Diskusi 2 Hukum Perdata menikah warga negara asing sah di mata hukum indonesi...
Tugas Tutorial 3 Hukum Pajak Sengketa Pajak mekanisme pemeriksaa pajak fiskus wajib pajak daerah.pdf
1. TUGAS TUTORIAL 3
NIM: 042051183
NAMA: INDRA SOFIAN
Matakuliah:
HUKUM PAJAK DAN ACARAPERPAJAKAN/
HKUM4407
2. Hal 1 dari 8
Yth. Bapak Fransiscus Xaverius Sumarja
Mohon perkenan Saya Indra Sofian, NIM : 042051183 dari UPBJJ Bogor
menyampaikan jawaban jawaban dari Tugas Tutorial 3 berikut:
Soal :
Sengketa pajak antara wajib pajak Pajak Daerah dengan Ditjen Pajak dapat
timbul karena berbagai ketidaksepahaman. Saat ini, jenis pajak pusat yang
dikelola oleh Direktorat Jenderal Pajak meliputi: Pajak Penghasilan (PPh), Pajak
Petambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), Pajak
Bumi dan Bangunan (PBB), dan Bea Materai. Disamping jenis pajak tersebut
juga terdapat pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah yaitu Pajak
Kendaraan Bermotor, Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor, Pajak Bahan Bakar
Kendaraan Bermotor, dan lain-lain.
Pertanyaan:
I. Berikan penjelasan Anda mengenai penyebab terjadinya sengketa pajak
antara wajib pajak dengan Ditjen pajak, apabila sengketa terjadi pada
pajak Pusat.
Jawaban:
Penyebab terjadinya sengketa Pajak Pusat sebagaimana diatur dalam
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009 diantaranya adalah1
:
1) Pasal 16 UU KUP: Kesalahan hitung dan/atau kekeliruan penerapan
tertentu perundang-undangan perpajakan.
a. Kesalahan tulis dan kesalahan hitung
• Contoh kesalahan tulis: kesalahan nama, alamat, nomor pokok
wajib pajak, jenis pajak, masa pajak, tahun pajak, tanggal jatuh
tempo dst
• Contoh kesalahan hitung: kesalahan penjumlahan, pengurangan
dan pembagian
1 Tjip Ismail, Buku Materi Pokok Hukum Pajak dan Acara Perpajakan. Cetakan Kedua,
Tangerang Selatan, Universitas Terbuka, Februari 2020. Modul 8. Hal 8.3-8.7
3. Hal 2 dari 8
b. Kesalahan Penerapan ketentuan tertentu peraturan perundang-
undangan perpajakan
Kesalahan atau kekeliruan dalam penerpaan ketentuan tertentu
peraturan perundang-undangan perpajakan, yaitu kekeliruan dalam:
• Penerapan tarif
• Kekeliruan dalam penerapan persentase norma perhitungan
• Kekeliruan penerapan sanksi administrasi
• Kekeliruan penerapan Penghasilan Tidak Kena Pajak
• Kekeliruan penghitungan pajak penghasilan dua tahun
berjalan; dan
• Kekeliruan dalam pengkreditan pajak
2) Pasal 36 UU KUP: Surat ketetapan yang tidak benar
a. Mengurangkan atau menghapuskan sanksi administrasi
• DIrektur Jenderal Pajak karena jabaran atau atas permohonan
wajib pajak dapat mengurangkan sanksi administrasi berupa
bunga, denda dan kenaikan pajak yang terutang dengan
ketentuan perundang-undangan perpajakan, dalam hal sanksi
tersebut dikenakan karena kekhilafan wajib pajak atau bukan
karena kesalahannnya
• Kekhilafan wajib pajak adalah karena benar-benar tidak tahu
masalah peraturan perpajakan, Bukan kesalahan wajib pajak
adalah karena semata-mata ketidaktelitian petugas pajak yang
dapat membebani wajib pajak yang tidak bersalah atau tidak
memahami peraturan perpajakan.
b. Mengurangkan atau membatalkan ketetapan pajak yang tidak benar
• Direktur Jenderal Pajak karena jabatan atau permohonan wajib
pajak dapat mengurangkan atau membatalkan ketetapan pajak
yang tidak benar
• Ketetapan pajak yang tidak benar, meliputi:
a) Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)
b) Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT)
c) Surat Ketetapan Pajak Nilih (SKPN); dan/atau
4. Hal 3 dari 8
d) Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB)
c. Membatalkan hasil pemeriksaan atau surat ketetapan pajak hasil
pemeriksaan
Direktur Jenderal Pajak karena Jabatannya atau atas permohonan
wajib pajak dapat membatalkan hasil pemeriksaan atau Surat
Ketetapan Pajak Hasil Pemeriksaan yang dilaksanakan tanpa:
a) Penyampaian Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan;atau
b) Pembahasan akhir hasil pemeriksaan dengan wajib pajak.
3) Pasal 25 UU KUP: Keberatan atas surat ketetapan pajak
a. Objek Keberatan
Wajib pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada DIrektur
Jenderal Pajak atas suatu:
a) Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
b) Surat Ketetapamn Pajak Kurang Bayar Tambahan
c) Surat Ketetapan Pajak Nihil
d) Surat Ketetapan Pahaj Lebih Bayar
e) Pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga
berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undang
b. Syarat Pengajuan Keberatan
Dalam mengajukan keberatan harus dipenuhi persayaratan sebagai
berikut:
a) Diajukan secara tertulis
b) Dalam Bahasa Indonesia
c) Dalam Jangka Waktu 3 (tiga) bulan sejak tanggal dikirimnya Surat
Ketetapan Pajak
d) Mengemukakan jumlah pajak yang terutang, jumlah pajak yang
dipotong atau dipungut atau jumlah rugi menurut perhitungan wajib
pajak
e) Alasan yang menjadi dasar perhitungan
f) Dalam mengajukan keberatan atas Surat Ketetapan Pajak, wajib
pajak wajib mekunasi pajak yang masih harus dibayar paling
sedikit sejumlah yang telah disetujui wajib pajak dalam
5. Hal 4 dari 8
pembahasan hasil akhir pemeriksaan, sebelum surat keberatan
disampaikan.
c. Keputusan Keberatan
a) Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu paling lama 12 (dua
belas) bulan sejak tanggal surat keberatan diterima harus
memberikan keputusan
b) Keputusan keberatan dapat berupa mengabulkan seluruhnya atau
sebagian, menolak atau menambah besarnya jumlah pajak
yangharus dibayar
c) APabila dalam jangka waktu tersebut telah terlampaui dan Direktur
Jenderal Pajak tidak memberi Keputusan maka keberatan yang
diajukan tersebut diakbulkan
II. Jelaskan mekanisme pemeriksaan pajak yang dilakukan oleh fiskus
terhadap wajib pajak Pajak Daerah dan bentuk produk hukum hasIl
pemeriksaan Pajak.
Jawaban:
Dalam pajak pusat menggunakan sistem self assessment, sedangkan pada
pajak daerah masih menggunakan sistem official assessment, hanya untuk
jenis pajak daerah tertentu saja yang menggunakan sistem self assessment2
.
Official assessment system adalah suatu system pemungutan pajakyang
memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya
pajak yang terutang oleh wajib pajak. Ciri-cirinya adalah sebagai berikut3
:
1) Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada fiskus.
2) Wajib pajak bersifat pasif.
3) Untung pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus.
Fiskus adalah pejabat pajak yang memiliki wewenang, kewajiban, larangan
dalam rangka pelaksanaan perundang-undangan perpajakan. Dalam hal ini
fiskus akan melakukan tindakan pemeriksaan pajak kepada wajib pajak
apabila:
2 Ibid. Hal 8.8
6. Hal 5 dari 8
1) Surat Pemberitahuan menunjukkan kelebihan pembayaran pajak.
2) Surat Pemberitahuan menunjukkan rugi.
3) Surat Pemberitahuan tidak disampaikan atau disampaikan tidak pada
waktu yang ditetapkan.
4) Surat Pemberitahuan yang memenuhi kriteria seleksi yang ditentukan oleh
Direktorat Jendral Pajak.
5) Ada indikasi kewajiban perpajakan yang tidak dipenuhi
Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data,
keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional
berdasarkan suatu standar pemeriksaan4
.
Tujuan Pemeriksaan adalah untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban
perpajakan dan untuk tujuan lain.
Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan terbagi dalam:
1) Pemeriksaan Khusus, dilakukan karena adanya indikasi ketidakpatuhan
pemenuhan kewajiban perpajakan, baik berdasarkan data konkret
maupun hasil analisis risiko.
2) Pemeriksaan Rutin, merupakan pemeriksaan yang dilakukan sehubungan
dengan pemenuhan hak dan/atau pelaksanaan kewajiban perpajakan
Wajib Pajak.
Pemeriksaan Tujuan Lain dilakukan dalam rangka:
1) Penerbitan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dan/atau pengukuhan
Pengusaha Kena Pajak (PKP) secara jabatan
2) Penghapusan NPWP dan/atau pencabutan pengukuhan PKP
berdasarkan permohonan Wajib Pajak
3) Penentuan saat produksi dimulai
4) Penentuan Wajib Pajak berlokasi di daerah terpencil
5) Penetapan besarnya biaya pada tahapan eksplorasi
4 https://www.pajak.go.id/id/pemeriksaan
7. Hal 6 dari 8
6) Penagihan pajak
7) Keberatan
8) Pengumpulan bahan guna penyusunan Norma Penghitungan
Penghasilan Neto
9) Penghapusan NPWP dan/atau pencabutan pengukuhan PKP secara
jabatan
Pemeriksaan dimulai dengan penyampaian Surat Pemberitahuan
Pemeriksaan Lapangan atau pengiriman surat panggilan dalam rangka
pemeriksaan kantor. Dalam hal khusus, misalnya kondisi pandemi,
pemeriksaan dapat dilakukan secara daring.
Hasil pemeriksaan harus diberitahukan kepada Wajib Pajak melalui
penyampaian Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP) yang dilampiri
dengan daftar temuan hasil pemeriksaan dengan mencantumkan dasar
hukum atas temuan tersebut.
Produk Hukum hasil Pemeriksaan dalam pengujian kepatuhan Wajib Pajak
diakhiri dengan pembuatan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) dan produk
hukum yang dapat berupa:
1) Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB)
2) Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT)
3) Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN)
4) Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB)
Pemeriksaan untuk tujuan lain ditutup dengan diterbitkannya LHP yang berisi
usulan diterima atau ditolaknya permohonan WP.
Wajib Pajak berhak:
a. meminta Pemeriksa Pajak untuk :
• memperlihatkan tanda pengenal dan Surat Perintah Pemeriksaan;
• memberikan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan;
• memperlihatkan surat yang berisi perubahan tim pemeriksa apabila
susunan keanggotaan mengalami perubahan;
• memberikan penjelasan tentang alasan dan tujuan pemeriksaan;
8. Hal 7 dari 8
b. menerima Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan;
c. menghadiri pembahasan akhir hasil pemeriksaan bersama dengan
pemeriksa pada waktu yang telah ditentukan;
d. mengajukan permohonan Quality Assurance Pemeriksaan dalam hal
belum disepakati dasar hukum koreksi pemeriksaan; dan
e. mengisi kuesioner terkait pelaksanaan pemeriksaan.
Wajib Pajak berkewajiban:
a. memenuhi panggilan untuk datang menghadiri pemeriksaan tepat waktu;
b. memperlihatkan dan/atau meminjamkan dokumen yang menjadi dasar
penghitungan penghasilan;
c. memberikan kesempatan untuk mengakses dan/atau mengunduh data
yang dikelola secara elektronik;
d. memberikan kesempatan tim pemeriksa untuk memasuki dan memeriksa
ruangan yang menjadi tempat penyimpanan dokumen serta
meminjamkannya;
e. memberi bantuan guna kelancaran pemeriksaan, yang dapat berupa:
1. menyediakan tenaga dan/atau peralatan atas biaya Wajib Pajak
apabila dalam mengakses data yang dikelola secara elektronik
memerlukan peralatan dan/atau keahlian khusus;
2. memberikan bantuan kepada tim pemeriksa untuk membuka barang
bergerak dan/atau tidak bergerak; dan/atau
3. menyediakan ruangan khusus dalam hal pemeriksaan dilakukan di
tempat Wajib Pajak;
f. meminjamkan Kertas Kerja Pemeriksaan yang dibuat oleh akuntan publik;
g. menyampaikan tanggapan secara tertulis atas Surat Pemberitahuan Hasil
Pemeriksaan; dan
h. memberikan keterangan lisan dan/atau tertulis yang diperlukan.
Demikian jawaban dari saya dan mohon koreksian dan revisi dari Bapak
Terima kasih
Salam
042051183 – INDRA SOFIAN
9. Hal 8 dari 8
SUMBER REFERENSI:
Perundang-undangan:
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata
Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2009
Modul:
Albib Rinanda Lubis, Laporan Tugas Akhir, Mekanisme Pemeriksaan Pajak
Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Medan Kota. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
POlitik. Universitas Sumatera Utara. Medan. 2016
Galih Wicaksono dan Tiesnawati Wahyuningsih, Inisiasi Tuton ke-4. Mata
Kuliah Hukum Pajak dan Acara Perpajakan. “Pemeriksaan Dan Penagihan Pajak”.
Tangerang Selatan, Universitas Terbuka. 2021
Tjip Ismail, Buku Materi Pokok Hukum Pajak dan Acara Perpajakan.
Cetakan Kedua, Tangerang Selatan, Universitas Terbuka, Februari 2020. Modul 8
Halaman Web:
https://www.pajak.go.id/id/pemeriksaan