Dokumen tersebut membahas tentang latar belakang penelitian mengenai analisis konsistensi penerapan PSAK No 30 tentang sewa guna usaha aktiva tetap PT INTI untuk menentukan pendapatan sewa. Dokumen juga membahas tentang identifikasi masalah penelitian, tujuan penelitian, dan kegunaan hasil penelitian. Selain itu juga membahas kajian pustaka mengenai definisi beban menurut beberapa sumber.
Similar to “Analisis konsistensi penerapan psak no 30 atas sewa guna usaha aktiva tetap dalam menentukan ketepatan penentuan pendapatan sewa pt inti (persero)”
Similar to “Analisis konsistensi penerapan psak no 30 atas sewa guna usaha aktiva tetap dalam menentukan ketepatan penentuan pendapatan sewa pt inti (persero)” (20)
“Analisis konsistensi penerapan psak no 30 atas sewa guna usaha aktiva tetap dalam menentukan ketepatan penentuan pendapatan sewa pt inti (persero)”
1. 1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
Dalam proses kegiatan operasional, setiap perusahaan mempunyai tujuan
utama yaitu, mencari laba. Selain itu juga untuk pertumbuhan yang terus-menerus
(Growth), kelangsungan hidup (Survival), kesan positif di mata publik (Image).
Untuk mencapai tujuan ini manajemen sebagai pihak yang diserahi hak
dan tanggung jawab memiliki atau menguasai faktor-faktor produksi yang
digunakan seperti Money, Man, Material, dan Method. Proses ini sering juga
disebut proses produksi. Proses ini dimaksudkan untuk menghasilkan penerimaan
kas melalui penjualan produksi tersebut yang menjadi salah satu sumber dana
utama bagi pelaksanaan kegiatan perusahaan
Untuk menghasilkan produk ini maka aset tetap memegang peranan yang
sangat besar, seperti lahan sebagai tempat berproduksi bagi usaha pertambangan
pertanian, perkebunan dan perikanan. Bangunan sebagai tempat pabrik, kantor
dan kegiatan lainnya. Mesin dan peralatan sebagai alat untuk berproduksi.
Kendaraan pengangkutan sebagai alat untuk mengangkut produk atau hasil
lainnya. Inventaris berupa inventaris kantor, perabot, meja, kursi lemari dan lain-
lain sebagai alat yang mendukung kegiatan perusahaan semuanya.
Bahkan ada aset tetap yang tidak berwujud tetapi yang sangat penting
dalam kegiatan produksi dan tanpa aset ini barangkali perusahaan tidak dapat
2. 2
beroperasi misalnya, HPH (Hak Penguasaan Hutan), HGU (Hak Guna Usaha),
HGB (Hak Guna Bangunan), Patent, Franchise, Hak Cipta, dan lain-lain.
Peranan aset tetap ini sangat besar dalam perusahaan baik ditinjau dari segi
fungsinya, dari segi jumlah dana yang diinvestasikan, dari pengolahannya yang
melibatkan banyak orang, dari segi pembuataanya yang sering jangka panjang,
maupun dari segi pengawasannya yang agak rumit.
Setiap perusahaan pasti memiliki aset tetap baik yang berwujud maupun
yang tidak berwujud. Namun jenis aset tetap yang dimiliki suatu perusahaan akan
berbeda dengan perusahaan lainnya seperti perusahaan jasa, aset tetapnya berbeda
dengan aset tetap perusahaan perkebunan, perkapalan, perminyakan, perdagangan
dan lain-lain.
Pada kenyataanya kegiatan utama yang dilakukan untuk mencapai tujuan
dalam suatu perusahaan terkadang tidak terlalu memanfaatkan aset tetap yang
dimiliki secara optimal sehingga ada aktiva tetap yang menganggur. Dengan
berbagai pengorbanan yang telah dikeluarkan untuk memperoleh aset tetap
tersebut hal ini dianggap merugikan bagi perusahaan. Oleh karena itu, perusahaan
dirasa perlu untuk lebih mengoptimalkan aset berupa aset tetap yang dimilikinya
salah satu diantaranya dengan meleasekan atau menyewagunausahakan aset tetap
tersebut.
Usaha leasing di luar negeri sudah mengalami perkembangan yang lama
sekali. Di Indonesia leasing baru mulai berkembang sejak dikeluarkanya peraturan
kegiatan usaha leasing yang sementara masih terbatas dalam bentuk Surat
Keputusan Bersama (SKB) Menteri Keuangan, Menteri Perindustrian dan Menteri
3. 3
Perdagangan Nomor 122/MK/IV/2/1979, nomor 32/M/SK/1974 dan nomor
30/Kpb/I/1974 tertanggal 7 Februari 1974 tentang ”Tentang Perjanjian Leasing”.
Kemudian keputusan ditindaklanjuti lagi antara lain oleh: Surat Edaran Direktur
Jenderal Moneter Dalam Negeri No. SE/499/MD/1984 tanggal 24 Januari 1984
tentang Ketentuan dan Tata Cara Penyampaian Laporan Perusahaan Leasing. Dan
Kep.Menteri No.1251/KMK.013/88 tanggal 20 Desember 1988. Dan dari
berbagai rujukan maka lahirlah PAI Pernyataan No.6 “Standar Khusus Akuntansi
Sewa Guna Usaha” tanggal 19 September 1990.
Beberapa tahun terakhir ini khususnya di kota-kota besar, telah
berkembang perusahaan-perusahaan leasing. Masalah leasing (Sewa Guna Usaha)
ini semakin berkembang sebagai alternatif pembiayaan di Indonesia dimana lease
mendatangkan keuntungan bagi pengusaha. Di Indonesia pembiayaan leasing
meliputi pengadaan barang modal untuk tujuh sektor leasing. Ketujuh sektor
tersebut antara lain: sektor transportasi, industri, pertanian, konstruksi,
pertambangan, perkantoran dan kesehatan.
Lease merupakan suatu cara untuk memperoleh hak untuk menggunakan
aset berwujud tertentu dalam jangka waktu tertentu. Pihak yang memberikan
asetnya untuk digunakan orang lain disebut lessor sedangkan pihak yang
mendapatkan hak menggunakan aktiva tersebut disebut lessee.
PT INTI (Persero) Bandung merupakan salah satu BUMN yang bergerak
di bidang industri telekomunikasi sebagi penyedia jasa dan penjualan peralatan
telekomunikasi. Dalam menjalankan aktivitasnya, PT INTI memberikan
pelayanan jasa dan penjualan peralatan telekomunikasi kepada instansi yang
4. 4
membutuhkan. Pelaksanaan kegiatan perusahaan ini dilakukan oleh beberapa
Divisi (bagian) yang telah ditentukan sesuai dengan SK Direksi PT INTI (Persero)
Bandung tentang struktur perusahaannya.
Disamping kegiatan operasional utamanya dalam pelayanan jasa dan
penjualan peralatan telekomunikasi, PT INTI juga melakukan lease terhadap
properti yang dimiliki sebagai salah satu cara mengoptimalkan aset berupa aset
berwujud yang dimilikinya untuk meningkatan pendapatan perusahaan.
Namun jika melihat kondisi laporan keuangan lima tahun ke belakang,
pendapatan khususnya pendapatan lain-lain (Sewa) yang diperoleh PT INTI
(Persero) cenderung terus menurun dari tahun ke tahun (lampiran 1). Hal ini
mungkin disebabkan adanya penurunan jumlah lessee yang berminat untuk
menyewa asset yang dimiliki oleh PT INTI (Persero). Indikasi lain, adanya
ketidaktepatan dalam penentuan komponen biaya-biaya yang dibebankan kepada
lessee juga bisa menyebabkan pengurangan nilai pendapatan yang diterima oleh
PT INTI (Persero)
Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No 30 (Revisi 2007) tentang
”Sewa” telah menetapkan standar umum pengakuan pendapatan dan komponen-
komponen biaya yang dapat dibebankan kepada lessee. Diharapkan dengan
penerapan PSAK tersebut secara konsisten, maka penentuan pendapatan sewa
yang akan diterima akan tepat dan terjadi peningkatan pendapatan sewa yang
diperoleh PT INTI (Persero).
Berdasarkan uraian diatas, penulis bermaksud mengadakan suatu
penelitian dengan judul: “ANALISIS KONSISTENSI PENERAPAN PSAK
5. 5
NO 30 ATAS SEWA GUNA USAHA AKTIVA TETAP DALAM
MENENTUKAN KETEPATAN PENENTUAN PENDAPATAN SEWA PT
INTI (Persero)”
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasakan latar belakang yang dikemukakan sebelumnya, penulis
membatasi masalah yang akan diteliti dengan identifikasi masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana penentuan komponen biaya-biaya yang dibebankan kepada lessee
dalam PSAK No 30 (Sewa)?
2. Seberapa besar kosistensi PT INTI (Persero) dalam penerapan PSAK No 30?
3. Apakah penerapan PSAK secara konsisten dapat menentukan pendapatan
sewa PT INTI (Persero) yang tepat?
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian
1.3.1 Maksud Penelitian
Maksud penelitian yang penulis lakukan diantaranya untuk
mengumpulkan data dan informasi baik secara ekstern maupun intern tentang
sejauh mana penerapan PSAK No 30 (sewa) atas sewa guna usaha aktiva tetap
secara konsisten di PT INTI (Persero) dapat menentukan pendapatan sewa yang
tepat kemudian menganalisis data dan informasi tersebut yang dituangkan dalam
bentuk laporan akhir sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan Pendidikan
Diploma III.
6. 6
1.3.2 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini antara lain:
1. Untuk mengetahui penentuan komponen biaya yang sesuai dengan PSAK
No 30 (sewa)
2. Untuk mengetahui sejauh mana konsistensi penerapan PSAK No 30 di PT
INTI (Persero)
3. Untuk mengetahui penerapan PSAK No.30 secara konsisten dapat
menentukan pendapatan sewa PT INTI (Persero) yang tepat.
1.4 Kegunaan Hasil Penelitian
Dengan maksud dan tujuan yang telah disampaikan sebelumnya,
diharapkan penelitian ini dapat bermanfaat diantaranya:
1. Bagi Penulis
Memberikan pengetahuan dan wawasan tentang penerapan PSAK No 30
atas sewa guna usaha aktiva tetap
2. Bagi Perusahaan
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan masukan serta sebagai
pertimbangan dalam menentukan kebijakan khususnya yang terkait dengan
pelaksanaan Leasing Property yang dilaksanakan.
3. Bagi Pembaca
Dengan adanya Laporan Tugas Akhir ini semoga dapat menambah
perbendaharaan kepustakaan dan sebagai acuan serta tambahan informasi
7. 7
dalam penyusunan Laporan Tugas Akhir selanjutnya dengan ruang lingkup
yang sama.
1.3 Lokasi dan Jadwal Penelitian
Untuk memperoleh data dalam rangka penyusunan Laporan Tugas Akhir
ini, penulis melakukan penelitian pada PT INTI (Persero) Bandung Jl. Moch Toha
No.77 Bandung dimulai pada bulan Agustus sampai selesai. Adapun jadwal
penelitian, dapat terlihat pada tabel sebagai berikut:
Tabel 1.1
Jadwal Penelitian
N Agustus Septeber Oktober
O KEGIATAN 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Penentuan Masalah dan Judul
2 Pengajuan Judul
4 Pengumpulan Data
5 Menyusun Laporan
6 Bimbingan
7 Sidang
BAB II
8. 8
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS
2.1 Kajian Pustaka
2.1.1 Beban
Istilah beban dapat dinyatakan sebagai biaya yang secara langsung
maupun tidak langsung telah dimanfaatkan di dalam usaha menghasilkan
pendapatan dalam suatu periode, atau yang sudah tidak memberikan manfaat
ekonomis untuk kegiatan masa berikutnya. Yang dimaksud dengan biaya adalah
pengorbanan ekonomis yang diperlukan untuk memperoleh barang atau jasa.
Menurut Standar Akuntansi Keungan Bab Pendahuluan paragraf 70 (b)
disebutkan bahwa:
”Beban (expense) adalah penurunan manfaat ekonomi selama suatu
periode akuntansi dalam bentuk arus keluar atau berkurangnya aset atau
terjadinya kewajiban yang mengakibatkan penurunan ekuitas yang tidak
menyangkut pembagian kepada penanam modal”.
Selanjutnya paragraf 78, 79, 80, menyebutkan:
Paragraf 78
Definisi beban mencakup baik kerugian maupun beban yang timbul dalam
pelaksanaan aktivitas perusahaan yang biasa. Beban yang timbul dalam
pelaksanaan aktivitas perusahaan yang biasa, meliputi, misalnya, beban pokok
penjualan, gaji dan penyusutan. Beban tersebut biasanya bebrbentuk arus keluar
atau berkurangnya aset seperti kas (dan setara kas), persediaan, dan aset tetap.
Paragraf 79
9. 9
Kerugian mencerminkan pos yang lain yang memenuhi definisi beban
yang mungkin timbul dari aktivitas perusahaan yang biasa. Kerugian tersebut
mencerminkan berkurangnya manfaat ekonomi dan pada hakikatnya tidak berbeda
dari beban lain. Oleh karena itu, kerugian tidak dipandang sebagai unsur terpisah
dala kerangka dasar ini.
Paragraf 80
Kerugian dapat timbul, misalnya dari bencana kebakaran, banjir, seperti
juga yang timbul dari pelepasan aset tidak lancar. Definisi beban juga mencakup
kerugian yang belum direalisasi, misalnya, kerugian yang timbul dari pengaruh
kenaikan kurs valuta asing dalam hubungannya dengan pinjaman perusahaan
dalam mata uang tersebut. Kalau kerugaian diakui dalam laporan laba rugi,
biasanya disajikan secara terpisah karena pengetahuan mengenai pos tersebut
berguna untuk tujuan pengambilan keputusan ekonomi. Kerugian sering kali
dilaporkan dalam jumlah bersih stelah dikurangi dengan penghasilan yang
bersangkutan.
Carl S Warren, et all (2005: 63) mendefinisikan beban sebagai aktiva
atau jasa yang digunakan dalam menghasilkan pendapatan. Contoh beban meliputi
beban upah, beban sewa, beban perlengkapan, beban utilitas, dan beban rupa.
Menurut Soemarso (2003: 234), beban adalah penurunan modal bruto,
sehubungan dengan kegiatan usaha perusahaan. Penurunan modal bruto terjadi
karena penurunan aktiva atau kenaikan kewajiban.
10. 10
Definisi beban menurut Suwardjono (2003: 73) adalah aliran keluar
sumber daya atau asset yang melekat pada produk atau jasa yang diserahhkan
perusahaan kepada konsumen dalam rangka menimbulkan pendapatan
Menurut S. Munawir (2003: 230)
”Biaya adalah nilai kas atau setara dengan kas yang dikorbankan untuk
memperoleh barang atau jasa yang diperkirakan akan memberikan manfaat
saat kini atau masa depan pada organisasi (pengorbanan yang terjadi
dalam rangkan untuk memperoleh suatu barang atau jasa yang
bermanfaat). Pada perusahaan yang bertujuan mencari laba, manfaat masa
depan berarti pendapatan. Cost atau harga perolehan yang digunakan
untuk memperoleh pendapatan disebut beban”.
Sedangkan Harnanto (2002: 92) menyatakan bahwa
”Beban adalah aliran keluar atau penggunaan aktiva atau kenaikan
kewajiban (atau keduanya) dalam suatua periode akuntansi yang terjadi
dalam aktivitas produksi dan penjualan barang, penyerahan jasa dan
aktivitas lain yang berhubungan dengan usaha pokok perusahaan”.
Menurut Prinsip Akuntansi Indonesia, beban diartikan sebagai
pengorbanan ekonomis yang dilakukan dalam rangka memperoleh pendapatan.
Konsep beban untuk tujuan pajak terbatas pada beban untuk mendapatkan,
menagih, dan memelihara penghasilan. Untuk beban terdapat kemungkinan layak
menurut akuntansi, namun tidak layak menurut pajak. (Soemarso, 2003: 257)
Dari berbagai pendapat tentang definisi diatas, maka penulis dapat
menyimpulkan bahwa beban adalah suatu aliran keluar sebagai pengorbanan
ekonomis yang dilakukan baik berupa penggunaan aktiva atau penurunan
kewajiban untuk memperoleh pendapatan
11. 11
2.1.1.1. Pengakuan Beban.
Dalam Peryataan Atandar Akuntansi Keuangan paragraf 94, 95, 96, 97,
dan 98, menyebutkan bahwa:
Paragraf 94
Beban diakui dalam laporan laba rugi kalau penurunan manfaat ekonomi
masa depan yang berkaitan dengan penurunan aset atau kenaikan kewajiban telah
terjadi dan dapat diukur dengan andal. Ini berarti pengakuan beban terjadi
bersamaan dengan pengakuan kenaikan kewajiban atau penurunan aset (misalnya,
akrual hak karyawan atau penyusutan aset tetap).
Paragraf 95
Beban diakui dalam laporan laba rugi atas dasar hubungan langsung antara
biaya yang timbul dan pos penghasilan tertentu yang diperoleh. Proses yang
biasanya disebut pengaitan biaya dengan pendapatan (matching of costs with
revenue) ini melibatkan pengakuan penghasilan dan beban secara gabungan atau
bersamaan yang dihasilkan secara langsung dan bersama-sama transaksi atau
peristiwa lain yang sama; misalnya, berbagai komponen beban yang membentuk
beban pokok penjualan (cost or expense of goods sold) diakui pada saat yang
sama sebagai penghasilan yang diperoleh dari penjualan barang. Namun
demikian, penerapan konsep matching dalam kerangka dasar ini tidak
memperkenankan pengakuan pos dalam neraca yang tidak memenuhi definisi aset
atau kewajiban.
12. 12
Paragraf 96
Jika manfaat ekonomi diharapkan timbul selama beberapa periode
akuntansi dan hubungannya dengan penghasilan hanya dapat ditentukan secara
luas atau tidak langsung, beban diakui dalam laporan laba rugi atas dasar prosedur
alokasi yang rasional dan sistematis. Hal ini sering diperlukan dalam pengakuan
bebab yang berkaitan dengan penggunaan aset seperti aset tetap, goodwill, paten
dan merek dagang. Dalam kasus semacam itu, beban ini disebut penyusutan atau
amortisasi. Prosedur alokasi ini dimaksudkan untuk mengakui beban dalam
periode akuntansi yang menikmati manfaat ekonomi aset yang besangkutan.
Paragraf 97
Beban segera diakui dalam laporan laba rugi kalau pengeluaran tidak
menghasilkan manfaat ekonomi masa depan atau kalau sepanjang manfaat
ekonomi masa depan tidak memenuhi syarat, atau tidak lagi memenuhi syarat,
untuk diakui dalam neraca sebaga aset.
Pargraf 98
Beban juga diakui dalam laporan laba rugi pada saat timbul kewajiban
tanpa adanya pengakuan aset, seperti apabila timbul kewajiban akibat garansi
produk.
1.1.1.2 Penentuan Komponen Biaya
Berbagai kegiatan, transaksi dan peristiwa menghasilkan pengaruh yang
berbeda terhadap stabilitas, resiko dan prediksi. Pengungkapan unsur-unsur
kinerja membantu memahami hasil yang dicapai dan menilai hasil yang akan
13. 13
diperoleh pada masa akan datang. Dalam rangka menyajikan laporan laba rugi
secara wajar, dapat dilakukan penambahan pos dan perubahan istilah yang dipakai
serta perubahan urutan dari pos-pos yang terdapat dalam laporan laba rugi.
Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam melakukan penambahan dan
perubahan tersebut meliputi materialistis, hakikat dan fungsi dari berbagai
komponen pendapatan dan beban. (IAI, 2007: 1.11 paragraf 57)
Perusahaan menyajikan, di Laporan Laba Rugi atau di Catat atas Laporan
Keuangan, rincian beban dengan menggunakan kalsifikasi yang didasarkan pada
sifat atau fungsi beban dalam perusahaan. (IAI, 2007: 1.11 paragraf 58)
Dalam penentuan komponen biaya-biaya untuk memperoleh pendapatan,
satu perusahaan dengan perusahaan lain akan berbeda tergantung sifat dan fungsi
beban itu sendiri. Pos-pos beban disub-klasifikasikan lebih lanjut dalam rangka
cakupan komponen kinerja keuangan yang mungkin berbeda dalam hal stabilitas,
potensi menghasilkan laba atau rugi, dan prediksi.
Adapun komponen biaya atau beban yang diakui dalam penentuan
pendapatan sewa dalam PSAK No 30 (Sewa) untuk sewa operasi (operating
lease) adalah sebagai berikut:
1. Biaya penyusutan yang terjadi untuk memperoleh pendapatn sewa diakui
sebagai beban. Beban penyusutan adalah beban yang timbul karena
pemakaian aktiva berwujud. Kebijakan penyusutan untuk asset sewaan
harus kosisten dengan kebijakan penyusutan normal untuk asset sejenis,
dan penyusutan tersebut dihitung sesuai dengan PSAK No 16 dan PSAK
No 19
14. 14
2. Biaya langsung awal yang dikeluarkan oleh lessor dalam proses negosiasi
dan pengaturan sewa operasi ditambahkan ke jumlah tercatat dari aset
sewaan dan diakui sebagai beban selama masa sewa dengan dasar yang
sama dengan pendapatan sewa. Beberapa komponen biaya langsung
adalah sebagai berikut:
a. Beban Bank, adalah beban yang timbul karena adanya transaksi
melalui bank.
b. Beban Pemeliharaan Gedung, adalah pengeluaran yang
berhubungan dengan upaya perawatan gedung agar selalu dalam
keadaan siap pakai.
c. Beban Akte Notaris, adalah beban yang timbul karena pengeluaran
atas kelengkapan legalitas yang berkaitan dengan objek sewa.
d. Beban Fasilitas, adalah beban yang timbul karena pengeluaran atas
penyediaan kelengkapan obejek sewa. Misalnya, beban listrik,
telepon, air, pendingin ruangan, dan lain-lain
2.1.2 Pengertian Pendapatan
Kemampuan suatu perusahaan untuk memperoleh keuntungan adalah hal
yang penting untuk dapat melanjutkan operasi perusahaan. Keuntungan yang
dihasilkan oleh suatu badan usaha adalah suatu ukuran keberhasilan manajer,
investor dan kreditor yang menggunakannya untuk mengevaluasi prospek
perusahaan dimasa yang akan datang. Oleh karena itu salah satu bagian terpenting
dalam proses akuntansi adalah penentuan, pengukuran dan pengakuan pendapatan
15. 15
serta pengukuran pencatatan ekonomi yang berhubungan dengan pendapatan
perusahaan.
Dalam kaitannya dengan operasi perusahaan yang utama, pendapatan
diklasifikasikan menjadi komponen-komponen, yaitu pendapatan operasi,
pendapatan nonoperasi (pendapatan lain-lain), dan untung luar biasa.
Menurut Suwardjono (2003: 82)
”Pendapatan nonoperasi adalah pendapatan selain yang diperoleh dari
kegiatan utama perusahaan yang sifatnya insidental atau yang tidak secara
langsung berkaitan dengan kegiatan utama perusahaan. Pendapatan ini
sering disebut pendapatan lain-lain. Contohnya pendapatan yang berasal
dari bunga, dividen, royalti dan lain-lain”.
Menurut Harnanto (2002:100)
”Pendapatan di luar usaha sebagai pendapatan yang dapat diidentifikasi
sebagai kegiatan periperal perusahaan. Contohnya pendapatan yang
berasal dari kegiatan finansial perusahaan. Misalnya, sewa, bunga,
dividen, dan lain-lain.”
Menurut Soemarso S.R (2004: 227), ”pendapatan lain-lain adalah
pendapatan yang bukan berasal dari kegiatan utama perusahaan atau pendapatan
non usaha, termasuk didalam kelompok ini adalah keuntungan dari penjualan
aktiva tetap dan pendapatan sewa.”
Carl S Warren, et all (2005:21) mendefinisikan pendapatan sewa sebagai
uang yang diterima dari penyewaan.
Sedangkan menurut Soemarso S.R (2003:230)
”Pendapatan adalah peningkatan manfaat ekonomi selama satu periode
akuntansi tertentu dalam bentuk pemasukan atau penambahan aktiva atau
penurunan kewajiban yang mengakibatkan ekuitas yang tidak berasal dari
kontribusi penanam modal. Pendapatn yang diperoleh dari kegiatan di luar
kegiatan utama disebut pendapatan lain-lain.”
16. 16
Berdasarkan definisi-difinisi diatas, maka penulis dapat menyimpulkan
bahwa pendapatan lai-lain atau pendapatan luar usaha adalah arus masuk yang
berasal dari penambahan atau penurunan kewajiban selain pendapatan yang
berasal dari kegiatan utama perusahaan. Pendapatan sewa termasuk dalam
pendapatan lain-lain apabila kegiatan utama perusahaan bukan bergerak dalam
bidang sewa-menyewa atau rental.
2.1.3 Aktiva Tetap
Aktiva tetap merupakan salah satu bentuk kekayaan perusahaan berupa
sumber ekonomi untuk menciptakan pendapatan. Kedudukannya sangat penting
karena fungsinya sebagai alat produksi, karena itu aktiva tetap merupakan sarana
mutlak untuk mencapai sasaran perusahaan.
Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dalam Standar Akuntansi
Keuangan No.16 tahun 2007:
“Aset tetap adalah aset berwujud yang:
(a) dimiliki untuk digunakan dalam produksi atau penyediaan barang atau
jasa, untuk direntalkan kepada pihak lain, atau untuk tujuan
administratif; dan
(b) diharapkan untuk digunakan selama lebih dari satu
periode.”(2007:16.2 paragraf 6)
Soemarso (2004: 226) mendefinisikan aktiva tetap sebagai aktiva bernilai
besar yang digunakan untuk kegiatan perusahaan, bersifat tetap atau permanen
dan tidak untuk dijual kembali dalam kegiatan normal.
Selanjutnya Harnanto (2002: 313) mendefinisikan aktiva tetap berwujud
sebagai berikut:
17. 17
”Aktiva tetap berwujud adalah setiap barang yang dimiliki atau dikuasai
oleh perusahaan yang diapakai atau digunakan secara aktif dalam
operasional dan mempunyai umur atau masa kegunaan yang relatif
permanen”
Sedangkan definisi aktiva tetap menurut James O Gill (2006: 6) adalah
sebagai berikut:
“Aktiva tetap adalah aktiva berwujud yang diperoleh dalam bentuk siap
pakai atau dengan dibangun lebih dahulu, yang digunakan dalam operasi
perusahaan. Aktiva tetap meliputi aktiva yang tidak dapat disusutkan dan
yang disusutkan.”
Dari berbagai pendapat tentang pengertian aktiva tetap berwujud
tersebut di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa suatu aktiva dapat disebut
sebagai aktiva tetap apabila memenuhi syarat sebagai berikut :
1. Bersifat relatif permanen yang artinya aktiva-aktiva tersebut dapat digunakan
untuk jangka panjang, biasanya dipakai lebih dari satu tahun atau lebih dari
satu periode akuntansi.
2. Aktiva tetap dipakai atau digunakan secara aktif di dalam kegiatan normal
perusahaan atau dimiliki tidak sebagai suatu investasi dan atau untuk dijual
kembali.
3. Pengeluaran untuk memperoleh aktiva tetap biasanya merupakan pengeluaran
yang cukup besar, sehigga perusahaan perlu mempunyai kebijaksanaan
kapitalisasi yang menetapkan jumlah minimum pengeluaran yang dapat
dikapitalisasi.
18. 18
2.1.3.1 Klasifikasi Aktiva Tetap Berwujud
Dari macam-macam bentuk aktiva tetap berwujud untuk tujuan akuntansi
dilakukan pengelompokan sebagai berikut :
a) Aktiva tetap yang umurnya dan masa kegunaannya tidak terbatas dan
dilaporkan berdasarkan harga perolehannva tanpa disusutkan atau dideplesi.
Contoh : tanah untuk letak perusahaan. tempat berdirinya gedung, tanah
pertanian, tanah peternakan tanah perkebunan.
b) Aktiva tetap yang umur dan masa kegunaannya tidak dapat diganti dengan
aktiva yang sejenis atau disebut aktiva tetap yang dideplesi Contoh : sumber
alam seperti pertambangan , hutan kayu.
c) Aktiva tetap yang umurnya dan masa kegunaannva terbatas dan apabila sudah
habis masa penggunaannya bisa diganti dengan aktiva yang sejenis atau
disebut juga aktiva tetap yang disusutkan. Contoh : Bangunan, gedung , mesin
dan peralatan , furniture , kendaraan.
2.1.4 Pengertian Leasing (Sewa Guna usaha)
Dalam menjalankan operasinya perusahaan membutuhkan aktiva tetap
dan untuk memperolehnya perusahaan dapat menggunakan cara yang berbeda-
beda. Salah satu yang paling mudah adalah dengan cara membelinya.
Memperoleh aktiva tetap dengan cara pembelian menimbulkan berbagai
keuntungan dan kerugian bagi perusahaan dan memerlukan berbagai
pertimbangan. Perusahaan perlu memikirkan apakah dana yang ada mencukupi
19. 19
atau diperlukan suatu pinjaman, dan resiko lain seperti ketinggalan zaman
sehingga tidak ekonomis lagi bila dipakai ataupun ada resiko kegagalan memakai
serta kemungkinan biaya pemeliharaan yang terlalu tinggi.
Cara lain dalam memperoleh aktiva yang dapat diterapkan adalah dengan
cara leasing. Leasing berasal dari kata lease yang berarti sewa atau lebih umum
diartikan sewa menyewa yaitu pembiayaa peralatan atau barang modal untuk
digunakan pada proses produksi suatu pernsahaan baik secara langsung maupun
tidak langsung. Industri leasing menciptakan konsep baru untuk mendapatkan
barang modal serta menggunakannya sebaik mungkin tanpa harus membeli atau
memiliki barang tersebut. Ditinjau dari sudut ekonomi, leasing dapat pula
dikatakan sebagai salah satu cara untuk menghimpun dana yang terdapat didalam
masyarakat dan menginvestasikannya kembali dalam sektor-sektor ekonomi
tertentu yang dianggap produktif. Karena itu, sarana leasing merupakan alternatif
yang baik bagi perusahaan yang kurang modal atau hendak menghemat
pemakaian tanpa harus kehilangan kesempatan untuk melakukan investasi
kembali dalam sektor-sektor ekonomi tertentu yang dianggap produktif. Untuk
lebih jelasnya, ada beberapa defenisi leasing yaitu sebagai berikut :
Menurut Financial Accounting Standar Board (FASB) :”..An agreement
coonveying the right to use property, plant or equipment (land and/or depreciable
assets) usulally for a stated period of time”.
Definisi diatas menjelaskan adanya kesepakatan antara dua pihak, lessor
(pihak yang menyewakan) dan lessee (penyewa). Dalam perjanjian ini terdapat
persetujuan penyerahan atau pengalihan hak guna atau hak pakai atas aktiva yang
20. 20
dimilikinya yang dapat disiapkan selama periode tertentu dari lessor pada lessee.
Selama periode yang dimaksud dalam perjanjian sebagai balas jasa dari hak pakai
yang diberikan lessor kepada lessee dituntut untuk membayar sejumlah uang sewa
atau kompensasi yang lain sesuai dengan perjanjian yang dibuat. Lamanya jangka
waktu suatu perjanjian lease tergantung pada perjanjian yang dibuat oleh lessor
dan lessee, sehingga jangka waktu perjanjian lease ini dapat bervariasi tergantung
pada kesepakatan bersama.
International Accounting Standard Committee mendefenisikan leasing
sebagai berikut :
"Lease: An agreement where by the lessor conveys to the lessee in return
forrent the right to use an asset for an agreed period of time. The
definition of lease includes contracts for the heire of an asset whiech
contain of provision giving the hirer an option to acquire title of the asset
upon to the fufilment of agreed conditioons. These contracts are described
as hire puchase contracts In some countries, different names are used for
agreement which have the characteristic of a lease (e. g. baeboat
characters).
Definisi dan pengertian leasing menurut IAS No. 17 hampir sama dengan
pengertian leasing yang didefinisikan oleh FASB No. 13, tetapi IASC
menambahkan dalam definisinya bahwa dalam pengertian leasing tersebut
terdapat hak opsi bagi lessee untuk membeli aktiva yang dileasekan atau
memperpanjang waktu leasing berdasarkan nilai yang disepakati bersama.
Menurut hubungan dengan opsi ini, pemerintah Republik Indonesia
melalui Surat Keputusan Bersama Menteri Keuangan, Menteri Perdagangan, dan
Menteri Perindustrian Keputusan No. 122/MK/2/1974, No. 32/MSK/2/1974 dan
No. 30/KPB/1/1974 tanggal 7 Februari 1974 tentang "Perijinan Usaha Leasing",
menyatakan bahwa:
21. 21
”Sewa guna usaha adalah setiap kegiatan pembiayaan perusahaan dalam
bentuk penyediaan barang-barang modal untuk digunakan oleh suatu
perusahaan untuk suatu jangka tertentu secara berkala, disertai dengan hak
pilih (option) bagi perusahaan tersebut untuk membeli barang-barang
modal yang bersangkutan atau memperpanjang jangka waktu sewa guna
usaha berdasarkan nilai sisa yang telah disepakati bersama.”(Waluyo,
2008:280)
Definisi ini tampaknya hanya menampung satu jenis sewa guna usaha
yang lazim disebut finance lease atau sewa guna usaha pembiayaan, diartikan
sebagai suatu kegiatan pembiayaan dalam penyediaan barang-barang modal atau
aktiva yang disusutkan lainnya (depreciable assets) dan tidak selalu berakhir
dengan pemilikan barang oleh si penyewa (hak pilih/opsi) dan adanya
pembayaran secara berkala. Namun demikian dengan ditetapkannya keputusan
Menteri Keuangan No. 1251/KMK.O13/1988 tanggal 20 Desember 1988, jenis
kegiatan 8013 telah diperluaskan sebagai mana tersirat dalam pasal 1 keputusan
tersebut yang menampung definisi sebagai berikut :
”Perusahaan sewa guna usaha (leasing company/lessor) adalah badan
usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan
barang modal, baik secara financial lease maupun operating lease untuk
digunakan oleh penyewa guna usaha selama jangka waktu tertentu
berdasarkan pembayaran secara berkala.” (Waluyo, 2008:280)
Definisi diatas menunjukkan perluasan batasan jenis kegiatan sewa guna
usaha yang diikuti pula batasan untuk finance lease, operating lease, dan lessee
(penyewa guna usaha) sebagai berikut:
1. Sewa Pembiayaan (finance lease) adalah kegiatan sewa guna usaha di mana
penyewa guna usaha pada akhir masa kontrak mempunyai hak opsi untuk
membeli objek sewa guna usaha bedasarkan nilai sisa yang disepakati
bersama.
22. 22
2. Sewa Opersai (operating lease) adalah kegiatan sewa guna usaha di mana
penyewa guna usaha tidak mempunyai hak opsi untuk membeli objek sewa
guna usaha.
3. Penyewa guna usaha (lessee) adalah perusahaan atau perorangan yang
menggunakan barang modal dengan pembiayaan dari pihak perusahaan sewa
guna usaha (lessor)
Menurut Earl K Stice, dkk (2004: 13-14) mendefinisikan sewa guna
usaha sebagai berikut:
“Sewa guna usaha adalah suatu kontrak di mana satu pihak (penyewa-
lessee) diberikan hak untuk menggunakan aktiva yang dimiliki oleh pihak
lain, yaitu pihak yang menyewakan (lessor) untuk suatu periode waktu
tertentu dan untuk suatu biaya periodic tertentu.”
Menurut Harnanto (2002:315)
“Sewa guna usaha merupakan suatu kontrak atau perjanjian yang
memberikan hak kepada penyewa untuk menggunakan aktiva tetap atau
barang modal yang dimiliki oleh pihak yang menyewakan (lessor) dalam
jangka waktu tertentu dan dengan pemabayaran sewa tertentu.”
Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dalam Standar Akuntansi
Keungan No.30 tahun 2007 :
”Sewa (Lease) adalah suatu perjanjian di mana lessor memberikan hak
kepada lessee untuk menggunakan suatu aset selama periode waktu yang
disepakati. Sebagai imbalannya, lessee melakukan pembayaran atau
serangkaian pembayaran kepada lessor.”(2007:30.1 paragraf 4)
Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
1169/KMK.01/1991 tanggal 27 November 1991 tentang Kegiatan Sewa Guna
Usaha (Leasing) mendefinisikan beberapa istilah yang sering dipakai dalam
transaksi leasing sebagai berikut:
23. 23
a. Sewa-guna-usaha (Leasing) adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk
penyediaan barang modal baik secara sewa-guna-usaha dengan hak opsi
(finance lease) maupun sewa-guna-usaha tanpa hak opsi (operating lease)
untuk digunakan oleh lessee selama jangka waktu tertentu berdasarkan
pembayaran secara berkala;
b. Barang Modal adalah setiap aktiva tetap berwujud, termasuk tanah sepanjang
di atas tanah tersebut melekat aktiva tetap berupa bangunan (plant), dan tanah
serta aktiva yang dimaksud merupakan satu kesatuan pemilikan, yang
mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun dan digunakan secara
langsung untuk menghasilkan, atau meningkatkan, atau memperlancar
produksi dan distribusi barang atau jasa oleh Lessee;
c. Lessor adalah perusahaan pembiayaan atau perusahaan sewa-guna-usaha yang
telah telah memperoleh izin usaha dari Menteri Keuangan dan melakukan
kegiatan sewa guna-usaha;
d. Lessee adalah perusahaan atau perorangan yang menggunakan barang modal
dengan pembiayaan dari Lessor;
e. Pembayaran sewa-guna-usaha (Lease Payment) adalah jumlah uang yang harus
dibayar secara berkala oleh Lessee kepada Lessor selama jangka waktu yang
telah disetujui bersama sebagai imbalan penggunaan barang modal
berdasarkan perjanjian sewa-guna-usaha;
f. Piutang sewa-guna-usaha (Lease Receivable) adalah jumlah seluruh
pembayaran sewa-guna-usaha selama masa sewa-guna-usaha;
24. 24
g. Harga Perolehan (Acquisition Cost) adalah harga beli barang modal yang
dilease ditambah dengan biaya langsung;
h. Nilai Pembiayaan adalah jumlah pembiayaan untuk pengadaan barang modal
yang secara riil dikeluarkan oleh Lessor;
i. Angsuran Pokok Pembiayaan adalah bagian dari pembayaran sewa-guna-usaha
yang diperhitungkan sebagai pelunasan atas nilai pembiayaan;
j. Imbalan jasa sewa-guna-usaha adalah bagian dari pembayaran sewa-guna-
usaha yang diperhitungkan sebagai pendapatan sewa-guna-usaha bagi Lessor.
k. Nilai sisa (Residual Value) adalah nilai barang modal pada akhir masa sewa-
guna-usaha yang telah di sepakati oleh Lessor dengan Lessee pada awal masa
sewa-guna-usaha.
l. Simpanan Jaminan (Security Deposit) adalah jumlah uang yang diterima
Lessor dari Lessee pada permulaan masa lease sebagai jaminan untuk
kelancaran pembayaran lease;
m. Masa Sewa-guna-usaha(Lease term) adalah jangka waktu sewa-guna-usaha
yang dimulai sejak diterimanya barang modal yang disewa-guna- usaha oleh
Lessee sampai dengan perjanjian sewa-guna-usaha berakhir;
n. Masa Sewa-guna-usaha pertama adalah jangka waktu sewa-guna-usaha barang
modal untuk transaksi sewa-guna-usaha yang pertama kalinya;
o. Opsi adalah hak Lessee untuk membeli barang modal yang disewa-guna-usaha
atau memperpanjang jangka waktu perjanjian sewa-guna-usaha.
Dari definisi-definisi di atas maka penulis dapat menyimpulkan bahwa
leasing (sewa guna usaha) adalah kegiatan pembiayaan atau transaksi dalam
25. 25
bentuk penyediaan barang modal atau aktiva, baik secara sewa guna usaha dengan
hak opsi (finance lease) maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating
lease), untuk digunakan oleh lessee selama jangka waktu tertentu berdasarkan
pembayaran secara berkala.”
2.1.4.1 Karakteristik Akuntansi Sewa (Lease) bagi Lessor
Menurut Ikatan Akuntan Indonesia dalam Standar Akuntansi Keuangan
No.30 tahun 2007 klasifikasi sewa antara lain:
”a. Sewa Pembiayaan
b. Sewa Operasi.”(2007:30,07)
Beberapa karakteristik yang mengarah pada sewa yang diklasifikasi sebagai
sewa pembiayaan, antara lain:
(a) Sewa mengalihkan kepemilikan aset kepada lessee pada akhir masa
sewa.
(b) Lessee mempunyai hak opsi untuk membeli asset pada harga yang
cukup rendah jika dibandingkan dengan dengan nilai wajar pada
tanggal opsi mulai dapat dilaksanakan, sehingga pada awal sewa dapat
dipastikan bahwa opsi memang akan dilaksanakan.
(c) Masa sewa adalah untuk sebagian besar umur ekonomis aset meskipun
hak milik tidak dialihkan.
(d) Pada awal sewa, nilai sekarang dari pembayaran sewa minimum secara
substansial mendekati nilai wajar aset sewaan.
26. 26
(e) Aset sewaan bersifat khusus dan hanya lessee yang dapat
menggunakan tanpa perlu modifikasi secara material.
Jika salah satu dari karakteristik diatas dan tiga indikator lain dibawah ini
terpenuhi, maka sewa tersebut dapat diklasifikasikan sebagai sewa pembiayaan.
Sedangkan bila tidak terpenuhi, maka diklasifikasikan sebagai sewa operasi.
Indikator tambahan tersebut adalah:
1. Jika lessee dapat membatalkan sewa, maka rugi lessor yang terkait
dengan pembatalan ditanggung oleh lessee.
2. Laba atau rugi dari fluktuasi nilai wajar residu dibebankan kepada
lessee (contoh, dalam bentuk potongan harga rental dan yang setara
dengan sebagian besar hasil penjualan residu pada akhir sewa).
3. Lessee memiliki kemampuan untuk melanjutkan sewa untuk periode
selanjutnya dengan nilai rental yang secara substansial lebih rendah
dari nilai pasar.
2.1.4.2 Perjanjian Leasing
Dalam Keputusan Menteri Keuangan No 1169/KMK.01/1991 tentang
Kegiatan Sewa Guna Usaha (leasing) Bab III Pasal 9, memuat tentang ketentuan
perjanjian sewa guna usaha, sebagai berikut:
(1) Setiap transaksi sewa-guna-usaha wajib diikat dalam suatu perjanjian sewa-
guna-usaha (lease agreement).
(2) Perjanjian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Pasal ini sekurang-
kurangnya memuat hal-hal sebagai berikut :
27. 27
a. Jenis transaksi sewa-guna-usaha;
b. Nama dan alamat masing-masing pihak;
c. Nama, jenis, type dan lokasi penggunaan barang modal;
d. Harga perolehan, nilai pembiayaan, pembayaran sewa-guna-usaha
angsuran pokok pembiayaan, imbalan jasa sewa-guna-usaha, nilai
sisa, simpanan jaminan, dan ketentuan asuransi atas barang modal
yang disewa-guna-usahakan;
e. Masa sewa-guna-usaha;
f. Ketentuan mengenai pengakhiran transaksi sewa-guna-usaha yang
dipercepat, dan penetapan kerugian yang harus ditanggung lessee
dalam hal barang modal yang disewa-guna-usaha dengan hak opsi
hilang, rusak atau tidak berfungsi karena sebab apapun;
g. Opsi bagi penyewa guna usaha dalam hal transaksi sewa-guna-usaha
dengan hak opsi;
h. Tanggung jawab para pihak atas barang modal yang disewa-guna-
usaha.
(3) Perjanjian sewa-guna-usaha sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Pasal ini
wajib dibuat dalam bahasa Indonesia, dan apabila dipandang perlu dapat
diterjemahkan ke dalam bahasa asing.
2.1.4.3 Keuntungan dan Kerugian Leasing
Menurut Sofyan Syafri Harahap (1995:171-173) beberapa keuntungan
dan kerugian pembiayaan dengan menggunakan leasing adalah sebagai berikut
28. 28
Keuntungan bagi Lessee
1. Lessee akan terhindar dari kebutuhan dana besar dan biaya bunga yang
tinggi
2. Lesee mengurangi resiko keusangan, karena ia dapat mengoperkan barang
yang dilease kepada pihak lessor setelah pemakainnya
3. Perjanjian lease lebih fleksibel karena lebih bebas dibandingkan perjanjian
utang lainnya
4. Daya pembiayaannya jauh lebih murah dari pada pembiayaan sekaligus
5. Lease tidak menambah pos utang di neraca dan tidak mempengaruhi rasio
leverage
Kerugian bagi lessee
1. Lessee wajib memenuhi berbagai persyaratan yang ditetapkan lessor untuk
melindungi peralatannya
2. Lessee bisa saja kehilangan kesempatan untuk memperoleh keuntungan
barang pada saat akhir lease untuk beberapa jenis barang
3. Lease khususnya financial lease mungkin kurang tepat bila lessee hanya
membutuhkan aktiva dalam jangka pendek, karena jika dibatalkan
sebelum perjanjian selesai, akan menimbulkan biaya yang cukup besar.
4. Karena barang yang dilease tidak dapat dicatat sebagai asset maka tidak
dapat dijadikan jaminan kredit di Bank
5. Hak menggunakan barang lease merupakan intangable asset yang tidak
dapat dimunculkan dalam neraca
29. 29
Keuntungan bagi lessor
1. Hak kepemilikan masih di pihak lessor, sehingga merupakan faktor
pengaman yang lebih kuat dibandingakan dengan barang jaminan berupa
hipotek sekalipun
2. Lessor berhak secara hukum untuk menjual barang yang dilease dan
biasanya lebih mudah dan lebih cepat dibandingakan dengan penjualan
melalui lelang
3. Dalam operating lease, lessor secara akuntansi masih berhak untuk
melakukan pembebanan penyusutan atas barang yang dilease untuk tujuan
penghematan pajak
Kerugian bagi lessor
1. Sebagai pemilik, lessor memiliki risiko besar jika barang yang dilease
mendapat tuntutan dari pihak ketiga
2. Dalam hal adanya complaint, lessor tidak bisa mengklaim pabrik atau
suppliernya secara langsung, tindakan tersebut ahrus dilakukan oleh lessee
sebagai pemakai barang tersebut
3. Walaupun mempunyai hak secara hukum menjual barang lease, namun
lessor belum tentu bebas dari berbagai ikatan seperti gadai atau kewajiban
lain.
30. 30
2.2 Kerangka Pemikiran
Menurut Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) dalam Standar Akuntansi
Keuangan No.16 tahun 2007:
“Aset tetap adalah aset berwujud yang:
(c) dimiliki untuk digunakan dalam produksi atau penyediaan barang atau
jasa, untuk direntalkan kepada pihak lain, atau untuk tujuan
administratif; dan
(d) diharapkan untuk digunakan selama lebih dari satu
periode.”(2007:16.2 paragraf 6)
Aktiva tetap adalah sumber ekonomi yang digunakan dalam operasi
perusahaan dan mempunyai masa manfaat lebih dari satu tahun, meliputi: tanah,
bangunan, mesin-mesin, peralatan-peralatan, serta sumber-sumber alam. Aktiva
tetap merupakan salah satu bentuk kekayaan perusahaan berupa sumber ekonomi
untuk menciptakan pendapatan. Namun aktiva juga merupakan pengeluran yang
besar bagi perusahaan. Selain membutuhkan dana yang besar pada saat perolehan
aktiva, tetapi juga pascaperolehan. Selama umur ekonomis, timbul pengeluaran-
pengeluaran reguler dan khusus. Pengeluaran tersebut diperlukan untuk
memelihara dan memperbaiki aktiva, sementara pengeluaran lain untuk
menambah umur ekonomis atau kapasitas aktiva. (Stice dan Skousen, 2004: 28)
Kadang kala kegiatan utama yang dilakukan untuk mencapai tujuan dalam
suatu perusahaan tidak terlalu memanfaatkan aset tetap yang dimiliki secara
optimal sehingga ada aktiva tetap yang menganggur. Dengan berbagai
pengorbanan yang telah dikeluarkan untuk memperoleh aset tetap tersebut hal ini
dianggap merugikan bagi perusahaan. Oleh karena itu, perlu adanya upaya untuk
lebih mengoptimalkan aset berupa aset tetap yang dimilikinya salah satu
31. 31
diantaranya dengan menyewagunausahakan atau meleasingkan aktiva tetap
tersebut.
Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor
1169/KMK.01/1991 tanggal 27 November 1991 tentang Kegiatan Sewa Guna
Usaha (Leasing) mendefinisikan sewa guna usaha sebagai berikut:
”Sewa-guna-usaha (Leasing) adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk
penyediaan barang modal baik secara sewa-guna-usaha dengan hak opsi
(finance lease) maupun sewa-guna-usaha tanpa hak opsi (operating lease)
untuk digunakan oleh Lessee selama jangka waktu tertentu berdasarkan
pembayaran secara berkala”
Dalam kegiatan sewa guna usaha, pihak lessor menyediakan barang modal
berupa aktiva tetap dan memberikan hak untuk menggunakan aktiva yang
dimilikinya kepada pihak lessee untuk jangka waktu tertentu dan untuk suatu
biaya periodik tertentu yang biasa disebut dengan operating leases. Atau dengan
sewa guna usaha lain yang disebut capital leases yang secara secara ekonomis
sama dengan penjualan aktiva yang disewagunausahakan dimana pemberi sewa
mengizinkan penyewa untuk membayar aktiva tersebut dengan suatau rangkaian
pembayaran ”sewa guna usaha” selama beberapa waktu. (Stice dan Skousen,
2004: 14)
Sewa guna usaha memberikan keuntungan yang menarik bagi lesee dan
lessor. Salah satu keuntungan sewa guna usaha bagi lessor adalah dalam banyak
perjanjian sewa guna usaha kepemilikan properti sewa guna usaha tidak pernah
dialihkan kepada pihak lessee. Lessor dapat memperoleh keuntungan apabila
kondisi ekonomi menghasilkan nilai sisa yang signifikan pada akhir masa sewa
(Stice dan Skousen, 2004: 296). Selain itu, dengan sewa guna usaha perusahaan
32. 32
dapat kembali mengoptimalisasikan aktiva tetap yang dimilikinya sehingga dapat
menutupi biaya-biaya yang telah dikeluarkan untuk memperoleh dan menjadi
salah satu sumber penerimaan di luar kegiatan utama perusahaan atau pendapatan
lain-lain berupa pendapatan sewa yang dapat menambah keuntungan perusahaan.
Sebagaimana pendapat yang diungkapkan oleh Soemarso S.R (2004: 227)
yang menyatakan bahwa pendapatan lain-lain adalah pendapatan yang bukan
berasal dari kegiatan utama perusahaan atau pendapatan non usaha, termasuk
didalam kelompok ini adalah keuntungan dari penjualan aktiva tetap dan
pendapatan sewa.
Tujuan pokok dijalankannya suatu kegiatan usaha adalah untuk
memperoleh pendapatan, dimana pendapatan tersebut dapat digunakan untuk
memenuhi kebutuhan hidup dan kelangsungan hidup usaha. ( Samuelson dan
Nordhaus, 1997 : 36 ). Semakin besar pendapatan yang diperoleh perusahaan
maka semakin besar pula keuntungan yang diperolehnya. Keuntungan yang
dihasilkan perusahaan menjadi suatu ukuran untuk menentukan prospek kegiatan
operasional perusahaan di masa yang akan datang.
Dalam persamaan akuntansi dijelasakan bahwa transaksi-transaksi
pendapatan dan beban dicatat sebagai penambah dan pengurang modal. Dalam
sistem pencatatan dengan menggunakan akun transaksi. Akun transaksi tersebut
dicatat dalam akun terpisah. Pendapatan dapat berasal dari bermacam-macam
kegiatan, misalnya, penjualan barang, pemberian jasa, penyewaan aktiva,
peminjaman uang atau kegiatan-kegiatan lain dalam rangaka usaha dan dengan
tujuan memperoleh laba. (Soemarso, 2004: 54)
33. 33
Namun pengungkapan pendapatan dapat dilakukan setelah diketahui
beban-beban yang telah dikeluarkan oleh perusahaan. Sebagaimana yang
diungkapkan oleh Suwardjono (2003: 73) bahwa beban adalah aliran keluar
sumber daya atau asset yang melekat pada produk atau jasa yang diserahkan
perusahaan kepada konsumen dalam rangka menimbulkan pendapatan.
Pendapatan timbul setelah adanya pengakuan atau pengungkapan beban.
Penentuan komponen beban yang akan dibebankan dapat mempengaruhi nilai
pendapatan yang diperoleh perusahaan. Di dalam PSAK No 30 terdapat kebijakan
tentang komponen-kompen biaya yang dapat dibebankan kepada lessee dalam
penentuan pendapatan sewa. Diharapkan dengan penerapan PSAK No 30 secara
konsisten, perusahaan dapat menentukan pendapatan sewa dengan tepat.
2.3 Hipotesis
Menurut Sugiono (1999:39) dalam Metode Penelitian Administrasi
mengemukakan bahwa ”hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap
rumusan masalah penelitian” Sebagaimana jawaban sementara dari identifikasi
masalah diatas dengan mengacu pada kerangka pemikiran. Maka penulis
mengajukan hipotesis, “semakin perusahaan konsisten dalam menerapkan PSAK
No 30 (Sewa), maka penentuan pendapatan sewa yang diterima oleh perusahaan
akan semakin tepat”
34. 34
BAB III
SUBJEK/OBJEK DAN METODE PENELITIAN
3.1 Objek Penelitian
Perusahaan yang menjadi subjek penelitian penulis dalam penyusunan
Tugas Akhir ini adalah PT INTI (Persero) yang berlokasi di Jalan Moh Toha No
77 Bandung dan objek yang akan diteliti adalah konsistensi penerapan PSAK No
30 atas sewa guna usaha aktiva tetap dalam menentukan ketepatan penentuan
pendapatan sewa pada PT INTI (Persero)
Penulis memilih PT INTI (Persero) sebagai subjek penelitian, karena
dalam upaya pengoptimalan aktiva tetap yang dimilikinya, PT INTI (Persero)
meleasekan atau menyewagunausahaakan aktiva tetap tersebut dengan harapan
dapat meningkatkan pendapatannya. Namun jika melihat kondisi laporan
keuangan lima tahun ke belakang, pendapatan yang diperoleh khususnya
pendapatan lain-lain dari tahun ke tahun cenderung menurun. Berdasarkan hal
tersebut, maka penulis ingin mengkaji lebih dalam sejauh mana PT INTI (Persero)
telah secara konsisten menerapkan PSAK No 30 dalam penentuan pendapatn
sewanya khususnya dalam penentuan komponen-komponen biaya yang
dibebankan kepada lesee.
35. 35
3.2 Metode Penelitian
Metode yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini, termasuk ke
dalam metode penelitian studi kasus. Penelitian ini memusatkan diri secara
intensif pada satu obyek tertentu yang mempelajarinya sebagai suatu kasus. Data
studi kasus dapat diperoleh dari semua pihak yang bersangkutan, dengan kata lain
data dalam studi ini dikumpulkan dari berbagai sumber (Nawawi, 2003). Sebagai
sebuah studi kasus maka data yang dikumpulkan berasal dari berbagai sumber dan
hasil penelitian ini hanya berlaku pada kasus yang diselidiki. Lebih lanjut
Arikunto (1986) mengemukakan bahwa metode studi kasus sebagai salah satu
jenis pendekatan deskriptif, adalah penelitian yang dilakukan secara intensif,
terperinci dan mendalam terhadap suatu organisme (individu), lembaga atau
gejala tertentu dengan daerah atau subjek yang sempit
3.2.1 Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif. Menurut
Maman (2002; 3) penelitian deskriptif berusaha menggambarkan suatu gejala
sosial. Dengan kata lain penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan sifat
sesuatu yang tengah berlangsung pada saat studi. Metode kualitatif ini
memberikan informasi yang mutakhir sehingga bermanfaat bagi perkembangan
ilmu pengetahuan serta lebih banyak dapat diterapkan pada berbagai masalah
(Husein Umar, 1999:81). Sedangkan penelitian ini lebih memfokuskan pada
studi kasus yang merupakan penelitian yang rinci mengenai suatu obyek tertentu
selama kurun waktu tertentu dengan cukup mendalam dan menyeluruh. Menurut
36. 36
Vredenbregt (1987: 38) Studi kasus ialah suatu pendekatan yang bertujuan untuk
mempertahankan keutuhan (wholeness) dari obyek, artinya data yang
dikumpulkan dalam rangka studi kasus dipelajari sebagai suatu keseluruhan yang
terintegrasi, di mana tujuannya adalah untuk memperkembangkan pengetahuan
yang mendalam mengenai obyek yang bersangkutan yang berarti bahwa studi
kasus harus disifatkan sebagai penelitian yang eksploratif dan deskriptif.
Penelitian case study atau penelitian lapangan (field study) dimaksudkan
untuk mempelajari secara intensif tentang latar belakang masalah keadaan dan
posisi suatu peristiwa yang sedang berlangsung saat ini, serta interaksi lingkungan
unit sosial tertentu yang bersifat apa adanya (given). Subjek penelitian dapat
berupa individu, kelompok, institusi atau masyarakat. Penelitian case study
merupakan studi mendalam mengenai unit sosial tertentu dan hasil penelitian
tersebut memberikan gambaran luas serta mendalam mengenai unit sosial tertentu.
Subjek yang diteliti relatif terbatas, namun variabel-variabel dan fokus yang
diteliti sangat luas dimensinya (Danim, 2002).
Penelitian studi kasus akan kurang kedalamannya bilamana hanya
dipusatkan pada fase tertentu saja atau salah satu aspek tertentu sebelum
memperoleh gambaran umum tentang kasus tersebut. Sebaliknya studi kasus akan
kehilangan artinya kalau hanya ditujukan sekedar untuk memperoleh gambaran
umum namun tanpa menemukan sesuatu atau beberapa aspek khusus yang perlu
dipelajari secara intensif dan mendalam. Disamping itu, studi kasus yang baik
harus dilakukan secara langsung dalam kehidupan sebenarnya dari kasus yang
diselidiki. Walaupun demikian, data studi kasus dapat diperoleh tidak saja dari
37. 37
kasus yang diteliti, tetapi juga dapat diperoleh dari semua pihak yang mengetahui
dan mengenal kasus tersebut dengan baik. Dengan kata lain, data dalam studi
kasus dapat diperoleh dari berbagai sumber namun terbatas dalam kasus yang
akan diteliti tersebut (Nawawi, 2003).
Pengertian yang lain, studi kasus bisa berarti metode atau strategi dalam
penelitian, bisa juga berarti hasil dari suatu penelitian sebuah kasus tertentu.
Dalam konteks tulisan ini, penulis lebih memfokuskan pada pengertian yang
pertama yaitu sebagai metode penelitian. Studi kasus adalah suatu pendekatan
untuk mempelajari, menerangkan, atau menginterpretasikan suatu kasus dalam
konteksnya secara natural tanpa adanya intervensi pihak luar. Pada intinya studi
ini berusaha untuk menyoroti suatu keputusan atau seperangkat keputusan,
mengapa keputusan itu diambil, bagaimana diterapkan dan apakah hasilnya
(Salim, 2001).
Jadi dalam penelitian ini yang menjadi responden adalah bagian keuangan
yang bekerja di PT INTI (Persero)
3.2.2 Operasionalisasi Variable
Menurut Sugiyono (1999:20) variabel penelitian adalah suatu atribut atau
sifat atau aspek dari orang maupun objek yang mempunyai variasi tertentu yang
diterapkan oleh penelitian untuk dipelajari dari tarik kesimpulan
Setiap variabel pada dasarnya bersumber dari konsep. Konsep sendiri
bersifat abstrak, tetapi menunjuk pada obyek – obyek tertentu yang konkret. Suatu
konsep disebut variabel jika ia menampakkan variasi pada objek – objek yang
38. 38
ditunjuknya pada tingkat realitas (empiris) sehingga dimungkinkan dilakukan
pengukuran. Salah satu cara untuk mencapainya dengan membuat definisi
operasionalisasi variabel, sebagaimana dinyatakan oleh Sekaran (2000: 178):
”operationalizing, or operationally defining a concept, to render it measurables,
is done by looking at the behavioral dimensions, facets or properties denoted by
the concept”.
Dengan demikian setiap variabel yang akan diteliti, diukur melalui
operasionalisasi variabel dalam tabel sebagai berikut:
Tabel 3.1
Operasional Variabel Penelitian
Variabel Definisi Konsep Indikator Skala
Penerapan PSAK Suatu kebijakan yang 1. Beban ordinal
No 30 atas sewa mengantur perjanjian Penyusutan ordinal
guna usaha aktiva yang mengalihkan hak 2. Beban Bank
tetap untuk menggunakan asset 3. Beban ordinal
meskipun tetap Pemeliharaan ordinal
diperlukan keterlibatan gedung ordinal
lessor dalam 4. Beban Akte
mengoperasikan atau Notaris
memelihara asset tersebut 5. Beban Fasilitas
(IAI, 2007: 30.1
paragraf 1)
3.2.3 Teknik Pengambilan Sampel
Teknik pengambilan sampel merupakan teknik untuk menentukan sampel
yang digunakan dalam penelitian. Teknik pengambilan sampel yang digunakan
oleh penulis dalam penelitian ini adalah teknik sampling jenuh.
Teknik sampling jenuh merupakan teknik pengambilan sampel bila semua
anggota populasi digunakan sebagai sampel. Hal ini sering dilakukan bila jumlah
populasi relatif kecil kurang dari 30 orang. Istilah lain sampel jenuh adalah
39. 39
sensus, dimana anggota semua anggota populasi dijadikan sampel (Sugiyono,
2004: 78).
Kuesioner ini diberikan kepada bagian–bagian yang terkait dengan objek
penelitian di PT INTI (Persero) yaitu bagian keuangan.
3.2.4 Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini data yang digunakan oleh penulis adalah data primer
dan data skunder. Dimana, lebih jelas Nur dan Bambang (1999:147),
menyebutkan bahwa:
Sumber data terdiri dari data primer dan data skunder. Data primer adalah
data penelitian yang diperoleh langsung dari sumber asli. Data primer
secara khusus dikumpulkan peneliti untuk menjawab pertannyaan
penelitian. Sedangkan data skunder merupakan data yang diperoleh
peneliti secara tidak langsung melalui perantara (diperoleh dan dicatat dari
pihak luar).
Adapun data primer yang diperoleh dari responden melalui hasil penelitian
dilapangan dengan melakukan penyebaran kuisioner secara langsung pada bagian
keuangan PT INTI (Persero). Sedangkan data skunder diperoleh melalui studi
pustaka, yaitu dengan cara melakukan penelitian perpustakaan yang meliputi
berbagai teori yang berkaitan dengan permasalahan yang ada, yaitu tentang teori
yang bersangkutan dengan system informasi akuntansi.
Teknik/ prosedur pengumpulan data yang dilakukan oleh penulis dalam
penelitian ini adalah :
1. Wawancara (Interview)
Sebagai teknik komunikasi langsung untuk memperoleh data-data yang
diperlukan serta ditunjukan kepada pihak perusahaan. Teknik
40. 40
pengumpulan data melalui wawancara ini dilakukan denagn wawancara
tidak trstruktur yang dilakukan dengan cara mengajukan pertanyaan-
pertanyaan yang pihak-pihak berwenang yang bertanggung jawab.
2. Pengamatan (Observasi)
Observasi dilakuakn denagn mengamati kegiatan perusahaan yang
berhubungan langsung dengan masalah yang diteliti. Penulis sekaligus
melaksanakan Praktek Kerja di perusahaan ini untuk mengetahui dan
membandingkan denagn hasil yang didapat dari teknik pengumpulan data
melalui wawancara.
3. Penyebaran Kuisioner (Field Research)
Teknik pengumpulan data melalui penebaran kuisioner pada penelitian ini
adalah diberikan data-data berupa pertannyaaan yang bersifat tertutup
dengan pertanyaan dan jawaban yang telah disediakan oleh penulis dan
keterangan berupa pendapat-pendapat responden yang berkaitan denagn
masalah yang akan diteliti. Adapun prosedur yang dilakukan pada saat
penyebaran kuisioner terdiri dari :
Menentukan populasi dan sampel
Membuat rancangan kuisioner
Membagikan kuisioner kepada responden
Menarik kembali kuisioner yang telah diberikan pada responden
Mengolah data yang telah ada dari jawaban kuisioner tersebut.
4. Penelitian Kepustakaan (Library Reseach)
41. 41
Penelitian kepustakaan penulis dilakukan denagn maksud untuk mendapatkan
data skunder yaitu dengan cara mencari dan mempelajari berbagai teori
yang berhubungan langsung dengan maslah yang sedang diteliti. Seperti
mempelajari buku-buku (text book), majalah, koran, skripsi serta artikel
dari internet.
3.2.5 Rancangan Analisis Data
3.2.5.1 Transformasi Data
Untuk analisis menggunakan statistic parametik diperlukan data denagn
ukuran paling tidak interval. Oleh karena itu, dalam penelitian ini data ordinal
terlebih dahulu di transformasikan tingkat pengukurannya ke tingkat interval.
Cara mentransformasikan data dari ordinal ke interval dengan Method Succesive
Interval (Harun Al-Rasyid, 1994:134), langkah kerjanya sebagai berikut:
a. berdasarkan hasil jawaban responden untuk setiap pertanyaan, hitung
frekuensi setiap jawaban.
b. Berdasarkan frekuansi yang diperoleh dari setiap pertanyaan, hitung
proporsi setiap pilihan jawaban.
c. Bedasarkan proporsi tersebut, untuk masing-masing pertanyaan, hitung
proporsi kumulatif dan tentukan nilai batas-batas untuk setiap pilihan
jawaban.
d. Hitung nilai numeric penskalaan (scale Value) untuk setiap pilihan
jawaban melalui persamaan berikut:
SV= Densityatlower lim it – densityatupper lim it
Areaunderupper lim it – areaunderlower lim it
42. 42
Dimana:
SV : Scale Value respon jawaban ke-1
DLL : Kepadatan atas bawah
DUL : Kepadatan batas atas
AUUL : Daerah dibawah batas atas
AULL : Daerah dibawah batas bawah
e. hitung skor nilai hasil transformasi untuk setiap pilihan jawaban denagn
persamaan sebagai berikut :
Score= SV-SV minimum + 1
Perhitungan transformasi data pada penelitian ini dilakukan denagn
bantuan computer Microsoft excel 2003.
3.2.5.2 Uji Kualitas Data
Uji kualitas data dilakukan agar data yang diproses sebagai sumber
penentuan kesimpulan terjamin kualitasnya dimana uji ini terdiri dari 2 uji yaitu
uji validitas dan uji reliabilitas.
3.2.5.2.1 Uji Validitas
Sebelum pengumpulan data dilakukan, perlu dilakukan uji coba instrument
terlebih dahulu guna mengetahui tingkat validitas da realiabilitasnya. Dan hasil uji
validitas dan reliabilitas, maka dapat diketahui apakan instrument tersebut layak
atau tidak untuk digunakan.
Moh nazir (2003:133) menyatakan bahwa : “jika reliabilitas dan validitas
tidak diketahui, maka akibatnya menjadi fatal dalam memberikan kesimpulan
ataupun dalam memberikan alas an terhadap hubungan-hubungan antar variable,
43. 43
bahkan secara luas reliabilitas dan validitas mencakup seluruh pengumpulan data
sejak konsep disiapkan sampai kepada data siap untuk dianalisis.”
Menurut Sugiyono (1999;109), “instrument yang valid berarti alat ukur
yang digunakan untuk mendapatkan data (mengukur) itu valid. Valid berarti
instrument tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur.
Pengujian validitas instrument dilakukan dengan tingkat pengukuran
likert’s, dilakukan melalui teknik kolerasi antara masing-masing item
pertanyaan/pernyataan dengan total item pertanyaan. Teknik kolerasi yang
digunakan adalah teknik kolerasi product Moment dengan rumus sebagai berikut :
∑ xy − ( ∑ x )( ∑ y )
Rxy = n
[ ∑x
n
2
− ( ∑ x)
2
][ ∑ y
n
2
− ( ∑ y)
2
]
Keterangan :
Rxy = koefisien validitas item yang dicari
X = skor yang diperoleh dari subjek dalam tiap item
Y = skor total item instrument
∑X = jumlah skor dalam distribusi X
∑Y = jumlah skor ddalam distribusi Y
∑X2 = jumlah kuadrat pada masing-masing skor X
∑Y2 = jumlah kuadrat pada masing-masing skor Y
n = jumlah responden.
Setelah angka kolerasinya diketahui, kemudian dihitung nilai t dan r
dengan rumus :
r n−2
t= ; db = n − 2
1− r 2
44. 44
Setelah itu dibandingkan dengan nilai kritiknya. Jika r hitung > rtabel pada
=0.05 berarti data tersebut signifikan (valid) dan layak digunakan dalam
pengujian hipotesis penelitian. Sebaliknya jika rhitung < rtabel berarti data tersebut
tidak signifikan (tidak valid) dan tidak dapat diikutsertakan dalam pengujian
hipotesis penelitian. Pertanyaan-pertayaan yang valid selanjutnya dilakukan uji
reliabilitas.
3.2.5.2.2 Uji Reliabilitas
Setelah dilakukan pengujian validitas, maka langkah selanjutnya adalah
melakukan pengujian reliabilitas. Suharsimi (2002 : 154) menyatakan bahwa
reliabilitas menunjuk pada tingkat keterandalan sesuatu. Reliabel artinya, dapat
dipercaya, jadi dapat diandalkan.
Sugiyono (2004 : 147) menyatakan bahwa pengujian reliabilitas instrumen
dapat dilakukan secara eksternal maupun internal. Secara eksternal pengujian
dapat dilakukan dengan test-retest (stability), equivalent, dan gabungan keduanya.
Secara internal reliabilitas instrumen dapat diuji dengan menganalisis konsistensi
butir-butir yang ada dengan teknik tertentu.
Dalam penelitian ini, pengujian reliabilitas instrument menggunakan
internal consistency, dimana instrument dicobakan sekali saja. Data yang
diperoleh kemudian di analisis, dalam hal ini digunakan teknik belah dua dari
Spearman Brown (split half). Adapun langkah-langkah kerjanya sebagai berikut :
a. Membagi pernyataan-pernyataan menjadi dua belah
45. 45
b. Skor untuk masing-masing pernyataan pada tiap belahan dijumlahkan,
sehingga menghasilkan dua skor total untuk masing-masing responden.
Mengkolerasikan skor total belahan pertama dengan belahan kedua,
dengan menggunakan teknik kolerasi product moment.
Angka kolerasi yang diperoleh adalah angka kolerasi dari alat pengukur
yang dibelah (split half), maka angka kolerasi yang lebih rendah daripada angka
yang diperoleh jika alat ukur itu tidak dibelah seperti pada teknik test-retest. Oleh
karena itu dicari angka reliabilitasnya untuk keseluruhan item tanpa dibelah
dengan rumus Spearman Brown
Menurut Sugiyono (2005 : 149), rumus yang digunakan adalah sebagai
berikut :
2rb
ri =
1 + rb
Di mana :
ri = reliabilitas internal seluruh instrumen
rb = korelasi product moment antara belahan pertama dengan belahan kedua
Keputusan uji reliabilitas ditentukan dengan menggunakan ketentuan : jika
reliabilitas internal seluruh item (ri) rtab (taraf signifikan 5%) maka item instrumen
dinyatakan reliabel. Tetapi jika reliabilitas internal seluruh item (r i) < rtab (taraf
signifikan 5%) maka instrumen dinyatakan tidak reliabel.
BAB IV
46. 46
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
4.1.1 Sejarah Perusahaan
Dari cikal bakal Laboratorium Penelitian & Pengembanagn Bidang Pos
dan Telekomunikasi (LPPI-POSTEL), pada 30 Desember 1974 berdirilah PT
Industri Telekomunikasi Indonesia (INTI) sebagai Badan Usaha Milik Negara
(BUMN) dengan misi untuk menjadi basis dan tulang punggung pembangunan
Sistem Telekomunikasi Nasional (SISTELNAS). Seiring waktu dan berbagai
dinamika yang harus diadaptasi, seperti perkembangan teknologi, regulasi, dan
pasar, maka selama lebih dari 30 tahun berkiprah dalam bidang telekomunikasi,
INTI telah mengalami berbagai perubahan dan perkembangan.
1. Periode 1974-1984. Kerjasama Teknologi yang pernah dilakukan pada era ini
antara lain dengan Siemen, BTM, PRX, JRC, dan NEC. Pada era tersebut
produk Pesawat Telepon Umum Koin (PTUK) INTI menjadi standar perumtel
(sekarang Telkom).
2. Periode 1984-1994. Kerjasama teknologi yang pernah dilakukan pada era ini
antara lain : Bidang sentral dengan Siemens, Bidang transmisi dengan Siemens,
NEC, dan JRC, Bidang CPE dengan Siemens, BTM, Tamura, Shapura dan
Tatung TEL. Pada era ini, PT INTI memiliki reputasi dan prestasi yang
signifikan yaitu :
47. 47
Menjadi pionir dalam proses digitalisasi sistem dan jaringan telekomunikasi di
Indonesia & Bersama Telkom telah berhasil dalam proyek otomatisasi telepon di
hampir seluruh ibu kota kabupaten dan ibu kota kecamatan di seluruh Indonesia.
3. Periode 1994-2000. Selama 20 tahun sejak berdiri, kegiatan inti adalah murni
manufaktur. Namun dengan adanya perubahan dan perkembangan kebutuhan
teknologi, regulasi, dan pasar, PT INTI mulai melakukan transisi ke bidang
jasa engineering. Pada masa ini aktivitas manufaktur di bidang switching,
transmisi, CPE dan mekanik-plastik masih dilakukan. Namun situasi pasar
yang berubah, kompetensi yang semakin ketat dan regulasi telekomunikasi
yang makin terbuka menjadikan posisi INTI di pasar bergeser sehingga tidak
lagi sebagai market leader. Kondisi ini mengharuskan INTI memiliki
kemampuan sales force dan networking yang lebih baik.
4. Periode 2000-2004. Pada era ini kerjasama teknologi tidak lagi bersifat single
suorce, tetapi dilakukan secara multi sorce dengan beberapa perusahaan
multinasional dari Eropa dan Asia. Aktivitas manufaktur tidak lagi ditangani
sendiri oleh INTI, tetapi secara spin-of dengan mendirikan anak-anak
perusahaan dan usaha patungan.
5. Periode 2005 – Sekarang. PT INTI bertekad untuk menjadi mitra terpercaya di
bidang penyediaan jasa proffesional dan solusi total yang fokus pada Infocom
System & Technology Integration (ISTI).
4.1.2 Gambaran Umum Responden
48. 48
Dalam penelitian ini penulis melakukan penyebaran kuesioner kepada 20
responden yang bekerja di PT INTI (Persero) pada bagian keuangan dan jumlah
yang terkumpul sebanyak 20 kuesioner. Berdasarkan hasil kuesioner yang
diperoleh, maka gambaran umum responden yang terdiri dari jenis kelamin, usia
dan jenjang pendidikan dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:
Tabel 4.1
Gambaran Responden
Berdasarkan Jenis Kelamin
N
Jenis Kelamin Jumlah Presentase
o
1 Laki-Laki 16 Orang 80%
2 Perempuan 4 Orang 20%
Jumlah 20 Orang 100%
Sumber: hasil pengolahan kuesioner
Dari tabel 4.1 dapat terlihat bahwa mayoritas responden yang bekerja di
bagian keuangan berjenis kelamin laki-laki yakni 16 orang atau 80% dari jumlah
keseluruhan, sedangkan jumlah perempuan jauh lebih sedikit yakni hanya 4 orang
atau 20% dari jumlah keseluruhan responden.
Tabel 4.2
Gambaran Responden
Berdasarkan Usia
N
Jenis Kelamin Jumlah Presentase
o
1 21-30 3 Orang 15%
2 31-40 5 Orang 25%
3 >40 12 Orang 60%
Jumlah 20 Orang 100%
Sumber: hasil pengolahan kuesioner
Dari tabel 4.2 dapat kita lihat bahwa usia responden mayoritas di atas 40
tahun yakni sebanyak 12 orang atau 60% dari jumlah keseluruhan responden. Hal
ini menunjukkan bahwa responden yang bekerja di bagian keuangan rata-rata
telah memiliki pengalaman dan skill yang matang.
49. 49
Tabel 4.3
Gambaran Responden
Berdasarkan Jenjang Pendidikan
N
Jenis Kelamin Jumlah Presentase
o
1 D3 5 Orang 25%
2 S1 11 Orang 55%
3 S2 4 Orang 20%
Jumlah 20 Orang 100%
Sumber: hasil pengolahan kuesioner
Dari tabel 4.3 kita dapat melihat bahwa responden yang bekerja pada
bagian keuangan telah memiliki jenjang pendidikan yang cukup tinggi. Jenjang
pendidikan terendah yaitu D3 yakni sebanyak 5 orang, sedangkan jenjang
pendidikan tertinggi yaitu S2 yakni sebanyak 4 orang. Namun mayoritas
responden memiliki jenjang pendidikan S1 yaitu sebanyak 11 orang.
4.1.3 Analisis Tanggapan Responden
Untuk menganalisis tanggapan responden, jawaban responden akan
dibobotkan yaitu dengan mengalikan jumlah responden yang menjawab dengan
nilai skala likert dari jawaban tersebut. Setelah itu, nilai bobot tersebut
dibandingkan dengan nilai bobot standar untuk mengetahui kinerjanya. Nilai
bobot standar ini dibagi ke dalam tiga (3) rentang penilaian yaitu konsisten, cukup
konsisten, dan tidak konsisten.
Untuk mencari nilai bobot stanar dilakukan dengan mencari panjang
rentang bobot ketiga pengklasifikasian di atas. Adapun rumusnya sebagai berikut:
Bmaks - B min
R=
3
(30 x 20) - (1 x 20)
R=
3
50. 50
R = 13
Keterangan:
R = panjang rentang
Bmaks = bobot jawaban maksimum (3)
Bmin = bobot jawaban minimum (1)
Setelah itu pembobotan dibagi ke dalam tiga (3) tingkatan berdasarkan
pengklasifikasian di atas yang dimulai dari 20. Adapun klasifikasi nilai bobot
standar yang dihasilkan adalah sebagai berikut:
Tabel 4.4
Nilai Bobot Standar
Nilai Bobot Kategori
20-32 Tidak Konsisten
33-45 Cukup Konsisten
46-58 Konsisten
Sumber: hasil perhitungan
Dengan membandingkan nilai bobot jawaban responden dengan nilai
bobot stnadar tersebut di atas, maka dapat diketahui mengenai bobot Penerapan
PSAK No 30 Atas Sewa Guna Usaha Aktiva Tetap pada PT INTI (Persero) apakah
tergolong Tidak Konsisten, Cukup Konsisten, Konsisten. Hal ini dapat diketahui
dengan melihat bobot jawaban berada di golongan yang mana sesuai dengan
kategori pada table 4.4 di atas. Adapun rinciannya sebagai berikut:
4.1.3.1 Penerapan PSAK No 30 Atasa Sewa Guna Usaha Aktiva Tetap Pada
Tahun 2003
PSAK No 30 (Sewa) merupakan suatu peryataan yang mengatur kebijakan
akuntansi dan pengungkapan yang sesuai, baik bagi lessor maupun lessee dalam
51. 51
hubungannya dengan sewa (lease). Peryataan ini digunakan sebagai panduan bagi
penyusun laporan keuangan di dalam menyusun laporan keuangannya khususnya
mengenai sewa. Variabel ini terdiri dari 5 item pertanyaan yang diambil dari
standar penentuan pendapatan sewa operasi pada PSAK No 30. Adapun hasilnya
adalah sebagai berikut:
Tabel 4.5
Item peryataan 1
Apakah dalam penentuan pendapatan sewa Saudara memasukkan
beban penyusutan
Jawaban Skor Frekuensi Persentase Bobot
Selalu 3 17 85% 51
Kadang-kadang 2 3 15% 6
Tidak Pernah 1 0 0% 0
Total 20 100% 57
Kategori Konsisten
Sumber: data dioleh dari hasil kuesioner
Dari tabel 4.5 di atas dapat kita lihat bahwa item peryataan 1 yang
menyatakan tentang ”Apakah dalam penentuan pendapatan sewa Saudara
memasukkan beban penyusutan”, mayoritas responden menjawab selalu yakni
sebesar 85%. Item ini mempunyai bobot sebesar 57. Bobot ini berada pada
rentang 46-58, dengan kategori konsisten (Tabel 4.4). artinya PT INTI (Persero)
telah memasukkan beban penyusutan dalam penentuan pendapatan sewa secara
konsisten.
Tabel 4.6
Item peryataan 2
Apakah dalam penentuan pendapatan sewa Saudara memasukkan
beban bank
Jawaban Skor Frekuensi Persentase Bobot
Selalu 3 17 85% 51
Kadang-kadang 2 3 15% 6
Tidak Pernah 1 0 0% 0
Total 20 100% 57
52. 52
Kategori Konsisten
Sumber: data dioleh dari hasil kuesioner
Untuk item peryataan 2 yang menyatakan tentang ”Apakah dalam
penentuan pendapatan sewa Saudara memasukkan beban bank”, mayoritas dari
responden menjawab selalu yakni sebesar 85%. Item ini juga mempunyai bobot
yang cukup besar yaitu 57. bobot ini berada pada rentang 46-58, dengan kategori
konsisten (tabel 4.4). artinya dalam setiap penentuan pendapatan sewa PT INTI
(Persero) selalu memasukkan beban bank secara konsisten.
Tabel 4.7
Item peryataan 3
Apakah dalam penentuan pendapatan sewa Saudara memasukkan
beban pemeliharaan gedung
Jawaban Skor Frekuensi Persentase Bobot
Selalu 3 15 75% 45
Kadang-kadang 2 3 15% 6
Tidak Pernah 1 2 10% 2
Total 20 100% 53
Kategori Konsisten
Sumber: data dioleh dari hasil kuesioner
Dari tabel 4.7 di atas dapat kita lihat bahwa item peryataan 3 yang
menyatakan tentang ”Apakah dalam penentuan pendapatan sewa Saudara
memasukkan beban pemeliharaan gedung”, 75% dari keseluruhan responden
menjawab selalu, sedangkan 10% dari keseluruhan responden menjawab tidak
pernah. Item ini mempunyai bobot sebesar 53. bobot ini berada pada rentang 46-
58, dengan kategori konsisten (Tabel 4.4). Artinya PT INTI (Persero)
memasukkan beban pemeliharaan gedung dalam penentuan pendapatan sewa
secara konsisten.
53. 53
Tabel 4.8
Item peryataan 4
Apakah dalam penentuan pendapatan sewa Saudara memasukkan
beban fasilitas (air, telepon, pendingin ruangan)
Jawaban Skor Frekuensi Persentase Bobot
Selalu 3 11 55% 33
Kadang-kadang 2 9 45% 18
Tidak Pernah 1 0 0% 0
Total 20 100% 51
Kategori Konsisten
Sumber: data dioleh dari hasil kuesioner
Untuk item peryataan 4 yang menyatakan tentang ”Apakah dalam
penentuan pendapatan sewa Saudara memasukkan beban fasilitas (air, telepon,
pendingin ruangan)”, sebesar 55% responden menyatakan selalu. Item ini juga
mempunyai bobot yang cukup besar yaitu 51. Bobot ini berada pada rentang 46-
58 dengan kategori konsisten (Tabel 4.4). artinya dalam penentuan pendapatan
sewa PT INTI (Persero) memasukkan beban fasilitas secara konsisten.
Tabel 4.9
Item peryataan 5
Apakah dalam penentuan pendapatan sewa Saudara memasukkan
beban akte notaris
Jawaban Skor Frekuensi Persentase Bobot
Selalu 3 8 40% 24
Kadang-kadang 2 12 60% 24
Tidak Pernah 1 0 0% 0
Total 20 100% 48
Kategori Konsisten
Sumber: data dioleh dari hasil kuesioner
Dari tabel 4.9 di atas dapat kita lihat bahwa item peryataan 5 menyatakan
tentang ”Apakah dalam penentuan pendaptan sewa Saudara memasukkan beban
akte notaris”, lebih dari setengah dari keseluruhan responden menjawab kadang-
kadang yaitu sebesar 60%, item ini mempunyai bobot sebesar 48. bobot ini berada
54. 54
pada rentang 46-58 dengan kategori konsisten (Tabel 4.4). artinya beban akte
notaris secara konsisten dimasukkan dalam penentuan pendapatan sewa oleh PT
INTI (Persero).
Tabel 4.10
Bobot Total Penerapan PSAK No 30 pada tahun 2003
Indikator Bobot Rata-rata Persentase Kategori
Beban Penyusutan 57 21,43% Konsisten
Beban Bank 57 21,43% Konsisten
Beban Pemeliharaan
53 19,92% Konsisten
Gedung
Beban Fasilitas (air,
telepon, pendingin 51 19,17% Konsisten
ruangan)
Beban Akte Notaris 48 18,05% Konsisten
Jumlah 266 100,00%
Rata-rata 53,2 20% Konsisten
Sumber: data dioleh dari hasil kuesioner
Dari tabel 4.10 di atas dapat kita lihat bahwa bobot rata-rata variabel
Penerapan PSAK No 30 pada tahun 2003 adalah sebesar 53,2. bobot ini berada
pada rentang 46-58 dengan kategori konsisten (Tabel 4.4). Indikator yang sangat
berpengaruh terhadap konsistensi penerapan PSAK No 30 pada tahun 2003 yaitu
beban penyusutan dan beban bank yakni sebesar 21,43%. Sedangkan indikator
yang memiliki persentase terkecil yakni beban akte notaris yakni sebesar 18,05%.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa penerapan PSAK No 30 pada tahun 2003
dalam penentuan pendapatan sewa oleh PT INTI (Persero) telah dilakukan secara
konsisten.
4.1.3.1 Penerapan PSAK No 30 Atasa Sewa Guna Usaha Aktiva Tetap Pada
Tahun 2004
55. 55
PSAK No 30 (Sewa) merupakan suatu peryataan yang mengatur kebijakan
akuntansi dan pengungkapan yang sesuai, baik bagi lessor maupun lessee dalam
hubungannya dengan sewa (lease). Peryataan ini digunakan sebagai panduan bagi
penyusun laporan keuangan di dalam menyusun laporan keuangannya khususnya
mengenai sewa. Variabel ini terdiri dari 5 item pertanyaan yang diambil dari
standar penentuan pendapatan sewa operasi pada PSAK No 30. Adapun hasilnya
adalah sebagai berikut:
Tabel 4.5
Item peryataan 6
Apakah dalam penentuan pendapatan sewa Saudara memasukkan
beban penyusutan
Jawaban Skor Frekuensi Persentase Bobot
Selalu 3 17 85% 51
Kadang-kadang 2 3 15% 6
Tidak Pernah 1 0 0% 0
Total 20 100% 57
Kategori Konsisten
Sumber: data dioleh dari hasil kuesioner
Dari tabel 4.11 di atas dapat kita lihat bahwa item peryataan 6 yang
menyatakan tentang ”Apakah dalam penentuan pendapatan sewa Saudara
memasukkan beban penyusutan”, mayoritas responden menjawab selalu yakni
sebesar 85%. Item ini mempunyai bobot sebesar 57. Bobot ini berada pada
rentang 46-58, dengan kategori konsisten (Tabel 4.4). artinya dalam tahun 2004
PT INTI (Persero) telah memasukkan beban penyusutan dalam penentuan
pendapatan sewa secara konsisten
56. 56
Tabel 4.12
Item peryataan 7
Apakah dalam penentuan pendapatan sewa Saudara memasukkan
beban bank
Jawaban Skor Frekuensi Persentase Bobot
Selalu 3 13 65% 39
Kadang-kadang 2 7 35% 14
Tidak Pernah 1 0 0% 0
Total 20 100% 53
Kategori Konsisten
Sumber: data dioleh dari hasil kuesioner
Untuk item peryataan 7 yang menyatakan tentang ”Apakah dalam
penentuan pendapatan sewa Saudara memasukkan beban bank”, mayoritas dari
responden menjawab selalu yakni sebesar 85%. Item ini juga mempunyai bobot
yang cukup besar yaitu 53. Bobot ini berada pada rentang 46-58, dengan kategori
konsisten (tabel 4.4). artinya dalam setiap penentuan pendapatan sewa PT INTI
(Persero) selalu memasukkan beban bank secara konsisten.
Tabel 4.13
Item peryataan 8
Apakah dalam penentuan pendapatan sewa Saudara memasukkan
beban pemeliharaan gedung
Jawaban Skor Frekuensi Persentase Bobot
Selalu 3 12 60% 36
Kadang-kadang 2 8 40% 16
Tidak Pernah 1 0 0% 0
Total 20 100% 52
Kategori Konsisten
Sumber: data dioleh dari hasil kuesioner
Dari tabel 4.13 di atas dapat kita lihat bahwa item peryataan 8 yang
menyatakan tentang ”Apakah dalam penentuan pendapatan sewa Saudara
memasukkan beban pemeliharaan gedung”. Item ini mempunyai bobot sebesar 52.
57. 57
Bobot ini berada pada rentang 46-58, dengan kategori konsisten (Tabel 4.4).
Artinya PT INTI (Persero) memasukkan beban pemeliharaan gedung dalam
penentuan pendapatan sewa secara konsisten.
Tabel 4.14
Item peryataan 9
Apakah dalam penentuan pendapatan sewa Saudara memasukkan
beban fasilitas (air, telepon, pendingin ruangan)
Jawaban Skor Frekuensi Persentase Bobot
Selalu 3 12 60% 36
Kadang-kadang 2 8 40% 16
Tidak Pernah 1 0 0% 0
Total 20 100% 52
Kategori Konsisten
Sumber: data dioleh dari hasil kuesioner
Untuk item peryataan 9 yang menyatakan tentang ”Apakah dalam
penentuan pendapatan sewa Saudara memasukkan beban fasilitas (air, telepon,
pendingin ruangan)”, sebesar 60% responden menyatakan selalu. Item ini juga
mempunyai bobot yang cukup besar yaitu 52. Bobot ini berada pada rentang 46-
58 dengan kategori konsisten (Tabel 4.4). artinya dalam penentuan pendapatan
sewa PT INTI (Persero) memasukkan beban fasilitas secara konsisten.
Tabel 4.15
Item peryataan 10
Apakah dalam penentuan pendapatan sewa Saudara memasukkan
beban akte notaris
Jawaban Skor Frekuensi Persentase Bobot
Selalu 3 10 50% 30
Kadang-kadang 2 9 45% 18
Tidak Pernah 1 1 5% 1
Total 20 100% 49
Kategori Konsisten
Sumber: data dioleh dari hasil kuesioner
Dari tabel 4.15 di atas dapat kita lihat bahwa item peryataan 10
menyatakan tentang ”Apakah dalam penentuan pendaptan sewa Saudara
58. 58
memasukkan beban akte notaris”, item ini mempunyai bobot sebesar 49. bobot ini
berada pada rentang 46-58 dengan kategori konsisten (Tabel 4.4). artinya beban
akte notaris secara konsisten dimasukkan dalam penentuan pendapatan sewa oleh
PT INTI (Persero).
Tabel 4.10
Bobot Total Penerapan PSAK No 30 pada tahun 2003
Indikator Bobot Rata-rata Persentase Kategori
Beban Penyusutan 57 21,43% Konsisten
Beban Bank 57 21,43% Konsisten
Beban Pemeliharaan
53 19,92% Konsisten
Gedung
Beban Fasilitas (air,
telepon, pendingin 51 19,17% Konsisten
ruangan)
Beban Akte Notaris 48 18,05% Konsisten
Jumlah 266 100,00%
Rata-rata 53,2 20% Konsisten
Sumber: data dioleh dari hasil kuesioner
Dari tabel 4.10 di atas dapat kita lihat bahwa bobot rata-rata variabel
Penerapan PSAK No 30 pada tahun 2003 adalah sebesar 53,2. bobot ini berada
pada rentang 46-58 dengan kategori konsisten (Tabel 4.4). Indikator yang sangat
berpengaruh terhadap konsistensi penerapan PSAK No 30 pada tahun 2003 yaitu
beban penyusutan dan beban bank yakni sebesar 21,43%. Sedangkan indikator
yang memiliki persentase terkecil yakni beban akte notaris yakni sebesar 18,05%.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa penerapan PSAK No 30 pada tahun 2003
dalam penentuan pendapatan sewa oleh PT INTI (Persero) telah dilakukan secara
konsisten.
59. 59
4.1.3.2 Penerapan PSAK No. 30 Atas Sewa Guna Usaha Aktiva Tetap Pada
Tahun 2004
PSAK No. 30 (Sewa) merupakan suatu peryataan yang mengatur
kebijakan akuntansi dan pengungkapan yang sesuai, baik bagi lessor maupun
lesse dalam hubungannya dengan sewa (lease). Peryataan ini digunakan sebagai
panduan bagi penyusun laporan keuangan di dalam menyusun laporan
keuangannya khususnya mengenai sewa. Variabel ini terdiri dari 5 item
pertanyaan yang diambil dari standar penentuan pendepatan sewa operasi pada
PSAK No. 30. Adupun hasilnya adalah sebagai berikut:
Tabel 4.11
Item Peryataan 6
Apakah dalam penentuan pendapatan sewa Saudara memasukkan
beban penyusutan
Jawaban Skor Frekuensi Persentase Bobot
Selalu 3 17 85% 51
Kadang-kadang 2 3 15% 6
Tidak Pernah 1 0 0% 0
Total 20 100% 57
Kategori Konsisten
Sumber: data olahan dari hasil kuesioner
Dari tabel 4.11 diatas dapat kita lihat bahwa item peryataan 6 yang
menyatakan ”Apakah dalam penentuan pendapatan sewa Saudara memasukkan
beban penyusutan”. Mayoritas responden menjawab selalu yaitu sebesar 85%.
Item ini mempunyai bobot sebesar 57. bobot ini berada pada rentang 46-58,
dengan kategori konsisten (Tabel 4.4). Artinya dalam tahun 2004 PT INTI
(Persero) telah memasukkan beban penyusutan dalam penentuan pendapatan sewa
secara konsisten.
60. 60
Tabel 4.12
Item Peryataan 7
Apakah dalam penentuan pendapatan sewa Saudara memasukkan beban
bank
Jawaban Skor Frekuensi Persentase Bobot
Selalu 3 13 65% 39
Kadang-kadang 2 7 35% 14
Tidak Pernah 1 0 0% 0
Total 20 100% 53
Kategori Konsisten
Sumber: data diolah dari hasil kuesioner
Untuk item peryataan 7 yang menyatakan ”Apakah dalam penentuan
pendapatn sewa Saudara memasukkan beban bank”. Mayoritas dari responden
menjawab selalu yakni sebesar 65%. Item ini juga mempunyai bobot yang besar
yaitu 53. bobot ini berada pada rentang 46-58 dengan kategori konsisten (Tabel
4.4). artinya dalam setiap penentuan pendapatan sewa PT INTI (Persero) selalu
memasukkan beban bank dengan konsisten.
Tabel 4.13
Item peryataan 8
Apakah dalam penentuan pendapatan sewa Saudara memasukkan beban
pemeliharaan gedung
Jawaban Skor Frekuensi Persentase Bobot
Selalu 3 12 60% 36
Kadang-kadang 2 8 40% 16
Tidak Pernah 1 0 0% 0
Total 20 100% 52
Kategori Konsisten
Sumber: data diolah dari hasil kuesioner.
Dari tabel 4.13 di atas dapat kita lihat bahwa item peryataan 8 yang
menyatakan tentang ”Apakah dalam penentuan pendapatn sewa Saudara
memasukkan beban pemeliharaan gedung”, item ini mempunyai bobot sebesar 52.
bobot ini berada pada rentang 46-58, dengan kategori konsisten (Tabel 4.4).
61. 61
Artinya PT INTI (Persero) memasukkan beban pemeliharaan gedung dalam
penentuan pendapatn sewa secara konsisten.
Tabel 4.14
Item peryataan 9
Apakah dalam penentuan pendapatan sewa Saudara memasukkan beban
fasilitas (air, telepon, pendingin ruangan)
Jawaban Skor Frekuensi Persentase Bobot
Selalu 3 12 60% 36
Kadang-kadang 2 8 40% 16
Tidak Pernah 1 0 0% 0
Total 20 100% 52
Kategori Konsisten
Sumber: data diolah dari hasil kuesioner
Untuk item peryataan 9 yang menyatakan tentang ”Apakah dalam
penentuan pendapatan sewa Saudara memasukkan beban fasilitas (air, telepon,
pendingin ruangan)”, sebesar 60% responden menyatakan selalu. Item ini juga
mempunyai bobot yang cukup besar yaitu 52. boot ini berada pada rentang 46-58
dengan kategori konsisten (Tabel 4.4). Artinya dalam penentuan pendapatan sewa
PT INTI (Persero) memasukkan fasilitas secara konsisten.
Tabel 4.15
Item peryataan 10
Apakah dalam penentuan pendapatan sewa Saudara emmasukkan beban
akte notaris
Jawaban Skor Frekuensi Persentase Bobot
Selalu 3 10 50% 30
Kadang-kadang 2 9 45% 18
Tidak Pernah 1 1 5% 1
Total 20 100% 49
Kategori Konsisten
Sumber: data diolah dari hasil kuesioner
Dari tabel 4.15 di atas dapat kita lihat bahwa item peryataan 10 yang
menyataka tentang ”Apakah dalam penentuan pendapatan sewa Saudara
emmasukkan beban akte notaris”, item ini mempunyai bobot sebesar 49. bobot ini