1. BAB II
EVALUASI HASIL PELAKSANAAN RKPD TAHUN LALU DAN CAPAIAN
KINERJAPENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN
2.1 Gambaran Umum Kondisi Daerah
2.1.1 Aspek Geografis dan Demografi
2.1.1.1 Karakteristik Lokasi Dan Wilayah
1. Luas dan Batas Administrasi
Jawa Timur dapat dibagi menjadi dua bagian besar yaitu Jawa
Timur daratan dan Kepulauan Madura. Luas wilayah Jawa Timur
daratan hampir mencakup 90% dari seluruh luas wilayah, sedangkan
luas Kepulauan Madura hanya sekitar 10%. Luas wilayah Provinsi Jawa
Timur mencapai 4.713.014,67 Ha dan terbagi atas 29 wilayah
kabupaten dan 9 kota, wilayah pesisir dan laut sejauh 12 mil dari garis
pantai, ruang di dalam bumi serta wilayah udara. Batas-batas wilayah
Provinsi Jawa Timur sebagai berikut :
• Sebelah Utara berbatasan dengan Laut Jawa - Pulau Kalimantan
(Provinsi Kalimantan Selatan)
• Sebelah Timur berbatasan dengan Selat Bali - Pulau Bali
• Sebelah Selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia
• Sebelah Barat berbatasan dengan Provinsi Jawa Tengah
2. Letak dan Kondisi Geografis
Provinsi Jawa Timur secara geografis terletak pada 111o 0’
hingga 114o4’ Bujur Timur dan 7o12’ hingga 8o48’ Lintang Selatan.
Panjang bentangan barat-timur sekitar 400 kilometer. Lebar
bentangan utara-selatan di bagian barat sekitar 200 kilometer,
sedangkan di bagian timur lebih sempit, hanya sekitar 60 kilometer.
Madura adalah pulau terbesar di Jawa Timur, dipisahkan dengan
daratan Jawa oleh Selat Madura. Pulau Bawean berada sekitar 150
kilometer sebelah utara Jawa. Di sebelah timur Madura terdapat
gugusan pulau, paling timur adalah Kepulauan Kangean, dan paling
utara adalah Kepulauan Masalembu. Di bagian selatan terdapat dua
pulau kecil, Nusa Barung dan Pulau Sempu.
2. −10−
Kondisi kawasan pada Provinsi Jawa timur terbagi menjadi 4
aspek antara lain : kondisi kawasan tertinggal, kondisi kawasan pesisir,
kondisi kawasan pegunungan dan kondisi kawasan kepulauan.
a. Kondisi Kawasan Tertinggal
Pada dasarnya kawasan tertinggal adalah suatu kawasan yang
tidak mampu memenuhi kebutuhan dirinya sendiri sesuai dengan
standart taraf hidup, disebabkan kemiskinan secara struktural dan
natural. Kemiskinan struktural adalah kemiskinan karena struktur
sosial sedangkan kemiskinan natural karena faktor alam yang tidak
seimbang antara rasio jumlah penduduk dengan daya dukung alam.
Penetapan kawasan tertinggal ditentukan melalui perhitungan
tingkat kemiskinan relative antarkabupaten/kota. Kabupaten/kota
dengan tingkat kemiskinan tertinggi dikategorikan sebagai kawasan
tertinggal. Wilayah yang termasuk kategori kawasan tertinggal
dengan tingkat kemiskinan tertinggi adalah Kabupaten Tuban,
Kabupaten Bojonegoro, Kabupaten Jombang, Kabupaten Pacitan,
Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Bondowoso, Kabupaten
Bangkalan, Kabupaten Sampang, Kabupaten Pamekasan, Kabupaten
Sumenep dan pulau-pulau kecil di sekitarnya.
b. Kondisi Kawasan Pesisir
Wilayah pesisir adalah daerah pertemuan antara darat dan
laut. Ke arah darat wilayah pesisir meliputi bagian daratan, baik
kering maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat
laut, seperti pasang surut, angin laut dan perembesan air asin.
Sedangkan ke arah laut, wilayah pesisir mencakup bagian laut yang
masih dipengaruhi oleh proses alami yang terjadi di darat, seperti
sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan karena
kegiatan manusia di darat, seperti penggundulan hutan dan
pencemaran.
Pesisir bagian utara, selatan dan laut di wilayah Provinsi Jawa
Timur mempunyai hamparan hutan mangrove, padang lamun dan
ekosistem terumbu karang yang mengelilinginya yang harus
dilestarikan. Ketiga ekosistem tersebut memiliki ciri, sifat dan
karakter yang berbeda – beda akan tetapi saling terkait satu sama
lainnya. Hubungan ketiga ekosistem tersebut adalah mutualistik yaitu
3. −11−
di antaranya: mangrove menyediakan makanan/hara bagi padang
lamun sedangkan padang lamun memecah/meredam gelombang dari
lautan sehingga mangrove tumbuh dengan baik karena mangrove
tidak tahan terhadap gelombang yang cukup besar.
Berdasarkan kondisi geografis, wilayah pesisir dan laut Jawa
Timur ke arah daratan sebagian besar merupakan pegunungan dan
perbukitan sehingga kemiringan wilayah pesisirnya relatif tinggi.
Kemiringan rendah (datar) dijumpai pada sebagian kecil wilayah teluk
dan lembah. Ke arah laut wilayah pesisir tersusun oleh pasir, tanah
padas, batu dan karang dengan kemiringan yang relatif tajam.
c. Kondisi Kawasan Pegunungan
Secara umum wilayah Provinsi Jawa Timur merupakan
kawasan subur dengan berbagai jenis tanah seperti Halosen,
Pleistosen, Pliosen, Miosen, dan Kwarter yang dipengaruhi adanya
gunung berapi dan salah satunya adalah gunung tertinggi di Pulau
Jawa yaitu Gunung Semeru. Jajaran pegunungan di Provinsi Jawa
Timur tersebar mulai dari perbatasan di timur dengan adanya
Gunung Lawu, Gunung Kelud, Gunung Semeru, Gunung Bromo,
Gunung Argopuro, Gunung Ijen.
d. Kondisi kawasan Kepulauan
Pulau-pulau kecil di Jawa Timur berada dalam wilayah
administratif Kabupaten Pacitan, Trenggalek, Malang, Jember,
Probolinggo, Banyuwangi, Gresik, Sampang, dan Sumenep. Dari
beberapa wilayah tersebut kawasan yang memiliki pulau terbanyak
adalah Kabupaten Sumenep, berjumlah 69 pulau dan 19 pulau
lainnya yang belum ternamai.
3. Kondisi Topografi
Kondisi topografi Provinsi Jawa Timur terbagi menjadi 2 aspek
antara lain :
a. Kemiringan Lahan
Tingkat kemiringan lahan didapatkan dari perbandingan
ketinggian dari tiap dataran yang ada pada Provinsi Jawa timur yang
disajikan pada gambar 2.1.
4. −12−
Gambar 2. 1 Peta Kemiringan Lahan
Sumber : RTRW Provinsi Jawa Timur
b. Ketinggian Lahan
Secara topografi wilayah daratan Jawa Timur dibedakan
menjadi beberapa wilayah ketinggian, yaitu :
• Ketinggian 0 – 100 meter dpl : meliputi 41,39 % dari seluruh
luas wilayah dengan topografi delatif datar dan bergelombang.
• Ketiggian 100 – 500 meter dpl : meliputi 36,58 % dari luas
wilayah dengan topografi bergelombang dan bergunung.
• Ketinggian 500 – 1000 meter dpl : meliputi 9,49 % dari luas
wilayah dengan kondisi berbukit.
• Ketinggian 1000 – 2000 meter dpl : meliputi 12,55 % dari
seluruh luas wilayah dengan topografi bergunung dan terjal.
4. Kondisi Geologi
secara umum wilayah Provinsi Jawa Timur merupakan kawasan
subur dengan berbagai jenis tanah seperti Halosen, Pleistosen, Pliosen,
Miosen, dan Kwarter yang dipengaruhi adanya gunung berapi, sekitar 20,60
% luas wilayah yaitu wilayah puncak gunung api dan perbukitan gamping
yang mempunyai sifat erosif, sehingga tidak baik untuk dibudidayakan
sebagai lahan pertanian. Sebagian besar wilayah Jawa Timur mempunyai
5. −13−
kemiringan tanah 0-15 %, sekitar 65,49 % dari luas wilayah yaitu wilayah
dataran aluvial antar gunung api sampai delta sungai dan wilayah pesisir
yang mempunyai tingkat kesuburan tinggi dan dataran aluvial di lajur
Kendeng yang subur, sedang dataran aluvial di daerah gamping lajur
Rembang dan lajur Pegunungan Selatan cukup subur.
Kondisi geologi Jawa Timur yang cukup kaya akan potensi
sumberdaya mineral, memiliki sekitar 20 jenis bahan galian yang
mendukung sektor industri maupun konstruksi, yang secara umum
dapat dikelompokkan menjadi empat lajur, yaitu: pertama lajur
Rembang terbentuk oleh batu lempung napalan dan batu gamping
merupakan cekungan tempat terakumulasinya minyak dan gas bumi;
kedua lajur Kendeng terbentuk batu lempung dan batupasir, potensi
lempung, bentonit, gamping; ketiga lajur Gunung Api Tengah terbentuk
oleh endapan material gunung api kuarter, potensi bahan galian
konstruksi berupa batu pecah (bom), krakal, krikil, pasir, tuf; keempat
lajur Pegunungan Selatan terbentuk oleh batu gamping dengan intrusi
batuan beku dan aliran lava yang mengalami tekanan, potensi mineral
logam, marmer, onyx, batu gamping, bentonit, pospat.
5. Kondisi Hidrologi
Kondisi hidrologi Provinsi Jawa Timur terbagi menjadi 3 aspek
antara lain : Daerah aliran sungai, sungai danau dan rawa, debit air.
a. Satuan Wilayah Sungai
Wilayah Jawa Timur memiliki sumber daya air yang cukup
besar yang terdiri dari air permukaan, air tanah dan mata air. Secara
luas wilayah jawa timur terbagi dalam empat satuan wilayah sungai
(SWS) yakni SWS Brantas, SWS Bengawan Solo, SWS Pekalen
Sampean, SWS Maduran dan kepulauan.
Wilayah Sungai Brantas merupakan sungai terpanjang di Jawa
Timur yaitu sepanjang 290,5 km dengan total catchment area
sebesar 12000 Km2 yang memiliki pola percabangan jaringan sungai
Dendritic dengan jumlah sungai 485 sungai. Wilayah Brantas
memiliki kapasitas tampung 505,70 juta m3, di wilayah ini dapat
dialiri baku sawah seluas 306,793 Ha
6. −14−
Wilayah Sungai Bengawan Solo di Jawa Timur memiliki luas
wilayah 1.2842 km2 yang meliputi Kabupaten Trenggalek,
Tulungagung, Kediri, Nganjuk, Jombang, Pacitan, Ponorogo, Madiun,
Magetan, Bojonegoro, Lamongan, Tuban, dan Gresik. Bengawan
Solo memiliki pola percabangan aliran dengan kapasitas tampung
142,45 juta m3 dan luas baku sawah yang dialiri sebesar 258.179 Ha.
Wilayah Sungai Pekalen Sampean memiliki karakteristik
berbeda dengan wilayah sungai yang disebutkan terdahulu yakni
Brantas dan Bengawan Solo. Wilayah ini tidak dihubungkan dengan
sungai panjang yang melintasi seluruh wilayah seperti pada Brantas
maupun Bengawan Solo. Wilayah ini terdiri dari banyak DPS (Daerah
Pengaliran Sungai) kecil yang tersebar di seluruh wilayah. Total
kapasitas tampung yang ada 21,85 juta m2 dengan luas wilayah
16.323 km2. Luas baku sawah yang dialiri di Wilayah Sungai ini
sebesar 3.232.015 Ha.
Wilayah SungaiMadura dan kepulauan, seperti halnya WS
Pekalen Sampean terdiri dari beberapa wilayah sungai-wilayah
sungai yang kecil-kecil yang kebanyakan tersebar di bagian selatan
Madura, sedikitnya 245 sungai. Wilayah Sungai ini secara
keseluruhan memiliki kapasitas tampung 1.000 juta m3, dengan total
luas wilayah 4.887 km2 dan baku sawah yang dialiri mencapai
24.263 Ha.
b. Danau dan Rawa
Danau dan rawa yang terdapat di Jawa Timur seluas 9483,90
Ha dan tersebar di seluruh wilayah sungai, wilayah sungai Brantas
lebih tertata dalam pemanfaatan sumber air dibandungkan wilayah
sungai lainnya. Waduk-waduk tersebut digunakan multi fungsi yakni
sebagai sumber air irigasi, pembangkit listrik (PLTA) maupun
pengelak banjir
6. Kondisi Klimatologi
Apabila dilihat dari iklim/curah hujan pola musim penghujan
berjalan dari bulan november (33,4oC) dan keadaan terendah di bulan
agustus (13.6oC) dengan kelembaban 31 sampai 98 %. Curah hujan di
Jawa Timur dikaitkan dengan tinggi tempat memperlihatkan bahwa
semakin tinggi tempat cenderung semakin tinggi pula curah hujannya,
7. −15−
terutama pada ketinggian lebih dari 500 meter dpl dan kondisi
ketinggian tersebut banyak lokasi dataran tinggi dengan kelerengan
40% maka dengan curah hujan yang tinggi (januari – april) tersebut
diperlukan pelestarian kawasan lindung dan peresapan air tanah untuk
menghindari adanya bencana.
7. Penggunaan Lahan
Penggunaan lahan pada Provinsi Jawa Timur terdiri dari
penggunaan kawasan lindung dan kawasan budidaya. Kawasan lindung
terdiri dari kawasan hutan lindung, kawasan perlindungan setempat,
kawasan cagar alam, suaka alam dan cagar budaya, kawasan rawan
bencana, kawasan lindung geologi. Kawasan budidaya terdiri dari
kawasan hutan produksi, kawasan hutan rakyat, kawasan pertanian,
kawasan perikanan, kawasan industri, kawasan permukiman, kawasan
pariwisata, kawasan pertambangan, kawasan perkebunan, kawasan
peternakan. Yang disajikan luasannya pada tabel 2.1
Tabel 2.1
Tabel Penggunaan Lahan Provinsi Jawa Timur
Eksisting Eksisting
No. Penggunaan Lahan No. Penggunaan Lahan
(Ha) (Ha)
A. KAWASAN LINDUNG B. KAWASAN BUDIDAYA
1 Hutan Lindung 314.720 1 Kawasan Hutan Produksi 815.851
2 Rawa/ Danau/Waduk 10.447 2 Kawasan Hutan Rakyat 361.570
Kawasan Suaka Alam,
3 3 Kawasan Pertanian
Pelestarian Alam
1) Suaka Margasatwa 18.009 1) Pertanian Lahan Basah 911.863
2) Pertanian lahan kering/
2) Cagar Alam 10.958 1.108.627
tegalan/kebun campur
3) Taman Nasional 176.696 4 Kawasan Perkebunan 359.481
4) Taman Hutan Raya 27.868 5 Kawasan Perikanan 60.928
5) Taman Wisata Alam 298 6 Kawasan Industri 7.404
7 Kawasan Pemukiman 595.255
TOTA L 4.779.975
Sumber : RTRW Provinsi Jawa Timur 2011
9. −17−
2.1.1.2 Potensi Pengembangan Wilayah
1. Pertanian
Potensi pengembangan Provinsi Jawa Timur untuk lahan
pertanian di Jawa Timur meliputi pertanian lahan basah, pertanian
lahan kering, dan hortikultura. Perbedaan mendasar dari pertanian
lahan basah dan pertanian lahan kering adalah pertanian lahan basah
sepanjang tahun dapat ditanami padi karena adanya cukup air, baik dari
sawah beririgasi teknis, sawah beririgasi semi teknis, sawah beririgasi
sederhana, sawah pedesaan dan termasuk di dalamnya lahan reklamasi
rawa pasang surut dan non pasang surut. Sedangkan pertanian lahan
kering biasanya tanamannya beragam, saat musim hujan ditanami padi
dan saat kemarau ditanami padi gogo atau palawija, misal : kacang
hijau, kedelai, kacang tanah, ubi kayu. Yang termasuk dalam pertanian
lahan kering adalah tegalan, kebun campur, dan lahan pertanian yang
tidak mendapat layanan irigasi.
Lokasi dari potensi pengembangan wilayah untuk pertanian di
Provinsi Jawa Timur disesuaikan dengan wilayah kondisi geografis dari
masing-masing Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Timur.
2. Perikanan
Potensi pengembangan wilayah untuk kawasan perikanan lebih
dititik beratkan pada perikanan tangkap dan budidaya perikanan. Dalam
menunjang pengembangan ekspor komoditi, pengembangan perikanan
perlu didukung dengan pengembangan pengelolaan pasca panennya
berserta fasilitas penunjangnya yang menunjang kualitas.
Potensi dari pengembangan untuk kawasan perikanan tangkap
dapat dikembangkan dengan pengembangan minapolitan,
pengembangan komoditi perikanan, pengembangan pelabuhan
perikanan nusantara (PPN), pengembangan pelabuhan perikanan
pantai (PPP), dan pengembangan pangkalan pendaratan ikan (PPI).
Lokasi dari pengembangan kawasan perikanan tangkap terdapat pada
seluruh perairan yang berada di Provinsi Jawa Timur.
Sedangkan potensi pengembangan budidaya perikanan di Jawa
Timur dibedakan menjadi perikanan budidaya air payau, budidaya air
tawar, dan budidaya air laut. Sektor perikanan budidaya air payau di
Provinsi Jawa Timur sudah berkembang di kawasan Ujung Pangkah,
Panceng Kabupaten Gresik, dan Sedati di Kabupaten Sidoarjo yang
10. −18−
didominasi oleh budidaya ikan bandeng. Sedangkan wilayah lain yang
memiliki budidaya perikanan tambak benur/udang di Situbondo. Untuk
perikanan air tawar di Provinsi Jawa Timur tersebar di berbagai wilayah
dengan potensi sumber daya air cukup. Pengembangan perikanan darat
dibagi menjadi perikanan kolam, mina padi dan perairan umum.
Perikanan budidaya air laut merupakan potensi dasar provinsi Jawa
Timur yang dapat dikembangkan sebagai penunjang perikanan tangkap,
prospek tersebut dapat memberikan motivasi terhadap nelayan untuk
memberdayakan potensi kelautan di Jawa Timur.
3. Pertambangan
Kawasan pertambangan di wilayah Provinsi Jawa Timur dibagi
menjadi pertambangan mineral, pertambangan minyak dan gas bumi
serta potensi panas bumi. Pertambangan mineral meliputi
pertambangan mineral logam, pertambangan mineral non logam dan
pertambangan batuan, dengan penyebaran pertambangan mineral
logam di wilayah Kabupaten Banyuwangi, Kabupaten Blitar; Kabupaten
Jember; Kabupaten Lumajang; Kabupaten Malang; Kabupaten Pacitan;
Kabupaten Trenggalek; dan Kabupaten Tulungagung. Sedangkan
pertambangan mineral non logam dan pertambangan batuan tersebar
di seluruh wilayah kabupaten di Jawa Timur. Adapun potensi
pengembangan kawasan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi berlokasi
pada Wilayah Kerja Minyak dan Gas, sedangkan untuk potensi panas
bumi terdapat pada lokasi-lokasi yang berada didaerah pegunungan di
Jawa Timur, sebagaimana terlihat pada peta berikut.
12. −20−
4. Industri
Kawasan peruntukan industri di Provinsi Jawa Timur meliputi:(1)
kawasan peruntukan industri, yang terdiri dari kawasan industri
kecil/rumah tangga, kawasan industri agro; dan (2) kawasan industri
yang terdiri dari kawasan industri ringan, kawasan industri berat dan
kawasan industri petrokimia. Pengembangan kawasan peruntukan
industri di Provinsi Jawa Timur seluas kurang lebih 19.742 Ha atau
0,41% dari luas Jawa Timur. Lokasi dari potensi pengembangan dari
industri terdapat pada masing-masing Kabupaten/Kota di Jawa Timur.
5. Pariwisata
Kawasan pengembangan pariwisata di Provinsi Jawa Timur dibagi
dalam: kawasan wisata alam, kawasan wisata budaya, kawasan wisata
buatan/taman rekreasi dan kawasan wisata lainnya. Pengembangan
potensi untuk Kawasan Pariwisata di Jawa Timur dikembangkan melalui
empat koridor pengembangan, yakni pengembangan koridor A dengan
pusat pelayanan wisata di Kota Surabaya, koridor B dengan pusat
pelayanan wisata di Kabupaten Magetan, koridor C dengan pusat
pelayanan wisata di Kabupaten Pacitan dan Kota Malang, serta koridor
D dengan pusat pelayanan wisata di Kabupaten Banyuwangi, Situbondo
dan Probolinggo.
2.1.1.3 Wilayah Rawan Bencana
Kawasan rawan bencana alam merupakan kawasan yang
diindikasikan sebagai kawasan yang sering terjadi bencana. Di wilayah
Provinsi Jawa Timur, kawasan rawan bencana dikelompokkan dalam
kawasan rawan bencana tanah longsor, kawasan rawan bencana
gelombang pasang, kawasan rawan bencana banjir dan kawasan rawan
bencana kebakaran hutan dan angin kencang.
1. Kawasan Rawan Bencana Longsor
Tanah longsor merupakan salah satu jenis gerakan massa tanah
atau batuan, ataupun percampuran keduanya, menuruni atau keluar
lereng akibat dari terganggunya kestabilan tanah atau batuan penyusun
lereng tersebut. Kriteria penetapan kawasan rawan tanah longsor
menurut PP No 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah
Nasional adalah kawasan berbentuk lereng yang rawan terhadap
13. −21−
perpindahan material pembentuk lereng berupa batuan, bahan
rombakan, tanah, atau material campuran.
Ada 6 jenis tanah longsor, yakni: longsoran translasi, longsoran
rotasi, pergerakan blok, runtuhan batu, rayapan tanah, dan aliran
bahan rombakan. Jenis longsoran translasi dan rotasi paling banyak
terjadi di Indonesia. Sedangkan longsoran yang paling banyak
memakan korban jiwa manusia adalah aliran bahan rombakan.
Kawasan rawan bencana longsor pada Provinsi Jawa Timur adalah
kawasan sekitar lereng pegunungan dengan kemiringan 25%-40%.
2. KawasanRawan Gelombang Pasang
Menurut PP No 26 Tahun 2008 Tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Nasional kriteria kawasan rawan gelombang pasang adalah
kawasan sekitar pantai yang rawan terhadap gelombang pasang
dengan kecepatan antara 10 sampai dengan 100 kilometer per jam
yang timbul akibat angin kencang atau gravitasi bulan atau matahari.
Kawasan rawan gelombang pasang di Provinsi Jawa Timur
berada di kawasan sepanjang pantai di wilayah Jawa Timur baik yang
berbatasan dengan Laut Jawa, Selat Bali, Selat Madura, Samudera
Hindia dan di kawasan kepulauan.
3. Kawasan Rawan Banjir
Banjir adalah suatu keadaan sungai, dimana aliran sungai tidak
tertampung oleh palung sungai, sehingga terjadi limpasan dan atau
genangan pada lahan yang semestinya kering. Menurut PP No 26 Tahun
2008 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, kriteria kawasan
rawan banjir adalah kawasan yang diidentifikasikan sering dan/atau
berpotensi tinggi mengalami bencana alam banjir. Lokasi dengan potensi
banjir yang paling tinggi terdapat pada Kabupaten Gresik dan Kabupaten
Lamongan terutama pada wilayah yang dilewati oleh sungai Bengawan
Solo.
4. Kawasan Rawan Kebakaran Hutan dan Angin Kencang
Kawasan rawan bencana kebakaran hutan dan angin kencang di
Jawa Timur meliputi kawasan di Gunung Arjuno, Gunung Kawi, Gunung
Welirang dan Gunung Kelud dan kawasan-kawasan dengan potensi
angin puting beliung.
14. −22−
5. Kawasan Rawan Bencana Alam Geologi
Kawasan rawan bencana alam geologi di Provinsi Jawa Timur
meliputi kawasan rawan bencana letusan gunung berapi, kawasan
rawan gempa bumi, kawasan rawan bencana tsunami dan kawasan
rawan luapan lumpur.
6. Kawasan Rawan Bencana Gunung Berapi
Menurut PP No 26 Tahun 2008 Tentang Rencana Tata Ruang
Wilayah Nasional, kriteria penetapan kawasan rawan letusan gunung
berapi meliputi:
• wilayah di sekitar kawah atau kaldera; dan/atau
• wilayah yang sering terlanda awan panas, aliran lava, aliran lahar
lontaran atau guguran batu pijar dan/atau aliran gas beracun.
Kawasan rawan letusan gunung berapi merupakan kawasan yang
sering dan atau mempunyai potensi terancam bahaya letusan gunung
api baik secara langsung maupun tidak langsung yang meliputi daerah
terlarang, daerah bahaya I, dan daerah bahaya II. Kawasan rawan
letusan gunung berapi di Jawa Timur berada pada lereng gunung berapi
yang masih aktif.
7. Kawasan Rawan Gempa Bumi
Gempa bumi berlaku setiap hari di bumi, tetapi umumnya
berskala kecil, sehingga tidak menyebabkan kerusakan. Gempa bumi
yang kuat mampu menyebabkan kerusakan dan kehilangan nyawa yang
besar melalui beberapa cara termasuk retakkan pecah (fault rupture),
getaran bumi (gegaran) banjir disebabkan oleh tsunami, lempengan
pecah, berbagai jenis kerusakan muka bumi kekal seperti tanah runtuh,
tanah lembik, dan kebakaran atau perlepasan bahan beracun. Kriteria
kawasan rawan gempa menurut PP No 26 Tahun 2008 Tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional adalah kawasan yang berpotensi
dan/atau pernah mengalami gempa bumi dengan skala VII sampai
dengan XII Modified Mercally Intensity (MMI).
Di Provinsi Jawa Timur Lokasi Gempa berdasarkan Skala Modified
Mercalli Intensity (MMI adalah wilayah bagian Selatan yakni Kabupaten
Tulungagung, KabupatenTrenggalek, Kabupaten Blitar, Kabupaten
Malang, Kabupaten Jember dan Kabupaten Banyuwangi bagi selatan.
15. −23−
8. Kawasan Rawan Tsunami
Penetapan wilayah rawan tsunami didasarkan pada angka
kejadian di masa lalu serta keberadaan lempeng tektonik. Berdasarkan
kondisi geologi, selain kaya akan sumberdaya alam wilayah selatan
Jawa juga merupakan daerah dengan tingkat kerawanan yang tinggi
terhadap bencana alam, seperti rawan gempa tektonik dan vulkanik
disepanjang “ring of fire” dari Sumatra – Jawa – Bali – Nusa Tenggara –
Banda – Maluku yang berdampak terhadap adanya bencana tsunami.
• Di wilayah Jawa Timur wilayah rawan gempa utamanya pada pantai
selatan Jawa Timur,Resiko besar tsunami, meliputi:Kabupaten
Banyuwangi, Kabupaten Jember, Kabupaten Pacitan, Kabupaten
Trenggalek.
• Resiko sedang tsunami, meliputi:Kabupaten Malang bagian selatan,
Kabupaten Blitar selatan, Kabupaten Lumajang, Kabupaten
Tulungagung.
Untuk daerah rawan tsunami , ditetapkan daerah bahaya 1
dengan jarak 3.500 meter dari garis pasang tertinggi. Permukiman
dikembangkan berada di belakang daerah bahaya 1 dan penataan
daerah bahaya 1.
9. Kawasan Luapan Lumpur
Kawasan luapan lumpur meliputi area terdampak dari bahaya
luapan lumpur, polusi gas beracun, dan penurunan permukaan tanah
(land subsidence) di wilayah Kabupaten Sidoarjo.
2.1.1.4 Kondisi Demografi
Berdasarkan Hasil Sensus Penduduk 2010 (SP 2010) di Jawa Timur
menunjukkan bahwa jumlah penduduk Jawa Timur sebesar 37.476.011
jiwa, terdiri dari penduduk laki-laki sebesar 18.488.290 jiwa dan penduduk
perempuan 18.987.721 jiwa. Dibandingkan dengan Provinsi lainnya, Jawa
Timur merupakan provinsi dengan penduduk terbesar ke dua di Indonesia
setelah Jawa Barat yang sebesar 43.1170.260 jiwa. Jumlah penduduk
disetiap Kabupaten/Kota pada tahun 2010 sangat bervariasi, dari yang
tertinggi Kota Surabaya dengan jumlah penduduk 2.765.908 jiwa dan
terendah yaitu Kota Mojokerto dengan jumlah penduduk sebesar 120.132
jiwa.
16. −24−
Sejak tahun 2000 – 2010/selama sepuluh tahun terakhir laju
pertumbuhan penduduk Jawa Timur per tahun sebesar 0,75 persen.
Seluruh Kabupaten/Kota, kecuali Kabupaten Lamongan, laju pertumbuhan
penduduknya mengalami peningkatan. Laju pertumbuhan penduduk
tertinggi sebesar 2,21 persen dimiliki oleh Kabupaten Sidoarjo, sementara
Kabupaten/Kota yang memiliki tingkat laju pertumbuhan penduduk
terendah adalah Kabupaten Ngawi sebesar 0,05 persen, bahkan Kabupaten
Lamongan tumbuh minus 0,02 persen
2.1.1.5 Posisi RTRW Provinsi Jawa Timur dan RTRW Kabupaten/Kota
RTRW Provinsi Jawa Timur sudah mendapatkan persetujuan
substansi dari Kementerian Pekerjaan Umum pada tanggal 20 Desember
2010. Pada saat ini posisi RTRW Provinsi Jawa Timur berada pada proses
pembahasan Raperda dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Jawa
Timur sebelum disampaikan laporan kepada Menteri Dalam Negeri untuk
dilakukan evaluasi.
Untuk RTRW Kabupaten/Kota statusnya masih didalam proses untuk
pengajuan Raperda yang nantinya akan diperdakan. Dari 38
Kabupaten/Kota yang sudah mendapatkan Nomor Rekomendasi dari
Gubernur sudah 35 Kabupaten/Kota, tanpa Kota Surabaya, Kabupaten
Sumenep, dan Kabupaten Jember. Sedangkan sampai saat ini posisi dari
RTRW Kabupaten/Kota yang statusnya sudah perda baru 8 (delapan)
Kabupaten dan 2 (dua) kota yaitu Kabupaten Bangkalan, Kabupaten Blitar,
Kabupaten Jombang, Kabupaten Lumajang, Kabupaten Malang, Kabupaten
Pacitan, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Sidoarjo, Kota Malang dan Kota
Probolinggo.
2.1.2 Aspek Kesejahteraan Masyarakat
2.1.2.1 Fokus Kesejahteraan dan Pemerataan Ekonomi
1. Pertumbuhan PDRB
Pada tahun 2006 perekonomian Jawa Timur sebesar 5,80 persen,
sedikit melambat dibandingkan tahun 2005 sebagai dampak terjadinya
kenaikan harga BBM. Sektor perdagangan, hotel dan restoran tumbuh
paling cepat dibandingkan sektor lainnya, yaitu sebesar 9,63 persen, diikuti
oleh sektor pertambangan dan penggalian, sektor keuangan, sewa dan jasa
perusahaan, serta sektor pengangkutan dan komunikasi yang masing-
17. −25−
masing sebesar 8,41 persen, 7,49 persen, dan 7,37 persen. Sementara itu
sektor pertanian dan sektor industri pengolahan sebagai sektor yang
dominan di Jawa Timur, hanya tumbuh sebesar 3,96 persen dan 3,09
persen.
Tabel 2.2
Pertumbuhan PDRB Sektoral Atas Dasar Harga Konstan 2000
Tahun 2006-2010 (persen)
Sektor 2006 2007 2008 2009) 2010*)
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
1 Pertanian 3,96 3,14 3,12 3,92 2,23
2. Pertambangan & Penggalian 8,41 10,35 9,31 6,92 9,18
3. Industri Pengolahan 3,09 4,77 4,36 2,80 4,32
4. Listrik,Gas & Air Bersih 4,09 13,70 3,00 2,72 6,43
5. Konstruksi 1,43 1,21 2,71 4,25 6,64
6. Perdagangan, Hotel & Restoran 9,63 8,39 8,07 5,58 10,67
7. Pengangkutan & Komunikasi 7,37 7,83 8,98 12,98 10,07
Keuangan, Sewa, & Jasa
8. 7,49 8,40 8,05 5,30 7,27
Perusahaan
9. Jasa-jasa 5,37 5,77 6,32 5,76 4,34
PDRB 5,80 6,11 5,94 5,01 6,68
Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur
Keterangan : * ) Angka Diperbaiki
Pengaruh kenaikan harga BBM pada tahun 2005-2006 mulai berkurang
pada tahun 2007, sehingga tahun 2007 perekonomian Jawa Timur nampak
meningkat dengan tumbuh sebesar 6,11 persen. Sektor listrik, gas, dan air
bersih tercatat mengalami pertumbuhan paling tinggi, yaitu sebesar 13,70
persen, diikuti sektor pertambangan dan penggalian, sektor keuangan, sewa,
dan jasa perusahaan serta sektor perdagangan, hotel, dan restoran masing-
masing sebesar 10,35 persen, 8,40 persen dan 8,39 persen. Sedangkan sektor
industri pengolahan dan sektor pertanian yang masih menjadi penyumbang
terbesar kedua dan ketiga dalam perekonomian Jawa Timur hanya mampu
tumbuh 4,77 persen dan 3,14 persen.
Krisis keuangan global yang terjadi pada semester II tahun 2008
berpengaruh pada melambatnya perekonomian Jawa Timur tahun 2008,
sebesar 5,94 persen. Tercatat tiga sektorbesaryaitu sektor perdagangan, hotel
dan restoran, sektor industri pengolahan dan sektor pertanian mengalami
perlambatan pertumbuhan. Sektor-sektor yang masih mengalami pertumbuhan
tinggi adalah sektor pertambangan dan penggalian, sektor pengangkutan dan
komunikasi, sektor perdagangan, hotel dan restoran, dan sektor keuangan,
18. −26−
sewa, dan jasa perusahaan masing-masing tumbuh sebesar 9,31 persen, 8,98
persen, 8,07 persen, dan 8,05 persen.
Dampak krisis keuangan global yang terjadi pada tahun 2008 berlanjut
hingga tahun 2009, ekspor komoditas unggulan Jawa Timur ke luar negeri
menurun tajam, sehingga pertumbuhan ekonomi melambat. Pada tahun 2009
perekonomian Jawa Timur hanya mampu tumbuh sebesar 5,01 persen, dimana
sebagian besar sektor ekonomi juga tumbuh melambat. Beberapa sektor yang
masih mengalami pertumbuhan tinggi adalah sektor pengangkutan dan
komunikasi, sektor pertambangan dan penggalian, sektor jasa-jasa masing-
masing tumbuh sebesar 12,98 persen, 6,92 persen, dan 5,76 persen. Sektor-
sektor andalan Jawa Timur seperti sektor perdagangan, hotel dan restoran,
sektor industri pengolahan dan sektor pertanian masing-masing hanya tumbuh
sebesar 5,58 persen, 2,80 persen dan 3,92 persen. Sementara sektor lainnya
rata-rata masih tumbuh pada level 2 sampai 4 persen.
Memasuki tahun 2010, perekonomian Jawa Timur membaik seiring
dengan membaiknya kondisi perekonomian global, sehingga pertumbuhan
ekonomi Jawa Timur mencapai 6,68 persen, pertumbuhan tertinggi selama
lima tahun terakhir. Tingginya pertumbuhan ekonomi Jawa Timur ini terutama
didukung oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran yang tumbuh sebesar
10,67 persen. Membaiknya kondisi perekonomian global memberi dampak
terhadap membaiknya daya beli masyarakat yang mendorong sektor
perdagangan, baik perdagangan luar negeri maupun perdagangan antar
wilayah. Sektor pengangkutan dan komunikasi, sektor pertambangan dan
penggalian, serta sektor keuangan, sewa dan jasa perusahaan tercatat
mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi, masing-masing sebesar 10,07
persen; 9,18 persen, dan 7,27 persen. Sementara itu, sektor industri
pengolahan dan sektor pertanian tumbuh masing-masing sebesar 4,32 persen
dan 2,23 persen.
2. Laju Inflasi Jawa Timur Tahun 2006 – 2010
Gambar 2.5 Laju inflasiJawa Timur
Laju Inflasi Jawa Timur dan Nasional
Tahun 2006-2010 dalam lima tahun terakhir masih
9.66 11.06
tergolong dalam kategori rendah,
6.59 6.96
6.76 6.60 6.96
6.48
masih dibawah 2 digit. Kondisi
3.62
2.78
yang cukup rawan hanya terjadi
pada tahun 2008 dengan laju
2006 2007 2008 2009 2010
Jatim Nasional
Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur
19. −27−
inflasi cukup tinggi yaitu 9,66 persen akibat naiknya harga BBM seiring dengan
tidak terkendalinya harga minyak dunia. Walaupun kenaikan BBM di tahun
2008 tersebut sempat dikoreksi di penghujung tahun, namun multiplier effects
akibat kenaikan tersebut sudah terlanjur terjadi sehingga inflasi hampir
menembus dua digit.
Memasuki tahun 2009
Gambar 2.6
sebenarnya sudah terlihat Inflasi Bulanan Jawa Timur
Tahun 2006-2010
tanda-tanda akan rendahnya 3
inflasi. Sisa andil akibat 2
2
penurunan BBM pada bulan
1
Desember 2008 masih berlanjut
1
di bulan Januari 2009 sehingga 0
Jan Peb Mar Apr Mei Juni Juli Agt Sept Okt Nop Des
inflasi Januari 2009 yang -1
2006 2007 2008
-1 2009 2010
biasanya cukup tinggi karena Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur
naiknya harga bahan makanan
terdorong deflasi 0,05 persen.
Pada tahun 2010, Jawa Timur hanya mengalami sekali inflasi,
yaitu pada bulan Maret sebesar 0,21. Bayang-bayang tingginya inflasi
terlihat setelah Pemerintah
Gambar 2.7
Kumulatif Inflasi Ibukota Provinsi mengumumkan naiknya biaya
di Pulau Jawa dan Jawa Timur Tahun 2010 Jasa Perpanjangan STNK dan
naiknya Tarif Dasar Listrik
khusus bagi pelangga 1200
7.11 7.38 7.33
6.96
6.21 6.18 6.96
VA keatas pada bulan Juli dan
4.53
Agustus. Inflasi mencapai
antiklimaks setelah pada
bulan Desember laju kenaikan
Jakarta Serang Bandung harga beras dan cabe
Semarang Yogyakarta Surabaya
Jawa Timur Nasional menjadi tidak terbendung
Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur
akibat faktor cuaca sehingga
mengakibatkan inflasi 1,02
persen. Komulatif inflasi
Tahun 2010 ditutup sebesar 6,96 persen, angka yang sama dengan
inflasi nasional.
Dibandingkan dengan inflasi ibukota provinsi di Pulau Jawa,
inflasi Jawa Timur masih lebih rendah dari inflasi Semarang, Yogyakarta
dan Surabaya, namun lebih tinggi dari inflasi Jakarta, Serang dan
Bandung. Hal serupa terjadi pula dengan inflasi nasional yang
besarannya tidak berbeda dengan inflasi Jawa Timur.Diantara ibukota
20. −28−
provinsi di pulau Jawa, inflasi tertinggi terjadi Yogyakarta sebesar 7,38
persen dan terendah terjadi di Bandung sebesar 4,53 persen.
Dilihat dari penyebabnya, dalam kurun waktu lima tahun
terakhir, laju inflasi Jawa Timur lebih banyak dipengaruhi oleh adanya
kebijakan pemerintah yang terkait dengan harga seperti naiknya harga
cukai rokok, naiknya harga premium dan solar, konversi energi yang
berdampak naiknya harga minyak tanah, naiknya tarif air minum,
naiknya harga gas elpiji dan yang terakhir adalah naiknya biaya jasa
perpanjangan STNK dan tarif dasar listrik.
Disamping itu, laju inflasi lima tahun terakhir juga dipengaruhi
oleh naiknya harga beberapa komoditas utama seperti beras, cabe
rawit, minyak goreng, gula pasir dan emas perhiasan yang belum dapat
dikendalikan harganya oleh pemerintah serta terus meningkatnya biaya
sekolah-sekolah swasta.
Khusus di tahun 2010, lonjakan harga beras, cabe rawit, minyak
goreng dan emasperhiasan serta naiknya biaya jasa perpanjangan STNK
dan naiknya tarif dasar listrik merupakan pendorong utama terjadinya
inflasi disamping naiknya harga bumbu-bumbuan seperti bawang merah
dan bawang putih dan naiknya biaya SLTA sebagaimana terlihat pada
Tabel 2.3
Tabel 2.3
10 Komoditas Pendorong Utama Inflasi Jawa Timur
Tahun 2006-2010 (%)
3.
Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur
4. PDRB Per Kapita Jawa Timur Tahun 2006 – 2010
PDRB sebagai salah satu indikator makro ekonomi di Jawa
Timur, dalam kurun waktu lima tahun terakhir ini selalu menunjukkan
peningkatan. Selanjutnya jika besaran PDRB tersebut diberi penimbang
21. −29−
dengan jumlah penduduk, karena penduduk merupakan pelaku
pembangunan yang menghasilkan output (PDRB), akan diperoleh angka
PDRB perkapita.
Di dalam Tabel 2.4 dapat dilihat perkembangan PDRB per kapita
Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) berturut-turut menunjukkan
peningkatan. Peningkatan PDRB per kapita disebabkan karena
pertumbuhan PDRB ADHB yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan
pertumbuhan penduduk. Pada tahun 2006 PDRB perkapita Jawa Timur
mencapai Rp. 12,87 juta, kemudian meningkat menjadiRp. 14,55 juta
pada tahun 2007. Selanjutnya meskipun pada tahun 2008 gaung Krisis
Keuangan Global sudah mulai mendunia, PDRB perkapita Jawa Timur
masih terus meningkat yaitu sebesar Rp. 16,75 juta (2008) dan tahun
2009 meningkat lagi menjadi Rp. 18,42 juta. Kondisi perekonomian
yang membaik pada tahun 2010, memberikan dampak meningkatnya
PDRB perkapita menjadi Rp 20,77 juta.
Tabel 2.4
PDRB Per Kapita Jawa Timur Atas Dasar Harga Berlaku
Tahun 2006 - 2010
Uraian 2006 2007 2008 2009*) 2010**)
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
1. PDRB Atas Dasar Harga Berlaku 472.287 536.982 621.392 686.848 778.456
(Miliar Rupiah)
2. Jumlah Penduduk Pertengahan 36.691 36.896 37.095 37.286 37.476
Tahun (Ribu jiwa)
3. PDRB Per Kapita (Ribu Rupiah) 12.872 14.554 16.751 18.421 20.772
Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur
Keterangan : * ) Angka Diperbaiki
**) Angka Sementara
5. INDEKS GINI RATIO TAHUN 2009 – 2010
Berdasarkan nilai gini rasio, tingkat ketimpangan rata-rata
konsumsi per kapita di Jawa Timur 2009-2010 masuk dalam kategori
rendah (kurang dari 0,36). Nilai gini rasio tahun 2010 sebesar 0,31,
meningkat dibandingkan tahun 2009 yang nilainya 0,29, naik 0,02 poin.
Kondisi ini seperti terlihat pada kurva Lorenz (Gambar 4.5.) tahun 2009-
2010, kurva tahun 2009 memiliki luas area lebih kecil dibanding luas
area tahun 2010 (kurva terhadap garis diagonal). Menunjukkan bahwa
kurva bergerak semakin menjauhi garis kemerataan sempurna. Dengan
22. −30−
demikian, kenaikan rata-rata konsumsi per kapita selama 2009-2010,
walaupun berada di bawah tingkat kenaikan harga (Inflasi), justru
menyebabkan meningkatnya ketimpangan dalam distribusi konsumsi.
Pergeseran tersebut terjadi karena berkurangnya share di kuintil 5,
sedangkan kuintil 3 dan 4 mengalami peningkatan. Sedangkan pada
kuintil bawah, kuintil 1 mengalami peningkatan, sedangkan kuintil 2
mengalami penurunan share.
Tabel 2.5
Persentase Total Rata-rata Konsumsi per Kapita Sebulan menurut
Status Wilayah dan Kuintil Penduduk
Tahun/ Kuintil Penduduk 2009-2010 Konsumsi
di Jawa Timur berdasarkan Gini
Wilayah (Kota/Desa) 1 2 3 4 5 Rasio
Kota 7,98 12,13 15,76 21,46 42,68 0,31
2009 Desa 9,38 14,20 17,99 21,65 36,78 0,25
Kota+Desa 8,18 12,73 15,94 21,04 42,13 0,29
Kota 8,78 12,44 15,99 21,24 41,55 0,30
2010 Desa 10,88 14,42 17,38 21,45 35,87 0,23
Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur
23. −31−
Gambar 2.8
Kurva Lorenz Kumulatif Penduduk dan Pengeluaran (Persen) di
Jawa Timur 2009-2010
100,00
90,00
80,00
Kumulatif Pengeluaran (Persen)
70,00
2009
60,00
50,00
2010
40,00
30,00
20,00
10,00
0,00
0,00 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 60,00 70,00 80,00 90,00 100,00
Kumulatif Penduduk (Persen)
Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur
Terjadinya penurunan ketimpangan selama 2009-2010 ini
terutama terjadi di wilayah pedesaan, yang turun sebesar 0,02 poin,
sedangkan penurunan di wilayah perkotaan hanya sebesar 0,01 poin.
Walaupun nilai gini rasio pada wilayah perkotaan dan perdesaan, masuk
dalam ketimpangan rendah, namun terdapat perbedaan sebesar 0,07
poin antara wilayah perkotaan dan perdesaan di tahun 2010. Perbedaan
ini semakin meningkat dibandingkan tahun 2009, yang memiliki
perbedaan sebesar 0,06 poin. Ini menjadi indikasi bahwa wilayah
perdesaan memiliki kecenderungan lebih cepat menuju tingkat
pemerataan sempurna.
Pola perubahan share konsumsi antar kuintil, berbeda antara
wilayah perkotaan dan perdesaan. Pada wilayah perkotaan terjadi
pergeseran kuintil 4 dan 5, menuju kuintil di bawahnya. Sedangkan di
24. −32−
wilayah perdesaan terdapat kecenderungan kuintil 1 dan 2 semakin
mendekati share kuintil 3, dan juga terjadi penurunan share pada kuintil
4 dan 5. Situasi ini yang mengindikasikan kemerataan di perdesaan
akan lebih cepat dibandingkan perkotaan.
Gambar 2.9
Kurva Lorenz Kumulatif Penduduk dan Pengeluaran (Persen) menurut
Wilayah di Jawa Timur 2010
PerkotaanPerdesaan Perkotaan+Pedesaan
100,00
90,00
80,00
Kumulatif Pengeluaran (Persen)
70,00
60,00
50,00
40,00
30,00
20,00
10,00
0,00
0,00 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 60,00 70,00 80,00 90,00 100,00
Kumulatif Penduduk (Persen)
Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur
Tidak semua wilayah dengan tingkat rata-rata konsumsi per kapita sebulan yang tinggi memiliki
tingkat ketimpangan yang tinggi juga. Seperti dalam gambar 3.7, Kabupaten/Kota yang berada
dalam wilayah area hijau walaupun memiliki rata-rata konsumsi per kapita sebulan tinggi, namun
memiliki tingkat ketimpangan yang relatif rendah, jika dibandingkan situasi Provinsi Jawa Timur,
terutama untuk Kota Probolinggo dan Batu.
6. Pemerataan Pendapatan Versi Bank Dunia Tahun 2007 – 2010
Pada periode 2007 – Tabel 2.6
Persentase Distribusi Pengeluaran Penduduk
2010, ketimpangan pemerataan Jawa Timur Tahun 2007 – 2010
pendapatan versi Bank Dunia di 40 % 40 % 20 %
Tahun
bawah menengah atas
(1) (2) (3) (4)
Jawa Timur, cenderung
2007 19,83 36,70 43,47
mengalami perbaikan. Artinya 2008 19,92 36,86 43,22
2009 19,86 37,59 42,55
ketimpangan pendapatan 2010 19,73 38,46 41,81
Keterangan: Data tahun 2006 tidak tersedia
Sumber: BPS Provinsi Jawa Timur
25. −33−
lambat laun mengecil seiring pertumbuhan ekonomi yang semakin
membaik. Penduduk yang mempunyai pendapatan berkategori 20
persen ke atas pada tahun 2007 dapat menikmati kue ekonomi
sebanyak 43,47 persen bergerak mengecil masing-masing 43,22 persen
(2008); 42,55 persen (2009) dan 41,81 persen (2010). Sedangkan
untuk yang berpendapatan 40 persen menengah dan 40 persen ke
bawah semakin banyak yang dapat menikmati kue pembangunan.
Dengan demikian kesenjangan semakin menurun, dan semakin
dirasakannya kue ekonomi di tingkat pendapatan yang lebih bawah.
Pada tahun 2007, penduduk yang berpendapatan 40 persen ke
bawah semakin dapat menikmati hasil geliatekonomi dari 19,83 persen
menjadi 19,92 persen (2008); 19,86 persen (2009) dan 19,73 persen
(2010). Berdasarkan skala kesenjangan yang telah ditetapkan, karena
penduduk yang berpendapatan 40 persen ke bawah menikmati hasil
kegiatan ekonomi di atas nilai 17 persen, maka ketimpangan
pendapatan yang terjadi selama kurun waktu 2006 – 2010 itu termasuk
kategori ketimpangan pendapatan rendah.
7. Perbandingan Relatif Antar Daerah
Untuk mengetahui tingkat kesejahteraan masyarakat dalam
lingkup provinsi dapat dilihat dari keterbandingan angka PDRB per
kapita kabupaten/kota dengan rata-rata provinsi. Pemerintah daerah
dalam mendorong tingkat kesejahteraan masyarakat dapat
menggunakan acuan perbandingan relatif untuk memacu daerahnya
berada minimal pada level rata-rata provinsi atau bahkan lebih baik lagi
di atas level rata-rata provinsi.
Tabel 2.6 menunjukkan pengelompokan daerah yang dibagi
berdasarkan 3 kategori :
(i) Kabupaten/kota dengan PDRB per kapita nomor urut 1 sampai 7
adalah kabupaten/kota berkategori PDRB per kapita tinggi;
(ii) Kabupaten/kota dengan PDRB per kapita nomor urut 8 sampai 27
adalah kabupaten/kota berkategori PDRB per kapita sedang;
(iii) Kabupaten/kota dengan PDRB per kapita nomor urut 28 sampai 38
adalah kabupaten/kota berkategori PDRB per kapita rendah.
Output daerah yang terus diupayakan peningkatannya melalui
optimalisasi sumberdaya atau potensi daerah dalam kurun waktu lima
26. −34−
tahun yaitu tahun 2006-2010 sedikit demi sedikit mulai nampak hasilnya
walaupun tidak signifikan.
Tampak dari tabel tersebut bahwa posisi kabupaten/kota pada
masing-masing kategori dari tahun ke tahun mengalami perubahan
tetapi posisi the biggest three masih ditempati kab/kota yang sama,
yaitu Kota Kediri, Kota Surabaya dan Kota Malang.
Kabupaten/kota dengan PDRB yang sebagian besar ditopang oleh
sektor industri, sektor perdagangan, hotel dan restoran serta Sektor
Jasa-jasa cenderung menempati posisi di atas rata-rata Jawa Timur
seperti yang terjadi di Kota Kediri, Kota Surabaya, Kota Malang,
Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Gresik, Kota Mojokerto dan Kota
Probolinggo. Tujuh daerah yang masuk kategori ber PDRB per kapita
tinggi ini sulit digeser oleh daerah-daerah lain di Jawa Timur.
Kabupaten Tulungagung, Kota Batu, Kabupaten Banyuwangi, dan Kota
Madiun walaupun posisinya selama 5 tahun tetap namun masih berada
di bawah posisi rata-rata Jawa Timur.
27. −35−
Tabel 2.7
Urutan Keterbandingan Relatif PDRB per Kapita Kabupaten/Kota
terhadap PDRB per Kapita di Jawa Timur (Juta Rp.)
Tahun 2006 – 2010
No. 2006 2007 2008 2009*) 2010**)
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
01. Kota Kediri 151,20 Kota Kediri 165,69 Kota Kediri 188.06 Kota Kediri 209,30 Kota Kediri 242,26
02. Kota Surabaya 46,92 Kota Surabaya 53,72 Kota Surabaya 62.31 Kota Surabaya 68,76 Kota Surabaya 74,78
03. Kota Malang 24,49 Kota Malang 27,71 Kota Malang 32.17 Kota Malang 34,78 Kota Malang 39,29
04. Kab. Sidoarjo 23,02 Kab.Sidoarjo 25,62 Kab.Sidoarjo 28.90 Kab. Sidoarjo 31,27 Kab. Gresik 34,43
05. Kab. Gresik 20,57 Kab.Gresik 23,27 Kab.Gresik 26.67 Kab. Gresik 29,45 Kab. Sidoarjo 32,53
06. Kota Mojokerto 16,28 Kota Mojokerto 18,37 Kota Mojokerto 21.14 Kota Mojokerto 23,44 Kota Mojokerto 25,13
07. Kota Probolinggo 14,05 Kota Probolinggo 15,73 Kota Probolinggo 17.77 Kota Probolinggo 19,10 Kota Probolinggo 22,58
Provinsi Jawa Timur 12,87 14,55 16,75 18,42 20,77
08. Kab. Tulungagung 11,23 Kab. Tulungagung 12,65 Kota Madiun 14,67 Kota Madiun 16,17 Kota Madiun 19,38
09. Kota Madiun 11,17 Kota Madiun 12,65 Kab.Tulungagung 14,60 Kab. Tulungagung 16,09 Kab. Tulungagung 18,18
10. Kota Pasuruan 10,55 Kota Pasuruan 11,84 KotaPasuruan 13,47 Kota Batu 14,89 Kota Batu 16,90
11. Kota Batu 10,17 Kota Batu 11,61 Kota Batu 13,44 Kota Pasuruan 14,88 Kab. Banyuwangi 16,71
12. Kab. Banyuwangi 10,08 Kab. Banyuwangi 11,41 Kab. Banyuwangi 13,30 Kab. Banyuwangi 14,82 Kota Pasuruan 15,76
13. Kab. Mojokerto 9,55 Kab. Mojokerto 10,77 Kab.Tuban 12,48 Kab. Tuban 13,85 Kab. Bojonegoro 15,66
14. Kab. Probolinggo 9,44 Kab. Probolinggo 10,77 Kab.Probolinggo 12,37 Kab. Probolinggo 13,65 Kab. Tuban 15,15
15. Kab. Tuban 9,31 Kab. Tuban 10,69 Kab.Mojokerto 12,29 Kab. Mojokerto 13,45 Kab. Mojokerto 15,09
16. Kab. Lumajang 8,86 Kab. Lumajang 9,96 Kab.Situbondo 11,41 Kab. Situbondo 12,55 Kab. Probolinggo 14,82
17. Kab. Situbondo 8,80 Kab. Situbondo 9,93 Kab.Lumajang 11,39 Kab. Lumajang 12,52 Kab. Lumajang 14,36
18. Kab. Malang 8,61 Kab. Malang 9,77 Kab.Malang 11,24 Kab. Bojonegoro 12,39 Kab. Malang 13,72
19. Kab. Blitar
29. −37−
Keempat kabupaten/kota itu masuk kategori ber PDRB per Kapita
sedang bersama 16 kabupaten/kota lainnya : Kota Pasuruan, Kabupaten
Bojonegoro, Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Tuban, Kabupaten
Mojokerto, Kabupaten Situbondo, Kabupaten Lumajang, Kabupaten
Malang, Kabupaten Blitar, Kota Blitar, Kabupaten Magetan, Kabupaten
Sumenep, Kabupaten Jombang, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten
Jember, Kabupaten Nganjuk. Sedangkan yang berkategori PDRB
perkapita rendah adalah Kabupaten Kediri, Kabupaten Madiun,
Kabupaten Ngawi, Kabupaten Lamongan, Kabupaten Ponorogo,
Kabupaten Bangkalan, Kabupaten Bondowoso, Kabupaten Trenggalek,
Kabupaten Sampang, Kabupaten Pamekasan dan Kabupaten Pacitan.
8. Indeks Disparitas Wilayah Jawa Timur Tahun 2006 - 2010
Output daerah yang merupakan representasi dari kekayaan
daerah dan kesejahteraan masyarakat adalah dua hal yang berbeda,
pertanyaanya apakah ada kaitan antara kekayaan daerah (regional
prosperity) dan kesejahteraan masyarakat (community welfare) di suatu
daerah. Asumsi bahwa tingkat kekayaan daerah yang tinggi juga akan
berdampak terhadap tingginya kesejahteraan masyarakat di daerah
tersebut memerlukan gambaran kondisi disparitas regional. Rendahnya
ketimpangan regional dalam hal kesejahteraan masyarakat merupakan
hasil dari kebijakan pemerataan pembangunan antar daerah
(equalization policy) yang dijalankan pemerintah, terutama melalui
instrumen fiskal (fiscal policy) seperti transfer dari pusat, transfer antar
daerah dan kebijakan lain.
Tingkatkesenjangan ekonomi antar wilayah di suatu wilayah
umumnya berfluktuasi seiring dengan tingkat perubahan PDRB per
kapitanya. Melebar atau
Tabel 2.8
Indeks Williamson Jawa Timur menyempitnya kesenjangan itu
Tahun 2006-2010 dipengaruhi oleh kondisi sosial
Indeks ekonomi masyarakat. Selain itu, juga
Tahun Perubahan
Williamson sangat dipengaruhi oleh kreatifitas
(1) (2) (3)
2006 115,87 -0,60050 Pemerintah Daerah dalam
2007 115,34 -0,45741 memanfaatkan segala potensi yang
2008 115,26 -0,06936
ada untuk meningkatkan output
)
2009* 115,85 0,51189
)
daerah. Kondisi tersebut
2010** 115,14 -0,61286
tergambarkan pada indeks
Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur
Keterangan : * ) Angka Diperbaiki
**) Angka Sementara Williamson (baca : Indeks
30. −38−
Kesenjangan) dengan PDRB per kapita sebagai tolak ukur penghitungan.
Kesenjangan ekonomi antar kabupaten/kota di Jawa Timur yang
ditunjukkan dengan Indeks Disparitas Williamson dalam periode tahun
2006 – 2010 mengalami kemajuan yang signifikan dengan indeks yang
cenderung menurun. Pada tahun 2006 indeks kesenjangan bernilai
115,87 atau terjadi penurunan sebesar -0,60 persen, indeks pada tahun
2007 sebesar 115,34 atau mengalami penurunan sebesar -0,46 persen.
Adanya kenaikan harga BBM mulai 24 Mei 2008 serta terjadi
krisis global menyebabkan perlambatan pertumbuhan ekonomi
dibandingkan tahun 2007. Tetapi perlambatan ekonomi pada tahun 2008
itu belum begitu terasa, karena tingkat kesenjangan di Jawa Timur yang
ditunjukkan dengan nilai indeks Disparitas Williamson mengalami
penurunan sebesar -0,07 persen atau mempunyai indeks 115,26.
Kenaikan BBM dan krisis finansial khususnya di negara-negara Eropa dan
Amerika yang dikenal sebagai subprime mortgage sangat terasa pada
tahun 2009. Pertumbuhan ekonomi melambat dari 5,94 pada tahun 2008
menjadi 5,01 persen pada tahun 2009, dan indeks Williamsonpun juga
melebar dari 115,26 pada tahun 2008 menjadi 115,85 atau mengalami
pelebaran sebesar 0,51 persen. Beruntungnya, dampak dari krisis
finansial tersebut tidak berlanjut pada tahun 2010. Selain karena sudah
berpengalaman dalam menghadapi situasi krisis sebagaimana yang
terjadi pada tahun 1998, fundamental ekonomi dalam negeri jauh lebih
baik dibanding tahun 1998, maka Jawa Timur kembali mengalami
pertumbuhan ekonomi yang siginifikan. Apalagi Jawa Timur sangat
mengandalkan sektor riil, dan berbeda struktur perekonomiannya
dibanding Jakarta yang sangat mengandalkan sektor perbankan yang
notabene sangat rentan terhadap krisis finansial. Pada tahun 2010
pertumbuhan ekonomi Jawa Timur mampu mencapai 6,67 persen,
merupakan tertinggi selama lima tahun terakhir. Pertumbuhan pada
tahun 2010 ini cukup berkualitas karena indeks kesenjangan wilayahnya
menurun menjadi 115,14 atau terjadi penurunan -0,61 persen dibanding
tahun sebelumnya.
9. Persentase Penduduk Di Atas Garis Kemiskinan Di Jawa Timur
Tahun 2006 – 2010
Pembangunan yang telah dilakukan selama ini telah memberikan
andil yang cukup besar dalam proses terciptanya kesejahteraan
masyarakat. Hal ini tidak dapat dipungkiri karena lebih dari 78 persen
31. −39−
penduduk selama kurun waktu
Gambar 2.10
Persentase Penduduk Diatas Garis Kemiskinan lima tahun terakhir, telah
Di Jawa Timur Tahun 2006-2010
dapat memenuhi kebutuhan
84.74 minimumnya. Pada tahun
83.32
2006 persentase penduduk di
81.49
80.02 atas garis kemiskinan di Jawa
78.91
Timur mencapai 78,91 persen
dan naik terus menjadi 84,74
2006 2007 2008 2009 2010 persen pada tahun
Sumber : BPS, Susenas dan PPLS
2010.Perkembangan
persentase penduduk di atas garis kemiskinan dalam kurun waktu 5
tahun tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.10.
10. Angka Kriminalitas Yang Tertangani
Data dari Kepolisian Daerah (Polda) Jatim selama tahun 2009,
angka tindak kriminalitas di Jawa Timur mengalami penurunan yang
sangat signifikan daripada Tahun 2008. Dari data kepolisian mulai kurun
waktu Januari s/d Desember 2009 mengalami penurunan dari crime
sedang tahun 2008 mencapai 48,129.
Jadi pada Tahun 2009 angka kriminalitas secara umum
mengalami penurunan dari 48,129 pada tahun 2008 dan 2009 mencapi
41,166 kasus. Sehingga pada tahun 2009 mengalami penurunan sebesar
6.958 kasus (40 %), dibandingkan 2008.
Data kriminal untuk Surabaya sebanyak 2.105 kasus, Besuki
sebanyak 1.970 kasus, Malang 1.243 kasus, Madiun sebanyak 500 kasus,
Kediri sebanyak 646 kasus. Sedangkan yang mengalami kasus tindak
kriminalitas sedikit yaitu Polwil Madura mencapi 106 kasus dan Polwil
Bojonegoro sebanyak 24 kasus.
Sedangkan pada Tahun 2010 ini tercatat angka kriminalitas di
Jawa Timur mengalami penurunan dari 45.270 kasus pada Tahun 2009
menjadi 11.507 kasus. Dengan data bulan Januari sampai Desember
tersebut berarti jumlah kriminalitas pada Tahun 2010 mengalami
penurunan 25,4 %. Hal ini tidak terlepas dari langkah-langkah yang
dilakukan oleh pihak kepolisian yang rutin melakukan operasi dan
menempatkan personil di jalan-jalan raya maupun daerah permukiman.
Berdasarkan data, penurunan terjadi di Kesatuan Polresta Surabaya pada
Tahun 2010 sebanyak 5.925 kasus yaitu terdiri dari Kediri 1.740 kasus,
Besuki 1.497 kasus, Bojonegoro 1.245 kasus, Madiun 863 kasus, Polda
Jatim 388 kasus.
32. −40−
Tabel 2.9
Data kriminalitas bulan Januari s/d Juni 2010
Jajaran polda jatim
NO URAIAN JAN PEB MAR APRIL MEI JUNI
1 Crime total 3.463 3.122 3.168 3.116 3.175 3.044
2 Crime clearance 2.675 2.257 2.271 2.678 2.749 2.589
3 Clearance rate 77,25% 72,29% 77,23% 85,94% 86,58% 85,05%
4 Crime clock 0:12'53" 0:14'18" 0:12'50" 0:14'20" 0:14'4" 0:14'40"
5 Crime rate 9 8 9 8 9 9
Jumlah Penduduk 38.696.100 38.696.100 38.696.100 38.696.100 38.696.100 38.696.100
Sumber Data : Polda Jatim
Data crime indeks Tahun 2010,pencurian dengan pemberatan
(Curat) sebanyak 3.484, pencurian dengan kekerasan (Curas) sebanyak
872, ranmor sebanyak 1.252 serta judi sebanyak 3.764.
Sementara itu kasus korupsi yang masuk pada tahun 2010
sebanyak 19 kasus, sedangkan yang sudah selesai sebanyak 37 kasus
dimana yang di P-21 sebanyak 23 kasus, surat pemberhentian
penyidikan (SP-3) 10 kasus.
Untuk premanisme sebanyak 153 kasus yang diungkap street
crime sebanyak 201 kasus, perjudian 525 kasus traffiking sebanyak 4
kasus, narkotika sebanyak 125 kasus, lelang loging 45 kasus, ilegal masy
4 kasus dan korupsi 1 kasus.
Tabel 2.10
Data : Crime Indeks 11 Kasus (Pengamat Khusus)
Tahun 2008 S/D Bulan September 2010
NO LOKASI TAHUN 2008 TAHUN 2009 TAHUN 2010
1 TABES 12.230 10.778 7.152
2 MALANG 4.286 5.672 6.469
3 BESUKI 4.599 4.236 2.861
4 KEDIRI 4.805 3.258 2.753
5 MADIUN 1.840 1.454 2.092
6 BOJONEGORO 3.409 2.744 2.632
7 MADURA 321 950 1.112
JUMLAH 29.511 29.293 25.056
Sumber data : Polda Jatim
Angka kriminalitas berdasarkan data kepolisian Surabaya
mengalami penurunan. Pada semester pertama tahun 2010 tercatat
sebanyak 927 kasus. Angka ini lebih kecil jika dibandingkan dengan tindak
pidana kriminal pada tahun 2009 lalu yang tercatat hingga 2.246 kasus.
11. PerkembanganKinerja Perbankan Umum Di Jawa Timur
Pelaksanaan fungsi intermediasi bank umum di Jatim pada awal
tahun 2011 secara umum berjalan dengan lancar dan menunjukkan
perkembangan positif. Dibandingkan triwulan sebelumnya, kinerja
33. −41−
pertumbuhan (qtq) total aset dan penyaluran kredit masih mampu
tumbuh stabil dengan pencapaian kinerja pertumbuhan yang cukup
tinggi, sedangkan kinerja penghimpunan DPK cenderung melambat.
Sementara itu, jika dianalisa secara tahunan ketiga indikator utama bank
umum tercatat tumbuh lebih tinggi dibandingkan triwulan IV-2010
maupun periode yang sama di tahun 2010.
Tabel 2.11
Gambar 2.11 Gambar 2.12
Pertumbuhan kredit secara triwulanan yang lebih tinggi
dibandingkan pertumbuhan DPK menyebabkan peningkatan Loan to
Deposit Ratio (LDR) pada periode laporan, dari 71,96% menjadi 74,61%.
Berdasarkan kelompok bank, rasio LDR tertinggi masih didominasi oleh
kelompok Bank Pemerintah (100,42%), sementara kelompok bank
swasta dan bank asing cenderung memiliki rasio lebih rendah, yaitu
56,03% dan 64,82%.
34. −42−
Dalam rangka mendorong fungsi intermediasi perbankan, Bank
Indonesia melalui Peraturan Bank Indonesia (PBI) No.12/19/PBI/2010
tanggal 4 Oktober 2010 menetapkan ketentuan mengenai perhitungan
besaran Giro Wajib Minimum (GWM) yang dikaitkan dengan rasio LDR
suatu Bank, kebijakan ini berlaku per 1 Maret 2011. Dalam ketentuan ini,
besaran GWM Rupiah bank umum terdiri atas GWM primer (8%), GWM
sekunder (2,5%) dan GWM LDR yang merupakan tambahan GWM yang
harus dialokasikan bank pada saat nilai LDR bank berada diluar range
(batas atas dan batas bawah) yang telah ditetapkan (78%-100%).
Secara makro LDR target adalah cerminan kebutuhan kredit yang
diperlukan untuk menopang pertumbuhan ekonomi, sedangkan secara
mikro; LDR target ditetapkan dengan mempertimbangkan kondisi
likuiditas dan LDR Perbankan. Sehingga secara umum, penerapan GWM
LDR bertujuan agar bank mengoptimalkan penyaluran kreditnya pada
sektor riil, namun dengan tetap mengacu pada prinsip kehati-hatian.
Gambar 2.13Gambar 2.14
12. DanaPihak Ketiga (DPK)
Setelah mencatat pertumbuhan yang cukup baik di akhir tahun
2010, kinerja pertumbuhan DPK yang dihimpun oleh industri bank umum
di Jatim pada periode Tw I-2011 cenderung melambat. Sepanjang
periode laporan, DPK meningkat Rp.1,9 triliun atau tumbuh 0,89% (qtq)
dan 12,24% (yoy) menjadi Rp.217,01 triliun. Berdasarkan jenisnya,
perlambatan ini didorong oleh minimnya pertumbuhan simpanan
tabungan dan deposito pada triwulan laporan. Simpanan deposito hanya
tumbuh 0,41% (qtq), bahkan simpanan tabungan mencatat kontraksi
sebesar -0,71%(qtq). Namun demikian kedua jenis simpanan ini masih
35. −43−
mendominasi DPK dengan proporsi yang cukup tinggi, yaitu masing-
masing sebesar 41,56% dan 40,92%.
Gambar 2.15 Gambar 2.16
Di sisi lain, simpanan giro yang mempunya proporsi lebih rendah
(17,52%) menunjukkan pertumbuhan yang cukup tinggi, baik secara
triwulanan maupun tahunan. Hal ini khususnya seiring dengan
peningkatan transaksi dunia usaha serta tidak lepas dari siklus tahunan
peningkatan dana rekening giro untuk belanja pemerintah di bank umum
yang masih cukup tinggi dan belum terealisir di awal tahun.
Gambar 2.17 Gambar 2.18
Sementara itu, terbatasnya pertumbuhan DPK yang berlangsung
pada beberapa periode terakhir selain diyakini terkait dengan faktor
tingkat suku bunga simpanan yang relatif rendah, juga dipengaruhi oleh
cukup banyaknya pilihan instrumen simpanan sekaligus investasi diluar
perbankan yang menawarkan return menarik, sehingga masyarakat
mendapatkan banyak pilihan dalam penempatan dananya. Namun di sisi
lain, rendahnya suku bunga ini diharapkan mampu menjadi salah satu
pendorong penyaluran kredit kepada masyarakat, mengingat suku bunga
DPK merupakan salah satu variable pembentuk suku bunga kredit.
36. −44−
Rendahnya suku bunga DPK diharapkan dapat mendorong efisiensi biaya
bunga kredit, sehingga pada akhirnya akan meningkatkan penyaluran
kredit kepada masyarakat.
Gambar 2.19
13. Kredit
Pertumbuhan penyaluran kredit oleh bank umum di Jatim pada
triwulan laporan mencapai 22,17% (yoy), ini merupakan angka
pertumbuhan tertinggi setelah terjadinya krisis perekonomian global di
tahun 2008. Dengan angka pertumbuhan tersebut, maka
outstanding/baki debet kredit yang disalurkan oleh bank umum di Jatim
kepada masyarakat dan dunia usaha sampai dengan akhir Tw I-2011
mencapai Rp.161,92 triliun. Kondisi perekonomian yang cukup stabil dan
kondusif menjadi salah satu pendorong peningkatan permintaan kredit di
Jatim, sehingga dari sisi perbankan kondisi ini dimanfaatkan sebagai
momentum yang tepat untuk melakukan ekspansi kredit.
Gambar 2.20 Gambar 2.21
37. −45−
Berdasarkan jenisnya, kredit di Jatim masih di dominasi oleh
kredit produktif yaitu kredit modal kerja yang mencapai Rp.95,80 triliun
atau sebesar 59,16% dari total kredit secara keseluruhan, disusul oleh
kredit konsumsi (27,39%) dan kredit investasi (13,44%). Pertumbuhan
kredit paling tinggi pada periode ini terjadi pada kredit investasi yang
tercatat sebesar 14,70% (qtq) atau 28,92% (yoy), sementara kredit
modal kerja dan konsumsi cenderung tumbuh stabil. Cukup besarnya
alokasi penyaluran kredit untuk kegiatan produktif menjadi salah satu
cerminan peran perbankan di Jatim dalam melaksanakan fungsi
intermediasinya guna mendorong aktivitas dunia usaha, yang diharapkan
dapat semakin memperbesar multiplier effect pada pertumbuhan
perekonomian di Jatim.
Gambar 2.22 Gambar 2.23
Gambar 2.24Gambar 2.25
Berdasarkan sektor ekonomi, penyaluran kredit bank umum
paling besar disalurkan kepada sektor-sektor yang mendominasi struktur
perekonomian di Jatim, yaitu sektor Industri serta sektor Perdagangan
Hotel dan restoran (PHR) dengan proporsi masing-masing sebesar
27,32% dan 24,64%. Sementara itu, dilihat dari angka pertumbuhannya,
penyaluran kredit kepada sektor angkutan dan komunikasi, sektor PHR,
38. −46−
sektor industri pengolahan mencatat pertumbuhan tertinggi, masing-
masing sebesar 24,48%, 22,36%, dan 18,14% (yoy). Tingginya
penyaluran kredit pada ketiga sektor ini turut mengkonfirmasi tingginya
pertumbuhan masing-masing sektor tersebut pada perhitungan
pertumbuhan ekonomi Jatim di Tw I-2011.
Gambar 2.26Gambar 2.27
Gambar 2.28Gambar 2.29
Tingginya pertumbuhan kredit pada periode ini juga diiringi
dengan peningkatan jumlah kredit yang tidak terserap (undisbursed
loans) dibandingkan dengan periode yang sama di tahun 2010. Tercatat
nilai undisbursed loan pada posisi akhir Tw.I-2011 sebesar 7,86% dari
total plafon kredit yang disediakan, atau sebesar Rp.17,51 triliun, kondisi
ini cenderung meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya dan periode
yang sama tahun 2010, dimana pada saat itu rasio undisbursed loans
terhadap total kredit mesing-masing sebesar 7,34% dan 5,02%.
Berdasarkan jenisnya, undisbursed loan tertinggi terdapat pada kredit
modal kerja yang mencapai 11,89% dari plafon kredit yang telah
disetujui oleh bank umum, sedangkan penyaluran kredit konsumsi dan
39. −47−
investasi cenderung terserap lebih baik, sesuai dengan plafon yang telah
disetujui. Sementara itu, kenaikan suku bunga acuan BI rate sebesar
0,25 bps (basis points) pada bulan Februari 2011 direspon perbankan
dengan menaikkan suku bunga kredit dengan kisaran yang beragam.
Kenaikan suku bunga kredit tertinggi terjadi pada kredit konsumi, disusul
oleh kredit modal kerja dengan tingkat kenaikan yang relatif lebih
rendah, sedangkan suku bunga kredit investasi pada periode ini cukup
stabil.
Dalam rangka meningkatkan transparansi mengenai karakteristik
produk perbankan (manfaat, biaya dan risiko), meningkatkan good
governance dan mendorong persaingan yang sehat dalam industri
perbankan melaluiterciptanya disiplin pasar (market discipline) yang
lebih baik, Bank Indonesia telah menerbitkan Surat Edaran
No.13/5/DPNP tanggal 8 Februari 2011 guna mewajibkan bank-bank
umum untuk melakukan transparansi informasi mengenai aspek
perhitungan dan penetapan suku bunga untuk kredit, khususnya Suku
Bunga Dasar Kredit/SBDK (prime lending rate). Ketentuan ini mulai
diberlakukan kepada bank umum konvensional yang beraset diatas
Rp.10 triliun per 31 Maret 2011.
SBDK merupakan hasil perhitungan dari 3 (tiga) komponen yaitu
(1) harga pokok dana untuk kredit (HPDK), (2) biaya overhead yang
dikeluarkan Bank dalam proses pemberian kredit, dan (3) marjin
keuntungan (profit margin) yang ditetapkan untuk aktivitas perkreditan,
namun didalamnya belum memperhitungkan komponen premi risiko
individual nasabah Bank. SBDK tersebut dihitung secara per tahun dalam
bentuk persentase (%), dan merupakan suku bunga terendah yang
digunakan sebagai dasar bagi bank dalam penentuan suku bunga kredit
yang dikenakan kepada debitur. Perhitungan SBDK yang wajib
dilaporkan kepada Bank Indonesia dan dipublikasikan kepada
masyarakat mencakup 3 (tiga) jenis kredit yaitu kredit korporasi, kredit
ritel, dan kredit konsumsi (KPR dan Non KPR), tidak termasuk
penyediaan dana melalui kartu kredit dan kredit tanpa agunan.
14. Kredit Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM)
Sebagai upaya pemberdayaan perekonomian masyarakat yang
bergerak di sektor Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), penyaluran
kredit perbankan pada kelompok usaha ini menjadi hal penting yang
perlu ditingkatkan guna memperkuat kemampuan ekspansi sektor usaha
40. −48−
mikro kecil menengah, sehingga menjadi pendorong perekonomian Jawa
Timur serta memperluas lapangan kerja. Terkait dengan hal ini, Bank
Indonesia di wilayah Jawa Timur (Surabaya, Malang, Kediri, Jember)
bersama Pemerintah Daerah berupaya untuk memfasilitasi serta
menyusun kebijakan – kebijakan yang mendorong peningkatan
penyaluran kredit UMKM, seperti pendirian lembaga penjaminan kredit
daerah (PT. Jamkrida Jatim), Pendirian APEX BPR, serta optimalisasi
keberadaan Konsultan Keuangan Mitra Bank (KKMB) guna melakukan
pendampingan kepada usaha mikro yang feasible untuk memperoleh
pembiayaan dari perbankan.
Upaya lain yang dilakukan oleh Bank Indonesia Surabaya dalam
mendorong perkembangan UMKM adalah melalui pengengembangan
beberapa klaster komoditas potensial melalui pola kemitraan. Beberapa
klaster yang telah dikembangkan antara lain klaster alas kaki di Kab.
Mojokerto, klaster rumput laut di Kab. Sumenep Madura, dan yang saat
ini sedang dikembangkan adalah klaster Sapi Potong di wilayah Kab.
Bojonegoro.
Gambar 2.30Gambar 2.31
Sampai dengan akhir periode laporan, penyaluran total kredit
UMKM1 di Jawa Timur mencapai Rp.59,19 triliun atau sebesar 36,56%
dari total kredit secara keseluruhan. Berdasarkan jenisnya, realisasi
penyaluran kredit UMKM secara nominal didominasi oleh kelompok
usaha kecil dan usaha menengah dengan baki debet masing-masing
mencapai Rp.25,31 triliun (42,76%) dan Rp.24,86 triliun (42%),
sementara itu terkait dengan plafon kredit usaha mikro yang relatif lebih
rendah dibandingkan plafon kredit usaha kecil dan menengah, maka
secara nominal baki debet kredit kepada kelompok usaha mikro
cenderung lebih rendah, yaitu sebesar Rp.9,01 triliun atau 15,23% dari
total kredit UMKM yang disalurkan. Namun demikian, jika dianalisa dari
41. −49−
jumlah rekening/debiturnya, penyaluran kredit mikro masih
mendominasi, dengan proporsi mencapai 72% dari total debitur kredit
UMKM sebanayak 1.145.949 debitur yang memperoleh kredit UMKM dari
perbankan.
15. Kredit Usaha Rakyat (KUR)
Keberadaan KUR yang bertujuan untuk memberikan akses
pembiayaan bagi UMKM, khususnya usaha mikro yang feasible namun
belum bankable dalam pelaksanaannya di Jawa Timur menunjukkan
perkembangan yang menggembirakan. Berdasarkan data Kementerian
Koordinator Perekonomian RI, realisasi penyaluran KUR oleh 7 bank
umum penyalur KUR di Jawa Timur (BRI, BNI, Mandiri, Mandiri Syariah,
BTN dan Bukopin, Bank Jatim) sejak program ini diluncurkan di tahun
2008 hingga Tw I-2011 mencapai Rp.6,05 triliun dengan 734.030
nasabah atau sebesar 15% dari realisasi KUR nasional. Kondisi ini
membawa provinsi Jatim pada urutan pertama daerah penyaluran KUR
secara nasional. Sampai dengan akhir periode laporan, outstanding/ baki
debet KUR di Jatim tercatat sebesar Rp.3 triliun, dengan didominasi oleh
penyaluran kredit kepada kelompok usaha mikro/ KUR Mikro (plafon s/d
Rp. 20 juta) yang mencapai 97%, sementara selebihnya merupakan
nasabah kategori KUR retail (Plafon diatas Rp. 20 juta).
Gambar 2.32 Gambar 2.33
Penyaluran KUR yang merupakan koordinasi antara pemerintah
dengan perbankan diharapkan menjadi salah satu langkah efektif
pemberdayaan UMKM di Indonesia. Untuk itu, dalam rangka lebih
mengoptimalkan kinerja penyaluran KUR yang sudah berlangsung
dengan cukup baik di Jatim, Bank Indonesia Surabaya, Pemerintah
Provinsi Jawa Timur bersama dengan 7 Bank penyalur KUR di Jatim
42. −50−
berupaya untuk terus melakukukaan sinergi guna merumuskan strategi
peningkatan penyaluran KUR di Jatim. Disamping mengupayakan
intensifikasi penyaluran KUR dengan melakukan pemasaran yang intens,
KBI Surabaya bersama bank penyalur KUR di Jatim melakukan beberapa
kegiatan sosialisasi kepada masyarakat mengenai alternatif keberadaan
pembiayaan kepada UMKM, seperti berbagai kredit program, KUR serta
informasi lain mengenai produk kredit perbankan sehingga masyarakat
dapat memperoleh gambaran mengenai akses pembiayaan untuk
usahanya.
2.1.2.2 Fokus Kesejahteraan Sosial
Pembangunan daerah bidang kesejahteraan sosial terkait dengan
upayameningkatkan kualitas manusia dan masyarakat Jawa Timur yang
tercermin pada angkamelek huruf, angka rata-rata lama sekolah, angka
partisipasi kasar, angka pendidikanyang ditamatkan, angka partisipasi murni,
angka kelangsungan hidup bayi, angka usiaharapan hidup, persentase
penduduk yang memiliki lahan, dan rasio penduduk yangbekerja.
1. Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
Angka IPM yang dihasilkan dalam analisis ini bertujuan untuk
melihat perbandingan/posisi pembangunan manusia antar
kabupaten/kota di seluruh Indonesia. Penghitungan IPM Jawa Timur
dalam analisis ini memakai standar harga Jakarta Selatan. Oleh karena
itu angka IPM menurut kabupaten/kota yang dihasilkan dari penyusunan
laporan IPM ini dapat dibandingkan dengan kabupaten/kota dan provinsi
lain.
Secara umum angka IPM di Jawa Timur selama periode 2009 -
2010 menunjukan kenaikan. Pada tahun 2009 nilainya 71,06, dan
selanjutnya meningkat menjadi 71,55 pada tahun 2010. Dari hasil
penghitungan IPM tahun 2010, diperoleh gambaran bahwa 19
Kabupaten/Kota mempunyai IPM lebih baik daripada IPM Jawa Timur,
sedangkan 19 kabupaten lainnya memiliki nilai IPM di bawah angka IPM
Jawa Timur. Nilai IPM tertinggi dicapai oleh Kota Blitar sebesar 77,28
sedangkan urutan kedua ditempati Kota Surabaya dengan nilai IPM
71.18 dan urutan ketiga adalah Kota Malang sebesar 77,10. Urutan
terendah IPM adalah Kabupaten Sampang dengan nilai 59,58, angka ini
43. −51−
lebih baik jika dibandingkan dengan angka tahun sebelumnya yang
hanya sebesar 58,68.
Secara garis besar, nilai IPM di tiap kabupaten/kota mengalami
kenaikan dari angka tahun 2009 hingga 2010 walaupun tidak
menunjukkan kenaikan yang drastis. Hal ini dikarenakan adanya
berbagai program pemerintah baik provinsi maupun Kabupaten/kota
untuk meningkatkan angka IPM, seperti program di bidang kesehatan,
pendidikan maupun ekonomi dan peningkatan kualitas sarana prasarana
masyarakat lainnya. Keberhasilan program tersebut juga tergantung
pada pola pikir masyarakat setempat dalam pemanfaatan sarana
tersebut.
Tabel 2.12
Perkembangan Angka IPMTahun 2009-2010 di Jawa Timur
IPM
No. Kabupaten/Kota Naik (+)/Turun (-)
2009 2010
Kabupaten
1 Pacitan 71,45 71,91 0,46
2 Ponorogo 69,75 70,34 0,59
3 Trenggalek 72,72 73,21 0,49
4 Tulungagung 72,93 73,29 0,36
5 Blitar 73,22 73,62 0,4
6 Kediri 71,33 71,72 0,39
7 Malang 70,09 70,55 0,46
8 Lumajang 67,26 67,79 0,53
9 Jember 64,33 64,87 0,54
10 Banyuwangi 68,36 68,81 0,45
11 Bondowoso 62,11 62,79 0,68
12 Situbondo 63,69 64,23 0,54
13 Probolinggo 62,13 62,79 0,66
14 Pasuruan 66,84 67,57 0,73
15 Sidoarjo 75,88 76,33 0,45
16 Mojokerto 72,93 73,3 0,37
17 Jombang 72,33 72,73 0,4
18 Nganjuk 70,27 70,74 0,47
19 Madiun 69,28 69,83 0,55
20 Magetan 72,32 72,72 0,4
21 Ngawi 68,41 68,82 0,41
22 Bojonegoro 66,38 66,84 0,46
23 Tuban 67,68 68,25 0,57
24 Lamongan 69,03 69,63 0,6
25 Gresik 73,98 74,37 0,39
44. −52−
IPM
No. Kabupaten/Kota Naik (+)/Turun (-)
2009 2010
26 Bangkalan 64 64,52 0,52
27 Sampang 58,68 59,58 0,9
28 Pamekasan 63,81 64,41 0,6
29 Sumenep 64,82 65,3 0,48
Kota
71 Kediri 75,68 76,17 0,49
72 Blitar 76,98 77,28 0,3
73 Malang 76,69 77,1 0,41
74 Probolinggo 73,73 74,09 0,36
75 Pasuruan 73,01 73,35 0,34
76 Mojokerto 76,43 76,67 0,24
77 Madiun 76,23 76,48 0,25
78 Surabaya 76,82 77,18 0,36
79 Batu 73,88 74,35 0,47
Jawa Timur 71,06 71,55 0,49
Gambar 2.34
Indeks Pembangunan Manusia 2010
Ngawi
Madiun Jombang
Nganjuk Mojokerto
Magetan
Pasuruan
Kediri
Ponorogo
Blitar
Malang
2.1.2.3 Fokus Seni Budaya Dan Olah Raga
1. Seni Budaya Daerah
Pelestarian seni budaya tradisi merupakan milik masyarakat dan
sepenuhnya menjadi tanggungjawab masyarakat. Pemerintah harus
mampu memfasilitasi serta mengakomodasi kebutuhan masyarakat
dalam upaya melestarikan seni budaya tradisi yang tumbuh,
berkembang dan menjadi bagian dari masyarakat. Dalam hal ini
pemerintah daerah dan masyarakat harus menyediakan ruang, tempat
dan waktu bukan hanya untuk seniman dan budayawan dalam