAT RAMADHAN RIFKI TENTANG TAUBAT.pptx
CERAMAH SINGKAT RAMADHAN RIFKI TENTANG TAUBAT.pptxpolianariama40
 
Hakikat Penciptaan Manusia - Al-Quran Hadits
Hakikat Penciptaan Manusia - Al-Quran HaditsHakikat Penciptaan Manusia - Al-Quran Hadits
Hakikat Penciptaan Manusia - Al-Quran HaditsBismaAdinata
 
Modul persamaan perakaunan prinsip akaun
Modul persamaan perakaunan prinsip akaunModul persamaan perakaunan prinsip akaun
Modul persamaan perakaunan prinsip akaunnhsani2006
 
POWERPOINT BAHAN AJAR SENYAWA KELAS VIII SMP
POWERPOINT BAHAN AJAR SENYAWA KELAS VIII SMPPOWERPOINT BAHAN AJAR SENYAWA KELAS VIII SMP
POWERPOINT BAHAN AJAR SENYAWA KELAS VIII SMPAnaNoorAfdilla
 
Workshop penulisan buku (Buku referensi, monograf, BUKU...
Workshop penulisan buku                       (Buku referensi, monograf, BUKU...Workshop penulisan buku                       (Buku referensi, monograf, BUKU...
Workshop penulisan buku (Buku referensi, monograf, BUKU...Riyan Hidayatullah
 
Panduan Mengisi Dokumen Tindak Lanjut.pdf
Panduan Mengisi Dokumen Tindak Lanjut.pdfPanduan Mengisi Dokumen Tindak Lanjut.pdf
Panduan Mengisi Dokumen Tindak Lanjut.pdfandriasyulianto57
 
Estetika Humanisme Diskusi Video Sesi Ke-1.pdf
Estetika Humanisme Diskusi Video Sesi Ke-1.pdfEstetika Humanisme Diskusi Video Sesi Ke-1.pdf
Estetika Humanisme Diskusi Video Sesi Ke-1.pdfHendroGunawan8
 

Recently uploaded (20)

PLaN & INTERVENSI untuk sekolah yang memerlukan
PLaN & INTERVENSI untuk sekolah yang memerlukanPLaN & INTERVENSI untuk sekolah yang memerlukan
PLaN & INTERVENSI untuk sekolah yang memerlukan
 
Silabus Mata Pelajaran Biologi SMA Kelas X.doc
Silabus Mata Pelajaran Biologi SMA Kelas X.docSilabus Mata Pelajaran Biologi SMA Kelas X.doc
Silabus Mata Pelajaran Biologi SMA Kelas X.doc
 
(NEW) Template Presentasi UGM yang terbaru
(NEW) Template Presentasi UGM yang terbaru(NEW) Template Presentasi UGM yang terbaru
(NEW) Template Presentasi UGM yang terbaru
 
Asi Eksklusif Dong - buku untuk para ayah - Robin Lim
Asi Eksklusif Dong - buku untuk para ayah - Robin LimAsi Eksklusif Dong - buku untuk para ayah - Robin Lim
Asi Eksklusif Dong - buku untuk para ayah - Robin Lim
 
materi pembelajaran tentang INTERNET.ppt
materi pembelajaran tentang INTERNET.pptmateri pembelajaran tentang INTERNET.ppt
materi pembelajaran tentang INTERNET.ppt
 
Mata Kuliah Etika dalam pembelajaran Kristen.pptx
Mata Kuliah Etika dalam pembelajaran Kristen.pptxMata Kuliah Etika dalam pembelajaran Kristen.pptx
Mata Kuliah Etika dalam pembelajaran Kristen.pptx
 
AKSI NYATA MODUL 1.3 VISI GURU PENGGERAK.pdf
AKSI NYATA MODUL 1.3 VISI GURU PENGGERAK.pdfAKSI NYATA MODUL 1.3 VISI GURU PENGGERAK.pdf
AKSI NYATA MODUL 1.3 VISI GURU PENGGERAK.pdf
 
hentikan buli danGANGGUAN SEKSUAL UNTUK MURID.pptx
hentikan buli danGANGGUAN SEKSUAL UNTUK MURID.pptxhentikan buli danGANGGUAN SEKSUAL UNTUK MURID.pptx
hentikan buli danGANGGUAN SEKSUAL UNTUK MURID.pptx
 
Jaringan VOIP Ringkasan PTT Pertemuan Ke-1.pdf
Jaringan VOIP Ringkasan PTT Pertemuan Ke-1.pdfJaringan VOIP Ringkasan PTT Pertemuan Ke-1.pdf
Jaringan VOIP Ringkasan PTT Pertemuan Ke-1.pdf
 
Modul Ajar Matematika Kelas 2 Fase A Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Matematika Kelas 2 Fase A Kurikulum MerdekaModul Ajar Matematika Kelas 2 Fase A Kurikulum Merdeka
Modul Ajar Matematika Kelas 2 Fase A Kurikulum Merdeka
 
UNSUR - UNSUR, LUAS, KELILING LINGKARAN.pptx
UNSUR - UNSUR, LUAS, KELILING LINGKARAN.pptxUNSUR - UNSUR, LUAS, KELILING LINGKARAN.pptx
UNSUR - UNSUR, LUAS, KELILING LINGKARAN.pptx
 
PPT Hukum Adat Keberadaan Hukum Adat Di Kehidupan Masyarakat.pdf
PPT Hukum Adat Keberadaan Hukum Adat Di Kehidupan Masyarakat.pdfPPT Hukum Adat Keberadaan Hukum Adat Di Kehidupan Masyarakat.pdf
PPT Hukum Adat Keberadaan Hukum Adat Di Kehidupan Masyarakat.pdf
 
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 1 Fase A - [abdiera.com]
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 1 Fase A - [abdiera.com]Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 1 Fase A - [abdiera.com]
Modul Ajar Bahasa Indonesia Kelas 1 Fase A - [abdiera.com]
 
CERAMAH SINGKAT RAMADHAN RIFKI TENTANG TAUBAT.pptx
CERAMAH SINGKAT RAMADHAN RIFKI TENTANG TAUBAT.pptxCERAMAH SINGKAT RAMADHAN RIFKI TENTANG TAUBAT.pptx
CERAMAH SINGKAT RAMADHAN RIFKI TENTANG TAUBAT.pptx
 
Hakikat Penciptaan Manusia - Al-Quran Hadits
Hakikat Penciptaan Manusia - Al-Quran HaditsHakikat Penciptaan Manusia - Al-Quran Hadits
Hakikat Penciptaan Manusia - Al-Quran Hadits
 
Modul persamaan perakaunan prinsip akaun
Modul persamaan perakaunan prinsip akaunModul persamaan perakaunan prinsip akaun
Modul persamaan perakaunan prinsip akaun
 
POWERPOINT BAHAN AJAR SENYAWA KELAS VIII SMP
POWERPOINT BAHAN AJAR SENYAWA KELAS VIII SMPPOWERPOINT BAHAN AJAR SENYAWA KELAS VIII SMP
POWERPOINT BAHAN AJAR SENYAWA KELAS VIII SMP
 
Workshop penulisan buku (Buku referensi, monograf, BUKU...
Workshop penulisan buku                       (Buku referensi, monograf, BUKU...Workshop penulisan buku                       (Buku referensi, monograf, BUKU...
Workshop penulisan buku (Buku referensi, monograf, BUKU...
 
Panduan Mengisi Dokumen Tindak Lanjut.pdf
Panduan Mengisi Dokumen Tindak Lanjut.pdfPanduan Mengisi Dokumen Tindak Lanjut.pdf
Panduan Mengisi Dokumen Tindak Lanjut.pdf
 
Estetika Humanisme Diskusi Video Sesi Ke-1.pdf
Estetika Humanisme Diskusi Video Sesi Ke-1.pdfEstetika Humanisme Diskusi Video Sesi Ke-1.pdf
Estetika Humanisme Diskusi Video Sesi Ke-1.pdf
 

BUDAYA NUSANTARA 4 ETNIS KEBUDAYAAN BUGIS, MAKASSAR, MANDAR, DAN TORAJA

  • 1. BUDAYA NUSANTARA KEBUDAYAAN BUGIS, MAKASSAR, MANDAR, DAN TORAJA No. Nama No. Absen NPM 1. Filipe Sekar Prasetyani 14 153060021383 2. Kurnia Adhanti 20 153060021684 3. Lydia Agnes Gracia S 21 153060021296 4. M. Zaki Dzulfiqar R 22 153060021572 5. Martha Monica Olivia Pangaribuan 23 153060021838 6. Moch Raka Dwi Prasetyo 24 153060021714 7. Muhammad Rafi Kambara 25 153060021515 8. Muhammad Siddiq Nugraha 26 153060021441 9. Nanda Arya Putra 27 153060021339
  • 2. POLITEKNIK KEUANGAN NEGARA STAN 2017 KEBUDAYAAN BUGIS DAN MAKASSAR I. Lokasi (Geografi, Lingkungan Alam, Demografi) Wilayah Suku Bugis terletak di dataran rendah dan pesisir pulau Sulawesi bagian selatan. Di dataran ini, mempunyai tanah yang cukup subur, sehingga banyak masyarakat Bugis yang hidup sebagai petani. Selain sebagai petani, SukuBugis juga di kenal sebagai masyarakat nelayan dan pedagang. Meskipun mereka mempunyai tanah yang subur dan cocok untuk bercocok tanam, namun sebagian besar masyarakat mereka adalah pelaut. Suku Bugis mencari kehidupan dan mempertahankan hidup dari laut.Tidak sedikit masyarakat Bugis yang merantau sampai ke seluruh negeri dengan menggunakan Perahu Pinisi-nya. Bahkan, kepiawaian suku Bugis dalam mengarungi samudra cukup dikenal luas hingga luar negeri, di antara wilayah perantauan mereka, seperti Malaysia, Filipina, Brunei, Thailand, Australia, Madagaskar dan Afrika Selatan. Suku Bugis memang terkenal sebagai suku yang hidup merantau. Beberapa dari mereka, lebih suka berkeliaran untuk berdagang dan mencoba melangsungkan hidup di tanah orang lain. Hal ini juga disebabkan oleh faktor sejarah orang Bugis itu sendiri di masa lalu. Tak jauh berbeda dengan suku bugis, Suku Makassar atau Orang Mangasara sebagian besar menetap di daerah Sulawesi Selatan. Selain berprofesi sebagai pedagang, orang Makassar juga jago berlayar (senang merantau) dan itulah sebabnya jika suku bangsa ini terdapat juga di luar Indonesia, misalnya di Singapura dan Malaysia. II. Bahasa Dalam kesehariannya hingga saat ini orang bugis masih menggunakan bahasa “Ugi” yang merupakan bahasa keluarga besar dari bahasa Austronesia Barat. Selain itu, orang Bugis juga memilikis aksara sendiri yakni aksara lontara yang berasal dari huruf Sansekerta. Bahkan uniknya, logat bahasa Bugis berbeda di setiap wilayahnya; ada yang kasar dan ada yang halus. Bahasa, yang dimiliki Suku Bugis menandakan satu hal: Suku Bugis pada masanya memiliki peradaban yang luar biasa hebatnya. Nenek moyang Suku Bugis adalah orang-orang pintar yang mampu menciptakan dan mewariskan ilmu pengetahuan. Bahasa Makassar adalah bahasa yang diucapkan oleh suku Makassar sejak berabad-abad yang lalu. Bahasa Makassar ini masih berkerabat dengan bahasa Bugis dan bahasa Mandar. Walaupun terdapat perbedaan-perbedaan, tapi pada umumnya mereka bisa saling menangkap maksud percakapan di antara mereka. Bahasa Makassar saat ini, menurut penuturan mereka, sudah banyak berubah, dan banyak terpengaruh bahasa-bahasa lain, seperti dari bahasa Bugis dan bahasa Melayu. Bahasa Makassar yang asli, sebenarnya masih bisa ditemukan di daerah Gowa bagian selatan tepatnya di kaki gunung Lompobattang. Di desa Lompobattang ini keaslian bahasa Makassar masih terjamin karena belum tercampuri oleh perkembangan bahasa modern maupun dari bahasa-bahasa suku lain. Bahasa Makassar yang tergolong masih murni, bisa ditemukan di daerah Gowa (Sungguminasa, Lembang
  • 3. Bu’ne, Malino dan Malakaji), di Takalar, lalu di Jeneponto (Bontosunggu, Tolo' dan Rumbia), di Bantaeng (Dammpang) dan di Bulukumba (Tanete). III. Sejarah Bugis adalah suku yang tergolong ke dalam suku-suku Deutero Melayu. Masuk ke Nusantara setelah gelombang migrasi pertama dari daratan Asia tepatnya Yunan. Kata “Bugis” berasal dari kata To Ugi, yang berarti orang Bugis. Penamaan “ugi” merujuk pada raja pertama kerajaan Cina yang terdapat di Pammana, Kabupaten Wajo saat ini, yaitu La Sattumpugi. Ketika rakyat La Sattumpugi menamakan dirinya, maka mereka merujuk pada raja mereka. Mereka menjuluki dirinya sebagai To Ugi atau orang-orang atau pengikut dari La Sattumpugi. La Sattumpugi adalah ayah dari We Cudai dan bersaudara dengan Batara Lattu, ayahanda dari Sawerigading. Sawerigading sendiri adalah suami dari We Cudai dan melahirkan beberapa anak termasuk La Galigo yang membuat karya sastra terbesar di dunia dengan jumlah kurang lebih 9000 halaman folio. Sawerigading Opunna Ware (Yang dipertuan di Ware) adalah kisah yang tertuang dalam karya sastra I La Galigo dalamtradisi masyarakat Bugis. Kisah Sawerigading juga dikenal dalam tradisi masyarakat Luwuk, Kaili, Gorontalo dan beberapa tradisi lain di Sulawesi seperti Buton. Pada masa lalu pernah berdiri suatu kerajaan besar bernama Kerajaan Gowa di tanah Makassar, sekitar abad 14 sampai 17. Kerajaan Gowa ini memiliki armada laut yang mampu menjelajah ke luar wilayah Sulawesi, sampai ke beberapa daerah lain di kepulauan Indonesia. Suku Makassar secara sejarah dan asal-usul masih berkerabat dengan suku Bugis. Menurut cerita, bahwa pada awalnya, suku Makassar dan suku Bugis adalah hidup sebagai satu kesatuan suku- bangsa. Tapi seiring dengan berjalannya waktu, mereka terpisah dengan membentuk kelompok suku sendiri-sendiri. Menurut cerita lain, bahwa sejak beberapa abad yang lalu, kedua suku ini terpecah akibat strategi Belanda yang memecah-belah kedua etnis ini menjadi dua kelompok yang berbeda. Kedua kelompok suku bangsa Makassar ini pada masa lalu, adalah suku bangsa yang paling keras menentang kehadiran Belanda di wilayah mereka. Mereka selalu menyerang Belanda dimanapun mereka jumpai. Beberapa tokoh sentral Gowa, yang terkenal adalah Karaeng Galesong, yang memimpin armada lautnya untuk memerangi kapal-kapal Belanda. IV. Sistem Teknologi Dengan terciptanya peralatan untuk hidup yang berbeda, maka secaraperlahan tapi pasti, tatanan kehidupan perorangan, dilanjutkan berkelompok,kemudian membentuk sebuah masyarakat, akan penataannya bertumpu pada sifat-sifat peralatan untuk hidup tersebut. Peralatan hidup ini dapat pula disebut sebagaihasil manusia dalam mencipta. Dengan bahasa umum, hasil ciptaan yang berupaperalatan fisik disebut teknologi dan proses penciptaannya dikatakan ilmupengetahuan dibidang teknik Sejak dahulu, suku Bugis di Sulawesi Selatan terkenal sebagai pelautyang ulung. Mereka sangat piawai dalam mengarungi lautan dan samudera luas hingga ke berbagai kawasan di Nusantara dengan menggunakan perahu Pinisi. 1. Alat Pertanian Rakkala merupakan suatu unit peralatan membajak sawah yang terdiri dari beberapa komponen yang terdiri dari a. Tekko, tempat dirangkainya komponen rakkala lainnya seperti;
  • 4. Watang rakkala(batang bajak), sui gigi(mata bajak). Tekko meruapakan tempat pegangan petani untuk mengemudi arah bajak. b. Watang rakkala atau batang bajak 2. Alat Transportasi a. Perahu Pinisi Perahu Pinisi termasuk alat transportasi laut tradisional masyarakat Bugisyang sudah terkenal sejak berabad-abad yang lalu. Menurut cerita di dalamnaskah Lontarak I Babad La Lagaligo, Perahu Pinisi sudah ada sekitar abad ke-14M. Menurut naskah tersebut, Perahu Pinisi pertama kali dibuat olehSawerigading, Putra Mahkota Kerajaan Luwu. Bahan untuk membuat perahutersebut diambil dari pohon welengreng (pohon dewata) yang terkenal sangatkokoh dan tidak mudah rapuh. Namun, sebelum pohon itu ditebang, terlebih dahulu dilaksanakan upacara khusus agar penunggunya bersedia pindah ke pohon lainnya. Hingga saat ini, Kabupaten Bulukumba masih dikenal sebagai produsen Perahu Pinisi. b. Sepeda dan Bendi Sepeda ataupun Dokar, koleksi Perangkat pertanian Tadisional ini adalahbukti sejarah peradaban bahwa sejak jaman dahulu bangsa indonesia khususnyamasyarakat Sulawesi Selatan telah dikenali sebagai masyarakat yang bercocok tanam. Mereka menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian terutamatanaman padi sebagai bahan makanan pokok. 3. Rumah Adat Suku Bugis Rumah adat bugis itu terdiri dari tiga Bagian. Yang Dimana Kepercayaan Tersebut terdiri atas :  Boting Langiq (Perkawinan Di langit yang Dilakukan Oleh We Tenriabeng)  Ale Kawaq (Di bumi. Keadaan-keadaan yang terjadi Dibumi)  Buri Liu (Peretiwi/Dunia Bawah Tanah/Laut) yang masih mempercayai bahwa rumah ini bisa berdiri tampa mengunakan satu paku pun, orang daluhu kala mengantikan Fungsi Paku Besi menjadi Paku Kayu. Rumah adat suku Bugis dapat di bedakan berdasarkan status sosial orang yang menempatinya,  Rumah Saoraja (Sallasa)berarti rumah besar yang di tempati oleh keturunan raja (kaum bangsawan)  bola adalah rumah yang di tempati oleh rakyat biasa. Tipologi kedua rumah ini adalah sama-sama rumah panggung, lantainya mempunyai jarak tertentu dengan tanah, bentuk denahnya sama yaitu empat persegi panjang. Perbedaannya adalah saoraja dalam ukuran yang lebih luas begitu juga dengan tiang penyangganya, atap berbentuk prisma sebagai penutup bubungan yang biasa di sebut timpak laja yang bertingkat-tingkat antara tiga sampai lima sesuai dengan kedudukan penghuninya. Rumah adat suku bugis baik saoraja maupun bola terdiri atas tiga bagian :  Awa bola ialah kolong yang terletak pada bagian bawah, yakni antara lantai dengan tanah. Kolong ini biasa pada zaman dulu dipergunakan untuk menyimpan alat-alat.  Alle bola ialah badan rumah yang terdiri dari lantai dan dinding yang terletak antara lantai dan loteng. Pada bagian ini terdapat ruangan-ruangan yang dipergunakan dalam aktivitas sehari-hari seperti menerima tamu, tidur, bermusyawarah, dan berbagai aktifitas lainnya. 4. Pakaian Adat Suku Bugis
  • 5. Baju Bodo adalah pakaian adat suku Bugis dan diperkirakan sebagai salah satu busana tertua di dunia. Jenis kain yang dikenal dengan sebutan kain Muslin (Eropa), Maisolos (Yunani Kuno), Masalia (India Timur), atau Ruhm (Arab). Sesuai dengan namanya “bodo” yang berarti pendek, baju ini memang berlengan pendek. Dahulu Baju Bodo dipakai tanpa baju dalaman sehingga memperlihatkan payudara dan lekuk-lekuk dada pemakainya, dan dipadukan dengan sehelai sarung yang menutupi bagian pinggang ke bawah badan. Namun seiring dengan masuknya pengaruh Islam di daerah ini, baju yang tadinya memperlihatkan aurat pun mengalami perubahan. Busana transparan ini kemudian dipasangkan dengan baju dalaman berwarna sama, namun lebih terang. Sedangkan busana bagian bawahnya berupa sarung sutera berwarna senada. 5. Senjata Suku Bugis Badik (dilafalkan badek) adalah senjata berupa sebuah pisau tajam dan runcing dengan pegangan yang melengkung. Bilah tajam digunakan untuk menikam, sementara ujung yang lancip digunakan untuk menusuk. Oleh karenanya senjata tradisional Sulawesi Selatan ini masuk dalam jenis senjata tikam tusuk. Selain berfungsi untuk menjaga diri dari serangan musuh atau hewan buas, juga dapat memberikan rasa aman kepada mereka. V. Sistem Ekonomi Mata pencaharian masyarakat Bugis-Makassar yaitu pertanian, pelayaran, dan perdagangan.Pertanian yg peling penting disana.Masyarakat Bugis Makassar juga telah mewarisi hukum niaga.Selain itu mereka juga membuat kerajinan rumah tangga seperti tenunan sarung. VI. Sistem Kesenian Rumah adat suku bangsa Bugis Makassar berupa panggung yang terdiri atas 3 bagian sebagai berikut. 1. Kalle balla adalah untuk tamu, tidur,dan makan. 2. Pammakkang adalah untuk menyimpan pusaka. 3. Passiringang adalah untuk menyimpan alat pertanian.
  • 6. 1. Tari Paduppa Bosara. Tari Padupa Bosara merupakan sebuah tarian yang mengambarkan bahwa orang bugis kedatangan atau dapat dikatakan sebagai tari selamat datang dari Suku Bugis. 2. Tari Pakarena. Tari Pakarena Merupakan tarian khas Sulawesi Selatan, Nama Pakarena sendiri di ambil dari bahasa setempat, yaitu karena yang artinya main.Tarian ini pada awalnya hanya dipertunjukkan di istana kerajaan, namun dalam perkembangannya tari Pakarena lebih memasyarakat di kalangan rakyat. Tari Pakarena memberikan kesan kelembutan.Hal tersebut mencerminkan watak perempuan yang lembut, sopan, setia, patuh dan hormat pada laki-laki terutama pada suami. 3. Tari Ma’badong. Tari Ma’badong hanya diadakan pada saat upacara kematian. Penari membuat lingkaran dengan mengaitkan jari-jari kelingking, Penarinya bisa pria atau bisa wanita Tarian yang hanya diadakan pada upacara kematian ini hanya dilakukan dengan gerakan langkah yang silih berganti selama tiga hari tiga malam. 4. Tari Pa’gellu : Menyambut pahlawan yg kembali dari medan perang dengan gembira 5. Kecapi adalah alat music petik tradisional mereka.Menurut sejarah diciptakan oleh pelaut sehingga menyerupai perahu bentuknya. Makanan Khas: -Cotto Makassar, terbuat dari isi perut dan daging sapi. Dihidangkan dengan ketupat -Sup konro: daging sapi dengan kuah yang diberi keluwak. Dimakan dengan ketupat -Es Pallu Butung: Pisang dipotong dimasak dengan santan, tepung , gula pasir, vanili dan sedikit garam. Disajikan dengan es serut dan sirop merah (sirop pisang Ambon). -Barongko: makanan penutup yang dibuat dari pisang kepok, ditambah buah nangka dan kelapa muda, yang dibungkus dengan daun pisang dan dikukus. VII. Sistem Organisasi Sosial 1. SISTEM ORGANISASI SOSIAL SUKU BUGIS-MAKASSAR 1.1. Sistem kemasyarakatan Suku bangsa Bugis-Makassar adalah suku bangsa yang mendiami bagian terbesar dari jazirah selatan dari pulau Sulawesi. Suku Bugis merupakan suku yang menganut sistem patron klien atau sistem kelompok kesetiakawanan antara pemimpin dan pengikutnya yang bersifat menyeluruh. Salah satu sistem hierarki yang sangat kaku dan rumit. Namun, mereka mempunyai mobilitas yang sangat tinggi, buktinya dimana kita berada tak sulit berjumpa dengan manusia Bugis. Mereka terkenal berkarakter keras dan sangat menjunjung tinggi kehormatan, pekerja keras demi kehormatan nama
  • 7. keluarga. Orang Bugis juga sering disebut orang Ugi. Sistem kekerabatan masyarakat Bugis disebut dengan assiajingeng yang tergolong bilateral atau lebih tepat parental, yaitu sistem kekerabatan yang mengikuti lingkungan pergaulan hidup dari ayah maupun dari pihak ibu atau garis keturunan berdasarkan kedua orang tua. Hubungan kekerabatan ini menjadi sangat luas disebabkan karena, selain ia menjadi anggota keluarga ibu, ia juga menjadi anggota keluarga dari pihak ayah. Hubungan kekerabatan dihitung melalui dua jalur, yaitu hubungan kerabat sedarah (consanguinity) yang disebut seajing (réppé maréppé) atau sampunglolo, dan hubungan kerabat karena perkawinan (affinal) yang disebut siteppa-teppa (siteppang maréppé ). Kerabat seajing amat besar peranannya dalam kehidupan sehari-hari, selain berkewajiban mengurus masalah perkawinan dan kekerabatan. Anggota keluarga dekat inilah yang menjadi to masiri’ (orang yang malu) bila anggota keluarga perempuan nilariang (dibawa lari oleh orang lain) dan mereka berkewajiban membela dan mempertahankan sirik atau siri, yaitu martabat atau harga diri keluarga luas tersebut. Sementara keluarga siteppa-teppa baru berperan banyak apabila keluarga luas tersebut mengadakan upacara-upacara seputar lingkaran hidup, seperti upacara perkawinan, kelahiran, kematian, mendirikan rumah baru, dan sebagainya. Adapun anggota keluarga yang tergolong seajing (réppé maréppé) yaitu:  Iyya, Saya (yang bersangkutan)  Indo’ (ibu kandung iyya)  Ambo’ (ayah kandung iyya)  Nene’ (nenek kandung Iyyabaik dari pihak ibu maupun dari ayah  Lato’(kakek kandung Iyya baik dari ibu maupun dari ayah)  Silisureng makkunrai (saudara kandung perempuan Iyya)  Silisureng woroané (saudara laki-laki iyya)  Ana’ (anak kandung iyya)  Anauré (keponakan kandung iyya)  Amauré (paman kandung iyya)  Eppo (cucu kandung iyya)  Inauré / amauré makkunrai (bibi kandung iyya) Sedangkan anggota keluarga yang termasuk siteppa-teppa (siteppang maréppé) yaitu :  Baine atau indo’ ‘ana’na (istri iyya)  Matua riale’ (ibu ayah/ kandung istri)  Ipa woroané (saudara laki-laki istri iyya)  Ipa makkunrai (saudara kandung perempuan istri iyya)  Baiseng (ibu / ayah kandung dari isteri / suami)  Manéttu riale’ (menantu, istri atau suami dari anak kandung iyya). 1.2. Sistem kekerabatan Keluarga inti atau keluarga batih. Keluarga ini merupakan yang terkecil. Dalam bahasa Bugis keluarga ini dikenal dengan istilah Sianang , di Mandar Saruang Moyang, di Makassar Sipa’anakang/sianakang, sedangkan orang Toraja menyebutnya Keluarga ini biasanya terdiri atas bapak, ibu, anak, saudara laki-laki bapak atau ibu yang belum kawin. Kekerabatan ini terjadi karena hubungan darah. Hubungan darah tersebut dilihat dari keturunan pihak ibu dan pihak bapak. Bagi orang Bugis kekerabatan ini disebut dengan istilah Sompulolo, orang Makassar mengistilkannya dengan Sipamanakang. Mandar Sangan dan Toraja menyebutkan Sirampaenna. Kekerabatan tersebut biasanya terdiri atas dua macam, yaitu sepupu
  • 8. dekat dan sepupu jauh. Yang tergolong sepupu dekat adalah sepupu satu kali sampai dengan sepupu tiga kali, sedangkan yang termasuk sepupu jauh adalah sepupu empat kali sampai lima kali. Kekerabatan yang terjadi berdasarkan garis keturunan baik dari garis ayah maupun garis ibu. Mereka itu biasanya menempati satu kampung. Terkadang pula terdapat keluarga yang bertempat tinggal di daerah lain. Hal ini bisanya disebabkan oleh karena mereka telah menjalin hubungan ikatan perkawinan dengan seseorang yang bermukim di daerah tersebut. Bagi masyarakat Bugis, kekerabatan ini disebut dengan Siwija orang Mandar Siwija, Makassar menyebutnya dengan istilah Sibali dan Toraja Sangrara Buku. Pertalian sepupu/persambungan keluarga. Kekerabatan ini muncul setelah adanya hubungan kawin antara rumpun keluarga yang satu dengan yang lain. Kedua rumpun keluarga tersebut biasanya tidak memiliki pertalian keluarga sebelumnya. Keluraga kedua pihak tersebut sudah saling menganggap keluarga sendiri. Orang-orang Bugis mengistilakan kekerabatan ini dengan Siteppang- teppang, Makassar Sikalu-kaluki, Mandar Sisambung sangana dan Toraja Sirampe-rampeang. Sistem kekerabatan yang terbangun karena bermukim dalam satu kampung, sekalipun dalam kelompok ini terdapat orang-orang yang sama sekali tidak ada hubungan darahnya/keluarga. Perasaan akrab dan saling menganggap saudara/ keluarga muncul karena mereka sama-sama bermukim dalam satu kampung. Biasanya jika mereka berada itu kebetulan berada di perantauan, mereka saling topang-menopang, bantu-membantu dalam segala hal karena mereka saling menganggap saudara senasib dan sepenaggungan. Orang Bugis menyebut jenis kekerabatan ini dengan Sikampong, Makassar Sambori, suku Mandar mengistilakan Sikkampung dan Toraja menyebutkan Sangbanua. Kesemua kekerabatan yang disebut di atas terjalin erat antar satu dengan yang lain. Mereka merasa senasib dan sepenanggungan. Oleh karena jika seorang membutuhkan yang lain, bantuan dan harapannya akan terpenuhi, bahkan mereka bersedia untuk segalanya. Konsep Siri’ dan Pesse itu sebenarnya pranata pertahanan diri (malu atau harga diri) dan kepedulian, dalam konteks hubungan sosial, antara dua orang, antar keluarga dan kerabat, dan dalam interaksi sosial dalam masyarakat. Dalam konteks sosial itulah, diatur siapa – siapa yang berada dalam posisi tomasiri’ atau nipakasiriki (Makassar) dalam keluarga dan kerabat. Dalam sistem kekerabatan (Bugis : Asseajingeng, Makassar : Bija Pammanakang) dikenal réppé maréppé (ada 12 bagian), harus ada siri pada keluarga dekat dan siteppang mareppe (ada 6 bagian). Hal ini juga menyangkut pada pengaturan siapa dan bagaimana seharusnya pantas atau tidak pantas orang yang dikawini dalam siklus kekerabatan. Dalam hubungan siri’, semua orang yang masuk dalam lingkaran kekerabatan bisa saling ‘sipassiriki’ (saling memiliki rasa malu dan segan) terhadap satu sama lain, bisa terkait dengan sifat dan kelakukan, ketauladanan, etos kerja, dan lain sebagainya, baik yang bersifat masalah pribadi, keluarga maupun dalam lingkup sosial. Seseorang hanya dapat dipandang dalam lingkungan kerabat dan masyarakatnya jika ia menanamkan dan memegang nilai – nilai moral, prinsip adat serta keteguhan dalam memperjuangkan sesuatu. Semua itu bisa dicapai jika kita memiliki siri’ dan dipassiriki’, dalamkonteks sosial, memiliki kepedulian (pace/pesse’) terhadap siapa saja yang berada di lingkungannya dimana semuanya dipandang kerabat dan diperlakukan layaknya kerabat. 1.3. Sistem perkawinan Dalam hal mencari jodoh dalam kalangan masyarakat desanya sendiri, adat Bugis-Makassar menetapkan beberapa bentuk perkawinan yang ideal, sebagai berikut:
  • 9.  Perkawinan yang disebut assialang marola (atau passialleang baji’na dalam bahasa Makassar) ialah perkawinan antara saudara sepupu derajat kesatu baik dari pihak ayah maupun ibu,  Perkawinan antara ripaddeppe’ mabelae (atau nipakambani bellaya dalam bahasa Makassar) ialah perkawinan antara saudara sepupu derajat ketiga juga dari kedua belah pihak.  Perkawinan antara saudara-saudara sepupu tersebut, walaupun dianggap ideal, bukan menjadi suatu hal yang diwajibkan, sehingga banyak pemuda dapat saja kawin dengan gadis- gadis yang bukan saudara-saudara sepupunya. Adapun perkawinan-perkawinan yang dilarang karena dianggap sumbang (salimara’) adalah:  perkawinan antara anak dengan ibu atau ayah,  antara saudara-saudara sekandung,  antara mantu dan mertua,  antara paman atau bibi dengan kemenakannya,  antara kakek atau nenek dengan cucunya Perkawinan yang dilangsungkan secara adat melalui deretan kegiatan-kegiatan sebagai berikut:  Mapucce-puce (akkuisissing dalambahasa Makassar), ialah kunjungan dari keluarga si laki-laki kepada keluarga si gadis untuk memeriksa kemungkinan apakah peminangan dapat dilakukan. Kalau kemungkinan itu tampak ada, maka peminangan diadakan.  Massuro (assuro dalam bahasa Makassar), yang merupakan kunjungan dari utusan pihak keluarga laki-laki kepada keluarga si gadis untuk membicarakan waktu pernikahan, jenis sunreng atau mas-kawinnya, balanja atau belanja perkawinan, penyelenggaraan pestanya, dan sebagainya. Setelah mencapai kesepakatan, maka masing-masing keluarga melakukan madduppa  Madduppa (ammuntuli dalam bahasa Makassar), ialah pemberitahuan kepada semua kaum kerabat mengenai perkawinan yang akan datang. Tahap – tahap dalam perkawinan secara adat : 1. Lettu ( lamaran)ialah kunjungan keluarga si laki-laki ke calon mempelai perempuan untuk menyampaikan keinginan nya untuk melamar calon mempelai perempuan 2. Mappettuada. (kesepakatan pernikahan)Ialah kunjungan dari pihak laki-laki ke pihak perempuan untuk membicarakan waktu pernikahan,jenis sunrang atau mas kawin,balanja atau belanja perkawinan penyelanggaran pesta dan sebagainya 3. Madduppa (Mengundang)Ialah kegiatan yang dilakukan setelah tercapainya kesepakayan antar kedua bilah pihak untuk memberi tahu kepada semua kaum kerabat mengenai perkawinan yang akan dilaksanakan. 4. Mappaccing (Pembersihan)Ialah ritual yang dilakukan masyarakat bugis (Biasanya hanya dilakukan oleh kaum bangsawan), Ritrual ini dilakukan padah malam sebelum akad nikah di mulai, dengan mengundang para kerabat dekat sesepuh dan orang yang dihormati untuk melaksanakan ritual ini, cara pelaksanaan nya dengan menggunakan daun pacci (daun pacar), kemudian para undangan di persilahkan untuk memberi berkah dan doa restu kepada calon mempelai, konon bertujuan untuk membersihkan dosa calon mempelai, dilanjutkan dengan sungkeman kepada kedua orang tua calon mempelai. Hari perkawinan dimulai dengan mappaenre’ balanja (appanai leko’ dalam bahasa Makassar), ialah prosesi dari mempelai laki-laki disertai rombongan dari kaum kerabatnya pria-wanita, tua-
  • 10. muda, dengan membawa macam-macam makanan, pakaian wanita, maskawin. Sesampainya di rumah mempelai wanita maka akan dilangsungkan upacara pernikahan, yang dilanjutkan dengan pesta perkawinan atau aggaukeng (pa’gaukang dalam bahasa Makassar). Pada pesta itu, para tamu yang di luar diundang memberi kado-kado atau uang sebagai sumbangan (soloreng)(1). Beberapa hari sesudah hari pernikahan, pengantin baru mengunjungi keluarga dari pihak suami dan tinggal beberapa lama di sana. Dalam kunjungan itu, istri baru harus membawa pemberian-pemberian untuk semua anggota keluarga suami. Kemudian ada kunjungan ke keluarga istri, juga dengan pemberian-pemberian untuk semua anggota keluarga istri. Pengantin baru juga harus tinggal beberapa lama di rumah keluarga itu. Barulah setelahnya mereka dapat menempati rumah mereka sendiri sebagai nalaoanni alena (naentengammi kalenna dalam bahasa Makassar). Hal itu berarti bahwa mereka sudah membentuk rumah-tangga sendiri. Perkawinan yang tidak dilakukan menurut adat yang terurai di atas disebut silariang. Dalam hal itu, si laki-laki membawa lari si gadis yang hendak dinikahinya. Kawin lari semacam ini biasanya terjadi karena pinangan dari pihak laki-laki ditolak, atau karena belanja perkawinan yang ditentukan oleh keluarga si gadis terlampaui tinggi. Hal yang terakhir ini sebenarnya juga suatu penolakan pinangan secara halus. Para kerabat si gadis yang mengejar kedua pelarian itu disebut tomasiri’ dan kalau mereka berhasil menemukan para pelarian, maka ada kemungkinan bahwa si laki-laki akan dibunuh. Dalam keadaan bersembunyi, yang biasanya berlangsung berbulan-bulan lamanya, si laki-laki kemudian akan berusaha mencari perlindungan pada seorang terkemuka dalam masyarakat. Kalau pemuka masyarakat ini sudi, ia akan mempergunakan kewibawaannya untuk meredakan kemarahan dari kaum kerabat si gadis dan menyarankan mereka untuk menerima baik kembali kedua mempelai baru itu sebagai kerabat. Kalau memang ada tanda-tanda kerabat si gadis itu mau menerima mereka kembali, maka keluarga si laki-laki akan mengambil inisiatif untuk mengunjungi keluarga si gadis. Penerimaan pihak keluarga si gadis untuk berbaik kembali disebut dalam bahasa Bugis, maddeceng, atau abbadji dalam bahasa Makassar. Penyebab kawin lari ini biasanya tidak terjadi karena sompa (Bugis) atau sunrang (Makassar) ialah maskawin yang tinggi, melainkan karena belanja perkawinan yang tinggi. Sompa atau sunrang itu besar kecilnya disesuaikan dengan derajat sosial dari gadis yang dipinang dan dihitung dalam nilai rella (= real) ialah nominal Rp 2,-. Mas kawin yang diberi nilai nominal menurut jumlah rella tertentu dapat saja terdiri atas sawah, kebun, keris pusaka, perahu dan sebagainya yang semuanya punya makna penting dalam adat perkawinan di suku Bugis-Makassar. Keterangan lanjutan : (1) Soloreng. Pada zaman dahulu, soloreng itu berbentuk sawah, kebun, tau ternak yang berasal dari pihak paman (keluarga dekat dari kedua mempelai). Upacara memberi soloreng itu bisa bersifat perlombaan beri-memberi antara kedua belah pihak. Apabila misalnya dalam upacara adat itu salah seorang paman memberi pengumuman, bahwa untuk kemenakan perempuannya yang kawin itu ia akan memberikan sepetak sawah, maka dari pihak kerabat mempelai laki-laki akan malu kalau tidak ada seorang di antara mereka yang mengumumkan pemberian kepada kemenakannya yang melebihi soloreng dari pihak kaum kerabat mempelai perempuan. Persaingan serupa itu bisa menjadi suatu hubungan tegang antara kedua belah pihak yang bisa berlangsung terus, lama sesudah upacara perkawinan tersebut. Sistem organisasi sosial yang terdapat di suku Bugis cukup menarik untuk diketahui. Yaitu, kedudukan kaum perempuan yang tidak selalu di bawah kekuasaan kaum laki-laki, bahkan di
  • 11. organisasi sosial yang berbadan hukum sekalipun. Karena Suku Bugis adalah salah satu suku di Nusantara yang menjunjung tinggi hak-hak Perempuan. Sejak zaman dahulu, perempuan di suku Bugis sudah banyak yang berkecimpung di bidang politik setempat. Jadi, banyak perempuan Bugis yang berani tampil di muka umum, mereka aktif dalam semua bidang kehidupan, menjadi pendamping pria dalam diskusi urusan publik, tak jarang pula mereka menduduki tahta tertinggi di kerajaan. Misalnya Raja Lipukasi pada tahun 1814 dipimpin oleh seorang perempuan. Sampai perang kemerdekaan pun, perempuan tetap berperan aktif dalam medan laga. Namun di lain hal, pepatah Bugis mengatakan,”Wilayah perempuan adalah sekitar rumah sedangkan ruang gerak laki-laki menjulang hingga ke langit”. Artinya, laki-laki lah yang berkewajiban menafkahi keluarga dengan sekuat tenaga. Jadi kedudukan kaum perempuan yang derajatnya hampir disamakan dengan derajat laki-laki dalam sistem organisasi sosial, bukan berarti kaum perempuan wajib untuk mencari nafkah bagi keluarganya melainkan seorang laki-laki lah yang wajib bekerja keras untuk menghidupi keluarganya. 1.4. Sistem pemerintahan Orang Bugis-Makassar lebih banyak mendiami Kabupaten Maros dan Kabupaten Pangkajene. Desa-desa di kabupaten tersebut merupakan kesatuan-kesatuan administratif, gabungan sejumlah kampung lama, yang disebut desa-desa gaya baru. Sebuah kampung biasanya terdiri atas sejumlah keluarga yang mendiami antara 10 sampai 20 buah rumah. Rumah-rumah itu biasanya terletak berderet menghadap ke selatan atau barat. Apabila ada sungai, diusahakan membangun rumah membelakangi sungai. Pusat kampung lama ditandai dengan sebuah pohon beringin besar yang dianggap sebagai tempat keramat (possi tana). Sebuah kampung lama dipimpin oleh seorang kepala kampung (matowa, jannang, lompo’, toddo’). Kepala kampung dibantu oleh sariang dan parennung. Gabungan kampung dalam struktur asli disebut wanua, pa’rasangan atau bori.’ Pemimpin wanua oleh orang Bugis dinamakan arung palili atau sullewatang, orang Makassar menyebutnya gallarang atau karaeng. Dalam struktur pemerintahan sekarang wanua sama dengan kecamatan. Lapisan masyarakat Bugis-Makassar dari zaman sebelum kolonial Belanda terdiri atas:  anakarung atau anak’kareang, yaitu lapisan kaum kerabat raja-raja  to-maradeka, yaitu lapisan orang merdeka  ata, yaitu lapisan budak Pada permulaan abad ke-20 lapisan ata mulai hilang karena desakan agama, begitu juga anak’karung atau to-maradeka. Gelar anakarung seperti Karaenta, Puatta, Andi, dan Daeng, walau masih dipakai, tidak mempunyai arti lagi, sudah digantikan oleh tinggi rendahnya pangkat dalam sistem birokrasi kepegawaian. Susunan Lapisan Gelar-gelar yang terdapat pada Suku Bugis: 1. Datu Datu adalah Gelara yang di berikan kepada bangsawan bugis yang memegang pemerintahan daerah, yang sekarang setingkat dengan (Bupati). 2. Arung
  • 12. Arung adalah Gelar yang diberikan kepada bangsawan bugis yang memegang pemerintahan wilayah yang sekarang setingkat dengan (Camat). 3. Andi Andi adala gelar yang diberikan kepada bangsawan bugis yang biasanya anak dari perkawinan antara keturunan arung dengan arung. 4. Puang Puang adalah Gelar yang diberikan kepada anak dari hasil perkawinan antara arung atau andi yang mempunyai istri masyarakat biasa, begitupun sebaliknya. 5. Iye Iye adalah gelar yang diberikan kepada masyarakat biasa yang masih memiliki silsilah yang dekat dengan kerabat bangsawan. 6. Uwa Uwa adala kasta ter rendah dalam masyarakat bugis yaitu gelar yang diberikan kepada masyarakat biasa. Adat istiadat dan prilaku hidup bermasyarakat Sistem norma dan aturan-aturan adatnya yang keramat dan sacral yang keselaruhnya disebut panngadderreng (panngadakkang).Sistem adat keramat dari orang bugis terdiri atas 5 unsur pokok, yaitu: 1. Ade’( ada’) Ade adalah bagian dari panggaderreng yang secara khusus terdiri dari: a. Ade’ akkalabinengeng atau norma mengenai hal-hal ihwal perkawinan serata hubungan kekerabatan dan berwujud sebagai kaidah-kaidah perkawinan, kaidah-kaidah keturunan, aturan-aturan mengenai hak dan kewajiban warga rumah tangga, etika dalam hal berumah tangga dan sopan santun pergaulan antar kaum kerabat b. Ade’ tana atau norma mengenai hal ihwal bernegara dan memerintah Negara dan berwujud sebagai hukum Negara, hukum anatar Negara, serta etika dan pembinaan insan politik. Pengawasan dan pembinaan ade’ dalam masyarakat orang Bugis biasanya dilaksanakan oleh beberapa pejabat adat seperti : pakka tenniade’, puang ade’, pampawa ade’, dan parewa ade’. 2. Bicara Bicara adalah unsur yang mengenai semua aktivitas dan konsep-konsep yang bersangkut paut dengan keadilan, maka kurang lebih sama dengan hukum acara,menentukan prosedurenya serta hak-hak dan kewajiban seorang yang mengajukan kasusnya di muka pengadilan atu mengajukan gugatan. 3. Rapang
  • 13. Contoh, perumpamaan, kias, atau analogi. Rapang menjaga kepastian dan konstinuitet dari suatau keputusan hukum taktertulis dalam masa yang lampau sampai sekarang, dengan membuat analogi dari kasus dari masa lampau dengan yang sedang di garap sekarang. 4. Wari’ Melakukan klasifikasi dari segala benda, peritiwa, dan aktivitetnya dalam kehidupan masyarakat menurut kategorinya. Misalnya untuk memelihara tata susunan dan tata penempatan hal-hal dan dan benda-benda dalam kehidupan masyarakat; untuk emelihara jalur dan garis keturunan yang mewujudkan pelapisan social; untuk memlihara hubungan kekerabatan antara raja suatu Negara dengan raja dari Negara lain, sehingga dapat ditentukan mana yang muda dan mana yang tua dalam tata uacara kebesaran. 6. Sara’ Pranata dan hokum Islam dan yang melengkapkan keempat unsurnya menjadi lima. Dalam kasusastraan Pasengyang memuat amanat-amanat dari nenek moyang, ada contoh-contoh dari ungkapan- ungkapan yang diberikan kepada konsep siri’ seperti: 1. siri’ emmi rionrowang ri-lino artinya: hanya untuk siri’ sajalah kita tinggal di dunia. Arti siri sebagai hal yang memberi identitet social da martabat kepada seorang Bugis 2. mate ri siri’na artinya mati dalam siri’ atau mati untuk menegakkan martabat dalam diri,yang dianggap suatu hal yang terpuji dan terhormat. 3. mate siri’ artinya mati siri’ atau orang yang sudah hilang martabat dirinya dalah seperti bangkai hidup. Kemudia akan melakukan jallo atau amuk sampai ia mati sendiri. 1.5. Tradisi Uang panai Di Makassar terdapat salah satu syarat dalam tradisi adat suku Bugis untuk meminang calon mempelai wanita, yakni uang panai yang mana ternyata memiliki jumlah yang fantastis. Panai ini sendiri berbeda dengan mahar, karena untuk mahar akan ada jumlah lain tersendiri. Pindah Rumah Tradisi pindah rumah ala Bugis ini disebut dengan nama Mappalette Bola. Ada dua hal yang memungkinkan terjadinya tradisi mengangkat rumah, yaitu bentuk rumah tradisional yang masih berupa rumah panggung dan didukung oleh sifat kegotongroyongan yang masih dimiliki masyarakatnya. Rumah Panggung sudah banyak diadaptasi oleh rumah adat berbagai suku di Indonesia, misalnya Rumah Aceh, Rumah Gadang Minangkabau, Rumah Joglo, Rumah Lamin, Tongkonan, Rumah Baileo, dan termasuk rumah panggung suku Bugis. Akan tetapi dengan semakin banyaknya rumah permanen dengan tembok batu yang dibangun, secara perlahan tradisi pindah rumah inipun mulai ditinggalkan. VIII. SistemReligi Orang Bugis-Makassar lebih banyak tinggal di Kabupaten Maros dan Pangkajene Provinsi Sulawesi Selatan. Mereka merupakan penganut agama Islam yang taat. Agama Islam masuk ke daerah ini sejak abad ke-17. Mereka dengan cepat menerima ajaran Tauhid. Proses islamisasi di daera ini dipercepat dengan adanya kontak terus-menerus dengan pedagang-pedagang melayu Islam
  • 14. yang sudah menetap di Makassar. Pada zaman pra-Islam, religi orang Bugis-Makassar, seperti tampak dalam Sure’ Galigo. Mengandung suatu kepercayaan kepada satu dewa tunggal yang disebut dengan beberapa nama, yaitu: 1. Patoto-e, yaitu Dia yang menentukan nasib. 2. Dewata Seuwa-e, yaitu Dewa yang tunggal. 3. Turie a’rana, yaitu Kehendak yang tertinggi Sisa-sisa kepercayaan ini masih terlihat pada orang To Lotang di Kabupaten Sindenreng- Rappang, dan pada orang Amma Towa di Kajang, Kabupaten Bulukumba. Orang Bugis-Makassar masih menjadikan adat mereka sebagai sesuatu yang keramat dan sakral. Sistem adat yang keramat itu didasarkan pada lumar unsur pokok sebagai berikut: 1. Ade’ (ada’ dalam Bahasa Makassar) adalah bagian dari panngaderrang yang terdiri atas: a. Ade’ Akkalabinengneng, yaitu norma mengenai perkawinan, kaidah-kaidah keturunan, aturan-aturan mengenai hak dan kewajiban warga rumah tangga, etika dalam hal berumah tangga, dan sopan-santun pergaulan antar kaum kerabat. b. Ade’ tana, yaitu norma mengenai pemerintahan, yang tewujud dalam bentuk hokum negara, hokum antarnegara, dan etika serta pembinaan insan politik. Pembinaan dan pengawasan ade’ dalam masyarakat Bugis-Makassar dilakukan oleh beberapa pejabat adat, seperti pakka-tenni ade’, pampawa ade’ dan parewa ade’. 2. Bicara, berarti bagian dari pangaderreng, yaitu mengenai semua kegiatan dan konsep- konsep yang bersangkut paut dengan hokum adat, acara dimuka pengadilan, dan mengajukan gugatan. 3. Rampang, berarti perumpamaan, kias atau analogi. Sebagai bagian dari panngaderreng, rampang menjaga kepastian dan kesiambungan suatu keputusan hakim tak tertulis masa lampau sampai sekarang dan membuat analogi hokum kasus yang dihadapi dengan keputusan masa lampau. Rampang juga berupa perumpamaan-perumpamaan tingkah-laku ideal dalam berbagai bidang kehidupan, baik kekerabatan, politik, maupun pemerintahan. 4. Wari, adalah bagian dari panngaderreng yang berfungsi mengklasifikasikan berbagai benda dan peristiwa dalam kehidupan manusia. Misalnya, dalam memelihata garis keturunan 5. Sara, adalah bagian dari pangaderreng, yang emengandung pranata hokum, dalam hal ini ialah hokum Islam. Kelima unsur keramat diatas terjalin menjadi satu dan mewarnai alam pikiran orang Bugis- Makssar. Unsur tersebut menghadirkan rasa sentiment kewargaan masyarakat, identitas social, martabat, dan harga diri, yang tertuang dalam konsep siri. Siri ialah rasa malu dan rasa kehormatan seseorang. Sekitar 90% dari penduduk Sulawesi Selatan adalah pemeluk agama Islam, sedangkan hanya 10% memeluk agama Kristen Protestan atau Katolik. Umat Kristen atau Katolik umumnya terdiri dari pendatang-pendatang orang Maluku, Minahasa, dan lain-lain atau dari orang Toraja. Mereka ini tinggal di kota-kota terutama di Makassar. IX. Sistem Pengetahuan Masyarakat bugis adalah masyarakat yang menjunjung tinggi ilmu pengetahuan. Dilihat dari sejarahnya bahwa masyarakat bugis telah memiliki kesusasteraan tertulis sejak berabad-abad lamanya dalam bentuk lontara. Dimana Lontara mempunyai dua pengertian yang terkandung didalamnya yakni: · Lontaraq sebagai sejarah dan ilmu pengetahuan · Lontaraq sebagai tulisan Hal ini berarti, masyarakat Bugis memberi perhatian terhadap ilmu pengetahuan sejak dahulu kala. Meskipun sebagian dari masyarakat awam beranggapan bahwa sekolah itu mahal yang
  • 15. berarti mereka harus mengorbankan sebagian harta mereka untuk pendidikan anak-anaknya. Tetapi realita yang nampak di hadapan kita adalah banyak pelajar-pelajar sulawesi selatan yang pengetahuan menuntut ilmu tidak hanya di daerah setempat, tidak juga sebatas daerah lain di Indonesia, tetapi juga hingga tingkat internasional. Contoh lain misalnya, dalam kurikulum pendidikan di Sulawesi Selatan di wajibkan mempelajari bahasa daerah hingga tingkat SMP. Hal ini diharapkan agar bahasa daerah tetap terjaga dan tetap ada dalam keseharian masyarakatnya. Seperti halnya yang dikatakan oleh seorang cendikiawan Bugis yang hidup pada masanya yang bernama Nenek Mallomo mengatakan “Naiya Ade’e De’nakkeambo, de’to nakkeana.” ( sesungguhnya adat itu tidak mengenal Bapak dan tidak mengenal Anak). X. Perubahan dalam Masyarakat Bugis 1. Cara berpakaian Sesuai dengan namanya “bodo” yang berarti pendek, baju ini memang berlengan pendek. Dahulu Baju Bodo dipakai tanpa baju dalaman sehingga memperlihatkan payudara dan lekuk-lekuk dada pemakainya, dan dipadukan dengan sehelai sarung yang menutupi bagian pinggang ke bawah badan. Namun seiring dengan masuknya pengaruh Islam di daerah ini, baju yang tadinya memperlihatkan aurat pun mengalami perubahan. Busana transparan ini kemudian dipasangkan dengan baju dalaman berwarna sama, namun lebih terang. Sedangkan busana bagian bawahnya berupa sarung sutera berwarna senada. 2. Kepercayaan Namun, setelah diterimanya Islam dalam masyarakat Bugis, banyak terjadi perubahan– perubahan terutama pada tingkat ade‘ (adat) dan spiritualitas. Upacara–upacara penyajian, kepercayaan akan roh-roh, pohon yang dikeramatkan hampir sebagian besar tidak lagi melaksanakannya karena bertentangan dengan pengamalan hukum Islam. Pengaruh Islam ini sangat kuat dalam budaya masyarakat bugis, bahkan turun-temurun orang–orang bugis hingga saat ini semua menganut agama Islam.
  • 16. KEBUDAYAAN MANDAR I. Lokasi (Geografi, Lingkungan Alam, Demografi) Gambaran tentang nama Mandar ini cukup membingungkan, apabila direnungkan tanpa referensi. Karena itu dapat memberikan kecerahan menyangkut penamaan itu, saya ingin mengajak untuk berpaling pada latar kesejarahan.Saya berharap dengan mencoba menelusuri Keterangan- keterangan Kesejahteraan, kita dapat mengambil kesimpulan yang beralasan tentang penamaan itu. Mandar secara geografis tidak sebatas dengan wilayah keresidenan (Kabupaten) Polewali atau Majene, atau mungkin tidak sebatas kedua wilayah ini melainkan seluas wilayah yang diperjuangkan menjadi Provinsi Sulawesi Barat (Provinsi Sulbar). Dengan kata lain, dalam konteks geografis dan bukan konteks kultural, istilah Mandar mencakup seluruh wilayah Sulbar. Mungkin juga bisah diterima bahwa secara kultural dan terbatas, Mandar mencakup masyarakat Polewali Mandar, Majene, dan Mamuju. Jadi ada Mandar Balanipa dan Polewali yang berada dalam wilayah Polewali Mandar, ada Mandar Majene (Sendana,Pamboang,dan Banggae) yang berada dalam wilayah kabupaten Majenedan ada Mandar Mamujudidalamnya terdapat daerah Tappalang. Karena itu, Mandar, dalam Konteks Kultural, lebih sempit dari pada mandar dalam jangkauan makna geografis. Dalam konteks geografis, Provinsi Sulbar tidak hanya dihuni oleh masyarakat Mandar Balanipa dan Polewali, Mandar Majene, dan masyarakat Mandar Mamuju, melainkan juga oleh masyarakat suku Toraja di Kabupaten Mamasa. Wilayah Mandar terletak di ujung utara Sulawesi Selatan tepatnya di Sulawesi Barat dengan letak geografis antara 1’-3’ Lintang Selatan dan antara 118’-119’ Bujur Timur. Luas wilayah Mandar adalah 23.539,40 km2, terurai dengan : Luas Kab.Mamuju dan Mamuju Utara : 11.622.40 km2 Luas Kabupaten Majene : 1.932.00 km2 Luas Kabupaten Polewali Mamasa : 9.985.00 km2 Jadi luas Kabupaten Polewali sendiri : 9.985.00 km2 II. Bahasa Mereka menggunakan bahasa yang disebut dengan Bahasa Mandar. Beberapa daerah di Mandar telah menggunakan bahasa: • Bahasa Bugis: di Polmas daerah Polewali • Bahasa Mamasa: di Mamasa • Bahasa Jawa: di Wonomulyo III. Sejarah Mandar wilayah Territorial dari persekutuan kerajaan yang ada di wilayah Pitu Ulunna Salu (Tujuh kerajaan hulu) dan Pitu Ba’bana Binanga (Tujuh kerajaan hilir) yang diprakarsai oleh Mara’dia sebutan bagi Arayang (maharaja)Balanipa ke II Tomepayung di Assitalliangan (Perjanjian) Tammajarra pertama dan AllamunganBatudi LuyoMengahasilkanSipamandaq(salingmemperkuat)kemudian diperkuat kembali oleh Mara’dia Balanipake VITodziboseangdalamAssitalliangan(perjanjian )Tammajarra kedua,ini di landasi oleh kesepahaman yang berdasar pada letak geografis dan secara biologis(berdasarkan wilayah dan keturunan) asal usul yang sama dari Hulu Sungai Sa’dang yaitu Pongkapadang yang dalam perjalanan perkawinannya
  • 17. dengan Torije’ne’sebagai nenek moyang orang Mandar yang berkembang Di Pitu Ulunna Salu’dan Pitu Ba’bana Binanga Serta Arrua Tapparittinna Uwai dan daerah Palili yang terdiri dari BinangaKaraeng di selatan,Basokang di timur dan pulau Sallisingan di barat serta Lalombi di utara. Asal Mula Kata Mandar Kata Mandar memiliki berbagai arti:(1) Mandar berasal dari konsep Sipamandaq yang berarrti saling kuat menguatkanpenyebutan itu dalam pengembangan berubah penyebutannya menjadi Mandar (2) kata Mandar dalam penuturan orang Balanipa berarti sungai, dan (3) Mandar berasal dari Bahasa Arab; Nadara- Yanduru-Nadra yang dalam perkembangan kemudian terjadi perubahan artikulasi menjadi Mandar yang berarti tempat yang jarang penduduknya.(4)menurut orang Belanda yang sempat menjajah Indonesia termasuk Mandar termasuk salah wilayah Afdeling,Mandar terdiri dari dua kata Man dan Dare yang berarti manusia dan berani,ini di landasi dari gigihnya perlawanan rakyat Mandar saat kolonialisme Belanda di Indonesia khususnya di tanah Mandar sehingga Mandar di katakana manusia berani, setelah mengajukan berbagai pertimbangan penetapan pilihan pada butir kedua, yaitu “Mandar” yang berarti “Sungai” dalam penuturan penduduk Balanipa. Tampaknya menyebutan itu tidak berpengaruh terhadap penamaan sungai sehingga sungai yang terdapat de daerah itu sendiri disebut Sungai Balangnipa. Selain itu masih terdapat sejumlah sungai lain di daerah Pitu Babana Binanga (PBB), yaitu sungai,Tinambung,Campalagiang,Mapilli,Karama,Lumu,Buding-Buding,Lariang dan Binuang (Paku) Selain itu, dalam buku dari H. Saharuddin, dijumpai keterangan tentang asal kata Mandar yang berbeda. Menurut penulisnya, berdasarkan keterangan dari A. Saiful Sinrang, kata Mandar berasal dari kata Mandar yang berarti “Cahaya”; sementara menurut Darwis Hamzah berasal dari kata mandaq yang berarti “Kuat”; selain itu ada pula yang berpendapat bahwa penyebutan itu diambil berdasarkan nama Sungai Mandar yang bermuara di pusat bekas Kerajaan Balanipa (Saharuddin, 1985:3). Sungai itu kini lebih dikenal dengannamaSungai Balangnipa.Namundemikiantampakpenulisnyamenyatakandenganjelasbahwahal itu hanya diperkirakan (digunakan kata mungkin).Hal ini tentu mengarahkan perhatian kita pada adanya penyebutan Teluk Mandar dimana bermuara Sungai Balangnipa, sehingga diperkirakan kemungkinan dahulunya dikenal dengan penyebutan Sungai Mandar. Apa ituMandar, dan dimana?LeluhurorangMandar atau asal mulanyaSuku Mandar dan juga leluhur orang Balanipa secara keseluruhan yang terdiri dari Pitu Ulunna Salu’(tujuh kerajaan yang bermukim diseputaranhulusungai /pegunungan)yangdi singkatPUSyaitudisebut kelompok pertama dan Pitu Ba’bana Binanga(tujuh kerajaan yang bermukim diseputaran muara sungai) yang di singkat PBByaitu yang disebut kelompokkeduadanbeberapakerajaanlainnya,baik kerajaan besar maupun kerjaan kecil termasuk wilayah Palili atau Paliliyang keduanya berarti penyangga sebagai satu rumpun keluarga karena berasal dari satu leluhur,oleh karenanya itu dalam membincang leluhur orang Balanipa maka kita harus berbincang leluhur orang Mandar karena Balanipa adalah bagian integral dari Mandar itu sendiri sekaligus sebagai ketua perserikatan,ketua federasi Pitu Ulunna Salu’ dan Pitu Ba’bana Buinangayang kemudian mendapat gelarArajang(yang dibesarkan / Maharaja). Dalam salah satu naskah Lokal(Lontar) di Mandar ditemukan keterangan yang menyatakan bahwa manusia pertama yang datang di Mandar adalah seorang yang mendarat di Hulu Sungai Saddang sementara ada pulapendapatlainmenyatakanbahwaTomakakayangpertamamenetapdi Ulu’Saddang.Keterangan lain ini memberikan petunjuk bahwa entitas di Mandar telah berlangsung jauh sebelum terjadi penurunan permukaan laut(Masa Glasial). Konseplain tentangmanusiapertamadi Mandar adalahkonsepToManurung jugaartinya orang yang turun dari langit atau orang yang tiba – tiba muncul tanpa diketahui dengan pasti dari mana ia datang akan tetapi mempunyai kelebihan bahkan ada yang mengatakan bahwa dia sangat Maissi Paissangan(Sakti Manraguna) MenurutkepercayaandisaatpendudukMandarmasih menganut paham Anisme dan Dinamisme dan konsep ini merupakan mitos yang menjadi kepercayaan orang Mandar dahulu hingga saat ini.Mitos tentang Tomanurungmengundang konsep pengakuan ketaatan terhadap kekuasaan Raja – raja yang berasal dari Langitatau ia adalahjelmaanDewayang menitis kedunia yang di tempatkan menjadi tokoh pemersatu yang
  • 18. berhasil memulihkan kehidupan masyarakat dan membangun tatanan pemerintahan bersifat kerajaan yang terorganisirdalambentukmonarkhi akantetapi pemerintahanyangbersifatRaja(Mara’dia)sebagai pemegang kendali kekuasaan namun tak mutlak sebagai layaknya seorang Raja yang berkuasa penuh karena selain pemerintah (kerajaan)di Balanipa khususnya dan Mandar pada umumnya,juga dibentuk pula Dewan Hadat(Lembaga Adat)yang berfungsi mengontrol kewenangan kendali pemerintahan Dalam beberapa Lontar di Mandar sepakat menunjuk bahwa Manusia pertama adalah yang berkembangdi Mandar,ditemukandi HuluSungaiSaddangdan merekalah Tomanurung (orang yang turun dari langitatau jugadisebutturundari kayangan,titisanDewa)danTokombongdiburabernama Tobanuapong yang memperistrikanTobisseDi Tallang yang benama Pangkapadangyang melahirkan lima orang bersaudara,yang pertamabernamaIlandobeluak,dialahberdiamdi MakassarkeduabernamaIlasokkepang,dialahyangberdiam di Beluak yang ketiga bernama Ilandoguttuwanita di Ulu Sadang,yang keempat bernama Usuksabambangdialah yang tinggal di Karonnangan kelima bernama Pakdorangdialah yang berdiam di Bittuang. Pendapat lain mengatakan bahwa Pangkapadangadalah salah satu dari tujuh orang anak hasil perkawinanTomanurung(orangyangturundari langitataujuga disebutturundari kayangan.titisan Dewa)dan Tokombongdiburabernama Tobanuapong yang memperistrikan tobisseditallangmelahirkan sebelas orang anak yaitu: 1. Daeng tumana 2. Lamber susu (lombeng susu) 3. Daeng mangana 4. Sahalima 5. Palao 6. To andiri 7. Daeng palulung 8. Todipikung 9. Tolambana 10. Topani bulu 11. Topalili Dari kesebelas anak tersebut diatas yang kemudian menyebar keseluruh penjuru dalam wilayah Mandar dan yang paling menonjol keberadaannya adalah Topalili yang melahirkan Todipaturung Dilangi danLamber Sususyang menetap di Kalumpang Mamuju yang dalam catatan sejarah menurungkan 41 (empat puluh satu) Tomakakayang kembali menyebar dalam wilayah Mandar kemudian melakukan proses kawin mawin dengan keturunan Todipaturung Di Langiuntuk tampil sebagai pemimpin kemudian melahirkan generasi menjadi pemimpin dalam beberapa kerajaan di Mandar. Dalamcatatan laindi sebutbahwa“Tomanurungyang turun di Hulu Sungai Saddang kemudian kawin dengan Tobisse Ditallang(orang yang turun dari kedalaman)yang melahirkan tujuh orang anak,salah satu di antaranya bernama Pangkopadangyang kawin mawin denagn Torijene’(orang yang datang dari kedalam air)ada juga pendapat yang mengatakan bahwa Pangkopadangkawin mawin denagan Sanra Boneyang kemudian melahirkan anak berjumlah sebelas orang anakdiantaranya Tobabinna Ana’pangkopadang”(anak kesayanganPangkopadang) dandialahcikal bakal pendudukPituUlunnaSalu’PituBa’banaBinangasertaArua Tapparittina Uwai dan Daerah Palili. Dalam catatan sejarah tersebut tidak di tulis kepada siapa Tobabinna Ana’pangkopadangkawin yang selanjutnyamelahirkananakyangdisebutPa’doranlalukemudianPa’doranmelahirkananakbernama Lamber
  • 19. Susu(buah dada panjang) dan anak kedua dari Tobabinna Ana’pangkopadangyaitu yang disebut Topali yang kemidian melahirkan seorang yang bergelar To Dipaturung Di Langi(orang yang di turunkan dari langit) yang proses perkawinan dengan Tokommbangdi bura(orang yang lahir dari busa air) dari hasil perkawinan ini melahirkan generasi yang sampai pada seseorang yang di sebut Todiurra Urra lalu melahirkan dianataranya yaituanak pertamabernamaLuluayayangartinya anaksulungdanadiknyaIrerasi yangartinyaberleherindah karenalehernyaseakanbergaris –garisyang jugadi sebutMemebaroPamenangan( berleherbagaikanbarang antik) Ibukandungdari KaraengTumapparisi KallonaSombaiyyaRi GowaKe Ix(RajaGowayang ke IX) dan yang berbungsubernamaIweappasyangjugadisebutItta’bittoeng(orangyangbersinarbagai bintangdilangit) yang kawin dengan anak To Makakadi lemo yaitu Puang diGandang maka lahirlah Imanyambungiyang juga bernamaTomautra(manusia yang membuat khalayaksegerabubar) yang kemudian setelah wafat bergelar Todilalingdan ialah cikal bakal bangsawan di Balanipa Mandar. Dari sumber cerita rakyat ada juga manusia sebelas persi Tabulahan yang menurut sumber ini juga adalah anak cucu dari Pongkopadang yang menetap di Ulu Salu’yaitu Lima Orang terdiri dari : 1. Daeng tumana 2. Daeng matana 3. Tammi 4. Taajoang 5. Sahalima Dan enam Orang di antaranya berkembang di Pitu Ba’bana Binanga yaitu terdiri : 1. Daeng mallullung di Tara manu” 2. Tola’binna di Kalumpang 3. Tokarambatu di simboro 4. Tambulu bassi di tappalang 5. Tokayyang pudung di mekkatta Dari beberapaversi yangterurai di atasyang masing – masingmempunyai dasaruntuklayakdipercaya dan pada seminar sejarah Mandar yang berlangsung di Tinambung Balanipa Polewali Mandar(dahulu PolewaliMamasa) menetapkan bahwa Nenek Moyang orang Mandar Suku Mandar berasal dari Hulu Sungai Saddangyaitu Pongkopadang sebagai cikal bakal penduduk yang mendiami kawasan Mandar yang dalam perjalananselanjutnyaolehgenerasi merekaterjalinkembali hubungankekerabatandanperkawinandi antara satu dengan yang lain. IV. Sistem Teknologi Jenis Alat-Alat Tradisional 1. Alat-alat Produktif a. Alat-alat bertani Uwase (kapak besar), kowik passembaq (parang), pambuar (tual), peduiq (linggis), joppa (pemikul padi), pewulle (pemikul), kandao (sabit), daqala (bajak), raqapang (ani-ani). b. Alat-alat mengolah padi Palungang (lesung panjang), issung (lessung), parridiq (alu), tappiang (tampi), Galeong (ayak besar). c. Alat-alat untuk berburu Doe (tombak), marepeq masandeq (bambu runcing), kowiq (parang).
  • 20. d. Alat-alat untuk beternak Pattoq (tiang tambatan), gulang (tali), kaleqer (cincin hidung kerbau atau sapi), tallotong (alat mengikat kambing), balanu (uncak). e. Alat-alat untuk menangkap ikan Bandoang (kail), tuluq (tali pancing), parrittaq (pancing untuk menangkap cumi-cumi), ladung (alat pemberat pancing), dapoq, buaro, dao-dao, lawaq (keramba), banding, panabe, jarring (alat penangkap ikan yang ditenun dari bahan serat tumbuh-tumbuhan), pukaq (pukat). f. Alat-alat dapur atau memasak Dapurang (dapur), patuapi (para-para), pallu (tempat belanga atau kuali dijerang), laliang (tungku), pattapang (anglo), talongngeq (semblokan), panasil (pangganjal), balenga (belanga), towang (tempat beras), gusi (tempayan), cibor (alat menimba air dari tempayan), suger (sendok nasi), sekor (gayung), sipiq (sepit), tulilling (embusan api), jepang (alat membuat jepa), kukusan, tapis (tapisan), paruq (parut), pekelluq (kukuran kelapa). 2. Alat-alat Senjata a. Gayang (keris), doe (tombak), badiq (badik), jambia (belati), kanda wulo (parang panjang), suppiq (sumpit), panah. 3. Wadah a. Bakuq (bakul), karajing (keranjang), tedaq dan rakkiq (empat bahan makanan), tappiang (tampi), katoang (tempat air), bokki (alat mengambil air dari tanah liat), patti (peti), basung (tempat menyimpan pancing/alat perikanan). 4. Alat-alat Transport a. Alat transport di darat Tekek alat pikulan pada kua kolong (terompah), bakuq (alat menjunjung),lembar (alat pikulan di bahu), koroba (alat kendaraan yang ditarik kerbau atau sapi), bendi (alat kendaraan yang ditarik oleh kuda). b. Alat transport di sungai Rakiq (rakit), lepa-lepa (sampan). c. Alat-alat transport di laut Macam type dan jenis Perahu 5. Rumah to mandar Yang unik dari rumah orang mandar yaitu latar belakang pandangan hidup mereka mengenai rumah. Rumah to mandar mempunyai 3 tingkatan a. Bagian atas disebut atapan (rankkeang, loteng) berfungsi sebagai tempat penyimpanan padi(lumbung padi) atau tempat penyimpanan makanan lainnya seperti jagung dan kacang-kacangan. b. Bagian kedua di sebut alawe boyang/ ruang atau boyang/samboyang berfungsi sebagai tempat tinggal anggota-anggota keluarga. c. Bagian bawah yang disebut naung boyang (bawah rumah) berfungsi sebagai tempat hewan-hewan peliharaan seperti kerbau, sapi, kambing, ayam, dan anjing. Berbentuk segi empat dibentuk dan di bangun mengikuti model kosmos. Sesuai kepercayaan mereka bahwa alam raya (makro kosmos) tersusun dari 3 tingkatan, yaitu alam atas atau banua atas, batua tengah dan banua bawah. Untuk melihat siapa penghuni rumahnya kita bisa melihat bagian muka dan belakang pada puncak rumah yang berbentuk segitiga yang di sebut tumba'layar. Jika tumba'layarnya
  • 21. bersusun empat maka itu adalah rumah raja. Bila bersusun 3 itu rumah bangsawan.Rumah orang biasa tidak mempunyai tumba'layar. 6. Pakaian adat dan perhiasan Pakaian pengantin wanita suku mandar adalah baju pokko, baju boko dengan lapisan sa'be mandar. a. Baju pokko dipakai oleh para gadis remaja, motif dan warna tergantung pada selera pemakainya. Dengan bentuk : memakai lengan yang panjangnya kira-kira 5cm di bawah siku lengan, memakai kerah atau leher, tempat kancing atau patto'do di depan tepat di tengah dada bawah. b. Baju boko dipakai oleh perempuan yang sudah bersuami dibuat dari kain sutra yang tidak bermotif dan warna baju boko tergantung pula pada selera pemakainya. Tetapi warna baju boko yang populer saat ini adalah warna putih dan biru. Baju boko tidak memakai lengan (bentuknya segi empat), lubang untuk memasukan kepala terdapat di bagian atas depan,tidak mempunyai pinggang (lurus ke bawah), sisi samping di jahit sebelah menyebelah kecuali bagian lenganuntuk memasukan tangan dan tidak pernah memakai kerah. c. Baju boko ratte adalah baju boko yang di tambah asesoris berupa kalung. Baju ini di pakai oleh pengantin perempuan mandar. Pakaian pengantin laki-laki suku mandar terdiri dari passigar dan pa'jas tutup. a. Pakaian passigar terdiri dari sigar (tutup kepala), baju kemeja, badawara (kain tutup bahu), dan lipa'ratte dipakai oleh para keturunan bangsawan raja. Pakaian pa'jas tutup terdiri dari sokko biring, jas tutup, celana alang, dan lipa' sa'be sure' pangulu/pangulu padang dipakai oleh kaum bangsawan adat. V. Sistem Ekonomi Mereka ini tinggal di kota-kota terutama di Makassar.Adapun mereka yang tinggal di desa- desa di daerah pantai, mencari ikan merupakan suatu mata pencarian hidup yang amat penting.Dalam hal ini orang Mandar menangkap ikan dengan perahu-perahu layar sampai jauh di laut. Orang Mandar terkenal sebagai suku-bangsa pelaut di Indonesia yang telah mengembangkan suatu kebudayaan maritim sejak beberapa abad lamanya. Perahu-perahu layar mereka telah mengarungi perairan Nusantara dan lebih jauh dari itu telah berlayar sampai ke Srilangka dan Filipina untuk berdagang.Bakat berlayar yang rupa-rupanya telah ada pada orang Mandar, akibat kebudayaan maritim dari abad-abad yang telah lampau itu. Sebelum Perang Dunia ke-II, daerah Sulawesi Selatan merupakan daerah surplus bahan makanan, yang mengekspor beras dan jagung ke tempat-tempat lain di Indonesia. Adapun kerajinan rumah-tangga yang khas dari Sulawesi Selatan adalah tenunan sarung sutera dari Mandar. VI. Sistem Kesenian 1.Sandeq (PerahuKhas Suku Mandar) 2.Kerajinan rumah-tangga yang khas dari Sulawesi Selatan adalah tenunan sarung sutera dari Mandar. 3. Kuda Pattuddu" (Kuda Menari) Budaya Suku Mandar seekor kuda akan di hias sedemikian rupa layaknya kuda tunggangan seorang raja. Sementara untuk penunggangnya adalah warga suku Mandar yang sudah tamat dalam membaca Alquran, dihiasi memakai baju adat (baju 'bodo') lengkap dengan aksesorisnya serta dipayungi payung kehormatan kerajaan yang disebut 'Lallang Totamma'. 4. Upacara adat suku Mandar di Kecamatan Pulau Laut Selatan, Kabupaten Kota Baru, yaitu "mappando'esasi" (bermandikan air laut).
  • 22. VII. Sistem Organisasi Sosial a. Sistem Kekerabatan Suku Mandar, pada umumnya mengikuti kedua garis keturunan ayah dan ibu yaitu bilateral. Suku Mandar biasanya terdiri dari ayah, ibu dan anak yang biasanya bersekolah di daerah lain. Adapun keluarga luas di Mandar terkenal dengan istilah Mesangana, kelurag luas yaitu famili-famili yang yang dekat an sudah jauh tetapi masih ada hubungan keluarga. Status dalam suku Mandar berbeda dengan suku Bugis, karena didaerah Bugis pada umunya wanita yang memegang peran dalam peraturan rumah tangga. Suami sebagai kepala rumah tangga yang bertanggung jawab atas keluarganya mempunyai tugas tertentu, yaitu mencari nafkah untuk menghidupi keluarganya. Sebaliknya di Mandar, wanita tidak hnaya mengurus rumah tangga, tetapi mereka aktif dalam mengurus pencarian nafkah, mereka mempunyai prinsif hidup, yaitu Sibalipari yang artinya sama- sama menderita (sependeriataan) seperti: kalau laki-lakinnya mengakap ikan, setelah samapi didarat tugas suami sudah dianggap selesai, maka untuk penyelesaian selanjutnya adalah tugas istri terserah apakah ikan tersebut akan dijual atau dimakan, dikeringkan, semua itu adalah tugas si istri. Didaerah Bugis wanita juga turut mencari nafkah tetapi terbatas pada industri rumah, kerajinan tangan, menenun anyaman dan lain-lain. Didaerah Mandar terkenal dengan istilah hidup, Sirindo-rondo, Siamasei, dan Sianuang pa’mai. Sirondo-rondoi maksudnya bekerjasama Bantu membantu dalam mengerjakan sesuatu pekerjaan baik yang ringan maupun yang berat. Jadi dalam rumah tangga kedua suami istri begotong royong dalam membina keluarga. Siamamasei, sianuang pa’mai ( sayang menyayangi, kasih mengasihi, gembira sama gembira susah sama susah). Secara keseluruhan dapat ditarik kesimpulan bahwa adanya kerjasama Bantu membantu baik yang bersifat materil maupun non materil. b. Sistem Kemasyarakatan Pelapisan masyarakat di daerah Mandar nampaknya masih ada walaupun tidak menjadi hal yang mutlak dikedepankan lagi dalam pergaulan keseharian.Hal ini dapat diperhatikan jika kita membaca sejarah Mandar. Kerajaan-kerajaan yang masih mempunyai kedaulatan pada masa berkuasanya raja- raja dahulu hakekatnya terbagi dalam dua stratifikasi,yaitu lapisan penguasa dan lapisan yang dikuasai. Sistem mobilisasi social yang Mandar memiliki sifat yang amat sederhana dan elastis dimana lapisan penguasa bukan hanya dari golongan tomaradeka (orang biasa),apabila mereka mampu memperlihatkan prestasisosialnya,misalnya : to panrita, to sugi, to barani, to sulasana, dan to ajariang. Kelima macam tersebut ditempatkan dalam lapisan elit (golongan atas orang yang terpandang). Dengan demikian terjadilah mobilisasi social horizontal bagi anak puang.Lambat laun nampak pelapisan masyarakat ini makin tipis akibat pembauran dalam bentuk perkawinan.Kelima golongan tadi juga memiliki andil untuk dipilih sebagai pemimpin dalam masyarakat karena kelebihannya itu. Struktur masyarakat di daerah Mandar pada dasarnya sama dengan susunan masyarakat di seluruh daerah di Sulawesi Selatan,dimana susunan ini berdasarkan penilaian daerah menurut ukuran makro yaitu : 1. Golongan bangsawan raja 2. Golongan bangsawan hadat atau pia 3. Golongan tau maradeka yakni orang biasa 4. Golongan budak atau batua.
  • 23. Golongan bangsawan adapt ini merupakan golongan yang paling bayak jumlahnya.Mereka tidak boleh kawin dengan turunan bangsawan raja supaya ada pemisahan.Raja hanya sebagai lambing sedangkan hadat memegang kekuasaan. Pada umumnya suku Mandar ramah-ramah yang muda menghormati yang tua.Kalau orang tua berbicara dengan tamu,anak-anak tidak boleh ikut campur (ikut bersuara).Ada beberapa hal yang menjadi kebiasaan dalam suku Mandar seperti: a. Mengalah yaitu kalau menghadap raja,kaki tangan dilipat. b. Meminta permisi kalau mau lewat didepan orang dengan menyebut Tawe c. Kalau bertamu sudah lama, mereka minta permisi yang disebut massimang. 3.3. Sistem perkawinan Proses terjadinya perkawinan normal menurut tradisional mandar dari awal sampai akhir (sampai lahirnya seorang anak) dari hasil suatu perkawinan adalah sebagai berikut. Naindo nawa-nawa (jatuh hati) Dizaman tradisional, jatuh hati yang dimaksud disini adalah orang tua, karena status anak di zaman ini hanya menerima pilihan orang tua secara mutlak. Pemuda yang berssangkutan jarang sekali melihat gadis sebab pada saat itu gadis terpingit, dan yang bisa bebas mlihat gadis hanyalah para orang tua. Setelah anaknya menginjak remaja pada orang tua diam-diam meneliti gadis-gadis yang dianggap cocok dengannya lalu dibicarakan di rumpun keluarga untuk diminta persetujuan dan jika sudah mufakat semuanya Mambalaqbaq (rencana penentuan calon) Mambalaqbaq adalah musyawaran rumpun keluarga untuk memilih seorang diantara sekian banyak calon yang disetujui dalam musyawarah naindo nawa-nawa. Dalam menentukan calon, persetujuan sang anak diminta (sesudah merdrka sampai sekarang), tetapi sebelumnya tidak diminta persetujuan anak. Messisiq (melamar) Urusan pihak orang tua laki-laki datang pada orang tua wanita untuk menanyakan apa ada jalan (lowongan) untuk melamar anaknya atau tidak. Dalam istilah mandar “mettuleq dimawanaya tangalalang” (bertanya apakah jalan tidak bronak/berduri,maksudnya apakah putri dimaksid belum ada yang lamar). Jika jawabannya jalan bersih tidak berduri, maka lamaran di lanjutkan, jika beronak lamaran tidak di lanjutkan dan mencari yang lain. Mettumae (melamar) Upacara kunjungan resmi rumpun keuarga laki-laki kepada keluarga wanita untuk melamar sambil menanyakan jumla`h belanja, paccanring, serta segala sesuatunya kecuali sorong (mas kawin). Biasanya pembicara disini belum final karna jumlah belanja dan sebagainya harus dimusyawarakan lagi kedua belah pihak antara rumpun keluarga masing-masing. Mattanda jari (mappajari)
  • 24. Pertemuan dan musyawarah resmi dirumah pihak perempuan untuk menentukan jadi/tidaknya pertungan dan sekaligus meresmikan pertunangan jika telah dicapai musyawarah mufakat. Mappande manuq Sejak resminya pertunangan, pihak laki-laki harus memperhatikan tunangannya yang dilakukan oleh orang tua laki-laki dengan jalan memberi sesuatu pada situasi tertentu, misalnya pada hari lebaran, mau memasuki bulan Ramadan (puasa) dan sebagainya. Mattanda allo Musyawarah antara pihak keluarga laki-laki dan perempuan untuk menentukan hari perkawinan atau palaksanaan serta beberapa hal yang penting untuk dibicarakan. Maccanring Mengantar seluru bahan yang akan dipakai dalam pesta perkawinan kepada pihak wanita termasuk beberapa hal yang sudah disetujui bersama. Maccandring dilakukan semeriah mungkin diikuti oleh rumpun keluarga dan handai tolan, tua atau muda, laki-laki atau wanita. Bawaan dan caranya punya aturan tersendiri menurut aturan tradisi dan waktu pelaksanaannya, biasanya dari pukul 14.00 sampai pukul 16.00 (tergantung tradisi setempat). Dalamacara maccandring biasanya diikuti sertakan seekor sapi dll. Menurut adat kebiasaan masing – masing dikerajaan balanipa disampingsemua buah – buahan juga semua keperluan dapur dalam acara maccandring tersebut. Mappaqduppa Pemberian satu stel pakaian laki – laki lengkap kepada mempelai laki– laki dari membelai wanita yang diantar keluarganya. Mulai dari zaman sesudah indonesia merdeka, pelaksanaan mappaqduppa ini dilakukan pada malam atau siang hari sebelum perkawinaan dilaksanakan dan pappaqduppa ini dipakai kawin oleh laki – laki. Maqlolang Kunjungan resmi calon mempelai laki-laki bersama sahabat-sahabatnya kerumah calon mempelai wanita untuk meramah tamah kekeluargaan. Maqlolang ini paling sempurna diadakan mulai tujuh hari sebelum perkawinan sampai hari perkawinan, atau tiga hari sebelumnya, tapi juga satu kali saja, yakini pada malam yang besoknya akan dilaksanakan perkawinan. Upacara ini selalu dilakukan waktu malam hari. Metindor Arak-arakan dengan pakaian adat mengantar mempelai laki-laki kerumah mempelai wanita untuk kawin pada hari pelaksanaan perkawinan. Acara metindor dari rumah mempelai pria ke rumah mempelai wanita dengan dihadiri oleh seluruh keluuarga dan handai tolan untuk ikut serta menyaksikan pernikahan dan ikut serta mendoakan kedua mempelai. Melattigi
  • 25. Upacara pemberian pacar kepada kedua mempelai oleh para anggota hadat (anak pattolala adaq) secara tersusu menurut level tradisi setempat, yang selalu dimulai oleh Qadhi setempat. Upacara ini terjadi hanya terjadi bagi bangsawan hadat ataupun bangsawan raja bila ia atau anak-anaknya kawin. Bagi tau samar dan batua tidak boleh tidak boleh melakukan di zaman dahulu, tetapi sekarang pelaksaannya kabur sekali. Hampir sudak tidak ad orang yang kawin normal tidak melattigi. Likka/kaweng (kawin) Sesudah acara pelattigian, maka akad nikah dilaksanakan dengan lebih dahulu pihak wali menyerahkan kewalian para qadzi yang akan menikahkannya. Perkawinan di saksikan oleh aparat agama setempat yang ditunjuk qadzi atau aparat kantor urusan agama setempat yang kompeten. Acara mappi’dei sulung Suatu tradisi yang tak dapat dilalaikan ialah sesudah mempelai laki-laki menemui mempelai wanita dari kamarnya bersalaman, dan setelah menempuh beberapa pintu memasuki kamar (istilah mandarnya) pembuai baqba’ dan pambuai baco’, maka mempelai laki-laki keluarlah dari kamar dan langsung ketempat yang telah di tentukan untuk meniup sekaligus api yang sedang menyala/obor api yang sebang menyala. VIII. Sistem Religi Pada umumnya dewasa ini suku Mandar adalah penganut agama Islam yang setia tetapi dalam kehidupan sehari-hari tidak dapat lepas dari kepercayaan-kepercayaan seperti pemali, larangan-larangan dan perbuatan magis seperti pemakaian jimat atau benda-benda keramat dan sesaji. Didaerah pedalaman seperti di pegunungan Pitu Ulunna Salu sebelum Islam masuk, religi budaya yang dikenal ketika itu adalah adat Mappurondo yang diterjemahkan sebagai bepeganng pada falsafah Pemali Appa Randanna. Sedangkan untuk wilayah persekutuan Pitu Ba’bana Binanga sendiri, religi budayanya dapat ditemui pada peningglannya yang berupa ritual dan upacara-upacara adat yang tampaknya bisa dijadikan patokan bahwa ia besumber dari religi budaya dan kepercayaan masa lalunya. Seperti ritual Mappasoro (menghanyutkan sesaji di sungai) atau Mattula bala’ (menyiapkan sesaji untuk menolak musibah) dan lain sebagainya yang diyakini akan membawa manfaat kepada masyarakat yang melakukannya. Dari sini jelas tampak betapa simbol-simbol budaya itu berangkat dari religi budaya, yang untuk itu tidak dikenal dalam Islam. Sekitar 90% dari Suku Mandar adalah pemeluk agama Islam, sedangkan hanya 10% memeluk agama Kristen Protestan atau Katolik. Umat Kristen atau Katolik umumnya terdiri dari pendatang- pendatang orang Maluku, Minahasa, dan lain-lain atau dari orang Toraja. IX. Sistem Pengetahuan Asal-usul kesatuan Lita atau Tana Mandar,di jelaskan bahwa Pitu Ulunna Salu (Tujuh Hulu Sungai) dan Pitu Ba, Bana Binanga (Tujuh Muara Sungai), adalah Negara Wilayah (Kesatuan) Mandar. Orang -orang dari wilayah permukiman itu, merasa bersaudara semuanya. Orang Mandar percaya bahwa mereka berasal dari satu nenek moyang (Leluhur), yaitu Ulu Sa’ dan yang bernama Tokombong di Wura, (Laki-laki) dan Towisse di Tallang (Perempuan). Mereka itu di sebut juga To- Manurung di Langi. Suku Mandar selama ini di kenal sangat kuat dengan budayanya.Mereka menjunjung tinggi tradisi, bahasa dan adat istiadatnya. Filosofi hidup mereka berbeda dengan suku Bugis, Makassar, Toraja dan suku lainnya yang berdekatan dengan lingkungan kehidupan mereka di Sulawesi. Suku Mandar di kenal teguh dengan prinsip hidupnya.Pada abad ke-20 karena banyak gerakan-gerakan pemurnian ajaran islam seperti Muhammadiyah, maka ada kecondongan untuk menganggap banyak bagian-bagian dari panngaderreng itu sebagai syirik, tindakan yang Taik sesuai dengan ajaran Islam,
  • 26. dan karena itu sebaiknya ditinggalkan. Demikian Islam di Sulawesi Selatan telah juga mengalami proses pemurnian. X. Perubahan 1. Pendidikan Setelah Daetta Tommuane memeluk Islam terjadilah perubahan di bidang kehidupan masyarakat seperti bidang pendidikan. Dikumpulkan sejumlah 44 orang mukim pemuda remaja dididik menjadi kader-kader Islam. 2. Organisasi Struktur pemerintahan telah mengalami pula perubahan, yaitu dengan menetapkan sorang kali (Kadhi) sebagai Mara'dianna Sara'. Diadakanlah pertandingan membaca al-Qur'an, yaitu siapa yang dapat menguasai al-Qur'an dalam tempo satu bulan itulah juara pertama dan itulah yang menjadi Kali Balanipa I. Yang berhasil adalah seorang keturunan bangsawan yang bernama I Tamerus alias Isinyalala.
  • 27. KEBUDAYAAN TORAJA I. Lokasi (Geografi, Lingkungan Alam, Demografi) Suku Toraja adalah suku yang menetap di pegunungan bagian utara Sulawesi Selatan, Indonesia. Populasinya diperkirakan sekitar 1 juta jiwa, dengan sekitar 500.000 di antaranya masih tinggal di Kabupaten Tana Toraja, Kabupaten Toraja Utara, dan Kabupaten Mamasa. II. Bahasa Bahasa Toraja adalah bahasa yang dominan di Tana Toraja, dengan Sa'dan Toraja sebagai dialek bahasa yang utama. Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional adalah bahasa resmi dan digunakan oleh masyarakat, akan tetapi bahasa Toraja pun diajarkan di semua sekolah dasar di Tana Toraja. Ragambahasa di Toraja antara lain Kalumpang, Mamasa, Tae' , Talondo' , Toala' , dan Toraja- Sa'dan, dan termasuk dalam rumpun bahasa Melayu-Polinesia dari bahasa Austronesia. Pada mulanya, sifat geografis Tana Toraja yang terisolasi membentuk banyak dialek dalam bahasa Toraja itu sendiri. Setelah adanya pemerintahan resmi di Tana Toraja, beberapa dialek Toraja menjadi terpengaruh oleh bahasa lain melalui proses transmigrasi, yang diperkenalkan sejak masa penjajahan. Hal itu adalah penyebab utama dari keragaman dalam bahasa Toraja. Ciri yang menonjol dalam bahasa Toraja adalah gagasan tentang duka cita kematian. Pentingnya upacara kematian di Toraja telah membuat bahasa mereka dapat mengekspresikan perasaan duka cita dan proses berkabung dalam beberapa tingkatan yang rumit. Bahasa Toraja mempunyai banyak istilah untuk menunjukkan kesedihan, kerinduan, depresi, dan tekanan mental. Merupakan suatu katarsis bagi orang Toraja apabila dapat secara jelas menunjukkan pengaruh dari peristiwa kehilangan seseorang; hal tersebut kadang-kadang juga ditujukan untuk mengurangi penderitaan karena duka cita itu sendiri. III. Sejarah Bahwa berasal dari Teluk Tonkin, terletak antara Vietnam utara dan Cina selatan, adalah tempat asal suku Toraja. Awalnya, imigran tersebut tinggal di wilayah pantai Sulawesi, namun akhirnya pindah ke dataran tinggi. Sejak abad ke-17, Belanda mulai menancapkan kekuasaan perdagangan dan politik di Sulawesi melalui Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC). Selama dua abad, mereka mengacuhkan wilayah dataran tinggi Sulawesi tengah (tempat suku Toraja tinggal) karena sulit dicapai dan hanya memiliki sedikit lahan yang produktif. Pada akhir abad ke-19, Belanda mulai khawatir terhadap pesatnya penyebaran Islamdi Sulawesi selatan, terutama di antara suku Makassar dan Bugis. Belanda melihat suku Toraja yang menganut animisme sebagai target yang potensial untuk dikristenkan. Pada tahun 1920-an, misi penyebaran agama Kristen mulai dijalankan dengan bantuan pemerintah kolonial Belanda.[2] Selain menyebarkan agama, Belanda juga menghapuskan perbudakan dan menerapkan pajak daerah. Sebuah garis digambarkan di sekitar wilayah Sa'dan dan disebut Tana Toraja. Tana Toraja awalnya merupakan subdivisi dari kerajaan Luwu yang mengklaim wilayah tersebut.[8] Pada tahun 1946, Belanda memberikan Tana Toraja status regentschap, dan Indonesia mengakuinya sebagai suatu kabupaten pada tahun 1957. Misionaris Belanda yang baru datang mendapat perlawanan kuat dari suku Toraja karena penghapusan jalur perdagangan budak yang menguntungkan Toraja. Beberapa orang Toraja telah dipindahkan ke dataran rendah secara paksa oleh Belanda agar lebih mudah diatur. Pajak ditetapkan pada tingkat yang tinggi, dengan tujuan untuk menggerogoti kekayaan para elit masyarakat. Meskipun demikian, usaha-usaha Belanda tersebut tidak merusak budaya Toraja, dan hanya sedikit
  • 28. orang Toraja yang saat itu menjadi Kristen. Pada tahun 1950, hanya 10% orang Toraja yang berubah agama menjadi Kristen. Penduduk Muslim di dataran rendah menyerang Toraja pada tahun 1930-an. Akibatnya, banyak orang Toraja yang ingin beraliansi dengan Belanda berpindah ke agama Kristen untuk mendapatkan perlindungan politik, dan agar dapat membentuk gerakan perlawanan terhadap orang- orang Bugis dan Makassar yang beragama Islam. Antara tahun 1951 dan 1965 setelah kemerdekaan Indonesia, Sulawesi Selatan mengalami kekacauan akibat pemberontakan yang dilancarkan Darul Islam, yang bertujuan untuk mendirikan sebuah negara Islam di Sulawesi. Perang gerilya yang berlangsung selama 15 tahun tersebut turut menyebabkan semakin banyak orang Toraja berpindah ke agama Kristen. Pada tahun 1965, sebuah dekret presiden mengharuskan seluruh penduduk Indonesia untuk menganut salah satu dari lima agama yang diakui: Islam, Kristen Protestan, Katolik, Hindu dan Buddha. Kepercayaan asli Toraja (aluk) tidak diakui secara hukum, dan suku Toraja berupaya menentang dekret tersebut. Untuk membuat aluk sesuai dengan hukum, ia harus diterima sebagai bagian dari salah satu agama resmi. Pada tahun 1969, Aluk To Dolo dilegalkan sebagai bagian dari Agama Hindu Dharma. IV. Sistem Teknologi Pada masyarakat Toraja terdapat bermacam-macam teknologi yang mulai berkembang dengan sejalannya Zaman yang terus maju pesat dan sepeti berkembangnya sebuah pemikiran untuk kemajuan bersama digunakan seperti : Alat Dapur  La’ka sebagai alat belanga  Pesangle yaitu sendok nasi dari kayu  Karakayu yaitu alat pembagi nasi  Dulang yaitu cangkir dari tempurung  Sona yaitu piring anyaman Alat Perang / Senjata Kuno  Doke atau tombak untuk alat perang dan berburu  Penai yaitu parang  Bolulong yaitu perisai  Sumpi atau sumpit Alat Perhiasan  Beke – ikat kepala  Manikkota – kalung  Komba – gelang tangan  Sissin Lebu – cincin besar Alat Upacara Keagamaan  Pote – tanda berkabung untuk pria dan wanita  Tanduk Rongga – Perhiasan dikepala  Pokti – tempat sesajen  Sepui – tempat sirih
  • 29. Alat Musik Tradisional  Geso – biola  Tomoron – terompet  Suling Toraja Rumah Adat  Rumah Tongkonan rumah adat Provinsi Sulawesi Selatan ini dibagi menjadi 3 (tiga) bagian, yaitu; 1) Bagian atas atau rattiang banua Pada bagian Atas atau disebut juga dengan rattiang banua ini merupakan ruangan yang berada di loteng rumah. Ruangan ini difungsikan sebagai tempat menyimpan benda pusaka yang dianggap mempunyai nilai sakral. Benda-benda berharga yang dianggap penting juga disimpan di dalam ruangan ini. 2) Bagian tengah atau kale banua Bagian utara disebut juga dengan istilah ruang Tengalok ini merupakan ruangan yang berfungsi sebagai tempat untuk menerima tamu dan juga untuk meletakan sesaji atau persembahan. Selain itu, jika pemilik rumah telah memiliki anak, maka di ruangan ini juga kerap digunakan sebagai tempat tidur bagi anaknya. Bagian pusat disebut juga dengan Sali ini merupakan ruangan yang berfungsi untuk beragam keperluan, seperti halnya sebagai tempat pertemuan keluarga, ruang makan, dapur, sekaligus juga tempat meletakan mayat yang dipelihara. Bagian selatan disebut juga dengan Ruang Sambung ini merupakan ruangan khusus dipakai sebagai kamar bagi kepala keluarga. Tidak sembarang orang bisa masuk ke ruangan satu ini tanpa seizin dari pemilik rumah. 3) Bagian bawah atau sulluk banua. Pada bagian Bawah atau yang disebut juga sulluk banua ini merupakan bagian kolong rumah. Di bagian ini difungsikan sebagai kandang hewan atau tempat untuk menyimpan berbagai macam alat pertanian. V. Sistem Ekonomi Sebelum masa Orde Baru, ekonomi Toraja bergantung pada pertanian dengan adanya terasering di lereng-lereng gunung dan bahan makanan pendukungnya adalah singkong dan jagung.Banyak waktu dan tenaga dihabiskan suku Toraja untuk berternak kerbau, babi, dan ayam yang dibutuhkan terutama untuk upacara pengorbanan dan sebagai makanan.Satu-satunya industri pertanian di Toraja adalah pabrik kopi Jepang, Kopi Toraja. Dengan dimulainya Orde Baru pada tahun 1965, ekonomi Indonesia mulai berkembang dan membuka diri pada investasi asing. Banyak perusahaan minyak dan pertambangan Ekonomi Toraja secara bertahap beralih menjadi pariwisata berawal pada tahun 1984.Antara tahun 1984 dan 1997, masyarakat Toraja memperoleh pendapatan dengan bekerja di hotel, menjadi pemandu wisata, atau menjual cenderamata.Toraja lalu dikenal sebagai tempat asal dari kopi Indonesia.Kopi Arabika ini terutama dijalankan oleh pengusaha kecil. VI. Sistem Kesenian
  • 30. Suku Toraja melakukan tarian dalam beberapa acara, kebanyakan dalam upacara penguburan. Mereka menari untuk menunjukkan rasa duka cita, dan untuk menghormati sekaligus menyemangati arwah almarhum karena sang arwah akan menjalani perjalanan panjang menuju akhirat. Pertama-tama, sekelompok pria membentuk lingkaran dan menyanyikan lagu sepanjang malam untuk menghormati almarhum (ritual terseebut disebut Ma'badong). Pada hari kedua pemakaman, tarian prajurit Ma'randing ditampilkan untuk memuji keberanian almarhum semasa hidupnya.Beberapa orang pria melakukan tarian dengan pedang, perisai besar dari kulit kerbau, helm tanduk kerbau, dan berbagai ornamen lainnya.Tarian Ma'randing mengawali prosesi ketika jenazah dibawa dari lumbung padi menuju rante, tempat upacara pemakaman.Selama upacara, para perempuan dewasa melakukan tarian Ma'katia sambil bernyanyi dan mengenakan kostum baju berbulu.Tarian Ma'akatia bertujuan untuk mengingatkan hadirin pada kemurahan hati dan kesetiaan almarhum. Setelah penyembelihan kerbau dan babi, sekelompok anak lelaki dan perempuan bertepuk tangan sambil melakukan tarian ceria yang disebut Ma'dondan. Tarian Manganda' ditampilkan pada ritual Ma'Bua'. Seperti di masyarakat agraris lainnya, suku Toraja bernyanyi dan menari selama musim panen. Tarian Ma'bugi dilakukan untuk merayakan Sebuah tarian yang disebut Ma'bua hanya bisa dilakukan 12 tahun sekali. Ma'bua adalah upacara Toraja yang penting ketika pemuka agama mengenakan kepala kerbau dan menari di sekeliling pohon suci. Alat musik tradisional Toraja adalah suling bambu yang disebut Pa'suling.Suling berlubang enam ini dimainkan pada banyak tarian, seperti pada tarian Ma'bondensan, ketika alat ini dimainkan bersama sekelompok pria yang menari dengan tidak berbaju dan berkuku jari panjang.Suku Toraja juga mempunyai alat musik lainnya, misalnya Pa'pelle yang dibuat dari daun palem dan dimainkan pada waktu panen dan ketika upacara pembukaan rumah. VII. Sistem Organisasi Sosial 2.1. Sistem Pemerintahan Sistim pemerintahan yang dikenal di Toraja waktu dulu adalah sistim federasi. Daerah Toraja dibagi menjadi 5(lima) daerah yang terdiri atas :  M a k a l e  Sangala  Rantepao  Mengkendek  Toraja Barat.
  • 31. Daerah-daerah Makale, Mengkendek, dan Sangala dipimpin masing-masing oleh seorang bangsawan yang bernama Puang. Daerah Rantepao dipimpin bangsawan yang bernama Parengi, sedangkan .daerah Toraja Barat dipimpin bangsawan bernama Madika. Didalam menentukan lapisan sosial yang terdapat didalarn masyarakat ada semacam perbedaan yang sangat menyolok antara daerah yang dipimpin oleh Puang dengan daerah yg dipimpin oleh Parengi dan Madika. Pada daerah yang dipimpin oleh Puang masyarakat biasa tidak akan dapat menjadi Puang,. sedangkan pada daerah Rantepao dan Toraja Barat masyarakat biasa bisa saja mencapai kedudukan Parengi atau Madika kalau dia pandai. Hal inilah mungkin yang menyebabkan daerah Rantepao bisa berkembang lebih cepat dibandingkan perkembangan yang terjadi di Makale. 2.2. Sistem Kekerabatan Siulu (keluarga batih) merupakan unsur terkecil dalam sistem kekerabatan masyarakat Toraja. Di samping itu di kenal pula keluarga luas extended yang terdiri dari beberapa keluarga batih, yang masih seketurunan. Hubungan kekerabatan dapat terbentuk berdasarkan dua hal, yaitu:  Adanya pertalian darah (kandappi)  Melalui perkawinan (rampean) Untuk menjaga kelangsungan hubungan kekerabatan dilakukan dengan cara menjamin hak dan kewajiban setiap kelompok kekerabatan. Misalnya hak penguasaan atas tanah, harta, kedudukan, dan sebagainya. Di samping itu kewajiban-kewajiban dari setiap kelompok kekearabatan harus dilaksanakan, misalnya yang dapat diketahui pada saat pembuatan rumah tongkonan secara bergotong royong, saling bantu dalam penyelenggaraan upacara-upacara adat terutama upacara rambu solo’, mengerjakan sawah, panen, dan lain-lain. Dalam hal ini fungsi utama suatu keluarga adalah menanamkan nilai-nilai budaya yang berlaku kepada para anggotanya untuk dapat beradaptasi dengan lingkungan sosial budaya. 2.3. Sistem Perkawinan Sistem perkawinan yang berorientasi pada lapisan sosial masyarakat. Seorang wanita dari golongan Tana’ Bulaan tidak diperkenankan kawin dengan pria yang berasal dari golongan lebih rendah. Apabila perkawinan itu tetap berlangsung, mereka akan dikenakan sanksi adat. Peristiwa demikian disebut Untekaq Palandian atau Untekaq Layuk (melangkahi turunan). Sedangkan bagi seorang pria boleh saja beristri seorang wanita yang golongannya lebih rendah, akan tetapi mereka tidak bisa dinikahkan secara adat dan keturunan mereka tidak berhak mendapat warisan atau gelar Tana’ Bulaan. 2.4. Sistem Perkampungan Dalam kehidupan masyarakat Toraja, dikenal adanya pelapisan sosial yang disebut dengan Tana’ (kasta) yang sangat mempengaruhi perkembangan masyarakat dan kebudayaan Toraja . Menurut L.T. Tangdilintin (1974, 75) mengatakan bahwa pelapisan sosial membedakan masyrakat atas empat golongan masyarakat, yaitu: Tana’ Bulaan, adalah lapisan masyarakat atas atau bangsawan tinggi sebagai pewaris sekurang aluk, yaitu dipercayakan untuk membuat aturan hidup dan memimpin agama, dengan jabatan puang, maqdika, dan Sokkong bayu (siambeq). Tana’ bassi, adalah lapisan bangsawan menengah sebagai pewaris yang dapat menerima maluangan batang(pembantu pemerintahan adat) yang ditugaskan mengatur masalah kepemimpinan dan pendidikan.
  • 32. Tana’ Karurunge adalah lapisan masyarakat kebanyakan yang merdeka, tidak pernah diperintah langsung. Golongan ini sebagai pewaris yang menerima Pande, yakni ketrampilan pertukangan, dan menjadi Pembina aluk todolo untuk urusan aluk petuoan, aluk tanaman yang dinamakan Toindoq padang (pemimpin upacara pemujaan kesuburan). Tana’ Kua-kua adalah golongan yang berasal dari lapisan hamba sahaya, sebagai pewaris tanggung jawab pengabdi kepada tana’ bulaan dan tana’ bassi. Golongan ini disebut juga tana’ matuqtu inaa (pekerja), juga bertindak sebagai petugas pemakan yang disebut tomebalun atau tomekayu (pembuat balun orang mati). Lapisan tana’ kua-kua ini dihapuskan oleh pemerintah Indonesia setelah proklamasi kemerdekaan karena tidak sesuai dengan harkat dan martabat manusia. Namun kenyataannya dalam pelaksaaan upacara-upacara adat golongan ini masih terlihat. Keempat golongan lapisan sosial tersebut merupakan dasar atau pedoman yang dijadikan sendi bagi kebudayaan kehidupan sosial masyarakat Toraja, terutama dalam interaksi dan aktifitas masyarakat, seperti pada saat diselenggarakan upacara perkawinan, pemakaman, pengangkatan ketua atau pemimpin adat dan sebagainya. Misalnya dalam upacara pengangkatan seorang pemimpin, yang menjadi penilaian utama adalah dari golongan apa orang yang bersangkutanberasal. Kedudukan dalam sistem kepemimpinan tradisional berkaitan dengan sistem pelapisan sosial yang berlaku dalam serta kepemilikan tongkonan (rumah adat). Demikian pula Dalam sistem perkawinan, dan pembagian warisan juga berorientasi pada lapisan sosial masyarakat. Seorang wanita dari golongan tana’ bulaan tidak diperkenankan kawin dengan pria yang berasal dari golongan lebih rendah. Apabila perkawinan itu tetap berlangsung, mereka akan dikenakan sanksi adat. Peristiwa demikian disebut unteqaq palansian atau untekaq layuq (melangkahi turunan). Sedangkan bagi seorang pria boleh saja beristeri seorang wanita yang golongannya lebih rendah, akan tetapi mereka tidak bisa dinikahkan secara adat, dan keturunan mereka tidak berhak mendapat warisan atau gelar sebagai tana’ bulaan. Dalam pelasanaan upacara pemakaman (rambu solo’) banyaknya hewan yang akan dipotong sebagai korban bergantung disesuaikan dengan golongan sosial yang menyelenggarakan upacara. Misalnya golongan tana’ bulaan, sebagai lapisan sosial tertinggi, harus mengorbankan lebih banyak hewan dibandingkan golonagan sosial lainnya. Hewan yang akan dipotong harus dalam keadaan sehat, tubuhnya besar/gemuk, dan tanduknya panjang. 2.5. Tradisi Upacara pemakaman "rambu solo". Melalui upacara Rambu Solo' inilah bisa anda saksikan bahwa masyarakat Toraja sangat menghormati leluhurnya. Prosesi upacara pemakaman ini terdiri dari beberapa susunan acara, dimana dalam setiap acara tersebut anda bisa menyaksikan nilai-nilai kebudayaan yang sampai sekarang masih tetap dipertahankan oleh masyarakat Toraja. Adu kerbau "ma'pasilaga tedong". Ma' Pasilaga Tedong atau Tedong Silaga bukan lagi hal yang asing bagi sebagian orang yang pernah mengunjungi Toraja. Ma' pasilaga tedong atau Adu Kerbau adalah sebuah tradisi di Toraja sejak dari nenek moyang yang tetap dilestarikan sebagai salah satu bagian dari rambu solo'. Tak ada salahnya jika tedong silaga bisa dikatakan sebagai salah satu daya tarik Toraja karena merupakan salah satu acara yang paling meriah dan menarik untuk disaksikan secara langsung. Selain menyajikan keseruannnya tedong silaga menyimpan keunikan keunikan tersendiri yaitu nama nama kerbau yang unik unik.
  • 33. VIII. Sistem Religi Sistem kepercayaan tradisional suku Toraja adalah kepercayaan animisme politeistik yang disebut aluk, atau "jalan" (kadang diterjemahkan sebagai "hukum"). Dalam mitos Toraja, leluhur orang Toraja datang dari surga dengan menggunakan tangga yang kemudian digunakan oleh suku Toraja sebagai cara berhubungan dengan Puang Matua, dewa pencipta. Alam semesta, menurut aluk, dibagi menjadi dunia atas (Surga) dunia manusia (bumi), dan dunia bawah. Pada awalnya, surga dan bumi menikah dan menghasilkan kegelapan, pemisah, dan kemudian muncul cahaya. Hewan tinggal di dunia bawah yang dilambangkan dengan tempat berbentuk persegi panjang yang dibatasi oleh empat pilar, bumi adalah tempat bagi umat manusia, dan surga terletak di atas, ditutupi dengan atap berbetuk pelana. Dewa-dewa Toraja lainnya adalah Pong Banggai di Rante (dewa bumi), Indo' Ongon-Ongon (dewi gempa bumi), Pong Lalondong (dewa kematian), Indo' Belo Tumbang (dewi pengobatan), dan lainnya. Agama: mayoritas penduduk memeluk agama Krtisten selebihnya merupakan pemeluk agama Katholik, Islam, dan Alukta. Adapun perincian tempat ibadah ialah sebagai berikut: Gereja Kristen: 11buah, Gereja Katholik: 1 buah, Mesjid : 1 buah. Kekuasaan di bumi yang kata-kata dan tindakannya harus dipegang baik dalam kehidupan pertanian maupun dalam upacara pemakaman, disebut to minaa (seorang pendeta aluk). Aluk bukan hanya sistem kepercayaan, tetapi juga merupakan gabungan dari hukum, agama, dan kebiasaaan. Aluk mengatur kehidupan bermasyarakat, praktik pertanian, dan ritual keagamaan. Tata cara Aluk bisa berbeda antara satu desa dengan desa lainnya. Satu hukum yang umum adalah peraturan bahwa ritual kematian dan kehidupan harus dipisahkan. Suku Toraja percaya bahwa ritual kematian akan menghancurkan jenazah jika pelaksanaannya digabung dengan ritual kehidupan. Kedua ritual tersebut sama pentingnya. Ketika ada para misionaris dari Belanda, orang Kristen Toraja tidak diperbolehkan menghadiri atau menjalankan ritual kehidupan, tetapi diizinkan melakukan ritual kematian. Akibatnya, ritual kematian masih sering dilakukan hingga saat ini, tetapi ritual kehidupan sudah mulai jarang dilaksanakan. IX. Sistem Pengetahuan Di Tanah Toraja terdapat beberapa kesenian yang dapat memberikan suatu pengetahuan secara tak langsung tentang adat dan istiadat serta pengetahuan tentang sejarah Tanah Toraja. Diantaranya kesenian upacara Rambu Tuka’. Upacara syukuran atau Rambu Tuka’, antara lain adalah upacara perkawinan, maupun selamatan rumah (membangun rumah, merenovasi atau memasuki rumah baru). Upacara selamatan rumah disebut juga upacara pentahbisan rumah. Upacara jenis ini harus dilaksanakan pagi hari dan diharapkan selesai di sore hari. Pemotongan hewan korban juga dilakukan, namun jumlahnya tidak sebanyak saat upacara kematian. Itu juga yang menyebabkan banyak anggapan bahwa upacara kematian di Tator memang lebih meriah dibandingkan upacara lainnya X. Perubahan 1. Teknologi perubahan komponen-komponen teknologi pertanian di Tana Toraja. Komponen - komponen tersebut meliputi: pengolahan tanah (pariu), jenis benih (banne), penanaman (mantanan), pemeliharaan (ma’tora), pemanenan (mepare), pengangkutan (diba’a), pengeringan (mangalloi), penyimpanan dan pengolahan 2. Kepercayaan berbagai upacara adat. Berbagai bentuk upacara seperti mangkaro kalo’ (sebelum tanam), menamu (ketika padi sudah mulai berisi), mepase (ketika padi akan dipotong, manglika (menaikkan padi ke lumbung), dan buka allang (mengambil padi dari lumbung) sekarang sudah tidak dilakukan.