SlideShare a Scribd company logo
1 of 45
Download to read offline
Kinescope
F i l m ,

S e n i

&

E d u k a s i

free magazine - edisi 3 - oktober 2013

ah Kita?
ita, Waj
Film K
on location

slank : anti nuklir
music

iwan fals
review

Perawan Sebrang
Crazy Love
Wanita Tetap Wanita
Violet & Daisy
dokumenter

epic java

Oktober 2013 l Kinescope l 1
2 l Kinescope l Oktober 2013

Oktober 2013 l Kinescope l 3
Cover Story

10 Film Kita, Wajah Kita?

profile

16 Christine Hakim

Daftar isi

Dari Kuala Tungkal Ke Cannes

REVIEW

20 Perawan Seberang
21 crazy love
22 Wanita Tetap Wanita

Opini

34

Epic Java

28 Alzheimer Dalam Sinema

42

Kesehatan Dunia – WHO,
setiap tahun menetapkan bulan
September “World Alzheimer’s
Month”

30 Dilema Poster Film Indonesia

Kemana poster film bioskop? Kenapa
hilang begitu saja tak
tampak wujudnya?

FESTITIVAL
32 Indonesia International

Environmental Film Festival
(INEFFEST) II
Di Labuan Bajo dan Kepulauan
Komodo
33 September di Jakarta
Dengan Dua Festival Film
Festival Film India
yang diadakan oleh Kedutaan
Besar (Kedubes) India untuk
Indonesia

54
26 Akira Kurosawa
G 30 S PKI
Violet & Daisy

24

On Location

36 Slank: Anti Nuklir

Konsep video klip ini berbentuk
film pendek, menceritakan tentang
prediksi habisnya sumber energi
pada suatu negara di tahun 2025
mendatang.

SPOTLIGHT

38 Bintang-Bintang Indonesia Yang

Menjadi Orang Belakang Layar
Sukses meraih popularitas sebagai bintang
film adalah mimpi banyak orang. Sukses
menjadi bintang kemudian menggiring
bintang-bintang ini menjadi sutradara,
penulis naskah dan produser

SEJARAH

44 Bioskop, Ujung Tombak Industri

Perfilman Indonesia
Keberadaan bioskop di Indonesia sudah
berlangsung selama hampir 107 tahun

4 l Kinescope l Oktober 2013

liputan

48 CinemadaMare

Sebuah roadshow film festival yang
berlangsung dari tanggal 25 Juni - 7
September 2013

seni

52 PASAR SENI JAKARTA

Kesuksesan acara Pasar Seni ITB yang rutin
diadakan setiap empat tahun sekali di
Bandung menginspirasi Ikatan Alumni
ITB Jakarta membuat kegiatan yang lebih
dahsyat untuk Jakarta. Kegiatan itu mereka
beri nama Pasar Seni Jakarta..

KOMUNITAS
62 Kampuz Jalanan

“Terinspirasi dari cerita novel
Ali Topan Anak Jalanan.”

64 SETELAH 15 TAHUN KOMUNITAS FILM
Catatan dari penggal ingatan..

music report
74 Konser SNSD

Gemerlap Kostum Pink dan Lightstick
75 Pitbull
Menggoyang Jakarta Ketiga Kali
Oktober 2013 l Kinescope l 5
f i l m ,

s e n i

&

Salam Redaksi

e d u k a s i

Penasehat Redaksi
Farid Gaban
Wanda Hamidah
Andibachtiar Yusuf
Biem T Benjamin
Pemimpin Umum
Hasreiza
Pemimpin redaksi
Reiza Patters
Redaktur Pelaksana
Muhammad Adrai
Redaktur	
Doni Agustan
Sekretaris
Faisal Fadhly
Kontributor
Shandy Gasella
Daniel Rudi Haryanto
Ahmad Hasan Yuniardi
Kusen Dony Hermansyah
Desain Grafis & Tata Letak
al Fian adha
Artistik & Editor Foto
Rizaldi Fakhruddin
Fotografer
Hery Yohans
Penjualan & Pemasaran
Ollivia Selagusta
pengembangan & komunitas
Jusuf Alin Lubis
Distribusi & Sirkulasi
Faisal Fadhly
subScriptions
Pusat Meditasi Satria Nusantara
Jl. RS Fatmawati No. 110A
Jakarta selatan
Indonesia

MARI BUNG REBUT KEMBALI!
“Film edukatif, kualitas dan kemampuan sinematografis, mumpuni
serta kualitas pemain yang matang, berikan pengharapan
kembalinya kejayaan perfilman Indonesia, minimal di negerinya
sendiri.”

P

erfilman Indonesia memiliki sejarah yang panjang dan sempat menjadi tuan di negeri
sendiri. Saat itu film Indonesia masih mendominasi bioskop-bioskop lokal. Bahkan
sebelum Indonesia eksis sebagai sebuah Negara yang berdaulat, perfilman Indonesia
sudah ada lebih dulu. Pada tahun 1980-an, perfilman Indonesia menguasai sebagian besar
bioskop dan ruang-ruang pertunjukan film di tanah air.
Kejayaan perfilman nasional mulai bergeliat di era itu dan pada tahun-tahun itu pula
acara Festival Film Indonesia giat diadakan setiap tahun untuk memberikan penghargaan
kepada insan film Indonesia yang dianggap berprestasi serta memiliki kemampuan serta
kualitas produktifitas yang baik.
Namun pada tahun 1990-an dan seterusnya, industri perfilman nasional mengalami
penurunan, yang membuat hampir semua film Indonesia hanya berkutat dan seolah
terjebak dalam tema-tema seks. Tahun-tahun 2000-an juga seperti itu. Dengan sangat
maraknya film-film bertema horror dan tetap mengumbar seksualitas, film Indonesia seolah
hanya berjalan di tempat tanpa perubahan berarti. Pada saat itu film Indonesia sudah tidak
menjadi tuan rumah lagi di negeri sendiri.
Namun, perlahan tapi pasti, kita melihat grafik prestasi mulai muncul kembali. Dengan
munculnya film-film yang memiliki tema edukatif, kualitas dan kemampuan sinematografis
yang semakin mumpuni serta kualitas pemain yang juga semakin matang, memberikan
pengharapan akan kembalinya kejayaan perfilman Indonesia, minimal di negerinya sendiri.
Mulai tumbuhnya banyak komunitas profesi insan perfilman yang independen serta
mandiri, kritikus yang memberikan kritik-kritik sehat serta membangun dan komunitas
penikmat film yang tersebar di banyak penjuru negeri, bisa menjadi pagar dan alat kontrol
bagi setiap proses kreatif dan produksi perfilman Indonesia. Untuk itu, MARI BUNG REBUT
KEMBALI!

Cover Story
Film Kita, Wajah Kita?

K
	www.kinescopeindonesia.com
	
	info@kinescopeindonesia.com
	iklan@kinescopeindonesia.com
	redaksi@kinescopeindonesia.com
	langganan@kinescopeindonesia.com
	@KinescopeMagz

6 l Kinescope l Oktober 2013

ewajiban pemerintah Indonesia
agar secepatnya memberdayakan
seluruh rakyat Indonesia untuk
dapat melek media supaya setiap
warga memiliki kemampuan dalam
menyaring informasi, mana informasi
yang baik dan mana yang tidak baik.
Dan itu sesuai dengan Pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945,
mencerdaskan kehidupan bangsa
berdasarkan Pancasila.
Oktober 2013 l Kinescope l 7
ON PRODUCTIONS

Selamat Pagi Malam

Ali Topan di Bioskop Indonesia

Film Schedule Oktober 2013

S

ukses dengan film Demi Ucok, PT. Kepompong Gendut akan merilis
karya terbarunya yang berjudul Selamat Pagi Malam. Disutradarai
oleh Lucky Kuswandi, berkisah tentang perjalanan tiga wanita Jakarta
yang masing-masingnya menghabiskan waktu satu malam di berbagai
sudut ibukota.
Ketiga pemeran wanita utama diperankan oleh Adinia Wirasti,
Marissa Anita dan Dayu Wijanto. Film bergenre drama ini sudah mulai
melakukan proses syuting. Proses syuting direncanakan akan menghabiskan waktu cukup singkat sekitar 11 hari dan lokasinya berada di
beberapa wilayah Jakarta sebagai kota yang tak pernah tidur.
Film Selamat Pagi Malam akan menawarkan sesuatu yang baru
dengan latar belakang kota Jakarta, demikian ungkap Lucky Kuswandi.

Film Indonesia Oktober

Romantini

Mari Lari

F

ilm Mari Lari ini mengambil latar cerita pada perhelatan Bromo
Marathon. Beberapa bintang senior, seperti Ira Wibowo dan Donny
Damara, ikut bermain dalam film yang juga dibintangi oleh bintang
muda, seperti Olivia Jansen, Dimas Aditya, dan Ibnu Jamil. Nation
Picture. Film Mari Lari akan dirilis sekitar bulan Maret atau April 2014.

K
ki-ka: Deni Mulya (Line Produser), Teguh Esha (Pengarang Ali Topan), John De Rantau (Sutradara),
Camelia Harahap (Produser), Perdana Kertawiyudha (Serunya Scripwriting), Farid Syahzikri (Penulis
Skenario). Foto oleh Muhammad Adrai

S

abtu, 28 September 2013. Bertempat di jalan Pam Baru 2 No. 2,
Jakarta Selatan. Inka Look Pictures beserta kru inti mengadakan
pertemuan dengan Teguh Esha, penulis cerita Ali Topan Anak Jalanan.
Bekerja sama dengan Trans TV, Inka Look Pictures dan Teguh Esha
merancang 5 subjudul Ali Topan untuk Bioskop Indonesia yang rencananya akan diproduksi pada pertengahan bulan Oktober ini. Seperti
apakah proses produksi mereka nantinya? Mari kita sama-sama mendoakan semoga persiapan mereka berjalan dengan lancar.

Soekarno Di Pulau Ende

V

Tenggelamnya
Kapal Van Der Wijck 

S

udah lama terdengar kabar tentang diproduksinya filmTenggelamnya
Kapal Van Der Wijck oleh Soraya Intercine Films. Film yang rencana
akan digarap secara epik ini memang diadaptasi dari novel legendaris
terbitan tahun 1939 karangan sastrawan Buya Hamka.
Diproduseri dan disutradarai oleh Sunil Soraya, diperkuat oleh
aktor-aktris papan atas Indonesia, seperti Reza Rahadian, Herjunot
Ali dan Pevita Pearce. Pokok cerita film Tenggelamnya Kapal Van Der
Wijck juga berkutat soal hubungan cinta segitiga antara Zainuddin,
Hayati dan Aziz sambil diimbuhi problem perbedaan latar belakang
sosial dan adat-istiadat masyarakat Minangkabau pada era 1930-an.
Pada akhir Mei lalu, syuting film Tenggelamnya Kapal Van Der
Wijck sudah dimulai.

8 l Kinescope l Oktober 2013

1.	
	
2.	
	
3.	
	
4.	
	
5.	
	
6.	
	

iva Westi menyutradarai sebuah film yang mengisahkan
perjalanan hidup Soekarno selama empat tahun di Ende, Flores,
Nusa Tenggara Timur. Dalam film ini sosok Soekarno akan diperankan
oleh Baim Wong dan istrinya Inggit Garnasih diperankan oleh aktris
cantik penggemar Soekarno yang telah memiliki pengalaman yang
cukup banyak. “Masih kita rahasiakan, tunggu saja kalau sudah jadi
nanti,” ujar Viva Westi yang sengaja merahasiakan pemeran Inggit.
Proses pengambilan gambar seluruhnya dilakukan di Ende.
Seluruh pemain dan kru ke Ende dan akan bekerja di tempat itu
selama satu bulan, mulai 28 September 2013. Menurut Viva Westi,
hal tersulit adalah menampilkan kondisi Ende pada 1934. “Ende
sudah jauh berubah. Kita harus menghidupkan kembali Ende di masa
pembuangan Soekarno,” ujar Viva Westi. Berbeda dengan Soekarno
garapan Hanung Bramantyo yang diproduksi oleh MVP Pictures,
film Soekarno arahan Viva Westi dan diproduksi oleh PT Cahaya
Kristal Media Utama ini dibiayai oleh Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan.

artini, biduan organ tunggal di kampung, bersedia untuk tinggal
di Ibu kota besama sang suami, sopir bus antarkota. Kartini
menyimpan sejuta harapan di Jakarta. Empat belas tahun berlalu,
mimpi untuk hidup lebih baik tidak kunjung tiba. Rahman yang kini
sudah menganggur, jarang pulang ke rumah. Pelangi, putri satusatunya mereka, tumbuh menjadi gadis remaja yang introvert dan
antisosial. Kartini bekerja menjadi pemandu lagu di sebuah klub
karaoke sekaligus menerima upah cucian untuk penghuni rusun
tempatnya mengontrak. Rahman hanya bisa merongrong uang
Kartini. Suatu kali Rahman mencuri uang istrinya yang seharusnya
digunakan untuk membayar kontrakan demi sebuah motor, yang
akan dipakainya mengojek. Kehidupan Kartini pun semakin sulit.
Dan mimpi-mimpi yang dijanjikan Rahman belasan tahun lalu, kini
telah dilupakannya. Di tengah kebingungan Kartini dalam menghadapi masalah hidup yang menimpa, dia terkejut saat mengetahui
Pelangi menyimpan sebuah bakat terpendam, yaitu membuat
lagu. Di tengah situasi yang serba mustahil dan kondisi badan yang
remuk, Kartini harus berjuang sekali lagi untuk menyelamatkan
mimpi putrinya.

	 ir Mata Terakhir Bunda
A
Tayang 3 Oktober 2013
	Romantini
Tayang 10 Oktober 2013
Manusia Setengah Salmon
Tayang 10 Oktober 2013
Dendam Arwah Rel Bintaro
Tayang 17 Oktober 2013
	 erry Go Round
M
Tayang 24 Oktober 2013
Bangkit dari Lumpur
Tayang 31 Oktober 2013

Manusia Setengah Salmon

K

etika ibunya (Dewi Irawan) memutuskan pindah dari rumah masa
kecil, Dika (Raditya Dika), penulis, justru berusaha pindah dari halhal yang selama ini susah dilepaskan: cintanya dengan Jessica (Eriska
Rein) hingga hubungannya dengan bapaknya (Bucek).
Dika membantu mencari rumah baru. Rumah yang mereka
kunjungi ternyata tidak ada yang cocok. Akhirnya Dika menemukan
sebuah rumah, yang menurut ibunya sempurna. Bersamaan dengan
itu, Dika bertemu dengan Patricia (Kimberly Ryder) nan cantik. Pendekatan dimulai.
Ketika sudah pindah ternyata Dika tidak menyukai rumah barunya. Kenangan akan rumah lama masih membekas. Sementara itu,
hubungan Dika dengan Patricia juga terganggu, karena Jessica masih
membayang-bayangi. Dika pada akhirnya menyadari bahwa perjalanannya untuk pindah rumah, juga merupakan perjalanan berpindah
dari hal-hal yang selama ini menahannya menuju kedewasaan.

Merry Go Round

D

ewo menjadi pecandu sejak kuliah. Akibat terjerat dalam dunia
hitam itu, Dewo dikeluarkan dari kampusnya di luar negeri. Tasya,
adik Dewo juga jadi korban. Orangtua mereka hanya bisa menutupnutupi sejarah hitam anak-anaknya agar tidak dianggap gagal dalam
mendidik anak.
Tasya mulai frustasi dengan sikap orangtuanya. Apalagi ia pernah
ditukar dengan sepaket narkoba oleh Dewo. Beruntung siswi SMA ini
masih bisa diselamatkan Andika, teman SMA Tasya.
Cinta antara Tasya dan Andika tidak dapat terlaksana karena
kehancuran keluarga Tasya. Tasya pun bolak-balik masuk rehab.
Akhirnya ia menikah dengan Rama yang ternyata juga pecandu.
Dewo juga belum pulih. Semua kejadian ini membuat mereka bisa
membaca tipuan dan gejala sakit psikis dan psikologis para pecandu.

Oktober 2013 l Kinescope l 9
COVER STORY

F

ilm menjadi media yang unik karena
mereproduksi gambar, gerakan dan
suara sesuai dengan bagaimana
manusia, atau sesuatu yang
dimanusiakan, hidup dalam cerita yang
digambarkan. Tidak seperti bentuk seni
lainnya, film menghasilkan rasa kedekatan.
Kemampuan film untuk menciptakan ilusi
realitas kehidupan membuka perspektif baru
yang mungkin sebelumnya tidak diketahui.
Itulah sebabnya mengapa film dianggap
sebagai penggambaran akurat dari kehidupan,
terutama mengenai sosial, budaya, ideologi
dari tempat yang tidak dikenal sebelumnya.
Sedemikian dahsyatnya pengaruh film
membuat banyak penguasa di berbagai
negara, sejak jaman dulu, menggunakan film
sebagai alat propaganda ideologi dan politik
mereka. Mao Tse-tung, Vladimir Ilyich Lenin,
Adolf Hitler dan Benito Mussolini merupakan

contoh para penguasa yang sangat menyadari
pentingnya film sebagai alat propaganda
ideologi dan politik yang sangat strategis.
Penyebarannya pun bersifat massal. “You are
known among us as a protector of the arts
so you must remember that, of all the arts,
for us the cinema is the most important,”
ungkap Lenin dalam percakapannya dengan
A.V.Lunacharsky, Commissar of Enlightenment
Uni Soviet, April 1919.
Di Amerika, dari semua produk budaya
populer yang ada, tidak ada yang terukir
lebih tajam dalam imajinasi kolektif kita
daripada filmnya. Hollywood, walaupun
film-filmnya kental dengan tampilan dan
suasana yang menghibur pun sarat dengan
unsur propaganda. Casablanca, Once
upon a Honeymoon, dan The Best Years
of Our Lives merupakan contoh film-film
propaganda Amerika tentang Perang Dunia

II. Dalam film Rambo kita juga bisa melihat
dengan jelas besarnya peran Hollywood
dalam mencitrakan kehebatan Amerika
kepada dunia saat berperang melawan
‘pemberontak’ Vietnam, meskipun dalam
kenyataannya Amerika tidak menang
melawan Vietkong. Hingga masa sekarang
ini film-film Hollywood tetap penuh dengan
muatan propaganda baik dari aspek ideologi,
politik, ekonomi, sosial serta budaya dan
semuanya dikemas tanpa mengabaikan aspek
bisnis dan hiburan. Suatu bisnis yang memiliki
prospek keuntungan raksasa bila ditinjau dari
segi moral dan material.

Film dan Propaganda

Setiap media komunikasi yang
sifatnya satu arah dipandang baik untuk
mendistribusikan propaganda. Film tentu saja
sangat baik dalam menyampaikan emosi dan

Film Kita, Wajah Kita?
muhammad adrai

Itu kewajiban pemerintah Indonesia agar secepatnya
memberdayakan seluruh rakyat Indonesia untuk dapat melek
media supaya setiap warga memiliki kemampuan dalam
menyaring informasi, mana informasi yang baik dan mana
yang tidak baik. Dan itu sesuai dengan Pembukaan UndangUndang Dasar 1945, mencerdaskan kehidupan bangsa
berdasarkan Pancasila - Deddy Mizwar-

10 l Kinescope l Oktober 2013

Film sebagai media komunikasi memiliki pengaruh
yang paling kuat dibandingkan dengan media
komunikasi lainnya. Unsur audio dan visual yang
menjadi karakteristik utama dari film cenderung
sangat dekat dengan pengalaman realitas manusia
sehari-hari. Manusia, normalnya, memiliki
kemampuan untuk dapat mendengar dan melihat
apa yang ada di kehidupan
sekitarnya. Setiap yang
didengar dan dilihat
oleh manusia pasti
mempengaruhi pikiran dan
perasaannya. Kesamaan
karakteristik inilah yang
membuat pengaruh film
menjadi sangat kuat bagi
setiap orang yang menonton
film.
Oktober 2013 l Kinescope l 11
COVER STORY
citra. Targetnya pun tidak terbatas pada orang
yang bisa membaca saja. Semua orang bisa
menonton film.
Banyak kalangan yang membedakan
antara film sebagai media komunikasi yang
efektif untuk mendistribusikan propaganda
dan film propaganda. Film disebut-sebut
sebagai film propaganda bila isinya penuh
dengan muatan ideologi politik. Padahal
semua karya film, apapun muatannya, sudah
pasti mengandung unsur propaganda.
Makna dari kata propaganda adalah
sebuah bentuk komunikasi yang ditujukan
untuk mempengaruhi sikap masyarakat
dengan menghadirkan argumen yang
cenderung hanya dari satu sisi saja.
Pernyataan propaganda bisa saja sebagiannya
palsu dan sebagian lainnya benar. Propaganda
biasanya diulang dan tersebar di berbagai
media dalam rangka untuk menciptakan opini
dan sikap masyarakat secara luas.
Mengapa film menjadi alat propaganda
yang efektif? Karena film dapat membangun
icon visual tentang realitas sejarah dan
kesadaran, menentukan sikap masyarakat di
waktu mereka menceritakan atau di mana
mereka difilmkan, menggerakkan orang
untuk tujuan bersama, atau bahkan dapat
menarik perhatian terhadap penyebab yang
tidak diketahui. Aspek sejarah dan politik
dalam film dapat mewakili, mempengaruhi,
dan menciptakan kesadaran akan sejarah
dan mampu mendistorsi peristiwa yang
membuatnya menjadi media persuasif
walaupun mungkin saja tidak dapat dipercaya.

Film dan Budaya Suatu Bangsa

Film adalah kunci artefak budaya yang
membuka jendela ke dalam sejarah budaya
dan sosial suatu negara. Campuran antara
seni, bisnis, dan hiburan populer dalam film
memberikan sejumlah wawasan cita-cita,
fantasi, dan mimpi. Seperti artefak budaya,

12 l Kinescope l Oktober 2013

film dapat didekati dengan berbagai cara.
Sejarawan budaya telah memperlakukan
film sebagai dokumen sosiologis yang
merekam tampilan serta suasana setting
sejarah sebagai konstruksi ideologis nilai-nilai
tertentu sebelumnya, sebagai teks psikologis
yang berbicara kepada kecemasan
dan ketegangan individu dan sosial,
sebagai konstruksi ideologis tertentu
tentang nilai-nilai politik atau moral
atau mitos sebelumnya, sebagai
dokumen budaya yang menyajikan
gambar tentang gender, etnis, roman
kelas dan kekerasan, dan sebagai
teks visual yang menawarkan tingkat
pemaknaan yang kompleks.
Film bisa menjadi media
yang sangat baik untuk kita bisa
mempelajari pola budaya di
sebuah masyarakat. Film-film
yang berkualitas baik umumnya
muncul dari suatu negara yang
budayanya tetap dipertahankan
hingga dapat diapresiasi dengan baik oleh
dunia internasional. Karenanya, film menjadi
sebuah teks budaya yang paling utama.
Film-film Hollywood, misalnya,
menggambarkan perhatian utama rakyat
Amerika seperti mimpi, harapan, ketakutan
dan mimpi buruk mereka. Dengan menonton
film Amerika kita dapat memahami
bagaimana orang Amerika berpikir, hidup dan
bertindak.
Film Cina telah lama diakui di dunia
internasional. Farewell My Concubine, House
of Flying Daggers, dan Crouching Tiger,
Hidden Dragon adalah contoh yang baik
bagaimana film Cina memikat penonton
internasional untuk mendalami budaya
tradisional Cina.
Dalam film India, adegan menyanyi dan
menari menjadi sangat penting. Adeganadegan tersebut sebenarnya bisa saja

dihilangkan tanpa mempengaruhi alur
cerita. Tapi orang India sering mengatakan,
“daripada menghapus lagu, mendingan
ceritanya saja yang dihapus.” Karakteristik
lain dari film India adalah durasi yang
panjang – biasanya sekitar 3 hingga 4 jam –

dan ini mengisyaratkan betapa orang India
menikmati film berdurasi panjang.
Film Jepang terkenal dalam
mengekplorasi soal psikologi kompleks
manusia modern, seperti ketakutan yang
terpendam serta kecemasan. Budaya Jepang
sendiri memiliki sejumlah Icon seperti
Samurai, Geisha, Ninja, dan sebagainya yang
mengilhami film-film Hollywood. Seven
Samurai karya Akira Kurosawa menginspirasi
film Hollywood berjudul The Magnificent
Seven. Star Wars-nya George Lucas pun
terinspirasi dari The Hidden Fortress-nya Akira
Kurosawa.

Film Kita, Wajah Kita?

Di Indonesia sendiri, sejarah gambar
idoep yang mulai dikenal sejak awal abad
20 awalnya belum bisa mengalahkan
pertunjukan opera Komedi Stamboel dari

berbagai kelompok tonil yang
sedang digemari masyarakat.
Kemudian pada tahun 1926,
L. Heuveldorp dan G. Krugers
mengadaptasi legenda cerita
rakyat Sunda dan membuat film
berjudul Loetoeng Kasaroeng.
Walaupun bukan orang asli
Indonesia, L. Heuveldorp dan G.
Krugers menyadari pentingnya
citra dan rasa kedekatan emosi
antara cerita masyarakat sebagai
penontonnya.
Seiring dengan berjalannya waktu,
dibuatlah film-film yang mengadopsi cerita
yang berasal dari tonil. Elemen-elemen
yang ada dalam tonil dipindahkan ke dalam
film dengan tujuan sebagai daya tarik
utama bagi penonton. Kemudian sejak
keberhasilan film Terang Boelan, rumus
film mulai memperkenalkan sistem bintang
dan menciptakan pasangan di layar yang
kemudian menjadi wakil dari kisah romansa
ideal.
Ketika Jepang masuk ke Indonesia,
film digunakan sebagai media yang sangat
efektif oleh pemerintahan pendudukan
Jepang untuk menyampaikan propaganda.
Berdjoang, Kemakmoeran, Koeli dan
Roemusha adalah film-film yang sengaja
dibuat sebagai propaganda Jepang. Misbach
Yusa Biran yang sempat menonton film-film
propaganda buatan Jepang, mengaku tidak
percaya kalau Jepang bisa kalah dengan
Amerika dalam Perang Dunia II. Kemampuan
propaganda ini diartikan oleh Usmar Ismail,
salah satu founding fathers film Indonesia,
sebagai salah satu kemampuan film untuk
melakukan komunikasi sosial. Berbekal
pengalamannya yang pernah menyutradarai
dua film, pada tahun 1950 Usmar Ismail
membuat film berjudul Darah dan Doa. Film
itu kemudian dianggap menjadi tonggak
perfilman nasional karena diproduksi oleh
perusahaan asli Indonesia. Setelah itu, film di
Indonesia menjadi berkembang tidak hanya
sebagai hiburan tetapi menjadi pembawa
gagasan untuk didiskusikan oleh kaum
intelektual.
Di tahun 1964, Presiden Soekarno,
ia memutuskan bahwa pembinaan
perfilman dilakukan oleh Menteri
Kompartimen Perhubungan dengan
Rakyat. Pertimbangannya adalah bahwa
film merupakan alat publikasi massa yang
sangat penting untuk nation building dan
character building dalam rangka mencapai
tujuan revolusi. Pemerintahan Orde Baru pun
meyakini bahwa film merupakan media
yang ampuh dalam menyebarkan dan
menanamkan gagasan.
Semangat dan gairah untuk
memproduksi film pun semakin
meningkat. Pada tahun 1977
film Indonesia mencapai puncak
produksinya. Sebanyak 133 judul

film yang berhasil diproduksi
belum dapat tertembus hingga
sekarang ini. Sayangnya,
peningkatan kuantitas film
justru berbanding terbalik
dengan kualitasnya. Filmfilm bertemakan semangat
perjuangan, di samping
drama dan komedi,
tergantikan dengan film
yang berbau kekerasan,
mistik dan seks pada
akhir era tahun 1970an. Meskipun pada
faktanya film-film drama bertema semangat
keindonesiaan masih tetap ada, namun filmfilm yang berbau kekerasan, mistik dan seks
kian lama kian menderas.
Kenyataan itu diperkuat dengan
pernyataan almarhum Nyak Abbas Akup,
sutradara Inem Palayan Seksi, yang
pada tahun 1978 meraih Piala Antemas
(penghargaan untuk film terlaris), yang
berkata bahwa bumbu seks dan sadisme
merupakan rumus agar sebuah film
laris manis di pasaran. Hal yang sangat
disayangkan, namun itulah yang mulai terjadi
pada perfilman Indonesia saat itu. Kenyataan
tersebut semakin terlihat jelas ketika TV
swasta mulai hadir di Indonesia pada awal
1990an. Dengan adanya TV swasta, rakyat
Indonesia tidak lagi diwajibkan untuk
membayar iuran siaran televisi kepada TVRI.
Saat itulah minat penonton untuk pergi ke
bioskop mulai memudar.
Film Indonesia memasuki jaman
kegelapan. Film bertema horor, kekerasan
dan seks bercampur membentuk sebuah
klise. Tahun 1992 hingga tahun 1996
merupakan tahun yang paling gelap dalam
perfilman Indonesia dari segi muatan cerita.
Almarhum Rosihan Anwar dalam
artikelnya pada majalah Tempo, 25 Juni
1994 menyebut perfilman Indonesia
kala itu dengan fenomena back to basic.
Ketika pembuat film kehabisan ide dalam
mengundang penonton untuk datang ke
bioskop, mereka pun membuat cerita yang
cenderung instan dengan mengangkat
tema-tema yang mendasar dalam kehidupan
manusia, yaitu horor, komedi, seks dan
kekerasan dengan jalan cerita yang sangat
sederhana dan terkesan sembarangan.
Deddy Mizwar pernah mengatakan
kepada Kinescope bahwa film adalah sihir,
ia mampu mempengaruhi setiap manusia
yang menonton film dengan cara yang
sangat efektif. Coba saja kita lihat, begitu
banyaknya jam tayang sinetron dan
program televisi yang bermutu rendah,
ditambah dengan derasnya arus teknologi
komunikasi sekarang ini seperti video
streaming di internet serta TV Kabel yang
sudah semakin populer di Indonesia.
Mampukah kita, rakyat Indonesia,
mawas diri dan dapat menjaga
keluarganya dari serangan propaganda

atau dengan kata lain masuknya informasi
yang membawa pesan ideologi, ekonomi,
sosial dan budaya dari jenis-jenis film,
tayangan televisi dan video streaming
internet yang dapat merusak akhlak dan
moral kita? “Itu kewajiban pemerintah
Indonesia agar secepatnya memberdayakan
seluruh rakyat Indonesia untuk dapat
melek media supaya setiap warga memiliki
kemampuan dalam menyaring informasi,
mana informasi yang baik dan mana yang
tidak baik. Dan itu sesuai dengan Pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945, mencerdaskan
kehidupan bangsa berdasarkan Pancasila,”
terangnya.
Kita harus tahu bahwa film, baik
atau buruk, memiliki kekuatan untuk
mempengaruhi seseorang. Film
mempermudah orang untuk mengerti
muatan dan isi cerita. Tanpa bermaksud
mengatakan bahwa penonton adalah
orang yang bodoh atau malas berfikir,
mempertontonkan film artinya seperti
memberi makan seorang bayi yang tidak
akan pernah tahu bedanya makanan sehat
dan racun. Ada banyak racun di luar sana dan
kita tidak bisa melindungi bayi dari itu. Satusatunya hal yang bisa kita lakukan adalah
membuat makanan yang sehat menjadi
tampak begitu lezat dan menarik hingga bayi
akan lebih menyukainya dibanding racun.
Kini, walaupun unsur seks masih banyak
dijumpai, namun film Indonesia mulai
menunjukan kembali wajahnya. Film Laskar
Pelangi dapat menjadi contoh bagaimana
film dapat membuka mata internasional
tentang semangat perjuangan anak-anak
daerah serta pesona keindahan daerah
terpencil seperti Bangka-Belitung, yang
setelah film tersebut go international, sektor
pariwisata Kabupaten Bangka-Belitung naik
sampai 400% dan bisa memiliki bandar udara
sendiri untuk mempermudah wisatawan
datang kesana.
Mengutip dialog Habibie kepada Ainun
di flat kecil mereka di Jerman dalam film
Habibie & Ainun, “..bagaikan kereta yang
sedang melewati sebuah terowongan
panjang yang gelap. Tetapi setiap
terowongan, pasti akan menemukan cahaya
di ujungnya.” Kendala terbesar adalah
konsistensi. Konsistensi untuk berjuang
bersama dan terus menerus melakukan
evaluasi serta introspeksi. Demi film kita,
demi “wajah” kita. Mari bung rebut kembali!

Oktober 2013 l Kinescope l 13
14 l Kinescope l Oktober 2013

Oktober 2013 l Kinescope l 15
PROFILE

Christine Hakim

Dari Kuala Tungkal Ke Cannes
Doni Agustan

A

da tiga hal penting sepanjang
lebih dari 30 tahun karir Christine
Hakim sebagai aktris. Pertama
dia satu-satunya pemegang rekor
peraih piala Citra, Festival Film Indonesia
(FFI) terbanyak hingga saat ini, dengan 6
piala, yang semuanya adalah untuk Pemeran
Utama Wanita Terbaik. Kedua, dia adalah
orang Indonesia pertama yang menjadi juri
pada Festival Film Cannes, Christine Hakim
dipercaya menjadi juri pada tahun 2002
bersama Sharon Stone dan Michelle Yeoh.
Ketiga, dia adalah orang Indonesia pertama
yang mendapatkan peran penting dalam film
Hollywood, Eat Pray Love (2010) dan beradu
akting dengan Julia Roberts.
Awal tahun 1970-an, dengan tubuh tinggi
kurusnya atau yang lebih dikenal dengan
sebutan ‘twiggy’, Christine memulai karirnya
di dunia model. Beruntung baginya ketika
Teguh Karya melihat foto dirinya dalam
sebuah majalah dan memintanya datang
untuk sebuah audisi film. Film tersebut
kemudian adalah Cinta Pertama (1973)
dipasangkan dengan Slamet Rahardjo. Film
inilah kemudian yang mengantarkannya
meraih Piala Citranya yang pertama untuk
pemeran utama wanita terbaik.
Pertama kali main film, Christine sudah
mendapatkan kritikan karena fisiknya yang
tidak seperti kebanyakan aktris pada masa itu
yang rata-rata bertubuh sintal, montok dan
berdada besar. Tubuh rampingnya memang

16 l Kinescope l Oktober 2013

lebih pas untuk menjadi peragawati. Tetapi
beruntung dengan fisik yang tidak terlalu
diinginkan pada masa itu, seorang Teguh
Karya percaya pada bakat aktingnya dan
Christine membuktikan debutnya tersebut
dengan Piala Citra yang diraihnya. Persatuan
Wartawan Indonesia (PWI) juga memberinya
penghargaan aktris terbaik PWI 1973-1974.
Sejak itu popularitas meroket dan tawaran
main film semakin banyak berdatangan.
Tidak seperti bintang-bintang The Big Five
yang dalam setahun bisa main dalam belasan
film, Christine justru sebaliknya, ia hanya
menerima 2-3 film pertahun. Dia tidak mau
main dalam dua film sekaligus, apalagi jika
perannya cukup berat, selain itu menurutnya
terlalu sering tampil akan membuat penonton
bosan. Inilah standar yang dijadikannya
patokan setiap kali akan menerima tawaran
untuk main dalam sebuah film.
Setelah sukses dengan Cinta Pertama,
tahun 1974 Christine tampil dalam 5 film,
yaitu Kawin Lari, Bandung Lautan Api, Gaun
Pengantin, Ranjang Pengantin karya Teguh
Karya dan Atheis karya Sjuman Djaya. Tahun
1975 dia hanya main dalam satu produksi film
saja yaitu Surat Undangan. Tahun 1976 dia
terlibat dalam dua film klasik indonesia yang
terkenal hingga saat ini yaitu Si Doel Anak
Modern bersama Benjamin S. dan Sesuatu
Yang Indah bersama Roy Marten dan Marini.
Sesuatu Yang Indah karya Wim Umboh ini
mengantarkannya kembali menerima Piala

Citranya yang kedua
pada FFI 1977.
Menerima dua Piala
Citra kurun waktu hanya 3 tahun
saja
membuat Christine semakin membatasi diri
dalam menerima tawaran film. Dia tidak
terjebak pada peran-peran yang telah pernah
diperankan sebelumnya. Christine selalu
berusaha untuk mendapatkan karakter yang
berbeda-beda untuk setiap film yang akan
diperankan.
Arwah Komersil Dalam Kampus dan
Badai Pasti Berlalu menjadi dua filmnya pada
tahun 1977. Badai Pasti Berlalu menjadi
salah satu film Indonesia paling sukses
pada masanya hingga saat ini. Lagu tema
film ini hingga sekarang masih didengarkan
oleh pengemar film dan musiknya, ini
semakin membawa popularitas Christine
pada puncak karirnya. Setahun kemudian,
Christine menerima Piala Citra ketiganya
untuk perannya dalam Pengemis dan Tukang
Becak (1978), film Wim Umboh kedua yang
memberinya Piala Citra.
Setelah tampil dalam PetualangPetualang (1978), Dr. Siti Pertiwi Kembali Ke
Desa (1979), dan Seputih Hatinya Semerah
Bibirnya (1980), serta menjadi bintang Lux,
Christine istirahat dari akting selama hampir
satu tahun. Dia kembali berakting untuk
film Teguh Karya, Di Balik Kelambu (1982),
Ponirah Terpidana (1983) karya Slamet
Rahardjo, dan Kerikil-Kerikil Tajam (1984)

karya Sjuman Djaya. Selama 3 tahun berturutturut rentang 1983-1985 namanya kembali
hangat dalam persaingan peraihan Piala Citra.
Christine meraih Citranya yang keempat dan
kelima untuk Di Balik Kelambu dan KerikilKerikil Tajam.
Setelah membintangi Bila Saatnya Tiba
(1985), Christine total mendedikasikan dirinya
selama dua tahun untuk menemukan jati
diri Tjoet Nja’ Dhien (1988). Selama hampir
satu tahun lebih Christine berkelana di
Aceh, menjadi anti sosial, mencoba untuk
merasakan apa yang kira-kira dirasakan
Tjoet Nja’ Dhien saat bergerilya melawan
pendudukan Belanda di Aceh. Dia tidak
menyianyiakan kepercayaan yang diberikan
oleh Eros Djarot padanya. Filmnya sendiri
juga memerlukan waktu dua tahun untuk
menyelesaikan semua proses produksinya.
Tjoet Nja’ Dhien menerima 8 Piala
Citra pada FFI 1988, termasuk untuk
film, sutradara, skenario, cinematografi,
penyuntingan, penata artistik, musik dan
tentu untuk Christine sendiri sebagai
Pemeran Utama Wanita Terbaik. Inilah
Piala Citranya yang keenam. Christine
juga memulai sejarah kedekatannya
dengan Festival Film Cannes, film ini
menjadi film Indonesia pertama yang
diputar pada salah satu festival film
tertua di dunia. Setelah main dalam
film Irisan-irisan Hati (1988) praktis
setelah itu Christine menghilang dari
dunia film Indonesia.
Hilang bukan berarti Christine
tidak melakukan apa-apa. Setelah
tidak lagi main dalam produksi
film nasional, Christine banyak
menerima tawaran menjadi
juri pada beberapa festival film
internasional. Tahun 1991, dia
terlibat dalam sebuah tv mini
seri produksi Jerman yang
berjudul Tod Auf Bali. Tahun
1996, dia membintangi
sebuah film produksi
Jepang berjudul Nemuru
Otoko atau Sleeping
Man, di film ini Christine
berperan sebagai wanita
Indonesia bernama Tia
yang tinggal di Jepang.
Dalam film ini Christine
beradu akting dengan aktor
watak terkenal Jepang saat ini, Koji
Yakusho. Tahun 1997, Christine
terlibat dalam Tropic of Emerald,
film produksi Belanda, karya
Orlow Seunke yang bercerita
tentang sejarah IndonesiaBelanda.
Setelah main dalam
banyak produksi film
internasional, bersama
Garin Nugroho, melalui
production house
miliknya, PT. Christine
Hakim Film, dibuatlah
Daun Di Atas
Bantal (1998).

Film ini ditayangkan di bioskop-bioskop
tanah air mulai 14 Agustus 1998, dan
berhasil membayar kerinduan pencinta
film terhadap Christine Hakim dan film
Indonesia sendiri yang produksinya sedang
sangat minim. Kematangannya sebagai Asih,
perempuan Jogja yang merawat anak-anak
jalanan, mendapat simpati juri Festival
Film Asia Pasifik 1998, Christine menerima
penghargaan aktris terbaik.
Sebuah naskah serial televisi yang
ditinggalkan almarhum Arifin C. Noer
kemudian membuat Christine mencoba
menjadi bintang televisi. Dipandu dengan
arahan Jajang C. Noer, sinetron Bukan
Perempuan Biasa sampai saat ini menjadi
salah satu sinetron yang monumental karena
berhasil menghadirkan sosok Christine Hakim
ke layar televisi. Selanjutnya dia juga tampil
dalam Tiga Perempuan bersama Adek Irawan
dan Vira Yuniar.
Film Indonesia kembali banyak
diproduksi. Nan T. Achnas kemudian yang
kembali memasangkannya dengan Slamet
Rahardjo, menjadi pasangan orang tua
untuk Daya yang diperankan oleh Dian
Sastrowardoyo dalam Pasir Berbisik (2001).
Tahun 2004, ketika FFI diadakan untuk yang
pertama kalinya setelah era mati suri film
Indonesia, namanya kembali menjadi salah
satu nominasi pemeran utama wanita terbaik
untuk perannya dalam film ini.
Sampai saat ini Christine Hakim masih
aktif main film, terakhir tampil dalam Sang
Kiai dan sebuah film terbaru dari Erwin
Arnada yang berjudul Jejak Di Seribu Hujan
yang rencana baru akan rilis 2014 mendatang.
Christine Hakim juga aktif sebagai
produser, selain Daun Di Atas Bantal (1998),
dia juga menjadi associate producer untuk
Pasir Berbisik (2001) dan memproduseri
sebuah dokumenter tentang Aceh, Serambi
(2005).
Christine Hakim menikahi seorang pria
Belanda bernama Jeroen Lezer dan saat ini
tinggal di daerah Cibubur. Christine juga
aktif menjadi duta UNICEF. Beberapa hal
yang patut dicontoh dari seorang Christine
Hakim adalah dia mampu menjaga eksistensi
diri hingga saat ini, tetap menjadi sosok
yang dikagumi dan tetap membuat prestasiprestasi yang cemerlang.

Filmografi
•	
Sang Kiai (2013)
•	
Rayya, Cahaya Di Atas Cahaya (2012)
•	
Eat Pray Love (2010)
•	
Jamila Dan Sang Presiden (2009)
•	
Merantau (2009)
•	
In The Name Of Love (2008)
•	
Anak-anak Borobudur (2007)
•	
Pasir Berbisik (2000)
•	
Daun di Atas Bantal (1997)
•	
Tropic of Emerald (1997)
•	
Sleeping Man (1996)
•	
Irisan-irisan Hati (1988)
•	
Tjoet Nja Dhien (1986)
•	
Bila Saatnya Tiba (1985)
•	
Kerikil-Kerikil Tajam (1984)
•	
Ponirah Terpidana (1983)
•	
Di Balik Kelambu (1982)
•	
Seputih Hatinya Semerah Bibirnya (1980)
•	
Dr Siti Pertiwi Kembali ke Desa (1979)
•	
Petualang-Petualang (1978)
•	
Pengemis dan Tukang Becak (1978)
•	
Badai Pasti Berlalu (1977)
•	
Arwah Komersil dalam Kampus (1977)
•	
Impian Perawan (Melati) (1976)
•	
Sesuatu yang Indah (1976)
•	
Si Doel Anak Modern (1976)
•	
Surat Undangan (1975)
•	
Atheis (1974)
•	
Bandung Lautan Api (1974)
•	
Gaun Pengantin (1974)
•	
Ranjang Pengantin (1974)
•	
Kawin Lari (1974)
•	
Cinta Pertama (1973) .

Penghargaan
•	
Piala Citra sebagai Pemeran Utama Wanita Terbaik, dalam film Cinta Pertama (1974)
•	
Piala Citra sebagai Pemeran Utama Wanita Terbaik dalam film Sesuatu Yang Indah (1977)
•	
Piala Citra sebagai Pemeran Utama Wanita Terbaik dalam film Pengemis dan Tukang Becak (1979)
•	
Piala Citra sebagai Pemeran Utama Wanita Terbaik dalam film Kerikil-Kerikil Tajam (1985)
•	
Piala Citra sebagai Pemeran Utama Wanita Terbaik dalam film Di Balik Kelambu (1983)
•	
Piala Citra sebagai Pemeran Utama Wanita Terbaik dalam film Tjoet Nja’ Dhien (1988)
•	
Aktris Terpuji Festival Film Bandung dalam film Tjoet Nja’ Dhien (1989)
•	
Penghargaan khusus Festival Film Bandung (1999)
•	
Best Actrees pada Asia Pasific International Film Festival dalam film Daun diatas bantal (1998)
•	
Aktris Terpuji Festival Film Bandung dalam film Pasir Berbisik (2002)
•	
Lifetime Achievement SCTV Awards 2002

Herlina Christine Natalia Hakim dilahirkan di Kuala
Tungkal, Jambi, 25 Desember 1956. Walaupun
dilahirkan di Jambi, namun orang tuanya
merupakan campuran Minangkabau, Aceh,
Banten, Jawa, dan Lebanon.
Oktober 2013 l Kinescope l 17
PREVIEW

STATISTIK

filmindonesia.or.id

Hati ke Hati

K

etika ibunya (Dewi Irawan) memutuskan
pindah dari rumah masa kecil, Dika (Raditya
Dika), penulis, justru berusaha pindah dari halhal yang selama ini susah dilepaskan: cintanya
dengan Jessica (Eriska Rein) hingga hubungannya dengan bapaknya (Bucek).
Dika membantu mencari rumah baru.
Rumah yang mereka kunjungi ternyata tidak
ada yang cocok. Akhirnya Dika menemukan sebuah rumah, yang menurut ibunya sempurna.
Bersamaan dengan itu, Dika bertemu dengan

Patricia (Kimberly Ryder) nan cantik. Pendekatan dimulai.
Ketika sudah pindah ternyata Dika tidak
menyukai rumah barunya. Kenangan akan
rumah lama masih membekas. Sementara itu,
hubungan Dika dengan Patricia juga terganggu,
karena Jessica masih membayang-bayangi.
Dika pada akhirnya menyadari bahwa perjalanannya untuk pindah rumah, juga merupakan
perjalanan berpindah dari hal-hal yang selama
ini menahannya menuju kedewasaan.
Produser
Chand Parwez Servia
Fiaz Servia
Sutradara
Herdanius Larobu
Penulis
Raditya Dika
Pemeran
Raditya Dika
Kimberly Ryder
Eriska Rein
Bucek
Dewi Irawan
Mosidik
Insan Nur Akbar

AIR MATA TERAKHIR BUNDA

S

ebuah kisah keluarga korban lumpur
Lapindo, Sidoarjo. Seluruh hidup Delta
Santoso (Ilman Lazulva, Vino G Bastian) diabadikan untuk berterimakasih pada ibundanya,
Sriyani (Happy Salma), apapun situasi dan
konflik hidup yang ia hadapi. Bencana yang
menghampiri Sriyani bukan hanya lumpur
Lapindo, tapi juga suami yang melarikan diri
ke wanita lain tanpa memberi kejelasan status. Akibatnya, kemiskinan membuat Sriyani
harus memenuhi kebutuhannya sehari-hari
dan membiayai sekolah kedua anaknya, Delta
dan Iqbal (Reza Farhan Bariqi, Rizky Hanggono). Ia menjadi buruh cuci setrika sambil
berjualan lontong kupang, yang ia jajakan
sendiri dengan sepeda tuanya

Romantini

Produser Didi Mukti, Sumarsono, Nurmi Pandit
Sutradara Monty Tiwa Penulis Monty Tiwa
Ivander Tedjasukmana, Sumarsono Pemeran Ashanty
Aurel Hermansyah, Dwi Sasono, Mario Irwinsyah
Iang Darmawan, Zaid Assiddiq, Ridwan Abdul Ghany

18 l Kinescope l Oktober 2013

Produser
Erna Pelita
Sutradara
 Endri Pelita
Penulis
Endri Pelita
Danial Rifk
Kirana Kejora
Pemeran
Happy Salma
Vino G Bastian
Rizky Hanggono
Ilman Lazulva
Reza Farhan Bariqi

K

artini, biduan organ tunggal di kampung,
bersedia untuk tinggal di Ibu kota besama
sang suami, sopir bus antarkota. Kartini menyimpan sejuta harapan di Jakarta.
Empat belas tahun berlalu, mimpi untuk
hidup lebih baik tidak kunjung tiba. Rahman
yang kini sudah menganggur, jarang pulang
ke rumah. Pelangi, putri satu-satunya mereka,
tumbuh menjadi gadis remaja yang introvert
dan antisosial. Kartini bekerja menjadi pemandu lagu di sebuah klub karaoke sekaligus
menerima upah cucian untuk penghuni rusun
tempatnya mengontrak.

6

1
Cinta Brontosaurus	

P

asangan Kinaras (Intan Kieflie), perempuan muda berjilbab, pengusaha
butik yang sangat sukses di Yogyakarta,
dan suaminya, Asmaradana (Mike Lucock),
arsitek muda yang juga sukses, tak kunjung
dikaruniai anak meski telah empat tahun
berumahtangga. Pernikahan mereka perlahan mulai goyah.
Dari pemeriksaan laboratorium,
ternyata Kinaras memiliki antisperma antibody yang membuat dia tidak bisa hamil.
Dan dia juga melihat tanda-tanda bahwa
suaminya sepertinya selalu menyembunyikan sesuatu. Ia yakin suaminya selingkuh,
melihat kedekatan suaminya dengan
sahabat lamanya, Bulan.
Di belahan lain kota Yogyakarta, Lara
(Sausan Machari), pelacur kelas atas,
hidup bersama Salep (Dwi Sasono). Lara
jadi sapi perah. Suatu hari Lara sadar dan
ingin menyelamatkan kehidupannya.. Lara
memutuskan berhenti menjadi pelacur
saat dia menyadari dirinya sedang hamil
anak keduanya bersama Salep.
Kinaras dan Lara bertemu. Sesuatu
yang tak pernah mereka bayangkan sebelumnya.

Rahman hanya bisa merongrong uang
Kartini. Kehidupan Kartini pun semakin sulit.
Dan mimpi-mimpi yang dijanjikan Rahman
belasan tahun lalu, kini telah dilupakannya. Di
tengah kebingungan Kartini dalam menghadapi
masalah hidup yang menimpa, dia terkejut
saat mengetahui Pelangi menyimpan sebuah
bakat terpendam, yaitu membuat lagu.
Di tengah situasi yang serba mustahil dan
kondisi badan yang remuk, Kartini harus berjuang sekali lagi untuk menyelamatkan mimpi
putrinya.

2

892.915

Coboy Junior The Movie	 683.144

3
Get M4rried	

Data Penonton

MANUSIA SETENGAH SALMON

La Tahzan	

	

234.918

7

Sang Kiai		

219.734

8

	

306.416

4
Refrain			

9

280.707

5
308			
19 l Kinescope l Agustus 2013

Air Terjun Pengantin Phuket 215.161

Cinta Dalam Kardus	

212.974

10

270.821

Mika	

		

169.151

Oktober 2013 l Kinescope l 19
REVIEW

Crazy Love

Perawan Seberang

Antara Mistis dan Kemolekan Julia Perez
Deddy Setiady

Genre horor nampaknya masih menjadi suatu potensi
yang menarik untuk di garap oleh sutradara. Terbukti
dengan masih menjamurnya judul-judul film horor baru
yang diproduksi di dalam negeri. Film horor besutan
dalam negeri biasanya bertemakan berbagai macam
mitos yang tumbuh di ruang masyarakat. Segala macam
mitos tersebut seakan jadi potensi yang bisa diangkat
menjadi film horor yang seru untuk digarap.

M

itos-mitos horor yang dekat
dengan masyarakat seakan
menjadi sebuah nilai jual
tersendiri. Tidak mengherankan
jika para sutradara berlomba-lomba
menggunakan itu menjadi sebuah konsep
cerita film garapannya.
Kali ini Dayak yang menjadi
sumber inspirasi Chiska Doppert,
sutradara film ini. Dalam Perawan
Seberang, Doppert mengangkat tema
yang memperlihatkan kehidupan
masyarakat Dayak yang dekat sekali
dengan dunia gaib, unsur-unsur
cerita animisme, dan kepercayaan

20 l Kinescope l Oktober 2013

masyarakat Dayak terhadap leluhur mereka.
Karakter hantu seperti pocong, kuntilanak,
genderuwo, atau sebagainya tidak ditonjolkan
lagi. Pertanyaan kali ini agak unik, “apakah
penulis atau sutradara telah kehabisan ide
karakter hantu yang diangkat ke layar lebar?”
Kalung Yulia yang dipercayai punya
kekuatan magis penolak bala menjadi sebuah
alternatif baru bahwa gaib atau dunia horor
mempunyai sisi lain tentang manifestasi
kekuatannya. Selain benda pusaka berupa
kalung itu, ada juga kekuatan ayah Yulia. Untuk
membalaskan dendam, Ayah Yulia meminta
pertolongan kepada arwah sang leluhur
berupa kutukan terhadap para pemerkosa
Yulia, dengan media ritual pemujaan kramat
kepada arwah sang leluhur, kepada mereka.
Teror yang terlihat digambarkan
dengan rupa wanita yang menyeramkan
dengan muntahan belatung dari
mulutnya dan didukung juga oleh
penampakan burung gagak yang selalu
dianggap sebagai simbol kematian. Sosok
menyeramkan yang dihadirkan cukup
membuat penonton merasa ngeri. Hal
ini dibuktikan dengan teriakan histeris

atau hela nafas penonton di bioskop saat
menonton film ini.
Judul ‘Perawan Dayak’ yang pertama kali
digunakan untuk film ini tidak lulus sensor.
Kontroversi masalah penggunaan judul dengan
kata Dayak ini, membuat film ini menjadi
incaran penonton, selain sosok Julia Perez yang
tampil seronok. Pada saat melihat poster film
ini, anda sudah pasti dalam satu kesimpulan
bahwa ini adalah sebuah film horor.
Satu adegan yang terasa sangat tidak
masuk akal serta dibuat-buat dan justru
terlihat sangat murahan adalah keluarnya
burung gagak dari sebuah magic jar. Agak
mengagetkan, tapi kenapa magic jar yang
dipilih untuk tempat keluarnya burung gagak
tersebut. Adegan yang mestinya dibuat untuk
membuat penonton ketakutan dan kaget ini,
justru membuat penonton tertawa dan terasa
sangat memalukan.
Julia Perez memamerkan kemolekan
tubuhnya pada suatu adegan yang mana
dia sedang berendam di bath up. Julia Perez
terlihat amat sangat seksi di adegan tersebut.
Sorotan kamera yang hampir memamerkan
buah dadanya secara keseluruhan menjadi
bagian yang paling dirasa vulgar di film ini.
Banyak judul film horor yang telah diproduksi
sebelumnya yang juga memamerkan adegan
vulgar para wanita molek dan cantik, dan
tampaknya sudah menjadi trend film horor
lokal saat ini.

Di bawah bendera Maxima Pictures, diproduseri oleh Ody Mulya Hidayat, Maret lalu 'Tampan Tailor' yang dibintangi Vino G.
Bastian garapan Guntur Soeharjanto dirilis. Walau tak cukup
sukses secara komersial, 'Tampan Tailor' selain tak mudah
untuk dilupakan, juga terbukti berhasil menuai sejumlah
pujian kritikus film. Dan itu membuat catatan tersendiri bagi
kiprah Guntur Soeharjanto sebagai sutradara. shandy gasella

K

ini bersama dengan produser dan tim
penulis yang sama untuk 'Tampan
Tailor', mampukah ia kembali menuai
sukses lewat drama remaja 'Crazy

Love'?
Poster 'Crazy Love' yang menampilkan
empat cowok dan seorang cewek berbusana
casual melintas di atas zebra cross sebenarnya
agak misleading, bila tak mau disebut payah
secara konsep. Hampir sepanjang durasi
film kita menyaksikan para tokoh remaja ini
berseragam SMA. Lalu kenapa poster film ini
tak menampilkannya demikian? Mengutip
ocehan salah seorang karakter di film ini;
"Jangan dijawab, ini bukan pertanyaan!"
'Crazy Love' bercerita tentang cowok
ganteng bernama Kumbang (Adipati Dolken,
'Sang Kiai') -- anak SMA kelas XII yang badung.
Selain selalu berulah dan membuat geram
guru-guru di sekolah, ia tak memiliki banyak
kegiatan berarti, dan jelas telah menyianyiakan paras gantengnya dengan tak mencoba
jadi model coverboy misalnya. Kumbang jatuh
hati pada Olive (Tatjana Saphira, 'Get M4rried'),
siswi teladan paling pintar berparas model
gadis sampul. Siapa coba yang tak jatuh hati
padanya? Cerita selanjutnya adalah guliran
romansa keduanya yang sudah berkali-kali
kita saksikan dalam sejumlah film lain, belum
termasuk chicklit dan cerita-cerita sinetron di
televisi.
'Crazy Love' tampil terlalu sederhana,
tak hanya soal cerita namun juga secara

keseluruhan dalam penggarapannya. Cassandra
Massardi yang sebelumnya sukses menulis 'Get
M4rried' (Monty Tiwa, 2013) sebagai sebuah
tontonan yang menghibur, kini kembali berduet
dengan Alim Sudio, namun keduanya terlihat
seolah malas mengeksplorasi jalinan kisah
secara lebih mendalam dan liar. Cassandra
dan Alim hanya mampu menyuguhkan kisah
drama percintaan remaja ala kadarnya tanpa
pernah berhasil membuatnya berkesan. Para
tokoh yang mereka ciptakan tampil tanpa jiwa,
dan itu bukan semata karena kegagalan para
aktornya bermain peran, namun lebih karena
naskahnya yang tak memberi ruang sedikit pun
bagi perkembangan karakter masing-masing
tokohnya.
Pun begitu dengan Guntur Soeharjanto,
alih-alih memberikan arahan yang lebih
ketimbang yang pernah ia lakukan untuk
'Tampan Tailor', kali ini ia
begitu kedodoran. Guntur tak
berhasil membuat reka percaya
yang mumpuni. Lihat misalnya
keseluruhan set sekolah di film ini,
tampak begitu palsu. Hanya ada satu
set untuk ruang kelas, hanya ada
beberapa murid yang hilir mudik di
sekolah, dan kita hanya melihat tiga
orang guru sepanjang durasi film.
Belum lagi set kolam renang sekolah
yang jelas nampak terpisah sekali
dengan bangunan sekolah, namun si
pembuat film keukeuh ingin memberi

kesan bahwa Sekolah Pahlawan tempat
Kumbang dan Olive merajut kasih adalah
sekolah elit bak yang sering tampil dalam filmfilm remaja asal Korea Selatan, sayang kesan
tersebut malah tampak cacat di film ini.
Tak banyak yang dapat ditelaah, karena
seperti yang saya sebutkan tadi, begitu
sederhananya kisah yang ditawarkan. Namun
satu yang pasti, film ini terperosok begitu
dalam ke lubang klise. Karakter Kumbang dan
ketiga teman cowoknya yang juga diceritakan
sama-sama nakal begitu menjemukan, dan
sangat tipikal, terlebih untuk tokoh si gendut
berkacamata yang diplot sebagai pemancing
gelak tawa, alih-alih memberi kelucuan,
kehadirannya malah terasa mengganggu. Ingin
rasanya ada adegan ia tertabrak kereta api
atau mati tenggelam di kolam renang sekolah.
Karakter Olive sebagai cewek cantik
berotak encer juga tak kalah membosankan.
Tokoh-tokoh klise tadi ditempatkan pada
situasi cerita film ini, bila tak mau disebut
membosankan, ya keterlaluan. Keterlaluan
sekali pembuat film ini mengulik template
usang tanpa membawa hal baru sedikit
pun kedalamnya. Dan sama halnya seperti
posternya yang misleading itu, judulnya pun
demikian. Tak ada yang gila mengenai kisah
cinta antara Kumbang dan Olive. Hanya kisah
klise percintaan remaja lainnya yang gagal
tergarap.

Oktober 2013 l Kinescope l 21
REVIEW

Wanita Tetap Wanita
jelas masih layak
ditonton untuk
melihat usaha
ambisius yang ada
dibalik konsep unik
dan pendekatan
feminis tadi, tapi
sayangnya tak
dibarengi dengan
fondasi yang kuat.”

A

ctors turn directors akan selalu jadi
fenomena menarik di dalam film.
Selain buat kepentingan jualan,
bakal menarik juga menilai effort
mereka. ‘Wanita Tetap Wanita’ yang jadi debut
PH baru R1 Pictures ini kelihatannya cukup
ambisius dengan konsep mereka. Ada namanama aktor terkenal kita yang duduk di kursi
penyutradaraannya. Reza Rahadian, Irwansyah,
Teuku Wisnu dan Didi Riyadi. Tapi yang lebih
spesial, sama seperti judulnya, ini adalah
sebuah omnibus yang sangat feminis.
Dengan skrip yang dibesut oleh 5 penulis
wanita ; Ilma Fathnufrida, Lily Nailufar
Mahbob, Hotnida Harahap, Wina Aswir dan
Yunya Larasati, tiap segmennya berbicara
tentang konflik-konflik yang serba wanita, juga
pastinya dari sudut pandang wanita. Tentang
kekuatan mereka mengatasi problematika
beragam dari pekerjaan, persahabatan,
keluarga, kehidupan sosial hingga cinta.
Karakter utamanya juga wanita. Zaskia
Sungkar dalam debut layar lebar perdananya,
Shireen Sungkar yang baru memulai lewat
‘Honeymoon’ tempo hari, dan selebihnya ada
Renata Kusmanto, Revalina S. Temat serta
Fahrani. Bagaimana keempat sutradara pria
ini menangani tema yang sangat feminis jelas
akan jadi tantangan yang sangat menarik. Mari
lihat satu persatu segmennya.
Sebuah omnibus dengan storytelling
interwoven mungkin masih jadi cinematic
style yang jarang-jarang kita temui, namun
sudah ada di beberapa film Indonesia seperti
‘Kuldesak’ dan ‘Dilema’. Menggarap tematema yang sangat feminis ini, sebenarnya tak
ada yang salah juga dengan debut Didi Riyadi,
Reza Rahadian, Teuku Wisnu plus Irwansyah
yang sekaligus menjadi produser bersama
Raffi Ahmad dan Furqy. Keseriusan mereka
terlihat jelas dibalik editan Andhy Pulung dan
David Dhuha yang cukup rapi memisah-misah
bagian segmennya dalam storytelling unik

Wanita Tetap Wanita
Ambisi Diatas Fondasi Lemah
Daniel Irawan
tadi. Menolak untuk tampil terlalu linear,
namun sayangnya, mereka tak menyadari
bahwa usaha hebat itu berjalan diatas sebuah
bangunan serba lemah dari skripnya.
Masalahnya, masing-masing skrip itu
dibangun dengan konflik-konflik plot film kita

Cupcakes

Sutradara: Didi Riyadi Penulis: IlmaFathnurfirda

Trauma akibat ditinggal
calon suaminya tepat di hari
pernikahannya, Shana (Zaskia
Sungkar) meneruskan hidup
dengan membuka gerai cupcake bersama sahabatnya
Jasmine. Perlahan, Shana mulai menemukan semangat lewat
perhatian Fauzan (Didi Riyadi), kakak kandung Jasmine. Tapi ia
tak menyadari bahwa trauma itu akan muncul kembali dalam
situasi yang sulit

22 l Kinescope l Oktober 2013

yang serba klasik, yang membuat mereka tak
lagi bisa menghindar dari elemen-elemen
klise ala sinetron mulai dari dialog hingga
pengadeganannya. Hasilnya, tiap segmen
seperti tak lagi memberikan ruang lebih baik
bagi keempat aktor ini sebagai sutradara

With or Without

Sutradara RezaRahadian Penulis Lily NailufarMahbob

Sebagai seorang penulis novel sukses
yang berkali-kali dikecewakan, Adith
(Renata Kusmanto) memilih untuk
tak percaya dengan cinta. Namun
pertemuannya dengan seorang supir taksi bergelar
sarjana filsafat, Rangga (Marcell Domits) mulai bisa
membuka hatinya kembali.

sekaligus cast utama hingga pendukungnya,
sekaligus keterikatan emosi yang jadi terasa
sangat lemah buat para pemirsanya. Puzzlepuzzle dalam interwoven storytelling itu
malah terkesan jadi sedikit draggy menuju
konklusinya yang selain gagal memuat simbol-

FirstTeuku Wisnu Penulis Hotnida Harahap
Crush
Sutradara
Cinta pertama memang sulit untuk
dilupakan. First crush Nurma (Revalina S.
Temat) pada guru les masa SMP-nya, Andy
(Teuku Wisnu) kini berlanjut ketika Nurma
diterima bekerja sebagai partner di firma
Andy yang sudah menjadi seorang pengacara
sukses. Masalahnya, Nurma sudah keburu
bertunangan dengan Iko (Irwansyah), seorang
aktor terkenal, sementara Andy juga sudah
memiliki keluarga.

simbol penceritaannya, juga dipaparkan
kelewat pretensius di bagian akhir.
‘Wanita Tetap Wanita’ pun tetap dipenuhi
dengan adegan-adegan serta elemen konyol
yang sudah ribuan kali kita jumpai di film
Indonesia. Dialog-dialog klise, batuk-batuk

Reach The Star Aswir
Sutradara Irwansyah Penulis Wina
Berkarir sebagai pramugari dan kini
mengincar posisi lebih baik di sebuah
maskapai penerbangan internasional,
tujuan Kinan (Shireen Sungkar) hanya
satu. Mewujudkan impiannya untuk
memberangkatkan sang ibu (Dewi Irawan) naik haji
setelah ayahnya meninggal. Namun gosip hubungannya
dengan pilot yang menyeruak ke permukaan akibat
hubungannya dengan seorang selebritis mengacaukan
semuanya.

darah untuk menggambarkan sakit tanpa
adanya kejelasan status penyakit itu, berikut
elemen-elemen klise seperti perselingkuhan,
reaksi-reaksi konflik dengan gestur yang
sangat sinetron, kausa-kausa trauma cinta dari
itu ke itu saja, hingga rape attempts untuk
penekanan konfliknya.
Padahal, hampir seluruh cast-nya sudah
terlihat mencoba berakting dengan baik. Zaskia
dan Shireen yang lebih kental dengan aura
sinetron-nya bisa terlihat sedikit beda, Renata
Kusmanto dan Marcell Domits membangun
chemistry cukup baik, Didi Riyadi juga
cukup lumayan di porsi singkatnya, namun
Irwansyah tak menunjukkan perkembangan
jauh. Dalam segmen ‘First Crush’, walau
Revalina S. Temat tampil dengan bagus, Teuku
Wisnu benar-benar gagal memerankan sosok
pengacara berdarah batak di balik akting yang
terlihat kelewat dibuat-buat. Masih ada juga
aktris senior Dewi Irawan yang tak pernah
mengecewakan namun sayangnya kali ini harus
berkompromi dengan pengadeganan serba
klise itu.
Selebihnya, omnibus ini masih menyisakan
sinematografi cukup cantik dari Regina
Anindita dan scoring Melly – Anto Hoed yang
walau sudah sangat tipikal tapi masih mampu
bekerja di beberapa adegan. ‘Wanita Tetap
Wanita’ jelas masih layak ditonton untuk
melihat usaha ambisius yang ada dibalik
konsep unik dan pendekatan feminis tadi, tapi
sayangnya tak dibarengi dengan fondasi yang
kuat. Sayang sekali. Mudah-mudahan produksi
berikutnya dari R1 Pictures bisa lebih baik dari
ini.

In Between

Sutradara Irwansyah Penulis Yunialarasati P

Menjalani karirnya
sebagai seorang
model, Vanya (Fahrani)
harus menghidupi dua
orang adiknya, Teddy
dan Lola yang menderita autisme.
Karir Vanya kini berada di ujung
tanduk ketika Dion, seorang playboy
dari agensinya menginginkan Vanya
menjadi miliknya.

Oktober 2013 l Kinescope l 23
REVIEW
Director
Geoffrey Fletchers
(Screen writer of Precious)
Genre
Drama, Action, Satire
Production
GreeneStreet Films /
Magic Violet
Casts
Saoirse Ronan
as Daisy
Alexis Bledel
as Violet
Danny Trejo
as Russ
James Gandolfini
as Michael

Violet & Daisy
Ungkapan korban mode mengambil makna
baru dalam film “Violet & Daisy”, judul yang juga
merupakan karakter utama dalam film ini. Violet
dan Daisy telah menjadi pembunuh bayaran untuk
muhammad adrai
beberapa tahun sebelumnya.

K

ini mereka kembali mengambil
pekerjaan selama liburan mereka
sebagai pembunuh untuk
mendapatkan uang tunai agar mereka
dapat membeli gaun yang sangat mereka
dambakan. Campuran antara kekerasan,
materialisme dan satir psikologis.
Debut sutradara dari Geoffrey Fletcher
yang pernah memenangkan piala Oscar
dari skenario adaptasi tulisannya yang
berjudul “Precious” merekam kebiasaan
yang menggemaskan, naif dan mematikan
dari Violet (Alexis Bledel) dan Daisy (Saoirse
Ronan). Pengembangan karakter mereka
ditangkap secara konstan, termasuk
kegemaran para gadis-gadis itu untuk
bermain ‘pat-a-cake’, pilihan alat transportasi
mereka: sebuah sepeda roda tiga besar
dan bahkan ketika mereka melakukan
penembakan ke arah laki-laki besar yang
sangat menakutkan sambil meniupkan
gelembung balon besar dari permen karet
mereka.
Profesionalisme pasangan Violet dan

24 l Kinescope l Oktober 2013

yang setiap babnya memiliki judul dan cerita.
“Odyssey Violet,” misalnya, berlangsung
selama beberapa menit dan hampir tidak
terasa seperti sebuah perjalanan epik.
Penggunaan iris wipe, sebuah transisi,
dari satu adegan ke adegan berikutnya

menggunakan lingkaran yang menyusut tampak
bergaya retro dan menyenangkan.
Dalam cerita ini kadang-kadang terselip
komedi, seperti ketika Violet dan Daisy yang
berupaya untuk membuktikan bahwa mereka
adalah pembunuh yang menakutkan. Namun

seringkali sifat kekanak-kanakan mereka
terungkap secara gamblang. Misalnya seperti
saat Violet dan Daisy berbicara satu sama
lain menggunakan kata-kata yang menurut
mereka dewasa namun terdengar lucu dan
menggemaskan.
Karakter dalam film ini juga
dimainkan dengan sangat baik oleh
James Gandolfini yang berperan sebagai
Michael, sang pencuri. Karakter yang
menyedihkan sekaligus menyenangkan
sebagai figur ayah. Lengkapnya,
walaupun terdapat adegan kekerasan
dan tidak untuk ditonton oleh anakanak, film ini cukup menghibur sekaligus
mempertanyakan kembali sisi-sisi
humanis kita dari sisi sosok yang sering
kita sebut the bad guy.

Daisy diuji ketika mereka disewa untuk
membunuh Michael (Jamses Gandolfini),
seseorang yang telah mencuri satu truk
cologne dan uang tunai dari bos mereka.
Sama seperti Violet dan Daisy, Michael
adalah karakter sederhana dan tidak rasional.
Ketika ia tiba di rumahnya dan menemukan
gadis-gadis itu sedang tertidur di sofa dengan
senjata di tangan, ia meliputi mereka dengan
selimut dan dengan penuh kelembutan.
Kemudian ia membuatkan mereka cookies
lalu duduk menunggu sampai gadis-gadis itu
terbangun. Tampaknya sang pencuri tidak
menolak bila dibunuh oleh Violet dan Daisy.
Fletcher, yang juga menulis naskah,
memiliki bakat untuk membuat urutan
adegan-adegan yang indah. Dia memiliki
mata seorang fotografer untuk menangkap
langit kota dan ruang interior. Tapi daya tarik
visual yang halus dalam film seperti terkesan
bahwa sutradara mencoba ngotot untuk
menjadi seorang auteur istimewa seperti
Quentin Tarantino .
Film ini dibagi menjadi beberapa bab,

Oktober 2013 l Kinescope l 25
OPINI

Film Pengkhianatan G30SPKI:

Kualitas Film
Mumpuni VS Proganda
1 Oktober. Sebuah tanggal yang dianggap kramat oleh sebagian
orang dan dianggap kiamat oleh sebagian yang lain. Ini terkait
dengan sejarah 6 hari yang berdarah-darah dan sampai sekarang
sejarahnya masih diliputi kegelapan. Ya hari itu diperingati sebagai
hari Kesaktian Pancasila, di mana pada hari itu, ideologi Pancasila
dianggap sakti karena gagal tergantikan oleh ideologi Komunisme
yang sampai sekarang dianggap oleh sebagian besar sebagai
sebuah proses pengkhianatan terhadap negara.
Reiza Patters

26 l Kinescope l Oktober 2013

T

erkait dengan itu, dibuatlah
sebuah film yang dianggap cukup
kontroversial, khususnya dari sisi alur
cerita. Letak kontroversinya adalah
karena alur cerita yang digunakan dianggap
alur cerita dari perspektif sejarah penguasa
saat itu. Sebagai sebuah film yang base on
true story, film ini dianggap cukup baik dari
sisi sinematografi, ketegangan, dan kualitas
yang hampir semuanya ada di dalam film
tersebut. Proses produksi yang dijalankan
selama dua tahun dan menggunakan sekitar
100 figuran, memperlihatkan bagaimana film
ini dibuat sedemikian detail. Namun begitu,
tetap saja film ini dianggap tidak mewakili
keseluruhan pendapat tentang alur cerita
dan fakta sejarah yang sebenarnya.
Film ini disutradari oleh Arifin C Noer,
seorang sutradara besar sejak masanya
hingga kini. Film-filmnya kebanyakan
laris dan meraih penghargaan.
Khusus film Pengkhianatan G30S/
PKI ini, ditayangkan sejak tahun
1984 hingga 1997 di TVRI.
Karena film ini, Arifin di ganjar
penghargaan Piala Citra untuk Penulis
Skenario Terbaik pada 1985.
Sebagian orang menilai,
sebetulnya dari sisi kualitas sebuah

film, film Pengkhianatan G30S/PKI ini
disayangkan saat terhenti ditayangkan sejak
1998. Karena justru dari sisi ini, kita bisa
menyaksikan sebuah film yang dibuat dengan
sangat detil, apik dan serius. Terjaga kualitas
sinematografisnya, mampu membangun
ketegangan dari alur ceritanya, dan benarbenar bisa membawa emosi siapapun yang
menontonnya. Tidak seperti sekarang, proses
pembuatan film menjadi sangat instan,
dengan proses syuting yang hanya seminggu
misalnya, dan kurang menjaga kualitas
dari berbagai sisi. Yang pada akhirnya,
kebanyakan proses pembuatan film hanya
mengandalkan nama besar pemainnya dan
kelebihan fisik semata.
Film ini memang bukan film kolosal
yang pertama bagi Arifin C Noer, namun
dia sendiri mengakui bahwa mengurus
dan menata casting yang begitu besar
memang ukan pekerjaan yang mudah dan
sebentar. Untuk membuat film itu, Arifin
mengeluarkan usaha yang sangat besar
dengan membaca sebanyak mungkin tentang
peristiwa tersebut, mewawancarai saksi
sejarah, dan berusaha mencari properti
asli. Arifin sebetulnya memimikan bahwa
film Pengkhianatan G30S/PKI bisa menjadi
sebuah film pendidikan dan renungan tanpa
pesan kebencian bagi setiap orang yang
menontonnya.
Film ini memang kaya dengan detail,

seperti latarnya yang berpindah-pindah
dari satu lokasi ke lokasi yang lain. Tapi, di
samping beberapa fakta yang terkait dengan
penggambaran kejadian yang dianggap
sebagai sebuah gerakan pengkhianatan, film
ini juga menggambarkan kerawanan ekonomi
masa itu lewat penggambaran tentang antre
dan kemiskinan.
Dalam film ini, kerawanan politik saat
itu juga dilukiskan dengan detail dan tidak
melulu menampilkan Jakarta sebagai daerah
Pusat kejadian, tapi juga kejadian di daerah
di luar Jakarta. Misalnya penggambaran
melalui adegan serangan PKI ke sebuah
masjid di Jawa Timur, guntingan koran,
berita radio, dan komentar-komentar tajam.
Poster dan tulisan-tulisan graffiti tentang
pandangan politik dan manifesto-manifesto
pemikiran yang digambarkan banyak
bertebaran di tembok dan atap rumah.
Memang, Arifin C Noer dikenal
sebagai seniman multitalenta. Sejak SMP
dia menggeluti teater dan puisi. Ia mulai
menyentuh kamera ketika Wim Umboh
membuat film Kugapai Cintamu pada 1976.
Film perdananya, Suci Sang Primadona
(1977), melahirkan pendatang baru, Joice
Erna, yang memenangkan Piala Citra sebagai
Aktris Terbaik Festival Film Indonesia 1978.
Arifin C Noer meninggal pada 28 Mei 1995 di
usia 54 tahun.
Namun memang, sebagai sebuah alat
komunikasi dan sekaligus propaganda, film
tersebut menjadi sedikit menakutkan karena
bisa berfungsi menjadi pencuci otak yang
bisa jadi bertujuan untuk mengaburkan dan
membelokkan fakta sejarah yang sebenarnya
dan hanya memperkuat hegemoni satu
perspektif sejarah saja demi kepentingan
kekuasaan saat itu. Bagaimanapun,
film menjadi cara yang ampuh untuk
menyebarluaskan dan memasukkan ide,
gagasan, dan ideologi.
Karena itu menjadi sangat bijak untuk
terus membangun pemikiran kreatif
dalam proses pembuatan film dengan
tanpa melupakan sisi edukasi yang dapat
didistribusikan sebagai pesan dalam setiap
film yang dibuat oleh para pembuatnya.
Untuk itu, setiap insan perfilman, khususnya
para pembuat film haruslah memahami
bahwa film menjadi alat yang efektif bagi
para mereka untuk berkontribusi positif
bagi Negara, masyarakat dan peradabannya,
bukan justru memperparah dengan filmfilm yang justru menyebarkan pesan yang
mendegradasi nilai-nilai positif yang terdapat
di dalam setiap sendi kehidupan masyarakat.

“Tidak seperti sekarang, proses pembuatan
film menjadi sangat instan, dengan proses
syuting yang hanya seminggu misalnya,
dan kurang menjaga kualitas dari
berbagai sisi.”
Oktober 2013 l Kinescope l 27
OPINI

“Film, sebagaimana produk media lainnya, harus mampu
berpijak pada realitas sosial di masyarakat tempat ia berada;
dan bukan memproduksi tema-tema yang mengada-ada.”
judul yang sama. Noah dan Allie ketika muda
diperankan dengan gemilang oleh Rachel
McAdams dan Ryan Gosling. Sedangkan Gena
Rowlands dan James Garner, masing-masing
menjadi Allie dan Noah di usia senja. Allie yang
cantik dan enerjik, terpaksa tinggal di rumah
rawat (nursing home) khusus bagi penderita
alzheimer.
Sekilas penyakit alzheimer di dalam film
ini hanyalah pelengkap penderita bagi Allie.
Namun sesungguhnya ia menjadi pendamping
tema sentral: perjuangan akan cinta sejati.
Memori Allie yang hilang tetap tidak mampu
memadamkan kasih sayang Noah, yang
tercatat dalam sebuah buku harian.
Versi lain mungkin dapat pula disaksikan
dalam film “50 First Dates”, sebuah komedi
romantik karya sutradara Peter Segal, yang
diperankan oleh Drew Barrymore dan Adam
Sandler. Lagi-lagi si tokoh utama wanita yang
menderita demensia (pikun) memori jangka
pendek. Akibatnya, Harry (Sandler) harus
menempuh berbagai cara untuk mengingatkan
Lucy (Barrymore), bahwa mereka sepasang
kekasih.
Meskipun cukup banyak menampilkan

Wella Sherlita

Alzheimer Dalam Sinema
Wella Sherlita

Kesehatan Dunia – WHO,
setiap tahun menetapkan bulan
September “World Alzheimer’s
Month”, atau Bulan Alzheimer
se-Dunia. Data Kementerian
Kesehatan menunjukkan, bahwa
jumlah penderita Alzheimer
di Indonesia telah mencapai 1
juta jiwa, dan diperkirakan akan
meningkat seiring dengan pesatnya
pertambahan penduduk.
28 l Kinescope l Oktober 2013

A

da banyak kegiatan
yang dilakukan untuk
meningkatkan kesadaran
masyarakat, mengenai
penyakit akibat kerusakan pada
sel-sel syaraf otak ini. Bentuk
kampanye yang dilakukan umumnya
menggunakan jasa media massa
atau kegiatan luar ruang seperti
olahraga dan jalan sehat, seperti
yang dilakukan lembaga Alzheimer’s
Indonesia, pada 15 September 2013
lalu.
Sejauh ini, belum ada bentuk
kampanye lain, lewat media film
misalnya. Padahal, lewat sinema,
para ahli kedokteran syaraf dapat
menyampaikan pesan-pesan yang

lebih efektif mengenai Alzheimer.
Menyampaikan pesan kesehatan
tidak selalu melalui dokumenter atau
film-film ‘penerangan’ ala Orde Baru.
Tetapi dapat pula melalui ragam
kisah yang menyentuh hati.
Masih ingat dengan film “The
Notebook” atau “Iris”? Keduanya
memiliki kesamaan, yaitu pemeran
utama wanita-nya dikisahkan
menderita Alzheimer. Tapi keduaduanya tidak menempatkan
Alzheimer sebagai topik utama,
melainkan bagaimana hubungan
personal sepasang laki-laki dan
perempuan terus terbangun dan
makin kuat.
Usaha Noah untuk

membangkitkan kenangan Allie
akan percintaan mereka yang
penuh perjuangan, karena awalnya
ditentang oleh orangtua Allie,
disampaikan melalui buku catatan
harian yang tak sekalipun dibiarkan
kosong halamannya oleh Noah.
Sementara Allie mendengarkan
dengan penuh perhatian
“Lalu, dia akhirnya memilih
siapa?” tanya Allie tua dengan
polos, saat Noah menceritakan
kebimbangan Allie, apakah tetap
bertunangan dengan Lon Hammond
(James Marsden) atau menikah
dengan Noah yang miskin.
Film yang disutradarai oleh Nick
Cassavettes ini diambil dari novel
laris karya Nicholas Sparks dengan

kenamaan asal Inggris, film ini sukses dalam
ajang Golden Globe dan Academy Awards. Judi
Dench meraih piala Oscar untuk aktris terbaik,
sedangkan Jim Broadbent yang memerankan
suami Iris Murdoch juga membawa pulang
piala Oscar sebagai aktor pendukung terbaik.
Nampaknya, langkah para sineas di
luar negeri setapak lebih maju untuk tematema tentang Alzheimer. Mereka diberikan
kebebasan untuk mengangkat kisah
percintaan, lengkap dengan kegagalan atau
rasa frustrasi ketika orang tercinta ternyata
tak mampu mengingat kenangan yang mereka
sudah lalui bersama-sama. Indonesia dan
Amerika Serikat memiliki latar penduduk yang
kurang lebih sama, yaitu majemuk dan banyak
jumlahnya. Apapun tema film yang diangkat,
semestinya dapat memberikan informasi
dengan cara-cara yang menghibur.
Film-film bertema hantu/pocong sudah
kelewat sering diproduksi, berbarengan
dengan film-film percintaan remaja. Alzheimer
atau derita mereka yang merawat orangtua
yang terkena stroke, misalnya, bisa saja
menjadi alternatif tema baru, asalkan tidak
dibuat-buat atau menonjolkan efek tragisnya
belaka.
Sebagai media audio-visual,
film Indonesia tidak boleh
hanya berhenti pada tema-tema
populer, sementara dunia di
sekeliling kita terus berubah.
Awak film yang idealis bisa
memanfaatkan situasi dengan
memproduksi tema-tema
semacam “Iris” atau “Notebook”.
Bila perlu, libatkan para ahli
syaraf dan kejiwaan untuk
mendapatkan dukungan lebih.
Film, sebagaimana produk media
lainnya, harus mampu berpijak
pada realitas sosial di masyarakat
tempat ia berada; dan bukan
memproduksi tema-tema yang
mengada-ada.

humor, toh kita bisa ‘merasakan’ getirnya
hati Sandler setiap kali melihat
Lucy berulangkali ‘melupakan’
dengan dirinya. Apakah penderita
Alzheimer mayoritas adalah
perempuan? Ternyata iya.
Penyebabnya beragam, mulai
dari depresi, hingga gaya hidup
yang tidak sehat.
Satu film lain
bertemakan alzheimer yang
terkenal sudah pasti “IRIS”,
yang diproduksi
oleh Miramax
pada 2001
silam. Diangkat
dari kisah nyata Iris
Murdoch, seorang
novelis

Oktober 2013 l Kinescope l 29
OPINI

Dilema Poster
Film Indonesia
Kemana poster film bioskop? Kenapa hilang begitu saja tak
tampak wujudnya? Kata-kata tersebut seperti tukang penjual
nasi goreng yang tidak punya bumbu seperti bawang merah,
bawang putih, dan garam. Lalu, apa jadinya? Pasti tidak ada
rasanya atau tidak ada yang mau nasi goreng tersebut karena
rasanya hambar alias sepi pelanggan atau seperti tukang ojek
yang tiba-tiba ban motornya tidak ada. Apa jadinya? Pasti tidak
bisa mengantar penumpang. Masa mau diganti sama becak
atau pun mau diganti sama sepeda, tidak mungkin kan?

30 l Kinescope l Oktober 2013

K

arena semua contoh diatas hanya
contoh saja, seperti sebuah film yang
katanya dalam kitab Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 33 Tahun
2009 Tentang Perfilman, di Bab Menimbang
bagian b, yaitu film sebagai media komunikasi
massa yang merupakan sarana pencerdasan
kehidupan bangsa, pengembangan potensi
diri, pembinaan akhlak mulia, pemajuan
kesejahteraan masyarakat, serta wahana
promosi Indonesia di dunia internasional,
sehingga film dan perfilman indonesia perlu
dikembangkan dan dilindungi. Dan di dalam
Pasal 1 butir 1 menyebutkan bahwa film adalah
karya seni budaya yang merupakan pranata
sosial dan media komunikasi massa yang dibuat
berdasarkan kaidah sinematografi dengan atau
tanpa suara dan dapat dipertunjukkan.
Lalu, bagaimana sih kalau sebuah film yang
dipertunjukan di sebuah gedung bioskop tidak
ada posternya? Pasti seperti tukang nasi goreng
atau tukang ojek yang diceritakan tadi. Nah,
sama seperti sebuah film tanpa poster, karena
poster bisa dikatakan sebagai media komunikasi
visual yang efektif untuk mempromosikan
sebuah film. Dengan poster film, semua elemen
masyarakat dari kalangan menengah bawah
atau pun kalangan menengah atas setidaknya
memiliki gambaran seperti apa film yang akan
kita tonton.
Misalnya, kalangan menengah ke bawah
atau seperti eksekutif muda yang sedang
mengendarai mobil type mobil james bond,
mengalami kemacetan tepat di depan bioskop,
lalu tidak sengaja melihat Poster Film Indonesia
yang pemainnya James Bond, yang di dalam
poster tersebut James Bond memakai mobil
yang mirip dengan yang digunakannya. Lalu
eksekutif muda tersebut langsung masuk ke
dalam gedung bioskop untuk menonton film
tersebut.
Itu semua kisah nyata dari beberapa
narasumber dari kalangan menengah ke bawah
sampai dengan kalangan menengah ke atas.
Namun di saat mewawancarai narasumber yang
lain tentang poster film yang hilang wujudnya,
ada beberapa yang menjawab susah atau repot
kalau harus selalu mengakses ke laman resmi
bioskop. Kemudian juga ada yang menjawab,
hilangnya poster bisa mengurangi jumlah
penonton film. Tetapi ada juga yang menjawab
bahwa tanpa poster, dapat mengurangi pajak
hiburan sebesar 75%, yang katanya bisa
mengurangi beban para produser.
Ya, semua jawaban di atas bisa dianggap
benar. Namun yang katanya di dalam
Undang–Undang Republik Indonesia Nomor
33 Tahun 2009 Tentang Perfilman yaitu bebas
berkreasi, berinovasi, dan berkarya dalam
bidang Perfilman, kenapa poster film hilang
wujudnya? Apakah ini yang dimaksud dengan
bebas berkreasi, padahal film tanpa poster
semacam nasi goreng tanpa bumbu. Poster
merupakan media promosi untuk mengajak
masyarakat menonton dan tidak semua orang
bisa mengakses internet untuk masuk ke dalam
laman resmi bioskop.

“

“

“film sangat membutuhkan media promosi, khususnya poster,
untuk menarik masyarakat datang ke bioskop”

Hilangnya baliho poster film memang
semakin memperpuruk film Indonesia
yang mulai sepi penonton. Hal ini menjadi
kegelisahan bukan hanya para produser saja,
tapi semua bisa berdampak kepada percetakan
dan fotografer yang membuat poster, bahwa
mereka bisa kehilangan pekerjaannya.
Menurut Ony Palevi, seorang pekerja film,
poster film hilang karena pemerintah sedang
merancang poster film dengan menggunakan
LED yang khusus di semua bioskop agar lebih
efisien. Berarti seperti Singapura. Bagus sih, tapi
kapan selesainya? Menurutnya, wacana dari
pemerintah akan dimulai di tahun 2014 dan
akan diawali oleh bioskop-bioskop yang ada di

Ibukota DKI Jakarta. Semoga wacana tersebut
akan bisa menjadi nyata bukan sekedar wacana
saja, karena sebuah film sangat membutuhkan
media promosi, khususnya poster, untuk
menarik masyarakat datang ke bioskop.
Harapannya adalah pemerintah benarbenar mampu dan mau menaungi para pekerja
film sebagai bagian dari warga Negara yang
berhak atas penghidupan dan kebijakan yang
adil serta dapat menyelesaikan berbagai
masalah di industri film tanah air, terutama
permasalahan mutakhir mengenai hilangnya
baliho poster film. Betapa memang penting
poster film menjadi ujung tombak promosi
sebuah film.
Penulis: Eno Wicaksono, Mahasiswa & Pekerja Seni

Oktober 2013 l Kinescope l 31
FESTIVAL

Indonesia International Environmental Film Festival (INEFFEST) II

Di Labuan Bajo dan
Kepulauan Komodo

Doni Agustan

September di Jakarta
Dengan Dua Festival Film
Doni Agustan

I

NEFFEST bertujuan untuk mempromosikan
dan mengeksplorasi isu-isu lingkungan
hidup dengan menggunakan media sinema
dan berbagai pengalaman edukatif seperti
workshop dan diskusi. Tema Surviving
Archipelago diangkat oleh INEFFEST tahun
ini. Selain memutar film dari Indonesia dan
mancanegara, fesival ini juga mendiskusikan
dan mengeksplorasi isu lingkungan seputar
Nusantara.
Kamila Andini, sutradara muda yang
menghasilkan The Mirror Never Lies (2011)
selaku salah satu penggagas INEFFEST,
mengemukakan bahwa tahun ini Kepulauan
Komodo dipilih karena pulau tersebut sedang
menjadi sorotan sektor pariwisata Indonesia.
Kamila menambahkan harapan terhadap
edukasi dan motivasi secara efektif bisa lebih
tersalurkan dengan isu-isu lingkungan yang bisa
dishare melalui film. Pemilihan daerah seperti
di Kepulauan Komodo juga tidak terlepas dari
kenyataan bahwa masih belum meratanya jumlah
bioskop di Indonesia, termasuk di pulau ini.
INEFFEST diharapkan juga bisa menjadi alternatif
hiburan bagi masyarakat sekitar.
Salah satu dari kegiatan paling menarik
dari INEFFEST tahun ini adalah pengadaan
workshop film bertema New Leaf Summer Camp.
Workshop diadakan pada 18-24 September 2013
ini merupakan hasil kerjasama dengan In-Docs,
yang melalukan program pendidikan film yang
diseleksi dari banyak SMU/SMK di Indonesia dan
diambil 10 peserta terbaik. 10 Peserta terbaik ini
kemudian berkolaborasi dengan 10 perserta dari
Labuan Bajo dan Kepulauan Komodo.
Selain Kamila Andini, penggagas INEFFEST
kedua ini adalah Verania Andria, yang adalah

32 l Kinescope l Oktober 2013

Bulan September 2013 ini
diselenggarakan dua festival
film berkala internasional di
Jakarta. Festival Film India
yang diadakan oleh Kedutaan
Besar (Kedubes) India untuk
Indonesia dan Q!Film Festival
yang diadakan oleh Qmunity
Indonesia yang tahun ini
adalah penyelengaraan yang
ke-12.

Indonesia International Enviromental Film Festival
(INEFFEST) 2013 kembali digelar untuk kedua kalinya. Jika
2011 lalu festival film ini mengambil lokasi di Wakatobi, tahun
ini INEFFEST akan diselenggarakan di Labuan Bajo dan
Kepulauan Komodo, Nusa Tenggara Timur (NTT) pada 20-24
September 2013 lalu.
Manajer
Program dari
Sustainable
Energy dengan
United Nations
Development
Programme
(UNDP)
Indonesia.
Shana Fatima,
yang adalah
pendiri Tinamitra Mandiri di tahun 2010, sebuah
kelompok usaha yang berfokus pada bisnis
energy bersih dan inisiatif pengurangan karbon
untuk masa depan yang berkelanjutan. Terakhir
ada nama Olivia Zalianty, yang sebelumnya lebih
dikenal sebagai pemain film dan sinetron, saat
ini Olivia sedang menyelesaikan film debutnya
sebagai sutradara yang berlokasi di pulau
Komodo.
Earth Cinema adalah program utama
INEFFEST. Earth Cinema berfokus pada
pemutaran film lingkungan terbaik di seluruh
dunia, baik film dokumenter dan fiksi. Program
ini memutar film-film yang memiliki visi dalam
perawatan lingkungan. Beberapa film yang
diputar untuk segmen ini adalah Nargis (2012),
dokumenter karya Maw Naing, Kyaw Kyaw Oo

dari Burma/Jerman. Lukas’s Moments (2005)
dari Indonesia karya Aryo Danusiri, dengan latar
belakang cerita di Papua Barat. Senandung Ikan
Baru (2010), karya Nurhuda dan Wardania yang
berkisah mengenai nelayan miskin dari Parigi,
Sulawesi Tengah.
INEFFEST kali ini berbeda dengan festival
film di seluruh dunia lainnya, dengan mengambil
konsep floating cinema, INEFFEST menyajikan
layar bioskop yang dibangun di atas air, para
penonton dibebaskan untuk memilih, menonton
dari atas perahu atau dari pesisir pantai saja.
Film-film yang diputar untuk segmen ini adalah
Cita-Cintaku Setinggi Tanah (2012) karya Eugene
Panji, Serdadu Kumbang (2011), karya Ari
Sihasale, dan Epic Java (2013), karya Febian N.
Saktinegara.
Selain itu ada juga program Rainbow Project.
Rainbow project merupakan program khusus
untuk anak-anak di bawah 12 tahun
untuk menonton dan mulai belajar
mengenai isu-isu lingkungan, kegiatan
ini berupa penggabungan aktivitas  belajar
sambil bermain dan pemutaran film. Tahun
ini pemutaran dan pendidikan
lingkungan diselenggarakan
di sekolah dasar di Pulau
Mesa. 

F

estival Film India diadakan pada tanggal
23-27 September 2013. Penonton bisa
merasakan pengalaman menonton
belasan film-film India, dari yang klasik
hingga yang era sekarang di studio XXI Plaza Senayan, secara gratis. Festival ini diadakan oleh
Kedubes India untuk merayakan 100 tahun
usia Sinema India. Festival ini terlebih dahulu
dibuka dengan soft launching pemutaran film
berjudul I Am (2011) karya Onir di Kedubes
India, pada Sabtu, 14 September 2013.
Ada sekitar 14 judul film yang diputar.
Salah satu diantaranya adalah film India yang
sangat terkenal dan bahkan meraih banyak
penonton saat dulu dirilis di Indonesia Kuch
Kuch Hota Hai. Film ini adalah karya debut
sutradara Karan Johar produksi 1998 dan
menjadi perintis film India mulai ditayangkan
pada jaringan bioskop 21. Film ini juga semakin
mempopulerkan nama tiga orang pemainnya,
Shah Rukh Khan, Kajol, Rani Mukherji di Indonesia. Sejak Kuch Kuch Hota Hai, film-film India
yang mereka bintangi selalu meraih banyak
penonton di Indonesia, sebut saja Kabhi Khushi

Kabhie Gam (2001) dan My Name is Khan
(2010).
Lagaan (2001) karya Ashutosh Gowariker
yang dibintangi dan diproduseri oleh Aamir
Khan, juga menjadi salah satu film yang
diputar. Film dengan durasi 3 jam 44 menit
ini berkisah tentang olah raga kriket, berlatar
belakang India masa kolonial Inggris. Film ini
mencatat sejarah menjadi film India ketiga
yang menerima nominasi piala Oscar untuk
kategori film berbahasa asing terbaik pada
tahun 2002, setelah Mother India (1957) dan
Salaam Bombay! (1987).
Dua film klasik ternama India juga diputar,
yaitu Pyaasa (1957) dan Sholay (1975). Pyaasa
yang dibintangi oleh Waheeda Rehman yang
adalah ratu film india 1940an hingga 1960an.
Time Magazine tahun 2005 memilih Pyaasa
sebagai salah satu film terbaik sepanjang
masa. Sholay yang dibintangi oleh Dharmendra, Sanjeev Kumar, Amitabh Bachchan, Jaya
Badhuri dan Hema Malini ini mencatat sejarah
menjadi film India pertama yang bertahan
selama 25 minggu, pada 100 lebih bioskop di

seluruh wilayah India. Film ini juga mencatat
sejarah kelam hampir meninggalnya Amitabh
Bachchan pada bagian akhir film karena peluru
yang meluncur beberapa inci darinya.
Film-film lain yang diputar adalah Awaara,
Naya Daur, Hum Saath Saath Hain, Kanathil
Muthamittal, Urumi, Aradhana, Shabdo,
Jane Bhi Do Yaroo, Lagaan, Umrao Jaan, dan
Kahaani.
Selain kegiatan pemutaran film, diselenggarakan juga pameran poster-poster film India
selama 3 hari dari 23 – 25 September 2013, di
Hotel Four Seasons, Jakarta. Selain itu juga ada
seminar dengan tema Our Films, Their Films
pada tanggal 25 September 2013, yang juga
bertempat di Hotel Four Seasons, Jakarta.
Tahun 2013 adalah penyelenggaraan ke-12
Q!Film Festival. Pemutaran Stranger by the
Lake (2013) karya Alain Guiraudie sebagai film
pembuka diadakan di Sae Institut, Jakarta pada
tanggal 28 September 2013. Film ini meraih
penghargaan Palm Queer pada perhelatan
festival film Cannes 2013 lalu. Sebelumnya
Q!Film Festival telah melakukan QFF foreplay
pada tanggal 15 September 2013 di Goethe Institute, Jakarta. Pit Stop karya Yen Tan (Amerika
Serikat, 2013), Facing Mirrors karya Negar
Azarbayjani (Iran, 2011), dan Keep the Lights
On karya Ira Sachs (Amerika Serikat, 2012)
adalah 3 film yang diputar.

Oktober 2013 l Kinescope l 33
HOT ISSUE

Mari Menentukan Formula
Film Indonesia
Banyak yang bertanya, “kemana penonton film kita?”
Tapi pertanyaan yang sama penting adalah “Ada apa
dengan film kita?”. Dalam hubungan yang lebih berupa
sebab-akibat, ini sebenarnya sudah berlangsung
sangat lama sebagai masalah yang tak kunjung
terselesaikan. Film Indonesia, yang hingga kini seakan
masih terus mencari formula.
Daniel Irawan

34 l Kinescope l Oktober 2013

D

ari tahun ke tahun, banyak sekali teori
yang ada dibalik masalah ini. Dari
masalah finansial hingga aspek-aspek
lain seperti gempuran film impor.
Namun sayangnya, benturan-benturan yang ada
seringkali tak bisa dibuktikan betul-betul sahih,
paling tidak secara statistik. Belum lagi dengan
data-data yang masih simpang siur dari sumbersumber berbeda, dimana kita hanya bisa percaya
dengan apa yang ingin kita percayai.
Dalam lima-enam tahun ke belakang, coba
lihat jumlah penurunan penonton film kita. Di
tahun 2008, kita masih punya ‘Laskar Pelangi’
yang mencapai sekitar 4,6 juta penonton dan
‘Ayat-Ayat Cinta’ sekitar 3,6 juta penonton.
‘Ketika Cinta Bertasbih’ di tahun berikutnya,
masih bisa mencapai 2,4 juta penonton dan 1,2
juta untuk sekuelnya. Kabarnya, jumlah penonton
di tahun 2008-2009 mencapai rata-rata 30 juta.
Meski masih tergolong sedikit dari keseluruhan
jumlah penduduk Indonesia, pencapaian ini
masih dianggap sangat baik dari hitungan kurang
lebih dalam satu dasawarsa film kita benar-benar
bangkit dari mati surinya.
Namun di tahun berikutnya, jumlah itu
menurun menjadi 16 juta, walaupun film
terlarisnya, ‘Sang Pencerah’ masih sanggup
meraih jumlah penonton diatas 1 juta. Lantas
menjadi sekitar 14 juta di tahun 2011 dengan
‘Surat Kecil Untuk Tuhan’ di peringkat teratas
yang tak lagi sanggup mencapai angka 1
juta penonton. Untungnya, di tahun 2012,
‘Habibie & Ainun’ secara mengejutkan mampu
mengumpulkan penonton diatas angka 4 juta,
‘5cm’ di atas 2 juta dan ‘The Raid’ hampir 2 juta
penonton. Lalu bagaimana dengan 2013?
Meski kita belum sampai di penghujung
tahun dengan harapan besar pada ‘Soekarno’
yang penuh kontroversi dan ‘Tenggelamnya Kapal
Van Der Wijck’ yang punya formula jualan cukup
besar, sepanjang tahun 2013, jumlah ini sangat
mengkhawatirkan. ‘Cinta Brontosaurus’ dan
‘Coboy Junior The Movie’ yang masih mampu
bersaing dengan film-film impor unggulan
musim panas, tak juga bisa mencapai angka 1
juta penonton. Jadi dimana sebenarnya letak
kesalahannya?
Masalah yang juga jadi pangkal mati surinya
perfilman kita di medio 1990an. Ketika film
yang hadir melulu hanya mengetengahkan
genre, tema termasuk permasalahan yang
sama, pemirsanya mudah merasa bosan dan
enggan menyaksikannya lagi. Kesuksesan ‘The
Raid’ melakukan gebrakan lewat genre aksi yang
sekarang cukup langka adalah contohnya. Namun
kualitas yang terlalu diatas rata-rata kesanggupan
produksi lain yang ada disini, tak bisa sampai
menggulirkan trend.
Kalau kita menganggap film horor sebagai
trend yang tak pernah mati, walau dengan
bumbu apapun, toh tak benar juga. Dari tahun
2008 hingga sekarang, dalam deretan 10 film
terlaris, genre itu masih selalu punya saingan
seimbang dari genre drama atau komedi.
Misalnya, tema-tema reliji mencapai
puncaknya di 2009, namun tak lagi bisa
mencapai prestasi sama di tahun-tahun
berikutnya. Biopic dan adaptasi kisah
nyata pun ternyata tak selamanya
bisa menjadi jaminan. Jadi, formula

yang sama terbukti belum bisa jadi tolok ukur
resepsi pasar.
Adaptasi novel, yang banyak dianggap jadi
patokan mungkin lebih masuk akal, terlebih bila
novelnya punya status best seller dan cukup
populer. Banyak yang sudah membuktikan hal
ini, walaupun kualitas adaptasinya masih sangat
beragam di kalangan berbeda. Paling tidak,
untuk mengundang penonton datang ke bioskop,
formula ini masih cukup ampuh. Namun lagi,
lihat kembali di tahun 2010. Tak satupun dari 10
deretan film terlaris merupakan adaptasi novel.
Lagi-lagi sebuah anomali.
Lantas apakah star factor bisa menjadi
ukuran? Dalam persepsi berbeda, bukan lagi
nama besar aktor dan aktris pendukungnya yang
menentukan, tapi agaknya lebih pada nama
yang sedang digemari di tahunnya. Beberapa
nama aktor yang sering berinteraksi lewat sosial
media pada penggemarnya, mungkin sedikit bisa
mengangkat antusiasme itu. Sedikit lebih baik,
tapi belum tentu juga menentukan hasil akhir
lebih dari yang lainnya.
Bagaimana pula dengan sineas yang ada
dibaliknya? Kalangan penyuka dan yang benarbenar pemerhati film kita, mungkin lebih
menganggap nama sutradara atau PH sebagai
jaminan. Tapi sayangnya, pasar tak pernah punya
reaksi sama. Dan kita tak sedang bicara kualitas
atau kans prestasinya di ajang festival atau
kompetisi lain. Lagi, faktor ini tak bisa dijadikan
patokan buat pasar.
Mari lihat faktor promosi. Sebagai komoditas
untuk “jualan”, film Indonesia rata-rata punya
biaya cukup besar untuk ini. Berbagai bentuk
promo yang berbeda dari zaman ke zaman,
mulai dari flyer, poster sampai baliho di jalanjalan, buzzer ala sosial media hingga cara-cara
konvensional yang masih tetap dilakukan
berupa roadshow temu artis, juga masih terus
dijalankan. Tapi apa berarti kekuatan sosial media
bisa memberi dukungan cukup? Nyatanya, tidak.

“

yang lain.
Walau minim bujet tak selamanya berarti
jelek, ini mungkin yang membuat sebagian
besar masih memilih formula dari itu ke itu
saja, ketimbang menempuh resiko lebih
besar terhadap sesuatu yang baru. Horor
masih tak beranjak dari bumbu-bumbu seks
dan komedi kacangan. Drama masih melulu
diwarnai tipikalisme tema yang sama dalam
bangunan konfliknya, walau mungkin punya
unsur kedekatan dengan masalah seharihari bangsa kita. Dari selingkuh, pekerja seks
komersial, hamil di luar nikah, perkosaan atau
penderitaan karena penyakit, yang akhirnya
jadi tak lagi kelihatan wajar. Lantas semuanya
mencoba untuk berlindung dibalik pesan moral
atau edukatif sambil memanfaatkan momen
secara salah kaprah. Padahal sama sekali minus
informasi maupun kedalaman riset yang biasa
kita dapatkan di film-film luar. Pendeknya, semua
mencoba bermain aman walaupun hasil akhirnya
ngaco, tanpa memikirkan penonton.
Dan mari lihat kembali lembaran sejarah
film kita. Mengapa film-film di era 1970an
dan 1980an, dimana film Indonesia mencapai
puncak kejayaannya dulu bisa begitu berhasil?
Ini juga masih akan terbentur ke beberapa
faktor, memang. Termasuk persaingan dengan
film impor dari semakin banyak negara yang
terus menanjak kualitasnya, jumlah bioskop
yang masih sangat banyak hingga kalau mau
ditarik panjang menyentuh faktor sosial ekonomi
masyarakat sekarang. Tapi mungkin juga,
dari banyak pengamatan, kita akhirnya akan
mendapatkan jawaban yang tepat.
Dari penceritaan yang jauh lebih runut,
naskah yang tak terasa dipanjang-panjangkan
untuk mencapai durasi film bioskop, dan
tentunya kecermatan lebih dalam banyak aspek
penggarapannya, dari akting hingga masalah
teknis lainnya termasuk tetek bengek kecil
namun penting seperti poster untuk keperluan
promosi. Sayangnya, hanya
segelintir film kita sekarang yang
punya unsur-unsur baik dari
semua itu, dan belum tentu juga
ini jadi berpengaruh ke pasar.
Jadi sampai kapan film kita harus
mencari formula?
Sedihnya, dibalik begitu
banyaknya teori yang ada,
jawabannya hingga sekarang
masih cukup mengecewakan. Bahwa hingga
sekarang, belum ada yang bisa memprediksi
selera penonton kita. Belum ada juga indikator
yang jelas dalam memberi jawaban kenapa
sebuah film bisa sangat berhasil di pasar
sementara yang lainnya anjlok. Itupun masih
ditambah dengan sumber-sumber data yang
masih simpang-siur satu dengan lainnya.
Mengikuti arus trend, juga tak selamanya bisa
sesuai dengan hasil akhir.
Mari tidak melupakan prestasi-prestasi
dari beberapa film yang sudah melangkah jauh
lebih dibandingkan kegagalan-kegagalan yang
ada. Prosesnya mungkin masih harus berjalan
lebih panjang, tapi mari tak berhenti untuk terus
mencoba. Dukung terus film Indonesia yang
berkualitas!

“Salah satu yang paling mendasar
mungkin adalah masalah stagnansi
tema yang akhirnya membuat penonton
satu-persatu mulai berpaling.”

Fenomena ‘Azrax’ kemarin dengan word of
mouth dibalik jumlah penonton yang masih tetap
minim, mungkin sedikit mengejutkan, tapi juga
tak bisa dikatakan benar-benar berhasil.
Mungkin ada solusi berupa bioskop-bioskop
alternatif yang bisa memperpanjang masa
tayangnya, yang tentunya tak mudah. Selain
harus menyatukan persepsi, juga hampir tak
adanya dukungan dari dinas-dinas pemerintahan
terkait yang malah membuat program tak sejalan
dengan apa yang diperlukan. Lahirnya asosiasiasosiasi baru dari para pelaku perfilman kemarin
mungkin bisa menjadi titik terang untuk
menggantikan regulasi-regulasi yang sudah
kuno. Begitu juga dukungan solid dari para
pencinta film Indonesia termasuk media,
sejauh tetap terjaga agar tak jatuh pada
kepentingan-kepentingan terselubung

“

Oktober 2013 l Kinescope l 35
ON LOCATION
Gunung M
uria, maka
pembuatan
dibuat untu
video klip ‘A
k masa dep
nti Nuklir ’ in
an kita juga
Walaupun
i
,” Ujar Erix
efektif, tern
banyak mel
.
berbahaya
yata nuklir
ahirkan film
dan tidak se
ini meman
-film baru,
yang akhirn
g sangat
banding den
didapatkan
mu
ya bisa mel
gan apa ya
nanti. Men
ayani masya lai dari kebutuhan ban
memasang
ng akan
gingat Fuku
yang sudah
rakat juga,”
d
gigi emas in
shima send
sangat ben
kata pria ya
i.
iri dengan
Erix sendiri
ar masih bis
Indonesia ti
ng
sistem
berperan se
a kebocora
dak akan b
men-direct 
bagai direc
n. Menuru
isa benar, ka
beres juga.
semua kary
tor yang ber
t Erix,
rena Lapind
a yang kelu
Tapi seiring
tugas
o saja belu
ar dari Eufo
“Dari situ ki
dengan ber
m
ria
jalannya w
ta tergerak
mencetak su
melakukan
aktu, Eufori Audio Visual.
untuk 
mber daya
demo bersa
a sedang fo
manusia. “K
ma-sama.
kus
Karena dem
arena haru
dan harus b
onya musisi
s regeneras
erkembang,
hanya bisa
bernyanyi k
i
jad
beberapa te
ok,” Tam
man yang su i harus melatih
Karena video bahnya.
ka dengan
punya mim
klip ini mel
film dan
pi yang sam
Slank, mak
ibatkan
a untuk ber
dan belajar
a kesulitan
gabung
,” ujarnya.
pembuatan
klip ini haru
video
sm
Erix menem
mereka. Ken enyesuaikan jadwal
ukan ketert
bidang Aud
arikan dalam
dala lainya
io Visual se
adalah loka
karena klip
jak dua tah
si,
lalu. Saat it
ini dibuat d
un ya
u Endank So
i bawah ka
yang sekara
ekamti mem ng
li Opak
video klip p
ng
buat
ertamanya
Merapi. “Jad sudah tertutup oleh la
secara man
berjudul ‘L
va
i harus men
diri yang
ong Live M
ggunakan Je
disitu untu
y Family ’. “D
tantangan,
k menemp
ep
isitu banya
banyak mim
uh medan
berpasir,” u
k
yang
pi, dan ban
yang harus
jar pria tam
yak obsesi
dikejar, jad
bun itu.
Selain prod
i sembari b
harus dikej
uksi kampan
erja
ar terus ag
ini, sekaran
ye anti nukl
ar semuanya lan
dan ter-upd
g Euforia A
ir
terc
ate,” kata b
udio Visual
mengerjak
apak satu an apai
sedang
an Angka 8
Erix memp
ak ini.
The Movie
elajari sem
episode vid
samb
dari laman
u
eo musik En
YouTube dan anya hanya
dank Soekam ungan dari beberapa
sudah mem
sering men
praktek sam
asuki episo
ti. Kini prod
juga punya
coba
pai sekaran
de 6. Tidak
uksi terseb
ia juga men
cita-cita ingi
g. Selain itu
ut
hanya itu, b
gerjakan la
n memban
gratis. “Seko
, dia
ersama Eufo
yanan mas
dalam prose
gun sekola
lah itu tidak
yarakat yan
ria,
h bakat seca
s.
mengajark
tidak suka.
g semuanya
ra
an sesuatu
Jadi di situ,
Euforia sen
sudah
yang murid
harusnya m
diri tercetu
untuk men
membutuh
s karena En
urid memili
gembangkan
kan sebuah
h sekolah
bakatnya. K
melakukan
divisi Audio dank Soekamti
Soekamti m
arena denga
apa
Visual. Dim
emerlukan
n orang yan
terasa,” tega yang disukai, proses
ana Endank
dokumenta
managemen
g
belajarnya
snya.
si yang bag
td
akan tidak
us, rapi, dan
Ke depan, Er
mimpi besar engan baik. Selain itu
terix ingin mem
, Endank So
di dunia film
melihat bak
bangun seko
ekamti pun
.
at teman d
“Melalui Eu
ya
lah sep
an difasilita
foria Audio
kemampuan
si untuk men erti itu, jadi
Visual send
dan sumber
iri Endank
gembangkan
regenrasi d
daya manu
Soekamti
an memper
sia sebagai
siapkan gen
bentuk
mumpuni.
erasi selan
jutnya yang

“

Slank: Anti
Nuklir
F
pejred

enomena n
uklir itu ibar
at pisau ber
sumber en
mata dua.
ergi
Sebag
nuklir dapat dengan kekuatan yan
g sangat bes ai Indonesia, Slan
digunakan
k mencipta
sebagai sum
ar,
ataupun se
bahaya sen
kan lagu ya
ber energi
njata pem
jata nuklir.
dibuat perco
ng menyuar
Lagu yang
akan
baan oleh fi usnah. Setelah Pertam ,
baru saja d
berjudul ‘A
ibuat video
sikawan Je
a kali
Meiner dan
nti Nuklir ’ in
rman Otto
klipnya dan
Fritz Strass
Konsep vid
i
Hahn, Lise
segera dirili
man pada
ternyata bis
tahun
s.
a digunakan
menceritaka eo klip ini berbentuk
film pendek
sebagai pem 1938, energi nuklir
di Indonesia
n tentang p
,
bangkit ten
rediksi hab
dikenal den
energi pad
isnya sumb
aga listrik,
a su
gan Pemban
Nuklir (PLT
er
N).
gkit Listrik
Sebelumnya atu negara di tahun 2
Tenaga
025 mendat
,p
Energi nukl
ang.
mengadakan ada 2013 ini, beberap
ir sebagai p
a pemimpin
pertama ka
rapat. Mer
embangkit
li pada 20 D
negara
eka ingin m
listrik digun
menggunak
esember 1
emutuskan
akan
an nuklir at
Serikat. Dar
951 di Idah
apakah akan
au tidak.
i tahun ke ta
Lokasi syuti
o, Amerika
hun, kapas
nuklir men
ng terbagi
it
galami per
tempat yan
dua, untuk
kembangan as energi dari reaktor
g dipilih ad
300 giga w
kondisi tah
pesat. Pada
alah Lereng
att energi n
un 2025,
sana digam
1980 tercat
uklir telah
Merapi, Yo
barkan suat
berikutnya
at
dihasilkan.
gyakarta. D
u negara ya
hingga kini,
dan tandus.
Pada perio
i
ng sudah re
ka
tidak terlal
Se
de
muk, kerin
u meningkat pasitas energi yang d
markas Slan dangkan setting tahu
g,
ihasilkan
pesat.
n 2013 ber
k di Potlot,
Pada akhir
lokasi di
Jakarta.
abad 20 ber
Selain Slan
menentang
munculan
k, video klip
adanya pro
gerakan un
Endank Soek
ini juga mel
gram tenag
tuk
didasari ole
am
ibatkan ban
a nuklir. Hal
h ketakutan
Soekamti. Te ti dan disutradarai la
d
tersebut
akan adanya
ngs
dihasilkann
am dari En
ya. Sebagai
dank Soekam ung oleh Erix
bahaya rad
peran sebag
iasi yang
senjata pem
ti sendiri m
telah digun
ai masyara
usnah mas
kat yang te
endapat
akan untuk
pada tahun
sal, nuklir
rkena radia
menewaska
atau bahka
2025 seper
si nuklir
n ratusan ri
n lebih.
ti apa yang
Pada video
bu manusia,
telah dipre
tersebut dig
Pada peran
diksikan.
ambarkan
yang terken
g dunia ked
bentu
a vi
Enrico Ferm
i menemuka ua, tepatnya pada tah
dan penyaki rus sampai mengalam k masyarakat
un 1942,
n reaksi ber
menghasilk
i mutasi ge
t-p
antai dari n
n, kanker,
an energi ti
ingin menci enyakit aneh lainnya.
uklir yang
nggi denga
Saat itu pem
pta
plutonium.
n menggun
Plutonium
erintah
dari virus, se kan sebuah istana ya
akan bahan
inilah yang
ng benar-b
dasar bom
hingga mau
digunakan
enar bersih
atom yang
tidak mau
pembersih
sebagai bah
dija
h
an termasu
Pada peran
an
k membersi arus melakukan
g saudara d tuhkan di Nagasaki, Je
yang sudah
hkan manu
i Suriah bel
pang.
100.000 jiw
terinfeksi.
sia-manusi
akangan in
am
Awal kerja
a
i, lebih dar
dikarenakan elayang, konon banya
sama denga
i
knya jumla
penggunaa
unsur kese
n Slank seb
h tersebut
n senjata n
ngajaan. Su
enarnya tid
Jika terus d
uklir.
atu ketika Er
tag lewat m
ibiarkan, p
ix mendapati ak ada
edia sosial
berdampak
enggunaan
dalam sebu
dirinya di
parah pada
senjata nukl
Hal tersebu
ah campaig
kelangsunga
ir
t pun mem
Untuk men
n Anti Nukl
buatnya te
yikapi feno
n hidup man akan
pembuatan
ir.
rgerak untu
mena ini, b
vid
k menawar
and rock pap usia.
Visual. “Men eo klip di bawah nau
kan
an atas
ngan Eufori
gingat Indo
a Audio
nesia send
pernah men
iri d
galami letu
san nuklir ya i tahun lalu sudah
*Penulis ad
alah penikm
ng mengen
at film, mus
Tinggal da
dap di
ik, dan seni
n Bekerja di
raja
Yogy

36 l Kinescope l Oktober 2013

akarta

h tubuh.

“Karena ha
ru
generasi d s rean
berkemban harus
g,
rus melatih jadi hab
teman yan eberapa
gs
dengan film uka
d
nya mimpi an puyang sama
untuk berg
abung dan
belajar.”

“

Oktpberber 2013 l Kinescope l l 37
Oktober 2013 l Kinescope
FILM KITA
FILM KITA
FILM KITA
FILM KITA
FILM KITA
FILM KITA
FILM KITA
FILM KITA
FILM KITA
FILM KITA
FILM KITA
FILM KITA
FILM KITA
FILM KITA
FILM KITA
FILM KITA
FILM KITA
FILM KITA
FILM KITA
FILM KITA
FILM KITA
FILM KITA
FILM KITA
FILM KITA
FILM KITA
FILM KITA

More Related Content

Similar to FILM KITA

Majalah Film KO-Magz Maret 2022
Majalah Film KO-Magz Maret 2022Majalah Film KO-Magz Maret 2022
Majalah Film KO-Magz Maret 2022DewiPuspa22
 
Kinescope Indonesia Edisi 9, 2014
Kinescope Indonesia Edisi 9, 2014Kinescope Indonesia Edisi 9, 2014
Kinescope Indonesia Edisi 9, 2014Kinescope Indonesia
 
Manajemen Bisnis Media - Industri Musik dan Film Indonesia
Manajemen Bisnis Media - Industri Musik dan Film IndonesiaManajemen Bisnis Media - Industri Musik dan Film Indonesia
Manajemen Bisnis Media - Industri Musik dan Film IndonesiaRevinda Rahmania
 
Kosa Kata Dalam Bahasa Indonesia Salasun ICP`12 STAIN Salatiga
Kosa Kata Dalam Bahasa Indonesia Salasun ICP`12 STAIN SalatigaKosa Kata Dalam Bahasa Indonesia Salasun ICP`12 STAIN Salatiga
Kosa Kata Dalam Bahasa Indonesia Salasun ICP`12 STAIN SalatigaAbdul Rosyid
 
Bali Emerging Writers Festival 25 - 27 May 2012
Bali Emerging Writers Festival 25 - 27 May 2012Bali Emerging Writers Festival 25 - 27 May 2012
Bali Emerging Writers Festival 25 - 27 May 2012Saylow Alrite
 
Sejarah animasi di Indonesia
Sejarah animasi di IndonesiaSejarah animasi di Indonesia
Sejarah animasi di IndonesiaImam Basrurrohman
 
makalah PEMAKNAAN NILAI religi dlm film 99 Cahaya
makalah PEMAKNAAN NILAI religi dlm film 99 Cahayamakalah PEMAKNAAN NILAI religi dlm film 99 Cahaya
makalah PEMAKNAAN NILAI religi dlm film 99 CahayaAchmad Humaidy
 
The Amazing TOS / Talents on Screen
The Amazing TOS / Talents on ScreenThe Amazing TOS / Talents on Screen
The Amazing TOS / Talents on ScreenSmtv Channel
 
Endank soekamti movie final
Endank soekamti movie finalEndank soekamti movie final
Endank soekamti movie finalindra gunawan
 
Program Piala Maya 2015 (rev.25102015)
Program Piala Maya 2015 (rev.25102015)Program Piala Maya 2015 (rev.25102015)
Program Piala Maya 2015 (rev.25102015)Hafizophonic by MHF
 
BAHASA INDONESIA.pptx
BAHASA INDONESIA.pptxBAHASA INDONESIA.pptx
BAHASA INDONESIA.pptxAhnafGaming
 
Kofita zine obscura tasikmalaya
Kofita zine obscura tasikmalayaKofita zine obscura tasikmalaya
Kofita zine obscura tasikmalayaPanggil Saja Wandi
 
Horor sejarah koboi medan
Horor sejarah koboi medanHoror sejarah koboi medan
Horor sejarah koboi medanAveros Lubis
 

Similar to FILM KITA (20)

Majalah Film KO-Magz Maret 2022
Majalah Film KO-Magz Maret 2022Majalah Film KO-Magz Maret 2022
Majalah Film KO-Magz Maret 2022
 
INDIELANE MAGAZINE
INDIELANE MAGAZINEINDIELANE MAGAZINE
INDIELANE MAGAZINE
 
Kinescope Indonesia Edisi 9, 2014
Kinescope Indonesia Edisi 9, 2014Kinescope Indonesia Edisi 9, 2014
Kinescope Indonesia Edisi 9, 2014
 
PIALA MAYA - proposal 03102015
PIALA MAYA - proposal 03102015PIALA MAYA - proposal 03102015
PIALA MAYA - proposal 03102015
 
Manajemen Bisnis Media - Industri Musik dan Film Indonesia
Manajemen Bisnis Media - Industri Musik dan Film IndonesiaManajemen Bisnis Media - Industri Musik dan Film Indonesia
Manajemen Bisnis Media - Industri Musik dan Film Indonesia
 
Dian sastrowardoyo
Dian sastrowardoyoDian sastrowardoyo
Dian sastrowardoyo
 
Kosa Kata Dalam Bahasa Indonesia Salasun ICP`12 STAIN Salatiga
Kosa Kata Dalam Bahasa Indonesia Salasun ICP`12 STAIN SalatigaKosa Kata Dalam Bahasa Indonesia Salasun ICP`12 STAIN Salatiga
Kosa Kata Dalam Bahasa Indonesia Salasun ICP`12 STAIN Salatiga
 
Bali Emerging Writers Festival 25 - 27 May 2012
Bali Emerging Writers Festival 25 - 27 May 2012Bali Emerging Writers Festival 25 - 27 May 2012
Bali Emerging Writers Festival 25 - 27 May 2012
 
Sejarah animasi di Indonesia
Sejarah animasi di IndonesiaSejarah animasi di Indonesia
Sejarah animasi di Indonesia
 
Resensi film Soegija
Resensi film SoegijaResensi film Soegija
Resensi film Soegija
 
makalah PEMAKNAAN NILAI religi dlm film 99 Cahaya
makalah PEMAKNAAN NILAI religi dlm film 99 Cahayamakalah PEMAKNAAN NILAI religi dlm film 99 Cahaya
makalah PEMAKNAAN NILAI religi dlm film 99 Cahaya
 
Selasar edisi 11
Selasar edisi 11Selasar edisi 11
Selasar edisi 11
 
Finding Srimulat Proposal
Finding Srimulat ProposalFinding Srimulat Proposal
Finding Srimulat Proposal
 
The Amazing TOS / Talents on Screen
The Amazing TOS / Talents on ScreenThe Amazing TOS / Talents on Screen
The Amazing TOS / Talents on Screen
 
Endank soekamti movie final
Endank soekamti movie finalEndank soekamti movie final
Endank soekamti movie final
 
Program Piala Maya 2015 (rev.25102015)
Program Piala Maya 2015 (rev.25102015)Program Piala Maya 2015 (rev.25102015)
Program Piala Maya 2015 (rev.25102015)
 
BAHASA INDONESIA.pptx
BAHASA INDONESIA.pptxBAHASA INDONESIA.pptx
BAHASA INDONESIA.pptx
 
Kofita zine obscura tasikmalaya
Kofita zine obscura tasikmalayaKofita zine obscura tasikmalaya
Kofita zine obscura tasikmalaya
 
Horor sejarah koboi medan
Horor sejarah koboi medanHoror sejarah koboi medan
Horor sejarah koboi medan
 
The Amazing TOS
The Amazing TOSThe Amazing TOS
The Amazing TOS
 

More from Kinescope Indonesia

Membangun Revolusi Mental Berbasis Inteligence, Emotional dan Spiritual Quotient
Membangun Revolusi Mental Berbasis Inteligence, Emotional dan Spiritual QuotientMembangun Revolusi Mental Berbasis Inteligence, Emotional dan Spiritual Quotient
Membangun Revolusi Mental Berbasis Inteligence, Emotional dan Spiritual QuotientKinescope Indonesia
 
Peran Budaya Kerja Syariah Dalam Membangun Kinerja
Peran Budaya Kerja Syariah Dalam Membangun KinerjaPeran Budaya Kerja Syariah Dalam Membangun Kinerja
Peran Budaya Kerja Syariah Dalam Membangun KinerjaKinescope Indonesia
 
Edisi 8 Majalah Kinescope Indonesia
Edisi 8 Majalah Kinescope IndonesiaEdisi 8 Majalah Kinescope Indonesia
Edisi 8 Majalah Kinescope IndonesiaKinescope Indonesia
 
Edisi 7 2014 Majalah Kinescope Indonesia
Edisi 7 2014 Majalah Kinescope IndonesiaEdisi 7 2014 Majalah Kinescope Indonesia
Edisi 7 2014 Majalah Kinescope IndonesiaKinescope Indonesia
 

More from Kinescope Indonesia (8)

Membangun Revolusi Mental Berbasis Inteligence, Emotional dan Spiritual Quotient
Membangun Revolusi Mental Berbasis Inteligence, Emotional dan Spiritual QuotientMembangun Revolusi Mental Berbasis Inteligence, Emotional dan Spiritual Quotient
Membangun Revolusi Mental Berbasis Inteligence, Emotional dan Spiritual Quotient
 
Hr cost reduction strategy
Hr cost reduction strategyHr cost reduction strategy
Hr cost reduction strategy
 
Peran Budaya Kerja Syariah Dalam Membangun Kinerja
Peran Budaya Kerja Syariah Dalam Membangun KinerjaPeran Budaya Kerja Syariah Dalam Membangun Kinerja
Peran Budaya Kerja Syariah Dalam Membangun Kinerja
 
Effective Interview
Effective InterviewEffective Interview
Effective Interview
 
Corporate & Anti-fraud Culture
Corporate & Anti-fraud CultureCorporate & Anti-fraud Culture
Corporate & Anti-fraud Culture
 
Edisi 8 Majalah Kinescope Indonesia
Edisi 8 Majalah Kinescope IndonesiaEdisi 8 Majalah Kinescope Indonesia
Edisi 8 Majalah Kinescope Indonesia
 
Edisi 7 2014 Majalah Kinescope Indonesia
Edisi 7 2014 Majalah Kinescope IndonesiaEdisi 7 2014 Majalah Kinescope Indonesia
Edisi 7 2014 Majalah Kinescope Indonesia
 
KinescopeMagz Edisi 6
KinescopeMagz Edisi 6KinescopeMagz Edisi 6
KinescopeMagz Edisi 6
 

FILM KITA

  • 1. Kinescope F i l m , S e n i & E d u k a s i free magazine - edisi 3 - oktober 2013 ah Kita? ita, Waj Film K on location slank : anti nuklir music iwan fals review Perawan Sebrang Crazy Love Wanita Tetap Wanita Violet & Daisy dokumenter epic java Oktober 2013 l Kinescope l 1
  • 2. 2 l Kinescope l Oktober 2013 Oktober 2013 l Kinescope l 3
  • 3. Cover Story 10 Film Kita, Wajah Kita? profile 16 Christine Hakim Daftar isi Dari Kuala Tungkal Ke Cannes REVIEW 20 Perawan Seberang 21 crazy love 22 Wanita Tetap Wanita Opini 34 Epic Java 28 Alzheimer Dalam Sinema 42 Kesehatan Dunia – WHO, setiap tahun menetapkan bulan September “World Alzheimer’s Month” 30 Dilema Poster Film Indonesia Kemana poster film bioskop? Kenapa hilang begitu saja tak tampak wujudnya? FESTITIVAL 32 Indonesia International Environmental Film Festival (INEFFEST) II Di Labuan Bajo dan Kepulauan Komodo 33 September di Jakarta Dengan Dua Festival Film Festival Film India yang diadakan oleh Kedutaan Besar (Kedubes) India untuk Indonesia 54 26 Akira Kurosawa G 30 S PKI Violet & Daisy 24 On Location 36 Slank: Anti Nuklir Konsep video klip ini berbentuk film pendek, menceritakan tentang prediksi habisnya sumber energi pada suatu negara di tahun 2025 mendatang. SPOTLIGHT 38 Bintang-Bintang Indonesia Yang Menjadi Orang Belakang Layar Sukses meraih popularitas sebagai bintang film adalah mimpi banyak orang. Sukses menjadi bintang kemudian menggiring bintang-bintang ini menjadi sutradara, penulis naskah dan produser SEJARAH 44 Bioskop, Ujung Tombak Industri Perfilman Indonesia Keberadaan bioskop di Indonesia sudah berlangsung selama hampir 107 tahun 4 l Kinescope l Oktober 2013 liputan 48 CinemadaMare Sebuah roadshow film festival yang berlangsung dari tanggal 25 Juni - 7 September 2013 seni 52 PASAR SENI JAKARTA Kesuksesan acara Pasar Seni ITB yang rutin diadakan setiap empat tahun sekali di Bandung menginspirasi Ikatan Alumni ITB Jakarta membuat kegiatan yang lebih dahsyat untuk Jakarta. Kegiatan itu mereka beri nama Pasar Seni Jakarta.. KOMUNITAS 62 Kampuz Jalanan “Terinspirasi dari cerita novel Ali Topan Anak Jalanan.” 64 SETELAH 15 TAHUN KOMUNITAS FILM Catatan dari penggal ingatan.. music report 74 Konser SNSD Gemerlap Kostum Pink dan Lightstick 75 Pitbull Menggoyang Jakarta Ketiga Kali Oktober 2013 l Kinescope l 5
  • 4. f i l m , s e n i & Salam Redaksi e d u k a s i Penasehat Redaksi Farid Gaban Wanda Hamidah Andibachtiar Yusuf Biem T Benjamin Pemimpin Umum Hasreiza Pemimpin redaksi Reiza Patters Redaktur Pelaksana Muhammad Adrai Redaktur Doni Agustan Sekretaris Faisal Fadhly Kontributor Shandy Gasella Daniel Rudi Haryanto Ahmad Hasan Yuniardi Kusen Dony Hermansyah Desain Grafis & Tata Letak al Fian adha Artistik & Editor Foto Rizaldi Fakhruddin Fotografer Hery Yohans Penjualan & Pemasaran Ollivia Selagusta pengembangan & komunitas Jusuf Alin Lubis Distribusi & Sirkulasi Faisal Fadhly subScriptions Pusat Meditasi Satria Nusantara Jl. RS Fatmawati No. 110A Jakarta selatan Indonesia MARI BUNG REBUT KEMBALI! “Film edukatif, kualitas dan kemampuan sinematografis, mumpuni serta kualitas pemain yang matang, berikan pengharapan kembalinya kejayaan perfilman Indonesia, minimal di negerinya sendiri.” P erfilman Indonesia memiliki sejarah yang panjang dan sempat menjadi tuan di negeri sendiri. Saat itu film Indonesia masih mendominasi bioskop-bioskop lokal. Bahkan sebelum Indonesia eksis sebagai sebuah Negara yang berdaulat, perfilman Indonesia sudah ada lebih dulu. Pada tahun 1980-an, perfilman Indonesia menguasai sebagian besar bioskop dan ruang-ruang pertunjukan film di tanah air. Kejayaan perfilman nasional mulai bergeliat di era itu dan pada tahun-tahun itu pula acara Festival Film Indonesia giat diadakan setiap tahun untuk memberikan penghargaan kepada insan film Indonesia yang dianggap berprestasi serta memiliki kemampuan serta kualitas produktifitas yang baik. Namun pada tahun 1990-an dan seterusnya, industri perfilman nasional mengalami penurunan, yang membuat hampir semua film Indonesia hanya berkutat dan seolah terjebak dalam tema-tema seks. Tahun-tahun 2000-an juga seperti itu. Dengan sangat maraknya film-film bertema horror dan tetap mengumbar seksualitas, film Indonesia seolah hanya berjalan di tempat tanpa perubahan berarti. Pada saat itu film Indonesia sudah tidak menjadi tuan rumah lagi di negeri sendiri. Namun, perlahan tapi pasti, kita melihat grafik prestasi mulai muncul kembali. Dengan munculnya film-film yang memiliki tema edukatif, kualitas dan kemampuan sinematografis yang semakin mumpuni serta kualitas pemain yang juga semakin matang, memberikan pengharapan akan kembalinya kejayaan perfilman Indonesia, minimal di negerinya sendiri. Mulai tumbuhnya banyak komunitas profesi insan perfilman yang independen serta mandiri, kritikus yang memberikan kritik-kritik sehat serta membangun dan komunitas penikmat film yang tersebar di banyak penjuru negeri, bisa menjadi pagar dan alat kontrol bagi setiap proses kreatif dan produksi perfilman Indonesia. Untuk itu, MARI BUNG REBUT KEMBALI! Cover Story Film Kita, Wajah Kita? K www.kinescopeindonesia.com info@kinescopeindonesia.com iklan@kinescopeindonesia.com redaksi@kinescopeindonesia.com langganan@kinescopeindonesia.com @KinescopeMagz 6 l Kinescope l Oktober 2013 ewajiban pemerintah Indonesia agar secepatnya memberdayakan seluruh rakyat Indonesia untuk dapat melek media supaya setiap warga memiliki kemampuan dalam menyaring informasi, mana informasi yang baik dan mana yang tidak baik. Dan itu sesuai dengan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, mencerdaskan kehidupan bangsa berdasarkan Pancasila. Oktober 2013 l Kinescope l 7
  • 5. ON PRODUCTIONS Selamat Pagi Malam Ali Topan di Bioskop Indonesia Film Schedule Oktober 2013 S ukses dengan film Demi Ucok, PT. Kepompong Gendut akan merilis karya terbarunya yang berjudul Selamat Pagi Malam. Disutradarai oleh Lucky Kuswandi, berkisah tentang perjalanan tiga wanita Jakarta yang masing-masingnya menghabiskan waktu satu malam di berbagai sudut ibukota. Ketiga pemeran wanita utama diperankan oleh Adinia Wirasti, Marissa Anita dan Dayu Wijanto. Film bergenre drama ini sudah mulai melakukan proses syuting. Proses syuting direncanakan akan menghabiskan waktu cukup singkat sekitar 11 hari dan lokasinya berada di beberapa wilayah Jakarta sebagai kota yang tak pernah tidur. Film Selamat Pagi Malam akan menawarkan sesuatu yang baru dengan latar belakang kota Jakarta, demikian ungkap Lucky Kuswandi. Film Indonesia Oktober Romantini Mari Lari F ilm Mari Lari ini mengambil latar cerita pada perhelatan Bromo Marathon. Beberapa bintang senior, seperti Ira Wibowo dan Donny Damara, ikut bermain dalam film yang juga dibintangi oleh bintang muda, seperti Olivia Jansen, Dimas Aditya, dan Ibnu Jamil. Nation Picture. Film Mari Lari akan dirilis sekitar bulan Maret atau April 2014. K ki-ka: Deni Mulya (Line Produser), Teguh Esha (Pengarang Ali Topan), John De Rantau (Sutradara), Camelia Harahap (Produser), Perdana Kertawiyudha (Serunya Scripwriting), Farid Syahzikri (Penulis Skenario). Foto oleh Muhammad Adrai S abtu, 28 September 2013. Bertempat di jalan Pam Baru 2 No. 2, Jakarta Selatan. Inka Look Pictures beserta kru inti mengadakan pertemuan dengan Teguh Esha, penulis cerita Ali Topan Anak Jalanan. Bekerja sama dengan Trans TV, Inka Look Pictures dan Teguh Esha merancang 5 subjudul Ali Topan untuk Bioskop Indonesia yang rencananya akan diproduksi pada pertengahan bulan Oktober ini. Seperti apakah proses produksi mereka nantinya? Mari kita sama-sama mendoakan semoga persiapan mereka berjalan dengan lancar. Soekarno Di Pulau Ende V Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck  S udah lama terdengar kabar tentang diproduksinya filmTenggelamnya Kapal Van Der Wijck oleh Soraya Intercine Films. Film yang rencana akan digarap secara epik ini memang diadaptasi dari novel legendaris terbitan tahun 1939 karangan sastrawan Buya Hamka. Diproduseri dan disutradarai oleh Sunil Soraya, diperkuat oleh aktor-aktris papan atas Indonesia, seperti Reza Rahadian, Herjunot Ali dan Pevita Pearce. Pokok cerita film Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck juga berkutat soal hubungan cinta segitiga antara Zainuddin, Hayati dan Aziz sambil diimbuhi problem perbedaan latar belakang sosial dan adat-istiadat masyarakat Minangkabau pada era 1930-an. Pada akhir Mei lalu, syuting film Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck sudah dimulai. 8 l Kinescope l Oktober 2013 1. 2. 3. 4. 5. 6. iva Westi menyutradarai sebuah film yang mengisahkan perjalanan hidup Soekarno selama empat tahun di Ende, Flores, Nusa Tenggara Timur. Dalam film ini sosok Soekarno akan diperankan oleh Baim Wong dan istrinya Inggit Garnasih diperankan oleh aktris cantik penggemar Soekarno yang telah memiliki pengalaman yang cukup banyak. “Masih kita rahasiakan, tunggu saja kalau sudah jadi nanti,” ujar Viva Westi yang sengaja merahasiakan pemeran Inggit. Proses pengambilan gambar seluruhnya dilakukan di Ende. Seluruh pemain dan kru ke Ende dan akan bekerja di tempat itu selama satu bulan, mulai 28 September 2013. Menurut Viva Westi, hal tersulit adalah menampilkan kondisi Ende pada 1934. “Ende sudah jauh berubah. Kita harus menghidupkan kembali Ende di masa pembuangan Soekarno,” ujar Viva Westi. Berbeda dengan Soekarno garapan Hanung Bramantyo yang diproduksi oleh MVP Pictures, film Soekarno arahan Viva Westi dan diproduksi oleh PT Cahaya Kristal Media Utama ini dibiayai oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. artini, biduan organ tunggal di kampung, bersedia untuk tinggal di Ibu kota besama sang suami, sopir bus antarkota. Kartini menyimpan sejuta harapan di Jakarta. Empat belas tahun berlalu, mimpi untuk hidup lebih baik tidak kunjung tiba. Rahman yang kini sudah menganggur, jarang pulang ke rumah. Pelangi, putri satusatunya mereka, tumbuh menjadi gadis remaja yang introvert dan antisosial. Kartini bekerja menjadi pemandu lagu di sebuah klub karaoke sekaligus menerima upah cucian untuk penghuni rusun tempatnya mengontrak. Rahman hanya bisa merongrong uang Kartini. Suatu kali Rahman mencuri uang istrinya yang seharusnya digunakan untuk membayar kontrakan demi sebuah motor, yang akan dipakainya mengojek. Kehidupan Kartini pun semakin sulit. Dan mimpi-mimpi yang dijanjikan Rahman belasan tahun lalu, kini telah dilupakannya. Di tengah kebingungan Kartini dalam menghadapi masalah hidup yang menimpa, dia terkejut saat mengetahui Pelangi menyimpan sebuah bakat terpendam, yaitu membuat lagu. Di tengah situasi yang serba mustahil dan kondisi badan yang remuk, Kartini harus berjuang sekali lagi untuk menyelamatkan mimpi putrinya. ir Mata Terakhir Bunda A Tayang 3 Oktober 2013 Romantini Tayang 10 Oktober 2013 Manusia Setengah Salmon Tayang 10 Oktober 2013 Dendam Arwah Rel Bintaro Tayang 17 Oktober 2013 erry Go Round M Tayang 24 Oktober 2013 Bangkit dari Lumpur Tayang 31 Oktober 2013 Manusia Setengah Salmon K etika ibunya (Dewi Irawan) memutuskan pindah dari rumah masa kecil, Dika (Raditya Dika), penulis, justru berusaha pindah dari halhal yang selama ini susah dilepaskan: cintanya dengan Jessica (Eriska Rein) hingga hubungannya dengan bapaknya (Bucek). Dika membantu mencari rumah baru. Rumah yang mereka kunjungi ternyata tidak ada yang cocok. Akhirnya Dika menemukan sebuah rumah, yang menurut ibunya sempurna. Bersamaan dengan itu, Dika bertemu dengan Patricia (Kimberly Ryder) nan cantik. Pendekatan dimulai. Ketika sudah pindah ternyata Dika tidak menyukai rumah barunya. Kenangan akan rumah lama masih membekas. Sementara itu, hubungan Dika dengan Patricia juga terganggu, karena Jessica masih membayang-bayangi. Dika pada akhirnya menyadari bahwa perjalanannya untuk pindah rumah, juga merupakan perjalanan berpindah dari hal-hal yang selama ini menahannya menuju kedewasaan. Merry Go Round D ewo menjadi pecandu sejak kuliah. Akibat terjerat dalam dunia hitam itu, Dewo dikeluarkan dari kampusnya di luar negeri. Tasya, adik Dewo juga jadi korban. Orangtua mereka hanya bisa menutupnutupi sejarah hitam anak-anaknya agar tidak dianggap gagal dalam mendidik anak. Tasya mulai frustasi dengan sikap orangtuanya. Apalagi ia pernah ditukar dengan sepaket narkoba oleh Dewo. Beruntung siswi SMA ini masih bisa diselamatkan Andika, teman SMA Tasya. Cinta antara Tasya dan Andika tidak dapat terlaksana karena kehancuran keluarga Tasya. Tasya pun bolak-balik masuk rehab. Akhirnya ia menikah dengan Rama yang ternyata juga pecandu. Dewo juga belum pulih. Semua kejadian ini membuat mereka bisa membaca tipuan dan gejala sakit psikis dan psikologis para pecandu. Oktober 2013 l Kinescope l 9
  • 6. COVER STORY F ilm menjadi media yang unik karena mereproduksi gambar, gerakan dan suara sesuai dengan bagaimana manusia, atau sesuatu yang dimanusiakan, hidup dalam cerita yang digambarkan. Tidak seperti bentuk seni lainnya, film menghasilkan rasa kedekatan. Kemampuan film untuk menciptakan ilusi realitas kehidupan membuka perspektif baru yang mungkin sebelumnya tidak diketahui. Itulah sebabnya mengapa film dianggap sebagai penggambaran akurat dari kehidupan, terutama mengenai sosial, budaya, ideologi dari tempat yang tidak dikenal sebelumnya. Sedemikian dahsyatnya pengaruh film membuat banyak penguasa di berbagai negara, sejak jaman dulu, menggunakan film sebagai alat propaganda ideologi dan politik mereka. Mao Tse-tung, Vladimir Ilyich Lenin, Adolf Hitler dan Benito Mussolini merupakan contoh para penguasa yang sangat menyadari pentingnya film sebagai alat propaganda ideologi dan politik yang sangat strategis. Penyebarannya pun bersifat massal. “You are known among us as a protector of the arts so you must remember that, of all the arts, for us the cinema is the most important,” ungkap Lenin dalam percakapannya dengan A.V.Lunacharsky, Commissar of Enlightenment Uni Soviet, April 1919. Di Amerika, dari semua produk budaya populer yang ada, tidak ada yang terukir lebih tajam dalam imajinasi kolektif kita daripada filmnya. Hollywood, walaupun film-filmnya kental dengan tampilan dan suasana yang menghibur pun sarat dengan unsur propaganda. Casablanca, Once upon a Honeymoon, dan The Best Years of Our Lives merupakan contoh film-film propaganda Amerika tentang Perang Dunia II. Dalam film Rambo kita juga bisa melihat dengan jelas besarnya peran Hollywood dalam mencitrakan kehebatan Amerika kepada dunia saat berperang melawan ‘pemberontak’ Vietnam, meskipun dalam kenyataannya Amerika tidak menang melawan Vietkong. Hingga masa sekarang ini film-film Hollywood tetap penuh dengan muatan propaganda baik dari aspek ideologi, politik, ekonomi, sosial serta budaya dan semuanya dikemas tanpa mengabaikan aspek bisnis dan hiburan. Suatu bisnis yang memiliki prospek keuntungan raksasa bila ditinjau dari segi moral dan material. Film dan Propaganda Setiap media komunikasi yang sifatnya satu arah dipandang baik untuk mendistribusikan propaganda. Film tentu saja sangat baik dalam menyampaikan emosi dan Film Kita, Wajah Kita? muhammad adrai Itu kewajiban pemerintah Indonesia agar secepatnya memberdayakan seluruh rakyat Indonesia untuk dapat melek media supaya setiap warga memiliki kemampuan dalam menyaring informasi, mana informasi yang baik dan mana yang tidak baik. Dan itu sesuai dengan Pembukaan UndangUndang Dasar 1945, mencerdaskan kehidupan bangsa berdasarkan Pancasila - Deddy Mizwar- 10 l Kinescope l Oktober 2013 Film sebagai media komunikasi memiliki pengaruh yang paling kuat dibandingkan dengan media komunikasi lainnya. Unsur audio dan visual yang menjadi karakteristik utama dari film cenderung sangat dekat dengan pengalaman realitas manusia sehari-hari. Manusia, normalnya, memiliki kemampuan untuk dapat mendengar dan melihat apa yang ada di kehidupan sekitarnya. Setiap yang didengar dan dilihat oleh manusia pasti mempengaruhi pikiran dan perasaannya. Kesamaan karakteristik inilah yang membuat pengaruh film menjadi sangat kuat bagi setiap orang yang menonton film. Oktober 2013 l Kinescope l 11
  • 7. COVER STORY citra. Targetnya pun tidak terbatas pada orang yang bisa membaca saja. Semua orang bisa menonton film. Banyak kalangan yang membedakan antara film sebagai media komunikasi yang efektif untuk mendistribusikan propaganda dan film propaganda. Film disebut-sebut sebagai film propaganda bila isinya penuh dengan muatan ideologi politik. Padahal semua karya film, apapun muatannya, sudah pasti mengandung unsur propaganda. Makna dari kata propaganda adalah sebuah bentuk komunikasi yang ditujukan untuk mempengaruhi sikap masyarakat dengan menghadirkan argumen yang cenderung hanya dari satu sisi saja. Pernyataan propaganda bisa saja sebagiannya palsu dan sebagian lainnya benar. Propaganda biasanya diulang dan tersebar di berbagai media dalam rangka untuk menciptakan opini dan sikap masyarakat secara luas. Mengapa film menjadi alat propaganda yang efektif? Karena film dapat membangun icon visual tentang realitas sejarah dan kesadaran, menentukan sikap masyarakat di waktu mereka menceritakan atau di mana mereka difilmkan, menggerakkan orang untuk tujuan bersama, atau bahkan dapat menarik perhatian terhadap penyebab yang tidak diketahui. Aspek sejarah dan politik dalam film dapat mewakili, mempengaruhi, dan menciptakan kesadaran akan sejarah dan mampu mendistorsi peristiwa yang membuatnya menjadi media persuasif walaupun mungkin saja tidak dapat dipercaya. Film dan Budaya Suatu Bangsa Film adalah kunci artefak budaya yang membuka jendela ke dalam sejarah budaya dan sosial suatu negara. Campuran antara seni, bisnis, dan hiburan populer dalam film memberikan sejumlah wawasan cita-cita, fantasi, dan mimpi. Seperti artefak budaya, 12 l Kinescope l Oktober 2013 film dapat didekati dengan berbagai cara. Sejarawan budaya telah memperlakukan film sebagai dokumen sosiologis yang merekam tampilan serta suasana setting sejarah sebagai konstruksi ideologis nilai-nilai tertentu sebelumnya, sebagai teks psikologis yang berbicara kepada kecemasan dan ketegangan individu dan sosial, sebagai konstruksi ideologis tertentu tentang nilai-nilai politik atau moral atau mitos sebelumnya, sebagai dokumen budaya yang menyajikan gambar tentang gender, etnis, roman kelas dan kekerasan, dan sebagai teks visual yang menawarkan tingkat pemaknaan yang kompleks. Film bisa menjadi media yang sangat baik untuk kita bisa mempelajari pola budaya di sebuah masyarakat. Film-film yang berkualitas baik umumnya muncul dari suatu negara yang budayanya tetap dipertahankan hingga dapat diapresiasi dengan baik oleh dunia internasional. Karenanya, film menjadi sebuah teks budaya yang paling utama. Film-film Hollywood, misalnya, menggambarkan perhatian utama rakyat Amerika seperti mimpi, harapan, ketakutan dan mimpi buruk mereka. Dengan menonton film Amerika kita dapat memahami bagaimana orang Amerika berpikir, hidup dan bertindak. Film Cina telah lama diakui di dunia internasional. Farewell My Concubine, House of Flying Daggers, dan Crouching Tiger, Hidden Dragon adalah contoh yang baik bagaimana film Cina memikat penonton internasional untuk mendalami budaya tradisional Cina. Dalam film India, adegan menyanyi dan menari menjadi sangat penting. Adeganadegan tersebut sebenarnya bisa saja dihilangkan tanpa mempengaruhi alur cerita. Tapi orang India sering mengatakan, “daripada menghapus lagu, mendingan ceritanya saja yang dihapus.” Karakteristik lain dari film India adalah durasi yang panjang – biasanya sekitar 3 hingga 4 jam – dan ini mengisyaratkan betapa orang India menikmati film berdurasi panjang. Film Jepang terkenal dalam mengekplorasi soal psikologi kompleks manusia modern, seperti ketakutan yang terpendam serta kecemasan. Budaya Jepang sendiri memiliki sejumlah Icon seperti Samurai, Geisha, Ninja, dan sebagainya yang mengilhami film-film Hollywood. Seven Samurai karya Akira Kurosawa menginspirasi film Hollywood berjudul The Magnificent Seven. Star Wars-nya George Lucas pun terinspirasi dari The Hidden Fortress-nya Akira Kurosawa. Film Kita, Wajah Kita? Di Indonesia sendiri, sejarah gambar idoep yang mulai dikenal sejak awal abad 20 awalnya belum bisa mengalahkan pertunjukan opera Komedi Stamboel dari berbagai kelompok tonil yang sedang digemari masyarakat. Kemudian pada tahun 1926, L. Heuveldorp dan G. Krugers mengadaptasi legenda cerita rakyat Sunda dan membuat film berjudul Loetoeng Kasaroeng. Walaupun bukan orang asli Indonesia, L. Heuveldorp dan G. Krugers menyadari pentingnya citra dan rasa kedekatan emosi antara cerita masyarakat sebagai penontonnya. Seiring dengan berjalannya waktu, dibuatlah film-film yang mengadopsi cerita yang berasal dari tonil. Elemen-elemen yang ada dalam tonil dipindahkan ke dalam film dengan tujuan sebagai daya tarik utama bagi penonton. Kemudian sejak keberhasilan film Terang Boelan, rumus film mulai memperkenalkan sistem bintang dan menciptakan pasangan di layar yang kemudian menjadi wakil dari kisah romansa ideal. Ketika Jepang masuk ke Indonesia, film digunakan sebagai media yang sangat efektif oleh pemerintahan pendudukan Jepang untuk menyampaikan propaganda. Berdjoang, Kemakmoeran, Koeli dan Roemusha adalah film-film yang sengaja dibuat sebagai propaganda Jepang. Misbach Yusa Biran yang sempat menonton film-film propaganda buatan Jepang, mengaku tidak percaya kalau Jepang bisa kalah dengan Amerika dalam Perang Dunia II. Kemampuan propaganda ini diartikan oleh Usmar Ismail, salah satu founding fathers film Indonesia, sebagai salah satu kemampuan film untuk melakukan komunikasi sosial. Berbekal pengalamannya yang pernah menyutradarai dua film, pada tahun 1950 Usmar Ismail membuat film berjudul Darah dan Doa. Film itu kemudian dianggap menjadi tonggak perfilman nasional karena diproduksi oleh perusahaan asli Indonesia. Setelah itu, film di Indonesia menjadi berkembang tidak hanya sebagai hiburan tetapi menjadi pembawa gagasan untuk didiskusikan oleh kaum intelektual. Di tahun 1964, Presiden Soekarno, ia memutuskan bahwa pembinaan perfilman dilakukan oleh Menteri Kompartimen Perhubungan dengan Rakyat. Pertimbangannya adalah bahwa film merupakan alat publikasi massa yang sangat penting untuk nation building dan character building dalam rangka mencapai tujuan revolusi. Pemerintahan Orde Baru pun meyakini bahwa film merupakan media yang ampuh dalam menyebarkan dan menanamkan gagasan. Semangat dan gairah untuk memproduksi film pun semakin meningkat. Pada tahun 1977 film Indonesia mencapai puncak produksinya. Sebanyak 133 judul film yang berhasil diproduksi belum dapat tertembus hingga sekarang ini. Sayangnya, peningkatan kuantitas film justru berbanding terbalik dengan kualitasnya. Filmfilm bertemakan semangat perjuangan, di samping drama dan komedi, tergantikan dengan film yang berbau kekerasan, mistik dan seks pada akhir era tahun 1970an. Meskipun pada faktanya film-film drama bertema semangat keindonesiaan masih tetap ada, namun filmfilm yang berbau kekerasan, mistik dan seks kian lama kian menderas. Kenyataan itu diperkuat dengan pernyataan almarhum Nyak Abbas Akup, sutradara Inem Palayan Seksi, yang pada tahun 1978 meraih Piala Antemas (penghargaan untuk film terlaris), yang berkata bahwa bumbu seks dan sadisme merupakan rumus agar sebuah film laris manis di pasaran. Hal yang sangat disayangkan, namun itulah yang mulai terjadi pada perfilman Indonesia saat itu. Kenyataan tersebut semakin terlihat jelas ketika TV swasta mulai hadir di Indonesia pada awal 1990an. Dengan adanya TV swasta, rakyat Indonesia tidak lagi diwajibkan untuk membayar iuran siaran televisi kepada TVRI. Saat itulah minat penonton untuk pergi ke bioskop mulai memudar. Film Indonesia memasuki jaman kegelapan. Film bertema horor, kekerasan dan seks bercampur membentuk sebuah klise. Tahun 1992 hingga tahun 1996 merupakan tahun yang paling gelap dalam perfilman Indonesia dari segi muatan cerita. Almarhum Rosihan Anwar dalam artikelnya pada majalah Tempo, 25 Juni 1994 menyebut perfilman Indonesia kala itu dengan fenomena back to basic. Ketika pembuat film kehabisan ide dalam mengundang penonton untuk datang ke bioskop, mereka pun membuat cerita yang cenderung instan dengan mengangkat tema-tema yang mendasar dalam kehidupan manusia, yaitu horor, komedi, seks dan kekerasan dengan jalan cerita yang sangat sederhana dan terkesan sembarangan. Deddy Mizwar pernah mengatakan kepada Kinescope bahwa film adalah sihir, ia mampu mempengaruhi setiap manusia yang menonton film dengan cara yang sangat efektif. Coba saja kita lihat, begitu banyaknya jam tayang sinetron dan program televisi yang bermutu rendah, ditambah dengan derasnya arus teknologi komunikasi sekarang ini seperti video streaming di internet serta TV Kabel yang sudah semakin populer di Indonesia. Mampukah kita, rakyat Indonesia, mawas diri dan dapat menjaga keluarganya dari serangan propaganda atau dengan kata lain masuknya informasi yang membawa pesan ideologi, ekonomi, sosial dan budaya dari jenis-jenis film, tayangan televisi dan video streaming internet yang dapat merusak akhlak dan moral kita? “Itu kewajiban pemerintah Indonesia agar secepatnya memberdayakan seluruh rakyat Indonesia untuk dapat melek media supaya setiap warga memiliki kemampuan dalam menyaring informasi, mana informasi yang baik dan mana yang tidak baik. Dan itu sesuai dengan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, mencerdaskan kehidupan bangsa berdasarkan Pancasila,” terangnya. Kita harus tahu bahwa film, baik atau buruk, memiliki kekuatan untuk mempengaruhi seseorang. Film mempermudah orang untuk mengerti muatan dan isi cerita. Tanpa bermaksud mengatakan bahwa penonton adalah orang yang bodoh atau malas berfikir, mempertontonkan film artinya seperti memberi makan seorang bayi yang tidak akan pernah tahu bedanya makanan sehat dan racun. Ada banyak racun di luar sana dan kita tidak bisa melindungi bayi dari itu. Satusatunya hal yang bisa kita lakukan adalah membuat makanan yang sehat menjadi tampak begitu lezat dan menarik hingga bayi akan lebih menyukainya dibanding racun. Kini, walaupun unsur seks masih banyak dijumpai, namun film Indonesia mulai menunjukan kembali wajahnya. Film Laskar Pelangi dapat menjadi contoh bagaimana film dapat membuka mata internasional tentang semangat perjuangan anak-anak daerah serta pesona keindahan daerah terpencil seperti Bangka-Belitung, yang setelah film tersebut go international, sektor pariwisata Kabupaten Bangka-Belitung naik sampai 400% dan bisa memiliki bandar udara sendiri untuk mempermudah wisatawan datang kesana. Mengutip dialog Habibie kepada Ainun di flat kecil mereka di Jerman dalam film Habibie & Ainun, “..bagaikan kereta yang sedang melewati sebuah terowongan panjang yang gelap. Tetapi setiap terowongan, pasti akan menemukan cahaya di ujungnya.” Kendala terbesar adalah konsistensi. Konsistensi untuk berjuang bersama dan terus menerus melakukan evaluasi serta introspeksi. Demi film kita, demi “wajah” kita. Mari bung rebut kembali! Oktober 2013 l Kinescope l 13
  • 8. 14 l Kinescope l Oktober 2013 Oktober 2013 l Kinescope l 15
  • 9. PROFILE Christine Hakim Dari Kuala Tungkal Ke Cannes Doni Agustan A da tiga hal penting sepanjang lebih dari 30 tahun karir Christine Hakim sebagai aktris. Pertama dia satu-satunya pemegang rekor peraih piala Citra, Festival Film Indonesia (FFI) terbanyak hingga saat ini, dengan 6 piala, yang semuanya adalah untuk Pemeran Utama Wanita Terbaik. Kedua, dia adalah orang Indonesia pertama yang menjadi juri pada Festival Film Cannes, Christine Hakim dipercaya menjadi juri pada tahun 2002 bersama Sharon Stone dan Michelle Yeoh. Ketiga, dia adalah orang Indonesia pertama yang mendapatkan peran penting dalam film Hollywood, Eat Pray Love (2010) dan beradu akting dengan Julia Roberts. Awal tahun 1970-an, dengan tubuh tinggi kurusnya atau yang lebih dikenal dengan sebutan ‘twiggy’, Christine memulai karirnya di dunia model. Beruntung baginya ketika Teguh Karya melihat foto dirinya dalam sebuah majalah dan memintanya datang untuk sebuah audisi film. Film tersebut kemudian adalah Cinta Pertama (1973) dipasangkan dengan Slamet Rahardjo. Film inilah kemudian yang mengantarkannya meraih Piala Citranya yang pertama untuk pemeran utama wanita terbaik. Pertama kali main film, Christine sudah mendapatkan kritikan karena fisiknya yang tidak seperti kebanyakan aktris pada masa itu yang rata-rata bertubuh sintal, montok dan berdada besar. Tubuh rampingnya memang 16 l Kinescope l Oktober 2013 lebih pas untuk menjadi peragawati. Tetapi beruntung dengan fisik yang tidak terlalu diinginkan pada masa itu, seorang Teguh Karya percaya pada bakat aktingnya dan Christine membuktikan debutnya tersebut dengan Piala Citra yang diraihnya. Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) juga memberinya penghargaan aktris terbaik PWI 1973-1974. Sejak itu popularitas meroket dan tawaran main film semakin banyak berdatangan. Tidak seperti bintang-bintang The Big Five yang dalam setahun bisa main dalam belasan film, Christine justru sebaliknya, ia hanya menerima 2-3 film pertahun. Dia tidak mau main dalam dua film sekaligus, apalagi jika perannya cukup berat, selain itu menurutnya terlalu sering tampil akan membuat penonton bosan. Inilah standar yang dijadikannya patokan setiap kali akan menerima tawaran untuk main dalam sebuah film. Setelah sukses dengan Cinta Pertama, tahun 1974 Christine tampil dalam 5 film, yaitu Kawin Lari, Bandung Lautan Api, Gaun Pengantin, Ranjang Pengantin karya Teguh Karya dan Atheis karya Sjuman Djaya. Tahun 1975 dia hanya main dalam satu produksi film saja yaitu Surat Undangan. Tahun 1976 dia terlibat dalam dua film klasik indonesia yang terkenal hingga saat ini yaitu Si Doel Anak Modern bersama Benjamin S. dan Sesuatu Yang Indah bersama Roy Marten dan Marini. Sesuatu Yang Indah karya Wim Umboh ini mengantarkannya kembali menerima Piala Citranya yang kedua pada FFI 1977. Menerima dua Piala Citra kurun waktu hanya 3 tahun saja membuat Christine semakin membatasi diri dalam menerima tawaran film. Dia tidak terjebak pada peran-peran yang telah pernah diperankan sebelumnya. Christine selalu berusaha untuk mendapatkan karakter yang berbeda-beda untuk setiap film yang akan diperankan. Arwah Komersil Dalam Kampus dan Badai Pasti Berlalu menjadi dua filmnya pada tahun 1977. Badai Pasti Berlalu menjadi salah satu film Indonesia paling sukses pada masanya hingga saat ini. Lagu tema film ini hingga sekarang masih didengarkan oleh pengemar film dan musiknya, ini semakin membawa popularitas Christine pada puncak karirnya. Setahun kemudian, Christine menerima Piala Citra ketiganya untuk perannya dalam Pengemis dan Tukang Becak (1978), film Wim Umboh kedua yang memberinya Piala Citra. Setelah tampil dalam PetualangPetualang (1978), Dr. Siti Pertiwi Kembali Ke Desa (1979), dan Seputih Hatinya Semerah Bibirnya (1980), serta menjadi bintang Lux, Christine istirahat dari akting selama hampir satu tahun. Dia kembali berakting untuk film Teguh Karya, Di Balik Kelambu (1982), Ponirah Terpidana (1983) karya Slamet Rahardjo, dan Kerikil-Kerikil Tajam (1984) karya Sjuman Djaya. Selama 3 tahun berturutturut rentang 1983-1985 namanya kembali hangat dalam persaingan peraihan Piala Citra. Christine meraih Citranya yang keempat dan kelima untuk Di Balik Kelambu dan KerikilKerikil Tajam. Setelah membintangi Bila Saatnya Tiba (1985), Christine total mendedikasikan dirinya selama dua tahun untuk menemukan jati diri Tjoet Nja’ Dhien (1988). Selama hampir satu tahun lebih Christine berkelana di Aceh, menjadi anti sosial, mencoba untuk merasakan apa yang kira-kira dirasakan Tjoet Nja’ Dhien saat bergerilya melawan pendudukan Belanda di Aceh. Dia tidak menyianyiakan kepercayaan yang diberikan oleh Eros Djarot padanya. Filmnya sendiri juga memerlukan waktu dua tahun untuk menyelesaikan semua proses produksinya. Tjoet Nja’ Dhien menerima 8 Piala Citra pada FFI 1988, termasuk untuk film, sutradara, skenario, cinematografi, penyuntingan, penata artistik, musik dan tentu untuk Christine sendiri sebagai Pemeran Utama Wanita Terbaik. Inilah Piala Citranya yang keenam. Christine juga memulai sejarah kedekatannya dengan Festival Film Cannes, film ini menjadi film Indonesia pertama yang diputar pada salah satu festival film tertua di dunia. Setelah main dalam film Irisan-irisan Hati (1988) praktis setelah itu Christine menghilang dari dunia film Indonesia. Hilang bukan berarti Christine tidak melakukan apa-apa. Setelah tidak lagi main dalam produksi film nasional, Christine banyak menerima tawaran menjadi juri pada beberapa festival film internasional. Tahun 1991, dia terlibat dalam sebuah tv mini seri produksi Jerman yang berjudul Tod Auf Bali. Tahun 1996, dia membintangi sebuah film produksi Jepang berjudul Nemuru Otoko atau Sleeping Man, di film ini Christine berperan sebagai wanita Indonesia bernama Tia yang tinggal di Jepang. Dalam film ini Christine beradu akting dengan aktor watak terkenal Jepang saat ini, Koji Yakusho. Tahun 1997, Christine terlibat dalam Tropic of Emerald, film produksi Belanda, karya Orlow Seunke yang bercerita tentang sejarah IndonesiaBelanda. Setelah main dalam banyak produksi film internasional, bersama Garin Nugroho, melalui production house miliknya, PT. Christine Hakim Film, dibuatlah Daun Di Atas Bantal (1998). Film ini ditayangkan di bioskop-bioskop tanah air mulai 14 Agustus 1998, dan berhasil membayar kerinduan pencinta film terhadap Christine Hakim dan film Indonesia sendiri yang produksinya sedang sangat minim. Kematangannya sebagai Asih, perempuan Jogja yang merawat anak-anak jalanan, mendapat simpati juri Festival Film Asia Pasifik 1998, Christine menerima penghargaan aktris terbaik. Sebuah naskah serial televisi yang ditinggalkan almarhum Arifin C. Noer kemudian membuat Christine mencoba menjadi bintang televisi. Dipandu dengan arahan Jajang C. Noer, sinetron Bukan Perempuan Biasa sampai saat ini menjadi salah satu sinetron yang monumental karena berhasil menghadirkan sosok Christine Hakim ke layar televisi. Selanjutnya dia juga tampil dalam Tiga Perempuan bersama Adek Irawan dan Vira Yuniar. Film Indonesia kembali banyak diproduksi. Nan T. Achnas kemudian yang kembali memasangkannya dengan Slamet Rahardjo, menjadi pasangan orang tua untuk Daya yang diperankan oleh Dian Sastrowardoyo dalam Pasir Berbisik (2001). Tahun 2004, ketika FFI diadakan untuk yang pertama kalinya setelah era mati suri film Indonesia, namanya kembali menjadi salah satu nominasi pemeran utama wanita terbaik untuk perannya dalam film ini. Sampai saat ini Christine Hakim masih aktif main film, terakhir tampil dalam Sang Kiai dan sebuah film terbaru dari Erwin Arnada yang berjudul Jejak Di Seribu Hujan yang rencana baru akan rilis 2014 mendatang. Christine Hakim juga aktif sebagai produser, selain Daun Di Atas Bantal (1998), dia juga menjadi associate producer untuk Pasir Berbisik (2001) dan memproduseri sebuah dokumenter tentang Aceh, Serambi (2005). Christine Hakim menikahi seorang pria Belanda bernama Jeroen Lezer dan saat ini tinggal di daerah Cibubur. Christine juga aktif menjadi duta UNICEF. Beberapa hal yang patut dicontoh dari seorang Christine Hakim adalah dia mampu menjaga eksistensi diri hingga saat ini, tetap menjadi sosok yang dikagumi dan tetap membuat prestasiprestasi yang cemerlang. Filmografi • Sang Kiai (2013) • Rayya, Cahaya Di Atas Cahaya (2012) • Eat Pray Love (2010) • Jamila Dan Sang Presiden (2009) • Merantau (2009) • In The Name Of Love (2008) • Anak-anak Borobudur (2007) • Pasir Berbisik (2000) • Daun di Atas Bantal (1997) • Tropic of Emerald (1997) • Sleeping Man (1996) • Irisan-irisan Hati (1988) • Tjoet Nja Dhien (1986) • Bila Saatnya Tiba (1985) • Kerikil-Kerikil Tajam (1984) • Ponirah Terpidana (1983) • Di Balik Kelambu (1982) • Seputih Hatinya Semerah Bibirnya (1980) • Dr Siti Pertiwi Kembali ke Desa (1979) • Petualang-Petualang (1978) • Pengemis dan Tukang Becak (1978) • Badai Pasti Berlalu (1977) • Arwah Komersil dalam Kampus (1977) • Impian Perawan (Melati) (1976) • Sesuatu yang Indah (1976) • Si Doel Anak Modern (1976) • Surat Undangan (1975) • Atheis (1974) • Bandung Lautan Api (1974) • Gaun Pengantin (1974) • Ranjang Pengantin (1974) • Kawin Lari (1974) • Cinta Pertama (1973) . Penghargaan • Piala Citra sebagai Pemeran Utama Wanita Terbaik, dalam film Cinta Pertama (1974) • Piala Citra sebagai Pemeran Utama Wanita Terbaik dalam film Sesuatu Yang Indah (1977) • Piala Citra sebagai Pemeran Utama Wanita Terbaik dalam film Pengemis dan Tukang Becak (1979) • Piala Citra sebagai Pemeran Utama Wanita Terbaik dalam film Kerikil-Kerikil Tajam (1985) • Piala Citra sebagai Pemeran Utama Wanita Terbaik dalam film Di Balik Kelambu (1983) • Piala Citra sebagai Pemeran Utama Wanita Terbaik dalam film Tjoet Nja’ Dhien (1988) • Aktris Terpuji Festival Film Bandung dalam film Tjoet Nja’ Dhien (1989) • Penghargaan khusus Festival Film Bandung (1999) • Best Actrees pada Asia Pasific International Film Festival dalam film Daun diatas bantal (1998) • Aktris Terpuji Festival Film Bandung dalam film Pasir Berbisik (2002) • Lifetime Achievement SCTV Awards 2002 Herlina Christine Natalia Hakim dilahirkan di Kuala Tungkal, Jambi, 25 Desember 1956. Walaupun dilahirkan di Jambi, namun orang tuanya merupakan campuran Minangkabau, Aceh, Banten, Jawa, dan Lebanon. Oktober 2013 l Kinescope l 17
  • 10. PREVIEW STATISTIK filmindonesia.or.id Hati ke Hati K etika ibunya (Dewi Irawan) memutuskan pindah dari rumah masa kecil, Dika (Raditya Dika), penulis, justru berusaha pindah dari halhal yang selama ini susah dilepaskan: cintanya dengan Jessica (Eriska Rein) hingga hubungannya dengan bapaknya (Bucek). Dika membantu mencari rumah baru. Rumah yang mereka kunjungi ternyata tidak ada yang cocok. Akhirnya Dika menemukan sebuah rumah, yang menurut ibunya sempurna. Bersamaan dengan itu, Dika bertemu dengan Patricia (Kimberly Ryder) nan cantik. Pendekatan dimulai. Ketika sudah pindah ternyata Dika tidak menyukai rumah barunya. Kenangan akan rumah lama masih membekas. Sementara itu, hubungan Dika dengan Patricia juga terganggu, karena Jessica masih membayang-bayangi. Dika pada akhirnya menyadari bahwa perjalanannya untuk pindah rumah, juga merupakan perjalanan berpindah dari hal-hal yang selama ini menahannya menuju kedewasaan. Produser Chand Parwez Servia Fiaz Servia Sutradara Herdanius Larobu Penulis Raditya Dika Pemeran Raditya Dika Kimberly Ryder Eriska Rein Bucek Dewi Irawan Mosidik Insan Nur Akbar AIR MATA TERAKHIR BUNDA S ebuah kisah keluarga korban lumpur Lapindo, Sidoarjo. Seluruh hidup Delta Santoso (Ilman Lazulva, Vino G Bastian) diabadikan untuk berterimakasih pada ibundanya, Sriyani (Happy Salma), apapun situasi dan konflik hidup yang ia hadapi. Bencana yang menghampiri Sriyani bukan hanya lumpur Lapindo, tapi juga suami yang melarikan diri ke wanita lain tanpa memberi kejelasan status. Akibatnya, kemiskinan membuat Sriyani harus memenuhi kebutuhannya sehari-hari dan membiayai sekolah kedua anaknya, Delta dan Iqbal (Reza Farhan Bariqi, Rizky Hanggono). Ia menjadi buruh cuci setrika sambil berjualan lontong kupang, yang ia jajakan sendiri dengan sepeda tuanya Romantini Produser Didi Mukti, Sumarsono, Nurmi Pandit Sutradara Monty Tiwa Penulis Monty Tiwa Ivander Tedjasukmana, Sumarsono Pemeran Ashanty Aurel Hermansyah, Dwi Sasono, Mario Irwinsyah Iang Darmawan, Zaid Assiddiq, Ridwan Abdul Ghany 18 l Kinescope l Oktober 2013 Produser Erna Pelita Sutradara  Endri Pelita Penulis Endri Pelita Danial Rifk Kirana Kejora Pemeran Happy Salma Vino G Bastian Rizky Hanggono Ilman Lazulva Reza Farhan Bariqi K artini, biduan organ tunggal di kampung, bersedia untuk tinggal di Ibu kota besama sang suami, sopir bus antarkota. Kartini menyimpan sejuta harapan di Jakarta. Empat belas tahun berlalu, mimpi untuk hidup lebih baik tidak kunjung tiba. Rahman yang kini sudah menganggur, jarang pulang ke rumah. Pelangi, putri satu-satunya mereka, tumbuh menjadi gadis remaja yang introvert dan antisosial. Kartini bekerja menjadi pemandu lagu di sebuah klub karaoke sekaligus menerima upah cucian untuk penghuni rusun tempatnya mengontrak. 6 1 Cinta Brontosaurus P asangan Kinaras (Intan Kieflie), perempuan muda berjilbab, pengusaha butik yang sangat sukses di Yogyakarta, dan suaminya, Asmaradana (Mike Lucock), arsitek muda yang juga sukses, tak kunjung dikaruniai anak meski telah empat tahun berumahtangga. Pernikahan mereka perlahan mulai goyah. Dari pemeriksaan laboratorium, ternyata Kinaras memiliki antisperma antibody yang membuat dia tidak bisa hamil. Dan dia juga melihat tanda-tanda bahwa suaminya sepertinya selalu menyembunyikan sesuatu. Ia yakin suaminya selingkuh, melihat kedekatan suaminya dengan sahabat lamanya, Bulan. Di belahan lain kota Yogyakarta, Lara (Sausan Machari), pelacur kelas atas, hidup bersama Salep (Dwi Sasono). Lara jadi sapi perah. Suatu hari Lara sadar dan ingin menyelamatkan kehidupannya.. Lara memutuskan berhenti menjadi pelacur saat dia menyadari dirinya sedang hamil anak keduanya bersama Salep. Kinaras dan Lara bertemu. Sesuatu yang tak pernah mereka bayangkan sebelumnya. Rahman hanya bisa merongrong uang Kartini. Kehidupan Kartini pun semakin sulit. Dan mimpi-mimpi yang dijanjikan Rahman belasan tahun lalu, kini telah dilupakannya. Di tengah kebingungan Kartini dalam menghadapi masalah hidup yang menimpa, dia terkejut saat mengetahui Pelangi menyimpan sebuah bakat terpendam, yaitu membuat lagu. Di tengah situasi yang serba mustahil dan kondisi badan yang remuk, Kartini harus berjuang sekali lagi untuk menyelamatkan mimpi putrinya. 2 892.915 Coboy Junior The Movie 683.144 3 Get M4rried Data Penonton MANUSIA SETENGAH SALMON La Tahzan 234.918 7 Sang Kiai 219.734 8 306.416 4 Refrain 9 280.707 5 308 19 l Kinescope l Agustus 2013 Air Terjun Pengantin Phuket 215.161 Cinta Dalam Kardus 212.974 10 270.821 Mika 169.151 Oktober 2013 l Kinescope l 19
  • 11. REVIEW Crazy Love Perawan Seberang Antara Mistis dan Kemolekan Julia Perez Deddy Setiady Genre horor nampaknya masih menjadi suatu potensi yang menarik untuk di garap oleh sutradara. Terbukti dengan masih menjamurnya judul-judul film horor baru yang diproduksi di dalam negeri. Film horor besutan dalam negeri biasanya bertemakan berbagai macam mitos yang tumbuh di ruang masyarakat. Segala macam mitos tersebut seakan jadi potensi yang bisa diangkat menjadi film horor yang seru untuk digarap. M itos-mitos horor yang dekat dengan masyarakat seakan menjadi sebuah nilai jual tersendiri. Tidak mengherankan jika para sutradara berlomba-lomba menggunakan itu menjadi sebuah konsep cerita film garapannya. Kali ini Dayak yang menjadi sumber inspirasi Chiska Doppert, sutradara film ini. Dalam Perawan Seberang, Doppert mengangkat tema yang memperlihatkan kehidupan masyarakat Dayak yang dekat sekali dengan dunia gaib, unsur-unsur cerita animisme, dan kepercayaan 20 l Kinescope l Oktober 2013 masyarakat Dayak terhadap leluhur mereka. Karakter hantu seperti pocong, kuntilanak, genderuwo, atau sebagainya tidak ditonjolkan lagi. Pertanyaan kali ini agak unik, “apakah penulis atau sutradara telah kehabisan ide karakter hantu yang diangkat ke layar lebar?” Kalung Yulia yang dipercayai punya kekuatan magis penolak bala menjadi sebuah alternatif baru bahwa gaib atau dunia horor mempunyai sisi lain tentang manifestasi kekuatannya. Selain benda pusaka berupa kalung itu, ada juga kekuatan ayah Yulia. Untuk membalaskan dendam, Ayah Yulia meminta pertolongan kepada arwah sang leluhur berupa kutukan terhadap para pemerkosa Yulia, dengan media ritual pemujaan kramat kepada arwah sang leluhur, kepada mereka. Teror yang terlihat digambarkan dengan rupa wanita yang menyeramkan dengan muntahan belatung dari mulutnya dan didukung juga oleh penampakan burung gagak yang selalu dianggap sebagai simbol kematian. Sosok menyeramkan yang dihadirkan cukup membuat penonton merasa ngeri. Hal ini dibuktikan dengan teriakan histeris atau hela nafas penonton di bioskop saat menonton film ini. Judul ‘Perawan Dayak’ yang pertama kali digunakan untuk film ini tidak lulus sensor. Kontroversi masalah penggunaan judul dengan kata Dayak ini, membuat film ini menjadi incaran penonton, selain sosok Julia Perez yang tampil seronok. Pada saat melihat poster film ini, anda sudah pasti dalam satu kesimpulan bahwa ini adalah sebuah film horor. Satu adegan yang terasa sangat tidak masuk akal serta dibuat-buat dan justru terlihat sangat murahan adalah keluarnya burung gagak dari sebuah magic jar. Agak mengagetkan, tapi kenapa magic jar yang dipilih untuk tempat keluarnya burung gagak tersebut. Adegan yang mestinya dibuat untuk membuat penonton ketakutan dan kaget ini, justru membuat penonton tertawa dan terasa sangat memalukan. Julia Perez memamerkan kemolekan tubuhnya pada suatu adegan yang mana dia sedang berendam di bath up. Julia Perez terlihat amat sangat seksi di adegan tersebut. Sorotan kamera yang hampir memamerkan buah dadanya secara keseluruhan menjadi bagian yang paling dirasa vulgar di film ini. Banyak judul film horor yang telah diproduksi sebelumnya yang juga memamerkan adegan vulgar para wanita molek dan cantik, dan tampaknya sudah menjadi trend film horor lokal saat ini. Di bawah bendera Maxima Pictures, diproduseri oleh Ody Mulya Hidayat, Maret lalu 'Tampan Tailor' yang dibintangi Vino G. Bastian garapan Guntur Soeharjanto dirilis. Walau tak cukup sukses secara komersial, 'Tampan Tailor' selain tak mudah untuk dilupakan, juga terbukti berhasil menuai sejumlah pujian kritikus film. Dan itu membuat catatan tersendiri bagi kiprah Guntur Soeharjanto sebagai sutradara. shandy gasella K ini bersama dengan produser dan tim penulis yang sama untuk 'Tampan Tailor', mampukah ia kembali menuai sukses lewat drama remaja 'Crazy Love'? Poster 'Crazy Love' yang menampilkan empat cowok dan seorang cewek berbusana casual melintas di atas zebra cross sebenarnya agak misleading, bila tak mau disebut payah secara konsep. Hampir sepanjang durasi film kita menyaksikan para tokoh remaja ini berseragam SMA. Lalu kenapa poster film ini tak menampilkannya demikian? Mengutip ocehan salah seorang karakter di film ini; "Jangan dijawab, ini bukan pertanyaan!" 'Crazy Love' bercerita tentang cowok ganteng bernama Kumbang (Adipati Dolken, 'Sang Kiai') -- anak SMA kelas XII yang badung. Selain selalu berulah dan membuat geram guru-guru di sekolah, ia tak memiliki banyak kegiatan berarti, dan jelas telah menyianyiakan paras gantengnya dengan tak mencoba jadi model coverboy misalnya. Kumbang jatuh hati pada Olive (Tatjana Saphira, 'Get M4rried'), siswi teladan paling pintar berparas model gadis sampul. Siapa coba yang tak jatuh hati padanya? Cerita selanjutnya adalah guliran romansa keduanya yang sudah berkali-kali kita saksikan dalam sejumlah film lain, belum termasuk chicklit dan cerita-cerita sinetron di televisi. 'Crazy Love' tampil terlalu sederhana, tak hanya soal cerita namun juga secara keseluruhan dalam penggarapannya. Cassandra Massardi yang sebelumnya sukses menulis 'Get M4rried' (Monty Tiwa, 2013) sebagai sebuah tontonan yang menghibur, kini kembali berduet dengan Alim Sudio, namun keduanya terlihat seolah malas mengeksplorasi jalinan kisah secara lebih mendalam dan liar. Cassandra dan Alim hanya mampu menyuguhkan kisah drama percintaan remaja ala kadarnya tanpa pernah berhasil membuatnya berkesan. Para tokoh yang mereka ciptakan tampil tanpa jiwa, dan itu bukan semata karena kegagalan para aktornya bermain peran, namun lebih karena naskahnya yang tak memberi ruang sedikit pun bagi perkembangan karakter masing-masing tokohnya. Pun begitu dengan Guntur Soeharjanto, alih-alih memberikan arahan yang lebih ketimbang yang pernah ia lakukan untuk 'Tampan Tailor', kali ini ia begitu kedodoran. Guntur tak berhasil membuat reka percaya yang mumpuni. Lihat misalnya keseluruhan set sekolah di film ini, tampak begitu palsu. Hanya ada satu set untuk ruang kelas, hanya ada beberapa murid yang hilir mudik di sekolah, dan kita hanya melihat tiga orang guru sepanjang durasi film. Belum lagi set kolam renang sekolah yang jelas nampak terpisah sekali dengan bangunan sekolah, namun si pembuat film keukeuh ingin memberi kesan bahwa Sekolah Pahlawan tempat Kumbang dan Olive merajut kasih adalah sekolah elit bak yang sering tampil dalam filmfilm remaja asal Korea Selatan, sayang kesan tersebut malah tampak cacat di film ini. Tak banyak yang dapat ditelaah, karena seperti yang saya sebutkan tadi, begitu sederhananya kisah yang ditawarkan. Namun satu yang pasti, film ini terperosok begitu dalam ke lubang klise. Karakter Kumbang dan ketiga teman cowoknya yang juga diceritakan sama-sama nakal begitu menjemukan, dan sangat tipikal, terlebih untuk tokoh si gendut berkacamata yang diplot sebagai pemancing gelak tawa, alih-alih memberi kelucuan, kehadirannya malah terasa mengganggu. Ingin rasanya ada adegan ia tertabrak kereta api atau mati tenggelam di kolam renang sekolah. Karakter Olive sebagai cewek cantik berotak encer juga tak kalah membosankan. Tokoh-tokoh klise tadi ditempatkan pada situasi cerita film ini, bila tak mau disebut membosankan, ya keterlaluan. Keterlaluan sekali pembuat film ini mengulik template usang tanpa membawa hal baru sedikit pun kedalamnya. Dan sama halnya seperti posternya yang misleading itu, judulnya pun demikian. Tak ada yang gila mengenai kisah cinta antara Kumbang dan Olive. Hanya kisah klise percintaan remaja lainnya yang gagal tergarap. Oktober 2013 l Kinescope l 21
  • 12. REVIEW Wanita Tetap Wanita jelas masih layak ditonton untuk melihat usaha ambisius yang ada dibalik konsep unik dan pendekatan feminis tadi, tapi sayangnya tak dibarengi dengan fondasi yang kuat.” A ctors turn directors akan selalu jadi fenomena menarik di dalam film. Selain buat kepentingan jualan, bakal menarik juga menilai effort mereka. ‘Wanita Tetap Wanita’ yang jadi debut PH baru R1 Pictures ini kelihatannya cukup ambisius dengan konsep mereka. Ada namanama aktor terkenal kita yang duduk di kursi penyutradaraannya. Reza Rahadian, Irwansyah, Teuku Wisnu dan Didi Riyadi. Tapi yang lebih spesial, sama seperti judulnya, ini adalah sebuah omnibus yang sangat feminis. Dengan skrip yang dibesut oleh 5 penulis wanita ; Ilma Fathnufrida, Lily Nailufar Mahbob, Hotnida Harahap, Wina Aswir dan Yunya Larasati, tiap segmennya berbicara tentang konflik-konflik yang serba wanita, juga pastinya dari sudut pandang wanita. Tentang kekuatan mereka mengatasi problematika beragam dari pekerjaan, persahabatan, keluarga, kehidupan sosial hingga cinta. Karakter utamanya juga wanita. Zaskia Sungkar dalam debut layar lebar perdananya, Shireen Sungkar yang baru memulai lewat ‘Honeymoon’ tempo hari, dan selebihnya ada Renata Kusmanto, Revalina S. Temat serta Fahrani. Bagaimana keempat sutradara pria ini menangani tema yang sangat feminis jelas akan jadi tantangan yang sangat menarik. Mari lihat satu persatu segmennya. Sebuah omnibus dengan storytelling interwoven mungkin masih jadi cinematic style yang jarang-jarang kita temui, namun sudah ada di beberapa film Indonesia seperti ‘Kuldesak’ dan ‘Dilema’. Menggarap tematema yang sangat feminis ini, sebenarnya tak ada yang salah juga dengan debut Didi Riyadi, Reza Rahadian, Teuku Wisnu plus Irwansyah yang sekaligus menjadi produser bersama Raffi Ahmad dan Furqy. Keseriusan mereka terlihat jelas dibalik editan Andhy Pulung dan David Dhuha yang cukup rapi memisah-misah bagian segmennya dalam storytelling unik Wanita Tetap Wanita Ambisi Diatas Fondasi Lemah Daniel Irawan tadi. Menolak untuk tampil terlalu linear, namun sayangnya, mereka tak menyadari bahwa usaha hebat itu berjalan diatas sebuah bangunan serba lemah dari skripnya. Masalahnya, masing-masing skrip itu dibangun dengan konflik-konflik plot film kita Cupcakes Sutradara: Didi Riyadi Penulis: IlmaFathnurfirda Trauma akibat ditinggal calon suaminya tepat di hari pernikahannya, Shana (Zaskia Sungkar) meneruskan hidup dengan membuka gerai cupcake bersama sahabatnya Jasmine. Perlahan, Shana mulai menemukan semangat lewat perhatian Fauzan (Didi Riyadi), kakak kandung Jasmine. Tapi ia tak menyadari bahwa trauma itu akan muncul kembali dalam situasi yang sulit 22 l Kinescope l Oktober 2013 yang serba klasik, yang membuat mereka tak lagi bisa menghindar dari elemen-elemen klise ala sinetron mulai dari dialog hingga pengadeganannya. Hasilnya, tiap segmen seperti tak lagi memberikan ruang lebih baik bagi keempat aktor ini sebagai sutradara With or Without Sutradara RezaRahadian Penulis Lily NailufarMahbob Sebagai seorang penulis novel sukses yang berkali-kali dikecewakan, Adith (Renata Kusmanto) memilih untuk tak percaya dengan cinta. Namun pertemuannya dengan seorang supir taksi bergelar sarjana filsafat, Rangga (Marcell Domits) mulai bisa membuka hatinya kembali. sekaligus cast utama hingga pendukungnya, sekaligus keterikatan emosi yang jadi terasa sangat lemah buat para pemirsanya. Puzzlepuzzle dalam interwoven storytelling itu malah terkesan jadi sedikit draggy menuju konklusinya yang selain gagal memuat simbol- FirstTeuku Wisnu Penulis Hotnida Harahap Crush Sutradara Cinta pertama memang sulit untuk dilupakan. First crush Nurma (Revalina S. Temat) pada guru les masa SMP-nya, Andy (Teuku Wisnu) kini berlanjut ketika Nurma diterima bekerja sebagai partner di firma Andy yang sudah menjadi seorang pengacara sukses. Masalahnya, Nurma sudah keburu bertunangan dengan Iko (Irwansyah), seorang aktor terkenal, sementara Andy juga sudah memiliki keluarga. simbol penceritaannya, juga dipaparkan kelewat pretensius di bagian akhir. ‘Wanita Tetap Wanita’ pun tetap dipenuhi dengan adegan-adegan serta elemen konyol yang sudah ribuan kali kita jumpai di film Indonesia. Dialog-dialog klise, batuk-batuk Reach The Star Aswir Sutradara Irwansyah Penulis Wina Berkarir sebagai pramugari dan kini mengincar posisi lebih baik di sebuah maskapai penerbangan internasional, tujuan Kinan (Shireen Sungkar) hanya satu. Mewujudkan impiannya untuk memberangkatkan sang ibu (Dewi Irawan) naik haji setelah ayahnya meninggal. Namun gosip hubungannya dengan pilot yang menyeruak ke permukaan akibat hubungannya dengan seorang selebritis mengacaukan semuanya. darah untuk menggambarkan sakit tanpa adanya kejelasan status penyakit itu, berikut elemen-elemen klise seperti perselingkuhan, reaksi-reaksi konflik dengan gestur yang sangat sinetron, kausa-kausa trauma cinta dari itu ke itu saja, hingga rape attempts untuk penekanan konfliknya. Padahal, hampir seluruh cast-nya sudah terlihat mencoba berakting dengan baik. Zaskia dan Shireen yang lebih kental dengan aura sinetron-nya bisa terlihat sedikit beda, Renata Kusmanto dan Marcell Domits membangun chemistry cukup baik, Didi Riyadi juga cukup lumayan di porsi singkatnya, namun Irwansyah tak menunjukkan perkembangan jauh. Dalam segmen ‘First Crush’, walau Revalina S. Temat tampil dengan bagus, Teuku Wisnu benar-benar gagal memerankan sosok pengacara berdarah batak di balik akting yang terlihat kelewat dibuat-buat. Masih ada juga aktris senior Dewi Irawan yang tak pernah mengecewakan namun sayangnya kali ini harus berkompromi dengan pengadeganan serba klise itu. Selebihnya, omnibus ini masih menyisakan sinematografi cukup cantik dari Regina Anindita dan scoring Melly – Anto Hoed yang walau sudah sangat tipikal tapi masih mampu bekerja di beberapa adegan. ‘Wanita Tetap Wanita’ jelas masih layak ditonton untuk melihat usaha ambisius yang ada dibalik konsep unik dan pendekatan feminis tadi, tapi sayangnya tak dibarengi dengan fondasi yang kuat. Sayang sekali. Mudah-mudahan produksi berikutnya dari R1 Pictures bisa lebih baik dari ini. In Between Sutradara Irwansyah Penulis Yunialarasati P Menjalani karirnya sebagai seorang model, Vanya (Fahrani) harus menghidupi dua orang adiknya, Teddy dan Lola yang menderita autisme. Karir Vanya kini berada di ujung tanduk ketika Dion, seorang playboy dari agensinya menginginkan Vanya menjadi miliknya. Oktober 2013 l Kinescope l 23
  • 13. REVIEW Director Geoffrey Fletchers (Screen writer of Precious) Genre Drama, Action, Satire Production GreeneStreet Films / Magic Violet Casts Saoirse Ronan as Daisy Alexis Bledel as Violet Danny Trejo as Russ James Gandolfini as Michael Violet & Daisy Ungkapan korban mode mengambil makna baru dalam film “Violet & Daisy”, judul yang juga merupakan karakter utama dalam film ini. Violet dan Daisy telah menjadi pembunuh bayaran untuk muhammad adrai beberapa tahun sebelumnya. K ini mereka kembali mengambil pekerjaan selama liburan mereka sebagai pembunuh untuk mendapatkan uang tunai agar mereka dapat membeli gaun yang sangat mereka dambakan. Campuran antara kekerasan, materialisme dan satir psikologis. Debut sutradara dari Geoffrey Fletcher yang pernah memenangkan piala Oscar dari skenario adaptasi tulisannya yang berjudul “Precious” merekam kebiasaan yang menggemaskan, naif dan mematikan dari Violet (Alexis Bledel) dan Daisy (Saoirse Ronan). Pengembangan karakter mereka ditangkap secara konstan, termasuk kegemaran para gadis-gadis itu untuk bermain ‘pat-a-cake’, pilihan alat transportasi mereka: sebuah sepeda roda tiga besar dan bahkan ketika mereka melakukan penembakan ke arah laki-laki besar yang sangat menakutkan sambil meniupkan gelembung balon besar dari permen karet mereka. Profesionalisme pasangan Violet dan 24 l Kinescope l Oktober 2013 yang setiap babnya memiliki judul dan cerita. “Odyssey Violet,” misalnya, berlangsung selama beberapa menit dan hampir tidak terasa seperti sebuah perjalanan epik. Penggunaan iris wipe, sebuah transisi, dari satu adegan ke adegan berikutnya menggunakan lingkaran yang menyusut tampak bergaya retro dan menyenangkan. Dalam cerita ini kadang-kadang terselip komedi, seperti ketika Violet dan Daisy yang berupaya untuk membuktikan bahwa mereka adalah pembunuh yang menakutkan. Namun seringkali sifat kekanak-kanakan mereka terungkap secara gamblang. Misalnya seperti saat Violet dan Daisy berbicara satu sama lain menggunakan kata-kata yang menurut mereka dewasa namun terdengar lucu dan menggemaskan. Karakter dalam film ini juga dimainkan dengan sangat baik oleh James Gandolfini yang berperan sebagai Michael, sang pencuri. Karakter yang menyedihkan sekaligus menyenangkan sebagai figur ayah. Lengkapnya, walaupun terdapat adegan kekerasan dan tidak untuk ditonton oleh anakanak, film ini cukup menghibur sekaligus mempertanyakan kembali sisi-sisi humanis kita dari sisi sosok yang sering kita sebut the bad guy. Daisy diuji ketika mereka disewa untuk membunuh Michael (Jamses Gandolfini), seseorang yang telah mencuri satu truk cologne dan uang tunai dari bos mereka. Sama seperti Violet dan Daisy, Michael adalah karakter sederhana dan tidak rasional. Ketika ia tiba di rumahnya dan menemukan gadis-gadis itu sedang tertidur di sofa dengan senjata di tangan, ia meliputi mereka dengan selimut dan dengan penuh kelembutan. Kemudian ia membuatkan mereka cookies lalu duduk menunggu sampai gadis-gadis itu terbangun. Tampaknya sang pencuri tidak menolak bila dibunuh oleh Violet dan Daisy. Fletcher, yang juga menulis naskah, memiliki bakat untuk membuat urutan adegan-adegan yang indah. Dia memiliki mata seorang fotografer untuk menangkap langit kota dan ruang interior. Tapi daya tarik visual yang halus dalam film seperti terkesan bahwa sutradara mencoba ngotot untuk menjadi seorang auteur istimewa seperti Quentin Tarantino . Film ini dibagi menjadi beberapa bab, Oktober 2013 l Kinescope l 25
  • 14. OPINI Film Pengkhianatan G30SPKI: Kualitas Film Mumpuni VS Proganda 1 Oktober. Sebuah tanggal yang dianggap kramat oleh sebagian orang dan dianggap kiamat oleh sebagian yang lain. Ini terkait dengan sejarah 6 hari yang berdarah-darah dan sampai sekarang sejarahnya masih diliputi kegelapan. Ya hari itu diperingati sebagai hari Kesaktian Pancasila, di mana pada hari itu, ideologi Pancasila dianggap sakti karena gagal tergantikan oleh ideologi Komunisme yang sampai sekarang dianggap oleh sebagian besar sebagai sebuah proses pengkhianatan terhadap negara. Reiza Patters 26 l Kinescope l Oktober 2013 T erkait dengan itu, dibuatlah sebuah film yang dianggap cukup kontroversial, khususnya dari sisi alur cerita. Letak kontroversinya adalah karena alur cerita yang digunakan dianggap alur cerita dari perspektif sejarah penguasa saat itu. Sebagai sebuah film yang base on true story, film ini dianggap cukup baik dari sisi sinematografi, ketegangan, dan kualitas yang hampir semuanya ada di dalam film tersebut. Proses produksi yang dijalankan selama dua tahun dan menggunakan sekitar 100 figuran, memperlihatkan bagaimana film ini dibuat sedemikian detail. Namun begitu, tetap saja film ini dianggap tidak mewakili keseluruhan pendapat tentang alur cerita dan fakta sejarah yang sebenarnya. Film ini disutradari oleh Arifin C Noer, seorang sutradara besar sejak masanya hingga kini. Film-filmnya kebanyakan laris dan meraih penghargaan. Khusus film Pengkhianatan G30S/ PKI ini, ditayangkan sejak tahun 1984 hingga 1997 di TVRI. Karena film ini, Arifin di ganjar penghargaan Piala Citra untuk Penulis Skenario Terbaik pada 1985. Sebagian orang menilai, sebetulnya dari sisi kualitas sebuah film, film Pengkhianatan G30S/PKI ini disayangkan saat terhenti ditayangkan sejak 1998. Karena justru dari sisi ini, kita bisa menyaksikan sebuah film yang dibuat dengan sangat detil, apik dan serius. Terjaga kualitas sinematografisnya, mampu membangun ketegangan dari alur ceritanya, dan benarbenar bisa membawa emosi siapapun yang menontonnya. Tidak seperti sekarang, proses pembuatan film menjadi sangat instan, dengan proses syuting yang hanya seminggu misalnya, dan kurang menjaga kualitas dari berbagai sisi. Yang pada akhirnya, kebanyakan proses pembuatan film hanya mengandalkan nama besar pemainnya dan kelebihan fisik semata. Film ini memang bukan film kolosal yang pertama bagi Arifin C Noer, namun dia sendiri mengakui bahwa mengurus dan menata casting yang begitu besar memang ukan pekerjaan yang mudah dan sebentar. Untuk membuat film itu, Arifin mengeluarkan usaha yang sangat besar dengan membaca sebanyak mungkin tentang peristiwa tersebut, mewawancarai saksi sejarah, dan berusaha mencari properti asli. Arifin sebetulnya memimikan bahwa film Pengkhianatan G30S/PKI bisa menjadi sebuah film pendidikan dan renungan tanpa pesan kebencian bagi setiap orang yang menontonnya. Film ini memang kaya dengan detail, seperti latarnya yang berpindah-pindah dari satu lokasi ke lokasi yang lain. Tapi, di samping beberapa fakta yang terkait dengan penggambaran kejadian yang dianggap sebagai sebuah gerakan pengkhianatan, film ini juga menggambarkan kerawanan ekonomi masa itu lewat penggambaran tentang antre dan kemiskinan. Dalam film ini, kerawanan politik saat itu juga dilukiskan dengan detail dan tidak melulu menampilkan Jakarta sebagai daerah Pusat kejadian, tapi juga kejadian di daerah di luar Jakarta. Misalnya penggambaran melalui adegan serangan PKI ke sebuah masjid di Jawa Timur, guntingan koran, berita radio, dan komentar-komentar tajam. Poster dan tulisan-tulisan graffiti tentang pandangan politik dan manifesto-manifesto pemikiran yang digambarkan banyak bertebaran di tembok dan atap rumah. Memang, Arifin C Noer dikenal sebagai seniman multitalenta. Sejak SMP dia menggeluti teater dan puisi. Ia mulai menyentuh kamera ketika Wim Umboh membuat film Kugapai Cintamu pada 1976. Film perdananya, Suci Sang Primadona (1977), melahirkan pendatang baru, Joice Erna, yang memenangkan Piala Citra sebagai Aktris Terbaik Festival Film Indonesia 1978. Arifin C Noer meninggal pada 28 Mei 1995 di usia 54 tahun. Namun memang, sebagai sebuah alat komunikasi dan sekaligus propaganda, film tersebut menjadi sedikit menakutkan karena bisa berfungsi menjadi pencuci otak yang bisa jadi bertujuan untuk mengaburkan dan membelokkan fakta sejarah yang sebenarnya dan hanya memperkuat hegemoni satu perspektif sejarah saja demi kepentingan kekuasaan saat itu. Bagaimanapun, film menjadi cara yang ampuh untuk menyebarluaskan dan memasukkan ide, gagasan, dan ideologi. Karena itu menjadi sangat bijak untuk terus membangun pemikiran kreatif dalam proses pembuatan film dengan tanpa melupakan sisi edukasi yang dapat didistribusikan sebagai pesan dalam setiap film yang dibuat oleh para pembuatnya. Untuk itu, setiap insan perfilman, khususnya para pembuat film haruslah memahami bahwa film menjadi alat yang efektif bagi para mereka untuk berkontribusi positif bagi Negara, masyarakat dan peradabannya, bukan justru memperparah dengan filmfilm yang justru menyebarkan pesan yang mendegradasi nilai-nilai positif yang terdapat di dalam setiap sendi kehidupan masyarakat. “Tidak seperti sekarang, proses pembuatan film menjadi sangat instan, dengan proses syuting yang hanya seminggu misalnya, dan kurang menjaga kualitas dari berbagai sisi.” Oktober 2013 l Kinescope l 27
  • 15. OPINI “Film, sebagaimana produk media lainnya, harus mampu berpijak pada realitas sosial di masyarakat tempat ia berada; dan bukan memproduksi tema-tema yang mengada-ada.” judul yang sama. Noah dan Allie ketika muda diperankan dengan gemilang oleh Rachel McAdams dan Ryan Gosling. Sedangkan Gena Rowlands dan James Garner, masing-masing menjadi Allie dan Noah di usia senja. Allie yang cantik dan enerjik, terpaksa tinggal di rumah rawat (nursing home) khusus bagi penderita alzheimer. Sekilas penyakit alzheimer di dalam film ini hanyalah pelengkap penderita bagi Allie. Namun sesungguhnya ia menjadi pendamping tema sentral: perjuangan akan cinta sejati. Memori Allie yang hilang tetap tidak mampu memadamkan kasih sayang Noah, yang tercatat dalam sebuah buku harian. Versi lain mungkin dapat pula disaksikan dalam film “50 First Dates”, sebuah komedi romantik karya sutradara Peter Segal, yang diperankan oleh Drew Barrymore dan Adam Sandler. Lagi-lagi si tokoh utama wanita yang menderita demensia (pikun) memori jangka pendek. Akibatnya, Harry (Sandler) harus menempuh berbagai cara untuk mengingatkan Lucy (Barrymore), bahwa mereka sepasang kekasih. Meskipun cukup banyak menampilkan Wella Sherlita Alzheimer Dalam Sinema Wella Sherlita Kesehatan Dunia – WHO, setiap tahun menetapkan bulan September “World Alzheimer’s Month”, atau Bulan Alzheimer se-Dunia. Data Kementerian Kesehatan menunjukkan, bahwa jumlah penderita Alzheimer di Indonesia telah mencapai 1 juta jiwa, dan diperkirakan akan meningkat seiring dengan pesatnya pertambahan penduduk. 28 l Kinescope l Oktober 2013 A da banyak kegiatan yang dilakukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat, mengenai penyakit akibat kerusakan pada sel-sel syaraf otak ini. Bentuk kampanye yang dilakukan umumnya menggunakan jasa media massa atau kegiatan luar ruang seperti olahraga dan jalan sehat, seperti yang dilakukan lembaga Alzheimer’s Indonesia, pada 15 September 2013 lalu. Sejauh ini, belum ada bentuk kampanye lain, lewat media film misalnya. Padahal, lewat sinema, para ahli kedokteran syaraf dapat menyampaikan pesan-pesan yang lebih efektif mengenai Alzheimer. Menyampaikan pesan kesehatan tidak selalu melalui dokumenter atau film-film ‘penerangan’ ala Orde Baru. Tetapi dapat pula melalui ragam kisah yang menyentuh hati. Masih ingat dengan film “The Notebook” atau “Iris”? Keduanya memiliki kesamaan, yaitu pemeran utama wanita-nya dikisahkan menderita Alzheimer. Tapi keduaduanya tidak menempatkan Alzheimer sebagai topik utama, melainkan bagaimana hubungan personal sepasang laki-laki dan perempuan terus terbangun dan makin kuat. Usaha Noah untuk membangkitkan kenangan Allie akan percintaan mereka yang penuh perjuangan, karena awalnya ditentang oleh orangtua Allie, disampaikan melalui buku catatan harian yang tak sekalipun dibiarkan kosong halamannya oleh Noah. Sementara Allie mendengarkan dengan penuh perhatian “Lalu, dia akhirnya memilih siapa?” tanya Allie tua dengan polos, saat Noah menceritakan kebimbangan Allie, apakah tetap bertunangan dengan Lon Hammond (James Marsden) atau menikah dengan Noah yang miskin. Film yang disutradarai oleh Nick Cassavettes ini diambil dari novel laris karya Nicholas Sparks dengan kenamaan asal Inggris, film ini sukses dalam ajang Golden Globe dan Academy Awards. Judi Dench meraih piala Oscar untuk aktris terbaik, sedangkan Jim Broadbent yang memerankan suami Iris Murdoch juga membawa pulang piala Oscar sebagai aktor pendukung terbaik. Nampaknya, langkah para sineas di luar negeri setapak lebih maju untuk tematema tentang Alzheimer. Mereka diberikan kebebasan untuk mengangkat kisah percintaan, lengkap dengan kegagalan atau rasa frustrasi ketika orang tercinta ternyata tak mampu mengingat kenangan yang mereka sudah lalui bersama-sama. Indonesia dan Amerika Serikat memiliki latar penduduk yang kurang lebih sama, yaitu majemuk dan banyak jumlahnya. Apapun tema film yang diangkat, semestinya dapat memberikan informasi dengan cara-cara yang menghibur. Film-film bertema hantu/pocong sudah kelewat sering diproduksi, berbarengan dengan film-film percintaan remaja. Alzheimer atau derita mereka yang merawat orangtua yang terkena stroke, misalnya, bisa saja menjadi alternatif tema baru, asalkan tidak dibuat-buat atau menonjolkan efek tragisnya belaka. Sebagai media audio-visual, film Indonesia tidak boleh hanya berhenti pada tema-tema populer, sementara dunia di sekeliling kita terus berubah. Awak film yang idealis bisa memanfaatkan situasi dengan memproduksi tema-tema semacam “Iris” atau “Notebook”. Bila perlu, libatkan para ahli syaraf dan kejiwaan untuk mendapatkan dukungan lebih. Film, sebagaimana produk media lainnya, harus mampu berpijak pada realitas sosial di masyarakat tempat ia berada; dan bukan memproduksi tema-tema yang mengada-ada. humor, toh kita bisa ‘merasakan’ getirnya hati Sandler setiap kali melihat Lucy berulangkali ‘melupakan’ dengan dirinya. Apakah penderita Alzheimer mayoritas adalah perempuan? Ternyata iya. Penyebabnya beragam, mulai dari depresi, hingga gaya hidup yang tidak sehat. Satu film lain bertemakan alzheimer yang terkenal sudah pasti “IRIS”, yang diproduksi oleh Miramax pada 2001 silam. Diangkat dari kisah nyata Iris Murdoch, seorang novelis Oktober 2013 l Kinescope l 29
  • 16. OPINI Dilema Poster Film Indonesia Kemana poster film bioskop? Kenapa hilang begitu saja tak tampak wujudnya? Kata-kata tersebut seperti tukang penjual nasi goreng yang tidak punya bumbu seperti bawang merah, bawang putih, dan garam. Lalu, apa jadinya? Pasti tidak ada rasanya atau tidak ada yang mau nasi goreng tersebut karena rasanya hambar alias sepi pelanggan atau seperti tukang ojek yang tiba-tiba ban motornya tidak ada. Apa jadinya? Pasti tidak bisa mengantar penumpang. Masa mau diganti sama becak atau pun mau diganti sama sepeda, tidak mungkin kan? 30 l Kinescope l Oktober 2013 K arena semua contoh diatas hanya contoh saja, seperti sebuah film yang katanya dalam kitab Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2009 Tentang Perfilman, di Bab Menimbang bagian b, yaitu film sebagai media komunikasi massa yang merupakan sarana pencerdasan kehidupan bangsa, pengembangan potensi diri, pembinaan akhlak mulia, pemajuan kesejahteraan masyarakat, serta wahana promosi Indonesia di dunia internasional, sehingga film dan perfilman indonesia perlu dikembangkan dan dilindungi. Dan di dalam Pasal 1 butir 1 menyebutkan bahwa film adalah karya seni budaya yang merupakan pranata sosial dan media komunikasi massa yang dibuat berdasarkan kaidah sinematografi dengan atau tanpa suara dan dapat dipertunjukkan. Lalu, bagaimana sih kalau sebuah film yang dipertunjukan di sebuah gedung bioskop tidak ada posternya? Pasti seperti tukang nasi goreng atau tukang ojek yang diceritakan tadi. Nah, sama seperti sebuah film tanpa poster, karena poster bisa dikatakan sebagai media komunikasi visual yang efektif untuk mempromosikan sebuah film. Dengan poster film, semua elemen masyarakat dari kalangan menengah bawah atau pun kalangan menengah atas setidaknya memiliki gambaran seperti apa film yang akan kita tonton. Misalnya, kalangan menengah ke bawah atau seperti eksekutif muda yang sedang mengendarai mobil type mobil james bond, mengalami kemacetan tepat di depan bioskop, lalu tidak sengaja melihat Poster Film Indonesia yang pemainnya James Bond, yang di dalam poster tersebut James Bond memakai mobil yang mirip dengan yang digunakannya. Lalu eksekutif muda tersebut langsung masuk ke dalam gedung bioskop untuk menonton film tersebut. Itu semua kisah nyata dari beberapa narasumber dari kalangan menengah ke bawah sampai dengan kalangan menengah ke atas. Namun di saat mewawancarai narasumber yang lain tentang poster film yang hilang wujudnya, ada beberapa yang menjawab susah atau repot kalau harus selalu mengakses ke laman resmi bioskop. Kemudian juga ada yang menjawab, hilangnya poster bisa mengurangi jumlah penonton film. Tetapi ada juga yang menjawab bahwa tanpa poster, dapat mengurangi pajak hiburan sebesar 75%, yang katanya bisa mengurangi beban para produser. Ya, semua jawaban di atas bisa dianggap benar. Namun yang katanya di dalam Undang–Undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2009 Tentang Perfilman yaitu bebas berkreasi, berinovasi, dan berkarya dalam bidang Perfilman, kenapa poster film hilang wujudnya? Apakah ini yang dimaksud dengan bebas berkreasi, padahal film tanpa poster semacam nasi goreng tanpa bumbu. Poster merupakan media promosi untuk mengajak masyarakat menonton dan tidak semua orang bisa mengakses internet untuk masuk ke dalam laman resmi bioskop. “ “ “film sangat membutuhkan media promosi, khususnya poster, untuk menarik masyarakat datang ke bioskop” Hilangnya baliho poster film memang semakin memperpuruk film Indonesia yang mulai sepi penonton. Hal ini menjadi kegelisahan bukan hanya para produser saja, tapi semua bisa berdampak kepada percetakan dan fotografer yang membuat poster, bahwa mereka bisa kehilangan pekerjaannya. Menurut Ony Palevi, seorang pekerja film, poster film hilang karena pemerintah sedang merancang poster film dengan menggunakan LED yang khusus di semua bioskop agar lebih efisien. Berarti seperti Singapura. Bagus sih, tapi kapan selesainya? Menurutnya, wacana dari pemerintah akan dimulai di tahun 2014 dan akan diawali oleh bioskop-bioskop yang ada di Ibukota DKI Jakarta. Semoga wacana tersebut akan bisa menjadi nyata bukan sekedar wacana saja, karena sebuah film sangat membutuhkan media promosi, khususnya poster, untuk menarik masyarakat datang ke bioskop. Harapannya adalah pemerintah benarbenar mampu dan mau menaungi para pekerja film sebagai bagian dari warga Negara yang berhak atas penghidupan dan kebijakan yang adil serta dapat menyelesaikan berbagai masalah di industri film tanah air, terutama permasalahan mutakhir mengenai hilangnya baliho poster film. Betapa memang penting poster film menjadi ujung tombak promosi sebuah film. Penulis: Eno Wicaksono, Mahasiswa & Pekerja Seni Oktober 2013 l Kinescope l 31
  • 17. FESTIVAL Indonesia International Environmental Film Festival (INEFFEST) II Di Labuan Bajo dan Kepulauan Komodo Doni Agustan September di Jakarta Dengan Dua Festival Film Doni Agustan I NEFFEST bertujuan untuk mempromosikan dan mengeksplorasi isu-isu lingkungan hidup dengan menggunakan media sinema dan berbagai pengalaman edukatif seperti workshop dan diskusi. Tema Surviving Archipelago diangkat oleh INEFFEST tahun ini. Selain memutar film dari Indonesia dan mancanegara, fesival ini juga mendiskusikan dan mengeksplorasi isu lingkungan seputar Nusantara. Kamila Andini, sutradara muda yang menghasilkan The Mirror Never Lies (2011) selaku salah satu penggagas INEFFEST, mengemukakan bahwa tahun ini Kepulauan Komodo dipilih karena pulau tersebut sedang menjadi sorotan sektor pariwisata Indonesia. Kamila menambahkan harapan terhadap edukasi dan motivasi secara efektif bisa lebih tersalurkan dengan isu-isu lingkungan yang bisa dishare melalui film. Pemilihan daerah seperti di Kepulauan Komodo juga tidak terlepas dari kenyataan bahwa masih belum meratanya jumlah bioskop di Indonesia, termasuk di pulau ini. INEFFEST diharapkan juga bisa menjadi alternatif hiburan bagi masyarakat sekitar. Salah satu dari kegiatan paling menarik dari INEFFEST tahun ini adalah pengadaan workshop film bertema New Leaf Summer Camp. Workshop diadakan pada 18-24 September 2013 ini merupakan hasil kerjasama dengan In-Docs, yang melalukan program pendidikan film yang diseleksi dari banyak SMU/SMK di Indonesia dan diambil 10 peserta terbaik. 10 Peserta terbaik ini kemudian berkolaborasi dengan 10 perserta dari Labuan Bajo dan Kepulauan Komodo. Selain Kamila Andini, penggagas INEFFEST kedua ini adalah Verania Andria, yang adalah 32 l Kinescope l Oktober 2013 Bulan September 2013 ini diselenggarakan dua festival film berkala internasional di Jakarta. Festival Film India yang diadakan oleh Kedutaan Besar (Kedubes) India untuk Indonesia dan Q!Film Festival yang diadakan oleh Qmunity Indonesia yang tahun ini adalah penyelengaraan yang ke-12. Indonesia International Enviromental Film Festival (INEFFEST) 2013 kembali digelar untuk kedua kalinya. Jika 2011 lalu festival film ini mengambil lokasi di Wakatobi, tahun ini INEFFEST akan diselenggarakan di Labuan Bajo dan Kepulauan Komodo, Nusa Tenggara Timur (NTT) pada 20-24 September 2013 lalu. Manajer Program dari Sustainable Energy dengan United Nations Development Programme (UNDP) Indonesia. Shana Fatima, yang adalah pendiri Tinamitra Mandiri di tahun 2010, sebuah kelompok usaha yang berfokus pada bisnis energy bersih dan inisiatif pengurangan karbon untuk masa depan yang berkelanjutan. Terakhir ada nama Olivia Zalianty, yang sebelumnya lebih dikenal sebagai pemain film dan sinetron, saat ini Olivia sedang menyelesaikan film debutnya sebagai sutradara yang berlokasi di pulau Komodo. Earth Cinema adalah program utama INEFFEST. Earth Cinema berfokus pada pemutaran film lingkungan terbaik di seluruh dunia, baik film dokumenter dan fiksi. Program ini memutar film-film yang memiliki visi dalam perawatan lingkungan. Beberapa film yang diputar untuk segmen ini adalah Nargis (2012), dokumenter karya Maw Naing, Kyaw Kyaw Oo dari Burma/Jerman. Lukas’s Moments (2005) dari Indonesia karya Aryo Danusiri, dengan latar belakang cerita di Papua Barat. Senandung Ikan Baru (2010), karya Nurhuda dan Wardania yang berkisah mengenai nelayan miskin dari Parigi, Sulawesi Tengah. INEFFEST kali ini berbeda dengan festival film di seluruh dunia lainnya, dengan mengambil konsep floating cinema, INEFFEST menyajikan layar bioskop yang dibangun di atas air, para penonton dibebaskan untuk memilih, menonton dari atas perahu atau dari pesisir pantai saja. Film-film yang diputar untuk segmen ini adalah Cita-Cintaku Setinggi Tanah (2012) karya Eugene Panji, Serdadu Kumbang (2011), karya Ari Sihasale, dan Epic Java (2013), karya Febian N. Saktinegara. Selain itu ada juga program Rainbow Project. Rainbow project merupakan program khusus untuk anak-anak di bawah 12 tahun untuk menonton dan mulai belajar mengenai isu-isu lingkungan, kegiatan ini berupa penggabungan aktivitas  belajar sambil bermain dan pemutaran film. Tahun ini pemutaran dan pendidikan lingkungan diselenggarakan di sekolah dasar di Pulau Mesa.  F estival Film India diadakan pada tanggal 23-27 September 2013. Penonton bisa merasakan pengalaman menonton belasan film-film India, dari yang klasik hingga yang era sekarang di studio XXI Plaza Senayan, secara gratis. Festival ini diadakan oleh Kedubes India untuk merayakan 100 tahun usia Sinema India. Festival ini terlebih dahulu dibuka dengan soft launching pemutaran film berjudul I Am (2011) karya Onir di Kedubes India, pada Sabtu, 14 September 2013. Ada sekitar 14 judul film yang diputar. Salah satu diantaranya adalah film India yang sangat terkenal dan bahkan meraih banyak penonton saat dulu dirilis di Indonesia Kuch Kuch Hota Hai. Film ini adalah karya debut sutradara Karan Johar produksi 1998 dan menjadi perintis film India mulai ditayangkan pada jaringan bioskop 21. Film ini juga semakin mempopulerkan nama tiga orang pemainnya, Shah Rukh Khan, Kajol, Rani Mukherji di Indonesia. Sejak Kuch Kuch Hota Hai, film-film India yang mereka bintangi selalu meraih banyak penonton di Indonesia, sebut saja Kabhi Khushi Kabhie Gam (2001) dan My Name is Khan (2010). Lagaan (2001) karya Ashutosh Gowariker yang dibintangi dan diproduseri oleh Aamir Khan, juga menjadi salah satu film yang diputar. Film dengan durasi 3 jam 44 menit ini berkisah tentang olah raga kriket, berlatar belakang India masa kolonial Inggris. Film ini mencatat sejarah menjadi film India ketiga yang menerima nominasi piala Oscar untuk kategori film berbahasa asing terbaik pada tahun 2002, setelah Mother India (1957) dan Salaam Bombay! (1987). Dua film klasik ternama India juga diputar, yaitu Pyaasa (1957) dan Sholay (1975). Pyaasa yang dibintangi oleh Waheeda Rehman yang adalah ratu film india 1940an hingga 1960an. Time Magazine tahun 2005 memilih Pyaasa sebagai salah satu film terbaik sepanjang masa. Sholay yang dibintangi oleh Dharmendra, Sanjeev Kumar, Amitabh Bachchan, Jaya Badhuri dan Hema Malini ini mencatat sejarah menjadi film India pertama yang bertahan selama 25 minggu, pada 100 lebih bioskop di seluruh wilayah India. Film ini juga mencatat sejarah kelam hampir meninggalnya Amitabh Bachchan pada bagian akhir film karena peluru yang meluncur beberapa inci darinya. Film-film lain yang diputar adalah Awaara, Naya Daur, Hum Saath Saath Hain, Kanathil Muthamittal, Urumi, Aradhana, Shabdo, Jane Bhi Do Yaroo, Lagaan, Umrao Jaan, dan Kahaani. Selain kegiatan pemutaran film, diselenggarakan juga pameran poster-poster film India selama 3 hari dari 23 – 25 September 2013, di Hotel Four Seasons, Jakarta. Selain itu juga ada seminar dengan tema Our Films, Their Films pada tanggal 25 September 2013, yang juga bertempat di Hotel Four Seasons, Jakarta. Tahun 2013 adalah penyelenggaraan ke-12 Q!Film Festival. Pemutaran Stranger by the Lake (2013) karya Alain Guiraudie sebagai film pembuka diadakan di Sae Institut, Jakarta pada tanggal 28 September 2013. Film ini meraih penghargaan Palm Queer pada perhelatan festival film Cannes 2013 lalu. Sebelumnya Q!Film Festival telah melakukan QFF foreplay pada tanggal 15 September 2013 di Goethe Institute, Jakarta. Pit Stop karya Yen Tan (Amerika Serikat, 2013), Facing Mirrors karya Negar Azarbayjani (Iran, 2011), dan Keep the Lights On karya Ira Sachs (Amerika Serikat, 2012) adalah 3 film yang diputar. Oktober 2013 l Kinescope l 33
  • 18. HOT ISSUE Mari Menentukan Formula Film Indonesia Banyak yang bertanya, “kemana penonton film kita?” Tapi pertanyaan yang sama penting adalah “Ada apa dengan film kita?”. Dalam hubungan yang lebih berupa sebab-akibat, ini sebenarnya sudah berlangsung sangat lama sebagai masalah yang tak kunjung terselesaikan. Film Indonesia, yang hingga kini seakan masih terus mencari formula. Daniel Irawan 34 l Kinescope l Oktober 2013 D ari tahun ke tahun, banyak sekali teori yang ada dibalik masalah ini. Dari masalah finansial hingga aspek-aspek lain seperti gempuran film impor. Namun sayangnya, benturan-benturan yang ada seringkali tak bisa dibuktikan betul-betul sahih, paling tidak secara statistik. Belum lagi dengan data-data yang masih simpang siur dari sumbersumber berbeda, dimana kita hanya bisa percaya dengan apa yang ingin kita percayai. Dalam lima-enam tahun ke belakang, coba lihat jumlah penurunan penonton film kita. Di tahun 2008, kita masih punya ‘Laskar Pelangi’ yang mencapai sekitar 4,6 juta penonton dan ‘Ayat-Ayat Cinta’ sekitar 3,6 juta penonton. ‘Ketika Cinta Bertasbih’ di tahun berikutnya, masih bisa mencapai 2,4 juta penonton dan 1,2 juta untuk sekuelnya. Kabarnya, jumlah penonton di tahun 2008-2009 mencapai rata-rata 30 juta. Meski masih tergolong sedikit dari keseluruhan jumlah penduduk Indonesia, pencapaian ini masih dianggap sangat baik dari hitungan kurang lebih dalam satu dasawarsa film kita benar-benar bangkit dari mati surinya. Namun di tahun berikutnya, jumlah itu menurun menjadi 16 juta, walaupun film terlarisnya, ‘Sang Pencerah’ masih sanggup meraih jumlah penonton diatas 1 juta. Lantas menjadi sekitar 14 juta di tahun 2011 dengan ‘Surat Kecil Untuk Tuhan’ di peringkat teratas yang tak lagi sanggup mencapai angka 1 juta penonton. Untungnya, di tahun 2012, ‘Habibie & Ainun’ secara mengejutkan mampu mengumpulkan penonton diatas angka 4 juta, ‘5cm’ di atas 2 juta dan ‘The Raid’ hampir 2 juta penonton. Lalu bagaimana dengan 2013? Meski kita belum sampai di penghujung tahun dengan harapan besar pada ‘Soekarno’ yang penuh kontroversi dan ‘Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck’ yang punya formula jualan cukup besar, sepanjang tahun 2013, jumlah ini sangat mengkhawatirkan. ‘Cinta Brontosaurus’ dan ‘Coboy Junior The Movie’ yang masih mampu bersaing dengan film-film impor unggulan musim panas, tak juga bisa mencapai angka 1 juta penonton. Jadi dimana sebenarnya letak kesalahannya? Masalah yang juga jadi pangkal mati surinya perfilman kita di medio 1990an. Ketika film yang hadir melulu hanya mengetengahkan genre, tema termasuk permasalahan yang sama, pemirsanya mudah merasa bosan dan enggan menyaksikannya lagi. Kesuksesan ‘The Raid’ melakukan gebrakan lewat genre aksi yang sekarang cukup langka adalah contohnya. Namun kualitas yang terlalu diatas rata-rata kesanggupan produksi lain yang ada disini, tak bisa sampai menggulirkan trend. Kalau kita menganggap film horor sebagai trend yang tak pernah mati, walau dengan bumbu apapun, toh tak benar juga. Dari tahun 2008 hingga sekarang, dalam deretan 10 film terlaris, genre itu masih selalu punya saingan seimbang dari genre drama atau komedi. Misalnya, tema-tema reliji mencapai puncaknya di 2009, namun tak lagi bisa mencapai prestasi sama di tahun-tahun berikutnya. Biopic dan adaptasi kisah nyata pun ternyata tak selamanya bisa menjadi jaminan. Jadi, formula yang sama terbukti belum bisa jadi tolok ukur resepsi pasar. Adaptasi novel, yang banyak dianggap jadi patokan mungkin lebih masuk akal, terlebih bila novelnya punya status best seller dan cukup populer. Banyak yang sudah membuktikan hal ini, walaupun kualitas adaptasinya masih sangat beragam di kalangan berbeda. Paling tidak, untuk mengundang penonton datang ke bioskop, formula ini masih cukup ampuh. Namun lagi, lihat kembali di tahun 2010. Tak satupun dari 10 deretan film terlaris merupakan adaptasi novel. Lagi-lagi sebuah anomali. Lantas apakah star factor bisa menjadi ukuran? Dalam persepsi berbeda, bukan lagi nama besar aktor dan aktris pendukungnya yang menentukan, tapi agaknya lebih pada nama yang sedang digemari di tahunnya. Beberapa nama aktor yang sering berinteraksi lewat sosial media pada penggemarnya, mungkin sedikit bisa mengangkat antusiasme itu. Sedikit lebih baik, tapi belum tentu juga menentukan hasil akhir lebih dari yang lainnya. Bagaimana pula dengan sineas yang ada dibaliknya? Kalangan penyuka dan yang benarbenar pemerhati film kita, mungkin lebih menganggap nama sutradara atau PH sebagai jaminan. Tapi sayangnya, pasar tak pernah punya reaksi sama. Dan kita tak sedang bicara kualitas atau kans prestasinya di ajang festival atau kompetisi lain. Lagi, faktor ini tak bisa dijadikan patokan buat pasar. Mari lihat faktor promosi. Sebagai komoditas untuk “jualan”, film Indonesia rata-rata punya biaya cukup besar untuk ini. Berbagai bentuk promo yang berbeda dari zaman ke zaman, mulai dari flyer, poster sampai baliho di jalanjalan, buzzer ala sosial media hingga cara-cara konvensional yang masih tetap dilakukan berupa roadshow temu artis, juga masih terus dijalankan. Tapi apa berarti kekuatan sosial media bisa memberi dukungan cukup? Nyatanya, tidak. “ yang lain. Walau minim bujet tak selamanya berarti jelek, ini mungkin yang membuat sebagian besar masih memilih formula dari itu ke itu saja, ketimbang menempuh resiko lebih besar terhadap sesuatu yang baru. Horor masih tak beranjak dari bumbu-bumbu seks dan komedi kacangan. Drama masih melulu diwarnai tipikalisme tema yang sama dalam bangunan konfliknya, walau mungkin punya unsur kedekatan dengan masalah seharihari bangsa kita. Dari selingkuh, pekerja seks komersial, hamil di luar nikah, perkosaan atau penderitaan karena penyakit, yang akhirnya jadi tak lagi kelihatan wajar. Lantas semuanya mencoba untuk berlindung dibalik pesan moral atau edukatif sambil memanfaatkan momen secara salah kaprah. Padahal sama sekali minus informasi maupun kedalaman riset yang biasa kita dapatkan di film-film luar. Pendeknya, semua mencoba bermain aman walaupun hasil akhirnya ngaco, tanpa memikirkan penonton. Dan mari lihat kembali lembaran sejarah film kita. Mengapa film-film di era 1970an dan 1980an, dimana film Indonesia mencapai puncak kejayaannya dulu bisa begitu berhasil? Ini juga masih akan terbentur ke beberapa faktor, memang. Termasuk persaingan dengan film impor dari semakin banyak negara yang terus menanjak kualitasnya, jumlah bioskop yang masih sangat banyak hingga kalau mau ditarik panjang menyentuh faktor sosial ekonomi masyarakat sekarang. Tapi mungkin juga, dari banyak pengamatan, kita akhirnya akan mendapatkan jawaban yang tepat. Dari penceritaan yang jauh lebih runut, naskah yang tak terasa dipanjang-panjangkan untuk mencapai durasi film bioskop, dan tentunya kecermatan lebih dalam banyak aspek penggarapannya, dari akting hingga masalah teknis lainnya termasuk tetek bengek kecil namun penting seperti poster untuk keperluan promosi. Sayangnya, hanya segelintir film kita sekarang yang punya unsur-unsur baik dari semua itu, dan belum tentu juga ini jadi berpengaruh ke pasar. Jadi sampai kapan film kita harus mencari formula? Sedihnya, dibalik begitu banyaknya teori yang ada, jawabannya hingga sekarang masih cukup mengecewakan. Bahwa hingga sekarang, belum ada yang bisa memprediksi selera penonton kita. Belum ada juga indikator yang jelas dalam memberi jawaban kenapa sebuah film bisa sangat berhasil di pasar sementara yang lainnya anjlok. Itupun masih ditambah dengan sumber-sumber data yang masih simpang-siur satu dengan lainnya. Mengikuti arus trend, juga tak selamanya bisa sesuai dengan hasil akhir. Mari tidak melupakan prestasi-prestasi dari beberapa film yang sudah melangkah jauh lebih dibandingkan kegagalan-kegagalan yang ada. Prosesnya mungkin masih harus berjalan lebih panjang, tapi mari tak berhenti untuk terus mencoba. Dukung terus film Indonesia yang berkualitas! “Salah satu yang paling mendasar mungkin adalah masalah stagnansi tema yang akhirnya membuat penonton satu-persatu mulai berpaling.” Fenomena ‘Azrax’ kemarin dengan word of mouth dibalik jumlah penonton yang masih tetap minim, mungkin sedikit mengejutkan, tapi juga tak bisa dikatakan benar-benar berhasil. Mungkin ada solusi berupa bioskop-bioskop alternatif yang bisa memperpanjang masa tayangnya, yang tentunya tak mudah. Selain harus menyatukan persepsi, juga hampir tak adanya dukungan dari dinas-dinas pemerintahan terkait yang malah membuat program tak sejalan dengan apa yang diperlukan. Lahirnya asosiasiasosiasi baru dari para pelaku perfilman kemarin mungkin bisa menjadi titik terang untuk menggantikan regulasi-regulasi yang sudah kuno. Begitu juga dukungan solid dari para pencinta film Indonesia termasuk media, sejauh tetap terjaga agar tak jatuh pada kepentingan-kepentingan terselubung “ Oktober 2013 l Kinescope l 35
  • 19. ON LOCATION Gunung M uria, maka pembuatan dibuat untu video klip ‘A k masa dep nti Nuklir ’ in an kita juga Walaupun i ,” Ujar Erix efektif, tern banyak mel . berbahaya yata nuklir ahirkan film dan tidak se ini meman -film baru, yang akhirn g sangat banding den didapatkan mu ya bisa mel gan apa ya nanti. Men ayani masya lai dari kebutuhan ban memasang ng akan gingat Fuku yang sudah rakat juga,” d gigi emas in shima send sangat ben kata pria ya i. iri dengan Erix sendiri ar masih bis Indonesia ti ng sistem berperan se a kebocora dak akan b men-direct  bagai direc n. Menuru isa benar, ka beres juga. semua kary tor yang ber t Erix, rena Lapind a yang kelu Tapi seiring tugas o saja belu ar dari Eufo “Dari situ ki dengan ber m ria jalannya w ta tergerak mencetak su melakukan aktu, Eufori Audio Visual. untuk  mber daya demo bersa a sedang fo manusia. “K ma-sama. kus Karena dem arena haru dan harus b onya musisi s regeneras erkembang, hanya bisa bernyanyi k i jad beberapa te ok,” Tam man yang su i harus melatih Karena video bahnya. ka dengan punya mim klip ini mel film dan pi yang sam Slank, mak ibatkan a untuk ber dan belajar a kesulitan gabung ,” ujarnya. pembuatan klip ini haru video sm Erix menem mereka. Ken enyesuaikan jadwal ukan ketert bidang Aud arikan dalam dala lainya io Visual se adalah loka karena klip jak dua tah si, lalu. Saat it ini dibuat d un ya u Endank So i bawah ka yang sekara ekamti mem ng li Opak video klip p ng buat ertamanya Merapi. “Jad sudah tertutup oleh la secara man berjudul ‘L va i harus men diri yang ong Live M ggunakan Je disitu untu y Family ’. “D tantangan, k menemp ep isitu banya banyak mim uh medan berpasir,” u k yang pi, dan ban yang harus jar pria tam yak obsesi dikejar, jad bun itu. Selain prod i sembari b harus dikej uksi kampan erja ar terus ag ini, sekaran ye anti nukl ar semuanya lan dan ter-upd g Euforia A ir terc ate,” kata b udio Visual mengerjak apak satu an apai sedang an Angka 8 Erix memp ak ini. The Movie elajari sem episode vid samb dari laman u eo musik En YouTube dan anya hanya dank Soekam ungan dari beberapa sudah mem sering men praktek sam asuki episo ti. Kini prod juga punya coba pai sekaran de 6. Tidak uksi terseb ia juga men cita-cita ingi g. Selain itu ut hanya itu, b gerjakan la n memban gratis. “Seko , dia ersama Eufo yanan mas dalam prose gun sekola lah itu tidak yarakat yan ria, h bakat seca s. mengajark tidak suka. g semuanya ra an sesuatu Jadi di situ, Euforia sen sudah yang murid harusnya m diri tercetu untuk men membutuh s karena En urid memili gembangkan kan sebuah h sekolah bakatnya. K melakukan divisi Audio dank Soekamti Soekamti m arena denga apa Visual. Dim emerlukan n orang yan terasa,” tega yang disukai, proses ana Endank dokumenta managemen g belajarnya snya. si yang bag td akan tidak us, rapi, dan Ke depan, Er mimpi besar engan baik. Selain itu terix ingin mem , Endank So di dunia film melihat bak bangun seko ekamti pun . at teman d “Melalui Eu ya lah sep an difasilita foria Audio kemampuan si untuk men erti itu, jadi Visual send dan sumber iri Endank gembangkan regenrasi d daya manu Soekamti an memper sia sebagai siapkan gen bentuk mumpuni. erasi selan jutnya yang “ Slank: Anti Nuklir F pejred enomena n uklir itu ibar at pisau ber sumber en mata dua. ergi Sebag nuklir dapat dengan kekuatan yan g sangat bes ai Indonesia, Slan digunakan k mencipta sebagai sum ar, ataupun se bahaya sen kan lagu ya ber energi njata pem jata nuklir. dibuat perco ng menyuar Lagu yang akan baan oleh fi usnah. Setelah Pertam , baru saja d berjudul ‘A ibuat video sikawan Je a kali Meiner dan nti Nuklir ’ in rman Otto klipnya dan Fritz Strass Konsep vid i Hahn, Lise segera dirili man pada ternyata bis tahun s. a digunakan menceritaka eo klip ini berbentuk film pendek sebagai pem 1938, energi nuklir di Indonesia n tentang p , bangkit ten rediksi hab dikenal den energi pad isnya sumb aga listrik, a su gan Pemban Nuklir (PLT er N). gkit Listrik Sebelumnya atu negara di tahun 2 Tenaga 025 mendat ,p Energi nukl ang. mengadakan ada 2013 ini, beberap ir sebagai p a pemimpin pertama ka rapat. Mer embangkit li pada 20 D negara eka ingin m listrik digun menggunak esember 1 emutuskan akan an nuklir at Serikat. Dar 951 di Idah apakah akan au tidak. i tahun ke ta Lokasi syuti o, Amerika hun, kapas nuklir men ng terbagi it galami per tempat yan dua, untuk kembangan as energi dari reaktor g dipilih ad 300 giga w kondisi tah pesat. Pada alah Lereng att energi n un 2025, sana digam 1980 tercat uklir telah Merapi, Yo barkan suat berikutnya at dihasilkan. gyakarta. D u negara ya hingga kini, dan tandus. Pada perio i ng sudah re ka tidak terlal Se de muk, kerin u meningkat pasitas energi yang d markas Slan dangkan setting tahu g, ihasilkan pesat. n 2013 ber k di Potlot, Pada akhir lokasi di Jakarta. abad 20 ber Selain Slan menentang munculan k, video klip adanya pro gerakan un Endank Soek ini juga mel gram tenag tuk didasari ole am ibatkan ban a nuklir. Hal h ketakutan Soekamti. Te ti dan disutradarai la d tersebut akan adanya ngs dihasilkann am dari En ya. Sebagai dank Soekam ung oleh Erix bahaya rad peran sebag iasi yang senjata pem ti sendiri m telah digun ai masyara usnah mas kat yang te endapat akan untuk pada tahun sal, nuklir rkena radia menewaska atau bahka 2025 seper si nuklir n ratusan ri n lebih. ti apa yang Pada video bu manusia, telah dipre tersebut dig Pada peran diksikan. ambarkan yang terken g dunia ked bentu a vi Enrico Ferm i menemuka ua, tepatnya pada tah dan penyaki rus sampai mengalam k masyarakat un 1942, n reaksi ber menghasilk i mutasi ge t-p antai dari n n, kanker, an energi ti ingin menci enyakit aneh lainnya. uklir yang nggi denga Saat itu pem pta plutonium. n menggun Plutonium erintah dari virus, se kan sebuah istana ya akan bahan inilah yang ng benar-b dasar bom hingga mau digunakan enar bersih atom yang tidak mau pembersih sebagai bah dija h an termasu Pada peran an k membersi arus melakukan g saudara d tuhkan di Nagasaki, Je yang sudah hkan manu i Suriah bel pang. 100.000 jiw terinfeksi. sia-manusi akangan in am Awal kerja a i, lebih dar dikarenakan elayang, konon banya sama denga i knya jumla penggunaa unsur kese n Slank seb h tersebut n senjata n ngajaan. Su enarnya tid Jika terus d uklir. atu ketika Er tag lewat m ibiarkan, p ix mendapati ak ada edia sosial berdampak enggunaan dalam sebu dirinya di parah pada senjata nukl Hal tersebu ah campaig kelangsunga ir t pun mem Untuk men n Anti Nukl buatnya te yikapi feno n hidup man akan pembuatan ir. rgerak untu mena ini, b vid k menawar and rock pap usia. Visual. “Men eo klip di bawah nau kan an atas ngan Eufori gingat Indo a Audio nesia send pernah men iri d galami letu san nuklir ya i tahun lalu sudah *Penulis ad alah penikm ng mengen at film, mus Tinggal da dap di ik, dan seni n Bekerja di raja Yogy 36 l Kinescope l Oktober 2013 akarta h tubuh. “Karena ha ru generasi d s rean berkemban harus g, rus melatih jadi hab teman yan eberapa gs dengan film uka d nya mimpi an puyang sama untuk berg abung dan belajar.” “ Oktpberber 2013 l Kinescope l l 37 Oktober 2013 l Kinescope