Advertisement
Social Marketing Produk Karawo Menembus Pasar Dunia.pdf
Social Marketing Produk Karawo Menembus Pasar Dunia.pdf
Social Marketing Produk Karawo Menembus Pasar Dunia.pdf
Social Marketing Produk Karawo Menembus Pasar Dunia.pdf
Advertisement
Social Marketing Produk Karawo Menembus Pasar Dunia.pdf
Upcoming SlideShare
Katalog Sebagai Media Promosi UMKM Koelon Kalie Krobokan SemarangKatalog Sebagai Media Promosi UMKM Koelon Kalie Krobokan Semarang
Loading in ... 3
1 of 5
Advertisement

More Related Content

Advertisement

Social Marketing Produk Karawo Menembus Pasar Dunia.pdf

  1. Social Marketing Mendorong Karawo Mendunia Dr. Aryanto Husain (4 Februari 2023) Produk Kerajinan vs Produk Seni Karawo adalah produk kerajinan sulaman benang khas Gorontalo. Kata karawo berasal dari kata “Mokarawo” yang artinya mengiris atau melubangi. Di awal kemunculannya pada abad ke-18, karawo dikerjakan oleh perempuan Desa untuk mengisi waktu kosong. Produknya berupa bahan pakaian putih yang digunakan untuk melayat dan ta’ziah atau ke masjid. Menjelang tahun 1970-an animo masyarakat untuk menggunakan karawo semakin berkembang dengan kreatifitas yang juga semakin meningkat. Saat ini Karawo sudah digunakan sebagai busana resmi kantor maupun pesta. Karawo adalah hand- made, keunikannya ada pada proses pengerjaan. Proses pengirisan, pencabutan benang hingga proses penyulamannya membutuhkan waktu, kesabaran, keuletan dan ketelitian. Proses dan keunikan ini menjadikan Karawo tidak sekedar produk kerajinan tapi menjadi produk ekonomi kreatif (ekraf) yang benilai seni tinggi yang bisa menembus pasar dunia (Karawo is an Art). Karawo memiliki potensi yang sangat tinggi di bidang fesyen; yang bersama kuliner dan kriya menjadi penyumbang terbesar pada PDB Indonesia. Saat ini produk fesyen yang sudah menembus dunia antara lain Batik dan kain tenun khas Sasak dan kain Ulos Batak.1 Jumlah pengrajin karawo semakin meningkat seiring makin populernya kain sulaman ini. Data Dinas Koperasi, Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Gorontalo menunjukan dari 94.829 UMKM, 879 diantaranya adalah unit usaha yang bergerak di bidang Karawo, dengan jumlah pengrajin 3.582 orang. Unit-unit usaha Karawo ini melakukan penjualan mencapai Rp. 10 milyar sepanjang 2017. Peminat karawo tidak hanya orang lokal tapi juga dari luar daerah bahkan turis mancanegara. Pada 2015, sekitar 202 wisatawan manca negara yang datang berlibur di pulau pasir putih Saronde memborong habis kain dan kipas yang terbuat dari karawo yang 1 Pada tahun 2020, sektor Ekraf menyumbang Rp 1.100 triliun terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia. Dari 17 subsektor ekraf, produk kuliner, fesyen, dan kriya menjadi penyumbang terbesar pada PDB Indonesia. https://www.kompas.com/tren/read/2021/09/04/090300465/5-produk-ekraf-indonesia-yang-berhasil-go-international- kamu-sudah-punya-.
  2. dijajakan pedagang lokal.2 Meskipun demikian, kontribusi perdagangan Karawo dalam perekonomian Gorontalo belum signifikan. BPS melaporkan sektor perdagangan besar dan eceran tumbuh 3,78% di atas sektor pertanian yang bertumbuh 1,78%. Pertumbuhan produk perdagangan dan UMKM masih didominiasi produk kuliner. Kedepan dengan berbagai upaya promosi dan pengembangan produk, Karawo diharapkan menjadi salah satu produk UMKM yang bisa meningkatkan kontribusi share sektor perdagangan dan jasa dalam PDRB Provinsi Gorontalo. Image “Ndeso”, menjadi Permasalahan Utama Permasalahan dalam mengangkat citra karawo terkait pandangan masyarakat yang masih melihat Karawo sebagai produk nomor dua setelah busana lainnya. Secara umum masyarakat Gorontalo masih memilih batik, busana kasual, dan lain-lain untuk busananya, terlebih di kalangan anak muda. Mohamad (2013) menemukan kurangnya minat remaja Gorontalo terhadap kain sulaman karawo karena motif, bahan dan warna tidak disesuaikan dengan minat para remaja dan hanya disesuaikan dengan minat orang-orang tua. Kesan monoton juga mempengaruhi karena di semua toko souvenir terdapat motif, bahan dan warna yang sama. Kerumitan membuat irisan pola membuat para pengrajin tidak antusias dalam mengembangkan desain karawo lebih baik lagi. Harga karawo yang relatif mahal juga menjadi tantangan tersendiri dalam pengembangan karawo. Harga produk yang relatif mahal dikhawatirkan membuat orang memilih membeli busana lain yang relatif sudah dikenal. Harga yang mahal juga dapat membuat wisatawan akan membeli dalam jumlah sedikit yaitu untuk dirinya sendiri. Harga yang mahal umumnya menjadi pertimbangan penting dalam pengambilan keputusan untuk membeli. Kisaran harga Karawo mulai dari Rp 700.000 hingga Rp 1,2 juta untuk bahan katun, sutra, dan dobi. Salah satu yang sangat diminati kain SBY seharga Rp 900.000, yang dipakai Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) saat berkunjung ke Gorontalo dan memakai kain motif dan bahan tersebut sehingga paling banyak dicari masyarakat. Ada pula produk 2 Kain Kerawang Gorontalo Tarik Minat Wisatawan | Republika Online
  3. Karawo dalam bentuk kipas, sapu tangan dan jilbab dengan kisaran harga Rp 30.000 s/d Rp 75.000.3 Namun tantangan terbesarnya adalah bagaimana membumikan Karawo sebagai produk Ekraf yang bernilai seni tinggi. Citra Karawo yang lahir dari Desa dianggap sebagai produk masyarakat desa yang hanya cocok digunakan di desa. Persepsi ini lahir dari akumulasi cerita bahwa karawo digunakan oleh para guru SD atau pada saat melayat dan menghadiri pengajian. Hammond, dkk dalam the Hidden Traps in Decision Making mengatakan gejala ini sebagai anchoring trap (jebakan jangkar). Jebakan ini memberi bobot yang tidak proporsional terhadap informasi yang pertama kali diterima. Masyarakat terlanjur menerima image Karawo sebelumnya sehingga sulit menyesuaikan pandangannya terhadap perkembangan produk Karawo. Merubah Citra Karawo melalui Social Marketing Social marketing adalah pendekatan atau strategi mengubah perilaku masyarakat kearah yang diinginkan. Aktor-aktor dalam sosial marketing adalah kebanyakan dari pemerintah, Lembaga Swadaya Masyarakat maupun Organisasi Kemasyarakatan lainnya (Supriadi, 2021). Social marketing produk Karawo adalah hal penting dan krusial karena karawo tidak bisa dilepaskan dari budaya Gorontalo. Pelestariannya pun harus sejalan dengan pengembangannya sebagai produk ekraf bernilai seni tinggi. Saat ini, produk karawo tidak lagi hanya dijual di lapak-lapak pasar tradisional atau bahkan toko-toko souvernir. Karawo sudah dijual di butik-butik ternama bahkan di luar Gorontalo dan souvenir utama bagi wisatawan yang berkunjung di Gorontalo. Supriadi (2021) menyatakan bahwa secara garis besar perilaku dapat diubah dengan dua cara. Pertama adalah pendekatan social marketing klasik, dimana kampanye difokuskan pada upaya mencoba mengubah perilaku seseorang dengan menggunakan metode arus bawah (downstream). Sedangkan pendekatan kedua sebagai alternatifnya adalah difokuskan pada upaya mengubah kondisi lingkungan makro yang lebih luas yang dianggap berpengaruh terhadap perilaku, umumnya ini diwujudkan dengan mengubah kebijakan yang 3 Bisnis Kain Sulam Khas Gorontalo, Wanita Ini Raup Omzet Rp 360 Juta/Tahun (detik.com)
  4. terkait. Digelarnya busana Karawo pada Indonesia Fesyen Week adalah strategi merubah persepsi masyarakat bahwa Karawo dengan desain yang menarik adalah busana modern. Perilaku sulit diubah, perlu pendekatan bertahap dan dalam jangka waktu yang biasanya tidak singkat untuk merubahnya. Dalam social marketing, Proctor dalam Suriadi (2021) mengatakan ada 5 tahapan dalam merubah perilaku, mencakup Pra-kontemplasi, Kontemplasi, Persiapan, Bertindak (aksi), dan Mempertahankan. Fase pre-kontemplasi dan kontemplasi dilakukan secara berkelanjutan. Melalui kebijakannya, Pemprov Gorontalo menginsturksikan penggunaan Karawo sebagai busana resmi pada setiap Hari Kamis. Penggunaan Karawo sebagai pakaian resmi juga sudah diikuti para pegawai perkantoran lainnya. Fase Persiapan dan Bertindak yang dilakukan adalah melakukan pelatihan secara berkelanjutan. Dinas Pariwisata dan Dinas Koperasi, Perindustrian dan Perdagangan bekerjasama dengan Bank Indonesia Perwakilan Gorontalo bergandengan tangan membuat program-program pelatihan ini secara periodik. Kedepan, terkait dengan fase Mempertahankan, Dinas Pariwisata akan mengusulkan Karawo sebagai Intangible Cultural Heritage (ICH) atau warisan budaya tak benda ke UNESCO. Dalam dunia bisnis, para pelaku usaha terus belajar, berubah, dan menyesuaikan dengan dinamika yang terjadi. Setidaknya ada lima strategi efektif menjadikan bisnis berkembang. Kelimanya mencakup growth strategy, strategi diferensiasi produk, strategi akuisisi, strategi harga dan strategi konten. Untuk pengembangan produk Karawo semakin mendunia diperlukan strategi marketing mix yang mengkombinasikan beberapa tool dalam marketin untuk memaksimalkan hasil pemasaran. Menurut Kotler et al. dalam Supriasi (2021), marketing mix sebagai tool-tool taktis dan terpadu dalam marketing sebagai respon terhadap keinginan dan target pasar. Dari perspektif produsen hal inimencakup perencanaan produk (product planning); pengaturan harga (pricing), branding, jalur distribusi (place), penjualan secara personal (personal selling), advertising, promosi (promotion), pengemasan (packaging), penyajian (display), pelayanan (services), hingga penanganan fisikal (physical handling). Dalam marketing mix pendekatan customer focus perlu menjadi perhatian. Customer focus adalah pemahaman terhadap customer dan bagaimana dapat bersikap responsif atas kebutuhan customer tersebut. Untuk hal yang perlu dilakukan menurutnya adalah (1) mempelajari atau melakukan riset pasar; (2) melakukan segmentasi dan menentukan target
  5. yang efektif; dan (3) mendengarkan pendapat customer (Drummond et al. Dalam Supriadi, 2021) Customer adalah adalah target dan fokus dalam marketing. Untuk itu customer harus dikenali, dipahami, dan dipenuhi kebutuhan dan keinginannya. Dalam lingkup sektor swasta, customer yang merasa terpuaskan akan meningkatkan sales dan akhirnya mendorong profit yang lebih tinggi. Demikian pula di sektor publik, customer yang terpenuhi kebutuhan atau keinginannya akan meningkatkan penggunaan atau kepatuhan dan pada gilirannya akan mendorong peningkatan trust masyarakat sebagai customer terhadap instansi pemerintah. Strategi membawa Karawo makin mendunia perlu melihat target pasar, minat dan preferensinya. Dunia fesyen yang menjadi salah satu yang berkembang pesat dalam industri busana harus menjadi target pemasaran produk Karawo. Tahun ini, desain terbaru Karawo akan dipagelarkan pada Indonesia Fesyen Week 2023. Acara yang dihelat di Jakarta Convention Center ini mengundang para desain ternama Indonesia, Duta Besar dan pengamat fesyen lainnya. Kehadiran Karawo pada Indonesia Fashion Week 2023 menggambarkan bahwa kain sulaman khas Gorontalo ini mendapatkan minat dan perhatian serous dari desainer dan pengusaha busana di Indonesia. Langkah ini perlu dilanjutkan ke pentas pagelaran busana internasional agar Karawo semakin dikenal di pentas dunia. Jelas bahwa Karawo hanya bisa menembus pasar internasional jika strategi dipadukan social marketing yang secara khusus menyasar target perubahan perilaku sosial. Melalui perubahan ini, Pemimpin publik dapat mendorong kebanggaan masyarakat lokal terhadap Karawo sebelum nantinya Karawo berkembang dan diminati pasar dunia. Referensi Anonimous. Bisnis Kain Sulam Khas Gorontalo, Wanita Ini Raup Omzet Rp 360 Juta/Tahun" diakses pada https://finance.detik.com/solusiukm/d-3291940/bisnis-kain-sulam-khas-gorontalo- wanita-ini-raup-omzet-rp-360-jutatahun. Dinas Koperasi, Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Gorontalo, 2018 Mohamad, K. 2013. Dampak Desain Sulaman Karawo Terhadap Minat Remaja Kota Gorontalo dalam Penggunaannya sebagai Pakaian Khas Daerah. (Tugas Akhir). Gorontalo: Universitas Negeri Gorontalo Supriadi H, 2021. Marketing Sektor Publik. Modul Pelatihan Kepemimpinan Nasional Tingkat II. Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia
Advertisement