Kelompok 2 menyimak khotbah pidato cermah diskusi dan berita
PENDIDIKAN VOKASI DAN NON FORMAL
1. TUGAS ILMU PENDIDIKAN
Mengenai Pendidikan Vokasi dan
Pendidikan Non Formal
Oleh :
Nama : Mitha Yulia Sari
Kelas : 1-C PGSD
NIM : K7113142
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidkan
Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Universitas Sebelas Maret
2. I. Pendidikan Vokasi
Pendidikan vokasi adalah pendidikan yang diarahkan pada penguasaan dan
pengembangan keahlian terapan, beradaptasi pada bidang pekerjaan tertentu dan dapat
menciptakan peluang kerja.Pendidikan vokasi menganut sistem terbuka (multi-entry-exit
system) dan multimakna (berorientasi pada pembudayaan, pemberdayaan, pembentukan
watak, dan kepribadian, serta berbagai kecakapan hidup life skill yang akan dilaksanakan
melalui kurikulum 2013. Pendidikan vokasi berorientasi pada kecakapan kerja sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi terapan serta sesuai dengan tuntutan
kebutuhan lapangan kerja.
Salah satu problem pendidikan di Indonesia selama ini adalah relevansi pendidikan
dengan dunia kerja. Rendahnya Pendidikan di Indonesia kurang memperhatikan relevansi
kurikulum dengan kebutuhan pasar, sebab lebih mengarah kepada pendidikan akademis
ketimbang vokasional atau kejuruan yang menghasilkan tenaga kerja terampil. Pendekatan
sistem pembelajaran perlu menyesuaikan dengan kebutuhan-kebutuhan terkini dalam
menyiapkan lulusan untuk memiliki pekerjaan dengan keahlian terapan tertentu.
Sebagian besar masyarakat kita sampai saat ini masih asing dengan istilah pendidikan
vokasi. Hal tersebut wajar karena kata vokasi belum dikenal secara luas di masyarakat,
bahkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang saat ini digunakan sebagai referensi
perbendaharaan kata dan istilah oleh sebagian besar masyarakat, kata vokasi juga tidak
ditemukan.
Kata vokasi dewasa ini sering dikaitkan dengan kata pendidikan, sehingga muncul istilah
pendidikan vokasi. Apakah pendidikan vokasi itu?
Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
(Sisdiknas) dijelaskan bahwa pendidikan vokasi merupakan pendidikan tinggi yang
mempersiapkan peserta didik untuk memiliki pekerjaan dengan keahlian terapan tertentu
maksimal setara dengan program sarjana.
Bentuk penyelenggaraan pendidikan vokasi terdiri dari Program Diploma 1 (D-1), Diploma 2
(D-ll), Diploma 3 (D-lll), dan Diploma 4 (D-lV).
Bahkan dalam Undang-undang Nomor 12 tahun 2012 tentang Perguruan Tinggi,
pendidikan vokasi dapat melaksanakan program ke strata yang lebih tinggi lagi, yakni
Magister Terapan (S-2) dan Doktor Terapan (S-3). Ini menunjukkan bahwa perguruan tinggi
yang menyelenggarakan pendidikan vokasi tidak ada lagi perbedaan dengan perguruan tinggi
lainnya.
Bedanya, pendidikan vokasi berorientasi pada kecakapan kerja yang sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi terapan serta selaras dengan tuntutan
kebutuhan lapangan kerja. Sedangkan, pendidikan akademik merupakan pendidikan tinggi
dengan program sarjana dan pascasarjana yang diarahkan terutama pada penguasaan disiplin
ilmu pengetahuan tertentu.
3. Menarik untuk disimak, apa yang dikatakan oleh Direktur Jendral Pendidikan Tinggi (Dirjen
Dikti) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Djoko Santoso beberapa bulan yang lalu di
Jakarta.
“Pendidikan tinggi difokuskan kepada pendidikan akademik. Saya selalu mendapatkan
komplain, lulusan kita banyak yang menganggur. Setelah kami pelajari, hal itu disebabkan
karena pendidikan tinggi kita lebih menitikberatkan kepada pendidikan akademik”.
Lebih lanjut dijelaskannya bahwa filosofi dari pendidikan akademik adalah untuk
pengembangan ilmu, bukan untuk bekerja. Pendidikan yang lulusannya dipersiapkan untuk
bekerja terutama pada dunia industri, itu namanya pendidikan vokasi.
Oleh karena itu pendidikan vokasi akan diperkuat, karena akan bisa mengisi lapangan
kerja secara langsung.
Pendidikan vokasi harus berkaitan langsung dengan proses industrialisasi, terutama bila
dikaitkan dengan fungsinya memenuhi tenaga kerja terampil dan dapat dihandalkan serta
punya visi perhatian yang sungguh-sungguh kepada pembangunan teknologi dan
rekayasa.Pendidikan vokasi sebagai suatu jenis pendidikan tinggi yang didirikan dengan
maksud mempersiapkan peserta didik untuk memiliki pekerjaan dengan keahlian terapan
tertentu.
Untuk mencapai maksud dan tujuan pendidikan tersebut, kegiatan belajar-mengajar pada
pendidikan vokasi lebih didominasi oleh kegiatan praktik, baik praktikum yang dilakukan di
laboratorium, bengkel, kebun percobaan, maupun studio.
Secara umum perbandingan antara kegiatan praktik dan teori dalam pendidikan vokasi
adalah 60 persen berbanding 40 persen, walaupun dalam beberapa kasus angka perbandingan
itu dapat menjadi 50 persen berbanding 50 persen. Mahasiswa dan dosen akan menghabiskan
sebagian besar waktu efektifnya untuk belajar dan bekerja di tempat-tempat praktikum atau
laboratorium. Proses pembelajaran seperti ini terdapat pada proses pembelajaran di
politeknik. Dengan demikian dapat dimengerti bahwa pendidikan politeknik adalah model
pendidikan vokasi di Indonesia.
Kareteristik khusus pendidikan vokasi ( baca: politeknik) dapat dicermati dari aspek
kurikulumnya. Kurikulum pendidikan vokasi lazimnya berbasis kompetensi, populer dengan
istilah KBK, singkatan dari kurikulum berbasis kompetensi. KBK selaras dan berkaitan
dengan program studi yang lebih memberatkan kepada aspek keterampilan (skill) dan
penguasaan teknologi. KBK menekankan aspek penguasaan secara komprehensif pada
sebuah program studi sehingga relevan dengan kebutuhan masyarakat. Titik berat KBK
adalah memunculkan sosok profesionalisme pada bidangnya masing-masing. Pada kaitan
inilah KBK memberi penekanan yang dominan pada berbagai kompetensi yang harus
dikuasai seseorang dalam setiap program studi pada setiap jenjang pendidikan.
Dengan demikian akan terjadi pergeseran penguasaan kognisi (pengetahuan) atau
dominasi kognitif menuju kepada penguasaan kompetensi tertentu sesuai dengan program
4. studi masing-masing.
Inti KBK ini sebenarnya adalah output pendidikan yang benar-benar profesional di
bidangnya karena KBK menggunakan pendekatan penguasaan kompetensi tertentu,
materinya sedikit tetapi lebih mendalam.
Aspek lain yang perlu diperhatikan adalah pangsa pasar dan keterlibatan dunia usaha dan
dunia industri yang memberikan masukan (feed back) terhadap kompetensi dan standardisasi
kemampuan seorang lulusan pendidikan vokasi yang dibutuhkannya.
Dalam prakteknya, banyak industri melakukan rekrutmen di kampus pendidikan vokasi
untuk mengisi lowongan pekerjaan di perusahaan mereka.
Salah satu alasannya adalah rekrutmen yang dilaksanakan di kampus pendidikan vokasi
tingkat keberhasilanya cukup tinggi karena tepat sasaran dan cost effective.
Oleh karena itu, tercipta kondisi yang harmonis antara penyelenggara pendidikan vokasi
dan dunia industri serta masyarakat luas suatu kolaborasi yang saling menguntungkan untuk
menetapkan suatu sertifikasi profesi lulusan pendidikan vokasi yang diakui bersama.
Dengan demikian, tuntutan masyarakat agar perguruan tinggi , khususnya pendidikan
vokasi dapat memenuhi harapan masyarakat dan dunia industri akan kebutuhan tenaga kerja
yang “siap pakai” dapat terwujud, dan sehingga perguruan tinggi tidak lagi dipandang
sebagai suatu menara gading.
Standar nasional pendidikan vokasi dikembangkan berdasarkan standar kompetensi
nasional dan/atau internasional yang dalam proses pengembangnnya
mengikutsertakan masyarakat industri sebagai pengguna lulusan vokasi.
Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi kesenjangan yang terjadi antara kempetensi
lulusan pendidikan vokasi dengan kebutuhan dunia industri.
Sehingga komplain mengenai rendahnya mutu lulusan pendidikan dan ketidaksesuaian
(mismatch) kebutuhan stakeholder atau pengguna lulusan dengan lulusan yang dihasilkan
oleh institusi pendidikan sebagai isu utama yang telah lama menjadi polemik antara kedua
pihak tersebut dapat dieliminasi.
Walaupun kebutuhan akan lulusan pendidikan vokasi laris manis bagi dunia industri.
Tetapi keingingan atau animo lulusan Sekolah Lanjutan Atas (SLTA) plus Madrasah Aliyah
(MA) kurang tertarik untuk melanjutkan pendidikannya ke pendidikan vokasi tersebut.
Persepsi mereka, pendidikan vokasi sebagai pendidikan tinggi kelas dua. Bilamana mereka
tidak diterima pada perguruan tinggi akademik, baru mereka melirik kepada pendidikan
vokasi.
Dengan diberlakukannya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Perguruan
Tinggi, yang tidak ada lagi pengkotakkan antara pendidikan vokasi khususnya Politeknik
5. dengan pendidikan tinggi akademik yang berbentuk universitas, institut, atau pun sekolah
tinggi. Dalam undang-undang tersebut ditegaskan bahwa perguruan tingi vokasi dapat
melaksanakan program master terapan dan doktor terapan.
Politeknik akan dapat juga mempromosikan dosennya menjadi guru besar atau
professor. Kita berharap, diberlakukannya undang-undang ini akan dapat merubah mindset
lulusan SLTA terhadap pendidikan vokasi. Arah menuju ke sana sudah nampak, penerimaan
mahasiswa baru dari beberapa perguruan tinggi politeknik di republik ini meningkat tajam
untuk beberapa tahun terakhir ini.
Oleh karena itu, tidak berlebihan dikatakan bahwa pendidikan vokasi khususnya
pendidikan politeknik sekarang berada di atas angin.***
6. II. Pendidikan Non Formal
Definisi
Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat
dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Hasil pendidikan nonformal dapat dihargai
setara dengan hasil program pendidikan formal setelah melalui proses penilaian penyetaraan
oleh lembaga yang ditunjuk oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah dengan mengacu pada
standar nasional pendidikan.
Jenis
Pendidikan nonformal meliputi :
1. pendidikan kecakapan hidup
2. pendidikan anak usia dini
3. pendidikan kepemudaan
4. pendidikan pemberdayaan perempuan
5. pendidikan keaksaraan
6. pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja.
7. Pendidikan kesetaraan meliputi: Paket A, Paket B dan Paket C, serta pendidikan lain
yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik, seperti: Pusat
Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM), lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok
belajar, majelis taklim, sanggar, dan lain sebagainya, serta pendidikan lain yang
ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik.
Fungsi
Pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan
pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan
kepribadian profesional.
Sasaran
Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan
pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, dan/atau pelengkap pendidikan
formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat.
Satuan Pendidikan Penyelenggara
Kelompok bermain (KB)
Taman penitipan anak (TPA)
Lembaga kursus
Sanggar
Lembaga pelatihan
Kelompok belajar
Pusat kegiatan belajar masyarakat
Majelis taklim
Kursus dan pelatihan diselenggarakan bagi masyarakat yang memerlukan bekal pengetahuan,
keterampilan, kecakapan hidup, dan sikap untuk mengembangkan diri, mengembangkan
profesi, bekerja, usaha mandiri, dan/atau melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih
tinggi.
7. Peran Pendidikan Non Formal
Kehadiran berbagai PAUD dan lembaga pendidikan nonformal yang kian beredar di
sekitar kita menunjukkan betapa pedulinya oknum pendidik nonformal terhadap dunia
pendidikan nonformal. Ini akan sangat membantu para orang tua yang menginginkan nilai lebih
yang dihasilkan anak-anak mereka sebagai bentuk pendukung pendidikan formal yang anak
terima di sekolah. Dalam hal ini peran penting pendidikan nonformal sebagai salah satu bentuk
layanan pendidikan yang bertujuan sebagai pengganti, penambah, dan pelengkap pendidikan
formal dalam rangka mendukung pendidikan sepanjang hayat bergerak sebagaimana mestinya.
Masyarakat patut bersyukur dengan keberadaan pendidikan nonformal maka kebutuhan anak-anak
dalam mengganti, menambah dan melengkapi pendidikan formal mereka bisa terpenuhi.
Sebut saja berbagai contoh yang ada di sekitar kita saat ini; dengan adanya Sanggar Kegiatan
Belajar yang menawarkan pembelajaran seperti di sekolah formal tapi dengan keringanan jam
belajar membantu anak-anak untuk tetap bersekolah di waktu mereka yang mungkin tidak
sefleksibel anak-anak di sekolah formal. Pengadaan Program Paket A, B dan C oleh pendidikan
nonformal membantu semangat anak-anak yang tidak lulus sekolah formal kembali berkobar
karena peraturan pemerintah yang menyatakan ijazah mereka setara dengan anak-anak yang
menimba ilmu di sekolah formal. Kemunculan banyaknya PAUD cukup meringankan beban
orangtua yang mungkin sebagian besar waktunya terkuras akan dunia karir mereka. Di PAUD,
anak-anak dipastikan mendapatkan dasar pendidikan formal sebagai bekal mereka sekolah
nanti dan tambahan pendidikan informal sebagai pelengkap pendidikan informal yang mereka
dapatkan di lingkungan keluarga. Banyaknya Lembaga Kursus dan Bimbingan Belajar yang
kian marak di sekitar kita dapat menjadi penambah dan pelengkap ilmu yang anak-anak peroleh
di sekolah formal. Sungguh besar peran dunia pendidikan nonformal.
Bersikap selektif
Menilik banyaknya PAUD, lembaga kursus dan bimbingan belajar yang berlomba -
lomba menawarkan keunggulan dari masing-masing lembaga, banyak orang tua berbondong-bondong
mengantarkan anak-anaknya ke lembaga pelayanan pendidikan nonformal tersebut
berharap buah hati mereka mendapatkan pendidikan tambahan yang tepat dan baik untuk
melengkapi kebutuhan pendidikan formal mereka. Oleh karena itu sudah selayaknya orang tua
bersikap selektif dalam memilih PAUD, lembaga kursus dan bimbingan belajar yang tepat
untuk anak-anak mereka mengingat kian maraknya keberadaan layanan pendidikan nonforma l
yang hanya berasas manfaat. Jadi, meninjau betapa banyak kelebihan yang ditawarkan
pendidikan nonformal dalam rangka melengkapi pendidikan formal dan informal sudah
sepantasnya lah kita sebagai masyarakat yang peduli akan pendidikan generasi penerus bangsa
memilih yang terbaik dan sesuai kualitas yang ditawarkan. Jangan lupa untuk menjadi saksi
keberhasilan anak-anak akan proses belajar yang dilakukan selama anak-anak dalam masa
pembelajaran di PAUD, Lembaga Kursus dan Bimbingan Belajar di sekitar kita. Buat anak,
jangan coba-coba. Apalagi menyangkut pendidikan yang bersifat mendidik sepanjang hayat.
Jadilah pendidik sejati yang berawal dari pendidikan di lingkungan keluarga, masyarakat dan
bangsa.