SlideShare a Scribd company logo
1 of 11
Download to read offline
Hati Nurani dan Etika
Kasus “korupsi berjamaah” anggota DPR-RI
Tugas mata kuliah Etika
Semester Ganjil 2008/2009

Dosen: Prof. Dr. Soerjanto Poespowardojo

Oleh: Satrio Arismunandar
NPM: 0806401916

Program S3 Ilmu Filsafat, Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Indonesia
Oktober 2008
1
I. Pendahuluan
Pertengahan 2008 ini, masyarakat Indonesia dihebohkan oleh terungkapnya
sejumlah kasus korupsi, yang melibatkan banyak anggota DPR-RI. Para anggota
Dewan ini secara “berjamaah” menerima suap dari berbagai kalangan, yang
menginginkan agar kepentingan mereka diakomodir, didukung, atau digolkan lewat
produk undang-undang oleh anggota DPR.
Maklum, berbeda dengan zaman Orde Baru, di mana anggota DPR kalah
pengaruh oleh eksekutif, di era reformasi ini anggota DPR berperan cukup signifikan.
Mereka dapat mensahkan rancangan undang-undang (yang dampaknya bisa
menguntungkan/merugikan

pihak

tertentu),

atau

menyetujui/menolak

usulan

pengangkatan pejabat negara tertentu.
Contohnya, seorang anggota DPR-RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Agus
Condro Prayitno, belum lama ini terang-terangan mengaku telah menerima uang Rp
500 juta, sebagai imbalan atas dukungan terhadap pemilihan Miranda Goeltom
sebagai Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia.
Agus mengklaim, banyak temannya sesama anggota DPR-RI di Komisi IX
juga telah menerima uang suap. Total uang yang digelontorkan untuk menyuap
puluhan anggota DPR ini mencapai puluhan miliar rupiah. Kasusnya kini mulai
ditangani oleh KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi).1
Fenomena “korupsi berjamaah” di berbagai tingkatan, dan kasus-kasus
konkret seperti tersebut di atas, mendorong penulis, untuk mengangkatnya menjadi
suatu permasalahan, yang akan dibahas dari aspek etika, khususnya dengan konsep
“hati nurani.”

II. Permasalahan
Perilaku “korupsi berjamaah” di lingkungan anggota DPR itu menimbulkan
sejumlah pertanyaan. Seperti: Bagaimana sebenarnya etika, moral, dan hati nurani
para anggota DPR itu, yang notabene bukanlah orang sembarangan, sehingga mereka
sampai hati menerima suap dan mengkhianati kepercayaan rakyat terhadapnya?

1

Kompas, 29 September 2008, hlm.8. Uang suap itu diberikan dalam bentuk traveler’s cheque, yang
masing-masing cek bernilai Rp 50 juta. Atas permintaan KPK, Ditjen Imigrasi telah mencekal tiga
pengusaha, yaitu Andi Kasih, Hidayat Lukman, dan Budi Santoso, yang dianggap terlibat dan
mengetahui penyaluran cek untuk para anggota DPR-RI itu.

2
Mereka orang yang cukup terdidik, cukup cerdas, tidak kekurangan secara
material (gaji anggota DPR sudah puluhan juta rupiah per bulan). Selain itu, mereka
semua secara formal adalah penganut agama tertentu, yang secara tegas
mengharamkan perilaku korupsi. Setidaknya identitas keagamaan itu tertera jelas di
KTP mereka.
Jadi, tidaklah masuk akal jika dikatakan bahwa mereka melakukan korupsi
karena tidak tahu bahwa korupsi itu salah. Mereka pasti tahu, korupsi itu melanggar
hukum dan undang-undang. Korupsi itu melanggar sumpah jabatan sebagai pejabat
negara. Korupsi itu bertentangan dengan ajaran moral agama. Korupsi itu juga berarti
mengkhianati rakyat dan konstituen mereka, yang dalam pemilu sebelumnya telah
memberikan suara pada mereka, sehingga mereka bisa terpilih menjadi anggota DPR.
Pertanyaan yang lebih spesifik adalah: Di manakah “suara hati nurani” para
anggota DPR tersebut, ketika mereka dengan sadar melakukan korupsi, sementara
mereka tahu bahwa perilaku korupsi itu salah?

III. Pemahaman Konsep

Hati Nurani:
Setiap manusia mempunyai pengalaman tentang hati nurani2, dan mungkin
pengalaman itu merupakan perjumpaan paling jelas dengan moralitas sebagai
kenyataan. Sulit untuk menunjukkan pengalaman lain yang dengan begitu terus terang
menyingkapkan dimensi etis dalam hidup kita. Maka, pengalaman tentang hati nurani
itu merupakan jalan masuk yang tepat untuk suatu studi tentang etika.
Yang dimaksud dengan “hati nurani” adalah penghayatan tentang baik atau
buruk, berhubungan dengan tingkah laku konkret kita. Hati nurani ini memerintahkan
atau melarang kita untuk melakukan sesuatu kini dan di sini. Ia berbicara tentang
situasi yang sangat konkret, bukan sesuatu yang bersifat umum atau di awang-awang.
Jadi, di dalam diri kita seolah-olah ada instansi yang menilai dari segi moral
perbuatan-perbuatan yang kita lakukan. Hati nurani merupakan semacam “saksi’
tentang perbuatan-perbuatan moral kita.

2

Dalam bahasa Indonesia, terkadang orang menggunakan suara hati, kata hati, atau suara batin, untuk
menunjukkan hati nurani.

3
Kesadaran dan Pengenalan:
Hati nurani berkaitan dengan kenyataan bahwa manusia memiliki kesadaran
(consciousness). Yang dimaksud dengan “kesadaran” di sini adalah kesanggupan
manusia untuk mengenal dirinya sendiri dan karena itu berefleksi tentang dirinya.
Hanya manusia yang memiliki kesadaran. Binatang tidak memilikinya.
Binatang hanya memiliki pengenalan (knowledge), melalui inderanya. Binatang bisa
melihat, mencium, dan mendengar, seperti manusia. Binatang juga bisa merasa takut,
berahi, marah, dan sebagainya. Tetapi binatang tidak bisa berpikir atau berefleksi
tentang dirinya sendiri.
Sedangkan manusia bisa menjadi subyek, sekaligus menjadikan dirinya sendiri
sebagai obyek pengenalannya. Seorang manusia sadar bahwa dirinya adalah manusia.
Sedangkan seekor gajah tidak menyadari bahwa dirinya adalah seekor gajah.3

Dua Macam Hati Nurani:

Hati Nurani Restrospektif:
Ada dua bentuk hati nurani: hati nurani retrospektif dan hati nurani prospektif.
Hati nurani retrospektif memberikan penilaian tentang perbuatan yang telah
berlangsung di masa lampau. Hati nurani ini seakan-akan menoleh ke belakang, dan
menilai perbuatan-perbuatan yang sudah lewat. Ia menyatakan, apakah perbuatanperbuatan yang sudah dilakukan itu baik atau tidak baik.
Hati nurani akan menuduh atau mencela, jika perbuatannya jelek; dan akan
memuji atau memberi rasa puas, jika perbuatannya dianggap baik. Jadi, hati nurani ini
merupakan instansi kehakiman dalam batin kita tentang perbuatan yang telah
berlangsung.
Jika hati nurani menghukum dan menuduh kita, batin kita merasa gelisah, atau
kita mempunyai a bad conscience. Sebaliknya, jika telah bertingkah laku dengan baik,

3

Perbedaan yang digunakan dalam tulisan ini adalah antara kesadaran (consciousness) dan pengenalan
(knowledge). Tetapi dalam literature lain, perbedaan ini kadang-kadang juga diungkapkan dengan
istilah perbedaan antara kesadaran (consciousness) dan kesadaran-diri (self-consciousness). Jika kita
menggunakan pembagian yang terakhir ini, maka kita katakan binatang juga mempunyai kesadaran
(binatang bisa mendengar bunyi, mencium bau busuk, dan sebagainya, seperti juga manusia), tetapi
hanya manusia yang memiliki kesadaran-diri. Bertens, dan juga tulisan ini, mengikuti tradisi yang lebih
luas yang menyamakan kesadaran dengan kesadaran-diri, sehingga hanya manusialah yang memiliki
kesadaran.

4
kita mempunyai a good conscience atau a clear conscience. Hati nurani kita dalam
keadaan tenang dan puas, dan kita mengalami kedamaian batin.

Hati Nurani Prospektif:
Hati nurani prospektif melihat ke masa depan dan menilai perbuatanperbuatan kita yang akan datang. Hati nurani dalam arti ini mengajak kita untuk
melakukan sesuatu, atau mengatakan “jangan” dan melarang untuk melakukan
sesuatu.
Dalam hati nurani prospektif ini terkandung semacam ramalan. Ia
menyatakan, hati nurani pasti akan menghukum kita, jika kita memilih terus
melakukan perbuatan itu. Dalam arti ini, hati nurani prospektif menunjuk kepada hati
nurani retrospektif yang akan datang, jika (niat) perbuatan menjadi kenyataan.
Pembedaan hati nurani retrospektif dan prospektif itu menimbulkan kesan
seolah-olah hati nurani hanya menyangkut masa lalu dan masa depan. Padahal, hati
nurani dalam arti sebenarnya justru menyangkut perbuatan yang sedang berlangsung
kini dan di sini. Hati nurani terutama adalah conscience, “turut mengetahui”, pada
ketika perbuatan itu berlangsung. Dalam perbuatan itu sendiri, si pelaku telah
mengalami –atas dasar hati nurani-- bahwa perbuatan yang dilakukannya itu baik atau
buruk.

Hati Nurani Personal dan Adipersonal

Hati nurani bersifat personal, artinya selalu berkaitan erat dengan pribadi
bersangkutan. Karena tak ada manusia yang sama, maka tidak ada dua hati nurani
yang persis sama. Hati nurani diwarnai oleh kepribadian kita. Hati nurani akan
berkembang bersama dengan perkembangan seluruh kepribadian kita. Hati nurani
seseorang ketika masih remaja tentu berbeda dengan ketika dia sudah dewasa.
Hati nurani hanya memberi penilaian atas perbuatan saya sendiri, bukan
perbuatan orang lain. Maka, jika ada yang menggunakan istilah “hati nurani bangsa,”
seolah-olah ada kolektivitas dalam kepemilikan hati nurani. Namun, ungkapan itu
sebenarnya hanya bersifat kiasan.
Namun, hati nurani menunjukkan juga suatu aspek adipersonal. Selain bersifat
pribadi, hati nurani seolah-olah melebihi pribadi kita, seolah-olah merupakan instansi
di atas kita. Hati nurani memiliki suatu aspek transenden, artinya melebihi pribadi
5
kita. Karena aspek adipersonal itu, orang beragama kerap menyatakan, hati nurani
adalah suara Tuhan atau bahwa Tuhan berbicara melalui hati nurani.4
Bagi orang beragama, hati nurani memang memiliki dimensi religius.
Mungkin, malah tidak ada cara yang lebih jelas untuk menghayati hubungan antara
moral dan agama daripada justru pengalaman hati nurani ini. Tetapi, adalah sangat
naif dan berbahaya, jika orang menganggap bahwa melalui hati nurani Tuhan
berbisik-bisik dalam hatinya. Seorang fanatik beragama bisa saja meyakini tindakan
mereka atas perintah Tuhan, padahal bagi masyarakat luas tindakan itu tak lain adalah
kejahatan.
Hati nurani tidak melepaskan kita dari kewajiban untuk bersikap kritis dan
mempertanggungjawabkan perbuatan-perbuatan kita secara obyektif. Bahkan, orang
yang tidak mengakui adanya Tuhan pun memiliki hati nurani, yang mengikat mereka
sama seperti orang beragama.

Hati Nurani sebagai Norma Moral yang Subyektif

Dalam sejarah filsafat, sering dipersoalkan apakah hati nurani termasuk
perasaan, kehendak, atau rasio. Namun, dalam filsafat sekarang, diyakini bahwa
manusia tak bisa dipisahkan dalam pelbagai fungsi atau daya. Kita harus bertolak dari
kesatuan manusia, di mana pelbagai fungsi dapat dibedakan, tetapi tidak boleh
dipisahkan.
Dalam hati nurani pula, perasaan, kehendak, dan rasio tersebut memainkan
peranan. Namun, ada kecenderungan kuat untuk mengakui bahwa hati nurani secara
khusus harus dikaitkan dengan rasio. Alasannya, hati nurani memberi suatu penilaian,
artinya, suatu putusan (judgment). Ia menegaskan: ini baik dan harus dilakukan atau
itu buruk dan tidak boleh dilakukan. Mengemukakan putusan jelas adalah suatu fungsi
dari rasio.
Ada dua macam rasio: rasio teoretis dan rasio praktis. Rasio teoretis bersifat
abstrak, dan merupakan sumber pengetahuan dan ilmu pengetahuan. Sedangkan rasio
praktis bersifat konkret, terarah pada tingkah laku manusia. Rasio praktis menjawab

4

Sangat menarik untuk melihat bahwa di Kamus Umum Bahasa Indonesia (Poerwadarminta) maupun
Kamus Besar Bahasa Indonesia (1988) menjelaskan kata “hati nurani” begitu saja sebagai: “hati yang
telah mendapat cahaya Tuhan.” Kata “nur” (bahasa Arab) sendiri berarti “cahaya.”

6
pertanyaan seperti: Apa yang harus saya lakukan? Maka, hati nurani yang bersifat
konkret, terkait dengan rasio praktis.
Meski putusan hati nurani bersifat rasional, itu tidak berarti bahwa ia
mengemukakan suatu penalaran logis (reasoning). Ucapan hati nurani umumnya
bersifat intuitif, artinya, langsung menyatakan: ini baik dan terpuji atau itu buruk dan
tercela. Pemikiran intuitif berlangsung “satu kali tembak,” tidak melalui tahapantahapan perkembangan seperti dalam sebuah argumentasi. Meski begitu, kadangkadang putusan hati nurani bisa memiliki sifat-sifat yang mengingatkan kita pada
suatu argumentasi, terutama hati nurani prospektif.
Mengikuti hati nurani merupakan hak dasar setiap manusia. Dalam Deklarasi
Universal tentang Hak-hak Asasi Manusia (1948) disebutkan juga “hak atas
kebebasan hati nurani” (pasal 18). Konsekuensinya, negara harus menghormati
putusan hati nurani para warganya, bahkan sekalipun kewajiban itu menimbulkan
konflik dengan kepentingan lain.5
Maka bisa disimpulkan, hati nurani memiliki kedudukan kuat dalam hidup
moral kita. Bahkan bisa dikatakan: dipandang dari sudut subyek, hati nurani adalah
norma terakhir untuk perbuatan-perbuatan kita. Atau dengan kata lain, putusan hati
nurani adalah norma moral yang subyektif bagi tingkah laku kita.
Meski demikian, belum tentu perbuatan yang sesuai dengan hati nurani adalah
baik juga secara obyektif. Hati nurani bisa keliru. Bisa saja hati nurani menyatakan
sesuatu adalah baik, bahkan wajib dilakukan, padahal secara obyektif perbuatan itu
adalah buruk.
Pada orang yang sungguh-sungguh dewasa dalam bidang etis, putusan
subyektif dari hati nurani akan sesuai dengan kualitas obyektif dari perbuatannya.
Pada orang semacam itu, yang baik secara subyektif akan sama dengan yang baik
secara obyektif. Maka manusia wajib mengembangkan hati nurani dan seluruh
kepribadian etisnya sampai menjadi matang dan seimbang.

5

Konsekuensinya, negara harus menghormati hak dari conscientious objector, yaitu orang yang
berkeberatan memenuhi suatu kewajiban sebagai warga negara karena alasan hati nurani. Misalnya, di
negara yang mempraktikkan wajib militer, tak jarang ada pemuda yang menolak menjalani wajib
militer dengan alasan hati nurani. Hati nurani melarang mereka mengikuti latihan militer yang
bertujuan membunuh sesama manusia. Di sini negara dihadapkan pada pilihan yang sulit. Terkadang
negara mendahulukan kepentingan militer di atas hati nurani. Petinju Amerika, Muhammad Ali, dulu
pernah dipenjara karena menolak wajib militer, dan gelar juara tinjunya dicopot.

7
IV. Pembahasan

Dalam kasus korupsi oleh anggota DPR yang mengemuka dalam pemberitaan
media massa akhir-akhir ini, bisa kita katakan, bahwa konsep hati nurani yang terkait
di sini adalah hati nurani retrospektif, sebab perilaku atau tindakan korupsi itu sudah
selesai dilakukan. Di sini para anggota DPR bersangkutan melihat ke belakang,
menilai tindakan (korupsi) yang sudah mereka lakukan di masa lalu. Apakah tindakan
itu benar, atau salah?
Namun, bukan berarti selesai sampai di situ. Para anggota DPR ini juga
memikirkan apa yang akan mereka lakukan sekarang dan di masa depan. Dalam
konteks masa depan ini, terkait konsep hati nurani prospektif.
Ketika kasus korupsi ini sedikit demi sedikit mulai terungkap, apa yang
sebaiknya mereka lakukan? Apakah mereka akan mengaku terus terang, seperti yang
sudah dilakukan Agus Condro, bahwa betul mereka sudah menerimsa uang suap?
Atau apakah mereka terus bertahan dengan versi kebohongan yang sudah ada, secara
konsisten (dalam kebohongan), dengan segala risikonya?
Kemudian, apabila kasus yang ada sekarang bisa terselesaikan (dalam arti
kasus korupsi mereka tidak terungkap dan posisi mereka sudah aman), apakah mereka
masih akan melakukan korupsi baru di masa depan, manakala ada peluang, atau
situasi memungkinkan?
Faktanya, mereka masih menjabat sebagai anggota DPR, sampai hasil pemilu
2009 menentukan anggota-anggota DPR yang baru. Bahkan sebagian anggota DPR,
yang dituduh menerima suap sekarang, juga masih terdaftar sebagai caleg dalam
pemilu 2009. Artinya, ada peluang mereka akan terpilih lagi sebagai anggota DPR-RI
untuk masa jabatan 2009-2014.
Tentu saja, kita sulit mengetahui jawaban semua pertanyaan itu, karena semua
itu berlangsung internal pada hati nurani setiap anggota DPR. Hanya para anggota
DPR bersangkutan yang bisa menjawabnya.
Yang bisa kita analisis di sini adalah para anggota DPR itu tampaknya sudah
“melangkahi” sejumlah tahapan gugatan hati nurani, sehingga mereka bisa melakukan
korupsi. Tahapan itu bisa ditunjukkan dari sejumlah “pelanggaran moral” yang sudah
mereka lakukan, yang tentunya melalui suatu pergulatan tertentu di dalam batin.
Tahapan-tahapan itu adalah, bahwa dengan menerima suap atau melakukan
korupsi, mereka telah:
8
1. Mengingkari janji atau berbohong kepada rakyat/konstituen dalam kampanye
pemilu sebelumnya (2004), bahwa mereka akan membela kepentingan rakyat,
dan tidak akan mendahulukan kepentingan pribadi.
2. Melanggar komitmen moral partai politik, untuk mengedepankan politik yang
bersih dari KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme). Meskipun mungkin
komitmen partai ini dalam praktiknya lebih bersifat basa-basi, secara normatif
dan dalam program resmi yang tertulis dan dikampanyekan, setiap partai
politik mengklaim akan serius mendukung gerakan antikorupsi.
3. Melanggar peraturan kelembagaan yang berlaku di lembaga tinggi negara
(parlemen), bahwa anggota DPR tidak boleh menerima suap.
4. Melanggar sumpah kepada Tuhan, bahwa mereka akan menjalankan amanat
sebagai anggota DPR dengan sebaik-baiknya. Sumpah jabatan itu mereka
bacakan, ketika mereka dilantik sebagai anggota DPR tahun 2004.
5. Melanggar ajaran agama yang mereka anut, yang secara tegas mengharamkan
korupsi, suap, dan berbagai penyimpangan keuangan lainnya.

Jika melihat begitu banyaknya janji, sumpah, dan norma yang telah dilanggar,
sehingga terjadi kasus suap/korupsi besar-besaran tersebut, tindakan “pengabaian
suara hati nurani” yang dilakukan oleh para anggota DPR tersebut betul-betul telah
mencapai tingkatan yang luar biasa.

V. Kesimpulan

1. Pengalaman tentang hati nurani dapat menjadi jalan masuk yang tepat, untuk
suatu studi tentang etika.
2. “Hati nurani” adalah penghayatan tentang baik atau buruk, berhubungan
dengan tingkah laku konkret kita. Hati nurani ini memerintahkan atau
melarang kita untuk melakukan sesuatu kini dan di sini. Hati nurani
merupakan semacam “saksi’ tentang perbuatan-perbuatan moral kita.
3. Hati nurani berkaitan dengan kesadaran (consciousness), yaitu kesanggupan
manusia untuk mengenal dirinya sendiri dan karena itu berefleksi tentang
dirinya.

9
4. Hati nurani retrospektif memberikan penilaian tentang perbuatan yang telah
berlangsung di masa lampau. Sedangkan, nurani prospektif melihat ke masa
depan dan menilai perbuatan-perbuatan kita yang akan datang.
5. Namun, hati nurani dalam arti sebenarnya justru menyangkut perbuatan yang
sedang berlangsung kini dan di sini. Hati nurani terutama adalah conscience,
“turut mengetahui”, pada ketika perbuatan itu berlangsung.
6. Hati nurani bersifat personal, artinya selalu berkaitan erat dengan pribadi
bersangkutan. Karena tak ada manusia yang sama, maka tidak ada dua hati
nurani yang persis sama.
7. Hati nurani diwarnai oleh kepribadian. Hati nurani akan berkembang bersama
dengan perkembangan seluruh kepribadian kita.
8. Hati nurani hanya memberi penilaian atas perbuatan saya sendiri, bukan
perbuatan orang lain.
9. Selain bersifat pribadi, hati nurani memiliki suatu aspek transenden, artinya
melebihi pribadi kita. Karena aspek adipersonal itu, orang beragama kerap
menyatakan, hati nurani adalah suara Tuhan.
10. Hati nurani tidak melepaskan kita dari kewajiban untuk bersikap kritis dan
mempertanggungjawabkan perbuatan-perbuatan kita secara obyektif.
11. Perasaan, kehendak, dan rasio memainkan peranan dalam hati nurani. Namun,
hati nurani secara khusus dikaitkan dengan rasio, karena hati nurani memberi
suatu penilaian, artinya, suatu putusan. Mengemukakan putusan jelas adalah
fungsi dari rasio.
12. Meski putusan hati nurani bersifat rasional, itu tidak berarti ia mengemukakan
suatu penalaran logis. Ucapan hati nurani umumnya bersifat intuitif, tidak
melalui tahapan-tahapan perkembangan seperti dalam sebuah argumentasi.
13. Hati nurani memiliki kedudukan kuat dalam hidup moral kita. Dipandang dari
sudut subyek, hati nurani adalah norma terakhir untuk perbuatan kita. Atau,
putusan hati nurani adalah norma moral yang subyektif bagi tingkah laku kita.
14. Hati nurani bisa keliru. Belum tentu perbuatan yang sesuai dengan hati nurani
adalah baik juga secara obyektif.
15. Pada orang yang sungguh-sungguh dewasa dalam bidang etis, putusan
subyektif dari hati nurani akan sesuai dengan kualitas obyektif dari
perbuatannya. Maka manusia wajib mengembangkan hati nurani dan seluruh
kepribadian etisnya sampai menjadi matang dan seimbang.
10
16. Dalam kasus suap dan “korupsi berjamaah”, yang melibatkan sejumlah
anggota DPR-RI belum lama ini, patut diduga telah terjadi “pengabaian hati
nurani” dalam tingkatan yang luar biasa, mengingat begitu banyak janji,
norma, aturan moral, dan peraturan yang dilanggar.

Depok, Oktober 2008

Referensi:
Adian, Donny Gahral. 2006. Percik Pemikiran Kontemporer: Sebuah
Pengantar Komprehensif. Yogyakarta: Jalasutra.
Bertens, K. Etika. 2004. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Honderich, Ted. 1995. The Oxford Companion to Philosophy. Oxford/New
York: Oxford University Press.
Kompas, 29 September 2008.

11

More Related Content

What's hot

Presentasi kepribadian walter mischel
Presentasi kepribadian walter mischelPresentasi kepribadian walter mischel
Presentasi kepribadian walter mischelyohana purwa c
 
Presentasi kepribadian (psikologi)
Presentasi kepribadian (psikologi)Presentasi kepribadian (psikologi)
Presentasi kepribadian (psikologi)Mustaqim Furohman
 
Sifat karakter-manusia
Sifat karakter-manusiaSifat karakter-manusia
Sifat karakter-manusiazoids-cute
 
TEORI KELOMPOK & ORGANISASI
TEORI KELOMPOK & ORGANISASITEORI KELOMPOK & ORGANISASI
TEORI KELOMPOK & ORGANISASIJhosua Korwa
 
Pancasila Sebagai Sistem Etika
Pancasila Sebagai Sistem EtikaPancasila Sebagai Sistem Etika
Pancasila Sebagai Sistem EtikaFair Nurfachrizi
 
PROSES BELAJAR KEBUDAYAAN
PROSES BELAJAR KEBUDAYAAN PROSES BELAJAR KEBUDAYAAN
PROSES BELAJAR KEBUDAYAAN tegarae
 
Pengertian dan ruang lingkup psikologi sosial
Pengertian dan ruang lingkup psikologi sosialPengertian dan ruang lingkup psikologi sosial
Pengertian dan ruang lingkup psikologi sosialelmakrufi
 
Makalah kebudayaan
Makalah kebudayaanMakalah kebudayaan
Makalah kebudayaanPastime.net
 
Komunikasi antar budaya 1
Komunikasi antar budaya 1Komunikasi antar budaya 1
Komunikasi antar budaya 1maneicon22
 
Pendidikan anti korupsi - Bentuk, Strategi, dan Upaya Pencegahan dan Pemberan...
Pendidikan anti korupsi - Bentuk, Strategi, dan Upaya Pencegahan dan Pemberan...Pendidikan anti korupsi - Bentuk, Strategi, dan Upaya Pencegahan dan Pemberan...
Pendidikan anti korupsi - Bentuk, Strategi, dan Upaya Pencegahan dan Pemberan...Idik Saeful Bahri
 
Makalah: UUD 1945 Sebagai Konstitusi Negara
Makalah: UUD 1945 Sebagai Konstitusi NegaraMakalah: UUD 1945 Sebagai Konstitusi Negara
Makalah: UUD 1945 Sebagai Konstitusi NegaraAmphie Yuurisman
 
Jenis-Jenis Pertanyaan
Jenis-Jenis PertanyaanJenis-Jenis Pertanyaan
Jenis-Jenis Pertanyaanachmadk12
 
etika berbangsa dan bernegara berdasarkan pancasila
etika berbangsa dan bernegara berdasarkan pancasilaetika berbangsa dan bernegara berdasarkan pancasila
etika berbangsa dan bernegara berdasarkan pancasilarizka_pratiwi
 
Kelompok 5 teori mutakhir (komunikasi organisasi)
Kelompok 5 teori mutakhir (komunikasi organisasi)Kelompok 5 teori mutakhir (komunikasi organisasi)
Kelompok 5 teori mutakhir (komunikasi organisasi)Sari Gultom
 
Materi Etika Bermedia Sosial - Ade Putra.pptx
Materi Etika Bermedia Sosial - Ade Putra.pptxMateri Etika Bermedia Sosial - Ade Putra.pptx
Materi Etika Bermedia Sosial - Ade Putra.pptxAdePutraTunggali
 
Teori Budaya Organisasi
Teori Budaya OrganisasiTeori Budaya Organisasi
Teori Budaya Organisasimankoma2012
 
Tugas Powerpoint tentang HAK ASASI MANUSIA
Tugas Powerpoint tentang HAK ASASI MANUSIATugas Powerpoint tentang HAK ASASI MANUSIA
Tugas Powerpoint tentang HAK ASASI MANUSIAmeikaa
 

What's hot (20)

Presentasi kepribadian walter mischel
Presentasi kepribadian walter mischelPresentasi kepribadian walter mischel
Presentasi kepribadian walter mischel
 
Presentasi kepribadian (psikologi)
Presentasi kepribadian (psikologi)Presentasi kepribadian (psikologi)
Presentasi kepribadian (psikologi)
 
Sifat karakter-manusia
Sifat karakter-manusiaSifat karakter-manusia
Sifat karakter-manusia
 
TEORI KELOMPOK & ORGANISASI
TEORI KELOMPOK & ORGANISASITEORI KELOMPOK & ORGANISASI
TEORI KELOMPOK & ORGANISASI
 
7 Tradisi Komunikasi
7 Tradisi Komunikasi7 Tradisi Komunikasi
7 Tradisi Komunikasi
 
Pancasila Sebagai Sistem Etika
Pancasila Sebagai Sistem EtikaPancasila Sebagai Sistem Etika
Pancasila Sebagai Sistem Etika
 
PROSES BELAJAR KEBUDAYAAN
PROSES BELAJAR KEBUDAYAAN PROSES BELAJAR KEBUDAYAAN
PROSES BELAJAR KEBUDAYAAN
 
Pengertian dan ruang lingkup psikologi sosial
Pengertian dan ruang lingkup psikologi sosialPengertian dan ruang lingkup psikologi sosial
Pengertian dan ruang lingkup psikologi sosial
 
Makalah kebudayaan
Makalah kebudayaanMakalah kebudayaan
Makalah kebudayaan
 
Komunikasi antar budaya 1
Komunikasi antar budaya 1Komunikasi antar budaya 1
Komunikasi antar budaya 1
 
Pendidikan anti korupsi - Bentuk, Strategi, dan Upaya Pencegahan dan Pemberan...
Pendidikan anti korupsi - Bentuk, Strategi, dan Upaya Pencegahan dan Pemberan...Pendidikan anti korupsi - Bentuk, Strategi, dan Upaya Pencegahan dan Pemberan...
Pendidikan anti korupsi - Bentuk, Strategi, dan Upaya Pencegahan dan Pemberan...
 
Bab ii kajian pustaka
Bab ii kajian pustakaBab ii kajian pustaka
Bab ii kajian pustaka
 
Makalah: UUD 1945 Sebagai Konstitusi Negara
Makalah: UUD 1945 Sebagai Konstitusi NegaraMakalah: UUD 1945 Sebagai Konstitusi Negara
Makalah: UUD 1945 Sebagai Konstitusi Negara
 
Jenis-Jenis Pertanyaan
Jenis-Jenis PertanyaanJenis-Jenis Pertanyaan
Jenis-Jenis Pertanyaan
 
etika berbangsa dan bernegara berdasarkan pancasila
etika berbangsa dan bernegara berdasarkan pancasilaetika berbangsa dan bernegara berdasarkan pancasila
etika berbangsa dan bernegara berdasarkan pancasila
 
Kelompok 5 teori mutakhir (komunikasi organisasi)
Kelompok 5 teori mutakhir (komunikasi organisasi)Kelompok 5 teori mutakhir (komunikasi organisasi)
Kelompok 5 teori mutakhir (komunikasi organisasi)
 
Materi Etika Bermedia Sosial - Ade Putra.pptx
Materi Etika Bermedia Sosial - Ade Putra.pptxMateri Etika Bermedia Sosial - Ade Putra.pptx
Materi Etika Bermedia Sosial - Ade Putra.pptx
 
PPT ANTI BULLYING
PPT ANTI BULLYINGPPT ANTI BULLYING
PPT ANTI BULLYING
 
Teori Budaya Organisasi
Teori Budaya OrganisasiTeori Budaya Organisasi
Teori Budaya Organisasi
 
Tugas Powerpoint tentang HAK ASASI MANUSIA
Tugas Powerpoint tentang HAK ASASI MANUSIATugas Powerpoint tentang HAK ASASI MANUSIA
Tugas Powerpoint tentang HAK ASASI MANUSIA
 

Similar to Hati Nurani dan Etika: Kasus “korupsi berjamaah” anggota DPR-RI

Buku ajar hypnoteaching 2013 revisi
Buku ajar hypnoteaching 2013 revisiBuku ajar hypnoteaching 2013 revisi
Buku ajar hypnoteaching 2013 revisinovrizalbinmuslim
 
Pendidikan Agama ISlam "Mengenal Bagaimana Manusia Bertuhan "
Pendidikan Agama ISlam "Mengenal Bagaimana Manusia Bertuhan "Pendidikan Agama ISlam "Mengenal Bagaimana Manusia Bertuhan "
Pendidikan Agama ISlam "Mengenal Bagaimana Manusia Bertuhan "chusnaqumillaila
 
Manusia dalam pandangan psikologi
Manusia dalam pandangan psikologiManusia dalam pandangan psikologi
Manusia dalam pandangan psikologiyuliusnyiara
 
Manusia dalam Pandangan Psikologi
Manusia dalam Pandangan PsikologiManusia dalam Pandangan Psikologi
Manusia dalam Pandangan PsikologiMelkiasAdu
 
Presentation1x (1).pptx
Presentation1x (1).pptxPresentation1x (1).pptx
Presentation1x (1).pptxDuliBurak
 
Presentation1x (1).pptx
Presentation1x (1).pptxPresentation1x (1).pptx
Presentation1x (1).pptxDuliBurak
 
Paper dokmatika III
Paper dokmatika IIIPaper dokmatika III
Paper dokmatika IIIMelkiasAdu
 
Presentasi Teori Komunikasi Kelompok 4 - word
Presentasi Teori Komunikasi Kelompok 4 - wordPresentasi Teori Komunikasi Kelompok 4 - word
Presentasi Teori Komunikasi Kelompok 4 - wordKaer Bikers
 
MANUSIA MAKHLUK INDIVIDU DAN MAKHLUK SOSIAL.pptx
MANUSIA MAKHLUK INDIVIDU DAN MAKHLUK SOSIAL.pptxMANUSIA MAKHLUK INDIVIDU DAN MAKHLUK SOSIAL.pptx
MANUSIA MAKHLUK INDIVIDU DAN MAKHLUK SOSIAL.pptxsrianggriani2
 
Manusia dan keadilan
Manusia dan keadilanManusia dan keadilan
Manusia dan keadilanEkkyPratama1
 
Makalah pengaruh sosialisasi, nilai budaya terhadap pembentukan kepribadian
Makalah pengaruh sosialisasi, nilai budaya terhadap pembentukan kepribadianMakalah pengaruh sosialisasi, nilai budaya terhadap pembentukan kepribadian
Makalah pengaruh sosialisasi, nilai budaya terhadap pembentukan kepribadianOperator Warnet Vast Raha
 
Makalah sosialisasi dan pembentukan kepribadian sma 1 raha
Makalah sosialisasi dan pembentukan kepribadian sma 1 rahaMakalah sosialisasi dan pembentukan kepribadian sma 1 raha
Makalah sosialisasi dan pembentukan kepribadian sma 1 rahaSeptian Muna Barakati
 
Manusia,Nilai,Moral,Dan Hukum aljalil pgri.pptx
Manusia,Nilai,Moral,Dan Hukum aljalil pgri.pptxManusia,Nilai,Moral,Dan Hukum aljalil pgri.pptx
Manusia,Nilai,Moral,Dan Hukum aljalil pgri.pptxaljaliljalil
 
Makalah sosialisasi dan pembentukan kepribadian sma 1 raha
Makalah sosialisasi dan pembentukan kepribadian sma 1 rahaMakalah sosialisasi dan pembentukan kepribadian sma 1 raha
Makalah sosialisasi dan pembentukan kepribadian sma 1 rahaOperator Warnet Vast Raha
 
Makalah sosialisasi dan pembentukan kepribadian sma 1 raha
Makalah sosialisasi dan pembentukan kepribadian sma 1 rahaMakalah sosialisasi dan pembentukan kepribadian sma 1 raha
Makalah sosialisasi dan pembentukan kepribadian sma 1 rahaOperator Warnet Vast Raha
 

Similar to Hati Nurani dan Etika: Kasus “korupsi berjamaah” anggota DPR-RI (20)

Buku ajar hypnoteaching 2013 revisi
Buku ajar hypnoteaching 2013 revisiBuku ajar hypnoteaching 2013 revisi
Buku ajar hypnoteaching 2013 revisi
 
JURNAL SUARA HATI.docx
JURNAL SUARA HATI.docxJURNAL SUARA HATI.docx
JURNAL SUARA HATI.docx
 
Pendidikan Agama ISlam "Mengenal Bagaimana Manusia Bertuhan "
Pendidikan Agama ISlam "Mengenal Bagaimana Manusia Bertuhan "Pendidikan Agama ISlam "Mengenal Bagaimana Manusia Bertuhan "
Pendidikan Agama ISlam "Mengenal Bagaimana Manusia Bertuhan "
 
Bab 3 Kepribadian
Bab 3 KepribadianBab 3 Kepribadian
Bab 3 Kepribadian
 
Manusia dalam pandangan psikologi
Manusia dalam pandangan psikologiManusia dalam pandangan psikologi
Manusia dalam pandangan psikologi
 
rahasia Stage Master Hypnotist
rahasia Stage Master Hypnotistrahasia Stage Master Hypnotist
rahasia Stage Master Hypnotist
 
Manusia dalam Pandangan Psikologi
Manusia dalam Pandangan PsikologiManusia dalam Pandangan Psikologi
Manusia dalam Pandangan Psikologi
 
Presentation1x (1).pptx
Presentation1x (1).pptxPresentation1x (1).pptx
Presentation1x (1).pptx
 
Presentation1x (1).pptx
Presentation1x (1).pptxPresentation1x (1).pptx
Presentation1x (1).pptx
 
Paper dokmatika III
Paper dokmatika IIIPaper dokmatika III
Paper dokmatika III
 
Presentasi Teori Komunikasi Kelompok 4 - word
Presentasi Teori Komunikasi Kelompok 4 - wordPresentasi Teori Komunikasi Kelompok 4 - word
Presentasi Teori Komunikasi Kelompok 4 - word
 
MANUSIA MAKHLUK INDIVIDU DAN MAKHLUK SOSIAL.pptx
MANUSIA MAKHLUK INDIVIDU DAN MAKHLUK SOSIAL.pptxMANUSIA MAKHLUK INDIVIDU DAN MAKHLUK SOSIAL.pptx
MANUSIA MAKHLUK INDIVIDU DAN MAKHLUK SOSIAL.pptx
 
Psikologi
PsikologiPsikologi
Psikologi
 
Psikologi
PsikologiPsikologi
Psikologi
 
Manusia dan keadilan
Manusia dan keadilanManusia dan keadilan
Manusia dan keadilan
 
Makalah pengaruh sosialisasi, nilai budaya terhadap pembentukan kepribadian
Makalah pengaruh sosialisasi, nilai budaya terhadap pembentukan kepribadianMakalah pengaruh sosialisasi, nilai budaya terhadap pembentukan kepribadian
Makalah pengaruh sosialisasi, nilai budaya terhadap pembentukan kepribadian
 
Makalah sosialisasi dan pembentukan kepribadian sma 1 raha
Makalah sosialisasi dan pembentukan kepribadian sma 1 rahaMakalah sosialisasi dan pembentukan kepribadian sma 1 raha
Makalah sosialisasi dan pembentukan kepribadian sma 1 raha
 
Manusia,Nilai,Moral,Dan Hukum aljalil pgri.pptx
Manusia,Nilai,Moral,Dan Hukum aljalil pgri.pptxManusia,Nilai,Moral,Dan Hukum aljalil pgri.pptx
Manusia,Nilai,Moral,Dan Hukum aljalil pgri.pptx
 
Makalah sosialisasi dan pembentukan kepribadian sma 1 raha
Makalah sosialisasi dan pembentukan kepribadian sma 1 rahaMakalah sosialisasi dan pembentukan kepribadian sma 1 raha
Makalah sosialisasi dan pembentukan kepribadian sma 1 raha
 
Makalah sosialisasi dan pembentukan kepribadian sma 1 raha
Makalah sosialisasi dan pembentukan kepribadian sma 1 rahaMakalah sosialisasi dan pembentukan kepribadian sma 1 raha
Makalah sosialisasi dan pembentukan kepribadian sma 1 raha
 

More from Satrio Arismunandar

Kepemimpinan (Leadership) di Industri Media
Kepemimpinan (Leadership) di Industri MediaKepemimpinan (Leadership) di Industri Media
Kepemimpinan (Leadership) di Industri MediaSatrio Arismunandar
 
Memahami Integrasi, Merger, dan Akuisisi di Industri Media
Memahami Integrasi, Merger, dan Akuisisi di Industri MediaMemahami Integrasi, Merger, dan Akuisisi di Industri Media
Memahami Integrasi, Merger, dan Akuisisi di Industri MediaSatrio Arismunandar
 
Mass Communication 01 - Basic Concepts
Mass Communication 01 - Basic ConceptsMass Communication 01 - Basic Concepts
Mass Communication 01 - Basic ConceptsSatrio Arismunandar
 
Strategi dan Teknologi Militer: Ambisi Indonesia Memproduksi Pesawat Jet Temp...
Strategi dan Teknologi Militer: Ambisi Indonesia Memproduksi Pesawat Jet Temp...Strategi dan Teknologi Militer: Ambisi Indonesia Memproduksi Pesawat Jet Temp...
Strategi dan Teknologi Militer: Ambisi Indonesia Memproduksi Pesawat Jet Temp...Satrio Arismunandar
 
Terciptanya Poros Arab Saudi - Mesir - Israel
Terciptanya Poros Arab Saudi - Mesir - IsraelTerciptanya Poros Arab Saudi - Mesir - Israel
Terciptanya Poros Arab Saudi - Mesir - IsraelSatrio Arismunandar
 
TNI Bosan Menjadi "Macan Ompong"
TNI Bosan Menjadi "Macan Ompong"TNI Bosan Menjadi "Macan Ompong"
TNI Bosan Menjadi "Macan Ompong"Satrio Arismunandar
 
Impian Keabadian (Cerpen karya Satrio Arismunandar)
Impian Keabadian (Cerpen karya Satrio Arismunandar)Impian Keabadian (Cerpen karya Satrio Arismunandar)
Impian Keabadian (Cerpen karya Satrio Arismunandar)Satrio Arismunandar
 
WWF Indonesia 1962–2002: Melestarikan Alam Indonesia dengan Menyejahterakan M...
WWF Indonesia 1962–2002: Melestarikan Alam Indonesia dengan Menyejahterakan M...WWF Indonesia 1962–2002: Melestarikan Alam Indonesia dengan Menyejahterakan M...
WWF Indonesia 1962–2002: Melestarikan Alam Indonesia dengan Menyejahterakan M...Satrio Arismunandar
 
Korupsi Elite Politik dari Zaman Kerajaan ke Era Reformasi
Korupsi Elite Politik dari Zaman Kerajaan ke Era ReformasiKorupsi Elite Politik dari Zaman Kerajaan ke Era Reformasi
Korupsi Elite Politik dari Zaman Kerajaan ke Era ReformasiSatrio Arismunandar
 
Sejarah Irak: Dari Sumeria ke Irak Modern
Sejarah Irak: Dari Sumeria ke Irak ModernSejarah Irak: Dari Sumeria ke Irak Modern
Sejarah Irak: Dari Sumeria ke Irak ModernSatrio Arismunandar
 
Retaknya Kemesraan Antara Dua Sekutu Lama, Amerika dan Arab Saudi
Retaknya Kemesraan Antara Dua Sekutu Lama, Amerika dan Arab SaudiRetaknya Kemesraan Antara Dua Sekutu Lama, Amerika dan Arab Saudi
Retaknya Kemesraan Antara Dua Sekutu Lama, Amerika dan Arab SaudiSatrio Arismunandar
 
Pierre Bourdieu dan Pemikirannya tentang Habitus, Doxa dan Kekerasan Simbolik
Pierre Bourdieu dan Pemikirannya tentang Habitus, Doxa dan Kekerasan SimbolikPierre Bourdieu dan Pemikirannya tentang Habitus, Doxa dan Kekerasan Simbolik
Pierre Bourdieu dan Pemikirannya tentang Habitus, Doxa dan Kekerasan SimbolikSatrio Arismunandar
 
Pemikiran Politik Plato Ditinjau dari Filsafat Politik Demokratis
Pemikiran Politik Plato Ditinjau dari Filsafat Politik DemokratisPemikiran Politik Plato Ditinjau dari Filsafat Politik Demokratis
Pemikiran Politik Plato Ditinjau dari Filsafat Politik DemokratisSatrio Arismunandar
 
Kebudayaan Materi dan Materialisme Budaya
Kebudayaan Materi dan Materialisme BudayaKebudayaan Materi dan Materialisme Budaya
Kebudayaan Materi dan Materialisme BudayaSatrio Arismunandar
 
Indonesia dan Keindonesiaan: Teks dan Konstruksi Identitas
Indonesia dan Keindonesiaan: Teks dan Konstruksi IdentitasIndonesia dan Keindonesiaan: Teks dan Konstruksi Identitas
Indonesia dan Keindonesiaan: Teks dan Konstruksi IdentitasSatrio Arismunandar
 
Kurikulum 2013 dan Paradigma Belajar Abad 21
Kurikulum 2013 dan Paradigma Belajar Abad 21Kurikulum 2013 dan Paradigma Belajar Abad 21
Kurikulum 2013 dan Paradigma Belajar Abad 21Satrio Arismunandar
 
Ketika Presiden SBY Sudah Tidak Punya Rahasia Lagi
Ketika Presiden SBY Sudah Tidak Punya Rahasia LagiKetika Presiden SBY Sudah Tidak Punya Rahasia Lagi
Ketika Presiden SBY Sudah Tidak Punya Rahasia LagiSatrio Arismunandar
 
Pertentangan Kelas dalam Lirik Lagu di Album Kelompok Musik Swami I
Pertentangan Kelas dalam Lirik Lagu di Album Kelompok Musik Swami IPertentangan Kelas dalam Lirik Lagu di Album Kelompok Musik Swami I
Pertentangan Kelas dalam Lirik Lagu di Album Kelompok Musik Swami ISatrio Arismunandar
 
Jurgen Habermas Serta Pemikirannya tentang Ranah Publik
Jurgen Habermas Serta Pemikirannya tentang Ranah PublikJurgen Habermas Serta Pemikirannya tentang Ranah Publik
Jurgen Habermas Serta Pemikirannya tentang Ranah PublikSatrio Arismunandar
 

More from Satrio Arismunandar (20)

Kepemimpinan (Leadership) di Industri Media
Kepemimpinan (Leadership) di Industri MediaKepemimpinan (Leadership) di Industri Media
Kepemimpinan (Leadership) di Industri Media
 
Memahami Integrasi, Merger, dan Akuisisi di Industri Media
Memahami Integrasi, Merger, dan Akuisisi di Industri MediaMemahami Integrasi, Merger, dan Akuisisi di Industri Media
Memahami Integrasi, Merger, dan Akuisisi di Industri Media
 
Mass Communication 01 - Basic Concepts
Mass Communication 01 - Basic ConceptsMass Communication 01 - Basic Concepts
Mass Communication 01 - Basic Concepts
 
Strategi dan Teknologi Militer: Ambisi Indonesia Memproduksi Pesawat Jet Temp...
Strategi dan Teknologi Militer: Ambisi Indonesia Memproduksi Pesawat Jet Temp...Strategi dan Teknologi Militer: Ambisi Indonesia Memproduksi Pesawat Jet Temp...
Strategi dan Teknologi Militer: Ambisi Indonesia Memproduksi Pesawat Jet Temp...
 
Terciptanya Poros Arab Saudi - Mesir - Israel
Terciptanya Poros Arab Saudi - Mesir - IsraelTerciptanya Poros Arab Saudi - Mesir - Israel
Terciptanya Poros Arab Saudi - Mesir - Israel
 
TNI Bosan Menjadi "Macan Ompong"
TNI Bosan Menjadi "Macan Ompong"TNI Bosan Menjadi "Macan Ompong"
TNI Bosan Menjadi "Macan Ompong"
 
Impian Keabadian (Cerpen karya Satrio Arismunandar)
Impian Keabadian (Cerpen karya Satrio Arismunandar)Impian Keabadian (Cerpen karya Satrio Arismunandar)
Impian Keabadian (Cerpen karya Satrio Arismunandar)
 
WWF Indonesia 1962–2002: Melestarikan Alam Indonesia dengan Menyejahterakan M...
WWF Indonesia 1962–2002: Melestarikan Alam Indonesia dengan Menyejahterakan M...WWF Indonesia 1962–2002: Melestarikan Alam Indonesia dengan Menyejahterakan M...
WWF Indonesia 1962–2002: Melestarikan Alam Indonesia dengan Menyejahterakan M...
 
Korupsi Elite Politik dari Zaman Kerajaan ke Era Reformasi
Korupsi Elite Politik dari Zaman Kerajaan ke Era ReformasiKorupsi Elite Politik dari Zaman Kerajaan ke Era Reformasi
Korupsi Elite Politik dari Zaman Kerajaan ke Era Reformasi
 
Sejarah Irak: Dari Sumeria ke Irak Modern
Sejarah Irak: Dari Sumeria ke Irak ModernSejarah Irak: Dari Sumeria ke Irak Modern
Sejarah Irak: Dari Sumeria ke Irak Modern
 
Sejarah Filsafat Yunani
Sejarah Filsafat YunaniSejarah Filsafat Yunani
Sejarah Filsafat Yunani
 
Retaknya Kemesraan Antara Dua Sekutu Lama, Amerika dan Arab Saudi
Retaknya Kemesraan Antara Dua Sekutu Lama, Amerika dan Arab SaudiRetaknya Kemesraan Antara Dua Sekutu Lama, Amerika dan Arab Saudi
Retaknya Kemesraan Antara Dua Sekutu Lama, Amerika dan Arab Saudi
 
Pierre Bourdieu dan Pemikirannya tentang Habitus, Doxa dan Kekerasan Simbolik
Pierre Bourdieu dan Pemikirannya tentang Habitus, Doxa dan Kekerasan SimbolikPierre Bourdieu dan Pemikirannya tentang Habitus, Doxa dan Kekerasan Simbolik
Pierre Bourdieu dan Pemikirannya tentang Habitus, Doxa dan Kekerasan Simbolik
 
Pemikiran Politik Plato Ditinjau dari Filsafat Politik Demokratis
Pemikiran Politik Plato Ditinjau dari Filsafat Politik DemokratisPemikiran Politik Plato Ditinjau dari Filsafat Politik Demokratis
Pemikiran Politik Plato Ditinjau dari Filsafat Politik Demokratis
 
Kebudayaan Materi dan Materialisme Budaya
Kebudayaan Materi dan Materialisme BudayaKebudayaan Materi dan Materialisme Budaya
Kebudayaan Materi dan Materialisme Budaya
 
Indonesia dan Keindonesiaan: Teks dan Konstruksi Identitas
Indonesia dan Keindonesiaan: Teks dan Konstruksi IdentitasIndonesia dan Keindonesiaan: Teks dan Konstruksi Identitas
Indonesia dan Keindonesiaan: Teks dan Konstruksi Identitas
 
Kurikulum 2013 dan Paradigma Belajar Abad 21
Kurikulum 2013 dan Paradigma Belajar Abad 21Kurikulum 2013 dan Paradigma Belajar Abad 21
Kurikulum 2013 dan Paradigma Belajar Abad 21
 
Ketika Presiden SBY Sudah Tidak Punya Rahasia Lagi
Ketika Presiden SBY Sudah Tidak Punya Rahasia LagiKetika Presiden SBY Sudah Tidak Punya Rahasia Lagi
Ketika Presiden SBY Sudah Tidak Punya Rahasia Lagi
 
Pertentangan Kelas dalam Lirik Lagu di Album Kelompok Musik Swami I
Pertentangan Kelas dalam Lirik Lagu di Album Kelompok Musik Swami IPertentangan Kelas dalam Lirik Lagu di Album Kelompok Musik Swami I
Pertentangan Kelas dalam Lirik Lagu di Album Kelompok Musik Swami I
 
Jurgen Habermas Serta Pemikirannya tentang Ranah Publik
Jurgen Habermas Serta Pemikirannya tentang Ranah PublikJurgen Habermas Serta Pemikirannya tentang Ranah Publik
Jurgen Habermas Serta Pemikirannya tentang Ranah Publik
 

Hati Nurani dan Etika: Kasus “korupsi berjamaah” anggota DPR-RI

  • 1. Hati Nurani dan Etika Kasus “korupsi berjamaah” anggota DPR-RI Tugas mata kuliah Etika Semester Ganjil 2008/2009 Dosen: Prof. Dr. Soerjanto Poespowardojo Oleh: Satrio Arismunandar NPM: 0806401916 Program S3 Ilmu Filsafat, Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia Oktober 2008 1
  • 2. I. Pendahuluan Pertengahan 2008 ini, masyarakat Indonesia dihebohkan oleh terungkapnya sejumlah kasus korupsi, yang melibatkan banyak anggota DPR-RI. Para anggota Dewan ini secara “berjamaah” menerima suap dari berbagai kalangan, yang menginginkan agar kepentingan mereka diakomodir, didukung, atau digolkan lewat produk undang-undang oleh anggota DPR. Maklum, berbeda dengan zaman Orde Baru, di mana anggota DPR kalah pengaruh oleh eksekutif, di era reformasi ini anggota DPR berperan cukup signifikan. Mereka dapat mensahkan rancangan undang-undang (yang dampaknya bisa menguntungkan/merugikan pihak tertentu), atau menyetujui/menolak usulan pengangkatan pejabat negara tertentu. Contohnya, seorang anggota DPR-RI dari Fraksi PDI Perjuangan, Agus Condro Prayitno, belum lama ini terang-terangan mengaku telah menerima uang Rp 500 juta, sebagai imbalan atas dukungan terhadap pemilihan Miranda Goeltom sebagai Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia. Agus mengklaim, banyak temannya sesama anggota DPR-RI di Komisi IX juga telah menerima uang suap. Total uang yang digelontorkan untuk menyuap puluhan anggota DPR ini mencapai puluhan miliar rupiah. Kasusnya kini mulai ditangani oleh KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi).1 Fenomena “korupsi berjamaah” di berbagai tingkatan, dan kasus-kasus konkret seperti tersebut di atas, mendorong penulis, untuk mengangkatnya menjadi suatu permasalahan, yang akan dibahas dari aspek etika, khususnya dengan konsep “hati nurani.” II. Permasalahan Perilaku “korupsi berjamaah” di lingkungan anggota DPR itu menimbulkan sejumlah pertanyaan. Seperti: Bagaimana sebenarnya etika, moral, dan hati nurani para anggota DPR itu, yang notabene bukanlah orang sembarangan, sehingga mereka sampai hati menerima suap dan mengkhianati kepercayaan rakyat terhadapnya? 1 Kompas, 29 September 2008, hlm.8. Uang suap itu diberikan dalam bentuk traveler’s cheque, yang masing-masing cek bernilai Rp 50 juta. Atas permintaan KPK, Ditjen Imigrasi telah mencekal tiga pengusaha, yaitu Andi Kasih, Hidayat Lukman, dan Budi Santoso, yang dianggap terlibat dan mengetahui penyaluran cek untuk para anggota DPR-RI itu. 2
  • 3. Mereka orang yang cukup terdidik, cukup cerdas, tidak kekurangan secara material (gaji anggota DPR sudah puluhan juta rupiah per bulan). Selain itu, mereka semua secara formal adalah penganut agama tertentu, yang secara tegas mengharamkan perilaku korupsi. Setidaknya identitas keagamaan itu tertera jelas di KTP mereka. Jadi, tidaklah masuk akal jika dikatakan bahwa mereka melakukan korupsi karena tidak tahu bahwa korupsi itu salah. Mereka pasti tahu, korupsi itu melanggar hukum dan undang-undang. Korupsi itu melanggar sumpah jabatan sebagai pejabat negara. Korupsi itu bertentangan dengan ajaran moral agama. Korupsi itu juga berarti mengkhianati rakyat dan konstituen mereka, yang dalam pemilu sebelumnya telah memberikan suara pada mereka, sehingga mereka bisa terpilih menjadi anggota DPR. Pertanyaan yang lebih spesifik adalah: Di manakah “suara hati nurani” para anggota DPR tersebut, ketika mereka dengan sadar melakukan korupsi, sementara mereka tahu bahwa perilaku korupsi itu salah? III. Pemahaman Konsep Hati Nurani: Setiap manusia mempunyai pengalaman tentang hati nurani2, dan mungkin pengalaman itu merupakan perjumpaan paling jelas dengan moralitas sebagai kenyataan. Sulit untuk menunjukkan pengalaman lain yang dengan begitu terus terang menyingkapkan dimensi etis dalam hidup kita. Maka, pengalaman tentang hati nurani itu merupakan jalan masuk yang tepat untuk suatu studi tentang etika. Yang dimaksud dengan “hati nurani” adalah penghayatan tentang baik atau buruk, berhubungan dengan tingkah laku konkret kita. Hati nurani ini memerintahkan atau melarang kita untuk melakukan sesuatu kini dan di sini. Ia berbicara tentang situasi yang sangat konkret, bukan sesuatu yang bersifat umum atau di awang-awang. Jadi, di dalam diri kita seolah-olah ada instansi yang menilai dari segi moral perbuatan-perbuatan yang kita lakukan. Hati nurani merupakan semacam “saksi’ tentang perbuatan-perbuatan moral kita. 2 Dalam bahasa Indonesia, terkadang orang menggunakan suara hati, kata hati, atau suara batin, untuk menunjukkan hati nurani. 3
  • 4. Kesadaran dan Pengenalan: Hati nurani berkaitan dengan kenyataan bahwa manusia memiliki kesadaran (consciousness). Yang dimaksud dengan “kesadaran” di sini adalah kesanggupan manusia untuk mengenal dirinya sendiri dan karena itu berefleksi tentang dirinya. Hanya manusia yang memiliki kesadaran. Binatang tidak memilikinya. Binatang hanya memiliki pengenalan (knowledge), melalui inderanya. Binatang bisa melihat, mencium, dan mendengar, seperti manusia. Binatang juga bisa merasa takut, berahi, marah, dan sebagainya. Tetapi binatang tidak bisa berpikir atau berefleksi tentang dirinya sendiri. Sedangkan manusia bisa menjadi subyek, sekaligus menjadikan dirinya sendiri sebagai obyek pengenalannya. Seorang manusia sadar bahwa dirinya adalah manusia. Sedangkan seekor gajah tidak menyadari bahwa dirinya adalah seekor gajah.3 Dua Macam Hati Nurani: Hati Nurani Restrospektif: Ada dua bentuk hati nurani: hati nurani retrospektif dan hati nurani prospektif. Hati nurani retrospektif memberikan penilaian tentang perbuatan yang telah berlangsung di masa lampau. Hati nurani ini seakan-akan menoleh ke belakang, dan menilai perbuatan-perbuatan yang sudah lewat. Ia menyatakan, apakah perbuatanperbuatan yang sudah dilakukan itu baik atau tidak baik. Hati nurani akan menuduh atau mencela, jika perbuatannya jelek; dan akan memuji atau memberi rasa puas, jika perbuatannya dianggap baik. Jadi, hati nurani ini merupakan instansi kehakiman dalam batin kita tentang perbuatan yang telah berlangsung. Jika hati nurani menghukum dan menuduh kita, batin kita merasa gelisah, atau kita mempunyai a bad conscience. Sebaliknya, jika telah bertingkah laku dengan baik, 3 Perbedaan yang digunakan dalam tulisan ini adalah antara kesadaran (consciousness) dan pengenalan (knowledge). Tetapi dalam literature lain, perbedaan ini kadang-kadang juga diungkapkan dengan istilah perbedaan antara kesadaran (consciousness) dan kesadaran-diri (self-consciousness). Jika kita menggunakan pembagian yang terakhir ini, maka kita katakan binatang juga mempunyai kesadaran (binatang bisa mendengar bunyi, mencium bau busuk, dan sebagainya, seperti juga manusia), tetapi hanya manusia yang memiliki kesadaran-diri. Bertens, dan juga tulisan ini, mengikuti tradisi yang lebih luas yang menyamakan kesadaran dengan kesadaran-diri, sehingga hanya manusialah yang memiliki kesadaran. 4
  • 5. kita mempunyai a good conscience atau a clear conscience. Hati nurani kita dalam keadaan tenang dan puas, dan kita mengalami kedamaian batin. Hati Nurani Prospektif: Hati nurani prospektif melihat ke masa depan dan menilai perbuatanperbuatan kita yang akan datang. Hati nurani dalam arti ini mengajak kita untuk melakukan sesuatu, atau mengatakan “jangan” dan melarang untuk melakukan sesuatu. Dalam hati nurani prospektif ini terkandung semacam ramalan. Ia menyatakan, hati nurani pasti akan menghukum kita, jika kita memilih terus melakukan perbuatan itu. Dalam arti ini, hati nurani prospektif menunjuk kepada hati nurani retrospektif yang akan datang, jika (niat) perbuatan menjadi kenyataan. Pembedaan hati nurani retrospektif dan prospektif itu menimbulkan kesan seolah-olah hati nurani hanya menyangkut masa lalu dan masa depan. Padahal, hati nurani dalam arti sebenarnya justru menyangkut perbuatan yang sedang berlangsung kini dan di sini. Hati nurani terutama adalah conscience, “turut mengetahui”, pada ketika perbuatan itu berlangsung. Dalam perbuatan itu sendiri, si pelaku telah mengalami –atas dasar hati nurani-- bahwa perbuatan yang dilakukannya itu baik atau buruk. Hati Nurani Personal dan Adipersonal Hati nurani bersifat personal, artinya selalu berkaitan erat dengan pribadi bersangkutan. Karena tak ada manusia yang sama, maka tidak ada dua hati nurani yang persis sama. Hati nurani diwarnai oleh kepribadian kita. Hati nurani akan berkembang bersama dengan perkembangan seluruh kepribadian kita. Hati nurani seseorang ketika masih remaja tentu berbeda dengan ketika dia sudah dewasa. Hati nurani hanya memberi penilaian atas perbuatan saya sendiri, bukan perbuatan orang lain. Maka, jika ada yang menggunakan istilah “hati nurani bangsa,” seolah-olah ada kolektivitas dalam kepemilikan hati nurani. Namun, ungkapan itu sebenarnya hanya bersifat kiasan. Namun, hati nurani menunjukkan juga suatu aspek adipersonal. Selain bersifat pribadi, hati nurani seolah-olah melebihi pribadi kita, seolah-olah merupakan instansi di atas kita. Hati nurani memiliki suatu aspek transenden, artinya melebihi pribadi 5
  • 6. kita. Karena aspek adipersonal itu, orang beragama kerap menyatakan, hati nurani adalah suara Tuhan atau bahwa Tuhan berbicara melalui hati nurani.4 Bagi orang beragama, hati nurani memang memiliki dimensi religius. Mungkin, malah tidak ada cara yang lebih jelas untuk menghayati hubungan antara moral dan agama daripada justru pengalaman hati nurani ini. Tetapi, adalah sangat naif dan berbahaya, jika orang menganggap bahwa melalui hati nurani Tuhan berbisik-bisik dalam hatinya. Seorang fanatik beragama bisa saja meyakini tindakan mereka atas perintah Tuhan, padahal bagi masyarakat luas tindakan itu tak lain adalah kejahatan. Hati nurani tidak melepaskan kita dari kewajiban untuk bersikap kritis dan mempertanggungjawabkan perbuatan-perbuatan kita secara obyektif. Bahkan, orang yang tidak mengakui adanya Tuhan pun memiliki hati nurani, yang mengikat mereka sama seperti orang beragama. Hati Nurani sebagai Norma Moral yang Subyektif Dalam sejarah filsafat, sering dipersoalkan apakah hati nurani termasuk perasaan, kehendak, atau rasio. Namun, dalam filsafat sekarang, diyakini bahwa manusia tak bisa dipisahkan dalam pelbagai fungsi atau daya. Kita harus bertolak dari kesatuan manusia, di mana pelbagai fungsi dapat dibedakan, tetapi tidak boleh dipisahkan. Dalam hati nurani pula, perasaan, kehendak, dan rasio tersebut memainkan peranan. Namun, ada kecenderungan kuat untuk mengakui bahwa hati nurani secara khusus harus dikaitkan dengan rasio. Alasannya, hati nurani memberi suatu penilaian, artinya, suatu putusan (judgment). Ia menegaskan: ini baik dan harus dilakukan atau itu buruk dan tidak boleh dilakukan. Mengemukakan putusan jelas adalah suatu fungsi dari rasio. Ada dua macam rasio: rasio teoretis dan rasio praktis. Rasio teoretis bersifat abstrak, dan merupakan sumber pengetahuan dan ilmu pengetahuan. Sedangkan rasio praktis bersifat konkret, terarah pada tingkah laku manusia. Rasio praktis menjawab 4 Sangat menarik untuk melihat bahwa di Kamus Umum Bahasa Indonesia (Poerwadarminta) maupun Kamus Besar Bahasa Indonesia (1988) menjelaskan kata “hati nurani” begitu saja sebagai: “hati yang telah mendapat cahaya Tuhan.” Kata “nur” (bahasa Arab) sendiri berarti “cahaya.” 6
  • 7. pertanyaan seperti: Apa yang harus saya lakukan? Maka, hati nurani yang bersifat konkret, terkait dengan rasio praktis. Meski putusan hati nurani bersifat rasional, itu tidak berarti bahwa ia mengemukakan suatu penalaran logis (reasoning). Ucapan hati nurani umumnya bersifat intuitif, artinya, langsung menyatakan: ini baik dan terpuji atau itu buruk dan tercela. Pemikiran intuitif berlangsung “satu kali tembak,” tidak melalui tahapantahapan perkembangan seperti dalam sebuah argumentasi. Meski begitu, kadangkadang putusan hati nurani bisa memiliki sifat-sifat yang mengingatkan kita pada suatu argumentasi, terutama hati nurani prospektif. Mengikuti hati nurani merupakan hak dasar setiap manusia. Dalam Deklarasi Universal tentang Hak-hak Asasi Manusia (1948) disebutkan juga “hak atas kebebasan hati nurani” (pasal 18). Konsekuensinya, negara harus menghormati putusan hati nurani para warganya, bahkan sekalipun kewajiban itu menimbulkan konflik dengan kepentingan lain.5 Maka bisa disimpulkan, hati nurani memiliki kedudukan kuat dalam hidup moral kita. Bahkan bisa dikatakan: dipandang dari sudut subyek, hati nurani adalah norma terakhir untuk perbuatan-perbuatan kita. Atau dengan kata lain, putusan hati nurani adalah norma moral yang subyektif bagi tingkah laku kita. Meski demikian, belum tentu perbuatan yang sesuai dengan hati nurani adalah baik juga secara obyektif. Hati nurani bisa keliru. Bisa saja hati nurani menyatakan sesuatu adalah baik, bahkan wajib dilakukan, padahal secara obyektif perbuatan itu adalah buruk. Pada orang yang sungguh-sungguh dewasa dalam bidang etis, putusan subyektif dari hati nurani akan sesuai dengan kualitas obyektif dari perbuatannya. Pada orang semacam itu, yang baik secara subyektif akan sama dengan yang baik secara obyektif. Maka manusia wajib mengembangkan hati nurani dan seluruh kepribadian etisnya sampai menjadi matang dan seimbang. 5 Konsekuensinya, negara harus menghormati hak dari conscientious objector, yaitu orang yang berkeberatan memenuhi suatu kewajiban sebagai warga negara karena alasan hati nurani. Misalnya, di negara yang mempraktikkan wajib militer, tak jarang ada pemuda yang menolak menjalani wajib militer dengan alasan hati nurani. Hati nurani melarang mereka mengikuti latihan militer yang bertujuan membunuh sesama manusia. Di sini negara dihadapkan pada pilihan yang sulit. Terkadang negara mendahulukan kepentingan militer di atas hati nurani. Petinju Amerika, Muhammad Ali, dulu pernah dipenjara karena menolak wajib militer, dan gelar juara tinjunya dicopot. 7
  • 8. IV. Pembahasan Dalam kasus korupsi oleh anggota DPR yang mengemuka dalam pemberitaan media massa akhir-akhir ini, bisa kita katakan, bahwa konsep hati nurani yang terkait di sini adalah hati nurani retrospektif, sebab perilaku atau tindakan korupsi itu sudah selesai dilakukan. Di sini para anggota DPR bersangkutan melihat ke belakang, menilai tindakan (korupsi) yang sudah mereka lakukan di masa lalu. Apakah tindakan itu benar, atau salah? Namun, bukan berarti selesai sampai di situ. Para anggota DPR ini juga memikirkan apa yang akan mereka lakukan sekarang dan di masa depan. Dalam konteks masa depan ini, terkait konsep hati nurani prospektif. Ketika kasus korupsi ini sedikit demi sedikit mulai terungkap, apa yang sebaiknya mereka lakukan? Apakah mereka akan mengaku terus terang, seperti yang sudah dilakukan Agus Condro, bahwa betul mereka sudah menerimsa uang suap? Atau apakah mereka terus bertahan dengan versi kebohongan yang sudah ada, secara konsisten (dalam kebohongan), dengan segala risikonya? Kemudian, apabila kasus yang ada sekarang bisa terselesaikan (dalam arti kasus korupsi mereka tidak terungkap dan posisi mereka sudah aman), apakah mereka masih akan melakukan korupsi baru di masa depan, manakala ada peluang, atau situasi memungkinkan? Faktanya, mereka masih menjabat sebagai anggota DPR, sampai hasil pemilu 2009 menentukan anggota-anggota DPR yang baru. Bahkan sebagian anggota DPR, yang dituduh menerima suap sekarang, juga masih terdaftar sebagai caleg dalam pemilu 2009. Artinya, ada peluang mereka akan terpilih lagi sebagai anggota DPR-RI untuk masa jabatan 2009-2014. Tentu saja, kita sulit mengetahui jawaban semua pertanyaan itu, karena semua itu berlangsung internal pada hati nurani setiap anggota DPR. Hanya para anggota DPR bersangkutan yang bisa menjawabnya. Yang bisa kita analisis di sini adalah para anggota DPR itu tampaknya sudah “melangkahi” sejumlah tahapan gugatan hati nurani, sehingga mereka bisa melakukan korupsi. Tahapan itu bisa ditunjukkan dari sejumlah “pelanggaran moral” yang sudah mereka lakukan, yang tentunya melalui suatu pergulatan tertentu di dalam batin. Tahapan-tahapan itu adalah, bahwa dengan menerima suap atau melakukan korupsi, mereka telah: 8
  • 9. 1. Mengingkari janji atau berbohong kepada rakyat/konstituen dalam kampanye pemilu sebelumnya (2004), bahwa mereka akan membela kepentingan rakyat, dan tidak akan mendahulukan kepentingan pribadi. 2. Melanggar komitmen moral partai politik, untuk mengedepankan politik yang bersih dari KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme). Meskipun mungkin komitmen partai ini dalam praktiknya lebih bersifat basa-basi, secara normatif dan dalam program resmi yang tertulis dan dikampanyekan, setiap partai politik mengklaim akan serius mendukung gerakan antikorupsi. 3. Melanggar peraturan kelembagaan yang berlaku di lembaga tinggi negara (parlemen), bahwa anggota DPR tidak boleh menerima suap. 4. Melanggar sumpah kepada Tuhan, bahwa mereka akan menjalankan amanat sebagai anggota DPR dengan sebaik-baiknya. Sumpah jabatan itu mereka bacakan, ketika mereka dilantik sebagai anggota DPR tahun 2004. 5. Melanggar ajaran agama yang mereka anut, yang secara tegas mengharamkan korupsi, suap, dan berbagai penyimpangan keuangan lainnya. Jika melihat begitu banyaknya janji, sumpah, dan norma yang telah dilanggar, sehingga terjadi kasus suap/korupsi besar-besaran tersebut, tindakan “pengabaian suara hati nurani” yang dilakukan oleh para anggota DPR tersebut betul-betul telah mencapai tingkatan yang luar biasa. V. Kesimpulan 1. Pengalaman tentang hati nurani dapat menjadi jalan masuk yang tepat, untuk suatu studi tentang etika. 2. “Hati nurani” adalah penghayatan tentang baik atau buruk, berhubungan dengan tingkah laku konkret kita. Hati nurani ini memerintahkan atau melarang kita untuk melakukan sesuatu kini dan di sini. Hati nurani merupakan semacam “saksi’ tentang perbuatan-perbuatan moral kita. 3. Hati nurani berkaitan dengan kesadaran (consciousness), yaitu kesanggupan manusia untuk mengenal dirinya sendiri dan karena itu berefleksi tentang dirinya. 9
  • 10. 4. Hati nurani retrospektif memberikan penilaian tentang perbuatan yang telah berlangsung di masa lampau. Sedangkan, nurani prospektif melihat ke masa depan dan menilai perbuatan-perbuatan kita yang akan datang. 5. Namun, hati nurani dalam arti sebenarnya justru menyangkut perbuatan yang sedang berlangsung kini dan di sini. Hati nurani terutama adalah conscience, “turut mengetahui”, pada ketika perbuatan itu berlangsung. 6. Hati nurani bersifat personal, artinya selalu berkaitan erat dengan pribadi bersangkutan. Karena tak ada manusia yang sama, maka tidak ada dua hati nurani yang persis sama. 7. Hati nurani diwarnai oleh kepribadian. Hati nurani akan berkembang bersama dengan perkembangan seluruh kepribadian kita. 8. Hati nurani hanya memberi penilaian atas perbuatan saya sendiri, bukan perbuatan orang lain. 9. Selain bersifat pribadi, hati nurani memiliki suatu aspek transenden, artinya melebihi pribadi kita. Karena aspek adipersonal itu, orang beragama kerap menyatakan, hati nurani adalah suara Tuhan. 10. Hati nurani tidak melepaskan kita dari kewajiban untuk bersikap kritis dan mempertanggungjawabkan perbuatan-perbuatan kita secara obyektif. 11. Perasaan, kehendak, dan rasio memainkan peranan dalam hati nurani. Namun, hati nurani secara khusus dikaitkan dengan rasio, karena hati nurani memberi suatu penilaian, artinya, suatu putusan. Mengemukakan putusan jelas adalah fungsi dari rasio. 12. Meski putusan hati nurani bersifat rasional, itu tidak berarti ia mengemukakan suatu penalaran logis. Ucapan hati nurani umumnya bersifat intuitif, tidak melalui tahapan-tahapan perkembangan seperti dalam sebuah argumentasi. 13. Hati nurani memiliki kedudukan kuat dalam hidup moral kita. Dipandang dari sudut subyek, hati nurani adalah norma terakhir untuk perbuatan kita. Atau, putusan hati nurani adalah norma moral yang subyektif bagi tingkah laku kita. 14. Hati nurani bisa keliru. Belum tentu perbuatan yang sesuai dengan hati nurani adalah baik juga secara obyektif. 15. Pada orang yang sungguh-sungguh dewasa dalam bidang etis, putusan subyektif dari hati nurani akan sesuai dengan kualitas obyektif dari perbuatannya. Maka manusia wajib mengembangkan hati nurani dan seluruh kepribadian etisnya sampai menjadi matang dan seimbang. 10
  • 11. 16. Dalam kasus suap dan “korupsi berjamaah”, yang melibatkan sejumlah anggota DPR-RI belum lama ini, patut diduga telah terjadi “pengabaian hati nurani” dalam tingkatan yang luar biasa, mengingat begitu banyak janji, norma, aturan moral, dan peraturan yang dilanggar. Depok, Oktober 2008 Referensi: Adian, Donny Gahral. 2006. Percik Pemikiran Kontemporer: Sebuah Pengantar Komprehensif. Yogyakarta: Jalasutra. Bertens, K. Etika. 2004. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Honderich, Ted. 1995. The Oxford Companion to Philosophy. Oxford/New York: Oxford University Press. Kompas, 29 September 2008. 11