SlideShare a Scribd company logo
1 of 22
Studi Ruang Lingkup:
    Aliran Penerimaan
   dan Aliran Informasi
    Bangka and Belu

Ambarsari DC dan Joko Purwanto

       Konferensi RWI
    Jakarta 22-23 Mei 2012

                             1
Tinjauan Presentasi
A. Tujuan Penelitian, Metodologi, dan Kerangka
B. Bangka
  –   Kondisi umum
  –   Aliran Penerimaan Formal dan Non Formal
C. Belu
  –   Kondisi umum
  –   Aliran Penerimaan Formal dan Non Formal

D. Pendahuluan untuk Implikasi Kebijakan


                                            2
Latar Belakang dan Tujuan
Latar Belakang
• Otonomi daerah memberikan kekuasaan yang besar ke tingkat daerah
  untuk mengelola pertambangan
• Belum banyak dipahami apa saja aliran penerimaan yang terkait tambang di
  tingkat daerah serta bagaimana informasi antar pelaku
• Bangka dan Belu dipilih karena keduanya punya komoditas mineral. Bangka
  daerah yang punya sejarah sangat lama menjadi produsen timah.
  Sebaliknya, Belu baru saja muncul dengan komoditas mangaan.

Tujuan Penelitian:
• Melihat aliran penerimaan terkait langsung dengan pertambangan
• Melihat aliran informasi antar entitas pelaku.
• Membangun kesimpulan awal dan rekomendasi.

                                                           3
Pertanyaan Studi dan Metodologi
Pertanyaan penelitian
• Bagaimana aliran penerimaa negara dan daerah berlangsung dan
  lembaga atau badan-badan publik di tingkat kabupaten/kota .
• Kedua, seperti apa aliran informasi terkait penerimaan dari
  industri ekstraktif juga kaitannya dengan dimensi-dimensi seperti
  perijinan, kegiatan paska-tambang, atau pengelolaan dana dari
  mineral dan batubara.
• Ketiga, bila ada, mekanisme non-formal dari kedua aliran
  tersebut.

Metodologi : Desk study, referensi, wawancara


                                                        4
Kerangka untuk memahami
  Alur Penerimaan atau Alur Informasi


               Pemetaan             Instansi terkait
Penerimaan/        alur
              penerimaan                                    Implikasi
 informasi     / Informasi
                                Besaran/isi dan jenis
                                penerimaan/informasi




                   Penelisikan Celah
                   (loopholes finding)




                                                        5
KABUPATEN BANGKA

PROVINSI KEPULAUAN
 BANGKA BELITUNG



                     6
Kondisi Umum : Kabupaten Bangka
Potensi dan Sejarah
 Bangka dikenal sebagai daerah potensial penghasil
  timah dalam jalur sabuk timah yang memiliki
  kandungan timah yang tinggi.
 Sejarah panjang dalam penambangan timah dialami
  Bangka sejak masa sebelum pendudukan Belanda.

Pemekaran
 Kabupaten Bangka Induk ini adalah penciutan dari
  wilayah Kabupaten Bangka
Sebagian masalah pertambangan yang ada
  merupakan permasalahan warisan Kabupaten Bangka
  di masa sebelum pemekaran
Kabupaten Bangka : Aliran Penerimaan Formal

                        PEMERINTAH
                            PUSAT                          DBH SDA
                                                            Pertum
      1) Royalti
     2) Iuran Tetap 1) Biaya Penerbitan Izin
                    2) Sumbangan Pihak Ketiga      PEMERINTAH
PEMEGANG IJIN                                       KABUPATEN
PERTAMBANGAN                                         BANGKA

          1) Jaminan Reklamasi           Bunga atas
          2Jaminan Kesungguhan           Jaminan          Dana
                                         Reklamasi        Reklamasi dan
                             Deposit                      Jaminan
                                                          Kesungguhan
         Biaya atas Surat Izin Perdagangan Antar Daerah   yang tidak
                                                          diselesaikan
Kabupaten Bangka:
               Ringkasan Aliran Penerimaan Formal
  Jenis Aliran         Setoran ke Pemda                          Catatan
Iuran Produksi/   Dari Kas Negara dalam bentuk   -   Tidak transparan
Royalti           DBH SDA Pertambangan           -   Ada selisih perkiraan dan realisasi
                  Umum ditransfer ke Kas         -   Asimetri informasi
                  Daerah
Iuran Tetap/      Dari Kas Negara dalam bentuk   -   Tidak transparan
landrent          DBH SDA Pertambangan           -   Ada selisih perkiraan dan realisasi
                  Umum ditransfer ke Kas
                  Daerah
Sumbangan         Kas Daerah di Bank Babel       -   Tidak transparan
Pihak Ketiga                                     -   Atas dasar naskah kesepakatan
                                                 -   Tarif tidak seragam untuk semua
                                                     pemilik IUP

Biaya             Kas Daerah                     -   Tidak transparan
Penerbitan Izin                                  -   Banyak TI (tambang
                                                     inkonvesional) tak memiliki izin
Kabupaten Bangka:
           Ringkasan Aliran Penerimaan Formal
                        (lanjutan)
 Jenis Aliran dari    Setoran ke Pemerintah                  Catatan
   Pemilik IUP               Daerah
Dana Jaminan         Deposito pada Bank yang -     Tidak transparan
Kesungguhan          ditunjuk Pemerintah     -     Tidak jelas pengembaliannya
                     Daerah
Dana Jaminan         Deposito pada Kas         -   Tidak transparan
Reklamasi            Daerah atas nama Bupati   -   Tidak jelas penyelesaian dalam
                                                   bentuk reklamasi atau pemutihan
                                                   karena tidak diklaim oleh
                                                   pemegang IUP.
Bunga atas Dana      Kas Daerah                -   Tidak transparan
Jaminan Reklamasi
Surat Izin           (Tidak ada keterangan)    -   Tidak transparan
Perdagangan                                    -   Tidak ada keterangan regulasi
Komoditas                                          untuk pungutan
Kabupaten Bangka:
            Ringkasan Aliran Penerimaan Formal


                                                                           Pasar
                                                                           ekspor
Penambang    Pemilik TI   Pengumpul      Smelter
    TI                                   swasta


                                                          Transit
                                                         domestik


                Penyelundup




      Sumber : Cahyani dan Mumbunan (2012), dinspirasi dari Diagram Alir
                  Pertambangan Timah Informal dari Lestari (2011).
KABUPATEN BELU

PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR




                       12
Kondisi Umum : Kabupaten Belu
Potensi
 Sekitar tiga tahun terakhir pulau Timor mulai dikenal akan
  kandungan mineral mangaan (faut metan) yang besar. Investor
  dari kawasan Asia Tenggara maupun pulau Jawa, Sulawesi dan
  Kalimantan berbondong-bondong menginjakkan kaki di NTT
  Timur, khususnya di Kabupaten Belu.

Kondisi masyarakat
 Keberadaan pertambangan menghadirkan dilema khususnya
  bagi masyarakat miskin. Di satu sisi, pertambangan memberi
  penghasilan yang bersifat direct cash (cash money), daripada
  penghasilan dari pertanian yang bersifat future money.
 Di sisi lain, terjadi kerusakan lingkungan hidup, eksploitasi
  tenaga kerja perempuan dan anak-anak. Sedangkan
  keuntungan sangat jauh dibanding harga jual di pasar ekspor
Kabupaten Belu : Aliran Penerimaan Formal

             Royalty dan         Bank              Kas Negara
Perusahaan   Iuran tetap
 tambang
 mangaan
                                                    Verifikasi
                  PAD
                                 Kas               penerimaan
              (Sumbangan
                                Daerah                PNBP
              pihak ketiga)


              Jaminan                          KESDM                DJBP
             reklamasi          DPPKAD          Biro            KPPN dan KPN
                                              Keuangan

                              Transfer (DBH
                                  SDA)                   DJPK


                              Kementerian            Usulan
                               Keuangan            Penyaluran
Catatan atas penerimaan
                 Dana Bagi Hasil (DBH)
•   Penerimaan DBH tidak sesuai dengan mekanisme penyaluran berbasis
    triwulan. Selalu terjadi keterlambatan penyaluran setiap tahun. Setiap
    tahun, rata-rata keterlambatan terjadi selama dua kali triwulan atau 6 bulan.
    Dana DBH baru ditransfer kepada daerah pada bulan September pada tahun
    berjalan.

•   Sebelum tahun 2010, tidak ada mekanisme pelaporan perusahaan
    pertambangan kepada pemerintah daerah. Konsekuensi dari hal tersebut
    adalah belum tertatanya mekanisme tata kelola pertambangan secara ideal.
    Di satu sisi, penerimaan DBH Pertum Pemkab Belu hanya menerima DBH
    sebesar Rp 1.617.776 ,- (tahun 2008) dan Rp 13.098.883,- (tahun 2009). Di
    sisi lain, perijinan, pembayaran setoran perusahaan kepada
    pemerintah, reklamasi, monitoring, dan hal-hal terkait tata kelola
    pertambangan belum semuanya terlaksana secara baik.

•   Terdapat perbedaan hasil perhitungan DBH antara pemerintah pusat dan
    Pemerintah Kabupaten Belu. Setelah Pemkab Belu mengenal mekanisme
    rekonsiliasi pada tahun 2010; sejak itu Pemkab Belu mempelajari
    mekanisme penyaluran DBH Pertambangan Umum.
Catatan penerimaan SKAB
• Mekanisme penentuan tingkat sumbangan tidak cukup jelas. Dalam data yang
  tidak dipublikasikan, ditemukan sejumlah perusahaan yang membayar dengan
  tingkat berbeda. Tahun 2011 misalnya, CPM masih menggunakan tingkat
  sumbangan Rp 100,-/kg, sementara SGP menggunakan tingkat sumbangan Rp
  155,-/kg. Salah satu kemungkinan penyebab ketidakjelasan ini terletak pada sisi
  regulasi – Keputusan Bupati sebelumnya (2009) belum dinyatakan dicabut pada
  saat Keputusan Bupati yang baru (2011) sudah ditetapkan. Akibatnya, terjadi
  asimetri tingkat sumbangan pihak ketiga.
• Terbuka kemungkinan tingkat pungutan SKAB tidak mencerminkan jumlah
  mangaan yang akan dikirim. Pemerintah Belu tidak memiliki mekanisme yang
  memastikan kesesuaian antara jumlah sumbangan pihak ketiga yang dibayarkan
  untuk mendapatkan SKAB dengan jumlah mangaan yang akan dikirimkan,
  terutama pada titik terakhir sebelum mangaan keluar dari wilayah Belu (yakni
  Pelabuhan Atapupu). Tidak ada proses cross check dan verifikasi yang dilakukan
  antara pemerintah daerah dengan pihak pelabuhan
Apa penyebabnya?
• Kekeliruan informasi royalti dan iuran tetap yang disampaikan pihak
  perusahaan. Sebagai misal, perusahaan keliru menuliskan nomor
  rekening tujuan untuk royalti dan iuran tetap (rekening untuk royalti diisi
  untuk iuran tetap).

• Daerah asal tambang tidak dicantumkan; yang tercantum adalah
  daerah tempat perusahaan menyetor. Dampaknya, data pada
  Direktorat Jendral Mineral dan Batubara, Kementerian ESDM, tidak
  terdokumentasi secara akurat sehingga tidak dapat segera digunakan
  sebagai acuan alokasi DBH Pertum ke daerah. Sebagai keterangan, dan
  ini dapat menjadi salah satu penyebab, bahwa sebagian besar kantor
  pusat dari perusahaan pemegang IUP berdomisili di luar Belu, yakni 73
  dari 89 perusahaan.
Catatan Alur Penerimaan Non Formal
•   Kasus pertama: Pungutan atas “Obama”
    Ojek Bawa Mangan, mencapai 200 Kg/motor. Pungutan bergantung pada alat
    transportasi. 2.000,- - Rp 5.000,- per sepeda motor. Ini berlaku untuk perjalanan di
    dalam Kabupaten Belu. Untuk perjalanan lain, seperti dari Belu ke Kefamenanu
    (Timor Tengah Utara), Obama tidak dipungut biaya. Kendaraan roda empat antara Rp
    20.000,- - Rp 50.000,- per kendaraan.
•   Kasus kedua: Pungutan di jalur pengepul dan perusahaan ber-IUP tanpa
    produksi menuju stockpile
    Di tingkat pengepul, pembayaran sejumlah dana kepada pihak aparat keamanan
    bergantung pada lokasi dan jumlah mangaan yang terkumpul.
    Sebagai contoh, pungutan untuk mangaan yang dekat jalan raya cenderung lebih
    besar dibanding yang jauh dari akses tersebut, seperti dipinggir hutan.
    Pungutan oleh pihak kepolisian misalnya di lokasi tambang CV Sinar Jaya.
    Pungutan ini tidak berlaku pada seluruh perusahaan. Pungutan tidak terjadi,
    misalnya, apabila pengepul adalah pihak aparat sendiri
•   Kasus ketiga: Pungutan dari titik stockpile sampai titik penjualan
    Berlangsung dari titik stockpile di pelabuhan Belu sampai titik penjualan di Tanjung
    Priok, Surabaya. Bila melalui jalan darat, pungutan terjadi pada saat melintasi
    melintasi pos-pos keamanan. Apabila jalur pengiriman melalui laut, model pungutan
    dilakukan di atas kapal.
Diagram alur penerimaan non formal
                        a
   Penambang                      Pengepul

    b               d                        c

                        e   Perusahaan berIUP, tapi
    Stockpile
                             tanpa produksi sendiri
                                 atau izin habis
    f

Pelabuhan Atapupu


    g


Pelabuhan Tanjung
 Perak (Surabaya)
Catatan atas produksi
• Volume Produksi hanya dilaporkan saat penjualan. Di
  Kabupaten Belu, belum mengenal istilah pelaporan
  secara reguler. Sebagaimana diminta dalam Keputusan
  Menteri No. 17/2010, perusahaan tambang diwajibkan
  melaporkan semua hasil produksinya secara
  berkala, baik pada saat ada transaksi penjualan atau
  sedang idle, yakni pada saat tidak ada
  transaksi/penjualan.

• Mekanisme yang ada selama ini hanya mewajibkan
  pengusaha/perusahaan untuk melaporkan jumlah
  hasil penjualan batuan mangaan kepada Distamben
  Kabupaten Belu melalui mekanisme SKAB.
Catatan atas harga mangaan
•   Pemkab Belu belum mempunyai standar harga patokan mangaan.
    Dalam prakteknya, Pemkab Belu belum mentapkan harga patokan
    penjualan batu mangan seperti yang diamanatkan Permen ESDM. Kondisi
    ini memberi ketidakjelasan dalam penentuan standar harga mangaan.
    Pemkab Belu hanya berpatokan pada dokumen surat perjanjian jual beli
    antara pengusaha mangan dengan pihak ketiga.

•   Harga patokan mangaan disepakati bersama antara Pemkab Belu
    dengan Asosiasi Pengusaha Perusahaan Tambang.
    Sebagai akibat ketiadaan harga patokan mangaan, sebagaimana
    diamanatkan Permen ESDM, maka stakeholder pertambangan mangaan di
    Kabupaten Belu mengunakan model kesepakatan dalam menentukan
    harga patokan mangaan.

    Mekanismenya dimulai dengan penetapan harga oleh Pemkab Belu. Harga
    tersebut kemudian diajukan dan dibahas dalam forum rapat bersama
    antara Pemerintah Kabupaten Belu dengan Asosiasi Pengusaha Tambang
    Belu. Di akhir rapat, disetujui gambaran kasar harga mangaan yang
    berlaku di Kabupaten Belu. Selanjutnya, hasil kesepakatan tersebut
    menjadi dasar penentuan harga jual yang dilakukan oleh pengusaha
    dengan pihak ketiga (pembeli mangaan).
Penutup

More Related Content

More from Article33

Comval BK: O&G Revenue for Sustainable Welfare in Bojonegoro
Comval BK: O&G Revenue for Sustainable Welfare in BojonegoroComval BK: O&G Revenue for Sustainable Welfare in Bojonegoro
Comval BK: O&G Revenue for Sustainable Welfare in BojonegoroArticle33
 
Comval BK: Indigenous People Transparency Mechanism
Comval BK: Indigenous People Transparency MechanismComval BK: Indigenous People Transparency Mechanism
Comval BK: Indigenous People Transparency MechanismArticle33
 
Comval BK: Compostela Valley Transparency Initiative
Comval BK: Compostela Valley Transparency InitiativeComval BK: Compostela Valley Transparency Initiative
Comval BK: Compostela Valley Transparency InitiativeArticle33
 
Comval BK: Minahang Bayanihan: Small Scale Mining Initiatives
Comval BK: Minahang Bayanihan: Small Scale Mining InitiativesComval BK: Minahang Bayanihan: Small Scale Mining Initiatives
Comval BK: Minahang Bayanihan: Small Scale Mining InitiativesArticle33
 
A33 Position Note: Post-2015 Development Agenda
A33 Position Note: Post-2015 Development AgendaA33 Position Note: Post-2015 Development Agenda
A33 Position Note: Post-2015 Development AgendaArticle33
 
PB 01, 2013: Encouraging Transparency of Forestry State Revenue
PB 01, 2013: Encouraging Transparency of Forestry State RevenuePB 01, 2013: Encouraging Transparency of Forestry State Revenue
PB 01, 2013: Encouraging Transparency of Forestry State RevenueArticle33
 
Brief 03, 2011: Memperkuat Efektivitas dan Akuntabilitas Kebijakan Anggaran BOS
Brief 03, 2011: Memperkuat Efektivitas dan Akuntabilitas Kebijakan Anggaran BOSBrief 03, 2011: Memperkuat Efektivitas dan Akuntabilitas Kebijakan Anggaran BOS
Brief 03, 2011: Memperkuat Efektivitas dan Akuntabilitas Kebijakan Anggaran BOSArticle33
 
Brief 02, 2011: Peta Jalan Pendidikan Dasar Gratis
Brief 02, 2011: Peta Jalan Pendidikan Dasar GratisBrief 02, 2011: Peta Jalan Pendidikan Dasar Gratis
Brief 02, 2011: Peta Jalan Pendidikan Dasar GratisArticle33
 
Brief 01, 2011: Dana Alokasi Khusus Pendidikan
Brief 01, 2011: Dana Alokasi Khusus Pendidikan Brief 01, 2011: Dana Alokasi Khusus Pendidikan
Brief 01, 2011: Dana Alokasi Khusus Pendidikan Article33
 
Kajian Pelingkupan Penerimaan Kehutanan
Kajian Pelingkupan Penerimaan KehutananKajian Pelingkupan Penerimaan Kehutanan
Kajian Pelingkupan Penerimaan KehutananArticle33
 
Profil Article 33 Indonesia
Profil Article 33 IndonesiaProfil Article 33 Indonesia
Profil Article 33 IndonesiaArticle33
 
WP 03/2012 - Riko - Belantara Rente Hutan Kayu
WP 03/2012 - Riko - Belantara Rente Hutan KayuWP 03/2012 - Riko - Belantara Rente Hutan Kayu
WP 03/2012 - Riko - Belantara Rente Hutan KayuArticle33
 
Module for Managing Oil & Gas Revenue: Indonesia Sub-National Experience
Module for Managing Oil & Gas Revenue: Indonesia Sub-National ExperienceModule for Managing Oil & Gas Revenue: Indonesia Sub-National Experience
Module for Managing Oil & Gas Revenue: Indonesia Sub-National ExperienceArticle33
 
Module for Multistakeholder Engagement for Extractive Industry Better Governance
Module for Multistakeholder Engagement for Extractive Industry Better GovernanceModule for Multistakeholder Engagement for Extractive Industry Better Governance
Module for Multistakeholder Engagement for Extractive Industry Better GovernanceArticle33
 
Article33 jointresearchscheme
Article33 jointresearchschemeArticle33 jointresearchscheme
Article33 jointresearchschemeArticle33
 
Working Paper Jamkesda
Working Paper JamkesdaWorking Paper Jamkesda
Working Paper JamkesdaArticle33
 
Mural 3: Perda Kandungan Lokal
Mural 3: Perda Kandungan Lokal Mural 3: Perda Kandungan Lokal
Mural 3: Perda Kandungan Lokal Article33
 
Mural 1: Mekanisme Transparansi Migas
Mural 1: Mekanisme Transparansi MigasMural 1: Mekanisme Transparansi Migas
Mural 1: Mekanisme Transparansi MigasArticle33
 
EI3 Perbandingan Perda (handout bahasa)
EI3 Perbandingan Perda (handout bahasa)EI3 Perbandingan Perda (handout bahasa)
EI3 Perbandingan Perda (handout bahasa)Article33
 
EI1 Mining Licensing (handout english)
EI1 Mining Licensing (handout english)EI1 Mining Licensing (handout english)
EI1 Mining Licensing (handout english)Article33
 

More from Article33 (20)

Comval BK: O&G Revenue for Sustainable Welfare in Bojonegoro
Comval BK: O&G Revenue for Sustainable Welfare in BojonegoroComval BK: O&G Revenue for Sustainable Welfare in Bojonegoro
Comval BK: O&G Revenue for Sustainable Welfare in Bojonegoro
 
Comval BK: Indigenous People Transparency Mechanism
Comval BK: Indigenous People Transparency MechanismComval BK: Indigenous People Transparency Mechanism
Comval BK: Indigenous People Transparency Mechanism
 
Comval BK: Compostela Valley Transparency Initiative
Comval BK: Compostela Valley Transparency InitiativeComval BK: Compostela Valley Transparency Initiative
Comval BK: Compostela Valley Transparency Initiative
 
Comval BK: Minahang Bayanihan: Small Scale Mining Initiatives
Comval BK: Minahang Bayanihan: Small Scale Mining InitiativesComval BK: Minahang Bayanihan: Small Scale Mining Initiatives
Comval BK: Minahang Bayanihan: Small Scale Mining Initiatives
 
A33 Position Note: Post-2015 Development Agenda
A33 Position Note: Post-2015 Development AgendaA33 Position Note: Post-2015 Development Agenda
A33 Position Note: Post-2015 Development Agenda
 
PB 01, 2013: Encouraging Transparency of Forestry State Revenue
PB 01, 2013: Encouraging Transparency of Forestry State RevenuePB 01, 2013: Encouraging Transparency of Forestry State Revenue
PB 01, 2013: Encouraging Transparency of Forestry State Revenue
 
Brief 03, 2011: Memperkuat Efektivitas dan Akuntabilitas Kebijakan Anggaran BOS
Brief 03, 2011: Memperkuat Efektivitas dan Akuntabilitas Kebijakan Anggaran BOSBrief 03, 2011: Memperkuat Efektivitas dan Akuntabilitas Kebijakan Anggaran BOS
Brief 03, 2011: Memperkuat Efektivitas dan Akuntabilitas Kebijakan Anggaran BOS
 
Brief 02, 2011: Peta Jalan Pendidikan Dasar Gratis
Brief 02, 2011: Peta Jalan Pendidikan Dasar GratisBrief 02, 2011: Peta Jalan Pendidikan Dasar Gratis
Brief 02, 2011: Peta Jalan Pendidikan Dasar Gratis
 
Brief 01, 2011: Dana Alokasi Khusus Pendidikan
Brief 01, 2011: Dana Alokasi Khusus Pendidikan Brief 01, 2011: Dana Alokasi Khusus Pendidikan
Brief 01, 2011: Dana Alokasi Khusus Pendidikan
 
Kajian Pelingkupan Penerimaan Kehutanan
Kajian Pelingkupan Penerimaan KehutananKajian Pelingkupan Penerimaan Kehutanan
Kajian Pelingkupan Penerimaan Kehutanan
 
Profil Article 33 Indonesia
Profil Article 33 IndonesiaProfil Article 33 Indonesia
Profil Article 33 Indonesia
 
WP 03/2012 - Riko - Belantara Rente Hutan Kayu
WP 03/2012 - Riko - Belantara Rente Hutan KayuWP 03/2012 - Riko - Belantara Rente Hutan Kayu
WP 03/2012 - Riko - Belantara Rente Hutan Kayu
 
Module for Managing Oil & Gas Revenue: Indonesia Sub-National Experience
Module for Managing Oil & Gas Revenue: Indonesia Sub-National ExperienceModule for Managing Oil & Gas Revenue: Indonesia Sub-National Experience
Module for Managing Oil & Gas Revenue: Indonesia Sub-National Experience
 
Module for Multistakeholder Engagement for Extractive Industry Better Governance
Module for Multistakeholder Engagement for Extractive Industry Better GovernanceModule for Multistakeholder Engagement for Extractive Industry Better Governance
Module for Multistakeholder Engagement for Extractive Industry Better Governance
 
Article33 jointresearchscheme
Article33 jointresearchschemeArticle33 jointresearchscheme
Article33 jointresearchscheme
 
Working Paper Jamkesda
Working Paper JamkesdaWorking Paper Jamkesda
Working Paper Jamkesda
 
Mural 3: Perda Kandungan Lokal
Mural 3: Perda Kandungan Lokal Mural 3: Perda Kandungan Lokal
Mural 3: Perda Kandungan Lokal
 
Mural 1: Mekanisme Transparansi Migas
Mural 1: Mekanisme Transparansi MigasMural 1: Mekanisme Transparansi Migas
Mural 1: Mekanisme Transparansi Migas
 
EI3 Perbandingan Perda (handout bahasa)
EI3 Perbandingan Perda (handout bahasa)EI3 Perbandingan Perda (handout bahasa)
EI3 Perbandingan Perda (handout bahasa)
 
EI1 Mining Licensing (handout english)
EI1 Mining Licensing (handout english)EI1 Mining Licensing (handout english)
EI1 Mining Licensing (handout english)
 

Recently uploaded

aksi nyata pendidikan inklusif.pelatihan mandiri pmm
aksi nyata pendidikan inklusif.pelatihan mandiri pmmaksi nyata pendidikan inklusif.pelatihan mandiri pmm
aksi nyata pendidikan inklusif.pelatihan mandiri pmmeunikekambe10
 
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptxPPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptxHeruFebrianto3
 
Kisi-kisi UTS Kelas 9 Tahun Ajaran 2023/2024 Semester 2 IPS
Kisi-kisi UTS Kelas 9 Tahun Ajaran 2023/2024 Semester 2 IPSKisi-kisi UTS Kelas 9 Tahun Ajaran 2023/2024 Semester 2 IPS
Kisi-kisi UTS Kelas 9 Tahun Ajaran 2023/2024 Semester 2 IPSyudi_alfian
 
Wawasan Nusantara sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
Wawasan Nusantara  sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...Wawasan Nusantara  sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
Wawasan Nusantara sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...MarwanAnugrah
 
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptx
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptxTopik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptx
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptxsyafnasir
 
SBM_Kelompok-7_Alat dan Media Pembelajaran.pptx
SBM_Kelompok-7_Alat dan Media Pembelajaran.pptxSBM_Kelompok-7_Alat dan Media Pembelajaran.pptx
SBM_Kelompok-7_Alat dan Media Pembelajaran.pptxFardanassegaf
 
Jurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptx
Jurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptxJurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptx
Jurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptxBambang440423
 
Buku Saku Layanan Haji Ramah Lansia 2.pdf
Buku Saku Layanan Haji Ramah Lansia 2.pdfBuku Saku Layanan Haji Ramah Lansia 2.pdf
Buku Saku Layanan Haji Ramah Lansia 2.pdfWahyudinST
 
Konflik, Kekerasan, dan Perdamaian Bagian 1.pptx
Konflik, Kekerasan, dan Perdamaian Bagian 1.pptxKonflik, Kekerasan, dan Perdamaian Bagian 1.pptx
Konflik, Kekerasan, dan Perdamaian Bagian 1.pptxintansidauruk2
 
PPT TEKS TANGGAPAN KELAS 7 KURIKUKULM MERDEKA
PPT TEKS TANGGAPAN KELAS 7 KURIKUKULM MERDEKAPPT TEKS TANGGAPAN KELAS 7 KURIKUKULM MERDEKA
PPT TEKS TANGGAPAN KELAS 7 KURIKUKULM MERDEKARenoMardhatillahS
 
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdfShintaNovianti1
 
MATERI 1_ Modul 1 dan 2 Konsep Dasar IPA SD jadi.pptx
MATERI 1_ Modul 1 dan 2 Konsep Dasar IPA SD jadi.pptxMATERI 1_ Modul 1 dan 2 Konsep Dasar IPA SD jadi.pptx
MATERI 1_ Modul 1 dan 2 Konsep Dasar IPA SD jadi.pptxrofikpriyanto2
 
Dinamika perwujudan Pancasila sebagai Dasar Negara dan Pandangan Hidup Bangsa
Dinamika perwujudan Pancasila sebagai Dasar Negara dan Pandangan Hidup BangsaDinamika perwujudan Pancasila sebagai Dasar Negara dan Pandangan Hidup Bangsa
Dinamika perwujudan Pancasila sebagai Dasar Negara dan Pandangan Hidup BangsaEzraCalva
 
alat-alat liturgi dalam Gereja Katolik.pptx
alat-alat liturgi dalam Gereja Katolik.pptxalat-alat liturgi dalam Gereja Katolik.pptx
alat-alat liturgi dalam Gereja Katolik.pptxRioNahak1
 
Catatan di setiap Indikator Fokus Perilaku
Catatan di setiap Indikator Fokus PerilakuCatatan di setiap Indikator Fokus Perilaku
Catatan di setiap Indikator Fokus PerilakuHANHAN164733
 
PEMIKIRAN POLITIK Jean Jacques Rousseau.pdf
PEMIKIRAN POLITIK Jean Jacques  Rousseau.pdfPEMIKIRAN POLITIK Jean Jacques  Rousseau.pdf
PEMIKIRAN POLITIK Jean Jacques Rousseau.pdfMMeizaFachri
 
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptx
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptxadap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptx
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptxmtsmampunbarub4
 
SILABUS MATEMATIKA SMP kurikulum K13.docx
SILABUS MATEMATIKA SMP kurikulum K13.docxSILABUS MATEMATIKA SMP kurikulum K13.docx
SILABUS MATEMATIKA SMP kurikulum K13.docxrahmaamaw03
 
Demonstrasi Kontekstual Modul 1.2. pdf
Demonstrasi Kontekstual  Modul 1.2.  pdfDemonstrasi Kontekstual  Modul 1.2.  pdf
Demonstrasi Kontekstual Modul 1.2. pdfvebronialite32
 
MA Kelas XII Bab 1 materi musik mkontemnporerFase F.pdf
MA Kelas XII  Bab 1 materi musik mkontemnporerFase F.pdfMA Kelas XII  Bab 1 materi musik mkontemnporerFase F.pdf
MA Kelas XII Bab 1 materi musik mkontemnporerFase F.pdfcicovendra
 

Recently uploaded (20)

aksi nyata pendidikan inklusif.pelatihan mandiri pmm
aksi nyata pendidikan inklusif.pelatihan mandiri pmmaksi nyata pendidikan inklusif.pelatihan mandiri pmm
aksi nyata pendidikan inklusif.pelatihan mandiri pmm
 
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptxPPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
PPT Materi Jenis - Jenis Alat Pembayaran Tunai dan Non-tunai.pptx
 
Kisi-kisi UTS Kelas 9 Tahun Ajaran 2023/2024 Semester 2 IPS
Kisi-kisi UTS Kelas 9 Tahun Ajaran 2023/2024 Semester 2 IPSKisi-kisi UTS Kelas 9 Tahun Ajaran 2023/2024 Semester 2 IPS
Kisi-kisi UTS Kelas 9 Tahun Ajaran 2023/2024 Semester 2 IPS
 
Wawasan Nusantara sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
Wawasan Nusantara  sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...Wawasan Nusantara  sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
Wawasan Nusantara sebagai satu kesatuan, politik, ekonomi, sosial, budaya, d...
 
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptx
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptxTopik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptx
Topik 1 - Pengenalan Penghayatan Etika dan Peradaban Acuan Malaysia.pptx
 
SBM_Kelompok-7_Alat dan Media Pembelajaran.pptx
SBM_Kelompok-7_Alat dan Media Pembelajaran.pptxSBM_Kelompok-7_Alat dan Media Pembelajaran.pptx
SBM_Kelompok-7_Alat dan Media Pembelajaran.pptx
 
Jurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptx
Jurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptxJurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptx
Jurnal Dwi mingguan modul 1.2-gurupenggerak.pptx
 
Buku Saku Layanan Haji Ramah Lansia 2.pdf
Buku Saku Layanan Haji Ramah Lansia 2.pdfBuku Saku Layanan Haji Ramah Lansia 2.pdf
Buku Saku Layanan Haji Ramah Lansia 2.pdf
 
Konflik, Kekerasan, dan Perdamaian Bagian 1.pptx
Konflik, Kekerasan, dan Perdamaian Bagian 1.pptxKonflik, Kekerasan, dan Perdamaian Bagian 1.pptx
Konflik, Kekerasan, dan Perdamaian Bagian 1.pptx
 
PPT TEKS TANGGAPAN KELAS 7 KURIKUKULM MERDEKA
PPT TEKS TANGGAPAN KELAS 7 KURIKUKULM MERDEKAPPT TEKS TANGGAPAN KELAS 7 KURIKUKULM MERDEKA
PPT TEKS TANGGAPAN KELAS 7 KURIKUKULM MERDEKA
 
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf
1.2.a.6. Demonstrasi Konstektual - Modul 1.2 (Shinta Novianti - CGP A10).pdf
 
MATERI 1_ Modul 1 dan 2 Konsep Dasar IPA SD jadi.pptx
MATERI 1_ Modul 1 dan 2 Konsep Dasar IPA SD jadi.pptxMATERI 1_ Modul 1 dan 2 Konsep Dasar IPA SD jadi.pptx
MATERI 1_ Modul 1 dan 2 Konsep Dasar IPA SD jadi.pptx
 
Dinamika perwujudan Pancasila sebagai Dasar Negara dan Pandangan Hidup Bangsa
Dinamika perwujudan Pancasila sebagai Dasar Negara dan Pandangan Hidup BangsaDinamika perwujudan Pancasila sebagai Dasar Negara dan Pandangan Hidup Bangsa
Dinamika perwujudan Pancasila sebagai Dasar Negara dan Pandangan Hidup Bangsa
 
alat-alat liturgi dalam Gereja Katolik.pptx
alat-alat liturgi dalam Gereja Katolik.pptxalat-alat liturgi dalam Gereja Katolik.pptx
alat-alat liturgi dalam Gereja Katolik.pptx
 
Catatan di setiap Indikator Fokus Perilaku
Catatan di setiap Indikator Fokus PerilakuCatatan di setiap Indikator Fokus Perilaku
Catatan di setiap Indikator Fokus Perilaku
 
PEMIKIRAN POLITIK Jean Jacques Rousseau.pdf
PEMIKIRAN POLITIK Jean Jacques  Rousseau.pdfPEMIKIRAN POLITIK Jean Jacques  Rousseau.pdf
PEMIKIRAN POLITIK Jean Jacques Rousseau.pdf
 
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptx
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptxadap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptx
adap penggunaan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.pptx
 
SILABUS MATEMATIKA SMP kurikulum K13.docx
SILABUS MATEMATIKA SMP kurikulum K13.docxSILABUS MATEMATIKA SMP kurikulum K13.docx
SILABUS MATEMATIKA SMP kurikulum K13.docx
 
Demonstrasi Kontekstual Modul 1.2. pdf
Demonstrasi Kontekstual  Modul 1.2.  pdfDemonstrasi Kontekstual  Modul 1.2.  pdf
Demonstrasi Kontekstual Modul 1.2. pdf
 
MA Kelas XII Bab 1 materi musik mkontemnporerFase F.pdf
MA Kelas XII  Bab 1 materi musik mkontemnporerFase F.pdfMA Kelas XII  Bab 1 materi musik mkontemnporerFase F.pdf
MA Kelas XII Bab 1 materi musik mkontemnporerFase F.pdf
 

EI2 Pendapatan Pertambangan Bangka-Belu (bahasa)

  • 1. Studi Ruang Lingkup: Aliran Penerimaan dan Aliran Informasi Bangka and Belu Ambarsari DC dan Joko Purwanto Konferensi RWI Jakarta 22-23 Mei 2012 1
  • 2. Tinjauan Presentasi A. Tujuan Penelitian, Metodologi, dan Kerangka B. Bangka – Kondisi umum – Aliran Penerimaan Formal dan Non Formal C. Belu – Kondisi umum – Aliran Penerimaan Formal dan Non Formal D. Pendahuluan untuk Implikasi Kebijakan 2
  • 3. Latar Belakang dan Tujuan Latar Belakang • Otonomi daerah memberikan kekuasaan yang besar ke tingkat daerah untuk mengelola pertambangan • Belum banyak dipahami apa saja aliran penerimaan yang terkait tambang di tingkat daerah serta bagaimana informasi antar pelaku • Bangka dan Belu dipilih karena keduanya punya komoditas mineral. Bangka daerah yang punya sejarah sangat lama menjadi produsen timah. Sebaliknya, Belu baru saja muncul dengan komoditas mangaan. Tujuan Penelitian: • Melihat aliran penerimaan terkait langsung dengan pertambangan • Melihat aliran informasi antar entitas pelaku. • Membangun kesimpulan awal dan rekomendasi. 3
  • 4. Pertanyaan Studi dan Metodologi Pertanyaan penelitian • Bagaimana aliran penerimaa negara dan daerah berlangsung dan lembaga atau badan-badan publik di tingkat kabupaten/kota . • Kedua, seperti apa aliran informasi terkait penerimaan dari industri ekstraktif juga kaitannya dengan dimensi-dimensi seperti perijinan, kegiatan paska-tambang, atau pengelolaan dana dari mineral dan batubara. • Ketiga, bila ada, mekanisme non-formal dari kedua aliran tersebut. Metodologi : Desk study, referensi, wawancara 4
  • 5. Kerangka untuk memahami Alur Penerimaan atau Alur Informasi Pemetaan Instansi terkait Penerimaan/ alur penerimaan Implikasi informasi / Informasi Besaran/isi dan jenis penerimaan/informasi Penelisikan Celah (loopholes finding) 5
  • 7. Kondisi Umum : Kabupaten Bangka Potensi dan Sejarah  Bangka dikenal sebagai daerah potensial penghasil timah dalam jalur sabuk timah yang memiliki kandungan timah yang tinggi.  Sejarah panjang dalam penambangan timah dialami Bangka sejak masa sebelum pendudukan Belanda. Pemekaran  Kabupaten Bangka Induk ini adalah penciutan dari wilayah Kabupaten Bangka Sebagian masalah pertambangan yang ada merupakan permasalahan warisan Kabupaten Bangka di masa sebelum pemekaran
  • 8. Kabupaten Bangka : Aliran Penerimaan Formal PEMERINTAH PUSAT DBH SDA Pertum 1) Royalti 2) Iuran Tetap 1) Biaya Penerbitan Izin 2) Sumbangan Pihak Ketiga PEMERINTAH PEMEGANG IJIN KABUPATEN PERTAMBANGAN BANGKA 1) Jaminan Reklamasi Bunga atas 2Jaminan Kesungguhan Jaminan Dana Reklamasi Reklamasi dan Deposit Jaminan Kesungguhan Biaya atas Surat Izin Perdagangan Antar Daerah yang tidak diselesaikan
  • 9. Kabupaten Bangka: Ringkasan Aliran Penerimaan Formal Jenis Aliran Setoran ke Pemda Catatan Iuran Produksi/ Dari Kas Negara dalam bentuk - Tidak transparan Royalti DBH SDA Pertambangan - Ada selisih perkiraan dan realisasi Umum ditransfer ke Kas - Asimetri informasi Daerah Iuran Tetap/ Dari Kas Negara dalam bentuk - Tidak transparan landrent DBH SDA Pertambangan - Ada selisih perkiraan dan realisasi Umum ditransfer ke Kas Daerah Sumbangan Kas Daerah di Bank Babel - Tidak transparan Pihak Ketiga - Atas dasar naskah kesepakatan - Tarif tidak seragam untuk semua pemilik IUP Biaya Kas Daerah - Tidak transparan Penerbitan Izin - Banyak TI (tambang inkonvesional) tak memiliki izin
  • 10. Kabupaten Bangka: Ringkasan Aliran Penerimaan Formal (lanjutan) Jenis Aliran dari Setoran ke Pemerintah Catatan Pemilik IUP Daerah Dana Jaminan Deposito pada Bank yang - Tidak transparan Kesungguhan ditunjuk Pemerintah - Tidak jelas pengembaliannya Daerah Dana Jaminan Deposito pada Kas - Tidak transparan Reklamasi Daerah atas nama Bupati - Tidak jelas penyelesaian dalam bentuk reklamasi atau pemutihan karena tidak diklaim oleh pemegang IUP. Bunga atas Dana Kas Daerah - Tidak transparan Jaminan Reklamasi Surat Izin (Tidak ada keterangan) - Tidak transparan Perdagangan - Tidak ada keterangan regulasi Komoditas untuk pungutan
  • 11. Kabupaten Bangka: Ringkasan Aliran Penerimaan Formal Pasar ekspor Penambang Pemilik TI Pengumpul Smelter TI swasta Transit domestik Penyelundup Sumber : Cahyani dan Mumbunan (2012), dinspirasi dari Diagram Alir Pertambangan Timah Informal dari Lestari (2011).
  • 12. KABUPATEN BELU PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR 12
  • 13. Kondisi Umum : Kabupaten Belu Potensi  Sekitar tiga tahun terakhir pulau Timor mulai dikenal akan kandungan mineral mangaan (faut metan) yang besar. Investor dari kawasan Asia Tenggara maupun pulau Jawa, Sulawesi dan Kalimantan berbondong-bondong menginjakkan kaki di NTT Timur, khususnya di Kabupaten Belu. Kondisi masyarakat  Keberadaan pertambangan menghadirkan dilema khususnya bagi masyarakat miskin. Di satu sisi, pertambangan memberi penghasilan yang bersifat direct cash (cash money), daripada penghasilan dari pertanian yang bersifat future money.  Di sisi lain, terjadi kerusakan lingkungan hidup, eksploitasi tenaga kerja perempuan dan anak-anak. Sedangkan keuntungan sangat jauh dibanding harga jual di pasar ekspor
  • 14. Kabupaten Belu : Aliran Penerimaan Formal Royalty dan Bank Kas Negara Perusahaan Iuran tetap tambang mangaan Verifikasi PAD Kas penerimaan (Sumbangan Daerah PNBP pihak ketiga) Jaminan KESDM DJBP reklamasi DPPKAD Biro KPPN dan KPN Keuangan Transfer (DBH SDA) DJPK Kementerian Usulan Keuangan Penyaluran
  • 15. Catatan atas penerimaan Dana Bagi Hasil (DBH) • Penerimaan DBH tidak sesuai dengan mekanisme penyaluran berbasis triwulan. Selalu terjadi keterlambatan penyaluran setiap tahun. Setiap tahun, rata-rata keterlambatan terjadi selama dua kali triwulan atau 6 bulan. Dana DBH baru ditransfer kepada daerah pada bulan September pada tahun berjalan. • Sebelum tahun 2010, tidak ada mekanisme pelaporan perusahaan pertambangan kepada pemerintah daerah. Konsekuensi dari hal tersebut adalah belum tertatanya mekanisme tata kelola pertambangan secara ideal. Di satu sisi, penerimaan DBH Pertum Pemkab Belu hanya menerima DBH sebesar Rp 1.617.776 ,- (tahun 2008) dan Rp 13.098.883,- (tahun 2009). Di sisi lain, perijinan, pembayaran setoran perusahaan kepada pemerintah, reklamasi, monitoring, dan hal-hal terkait tata kelola pertambangan belum semuanya terlaksana secara baik. • Terdapat perbedaan hasil perhitungan DBH antara pemerintah pusat dan Pemerintah Kabupaten Belu. Setelah Pemkab Belu mengenal mekanisme rekonsiliasi pada tahun 2010; sejak itu Pemkab Belu mempelajari mekanisme penyaluran DBH Pertambangan Umum.
  • 16. Catatan penerimaan SKAB • Mekanisme penentuan tingkat sumbangan tidak cukup jelas. Dalam data yang tidak dipublikasikan, ditemukan sejumlah perusahaan yang membayar dengan tingkat berbeda. Tahun 2011 misalnya, CPM masih menggunakan tingkat sumbangan Rp 100,-/kg, sementara SGP menggunakan tingkat sumbangan Rp 155,-/kg. Salah satu kemungkinan penyebab ketidakjelasan ini terletak pada sisi regulasi – Keputusan Bupati sebelumnya (2009) belum dinyatakan dicabut pada saat Keputusan Bupati yang baru (2011) sudah ditetapkan. Akibatnya, terjadi asimetri tingkat sumbangan pihak ketiga. • Terbuka kemungkinan tingkat pungutan SKAB tidak mencerminkan jumlah mangaan yang akan dikirim. Pemerintah Belu tidak memiliki mekanisme yang memastikan kesesuaian antara jumlah sumbangan pihak ketiga yang dibayarkan untuk mendapatkan SKAB dengan jumlah mangaan yang akan dikirimkan, terutama pada titik terakhir sebelum mangaan keluar dari wilayah Belu (yakni Pelabuhan Atapupu). Tidak ada proses cross check dan verifikasi yang dilakukan antara pemerintah daerah dengan pihak pelabuhan
  • 17. Apa penyebabnya? • Kekeliruan informasi royalti dan iuran tetap yang disampaikan pihak perusahaan. Sebagai misal, perusahaan keliru menuliskan nomor rekening tujuan untuk royalti dan iuran tetap (rekening untuk royalti diisi untuk iuran tetap). • Daerah asal tambang tidak dicantumkan; yang tercantum adalah daerah tempat perusahaan menyetor. Dampaknya, data pada Direktorat Jendral Mineral dan Batubara, Kementerian ESDM, tidak terdokumentasi secara akurat sehingga tidak dapat segera digunakan sebagai acuan alokasi DBH Pertum ke daerah. Sebagai keterangan, dan ini dapat menjadi salah satu penyebab, bahwa sebagian besar kantor pusat dari perusahaan pemegang IUP berdomisili di luar Belu, yakni 73 dari 89 perusahaan.
  • 18. Catatan Alur Penerimaan Non Formal • Kasus pertama: Pungutan atas “Obama” Ojek Bawa Mangan, mencapai 200 Kg/motor. Pungutan bergantung pada alat transportasi. 2.000,- - Rp 5.000,- per sepeda motor. Ini berlaku untuk perjalanan di dalam Kabupaten Belu. Untuk perjalanan lain, seperti dari Belu ke Kefamenanu (Timor Tengah Utara), Obama tidak dipungut biaya. Kendaraan roda empat antara Rp 20.000,- - Rp 50.000,- per kendaraan. • Kasus kedua: Pungutan di jalur pengepul dan perusahaan ber-IUP tanpa produksi menuju stockpile Di tingkat pengepul, pembayaran sejumlah dana kepada pihak aparat keamanan bergantung pada lokasi dan jumlah mangaan yang terkumpul. Sebagai contoh, pungutan untuk mangaan yang dekat jalan raya cenderung lebih besar dibanding yang jauh dari akses tersebut, seperti dipinggir hutan. Pungutan oleh pihak kepolisian misalnya di lokasi tambang CV Sinar Jaya. Pungutan ini tidak berlaku pada seluruh perusahaan. Pungutan tidak terjadi, misalnya, apabila pengepul adalah pihak aparat sendiri • Kasus ketiga: Pungutan dari titik stockpile sampai titik penjualan Berlangsung dari titik stockpile di pelabuhan Belu sampai titik penjualan di Tanjung Priok, Surabaya. Bila melalui jalan darat, pungutan terjadi pada saat melintasi melintasi pos-pos keamanan. Apabila jalur pengiriman melalui laut, model pungutan dilakukan di atas kapal.
  • 19. Diagram alur penerimaan non formal a Penambang Pengepul b d c e Perusahaan berIUP, tapi Stockpile tanpa produksi sendiri atau izin habis f Pelabuhan Atapupu g Pelabuhan Tanjung Perak (Surabaya)
  • 20. Catatan atas produksi • Volume Produksi hanya dilaporkan saat penjualan. Di Kabupaten Belu, belum mengenal istilah pelaporan secara reguler. Sebagaimana diminta dalam Keputusan Menteri No. 17/2010, perusahaan tambang diwajibkan melaporkan semua hasil produksinya secara berkala, baik pada saat ada transaksi penjualan atau sedang idle, yakni pada saat tidak ada transaksi/penjualan. • Mekanisme yang ada selama ini hanya mewajibkan pengusaha/perusahaan untuk melaporkan jumlah hasil penjualan batuan mangaan kepada Distamben Kabupaten Belu melalui mekanisme SKAB.
  • 21. Catatan atas harga mangaan • Pemkab Belu belum mempunyai standar harga patokan mangaan. Dalam prakteknya, Pemkab Belu belum mentapkan harga patokan penjualan batu mangan seperti yang diamanatkan Permen ESDM. Kondisi ini memberi ketidakjelasan dalam penentuan standar harga mangaan. Pemkab Belu hanya berpatokan pada dokumen surat perjanjian jual beli antara pengusaha mangan dengan pihak ketiga. • Harga patokan mangaan disepakati bersama antara Pemkab Belu dengan Asosiasi Pengusaha Perusahaan Tambang. Sebagai akibat ketiadaan harga patokan mangaan, sebagaimana diamanatkan Permen ESDM, maka stakeholder pertambangan mangaan di Kabupaten Belu mengunakan model kesepakatan dalam menentukan harga patokan mangaan. Mekanismenya dimulai dengan penetapan harga oleh Pemkab Belu. Harga tersebut kemudian diajukan dan dibahas dalam forum rapat bersama antara Pemerintah Kabupaten Belu dengan Asosiasi Pengusaha Tambang Belu. Di akhir rapat, disetujui gambaran kasar harga mangaan yang berlaku di Kabupaten Belu. Selanjutnya, hasil kesepakatan tersebut menjadi dasar penentuan harga jual yang dilakukan oleh pengusaha dengan pihak ketiga (pembeli mangaan).

Editor's Notes

  1. SelamatpagiBapak, Ibu, danSaudarasekalian. Terimakasihkamikepadapanitia yang sudahmengundang Ambarsari dansayasendiriuntukpresentasipadakesempatanini. Iniadalahmengenaipenelitian yang telahdilakukantentangPerizinanPertambanganditingkat Sub-Nasionaldankhususnyahasilpenelitian yang telahdilakukandiduakabupaten, yaitu Bangka danKutaiKartanegara. Sayaakanmempresentasikankerangkadaripenelitian yang kamitelahkamisusun. Kemudian, sayaakanmemberikankepada Ambarsari yang akanmempresentasikanhasilnya, sesuaikerangka yang diterapkanpadakeduakabupatentersebut.Setelahitu, sayaakanmenutupdenganbeberapapemikiranawalterkaitdenganimplikasikebijakannya.
  2. Penelitianinidilatarbelakangibahwaotonomidaerahmemberikankekuasaan yang besarketingkatdaerahuntukmengelolapertambanganBelumbanyakdipahamiapasajaaliranpenerimaan yang terkaittambangditingkatdaerahsertabagaimanainformasiantarpelakuBangka danBeludipilihkarenakeduanyapunyakomoditas mineral. Bangka daerah yang punyasejarahsangat lama menjadiprodusentimah. Sebaliknya, Belubarusajamunculdengankomoditasmangaan. Secaraumum, studiinibermaksudmemberikangambaranawaldanumumtentangduaaliranpentingdalampengelolaandanalokasipenerimaannegaradandaerahdaripertambanganmangandidaerahkajian: aliranpenerimaan (revenue flow) danaliraninformasi (information flow). Studiruanglingkuppertambanganumuminidimaksudkanuntukmemetakanalurpenerimaandanalurinformasipenerimaanbesertapermasalahan yang munculdalamkeduaalurtersebutdalamkontekspertambanganmangandiKabupatenBelu, Nusa Tenggara Timur. Dalammembuatrangkumandanpenyebarantemuanstudi, scopingindustriekstraktifinitidaksecaralangsungdiarahkanuntukmemberikanrekomendasikebijakan. Kendatibegitu, hasiltemuandalamlaporanstudiinisangatmungkindigunakansebagailandasan yang bisamembantupembuatankebijakanberkenaandenganpengelolaanpenerimaannegaradandaerahdariindustriatausumberdayaekstraktifdidaerahkajiandanditingkatnasional.
  3. Penerapandi Bangka danKukarmeliputitinjauanpustakatermasuk, khususnya, laporandari media tentangaktifitaspertambangandariduakabupatentersebut.Tinjauanliteraturinikemudiandiikutiolehserangkaianwawancaradenganstakeholder termasuk pejabat pemerintah, wakil masyarakat pertambangan, organisasi masyarakat sipil dan perusahaan tambang di masing-masing kabupaten. Data kuantitatifmeliputi data izin yang telahditerbitkan, anggaran, staf, danpenerimaanterkaittambang. Sementara berdasarkan sifatnya, data yang terkumpullebihbanyakbersifatkualitatif dan subjektif, keseluruhan darikesimpulandianggap cukupkuat dan untuk mewakili kondisiyang sedang terjadi di kabupaten lain di seluruh Indonesia.
  4. Kendatihanyamerupakansebuahstudiruanglingkup – yang sifatnyasederhanadanterbatashanyamelihatditingkatpermukaan – kajianinidituntunolehsebuahkerangkakonseptual. Dalammelakukanpencarian data, analisadanpenulisanlaporan, kerangkainimemberisemacamorientasiumumpadasaatmencobamemahamialurpenerimaandanalurinformasiterkaitpenerimaannegaradandaerah, sertapadagilirannya, dalammemberikangambaranumumkeduaalurtersebutdalamkontekspertambanganmanganditingkat sub-nasional. Bagan 1berisikerangkakonseptualtersebut. Bagianterpentingdalammemahamialurpenerimaanataualurinformasidanmelakukanpemetaanalur-alurinitidakbisatidakharusmelihataktordaninstansiterkait. Kecualiitu, besaranpenerimaandanisiinformasi, sertajenisdaripenerimaandaninformasimerupakanbagianpentinglainnya.  Dilengkapidenganketerangan-keterangansepertiini, menjadimungkinbagisebuahkajianruanglingkupuntukmelihatduahal: (a) celahatauloopholesdialur-alurtersebut yang membantumenjelaskansejumlahpersoalanpenerimaandaninformasi; (b) implikasi yang munculdariperbandinganantarakondisi yang adapadasaatstudiruanglingkupdilaksanakandengankondisi ideal tertentuataukondisi yang diharapkan. 
  5. SelamatpagiBapak, Ibu, danSaudarasekalian. Terimakasihkamikepadapanitia yang sudahmengundang Ambarsari dansayasendiriuntukpresentasipadakesempatanini. Iniadalahmengenaipenelitian yang telahdilakukantentangPerizinanPertambanganditingkat Sub-Nasionaldankhususnyahasilpenelitian yang telahdilakukandiduakabupaten, yaitu Bangka danKutaiKartanegara. Sayaakanmempresentasikankerangkadaripenelitian yang kamitelahkamisusun. Kemudian, sayaakanmemberikankepada Ambarsari yang akanmempresentasikanhasilnya, sesuaikerangka yang diterapkanpadakeduakabupatentersebut.Setelahitu, sayaakanmenutupdenganbeberapapemikiranawalterkaitdenganimplikasikebijakannya.
  6. Di masaOrdeBarupengusahaantimahdi Bangka dikelolaolehperusahaannegara. Sayangnya, pengelolaantimahpadaperiodeitudilakukandengancararepresifdantertutup. Penduduk Bangka hanyamenjadipenonton. Jikaadapenduduk yang diketahuimemilikitimah, merekaakanditangkap. Di masaOrdeBarupenduduk Bangka tidakdapatsecaralangsungmerasakanmanfaatdaritimah yang merupakankekayaanalamdaerahnya.Pada era otonomidaerahpengusahaantimahmemberikanwajah yang berbedabagipenduduk Bangka. Perbedaaninisepertieuphoria, karenapendudukdapatmelakukanpenambangantimahdenganbebas
  7. SelamatpagiBapak, Ibu, danSaudarasekalian. Terimakasihkamikepadapanitia yang sudahmengundang Ambarsari dansayasendiriuntukpresentasipadakesempatanini. Iniadalahmengenaipenelitian yang telahdilakukantentangPerizinanPertambanganditingkat Sub-Nasionaldankhususnyahasilpenelitian yang telahdilakukandiduakabupaten, yaitu Bangka danKutaiKartanegara. Sayaakanmempresentasikankerangkadaripenelitian yang kamitelahkamisusun. Kemudian, sayaakanmemberikankepada Ambarsari yang akanmempresentasikanhasilnya, sesuaikerangka yang diterapkanpadakeduakabupatentersebut.Setelahitu, sayaakanmenutupdenganbeberapapemikiranawalterkaitdenganimplikasikebijakannya.
  8. Sekitartigatahunbelakanganini, perhatianduniapertambangansedangterfokuskepulau Timor akankandungan mineral Mangaan yang luarbiasabesar. Informasitentangpotensi mineral Mangaan (FautMetan) ataubatuhitamini, menggerakkanberbagai investor darikawasan Asia Tenggara maupundaripulauJawa, Sulawesi dan Kalimantan berbondong-bondonguntukmenginjakkan kaki di Nusa Tenggara Timur, khususnyadiKabupatenBelu.Meskisecaraekonomismemilikiproyeksi yang signikan, beberadaanpertambanganmangaaninisendirisebenarnyamenghadirkandilemabagimasyarakat, khususnyamasyarakatmiskindiKabupatenBelu. Padasatusisi, pertambanganinimenolongmerekakarenamemberikanpenghasilan yang bersifat direct cash (cash money), danhalinilebihmenjanjikandaripadapenghasilandaripertanian yang bersifatfuture money.Sebagaicatatan, walaupunsektorpertaniandiKabupatenBelumerupakanpekerjaantradisional masyarakat, namunternyatahasilpanennyatidakbenar-benardapatdiharapkansebagaisumberpemasukanutama, karenaresikokegagalanpanen yang cukuptinggi.Tetapipadasisi lain, keberadaanpertambangantersebutjugamemberikerugianbagimereka. Karenadisampinglingkunganhidup yang terancamakibatpertambanganitu, kondisikerjapertambanganjugasangatmengeksploitasiperempuandananak-anakdisana. Sementarakeuntungan yang dapatmerekanikmatisangatjauhdibandinghargajualmangaansebenarnyadipasarekspor.Seiringdenganpelaksanaanotonomidaerahdandesentralisasi, Pemerintah Daerah memilikiperan yang sangatpentingdalammengaturkinerjaperekonomiandaerah. Iklimusaha yang kondusifdenganmemanfaatkanpotensisumberdayaalamdanlingkunganhidupdisuatudaerahjugadapatdilihatsebagaiprasyaratterselenggaranyasuatukegiatanperekonomian yang memberikanadvantageberlebihdanmeminimalkanresikodandampakbagikehidupanmasyarakat yang hidupditengahkekayaansumberdayaalamdanlingkunganhiduptersebut.