SlideShare a Scribd company logo
1 of 8
Download to read offline
Edisi 2, 1-9 Juni 2012

BIRU

Bincang - Bincang Revolusi
PANCASILA KITA

CIPUTAT hujan malam ini. Suasana yang pas untuk menyeruput
segelas kopi, sesekali menggasak
gorengan hangat dan tentu saja
sambil bermain twitter.

Lepas dari segala kontroversinya, Setelah berbagai pertimbangan
bagaimana kita memaknai Keredaksi, kali ini kami mengangkat
bangkitan Nasional di era digital tema 1 Juni, hari lahir Pancasila.
ini?
Masihkah kita hafal di luar kepala
Sedianya, tema tersebut yang
kelima sila itu? Masihkah ingat
20 Mei kemarin hari Kebangkitan akan kami angkat di edisi ini.
kita lagu Garuda Pancasila?
Nasional. Berapa banyak dari kita Namun sebagai tabloid baru,
1 Juni, mendadak kita teringat
yang masih peduli peringatan itu, kami masih mengalami beberapa
Pancasila setelah hampir setahun
atau setidaknya ingat? Di twitter, kendala. Ada beberapa hal yang
kita nyaris lupa. Diskusi-diskusi di
tentu saja ramai yang membiharus kami rapikan terlebih daruang publik dengan tema Pancarakannya, juga sejarah Boedi
hulu, agar kelak benar-benar
casila pun banyak digelar. Banyak
Oetomo yang diselimuti kontrodapat menjadi terbitan berkala
tokoh berebut mengaku sebagai
versi.
yang berkualitas.
pancasilais. Di twitter, perbincan-

gan mengenai Pancasila tak kalah ramai, mungkin hanya kalah
ramai dari percakapan tentang
sajak Sapardi, Hujan di Bulan
Juni.
Namun kami tidak banyak menyajikan kajian mengenai Pancasila. Di edisi ini, kami justru
mengetengahkan persoalan
bangsa yang sangat menyalahi
Pancasila.
Persoalan kekerasan atas nama
agama dan negara yang absen
dalam melindungi hak-hak minoritas.
Selain tema sentral tersebut, di
rubrik Sorotan kami juga menyoroti minimnya toko buku di sekitar kampus, yang sangat mungkin
merupakan indikator utama
minat baca kita. Di rubrik Catatan, kami hadirkan beberapa
catatan untuk akun twitter Presiden SBY. Dan rubrik Celoteh kali
ini cuap-cuap tentang tokoh
utama dalam peristiwa bersejarah 1 Juni.
Tabik.
SAJIAN

EDISI

INI:

 Toko Buku Gerak-Gerik dan minat
baca mahasiswa
 Suara lantang dari musik Punk
 SBY main twitter!
 Perjuangan minoritas
 STOP KEKERASAN AGAMA!
 Resensi novel Amba, Laksmi
pamuntjak
 Apa kata seorang tukang pecel
lele tentang sosok Soekarno?

Tentang Tabloid Biru
Tabloid Biru diterbitkan oleh Lembaga Pers Mahasiswa Pisangan. Dengan inisiatif untuk menghadirkan karya pers
mahasiswa yang lebih peduli dengan kajian komperehnsif dalam setiap terbitannya. LPM Pisangan dibentuk dengan semangat jurnalisme wacana agar kehidupan kampus UIN Jakarta tidak miskin wacana dalam setiap perbincangan di kantin-kantin, warung kopi, kelompok diskusi dan kajian, ruang kelas hingga meja -meja seminar.
Awak LPM Pisangan; Editor in chief: Ahsan Ridhoi. Sekretaris redaksi: Hanifa. Dewan redaksi: Jopi, Udin, Edo,
Entis, Iceng, Khairy, Ikhsan, Fikri, Randy. Reporter: Abun, Asep.
LPM Pisangan menerima kiriman karya jurnalistik berupa reportase, opini dan lain -lain.

email redaksi:
tabloidbiru@gmail.com
Twitter:
@TabloidBiru
Sorotan

Halaman 2

NOTAMERTA BUAT GERAK-GERIK

Oleh: Ahmad Makki

"Gua pengen ‗neladanin pedagang Cina. Harga murah, untung
‗dikit, pemasukan lancar," kata
lelaki tinggi besar itu.
Saya mengangguk setuju.
"Harga murah juga berarti gua
amal buat mahasiswa."
***
Lelaki itu Ikhwan Nasution.
Panggilannya Tion. Seorang kawan asal Batak bilang, ini kali
pertama ia ketemu orang yang
berani memapas nama marganya
dengan sengaja.
Tapi bukan lantaran itu nama
Tion menjadi legenda di UIN Jakarta. Ia juragan toko buku -ia
menyebutnya bengkel bukuGerak-Gerik, yang mayoritas dagangannya adalah buku tua.
Ketika Tion mengucapkan kalimat di atas, saya merasakan
optimisme dan keteguhan. Ia
menyelundup kesana-kemari
demi mengendus jejak buku-buku
tua. Kerja keras ini sempat membuat profilnya nampang di rubrik
Sosok harian Kompas.
***
Bukan koleksinya yang pertama kali membuat saya tertarik
dengan toko buku Gerak-Gerik.
Ketika melewati mulut gang kecil
itu, sekira paruh awal dekade
2000-an, saya belum tahu di
sana ada lumbung ilmu.
Adalah sosok sastrawan
Danarto yang mengundang mata
saya. Legendaris yang wajahnya
hanya pernah saya lihat di media
massa atau halaman akhir beberapa buku itu, tengah membaca sambil menghadapi puluhan
buku tertumpuk rapi.
Saya menghampiri, menyalami,
sedikit berbasa-basi. Dan tak
urung lalu menyelidik harta karun
yang terhampar disana.
Beberapa kali berkunjung, saya
berkesempatan mengobrol dengan Tion. Ia mengaku koleksinya
tak banyak yang baru. Hanya
buku baru dengan angka pen-

jualan lumayan yang dipajangnya.
Itu pun tema-tema tertentu,
seperti filsafat, sastra, budaya,
sejarah dan sejenisnya.
―Buku-buku bagus dan serius
biasanya enggak laku. Beberapa
bulan terbit lalu menumpuk di
gudang,‖ terangnya. Ia lalu membujuk para penerbit agar menekan harga, dengan jaminan
angka penjualan sekian. Pertaruhan kredibilitas sebagai pedagang, ia menyebutnya.
―Gua yakin di UIN (Jakarta)
pasar buku-buku beginian masih
lumayan‖.
Beberapa bulan kemudian
Gerak-Gerik pindah tak jauh dari
tempat semula. Di bantaran
jalan utama Pesanggrahan.
Samping Warkop Siang-Malam.
Lebih strategis dan lebih luas.
Buku-buku tua mulai dipajang.
Dan kian lama kian fokus ke segmen ini.
Tion pun makin edan pasang
harga. Kumpulan cerpen legendaris Idrus, Dari Ave Maria ke Jalan
Lain ke Roma saya gondol dengan harga lima ribu perak. Novel
klasik Dr. Zhivago yang diterjemahkan Trisno Sumardjo, di sebuah bazar buku lama dibandrol
300 ribu. Tapi di Gerak-Gerik bisa
dibawa pulang dengan harga 50

ribu. Yang berbahasa Inggris harganya lebih jeblok lagi, cuma 20
ribu.

juk beberapa buku yang diinginkan agar disimpan dan tak
dibeli orang lain. Seminggu-dua
kemudian boleh datang lagi menMakin lama buku-buku tua
yetor duit dan ambil buku.
kian menjejali Gerak-Gerik. Bobot
Saya juga menikmati fasilitas
kualitasnya kian canggih, temaini. Tapi saya punya kelemahan
nya tambah beragam. Cocok
yang membuat enggan memanbetul dengan selera intelektual
faatkannya terlalu sering. Saban
saya yang urakan dan kurang
main ke toko buku dalam kondisi
bertanggung jawab. Saban punya kantong kempes, kepala saya
uang barang 50-100 ribu, saya
kerap pening, jantung berdebarbergegas mampir dan
debar, kaki lemas dan keringat
menghabiskannya selekas pemenitik deras. Malamnya saya
candu judi kurang siasat.
sukar tidur membayangkan buku
Ide Tion berkutat di buku-buku incaran saya dijamah orang.
lawas mendapat sambutan hangat. Tempat ini jadi semacam
***
ruang rekreasi para pecandu
buku. Dengan kian ramainya
Gabriel Garcia Marquez, Camilo
Gerak-Gerik, Tion tak hanya ber- Jose Cela, Herman Hesse, Knut
peran sebagai juragan. Ia juga
Hamsun, Lu Hsun. Idrus, John
kerap membantu melayani, tapi
Steinbeck, Mahbub Djunaidi,
lebih sering jadi katalog buku.
Dami N. Toda, HB. Jassin, FrankMemberi keterangan ringkas,
lin Foer, Simon Kuper dan Stefan
menunjukkan buku-buku yang
Szymanski dan sederet nama
berhubungan, atau merekomen- lainnya.
dasi.
Tanpa Gerak-Gerik, namaTion juga bisa menjadi pedanama di atas mungkin hanya bisa
gang yang nyentrik. Jika ada yang saya baca di Wikipedia sambil
bertanya buku-buku teks kuliah, mengira keagungan karya
dengan ketus ia menjawab, ―sori, mereka. Saya tak bisa membaenggak jual yang begituan.‖
yangkan hidup tanpa pengalaMereka yang bokek pun bisa
man spiritual yang saya rasakan
datang dengan nyaman. Menun- saat dihanyutkan karya mereka.
Sorotan

Gerak-Gerik bagi saya bukan
sekadar toko buku.
Secara personal, tempat itu
seperti peta penunjuk untuk menemukan wilayah-wilayah baru
yang ikut membentuk diri saya.
Selain itu, Gerak-Gerik adalah
saksi perubahan sosial di UIN
Jakarta. Saya memulai kuliah di
kampus ini ketika forum-forum
kajian tengah jadi primadona.
Saat itu, Anda belum sah menjadi
mahasiswa jika tak mampu
menunjukkan tempat-tempat
kajian ternama di Ciputat.
Jamaah forum-forum studi
itulah yang menjadi konstituen
setia Gerak-Gerik. Mereka yang
menganggap forum studi sama
pentingnya dengan ruang kuliah
itu, secara regular menjadikan

Halaman 3

toko-toko buku sebagai taman
bermain.
Memasuki paruh kedua
dekade 2000-an, UIN mengalami
banyak perubahan. Mahasiswa
kian disibukkan dengan tugas
kuliah. Saya mengingat dengan
jelas proses bergantinya bukubuku bacaan di tangan mahasiswa menjadi buku teks kuliah.
Saya bahkan bisa mengingat
mahasiswa terakhir yang setia
membawa buku bacaan kala
tengah nongkrong.
Perubahan ini turut dirasakan
toko-toko buku. Perlahan-lahan
mereka menyingkirkan bermacam buku dari rak-raknya,
menggantinya dengan sebatas
buku teks. Tapi Gerak-Gerik tetap
keras kepala.

Di saat-saat seperti itulah ,
sekitar lima tahun lalu, Tion menyatakan ingin meneladani para
pedagang Cina, setelah sebelumnya mengeluhkan kian minimnya
mahasiswa yang mendatangi
Gerak-Gerik.
―Hitung jumlah toko buku (di
sekitar) yang masih bertahan. Itu
indikator minat baca mahasiswa
UIN,‖ ujarnya ketika itu.
Saya bisa mengingat keberadaan sekitar 17 toko buku di
radius 1 km di sekeliling UIN Jakarta. Saat ini yang tersisa tinggal
lima.
Jika Tion benar, setidaknya
masih ada Rektor Komaruddin
Hidayat yang masih percaya lembaganya sebagai world class university.

INI BUKAN ARAB, BUNG!
terpilih sebagai Best Punk/
Punk merupakan jenis atau
Hardcore/Post-Hardcore di ICEMA
genre musik yang lahir di awal
tahun 1970-an. Genre ini berakar award 2012.
pada sebuah subkultur yang
Lagu ini merupakan sindiran
muncul di kota London, Inggris.
keras terhadap situasi dan
Punk seringkali menyindir para kondisi sosial masyarakat Indonesia, mengenai hukum-hukum
penguasa yang mengalami keagama yang dipaksakan pada
merosotan moral, melalui lagusemua orang tanpa pandang
lagu dengan musik dan lirik sebulu. Padahal hubungan setiap
derhana yang terkadang kasar
individu dengan Tuhan meruserta beat yang cepat dan
pakan hal yang sifatnya sangat
menghentak. Cara yang tak bipersonal.
asa.
Lirik-lirik lagu yang diceritakan
dalam jenis musik ini mencakup
aspek politik, lingkungan hidup,
ekonomi, ideologi, sosial dan
bahkan masalah agama.

Walaupun dikemas dengan
musik yang keras dan ngebut,
lagu ini kental dengan nilai-nilai
kemanusiaan, bahwasanya kebebasan memeluk kepercayaan
adalah hak fundamental dari
setiap individu yang ada di seluruh dunia

***
Setelah obrolan itu, kami tak
lagi punya kesempatan berbincang secara pribadi, hingga mendadak seorang kawan menyampaikan kabar tutupnya GerakGerik.
Kali pertama mendengarnya,
saya melengak kaget. Baru berjam-jam kemudian saya betulbetul menyadari ada bagian yang
hilang dari kehidupan saya.
Setelah Gerak-Gerik tiada, saya
jadi sadar betapa sedikit buku
yang telah saya baca.
*Penulis adalah alumnus
Psikologi UIN Jakarta

Oleh: Ricardo Taufano

paksa orang lain
untuk memiliki
mimpi yang sama.
Pemaksaan
hukum-hukum
partikular terhadap kehidupan
masyarakat yang
universal, telah
mengganggu ketenangan dan
kebebasan
masyarakat minoritas, khususnya di
Indonesia.

Lebih-lebih
ketika muncul
organisasi paramiliter, yang ser―Kau paksakan budaya, tapi
ingkali melakukan
kita bukan di Arab di jaman nabi.
aksi yang bersifat memaksa dan
Cepatlah kau mati, tagih pahadestruktif. Parahnya, aparat neBagi Milisi Kecoa, memiliki
lamu di surga. Surgamu, neragara permisif terhadap tindak
mimpi dan ideal tertentu adalah
kaku. Ini bukan Arab, Bung. Bukekerasan mereka. Negara
hal yang wajar dan alami. Namun
kan!!”
seakan absen dalam melindungi
saat mimpi dan ide itu menghanPenggalan dari lirik lagu di atas curkan hidup orang lain dan ber- warga.
diambil dari salah-satu band
sifat memaksa, hal itu tentu sanAgama beserta semua hukumPunk/Hardcore asal Bandung,
gatlah mengganggu. Mimpi dan
hukumnya merupakan hal yang
Milisi Kecoa. Lagu ini adalah
ideal yang kita percaya dan yakini personal. Tak peduli apapun yang
salah-satu lagu yang masuk dan adalah milik kita sendiri, jangan
dipercayai, yang jelas, kita tidak

dapat memaksakan apa yang kita
yakini pada orang lain.
―Lagipula, apa gunanya kalau
orang lain ikut jalanmu dengan
dilandasi keterpaksaan?‖
demikian kutipan yang tertera
dalam di blog Milisi Kecoa.
―Ini Bukan Arab, Bung!‖.
Catatan

Halaman 4

PRESIDEN REPUBLIK TWITTER

Oleh: Wisnu Prasetya Utomo*

Mengaku menyimak dinamika perkembangan
teknologi komunikasi yang
semakin masif, Presiden SBY
akhirnya memutuskan untuk
membuka akun twitter. Hal ini
mengikuti ―perpindahan besar
-besaran‖ ke dunia maya yang
dilakukan oleh para pemimpin
berbagai negara.
Data yang dirilis Digital
Policy Council di akhir 2012
menunjukkan, lebih dari 75
persen pemimpin negara telah memiliki akun twitter.
Sementara, dari 20 negara
yang tergabung dalam G-20 pun
hanya pemimpin dari 4 negara –
termasuk Indonesia – belum
punya. Lembaga ini memperkirakan, di tahun 2013 semua kepala
negara akan memilikinya.

jarak yang jauh antara masyarakat dengan negara. Keunikan,
atau — kalau bisa dibilang- keunggulan inilah yang membuat media
sosial memiliki peran besar
dalam demokratisasi dan menemukan ruang publik ―yang seMelihat fakta tersebut, langkah sungguhnya‖.
SBY bisa dibilang sedikit terlamRuang publik merupakan
bat. Keterlambatan ini tidak akan
keadaan komunikasi yang bisa
dapat ditoleransi oleh netizen
memunculkan kekuatan solidari(warga dunia maya) jika SBY
tas masyarakat . Kekuatan ini
menggunakan akunnya hanya
muncul sebagai bentuk perlauntuk melakukan pencitraan.
wanan masyarakat terhadap
uang (pasar) dan kekuasaan
Di republik twitter, presiden
(negara) agar bisa mencapai titik
tidak akan menjadi presiden.
Masyarakat tidak perlu berhada- equilibrium egalitarianisme.
pan dengan ketatnya penjagaan
Mengejar Keterlambatan
paspampres hanya untuk menyapa SBY.
Dengan memahami raison
d’etre media sosial tersebut,
Kehadiran media sosial telah
keterlambatan mesti segera dikememaksa konsep kekuasaan
jar oleh SBY (dan stafnya) agar
untuk dikaji ulang. Hierarki ataspesan-pesan melalui twitter tidak
bawah runtuh. Kesetaraan mensegera menjadi klise.
jadi penanda bagi relasi antara
masyarakat dengan negara. Tidak
Dalam kajian komunikasi
ada ―pusat‖ dan tidak ada
politik, media sosial adalah ben―pinggir‖.
tuk generasi ketiga setelah face
to face communication dan meSimak bagaimana hirukdia arus utama. Ada dua hal
pikuknya mention para netizen
utama yang perlu diperhatikan,
kepada akun twitter SBY. Dari
yang berbeda cara memanfaatmulai aspirasi persoalan seharikannya dengan dua generasi
hari, guyonan, sampai caci-maki
media sebelumnya.
terhadap presiden semua ada.
Pertama, memimpin adalah
Situasi ini muncul karena memendengarkan. Media sosial
dia sosial menyediakan platform
menjadi ruang yang sepenuhnya
interaksi yang jauh dari sifat forterbuka di mana setiap netizenmal-birokratis. Ia memangkas

bisa menyampaikan kritik dan
aspirasinya. Sarana ini potensial
untuk ―menangkap‖ berbagai
keresahan masyarakat. Apalagi,
mayoritas dari 29 juta pengguna
twitter di Indonesia terdiri dari
kelas menengah terdidik dan
kritis. Aspirasi yang muncul setiap
hari melalui medium ini sudah
selayaknya diperhatikan. Pengalaman ketidakefektifan layanan
pengaduan melalui SMS dan PO
BOX 9949 merupakan pelajaran
berharga.
Presiden Amerika Serikat
Barack Obama, misalnya, selalu
menyediakan waktu untuk menengok linimasa (timeline). Setiap
hari, ia membaca setidaknya 10
tweet yang sudah dipilihkan oleh
stafnya dari puluhan ribu mention
yang muncul. Staf pengelola twitter Obama juga bertugas
meneruskan ke kementerian
yang bersangkutan apabila ada
kritik atau pertanyaan dari warga.
Kedua, pesan harus disampaikan dengan padat dan ringkas
(brevity). Seperti diungkapkan
John H. Parmelee dalam How
Twitter Influences the Relationship between Political Leaders
and the Public (2012), keterbatasan karakter dalam twitter justru
bagus untuk publik. Para pemimpin politik dipaksa merangkum
pesan dengan sederhana agar
tidak menimbulkan penafsiran
yang lepas dari konteks awalnya.

Kita mafhum, SBY dalam komunikasi politiknya selama ini
selalu mengesankan bahwa dirinya sangat berjarak dengan
masyarakat. Tentu, ini tidak bisa
dilakukan di media sosial jika
ingin pesan dapat tersampaikan
secara efektif. Menggunakan
pola komunikasi high context
hanya akan membuat akun twitter presiden menjadi bahan lelucon dan tidak berfungsi apa-apa.
Gaya bahasa sederhana dan
informatif akan membuat para
pengikut (followers) tertarik dan
pesan yang disampaikan akan
lebih lekat di ingatan.
Migrasi Birokrasi
Selain catatan mengenai gaya
komunikasi politik di media
sosial, akun twitter SBY adalah
contoh bagi pejabat-pejabat di
bawahnya untuk ikut melakukan
―migrasi ke dunia maya‖. Dari
mulai pejabat birokrasi di tingkat
Menteri, Gubernur, Bupati dan
seterusnya. Karena sekarang
adalah era cyberdemocracy yang
mensyaratkan keterbukaan informasi dan dialog.
Keterbukaan informasi, akuntabilitas dan transparansi pemerintah salah-satunya bisa ditunjukkan melalui web atau situs resmi
pemerintah. Di sana (idealnya)
kita bisa mengakses berbagai
hal; mulai dari agenda pemerintahan sampai penggunaan uang
publik.
Kita mesti jujur tidak banyak
web resmi pemerintah yang memenuhi harapan. Bahkan ketika
kondisi ideal itu tercipta, tetap
saja tidak cukup untuk menumbuhkan partisipasi publik dalam
demokrasi.
Partisipasi membutuhkan kesepahaman yang hanya bisa dibangun melalui dialog. Media
sosial menawarkan medium yang
tepat untuk terciptanya dialog
yang setara. Dengan demikian,
seperti diungkap Paul Ferber
Catatan

dalam Cyberdemocracy and
Online Politics: A New Model of
Interactivity (2008), ruang publik
bisa dideliberasi.
Deliberasi ruang publik membuat beragam kepentingan mendapatkan kesempatan aksentuatif. Dengan meringkas strukturstruktur birokrasi, suara masyarakat akan cepat terserap oleh
pembuat kebijakan. Komunikasi
terjadi secara horizontal, bukan

Halaman 5

vertikal. Pada akhirnya, pertukaran gagasan yang bebas dan
setara bisa memunculkan konsensus yang bermanfaat bagi
kepentingan publik.
Meskipun memang, penggunaan media sosial bukan tanpa
persoalan. Keberlimpahan informasi (information abundance) di
media sosial justru membuat
diskursus menjadi miskin pengetahuan. Kedangkalan ini bisa

dilihat dari kecenderungan mementingkan ―citra‖ ketimbang
―substansi‖ atau dan ―aksi‖
ketimbang ―gagasan‖.
Oleh karenanya, perlu satu
transformasi agensi untuk membangkitkan kembali potensi politis media sosial. Pangkalnya,
dalam setiap keberhasilan komunikasi, faktor agensi tidak mungkin diabaikan. Di sinilah
pentingnya akun twitter SBY dan

PERJUANGAN UNTUK SETARA
―The Cause is Fear”
Sebut saja Ahmadiyah pada
-Dialog dalam film A Single Man tragedi Cikeusik, Pandeglang,
Banten. Ketik kata
Sebuah dialog
‗Ahmadiyah‘ di mesin
sederhana yang
pencari, lihat sendiri
membuat saya
berapa banyak pemberiberkontemplasi.
taan tentang mereka di
Topik kontemplasi
media dan lihatlah
melebar kemanaberapa kali tempat
mana hingga
ibadah mereka dihanakhirnya saya bercurkan. Rumah mereka
henti pada satu
pun dihancurkan. Eskaltopik: diskriminasi
asi ketakutan dalam
minoritas.
kehidupan mereka seSiapa sebenarnya
makin serius setiap hari.
minoritas? Mengapa
Sebut saja Syiah di
tahun-tahun belakanSampang, mereka dilagan ini minoritas menjadi selebriti rang bertakbir di malam idul fitri,
–ada di televisi, dibicarakan di
karena jika bertakbir rumah
radio, menjadi headline utama di mereka terancam hangus.
surat kabar harian hingga mingSebut saja umat kristiani,
guan?
mari hitung bersama gerejaMenurut Kamus Besar Bagereja yang sudah ditutup, dilahasa Indonesia, minoritas adalah rang beroperasi. Mari hitung bergolongan sosial yang jumlah war- sama umat kristiani yang ketika
ganya jauh lebih kecil jika diband- beribadah dilempari air seni.
ingkan dengan golongan lain
Sebut saja kaum homosekdalam suatu masyarakat dan
sual di Jakarta. Berapa banyak
karena itu didiskriminasikan oleh dari mereka yang masih menjadi
golongan lain tersebut.
bahan opresi masyarakat hanya
Mengambil contoh apa yang
karena berbeda. Bahkan setelah
terjadi di Indonesia, saya menWHO mengeluarkan homoseksugamini apa yang ada di dalam
alitas dari International Classificadefinisi KBBI. Minoritas di Indone- tion of Diseases pada tahun
sia (sudah pasti) jumlahnya lebih 1990 dan International Day
sedikit, dan kenyataanya meAgainst Homophobia and Tranmang banyak didiskriminasi,
sphobia, yang diperingati setiap
bahkan diopresi.
17 Mei.

Secara global, bisa kita lihat
muslim di Eropa yang merupakan
minoritas dan rentan diskriminasi. Lalu siapa lagi yang dianggap rentan lalu didiskriminasi?
Siapa lagi yang akan bernasib
sama?
Sesuai dengan teori Gramsci
dengan counter-hegemonic-nya,
individu dan kelompok yang
didiskriminasi dan diopresi tidak
akan tinggal diam. Mereka membuka jalan untuk keluar dari rantai diskriminasi yang bukan tidak
mungkin sebentar lagi akan
membunuh mereka. Mereka
mengadu ke pemerintah,
meminta agar diperlakukan setara.
Alih-alih diperlakukan setara,
Ust. Tajul Muluk (Syiah) justru
mendekam di Penjara. Alih-alih
diperlakukan setara, kaum homoseksual justru semakin
didiskriminasi. Mahasiswa Riau
meminta KPU tidak loloskan Calon Gubernur (CaGub) homoseksual (headline ourvoice.or.id). Alih
-alih mendapat hak setara dalam
politik, keberadaan mereka
didemo dan diabaikan.
Mengapa mereka tetap berusaha jadi setara? Karena jengah,
juga karena takut. The cause is
fear, seperti dialog film yang saya
kutip di atas. Karena ketakutan
yang diciptakan orang-orang di
luar dunia mereka menum-

para pejabat di bawahnya.
―Republik twitter‖ menjadi
salah satu-jalan lain untuk merawat republik. Sayang jika kita
tidak segera beradaptasi. Bagaimana presiden @SBYudhoyono?
*Penulis adalah alumnus
Komunikasi UGM, penulis buku
Pers Mahasiswa Melawan
Komersialisasi Pendidikan
.

Oleh: Justian Edwin
buhkan kekuatan untuk melawan. Untuk keluar dari lingkar
diskriminasi dan opresi yang tidak kunjung berhenti.
Usaha mereka tidak dengan
konfrontasi murahan. Usaha
mereka tidak dengan demonstrasi berujung kekerasan di depan gedung DPR. Mereka tidak
berjuang untuk diri mereka
sendiri. Mereka berjuang untuk
kebebasan. Mereka menjadi aktor yang meningkatkan kewaspadaan manusia dan kelompok
manusia di sekeliling mereka
agar tahu bahwa kita, dalam negara yang (katanya) demokrasi,
dikekang oleh diskriminasi.
Mereka menyadarkan bahwa
kita, yang katanya hidup di negara yang presidennya mendapat
penghargaan karena menjunjung
tinggi toleransi umat beragama,
dikekang oleh suara mayoritas
yang menekan minoritas. Mereka
berjuang diadvokasi oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
yang dananya bukan dari dalam
negeri.
Pemerintah tidak ikut andil
dalam perjuangan mereka.
Sedih? Tidak perlu. Mereka tidak
lemah, mereka kuat.
Meraka kuat karena ketakutan yang datang ketika diancam,
ketika diopresi. Ketakutan adalah
dasar perjuangan mereka.
The cause is fear.
Opini

Halaman 6

KEKERASAN DI TENGAH KEBHINNEKAAN
Kerukukan antar-umat beragama makin hari makin mencemaskan di negeri ini. Berita intolensi sering terdengar di televisi.
Atas nama agama, sekelompok
orang menyerang jemaah
Ahmadiyah di Cikeusik,
Pandeglang, Banten. Buntutnya,
korban jatuh tak terelakkan. Begitu halnya dengan penyerangan
sebuah tempat ibadat di Temanggung, Jawa Tengah. Jamaah Syiah di Sampang hingga kini harus
mengungsi dan meninggalkan
tanah sendiri. Dan sederetan
kasus lain di tempat lain.
Agama nampaknya melulu
dipahami soal ritual (syar'i) dan
dogmatis (aqidah). Agama direduksi dalam bentuknya yang paling garang. Tafsir yang destruktif.
Seakan lupa, bahwa konsepsi
mendasar agama-agama terdapat pada pada dua entitas besar
yang menjadi dinamisator. Yakni,
kasih sayang (rahman) dan persaudaraan sesama manusia
(ukhuwah).
Di samping pemahaman beragama yang salah, faktor terpenting untuk mengatasi
kekerasan atas nama agama
adalah faktor negara. Negara
yang berkewajiban melindungi
setiap warganya. Namun
sayangnya, dalam banyak kasus
intolerasi yang terjadi, negara

seolah absen melindungi para
korban.

Dengan demikian, dalam hal
kekerasan yang kerap atas nama
agama yang kerap terjadi dewasa
Entah bagaimana, SBY selaku ini, jelas bahwa negara punya
kepala tidak malu menerima
tanggung jawan melindungi
penghargaan atas keberhasilan
korban dan menghukum pelaku
menjaga kerukunan umat berkekerasan, Negara harusnya
agama. Berhasilkah negara men- membela Melaka yang hakjaga kerukunan? Berhasilkah SBY haknya direnggut secara paksa.
melindungi para korban?
Namun yang terjadi, negara terlihat gagap. Negara seakan kalah
Kegagalan Negara
oleh para pelaku kekerasan. NeMenurut JJ Rosseau (1649),
gara tidak tegas menghadapi
negara haruslah menjadi peintoleransi.
lindung setiap warganya. Sebab,
Kegagapan negara dalam
ia telah merenggut kebebasan
memberikan keamanan setiap
alamiah yang dimiliki individu
warga inilah yang menjadi titik
ketika belum adanya negara
persoalan mengapa kebhinekaan
(state of nature).Negara dibutuhkanlah sebagai perekat kebe- dan kemajemukan kita terusik.
basan-kebebasan individu, serta Penulis kira ada tiga fundamental
hal yang harus ditilik sebagai
sedikit menguranginya dengan
episentrum negara yang berdausocial contract.
lat.
Individu kemudian tetap
Pertama, ancaman disintememiliki kebebasannya, namun
kebebasan itu dibatasi oleh kebe- grasi. Perkara ini kerap dianggap
selesai oleh banyak orang. Sering
basan individu lain. Dan kebedilupakan bahwa proses menuju
basan itu dibatasi dengan konintegrasi sosial tidak segampang
trak sosial yang disebakati bermembalikkan telapak tangan.
sama. Negara, sebagai institusi
yang dianugerahi tanggung jawab Padahal proses ini adalah proses
menjaga kontrak sosial itu, punya dinamis, yang tidak bisa dirawat
kewajiban melindungi warga yang hanya dengan acara-acara formal
seperti dialog antar-agama yang
hak-haknya direnggut. negara
berkewajiban menghukum pelaku boros anggaran. Peran pendidikan, pemberitaan media dan
kekerasan dan kriminal karena
menyalahi kontrak sosial, karena teladan dari para pemuka masayarakat dan agama penting di
melanggar kebebasan individu
sini.
lain.

Oleh: Dedik Priyanto
Bisa dilihat, misalnya, pada
kasus India dan Pakistan yang
akhirnya berpisah. Sebelum
terpisah menjadi negara berbeda,
persatuan' keduanya berawal
pada pseudo-politics', dilanjutkan
dengan ketidakmampuan negara
sebagai payung pemersatu. Indonesia, agaknya akan mengalami
kejadian yang sama. Jika negara'lagi-lagi' gagal menjalankan
tugasnya, serta hanya
memikirkan kekuasaan dan citra
terhadap suatu masalah.
Kedua, politisasi agama. Dua
anasir ini ibarat dua mata sisi
yang melengkapi. Bahwa agama
dan politik sulit dipisahkan di
negara yang abu-abu seperti Indonesia: sekuler bukan dan
teokrasi juga bukan.. Namun,
menjadi bermasalah jika agama
itu dipolitisasi oleh segelintir
golongan untuk kepentingan pribadi atau kelompok mereka.
Buahnya, adalah kekerasan yang
berbau agama.
Ketiga, identitas negara. Menjadi Indonesia adalah menyerupa
nasionalis tanpa perlu mengamit
agama sebagai teman sejawat
dalan lelaku. Agama bukanlah
embrio dari Pancasila sebagai
paradigma berpikir bangsa.
Meski sejak awal diakui para
pendiri bangsa bahwa negara ini
adalah negara beragama, tapi
mereka tidak pernah bermaksud
mendirikan negara agama. Hal ini
terlihat jelas dari penghapusansembilan kata yang tadinya tercantum dalam sila pertama.
Landasan bangsa bertumpu
pada toleransi, kebersamaan,
kekeluargaan dan sikap saling
menyayangi antara sesama.
Untuk itulah, segala silang
sengkarut perbedaan tidak
dibenarkan berakhir dengan
kekerasan. Kita seharusnya malu
pada nenek moyang dan tanah
nusantara ini jika pertikaian
karena agama sampai terjadi.
Intelektual muda Ahmad Makki
di suatu kesempatant pernah
berkata: ―pertengkaran demi
meributkan perbedaan, apalagi
sampai mengepal tinju dan melempar batu, adalah kebisingan
yang mengganggu tidur siang.‖
Resensi

Halaman 7

BAYANG-BAYANG TETRALOGI PULAU BURU
Kita tahu Pulau Buru.
Tetralogi Pulau Buru karya
Pramoedya Ananta Toer sangat
laris dan legendaris. Kita tahu,
Buru adalah penjara hidup bagi
mereka yang dianggap ancaman
bagi Orde Baru, tahanan poltik
yang dianggap berhubungan dengan PKI, termasuk Pramoedya.
Apakah kita benar-benar tahu?
Amba hadir memberi tahu kita
berbagai detail Pulau Buru. Sebagai roman sejarah, karya Laksmi
Pamuntjak ini menghadirkan
lanskap, aroma, suasana dan
gejolak Buru. Melalui tokohtokohnya, Laksmi berhasil menyajikan segala tentang Buru ke hadapan pembaca.
Tidak berlebihan bila Sitok
Srengenge mengatakan, ―inilah
novel Pulau Buru yang sebenarnya.‖ Karena latar utama
novel ini adalah Buru. Tetralogi
Pulau Buru bukanlah novel-novel
tentang Buru yang sebenarnya. Ia
hanya dicatat di Buru.
Amba bercerita tentang
peristiwa 30 September 1965
dan segala tragedi yang mengikutinya. Dengan mengadaptasi
kisah pewayangan, tentang
Amba, Bhisma dan Salwa, kita
diajak berkelana. Kisah pewayangan hadir dalam versi berbeda,
dalam kehidupan manusia modern Indonesia yang bersentuhan
langsung dengan fase paling
berdarah dalam sejarah negara
ini, 1965 dan beberapa tahun
sesudahnya.
Diceritakan, Amba Kinanti
seorang gadis biasa dari Kadipura, daerah pinggiran Yogyakarta. Amba dibesarkan di tengah
-tengah keluarga Jawa yang sehari-hari menghayati kisah pewayangan. Dari Ayahnya, Sudarminto, seorang kepala sekolah,
Amba mempelajari kearifan
khasanah Jawa, mulai Mahabharata,Wedhatama hingga Serat
Centhini.
Amba lalu tumbuh menjadi
gadis cerdas yang memiliki pilihan-pilihan dan mimpi-mimpinya

sendiri. Pilihan yang seringkali
membuat ibunya, Nuniek, mendadak jantungan. Termasuk pilihannya untuk tidak mau langsung
menikah selepas lulus SMA. Pilihan yang cukup asing bagi orangorang sekampungnya.
Di lain pihak, ayah-ibunya
telah menemukan sosok calon
menantu terbaik dalam diri
Salwa, Salwani Munir, dari sebuah perjumpaan tak sengaja di
Universitas Gajah Mada. Mereka
berjumpa ketika Sudarminto diundang dalam sebuah pertemuan
guru di kampus itu. Salwa, dosen
muda dengan masa depan cerah

dan non-PKI semakin memanas.
Dokter yang membutuhkan terjemahan itu adalah Bhisma
Rashad, dokter lusan lulusan
Leipzig, Jerman Timur, karib tokoh-tokoh CGMI.
Dalam waktu singkat, Amba
memadu cinta dengan Bhisma.
Amba jatuh cinta kepada Bhisma
karena menemukan gairah yang
berbeda pada diri Bhisma, daya
pikat yang memukau dan mengejutkan. Kisah-kisah dan pengembaraannya di Eropa begitu
memesona bagi Amba. Sesuatu
yang tidak dimiliki Salwa yang
lempang-lempang saja.

Oleh: Arlian Buana C

alam dan tentara yang buas bersama 12.000 lebih tahanan lainnya. ‖Di Pulau Buru, orang sudah
biasa melontarkan pertanyaan
dan tak mendapat jawaban,‖ tulis
Laksmi. Ia berhasil membeberkan
derap dan denyut Buru yang penuh kegilaan.
Novel ini memperkaya diskusi
sejarah nasional kita. Amba setidaknya bisa membuka mata generasi Indonesia saat ini dan nanti
dalam memahami tragedi 1965.
Bahwa pernah ada jutaan manusia yang sejarahnya disingkirkan
oleh kekuasaan Orde Baru. Dan
kita tidak bisa menutup mata.
Seperti Tetralogi Pulau Buru,
novel ini mengangkat kisah anak
manusia yang melawan laju sejarah, meskipun harus kalah.
Bhisma, tokoh utama yang digilas
sejarah dan kehilangan segala
kehidupan, impian pribadi, serta
cintanya, tetap berjuang
(melawan) untuk menemukan arti
hidupnya.
―Jika aku berbuat dan kalah,
setidaknya kekalahan itu tidak
kehilangan nilai,‖ kata Bhisma.
Terdengar familiar, bukan? Ya,
kutipan itu semangatnya memang sangat mirip dengan baris
terakhir Bumi Manusia: ―Kita
telah melawan, Nak, Nyo, sebaikPilihan Amba untuk kuliah
Lantas datanglah peristiwa
baiknya, sehormat-hormatnya.―
Fakultas Sastra UGM akhirnya
berdarah itu. Mereka harus
Tentu banyak topik yang dibiditerima oleh ayah-ibunya. Den- dipisahkan sejarah setelah Amba carakan novel ini, sebagaimana
gan pertimbangan agar Salwa
mengandung benih Bhisma.
Tetralogi; pribadi yang mencari
dan Amba semakin dekat. Salwa
jati diri dan seringkali berbenmelakoni perannya sebagai
***
turan dengan akar budayanya,
kekasih yang lurus, memenuhi
Laksmi menyajikan cerita ini
tentang sosok perempuan kuat,
segala kekurangan Amba dan
dengan sangat apik. Pilihan kata dan lain-lain.
menjaga kehormatannya. Sampai yang digunakan dan kalimat yang
Amba sepertinya akan selalu
di tahun kedua, Salwa harus ber- dilontarkan sebagian besar tidak menjadi bayang-bayang Tetralogi
pindah ke Surabaya untuk sepernah gagal menjadi puitis. Be- Pulau Buru. Entah berkah entah
buah pekerjaan selama setahun. gitu manis meski menampilkan
kutukan. Bisakah Amba berlari
Di sinilah cinta segitiga
kenangan pahit bangsa ini.
meninggalkan bayangan itu?
Bhisma-Amba-Salwa bermula.
Dengan sangat baik, Laksmi
DATA BUKU
Menjelang meletusnya G 30 S,
menggambarkan keadaan sosialJudul
: Amba
Amba mendapat pekerjaan seba- politik di Kediri dan Yogyakarta
Penulis : Laksmi Pamuntjak
gai penerjemah jurnal-jurnal kesebelum, ketika dan pasca mePenerbit : Gramedia Pustaka
dokteran di Rumah Sakit Sono
letusnya G 30 S. Dan tentu saja
Utama
Walujo, Kediri, selama seminggu. ia melukiskan Pulau Buru, tempat Tebal
: 494 halaman
Situasi saat itu mulai genting.
dimana Bhisma harus
ISBN
: 978-979-22-8879-2
Ketegangan antar kelompok PKI menghabiskan hidup, ditengah
Celoteh

Halaman 8

SOEKARNO DI MATA TUKANG PECEL LELE
―Anda dari mana?‖

sederet bintang di pundak dan
dada. Raut muka gagah, klimis,
―Dari Indonesia.‖
tak satu bulu pun dibiarkan tum―Oh.. Soekarno!‖
buh. Sementara di kepalanya
―Iya.‖
bertengger kopiah hitam.
―Dia bukan hanya pemimpin
Sekali waktu saya bertandang
ke pulau Tidung. Di sana saya
Indonesia, tapi juga Afrika.‖
sempat mampir ke rumah lelaki
Percakapan itu terjadi antara
berusia 80 tahun. Kemudian
seorang supir taksi dengan sastrawan Asrul Sani di Afrika. Saya ngobrol banyak hal. Dari mulai
sejarah, budaya setempat, pemembaca kisahnya di majalah
rubahannya; laut dan nelayan,
Horison, entah edisi berapa.
Taksi berhenti begitu sampai di pandangannya terhadap pesatnya pariwisata daerah itu, hingga
tujuan. Asrul menyodorkan ongurusan cinta masa mudanya.
kos, tapi si sopir taksi
Dalam hitungan jam, kami akmenolaknya.
rab; hingga ia sempat mengajak
―Kita sama-sama dipimpin
Soekarno. Jadi, kita saudara jauh. saya memasuki kamarnya. Ada
Sekalinya bertemu, masak harus lemari tua dengan buku-buku tua,
dan lampu teplok. Di salah-satu
bayar?‖
dinding, tertempel gambar seseorang berpakaian rapi dengan
***
sederet bintang di pundak. Raut
Di bilangan Ciputat, saya permuka gagah, klimis, tak satu bulu
nah sekali makan di sebuah
pun dibiarkan tumbuh. Semenwarteg. Lidah saya kurang cocok
tara di kepalanya bertengger
dengan masakannya. Tapi karena
kopiah hitam: Soekarno!
lapar, habis juga sepiring. Pelajaran yang bisa diambil: lain kali
***
saya tak usah makan di situ.
Sepulang dari makan di tenda
Tapi saya langsung meralat
pecel lele favoritnya, teman saya
niat itu ketika tatapan terantuk
pada dinding warung. Di situ ter- yang bernama Pagar Dewo, denpampang gambar seseorang ber- gan sangat semangat menceritapakaian coklat kehijauan dengan kan sebuah dongeng. Sebuah

dongeng yang ia yakini betul akan
segera menjadi legenda urban.
Saya terpaksa mendengarkan.
Karena sudah akrab, seperti
biasa Pagar Dewo ngobrol ngalorngidul tanpa juntrungan dengan
si tukang pecel lele. Hinga di satu
titik, obrolan jatuh pada sosok
Soekarno.
Tak perlu saya tuliskan apa
yang dimuncratkan mulut Pagar
Dewo mengenai kebesaran
Soekarno. Karena akan sia-sia,
ibarat menggarami lautan. Intinya, Soekarno bukan hanya
nama yang mengacu kepada
seseorang bernama Soekarno. Ia
adalah kata kerja, bahkan semangat.
"Soekarno lebih dari sekadar
nama. Soekarno adalah kata
kerja. Soekarno itu semangat!"
Tapi si tukang pecel lele hanya
cengengesan melihat Pagar Dewo
berapi-api. Di sela-sela menghisap kreteknya, ia memainmainkan kumisnya yang melintang tebal, baplang. Dengan santai ia bilang, Soekarno punya satu
kekurangan fatal sebagai lelaki.
―Sayang, Soekarno itu, kurang
satu. Satu saja,‖ ungkapnya.
―Mudah jatuh cinta? Gampang
tersandung karena wanita?‖ Pagar Dewo langsung menebak.

Oleh: Abdullah Alawi
―Bukan!‖
―Dituduh terlibat Gestapoe?‖
"Juga bukan."
―Terus apa?‖ Pagar Dewo mu-

lai penasaran.
Saya yang tadinya malasmalasan mendengarkan ikut
penasaran; penasaran yang sama
-sebangun dengan penasaran
Pagar Dewo ketika menghadapi
tukang pecel lele itu.
Apakah si tukang pecel punya
temuan data lain yang belum
pernah tersebar? Atau cerita yang
tak pernah diceritakan yang didapat dari leluhurnya?
"Emang apa tho, Cak?" Pagar
Dewo mendesak.
Tukang pecel makin cengengesan, makin asyik mengisap
kreteknya, seolah mempermainkan rasa penasaran Pagar
Dewo.
―Apa sih, Cak? Apa kekurangan
Soekarno itu?‖ Pagar Dewo kehabisan stok sabar.
―Ini belum pernah disebut di
ruang kuliah atau seminar
manapun. Ini juga tidak pernah
ditulis dan tak ada di buku mana
pun.‖
―Iya, apa?‖
―Dia tak berkumis!‖

"Soekarno lebih dari
sekadar nama. Soekarno
adalah kata kerja.
Soekarno itu semangat!"

Tabloid Biru
Meyediakan Kolom Iklan:
 1 kolom di halaman depan/
belakang: Rp. 1.000.000.
 1 halaman penuh di bagian
dalam Rp. 2.000.00 0
 1/2 kolom di halaman depan
dan belakang: Rp. 500.000
 1 kolom di halaman dalam:
Rp. 500.000
 1/2 kolom di halaman dalam:
Rp. 250.000
 Iklan baris: minimal

More Related Content

What's hot

Balai pustaka
Balai pustakaBalai pustaka
Balai pustakamawadahws
 
Materi Pelatihan Kepenulisan FLP OKU -Non Fiksi-
Materi Pelatihan Kepenulisan FLP OKU -Non Fiksi-Materi Pelatihan Kepenulisan FLP OKU -Non Fiksi-
Materi Pelatihan Kepenulisan FLP OKU -Non Fiksi-Anita Adesti
 
Sukma, riwajatmoe doeloe
Sukma, riwajatmoe doeloeSukma, riwajatmoe doeloe
Sukma, riwajatmoe doeloeMuhayat Akbar
 
Mengenal karya pada Angkatan '20
Mengenal karya pada Angkatan '20Mengenal karya pada Angkatan '20
Mengenal karya pada Angkatan '20Egaa Sutopo
 
Sebuah Panduan: Cara Menulis Novel (Fiksi)
Sebuah Panduan: Cara Menulis Novel (Fiksi)Sebuah Panduan: Cara Menulis Novel (Fiksi)
Sebuah Panduan: Cara Menulis Novel (Fiksi)isa jatinegara
 
Tamasya ke Negeri Imaji
Tamasya ke Negeri Imaji Tamasya ke Negeri Imaji
Tamasya ke Negeri Imaji tammi prastowo
 
KESUSASTERAAN TEMPATAN DAN LUAR NEGARA
KESUSASTERAAN TEMPATAN DAN LUAR NEGARAKESUSASTERAAN TEMPATAN DAN LUAR NEGARA
KESUSASTERAAN TEMPATAN DAN LUAR NEGARAZulkiffliKutty
 
Periodisasi sastra angkatan balai pustaka ( 20 )
Periodisasi sastra angkatan balai pustaka ( 20 )Periodisasi sastra angkatan balai pustaka ( 20 )
Periodisasi sastra angkatan balai pustaka ( 20 )nuniek20
 

What's hot (11)

Balai pustaka
Balai pustakaBalai pustaka
Balai pustaka
 
Materi Pelatihan Kepenulisan FLP OKU -Non Fiksi-
Materi Pelatihan Kepenulisan FLP OKU -Non Fiksi-Materi Pelatihan Kepenulisan FLP OKU -Non Fiksi-
Materi Pelatihan Kepenulisan FLP OKU -Non Fiksi-
 
Sukma, riwajatmoe doeloe
Sukma, riwajatmoe doeloeSukma, riwajatmoe doeloe
Sukma, riwajatmoe doeloe
 
Mengenal karya pada Angkatan '20
Mengenal karya pada Angkatan '20Mengenal karya pada Angkatan '20
Mengenal karya pada Angkatan '20
 
Sebuah Panduan: Cara Menulis Novel (Fiksi)
Sebuah Panduan: Cara Menulis Novel (Fiksi)Sebuah Panduan: Cara Menulis Novel (Fiksi)
Sebuah Panduan: Cara Menulis Novel (Fiksi)
 
Kiat Menulis Feature
Kiat Menulis FeatureKiat Menulis Feature
Kiat Menulis Feature
 
Perang Balon
Perang BalonPerang Balon
Perang Balon
 
Tamasya ke Negeri Imaji
Tamasya ke Negeri Imaji Tamasya ke Negeri Imaji
Tamasya ke Negeri Imaji
 
KESUSASTERAAN TEMPATAN DAN LUAR NEGARA
KESUSASTERAAN TEMPATAN DAN LUAR NEGARAKESUSASTERAAN TEMPATAN DAN LUAR NEGARA
KESUSASTERAAN TEMPATAN DAN LUAR NEGARA
 
Panduan Menulis
Panduan MenulisPanduan Menulis
Panduan Menulis
 
Periodisasi sastra angkatan balai pustaka ( 20 )
Periodisasi sastra angkatan balai pustaka ( 20 )Periodisasi sastra angkatan balai pustaka ( 20 )
Periodisasi sastra angkatan balai pustaka ( 20 )
 

Viewers also liked

1婚紗~完整
1婚紗~完整1婚紗~完整
1婚紗~完整文綺 蔡
 
Guideline – driven decision making in management of IFI in ICU
Guideline – driven decision making in management of IFI in ICUGuideline – driven decision making in management of IFI in ICU
Guideline – driven decision making in management of IFI in ICUmansoor masjedi
 
Mentors Training For Medical Education
Mentors Training For Medical EducationMentors Training For Medical Education
Mentors Training For Medical Educationmansoor masjedi
 
Наука у повоєнниий період
Наука у повоєнниий періодНаука у повоєнниий період
Наука у повоєнниий періодlicey1
 
Metropolitan opera house
Metropolitan opera houseMetropolitan opera house
Metropolitan opera housefedericolagar2
 
Account Sharing in the Context of Networked Hospitality Exchange
Account Sharing in the Context of Networked Hospitality ExchangeAccount Sharing in the Context of Networked Hospitality Exchange
Account Sharing in the Context of Networked Hospitality ExchangeAiri Lampinen
 
Mentee Preparation for educational purposes n Medical School
Mentee Preparation for educational purposes n Medical SchoolMentee Preparation for educational purposes n Medical School
Mentee Preparation for educational purposes n Medical Schoolmansoor masjedi
 
Interlukins and post coronary artery bypass delirium in icu
Interlukins and post coronary artery bypass delirium in icuInterlukins and post coronary artery bypass delirium in icu
Interlukins and post coronary artery bypass delirium in icumansoor masjedi
 
Biological Diversity Presentation
Biological Diversity PresentationBiological Diversity Presentation
Biological Diversity PresentationEwing_13
 
Vascular sonography 4th international congress on critical care Tehran Iran
Vascular sonography 4th international congress on critical care Tehran IranVascular sonography 4th international congress on critical care Tehran Iran
Vascular sonography 4th international congress on critical care Tehran Iranmansoor masjedi
 
Kebersihan rumah (PBSM)
Kebersihan rumah (PBSM)Kebersihan rumah (PBSM)
Kebersihan rumah (PBSM)Siti Munirah
 
Effects of a novel seven-species probiotic against oropharyngeal 13.8.94
Effects of a novel seven-species probiotic against oropharyngeal 13.8.94Effects of a novel seven-species probiotic against oropharyngeal 13.8.94
Effects of a novel seven-species probiotic against oropharyngeal 13.8.94mansoor masjedi
 
Innovator Selection (Reference Medicinal Product) by Mr. Pankaj Dhapade
Innovator Selection (Reference Medicinal Product) by Mr. Pankaj DhapadeInnovator Selection (Reference Medicinal Product) by Mr. Pankaj Dhapade
Innovator Selection (Reference Medicinal Product) by Mr. Pankaj DhapadePankaj Dhapade
 
права дитини
права дитиниправа дитини
права дитиниlicey1
 
pulseless electrical activity bradycardia Nov 2014
pulseless electrical activity bradycardia Nov 2014pulseless electrical activity bradycardia Nov 2014
pulseless electrical activity bradycardia Nov 2014mansoor masjedi
 
Serum cystatine c vs serum cpk for diagnosis of aki after trauma in adults a...
Serum cystatine c vs serum cpk for diagnosis of aki after trauma in adults  a...Serum cystatine c vs serum cpk for diagnosis of aki after trauma in adults  a...
Serum cystatine c vs serum cpk for diagnosis of aki after trauma in adults a...mansoor masjedi
 
The effect of passive leg raising maneuver on RIJ vein diameter in icu patien...
The effect of passive leg raising maneuver on RIJ vein diameter in icu patien...The effect of passive leg raising maneuver on RIJ vein diameter in icu patien...
The effect of passive leg raising maneuver on RIJ vein diameter in icu patien...mansoor masjedi
 

Viewers also liked (20)

öRnek sunu
öRnek sunuöRnek sunu
öRnek sunu
 
1婚紗~完整
1婚紗~完整1婚紗~完整
1婚紗~完整
 
Guideline – driven decision making in management of IFI in ICU
Guideline – driven decision making in management of IFI in ICUGuideline – driven decision making in management of IFI in ICU
Guideline – driven decision making in management of IFI in ICU
 
Mentors Training For Medical Education
Mentors Training For Medical EducationMentors Training For Medical Education
Mentors Training For Medical Education
 
Наука у повоєнниий період
Наука у повоєнниий періодНаука у повоєнниий період
Наука у повоєнниий період
 
Metropolitan opera house
Metropolitan opera houseMetropolitan opera house
Metropolitan opera house
 
Account Sharing in the Context of Networked Hospitality Exchange
Account Sharing in the Context of Networked Hospitality ExchangeAccount Sharing in the Context of Networked Hospitality Exchange
Account Sharing in the Context of Networked Hospitality Exchange
 
Mentee Preparation for educational purposes n Medical School
Mentee Preparation for educational purposes n Medical SchoolMentee Preparation for educational purposes n Medical School
Mentee Preparation for educational purposes n Medical School
 
Interlukins and post coronary artery bypass delirium in icu
Interlukins and post coronary artery bypass delirium in icuInterlukins and post coronary artery bypass delirium in icu
Interlukins and post coronary artery bypass delirium in icu
 
галиев энрико
галиев энрикогалиев энрико
галиев энрико
 
Biological Diversity Presentation
Biological Diversity PresentationBiological Diversity Presentation
Biological Diversity Presentation
 
Vascular sonography 4th international congress on critical care Tehran Iran
Vascular sonography 4th international congress on critical care Tehran IranVascular sonography 4th international congress on critical care Tehran Iran
Vascular sonography 4th international congress on critical care Tehran Iran
 
Kebersihan rumah (PBSM)
Kebersihan rumah (PBSM)Kebersihan rumah (PBSM)
Kebersihan rumah (PBSM)
 
Effects of a novel seven-species probiotic against oropharyngeal 13.8.94
Effects of a novel seven-species probiotic against oropharyngeal 13.8.94Effects of a novel seven-species probiotic against oropharyngeal 13.8.94
Effects of a novel seven-species probiotic against oropharyngeal 13.8.94
 
CRRT National guideline
CRRT National guidelineCRRT National guideline
CRRT National guideline
 
Innovator Selection (Reference Medicinal Product) by Mr. Pankaj Dhapade
Innovator Selection (Reference Medicinal Product) by Mr. Pankaj DhapadeInnovator Selection (Reference Medicinal Product) by Mr. Pankaj Dhapade
Innovator Selection (Reference Medicinal Product) by Mr. Pankaj Dhapade
 
права дитини
права дитиниправа дитини
права дитини
 
pulseless electrical activity bradycardia Nov 2014
pulseless electrical activity bradycardia Nov 2014pulseless electrical activity bradycardia Nov 2014
pulseless electrical activity bradycardia Nov 2014
 
Serum cystatine c vs serum cpk for diagnosis of aki after trauma in adults a...
Serum cystatine c vs serum cpk for diagnosis of aki after trauma in adults  a...Serum cystatine c vs serum cpk for diagnosis of aki after trauma in adults  a...
Serum cystatine c vs serum cpk for diagnosis of aki after trauma in adults a...
 
The effect of passive leg raising maneuver on RIJ vein diameter in icu patien...
The effect of passive leg raising maneuver on RIJ vein diameter in icu patien...The effect of passive leg raising maneuver on RIJ vein diameter in icu patien...
The effect of passive leg raising maneuver on RIJ vein diameter in icu patien...
 

Similar to Edisi 2

Hobi hobiburukorangkita-100322063042-phpapp01
Hobi hobiburukorangkita-100322063042-phpapp01Hobi hobiburukorangkita-100322063042-phpapp01
Hobi hobiburukorangkita-100322063042-phpapp01Thalia Dini Vasa
 
Kabaretisasi cerpen
Kabaretisasi cerpenKabaretisasi cerpen
Kabaretisasi cerpenDHEluvELI
 
Warta Pustaka MPR RI November 2013
Warta Pustaka MPR RI November 2013 Warta Pustaka MPR RI November 2013
Warta Pustaka MPR RI November 2013 wartapustaka
 
majalah online Lentera News edisi Maret 2015
majalah online Lentera News edisi Maret 2015majalah online Lentera News edisi Maret 2015
majalah online Lentera News edisi Maret 2015Ananta Bangun
 
Kemah Literasi Bumi Anoa
Kemah Literasi Bumi AnoaKemah Literasi Bumi Anoa
Kemah Literasi Bumi AnoaRAHMATADIANTO
 
Karya sastera kanak kanak,remaja,dewasa & popular
Karya sastera kanak kanak,remaja,dewasa & popular Karya sastera kanak kanak,remaja,dewasa & popular
Karya sastera kanak kanak,remaja,dewasa & popular Antasha Kamaruzzaman
 
Macam-Macam Karya Ilmiah Populer
Macam-Macam Karya Ilmiah PopulerMacam-Macam Karya Ilmiah Populer
Macam-Macam Karya Ilmiah PopulerAdellia Putri
 
dariperbendaharaanlama__hamka.pdf
dariperbendaharaanlama__hamka.pdfdariperbendaharaanlama__hamka.pdf
dariperbendaharaanlama__hamka.pdfArdiRek
 
Hamka.dari perbendaharaan lama.
Hamka.dari perbendaharaan lama.Hamka.dari perbendaharaan lama.
Hamka.dari perbendaharaan lama.Janang S
 
Dari perbendaharaan lama - hamka
Dari perbendaharaan lama - hamkaDari perbendaharaan lama - hamka
Dari perbendaharaan lama - hamkaahmadkhoiron
 
Dariperbendaharaanlama hamka
Dariperbendaharaanlama  hamkaDariperbendaharaanlama  hamka
Dariperbendaharaanlama hamkaHelmon Chan
 
Di bawah lentera merah
Di bawah lentera merahDi bawah lentera merah
Di bawah lentera merahRandoz88
 
Pak Raden dan Buku Dongeng
Pak Raden dan Buku DongengPak Raden dan Buku Dongeng
Pak Raden dan Buku DongengPindai Media
 
Periodisasi sastra (Angkatan 80, Angkatan Reformasi dan Angkatan 2000)
Periodisasi sastra (Angkatan 80, Angkatan Reformasi dan Angkatan 2000)Periodisasi sastra (Angkatan 80, Angkatan Reformasi dan Angkatan 2000)
Periodisasi sastra (Angkatan 80, Angkatan Reformasi dan Angkatan 2000)Fadia Rizqi
 
apresiasi prosa fiksi- angkatan 2000 sampai sekarang
 apresiasi prosa fiksi- angkatan 2000 sampai sekarang apresiasi prosa fiksi- angkatan 2000 sampai sekarang
apresiasi prosa fiksi- angkatan 2000 sampai sekarangAjengIlla
 
BAB 9 (Kembangkan Kegemaran Membaca).pptx
BAB 9 (Kembangkan Kegemaran Membaca).pptxBAB 9 (Kembangkan Kegemaran Membaca).pptx
BAB 9 (Kembangkan Kegemaran Membaca).pptxTheodorusMortaman
 
Di bawah lentera merah buku indonesia
Di bawah lentera merah   buku indonesiaDi bawah lentera merah   buku indonesia
Di bawah lentera merah buku indonesiaashburnadam
 

Similar to Edisi 2 (20)

Hobi hobiburukorangkita-100322063042-phpapp01
Hobi hobiburukorangkita-100322063042-phpapp01Hobi hobiburukorangkita-100322063042-phpapp01
Hobi hobiburukorangkita-100322063042-phpapp01
 
Efek Proust
Efek ProustEfek Proust
Efek Proust
 
Kabaretisasi cerpen
Kabaretisasi cerpenKabaretisasi cerpen
Kabaretisasi cerpen
 
Warta Pustaka MPR RI November 2013
Warta Pustaka MPR RI November 2013 Warta Pustaka MPR RI November 2013
Warta Pustaka MPR RI November 2013
 
majalah online Lentera News edisi Maret 2015
majalah online Lentera News edisi Maret 2015majalah online Lentera News edisi Maret 2015
majalah online Lentera News edisi Maret 2015
 
Kemah Literasi Bumi Anoa
Kemah Literasi Bumi AnoaKemah Literasi Bumi Anoa
Kemah Literasi Bumi Anoa
 
Karya sastera kanak kanak,remaja,dewasa & popular
Karya sastera kanak kanak,remaja,dewasa & popular Karya sastera kanak kanak,remaja,dewasa & popular
Karya sastera kanak kanak,remaja,dewasa & popular
 
Macam-Macam Karya Ilmiah Populer
Macam-Macam Karya Ilmiah PopulerMacam-Macam Karya Ilmiah Populer
Macam-Macam Karya Ilmiah Populer
 
dariperbendaharaanlama__hamka.pdf
dariperbendaharaanlama__hamka.pdfdariperbendaharaanlama__hamka.pdf
dariperbendaharaanlama__hamka.pdf
 
Hamka.dari perbendaharaan lama.
Hamka.dari perbendaharaan lama.Hamka.dari perbendaharaan lama.
Hamka.dari perbendaharaan lama.
 
Dari perbendaharaan lama - hamka
Dari perbendaharaan lama - hamkaDari perbendaharaan lama - hamka
Dari perbendaharaan lama - hamka
 
Dariperbendaharaanlama hamka
Dariperbendaharaanlama  hamkaDariperbendaharaanlama  hamka
Dariperbendaharaanlama hamka
 
Literasi 2
Literasi 2Literasi 2
Literasi 2
 
Di bawah lentera merah
Di bawah lentera merahDi bawah lentera merah
Di bawah lentera merah
 
Senja di san francisco
Senja di san franciscoSenja di san francisco
Senja di san francisco
 
Pak Raden dan Buku Dongeng
Pak Raden dan Buku DongengPak Raden dan Buku Dongeng
Pak Raden dan Buku Dongeng
 
Periodisasi sastra (Angkatan 80, Angkatan Reformasi dan Angkatan 2000)
Periodisasi sastra (Angkatan 80, Angkatan Reformasi dan Angkatan 2000)Periodisasi sastra (Angkatan 80, Angkatan Reformasi dan Angkatan 2000)
Periodisasi sastra (Angkatan 80, Angkatan Reformasi dan Angkatan 2000)
 
apresiasi prosa fiksi- angkatan 2000 sampai sekarang
 apresiasi prosa fiksi- angkatan 2000 sampai sekarang apresiasi prosa fiksi- angkatan 2000 sampai sekarang
apresiasi prosa fiksi- angkatan 2000 sampai sekarang
 
BAB 9 (Kembangkan Kegemaran Membaca).pptx
BAB 9 (Kembangkan Kegemaran Membaca).pptxBAB 9 (Kembangkan Kegemaran Membaca).pptx
BAB 9 (Kembangkan Kegemaran Membaca).pptx
 
Di bawah lentera merah buku indonesia
Di bawah lentera merah   buku indonesiaDi bawah lentera merah   buku indonesia
Di bawah lentera merah buku indonesia
 

Edisi 2

  • 1. Edisi 2, 1-9 Juni 2012 BIRU Bincang - Bincang Revolusi PANCASILA KITA CIPUTAT hujan malam ini. Suasana yang pas untuk menyeruput segelas kopi, sesekali menggasak gorengan hangat dan tentu saja sambil bermain twitter. Lepas dari segala kontroversinya, Setelah berbagai pertimbangan bagaimana kita memaknai Keredaksi, kali ini kami mengangkat bangkitan Nasional di era digital tema 1 Juni, hari lahir Pancasila. ini? Masihkah kita hafal di luar kepala Sedianya, tema tersebut yang kelima sila itu? Masihkah ingat 20 Mei kemarin hari Kebangkitan akan kami angkat di edisi ini. kita lagu Garuda Pancasila? Nasional. Berapa banyak dari kita Namun sebagai tabloid baru, 1 Juni, mendadak kita teringat yang masih peduli peringatan itu, kami masih mengalami beberapa Pancasila setelah hampir setahun atau setidaknya ingat? Di twitter, kendala. Ada beberapa hal yang kita nyaris lupa. Diskusi-diskusi di tentu saja ramai yang membiharus kami rapikan terlebih daruang publik dengan tema Pancarakannya, juga sejarah Boedi hulu, agar kelak benar-benar casila pun banyak digelar. Banyak Oetomo yang diselimuti kontrodapat menjadi terbitan berkala tokoh berebut mengaku sebagai versi. yang berkualitas. pancasilais. Di twitter, perbincan- gan mengenai Pancasila tak kalah ramai, mungkin hanya kalah ramai dari percakapan tentang sajak Sapardi, Hujan di Bulan Juni. Namun kami tidak banyak menyajikan kajian mengenai Pancasila. Di edisi ini, kami justru mengetengahkan persoalan bangsa yang sangat menyalahi Pancasila. Persoalan kekerasan atas nama agama dan negara yang absen dalam melindungi hak-hak minoritas. Selain tema sentral tersebut, di rubrik Sorotan kami juga menyoroti minimnya toko buku di sekitar kampus, yang sangat mungkin merupakan indikator utama minat baca kita. Di rubrik Catatan, kami hadirkan beberapa catatan untuk akun twitter Presiden SBY. Dan rubrik Celoteh kali ini cuap-cuap tentang tokoh utama dalam peristiwa bersejarah 1 Juni. Tabik. SAJIAN EDISI INI:  Toko Buku Gerak-Gerik dan minat baca mahasiswa  Suara lantang dari musik Punk  SBY main twitter!  Perjuangan minoritas  STOP KEKERASAN AGAMA!  Resensi novel Amba, Laksmi pamuntjak  Apa kata seorang tukang pecel lele tentang sosok Soekarno? Tentang Tabloid Biru Tabloid Biru diterbitkan oleh Lembaga Pers Mahasiswa Pisangan. Dengan inisiatif untuk menghadirkan karya pers mahasiswa yang lebih peduli dengan kajian komperehnsif dalam setiap terbitannya. LPM Pisangan dibentuk dengan semangat jurnalisme wacana agar kehidupan kampus UIN Jakarta tidak miskin wacana dalam setiap perbincangan di kantin-kantin, warung kopi, kelompok diskusi dan kajian, ruang kelas hingga meja -meja seminar. Awak LPM Pisangan; Editor in chief: Ahsan Ridhoi. Sekretaris redaksi: Hanifa. Dewan redaksi: Jopi, Udin, Edo, Entis, Iceng, Khairy, Ikhsan, Fikri, Randy. Reporter: Abun, Asep. LPM Pisangan menerima kiriman karya jurnalistik berupa reportase, opini dan lain -lain. email redaksi: tabloidbiru@gmail.com Twitter: @TabloidBiru
  • 2. Sorotan Halaman 2 NOTAMERTA BUAT GERAK-GERIK Oleh: Ahmad Makki "Gua pengen ‗neladanin pedagang Cina. Harga murah, untung ‗dikit, pemasukan lancar," kata lelaki tinggi besar itu. Saya mengangguk setuju. "Harga murah juga berarti gua amal buat mahasiswa." *** Lelaki itu Ikhwan Nasution. Panggilannya Tion. Seorang kawan asal Batak bilang, ini kali pertama ia ketemu orang yang berani memapas nama marganya dengan sengaja. Tapi bukan lantaran itu nama Tion menjadi legenda di UIN Jakarta. Ia juragan toko buku -ia menyebutnya bengkel bukuGerak-Gerik, yang mayoritas dagangannya adalah buku tua. Ketika Tion mengucapkan kalimat di atas, saya merasakan optimisme dan keteguhan. Ia menyelundup kesana-kemari demi mengendus jejak buku-buku tua. Kerja keras ini sempat membuat profilnya nampang di rubrik Sosok harian Kompas. *** Bukan koleksinya yang pertama kali membuat saya tertarik dengan toko buku Gerak-Gerik. Ketika melewati mulut gang kecil itu, sekira paruh awal dekade 2000-an, saya belum tahu di sana ada lumbung ilmu. Adalah sosok sastrawan Danarto yang mengundang mata saya. Legendaris yang wajahnya hanya pernah saya lihat di media massa atau halaman akhir beberapa buku itu, tengah membaca sambil menghadapi puluhan buku tertumpuk rapi. Saya menghampiri, menyalami, sedikit berbasa-basi. Dan tak urung lalu menyelidik harta karun yang terhampar disana. Beberapa kali berkunjung, saya berkesempatan mengobrol dengan Tion. Ia mengaku koleksinya tak banyak yang baru. Hanya buku baru dengan angka pen- jualan lumayan yang dipajangnya. Itu pun tema-tema tertentu, seperti filsafat, sastra, budaya, sejarah dan sejenisnya. ―Buku-buku bagus dan serius biasanya enggak laku. Beberapa bulan terbit lalu menumpuk di gudang,‖ terangnya. Ia lalu membujuk para penerbit agar menekan harga, dengan jaminan angka penjualan sekian. Pertaruhan kredibilitas sebagai pedagang, ia menyebutnya. ―Gua yakin di UIN (Jakarta) pasar buku-buku beginian masih lumayan‖. Beberapa bulan kemudian Gerak-Gerik pindah tak jauh dari tempat semula. Di bantaran jalan utama Pesanggrahan. Samping Warkop Siang-Malam. Lebih strategis dan lebih luas. Buku-buku tua mulai dipajang. Dan kian lama kian fokus ke segmen ini. Tion pun makin edan pasang harga. Kumpulan cerpen legendaris Idrus, Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma saya gondol dengan harga lima ribu perak. Novel klasik Dr. Zhivago yang diterjemahkan Trisno Sumardjo, di sebuah bazar buku lama dibandrol 300 ribu. Tapi di Gerak-Gerik bisa dibawa pulang dengan harga 50 ribu. Yang berbahasa Inggris harganya lebih jeblok lagi, cuma 20 ribu. juk beberapa buku yang diinginkan agar disimpan dan tak dibeli orang lain. Seminggu-dua kemudian boleh datang lagi menMakin lama buku-buku tua yetor duit dan ambil buku. kian menjejali Gerak-Gerik. Bobot Saya juga menikmati fasilitas kualitasnya kian canggih, temaini. Tapi saya punya kelemahan nya tambah beragam. Cocok yang membuat enggan memanbetul dengan selera intelektual faatkannya terlalu sering. Saban saya yang urakan dan kurang main ke toko buku dalam kondisi bertanggung jawab. Saban punya kantong kempes, kepala saya uang barang 50-100 ribu, saya kerap pening, jantung berdebarbergegas mampir dan debar, kaki lemas dan keringat menghabiskannya selekas pemenitik deras. Malamnya saya candu judi kurang siasat. sukar tidur membayangkan buku Ide Tion berkutat di buku-buku incaran saya dijamah orang. lawas mendapat sambutan hangat. Tempat ini jadi semacam *** ruang rekreasi para pecandu buku. Dengan kian ramainya Gabriel Garcia Marquez, Camilo Gerak-Gerik, Tion tak hanya ber- Jose Cela, Herman Hesse, Knut peran sebagai juragan. Ia juga Hamsun, Lu Hsun. Idrus, John kerap membantu melayani, tapi Steinbeck, Mahbub Djunaidi, lebih sering jadi katalog buku. Dami N. Toda, HB. Jassin, FrankMemberi keterangan ringkas, lin Foer, Simon Kuper dan Stefan menunjukkan buku-buku yang Szymanski dan sederet nama berhubungan, atau merekomen- lainnya. dasi. Tanpa Gerak-Gerik, namaTion juga bisa menjadi pedanama di atas mungkin hanya bisa gang yang nyentrik. Jika ada yang saya baca di Wikipedia sambil bertanya buku-buku teks kuliah, mengira keagungan karya dengan ketus ia menjawab, ―sori, mereka. Saya tak bisa membaenggak jual yang begituan.‖ yangkan hidup tanpa pengalaMereka yang bokek pun bisa man spiritual yang saya rasakan datang dengan nyaman. Menun- saat dihanyutkan karya mereka.
  • 3. Sorotan Gerak-Gerik bagi saya bukan sekadar toko buku. Secara personal, tempat itu seperti peta penunjuk untuk menemukan wilayah-wilayah baru yang ikut membentuk diri saya. Selain itu, Gerak-Gerik adalah saksi perubahan sosial di UIN Jakarta. Saya memulai kuliah di kampus ini ketika forum-forum kajian tengah jadi primadona. Saat itu, Anda belum sah menjadi mahasiswa jika tak mampu menunjukkan tempat-tempat kajian ternama di Ciputat. Jamaah forum-forum studi itulah yang menjadi konstituen setia Gerak-Gerik. Mereka yang menganggap forum studi sama pentingnya dengan ruang kuliah itu, secara regular menjadikan Halaman 3 toko-toko buku sebagai taman bermain. Memasuki paruh kedua dekade 2000-an, UIN mengalami banyak perubahan. Mahasiswa kian disibukkan dengan tugas kuliah. Saya mengingat dengan jelas proses bergantinya bukubuku bacaan di tangan mahasiswa menjadi buku teks kuliah. Saya bahkan bisa mengingat mahasiswa terakhir yang setia membawa buku bacaan kala tengah nongkrong. Perubahan ini turut dirasakan toko-toko buku. Perlahan-lahan mereka menyingkirkan bermacam buku dari rak-raknya, menggantinya dengan sebatas buku teks. Tapi Gerak-Gerik tetap keras kepala. Di saat-saat seperti itulah , sekitar lima tahun lalu, Tion menyatakan ingin meneladani para pedagang Cina, setelah sebelumnya mengeluhkan kian minimnya mahasiswa yang mendatangi Gerak-Gerik. ―Hitung jumlah toko buku (di sekitar) yang masih bertahan. Itu indikator minat baca mahasiswa UIN,‖ ujarnya ketika itu. Saya bisa mengingat keberadaan sekitar 17 toko buku di radius 1 km di sekeliling UIN Jakarta. Saat ini yang tersisa tinggal lima. Jika Tion benar, setidaknya masih ada Rektor Komaruddin Hidayat yang masih percaya lembaganya sebagai world class university. INI BUKAN ARAB, BUNG! terpilih sebagai Best Punk/ Punk merupakan jenis atau Hardcore/Post-Hardcore di ICEMA genre musik yang lahir di awal tahun 1970-an. Genre ini berakar award 2012. pada sebuah subkultur yang Lagu ini merupakan sindiran muncul di kota London, Inggris. keras terhadap situasi dan Punk seringkali menyindir para kondisi sosial masyarakat Indonesia, mengenai hukum-hukum penguasa yang mengalami keagama yang dipaksakan pada merosotan moral, melalui lagusemua orang tanpa pandang lagu dengan musik dan lirik sebulu. Padahal hubungan setiap derhana yang terkadang kasar individu dengan Tuhan meruserta beat yang cepat dan pakan hal yang sifatnya sangat menghentak. Cara yang tak bipersonal. asa. Lirik-lirik lagu yang diceritakan dalam jenis musik ini mencakup aspek politik, lingkungan hidup, ekonomi, ideologi, sosial dan bahkan masalah agama. Walaupun dikemas dengan musik yang keras dan ngebut, lagu ini kental dengan nilai-nilai kemanusiaan, bahwasanya kebebasan memeluk kepercayaan adalah hak fundamental dari setiap individu yang ada di seluruh dunia *** Setelah obrolan itu, kami tak lagi punya kesempatan berbincang secara pribadi, hingga mendadak seorang kawan menyampaikan kabar tutupnya GerakGerik. Kali pertama mendengarnya, saya melengak kaget. Baru berjam-jam kemudian saya betulbetul menyadari ada bagian yang hilang dari kehidupan saya. Setelah Gerak-Gerik tiada, saya jadi sadar betapa sedikit buku yang telah saya baca. *Penulis adalah alumnus Psikologi UIN Jakarta Oleh: Ricardo Taufano paksa orang lain untuk memiliki mimpi yang sama. Pemaksaan hukum-hukum partikular terhadap kehidupan masyarakat yang universal, telah mengganggu ketenangan dan kebebasan masyarakat minoritas, khususnya di Indonesia. Lebih-lebih ketika muncul organisasi paramiliter, yang ser―Kau paksakan budaya, tapi ingkali melakukan kita bukan di Arab di jaman nabi. aksi yang bersifat memaksa dan Cepatlah kau mati, tagih pahadestruktif. Parahnya, aparat neBagi Milisi Kecoa, memiliki lamu di surga. Surgamu, neragara permisif terhadap tindak mimpi dan ideal tertentu adalah kaku. Ini bukan Arab, Bung. Bukekerasan mereka. Negara hal yang wajar dan alami. Namun kan!!” seakan absen dalam melindungi saat mimpi dan ide itu menghanPenggalan dari lirik lagu di atas curkan hidup orang lain dan ber- warga. diambil dari salah-satu band sifat memaksa, hal itu tentu sanAgama beserta semua hukumPunk/Hardcore asal Bandung, gatlah mengganggu. Mimpi dan hukumnya merupakan hal yang Milisi Kecoa. Lagu ini adalah ideal yang kita percaya dan yakini personal. Tak peduli apapun yang salah-satu lagu yang masuk dan adalah milik kita sendiri, jangan dipercayai, yang jelas, kita tidak dapat memaksakan apa yang kita yakini pada orang lain. ―Lagipula, apa gunanya kalau orang lain ikut jalanmu dengan dilandasi keterpaksaan?‖ demikian kutipan yang tertera dalam di blog Milisi Kecoa. ―Ini Bukan Arab, Bung!‖.
  • 4. Catatan Halaman 4 PRESIDEN REPUBLIK TWITTER Oleh: Wisnu Prasetya Utomo* Mengaku menyimak dinamika perkembangan teknologi komunikasi yang semakin masif, Presiden SBY akhirnya memutuskan untuk membuka akun twitter. Hal ini mengikuti ―perpindahan besar -besaran‖ ke dunia maya yang dilakukan oleh para pemimpin berbagai negara. Data yang dirilis Digital Policy Council di akhir 2012 menunjukkan, lebih dari 75 persen pemimpin negara telah memiliki akun twitter. Sementara, dari 20 negara yang tergabung dalam G-20 pun hanya pemimpin dari 4 negara – termasuk Indonesia – belum punya. Lembaga ini memperkirakan, di tahun 2013 semua kepala negara akan memilikinya. jarak yang jauh antara masyarakat dengan negara. Keunikan, atau — kalau bisa dibilang- keunggulan inilah yang membuat media sosial memiliki peran besar dalam demokratisasi dan menemukan ruang publik ―yang seMelihat fakta tersebut, langkah sungguhnya‖. SBY bisa dibilang sedikit terlamRuang publik merupakan bat. Keterlambatan ini tidak akan keadaan komunikasi yang bisa dapat ditoleransi oleh netizen memunculkan kekuatan solidari(warga dunia maya) jika SBY tas masyarakat . Kekuatan ini menggunakan akunnya hanya muncul sebagai bentuk perlauntuk melakukan pencitraan. wanan masyarakat terhadap uang (pasar) dan kekuasaan Di republik twitter, presiden (negara) agar bisa mencapai titik tidak akan menjadi presiden. Masyarakat tidak perlu berhada- equilibrium egalitarianisme. pan dengan ketatnya penjagaan Mengejar Keterlambatan paspampres hanya untuk menyapa SBY. Dengan memahami raison d’etre media sosial tersebut, Kehadiran media sosial telah keterlambatan mesti segera dikememaksa konsep kekuasaan jar oleh SBY (dan stafnya) agar untuk dikaji ulang. Hierarki ataspesan-pesan melalui twitter tidak bawah runtuh. Kesetaraan mensegera menjadi klise. jadi penanda bagi relasi antara masyarakat dengan negara. Tidak Dalam kajian komunikasi ada ―pusat‖ dan tidak ada politik, media sosial adalah ben―pinggir‖. tuk generasi ketiga setelah face to face communication dan meSimak bagaimana hirukdia arus utama. Ada dua hal pikuknya mention para netizen utama yang perlu diperhatikan, kepada akun twitter SBY. Dari yang berbeda cara memanfaatmulai aspirasi persoalan seharikannya dengan dua generasi hari, guyonan, sampai caci-maki media sebelumnya. terhadap presiden semua ada. Pertama, memimpin adalah Situasi ini muncul karena memendengarkan. Media sosial dia sosial menyediakan platform menjadi ruang yang sepenuhnya interaksi yang jauh dari sifat forterbuka di mana setiap netizenmal-birokratis. Ia memangkas bisa menyampaikan kritik dan aspirasinya. Sarana ini potensial untuk ―menangkap‖ berbagai keresahan masyarakat. Apalagi, mayoritas dari 29 juta pengguna twitter di Indonesia terdiri dari kelas menengah terdidik dan kritis. Aspirasi yang muncul setiap hari melalui medium ini sudah selayaknya diperhatikan. Pengalaman ketidakefektifan layanan pengaduan melalui SMS dan PO BOX 9949 merupakan pelajaran berharga. Presiden Amerika Serikat Barack Obama, misalnya, selalu menyediakan waktu untuk menengok linimasa (timeline). Setiap hari, ia membaca setidaknya 10 tweet yang sudah dipilihkan oleh stafnya dari puluhan ribu mention yang muncul. Staf pengelola twitter Obama juga bertugas meneruskan ke kementerian yang bersangkutan apabila ada kritik atau pertanyaan dari warga. Kedua, pesan harus disampaikan dengan padat dan ringkas (brevity). Seperti diungkapkan John H. Parmelee dalam How Twitter Influences the Relationship between Political Leaders and the Public (2012), keterbatasan karakter dalam twitter justru bagus untuk publik. Para pemimpin politik dipaksa merangkum pesan dengan sederhana agar tidak menimbulkan penafsiran yang lepas dari konteks awalnya. Kita mafhum, SBY dalam komunikasi politiknya selama ini selalu mengesankan bahwa dirinya sangat berjarak dengan masyarakat. Tentu, ini tidak bisa dilakukan di media sosial jika ingin pesan dapat tersampaikan secara efektif. Menggunakan pola komunikasi high context hanya akan membuat akun twitter presiden menjadi bahan lelucon dan tidak berfungsi apa-apa. Gaya bahasa sederhana dan informatif akan membuat para pengikut (followers) tertarik dan pesan yang disampaikan akan lebih lekat di ingatan. Migrasi Birokrasi Selain catatan mengenai gaya komunikasi politik di media sosial, akun twitter SBY adalah contoh bagi pejabat-pejabat di bawahnya untuk ikut melakukan ―migrasi ke dunia maya‖. Dari mulai pejabat birokrasi di tingkat Menteri, Gubernur, Bupati dan seterusnya. Karena sekarang adalah era cyberdemocracy yang mensyaratkan keterbukaan informasi dan dialog. Keterbukaan informasi, akuntabilitas dan transparansi pemerintah salah-satunya bisa ditunjukkan melalui web atau situs resmi pemerintah. Di sana (idealnya) kita bisa mengakses berbagai hal; mulai dari agenda pemerintahan sampai penggunaan uang publik. Kita mesti jujur tidak banyak web resmi pemerintah yang memenuhi harapan. Bahkan ketika kondisi ideal itu tercipta, tetap saja tidak cukup untuk menumbuhkan partisipasi publik dalam demokrasi. Partisipasi membutuhkan kesepahaman yang hanya bisa dibangun melalui dialog. Media sosial menawarkan medium yang tepat untuk terciptanya dialog yang setara. Dengan demikian, seperti diungkap Paul Ferber
  • 5. Catatan dalam Cyberdemocracy and Online Politics: A New Model of Interactivity (2008), ruang publik bisa dideliberasi. Deliberasi ruang publik membuat beragam kepentingan mendapatkan kesempatan aksentuatif. Dengan meringkas strukturstruktur birokrasi, suara masyarakat akan cepat terserap oleh pembuat kebijakan. Komunikasi terjadi secara horizontal, bukan Halaman 5 vertikal. Pada akhirnya, pertukaran gagasan yang bebas dan setara bisa memunculkan konsensus yang bermanfaat bagi kepentingan publik. Meskipun memang, penggunaan media sosial bukan tanpa persoalan. Keberlimpahan informasi (information abundance) di media sosial justru membuat diskursus menjadi miskin pengetahuan. Kedangkalan ini bisa dilihat dari kecenderungan mementingkan ―citra‖ ketimbang ―substansi‖ atau dan ―aksi‖ ketimbang ―gagasan‖. Oleh karenanya, perlu satu transformasi agensi untuk membangkitkan kembali potensi politis media sosial. Pangkalnya, dalam setiap keberhasilan komunikasi, faktor agensi tidak mungkin diabaikan. Di sinilah pentingnya akun twitter SBY dan PERJUANGAN UNTUK SETARA ―The Cause is Fear” Sebut saja Ahmadiyah pada -Dialog dalam film A Single Man tragedi Cikeusik, Pandeglang, Banten. Ketik kata Sebuah dialog ‗Ahmadiyah‘ di mesin sederhana yang pencari, lihat sendiri membuat saya berapa banyak pemberiberkontemplasi. taan tentang mereka di Topik kontemplasi media dan lihatlah melebar kemanaberapa kali tempat mana hingga ibadah mereka dihanakhirnya saya bercurkan. Rumah mereka henti pada satu pun dihancurkan. Eskaltopik: diskriminasi asi ketakutan dalam minoritas. kehidupan mereka seSiapa sebenarnya makin serius setiap hari. minoritas? Mengapa Sebut saja Syiah di tahun-tahun belakanSampang, mereka dilagan ini minoritas menjadi selebriti rang bertakbir di malam idul fitri, –ada di televisi, dibicarakan di karena jika bertakbir rumah radio, menjadi headline utama di mereka terancam hangus. surat kabar harian hingga mingSebut saja umat kristiani, guan? mari hitung bersama gerejaMenurut Kamus Besar Bagereja yang sudah ditutup, dilahasa Indonesia, minoritas adalah rang beroperasi. Mari hitung bergolongan sosial yang jumlah war- sama umat kristiani yang ketika ganya jauh lebih kecil jika diband- beribadah dilempari air seni. ingkan dengan golongan lain Sebut saja kaum homosekdalam suatu masyarakat dan sual di Jakarta. Berapa banyak karena itu didiskriminasikan oleh dari mereka yang masih menjadi golongan lain tersebut. bahan opresi masyarakat hanya Mengambil contoh apa yang karena berbeda. Bahkan setelah terjadi di Indonesia, saya menWHO mengeluarkan homoseksugamini apa yang ada di dalam alitas dari International Classificadefinisi KBBI. Minoritas di Indone- tion of Diseases pada tahun sia (sudah pasti) jumlahnya lebih 1990 dan International Day sedikit, dan kenyataanya meAgainst Homophobia and Tranmang banyak didiskriminasi, sphobia, yang diperingati setiap bahkan diopresi. 17 Mei. Secara global, bisa kita lihat muslim di Eropa yang merupakan minoritas dan rentan diskriminasi. Lalu siapa lagi yang dianggap rentan lalu didiskriminasi? Siapa lagi yang akan bernasib sama? Sesuai dengan teori Gramsci dengan counter-hegemonic-nya, individu dan kelompok yang didiskriminasi dan diopresi tidak akan tinggal diam. Mereka membuka jalan untuk keluar dari rantai diskriminasi yang bukan tidak mungkin sebentar lagi akan membunuh mereka. Mereka mengadu ke pemerintah, meminta agar diperlakukan setara. Alih-alih diperlakukan setara, Ust. Tajul Muluk (Syiah) justru mendekam di Penjara. Alih-alih diperlakukan setara, kaum homoseksual justru semakin didiskriminasi. Mahasiswa Riau meminta KPU tidak loloskan Calon Gubernur (CaGub) homoseksual (headline ourvoice.or.id). Alih -alih mendapat hak setara dalam politik, keberadaan mereka didemo dan diabaikan. Mengapa mereka tetap berusaha jadi setara? Karena jengah, juga karena takut. The cause is fear, seperti dialog film yang saya kutip di atas. Karena ketakutan yang diciptakan orang-orang di luar dunia mereka menum- para pejabat di bawahnya. ―Republik twitter‖ menjadi salah satu-jalan lain untuk merawat republik. Sayang jika kita tidak segera beradaptasi. Bagaimana presiden @SBYudhoyono? *Penulis adalah alumnus Komunikasi UGM, penulis buku Pers Mahasiswa Melawan Komersialisasi Pendidikan . Oleh: Justian Edwin buhkan kekuatan untuk melawan. Untuk keluar dari lingkar diskriminasi dan opresi yang tidak kunjung berhenti. Usaha mereka tidak dengan konfrontasi murahan. Usaha mereka tidak dengan demonstrasi berujung kekerasan di depan gedung DPR. Mereka tidak berjuang untuk diri mereka sendiri. Mereka berjuang untuk kebebasan. Mereka menjadi aktor yang meningkatkan kewaspadaan manusia dan kelompok manusia di sekeliling mereka agar tahu bahwa kita, dalam negara yang (katanya) demokrasi, dikekang oleh diskriminasi. Mereka menyadarkan bahwa kita, yang katanya hidup di negara yang presidennya mendapat penghargaan karena menjunjung tinggi toleransi umat beragama, dikekang oleh suara mayoritas yang menekan minoritas. Mereka berjuang diadvokasi oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang dananya bukan dari dalam negeri. Pemerintah tidak ikut andil dalam perjuangan mereka. Sedih? Tidak perlu. Mereka tidak lemah, mereka kuat. Meraka kuat karena ketakutan yang datang ketika diancam, ketika diopresi. Ketakutan adalah dasar perjuangan mereka. The cause is fear.
  • 6. Opini Halaman 6 KEKERASAN DI TENGAH KEBHINNEKAAN Kerukukan antar-umat beragama makin hari makin mencemaskan di negeri ini. Berita intolensi sering terdengar di televisi. Atas nama agama, sekelompok orang menyerang jemaah Ahmadiyah di Cikeusik, Pandeglang, Banten. Buntutnya, korban jatuh tak terelakkan. Begitu halnya dengan penyerangan sebuah tempat ibadat di Temanggung, Jawa Tengah. Jamaah Syiah di Sampang hingga kini harus mengungsi dan meninggalkan tanah sendiri. Dan sederetan kasus lain di tempat lain. Agama nampaknya melulu dipahami soal ritual (syar'i) dan dogmatis (aqidah). Agama direduksi dalam bentuknya yang paling garang. Tafsir yang destruktif. Seakan lupa, bahwa konsepsi mendasar agama-agama terdapat pada pada dua entitas besar yang menjadi dinamisator. Yakni, kasih sayang (rahman) dan persaudaraan sesama manusia (ukhuwah). Di samping pemahaman beragama yang salah, faktor terpenting untuk mengatasi kekerasan atas nama agama adalah faktor negara. Negara yang berkewajiban melindungi setiap warganya. Namun sayangnya, dalam banyak kasus intolerasi yang terjadi, negara seolah absen melindungi para korban. Dengan demikian, dalam hal kekerasan yang kerap atas nama agama yang kerap terjadi dewasa Entah bagaimana, SBY selaku ini, jelas bahwa negara punya kepala tidak malu menerima tanggung jawan melindungi penghargaan atas keberhasilan korban dan menghukum pelaku menjaga kerukunan umat berkekerasan, Negara harusnya agama. Berhasilkah negara men- membela Melaka yang hakjaga kerukunan? Berhasilkah SBY haknya direnggut secara paksa. melindungi para korban? Namun yang terjadi, negara terlihat gagap. Negara seakan kalah Kegagalan Negara oleh para pelaku kekerasan. NeMenurut JJ Rosseau (1649), gara tidak tegas menghadapi negara haruslah menjadi peintoleransi. lindung setiap warganya. Sebab, Kegagapan negara dalam ia telah merenggut kebebasan memberikan keamanan setiap alamiah yang dimiliki individu warga inilah yang menjadi titik ketika belum adanya negara persoalan mengapa kebhinekaan (state of nature).Negara dibutuhkanlah sebagai perekat kebe- dan kemajemukan kita terusik. basan-kebebasan individu, serta Penulis kira ada tiga fundamental hal yang harus ditilik sebagai sedikit menguranginya dengan episentrum negara yang berdausocial contract. lat. Individu kemudian tetap Pertama, ancaman disintememiliki kebebasannya, namun kebebasan itu dibatasi oleh kebe- grasi. Perkara ini kerap dianggap selesai oleh banyak orang. Sering basan individu lain. Dan kebedilupakan bahwa proses menuju basan itu dibatasi dengan konintegrasi sosial tidak segampang trak sosial yang disebakati bermembalikkan telapak tangan. sama. Negara, sebagai institusi yang dianugerahi tanggung jawab Padahal proses ini adalah proses menjaga kontrak sosial itu, punya dinamis, yang tidak bisa dirawat kewajiban melindungi warga yang hanya dengan acara-acara formal seperti dialog antar-agama yang hak-haknya direnggut. negara berkewajiban menghukum pelaku boros anggaran. Peran pendidikan, pemberitaan media dan kekerasan dan kriminal karena menyalahi kontrak sosial, karena teladan dari para pemuka masayarakat dan agama penting di melanggar kebebasan individu sini. lain. Oleh: Dedik Priyanto Bisa dilihat, misalnya, pada kasus India dan Pakistan yang akhirnya berpisah. Sebelum terpisah menjadi negara berbeda, persatuan' keduanya berawal pada pseudo-politics', dilanjutkan dengan ketidakmampuan negara sebagai payung pemersatu. Indonesia, agaknya akan mengalami kejadian yang sama. Jika negara'lagi-lagi' gagal menjalankan tugasnya, serta hanya memikirkan kekuasaan dan citra terhadap suatu masalah. Kedua, politisasi agama. Dua anasir ini ibarat dua mata sisi yang melengkapi. Bahwa agama dan politik sulit dipisahkan di negara yang abu-abu seperti Indonesia: sekuler bukan dan teokrasi juga bukan.. Namun, menjadi bermasalah jika agama itu dipolitisasi oleh segelintir golongan untuk kepentingan pribadi atau kelompok mereka. Buahnya, adalah kekerasan yang berbau agama. Ketiga, identitas negara. Menjadi Indonesia adalah menyerupa nasionalis tanpa perlu mengamit agama sebagai teman sejawat dalan lelaku. Agama bukanlah embrio dari Pancasila sebagai paradigma berpikir bangsa. Meski sejak awal diakui para pendiri bangsa bahwa negara ini adalah negara beragama, tapi mereka tidak pernah bermaksud mendirikan negara agama. Hal ini terlihat jelas dari penghapusansembilan kata yang tadinya tercantum dalam sila pertama. Landasan bangsa bertumpu pada toleransi, kebersamaan, kekeluargaan dan sikap saling menyayangi antara sesama. Untuk itulah, segala silang sengkarut perbedaan tidak dibenarkan berakhir dengan kekerasan. Kita seharusnya malu pada nenek moyang dan tanah nusantara ini jika pertikaian karena agama sampai terjadi. Intelektual muda Ahmad Makki di suatu kesempatant pernah berkata: ―pertengkaran demi meributkan perbedaan, apalagi sampai mengepal tinju dan melempar batu, adalah kebisingan yang mengganggu tidur siang.‖
  • 7. Resensi Halaman 7 BAYANG-BAYANG TETRALOGI PULAU BURU Kita tahu Pulau Buru. Tetralogi Pulau Buru karya Pramoedya Ananta Toer sangat laris dan legendaris. Kita tahu, Buru adalah penjara hidup bagi mereka yang dianggap ancaman bagi Orde Baru, tahanan poltik yang dianggap berhubungan dengan PKI, termasuk Pramoedya. Apakah kita benar-benar tahu? Amba hadir memberi tahu kita berbagai detail Pulau Buru. Sebagai roman sejarah, karya Laksmi Pamuntjak ini menghadirkan lanskap, aroma, suasana dan gejolak Buru. Melalui tokohtokohnya, Laksmi berhasil menyajikan segala tentang Buru ke hadapan pembaca. Tidak berlebihan bila Sitok Srengenge mengatakan, ―inilah novel Pulau Buru yang sebenarnya.‖ Karena latar utama novel ini adalah Buru. Tetralogi Pulau Buru bukanlah novel-novel tentang Buru yang sebenarnya. Ia hanya dicatat di Buru. Amba bercerita tentang peristiwa 30 September 1965 dan segala tragedi yang mengikutinya. Dengan mengadaptasi kisah pewayangan, tentang Amba, Bhisma dan Salwa, kita diajak berkelana. Kisah pewayangan hadir dalam versi berbeda, dalam kehidupan manusia modern Indonesia yang bersentuhan langsung dengan fase paling berdarah dalam sejarah negara ini, 1965 dan beberapa tahun sesudahnya. Diceritakan, Amba Kinanti seorang gadis biasa dari Kadipura, daerah pinggiran Yogyakarta. Amba dibesarkan di tengah -tengah keluarga Jawa yang sehari-hari menghayati kisah pewayangan. Dari Ayahnya, Sudarminto, seorang kepala sekolah, Amba mempelajari kearifan khasanah Jawa, mulai Mahabharata,Wedhatama hingga Serat Centhini. Amba lalu tumbuh menjadi gadis cerdas yang memiliki pilihan-pilihan dan mimpi-mimpinya sendiri. Pilihan yang seringkali membuat ibunya, Nuniek, mendadak jantungan. Termasuk pilihannya untuk tidak mau langsung menikah selepas lulus SMA. Pilihan yang cukup asing bagi orangorang sekampungnya. Di lain pihak, ayah-ibunya telah menemukan sosok calon menantu terbaik dalam diri Salwa, Salwani Munir, dari sebuah perjumpaan tak sengaja di Universitas Gajah Mada. Mereka berjumpa ketika Sudarminto diundang dalam sebuah pertemuan guru di kampus itu. Salwa, dosen muda dengan masa depan cerah dan non-PKI semakin memanas. Dokter yang membutuhkan terjemahan itu adalah Bhisma Rashad, dokter lusan lulusan Leipzig, Jerman Timur, karib tokoh-tokoh CGMI. Dalam waktu singkat, Amba memadu cinta dengan Bhisma. Amba jatuh cinta kepada Bhisma karena menemukan gairah yang berbeda pada diri Bhisma, daya pikat yang memukau dan mengejutkan. Kisah-kisah dan pengembaraannya di Eropa begitu memesona bagi Amba. Sesuatu yang tidak dimiliki Salwa yang lempang-lempang saja. Oleh: Arlian Buana C alam dan tentara yang buas bersama 12.000 lebih tahanan lainnya. ‖Di Pulau Buru, orang sudah biasa melontarkan pertanyaan dan tak mendapat jawaban,‖ tulis Laksmi. Ia berhasil membeberkan derap dan denyut Buru yang penuh kegilaan. Novel ini memperkaya diskusi sejarah nasional kita. Amba setidaknya bisa membuka mata generasi Indonesia saat ini dan nanti dalam memahami tragedi 1965. Bahwa pernah ada jutaan manusia yang sejarahnya disingkirkan oleh kekuasaan Orde Baru. Dan kita tidak bisa menutup mata. Seperti Tetralogi Pulau Buru, novel ini mengangkat kisah anak manusia yang melawan laju sejarah, meskipun harus kalah. Bhisma, tokoh utama yang digilas sejarah dan kehilangan segala kehidupan, impian pribadi, serta cintanya, tetap berjuang (melawan) untuk menemukan arti hidupnya. ―Jika aku berbuat dan kalah, setidaknya kekalahan itu tidak kehilangan nilai,‖ kata Bhisma. Terdengar familiar, bukan? Ya, kutipan itu semangatnya memang sangat mirip dengan baris terakhir Bumi Manusia: ―Kita telah melawan, Nak, Nyo, sebaikPilihan Amba untuk kuliah Lantas datanglah peristiwa baiknya, sehormat-hormatnya.― Fakultas Sastra UGM akhirnya berdarah itu. Mereka harus Tentu banyak topik yang dibiditerima oleh ayah-ibunya. Den- dipisahkan sejarah setelah Amba carakan novel ini, sebagaimana gan pertimbangan agar Salwa mengandung benih Bhisma. Tetralogi; pribadi yang mencari dan Amba semakin dekat. Salwa jati diri dan seringkali berbenmelakoni perannya sebagai *** turan dengan akar budayanya, kekasih yang lurus, memenuhi Laksmi menyajikan cerita ini tentang sosok perempuan kuat, segala kekurangan Amba dan dengan sangat apik. Pilihan kata dan lain-lain. menjaga kehormatannya. Sampai yang digunakan dan kalimat yang Amba sepertinya akan selalu di tahun kedua, Salwa harus ber- dilontarkan sebagian besar tidak menjadi bayang-bayang Tetralogi pindah ke Surabaya untuk sepernah gagal menjadi puitis. Be- Pulau Buru. Entah berkah entah buah pekerjaan selama setahun. gitu manis meski menampilkan kutukan. Bisakah Amba berlari Di sinilah cinta segitiga kenangan pahit bangsa ini. meninggalkan bayangan itu? Bhisma-Amba-Salwa bermula. Dengan sangat baik, Laksmi DATA BUKU Menjelang meletusnya G 30 S, menggambarkan keadaan sosialJudul : Amba Amba mendapat pekerjaan seba- politik di Kediri dan Yogyakarta Penulis : Laksmi Pamuntjak gai penerjemah jurnal-jurnal kesebelum, ketika dan pasca mePenerbit : Gramedia Pustaka dokteran di Rumah Sakit Sono letusnya G 30 S. Dan tentu saja Utama Walujo, Kediri, selama seminggu. ia melukiskan Pulau Buru, tempat Tebal : 494 halaman Situasi saat itu mulai genting. dimana Bhisma harus ISBN : 978-979-22-8879-2 Ketegangan antar kelompok PKI menghabiskan hidup, ditengah
  • 8. Celoteh Halaman 8 SOEKARNO DI MATA TUKANG PECEL LELE ―Anda dari mana?‖ sederet bintang di pundak dan dada. Raut muka gagah, klimis, ―Dari Indonesia.‖ tak satu bulu pun dibiarkan tum―Oh.. Soekarno!‖ buh. Sementara di kepalanya ―Iya.‖ bertengger kopiah hitam. ―Dia bukan hanya pemimpin Sekali waktu saya bertandang ke pulau Tidung. Di sana saya Indonesia, tapi juga Afrika.‖ sempat mampir ke rumah lelaki Percakapan itu terjadi antara berusia 80 tahun. Kemudian seorang supir taksi dengan sastrawan Asrul Sani di Afrika. Saya ngobrol banyak hal. Dari mulai sejarah, budaya setempat, pemembaca kisahnya di majalah rubahannya; laut dan nelayan, Horison, entah edisi berapa. Taksi berhenti begitu sampai di pandangannya terhadap pesatnya pariwisata daerah itu, hingga tujuan. Asrul menyodorkan ongurusan cinta masa mudanya. kos, tapi si sopir taksi Dalam hitungan jam, kami akmenolaknya. rab; hingga ia sempat mengajak ―Kita sama-sama dipimpin Soekarno. Jadi, kita saudara jauh. saya memasuki kamarnya. Ada Sekalinya bertemu, masak harus lemari tua dengan buku-buku tua, dan lampu teplok. Di salah-satu bayar?‖ dinding, tertempel gambar seseorang berpakaian rapi dengan *** sederet bintang di pundak. Raut Di bilangan Ciputat, saya permuka gagah, klimis, tak satu bulu nah sekali makan di sebuah pun dibiarkan tumbuh. Semenwarteg. Lidah saya kurang cocok tara di kepalanya bertengger dengan masakannya. Tapi karena kopiah hitam: Soekarno! lapar, habis juga sepiring. Pelajaran yang bisa diambil: lain kali *** saya tak usah makan di situ. Sepulang dari makan di tenda Tapi saya langsung meralat pecel lele favoritnya, teman saya niat itu ketika tatapan terantuk pada dinding warung. Di situ ter- yang bernama Pagar Dewo, denpampang gambar seseorang ber- gan sangat semangat menceritapakaian coklat kehijauan dengan kan sebuah dongeng. Sebuah dongeng yang ia yakini betul akan segera menjadi legenda urban. Saya terpaksa mendengarkan. Karena sudah akrab, seperti biasa Pagar Dewo ngobrol ngalorngidul tanpa juntrungan dengan si tukang pecel lele. Hinga di satu titik, obrolan jatuh pada sosok Soekarno. Tak perlu saya tuliskan apa yang dimuncratkan mulut Pagar Dewo mengenai kebesaran Soekarno. Karena akan sia-sia, ibarat menggarami lautan. Intinya, Soekarno bukan hanya nama yang mengacu kepada seseorang bernama Soekarno. Ia adalah kata kerja, bahkan semangat. "Soekarno lebih dari sekadar nama. Soekarno adalah kata kerja. Soekarno itu semangat!" Tapi si tukang pecel lele hanya cengengesan melihat Pagar Dewo berapi-api. Di sela-sela menghisap kreteknya, ia memainmainkan kumisnya yang melintang tebal, baplang. Dengan santai ia bilang, Soekarno punya satu kekurangan fatal sebagai lelaki. ―Sayang, Soekarno itu, kurang satu. Satu saja,‖ ungkapnya. ―Mudah jatuh cinta? Gampang tersandung karena wanita?‖ Pagar Dewo langsung menebak. Oleh: Abdullah Alawi ―Bukan!‖ ―Dituduh terlibat Gestapoe?‖ "Juga bukan." ―Terus apa?‖ Pagar Dewo mu- lai penasaran. Saya yang tadinya malasmalasan mendengarkan ikut penasaran; penasaran yang sama -sebangun dengan penasaran Pagar Dewo ketika menghadapi tukang pecel lele itu. Apakah si tukang pecel punya temuan data lain yang belum pernah tersebar? Atau cerita yang tak pernah diceritakan yang didapat dari leluhurnya? "Emang apa tho, Cak?" Pagar Dewo mendesak. Tukang pecel makin cengengesan, makin asyik mengisap kreteknya, seolah mempermainkan rasa penasaran Pagar Dewo. ―Apa sih, Cak? Apa kekurangan Soekarno itu?‖ Pagar Dewo kehabisan stok sabar. ―Ini belum pernah disebut di ruang kuliah atau seminar manapun. Ini juga tidak pernah ditulis dan tak ada di buku mana pun.‖ ―Iya, apa?‖ ―Dia tak berkumis!‖ "Soekarno lebih dari sekadar nama. Soekarno adalah kata kerja. Soekarno itu semangat!" Tabloid Biru Meyediakan Kolom Iklan:  1 kolom di halaman depan/ belakang: Rp. 1.000.000.  1 halaman penuh di bagian dalam Rp. 2.000.00 0  1/2 kolom di halaman depan dan belakang: Rp. 500.000  1 kolom di halaman dalam: Rp. 500.000  1/2 kolom di halaman dalam: Rp. 250.000  Iklan baris: minimal