SlideShare a Scribd company logo
1 of 105
Download to read offline
BAB II
      EVALUASI HASIL PELAKSANAAN RKPD TAHUN LALU DAN CAPAIAN
              KINERJAPENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN


2.1     Gambaran Umum Kondisi Daerah
2.1.1     Aspek Geografis dan Demografi
2.1.1.1   Karakteristik Lokasi Dan Wilayah

          1. Luas dan Batas Administrasi
                    Jawa Timur dapat dibagi menjadi dua bagian besar yaitu Jawa
             Timur daratan dan Kepulauan Madura. Luas wilayah Jawa Timur
             daratan hampir mencakup 90% dari seluruh luas wilayah, sedangkan
             luas Kepulauan Madura hanya sekitar 10%. Luas wilayah Provinsi Jawa
             Timur mencapai 4.713.014,67 Ha dan terbagi atas 29 wilayah
             kabupaten dan 9 kota, wilayah pesisir dan laut sejauh 12 mil dari garis
             pantai, ruang di dalam bumi serta wilayah udara. Batas-batas wilayah
             Provinsi Jawa Timur sebagai berikut :
             •   Sebelah Utara berbatasan dengan Laut Jawa - Pulau Kalimantan
                 (Provinsi Kalimantan Selatan)
             •   Sebelah Timur berbatasan dengan Selat Bali - Pulau Bali
             •   Sebelah Selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia
             •   Sebelah Barat berbatasan dengan Provinsi Jawa Tengah



          2. Letak dan Kondisi Geografis
                    Provinsi Jawa Timur secara geografis terletak pada 111o 0’
             hingga 114o4’ Bujur Timur dan 7o12’ hingga 8o48’ Lintang Selatan.
                    Panjang bentangan barat-timur sekitar 400 kilometer. Lebar
             bentangan utara-selatan di bagian barat sekitar 200 kilometer,
             sedangkan di bagian timur lebih sempit, hanya sekitar 60 kilometer.
             Madura adalah pulau terbesar di Jawa Timur, dipisahkan dengan
             daratan Jawa oleh Selat Madura. Pulau Bawean berada sekitar 150
             kilometer sebelah utara Jawa. Di sebelah timur Madura terdapat
             gugusan pulau, paling timur adalah Kepulauan Kangean, dan paling
             utara adalah Kepulauan Masalembu. Di bagian selatan terdapat dua
             pulau kecil, Nusa Barung dan Pulau Sempu.
−10−


      Kondisi kawasan pada Provinsi Jawa timur terbagi menjadi 4
aspek antara lain : kondisi kawasan tertinggal, kondisi kawasan pesisir,
kondisi kawasan pegunungan dan kondisi kawasan kepulauan.

a. Kondisi Kawasan Tertinggal
         Pada dasarnya kawasan tertinggal adalah suatu kawasan yang
  tidak mampu memenuhi kebutuhan dirinya sendiri sesuai dengan
  standart taraf hidup, disebabkan kemiskinan secara struktural dan
  natural. Kemiskinan struktural adalah kemiskinan karena struktur
  sosial sedangkan kemiskinan natural karena faktor alam yang tidak
  seimbang antara rasio jumlah penduduk dengan daya dukung alam.
         Penetapan kawasan tertinggal ditentukan melalui perhitungan
  tingkat kemiskinan relative antarkabupaten/kota. Kabupaten/kota
  dengan tingkat kemiskinan tertinggi dikategorikan sebagai kawasan
  tertinggal. Wilayah yang termasuk kategori kawasan tertinggal
  dengan tingkat kemiskinan tertinggi adalah Kabupaten Tuban,
  Kabupaten Bojonegoro, Kabupaten Jombang, Kabupaten Pacitan,
  Kabupaten     Probolinggo,     Kabupaten    Bondowoso,     Kabupaten
  Bangkalan, Kabupaten Sampang, Kabupaten Pamekasan, Kabupaten
  Sumenep dan pulau-pulau kecil di sekitarnya.

b. Kondisi Kawasan Pesisir
         Wilayah pesisir adalah daerah pertemuan antara darat dan
  laut. Ke arah darat wilayah     pesisir meliputi bagian daratan, baik
  kering maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat
  laut, seperti pasang surut, angin laut dan perembesan air asin.
  Sedangkan ke arah laut, wilayah pesisir mencakup bagian laut yang
  masih dipengaruhi oleh proses alami yang terjadi di darat, seperti
  sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan karena
  kegiatan manusia di darat, seperti penggundulan hutan dan
  pencemaran.
         Pesisir bagian utara, selatan dan laut di wilayah Provinsi Jawa
  Timur mempunyai hamparan hutan mangrove, padang lamun dan
  ekosistem   terumbu    karang    yang   mengelilinginya   yang   harus
  dilestarikan. Ketiga ekosistem tersebut memiliki ciri, sifat dan
  karakter yang berbeda – beda akan tetapi saling terkait satu sama
  lainnya. Hubungan ketiga ekosistem tersebut adalah mutualistik yaitu
−11−


     di antaranya: mangrove menyediakan makanan/hara bagi padang
     lamun sedangkan padang lamun memecah/meredam gelombang dari
     lautan sehingga mangrove tumbuh dengan baik karena mangrove
     tidak tahan terhadap gelombang yang cukup besar.
            Berdasarkan kondisi geografis, wilayah pesisir dan laut Jawa
     Timur ke arah daratan sebagian besar merupakan pegunungan dan
     perbukitan sehingga kemiringan wilayah pesisirnya relatif tinggi.
     Kemiringan rendah (datar) dijumpai pada sebagian kecil wilayah teluk
     dan lembah. Ke arah laut wilayah pesisir tersusun oleh pasir, tanah
     padas, batu dan karang dengan kemiringan yang relatif tajam.

  c. Kondisi Kawasan Pegunungan
            Secara umum wilayah Provinsi Jawa Timur merupakan
     kawasan subur dengan berbagai jenis tanah seperti Halosen,
     Pleistosen, Pliosen, Miosen, dan Kwarter yang dipengaruhi adanya
     gunung berapi dan salah satunya adalah gunung tertinggi di Pulau
     Jawa yaitu Gunung Semeru. Jajaran pegunungan di Provinsi Jawa
     Timur tersebar mulai dari perbatasan di timur dengan adanya
     Gunung Lawu, Gunung Kelud, Gunung Semeru, Gunung Bromo,
     Gunung Argopuro, Gunung Ijen.

  d. Kondisi kawasan Kepulauan
            Pulau-pulau kecil di Jawa Timur berada dalam wilayah
     administratif Kabupaten Pacitan, Trenggalek, Malang, Jember,
     Probolinggo, Banyuwangi, Gresik, Sampang, dan Sumenep. Dari
     beberapa wilayah tersebut kawasan yang memiliki pulau terbanyak
     adalah Kabupaten Sumenep, berjumlah 69 pulau dan 19 pulau
     lainnya yang belum ternamai.

3. Kondisi Topografi
         Kondisi topografi Provinsi Jawa Timur terbagi menjadi 2 aspek
  antara lain :
  a. Kemiringan Lahan
            Tingkat kemiringan lahan didapatkan dari perbandingan
     ketinggian dari tiap dataran yang ada pada Provinsi Jawa timur yang
     disajikan pada gambar 2.1.
−12−


                       Gambar 2. 1 Peta Kemiringan Lahan




   Sumber : RTRW Provinsi Jawa Timur


  b. Ketinggian Lahan
               Secara topografi wilayah daratan Jawa Timur dibedakan
      menjadi beberapa wilayah ketinggian, yaitu :
      •    Ketinggian 0 – 100 meter dpl       : meliputi 41,39 % dari seluruh
           luas wilayah dengan topografi delatif datar dan bergelombang.
      •    Ketiggian 100 – 500 meter dpl      : meliputi 36,58 % dari luas
           wilayah dengan topografi bergelombang dan bergunung.
      •    Ketinggian 500 – 1000 meter dpl : meliputi 9,49 % dari luas
           wilayah dengan kondisi berbukit.
      •    Ketinggian 1000 – 2000 meter dpl : meliputi 12,55 % dari
           seluruh luas wilayah dengan topografi bergunung dan terjal.


4. Kondisi Geologi
          secara umum wilayah Provinsi Jawa Timur merupakan kawasan
  subur dengan berbagai jenis tanah seperti Halosen, Pleistosen, Pliosen,
  Miosen, dan Kwarter yang dipengaruhi adanya gunung berapi, sekitar 20,60
  % luas wilayah yaitu wilayah puncak gunung api dan perbukitan gamping
  yang mempunyai sifat erosif, sehingga tidak baik untuk dibudidayakan
  sebagai lahan pertanian. Sebagian besar wilayah Jawa Timur mempunyai
−13−


  kemiringan tanah 0-15 %, sekitar 65,49 % dari luas wilayah yaitu wilayah
  dataran aluvial antar gunung api sampai delta sungai dan wilayah pesisir
  yang mempunyai tingkat kesuburan tinggi dan dataran aluvial di lajur
  Kendeng yang subur, sedang dataran aluvial di daerah gamping lajur
  Rembang dan lajur Pegunungan Selatan cukup subur.
        Kondisi geologi Jawa Timur yang cukup kaya akan potensi
  sumberdaya mineral, memiliki sekitar 20 jenis bahan galian yang
  mendukung sektor industri maupun konstruksi, yang secara umum
  dapat dikelompokkan menjadi empat lajur, yaitu: pertama lajur
  Rembang terbentuk oleh batu lempung napalan dan batu gamping
  merupakan cekungan tempat terakumulasinya minyak dan gas bumi;
  kedua lajur Kendeng terbentuk batu lempung dan batupasir, potensi
  lempung, bentonit, gamping; ketiga lajur Gunung Api Tengah terbentuk
  oleh endapan material gunung api kuarter, potensi bahan galian
  konstruksi berupa batu pecah (bom), krakal, krikil, pasir, tuf; keempat
  lajur Pegunungan Selatan terbentuk oleh batu gamping dengan intrusi
  batuan beku dan aliran lava yang mengalami tekanan, potensi mineral
  logam, marmer, onyx, batu gamping, bentonit, pospat.


5. Kondisi Hidrologi

        Kondisi hidrologi Provinsi Jawa Timur terbagi menjadi 3 aspek
  antara lain : Daerah aliran sungai, sungai danau dan rawa, debit air.

  a. Satuan Wilayah Sungai
            Wilayah Jawa Timur memiliki sumber daya air yang cukup
     besar yang terdiri dari air permukaan, air tanah dan mata air. Secara
     luas wilayah jawa timur terbagi dalam empat satuan wilayah sungai
     (SWS) yakni SWS Brantas, SWS Bengawan Solo, SWS Pekalen
     Sampean, SWS Maduran dan kepulauan.
            Wilayah Sungai Brantas merupakan sungai terpanjang di Jawa
     Timur yaitu sepanjang 290,5 km dengan total catchment area
     sebesar 12000 Km2 yang memiliki pola percabangan jaringan sungai
     Dendritic dengan jumlah sungai 485 sungai. Wilayah Brantas
     memiliki kapasitas tampung 505,70 juta m3, di wilayah ini dapat
     dialiri baku sawah seluas 306,793 Ha
−14−


           Wilayah Sungai Bengawan Solo di Jawa Timur memiliki luas
     wilayah 1.2842 km2 yang meliputi               Kabupaten Trenggalek,
     Tulungagung, Kediri, Nganjuk, Jombang, Pacitan, Ponorogo, Madiun,
     Magetan,     Bojonegoro, Lamongan, Tuban, dan Gresik. Bengawan
     Solo memiliki     pola percabangan aliran dengan kapasitas tampung
     142,45 juta m3 dan luas baku sawah yang dialiri sebesar 258.179 Ha.
           Wilayah Sungai Pekalen Sampean memiliki karakteristik
     berbeda dengan wilayah sungai yang disebutkan terdahulu yakni
     Brantas dan Bengawan Solo. Wilayah ini tidak dihubungkan dengan
     sungai panjang yang melintasi seluruh wilayah seperti pada Brantas
     maupun Bengawan Solo. Wilayah ini terdiri dari banyak DPS (Daerah
     Pengaliran Sungai) kecil yang tersebar di seluruh wilayah. Total
     kapasitas tampung yang ada 21,85 juta m2 dengan luas wilayah
     16.323 km2. Luas baku sawah yang dialiri di Wilayah Sungai            ini
     sebesar 3.232.015 Ha.
           Wilayah SungaiMadura dan kepulauan, seperti halnya WS
     Pekalen Sampean terdiri dari beberapa wilayah sungai-wilayah
     sungai yang kecil-kecil yang kebanyakan tersebar di bagian selatan
     Madura,    sedikitnya   245     sungai.   Wilayah   Sungai   ini   secara
     keseluruhan memiliki kapasitas tampung 1.000 juta m3, dengan total
     luas wilayah 4.887 km2 dan baku sawah yang dialiri mencapai
     24.263 Ha.
  b. Danau dan Rawa
           Danau dan rawa yang terdapat di Jawa Timur seluas 9483,90
     Ha dan tersebar di seluruh wilayah sungai, wilayah sungai Brantas
     lebih tertata dalam pemanfaatan sumber air dibandungkan wilayah
     sungai lainnya. Waduk-waduk tersebut digunakan multi fungsi yakni
     sebagai sumber air irigasi, pembangkit listrik (PLTA) maupun
     pengelak banjir


6. Kondisi Klimatologi
        Apabila dilihat dari iklim/curah hujan pola musim penghujan
  berjalan dari bulan november (33,4oC) dan keadaan terendah di bulan
  agustus (13.6oC) dengan kelembaban 31 sampai 98 %. Curah hujan di
  Jawa Timur dikaitkan dengan tinggi tempat memperlihatkan bahwa
  semakin tinggi tempat cenderung semakin tinggi pula curah hujannya,
−15−


         terutama pada ketinggian lebih dari 500 meter dpl dan kondisi
         ketinggian tersebut banyak lokasi dataran tinggi dengan kelerengan
         40% maka dengan curah hujan yang tinggi (januari – april) tersebut
         diperlukan pelestarian kawasan lindung dan peresapan air tanah untuk
         menghindari adanya bencana.


       7. Penggunaan Lahan
                  Penggunaan lahan pada Provinsi Jawa Timur terdiri dari
         penggunaan kawasan lindung dan kawasan budidaya. Kawasan lindung
         terdiri dari kawasan hutan lindung, kawasan perlindungan setempat,
         kawasan cagar alam, suaka alam dan cagar budaya, kawasan rawan
         bencana, kawasan lindung geologi. Kawasan budidaya terdiri dari
         kawasan hutan produksi, kawasan hutan rakyat, kawasan pertanian,
         kawasan perikanan, kawasan industri, kawasan permukiman, kawasan
         pariwisata, kawasan pertambangan, kawasan perkebunan, kawasan
         peternakan. Yang disajikan luasannya pada tabel 2.1


                             Tabel 2.1
             Tabel Penggunaan Lahan Provinsi Jawa Timur

                                         Eksisting                                       Eksisting
 No.     Penggunaan Lahan                            No.   Penggunaan Lahan
                                         (Ha)                                            (Ha)
  A.     KAWASAN LINDUNG                             B.    KAWASAN BUDIDAYA
  1      Hutan Lindung                    314.720     1    Kawasan Hutan Produksi           815.851
  2      Rawa/ Danau/Waduk                 10.447     2    Kawasan Hutan Rakyat             361.570
         Kawasan Suaka Alam,
  3                                                   3    Kawasan Pertanian
         Pelestarian Alam
         1) Suaka Margasatwa                18.009          1) Pertanian Lahan Basah        911.863
                                                            2) Pertanian lahan kering/
         2) Cagar Alam                      10.958                                        1.108.627
                                                           tegalan/kebun campur
         3) Taman Nasional                176.696     4     Kawasan Perkebunan              359.481
         4) Taman Hutan Raya                27.868    5    Kawasan Perikanan                 60.928
         5) Taman Wisata Alam                 298     6    Kawasan Industri                   7.404
                                                      7    Kawasan Pemukiman                595.255
                                                           TOTA L                        4.779.975
Sumber : RTRW Provinsi Jawa Timur 2011
−16−


      Gambar 2.2
Peta Penggunaan Lahan
−17−


2.1.1.2   Potensi Pengembangan Wilayah
          1. Pertanian
                    Potensi pengembangan Provinsi Jawa Timur untuk lahan
            pertanian di Jawa Timur meliputi pertanian lahan basah, pertanian
            lahan kering, dan hortikultura. Perbedaan mendasar dari pertanian
            lahan basah dan pertanian lahan kering adalah pertanian lahan basah
            sepanjang tahun dapat ditanami padi karena adanya cukup air, baik dari
            sawah beririgasi teknis, sawah beririgasi semi teknis, sawah beririgasi
            sederhana, sawah pedesaan dan termasuk di dalamnya lahan reklamasi
            rawa pasang surut dan non pasang surut. Sedangkan pertanian lahan
            kering biasanya tanamannya beragam, saat musim hujan ditanami padi
            dan saat kemarau ditanami padi gogo atau palawija, misal : kacang
            hijau, kedelai, kacang tanah, ubi kayu. Yang termasuk dalam pertanian
            lahan kering adalah tegalan, kebun campur, dan lahan pertanian yang
            tidak mendapat layanan irigasi.
                    Lokasi dari potensi pengembangan wilayah untuk pertanian di
            Provinsi Jawa Timur disesuaikan dengan wilayah kondisi geografis dari
            masing-masing Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Timur.
          2. Perikanan
                    Potensi pengembangan wilayah untuk kawasan perikanan lebih
            dititik beratkan pada perikanan tangkap dan budidaya perikanan. Dalam
            menunjang pengembangan ekspor komoditi, pengembangan perikanan
            perlu didukung dengan pengembangan pengelolaan pasca panennya
            berserta fasilitas penunjangnya yang menunjang kualitas.
                    Potensi dari pengembangan untuk kawasan perikanan tangkap
            dapat     dikembangkan       dengan    pengembangan        minapolitan,
            pengembangan      komoditi    perikanan,   pengembangan     pelabuhan
            perikanan nusantara (PPN), pengembangan pelabuhan perikanan
            pantai (PPP), dan pengembangan pangkalan pendaratan ikan (PPI).
            Lokasi dari pengembangan kawasan perikanan tangkap terdapat pada
            seluruh perairan yang berada di Provinsi Jawa Timur.
                    Sedangkan potensi pengembangan budidaya perikanan di Jawa
            Timur dibedakan menjadi perikanan budidaya air payau, budidaya air
            tawar, dan budidaya air laut. Sektor perikanan budidaya air payau di
            Provinsi Jawa Timur sudah berkembang di kawasan Ujung Pangkah,
            Panceng Kabupaten Gresik, dan Sedati di Kabupaten Sidoarjo yang
−18−


  didominasi oleh budidaya ikan bandeng. Sedangkan wilayah lain yang
  memiliki budidaya perikanan tambak benur/udang di Situbondo. Untuk
  perikanan air tawar di Provinsi Jawa Timur tersebar di berbagai wilayah
  dengan potensi sumber daya air cukup. Pengembangan perikanan darat
  dibagi menjadi perikanan kolam, mina padi dan perairan umum.
  Perikanan budidaya air laut merupakan potensi dasar provinsi Jawa
  Timur yang dapat dikembangkan sebagai penunjang perikanan tangkap,
  prospek tersebut dapat memberikan motivasi terhadap nelayan untuk
  memberdayakan potensi kelautan di Jawa Timur.
3. Pertambangan
          Kawasan pertambangan di wilayah Provinsi Jawa Timur dibagi
  menjadi pertambangan mineral, pertambangan minyak dan gas bumi
  serta    potensi   panas   bumi.   Pertambangan       mineral   meliputi
  pertambangan mineral logam, pertambangan mineral non logam dan
  pertambangan batuan, dengan penyebaran pertambangan mineral
  logam di wilayah Kabupaten Banyuwangi, Kabupaten Blitar; Kabupaten
  Jember; Kabupaten Lumajang; Kabupaten Malang; Kabupaten Pacitan;
  Kabupaten Trenggalek; dan Kabupaten Tulungagung. Sedangkan
  pertambangan mineral non logam dan pertambangan batuan tersebar
  di seluruh wilayah kabupaten di Jawa Timur. Adapun potensi
  pengembangan kawasan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi berlokasi
  pada Wilayah Kerja Minyak dan Gas, sedangkan untuk potensi panas
  bumi terdapat pada lokasi-lokasi yang berada didaerah pegunungan di
  Jawa Timur, sebagaimana terlihat pada peta berikut.
−19−
−20−


          4. Industri
                    Kawasan peruntukan industri di Provinsi Jawa Timur meliputi:(1)
             kawasan peruntukan industri, yang terdiri dari kawasan industri
             kecil/rumah tangga, kawasan industri agro; dan (2) kawasan industri
             yang terdiri dari kawasan industri ringan, kawasan industri berat dan
             kawasan industri petrokimia. Pengembangan kawasan peruntukan
             industri di Provinsi Jawa Timur seluas   kurang lebih 19.742 Ha atau
             0,41% dari luas Jawa Timur. Lokasi dari potensi pengembangan dari
             industri terdapat pada masing-masing Kabupaten/Kota di Jawa Timur.

          5. Pariwisata
                    Kawasan pengembangan pariwisata di Provinsi Jawa Timur dibagi
             dalam: kawasan wisata alam, kawasan wisata budaya, kawasan wisata
             buatan/taman rekreasi dan kawasan wisata lainnya. Pengembangan
             potensi untuk Kawasan Pariwisata di Jawa Timur dikembangkan melalui
             empat koridor pengembangan, yakni pengembangan koridor A dengan
             pusat pelayanan wisata di Kota Surabaya, koridor B dengan pusat
             pelayanan wisata di Kabupaten Magetan, koridor C dengan pusat
             pelayanan wisata di Kabupaten Pacitan dan Kota Malang, serta koridor
             D dengan pusat pelayanan wisata di Kabupaten Banyuwangi, Situbondo
             dan Probolinggo.

2.1.1.3   Wilayah Rawan Bencana
                Kawasan     rawan   bencana   alam    merupakan    kawasan    yang
          diindikasikan sebagai kawasan yang sering terjadi bencana. Di wilayah
          Provinsi Jawa Timur, kawasan rawan bencana dikelompokkan dalam
          kawasan   rawan   bencana   tanah   longsor,   kawasan   rawan bencana
          gelombang pasang, kawasan rawan bencana banjir dan kawasan rawan
          bencana kebakaran hutan dan angin kencang.

          1. Kawasan Rawan Bencana Longsor
                    Tanah longsor merupakan salah satu jenis gerakan massa tanah
             atau batuan, ataupun percampuran keduanya, menuruni atau keluar
             lereng akibat dari terganggunya kestabilan tanah atau batuan penyusun
             lereng tersebut. Kriteria penetapan kawasan rawan tanah longsor
             menurut PP No 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
             Nasional adalah kawasan berbentuk lereng yang rawan terhadap
−21−


  perpindahan    material   pembentuk    lereng   berupa   batuan,   bahan
  rombakan, tanah, atau material campuran.
          Ada 6 jenis tanah longsor, yakni: longsoran translasi, longsoran
  rotasi, pergerakan blok, runtuhan batu, rayapan tanah, dan aliran
  bahan rombakan. Jenis longsoran translasi dan rotasi paling banyak
  terjadi di Indonesia. Sedangkan longsoran yang paling banyak
  memakan korban jiwa manusia adalah aliran bahan rombakan.
          Kawasan rawan bencana longsor pada Provinsi Jawa Timur adalah
  kawasan sekitar lereng pegunungan dengan kemiringan 25%-40%.

2. KawasanRawan Gelombang Pasang
          Menurut PP No 26 Tahun 2008 Tentang Rencana Tata Ruang
  Wilayah Nasional kriteria kawasan rawan gelombang pasang adalah
  kawasan sekitar pantai yang rawan terhadap gelombang pasang
  dengan kecepatan antara 10 sampai dengan 100 kilometer per jam
  yang timbul akibat angin kencang atau gravitasi bulan atau matahari.
          Kawasan rawan gelombang pasang di Provinsi Jawa Timur
  berada di kawasan sepanjang pantai di wilayah Jawa Timur baik yang
  berbatasan dengan Laut Jawa, Selat Bali, Selat Madura, Samudera
  Hindia dan di kawasan kepulauan.

3. Kawasan Rawan Banjir
          Banjir adalah suatu keadaan sungai, dimana aliran sungai tidak
  tertampung oleh palung sungai, sehingga terjadi limpasan dan atau
  genangan pada lahan yang semestinya kering. Menurut PP No 26 Tahun
  2008 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, kriteria kawasan
  rawan banjir adalah kawasan yang diidentifikasikan sering dan/atau
  berpotensi tinggi mengalami bencana alam banjir. Lokasi dengan potensi
  banjir yang paling tinggi terdapat pada Kabupaten Gresik dan Kabupaten
  Lamongan terutama pada wilayah yang dilewati oleh sungai Bengawan
  Solo.

4. Kawasan Rawan Kebakaran Hutan dan Angin Kencang
          Kawasan rawan bencana kebakaran hutan dan angin kencang di
  Jawa Timur meliputi kawasan di Gunung Arjuno, Gunung Kawi, Gunung
  Welirang dan Gunung Kelud dan kawasan-kawasan dengan potensi
  angin puting beliung.
−22−


5. Kawasan Rawan Bencana Alam Geologi
         Kawasan rawan bencana alam geologi di Provinsi Jawa Timur
  meliputi kawasan rawan bencana letusan gunung berapi, kawasan
  rawan gempa bumi, kawasan rawan bencana tsunami dan kawasan
  rawan luapan lumpur.

6. Kawasan Rawan Bencana Gunung Berapi
         Menurut PP No 26 Tahun 2008 Tentang Rencana Tata Ruang
  Wilayah Nasional, kriteria penetapan kawasan rawan letusan gunung
  berapi meliputi:
  •   wilayah di sekitar kawah atau kaldera; dan/atau
  •   wilayah yang sering terlanda awan panas, aliran lava, aliran lahar
      lontaran atau guguran batu pijar dan/atau aliran gas beracun.
         Kawasan rawan letusan gunung berapi merupakan kawasan yang
  sering dan atau mempunyai potensi terancam bahaya letusan gunung
  api baik secara langsung maupun tidak langsung yang meliputi daerah
  terlarang, daerah bahaya I, dan daerah bahaya II. Kawasan rawan
  letusan gunung berapi di Jawa Timur berada pada lereng gunung berapi
  yang masih aktif.

7. Kawasan Rawan Gempa Bumi
         Gempa bumi berlaku setiap hari di bumi, tetapi umumnya
  berskala kecil, sehingga tidak menyebabkan kerusakan. Gempa bumi
  yang kuat mampu menyebabkan kerusakan dan kehilangan nyawa yang
  besar melalui beberapa cara termasuk retakkan pecah (fault rupture),
  getaran bumi (gegaran) banjir disebabkan oleh tsunami, lempengan
  pecah, berbagai jenis kerusakan muka bumi kekal seperti tanah runtuh,
  tanah lembik, dan kebakaran atau perlepasan bahan beracun. Kriteria
  kawasan rawan gempa menurut PP No 26 Tahun 2008 Tentang
  Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional adalah kawasan yang berpotensi
  dan/atau pernah mengalami gempa bumi dengan skala VII sampai
  dengan XII Modified Mercally Intensity (MMI).
         Di Provinsi Jawa Timur Lokasi Gempa berdasarkan Skala Modified
  Mercalli Intensity (MMI adalah wilayah bagian Selatan yakni Kabupaten
  Tulungagung, KabupatenTrenggalek, Kabupaten           Blitar, Kabupaten
  Malang, Kabupaten Jember dan Kabupaten Banyuwangi bagi selatan.
−23−


          8. Kawasan Rawan Tsunami
                     Penetapan wilayah rawan tsunami didasarkan pada angka
             kejadian di masa lalu serta keberadaan lempeng tektonik. Berdasarkan
             kondisi geologi, selain kaya akan sumberdaya alam wilayah selatan
             Jawa juga merupakan daerah dengan tingkat kerawanan yang tinggi
             terhadap bencana alam, seperti rawan gempa tektonik dan vulkanik
             disepanjang “ring of fire” dari Sumatra – Jawa – Bali – Nusa Tenggara –
             Banda – Maluku yang berdampak terhadap adanya bencana tsunami.
             •    Di wilayah Jawa Timur wilayah rawan gempa utamanya pada pantai
                  selatan Jawa Timur,Resiko besar tsunami, meliputi:Kabupaten
                  Banyuwangi, Kabupaten Jember, Kabupaten Pacitan, Kabupaten
                  Trenggalek.
             •    Resiko sedang tsunami, meliputi:Kabupaten Malang bagian selatan,
                  Kabupaten     Blitar   selatan,   Kabupaten   Lumajang,   Kabupaten
                  Tulungagung.
                     Untuk daerah rawan tsunami , ditetapkan daerah bahaya 1
             dengan jarak 3.500 meter dari garis pasang tertinggi. Permukiman
             dikembangkan berada di belakang daerah bahaya 1 dan penataan
             daerah bahaya 1.

          9. Kawasan Luapan Lumpur
                     Kawasan luapan lumpur meliputi area terdampak dari bahaya
             luapan lumpur, polusi gas beracun, dan penurunan permukaan tanah
             (land subsidence) di wilayah Kabupaten Sidoarjo.


2.1.1.4   Kondisi Demografi
                  Berdasarkan Hasil Sensus Penduduk 2010 (SP 2010) di Jawa Timur
          menunjukkan bahwa jumlah penduduk Jawa Timur sebesar 37.476.011
          jiwa, terdiri dari penduduk laki-laki sebesar 18.488.290 jiwa dan penduduk
          perempuan 18.987.721 jiwa. Dibandingkan dengan Provinsi lainnya, Jawa
          Timur merupakan provinsi dengan penduduk terbesar ke dua di Indonesia
          setelah Jawa Barat yang sebesar 43.1170.260 jiwa. Jumlah penduduk
          disetiap Kabupaten/Kota pada tahun 2010 sangat bervariasi, dari yang
          tertinggi Kota Surabaya dengan jumlah penduduk 2.765.908 jiwa dan
          terendah yaitu Kota Mojokerto dengan jumlah penduduk sebesar 120.132
          jiwa.
−24−


                Sejak tahun 2000 – 2010/selama sepuluh tahun terakhir laju
          pertumbuhan penduduk Jawa Timur per tahun sebesar 0,75 persen.
          Seluruh Kabupaten/Kota, kecuali Kabupaten Lamongan, laju pertumbuhan
          penduduknya mengalami peningkatan. Laju pertumbuhan penduduk
          tertinggi sebesar 2,21 persen dimiliki oleh Kabupaten Sidoarjo, sementara
          Kabupaten/Kota yang memiliki           tingkat laju pertumbuhan penduduk
          terendah adalah Kabupaten Ngawi sebesar 0,05 persen, bahkan Kabupaten
          Lamongan tumbuh minus 0,02 persen


2.1.1.5   Posisi RTRW Provinsi Jawa Timur dan RTRW Kabupaten/Kota
                RTRW Provinsi Jawa Timur sudah mendapatkan persetujuan
          substansi dari Kementerian Pekerjaan Umum pada tanggal 20 Desember
          2010. Pada saat ini posisi RTRW Provinsi Jawa Timur berada pada proses
          pembahasan Raperda dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Jawa
          Timur sebelum disampaikan laporan kepada Menteri Dalam Negeri untuk
          dilakukan evaluasi.
                Untuk RTRW Kabupaten/Kota statusnya masih didalam proses untuk
          pengajuan      Raperda   yang    nantinya    akan   diperdakan.   Dari   38
          Kabupaten/Kota yang sudah mendapatkan Nomor Rekomendasi dari
          Gubernur sudah 35 Kabupaten/Kota, tanpa Kota Surabaya, Kabupaten
          Sumenep, dan Kabupaten Jember. Sedangkan sampai saat ini posisi dari
          RTRW Kabupaten/Kota yang statusnya sudah perda baru 8 (delapan)
          Kabupaten dan 2 (dua) kota yaitu Kabupaten Bangkalan, Kabupaten Blitar,
          Kabupaten Jombang, Kabupaten Lumajang, Kabupaten Malang, Kabupaten
          Pacitan, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Sidoarjo, Kota Malang dan Kota
          Probolinggo.


2.1.2     Aspek Kesejahteraan Masyarakat
2.1.2.1   Fokus Kesejahteraan dan Pemerataan Ekonomi
          1. Pertumbuhan PDRB
                Pada tahun 2006 perekonomian Jawa Timur sebesar 5,80 persen,
          sedikit melambat dibandingkan tahun 2005 sebagai dampak terjadinya
          kenaikan harga BBM. Sektor perdagangan, hotel dan restoran tumbuh
          paling cepat dibandingkan sektor lainnya, yaitu sebesar 9,63 persen, diikuti
          oleh sektor pertambangan dan penggalian, sektor keuangan, sewa dan jasa
          perusahaan, serta sektor pengangkutan dan komunikasi yang masing-
−25−


     masing sebesar 8,41 persen, 7,49 persen, dan 7,37 persen. Sementara itu
     sektor pertanian dan sektor industri pengolahan sebagai sektor yang
     dominan di Jawa Timur, hanya tumbuh sebesar 3,96 persen dan 3,09
     persen.
                                            Tabel 2.2
                 Pertumbuhan PDRB Sektoral Atas Dasar Harga Konstan 2000
                                 Tahun 2006-2010 (persen)

                 Sektor                        2006     2007    2008   2009)   2010*)
                    (1)                         (2)      (3)    (4)     (5)     (6)

1      Pertanian                                3,96    3,14    3,12   3,92     2,23
2.     Pertambangan & Penggalian                8,41    10,35   9,31   6,92     9,18
3.     Industri Pengolahan                      3,09    4,77    4,36   2,80     4,32
4.     Listrik,Gas & Air Bersih                 4,09    13,70   3,00   2,72     6,43

5.     Konstruksi                               1,43    1,21    2,71   4,25     6,64

6.     Perdagangan, Hotel & Restoran            9,63    8,39    8,07    5,58   10,67
7.     Pengangkutan & Komunikasi                7,37    7,83    8,98   12,98   10,07
       Keuangan, Sewa, & Jasa
8.                                              7,49    8,40    8,05   5,30     7,27
       Perusahaan
9.     Jasa-jasa                                5,37    5,77    6,32   5,76     4,34

                 PDRB                           5,80    6,11    5,94   5,01     6,68
     Sumber     : BPS Provinsi Jawa Timur
     Keterangan : * ) Angka Diperbaiki


         Pengaruh kenaikan harga BBM pada tahun 2005-2006 mulai berkurang
pada tahun 2007, sehingga tahun 2007 perekonomian Jawa Timur nampak
meningkat dengan tumbuh sebesar 6,11 persen. Sektor listrik, gas, dan air
bersih tercatat mengalami pertumbuhan paling tinggi, yaitu sebesar 13,70
persen, diikuti sektor pertambangan dan penggalian, sektor keuangan, sewa,
dan jasa perusahaan serta sektor perdagangan, hotel, dan restoran masing-
masing sebesar 10,35 persen, 8,40 persen dan 8,39 persen. Sedangkan sektor
industri pengolahan dan sektor pertanian yang masih menjadi penyumbang
terbesar kedua dan ketiga dalam perekonomian Jawa Timur hanya mampu
tumbuh 4,77 persen dan 3,14 persen.
         Krisis keuangan global yang terjadi pada semester II tahun 2008
berpengaruh pada melambatnya perekonomian Jawa Timur tahun 2008,
sebesar 5,94 persen. Tercatat tiga sektorbesaryaitu sektor perdagangan, hotel
dan restoran, sektor industri pengolahan dan sektor pertanian mengalami
perlambatan pertumbuhan. Sektor-sektor yang masih mengalami pertumbuhan
tinggi adalah sektor pertambangan dan penggalian, sektor pengangkutan dan
komunikasi, sektor perdagangan, hotel dan restoran, dan sektor keuangan,
−26−


sewa, dan jasa perusahaan masing-masing tumbuh sebesar 9,31 persen, 8,98
persen, 8,07 persen, dan 8,05 persen.
          Dampak krisis keuangan global yang terjadi pada tahun 2008 berlanjut
hingga tahun 2009, ekspor komoditas unggulan Jawa Timur ke luar negeri
menurun tajam, sehingga pertumbuhan ekonomi melambat. Pada tahun 2009
perekonomian Jawa Timur hanya mampu tumbuh sebesar 5,01 persen, dimana
sebagian besar sektor ekonomi juga tumbuh melambat. Beberapa sektor yang
masih mengalami pertumbuhan tinggi adalah sektor pengangkutan dan
komunikasi, sektor pertambangan dan penggalian, sektor jasa-jasa masing-
masing tumbuh sebesar 12,98 persen, 6,92 persen, dan 5,76 persen. Sektor-
sektor andalan Jawa Timur seperti sektor perdagangan, hotel dan restoran,
sektor industri pengolahan dan sektor pertanian masing-masing hanya tumbuh
sebesar 5,58 persen, 2,80 persen dan 3,92 persen. Sementara sektor lainnya
rata-rata masih tumbuh pada level 2 sampai 4 persen.
          Memasuki tahun 2010, perekonomian Jawa Timur membaik seiring
dengan membaiknya kondisi perekonomian global, sehingga pertumbuhan
ekonomi Jawa Timur mencapai 6,68 persen, pertumbuhan tertinggi selama
lima tahun terakhir. Tingginya pertumbuhan ekonomi Jawa Timur ini terutama
didukung oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran yang tumbuh sebesar
10,67 persen. Membaiknya kondisi perekonomian global memberi dampak
terhadap membaiknya daya beli masyarakat yang mendorong sektor
perdagangan, baik perdagangan luar negeri maupun perdagangan antar
wilayah. Sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor pertambangan dan
penggalian, serta sektor keuangan, sewa dan jasa perusahaan tercatat
mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi, masing-masing sebesar 10,07
persen; 9,18 persen, dan 7,27 persen. Sementara itu, sektor industri
pengolahan dan sektor pertanian tumbuh masing-masing sebesar 4,32 persen
dan 2,23 persen.

2. Laju Inflasi Jawa Timur Tahun 2006 – 2010
                      Gambar 2.5                                                        Laju   inflasiJawa    Timur
        Laju Inflasi Jawa Timur dan Nasional
                   Tahun 2006-2010                                                dalam lima tahun terakhir masih
                                  9.66          11.06

                                                                                  tergolong dalam kategori rendah,
                          6.59                                             6.96
     6.76 6.60                                                      6.96
                   6.48
                                                                                  masih dibawah 2 digit.     Kondisi
                                                    3.62
                                                           2.78
                                                                                  yang cukup rawan hanya terjadi
                                                                                  pada tahun 2008 dengan laju
      2006         2007                  2008           2009        2010

                                 Jatim      Nasional
Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur
−27−


inflasi cukup tinggi yaitu 9,66 persen akibat naiknya harga BBM seiring dengan
tidak terkendalinya harga minyak dunia. Walaupun kenaikan BBM di tahun
2008 tersebut sempat dikoreksi di penghujung tahun, namun multiplier effects
akibat kenaikan tersebut sudah terlanjur terjadi sehingga inflasi hampir
menembus dua digit.
            Memasuki tahun 2009
                                                                                      Gambar 2.6
sebenarnya                sudah           terlihat                           Inflasi Bulanan Jawa Timur
                                                                                   Tahun 2006-2010
tanda-tanda           akan         rendahnya            3

inflasi.          Sisa        andil        akibat       2

                                                        2
penurunan BBM pada bulan
                                                        1
Desember 2008 masih berlanjut
                                                        1
di bulan Januari 2009 sehingga                          0
                                                            Jan Peb Mar      Apr   Mei Juni Juli   Agt Sept Okt Nop Des
inflasi      Januari              2009      yang       -1
                                                                               2006            2007          2008

                                                       -1                      2009            2010
biasanya cukup tinggi karena                           Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur

naiknya harga bahan makanan
terdorong deflasi 0,05 persen.
                       Pada tahun 2010, Jawa Timur hanya mengalami sekali inflasi,
           yaitu pada bulan Maret sebesar 0,21. Bayang-bayang tingginya inflasi
                                                                                   terlihat    setelah      Pemerintah
                           Gambar 2.7
                Kumulatif Inflasi Ibukota Provinsi  mengumumkan naiknya biaya
            di Pulau Jawa dan Jawa Timur Tahun 2010 Jasa Perpanjangan STNK dan
                                                                                   naiknya Tarif Dasar Listrik
                                                                                   khusus bagi pelangga 1200
                                          7.11 7.38    7.33
                                                               6.96
                   6.21    6.18                                       6.96
                                                                                   VA keatas pada bulan Juli dan
                                   4.53
                                                                                   Agustus.           Inflasi mencapai
                                                                                   antiklimaks          setelah       pada
                                                                                   bulan Desember laju kenaikan
                      Jakarta             Serang              Bandung              harga       beras       dan        cabe
                      Semarang            Yogyakarta          Surabaya
                      Jawa Timur          Nasional                                 menjadi         tidak    terbendung
           Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur
                                                                                   akibat faktor cuaca sehingga
                                                                                   mengakibatkan           inflasi    1,02
                                                                                   persen.            Komulatif      inflasi
           Tahun 2010 ditutup sebesar 6,96 persen, angka yang sama dengan
           inflasi nasional.
                       Dibandingkan dengan inflasi ibukota provinsi di Pulau Jawa,
           inflasi Jawa Timur masih lebih rendah dari inflasi Semarang, Yogyakarta
           dan Surabaya, namun lebih tinggi dari inflasi Jakarta, Serang dan
           Bandung. Hal serupa terjadi pula dengan inflasi nasional yang
           besarannya tidak berbeda dengan inflasi Jawa Timur.Diantara ibukota
−28−


     provinsi di pulau Jawa, inflasi tertinggi terjadi Yogyakarta sebesar 7,38
     persen dan terendah terjadi di Bandung sebesar 4,53 persen.
               Dilihat dari penyebabnya, dalam kurun waktu lima tahun
     terakhir, laju inflasi Jawa Timur lebih banyak dipengaruhi oleh adanya
     kebijakan pemerintah yang terkait dengan harga seperti naiknya harga
     cukai rokok, naiknya harga premium dan solar, konversi energi yang
     berdampak naiknya harga minyak tanah, naiknya tarif air minum,
     naiknya harga gas elpiji dan yang terakhir adalah naiknya biaya jasa
     perpanjangan STNK dan tarif dasar listrik.
               Disamping itu, laju inflasi lima tahun terakhir juga dipengaruhi
     oleh naiknya harga beberapa komoditas utama seperti beras, cabe
     rawit, minyak goreng, gula pasir dan emas perhiasan yang belum dapat
     dikendalikan harganya oleh pemerintah serta terus meningkatnya biaya
     sekolah-sekolah swasta.
               Khusus di tahun 2010, lonjakan harga beras, cabe rawit, minyak
     goreng dan emasperhiasan serta naiknya biaya jasa perpanjangan STNK
     dan naiknya tarif dasar listrik merupakan pendorong utama terjadinya
     inflasi disamping naiknya harga bumbu-bumbuan seperti bawang merah
     dan bawang putih dan naiknya biaya SLTA sebagaimana terlihat pada
     Tabel 2.3

                                      Tabel 2.3
                   10 Komoditas Pendorong Utama Inflasi Jawa Timur
                                Tahun 2006-2010 (%)




3.


     Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur




4. PDRB Per Kapita Jawa Timur Tahun 2006 – 2010
               PDRB sebagai salah satu indikator makro ekonomi        di Jawa
     Timur, dalam kurun waktu lima tahun terakhir ini selalu menunjukkan
     peningkatan. Selanjutnya jika besaran PDRB tersebut diberi penimbang
−29−


                  dengan jumlah penduduk, karena penduduk merupakan pelaku
                  pembangunan yang menghasilkan output (PDRB), akan diperoleh angka
                  PDRB perkapita.
                             Di dalam Tabel 2.4 dapat dilihat perkembangan PDRB per kapita
                  Atas      Dasar      Harga   Berlaku      (ADHB)       berturut-turut     menunjukkan
                  peningkatan.         Peningkatan     PDRB        per   kapita    disebabkan     karena
                  pertumbuhan PDRB ADHB yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan
                  pertumbuhan penduduk. Pada tahun 2006 PDRB perkapita Jawa Timur
                  mencapai Rp. 12,87 juta, kemudian meningkat menjadiRp. 14,55 juta
                  pada tahun 2007. Selanjutnya meskipun pada tahun 2008 gaung Krisis
                  Keuangan Global sudah mulai mendunia, PDRB perkapita Jawa Timur
                  masih terus meningkat yaitu sebesar Rp. 16,75 juta (2008) dan tahun
                  2009 meningkat lagi menjadi Rp. 18,42 juta. Kondisi perekonomian
                  yang membaik pada tahun 2010, memberikan dampak meningkatnya
                  PDRB perkapita menjadi Rp 20,77 juta.


                                            Tabel 2.4
                       PDRB Per Kapita Jawa Timur Atas Dasar Harga Berlaku
                                        Tahun 2006 - 2010


  Uraian                                   2006          2007        2008         2009*)     2010**)

  (1)                                      (2)           (3)         (4)          (5)        (6)
  1.    PDRB Atas Dasar Harga Berlaku      472.287       536.982     621.392      686.848    778.456
        (Miliar Rupiah)
  2.    Jumlah Penduduk Pertengahan        36.691        36.896      37.095       37.286     37.476
        Tahun (Ribu jiwa)
  3.    PDRB Per Kapita (Ribu Rupiah)      12.872        14.554      16.751       18.421     20.772



Sumber     : BPS Provinsi Jawa Timur
Keterangan : * ) Angka Diperbaiki
         **) Angka Sementara


              5. INDEKS GINI RATIO TAHUN 2009 – 2010
                             Berdasarkan nilai gini rasio, tingkat ketimpangan rata-rata
                  konsumsi per kapita di Jawa Timur 2009-2010 masuk dalam kategori
                  rendah (kurang dari 0,36). Nilai gini rasio tahun 2010 sebesar 0,31,
                  meningkat dibandingkan tahun 2009 yang nilainya 0,29, naik 0,02 poin.
                  Kondisi ini seperti terlihat pada kurva Lorenz (Gambar 4.5.) tahun 2009-
                  2010, kurva tahun 2009 memiliki luas area lebih kecil dibanding luas
                  area tahun 2010 (kurva terhadap garis diagonal). Menunjukkan bahwa
                  kurva bergerak semakin menjauhi garis kemerataan sempurna. Dengan
−30−


         demikian, kenaikan rata-rata konsumsi per kapita selama 2009-2010,
         walaupun berada di bawah tingkat kenaikan harga (Inflasi), justru
         menyebabkan meningkatnya ketimpangan dalam distribusi konsumsi.
         Pergeseran tersebut terjadi karena berkurangnya share di kuintil 5,
         sedangkan kuintil 3 dan 4 mengalami peningkatan. Sedangkan pada
         kuintil bawah, kuintil 1 mengalami peningkatan, sedangkan kuintil 2
         mengalami penurunan share.
                                                  Tabel 2.5

              Persentase Total Rata-rata Konsumsi per Kapita Sebulan menurut
                           Status Wilayah dan Kuintil Penduduk

           Tahun/                          Kuintil Penduduk 2009-2010 Konsumsi
                                           di Jawa Timur berdasarkan                     Gini
   Wilayah (Kota/Desa)                 1          2           3        4          5      Rasio
                 Kota              7,98         12,13     15,76      21,46       42,68   0,31
  2009           Desa              9,38         14,20     17,99      21,65       36,78   0,25
              Kota+Desa            8,18         12,73     15,94      21,04       42,13   0,29
                 Kota              8,78         12,44     15,99      21,24       41,55   0,30
  2010           Desa             10,88         14,42     17,38      21,45       35,87   0,23
Sumber     : BPS Provinsi Jawa Timur
−31−


                                                                          Gambar 2.8

                                               Kurva Lorenz Kumulatif Penduduk dan Pengeluaran (Persen) di
                                                                 Jawa Timur 2009-2010
            100,00


                            90,00


                            80,00
Kumulatif Pengeluaran (Persen)




                            70,00
                                                                                                 2009

                            60,00


                            50,00
                                                                                  2010
                            40,00


                            30,00


                            20,00


                            10,00


                                 0,00
                                        0,00     10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 60,00 70,00 80,00 90,00 100,00
                                                                   Kumulatif Penduduk (Persen)
                      Sumber               : BPS Provinsi Jawa Timur



                                                  Terjadinya penurunan ketimpangan selama 2009-2010 ini
                                    terutama terjadi di wilayah pedesaan, yang turun sebesar 0,02 poin,
                                    sedangkan penurunan di wilayah perkotaan hanya sebesar 0,01 poin.
                                    Walaupun nilai gini rasio pada wilayah perkotaan dan perdesaan, masuk
                                    dalam ketimpangan rendah, namun terdapat perbedaan sebesar 0,07
                                    poin antara wilayah perkotaan dan perdesaan di tahun 2010. Perbedaan
                                    ini semakin meningkat dibandingkan tahun 2009, yang memiliki
                                    perbedaan sebesar 0,06 poin. Ini menjadi indikasi bahwa wilayah
                                    perdesaan           memiliki       kecenderungan     lebih   cepat   menuju   tingkat
                                    pemerataan sempurna.
                                                  Pola perubahan share konsumsi antar kuintil, berbeda antara
                                    wilayah perkotaan dan perdesaan. Pada wilayah perkotaan terjadi
                                    pergeseran kuintil 4 dan 5, menuju kuintil di bawahnya. Sedangkan di
−32−


                                     wilayah perdesaan terdapat kecenderungan kuintil 1 dan 2 semakin
                                     mendekati share kuintil 3, dan juga terjadi penurunan share pada kuintil
                                     4 dan 5. Situasi ini yang mengindikasikan kemerataan di perdesaan
                                     akan lebih cepat dibandingkan perkotaan.
                                                                      Gambar 2.9
                                           Kurva Lorenz Kumulatif Penduduk dan Pengeluaran (Persen) menurut
                                                             Wilayah di Jawa Timur 2010
                                                       PerkotaanPerdesaan     Perkotaan+Pedesaan
            100,00


                             90,00


                             80,00
Kumulatif Pengeluaran (Persen)




                             70,00


                             60,00


                             50,00


                             40,00


                             30,00


                             20,00


                             10,00


                                 0,00
                                        0,00   10,00    20,00     30,00    40,00 50,00 60,00 70,00                     80,00           90,00 100,00
                                                                          Kumulatif Penduduk (Persen)
                       Sumber              : BPS Provinsi Jawa Timur



                                 Tidak semua wilayah dengan tingkat rata-rata konsumsi per kapita sebulan yang tinggi memiliki
                                 tingkat ketimpangan yang tinggi juga. Seperti dalam gambar 3.7, Kabupaten/Kota yang berada
                                 dalam wilayah area hijau walaupun memiliki rata-rata konsumsi per kapita sebulan tinggi, namun
                                 memiliki tingkat ketimpangan yang relatif rendah, jika dibandingkan situasi Provinsi Jawa Timur,
                                 terutama untuk Kota Probolinggo dan Batu.


                                 6. Pemerataan Pendapatan Versi Bank Dunia Tahun 2007 – 2010
                                                Pada periode 2007 –                                    Tabel 2.6
                                                                                     Persentase Distribusi Pengeluaran Penduduk
                                     2010, ketimpangan pemerataan                           Jawa Timur Tahun 2007 – 2010

                                     pendapatan versi Bank Dunia di                                       40 %             40 %              20 %
                                                                                         Tahun
                                                                                                         bawah           menengah            atas
                                                                                            (1)             (2)                  (3)          (4)
                                     Jawa           Timur,             cenderung
                                                                                          2007            19,83                 36,70        43,47
                                     mengalami perbaikan. Artinya                         2008            19,92                 36,86        43,22
                                                                                          2009            19,86                 37,59        42,55
                                     ketimpangan                   pendapatan             2010            19,73                 38,46        41,81
                                                                                   Keterangan: Data tahun 2006 tidak tersedia
                                                                                   Sumber: BPS Provinsi Jawa Timur
−33−


  lambat laun mengecil seiring pertumbuhan ekonomi yang semakin
  membaik. Penduduk yang mempunyai pendapatan berkategori 20
  persen ke atas pada tahun 2007 dapat menikmati kue ekonomi
  sebanyak 43,47 persen bergerak mengecil masing-masing 43,22 persen
  (2008);    42,55 persen (2009) dan 41,81 persen (2010). Sedangkan
  untuk yang berpendapatan 40 persen menengah dan 40 persen ke
  bawah semakin banyak yang dapat menikmati kue pembangunan.
  Dengan demikian kesenjangan semakin menurun, dan semakin
  dirasakannya kue ekonomi di tingkat pendapatan yang lebih bawah.
            Pada tahun 2007, penduduk yang berpendapatan 40 persen ke
  bawah semakin dapat menikmati hasil geliatekonomi dari 19,83 persen
  menjadi 19,92 persen (2008); 19,86 persen (2009) dan 19,73 persen
  (2010). Berdasarkan skala kesenjangan yang telah ditetapkan, karena
  penduduk yang berpendapatan 40 persen ke bawah menikmati hasil
  kegiatan ekonomi di atas nilai 17 persen, maka ketimpangan
  pendapatan yang terjadi selama kurun waktu 2006 – 2010 itu termasuk
  kategori ketimpangan pendapatan rendah.


7. Perbandingan Relatif Antar Daerah
            Untuk mengetahui tingkat kesejahteraan masyarakat dalam
  lingkup provinsi dapat dilihat dari keterbandingan angka PDRB per
  kapita kabupaten/kota dengan rata-rata provinsi. Pemerintah daerah
  dalam      mendorong      tingkat   kesejahteraan   masyarakat    dapat
  menggunakan acuan perbandingan relatif untuk memacu daerahnya
  berada minimal pada level rata-rata provinsi atau bahkan lebih baik lagi
  di atas level rata-rata provinsi.
            Tabel 2.6 menunjukkan pengelompokan daerah yang dibagi
  berdasarkan 3 kategori :
  (i) Kabupaten/kota dengan PDRB per kapita nomor urut 1 sampai 7
      adalah kabupaten/kota berkategori PDRB per kapita tinggi;
  (ii) Kabupaten/kota dengan PDRB per kapita nomor urut 8 sampai 27
      adalah kabupaten/kota berkategori PDRB per kapita sedang;
  (iii) Kabupaten/kota dengan PDRB per kapita nomor urut 28 sampai 38
      adalah kabupaten/kota berkategori PDRB per kapita rendah.
          Output daerah yang terus diupayakan peningkatannya melalui
  optimalisasi sumberdaya atau potensi daerah dalam kurun waktu lima
−34−


tahun yaitu tahun 2006-2010 sedikit demi sedikit mulai nampak hasilnya
walaupun tidak signifikan.
      Tampak dari tabel tersebut bahwa posisi kabupaten/kota pada
masing-masing kategori dari tahun ke tahun mengalami perubahan
tetapi posisi the biggest three masih ditempati kab/kota yang sama,
yaitu Kota Kediri, Kota Surabaya dan Kota Malang.
      Kabupaten/kota dengan PDRB yang sebagian besar ditopang oleh
sektor industri, sektor perdagangan, hotel dan restoran serta Sektor
Jasa-jasa cenderung menempati posisi di atas rata-rata Jawa Timur
seperti yang terjadi di Kota Kediri, Kota Surabaya, Kota Malang,
Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Gresik, Kota Mojokerto dan Kota
Probolinggo. Tujuh daerah yang masuk kategori ber PDRB per kapita
tinggi ini sulit digeser oleh daerah-daerah lain di Jawa Timur.
Kabupaten Tulungagung, Kota Batu, Kabupaten Banyuwangi, dan Kota
Madiun walaupun posisinya selama 5 tahun tetap namun masih berada
di bawah posisi rata-rata Jawa Timur.
−35−


                                                                      Tabel 2.7
                                             Urutan Keterbandingan Relatif PDRB per Kapita Kabupaten/Kota
                                                   terhadap PDRB per Kapita di Jawa Timur (Juta Rp.)
                                                                 Tahun 2006 – 2010


No.               2006                         2007                         2008                      2009*)                       2010**)
(1)                (2)                          (3)                          (4)                        (5)                          (6)
01.   Kota Kediri        151,20    Kota Kediri        165,69   Kota Kediri         188.06   Kota Kediri        209,30   Kota Kediri          242,26
02.   Kota Surabaya      46,92     Kota Surabaya      53,72    Kota Surabaya       62.31    Kota Surabaya      68,76    Kota Surabaya        74,78
03.   Kota Malang        24,49     Kota Malang        27,71    Kota Malang         32.17    Kota Malang        34,78    Kota Malang          39,29
04.   Kab. Sidoarjo      23,02     Kab.Sidoarjo       25,62    Kab.Sidoarjo        28.90    Kab. Sidoarjo      31,27    Kab. Gresik          34,43
05.   Kab. Gresik        20,57     Kab.Gresik         23,27    Kab.Gresik          26.67    Kab. Gresik        29,45    Kab. Sidoarjo        32,53
06.   Kota Mojokerto     16,28     Kota Mojokerto     18,37    Kota Mojokerto      21.14    Kota Mojokerto     23,44    Kota Mojokerto       25,13
07.   Kota Probolinggo   14,05     Kota Probolinggo   15,73    Kota Probolinggo    17.77    Kota Probolinggo   19,10    Kota Probolinggo     22,58
Provinsi Jawa Timur        12,87                      14,55                         16,75                       18,42                          20,77
08.   Kab. Tulungagung   11,23     Kab. Tulungagung   12,65    Kota Madiun         14,67    Kota Madiun        16,17    Kota Madiun          19,38
09.   Kota Madiun        11,17     Kota Madiun        12,65    Kab.Tulungagung     14,60    Kab. Tulungagung   16,09    Kab. Tulungagung     18,18
10.   Kota Pasuruan      10,55     Kota Pasuruan      11,84    KotaPasuruan        13,47    Kota Batu          14,89    Kota Batu            16,90
11.   Kota Batu          10,17     Kota Batu          11,61    Kota Batu           13,44    Kota Pasuruan      14,88    Kab. Banyuwangi      16,71
12.   Kab. Banyuwangi    10,08     Kab. Banyuwangi    11,41    Kab. Banyuwangi     13,30    Kab. Banyuwangi    14,82    Kota Pasuruan        15,76
13.   Kab. Mojokerto     9,55      Kab. Mojokerto     10,77    Kab.Tuban           12,48    Kab. Tuban         13,85    Kab. Bojonegoro      15,66
14.   Kab. Probolinggo   9,44      Kab. Probolinggo   10,77    Kab.Probolinggo     12,37    Kab. Probolinggo   13,65    Kab. Tuban           15,15
15.   Kab. Tuban         9,31      Kab. Tuban         10,69    Kab.Mojokerto       12,29    Kab. Mojokerto     13,45    Kab. Mojokerto       15,09
16.   Kab. Lumajang      8,86      Kab. Lumajang      9,96     Kab.Situbondo       11,41    Kab. Situbondo     12,55    Kab. Probolinggo     14,82
17.   Kab. Situbondo     8,80      Kab. Situbondo     9,93     Kab.Lumajang        11,39    Kab. Lumajang      12,52    Kab. Lumajang        14,36
18.   Kab. Malang        8,61      Kab. Malang        9,77     Kab.Malang          11,24    Kab. Bojonegoro    12,39    Kab. Malang          13,72
                                                                                                                                      19. Kab. Blitar
−36−


 (1)                    (2)                           (3)                           (4)                      (5)                         (6)
 19.    Kab. Blitar               8,10   Kab. Bojonegoro    9,20   Kab.Bojonegoro         11,20   Kab. Malang       12,34   Kab. Situbondo     13,58
 20.    Kota Blitar               8,03   Kab. Blitar        9,19   Kab.Blitar             10,50   Kab. Blitar       11,58   Kota Blitar        13,14
 21.    Kab. Sumenep              7,68   Kota Blitar        9,02   Kota Blitar            10,27   Kota Blitar       11,40   Kab. Blitar        12,49
 22.    Kab. Bojonegoro           7,59   Kab. Sumenep       8,60   Kab.Sumenep            9,92    Kab. Magetan      10,88   Kab. Jombang       12,41
 23.    Kab. Magetan              7,58   Kab. Magetan       8,53   Kab.Magetan            9,79    Kab. Sumenep      10,71   Kab. Magetan       12,24
 24.    Kab. Jombang              7,36   Kab. Jombang       8,29   Kab.Jombang            9,45    Kab. Pasuruan     10,38   Kab. Sumenep       11,77
 25.    Kab. Pasuruan             7,16   Kab. Pasuruan      8,18   Kab.Pasuruan           9,43    Kab. Jombang      10,20   Kab. Pasuruan      11,28
 26.    Kab. Kediri               6,91   Kab. Nganjuk       7,71   Kab.Jember             8,85    Kab. Jember       9,74    Kab. Jember        10,83
 27.    Kab. Nganjuk              6,75   Kab. Kediri        7,65   Kab.Nganjuk            8,84    Kab. Nganjuk      9,72    Kab. Nganjuk       10,80
 28.    Kab. Jember               6,63   Kab. Jember        7,52   Kab.Kediri             8,74    Kab. Kediri       9,54    Kab. Kediri        10,36
 29.    Kab. Madiun               6,26   Kab. Madiun        7,07   Kab.Madiun             8,09    Kab. Madiun       8,85    Kab. Madiun        9,62
 30.    Kab. Lamongan             5,69   Kab. Lamongan      6,45   Kab.Lamongan           7,41    Kab. Lamongan     8,23    Kab. Lamongan      9,39
 31.    Kab. Ngawi                5,66   Kab. Ngawi         6,33   Kab.Ngawi              7,24    Kab. Ngawi        7,99    Kab. Ponorogo      9,27
 32.    Kab. Bangkalan            5,47   Kab. Bangkalan     6,02   Kab.Ponorogo           6,91    Kab. Ponorogo     7,74    Kab. Ngawi         9,22
 33.    Kab. Ponorogo             5,28   Kab. Ponorogo      6,00   Kab.Bangkalan          6,76    Kab. Bangkalan    7,25    Kab. Bangkalan     8,68
 34.    Kab. Bondowoso            4,72   Kab. Bondowoso     5,34   Kab.Bondowoso          6,13    Kab. Bondowoso    6,75    Kab. Bondowoso     7,27
 35.    Kab. Sampang              4,60   Kab. Sampang       4,99   Kab.Trenggalek         5,68    Kab. Trenggalek   6,34    Kab. Trenggalek    7,17
 36.    Kab. Trenggalek           4,34   Kab. Trenggalek    4,89   Kab.Sampang            5,57    Kab. Sampang      5,97    Kab. Sampang       6,93
 37.    Kab. Pamekasan            4,13   Kab. Pamekasan     4,52   Kab.Pamekasan          5,08    Kab. Pacitan      5,54    Kab. Pamekasan     6,59
 38.    Kab. Pacitan              3,92   Kab. Pacitan       4,39   Kab.Pacitan            5,03    Kab. Pamekasan    5,49    Kab. Pacitan       6,43
Sumber: BPS Provinsi Jawa Timur
−37−


                Keempat kabupaten/kota itu masuk kategori ber PDRB per Kapita
  sedang bersama 16 kabupaten/kota lainnya : Kota Pasuruan, Kabupaten
  Bojonegoro, Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Tuban, Kabupaten
  Mojokerto, Kabupaten Situbondo, Kabupaten Lumajang, Kabupaten
  Malang, Kabupaten Blitar, Kota Blitar, Kabupaten Magetan, Kabupaten
  Sumenep,             Kabupaten           Jombang,      Kabupaten        Pasuruan,         Kabupaten
  Jember, Kabupaten Nganjuk. Sedangkan yang berkategori PDRB
  perkapita            rendah       adalah         Kabupaten    Kediri,    Kabupaten          Madiun,
  Kabupaten Ngawi, Kabupaten Lamongan,                                    Kabupaten Ponorogo,
  Kabupaten Bangkalan, Kabupaten Bondowoso, Kabupaten Trenggalek,
  Kabupaten Sampang, Kabupaten Pamekasan dan Kabupaten Pacitan.


8. Indeks Disparitas Wilayah Jawa Timur Tahun 2006 - 2010
                Output daerah yang merupakan representasi dari kekayaan
  daerah dan kesejahteraan masyarakat adalah dua hal yang berbeda,
  pertanyaanya apakah ada kaitan antara kekayaan daerah (regional
  prosperity) dan kesejahteraan masyarakat (community welfare) di suatu
  daerah. Asumsi bahwa tingkat kekayaan daerah yang tinggi juga akan
  berdampak terhadap tingginya kesejahteraan masyarakat di daerah
  tersebut memerlukan gambaran kondisi disparitas regional. Rendahnya
  ketimpangan regional dalam hal kesejahteraan masyarakat merupakan
  hasil         dari     kebijakan          pemerataan         pembangunan          antar      daerah
  (equalization policy) yang dijalankan pemerintah, terutama melalui
  instrumen fiskal (fiscal policy) seperti transfer dari pusat, transfer antar
  daerah dan kebijakan lain.
                Tingkatkesenjangan ekonomi antar wilayah di suatu wilayah
  umumnya berfluktuasi seiring dengan tingkat perubahan PDRB per
                                                        kapitanya.           Melebar             atau
                 Tabel 2.8
       Indeks Williamson Jawa Timur                     menyempitnya         kesenjangan           itu
              Tahun 2006-2010                           dipengaruhi       oleh      kondisi     sosial

                        Indeks                          ekonomi masyarakat. Selain itu, juga
      Tahun                               Perubahan
                       Williamson                       sangat dipengaruhi oleh kreatifitas
          (1)              (2)               (3)
       2006              115,87            -0,60050     Pemerintah           Daerah             dalam
       2007              115,34            -0,45741     memanfaatkan segala potensi yang
       2008              115,26            -0,06936
                                                        ada    untuk      meningkatkan         output
                )
      2009*              115,85            0,51189
                )
                                                        daerah.           Kondisi             tersebut
      2010**             115,14            -0,61286
                                                        tergambarkan             pada          indeks
   Sumber     : BPS Provinsi Jawa Timur
   Keterangan : * ) Angka Diperbaiki
     **) Angka Sementara                                Williamson        (baca         :      Indeks
−38−


  Kesenjangan) dengan PDRB per kapita sebagai tolak ukur penghitungan.
           Kesenjangan ekonomi antar kabupaten/kota di Jawa Timur yang
  ditunjukkan dengan Indeks Disparitas Williamson dalam periode tahun
  2006 – 2010 mengalami kemajuan yang signifikan dengan indeks yang
  cenderung menurun. Pada tahun 2006 indeks kesenjangan bernilai
  115,87 atau terjadi penurunan sebesar -0,60 persen, indeks pada tahun
  2007 sebesar 115,34 atau mengalami penurunan sebesar -0,46 persen.
           Adanya kenaikan harga BBM mulai 24 Mei 2008 serta terjadi
  krisis   global   menyebabkan    perlambatan     pertumbuhan   ekonomi
  dibandingkan tahun 2007. Tetapi perlambatan ekonomi pada tahun 2008
  itu belum begitu terasa, karena tingkat kesenjangan di Jawa Timur yang
  ditunjukkan dengan nilai indeks Disparitas Williamson mengalami
  penurunan sebesar -0,07 persen atau mempunyai indeks 115,26.
  Kenaikan BBM dan krisis finansial khususnya di negara-negara Eropa dan
  Amerika yang dikenal sebagai subprime mortgage sangat terasa pada
  tahun 2009. Pertumbuhan ekonomi melambat dari 5,94 pada tahun 2008
  menjadi 5,01 persen pada tahun 2009, dan indeks Williamsonpun juga
  melebar dari 115,26 pada tahun 2008 menjadi 115,85 atau mengalami
  pelebaran sebesar 0,51 persen. Beruntungnya, dampak dari krisis
  finansial tersebut tidak berlanjut pada tahun 2010. Selain karena sudah
  berpengalaman dalam menghadapi situasi krisis sebagaimana yang
  terjadi pada tahun 1998, fundamental ekonomi dalam negeri jauh lebih
  baik dibanding tahun 1998, maka Jawa Timur kembali mengalami
  pertumbuhan ekonomi yang siginifikan.     Apalagi Jawa Timur sangat
  mengandalkan sektor riil, dan berbeda          struktur perekonomiannya
  dibanding Jakarta yang sangat mengandalkan sektor perbankan yang
  notabene sangat rentan terhadap krisis finansial. Pada tahun 2010
  pertumbuhan ekonomi Jawa Timur mampu mencapai 6,67 persen,
  merupakan tertinggi selama lima tahun terakhir. Pertumbuhan pada
  tahun 2010 ini cukup berkualitas karena indeks kesenjangan wilayahnya
  menurun menjadi 115,14 atau terjadi penurunan -0,61 persen dibanding
  tahun sebelumnya.


9. Persentase Penduduk Di Atas Garis Kemiskinan Di Jawa Timur
  Tahun 2006 – 2010
           Pembangunan yang telah dilakukan selama ini telah memberikan
  andil yang cukup besar dalam proses terciptanya kesejahteraan
  masyarakat. Hal ini tidak dapat dipungkiri karena lebih dari 78 persen
−39−


                                                             penduduk selama kurun waktu
                  Gambar 2.10
  Persentase Penduduk Diatas Garis Kemiskinan                lima   tahun    terakhir,   telah
         Di Jawa Timur Tahun 2006-2010
                                                             dapat memenuhi kebutuhan
                                                     84.74   minimumnya.       Pada      tahun
                                          83.32
                                                             2006 persentase penduduk di
                                  81.49
                        80.02                                atas garis kemiskinan di Jawa
              78.91
                                                             Timur mencapai 78,91 persen
                                                             dan naik terus menjadi 84,74
        2006      2007      2008       2009    2010          persen         pada         tahun

      Sumber : BPS, Susenas dan PPLS
                                                                       2010.Perkembangan
  persentase penduduk di atas garis kemiskinan dalam kurun waktu 5
  tahun tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.10.

10.         Angka Kriminalitas Yang Tertangani
               Data dari Kepolisian Daerah (Polda) Jatim selama tahun 2009,
  angka tindak kriminalitas di Jawa Timur mengalami penurunan yang
  sangat signifikan daripada Tahun 2008. Dari data kepolisian mulai kurun
  waktu Januari s/d Desember 2009 mengalami penurunan dari crime
  sedang tahun 2008 mencapai 48,129.
               Jadi pada Tahun 2009 angka kriminalitas secara umum
  mengalami penurunan dari 48,129 pada tahun 2008 dan 2009 mencapi
  41,166 kasus. Sehingga pada tahun 2009 mengalami penurunan sebesar
  6.958 kasus (40 %), dibandingkan 2008.
               Data kriminal untuk Surabaya sebanyak 2.105 kasus, Besuki
  sebanyak 1.970 kasus, Malang 1.243 kasus, Madiun sebanyak 500 kasus,
  Kediri sebanyak 646 kasus. Sedangkan yang mengalami kasus tindak
  kriminalitas sedikit yaitu Polwil Madura mencapi 106 kasus dan Polwil
  Bojonegoro sebanyak 24 kasus.
               Sedangkan pada Tahun 2010 ini tercatat angka kriminalitas di
  Jawa Timur mengalami penurunan dari 45.270 kasus pada Tahun 2009
  menjadi 11.507 kasus. Dengan data bulan Januari sampai                           Desember
  tersebut berarti jumlah kriminalitas pada Tahun 2010 mengalami
  penurunan 25,4 %. Hal ini tidak terlepas dari langkah-langkah yang
  dilakukan oleh pihak kepolisian yang rutin melakukan operasi dan
  menempatkan personil di jalan-jalan raya maupun daerah permukiman.
  Berdasarkan data, penurunan terjadi di Kesatuan Polresta Surabaya pada
  Tahun 2010 sebanyak 5.925 kasus yaitu terdiri dari Kediri 1.740 kasus,
  Besuki 1.497 kasus, Bojonegoro 1.245 kasus, Madiun 863 kasus, Polda
  Jatim 388 kasus.
−40−


                                        Tabel 2.9
                     Data kriminalitas bulan Januari s/d Juni 2010
                                  Jajaran polda jatim
  NO          URAIAN              JAN           PEB           MAR           APRIL          MEI           JUNI
  1      Crime total                 3.463         3.122         3.168          3.116        3.175          3.044
  2      Crime clearance             2.675         2.257         2.271          2.678        2.749          2.589
  3      Clearance rate           77,25%        72,29%        77,23%         85,94%        86,58%         85,05%
  4      Crime clock              0:12'53"      0:14'18"      0:12'50"       0:14'20"       0:14'4"      0:14'40"
  5      Crime rate                      9             8             9              8             9             9
         Jumlah Penduduk       38.696.100    38.696.100    38.696.100     38.696.100    38.696.100    38.696.100
  Sumber Data : Polda Jatim

              Data crime indeks Tahun 2010,pencurian dengan pemberatan
   (Curat) sebanyak 3.484, pencurian dengan kekerasan (Curas) sebanyak
   872, ranmor sebanyak 1.252 serta judi sebanyak 3.764.
              Sementara itu kasus korupsi yang masuk pada tahun 2010
   sebanyak 19 kasus, sedangkan yang sudah selesai sebanyak 37 kasus
   dimana yang di P-21 sebanyak 23 kasus, surat pemberhentian
   penyidikan (SP-3) 10 kasus.
              Untuk premanisme sebanyak 153 kasus yang diungkap street
   crime sebanyak 201 kasus, perjudian 525 kasus traffiking sebanyak 4
   kasus, narkotika sebanyak 125 kasus, lelang loging 45 kasus, ilegal masy
   4 kasus dan korupsi 1 kasus.


                                      Tabel 2.10
                   Data : Crime Indeks 11 Kasus (Pengamat Khusus)
                        Tahun 2008 S/D Bulan September 2010

    NO         LOKASI                 TAHUN 2008              TAHUN 2009                TAHUN 2010
     1         TABES                    12.230                  10.778                     7.152
     2        MALANG                     4.286                   5.672                     6.469
     3         BESUKI                    4.599                   4.236                     2.861
     4         KEDIRI                    4.805                   3.258                     2.753
     5        MADIUN                     1.840                   1.454                     2.092
     6      BOJONEGORO                   3.409                   2.744                     2.632
     7        MADURA                      321                     950                      1.112
              JUMLAH                    29.511                  29.293                    25.056
   Sumber data : Polda Jatim


              Angka        kriminalitas          berdasarkan             data     kepolisian          Surabaya
   mengalami penurunan. Pada semester pertama tahun 2010 tercatat
   sebanyak 927 kasus. Angka ini lebih kecil jika dibandingkan dengan tindak
   pidana kriminal pada tahun 2009 lalu yang tercatat hingga 2.246 kasus.

11. PerkembanganKinerja Perbankan Umum Di Jawa Timur
              Pelaksanaan fungsi intermediasi bank umum di Jatim pada awal
   tahun 2011 secara umum berjalan dengan lancar dan menunjukkan
   perkembangan positif. Dibandingkan triwulan sebelumnya, kinerja
−41−


pertumbuhan (qtq) total aset dan penyaluran kredit masih mampu
tumbuh stabil dengan pencapaian kinerja pertumbuhan yang cukup
tinggi, sedangkan kinerja penghimpunan DPK cenderung melambat.
Sementara itu, jika dianalisa secara tahunan ketiga indikator utama bank
umum tercatat tumbuh lebih tinggi dibandingkan triwulan IV-2010
maupun periode yang sama di tahun 2010.
                                Tabel 2.11




         Gambar 2.11                                  Gambar 2.12




       Pertumbuhan     kredit    secara      triwulanan   yang   lebih   tinggi
dibandingkan pertumbuhan DPK menyebabkan peningkatan Loan to
Deposit Ratio (LDR) pada periode laporan, dari 71,96% menjadi 74,61%.
Berdasarkan kelompok bank, rasio LDR tertinggi masih didominasi oleh
kelompok Bank Pemerintah (100,42%), sementara kelompok bank
swasta dan bank asing cenderung memiliki rasio lebih rendah, yaitu
56,03% dan 64,82%.
−42−


               Dalam rangka mendorong fungsi intermediasi perbankan, Bank
          Indonesia melalui Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.12/19/PBI/2010
          tanggal 4 Oktober 2010 menetapkan ketentuan mengenai perhitungan
          besaran Giro Wajib Minimum (GWM) yang dikaitkan dengan rasio LDR
          suatu Bank, kebijakan ini berlaku per 1 Maret 2011. Dalam ketentuan ini,
          besaran GWM Rupiah bank umum terdiri atas GWM primer (8%), GWM
          sekunder (2,5%) dan GWM LDR yang merupakan tambahan GWM yang
          harus dialokasikan bank pada saat nilai LDR bank berada diluar range
          (batas atas dan batas bawah) yang telah ditetapkan (78%-100%).
          Secara makro LDR target adalah cerminan kebutuhan kredit yang
          diperlukan untuk menopang pertumbuhan ekonomi, sedangkan secara
          mikro; LDR target ditetapkan dengan mempertimbangkan kondisi
          likuiditas dan LDR Perbankan. Sehingga secara umum, penerapan GWM
          LDR bertujuan agar bank mengoptimalkan penyaluran kreditnya pada
          sektor riil, namun dengan tetap mengacu pada prinsip kehati-hatian.



Gambar 2.13Gambar 2.14




      12. DanaPihak Ketiga (DPK)
                 Setelah mencatat pertumbuhan yang cukup baik di akhir tahun
          2010, kinerja pertumbuhan DPK yang dihimpun oleh industri bank umum
          di Jatim pada periode Tw I-2011 cenderung melambat. Sepanjang
          periode laporan, DPK meningkat Rp.1,9 triliun atau tumbuh 0,89% (qtq)
          dan 12,24% (yoy) menjadi Rp.217,01 triliun. Berdasarkan jenisnya,
          perlambatan ini didorong oleh minimnya pertumbuhan simpanan
          tabungan dan deposito pada triwulan laporan. Simpanan deposito hanya
          tumbuh 0,41% (qtq), bahkan simpanan tabungan mencatat kontraksi
          sebesar -0,71%(qtq). Namun demikian kedua jenis simpanan ini masih
−43−


mendominasi DPK dengan proporsi yang cukup tinggi, yaitu masing-
masing sebesar 41,56% dan 40,92%.


             Gambar 2.15                           Gambar 2.16




     Di sisi lain, simpanan giro yang mempunya proporsi lebih rendah
(17,52%) menunjukkan pertumbuhan yang cukup tinggi, baik secara
triwulanan    maupun       tahunan. Hal   ini   khususnya seiring dengan
peningkatan transaksi dunia usaha serta tidak lepas dari siklus tahunan
peningkatan dana rekening giro untuk belanja pemerintah di bank umum
yang masih cukup tinggi dan belum terealisir di awal tahun.


              Gambar 2.17                           Gambar 2.18




       Sementara itu, terbatasnya pertumbuhan DPK yang berlangsung
pada beberapa periode terakhir selain diyakini terkait dengan faktor
tingkat suku bunga simpanan yang relatif rendah, juga dipengaruhi oleh
cukup banyaknya pilihan instrumen simpanan sekaligus investasi diluar
perbankan yang menawarkan return menarik, sehingga masyarakat
mendapatkan banyak pilihan dalam penempatan dananya. Namun di sisi
lain, rendahnya suku bunga ini diharapkan mampu menjadi salah satu
pendorong penyaluran kredit kepada masyarakat, mengingat suku bunga
DPK merupakan salah satu variable pembentuk suku bunga kredit.
−44−


   Rendahnya suku bunga DPK diharapkan dapat mendorong efisiensi biaya
   bunga kredit, sehingga pada akhirnya akan meningkatkan penyaluran
   kredit kepada masyarakat.

                                Gambar 2.19




13. Kredit
             Pertumbuhan penyaluran kredit oleh bank umum di Jatim pada
   triwulan laporan mencapai 22,17% (yoy), ini merupakan angka
   pertumbuhan tertinggi setelah terjadinya krisis perekonomian global di
   tahun      2008.    Dengan    angka   pertumbuhan    tersebut,   maka
   outstanding/baki debet kredit yang disalurkan oleh bank umum di Jatim
   kepada masyarakat dan dunia usaha sampai dengan akhir Tw I-2011
   mencapai Rp.161,92 triliun. Kondisi perekonomian yang cukup stabil dan
   kondusif menjadi salah satu pendorong peningkatan permintaan kredit di
   Jatim, sehingga dari sisi perbankan kondisi ini dimanfaatkan sebagai
   momentum yang tepat untuk melakukan ekspansi kredit.


             Gambar 2.20                        Gambar 2.21
−45−


               Berdasarkan jenisnya, kredit di Jatim masih di dominasi oleh
        kredit produktif yaitu kredit modal kerja yang mencapai Rp.95,80 triliun
        atau sebesar 59,16% dari total kredit secara keseluruhan, disusul oleh
        kredit konsumsi (27,39%) dan kredit investasi (13,44%). Pertumbuhan
        kredit paling tinggi pada periode ini terjadi pada kredit investasi yang
        tercatat sebesar 14,70% (qtq) atau 28,92% (yoy), sementara kredit
        modal kerja dan konsumsi cenderung tumbuh stabil. Cukup besarnya
        alokasi penyaluran kredit untuk kegiatan produktif menjadi salah satu
        cerminan peran perbankan di Jatim dalam melaksanakan fungsi
        intermediasinya guna mendorong aktivitas dunia usaha, yang diharapkan
        dapat semakin memperbesar multiplier effect pada pertumbuhan
        perekonomian di Jatim.


               Gambar 2.22                              Gambar 2.23




Gambar 2.24Gambar 2.25




               Berdasarkan sektor ekonomi, penyaluran kredit bank umum
        paling besar disalurkan kepada sektor-sektor yang mendominasi struktur
        perekonomian di Jatim, yaitu sektor Industri serta sektor Perdagangan
        Hotel dan restoran (PHR) dengan proporsi masing-masing sebesar
        27,32% dan 24,64%. Sementara itu, dilihat dari angka pertumbuhannya,
        penyaluran kredit kepada sektor angkutan dan komunikasi, sektor PHR,
−46−


sektor industri pengolahan mencatat pertumbuhan tertinggi, masing-
masing sebesar 24,48%, 22,36%, dan 18,14% (yoy). Tingginya
penyaluran kredit pada ketiga sektor ini turut mengkonfirmasi tingginya
pertumbuhan     masing-masing      sektor   tersebut   pada   perhitungan
pertumbuhan ekonomi Jatim di Tw I-2011.


                       Gambar 2.26Gambar 2.27




                     Gambar 2.28Gambar 2.29




       Tingginya pertumbuhan kredit pada periode ini juga diiringi
dengan peningkatan jumlah kredit yang tidak terserap (undisbursed
loans) dibandingkan dengan periode yang sama di tahun 2010. Tercatat
nilai undisbursed loan pada posisi akhir Tw.I-2011 sebesar 7,86% dari
total plafon kredit yang disediakan, atau sebesar Rp.17,51 triliun, kondisi
ini cenderung meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya dan periode
yang sama tahun 2010, dimana pada saat itu rasio undisbursed loans
terhadap total kredit mesing-masing sebesar 7,34% dan 5,02%.
Berdasarkan jenisnya, undisbursed loan tertinggi terdapat pada kredit
modal kerja yang mencapai 11,89% dari plafon kredit yang telah
disetujui oleh bank umum, sedangkan penyaluran kredit konsumsi dan
−47−


   investasi cenderung terserap lebih baik, sesuai dengan plafon yang telah
   disetujui. Sementara itu, kenaikan suku bunga acuan BI rate sebesar
   0,25 bps (basis points) pada bulan Februari 2011 direspon perbankan
   dengan menaikkan suku bunga kredit dengan kisaran yang beragam.
   Kenaikan suku bunga kredit tertinggi terjadi pada kredit konsumi, disusul
   oleh kredit modal kerja dengan tingkat kenaikan yang relatif lebih
   rendah, sedangkan suku bunga kredit investasi pada periode ini cukup
   stabil.
             Dalam rangka meningkatkan transparansi mengenai karakteristik
   produk perbankan (manfaat, biaya dan risiko), meningkatkan good
   governance dan mendorong persaingan yang sehat dalam industri
   perbankan melaluiterciptanya disiplin pasar (market discipline) yang
   lebih     baik,    Bank    Indonesia   telah     menerbitkan     Surat    Edaran
   No.13/5/DPNP tanggal 8 Februari 2011 guna mewajibkan bank-bank
   umum       untuk    melakukan     transparansi   informasi     mengenai    aspek
   perhitungan dan penetapan suku bunga untuk kredit, khususnya Suku
   Bunga Dasar Kredit/SBDK (prime lending rate). Ketentuan ini mulai
   diberlakukan kepada bank umum konvensional yang beraset diatas
   Rp.10 triliun per 31 Maret 2011.
             SBDK merupakan hasil perhitungan dari 3 (tiga) komponen yaitu
   (1) harga pokok dana untuk kredit (HPDK), (2) biaya overhead yang
   dikeluarkan Bank dalam proses pemberian kredit, dan (3) marjin
   keuntungan (profit margin) yang ditetapkan untuk aktivitas perkreditan,
   namun didalamnya belum memperhitungkan komponen premi risiko
   individual nasabah Bank. SBDK tersebut dihitung secara per tahun dalam
   bentuk persentase (%), dan merupakan suku bunga terendah yang
   digunakan sebagai dasar bagi bank dalam penentuan suku bunga kredit
   yang dikenakan         kepada     debitur. Perhitungan    SBDK     yang wajib
   dilaporkan        kepada   Bank    Indonesia     dan   dipublikasikan     kepada
   masyarakat mencakup 3 (tiga) jenis kredit yaitu kredit korporasi, kredit
   ritel, dan kredit konsumsi (KPR dan Non KPR), tidak termasuk
   penyediaan dana melalui kartu kredit dan kredit tanpa agunan.


14. Kredit Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM)
             Sebagai upaya pemberdayaan perekonomian masyarakat yang
   bergerak di sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), penyaluran
   kredit perbankan pada kelompok usaha ini menjadi hal penting yang
   perlu ditingkatkan guna memperkuat kemampuan ekspansi sektor usaha
−48−


     mikro kecil menengah, sehingga menjadi pendorong perekonomian Jawa
     Timur serta memperluas lapangan kerja. Terkait dengan hal ini, Bank
     Indonesia di wilayah Jawa Timur (Surabaya, Malang, Kediri, Jember)
     bersama Pemerintah Daerah berupaya untuk memfasilitasi serta
     menyusun      kebijakan   –   kebijakan   yang   mendorong   peningkatan
     penyaluran kredit UMKM, seperti pendirian lembaga penjaminan kredit
     daerah (PT. Jamkrida Jatim), Pendirian APEX BPR, serta optimalisasi
     keberadaan Konsultan Keuangan Mitra Bank (KKMB) guna melakukan
     pendampingan kepada usaha mikro yang feasible untuk memperoleh
     pembiayaan dari perbankan.
            Upaya lain yang dilakukan oleh Bank Indonesia Surabaya dalam
     mendorong perkembangan UMKM adalah melalui pengengembangan
     beberapa klaster komoditas potensial melalui pola kemitraan. Beberapa
     klaster yang telah dikembangkan antara lain klaster alas kaki di Kab.
     Mojokerto, klaster rumput laut di Kab. Sumenep Madura, dan yang saat
     ini sedang dikembangkan adalah klaster Sapi Potong di wilayah Kab.
     Bojonegoro.

Gambar 2.30Gambar 2.31




            Sampai dengan akhir periode laporan, penyaluran total kredit
     UMKM1 di Jawa Timur mencapai Rp.59,19 triliun atau sebesar 36,56%
     dari total kredit secara keseluruhan. Berdasarkan jenisnya, realisasi
     penyaluran kredit UMKM secara nominal didominasi oleh kelompok
     usaha kecil dan usaha menengah dengan baki debet masing-masing
     mencapai Rp.25,31 triliun (42,76%) dan Rp.24,86 triliun (42%),
     sementara itu terkait dengan plafon kredit usaha mikro yang relatif lebih
     rendah dibandingkan plafon kredit usaha kecil dan menengah, maka
     secara nominal baki debet kredit kepada kelompok usaha mikro
     cenderung lebih rendah, yaitu sebesar Rp.9,01 triliun atau 15,23% dari
     total kredit UMKM yang disalurkan. Namun demikian, jika dianalisa dari
−49−


   jumlah     rekening/debiturnya,   penyaluran     kredit    mikro   masih
   mendominasi, dengan proporsi mencapai 72% dari total debitur kredit
   UMKM sebanayak 1.145.949 debitur yang memperoleh kredit UMKM dari
   perbankan.


15. Kredit Usaha Rakyat (KUR)
            Keberadaan KUR yang bertujuan untuk memberikan akses
   pembiayaan bagi UMKM, khususnya usaha mikro yang feasible namun
   belum bankable dalam pelaksanaannya di Jawa Timur menunjukkan
   perkembangan yang menggembirakan. Berdasarkan data Kementerian
   Koordinator Perekonomian RI, realisasi penyaluran KUR oleh 7 bank
   umum penyalur KUR di Jawa Timur (BRI, BNI, Mandiri, Mandiri Syariah,
   BTN dan Bukopin, Bank Jatim) sejak program ini diluncurkan di tahun
   2008 hingga Tw I-2011 mencapai Rp.6,05 triliun dengan 734.030
   nasabah atau sebesar 15% dari realisasi KUR nasional. Kondisi ini
   membawa provinsi Jatim pada urutan pertama daerah penyaluran KUR
   secara nasional. Sampai dengan akhir periode laporan, outstanding/ baki
   debet KUR di Jatim tercatat sebesar Rp.3 triliun, dengan didominasi oleh
   penyaluran kredit kepada kelompok usaha mikro/ KUR Mikro (plafon s/d
   Rp. 20 juta) yang mencapai 97%, sementara selebihnya merupakan
   nasabah kategori KUR retail (Plafon diatas Rp. 20 juta).

             Gambar 2.32                          Gambar 2.33




            Penyaluran KUR yang merupakan koordinasi antara pemerintah
   dengan perbankan diharapkan menjadi salah satu langkah efektif
   pemberdayaan UMKM di Indonesia. Untuk itu, dalam rangka lebih
   mengoptimalkan kinerja penyaluran KUR yang sudah berlangsung
   dengan cukup baik di Jatim, Bank Indonesia Surabaya, Pemerintah
   Provinsi Jawa Timur bersama dengan 7 Bank penyalur KUR di Jatim
−50−


             berupaya untuk terus melakukukaan sinergi guna merumuskan strategi
             peningkatan penyaluran KUR di Jatim. Disamping mengupayakan
             intensifikasi penyaluran KUR dengan melakukan pemasaran yang intens,
             KBI Surabaya bersama bank penyalur KUR di Jatim melakukan beberapa
             kegiatan sosialisasi kepada masyarakat mengenai alternatif keberadaan
             pembiayaan kepada UMKM, seperti berbagai kredit program, KUR serta
             informasi lain mengenai produk kredit perbankan sehingga masyarakat
             dapat memperoleh gambaran mengenai akses pembiayaan untuk
             usahanya.


2.1.2.2   Fokus Kesejahteraan Sosial
                Pembangunan daerah bidang kesejahteraan sosial terkait dengan
          upayameningkatkan kualitas manusia dan masyarakat Jawa Timur yang
          tercermin pada angkamelek huruf, angka rata-rata lama sekolah, angka
          partisipasi kasar, angka pendidikanyang ditamatkan, angka partisipasi murni,
          angka kelangsungan hidup bayi, angka usiaharapan hidup, persentase
          penduduk yang memiliki lahan, dan rasio penduduk yangbekerja.
          1. Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
                     Angka IPM yang dihasilkan dalam analisis ini bertujuan untuk
             melihat     perbandingan/posisi     pembangunan        manusia     antar
             kabupaten/kota di seluruh Indonesia. Penghitungan IPM Jawa Timur
             dalam analisis ini memakai standar harga Jakarta Selatan. Oleh karena
             itu angka IPM menurut kabupaten/kota yang dihasilkan dari penyusunan
             laporan IPM ini dapat dibandingkan dengan kabupaten/kota dan provinsi
             lain.
                     Secara umum angka IPM di Jawa Timur selama periode 2009 -
             2010 menunjukan kenaikan. Pada tahun 2009 nilainya 71,06, dan
             selanjutnya meningkat menjadi 71,55 pada tahun 2010. Dari hasil
             penghitungan IPM tahun 2010, diperoleh gambaran bahwa 19
             Kabupaten/Kota mempunyai IPM lebih baik daripada IPM Jawa Timur,
             sedangkan 19 kabupaten lainnya memiliki nilai IPM di bawah angka IPM
             Jawa Timur. Nilai IPM tertinggi dicapai oleh Kota Blitar sebesar 77,28
             sedangkan urutan kedua ditempati Kota Surabaya dengan nilai IPM
             71.18 dan urutan ketiga adalah Kota Malang sebesar 77,10. Urutan
             terendah IPM adalah Kabupaten Sampang dengan nilai 59,58, angka ini
−51−


lebih baik jika dibandingkan dengan angka tahun sebelumnya yang
hanya sebesar 58,68.
       Secara garis besar, nilai IPM di tiap kabupaten/kota mengalami
kenaikan dari angka tahun 2009 hingga 2010 walaupun tidak
menunjukkan kenaikan yang drastis. Hal ini dikarenakan adanya
berbagai program pemerintah baik provinsi maupun Kabupaten/kota
untuk meningkatkan angka IPM, seperti program di bidang kesehatan,
pendidikan maupun ekonomi dan peningkatan kualitas sarana prasarana
masyarakat lainnya. Keberhasilan program tersebut juga tergantung
pada pola pikir masyarakat setempat dalam pemanfaatan sarana
tersebut.


                       Tabel 2.12
 Perkembangan Angka IPMTahun 2009-2010 di Jawa Timur
                                        IPM
     No.    Kabupaten/Kota                            Naik (+)/Turun (-)
                                 2009         2010
   Kabupaten
      1     Pacitan           71,45           71,91         0,46
      2     Ponorogo          69,75           70,34         0,59
      3     Trenggalek        72,72           73,21         0,49
      4     Tulungagung       72,93           73,29         0,36
      5     Blitar            73,22           73,62          0,4
      6     Kediri            71,33           71,72         0,39
      7     Malang            70,09           70,55         0,46
      8     Lumajang          67,26           67,79         0,53
      9     Jember            64,33           64,87         0,54
     10     Banyuwangi        68,36           68,81         0,45
     11     Bondowoso         62,11           62,79         0,68
     12     Situbondo         63,69           64,23         0,54
     13     Probolinggo       62,13           62,79         0,66
     14     Pasuruan          66,84           67,57         0,73
     15     Sidoarjo          75,88           76,33         0,45
     16     Mojokerto         72,93           73,3          0,37
     17     Jombang           72,33           72,73          0,4
     18     Nganjuk           70,27           70,74         0,47
     19     Madiun            69,28           69,83         0,55
     20     Magetan           72,32           72,72          0,4
     21     Ngawi             68,41           68,82         0,41
     22     Bojonegoro        66,38           66,84         0,46
     23     Tuban             67,68           68,25         0,57
     24     Lamongan          69,03           69,63          0,6
     25     Gresik            73,98           74,37         0,39
−52−


                                                                              IPM
                       No.               Kabupaten/Kota                                     Naik (+)/Turun (-)
                                                                       2009         2010
                        26          Bangkalan                           64          64,52             0,52
                        27          Sampang                         58,68           59,58             0,9
                        28          Pamekasan                       63,81           64,41             0,6
                      29            Sumenep                         64,82           65,3              0,48
                     Kota
                        71          Kediri                          75,68           76,17             0,49
                        72          Blitar                          76,98           77,28             0,3
                        73          Malang                          76,69           77,1              0,41
                        74          Probolinggo                     73,73           74,09             0,36
                        75          Pasuruan                        73,01           73,35             0,34
                        76          Mojokerto                       76,43           76,67             0,24
                        77          Madiun                          76,23           76,48             0,25
                        78          Surabaya                        76,82           77,18             0,36
                        79          Batu                            73,88           74,35             0,47
                                 Jawa Timur                         71,06           71,55             0,49

                                                              Gambar 2.34
                                                    Indeks Pembangunan Manusia 2010




             Ngawi
                      Madiun              Jombang
                               Nganjuk           Mojokerto
           Magetan
                                                         Pasuruan
                                     Kediri
                 Ponorogo


                                           Blitar
                                                    Malang




2.1.2.3   Fokus Seni Budaya Dan Olah Raga
          1. Seni Budaya Daerah
                       Pelestarian seni budaya tradisi merupakan milik masyarakat dan
              sepenuhnya menjadi tanggungjawab masyarakat. Pemerintah harus
              mampu memfasilitasi serta mengakomodasi kebutuhan masyarakat
              dalam          upaya            melestarikan             seni    budaya       tradisi    yang   tumbuh,
              berkembang dan menjadi bagian dari masyarakat. Dalam hal ini
              pemerintah daerah dan masyarakat harus menyediakan ruang, tempat
              dan waktu bukan hanya untuk seniman dan budayawan dalam
EVALUASI KINERJA PEMERINTAHAN
EVALUASI KINERJA PEMERINTAHAN
EVALUASI KINERJA PEMERINTAHAN
EVALUASI KINERJA PEMERINTAHAN
EVALUASI KINERJA PEMERINTAHAN
EVALUASI KINERJA PEMERINTAHAN
EVALUASI KINERJA PEMERINTAHAN
EVALUASI KINERJA PEMERINTAHAN
EVALUASI KINERJA PEMERINTAHAN
EVALUASI KINERJA PEMERINTAHAN
EVALUASI KINERJA PEMERINTAHAN
EVALUASI KINERJA PEMERINTAHAN
EVALUASI KINERJA PEMERINTAHAN
EVALUASI KINERJA PEMERINTAHAN
EVALUASI KINERJA PEMERINTAHAN
EVALUASI KINERJA PEMERINTAHAN
EVALUASI KINERJA PEMERINTAHAN
EVALUASI KINERJA PEMERINTAHAN
EVALUASI KINERJA PEMERINTAHAN
EVALUASI KINERJA PEMERINTAHAN
EVALUASI KINERJA PEMERINTAHAN
EVALUASI KINERJA PEMERINTAHAN
EVALUASI KINERJA PEMERINTAHAN
EVALUASI KINERJA PEMERINTAHAN
EVALUASI KINERJA PEMERINTAHAN
EVALUASI KINERJA PEMERINTAHAN
EVALUASI KINERJA PEMERINTAHAN
EVALUASI KINERJA PEMERINTAHAN
EVALUASI KINERJA PEMERINTAHAN
EVALUASI KINERJA PEMERINTAHAN
EVALUASI KINERJA PEMERINTAHAN
EVALUASI KINERJA PEMERINTAHAN
EVALUASI KINERJA PEMERINTAHAN
EVALUASI KINERJA PEMERINTAHAN
EVALUASI KINERJA PEMERINTAHAN
EVALUASI KINERJA PEMERINTAHAN
EVALUASI KINERJA PEMERINTAHAN
EVALUASI KINERJA PEMERINTAHAN
EVALUASI KINERJA PEMERINTAHAN
EVALUASI KINERJA PEMERINTAHAN
EVALUASI KINERJA PEMERINTAHAN
EVALUASI KINERJA PEMERINTAHAN
EVALUASI KINERJA PEMERINTAHAN
EVALUASI KINERJA PEMERINTAHAN
EVALUASI KINERJA PEMERINTAHAN
EVALUASI KINERJA PEMERINTAHAN
EVALUASI KINERJA PEMERINTAHAN
EVALUASI KINERJA PEMERINTAHAN
EVALUASI KINERJA PEMERINTAHAN
EVALUASI KINERJA PEMERINTAHAN
EVALUASI KINERJA PEMERINTAHAN
EVALUASI KINERJA PEMERINTAHAN
EVALUASI KINERJA PEMERINTAHAN
EVALUASI KINERJA PEMERINTAHAN
EVALUASI KINERJA PEMERINTAHAN
EVALUASI KINERJA PEMERINTAHAN
EVALUASI KINERJA PEMERINTAHAN
EVALUASI KINERJA PEMERINTAHAN
EVALUASI KINERJA PEMERINTAHAN
EVALUASI KINERJA PEMERINTAHAN
EVALUASI KINERJA PEMERINTAHAN

More Related Content

What's hot

Materi Mata Kuliah Geomorfologi Indonesia (Geomorfologi Sulawesi)
Materi Mata Kuliah Geomorfologi Indonesia (Geomorfologi Sulawesi)Materi Mata Kuliah Geomorfologi Indonesia (Geomorfologi Sulawesi)
Materi Mata Kuliah Geomorfologi Indonesia (Geomorfologi Sulawesi)Nurul Afdal Haris
 
Materi Mata Kuliah Geomorfologi Indonesia (Geomorfologi Kalimantan)
Materi Mata Kuliah Geomorfologi Indonesia (Geomorfologi Kalimantan)Materi Mata Kuliah Geomorfologi Indonesia (Geomorfologi Kalimantan)
Materi Mata Kuliah Geomorfologi Indonesia (Geomorfologi Kalimantan)Nurul Afdal Haris
 
Materi Mata Kuliah Geomorfologi Indonesia (Geomorfologi Jawa)
Materi Mata Kuliah Geomorfologi Indonesia (Geomorfologi Jawa)Materi Mata Kuliah Geomorfologi Indonesia (Geomorfologi Jawa)
Materi Mata Kuliah Geomorfologi Indonesia (Geomorfologi Jawa)Nurul Afdal Haris
 
Makalah parangtritis uas b. indonesia editan
Makalah parangtritis uas b. indonesia editanMakalah parangtritis uas b. indonesia editan
Makalah parangtritis uas b. indonesia editanarif878
 
Geotektonik papua
Geotektonik papuaGeotektonik papua
Geotektonik papuaSabarudin -
 
Letak geografis dan astronomis indonesia
Letak geografis dan astronomis indonesiaLetak geografis dan astronomis indonesia
Letak geografis dan astronomis indonesiaAriPrayogo7
 
Kondisi dan Sumber Daya Geologi Pada Cekungan Asem-asem, Provinsi Kalimantan ...
Kondisi dan Sumber Daya Geologi Pada Cekungan Asem-asem, Provinsi Kalimantan ...Kondisi dan Sumber Daya Geologi Pada Cekungan Asem-asem, Provinsi Kalimantan ...
Kondisi dan Sumber Daya Geologi Pada Cekungan Asem-asem, Provinsi Kalimantan ...Hidayat Muhammad
 
LETAK GEOMORFOLOGIS TERHADAP POTENSI FISIK WILAYAH INDONESIA
LETAK GEOMORFOLOGIS TERHADAP POTENSI FISIK WILAYAH INDONESIALETAK GEOMORFOLOGIS TERHADAP POTENSI FISIK WILAYAH INDONESIA
LETAK GEOMORFOLOGIS TERHADAP POTENSI FISIK WILAYAH INDONESIANesha Mutiara
 
Kuliah 1 Geo Regional Indonesia
Kuliah 1 Geo Regional IndonesiaKuliah 1 Geo Regional Indonesia
Kuliah 1 Geo Regional IndonesiaRudi Iskandar
 
Laporan Kuliah Kerja Lapangan (KKL 2) Tahun 2018
Laporan Kuliah Kerja Lapangan (KKL 2) Tahun 2018Laporan Kuliah Kerja Lapangan (KKL 2) Tahun 2018
Laporan Kuliah Kerja Lapangan (KKL 2) Tahun 2018Sansanikhs
 
Kondisi geografis
Kondisi geografisKondisi geografis
Kondisi geografisNasron Spd
 
11031 3-202279652051
11031 3-20227965205111031 3-202279652051
11031 3-202279652051setiawan99
 
Bab iii-pembagian-jalur-gempa-di-indonesia-rekayasa-gempa1
Bab iii-pembagian-jalur-gempa-di-indonesia-rekayasa-gempa1Bab iii-pembagian-jalur-gempa-di-indonesia-rekayasa-gempa1
Bab iii-pembagian-jalur-gempa-di-indonesia-rekayasa-gempa1setiawan99
 
studi geologi regional 2017
studi geologi regional 2017studi geologi regional 2017
studi geologi regional 2017Bahrul Hidayah
 

What's hot (19)

Materi Mata Kuliah Geomorfologi Indonesia (Geomorfologi Sulawesi)
Materi Mata Kuliah Geomorfologi Indonesia (Geomorfologi Sulawesi)Materi Mata Kuliah Geomorfologi Indonesia (Geomorfologi Sulawesi)
Materi Mata Kuliah Geomorfologi Indonesia (Geomorfologi Sulawesi)
 
Materi Mata Kuliah Geomorfologi Indonesia (Geomorfologi Kalimantan)
Materi Mata Kuliah Geomorfologi Indonesia (Geomorfologi Kalimantan)Materi Mata Kuliah Geomorfologi Indonesia (Geomorfologi Kalimantan)
Materi Mata Kuliah Geomorfologi Indonesia (Geomorfologi Kalimantan)
 
Materi Mata Kuliah Geomorfologi Indonesia (Geomorfologi Jawa)
Materi Mata Kuliah Geomorfologi Indonesia (Geomorfologi Jawa)Materi Mata Kuliah Geomorfologi Indonesia (Geomorfologi Jawa)
Materi Mata Kuliah Geomorfologi Indonesia (Geomorfologi Jawa)
 
Geologi Irian Jaya (Papua)
Geologi Irian Jaya (Papua)Geologi Irian Jaya (Papua)
Geologi Irian Jaya (Papua)
 
The Geology of Borneo
The Geology of BorneoThe Geology of Borneo
The Geology of Borneo
 
Makalah parangtritis uas b. indonesia editan
Makalah parangtritis uas b. indonesia editanMakalah parangtritis uas b. indonesia editan
Makalah parangtritis uas b. indonesia editan
 
Geotektonik papua
Geotektonik papuaGeotektonik papua
Geotektonik papua
 
Letak geografis dan astronomis indonesia
Letak geografis dan astronomis indonesiaLetak geografis dan astronomis indonesia
Letak geografis dan astronomis indonesia
 
Kondisi dan Sumber Daya Geologi Pada Cekungan Asem-asem, Provinsi Kalimantan ...
Kondisi dan Sumber Daya Geologi Pada Cekungan Asem-asem, Provinsi Kalimantan ...Kondisi dan Sumber Daya Geologi Pada Cekungan Asem-asem, Provinsi Kalimantan ...
Kondisi dan Sumber Daya Geologi Pada Cekungan Asem-asem, Provinsi Kalimantan ...
 
LETAK GEOMORFOLOGIS TERHADAP POTENSI FISIK WILAYAH INDONESIA
LETAK GEOMORFOLOGIS TERHADAP POTENSI FISIK WILAYAH INDONESIALETAK GEOMORFOLOGIS TERHADAP POTENSI FISIK WILAYAH INDONESIA
LETAK GEOMORFOLOGIS TERHADAP POTENSI FISIK WILAYAH INDONESIA
 
Gambaran umum wilayah kabupaten kuningan
Gambaran umum wilayah kabupaten kuninganGambaran umum wilayah kabupaten kuningan
Gambaran umum wilayah kabupaten kuningan
 
Kuliah 1 Geo Regional Indonesia
Kuliah 1 Geo Regional IndonesiaKuliah 1 Geo Regional Indonesia
Kuliah 1 Geo Regional Indonesia
 
The Geology of Java
The Geology of JavaThe Geology of Java
The Geology of Java
 
Laporan Kuliah Kerja Lapangan (KKL 2) Tahun 2018
Laporan Kuliah Kerja Lapangan (KKL 2) Tahun 2018Laporan Kuliah Kerja Lapangan (KKL 2) Tahun 2018
Laporan Kuliah Kerja Lapangan (KKL 2) Tahun 2018
 
Kondisi geografis
Kondisi geografisKondisi geografis
Kondisi geografis
 
11031 3-202279652051
11031 3-20227965205111031 3-202279652051
11031 3-202279652051
 
The Geology of Sumatra
The Geology of SumatraThe Geology of Sumatra
The Geology of Sumatra
 
Bab iii-pembagian-jalur-gempa-di-indonesia-rekayasa-gempa1
Bab iii-pembagian-jalur-gempa-di-indonesia-rekayasa-gempa1Bab iii-pembagian-jalur-gempa-di-indonesia-rekayasa-gempa1
Bab iii-pembagian-jalur-gempa-di-indonesia-rekayasa-gempa1
 
studi geologi regional 2017
studi geologi regional 2017studi geologi regional 2017
studi geologi regional 2017
 

Similar to EVALUASI KINERJA PEMERINTAHAN

Sulbar
SulbarSulbar
Sulbarlhetoy
 
geologi-regional-kota-semarang
geologi-regional-kota-semaranggeologi-regional-kota-semarang
geologi-regional-kota-semarangGeni Sudarmo
 
presentasi tentang geomorfologi batuan khususnya di pulau kalimantan
presentasi tentang geomorfologi batuan khususnya di pulau kalimantanpresentasi tentang geomorfologi batuan khususnya di pulau kalimantan
presentasi tentang geomorfologi batuan khususnya di pulau kalimantanhannyjane2
 
Bab 2 gambaran umum Provinsi Sumatera Utara
Bab 2 gambaran umum Provinsi Sumatera UtaraBab 2 gambaran umum Provinsi Sumatera Utara
Bab 2 gambaran umum Provinsi Sumatera UtaraGeniusmaniat La
 
ANALISIS PERUBAHAN GARIS PANTAI DAN PENUTUPAN LAHAN ANTARA WAY PENET DAN WAY ...
ANALISIS PERUBAHAN GARIS PANTAI DAN PENUTUPAN LAHAN ANTARA WAY PENET DAN WAY ...ANALISIS PERUBAHAN GARIS PANTAI DAN PENUTUPAN LAHAN ANTARA WAY PENET DAN WAY ...
ANALISIS PERUBAHAN GARIS PANTAI DAN PENUTUPAN LAHAN ANTARA WAY PENET DAN WAY ...Repository Ipb
 
Gambaran Umum Provinsi DKI Jakarta
Gambaran Umum Provinsi DKI JakartaGambaran Umum Provinsi DKI Jakarta
Gambaran Umum Provinsi DKI JakartaFitri Indra Wardhono
 
FENOMENA GEOGRAFI DI KALIMANTAN
FENOMENA GEOGRAFI DI KALIMANTANFENOMENA GEOGRAFI DI KALIMANTAN
FENOMENA GEOGRAFI DI KALIMANTANCici Cweety
 
342050101 das-citarum-hulu-tengah-hilir
342050101 das-citarum-hulu-tengah-hilir342050101 das-citarum-hulu-tengah-hilir
342050101 das-citarum-hulu-tengah-hilirMoh. Dendy Fathurahman
 
geologi-regional-yogyakarta
geologi-regional-yogyakartageologi-regional-yogyakarta
geologi-regional-yogyakartaIntan Hasanah
 
Prospek Migas cekungan Jatim dengan GravityMethod
Prospek Migas cekungan Jatim dengan GravityMethodProspek Migas cekungan Jatim dengan GravityMethod
Prospek Migas cekungan Jatim dengan GravityMethodKevin Pratama
 
PENGELOLAAN_RAWA_LEBAK_DAN_PASANG_SURUT.pptx
PENGELOLAAN_RAWA_LEBAK_DAN_PASANG_SURUT.pptxPENGELOLAAN_RAWA_LEBAK_DAN_PASANG_SURUT.pptx
PENGELOLAAN_RAWA_LEBAK_DAN_PASANG_SURUT.pptxResthuArthaNugraha
 
Profil sumatera barat ditinjau dari astagatra
Profil sumatera barat ditinjau dari astagatraProfil sumatera barat ditinjau dari astagatra
Profil sumatera barat ditinjau dari astagatraRossiana Fazri
 

Similar to EVALUASI KINERJA PEMERINTAHAN (20)

Sulbar
SulbarSulbar
Sulbar
 
geologi-regional-kota-semarang
geologi-regional-kota-semaranggeologi-regional-kota-semarang
geologi-regional-kota-semarang
 
presentasi tentang geomorfologi batuan khususnya di pulau kalimantan
presentasi tentang geomorfologi batuan khususnya di pulau kalimantanpresentasi tentang geomorfologi batuan khususnya di pulau kalimantan
presentasi tentang geomorfologi batuan khususnya di pulau kalimantan
 
Tugas das brantas fauziyah
Tugas das brantas fauziyahTugas das brantas fauziyah
Tugas das brantas fauziyah
 
Bab 2 gambaran umum Provinsi Sumatera Utara
Bab 2 gambaran umum Provinsi Sumatera UtaraBab 2 gambaran umum Provinsi Sumatera Utara
Bab 2 gambaran umum Provinsi Sumatera Utara
 
Geologi pulau miangas
Geologi pulau miangasGeologi pulau miangas
Geologi pulau miangas
 
ANALISIS PERUBAHAN GARIS PANTAI DAN PENUTUPAN LAHAN ANTARA WAY PENET DAN WAY ...
ANALISIS PERUBAHAN GARIS PANTAI DAN PENUTUPAN LAHAN ANTARA WAY PENET DAN WAY ...ANALISIS PERUBAHAN GARIS PANTAI DAN PENUTUPAN LAHAN ANTARA WAY PENET DAN WAY ...
ANALISIS PERUBAHAN GARIS PANTAI DAN PENUTUPAN LAHAN ANTARA WAY PENET DAN WAY ...
 
Gambaran Umum Provinsi DKI Jakarta
Gambaran Umum Provinsi DKI JakartaGambaran Umum Provinsi DKI Jakarta
Gambaran Umum Provinsi DKI Jakarta
 
FENOMENA GEOGRAFI DI KALIMANTAN
FENOMENA GEOGRAFI DI KALIMANTANFENOMENA GEOGRAFI DI KALIMANTAN
FENOMENA GEOGRAFI DI KALIMANTAN
 
342050101 das-citarum-hulu-tengah-hilir
342050101 das-citarum-hulu-tengah-hilir342050101 das-citarum-hulu-tengah-hilir
342050101 das-citarum-hulu-tengah-hilir
 
KONDISI RELIEF PULAU-PULAU DI INDONESIA
KONDISI RELIEF PULAU-PULAU DI INDONESIAKONDISI RELIEF PULAU-PULAU DI INDONESIA
KONDISI RELIEF PULAU-PULAU DI INDONESIA
 
Jawa (2)
Jawa (2)Jawa (2)
Jawa (2)
 
geologi-regional-yogyakarta
geologi-regional-yogyakartageologi-regional-yogyakarta
geologi-regional-yogyakarta
 
IPAS.pptx
IPAS.pptxIPAS.pptx
IPAS.pptx
 
Prospek Migas cekungan Jatim dengan GravityMethod
Prospek Migas cekungan Jatim dengan GravityMethodProspek Migas cekungan Jatim dengan GravityMethod
Prospek Migas cekungan Jatim dengan GravityMethod
 
PPT KELOMPOK 6.pptx
PPT KELOMPOK 6.pptxPPT KELOMPOK 6.pptx
PPT KELOMPOK 6.pptx
 
PENGELOLAAN_RAWA_LEBAK_DAN_PASANG_SURUT.pptx
PENGELOLAAN_RAWA_LEBAK_DAN_PASANG_SURUT.pptxPENGELOLAAN_RAWA_LEBAK_DAN_PASANG_SURUT.pptx
PENGELOLAAN_RAWA_LEBAK_DAN_PASANG_SURUT.pptx
 
Sumenep
SumenepSumenep
Sumenep
 
Perairan Laut
Perairan LautPerairan Laut
Perairan Laut
 
Profil sumatera barat ditinjau dari astagatra
Profil sumatera barat ditinjau dari astagatraProfil sumatera barat ditinjau dari astagatra
Profil sumatera barat ditinjau dari astagatra
 

More from BAPPEDA - PEMKAB. JOMBANG

54 th 2017 perbup pelaksanaan csr tanggungjawab sosial
54 th 2017 perbup pelaksanaan csr tanggungjawab sosial54 th 2017 perbup pelaksanaan csr tanggungjawab sosial
54 th 2017 perbup pelaksanaan csr tanggungjawab sosialBAPPEDA - PEMKAB. JOMBANG
 
Sos dak 2012 pokok-pokok pengelolaan keuangan dak dalam apbd
Sos dak 2012   pokok-pokok pengelolaan keuangan dak dalam apbdSos dak 2012   pokok-pokok pengelolaan keuangan dak dalam apbd
Sos dak 2012 pokok-pokok pengelolaan keuangan dak dalam apbdBAPPEDA - PEMKAB. JOMBANG
 
Sos dak 2012 perumahan dan kawasan permukiman
Sos dak 2012   perumahan dan kawasan permukimanSos dak 2012   perumahan dan kawasan permukiman
Sos dak 2012 perumahan dan kawasan permukimanBAPPEDA - PEMKAB. JOMBANG
 
Sos dak 2012 pedoman umum kebijakan dak ta 2012
Sos dak 2012   pedoman umum kebijakan dak ta 2012Sos dak 2012   pedoman umum kebijakan dak ta 2012
Sos dak 2012 pedoman umum kebijakan dak ta 2012BAPPEDA - PEMKAB. JOMBANG
 

More from BAPPEDA - PEMKAB. JOMBANG (20)

Sk final forum tjsl jbg 2018
Sk final forum tjsl jbg 2018Sk final forum tjsl jbg 2018
Sk final forum tjsl jbg 2018
 
54 th 2017 perbup pelaksanaan csr tanggungjawab sosial
54 th 2017 perbup pelaksanaan csr tanggungjawab sosial54 th 2017 perbup pelaksanaan csr tanggungjawab sosial
54 th 2017 perbup pelaksanaan csr tanggungjawab sosial
 
3 tahun 2017 csr tanggungjawab sosial
3 tahun 2017 csr tanggungjawab sosial3 tahun 2017 csr tanggungjawab sosial
3 tahun 2017 csr tanggungjawab sosial
 
Paparan rkpd 2013 [2012.03.01]
Paparan rkpd 2013 [2012.03.01]Paparan rkpd 2013 [2012.03.01]
Paparan rkpd 2013 [2012.03.01]
 
Sos dak 2012 transportasi perdesaan
Sos dak 2012   transportasi perdesaanSos dak 2012   transportasi perdesaan
Sos dak 2012 transportasi perdesaan
 
Sos dak 2012 sarana perdagangan
Sos dak 2012   sarana perdaganganSos dak 2012   sarana perdagangan
Sos dak 2012 sarana perdagangan
 
Sos dak 2012 prasarana pemerintahan daerah
Sos dak 2012   prasarana pemerintahan daerahSos dak 2012   prasarana pemerintahan daerah
Sos dak 2012 prasarana pemerintahan daerah
 
Sos dak 2012 pokok-pokok pengelolaan keuangan dak dalam apbd
Sos dak 2012   pokok-pokok pengelolaan keuangan dak dalam apbdSos dak 2012   pokok-pokok pengelolaan keuangan dak dalam apbd
Sos dak 2012 pokok-pokok pengelolaan keuangan dak dalam apbd
 
Sos dak 2012 perumahan dan kawasan permukiman
Sos dak 2012   perumahan dan kawasan permukimanSos dak 2012   perumahan dan kawasan permukiman
Sos dak 2012 perumahan dan kawasan permukiman
 
Sos dak 2012 pertanian
Sos dak 2012   pertanianSos dak 2012   pertanian
Sos dak 2012 pertanian
 
Sos dak 2012 pendidikan (sd)
Sos dak 2012   pendidikan (sd)Sos dak 2012   pendidikan (sd)
Sos dak 2012 pendidikan (sd)
 
Sos dak 2012 pedoman umum kebijakan dak ta 2012
Sos dak 2012   pedoman umum kebijakan dak ta 2012Sos dak 2012   pedoman umum kebijakan dak ta 2012
Sos dak 2012 pedoman umum kebijakan dak ta 2012
 
Sos dak 2012 listrik perdesaan
Sos dak 2012   listrik perdesaanSos dak 2012   listrik perdesaan
Sos dak 2012 listrik perdesaan
 
Sos dak 2012 lingkungan hidup
Sos dak 2012   lingkungan hidupSos dak 2012   lingkungan hidup
Sos dak 2012 lingkungan hidup
 
Sos dak 2012 keselamatan transportasi darat
Sos dak 2012   keselamatan transportasi daratSos dak 2012   keselamatan transportasi darat
Sos dak 2012 keselamatan transportasi darat
 
Sos dak 2012 kesehatan
Sos dak 2012   kesehatanSos dak 2012   kesehatan
Sos dak 2012 kesehatan
 
Sos dak 2012 keluarga berencana
Sos dak 2012   keluarga berencanaSos dak 2012   keluarga berencana
Sos dak 2012 keluarga berencana
 
Sos dak 2012 kelautan & perikanan
Sos dak 2012   kelautan & perikananSos dak 2012   kelautan & perikanan
Sos dak 2012 kelautan & perikanan
 
Sos dak 2012 kehutanan
Sos dak 2012   kehutananSos dak 2012   kehutanan
Sos dak 2012 kehutanan
 
Sos dak 2012 infrastruktur
Sos dak 2012   infrastrukturSos dak 2012   infrastruktur
Sos dak 2012 infrastruktur
 

EVALUASI KINERJA PEMERINTAHAN

  • 1. BAB II EVALUASI HASIL PELAKSANAAN RKPD TAHUN LALU DAN CAPAIAN KINERJAPENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN 2.1 Gambaran Umum Kondisi Daerah 2.1.1 Aspek Geografis dan Demografi 2.1.1.1 Karakteristik Lokasi Dan Wilayah 1. Luas dan Batas Administrasi Jawa Timur dapat dibagi menjadi dua bagian besar yaitu Jawa Timur daratan dan Kepulauan Madura. Luas wilayah Jawa Timur daratan hampir mencakup 90% dari seluruh luas wilayah, sedangkan luas Kepulauan Madura hanya sekitar 10%. Luas wilayah Provinsi Jawa Timur mencapai 4.713.014,67 Ha dan terbagi atas 29 wilayah kabupaten dan 9 kota, wilayah pesisir dan laut sejauh 12 mil dari garis pantai, ruang di dalam bumi serta wilayah udara. Batas-batas wilayah Provinsi Jawa Timur sebagai berikut : • Sebelah Utara berbatasan dengan Laut Jawa - Pulau Kalimantan (Provinsi Kalimantan Selatan) • Sebelah Timur berbatasan dengan Selat Bali - Pulau Bali • Sebelah Selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia • Sebelah Barat berbatasan dengan Provinsi Jawa Tengah 2. Letak dan Kondisi Geografis Provinsi Jawa Timur secara geografis terletak pada 111o 0’ hingga 114o4’ Bujur Timur dan 7o12’ hingga 8o48’ Lintang Selatan. Panjang bentangan barat-timur sekitar 400 kilometer. Lebar bentangan utara-selatan di bagian barat sekitar 200 kilometer, sedangkan di bagian timur lebih sempit, hanya sekitar 60 kilometer. Madura adalah pulau terbesar di Jawa Timur, dipisahkan dengan daratan Jawa oleh Selat Madura. Pulau Bawean berada sekitar 150 kilometer sebelah utara Jawa. Di sebelah timur Madura terdapat gugusan pulau, paling timur adalah Kepulauan Kangean, dan paling utara adalah Kepulauan Masalembu. Di bagian selatan terdapat dua pulau kecil, Nusa Barung dan Pulau Sempu.
  • 2. −10− Kondisi kawasan pada Provinsi Jawa timur terbagi menjadi 4 aspek antara lain : kondisi kawasan tertinggal, kondisi kawasan pesisir, kondisi kawasan pegunungan dan kondisi kawasan kepulauan. a. Kondisi Kawasan Tertinggal Pada dasarnya kawasan tertinggal adalah suatu kawasan yang tidak mampu memenuhi kebutuhan dirinya sendiri sesuai dengan standart taraf hidup, disebabkan kemiskinan secara struktural dan natural. Kemiskinan struktural adalah kemiskinan karena struktur sosial sedangkan kemiskinan natural karena faktor alam yang tidak seimbang antara rasio jumlah penduduk dengan daya dukung alam. Penetapan kawasan tertinggal ditentukan melalui perhitungan tingkat kemiskinan relative antarkabupaten/kota. Kabupaten/kota dengan tingkat kemiskinan tertinggi dikategorikan sebagai kawasan tertinggal. Wilayah yang termasuk kategori kawasan tertinggal dengan tingkat kemiskinan tertinggi adalah Kabupaten Tuban, Kabupaten Bojonegoro, Kabupaten Jombang, Kabupaten Pacitan, Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Bondowoso, Kabupaten Bangkalan, Kabupaten Sampang, Kabupaten Pamekasan, Kabupaten Sumenep dan pulau-pulau kecil di sekitarnya. b. Kondisi Kawasan Pesisir Wilayah pesisir adalah daerah pertemuan antara darat dan laut. Ke arah darat wilayah pesisir meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut, seperti pasang surut, angin laut dan perembesan air asin. Sedangkan ke arah laut, wilayah pesisir mencakup bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses alami yang terjadi di darat, seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan karena kegiatan manusia di darat, seperti penggundulan hutan dan pencemaran. Pesisir bagian utara, selatan dan laut di wilayah Provinsi Jawa Timur mempunyai hamparan hutan mangrove, padang lamun dan ekosistem terumbu karang yang mengelilinginya yang harus dilestarikan. Ketiga ekosistem tersebut memiliki ciri, sifat dan karakter yang berbeda – beda akan tetapi saling terkait satu sama lainnya. Hubungan ketiga ekosistem tersebut adalah mutualistik yaitu
  • 3. −11− di antaranya: mangrove menyediakan makanan/hara bagi padang lamun sedangkan padang lamun memecah/meredam gelombang dari lautan sehingga mangrove tumbuh dengan baik karena mangrove tidak tahan terhadap gelombang yang cukup besar. Berdasarkan kondisi geografis, wilayah pesisir dan laut Jawa Timur ke arah daratan sebagian besar merupakan pegunungan dan perbukitan sehingga kemiringan wilayah pesisirnya relatif tinggi. Kemiringan rendah (datar) dijumpai pada sebagian kecil wilayah teluk dan lembah. Ke arah laut wilayah pesisir tersusun oleh pasir, tanah padas, batu dan karang dengan kemiringan yang relatif tajam. c. Kondisi Kawasan Pegunungan Secara umum wilayah Provinsi Jawa Timur merupakan kawasan subur dengan berbagai jenis tanah seperti Halosen, Pleistosen, Pliosen, Miosen, dan Kwarter yang dipengaruhi adanya gunung berapi dan salah satunya adalah gunung tertinggi di Pulau Jawa yaitu Gunung Semeru. Jajaran pegunungan di Provinsi Jawa Timur tersebar mulai dari perbatasan di timur dengan adanya Gunung Lawu, Gunung Kelud, Gunung Semeru, Gunung Bromo, Gunung Argopuro, Gunung Ijen. d. Kondisi kawasan Kepulauan Pulau-pulau kecil di Jawa Timur berada dalam wilayah administratif Kabupaten Pacitan, Trenggalek, Malang, Jember, Probolinggo, Banyuwangi, Gresik, Sampang, dan Sumenep. Dari beberapa wilayah tersebut kawasan yang memiliki pulau terbanyak adalah Kabupaten Sumenep, berjumlah 69 pulau dan 19 pulau lainnya yang belum ternamai. 3. Kondisi Topografi Kondisi topografi Provinsi Jawa Timur terbagi menjadi 2 aspek antara lain : a. Kemiringan Lahan Tingkat kemiringan lahan didapatkan dari perbandingan ketinggian dari tiap dataran yang ada pada Provinsi Jawa timur yang disajikan pada gambar 2.1.
  • 4. −12− Gambar 2. 1 Peta Kemiringan Lahan Sumber : RTRW Provinsi Jawa Timur b. Ketinggian Lahan Secara topografi wilayah daratan Jawa Timur dibedakan menjadi beberapa wilayah ketinggian, yaitu : • Ketinggian 0 – 100 meter dpl : meliputi 41,39 % dari seluruh luas wilayah dengan topografi delatif datar dan bergelombang. • Ketiggian 100 – 500 meter dpl : meliputi 36,58 % dari luas wilayah dengan topografi bergelombang dan bergunung. • Ketinggian 500 – 1000 meter dpl : meliputi 9,49 % dari luas wilayah dengan kondisi berbukit. • Ketinggian 1000 – 2000 meter dpl : meliputi 12,55 % dari seluruh luas wilayah dengan topografi bergunung dan terjal. 4. Kondisi Geologi secara umum wilayah Provinsi Jawa Timur merupakan kawasan subur dengan berbagai jenis tanah seperti Halosen, Pleistosen, Pliosen, Miosen, dan Kwarter yang dipengaruhi adanya gunung berapi, sekitar 20,60 % luas wilayah yaitu wilayah puncak gunung api dan perbukitan gamping yang mempunyai sifat erosif, sehingga tidak baik untuk dibudidayakan sebagai lahan pertanian. Sebagian besar wilayah Jawa Timur mempunyai
  • 5. −13− kemiringan tanah 0-15 %, sekitar 65,49 % dari luas wilayah yaitu wilayah dataran aluvial antar gunung api sampai delta sungai dan wilayah pesisir yang mempunyai tingkat kesuburan tinggi dan dataran aluvial di lajur Kendeng yang subur, sedang dataran aluvial di daerah gamping lajur Rembang dan lajur Pegunungan Selatan cukup subur. Kondisi geologi Jawa Timur yang cukup kaya akan potensi sumberdaya mineral, memiliki sekitar 20 jenis bahan galian yang mendukung sektor industri maupun konstruksi, yang secara umum dapat dikelompokkan menjadi empat lajur, yaitu: pertama lajur Rembang terbentuk oleh batu lempung napalan dan batu gamping merupakan cekungan tempat terakumulasinya minyak dan gas bumi; kedua lajur Kendeng terbentuk batu lempung dan batupasir, potensi lempung, bentonit, gamping; ketiga lajur Gunung Api Tengah terbentuk oleh endapan material gunung api kuarter, potensi bahan galian konstruksi berupa batu pecah (bom), krakal, krikil, pasir, tuf; keempat lajur Pegunungan Selatan terbentuk oleh batu gamping dengan intrusi batuan beku dan aliran lava yang mengalami tekanan, potensi mineral logam, marmer, onyx, batu gamping, bentonit, pospat. 5. Kondisi Hidrologi Kondisi hidrologi Provinsi Jawa Timur terbagi menjadi 3 aspek antara lain : Daerah aliran sungai, sungai danau dan rawa, debit air. a. Satuan Wilayah Sungai Wilayah Jawa Timur memiliki sumber daya air yang cukup besar yang terdiri dari air permukaan, air tanah dan mata air. Secara luas wilayah jawa timur terbagi dalam empat satuan wilayah sungai (SWS) yakni SWS Brantas, SWS Bengawan Solo, SWS Pekalen Sampean, SWS Maduran dan kepulauan. Wilayah Sungai Brantas merupakan sungai terpanjang di Jawa Timur yaitu sepanjang 290,5 km dengan total catchment area sebesar 12000 Km2 yang memiliki pola percabangan jaringan sungai Dendritic dengan jumlah sungai 485 sungai. Wilayah Brantas memiliki kapasitas tampung 505,70 juta m3, di wilayah ini dapat dialiri baku sawah seluas 306,793 Ha
  • 6. −14− Wilayah Sungai Bengawan Solo di Jawa Timur memiliki luas wilayah 1.2842 km2 yang meliputi Kabupaten Trenggalek, Tulungagung, Kediri, Nganjuk, Jombang, Pacitan, Ponorogo, Madiun, Magetan, Bojonegoro, Lamongan, Tuban, dan Gresik. Bengawan Solo memiliki pola percabangan aliran dengan kapasitas tampung 142,45 juta m3 dan luas baku sawah yang dialiri sebesar 258.179 Ha. Wilayah Sungai Pekalen Sampean memiliki karakteristik berbeda dengan wilayah sungai yang disebutkan terdahulu yakni Brantas dan Bengawan Solo. Wilayah ini tidak dihubungkan dengan sungai panjang yang melintasi seluruh wilayah seperti pada Brantas maupun Bengawan Solo. Wilayah ini terdiri dari banyak DPS (Daerah Pengaliran Sungai) kecil yang tersebar di seluruh wilayah. Total kapasitas tampung yang ada 21,85 juta m2 dengan luas wilayah 16.323 km2. Luas baku sawah yang dialiri di Wilayah Sungai ini sebesar 3.232.015 Ha. Wilayah SungaiMadura dan kepulauan, seperti halnya WS Pekalen Sampean terdiri dari beberapa wilayah sungai-wilayah sungai yang kecil-kecil yang kebanyakan tersebar di bagian selatan Madura, sedikitnya 245 sungai. Wilayah Sungai ini secara keseluruhan memiliki kapasitas tampung 1.000 juta m3, dengan total luas wilayah 4.887 km2 dan baku sawah yang dialiri mencapai 24.263 Ha. b. Danau dan Rawa Danau dan rawa yang terdapat di Jawa Timur seluas 9483,90 Ha dan tersebar di seluruh wilayah sungai, wilayah sungai Brantas lebih tertata dalam pemanfaatan sumber air dibandungkan wilayah sungai lainnya. Waduk-waduk tersebut digunakan multi fungsi yakni sebagai sumber air irigasi, pembangkit listrik (PLTA) maupun pengelak banjir 6. Kondisi Klimatologi Apabila dilihat dari iklim/curah hujan pola musim penghujan berjalan dari bulan november (33,4oC) dan keadaan terendah di bulan agustus (13.6oC) dengan kelembaban 31 sampai 98 %. Curah hujan di Jawa Timur dikaitkan dengan tinggi tempat memperlihatkan bahwa semakin tinggi tempat cenderung semakin tinggi pula curah hujannya,
  • 7. −15− terutama pada ketinggian lebih dari 500 meter dpl dan kondisi ketinggian tersebut banyak lokasi dataran tinggi dengan kelerengan 40% maka dengan curah hujan yang tinggi (januari – april) tersebut diperlukan pelestarian kawasan lindung dan peresapan air tanah untuk menghindari adanya bencana. 7. Penggunaan Lahan Penggunaan lahan pada Provinsi Jawa Timur terdiri dari penggunaan kawasan lindung dan kawasan budidaya. Kawasan lindung terdiri dari kawasan hutan lindung, kawasan perlindungan setempat, kawasan cagar alam, suaka alam dan cagar budaya, kawasan rawan bencana, kawasan lindung geologi. Kawasan budidaya terdiri dari kawasan hutan produksi, kawasan hutan rakyat, kawasan pertanian, kawasan perikanan, kawasan industri, kawasan permukiman, kawasan pariwisata, kawasan pertambangan, kawasan perkebunan, kawasan peternakan. Yang disajikan luasannya pada tabel 2.1 Tabel 2.1 Tabel Penggunaan Lahan Provinsi Jawa Timur Eksisting Eksisting No. Penggunaan Lahan No. Penggunaan Lahan (Ha) (Ha) A. KAWASAN LINDUNG B. KAWASAN BUDIDAYA 1 Hutan Lindung 314.720 1 Kawasan Hutan Produksi 815.851 2 Rawa/ Danau/Waduk 10.447 2 Kawasan Hutan Rakyat 361.570 Kawasan Suaka Alam, 3 3 Kawasan Pertanian Pelestarian Alam 1) Suaka Margasatwa 18.009 1) Pertanian Lahan Basah 911.863 2) Pertanian lahan kering/ 2) Cagar Alam 10.958 1.108.627 tegalan/kebun campur 3) Taman Nasional 176.696 4 Kawasan Perkebunan 359.481 4) Taman Hutan Raya 27.868 5 Kawasan Perikanan 60.928 5) Taman Wisata Alam 298 6 Kawasan Industri 7.404 7 Kawasan Pemukiman 595.255 TOTA L 4.779.975 Sumber : RTRW Provinsi Jawa Timur 2011
  • 8. −16− Gambar 2.2 Peta Penggunaan Lahan
  • 9. −17− 2.1.1.2 Potensi Pengembangan Wilayah 1. Pertanian Potensi pengembangan Provinsi Jawa Timur untuk lahan pertanian di Jawa Timur meliputi pertanian lahan basah, pertanian lahan kering, dan hortikultura. Perbedaan mendasar dari pertanian lahan basah dan pertanian lahan kering adalah pertanian lahan basah sepanjang tahun dapat ditanami padi karena adanya cukup air, baik dari sawah beririgasi teknis, sawah beririgasi semi teknis, sawah beririgasi sederhana, sawah pedesaan dan termasuk di dalamnya lahan reklamasi rawa pasang surut dan non pasang surut. Sedangkan pertanian lahan kering biasanya tanamannya beragam, saat musim hujan ditanami padi dan saat kemarau ditanami padi gogo atau palawija, misal : kacang hijau, kedelai, kacang tanah, ubi kayu. Yang termasuk dalam pertanian lahan kering adalah tegalan, kebun campur, dan lahan pertanian yang tidak mendapat layanan irigasi. Lokasi dari potensi pengembangan wilayah untuk pertanian di Provinsi Jawa Timur disesuaikan dengan wilayah kondisi geografis dari masing-masing Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Timur. 2. Perikanan Potensi pengembangan wilayah untuk kawasan perikanan lebih dititik beratkan pada perikanan tangkap dan budidaya perikanan. Dalam menunjang pengembangan ekspor komoditi, pengembangan perikanan perlu didukung dengan pengembangan pengelolaan pasca panennya berserta fasilitas penunjangnya yang menunjang kualitas. Potensi dari pengembangan untuk kawasan perikanan tangkap dapat dikembangkan dengan pengembangan minapolitan, pengembangan komoditi perikanan, pengembangan pelabuhan perikanan nusantara (PPN), pengembangan pelabuhan perikanan pantai (PPP), dan pengembangan pangkalan pendaratan ikan (PPI). Lokasi dari pengembangan kawasan perikanan tangkap terdapat pada seluruh perairan yang berada di Provinsi Jawa Timur. Sedangkan potensi pengembangan budidaya perikanan di Jawa Timur dibedakan menjadi perikanan budidaya air payau, budidaya air tawar, dan budidaya air laut. Sektor perikanan budidaya air payau di Provinsi Jawa Timur sudah berkembang di kawasan Ujung Pangkah, Panceng Kabupaten Gresik, dan Sedati di Kabupaten Sidoarjo yang
  • 10. −18− didominasi oleh budidaya ikan bandeng. Sedangkan wilayah lain yang memiliki budidaya perikanan tambak benur/udang di Situbondo. Untuk perikanan air tawar di Provinsi Jawa Timur tersebar di berbagai wilayah dengan potensi sumber daya air cukup. Pengembangan perikanan darat dibagi menjadi perikanan kolam, mina padi dan perairan umum. Perikanan budidaya air laut merupakan potensi dasar provinsi Jawa Timur yang dapat dikembangkan sebagai penunjang perikanan tangkap, prospek tersebut dapat memberikan motivasi terhadap nelayan untuk memberdayakan potensi kelautan di Jawa Timur. 3. Pertambangan Kawasan pertambangan di wilayah Provinsi Jawa Timur dibagi menjadi pertambangan mineral, pertambangan minyak dan gas bumi serta potensi panas bumi. Pertambangan mineral meliputi pertambangan mineral logam, pertambangan mineral non logam dan pertambangan batuan, dengan penyebaran pertambangan mineral logam di wilayah Kabupaten Banyuwangi, Kabupaten Blitar; Kabupaten Jember; Kabupaten Lumajang; Kabupaten Malang; Kabupaten Pacitan; Kabupaten Trenggalek; dan Kabupaten Tulungagung. Sedangkan pertambangan mineral non logam dan pertambangan batuan tersebar di seluruh wilayah kabupaten di Jawa Timur. Adapun potensi pengembangan kawasan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi berlokasi pada Wilayah Kerja Minyak dan Gas, sedangkan untuk potensi panas bumi terdapat pada lokasi-lokasi yang berada didaerah pegunungan di Jawa Timur, sebagaimana terlihat pada peta berikut.
  • 12. −20− 4. Industri Kawasan peruntukan industri di Provinsi Jawa Timur meliputi:(1) kawasan peruntukan industri, yang terdiri dari kawasan industri kecil/rumah tangga, kawasan industri agro; dan (2) kawasan industri yang terdiri dari kawasan industri ringan, kawasan industri berat dan kawasan industri petrokimia. Pengembangan kawasan peruntukan industri di Provinsi Jawa Timur seluas kurang lebih 19.742 Ha atau 0,41% dari luas Jawa Timur. Lokasi dari potensi pengembangan dari industri terdapat pada masing-masing Kabupaten/Kota di Jawa Timur. 5. Pariwisata Kawasan pengembangan pariwisata di Provinsi Jawa Timur dibagi dalam: kawasan wisata alam, kawasan wisata budaya, kawasan wisata buatan/taman rekreasi dan kawasan wisata lainnya. Pengembangan potensi untuk Kawasan Pariwisata di Jawa Timur dikembangkan melalui empat koridor pengembangan, yakni pengembangan koridor A dengan pusat pelayanan wisata di Kota Surabaya, koridor B dengan pusat pelayanan wisata di Kabupaten Magetan, koridor C dengan pusat pelayanan wisata di Kabupaten Pacitan dan Kota Malang, serta koridor D dengan pusat pelayanan wisata di Kabupaten Banyuwangi, Situbondo dan Probolinggo. 2.1.1.3 Wilayah Rawan Bencana Kawasan rawan bencana alam merupakan kawasan yang diindikasikan sebagai kawasan yang sering terjadi bencana. Di wilayah Provinsi Jawa Timur, kawasan rawan bencana dikelompokkan dalam kawasan rawan bencana tanah longsor, kawasan rawan bencana gelombang pasang, kawasan rawan bencana banjir dan kawasan rawan bencana kebakaran hutan dan angin kencang. 1. Kawasan Rawan Bencana Longsor Tanah longsor merupakan salah satu jenis gerakan massa tanah atau batuan, ataupun percampuran keduanya, menuruni atau keluar lereng akibat dari terganggunya kestabilan tanah atau batuan penyusun lereng tersebut. Kriteria penetapan kawasan rawan tanah longsor menurut PP No 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional adalah kawasan berbentuk lereng yang rawan terhadap
  • 13. −21− perpindahan material pembentuk lereng berupa batuan, bahan rombakan, tanah, atau material campuran. Ada 6 jenis tanah longsor, yakni: longsoran translasi, longsoran rotasi, pergerakan blok, runtuhan batu, rayapan tanah, dan aliran bahan rombakan. Jenis longsoran translasi dan rotasi paling banyak terjadi di Indonesia. Sedangkan longsoran yang paling banyak memakan korban jiwa manusia adalah aliran bahan rombakan. Kawasan rawan bencana longsor pada Provinsi Jawa Timur adalah kawasan sekitar lereng pegunungan dengan kemiringan 25%-40%. 2. KawasanRawan Gelombang Pasang Menurut PP No 26 Tahun 2008 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional kriteria kawasan rawan gelombang pasang adalah kawasan sekitar pantai yang rawan terhadap gelombang pasang dengan kecepatan antara 10 sampai dengan 100 kilometer per jam yang timbul akibat angin kencang atau gravitasi bulan atau matahari. Kawasan rawan gelombang pasang di Provinsi Jawa Timur berada di kawasan sepanjang pantai di wilayah Jawa Timur baik yang berbatasan dengan Laut Jawa, Selat Bali, Selat Madura, Samudera Hindia dan di kawasan kepulauan. 3. Kawasan Rawan Banjir Banjir adalah suatu keadaan sungai, dimana aliran sungai tidak tertampung oleh palung sungai, sehingga terjadi limpasan dan atau genangan pada lahan yang semestinya kering. Menurut PP No 26 Tahun 2008 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, kriteria kawasan rawan banjir adalah kawasan yang diidentifikasikan sering dan/atau berpotensi tinggi mengalami bencana alam banjir. Lokasi dengan potensi banjir yang paling tinggi terdapat pada Kabupaten Gresik dan Kabupaten Lamongan terutama pada wilayah yang dilewati oleh sungai Bengawan Solo. 4. Kawasan Rawan Kebakaran Hutan dan Angin Kencang Kawasan rawan bencana kebakaran hutan dan angin kencang di Jawa Timur meliputi kawasan di Gunung Arjuno, Gunung Kawi, Gunung Welirang dan Gunung Kelud dan kawasan-kawasan dengan potensi angin puting beliung.
  • 14. −22− 5. Kawasan Rawan Bencana Alam Geologi Kawasan rawan bencana alam geologi di Provinsi Jawa Timur meliputi kawasan rawan bencana letusan gunung berapi, kawasan rawan gempa bumi, kawasan rawan bencana tsunami dan kawasan rawan luapan lumpur. 6. Kawasan Rawan Bencana Gunung Berapi Menurut PP No 26 Tahun 2008 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, kriteria penetapan kawasan rawan letusan gunung berapi meliputi: • wilayah di sekitar kawah atau kaldera; dan/atau • wilayah yang sering terlanda awan panas, aliran lava, aliran lahar lontaran atau guguran batu pijar dan/atau aliran gas beracun. Kawasan rawan letusan gunung berapi merupakan kawasan yang sering dan atau mempunyai potensi terancam bahaya letusan gunung api baik secara langsung maupun tidak langsung yang meliputi daerah terlarang, daerah bahaya I, dan daerah bahaya II. Kawasan rawan letusan gunung berapi di Jawa Timur berada pada lereng gunung berapi yang masih aktif. 7. Kawasan Rawan Gempa Bumi Gempa bumi berlaku setiap hari di bumi, tetapi umumnya berskala kecil, sehingga tidak menyebabkan kerusakan. Gempa bumi yang kuat mampu menyebabkan kerusakan dan kehilangan nyawa yang besar melalui beberapa cara termasuk retakkan pecah (fault rupture), getaran bumi (gegaran) banjir disebabkan oleh tsunami, lempengan pecah, berbagai jenis kerusakan muka bumi kekal seperti tanah runtuh, tanah lembik, dan kebakaran atau perlepasan bahan beracun. Kriteria kawasan rawan gempa menurut PP No 26 Tahun 2008 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional adalah kawasan yang berpotensi dan/atau pernah mengalami gempa bumi dengan skala VII sampai dengan XII Modified Mercally Intensity (MMI). Di Provinsi Jawa Timur Lokasi Gempa berdasarkan Skala Modified Mercalli Intensity (MMI adalah wilayah bagian Selatan yakni Kabupaten Tulungagung, KabupatenTrenggalek, Kabupaten Blitar, Kabupaten Malang, Kabupaten Jember dan Kabupaten Banyuwangi bagi selatan.
  • 15. −23− 8. Kawasan Rawan Tsunami Penetapan wilayah rawan tsunami didasarkan pada angka kejadian di masa lalu serta keberadaan lempeng tektonik. Berdasarkan kondisi geologi, selain kaya akan sumberdaya alam wilayah selatan Jawa juga merupakan daerah dengan tingkat kerawanan yang tinggi terhadap bencana alam, seperti rawan gempa tektonik dan vulkanik disepanjang “ring of fire” dari Sumatra – Jawa – Bali – Nusa Tenggara – Banda – Maluku yang berdampak terhadap adanya bencana tsunami. • Di wilayah Jawa Timur wilayah rawan gempa utamanya pada pantai selatan Jawa Timur,Resiko besar tsunami, meliputi:Kabupaten Banyuwangi, Kabupaten Jember, Kabupaten Pacitan, Kabupaten Trenggalek. • Resiko sedang tsunami, meliputi:Kabupaten Malang bagian selatan, Kabupaten Blitar selatan, Kabupaten Lumajang, Kabupaten Tulungagung. Untuk daerah rawan tsunami , ditetapkan daerah bahaya 1 dengan jarak 3.500 meter dari garis pasang tertinggi. Permukiman dikembangkan berada di belakang daerah bahaya 1 dan penataan daerah bahaya 1. 9. Kawasan Luapan Lumpur Kawasan luapan lumpur meliputi area terdampak dari bahaya luapan lumpur, polusi gas beracun, dan penurunan permukaan tanah (land subsidence) di wilayah Kabupaten Sidoarjo. 2.1.1.4 Kondisi Demografi Berdasarkan Hasil Sensus Penduduk 2010 (SP 2010) di Jawa Timur menunjukkan bahwa jumlah penduduk Jawa Timur sebesar 37.476.011 jiwa, terdiri dari penduduk laki-laki sebesar 18.488.290 jiwa dan penduduk perempuan 18.987.721 jiwa. Dibandingkan dengan Provinsi lainnya, Jawa Timur merupakan provinsi dengan penduduk terbesar ke dua di Indonesia setelah Jawa Barat yang sebesar 43.1170.260 jiwa. Jumlah penduduk disetiap Kabupaten/Kota pada tahun 2010 sangat bervariasi, dari yang tertinggi Kota Surabaya dengan jumlah penduduk 2.765.908 jiwa dan terendah yaitu Kota Mojokerto dengan jumlah penduduk sebesar 120.132 jiwa.
  • 16. −24− Sejak tahun 2000 – 2010/selama sepuluh tahun terakhir laju pertumbuhan penduduk Jawa Timur per tahun sebesar 0,75 persen. Seluruh Kabupaten/Kota, kecuali Kabupaten Lamongan, laju pertumbuhan penduduknya mengalami peningkatan. Laju pertumbuhan penduduk tertinggi sebesar 2,21 persen dimiliki oleh Kabupaten Sidoarjo, sementara Kabupaten/Kota yang memiliki tingkat laju pertumbuhan penduduk terendah adalah Kabupaten Ngawi sebesar 0,05 persen, bahkan Kabupaten Lamongan tumbuh minus 0,02 persen 2.1.1.5 Posisi RTRW Provinsi Jawa Timur dan RTRW Kabupaten/Kota RTRW Provinsi Jawa Timur sudah mendapatkan persetujuan substansi dari Kementerian Pekerjaan Umum pada tanggal 20 Desember 2010. Pada saat ini posisi RTRW Provinsi Jawa Timur berada pada proses pembahasan Raperda dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Jawa Timur sebelum disampaikan laporan kepada Menteri Dalam Negeri untuk dilakukan evaluasi. Untuk RTRW Kabupaten/Kota statusnya masih didalam proses untuk pengajuan Raperda yang nantinya akan diperdakan. Dari 38 Kabupaten/Kota yang sudah mendapatkan Nomor Rekomendasi dari Gubernur sudah 35 Kabupaten/Kota, tanpa Kota Surabaya, Kabupaten Sumenep, dan Kabupaten Jember. Sedangkan sampai saat ini posisi dari RTRW Kabupaten/Kota yang statusnya sudah perda baru 8 (delapan) Kabupaten dan 2 (dua) kota yaitu Kabupaten Bangkalan, Kabupaten Blitar, Kabupaten Jombang, Kabupaten Lumajang, Kabupaten Malang, Kabupaten Pacitan, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Sidoarjo, Kota Malang dan Kota Probolinggo. 2.1.2 Aspek Kesejahteraan Masyarakat 2.1.2.1 Fokus Kesejahteraan dan Pemerataan Ekonomi 1. Pertumbuhan PDRB Pada tahun 2006 perekonomian Jawa Timur sebesar 5,80 persen, sedikit melambat dibandingkan tahun 2005 sebagai dampak terjadinya kenaikan harga BBM. Sektor perdagangan, hotel dan restoran tumbuh paling cepat dibandingkan sektor lainnya, yaitu sebesar 9,63 persen, diikuti oleh sektor pertambangan dan penggalian, sektor keuangan, sewa dan jasa perusahaan, serta sektor pengangkutan dan komunikasi yang masing-
  • 17. −25− masing sebesar 8,41 persen, 7,49 persen, dan 7,37 persen. Sementara itu sektor pertanian dan sektor industri pengolahan sebagai sektor yang dominan di Jawa Timur, hanya tumbuh sebesar 3,96 persen dan 3,09 persen. Tabel 2.2 Pertumbuhan PDRB Sektoral Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun 2006-2010 (persen) Sektor 2006 2007 2008 2009) 2010*) (1) (2) (3) (4) (5) (6) 1 Pertanian 3,96 3,14 3,12 3,92 2,23 2. Pertambangan & Penggalian 8,41 10,35 9,31 6,92 9,18 3. Industri Pengolahan 3,09 4,77 4,36 2,80 4,32 4. Listrik,Gas & Air Bersih 4,09 13,70 3,00 2,72 6,43 5. Konstruksi 1,43 1,21 2,71 4,25 6,64 6. Perdagangan, Hotel & Restoran 9,63 8,39 8,07 5,58 10,67 7. Pengangkutan & Komunikasi 7,37 7,83 8,98 12,98 10,07 Keuangan, Sewa, & Jasa 8. 7,49 8,40 8,05 5,30 7,27 Perusahaan 9. Jasa-jasa 5,37 5,77 6,32 5,76 4,34 PDRB 5,80 6,11 5,94 5,01 6,68 Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur Keterangan : * ) Angka Diperbaiki Pengaruh kenaikan harga BBM pada tahun 2005-2006 mulai berkurang pada tahun 2007, sehingga tahun 2007 perekonomian Jawa Timur nampak meningkat dengan tumbuh sebesar 6,11 persen. Sektor listrik, gas, dan air bersih tercatat mengalami pertumbuhan paling tinggi, yaitu sebesar 13,70 persen, diikuti sektor pertambangan dan penggalian, sektor keuangan, sewa, dan jasa perusahaan serta sektor perdagangan, hotel, dan restoran masing- masing sebesar 10,35 persen, 8,40 persen dan 8,39 persen. Sedangkan sektor industri pengolahan dan sektor pertanian yang masih menjadi penyumbang terbesar kedua dan ketiga dalam perekonomian Jawa Timur hanya mampu tumbuh 4,77 persen dan 3,14 persen. Krisis keuangan global yang terjadi pada semester II tahun 2008 berpengaruh pada melambatnya perekonomian Jawa Timur tahun 2008, sebesar 5,94 persen. Tercatat tiga sektorbesaryaitu sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor industri pengolahan dan sektor pertanian mengalami perlambatan pertumbuhan. Sektor-sektor yang masih mengalami pertumbuhan tinggi adalah sektor pertambangan dan penggalian, sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor perdagangan, hotel dan restoran, dan sektor keuangan,
  • 18. −26− sewa, dan jasa perusahaan masing-masing tumbuh sebesar 9,31 persen, 8,98 persen, 8,07 persen, dan 8,05 persen. Dampak krisis keuangan global yang terjadi pada tahun 2008 berlanjut hingga tahun 2009, ekspor komoditas unggulan Jawa Timur ke luar negeri menurun tajam, sehingga pertumbuhan ekonomi melambat. Pada tahun 2009 perekonomian Jawa Timur hanya mampu tumbuh sebesar 5,01 persen, dimana sebagian besar sektor ekonomi juga tumbuh melambat. Beberapa sektor yang masih mengalami pertumbuhan tinggi adalah sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor pertambangan dan penggalian, sektor jasa-jasa masing- masing tumbuh sebesar 12,98 persen, 6,92 persen, dan 5,76 persen. Sektor- sektor andalan Jawa Timur seperti sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor industri pengolahan dan sektor pertanian masing-masing hanya tumbuh sebesar 5,58 persen, 2,80 persen dan 3,92 persen. Sementara sektor lainnya rata-rata masih tumbuh pada level 2 sampai 4 persen. Memasuki tahun 2010, perekonomian Jawa Timur membaik seiring dengan membaiknya kondisi perekonomian global, sehingga pertumbuhan ekonomi Jawa Timur mencapai 6,68 persen, pertumbuhan tertinggi selama lima tahun terakhir. Tingginya pertumbuhan ekonomi Jawa Timur ini terutama didukung oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran yang tumbuh sebesar 10,67 persen. Membaiknya kondisi perekonomian global memberi dampak terhadap membaiknya daya beli masyarakat yang mendorong sektor perdagangan, baik perdagangan luar negeri maupun perdagangan antar wilayah. Sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor pertambangan dan penggalian, serta sektor keuangan, sewa dan jasa perusahaan tercatat mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi, masing-masing sebesar 10,07 persen; 9,18 persen, dan 7,27 persen. Sementara itu, sektor industri pengolahan dan sektor pertanian tumbuh masing-masing sebesar 4,32 persen dan 2,23 persen. 2. Laju Inflasi Jawa Timur Tahun 2006 – 2010 Gambar 2.5 Laju inflasiJawa Timur Laju Inflasi Jawa Timur dan Nasional Tahun 2006-2010 dalam lima tahun terakhir masih 9.66 11.06 tergolong dalam kategori rendah, 6.59 6.96 6.76 6.60 6.96 6.48 masih dibawah 2 digit. Kondisi 3.62 2.78 yang cukup rawan hanya terjadi pada tahun 2008 dengan laju 2006 2007 2008 2009 2010 Jatim Nasional Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur
  • 19. −27− inflasi cukup tinggi yaitu 9,66 persen akibat naiknya harga BBM seiring dengan tidak terkendalinya harga minyak dunia. Walaupun kenaikan BBM di tahun 2008 tersebut sempat dikoreksi di penghujung tahun, namun multiplier effects akibat kenaikan tersebut sudah terlanjur terjadi sehingga inflasi hampir menembus dua digit. Memasuki tahun 2009 Gambar 2.6 sebenarnya sudah terlihat Inflasi Bulanan Jawa Timur Tahun 2006-2010 tanda-tanda akan rendahnya 3 inflasi. Sisa andil akibat 2 2 penurunan BBM pada bulan 1 Desember 2008 masih berlanjut 1 di bulan Januari 2009 sehingga 0 Jan Peb Mar Apr Mei Juni Juli Agt Sept Okt Nop Des inflasi Januari 2009 yang -1 2006 2007 2008 -1 2009 2010 biasanya cukup tinggi karena Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur naiknya harga bahan makanan terdorong deflasi 0,05 persen. Pada tahun 2010, Jawa Timur hanya mengalami sekali inflasi, yaitu pada bulan Maret sebesar 0,21. Bayang-bayang tingginya inflasi terlihat setelah Pemerintah Gambar 2.7 Kumulatif Inflasi Ibukota Provinsi mengumumkan naiknya biaya di Pulau Jawa dan Jawa Timur Tahun 2010 Jasa Perpanjangan STNK dan naiknya Tarif Dasar Listrik khusus bagi pelangga 1200 7.11 7.38 7.33 6.96 6.21 6.18 6.96 VA keatas pada bulan Juli dan 4.53 Agustus. Inflasi mencapai antiklimaks setelah pada bulan Desember laju kenaikan Jakarta Serang Bandung harga beras dan cabe Semarang Yogyakarta Surabaya Jawa Timur Nasional menjadi tidak terbendung Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur akibat faktor cuaca sehingga mengakibatkan inflasi 1,02 persen. Komulatif inflasi Tahun 2010 ditutup sebesar 6,96 persen, angka yang sama dengan inflasi nasional. Dibandingkan dengan inflasi ibukota provinsi di Pulau Jawa, inflasi Jawa Timur masih lebih rendah dari inflasi Semarang, Yogyakarta dan Surabaya, namun lebih tinggi dari inflasi Jakarta, Serang dan Bandung. Hal serupa terjadi pula dengan inflasi nasional yang besarannya tidak berbeda dengan inflasi Jawa Timur.Diantara ibukota
  • 20. −28− provinsi di pulau Jawa, inflasi tertinggi terjadi Yogyakarta sebesar 7,38 persen dan terendah terjadi di Bandung sebesar 4,53 persen. Dilihat dari penyebabnya, dalam kurun waktu lima tahun terakhir, laju inflasi Jawa Timur lebih banyak dipengaruhi oleh adanya kebijakan pemerintah yang terkait dengan harga seperti naiknya harga cukai rokok, naiknya harga premium dan solar, konversi energi yang berdampak naiknya harga minyak tanah, naiknya tarif air minum, naiknya harga gas elpiji dan yang terakhir adalah naiknya biaya jasa perpanjangan STNK dan tarif dasar listrik. Disamping itu, laju inflasi lima tahun terakhir juga dipengaruhi oleh naiknya harga beberapa komoditas utama seperti beras, cabe rawit, minyak goreng, gula pasir dan emas perhiasan yang belum dapat dikendalikan harganya oleh pemerintah serta terus meningkatnya biaya sekolah-sekolah swasta. Khusus di tahun 2010, lonjakan harga beras, cabe rawit, minyak goreng dan emasperhiasan serta naiknya biaya jasa perpanjangan STNK dan naiknya tarif dasar listrik merupakan pendorong utama terjadinya inflasi disamping naiknya harga bumbu-bumbuan seperti bawang merah dan bawang putih dan naiknya biaya SLTA sebagaimana terlihat pada Tabel 2.3 Tabel 2.3 10 Komoditas Pendorong Utama Inflasi Jawa Timur Tahun 2006-2010 (%) 3. Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur 4. PDRB Per Kapita Jawa Timur Tahun 2006 – 2010 PDRB sebagai salah satu indikator makro ekonomi di Jawa Timur, dalam kurun waktu lima tahun terakhir ini selalu menunjukkan peningkatan. Selanjutnya jika besaran PDRB tersebut diberi penimbang
  • 21. −29− dengan jumlah penduduk, karena penduduk merupakan pelaku pembangunan yang menghasilkan output (PDRB), akan diperoleh angka PDRB perkapita. Di dalam Tabel 2.4 dapat dilihat perkembangan PDRB per kapita Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) berturut-turut menunjukkan peningkatan. Peningkatan PDRB per kapita disebabkan karena pertumbuhan PDRB ADHB yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan penduduk. Pada tahun 2006 PDRB perkapita Jawa Timur mencapai Rp. 12,87 juta, kemudian meningkat menjadiRp. 14,55 juta pada tahun 2007. Selanjutnya meskipun pada tahun 2008 gaung Krisis Keuangan Global sudah mulai mendunia, PDRB perkapita Jawa Timur masih terus meningkat yaitu sebesar Rp. 16,75 juta (2008) dan tahun 2009 meningkat lagi menjadi Rp. 18,42 juta. Kondisi perekonomian yang membaik pada tahun 2010, memberikan dampak meningkatnya PDRB perkapita menjadi Rp 20,77 juta. Tabel 2.4 PDRB Per Kapita Jawa Timur Atas Dasar Harga Berlaku Tahun 2006 - 2010 Uraian 2006 2007 2008 2009*) 2010**) (1) (2) (3) (4) (5) (6) 1. PDRB Atas Dasar Harga Berlaku 472.287 536.982 621.392 686.848 778.456 (Miliar Rupiah) 2. Jumlah Penduduk Pertengahan 36.691 36.896 37.095 37.286 37.476 Tahun (Ribu jiwa) 3. PDRB Per Kapita (Ribu Rupiah) 12.872 14.554 16.751 18.421 20.772 Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur Keterangan : * ) Angka Diperbaiki **) Angka Sementara 5. INDEKS GINI RATIO TAHUN 2009 – 2010 Berdasarkan nilai gini rasio, tingkat ketimpangan rata-rata konsumsi per kapita di Jawa Timur 2009-2010 masuk dalam kategori rendah (kurang dari 0,36). Nilai gini rasio tahun 2010 sebesar 0,31, meningkat dibandingkan tahun 2009 yang nilainya 0,29, naik 0,02 poin. Kondisi ini seperti terlihat pada kurva Lorenz (Gambar 4.5.) tahun 2009- 2010, kurva tahun 2009 memiliki luas area lebih kecil dibanding luas area tahun 2010 (kurva terhadap garis diagonal). Menunjukkan bahwa kurva bergerak semakin menjauhi garis kemerataan sempurna. Dengan
  • 22. −30− demikian, kenaikan rata-rata konsumsi per kapita selama 2009-2010, walaupun berada di bawah tingkat kenaikan harga (Inflasi), justru menyebabkan meningkatnya ketimpangan dalam distribusi konsumsi. Pergeseran tersebut terjadi karena berkurangnya share di kuintil 5, sedangkan kuintil 3 dan 4 mengalami peningkatan. Sedangkan pada kuintil bawah, kuintil 1 mengalami peningkatan, sedangkan kuintil 2 mengalami penurunan share. Tabel 2.5 Persentase Total Rata-rata Konsumsi per Kapita Sebulan menurut Status Wilayah dan Kuintil Penduduk Tahun/ Kuintil Penduduk 2009-2010 Konsumsi di Jawa Timur berdasarkan Gini Wilayah (Kota/Desa) 1 2 3 4 5 Rasio Kota 7,98 12,13 15,76 21,46 42,68 0,31 2009 Desa 9,38 14,20 17,99 21,65 36,78 0,25 Kota+Desa 8,18 12,73 15,94 21,04 42,13 0,29 Kota 8,78 12,44 15,99 21,24 41,55 0,30 2010 Desa 10,88 14,42 17,38 21,45 35,87 0,23 Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur
  • 23. −31− Gambar 2.8 Kurva Lorenz Kumulatif Penduduk dan Pengeluaran (Persen) di Jawa Timur 2009-2010 100,00 90,00 80,00 Kumulatif Pengeluaran (Persen) 70,00 2009 60,00 50,00 2010 40,00 30,00 20,00 10,00 0,00 0,00 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 60,00 70,00 80,00 90,00 100,00 Kumulatif Penduduk (Persen) Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur Terjadinya penurunan ketimpangan selama 2009-2010 ini terutama terjadi di wilayah pedesaan, yang turun sebesar 0,02 poin, sedangkan penurunan di wilayah perkotaan hanya sebesar 0,01 poin. Walaupun nilai gini rasio pada wilayah perkotaan dan perdesaan, masuk dalam ketimpangan rendah, namun terdapat perbedaan sebesar 0,07 poin antara wilayah perkotaan dan perdesaan di tahun 2010. Perbedaan ini semakin meningkat dibandingkan tahun 2009, yang memiliki perbedaan sebesar 0,06 poin. Ini menjadi indikasi bahwa wilayah perdesaan memiliki kecenderungan lebih cepat menuju tingkat pemerataan sempurna. Pola perubahan share konsumsi antar kuintil, berbeda antara wilayah perkotaan dan perdesaan. Pada wilayah perkotaan terjadi pergeseran kuintil 4 dan 5, menuju kuintil di bawahnya. Sedangkan di
  • 24. −32− wilayah perdesaan terdapat kecenderungan kuintil 1 dan 2 semakin mendekati share kuintil 3, dan juga terjadi penurunan share pada kuintil 4 dan 5. Situasi ini yang mengindikasikan kemerataan di perdesaan akan lebih cepat dibandingkan perkotaan. Gambar 2.9 Kurva Lorenz Kumulatif Penduduk dan Pengeluaran (Persen) menurut Wilayah di Jawa Timur 2010 PerkotaanPerdesaan Perkotaan+Pedesaan 100,00 90,00 80,00 Kumulatif Pengeluaran (Persen) 70,00 60,00 50,00 40,00 30,00 20,00 10,00 0,00 0,00 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 60,00 70,00 80,00 90,00 100,00 Kumulatif Penduduk (Persen) Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur Tidak semua wilayah dengan tingkat rata-rata konsumsi per kapita sebulan yang tinggi memiliki tingkat ketimpangan yang tinggi juga. Seperti dalam gambar 3.7, Kabupaten/Kota yang berada dalam wilayah area hijau walaupun memiliki rata-rata konsumsi per kapita sebulan tinggi, namun memiliki tingkat ketimpangan yang relatif rendah, jika dibandingkan situasi Provinsi Jawa Timur, terutama untuk Kota Probolinggo dan Batu. 6. Pemerataan Pendapatan Versi Bank Dunia Tahun 2007 – 2010 Pada periode 2007 – Tabel 2.6 Persentase Distribusi Pengeluaran Penduduk 2010, ketimpangan pemerataan Jawa Timur Tahun 2007 – 2010 pendapatan versi Bank Dunia di 40 % 40 % 20 % Tahun bawah menengah atas (1) (2) (3) (4) Jawa Timur, cenderung 2007 19,83 36,70 43,47 mengalami perbaikan. Artinya 2008 19,92 36,86 43,22 2009 19,86 37,59 42,55 ketimpangan pendapatan 2010 19,73 38,46 41,81 Keterangan: Data tahun 2006 tidak tersedia Sumber: BPS Provinsi Jawa Timur
  • 25. −33− lambat laun mengecil seiring pertumbuhan ekonomi yang semakin membaik. Penduduk yang mempunyai pendapatan berkategori 20 persen ke atas pada tahun 2007 dapat menikmati kue ekonomi sebanyak 43,47 persen bergerak mengecil masing-masing 43,22 persen (2008); 42,55 persen (2009) dan 41,81 persen (2010). Sedangkan untuk yang berpendapatan 40 persen menengah dan 40 persen ke bawah semakin banyak yang dapat menikmati kue pembangunan. Dengan demikian kesenjangan semakin menurun, dan semakin dirasakannya kue ekonomi di tingkat pendapatan yang lebih bawah. Pada tahun 2007, penduduk yang berpendapatan 40 persen ke bawah semakin dapat menikmati hasil geliatekonomi dari 19,83 persen menjadi 19,92 persen (2008); 19,86 persen (2009) dan 19,73 persen (2010). Berdasarkan skala kesenjangan yang telah ditetapkan, karena penduduk yang berpendapatan 40 persen ke bawah menikmati hasil kegiatan ekonomi di atas nilai 17 persen, maka ketimpangan pendapatan yang terjadi selama kurun waktu 2006 – 2010 itu termasuk kategori ketimpangan pendapatan rendah. 7. Perbandingan Relatif Antar Daerah Untuk mengetahui tingkat kesejahteraan masyarakat dalam lingkup provinsi dapat dilihat dari keterbandingan angka PDRB per kapita kabupaten/kota dengan rata-rata provinsi. Pemerintah daerah dalam mendorong tingkat kesejahteraan masyarakat dapat menggunakan acuan perbandingan relatif untuk memacu daerahnya berada minimal pada level rata-rata provinsi atau bahkan lebih baik lagi di atas level rata-rata provinsi. Tabel 2.6 menunjukkan pengelompokan daerah yang dibagi berdasarkan 3 kategori : (i) Kabupaten/kota dengan PDRB per kapita nomor urut 1 sampai 7 adalah kabupaten/kota berkategori PDRB per kapita tinggi; (ii) Kabupaten/kota dengan PDRB per kapita nomor urut 8 sampai 27 adalah kabupaten/kota berkategori PDRB per kapita sedang; (iii) Kabupaten/kota dengan PDRB per kapita nomor urut 28 sampai 38 adalah kabupaten/kota berkategori PDRB per kapita rendah. Output daerah yang terus diupayakan peningkatannya melalui optimalisasi sumberdaya atau potensi daerah dalam kurun waktu lima
  • 26. −34− tahun yaitu tahun 2006-2010 sedikit demi sedikit mulai nampak hasilnya walaupun tidak signifikan. Tampak dari tabel tersebut bahwa posisi kabupaten/kota pada masing-masing kategori dari tahun ke tahun mengalami perubahan tetapi posisi the biggest three masih ditempati kab/kota yang sama, yaitu Kota Kediri, Kota Surabaya dan Kota Malang. Kabupaten/kota dengan PDRB yang sebagian besar ditopang oleh sektor industri, sektor perdagangan, hotel dan restoran serta Sektor Jasa-jasa cenderung menempati posisi di atas rata-rata Jawa Timur seperti yang terjadi di Kota Kediri, Kota Surabaya, Kota Malang, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Gresik, Kota Mojokerto dan Kota Probolinggo. Tujuh daerah yang masuk kategori ber PDRB per kapita tinggi ini sulit digeser oleh daerah-daerah lain di Jawa Timur. Kabupaten Tulungagung, Kota Batu, Kabupaten Banyuwangi, dan Kota Madiun walaupun posisinya selama 5 tahun tetap namun masih berada di bawah posisi rata-rata Jawa Timur.
  • 27. −35− Tabel 2.7 Urutan Keterbandingan Relatif PDRB per Kapita Kabupaten/Kota terhadap PDRB per Kapita di Jawa Timur (Juta Rp.) Tahun 2006 – 2010 No. 2006 2007 2008 2009*) 2010**) (1) (2) (3) (4) (5) (6) 01. Kota Kediri 151,20 Kota Kediri 165,69 Kota Kediri 188.06 Kota Kediri 209,30 Kota Kediri 242,26 02. Kota Surabaya 46,92 Kota Surabaya 53,72 Kota Surabaya 62.31 Kota Surabaya 68,76 Kota Surabaya 74,78 03. Kota Malang 24,49 Kota Malang 27,71 Kota Malang 32.17 Kota Malang 34,78 Kota Malang 39,29 04. Kab. Sidoarjo 23,02 Kab.Sidoarjo 25,62 Kab.Sidoarjo 28.90 Kab. Sidoarjo 31,27 Kab. Gresik 34,43 05. Kab. Gresik 20,57 Kab.Gresik 23,27 Kab.Gresik 26.67 Kab. Gresik 29,45 Kab. Sidoarjo 32,53 06. Kota Mojokerto 16,28 Kota Mojokerto 18,37 Kota Mojokerto 21.14 Kota Mojokerto 23,44 Kota Mojokerto 25,13 07. Kota Probolinggo 14,05 Kota Probolinggo 15,73 Kota Probolinggo 17.77 Kota Probolinggo 19,10 Kota Probolinggo 22,58 Provinsi Jawa Timur 12,87 14,55 16,75 18,42 20,77 08. Kab. Tulungagung 11,23 Kab. Tulungagung 12,65 Kota Madiun 14,67 Kota Madiun 16,17 Kota Madiun 19,38 09. Kota Madiun 11,17 Kota Madiun 12,65 Kab.Tulungagung 14,60 Kab. Tulungagung 16,09 Kab. Tulungagung 18,18 10. Kota Pasuruan 10,55 Kota Pasuruan 11,84 KotaPasuruan 13,47 Kota Batu 14,89 Kota Batu 16,90 11. Kota Batu 10,17 Kota Batu 11,61 Kota Batu 13,44 Kota Pasuruan 14,88 Kab. Banyuwangi 16,71 12. Kab. Banyuwangi 10,08 Kab. Banyuwangi 11,41 Kab. Banyuwangi 13,30 Kab. Banyuwangi 14,82 Kota Pasuruan 15,76 13. Kab. Mojokerto 9,55 Kab. Mojokerto 10,77 Kab.Tuban 12,48 Kab. Tuban 13,85 Kab. Bojonegoro 15,66 14. Kab. Probolinggo 9,44 Kab. Probolinggo 10,77 Kab.Probolinggo 12,37 Kab. Probolinggo 13,65 Kab. Tuban 15,15 15. Kab. Tuban 9,31 Kab. Tuban 10,69 Kab.Mojokerto 12,29 Kab. Mojokerto 13,45 Kab. Mojokerto 15,09 16. Kab. Lumajang 8,86 Kab. Lumajang 9,96 Kab.Situbondo 11,41 Kab. Situbondo 12,55 Kab. Probolinggo 14,82 17. Kab. Situbondo 8,80 Kab. Situbondo 9,93 Kab.Lumajang 11,39 Kab. Lumajang 12,52 Kab. Lumajang 14,36 18. Kab. Malang 8,61 Kab. Malang 9,77 Kab.Malang 11,24 Kab. Bojonegoro 12,39 Kab. Malang 13,72 19. Kab. Blitar
  • 28. −36− (1) (2) (3) (4) (5) (6) 19. Kab. Blitar 8,10 Kab. Bojonegoro 9,20 Kab.Bojonegoro 11,20 Kab. Malang 12,34 Kab. Situbondo 13,58 20. Kota Blitar 8,03 Kab. Blitar 9,19 Kab.Blitar 10,50 Kab. Blitar 11,58 Kota Blitar 13,14 21. Kab. Sumenep 7,68 Kota Blitar 9,02 Kota Blitar 10,27 Kota Blitar 11,40 Kab. Blitar 12,49 22. Kab. Bojonegoro 7,59 Kab. Sumenep 8,60 Kab.Sumenep 9,92 Kab. Magetan 10,88 Kab. Jombang 12,41 23. Kab. Magetan 7,58 Kab. Magetan 8,53 Kab.Magetan 9,79 Kab. Sumenep 10,71 Kab. Magetan 12,24 24. Kab. Jombang 7,36 Kab. Jombang 8,29 Kab.Jombang 9,45 Kab. Pasuruan 10,38 Kab. Sumenep 11,77 25. Kab. Pasuruan 7,16 Kab. Pasuruan 8,18 Kab.Pasuruan 9,43 Kab. Jombang 10,20 Kab. Pasuruan 11,28 26. Kab. Kediri 6,91 Kab. Nganjuk 7,71 Kab.Jember 8,85 Kab. Jember 9,74 Kab. Jember 10,83 27. Kab. Nganjuk 6,75 Kab. Kediri 7,65 Kab.Nganjuk 8,84 Kab. Nganjuk 9,72 Kab. Nganjuk 10,80 28. Kab. Jember 6,63 Kab. Jember 7,52 Kab.Kediri 8,74 Kab. Kediri 9,54 Kab. Kediri 10,36 29. Kab. Madiun 6,26 Kab. Madiun 7,07 Kab.Madiun 8,09 Kab. Madiun 8,85 Kab. Madiun 9,62 30. Kab. Lamongan 5,69 Kab. Lamongan 6,45 Kab.Lamongan 7,41 Kab. Lamongan 8,23 Kab. Lamongan 9,39 31. Kab. Ngawi 5,66 Kab. Ngawi 6,33 Kab.Ngawi 7,24 Kab. Ngawi 7,99 Kab. Ponorogo 9,27 32. Kab. Bangkalan 5,47 Kab. Bangkalan 6,02 Kab.Ponorogo 6,91 Kab. Ponorogo 7,74 Kab. Ngawi 9,22 33. Kab. Ponorogo 5,28 Kab. Ponorogo 6,00 Kab.Bangkalan 6,76 Kab. Bangkalan 7,25 Kab. Bangkalan 8,68 34. Kab. Bondowoso 4,72 Kab. Bondowoso 5,34 Kab.Bondowoso 6,13 Kab. Bondowoso 6,75 Kab. Bondowoso 7,27 35. Kab. Sampang 4,60 Kab. Sampang 4,99 Kab.Trenggalek 5,68 Kab. Trenggalek 6,34 Kab. Trenggalek 7,17 36. Kab. Trenggalek 4,34 Kab. Trenggalek 4,89 Kab.Sampang 5,57 Kab. Sampang 5,97 Kab. Sampang 6,93 37. Kab. Pamekasan 4,13 Kab. Pamekasan 4,52 Kab.Pamekasan 5,08 Kab. Pacitan 5,54 Kab. Pamekasan 6,59 38. Kab. Pacitan 3,92 Kab. Pacitan 4,39 Kab.Pacitan 5,03 Kab. Pamekasan 5,49 Kab. Pacitan 6,43 Sumber: BPS Provinsi Jawa Timur
  • 29. −37− Keempat kabupaten/kota itu masuk kategori ber PDRB per Kapita sedang bersama 16 kabupaten/kota lainnya : Kota Pasuruan, Kabupaten Bojonegoro, Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Tuban, Kabupaten Mojokerto, Kabupaten Situbondo, Kabupaten Lumajang, Kabupaten Malang, Kabupaten Blitar, Kota Blitar, Kabupaten Magetan, Kabupaten Sumenep, Kabupaten Jombang, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Jember, Kabupaten Nganjuk. Sedangkan yang berkategori PDRB perkapita rendah adalah Kabupaten Kediri, Kabupaten Madiun, Kabupaten Ngawi, Kabupaten Lamongan, Kabupaten Ponorogo, Kabupaten Bangkalan, Kabupaten Bondowoso, Kabupaten Trenggalek, Kabupaten Sampang, Kabupaten Pamekasan dan Kabupaten Pacitan. 8. Indeks Disparitas Wilayah Jawa Timur Tahun 2006 - 2010 Output daerah yang merupakan representasi dari kekayaan daerah dan kesejahteraan masyarakat adalah dua hal yang berbeda, pertanyaanya apakah ada kaitan antara kekayaan daerah (regional prosperity) dan kesejahteraan masyarakat (community welfare) di suatu daerah. Asumsi bahwa tingkat kekayaan daerah yang tinggi juga akan berdampak terhadap tingginya kesejahteraan masyarakat di daerah tersebut memerlukan gambaran kondisi disparitas regional. Rendahnya ketimpangan regional dalam hal kesejahteraan masyarakat merupakan hasil dari kebijakan pemerataan pembangunan antar daerah (equalization policy) yang dijalankan pemerintah, terutama melalui instrumen fiskal (fiscal policy) seperti transfer dari pusat, transfer antar daerah dan kebijakan lain. Tingkatkesenjangan ekonomi antar wilayah di suatu wilayah umumnya berfluktuasi seiring dengan tingkat perubahan PDRB per kapitanya. Melebar atau Tabel 2.8 Indeks Williamson Jawa Timur menyempitnya kesenjangan itu Tahun 2006-2010 dipengaruhi oleh kondisi sosial Indeks ekonomi masyarakat. Selain itu, juga Tahun Perubahan Williamson sangat dipengaruhi oleh kreatifitas (1) (2) (3) 2006 115,87 -0,60050 Pemerintah Daerah dalam 2007 115,34 -0,45741 memanfaatkan segala potensi yang 2008 115,26 -0,06936 ada untuk meningkatkan output ) 2009* 115,85 0,51189 ) daerah. Kondisi tersebut 2010** 115,14 -0,61286 tergambarkan pada indeks Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur Keterangan : * ) Angka Diperbaiki **) Angka Sementara Williamson (baca : Indeks
  • 30. −38− Kesenjangan) dengan PDRB per kapita sebagai tolak ukur penghitungan. Kesenjangan ekonomi antar kabupaten/kota di Jawa Timur yang ditunjukkan dengan Indeks Disparitas Williamson dalam periode tahun 2006 – 2010 mengalami kemajuan yang signifikan dengan indeks yang cenderung menurun. Pada tahun 2006 indeks kesenjangan bernilai 115,87 atau terjadi penurunan sebesar -0,60 persen, indeks pada tahun 2007 sebesar 115,34 atau mengalami penurunan sebesar -0,46 persen. Adanya kenaikan harga BBM mulai 24 Mei 2008 serta terjadi krisis global menyebabkan perlambatan pertumbuhan ekonomi dibandingkan tahun 2007. Tetapi perlambatan ekonomi pada tahun 2008 itu belum begitu terasa, karena tingkat kesenjangan di Jawa Timur yang ditunjukkan dengan nilai indeks Disparitas Williamson mengalami penurunan sebesar -0,07 persen atau mempunyai indeks 115,26. Kenaikan BBM dan krisis finansial khususnya di negara-negara Eropa dan Amerika yang dikenal sebagai subprime mortgage sangat terasa pada tahun 2009. Pertumbuhan ekonomi melambat dari 5,94 pada tahun 2008 menjadi 5,01 persen pada tahun 2009, dan indeks Williamsonpun juga melebar dari 115,26 pada tahun 2008 menjadi 115,85 atau mengalami pelebaran sebesar 0,51 persen. Beruntungnya, dampak dari krisis finansial tersebut tidak berlanjut pada tahun 2010. Selain karena sudah berpengalaman dalam menghadapi situasi krisis sebagaimana yang terjadi pada tahun 1998, fundamental ekonomi dalam negeri jauh lebih baik dibanding tahun 1998, maka Jawa Timur kembali mengalami pertumbuhan ekonomi yang siginifikan. Apalagi Jawa Timur sangat mengandalkan sektor riil, dan berbeda struktur perekonomiannya dibanding Jakarta yang sangat mengandalkan sektor perbankan yang notabene sangat rentan terhadap krisis finansial. Pada tahun 2010 pertumbuhan ekonomi Jawa Timur mampu mencapai 6,67 persen, merupakan tertinggi selama lima tahun terakhir. Pertumbuhan pada tahun 2010 ini cukup berkualitas karena indeks kesenjangan wilayahnya menurun menjadi 115,14 atau terjadi penurunan -0,61 persen dibanding tahun sebelumnya. 9. Persentase Penduduk Di Atas Garis Kemiskinan Di Jawa Timur Tahun 2006 – 2010 Pembangunan yang telah dilakukan selama ini telah memberikan andil yang cukup besar dalam proses terciptanya kesejahteraan masyarakat. Hal ini tidak dapat dipungkiri karena lebih dari 78 persen
  • 31. −39− penduduk selama kurun waktu Gambar 2.10 Persentase Penduduk Diatas Garis Kemiskinan lima tahun terakhir, telah Di Jawa Timur Tahun 2006-2010 dapat memenuhi kebutuhan 84.74 minimumnya. Pada tahun 83.32 2006 persentase penduduk di 81.49 80.02 atas garis kemiskinan di Jawa 78.91 Timur mencapai 78,91 persen dan naik terus menjadi 84,74 2006 2007 2008 2009 2010 persen pada tahun Sumber : BPS, Susenas dan PPLS 2010.Perkembangan persentase penduduk di atas garis kemiskinan dalam kurun waktu 5 tahun tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.10. 10. Angka Kriminalitas Yang Tertangani Data dari Kepolisian Daerah (Polda) Jatim selama tahun 2009, angka tindak kriminalitas di Jawa Timur mengalami penurunan yang sangat signifikan daripada Tahun 2008. Dari data kepolisian mulai kurun waktu Januari s/d Desember 2009 mengalami penurunan dari crime sedang tahun 2008 mencapai 48,129. Jadi pada Tahun 2009 angka kriminalitas secara umum mengalami penurunan dari 48,129 pada tahun 2008 dan 2009 mencapi 41,166 kasus. Sehingga pada tahun 2009 mengalami penurunan sebesar 6.958 kasus (40 %), dibandingkan 2008. Data kriminal untuk Surabaya sebanyak 2.105 kasus, Besuki sebanyak 1.970 kasus, Malang 1.243 kasus, Madiun sebanyak 500 kasus, Kediri sebanyak 646 kasus. Sedangkan yang mengalami kasus tindak kriminalitas sedikit yaitu Polwil Madura mencapi 106 kasus dan Polwil Bojonegoro sebanyak 24 kasus. Sedangkan pada Tahun 2010 ini tercatat angka kriminalitas di Jawa Timur mengalami penurunan dari 45.270 kasus pada Tahun 2009 menjadi 11.507 kasus. Dengan data bulan Januari sampai Desember tersebut berarti jumlah kriminalitas pada Tahun 2010 mengalami penurunan 25,4 %. Hal ini tidak terlepas dari langkah-langkah yang dilakukan oleh pihak kepolisian yang rutin melakukan operasi dan menempatkan personil di jalan-jalan raya maupun daerah permukiman. Berdasarkan data, penurunan terjadi di Kesatuan Polresta Surabaya pada Tahun 2010 sebanyak 5.925 kasus yaitu terdiri dari Kediri 1.740 kasus, Besuki 1.497 kasus, Bojonegoro 1.245 kasus, Madiun 863 kasus, Polda Jatim 388 kasus.
  • 32. −40− Tabel 2.9 Data kriminalitas bulan Januari s/d Juni 2010 Jajaran polda jatim NO URAIAN JAN PEB MAR APRIL MEI JUNI 1 Crime total 3.463 3.122 3.168 3.116 3.175 3.044 2 Crime clearance 2.675 2.257 2.271 2.678 2.749 2.589 3 Clearance rate 77,25% 72,29% 77,23% 85,94% 86,58% 85,05% 4 Crime clock 0:12'53" 0:14'18" 0:12'50" 0:14'20" 0:14'4" 0:14'40" 5 Crime rate 9 8 9 8 9 9 Jumlah Penduduk 38.696.100 38.696.100 38.696.100 38.696.100 38.696.100 38.696.100 Sumber Data : Polda Jatim Data crime indeks Tahun 2010,pencurian dengan pemberatan (Curat) sebanyak 3.484, pencurian dengan kekerasan (Curas) sebanyak 872, ranmor sebanyak 1.252 serta judi sebanyak 3.764. Sementara itu kasus korupsi yang masuk pada tahun 2010 sebanyak 19 kasus, sedangkan yang sudah selesai sebanyak 37 kasus dimana yang di P-21 sebanyak 23 kasus, surat pemberhentian penyidikan (SP-3) 10 kasus. Untuk premanisme sebanyak 153 kasus yang diungkap street crime sebanyak 201 kasus, perjudian 525 kasus traffiking sebanyak 4 kasus, narkotika sebanyak 125 kasus, lelang loging 45 kasus, ilegal masy 4 kasus dan korupsi 1 kasus. Tabel 2.10 Data : Crime Indeks 11 Kasus (Pengamat Khusus) Tahun 2008 S/D Bulan September 2010 NO LOKASI TAHUN 2008 TAHUN 2009 TAHUN 2010 1 TABES 12.230 10.778 7.152 2 MALANG 4.286 5.672 6.469 3 BESUKI 4.599 4.236 2.861 4 KEDIRI 4.805 3.258 2.753 5 MADIUN 1.840 1.454 2.092 6 BOJONEGORO 3.409 2.744 2.632 7 MADURA 321 950 1.112 JUMLAH 29.511 29.293 25.056 Sumber data : Polda Jatim Angka kriminalitas berdasarkan data kepolisian Surabaya mengalami penurunan. Pada semester pertama tahun 2010 tercatat sebanyak 927 kasus. Angka ini lebih kecil jika dibandingkan dengan tindak pidana kriminal pada tahun 2009 lalu yang tercatat hingga 2.246 kasus. 11. PerkembanganKinerja Perbankan Umum Di Jawa Timur Pelaksanaan fungsi intermediasi bank umum di Jatim pada awal tahun 2011 secara umum berjalan dengan lancar dan menunjukkan perkembangan positif. Dibandingkan triwulan sebelumnya, kinerja
  • 33. −41− pertumbuhan (qtq) total aset dan penyaluran kredit masih mampu tumbuh stabil dengan pencapaian kinerja pertumbuhan yang cukup tinggi, sedangkan kinerja penghimpunan DPK cenderung melambat. Sementara itu, jika dianalisa secara tahunan ketiga indikator utama bank umum tercatat tumbuh lebih tinggi dibandingkan triwulan IV-2010 maupun periode yang sama di tahun 2010. Tabel 2.11 Gambar 2.11 Gambar 2.12 Pertumbuhan kredit secara triwulanan yang lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan DPK menyebabkan peningkatan Loan to Deposit Ratio (LDR) pada periode laporan, dari 71,96% menjadi 74,61%. Berdasarkan kelompok bank, rasio LDR tertinggi masih didominasi oleh kelompok Bank Pemerintah (100,42%), sementara kelompok bank swasta dan bank asing cenderung memiliki rasio lebih rendah, yaitu 56,03% dan 64,82%.
  • 34. −42− Dalam rangka mendorong fungsi intermediasi perbankan, Bank Indonesia melalui Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.12/19/PBI/2010 tanggal 4 Oktober 2010 menetapkan ketentuan mengenai perhitungan besaran Giro Wajib Minimum (GWM) yang dikaitkan dengan rasio LDR suatu Bank, kebijakan ini berlaku per 1 Maret 2011. Dalam ketentuan ini, besaran GWM Rupiah bank umum terdiri atas GWM primer (8%), GWM sekunder (2,5%) dan GWM LDR yang merupakan tambahan GWM yang harus dialokasikan bank pada saat nilai LDR bank berada diluar range (batas atas dan batas bawah) yang telah ditetapkan (78%-100%). Secara makro LDR target adalah cerminan kebutuhan kredit yang diperlukan untuk menopang pertumbuhan ekonomi, sedangkan secara mikro; LDR target ditetapkan dengan mempertimbangkan kondisi likuiditas dan LDR Perbankan. Sehingga secara umum, penerapan GWM LDR bertujuan agar bank mengoptimalkan penyaluran kreditnya pada sektor riil, namun dengan tetap mengacu pada prinsip kehati-hatian. Gambar 2.13Gambar 2.14 12. DanaPihak Ketiga (DPK) Setelah mencatat pertumbuhan yang cukup baik di akhir tahun 2010, kinerja pertumbuhan DPK yang dihimpun oleh industri bank umum di Jatim pada periode Tw I-2011 cenderung melambat. Sepanjang periode laporan, DPK meningkat Rp.1,9 triliun atau tumbuh 0,89% (qtq) dan 12,24% (yoy) menjadi Rp.217,01 triliun. Berdasarkan jenisnya, perlambatan ini didorong oleh minimnya pertumbuhan simpanan tabungan dan deposito pada triwulan laporan. Simpanan deposito hanya tumbuh 0,41% (qtq), bahkan simpanan tabungan mencatat kontraksi sebesar -0,71%(qtq). Namun demikian kedua jenis simpanan ini masih
  • 35. −43− mendominasi DPK dengan proporsi yang cukup tinggi, yaitu masing- masing sebesar 41,56% dan 40,92%. Gambar 2.15 Gambar 2.16 Di sisi lain, simpanan giro yang mempunya proporsi lebih rendah (17,52%) menunjukkan pertumbuhan yang cukup tinggi, baik secara triwulanan maupun tahunan. Hal ini khususnya seiring dengan peningkatan transaksi dunia usaha serta tidak lepas dari siklus tahunan peningkatan dana rekening giro untuk belanja pemerintah di bank umum yang masih cukup tinggi dan belum terealisir di awal tahun. Gambar 2.17 Gambar 2.18 Sementara itu, terbatasnya pertumbuhan DPK yang berlangsung pada beberapa periode terakhir selain diyakini terkait dengan faktor tingkat suku bunga simpanan yang relatif rendah, juga dipengaruhi oleh cukup banyaknya pilihan instrumen simpanan sekaligus investasi diluar perbankan yang menawarkan return menarik, sehingga masyarakat mendapatkan banyak pilihan dalam penempatan dananya. Namun di sisi lain, rendahnya suku bunga ini diharapkan mampu menjadi salah satu pendorong penyaluran kredit kepada masyarakat, mengingat suku bunga DPK merupakan salah satu variable pembentuk suku bunga kredit.
  • 36. −44− Rendahnya suku bunga DPK diharapkan dapat mendorong efisiensi biaya bunga kredit, sehingga pada akhirnya akan meningkatkan penyaluran kredit kepada masyarakat. Gambar 2.19 13. Kredit Pertumbuhan penyaluran kredit oleh bank umum di Jatim pada triwulan laporan mencapai 22,17% (yoy), ini merupakan angka pertumbuhan tertinggi setelah terjadinya krisis perekonomian global di tahun 2008. Dengan angka pertumbuhan tersebut, maka outstanding/baki debet kredit yang disalurkan oleh bank umum di Jatim kepada masyarakat dan dunia usaha sampai dengan akhir Tw I-2011 mencapai Rp.161,92 triliun. Kondisi perekonomian yang cukup stabil dan kondusif menjadi salah satu pendorong peningkatan permintaan kredit di Jatim, sehingga dari sisi perbankan kondisi ini dimanfaatkan sebagai momentum yang tepat untuk melakukan ekspansi kredit. Gambar 2.20 Gambar 2.21
  • 37. −45− Berdasarkan jenisnya, kredit di Jatim masih di dominasi oleh kredit produktif yaitu kredit modal kerja yang mencapai Rp.95,80 triliun atau sebesar 59,16% dari total kredit secara keseluruhan, disusul oleh kredit konsumsi (27,39%) dan kredit investasi (13,44%). Pertumbuhan kredit paling tinggi pada periode ini terjadi pada kredit investasi yang tercatat sebesar 14,70% (qtq) atau 28,92% (yoy), sementara kredit modal kerja dan konsumsi cenderung tumbuh stabil. Cukup besarnya alokasi penyaluran kredit untuk kegiatan produktif menjadi salah satu cerminan peran perbankan di Jatim dalam melaksanakan fungsi intermediasinya guna mendorong aktivitas dunia usaha, yang diharapkan dapat semakin memperbesar multiplier effect pada pertumbuhan perekonomian di Jatim. Gambar 2.22 Gambar 2.23 Gambar 2.24Gambar 2.25 Berdasarkan sektor ekonomi, penyaluran kredit bank umum paling besar disalurkan kepada sektor-sektor yang mendominasi struktur perekonomian di Jatim, yaitu sektor Industri serta sektor Perdagangan Hotel dan restoran (PHR) dengan proporsi masing-masing sebesar 27,32% dan 24,64%. Sementara itu, dilihat dari angka pertumbuhannya, penyaluran kredit kepada sektor angkutan dan komunikasi, sektor PHR,
  • 38. −46− sektor industri pengolahan mencatat pertumbuhan tertinggi, masing- masing sebesar 24,48%, 22,36%, dan 18,14% (yoy). Tingginya penyaluran kredit pada ketiga sektor ini turut mengkonfirmasi tingginya pertumbuhan masing-masing sektor tersebut pada perhitungan pertumbuhan ekonomi Jatim di Tw I-2011. Gambar 2.26Gambar 2.27 Gambar 2.28Gambar 2.29 Tingginya pertumbuhan kredit pada periode ini juga diiringi dengan peningkatan jumlah kredit yang tidak terserap (undisbursed loans) dibandingkan dengan periode yang sama di tahun 2010. Tercatat nilai undisbursed loan pada posisi akhir Tw.I-2011 sebesar 7,86% dari total plafon kredit yang disediakan, atau sebesar Rp.17,51 triliun, kondisi ini cenderung meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya dan periode yang sama tahun 2010, dimana pada saat itu rasio undisbursed loans terhadap total kredit mesing-masing sebesar 7,34% dan 5,02%. Berdasarkan jenisnya, undisbursed loan tertinggi terdapat pada kredit modal kerja yang mencapai 11,89% dari plafon kredit yang telah disetujui oleh bank umum, sedangkan penyaluran kredit konsumsi dan
  • 39. −47− investasi cenderung terserap lebih baik, sesuai dengan plafon yang telah disetujui. Sementara itu, kenaikan suku bunga acuan BI rate sebesar 0,25 bps (basis points) pada bulan Februari 2011 direspon perbankan dengan menaikkan suku bunga kredit dengan kisaran yang beragam. Kenaikan suku bunga kredit tertinggi terjadi pada kredit konsumi, disusul oleh kredit modal kerja dengan tingkat kenaikan yang relatif lebih rendah, sedangkan suku bunga kredit investasi pada periode ini cukup stabil. Dalam rangka meningkatkan transparansi mengenai karakteristik produk perbankan (manfaat, biaya dan risiko), meningkatkan good governance dan mendorong persaingan yang sehat dalam industri perbankan melaluiterciptanya disiplin pasar (market discipline) yang lebih baik, Bank Indonesia telah menerbitkan Surat Edaran No.13/5/DPNP tanggal 8 Februari 2011 guna mewajibkan bank-bank umum untuk melakukan transparansi informasi mengenai aspek perhitungan dan penetapan suku bunga untuk kredit, khususnya Suku Bunga Dasar Kredit/SBDK (prime lending rate). Ketentuan ini mulai diberlakukan kepada bank umum konvensional yang beraset diatas Rp.10 triliun per 31 Maret 2011. SBDK merupakan hasil perhitungan dari 3 (tiga) komponen yaitu (1) harga pokok dana untuk kredit (HPDK), (2) biaya overhead yang dikeluarkan Bank dalam proses pemberian kredit, dan (3) marjin keuntungan (profit margin) yang ditetapkan untuk aktivitas perkreditan, namun didalamnya belum memperhitungkan komponen premi risiko individual nasabah Bank. SBDK tersebut dihitung secara per tahun dalam bentuk persentase (%), dan merupakan suku bunga terendah yang digunakan sebagai dasar bagi bank dalam penentuan suku bunga kredit yang dikenakan kepada debitur. Perhitungan SBDK yang wajib dilaporkan kepada Bank Indonesia dan dipublikasikan kepada masyarakat mencakup 3 (tiga) jenis kredit yaitu kredit korporasi, kredit ritel, dan kredit konsumsi (KPR dan Non KPR), tidak termasuk penyediaan dana melalui kartu kredit dan kredit tanpa agunan. 14. Kredit Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) Sebagai upaya pemberdayaan perekonomian masyarakat yang bergerak di sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), penyaluran kredit perbankan pada kelompok usaha ini menjadi hal penting yang perlu ditingkatkan guna memperkuat kemampuan ekspansi sektor usaha
  • 40. −48− mikro kecil menengah, sehingga menjadi pendorong perekonomian Jawa Timur serta memperluas lapangan kerja. Terkait dengan hal ini, Bank Indonesia di wilayah Jawa Timur (Surabaya, Malang, Kediri, Jember) bersama Pemerintah Daerah berupaya untuk memfasilitasi serta menyusun kebijakan – kebijakan yang mendorong peningkatan penyaluran kredit UMKM, seperti pendirian lembaga penjaminan kredit daerah (PT. Jamkrida Jatim), Pendirian APEX BPR, serta optimalisasi keberadaan Konsultan Keuangan Mitra Bank (KKMB) guna melakukan pendampingan kepada usaha mikro yang feasible untuk memperoleh pembiayaan dari perbankan. Upaya lain yang dilakukan oleh Bank Indonesia Surabaya dalam mendorong perkembangan UMKM adalah melalui pengengembangan beberapa klaster komoditas potensial melalui pola kemitraan. Beberapa klaster yang telah dikembangkan antara lain klaster alas kaki di Kab. Mojokerto, klaster rumput laut di Kab. Sumenep Madura, dan yang saat ini sedang dikembangkan adalah klaster Sapi Potong di wilayah Kab. Bojonegoro. Gambar 2.30Gambar 2.31 Sampai dengan akhir periode laporan, penyaluran total kredit UMKM1 di Jawa Timur mencapai Rp.59,19 triliun atau sebesar 36,56% dari total kredit secara keseluruhan. Berdasarkan jenisnya, realisasi penyaluran kredit UMKM secara nominal didominasi oleh kelompok usaha kecil dan usaha menengah dengan baki debet masing-masing mencapai Rp.25,31 triliun (42,76%) dan Rp.24,86 triliun (42%), sementara itu terkait dengan plafon kredit usaha mikro yang relatif lebih rendah dibandingkan plafon kredit usaha kecil dan menengah, maka secara nominal baki debet kredit kepada kelompok usaha mikro cenderung lebih rendah, yaitu sebesar Rp.9,01 triliun atau 15,23% dari total kredit UMKM yang disalurkan. Namun demikian, jika dianalisa dari
  • 41. −49− jumlah rekening/debiturnya, penyaluran kredit mikro masih mendominasi, dengan proporsi mencapai 72% dari total debitur kredit UMKM sebanayak 1.145.949 debitur yang memperoleh kredit UMKM dari perbankan. 15. Kredit Usaha Rakyat (KUR) Keberadaan KUR yang bertujuan untuk memberikan akses pembiayaan bagi UMKM, khususnya usaha mikro yang feasible namun belum bankable dalam pelaksanaannya di Jawa Timur menunjukkan perkembangan yang menggembirakan. Berdasarkan data Kementerian Koordinator Perekonomian RI, realisasi penyaluran KUR oleh 7 bank umum penyalur KUR di Jawa Timur (BRI, BNI, Mandiri, Mandiri Syariah, BTN dan Bukopin, Bank Jatim) sejak program ini diluncurkan di tahun 2008 hingga Tw I-2011 mencapai Rp.6,05 triliun dengan 734.030 nasabah atau sebesar 15% dari realisasi KUR nasional. Kondisi ini membawa provinsi Jatim pada urutan pertama daerah penyaluran KUR secara nasional. Sampai dengan akhir periode laporan, outstanding/ baki debet KUR di Jatim tercatat sebesar Rp.3 triliun, dengan didominasi oleh penyaluran kredit kepada kelompok usaha mikro/ KUR Mikro (plafon s/d Rp. 20 juta) yang mencapai 97%, sementara selebihnya merupakan nasabah kategori KUR retail (Plafon diatas Rp. 20 juta). Gambar 2.32 Gambar 2.33 Penyaluran KUR yang merupakan koordinasi antara pemerintah dengan perbankan diharapkan menjadi salah satu langkah efektif pemberdayaan UMKM di Indonesia. Untuk itu, dalam rangka lebih mengoptimalkan kinerja penyaluran KUR yang sudah berlangsung dengan cukup baik di Jatim, Bank Indonesia Surabaya, Pemerintah Provinsi Jawa Timur bersama dengan 7 Bank penyalur KUR di Jatim
  • 42. −50− berupaya untuk terus melakukukaan sinergi guna merumuskan strategi peningkatan penyaluran KUR di Jatim. Disamping mengupayakan intensifikasi penyaluran KUR dengan melakukan pemasaran yang intens, KBI Surabaya bersama bank penyalur KUR di Jatim melakukan beberapa kegiatan sosialisasi kepada masyarakat mengenai alternatif keberadaan pembiayaan kepada UMKM, seperti berbagai kredit program, KUR serta informasi lain mengenai produk kredit perbankan sehingga masyarakat dapat memperoleh gambaran mengenai akses pembiayaan untuk usahanya. 2.1.2.2 Fokus Kesejahteraan Sosial Pembangunan daerah bidang kesejahteraan sosial terkait dengan upayameningkatkan kualitas manusia dan masyarakat Jawa Timur yang tercermin pada angkamelek huruf, angka rata-rata lama sekolah, angka partisipasi kasar, angka pendidikanyang ditamatkan, angka partisipasi murni, angka kelangsungan hidup bayi, angka usiaharapan hidup, persentase penduduk yang memiliki lahan, dan rasio penduduk yangbekerja. 1. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Angka IPM yang dihasilkan dalam analisis ini bertujuan untuk melihat perbandingan/posisi pembangunan manusia antar kabupaten/kota di seluruh Indonesia. Penghitungan IPM Jawa Timur dalam analisis ini memakai standar harga Jakarta Selatan. Oleh karena itu angka IPM menurut kabupaten/kota yang dihasilkan dari penyusunan laporan IPM ini dapat dibandingkan dengan kabupaten/kota dan provinsi lain. Secara umum angka IPM di Jawa Timur selama periode 2009 - 2010 menunjukan kenaikan. Pada tahun 2009 nilainya 71,06, dan selanjutnya meningkat menjadi 71,55 pada tahun 2010. Dari hasil penghitungan IPM tahun 2010, diperoleh gambaran bahwa 19 Kabupaten/Kota mempunyai IPM lebih baik daripada IPM Jawa Timur, sedangkan 19 kabupaten lainnya memiliki nilai IPM di bawah angka IPM Jawa Timur. Nilai IPM tertinggi dicapai oleh Kota Blitar sebesar 77,28 sedangkan urutan kedua ditempati Kota Surabaya dengan nilai IPM 71.18 dan urutan ketiga adalah Kota Malang sebesar 77,10. Urutan terendah IPM adalah Kabupaten Sampang dengan nilai 59,58, angka ini
  • 43. −51− lebih baik jika dibandingkan dengan angka tahun sebelumnya yang hanya sebesar 58,68. Secara garis besar, nilai IPM di tiap kabupaten/kota mengalami kenaikan dari angka tahun 2009 hingga 2010 walaupun tidak menunjukkan kenaikan yang drastis. Hal ini dikarenakan adanya berbagai program pemerintah baik provinsi maupun Kabupaten/kota untuk meningkatkan angka IPM, seperti program di bidang kesehatan, pendidikan maupun ekonomi dan peningkatan kualitas sarana prasarana masyarakat lainnya. Keberhasilan program tersebut juga tergantung pada pola pikir masyarakat setempat dalam pemanfaatan sarana tersebut. Tabel 2.12 Perkembangan Angka IPMTahun 2009-2010 di Jawa Timur IPM No. Kabupaten/Kota Naik (+)/Turun (-) 2009 2010 Kabupaten 1 Pacitan 71,45 71,91 0,46 2 Ponorogo 69,75 70,34 0,59 3 Trenggalek 72,72 73,21 0,49 4 Tulungagung 72,93 73,29 0,36 5 Blitar 73,22 73,62 0,4 6 Kediri 71,33 71,72 0,39 7 Malang 70,09 70,55 0,46 8 Lumajang 67,26 67,79 0,53 9 Jember 64,33 64,87 0,54 10 Banyuwangi 68,36 68,81 0,45 11 Bondowoso 62,11 62,79 0,68 12 Situbondo 63,69 64,23 0,54 13 Probolinggo 62,13 62,79 0,66 14 Pasuruan 66,84 67,57 0,73 15 Sidoarjo 75,88 76,33 0,45 16 Mojokerto 72,93 73,3 0,37 17 Jombang 72,33 72,73 0,4 18 Nganjuk 70,27 70,74 0,47 19 Madiun 69,28 69,83 0,55 20 Magetan 72,32 72,72 0,4 21 Ngawi 68,41 68,82 0,41 22 Bojonegoro 66,38 66,84 0,46 23 Tuban 67,68 68,25 0,57 24 Lamongan 69,03 69,63 0,6 25 Gresik 73,98 74,37 0,39
  • 44. −52− IPM No. Kabupaten/Kota Naik (+)/Turun (-) 2009 2010 26 Bangkalan 64 64,52 0,52 27 Sampang 58,68 59,58 0,9 28 Pamekasan 63,81 64,41 0,6 29 Sumenep 64,82 65,3 0,48 Kota 71 Kediri 75,68 76,17 0,49 72 Blitar 76,98 77,28 0,3 73 Malang 76,69 77,1 0,41 74 Probolinggo 73,73 74,09 0,36 75 Pasuruan 73,01 73,35 0,34 76 Mojokerto 76,43 76,67 0,24 77 Madiun 76,23 76,48 0,25 78 Surabaya 76,82 77,18 0,36 79 Batu 73,88 74,35 0,47 Jawa Timur 71,06 71,55 0,49 Gambar 2.34 Indeks Pembangunan Manusia 2010 Ngawi Madiun Jombang Nganjuk Mojokerto Magetan Pasuruan Kediri Ponorogo Blitar Malang 2.1.2.3 Fokus Seni Budaya Dan Olah Raga 1. Seni Budaya Daerah Pelestarian seni budaya tradisi merupakan milik masyarakat dan sepenuhnya menjadi tanggungjawab masyarakat. Pemerintah harus mampu memfasilitasi serta mengakomodasi kebutuhan masyarakat dalam upaya melestarikan seni budaya tradisi yang tumbuh, berkembang dan menjadi bagian dari masyarakat. Dalam hal ini pemerintah daerah dan masyarakat harus menyediakan ruang, tempat dan waktu bukan hanya untuk seniman dan budayawan dalam