Rancangan Undang-Undang tentang Keperawatan ini membahas tentang ketentuan umum keperawatan, asas dan tujuannya, serta perawat. Dokumen ini mengatur tentang pendidikan keperawatan, standar kompetensi, uji kompetensi, sertifikat kompetensi, dan registrasi perawat agar dapat melaksanakan praktik keperawatan secara profesional.
1. RANCANGAN
UNDANG-UNDANG NO ___ TAHUN ___
TENTANG
KEPERAWATAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang : a. bahwa kesehatan sebagai hak asasi manusia harus
diwujudkan melalui penyelenggaraan berbagai
upaya kesehatan kepada seluruh masyarakat
sebagai bagian dari pembangunan kesehatan.
b. bahwa pelayanan keperawatan merupakan bagian
integral dari pelayanan kesehatan yang dilakukan
oleh perawat secara terus menerus berdasarkan
keilmuan yang kokoh, kaidah etik dan nilai moral,
serta standar profesi.
c. bahwa praktik keperawatan sebagai inti dari
pelayanan keperawatan didasarkan pada
kewenangan yang diberikan kepada perawat karena
keahliannya, yang dikembangkan sesuai dengan
kebutuhan kesehatan masyarakat, perkembangan
ilmu pengetahuan dan tuntutan globalisasi.
d. bahwa praktik keperawatan yang dilakukan oleh
Perawat perlu dilindungi oleh undang-undang demi
terselenggaranya pelayanan keperawatan yang
berkualitas dan terjangkau.
e. bahwa untuk memberikan perlindungan dan
kepastian hukum kepada masyarakat dan perawat
diperlukan pengaturan mengenai penyelenggaraan
praktik keperawatan;
f. bahwa berdasarkan petimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, huruf d,
dan huruf e, maka perlu membentuk undang-
undang tentang perawat;
Mengingat : 1. Pasal 20, Pasal 22 D ayat (1), Undang-undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional. (Lembaran Negara
Tahun 2003 No.78 Tambahan Lembaran Negara
No.4301);
3. Undang-Undang Nomor 29 tahun 2004 tentang
Praktik Kedokteran; (Lembaran Negara Tahun 2004
2. No.116 Tambahan Lembaran Negara No. 4431 );
4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah
dengan PERPU No. 3 Tahun 2005 tentang
Perubahan Atas UU No. 32 Tahun 2004
sebagaimana diubah dengan UU No. 12 Tahun 2008
tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah. (Lembaran
Negara Tahun 2008 No.59 Tambahan Lembaran
Negara No. 4844);
5. Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 No. 144 Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia No. 5063);
6. Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 Tentang Rumah
Sakit(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2009 No. Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia No.5072)
7. Undang-Undang No.12 Tahun 2012 Tentang
Perguruan Tinggi (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2012 No. 158 Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia No. 5336 );
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
dan
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG KEPERAWATAN
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:
(1) Keperawatan adalah suatu pelayanan profesional yang merupakan bagian
integral dari pelayanan kesehatan, didasarkan pada ilmu dan kiat
keperawatan, berbentuk pelayanan bio-psiko-sosio-spiritual yang
menyeluruh ditujukan kepada individu, keluarga, kelompok, dan
3. masyarakat, baik sehat maupun sakit, yang mencakup seluruh rentang
kehidupan manusia.
(2) Perawat adalah seseorang yang telah lulus program pendidikan
keperawatan yang diakui oleh Pemerintah dengan persyaratan
berdasarkan ketentuan Undang-Undang ini
(3) Perawat Vokasional Berizin (PVB) adalah perawat yang telah lulus
program pendidikan vokasi dan terrigestrasi
(4) Ners Terregistrasi (NT) adalah perawat yang telah lulus program
pendidikan profesi dan terrigestrasi
(5) Ners Spesialis Teregistrasi (NST) adalah perawat yang telah lulus
program pendidikan profesi spesialis dan terrigestrasi
(6) Praktik Keperawatan adalah bagian dari pelayanan kesehatan yang
diselenggarakan oleh Perawat melalui penerapan ilmu dan kiat
keperawatan yang ditujukan kepada klien baik sehat maupun sakit yang
mencakup seluruh proses kehidupan manusia karena adanya kelemahan
fisik dan mental, keterbatasan pengetahuan, serta kurangnya kemauan
menuju kepada kemampuan melaksanakan kegiatan hidupsehari-hari
secara mandiri.
(7) Asuhan Keperawatan adalah rangkaian tindakan keperawatan
berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan yang ditujukan kepada klien
dalam rangka memandirikan klien untuk merawat dirinya dengan
rangkaian kegiatan pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan,
implementasi dan evaluasi.
(8) Klien adalah perorangan, keluarga, kelompok, dan masyarakat yang
membutuhkan asuhan keperawatan.
(9) Uji kompetensi adalah suatu proses untuk mengukur pengetahuan,
keterampilan, dan sikap perawat sesuai dengan standar kompetensi
perawat.
(10) Sertifikat kompetensi perawat adalah bukti formal sebagai pengakuan
bagi perawat yang telah lulus uji kompetensi.
(11) Registrasi adalah pencatatan resmi oleh Konsil Keperawatan Indonesia
terhadap perawat yang telah memiliki Sertifikat Kompetensi Perawat serta
diakui secara hukum untuk menjalankan praktik dan/atau pekerjaan
profesinya
(12) Surat Tanda Registrasi yang selanjutnya disingkat STR adalah bukti
tertulis yang diberikan oleh Konsil Keperawatan Indonesia kepada
Perawat yang telah diregistrasi dan berwenang melakukan pelayanan
kesehatan
4. (13) Surat Ijin Praktik Perawat yang selanjutnya disingkat SIPP adalah bukti
tertulis yang diberikan oleh pemerintah Kabupaten/Kota kepada Perawat
yang akan melaksanakan praktik keperawatan di rumah sakit dan
praktik mandiri setelah memenuhi persyaratan.
(14) Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah alat dan/atau tempat yang
digunakan untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan baik yang
bersifat promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang yang
dilakukan oleh pemerintah, pemerintah daerah dan/atau masyarakat.
(15) Organisasi Profesi adalah Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
(16) Kolegium Keperawatan adalah badan yang dibentuk oleh organisasi
profesi untuk cabang disiplin ilmu keperawatan yang bertugas mengampu
cabang disiplin ilmu tersebut.
(17) Konsil Keperawatan Indonesia yang selanjutnya disebut konsil adalah
badan otonom, mandiri, dan non-struktural yang bersifat independen.
(18) Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden
Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara
Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
(19) Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati dan Walikota serta
perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan.
(20) Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
bidang kesehatan.
BAB II
ASAS DAN TUJUAN
Pasal 2
Keperawatan dilaksanakan berdasarkan asas
1. Pengabdian Masyarakat;
2. Profesionalisme; dan
3. Keadilan.
Pasal 3
Pengaturan penyelenggaraan Keperawatan bertujuan untuk:
1. Memberikan perlindungan dan kepastian hukum kepada klien dan
perawat;
2. Mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan Keperawatan yang
diselenggarakan oleh perawat dengan berorientasi pada keselamatan klien
serta memandirikannya.
5. BAB III
PERAWAT
Bagian Pertama
Pendidikan, Kompetensi, Registrasi
Paragrap 1 Pendidikan
Pasal 4
Pendidikan Keperawatan terdiri atas program studi vokasi, akademik, dan
profesi dalam berbagai jenjang dan jenis.
Pasal 5
Pendidikan Keperawatan vokasi adalah pendidikan strata D III Keperawatan.
Pasal 6
Pendidikan akademik terdiri atas pendidikan sarjana strata satu (S1), strata
dua (S2), dan strata tiga (S3) Keperawatan
Pasal 7
(1) Pendidikan Keperawatan Profesi adalah pendidikan Ners, pendidikan Ners
spesialis dan pendidikan Ners spesialis konsultan
(2) Pendidikan Ners sebagai mana dimaksud pada ayat (1) adalah pendidikan
setelah pendidikan sarjana Keperawatan
(3) Pendidikan Ners spesialis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
pendidikan setelah pendidikan profesi Ners
(4) Pendidikan Ners spesialis konsultan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
adalah pendidikan setelah pendidikan Ners spesialis.
Pasal 8
Penyelenggaraan Pendidikan Keperawatan dilaksanakan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
Pasal 9
Standar Pendidikan Keperawatan
(1) Standar pendidikan Keperawatan disusun oleh organisasi profesi dengan
melibatkan Kolegium Keperawatan dan /atau Asosiasi Institusi
Pendidikan Keperawatan.
(2) Ketentuan penyusunan standar pendidikan Keperawatan diatur oleh
Organisasi Profesi.
6. Pasal 10
Organisasi profesi dan /atau kolegium Keperawatan harus melakukan
pengawasan untuk penerapan pendidikan Keperawatan agar sesuai dengan
standar yang telah disusun.
Paragraf 2
Kompetensi Perawat
Pasal 11
Standar Kompetensi Perawat disusun oleh Organisasi Profesi dan disyahkan
oleh Konsil.
Pasal 12
Dalam menyusun standar kompetensi perawat, Organisasi Profesi harus
melibatkan Kolegium, Asosiasi Institusi Pendidikan Keperawatan dan Asosiasi
Institusi Pelayanan Keperawatan.
Pasal 13
Uji Kompetensi
(1) Uji kompetensi harus dilakukan sesuai standar kompetensi perawat
untuk mendapatkan pengakuan nasional
(2) Pelaksanaan Uji kompetensi dilakukan oleh Konsil.
(3) Uji kompetensi dilakukan di perguruan tinggi bersamaan dengan ujian
akhir.
(4) Ketentuan mengenai Pelaksanaan Uji kompetensi diatur dengan
Peraturan Konsil
Pasal 14
Sertifikat Kompetensi Perawat
(1) Perawat yang lulus Uji Kompetensi mendapatkan Sertifikat Kompetensi
(2) Sertifikat kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikeluarkan
oleh Konsil setelah dinyatakan lulus uji kompetensi
(3) Sertifikat kompetensi berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat
diperpanjang.
(4) Untuk pertama kali sertifikat kompetensi diberikan selama jangka waktu
5 (lima) tahun terhitung sejak tanggal kelulusan pendidikan Ners
(5) Sertifikat kompetensi dipergunakan sebagai dasar untuk memperoleh
STR
Pasal 15
(1) Sertifikat kompetensi yang telah habis masa berlakunya dapat
diperpanjang melalui partisipasi perawat dalam kegiatan pendidikan
dan/atau pelatihan serta kegiatan ilmiah lainnya sesuai dengan bidang
tugasnya atau profesinya.
7. (2) Partisipasi perawat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
digunakan sepanjang telah memenuhi persyaratan perolehan Satuan
Kredit Profesi.
(3) Perolehan Satuan Kredit Profesi sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
harus mencapai minimal 25 (dua puluh lima) Satuan Kredit Profesi
selama 5 (lima) tahun.
(4) Jumlah Satuan Kredit Profesi dari setiap kegiatan pendidikan dan/atau
pelatihan serta kegiatan ilmiah lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) untuk setiap kegiatan ditentukan oleh Organisasi Profesi.
Paragraf 3
Registrasi
Pasal 16
Setiap perawat yang akan menjalankan Praktik atau pekerjaannya wajib
melakukan registrasi dan memiliki STR Perawat
(1) STR Perawat sebagaimana pada ayat (1) diterbitkan oleh Konsil
(2) Untuk memperoleh STR Perawat sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Perawat harus memiliki ijazah dan sertifikat kompetensi
(3) STR berlaku selama sertifikat kompetensi Perawat masih berlaku.
Pasal 17
Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan, tata cara registrasi dan
registrasi ulang diatur dengan peraturan konsil
Pasal 18
(1) STR Perawat terdiri atas 3 (tiga) kategori:
a. STR vokasi untuk perawat lulus pendidikan Keperawatan vokasi;
b. STR Ners untuk perawat lulus pendidikan profesi Ners; dan
c. STR Ners Spesialis untuk perawat lulus pendidikan profesi Ners
spesialis.
(2) Perawat yang mendapatkan STR vokasi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a diberikan sebutan atau gelar Perawat Vokasional Berizin (PVB)
(3) Perawat yang mendapatkan STR Ners sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b diberikan sebutan atau gelar Ners Terregistrasi (NT)
(4) Perawat yang mendapatkan STR Ners Spesialis sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf c diberikan sebutan atau gelar Ners Spesialis
Terregistrasi (NST)
Pasal 19
(1) Perawat warga negara Indonesia lulusan pendidikan Keperawatan dari
luar negeri yang akan menjalankan Praktik Keperawatan wajib
melakukan registrasi dan memiliki STR.
(2) Registrasi Perawat warga negara Indonesia lulusan Pendidikan
Keperawatan luar negeri dilakukan setelah proses evaluasi.
(3) Ketentuan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan
peraturan Konsil.
8. Pasal 20
(1) Perawat asing yang akan melaksanakan Praktik Keperawatan di Indonesia
wajib melakukan registrasi.
(2) Registrasi Perawat asing dilakukan setelah mengikluti program adaptasi
dan evaluasi.
(3) Program adaptasi dan evalusi perawat asing diatur oleh Konsil
(4) Perawat asing selain memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) juga harus melengkapi surat izin kerja sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan dan kemampuan berbahasa Indonesia.
(5) Perawat asing yang telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) dan (4) dapat diregistrasi oleh Konsil sesuai dengan
ketentuan berlaku
Pasal 21
(1) Perawat asing yang melakukan kegiatan dalam rangka pendidikan,
pelatihan, penelitian, pelayanan Keperawatan yang bersifat sementara di
Indonesia diberikan STR Sementara.
(2) STR Sementara pada ayat (1) berlaku selama 1 (satu) tahun dan dapat
diperpanjang untuk 1 (satu) tahun berikutnya.
(3) Ketentuan mengenai tata cara memperoleh STR Sementara diatur lebih
lanjut dalam Peraturan Konsil.
Bagian Kedua
Pendidikan dan Pelatihan Keperawatan Berkelanjutan
Pasal 22
(1) Pendidikan dan pelatihan Keperawatan berkelanjutan mempunyai tujuan
meningkatkan kompetensi Perawat dan dilaksanakan sesuai dengan
standar pendidikan Keperawatan berkelanjutan.
(2) Standar Pendidikan Keperawatan Berkelanjutan diatur sesuai dengan
ketentuan organisasi Profesi
Pasal 23
(1) Setiap perawat yang berpraktik wajib meningkatkan kompetensinya
melalui pendidikan dan pelatihan Keperawatan berkelanjutan yang
diselenggarakan oleh Organisasi Profesi dan lembaga lain yang
diakreditasi oleh Organisasi Profesi dalam penyerapan perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi keperawatan.
(2) Pemerintah, Pemerintah Daerah dan atau sarana kesehatan yang
memakai jasa Perawat wajib menyediakan anggaran untuk peningkatan
kompetensi dan sertifikasi Perawat
9. BAB IV
PENYELENGGARAAN PRAKTIK KEPERAWATAN
Bagian Pertama
Umum
Pasal 24
(1) Praktik Keperawatan dilaksanakan pada fasilitas pelayanan kesehatan
tingkat pertama, tingkat kedua, dan tingkat ketiga.
(2) Praktik Keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditujukan
kepada individu, keluarga, kelompok, dan masyarakat.
(3) Praktik Keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan
melalui kegiatan:
a. pelaksanaan asuhan Keperawatan;
b. pelaksanaan upaya promotif, preventif, pemulihan, dan pemberdayaan
masyarakat dalam hal kesehatan;
c. pelaksanaan tindakan berdasarkan potensi dan kebutuhan klien; dan
d. pelaksanaan tindakan Keperawatan komplementer.
e. pelaksanaan tindakan medis sesuai dengan permintaan tertulis tenaga
medis
(4) Asuhan Keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a
meliputi pengkajian, penetapan diagnosa Keperawatan, perencanaan,
implementasi, dan evaluasi Keperawatan.
(5) Implementasi Keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meliputi
penerapan perencanaan dan pelaksanaan tindakan Keperawatan.
(6) Tindakan Keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) meliputi
pelaksanaan prosedur Keperawatan, observasi Keperawatan, penyuluhan
dan konseling kesehatan.
(7) Praktik Keperawatan di sarana kesehatan adalah asuhan Keperawatan
profesional yang diberikan oleh NT atau NST bersama PVB
(8) Ketentuan mengenai rasio dan jumlah tenaga NT atau NST bersama PVB
di fasilitas sarana kesehatan diatur dalam peraturan Konsil.
(9) Perawat dalam menjalankan asuhan keperawatan berwenang
a. Memberikan obat bebas dan/atau obat bebas terbatas.
b. Memberikan penanganan kepada bayi dan anak balita sesuai dengan
Pedoman yang ditetapkan Pemerintah atau Pemerintah Daerah
c. Memberikan Imunisasi sesuai Program Pemerintah
d. Melakukan khitan oleh perawat yang telah mendapatkan sertifikat
pelatihan.
e. Melaksanakan deteksi dini, dan memberikan penyuluhan dan
konseling terhadap penyakit infeksi menular Seksual.
f. Mencegah Penyalahgunaan NAPZA melalui informasi dan edukasi
g. Menyimpan obat-obat emergensi dengan jenis dan jumlah terbatas
h. Melakukan tindakan penyelamatan kehidupan dalam tim emergensi
i. Melakukan tindakan peningkatan kesehatan jiwa untuk individu dan
masyarakat
j. Meningkatkan kemampuan masyarakat dalam penanganan bencana
k. Memberikan pertolongan dan atau tindakan yang dapat mengancam
jiwa individu sesuai dengan kompetensi yang dimiliki
10. Pasal 25
(1) Dalam melakukan praktik Perawat harus melaksanakan pekerjaannya
sesuai dengan Keahlian dan kewenangan yang dimiliki.
(2) Perawat dapat melakukan tugas pelimpahan tindakan sesuai dengan
kompetensinya.
(3) Tugas pelimpahan antar pihak terkait sebagaimana dimaksud pada ayat
(2) diberikan secara tertulis.
(4) Keahlian dimaksud pada ayat (1) adalah sesuai dengan kompetensi
masing-masing kualifikasi Perawat.
(5) Ketentuan mengenai keahlian dan kewenangan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diatur dalam peraturan Konsil
Pasal 26
(1) Pemberian asuhan Keperawatan harus didukung oleh fasilitas pelayanan
kesehatan.
(2) Ketentuan mengenai pelayanan Keperawataan di fasilitas pelayanan
kesehatan diatur dalam peraturan Konsil.
Pasal 27
(1) Perawat dapat melaksanakan penugasan khusus untuk memenuhi
kebutuhan pelayanan kesehatan perorangan dan masyarakat di daerah
terpencil, sangat terpencil, tertinggal, perbatasan, pulau-pulau kecil
terluar, daerah yang tidak diminati, daerah rawan bencana atau
mengalami bencana, dan konflik sosial.
(2) Perawat dalam melaksanakan penugasan khusus sebagaimana dimaksud
pada ayat (2), berdasarkan kebutuhan kesehatan masyarakat, kompetensi
dan kewenangan.
(3) Penugasan yang dimaksud pada ayat (2), Pemerintah Daerah harus
mengeluarkan keputusan Kepala daerah yang menetapkan kewenangan
khusus bagi perawat tersebut.
Pasal 28
Dalam kondisi sebuah daerah tidak mempunyai dokter yang bertugas di
daerah tersebut maka Pemerintah Daerah harus memberikan kewenangan
kepada Perawat untuk melakukan pelayanan kesehatan diluar kewenangan
yang ditetapkan dalam sebuah Keputusan Kepala Daerah.
Pasal 29
(1) Pemerintah daerah Propinsi/ Kabupaten/ Kota dapat menugaskan
Perawat tertentu untuk melaksanakan penugasan khusus.
(2) Perawat yang ditugaskan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1)
berhak atas pelatihan dan pembinaan dari pemerintah daerah dalam hal
ini yang bertanggung jawab Bupati/ Walikota/ atau Gubernur.
(3) Perawat yang melaksanakan penugasan khusus program pemerintah
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus disertai dengan penyediaan
11. sarana pelayanan kesehatan, alat kesehatan, obat-obatan, dan fasilitas
lainnya sesuai standar yang berlaku.
(4) Perawat yang melaksanakan penugasan khusus sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) harus disertai tunjangan khusus di luar gaji yang diterima.
Pasal 30
(1) Pada daerah yang belum memiliki dokter, Pemerintah dan Pemerintah
Daerah harus menempatkan Perawat dengan pendidikan minimal
Diploma III Keperawatan.
(2) Apabila tidak terdapat tenaga Perawat sebagaimana dimaksud pada ayat
(1), Pemerintah dan Pemerintah daerah dapat menempatkan Perawat
dengan pendidikan dibawah Diploma Keperawatan yang telah mengikuti
pelatihan.
(3) Pemerintah Daerah Propinsi/ Kabupaten/ Kota bertanggung jawab
menyelenggarakan pelatihan bagi Perawat yang memberikan pelayanan di
daerah yang tidak memiliki dokter.
Pasal 31
(1) Dalam keadaaan Gawat darurat, Perawat dapat melakukan tindakan
medis dan pemberian obat untuk memberikan pertolongan pertama.
(2) Pertolongan pertama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertujuan
untuk menyelamatkan nyawa Klien dan mencegah kecacatan lebih lanjut.
(3) Keadaan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan
keadaan yang mengancam nyawa Klien dan keselamatannya hanya
tergantung pada inisiatif Perawat.
(4) Keadaan darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh
Perawat sesuai dengan bidang keilmuan.
Pasal 32
(1) Dalam menjalankan Praktik Keperawatan yang dikelola secara mandiri
harus memenuhi persyaratan meliputi:
a. memiliki tempat praktik, ruangan praktik dan peralatan untuk
tindakan asuhan keperawatan, serta peralatan untuk menunjang
pelayanan kesehatan yang diselenggarakan di dalam maupun di luar
fasilitas sarana kesehatan, yang memenuhi persyaratan lingkungan
sehat; dan
b. memiliki sarana, peralatan dan obat sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
(2) Ketentuan persyaratan tempat praktik dan peralatan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dalam peraturan Konsil.
12. Bagian Kedua
Perijinan
Pasal 33
Perawat yang akan menjalankan praktik wajib memiliki SIPP
Pasal 34
SIPP sebagaimana yang dimaksud pasal 33 diberikan pada PVB, NT, NST
sesuai persyaratan yang berlaku.
Pasal 35
(1) SIPP sebagaimana dimaksud dalam pasal 33 dikeluarkan oleh Pemerintah
Daerah Kabupaten/ Kota
(2) SIPP berlaku selama STR masih berlaku dan dapat diperbaharui bila
masa berlaku habis.
(3) Ketentuan mengenai persyaratan memperoleh SIPP diatur lebih lanjut
dalam Peraturan Konsil.
Pasal 36
(1) Perawat hanya dapat menjalankan praktik dan / atau kerja paling banyak
di 2 (dua) tempat.
(2) Tempat praktik yang dimaksud pada ayat (1) adalah 1 (satu) untuk
fasilitas pelayanan kesehatan serta 1 (satu) untuk tempat pelayanan
lainnya yang diselenggarakan secara mandiri
Pasal 37
Perawat dalam menjalankan Praktik Keperawatan harus sesuai dengan
keahlian yang sesuai kompetensinya.
Pasal 38
Dalam menjalankan praktik mandiri, Perawat wajib memasang papan nama
Praktik Keperawatan, yang berisi Nama, STR, SIPP, dan masa berlaku.
Pasal 39
SIPP dinyatakan tidak berlaku karena:
a. tempat kerja/praktik tidak sesuai lagi dengan SIPP;
b. masa berlakunya habis dan tidak diperbarui;
c. dicabut oleh pejabat yang berwenang memberikan izin
Pasal 40
Perawat asing hanya dapat menjalankan Praktik Keperawatan di fasilitas
sarana kesehatan saja
13. BAB V
KONSIL
Bagian Kesatu
Nama dan Kedudukan
Pasal 41
(1) Dalam rangka mencapai tujuan yang dimaksud dalam Pasal 3, dibentuk
Konsil Keperawatan Indonesia.
(2) Konsil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab kepada
Presiden.
Pasal 42
Konsil berkedudukan di Ibu Kota Negara Republik Indonesia.
Bagian Kedua
Fungsi, Tugas dan Wewenang Konsil
Pasal 43
Konsil mempunyai fungsi pengaturan, pengesahan, penetapan, pengawasan
dan pembinaan Perawat yang menjalankan Praktik Keperawatan dalam rangka
meningkatkan mutu pelayanan Keperawatan.
Pasal 44
(1) Konsil mempunyai tugas:
a. Melakukan registrasi perawat;
b. Mengesahkan standar pendidikan perawat
c. Membuat dan mengesahkan peraturan-peraturan terkait dengan
praktik perawat.
d. Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan ketetapan yang
dikeluarkannya.
(2) Standar pendidikan Keperawatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b dibuat dan diusulkan oleh Kolegium Keperawatan.
Pasal 45
Dalam menjalankan tugas, Konsil mempunyai wewenang:
a. Menyetujui atau menolak permohonan registrasi Perawat
b. Menetapkan ada tidaknya kesalahan penerapan disiplin ilmu Keperawatan
yang dilakukan Perawat dan menetapkan sanksi;
c. Mengesahkan standar pendidikan profesi Keperawatan yang dibuat oleh
kolegium
d. Menetapkan kebijakan penyelenggaraan program pendidikan profesi
Keperawatan berdasarkan rekomendasi Organisasi Profesi.
14. Pasal 46
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang
Konsil serta pelaksanaannya diatur dengan Peraturan Konsil Keperawatan
Indonesia.
Bagian Ketiga
Susunan Organisasi dan Keanggotaan
Pasal 47
(1) Susunan pimpinan konsil terdiri dari :
a. Ketua merangkap anggota
b. Wakil ketua merangkap anggota
c. Ketua- ketua Komite merangkap anggota.
(2) Komite sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdiri atas :
a. Komite registrasi
b. Komite standar pendidikan profesi
c. Komite praktik Keperawatan
d. Komite disiplin Keperawatan
(3) Komite sebagaimana dimaksud pada ayat (2) masing-masing dipimpin
oleh 1 (satu) orang Ketua Komite merangkap anggota.
Pasal 48
(1) Ketua konsil dan ketua komite dipilih oleh dan dari anggota Konsil.
(2) Ketua Konsil dan ketua komite sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus seorang Perawat
(3) Ketentuan lebih lanjut tentang pemilihan ketua Konsil dan ketua Komite
diatur dalam peraturan Konsil
Pasal 49
(1) Komite Uji kompetensi dan Registrasi mempunyai tugas untuk
melakukan Uji kompetensi dan proses registrasi Keperawatan.
(2) Komite standar pendidikan profesi mempunyai tugas memvalidasi standar
pendidikan profesi yang disusun oleh Kolegium Keperawatan.
(3) Komite Praktik Keperawatan mempunyai tugas untuk melakukan
pemantauan mutu Praktik Keperawatan dan menetapkan kebutuhan
praktik Keperawatan.
(4) Komite Disiplin Keperawatan mempunyai tugas melindungi klien melalui
pembinaan kepada Perawat dan menentukan ada tidaknya kesalahan
penerapan disiplin ilmu Keperawatan,
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tugas komite diatur dalam Peraturan
Konsil.
15. Pasal 50
(1) Keanggotaan Konsil terdiri atas unsur-unsur wakil Pemerintah,
Organisasi Profesi, institusi pendidikan, pelayanan, dan wakil
masyarakat.
(2) Jumlah anggota Konsil 17 (tujuh belas) orang yang terdiri atas unsur-
unsur yang berasal dari:
a. Anggota yang ditunjuk adalah 11 (sebelas) orang terdiri dari:
- Persatuan Perawat Nasional Indonesia 3 (tiga) orang;
- Kolegium Keperawatan 1 (satu) orang;
- Asosiasi Institusi Pendidikan Keperawatan 1 (satu) orang;
- Asosiasi rumah sakit 1 (satu) orang;
- Asosiasi institusi pelayanan 1 (satu) orang;
- Tokoh masyarakat 1 (satu) orang;
- Kementerian kesehatan 1 (satu) orang;
- Kementerian pendidikan dan kebudayaan 1 (satu) orang
- Kementerian Pertahanan Keamanan 1 (satu) orang
b. Anggota yang dipilih adalah 6 (enam) perawat, masing masing 2
perawat dari 3 (tiga) wilayah utama (barat, tengah, timur) Indonesia.
(3) Setiap perawat yang menjadi Pimpinan Konsil wajib mengundurkan diri
sebagai pengurus Organisasi Profesi, Kolegium Keperawatan, Asosiasi
Institusi Pendidikan Keperawatan, dan atau organisasi lain yang dapat
mengganggu tugas dan kepentingan Konsil
(4) Pengunduran diri sebagaimana dimaksud pada ayat (3) bertujuan agar
tidak terjadi konflik kepentingan dalam melaksanakan amanah Undang-
undang
Pasal 51
Masa bakti satu periode keanggotaan Konsil adalah 5 (lima) tahun.
Pasal 52
(1) Anggota Konsil sebelum memangku jabatan terlebih dahulu harus
mengucapkan sumpah.
(2) Sumpah/ janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbunyi sebagai
berikut:
Saya bersumpah/ berjanji dengan sungguh-sungguh bahwa saya,
untuk melaksanakan tugas ini, langsung atau tidak langsung, dengan
menggunakan nama atau cara apapun juga, tidak memberikan atau
menjanjikan sesuatu apapun kepada siapapun juga.
Saya bersumpah/ berjanji bahwa saya, untuk melakukan atau tidak
melakukan sesuatu dalam tugas ini, tidak sekali-kali akan menerima
langsung atau tidak langsung dari siapapun juga suatu janji atau
pemberian.
Saya bersumpah/ berjanji bahwa saya, dalam menjalankan tugas ini,
senantiasa menjunjung tinggi ilmu Keperawatan dan mempertahankan
serta meningkatkan mutu pelayanan Keperawatan dan tetap akan
menjaga rahasia kecuali jika diperlukan untuk kepentingan hukum.
16. Saya bersumpah/ berjanji bahwa saya, akan setia, taat kepada Negara
Republik Indonesia, mempertahankan, mengamalkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar tahun 1945, serta peraturan perundang-
undangan yang berlaku di Negara Republik Indonesia.
Saya bersumpah/ berjanji bahwa saya, senantiasa akan menjalankan
tugas dan wewenang saya ini dengan sungguh-sungguh, seksama,
obyektif, jujur, berani, adil, tidak membeda-bedakan jabatan, suku,
agama, ras, gender, dan golongan tertentu dan akan melaksanakan
kewajiban saya dengan sebaik-baiknya serta bertanggung jawab
sepenuhnya kepada Tuhan Yang Maha Esa, masyarakat, bangsa dan
negara.
Saya bersumpah/ berjanji bahwa saya, senantiasa akan menolak atau
tidak menerima atau tidak mau dipengaruhi oleh campur tangan
siapapun juga dan saya akan tetap teguh melaksanakan tugas dan
wewenang saya yang diamanatkan Undang-Undang kepada saya.“
Pasal 53
Untuk menjadi anggota Konsil seseorang harus memenuhi syarat sebagai
berikut:
a. Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia;
b. Warga Negara Republik Indonesia;
c. Sehat rohani dan jasmani;
d. Memiliki kredibilitas baik di masyarakat;
e. Berusia sekurang-kurangnya 30 (empat puluh) tahun dan setinggi-
tingginya 65 (enam puluh lima) tahun pada waktu menjadi anggota Konsil
Keperawatan Indonesia;
f. Mempunyai pengalaman dalam praktik Keperawatan minimal 7 tahun dan
memiliki Surat Tanda Registrasi Perawat, kecuali untuk non Perawat;
g. Cakap, jujur, memiliki moral, etika dan integritas yang tinggi serta
memiliki reputasi yang baik; dan
h. Melepaskan jabatan struktural dan/atau jabatan lainnya pada saat
diangkat dan selama menjadi anggota Konsil.
Pasal 54
(1) Keanggotaan Konsil berakhir apabila :
a. Berakhir masa jabatan sebagai anggota;
b. Mengundurkan diri atas permintaan sendiri;
c. Meninggal dunia;
d. Bertempat tinggal tetap di luar wilayah Republik Indonesia;
e. Ketidakmampuan melakukan tugas secara terus-menerus selama 3
(tiga) bulan;
f. Dipidana karena melakukan tindak pidana kejahatan berdasarkan
putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
(2) Dalam hal anggota Konsil menjadi tersangka tindak pidana kejahatan,
diberhentikan sementara dari keangotaannya.
17. (3) Pemberhentian sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
ditetapkan oleh Ketua Konsil.
Pasal 55
(1) Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya Konsil dibantu sekretariat
yang dipimpin oleh seorang sekretaris Konsil
(2) Sekretaris diangkat dan diberhentikan oleh Menteri atas rekomendasi
Konsil
(3) Sekretaris sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bukan merupakan
anggota Konsil
(4) Dalam menjalankan tugasnya sekretaris bertanggung jawab kepada
pimpinan Konsil
(5) Ketentuan fungsi dan tugas sekretaris ditetapkan oleh Ketua Konsil
Pasal 56
Ketentuan mengenai tata cara pengangkatan keanggotaan Konsil diatur
dengan Peraturan Presiden.
Bagian Keempat
Tata Kerja
Pasal 57
(1) Setiap keputusan Konsil yang bersifat mengatur diputuskan oleh rapat
pleno anggota.
(2) Rapat pleno Konsil dianggap sah jika dihadiri oleh paling sedikit setengah
dari jumlah anggota ditambah satu.
(3) Keputusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara
musyawarah untuk mufakat.
(4) Dalam hal tidak terdapat kesepakatan sebagaimana dimaksud pada ayat
(3), maka dapat dilakukan pemungutan suara.
Pasal 58
Pimpinan Konsil harus melakukan pembinaan terhadap pelaksanaan tugas
anggota dan pegawai Konsil agar pelaksanaan tugas dilakukan sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan.
18. Bagian Kelima
Pembiayaan
Pasal 59
(1) Biaya untuk pelaksanaan tugas-tugas Konsil dibebankan kepada
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
(2) Pembiayaan Konsil Keperawatan Indonesia ditetapkan oleh Ketua Konsil
Keperawatan Indonesia.
BAB VI
PERAN PEMERINTAHAN DAERAH
Pasal 60
Pemerintah daerah harus mengurus dan mengatur pengembangan serta
peningkatan kualitas perawat demi terpenuhinya hak kesehatan masyarakat
daerah.
Pasal 61
Pemerintah harus menyusun program pelatihan Keperawatan sesuai dengan
kebutuhan daerahnya masing-masing.
Pasal 62
Pemerintah daerah harus mengadakan, mendistrusikan perawat secara
merata di daerah agar pelayanan kesehatan masyarakat di daerah dapat
dilaksanakan dengan baik
Pasal 63
Pemerintah daerah harus mengalokasikan anggaran daerah untuk
mengembangkan perawat daerah
BAB VII
PENGAWASAN DAN PEMBINAAN
Pasal 64
Pemerintah, Konsil, dan Organisasi Profesi harus membina, mengembangkan
dan mengawasi Praktik Keperawatan sesuai dengan fungsi serta tugas masing-
masing.
19. Pasal 65
(1) Pembinaan dan pengembangan Perawat meliputi pembinaan profesi dan
karir
(2) Pembinaan dan pengembangan profesi Perawat sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) meliputi kompetensi profesional dan kepribadian
(3) Pemerintah, Konsil dan Organisasi Profesi membina serta
mengembangkan kualifikasi dan kompetensi Perawat pada institusi baik
pemerintah maupun swasta.
(4) Pembinaan dan pengembangan profesi Perawat dilakukan melalui
pengembangan keprofesian berkelanjutan bagi Perawat dan Jenjang Karir
Perawat.
(5) Jenjang Karir Perawat yang dimaksud sesuai dengan ketentuan
Organisasi Profesi
Pasal 66
Pembinaan, pengembangan dan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam
pasal 64, diarahkan untuk:
a. Melindungi masyarakat atas tindakan yang dilakukan Perawat.
b. Memberikan kepastian hukum bagi masyarakat dan Perawat
c. Mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan Keperawatan yang
dilakukan oleh Perawat;
d. Melindungi Perawat terhadap keselamatan dan risiko kerja.
Pasal 67
Setiap orang dilarang menggunakan identitas berupa gelar atau bentuk lain
yang menimbulkan kesan bagi masyarakat seolah-olah yang bersangkutan
adalah Perawat PVB, NT, NST
Pasal 68
Dalam rangka pembinaan dan pengawasan Perawat yang menyelenggarakan
praktik mandiri Keperawatan dapat dilakukan audit Keperawatan oleh Konsil.
Pasal 69
(1) Pemerintah dan / atau Pemerintah daerah dapat memberikan sanksi
administratif kepada :
a. Perawat yang berpraktik di sarana Kesehatan yang tidak memiliki STR
b. Perawat menyelenggarakan Praktik keperawatan tidak sesuai dengan
kewenangan yang telah ditentukan
c. Perawat yang melakukan pelanggaran Kode Etik Keperawatan yang
diajukan oleh Organisasi profesi.
d. Pelanggaran Kode etik sebagaimana dimaksud pada huruf c
ditentukan oleh Organisasi Profesi.
20. (2) Sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa :
a. Teguran atau Peringatan
b. Penundaan STR atau SIPP
c. Pencabutan STR atau SIPP sementara
d. Pencabutan STR atau SIPP permanen
(3) Pemberian sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sesuai dengan
tingkat pelanggaran atau kesalahan Perawat dalam melaksanakan
Praktik.
BAB VIII
KETENTUAN PIDANA
Pasal 70
Perawat karena kelalaian dalam tugasnya menyebabkan cacat atau kematian
klien dipidana 1 tahun kurungan atau denda maksimal 50.000.000 (lima
puluh juta) rupiah
BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 71
Konsil paling lambat sudah terbentuk 1 tahun setelah undang-undang ini
diundangkan
Pasal 72
Perawat yang telah mempunyai STR dan/atau SIPP masih tetap berlaku
sampai habis masa berlakunya.
Pasal 73
Sebelum Konsil terbentuk dan dapat melaksanakan fungsinya, permohonan
untuk memperoleh STR atau SIPP yang masih dalam proses, diselesaikan
dengan prosedur yang berlaku sebelum Undang-Undang ini diundangkan
Pasal 74
(1) Perawat lulusan SPK atau SPR yang mempunyai STR Perawat sebelum
Undang-undang ini diundangkan dianggap sebagai Perawat vokasi
terregistrasi
(2) Perawat lulusan SPK atau SPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
harus menyesuaikan Pendidikan minimal Diploma III paling lambat 10
tahun setelah undang-undang ini diundangkan
21. Pasal 75
(1) Institusi Pendidikan Keperawatan yang telah ada sebelum Undang-
Undang ini diundangkan harus menyesuaikan persyaratan sebagaimana
dimaksud dalam pengaturan ini.
(2) Penyesuaian yang dimaksud dalam ayat (1) dilakukan paling lambat 1
tahun setelah Undang-Undang ini diundangkan.
BAB X
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 76
Undang-Undang ini berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-
Undang ini dengan penempatan dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Disahkan di
Pada tanggal …………………
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
ttd
SUSILO BAMBANG YUDHOYONO
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NO..... TAHUN ,,,,,,
22. PENJELASAN
ATAS
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. ..... TAHUN ......
TENTANG
KEPERAWATAN
I. UMUM
Perwujudan terhadap kesehatan sebagai salah satu hak dasar dari manusia
dilakukan dalam bentuk pemberian berbagai upaya kesehatan kepada seluruh
masyarakat melalui penyelenggaraan pembangunan kesehatan yang
berkualitas dan terjangkau. Pelayanan kesehatan, baik oleh pemerintah
maupun masyarakat harus diselenggarakan secara bermutu, adil dan merata
demi mencapau tujuan pembangunan kesehatan. Upaya pembangunan
kesehatan merupakan kegiatan yang terus-menerus, terintegrasi, menyeluruh,
terarah, terpadu, dan ditujukan sepanjang rentang kehidupan manusia, baik
dalam kondisi sehat maupun sakit.
Salah satu faktor penentu dalam pencapaian tujuan pembangunan kesehatan
adalah adanya tersedianya tenaga kesehatan yang bermutu dan berkualitas,
yang didalamnya termasuk Perawat. Jadi jelas bahwa keberadaan tenaga
kesehatan sangatlah penting. Mereka memiliki peran dan kedudukan yang
sangat sentral dan signifikan dalam pelayanan kesehatan bagi masyarakat.
Pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan tersebut terjadi
mulai dari manusia itu lahir sampai menjelang ajal. Pelayanan tersebut
dilakukan dengan tujuan mempertahankan derajat kesehatan yang optimal
sesuai dengan kondisinya.
Perawat sebagai Profesi mempunyai tanggung jawab moral dalam rangka
memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Profesi Perawat
tersebut ada karena terdapat pengakuan dari masyarakat sehinga profesi
Perawat mempunyai kewajiban moral untuk melaksanakan kewajiban profesi
sebagai pengabdian kepada masyarakat dalam bidang kesehatan.
Penyelenggaraan Pelayanan dan/atau Praktik Keperawatan merupakan bagian
integral dari pelayanan kesehatan dan saling komplementer dengan pelayanan
yang diberikan oleh profesi kesehatan lainnya. Setiap individu Perawat berhak
bekerja dimanapun dan berhak untuk mendapatkan pengakuan dan
penghargaan yang setara dengan mendapatkan pengakuan dan penghargaan
yang setara dengan kompetensi yang sama di Negara manapun mereka bekerja
yang diatur melalui peraturan dan perundang-undangan.
Perawat di Indonesia, jumlahnya paling banyak bila dibandingkan dengan
tenaga kesehatan lainnya, sehingga perannya menjadi penentu dalam
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan. Di era globalisasi dampaknya
sangat besar, karena itu para perawat harus dapat bersaing secara
profesional. Hal itu bisa dicapai, bila Para perawat terus meningkatkan
profesionalisme melalui pendidikan dan pelatihan. Hal ini yang kemudian
menjadikan Perawat sebagai bagian integral dalam penyelenggaraan upaya
kesehatan kepada masyarakat yang memiliki peran penting karena terkait
langsung dengan mutu pelayanan kesehatan sesuai dengan keahlian,
23. kompetensi, dan pendidikan yang dimiliki oleh Perawat atau tenaga
Keperawatan.
Namun eksistensi Perawat sebagai tenaga kesehatan belum didukung oleh
peraturan perundang-undangan yang mengatur dan melindungi
keberadaannya, padahal Perawat merupakan salah satu komponen dan
instrumen utama dalam pemberian layanan kesehatan bagi masyarakat.
Bahkan belum ada suatu perencanaan yang komprehensif mengenai program
prioritas pelayanan Keperawatan, yang pada dasarnya meliputi pengembangan
sistem pemberian pelayanan Keperawatan professional, pengembangan
manajemen kinerja klinik bagi perawat dan bidan, penguatan emergency
nursing terkait dengan bencana, pengembangan jenjang karir perawat rumah
sakit, revitalisasi Perkesmas di Puskesmas dan jaringannya serta
pengembangan pelayanan Keperawatan keluarga.
Sebagai suatu kesatuan dalam pelayanan kesehatan, perlindungan
masyarakat sebagai penerima pelayanan, maupun perlindungan tenaga
kesehatan sebagai pemberi pelayanan kesehatan telah diatur dalam berbagai
peraturan perundang-undangan, tetapi peraturan perundang-undangan
tersebut belum dapat menjamin keberadaan tenaga kesehatan terutama
perawat dalam menjalankan profesinya sebagai tenaga Perawat. Keperawatan
sebagai profesi mempunyai tanggung jawab moral dalam rangka memelihara
dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Profesi ada karena ada
pengakuan dari masyarakat sehinga profesi mempunyai kewajiban moral
untuk melaksanakan kewajiban profesi sebagai pengabdian kepada
masyarakat.
Penyelenggaraan Praktik Keperawatan didasarkan pada kewenangan yang
diberikan karena keahlian yang dikembangkan sesuai dengan kebutuhan
kesehatan masyarakat. Tenaga Keperawatan sebagai salah satu komponen
utama pemberi layanan kesehatan kepada masyarakat memiliki peran penting
karena terkait langsung dengan mutu pelayanan kesehatan sesuai dengan
kompetensi dan pendidikan yang dimilikinya.
Kehadiran Undang-Undang Tentang Keperawatan ini setidaknya bertujuan
untuk memperjelas wewenangan dan hubungan antara Perawat dengan tenaga
kesehatan lainnya, melakukan peningkatan kualitas, standarisasi, kompetensi
dan sertifikasi Perawat dan Praktik Keperawatan termasuk didalamnya
registrasi Perawat, mengusahakan agar terbentuknya kelembagaan Konsil
Keperawatan Indonesia yang berfungsi melakukan pengawasan dan
standarisasi dan kompetensi Praktik Keperawatan, melakukan perlindungan
dan kepastian hukum terhadap profesi Perawat dan Praktik Keperawatan, dan
yang terakhir adalah dalam rangka optimalisasi peran pemerintah daerah di
dalam pembinaan, pengembangan dan pemberian penghargaan terhadap
profesi Perawat.
Sebagai sebuah profesi, tenaga Keperawatan dituntut untuk memberikan
pelayanan Keperawatan secara professional dengan kompetensi yang
memenuhi standar dan memperhatikan kaidah etik dan moral. Hal ini
tentunya bertujuan agar masyarakat terlindungi karena menerima pelayanan
dan asuhan Keperawatan yang bermutu dan berkualitas. Keperawatan sebagai
24. profesi juga memiliki body of knowledge yang jelas berbeda dengan profesi
lain, altruistik, memiliki wadah profesi, memiliki standar dan etika profesi,
akuntabilitas, otonomi, dan kesejawatan. Perawat juga diharuskan akuntabel
terhadap praktik Keperawatan yang berarti dapat memberikan pembenaran
terhadap keputusan dan tindakan yang dilakukan dengan konsekuensi dapat
digugat secara hukum apabila tidak melakukan praktik Keperawatan sesuai
dengan standar profesi, kaidah etik dan moral.
Salah satu elemen yang berperan penting dalam mendukung Pemerintah, baik
di tingkat provinsi maupun kabupaten kota dalam kerangka otonomi daerah
untuk melaksanakan pembangunan di bidang kesehatan adalah tenaga
eperawatan Namun sayangnya dalam praktIknya di daerah malah terdapat
kondisi minimnya perlindungan dan kepastian hukum bagi Perawat ketika
melaksanakan praktik Keperawatan di masyarakat.
Hal-hal diatas dapat diterapkan dan terlaksana dengan baik apabila terdapat
suatu payung hukum dan produk hukum yang menjadi pedoman serta
berfungsi sebagai pengarah bagi tenaga Keperawatan dalam melaksanakan
tugas dan fungsinya. Tentunya Undang-Undang Tentang Keperawatan sebagai
suatu payung hukum juga bertujuan untuk melakukan unifikasi atau
mengintegrasikan strata pendidikan bagi tenaga Keperawatan dan juga untuk
meningkatkan kualitas Perawat Indonesia.
II. PASAL PER PASAL
Pasal 1
cukup Jelas.
Pasal 2
Pada huruf 1, yang dimaksud pengabdian masyarakat terdiri dari
perlindungan keselamatan pasien, kemanusiaan, kemanfaatan
Pada huruf 2, yang dimaksud profesionalisme terdiri dari moral, ilmiah
Pada huruf 3, yang dimaksud keadilan terdiri dari keadilan, efektif serta
efisien
Pasal 3
Pada huruf a, Cukup jelas
Pada huruf b, penyelenggaraan Keperawatan harus mampu memberikan
pelayanan yang tidak diskriminatif, merata, terjangkau dan bermutu
dalam pelayanan kesehatan tanpa kecuali
Pasal 4
Cukup jelas
Pasal 5
Cukup jelas. Pendidikan D III Keperawatan yang menghasilkan Perawat
ahli madya.
25. Pasal 6
Cukup jelas
Pasal 7
Cukup jelas
Pasal 8
Cukup jelas
Pasal 9
Cukup jelas
Pasal 10
Cukup jelas
Pasal 11
Cukup jelas
Pasal 12
Cukup jelas
Pasal 13
Cukup jelas
Pasal 14
Cukup jelas
Pasal 15
Cukup jelas
Pasal 16
Cukup jelas
Pasal 17
Cukup jelas
Pasal 18
Cukup jelas
Pasal 19
Cukup jelas
Pasak 20
Cukup jelas
Pasal 21
Cukup jelas
Pasal 22
Cukup jelas
26. Pasal 23
Cukup jelas
Pasal 24
Cukup jelas
Pasal 25
Cukup jelas
Pasal 26
Cukup jelas
Pasal 27
Cukup jelas
Pasal 28
Cukup jelas
Pasal 29
(1) Cukup jelas
(2) Daerah yang tidak memiliki dokter kecamatan atau kelurahan/desa
yang ditetapkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
(3) Cukup jelas
(4) Cukup jelas
Pasal 30
Cukup jelas
Pasal 31
Cukup jelas
Pasal 32
Cukup jelas
Pasal 33
Cukup jelas
Pasal 34
Cukup jelas
Pasal 35
Cukup jelas
Pasal 36
Cukup jelas
Pasal 37
Cukup jelas
Pasal 38
Cukup jelas
27. Pasal 39
Point a Cukup jelas
Point b Cukup jelas
Point c yang dimaksud dicabut oleh pejabat yang berwenang
memberikan izin adalah Pemerintah Daerah Kabupaten/ Kota atas
rekomendasi dari Konsil
Pasal 40
Cukup jelas
Pasal 41
Cukup jelas
Pasal 42
Cukup jelas
Pasal 43
Cukup jelas
Pasal 44
Cukup jelas
Pasal 45
Cukup jelas
Pasal 46
Cukup jelas
Pasal 47
Cukup jelas
Pasal 48
Cukup jelas
Pasal 49
Cukup jelas
Pasal 50
Cukup jelas
Pasal 51
Cukup jelas
Pasal 52
Cukup jelas
Pasal 53
Cukup jelas
28. Pasal 54
Cukup jelas
Pasal 55
Cukup jelas
Pasal 56
Cukup jelas
Pasal 57
Cukup jelas
Pasal 58
Cukup jelas
Pasal 59
Cukup jelas
Pasal 60
Cukup jelas
Pasal 61
Cukup jelas
Pasal 62
Cukup jelas
Pasal 63
Cukup jelas
Pasal 64
Cukup jelas
Pasal 65
Cukup jelas
Pasal 66
Cukup jelas
Pasal 67
Cukup jelas
Pasal 68
Cukup jelas
Pasal 69
Cukup jelas
Pasal 70
Cukup jelas
29. Pasal 71
Cukup jelas
Pasal 72
Cukup jelas
Pasal 73
Cukup jelas
Pasal 74
Cukup jelas
Pasal 75
Cukup jelas
Pasal 76
Cukup jelas
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NO.... TAHUN .....