Tiga kalimat ringkasan dokumen tersebut adalah:
Dokumen tersebut membahas tentang perkembangan budaya DIY (Do It Yourself) mulai dari asal usulnya hingga pengaruhnya dalam berbagai aspek kehidupan seperti seni, teknologi, dan bisnis. Dokumen tersebut juga menjelaskan berbagai konsep yang berkembang dari budaya DIY seperti hackerspace, makerspace, FabLab, dan Creative Commons.
2. DIY Culture was born when people got together and realized that
the only way forward was to do things for themselves. INGENUITY
and IMAGINATION are the key ingredients.
//Cosmo DIY activist
3. That the real strength of Newbury and all the 90s counterculture
protest – we’re not fighting one things we don’t like; we have a
whole vision of how good life could and should be, and we’re
fighting anything that blocks it. This is not just a campaign, or
even a movement. It’s a whole culture.
//Merrick, road protester
4. DIY
//Do It : Act,
Yourself : Independency
DIY Culture merupakan strategi budaya alternatif untuk menyiasati
dominasi dari mesin-mesin kapitalis, yang didasari oleh sikap ingin
tahu, sehingga melakukan ekplorasi, kemudian melakukan berbagai
usaha-usaha pribadi dalam segala aspek kehidupan mulai dari berco-
cok tanam, menulis kemudian mencetak buku, membuat beragam
fermentasi sayur dan buah, menjahit dan menyulam, memperbaiki
televisi, serta membuat aneka permainan kinetik, dan lain sebagainya.
Tujuannya untuk mengurangi pola hidup konsumtif dan mencari
tahu berbagai hal yang dapat dilakukan sendiri.
5. DIY
//Historical & Context
Berdasarkan sejarah, istilah DIY menjadi populer di masyarakat usai perang dunia
kedua. Berikut adalah perkembangan DIY culture di Amerika, UK, dan Indonesia.
United State
United Kingdom
Indonesia
6. DIY
//America
Perkembangan konsep DIY di masyarakat bermula di tahun 1912
yang merujuk pada kegiatan pemeliharaan dan perbaikan rumah.
Namun penggunaan istilah ‘Do It Yourself’ mulai menjadi tren di era
1950an bersamaan dengan fenomena banyaknya keluarga kelas
menengah maka orang-orang pun mulai belajar dan memperbaiki /
membuat sendiri furniture, rumah, atap, dan kegiatan kegiatan lain
yang berhubungan dengan perbaikan rumah.
7.
8. Konsep DIY di Inggris berkembang seiring dengan munculnya Punk Culture di
tahun 1970an, dimana era musik rock glamor sedang booming di Inggris seperti
kelompok band Queen. Lalu beberapa musisi muda yang secara aktif menghasil-
kan karya membuat tur musik dengan dana minimal, dan muncullah sebutan
gigs bukan stadium seperti pada band-band dari major label. Selain itu, mereka
juga membuat album dan melakukan proses rekaman secara mandiri dan
menggunakan istilah zine sebagai media promosi yang pengerjaannya mulai
dari mendesain, mencetak hingga mendistribusikan secara mandiri. Semangat
independent dan kedekatan personal inilah yang kemudian melahirkan gerakan
DIY sebagai counter culture, dimana mereka menyerukan anti kemapanan dan
melawan ekonomi kapitalis melalui semangat kemandirian.
DIY
//Eropa {UK}
9. Gigs - The Sex Pistols in performance at the 100 Club
12. DIY
//Indonesia
Sejarah DIY atau dalam bahasa Indonesia disebut Swakriya masih
belum banyak dibahas, namun pada dasarnya praktek-praktek
swakriya ini bukan hal yang baru. Negara Indonesia bukanlah
negara produsen dan inventor teknologi ataupun mesin-mesin
canggih. Perilaku ‘hacking’ sudah menjadi solusi umum mengingat
kekuatan daya beli masyarakat Indonesia masih tergolong kecil.
Salah satu contoh praktek hacking ini adalah hadirnya odong -
odong sebagai sarana pemenuhan kebutuhan akan hiburan ala
theme park yang murah meriah dan mampu menjangkau hingga
kesegala penjuru lapisan masyarakat. Selain itu, konsep DIY lain juga
juga ditemukan pada praktisi orkes dangdut, yang membuat DIY
sound system untuk memenuhi kebutuhan bermusiknya.
22. DIWO – Do it with others, The New DIY?
DIWO (Do It With Others) merupakan perkembangan dari konsep DIY (Do It Yourself).
Konsepnya lebih mewakili gerakan kontemporer dan kolaborasi praktek-praktek seni
yang mengeksplorasi proses kreatif dengan menggunakan network dan perilaku kolektif.
Istilah ini dipopulerkan di tahun 2006 oleh Furtherfield sebuah organisasi non profit yang
fokus pada kegiatan art dan teknologi. Latar belakang kemunculan Furtherfield, ketika di
tahun 1980an dan awal 1990, art scene di London didominasi oleh salah satu agency
marketing dan branding, Satchi-Satchi melalui Satchi art. Untuk menyikapi hal tersebut,
Furtherfield membuat sebuah website yang menyajikan berbagai karya-karya seni dan
review singkat tentang karya tersebut dengan nama Backspace (96-99). Sedangkan istilah
DIWO lahir karena terinspirasi dari sebuah project kolaborasi yang melibatkan pengguna
internet untuk menciptakan dan membagikan istilah-istilah baru dalam dunia digital
melalui project Rosalind. Karena itu, Furtherfield menekankan bahwa DIWO bertujuan
mengeksplorasi sebuah potensi untuk saling berbagi visi maupun resource dengan cara
kolaborasi dan negosiasi baik itu melalui jaringan fisik maupun virtual.
23. Business
Pada mulanya kehadiran DIY culture ini baik di Amerika maupun UK sama-sama
mengusung semangat independent yang menolak kapitalisme dan konsumerisme.
Namun disisi lain spirit dan perilaku DIY mampu menarik minat para pengusaha /
pebisinis. Konsep DIY mampu menciptakan pasar tersendiri dan semakin popular
dikalangan anak muda. Salah satu contoh adalah kemunculan Tamiya, perusahaan
mainan yang menawarkan konsep DIY mulai dari perakitan mobil mainan hingga
robot sederhana. Ada juga Lego yang memberikan keleluasaan dan berbagai fitur
untuk menciptakan modeling baik sekedar untuk alat bermain dan belajar maupun
prototyping. Beberapa startup pun memulai usahanya untuk menciptakan produk
dengan konsep DIY seperti Littlebits yang bisa digunakan untuk membuat aneka
sirkuit elektronika tanpa perlu menyolder.
25. Hackerspace
Konsep awal dari hackerspace ini bermula di Eropa yang merupakan perkumpulan para programmer yang
saling berbagi tempat. Salah satu independen hackerspace yang membuka pintunya untuk publik adalah
C-Base yang berdiri tahun 1995 dan hingga kini keanggotaannya sudah mencapai 450 orang. Kemudian
pada Agustus 2007 (12 tahun sesudah trend ini berkembang di Eropa), sebuah group hacker dari Amerika
Utara mengunjungi Jerman untuk mengikuti Chaos Communication Camp dan tertarik untuk membuat
tempat serupa di Amerika. Hingga muncullah NYC Resistor (2007), HacDC (2007), Noisebridge (2008) serta
beberapa space lainnya. Beberapa hackerspace ini juga mulai membuat dan mendesain sirkuit elektronik
yang berkaitan langsung dengan pemrograman dan melakukan beberapa prototyping yang menarik.
Selain itu, mereka membuka kelas-kelas workshop dan menyewakan peralatan dengan membayar iuran
anggota. Menariknya konsep ‘hacking’ dan ‘hacker’ ini kemudian meluas, tidak hanya dilekatkan dengan
aktifitas pemrograman saja, namun juga berbagai hal yang berkaitan dengan memanipulasi / menemukan
fungsi lain dari suatu benda, sehingga gerakan ini mencoba untuk membalikkan konotasi negatif yang
dilakukan oleh media massa kepada para hacker. Beberapa space tersebut juga pada akhirnya berhasil
melakukan revolusi bisnis. Salah satunya NYC Resistor yang kemudian melahirkan Makerbot Industries
yang mencoba untuk mengubah industri 3D printing. Jadi aktifitas hackerspace berfokus pada kegiatan
mereka ulang fungsi dan kegunaan dari hadware, bekerja dengan aneka komponen elektronika dan tentu
saja pemrograman komputer.
30. Makerspace
Istilah ‘makerspace’ ini sebenarnya baru muncul di tahun 2005, ketika digunakan per-
tama kali oleh MAKE magazine dan populer di awal tahun 2011 ketika Dale dan MAKE
magazine mendaftarkan makerspace.com sebagai tempat yang bisa diakses oleh publik
untuk mendesain dan menciptakan karya. Istilah ini kemudian meluas dan digunakan
oleh berbagai komunitas organisasi yang memiliki spirit serupa dan menjadi sebuah
gerakan yang mendunia dengan hastag #MakerMovement. Sehingga istilah ini tidak lagi
terbatas hanya pada jaringan MAKE magazine saja.
Jika dibandingkan dengan hackerspaces, lingkup dan area kerja makerspace ini lebih
luas dengan menggunakan berbagai macam media yang berkaitan dengan crafting.
Singkatnya makerspace dapat dipahami sebagai sebuah tempat berkumpul, berkreasi,
mengeksplorasi, dan mengembangkan suatu karya dengan menggunakan bantuan
teknologi dan mesin. Bahkan beberapa artikel menuliskan perkembangan terbaru
dimana makerspace kini hadir dalam sebuah perpustakaan. Konsep perpustakaan tidak
lagi sekedar tempat untuk membaca atau meminjam buku saja, perpustakaan sudah
menjadi space berkumpul dan diskusi komunitas-komunitas yang mendukung gerakan
makerspace. Oleh karena itu, The Library as Incubator Project ini membuat definisi yang
lebih luas terhadap istilah makerspaces. Tidak lagi dipandang hanya sebagai spaces
secara harafiah yang lengkap dengan seperangkat peralatan atau perlengkapan tertentu
melainkan lebih pada pentingnya pola pikir kerjasama dalam komunitas, saling
berkolaborasi dalam mencipta/berkarya serta adanya unsur participatory learning.
34. FabLab & TechShop
Pada dasarnya FabLab dan TechShop ini memiliki konsep yang tidak jauh berbeda
dengan makerspace. Hanya saja, karena istilah ini sudah lebih dulu lahir dan
dipatenkan maka penyebutannya pun tidak berubah.
FabLab merupakan jaringan space yang diawali oleh Neil Gershenfeld di MIT’s Media
Lab di tahun 2005 yang terinspirasi dari salah satu MIT course How to Make (Almost)
Anything yang kemudian menjadi tagline dari FabLab.
Ide dasar dari FabLab ini adalah menyediakan space dengan seperangkat peralatan
dasar seperti perangkat elektronik, lassercutter, vinyl cutter, CNC router (mesin pemo-
tong otomatis), CNC milling, dll yang memberikan kesempatan bagi makers pemula
dengan memberikan penjelasan singkat penggunaan alat-alat tersebut baik secara
desain maupun teknis. Uniknya FabLab memiliki beberapa persyaratan khusus apabila
ada komunitas/organisasi yang ingin menggunakan istilah FabLab untuk menyebut
space mereka seperti; luas space/area minimal 300-600m2 dan dibutuhkan beberapa
peralatan-peralatan dengan model dan tipe tertentu yang harus dimiliki, FabLab
pusat akan menyediakan software, kurikulum, dan pembelajaran singkat lainnya,
seperti layaknya sebuah franchisor. Selain itu ada pula Fab Charter, yaitu semacam
petunjuk ringkas tentang apa dan bagaimana menjalankan FabLab. Beberapa poin
yang dituliskan dalam Fab Charter seperti keharusan untuk berkontribusi dalam do-
kumentasi juga instruksi penggunaan alat dan software kepada masyarakat umum.
Jika FabLab ini mengusung semangat independen dan non-profit, berbeda dengan
TechShop yang memang merupakan perusahaan penyedia space dengan berbagai
mesin-mesin pabrik dan peralatan canggih lainnya untuk dipergunakan masyarakat
umum dengan membayar biaya keanggotaan. Beberapa fasilitas yang disediakan
oleh TechShop seperti woodworking, welding/las, sewing, and CNC fabrication, dll.
41. Creative Commons
DIY culture ini secara tidak langsung membawa dampak positif melalui kebiasan
sharing/berbagi informasi secara gratis melalui media internet. Salah satu pengamat dan
peneliti di bidang ekonomi digital menyatakan bahwa dalam situasi ekonomi post industria-
lis kini, semakin banyak yang melakukan ‘creative work’ secara gratis, seperti merekam musik
menggunakan komputer, melakukan photo editing, video mashups, menulis fan fiction,
membuat berbagai aksesoris & perlengkapan fotografi secara otodidak. Seluruh kegiatan ini
diupload dan menjadi konten di internet, dan kebanyakan dilakukan secara gratis.
Kemudahan berbagi konten di era digital ini pun menjadi perhatian beberapa kalangan
khususnya di bidang hukum yang berkaitan dengan originalitas dan hak cipta. Di tahun 2001,
seorang professor hukum dari Universitas Stanford, Lawrence Lessig, bersama dengan
rekan-rekannya dari Institusi Teknologi Massachusetts, Universitas Harvard, Universitas Duke,
dan Universitas Villanova mendirikan Creative Commons, sebuah organisasi nirlaba yang
menyediakan berbagai paket lisensi hak cipta yang bisa digunakan secara gratis oleh publik.
Para pemilik hak cipta cukup masuk ke website Creative Commons dan melakukan registrasi
kemudian memilih paket lisensi tertentu, dan bisa langsung mengunduh serta menampilkan
logo lisensi Creative Commons untuk ditampilkan di halaman websitenya.
Di Indonesia, afiliasi Creative Commons Internasional ini mulai berdiri di tahun 2011 dan
menyediakan hasil terjemahan paket lisensi Creative Commons dalam Bahsa Indonesia yang
sesuai dengan Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.
42. References
DIY
[1]Wikipedia –Do It Yourself
http://en.wikipedia.org/wiki/Do_it_yourself
[2]Empire of Dirt: The Aesthetics and Rituals of British Indie Music (Music Culture). Dr. Wendy
Fonarow. Wesleyan; annotated edition edition (July 10, 2006) P66-67.
[3]Privatizing creativity: the ruse of creative capitalism. Max Haiven on October 10, 2012.
http://artthreat.net/2012/10/privatizing-creativity/
[4] George McKay. DIY Culture: Party and Protest in Nineties' Britain. 1998. USA : Verso.
[5] Wikipedia – DIY Ethic
http://en.wikipedia.org/wiki/DIY_ethic
[6] Do-It-Yourself: Home Improvement in 20th-Century America. Curator: Chrysanthe B.
Broikos. October 19, 2002 - August 17, 2003.
[7] Rachel Kaplan, K. Ruby Blume. Urban Homesteading: Heirloom Skills for Sustainable
Living. USA : Skyhorse Publishing. 2011
[8] Sussie Mckellar, Penny Sparke. Interior Design & Identity. 2004. UK : Manchester University
Press.
[9] Steven M. Gelber. Do-It-Yourself: Constructing, Repairing and Maintaining Domestic Mas-
culinity. 1997. USA : The Johns Hopkins University Press.
43. References
Spaces
[1]A Wisconsin Association of Public Libraries (WAPL) Recap. Christina. 13 Mei 2012
http://www.libraryasincubatorproject.org/?p=4594
[2]Hacker spaces
http://hackerspaces.org/wiki/Hackerspaces
[3]Is it a Hackerspace, Makerspace, TechShop, or FabLab? Gui Cavalcanti . 22 Mei 2013
http://makezine.com/2013/05/22/the-difference-between-
hackers-
paces-makerspaces-techshops-and-fablabs/?utm_content=bufferd6734&utm_source=buffer
&utm_medium=twitter&utm_campaign=BufferMakerspaces, Participatory Learning, and
Libraries. The Unquiet Librarian. 28 Juni 2012
http://theunquietlibrarian.wordpress.com/2012/06/28/makerspaces-participatory-learning-an
d-libraries/
[4]What is a Makerspace? Creativity in the Library. Caitlin A. Bagley. 20 Desember 2012.
http://www.alatechsource.org/blog/2012/12/what-is-a-
makerspace-creativity-in-the-library.html
44. References
CC
[1]Creative Commons
http://creativecommons.or.id/
[2]Wikipedia - Creative Commons
http://id.wikipedia.org/wiki/Creative_Commons
[3]Wikipedia - Lisensi Creative Commons
http://id.wikipedia.org/wiki/Lisensi_Creative_Commons
DIWO
[1]DIWO (Do-It-With-Others): Artistic Co-Creation as a Decentralized Method of Peer Em-
powerment in Today’s Multitude. Marc Garrett. Februari 2014.
[2]Do It With Others (DIWO): Participatory Media in the Furtherfield Neighbourhood. Ruth
Catlow and Marc Garrett, Furtherfield. 2007
[3]Rosalind. an upstart new media art lexicon, born in 2004.
http://furtherfield.org/get-involved/lexicon