3. Pada tahun 2004, negara Indonesia mengadakan pemilu
yang diikuti oleh 24 partai politik. Pemilu di Indonesia
dimulai pada tahun 1955 yang diikuti puluhan partai,
organisasi masa, dan perorangan. Indonesia sebagai
negara demokrasi mulai melaksanakan Pemilihan
Umum pada tahun 1955. Pemilu I tahun 1955 yang
didambakan rakyat dapat meperbaiki keadaan ternyata
hasilnya tidak memenuhi harapan rakyat. Krisis politik
yang berkepanjangan akhirnya Presiden Soekarno
mengeluarkan Dekrit pada tanggal 5 Juli 1959. Sejak
itulah kehidupan bangsa Indonesia di bawah kekuasaan
Demokrasi Terpimpin. Peristiwa-peristiwa politik dan
ekonomi Indonesia pasca Pengakuan Kedaulatan
tersebut akan kita pelajari Disini.
Dan berikut Peristiwa Politik dan Ekonomi Pasca
Pengakuan Kedaulatan Di Indonesia
4. RIS dibentuk oleh VAN DER PLAS dan
JENDERAL VAN MOOK yang bertujuan
untuk memecah belah persatuan dan kesatuan
bangsa Indonesia. Mereka membentuk RIS
dengan terdiri atas beberapa Negara bagian
(disebut sebagai Negara boneka) ketika
Republik Indonesia sedang berjuang
mempertahankan kemerdekaan melalui
perjuangan fisik maupun perjuangan
diplomasi (sebelum pengakuan kedaulatan
Republik Indonesia).
5. Seperti telah kalian pelajari bahwa dengan melalui perjuangan bersenjata dan diplomasi akhirnya
bangsa Indonesia memperoleh pengakuan kedaulatan dari Belanda. Penandatanganan
pengakuan kedaulatan tersebut dilaksanakan pada tanggal 27 Desember 1949. Dengan
diakuinya kedaulatan Indonesia ini maka bentuk negara Indonesia adalah menjadi negara
serikat dengan nama Republik Indonesia Serikat (RIS). Sedangkan Undang – Undang Dasar
atau Konstitusi yang digunakan adalah Undang- Undang Dasar RIS. Tentunya kalian masih
ingat bahwa salah satu hasil Konferensi Meja Bundar adalah bahwa Indonesia menjadi
Negara Republik Indonesia Serikat (RIS). Selanjutnya setelah KMB kemudian dilaksanakan
pengakuan kedaulatan dari Belanda kepada RIS pada tanggal 27 Desember 1949. Berdasarkan
UUD RIS bentuk negara kita adalah federal, yang terdiri dari tujuh negara bagian dan
sembilan daerah otonom. Adapun tujuh negara bagian RIS tersebut adalah :
(1) Sumatera Timur,
(2) Sumatera Selatan,
(3) Pasundan,
(4) Jawa Timur,
(5) Madura,
(6) Negara Indonesia Timur, dan
(7) Republik Indonesia (RI).
Sedangkan kesembilan daerah otonom itu adalah :
(1) Riau,
(6) Banjar,
(2) Bangka,
(7) Kalimantan Tenggara,
(3) Belitung,
(8) Kalimantan Timur, dan
(4) Kalimantan Barat, (9) Jawa Tengah.
(5) Dayak Besar,
6.
Semenjak Indonesia menggunakan sistem Kabinet Parlementer keadaan politik
tidak stabil. Partai-partai politik tidak bekerja untuk kepentingan rakyat akan
tetapi hanya untuk kepentingan golongannya saja. Wakil-wakil rakyat yang
duduk di Parlemen merupakan wakil-wakil partai yang saling bertentangan.
Keadaan yang demikian rakyat menginginkan segera dilaksanakan pemilihan
umum. Dengan pemilihan umum diharapkan dapat terbentuk Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR) sehingga dapat memperjuangkan aspirasi rakyat sehingga terbentuk
pemerintahan yang stabil. Pemilihan Umum merupakan program pemerintah dari
setiap kabinet, misalnya kabinet Alisastroamijoyo I bahkan telah menetapkan
tanggal pelaksanaan pemilu. Akan tetapi Kabinet Ali I tersebut sudah jatuh
sebelum melaksanakan Pemilihan Umum. Akhirnya pesta demokrasi rakyat
tersebut baru dapat dilaksanakan pada masa pemerintahan Kabinet Burhanuddin
Harahap. Pelaksanaan Pemilihan Umum sesuai dengan rencana yang telah
ditetapkan Panitia Pemilihan Umum Pusat dilaksanakan dalam dua gelombang,
yakni :
1. gelombang I, tanggal 29 September 1955 untuk memilih anggota- anggota
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dan
2. gelombang II, tanggal 15 Desember 1955 untuk memilih anggota- anggota
Konstituante (Badan Pembuat Undang- Undang Dasar).
7.
Pada Pemilu I tahun 1955 rakyat selain memilih anggota DPR juga memilih anggota badan Konstituante. Badan ini
bertugas menyusun Undang-Undang Dasar sebab ketika Indonesia kembali ke Negara Kesatuan Republik
Indonesia sejak tanggal 17 Agustus 1945 menggunakan Undang-Undang Dasar Sementara (1950). Sejak itu pula di
negara kita diterapkan Demokrasi Liberal dengan sistem Kabinet Parlementer. Pertentangan antarpartai politik
seringkali terjadi. Situasi politik dalam negeri tidak stabil dan di daerah-daerah mengalami kegoncangan karena
berdirinya berbagai dewan, seperti Dewan Manguni di Sulawesi Utara, Dewan Gajah di Sumatera Utara, Dewan
Banteng di Sumatera Tengah, Dewan Garuda di Sumatera Selatan, Dewan Lambung Mangkurat di Kalimantan
Selatan yang kemudian menjadi gerakan yang ingin memisahkan diri.
Karena keadaan politik yang tidak stabil maka Presiden Soekarno pada tanggal 21 Februari 1957 mengemukakan
konsepnya yang terkenal dengan “Konsepsi Presiden” yang isinya antara lain sebagai berikut.
1. Sistem Demokrasi Liberal akan diganti dengan Demokrasi Terpimpin.
2. Akan dibentuk “Kabinet Gotong Royong”, yang menteri-menterinya terdiri atas orang-orang dari empat partai
besar ( PNI, Masyumi, NU, dan PKI).
3. Pembentukan Dewan Nasional yang terdiri atas golongan-golongan fungsional dalam masyarakat. Dewan ini
bertugas memberi nasihat kepada kabinet baik diminta maupun tidak.
Partai-partai Masyumi, NU, PSII, Katholik, dan PRI menolak konsepsi ini dan berpenadapat bahwa merubah
susunan ketatanegaraan secara radikal harus diserahkan kepada konstituante. Karena keadaan politik semakin
hangat maka Presiden Soekarno mengumumkan Keadaan Darurat Perang bagi seluruh wilayah Indonesia.
Gerakan-gerakan di daerah kemudian memuncak dengan pemberontakan PRRI dan Permesta. Setelah keadaan
aman maka Konstituante mulai bersidang untuk menyusun Undang-Undang Dasar. Sidang Konstituante ini
berlangsung sampai beberapa kali yang memakan waktu kurang lebih tiga tahun, yakni sejak sidang pertama di
Bandung tanggal 10 November 1956 sampai akhir tahun 1958. Akan tetapi sidang tersebut tidak membuahkan
hasil yakni untuk merumuskan Undang-Undang Dasar dan hanya merupakan perdebatan sengit.