1. DIGITAL NE WS PA PER
papan impian
rakyat
hal
Spirit Baru Jawa Timur
surabaya.tribunnews.com
surya.co.id
2
| SABTU, 14 DESEMBER 2013 | Terbit 2 halaman
REVITALISASI
SURYA Online - Kurikulum
pendidikan di Indonesia, tidak
pernah berkesinambungan
setelah era-80-an. Setiap
ganti Menteri Pendidikan
selalu ganti aturan. Entah
setan mana yang
mengobrak-abrik
sistem pendidikan
bangsa kita ini.
Yang jelas, tidak
semakin baik
tetapi justru
semakin
membuat
generasi
masa depan
tidak jelas arah
dan tujuan serta
kemampuannya.
Terakhir, Menteri
Pendidikan Muh Nuh
menghapus Ujian Nasional
(Unas) untuk Sekolah Dasar
(SD), disamping itu merubah
Unas untuk SLTA sebagai syarat
masuk Perguruan Tinggi Negeri
(PTN).
Akibat ketidaksinambungan
sistem pendidikan ini, kerugian
moral dan material dialami
seluruh rakyat Indonesia usia
pendidikan. Kerugian moral itu
dialami karena hasil akhir dari
sistem pendidikan tidak hanya
tidak mempunyai kualitas
yang bagus tetapi juga tingkat
kematangan hasil pendidikan
tidak dapat dibuktikan dan
dirasakan. Hal itu karena
aplikasi sistem pendidikan
tidak terarah dan instan.
Sementara kerugian material,
tidak terkira lagi. Disamping
mahalnya pendidikan jaman
sekarang, buku-buku pelajaran
setiap tahun ganti sehingga
masyarakat harus membelikan
anak-anaknya untuk buku-buku
baru karena buku-buku kakaknya
tidak bisa digunakan lagi.
Yang terbaru adalah ide
untuk membuat proses
pendidikan mahasiswa sebagai
technopreneur dapat dimulai
selama masa perkuliahan,
sehingga setelah lulus
mahasiswa sudah mempunyai
usaha sendiri yang siap untuk
dijalankan dan dikembangkan.
Proses melahirkan lulusan
wirausaha seperti ini
memerlukan kurikulum yang
berbeda dengan kurikulum
KURIKULUM
yang umumnya ada sekarang.
Perubahan ini dilakukan dengan
seminimal mungkin dalam
mengubah susunan mata kuliah
yang ada.
Diperlukan revitalisasi
kurikulum yang berorientasi
pada pembelajaran
technopreneurship yang
merancang sebuah proses
pembelajaran yang tepat,
sehingga mampu menghasilkan
mahasiswa yang lulus
memiliki usaha sendiri yang
dikembangkan. Susunan
mata kuliah dan metode
pengajarannya perlu didisain
sedemikian hingga sejalan
dengan proses pengembangan
usaha. Pengembangan
kompetensi akademis
mahasiswa merupakan basis
yang kuat untuk pengembangan
ide-ide inovatif mahasiswa.
Namun mahasiswa perlu
dibekali dengan kompetensi
lain, yaitu kompetensi
memulai dan menjalankan
bisnis, serta kompetensi
lunak yang diperlukan
untuk mendukungnya. Oleh
karena itu, Recognition and
Mentoring Program (RAMP)
Institut Pertanian Bogor
(IPB) menggagas workshop
revitalisasi kurikulum
technopreneurship (RKT), di
IPB International Convention
Center (IICC), Kota Bogor, 1314 September 2013.
join facebook.com/suryaonline
Workshop RKT 2013 dihadiri
oleh 36 peserta dari 29
perguruan tinggi, yakni UB,
UGM, UMM, Unand, Undip,
Unej Unhalu, Unib, Unila,
Unipa, Unisri, Unja, Unkhair,
Unlam, Unmul, Unpad, Unpar,
Unram, Unri UNS, Unsoed,
Unsri, Unsyiah, Untag, Unud,
USU, UTM, UWKS, dan Instiper.
Narasumber dari Departemen
Teknologi Industri Pertanian
Institut Pertanian Bogor (TIN
IPB) yang telah menerapkan
mata kuliah berorientasi
technopreneurship dan Dikti,
yaitu Ketua Departemen TIN
- IPB, Prof Nastiti S Indrasti
beserta dosen-dosen TINIPB, Direktur RAMP IPB Dr Aji
Hermawan, MM, dan Direktur
Direktorat Pembelajaran dan
Kemahasiswaan Ditjen Dikti
Kemdikbud Dr Illah Sailah, MS.
Metode pembelajaran
inovatif melalui metode
experiential learning dan
student center learning sangat
diperlukan untuk menopang
kelahiran lulusan wirausaha ini.
Kurikulum kewirausahaan
yang perlu dibentuk
adalah kurikulum yang
mengintegrasikan
pembelajaran ilmu
pengetahuan dan teknologi
pada disiplin ilmu masingmasing dengan pembelajaran
kewirausahaan yang inovatif
yang mampu melahirkan
wirausaha pada bidang yang
terkait dengan disiplin ilmunya.
Untuk maksud tersebut,
RAMP-IPB merancang program
yang disebut Revitaliasi
Kurikulum berorientasi
Technopreneurship (RKT).
Program ini bermaksud
mendukung departemen/
jurusan/ program studi
di perguruan tinggi untuk
merevitalisasi dan menerapkan
mata-kuliah yang terkait
dengan technopreneurship.
Melalui program RKT
ini diharapkan para dosen
tersebut dapat merancang
pembelajaran dengan
kurikulum terstruktur yang
akan membekali mahasiswa
dengan pengetahuan, keahlian,
dan sikap yang terkait dengan
proses pengembangan usaha
berbasis inovasi teknologi.
Dengan berfokus pada
satu departemen maka
rancangan kurikulum yang
dihasilkan akan lebih spesifik
dan rinci, dan hasilnya dapat
edisi pagi
langsung dilaksanakan. Hasil
pembelajaran dari datu
departemen ini merupakan
sebuah pengalaman yang
berharga bagi pengembangan
pada jenjang universitas, yang
pada akhirnya dapat menjadi
pelajaran yang berharga bagi
universitas-universitas di
Indonesia untuk menghasilkan
wirausaha pada konteks
Indonesia.
Tujuan Revitaliasi Kurikulum
berorientasi Technopreneurship
2013 adalah untuk merancang
kurikulum yang mampu
menghasilkan lulusan
wirausaha berbasis pada
kompetensi akademik yang
dimiliki pada bidang teknologi
industri pertanian.
Selain itu, memperbaharui isi
dan metode mata kuliah agar
berorientasi pada dimensidimensi yang dibutuhkan
untuk melahirkan wirausaha
berbasis teknologi.
Tujuan lainnya, untuk
menghasilkan lulusan yang
sudah memulai start-up atau
bisnis baru yang berbasis
pada kompetensi akademik
di bidang teknologi industri
pertanian.
Sedangkan luaran
rancangan kurikulum
diharapkan dapat
menghasilkan lulusan
wirausaha yang yang
terkait dengan disiplin ilmu
teknologi industri pertanian.
Rancangan rencana
pengajaran mata kuliah inti
dan pendukungnya yang
masing-masing menunjukkan
peranannya dalam tahapantahapan melahirkan wirausaha.
Rancangan implementasi
kurikulum dan rancangan
evaluasinya.
Sasaran dari kegiatan ini
adalah program studi yang
memiliki mandat dalam
pengembangan agroindustri di
Indonesia.
Peserta workshop
berkesempatan memperoleh
fasilitasi pendanaan untuk
merevitalisasi kurikulum
berorientasi technopreneurship
dengan syarat mengirimkan
proposal sesuai format yang
telah ditetapkan.
Berdasarkan seleksi
terhadap proposal masuk
pada Program Revitalisasi
Kurikulum Technopreneurship
2013, tujuh proposal dipilih
untuk mendapatkan fasilitasi
pengembangan kurikulum
technopreneurship. (joe/ant)
follow @portalsurya
2. 2
SURYA Online - Banyaknya
iklan perumahan baik
di media maupun pada
spanduk di jalan raya sekilas
mengindikasikan bahwa
salah satu kebutuhan vital
bagi manusia, yaitu papan
atau tempat tinggal atau
perumahan seperti telah
teratasi.
Padahal, jumlah backlog
atau kekurangan perumahan
di Indonesia diperkirakan
telah mencapai lebih dari 15
juta rumah pada Tahun 2013
ini, belum lagi harga rumah
yang kerap mencekik dan
tidak bisa dibeli, terutama
oleh rakyat yang tergolong
masyarakat berpenghasilan
rendah (MBR).
Harga rumah yang
melambung dan tidak
terjangkau oleh sebagian
orang dianalisis, antara lain
karena melonjaknya harga
tanah secara gila-gilaan
pula.
LSM Indonesia Property
Watch menyatakan,
pembentukan bank tanah
merupakan solusi yang
harus segera diambil dalam
rangka mengatasi kekurangan
perumahan rakyat di berbagai
daerah di Indonesia.
“Adalah sebuah keharusan
dengan tingkat urgensi yang
tinggi bagi Pemerintah untuk
segera menyiapkan bank
tanah milik Pemerintah agar
perumahan rakyat dapat
dijamin ketersediaannya,”
kata Direktur Eksekutif
Indonesia Property Watch Ali
Tranghanda.
Menurut Ali Tranghanda,
konsep bank tanah bukanlah
hal baru, apalagi langkah
Pemerintah Provinsi DKI
Jakarta dengan membangun
rumah susun sederhana sewa
di Waduk Pluit dan Ria Rio
merupakan konsep awal
tersedianya bank tanah yang
dimiliki oleh Pemprov DKI
Jakarta.
Pemerintah, ujar dia, dapat
mengeluarkan peraturan agar
semua Pemda menyiapkan
bank tanah sebesar 20
persen untuk kemudian
dibangun rumah rakyat.
“Pengembang yang membuat
master plan perumahan
harus menyediaan zona untuk
kawasan perumahan rakyat
dipadukan dengan UndangUndang Hunian Berimbang
yang sampai saat ini belum
juga keluar peraturan
pemerintahnya,” katanya.
Ia berpendapat bahwa
masalah dana seharusnya
bukan masalah bagi pemda
bila ada keseriusan dan bebas
dari korupsi para pejabatnya.
Belum lagi, menurut dia,
tanah-tanah BUMN yang
sebagian dapat digunakan
SABTU, 14DESEMBER 2013 | surya.co.id | surabaya.tribunnews.com
PAPAN IMPIAN
RAKYAT
untuk penyediaan perumahan
rakyat, baik rusun maupun
rumah horizontal.
“Semua seharusnya tidak
menjadi permasalahan
yang berlarut-larut. Hanya
dibutuhkan keseriusan
pemerintah,” ucapnya.
Sebelumnya, Ali
Tranghanda menyatakan
bahwa kenaikan harga
tanah yang terus melesat
pada saat ini terutama di
kawasan Jabodetabek dan
kota-kota besar lain, dinilai
akan memperburuk sektor
perumahan nasional.
Menurut dia, hal tersebut
berpotensi memperburuk
sistem perumahan nasional
sehingga bisa membuat segmen
menengah ke bawah terancam
tidak dapat memiliki rumah,
khususnya di Jabodetabek.
Selain itu, lanjut dia, program
subsidi pemerintah yang
berfokus kepada kaum MBR
tidak membuahkan hasil yang
optimal.
Ia mempertanyakan
ketidakjelasan blue print
perumahan dari Pemerintah,
terutama dalam hal
menyediakan perumahan,
khususnya bagi masyarakat
berpenghasilan rendah.
“Kebijakan perumahan
nasional berjalan tanpa
arah dan tujuan yang jelas,
bahkan tidak ada blue print
perumahan yang seharusnya
menjadi sebuah panduan
dalam penyediaan rumah untuk
masyarakat berpenghasilan
rendah,” kata Ali.
Menurut Ali, Pemerintah
sebagai penyedia perumahan
rakyat seharusnya
bertanggung jawab penuh
dalam hal proteksi dan
intervensi ke pemerintah,
bahkan sekaligus bertanggung
jawab membangun rumah
join facebook.com/suryaonline
rakyat. Namun, ujar
dia, Pemerintah saat ini
menyerahkan sepenuhnya
pembangunan rumah kepada
pengembang swasta.
“Alih-alih membereskan
sistem perumahan nasional,
malahan Pemerintah
memuluskan jalan program
mobil murah yang sarat
konsumtif,” katanya.
Ia mengingatkan bahwa
perumahan sebagai salah satu
dari tiga kebutuhan pokok
masyarakat, yang juga salah
satu ukuran kesejahteraan
rakyat.
Perhatian Menurun
Tidak hanya dari suara
LSM, bahkan Direktur Utama
Perumnas Himawan Arief juga
menyatakan bahwa perhatian
Pemerintah terhadap sektor
perumahan rakyat dalam
beberapa tahun terakhir
mengalami penurunan drastis
sehingga antara kebutuhan
dan ketersediaan papan
setiap tahun berjalan tidak
seimbang.
Himawan menyatakan
bahwa anggaran negara cukup
memadai untuk membangun
rumah rakyat, tetapi
perhatian Pemerintah sangat
kurang. Sementara di sisi
lain, sikap masyarakat sudah
apatis dan pasrah.
Ia mengatakan selama tujuh
tahun memimpin Perumnas,
tidak pernah secara khusus
ada perhatian terhadap
sektor papan, misalnya
melalui penyelenggaraan
sidang kabinet membahas
perumahan rakyat. Sementara
kebijakan Pemerintah
di bidang ekonomi lebih
mengarah pada sektor-sektor
lainnya, seperti penerbangan,
penyeberangan, dan
infrastruktur lainnya.
Perum Perumnas ingin
mengambil lagi peran
membangun dan mengelola
rumah rakyat seperti yang
pernah dilakukan perusahaan
BUMN itu sejak 1974
hingga 1990-an. Ini berarti
mengembalikan tujuan
pendirian Perum Perumnas
Tahun 1974, yaitu Perumnas
menyediakan perumahan rakyat
untuk masyarakat menengah
dan menengah bawah.
“Saat ini peran Perumnas
dikecilkan. Kalau mau benahi
masalah perumahan, mari
kita maksimalkan kembali
peran Perumnas sebagai
penyedia rumah rakyat dan
rumah murah. Tak usah
buat badan baru, perbaiki
kekurangan dan maksimalkan
peran Perumnas,” katanya.
Ia lebih lanjut mengatakan
bahwa daerah-daerah
dengan lahan luas kini sudah
menjadi simpul-simpul dan
pusat pertumbuhan ekonomi
dan dikuasai oleh para
pengembangan perumahan.
Pemerintah Indonesia
dinilai harus bisa mencontoh
negara lain, seperti
Singapura, yang mengurus
perumahan rakyatnya dengan
baik. Memastikan 80 persen
perumahan rakyat disediakan
oleh Pemerintah.
“Kalau Pemerintah
membiarkan, harga rumah
makin hari bertambah
melambung tinggi dan
semakin tidak terjangkau oleh
rakyat kecil,” katanya.
Selaras dengan Perumnas,
Indonesia Property Watch
mendesak Pemerintah untuk
dapat membedakan antara
perumahan publik dan
komersial karena hal tersebut
selama ini sangat bergantung
pada swasta.
Menurut Direktur Indonesia
Property Watch, dalam
penyediaan perumahan publik
sebaiknya Pemerintah tidak
menyerahkan kepada swasta
karena akan sangat terikat
dengan mekanisme pasar yang
ada.
Artinya, ujar dia, harga
rumah akan selalu dinaikkan
dan sampai kapan pun hal
tersebut dinilai tidak akan
menyelesaikan masalah
backlog (kekurangan
perumahan) di Tanah Air.
Ia berpendapat bahwa
setiap kenaikan harga
rumah sebesar 10 persen
akan menggerus daya cicil
masyarakat sebesar 10 persen
dan mengurangi pangsa pasar
permintaan rumah hingga
sebesar 5 persen. Dengan
kenaikan harga rumah sampai
20 persen, pangsa pasar akan
menurun hingga sebesar 10
persen.
“Dengan kondisi saat ini
‘backlog’ perumahan tidak
dapat lagi dihitung sebesar
15 juta rumah, tetapi akan
membengkak menjadi 21,7
juta unit pada tahun 2014,”
ujarnya.
Sebagaimana
diberitakan, Real Estat
Indonesia (REI) menyatakan
bahwa pihak swasta lebih
berperan dalam pembangunan
sektor perumahan jika
dibandingkan dengan
Pemerintah, padahal program
“backlog” (kekurangan
rumah) di Tanah Air dinilai
masih besar.
“Berdasarkan penelitian
yang dilakukan oleh REI, yang
dikerjakan oleh Pemerintah
hanya 5 persen, sedangkan 95
persen ditangani oleh swasta,
dan sekitar 80 persennya
dilakukan oleh anggota REI,”
kata Ketua Umum REI Setyo
Maharso dalam jumpa pers
tentang Musyawarah Nasional
REI 2013 di Jakarta, Rabu
(20/11/2013). (antara)
follow @portalsurya