1. Integralisasi nilai-nilai keislaman dan akhlak mulia dalam kurikulum 2013 bertitik beratkan pada pendidikan akhlak yang mengintegrasikan unsur moral knowing, moral feeling, dan moral action sesuai dengan fase perkembangan anak serta menggunakan nilai-nilai kebaikan dari Al-Quran dan Sunnah sebagai acuan.
3. “ Sebaik-baik kalian adalah yang mempelajari Al
Qur’an dan mengajarkanya” ( HR. Bukhari )
4. Sesungguhnya dia ( Dzul Khuwaishirah seorang
dari bani tamim ) mempunyai pengikut ,
dimana kalian akan merendahkan
(menganggap kecil) shalat kalian dibanding
shalat mereka, puasa kalian dibanding puasa
mereka. Mereka membaca Al Quran tapi tidak
mencapai tenggorokan mereka. Mereka
melesat dari (batas-batas) agama seperti
melesatnya anak panah dari sasaran
(busurnya)….. (HR Bukhari dalam kitab Al
Manakib 3610 dan Muslim dalam Kitab Az
Zakah 2453)
5. “ Wahai saudara, izinkan saya menggunakan ungkapan
ini. Saya tidak bermaksud bahwa Islam Ikhwan
Muslimin adalah Islam yang baru, yang bukan dibawa
oleh Sayidina Muhammad saw dari Tuhannya. Saya
maksudkan bahwa kebanyakan umat Islam di
kebanyakan zaman telah mencabut sifat-sifat, ciri-ciri
dan batas-batas dari Islam mengikut kemauan masing-
masing. Mereka mempergunakan kemudahan dan
keluasannya secara buruk. Sedangkan kemudahanan
dan keluasan itu adalah mempunyai hikmat yang
tinggi. Mereka membaharukan dalam memahami
makna Islam dan menanamkan gambaran Islam yang
bermacam-macam di dalam jiwa anak-anak mereka,
sama juga dia hampir, jauh atau bertepatan dengan
Islam pertama yang dibawa oleh Rasulullah saw dan
para sahabatnya. “ Hasan al Banna
7. 1. Prioritas utama para sahabat adalah menanamkan kecintaan
kepada Allah dan Rasul Nya
2. Mengajarkan kecintaan belajar dan ilmu
3. Mengajarkan dengan praktek secara langsung.
4. Tidak membatasi dengan ruang kelas khusus, mereka mengajar di
rumah, masjid, padang gembala, pasar dll
5. Tidak mematok anak-anak mereka menjadi seseorang dengan
profesi tertentu. Mereka hanya mengajarkan ketaqwaan, anak-
anak mereka diberikan pilihan akan menjadi apa nantinya.
6. Menekankan pendidikan akhlak mulia, bukan hanya
kelemahlembutan tapi juga ketegasan dan keberanian.
7. Para sahabat nabi memberi kesempatan yang sama setiap
anaknya untuk berkembang.
8. Para sahabat tidak hanya mengajarkan teori namun juga
mengajarkan gerak motorik kepada anak seperti kegiatan fisik dan
olahraga.
8. Nabi Muhammad saw selalu mengajarkan
kepada anak-anak dari Bani Hasyim ketika
mulai bisa bicara, ayat ini sebanyak 7 kali,
“Dan katakanlah,” segala puji bagi Allah yang
tidak mempunyai sekutu dalam kerajaanNya
dan tidak mempunyai penolong ( untuk
menjaga Nya ) dari kehinaan dan agungkanlah
Dia dengan pengagunggan yang sebenar-
benarnya .”( Al-Isra :111)” ( Sunan Abi Syaibah
1/306)
9. Rasulullah bersabda,“….. Apabila anak telah
mencapai enam tahun, maka hendaklah
diajarkan adab sopan santun….” ( HR Ibnu
Hiban)
Rasulullah bersabda , Perintahkanlah anak-
anakmu untuk melakukan shalat apabila
mereka telah berusia tujuh tahun dan apabila
mereka telah berusia sepuluh tahun, maka
pukullah mereka ( bila tidak shalat) dan
pisahkanlah tempat tidur mereka.” (HR Abu
Dawud dan Hakim)
10. Umar bin Khatab berkata ,”Ajaklah anakmu
bermain umur tujuh tahun, didiklah umur
tujuh tahun dan dampingilah dalam hidup
umur tujuh tahun.”
11. 1-7 tahun
-bermain
-usia 6 tahun mulai
diajarkan aqidah,adab dan
akhlak.
7-14 tahun
-7 tahun mulai di ajarkan
fikih ibadah.
-10 tahun mulai diberikan
reward & Punishment.
10-14 adalah masa transisi
14-21 tahun
- Masa pubertas.
-pendampingan
Iman Islam Ihsan
12. Perkembangan Moral Anak
• Thomas Lickona, Phd menformulasikan teori
perkembangan moral anak dengan mengadopsi dari
teori-teori yang telah dikembangkan sebelumnya. Dia
membagi tahapan ini menjadi 6 Fase, yaitu:
1. Fase Bayi
2.Fase 1 : Berfikir Egosentris
3. Fase 2 : Patuh Tanpa syarat
4. Fase 3 : Memenuhi harapan lingkungan
5. Fase 4 : Ingin menjaga kelompok
6. Fase 5 Moralitas tidak berpihak
13. Fase 2
1. sekitar 4,5-6 tahun (kelas 1 SD)
- Patuh tanpa syarat
- Lebih mudah menurut dan kerjasama
- Orang dewasa maha tahu
- Suka mengadukan teman
- Cenderung melanggar kkalau tidak diawasi
* ( Fase yang tepat untuk doktrinasi dan
penanaman adab dan akhlak tahap awal)
14. Fase 2
2. Sekitar, 6,5-8 tahun (kelas 2 dan 3 SD/ Usia Tamyis)
-Merasa punya hak seperti orang dewasa
-Tidak lagi berpikir bisa diperintah-perintah orang dewasa.
Mulai ajarkan tindakan yang baik dan buruk dengan alasan.
-Konsep keadilan kaku (balas membalas)
-Berperilaku baik agar disenangi
-cenderung melanggar perintah
-berpotensi bertindak kasar dan tidak berempati
-Kurang bisa melihat tindakan yang salah
-Banyak terlibat perkelahian
• (masa penanaman akhlak dan syariat, mulai diajarkan
fiqih.)
15. Fase 3
3. Usia 8,5-14 tahun ( Kelas 4,5 &6 SD)
-Ingin penghargaan sosial
-Golden Rules ; Harus memeperlakukan orang lain seperti
kamu mengharap orang lain memperlakukanmu.
-Mengerti yang dibutuhkan orang lain
-Bisa menerima otoritas orang tua
-Bisa menerima tanggung jawab
-Cenderung kurang Percaya diri
-Mulai mempunyai Nurani.
* (aplikasi fikih dan pembinaan akhlak secara intens.)
16. Muwasofat Tarbiyah
1. Salimul Aqidah
2. Shahihul Ibadah
3. Mantinul Khuluk
4. Qowiyul Jismi
5. Mutsaqqoful Fikri
6. Mujahadatul Linafsihi
7. Haritsun Ala Waqtihi
8. Munazamun fi syuunihi
9. Qadirun alal kasbi
10. Nafi’un Lighoirihi
17. Masukan
1. Materi Keislaman seharusnya disesuaikan
dengan fase perkembangan moral anak
2. Materi keislaman untuk usia SD dititik beratkan
kepada 3 tingkatan muwasofat tarbiyah yaitu,
salimul aqidah, dilanjutkan shahihul ibadah dan
matinul khuluq
3. Materi keislaman seharusnya diintegralkan
kedalam pelajaran dan belum memerlukan
pembahasan yang terlalu dalam agar mudah
dihafal.
19. Akhlak adalah Institusi yang bersemayam di
hati tempat munculnya tindakan-tindakan
spontan, tindakan yang benar atau salah.
Karakter berasal dari kata Yunani, Charassein
yang berarti mengukir sehingga terbentuk
sebuah pola.
*Beberapa ahli menyamakan makna akhlak
dan karakter.
20. Syaikh Abu Bakar Jabir Al Jazari mengatakan dalam kitabnya
Minhajul muslim dahwa menurut tabiatnya institusi akhlak
tersebut secara fitrah siap menerima pengaruh pembinaan
yang baik atau buruk. Jika Institusi tadi dididik untuk
memilih kebaikan maka akhlak yang baik begitu pula
sebaliknya.
Menurut Ibnu Jazzar Al Qairawani, “ sebnarnya sifat-sifat
buruk yang timbul dari diri anak bukanlah lahir dari fitrah
mereka. Sifat –sifat tersebut terutama timbul karena
kurangnya peringatan sejak dini dari orang tua dan
pendidik. Semakin dewasa usia anak, semakin sulit pula
baginya untuk meninggalkan sifat-sifat buruk. Banyak sekali
orang dewasa yang menyadari sifat-sifat buruk tetapi tidak
mampu mengubahnya. Karena sifat buruk itu sudah kuat
mengakar di dalam dirinya. Dan menjadi kebiasaan yang
sulit di tinggalkan.
21. Karakter adalah kualitas otot yang terbentuk
melalui latihan setiap hari dan setiap jam dari
seorang pejuang spiritual (Tolbert Mc Carrol)
Karakter yang baik lebih patut di puji daripada
bakat yang luar biasa. Hampir semua bakat
adalah anugerah. Karakter yang baik,
sebaliknya tidak dianugerahkan kepada kita.
Kita harus membangunya sedikit demi sedikit,
dengan pikiran, pilihan, keberanian dan usaha
keras. ( john Luther)
22. Pembentukan karakter harus dilakukan secara integral atau
menyeluruh yang melibatkan aspek “knowing”,
mengetahui, “acting” melatih dan membiasakan diri serta “
feelling” perasaan yang dilakukan secara terus menerus.
Hal ini juga terjadi dalam kehidupan Rasullulah saw, Beliau
merasakan tarbiyah khuluqiyah yang dilakukan oleh Allah.
Allah memberikan ‘Knowing’ tentang Akhlak dengan wahyu
berupa Al Quran yang didalamnya juga terdapat kisah-kisah
sebagai perwujudan proses ‘Feeling’ dan Allah juga
merencanakan keadaan dimana Rasulullah menerapkan
akhlak yang ada di dalam al qur’an (acting) sehingga suatu
ketika ketika Aisyah ra ditanya seperti apa akhlak rasulullah
maka dia menjawab, “ Akhlaknya adalah Al Qur’an” . Oleh
karena itu Rasulullah pernah bersabda bahwa “
sesungguhnya Aku di utus untuk menyempurnakan
akhlak.”
23. Masukan
1. Pendidikan akhlak disediakan kurikulum yang
sesuai dengan perkembangan moral anak.
2. Untuk aplikasi pendidikan akhlak diadakan
refleksi akhlak setiap hari sekitar 1 jam pelajaran
dengan rincian 2 hari proses knowing, 2 hari
proses feeling dan 2 hari proses acting.
3. Akhlak apa saja yang akan ditanamkan harus
jelas dan diberikan indikator-indikator untuk
pencapaian setiap akhlak di setiap tingkatan.
26. Rasulullah pernah kepada Ibnu Abbas yang masih kecil, “Wahai
anaku sesungguhnya aku akan mengajarimu beberapa kalimat,
jagalah Allah maka Allah akan menjagamu, Jagalah Allah maka
kamu akan menemui Nya di hadapanmu. Apabila kamu ingin
meminta maka mintalah kepada Allah dan bila kamu meminta
pertolongan maka mintalah tolong kepada Allah, ketahuilah bila
seluruh umat bersatu untuk memberimu suatu manfaat
kepadamu maka mereka tidak bisa memberi sesuatu kecuali
yang telah ditetapkan oleh Allah untukmu dan bila semua umat
bersatu ingin menimpakan suatu mudharat kepadamu maka
mereka tidak akan mampu menimpakan sesuatu kecuali yang
telah ditetapkan Allah atasmu. Pena sudah diangkat dan tinta
tulisan sudah kering.” ( Hr Ahmad & Tirmidzi, Hasan Shahih)
27. 2. Pendidikan akhlak harus mengandung nilai-
nilai yang menjadi acuan atau standar
kebenaran berupa nilai-nilai moral yang berasal
dari Al Qur’an dan Sunnah
28. • Melunturnya nilai moral di amerika karena
adanya standar moral relatif. Misalkan dari
kurun waktu tahun 1960-1990, tindakan
kekerasan (violent crime) remaja meningkat
sebesar 560% dan peningkatan 419% anaka
remaja yang hamil di luar nikah.
29. • Pendidikan akhlak / karakter adalah metode
pendidikan moral yang secara eksplisit
memakai standar baik dan buruk yang sifatnya
universal. Dalam pendidikan karakter selalu
ada nilai-nilai yang ingin ditanamkan kepada
anak dan nilai-nilai ini dituangkan dalam
kurikulum dan kegiatan anak-anak di sekolah.
30. 3. Pendidikan Akhlak yang melibatkan
aspek Moral Knowing, Moral Felling
dan Moral Action
31. • Thomas Lickona menekankan tiga komponen
karakter yang baik (components of good
character) yaitu moral knowing, moral feeling dan
moral action. Hal ini diperlukan agar siswa didik
mampu memahami , merasakan dan
mengerjakan sekaligus nilai-nilai kebajikan.
• Hal yang sama di ungkapkan oleh Karen E. Bohlin,
Deborah Farmer dan Kevin Ryan bahwa
membentuk karakter adalah dengan
menumbuhkan karakter yang merupakan the
habits of mind, heart and action, yang antara
ketiganya adalah saling terkait.
32. • Edward Wayne mengatakan bahwa 95%
kemungkinan kita semua tahu mana
perbuatatn baik dan buruk, masalahnya kita
tidak mempunyai keinginan kuat atau
komitmen melakukanya dalam tindakan nyata.
33. • Majalah Curent Health melaporkan hasil
polling bahwa 80% dari 3000 murid SMU di AS
mengaku pernah belaku curang di sekolah.
Sedangkan di Australia 76% dari 6000 siswa
juga pernah melakukan kecurangan di sekolah.
34. Moral Knowing
1. Moral awareness (kesadaran moral)
2. Knowing moral values (mengetahui nilai-nilai
moral)
3. Perspective taking
4. Moral reasoning
5. Decision making
6. Self knowledge
35. Moral Feeling
1. Conscience (nurani)
2. Self esteem (percaya diri)
3. Empathy (merasakan penderitaan orang lain)
4. Loving the good (mencintai kebenaran)
5. Self control (kemampuan mengontrol diri)
6. Humility (kerendah hatian)
36. Moral Action
• Moral action adalah hasil dari dua komponen
karakter sebelumnya. Untuk memahami apa
yang mendorong seseorang dalam perbuatan
baik maka harus dilihat 3 aspek yaitu:
1. Kompetensi ( competence)
2. Keinginan ( Will )
3. Kebiasaan ( Habit )
38. • Jon Dewey mengatakan bahwa sekolah yang tidak
mempunyai program pendidikan karakter tetapi
dapat memberikan suasana lingkungan sekolah
yang sesuai dengan nilai-nilai moral, sekolah
tersebut mempunyai pendidikan moral yang
disebut hidden curiculum.
• Namun menurut Marvin W. Berkowitz hidden
curicullum saja tidak cukup, pendidikan karakter
di sekolah dianggap efektif adalah dengan
menggunakan kurikullum pendidikan karakter
formal, atau kurikulum yang secara eksplisit
mempunyai tujuan pembentukan karakter anak.
Selain itu sekolah juga harus mempunyai visi dan
misi yang bertujuan membentuk anak yang
berkarakter.
39. Contoh penerapan pendidikan
karakter secara eksplisit
• Jefferson Center for Character Education (
California, USA) menggunakan waktu 10-15
menit sehari sebelum kelas dimulai dengan
cara diskusi yang dipandu oleh guru.
• Di Indonesia Indonesia Heritage Foundation
mengadopsi sistem di JCCE dengan
penambahan aspek loving good and acting
41. Mengapa Muncul Konsep DAP?
• Kurikulum Amerika tahun 1960-1970an di anggap gagal
menghasilkan siswa yang dapat berpikir kritis dan menyelesaikan
masalah kehidupan
• Alasan kegagalanya adalah :
1. Orientasinya hanya pada menghafal ( rote memorization)
2. Lebih banyak menekankan aspek kognitif daripada aspek lain
(sosial, emosi dan spiritual)
3. Pelajaran bersifat abstrak ( tidak konkrit )
4. Materi pelajaran terpisah dari pelajaran lain.
5. Guru berceramah sedangkan anak hanya mendengarkan secara
pasif
6. Lebih banyak mengerjakan kegiatan individu
7. Ujian/ulangan lebih mengutamakan pilihan berganda
42. DAP
• Konsep pembelajaran DAP adalah memperlakukan
anak sebagai individu yang utuh ( the whole child )
yang melibatkan 4 komponen : Pengetahuan (
Knowledge), ketrampilan ( skills ), sifat alamiah (
dispositions ) dan perasaan ( feelings). Karena pikiran ,
emosi, imajinasi dan sifat alamiah anak berkerja secara
bersamaan dan saling berhubungan. Apabila sistem
pembelajaran di sekolah dapat melibatkan semua
aspek ini secara bersamaan, maka perkembangan
intelektual, sosial dan karakter anak dapat terbentuk
secara simultan.
*****(lihat kembali bagaimana para sahabat nabi
mendidik anak)
43. Konsep DAP
• Memperlakuakan anak sebagai individu yang
utuh
• Melibatkan 4 komponen : knoledge, skills,
dispositions dan feelings
Dianggap dapat
mempertahankan
& bahkan
meningkatkan
semangat anak-
anak untuk belajar.
44. Dimensi konsep DAP
DAP
Patut menurut umur
: sesuai dengan
tahap-tahap
perkembangan anak
Patut secara individual
: sesuai dengan
pertumbuhan dan
karakteristik anak,
kelebihanya,
ketertarikanya dan
pengalamanya
Patut secara sosial &
budaya : sesuai
dengan pengalaman
belajar yang
bermakna, relevan
dan sesuai dengan
sosial budaya
45. Kegiatan DAP
• Berarti dan relevan dengan kehidupan anak
• Belajar dengan menggunakan konsep bukan
hafalan (rote learning) dan menggunakan objek
konkrit
• Menimbulkan minat dan ketertarikan anak
• Interactive teaching and cooperative learning
• Kegiatan terintegrasi dengan kegiatan lain
• Melihat kemajuan anak secara berkelanjutan
• Evaluasi harus sesuai dan dilakukan secara terus
menerus (meliputi proses dan hasil akhir)
46. Atmosfir DAP
• Anak harus terlibat aktif dalam kegiatan kelas,
tidak sekedar menjadi pendengar pasif.
• Menghargai menerima dan memberi
semangat pada anak
• Mencelupkan anak kedalam kegiatan
• Memberikan kesempatan anak aktif,
berimajinasi, bersosialisasi dan berkreasi
48. Jadwal waktu DAP
• Anak diberi waktu yang cukup untuk
bereksplorasi
• DAP memberikan peluang bagi anak untuk
aktif bermain, juga waktu untuk tenang,
belajar, beristirahat secara seimbang.
49. Kualitas Guru DAP
• Merespon segera atas kebutuhan dan keinginan anak
• Mendengar dan memberikan respon terhadap
pembicaraan anak
• Mendorong anak untuk dapat menyelesaikan tugas
dengan sukses
• Menumbuhkan kepercayaan diri anak dengan
menghormati, menerima dan memberikan rasa aman
kepada anak
• Menumbuhkan kemampuan mengontrol diri anak
dengan memperlakukan mereka secara hormat, serta
memberikan disiplin yang patut
51. Prinsip Kerja Otak
Seluruh informasi masuk
- Bermakna : diproses lebih lanjut
- Tidak bermakna maka tidak akan di proses
Dibagi ke bagian –bagian
otak
Ingatan jangka pendek
Ingatan Jangka
panjang
Jika ada emosi negatif (membahayakan, ketakutan dll) OTAK
TIDAK AKAN BEKERJA SECARA OPTIMAL
Respon
55. c. Otak selalu mencari arti / makna
berdasarkan pengalaman
• Anak kaya dengan pengalaman yang
bermakna
• Kaitkan pembelajaran dengan pengalaman
anak
• Pilih topik pembelajaran yang nyata dan
dekat dengan anak agar bermakna bagi anak
56. d. Otak lebih mudah memproses
informasi dengan pola yang sudah
dikenal
Anak akan lebih mudah belajar dengan pola yang
sudah dikenalnya dan tidak terpisah
PEMBELAJARAN HOLISTIK
Menghubungkan konsep baru dengan pola lama yang
sudah di kenal
MNEMONIC
57. e. Emosi mempengaruhi kerja otak
( Otak lebih mudah mengingat jika
melibatkan emosi )
58. f. Otak bekerja secara terbagi dan
menyeluruh
Otak Kiri
logis
sistematis
analisis
linier
bahasa
Otak kanan
ritmik
kreatif
musik
menyeluruh
emosi
imajinasi
Menghafal sambil bernyanyi / bermain
59. g. Otak menerima informasi di
dalam ataupun di luar fokus
• Lingkungan mempengaruhi proses belajar (
Poster, Display, Musik )
60. h. Proses belajar dilakukan secara
sadar maupun tidak sadar
• Lebih banyak belajar dari apa yang dilihat
61. i. Proses belajar ada yang dilakukan
secara alami dan ada yang butuh
latihan.
62. j. Otak dapat memahami dan
mengingat untuk selamanya
• Bahasa ibu >>>>>>> di ulang-ulang
• Anak di celupkan dalam berbagai pengalaman
/ proses di dalam diri atau lingkungan.
63. k. Otak tidak bekerja dengan baik
dalam keadaan tertekan namun
bekerja dengan baik saat di berikan
tantangan.
65. Ramah Otak
• Multi Indrawi
• Unik
• Dukungan lingkungan
• Arti / makna
• Hidupkan emosi positif
66. Aplikasi konsep DAP sesuai dengan
kerja otak
• Proses belajar harus menyenangkan
• Memberikan pengalaman yang bermakna dan
relevan
• Melibatkan aspek multi sensori manusia
• Memberikan pengalaman unik dan menantang
• Melibatkan peran aktif fisik
• Memberikan hubungan antara pendidik & anak
yang menyenangkan dan dapat dipercaya.
• Kurikulum yang menumbuhkan minat anak
68. Mengapa kurikulum terpadu
Agar anak dapat menjadi manusia yang ingin belajar seumur hidup (lifelong
learner) sehingga dapat berpikir secara kritis, imajinatif, dapat mengungkap
pertanyaan-pertanyaan kritis, dapat memberi alternatif solusi, menghargai
perbedaan, dapat bekerjasama dan memiliki kepedulian
Subyek yang diajarkan dapat mudah dimengerti oleh anak. Dengan membuat
anak mudah mengerti akan meningkatkan daya minat anak, anak lebih
percaya diri dan akhirnya lebih semangat untuk belajar.
Mampu mengakomodasi kecerdasan majemuk manusia, sehingga setiap anak
dapat belajar sesuai dengan kecerdasan dominan anak.
Mebiasakan anak berpikir holistik, tidak berfikir fragmented. Dalam
kehidupan nyata setiap fenomena tidak dapat dilihat dari satu sisi saja, tetapi
banyak faktor yang terkait yang perlu ditinjau.
Diharapkan dengan memasukan pendidikan karakter dalam sistem belajar
terpadu, dapat menciptakan manusia berkarakter bukan sekedar
mengajarkan nilai-nilai moral yang bersifat abstrak
70. • Perkembangan motorik, mental dan sosial anak
berjalan secara bertahap dan memerlukan
pendekatan yang patut sesuai dengan tahapan
umur anak, pendidikan karakter yang diberikan
kepada anak juga harus memperhatikan tahap-
tahap perkembangan moral anak. Untuk
mencapai tingkatan moral tertinggi seseorang
harus melalui tahapan tahapan moral dengan
baik, karena kesalahan pada tahapan sebelumnya
akan berakibat fatal terhadap perkembangan
moral berikutnya.
71. Perkembangan Moral Anak
• Thomas Lickona, Phd menformulasikan teori
perkembangan moral anak dengan mengadopsi dari
teori-teori yang telah dikembangkan sebelumnya. Dia
membagi tahapan ini menjadi 6 Fase, yaitu:
1. Fase Bayi
2.Fase 1 : Berfikir Egosentris
3. Fase 2 : Patuh Tanpa syarat
4. Fase 3 : Memenuhi harapan lingkungan
5. Fase 4 : Ingin menjaga kelompok
6. Fase 5 Moralitas tidak berpihak
72. Fase Bayi
Anak-anak usia Bayi sangat membutuhkan :
• Kelekatan Psikologis antara orang tua dan
anak (Bonding / Attachment (disusui 2 tahun))
• Ekspresi Cinta
• Responsif terhadap kebutuhan anak
• Kebutuhan akan rasa aman
• Kebutuhan akan stimulasi fisik dan mental
• Keseimbangan antara cinta dan otoritas
73. • Pakar psikologi mengatakan kelekatan psikologis anak
ketika bayi berpengaruh terhadap perilaku anak pada usia
selanjutnya. Anak-anak yang mempunyai kelekatan
psikologi yang erat pada ibunya mempunyai sifat lebih baik
yaitu mudah bergaul, mudah diatur, mempunyai motivasi
belajar tinggi, antusias dengan aktifitas di sekolah
dibandingkan dengan anak-anak yang memiliki kekurangan
kelekatan hubungan psikologis.
• Usia bayi adalah masa pembentukan trust versus mistrust (
percaya vs tidak percaya ). Apabila kualitas pengasuhan
baik ( diberikan kasih sayang, perhatian dan stimulasi yang
bagus ) maka rasa percaya anak dengan orang lain akan
terbentuk, sehingga dalam perkembangan selanjutnya ia
akan percaya kepada orang lain. Rasa percaya ini penting
dalam hubungan inter-personal di masyarakat dan
menimbulkan perasaan pada anak bahwa dunia adalah
tempat yang aman dan menyenangkan.
74. Fase 1 ( Berfikir Egosentris/ self
oriented morality )
• Usia sekitar 4 tahun
• Sangat egois
• Cenderung manipulatif (berkhayal)
• Cenderung melanggar aturan
• Dapat mengerti kaidah moral bila diajarkan
• Bisa bersikap kooperatif dan menyayangi sejauh
tidak konflik dengan kepentinganya
• Ingin mandiri
• **** tahap perkembangan, ini normal dan tidak
berlanjut selamanya.
75. Menghadapi anak Fase 1
• Memberikan arahan yang lembut namun tegas
• Memberikan alasan yang jelas mengapa sesuatu perbuatan
dilarang dilakukan
• Berikan pilihan dalam kegiatan
• Berikan insentif yang patut agar mau patuh namun jangan
sering-sering.
• Berikan aturan yang jelas dengan berulang-ulang
(konsepnya sekarang)
• Memberikan contoh bagaimana seharusnya anak
berperilaku
• Tumbuhkan rasa empati anak dengan melihat dari
prespektif orang lain
• Mengenalkan konsep “adil” dari titik pandang orang lain
• Berikan permainan yang menuntut harus bergiliran.
76. Fase 2.1
1. sekitar 4,5-6 tahun (kelas 1 SD)
- Patuh tanpa syarat
- Lebih mudah menurut dan kerjasama
- Orang dewasa maha tahu
- Suka mengadukan teman
- Cenderung melanggar kalau tidak diawasi
* ( Fase yang tepat untuk doktrinasi dan
penanaman adab dan akhlak tahap awal)
77. Cara menghadapi fase 2.1
• Memberikan kontrol eksternal dimana guru dapat
secara otoritatif mengajarkan moral baik dan
buruk karena anak masih tergantung dengan
otoritas orang dewasa
• Meyakinkan anak untuk menuruti orang tua /
guru
• Menekankan pentingnya perilaku baik dan sopan
• Berikan alasan sesuatu itu ‘tidak baik’
• Ajarkan anak tindakan yang salah atau tidak
boleh dilakukan.
78. Fase 2.2
2. Sekitar, 6,5-8 tahun (kelas 2 dan 3 SD/ Usia Tamyis)
-Merasa punya hak seperti orang dewasa
-Tidak lagi berpikir bisa diperintah-perintah orang dewasa.
Mulai ajarkan tindakan yang baik dan buruk dengan alasan.
-Konsep keadilan kaku (balas membalas)
-Berperilaku baik agar disenangi
-cenderung melanggar perintah
-berpotensi bertindak kasar dan tidak berempati
-Kurang bisa melihat tindakan yang salah
-Banyak terlibat perkelahian
• (masa penanaman akhlak dan syariat, mulai diajarkan
fiqih.)
79. Menghadapi anak fase 2.2
• Berikan pengertian akan pentingnya “karena cinta” dalam
melakukan sesuatu, tidak semata-mata prinsip timbal balik saja.
• Tekankan nilai agama yang menjunjung tinggi nilai cinta dan
pengorbanan.
• Ajak mereka merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain
• Bantu mereka untuk berbuat sesuai harapan anda, tidak hanya
karena ingin mendapatkan hadiah / pujian atau menghindari
hukuman
• Ciptakan hubungan mesra agar mereka peduli terhadap keinginan
dan harapan-harapan anda
• Ingatkan mereka bahwa antar anggota keluarga harus saling sayang
dan perluas rasa sayang ini ke luar keluarga, yaitu sayang terhadap
sesama manusia
• Berikan contoh perilaku anda dalam hal menolong dan peduli
dengan orang lain
80. Fase 3
3. Usia 8,5-14 tahun ( Kelas 4,5 &6 SD)
-Ingin penghargaan sosial
-Golden Rules ; Harus memeperlakukan orang lain seperti
kamu mengharap orang lain memperlakukanmu.
-Mengerti yang dibutuhkan orang lain
-Bisa menerima otoritas orang tua
-Bisa menerima tanggung jawab
-Cenderung kurang Percaya diri
-Mulai mempunyai Nurani.
* (aplikasi fikih dan pembinaan akhlak secara intens.)
81. Menghadapi Fase 3
• Memelihara hubungan yang baik dengan mereka dengan menjalin komunikasi,
turut serta dalam memecahkan masalahnya dan membantu mereka untuk
menemukan identitas dirinya
• Membantu membangun konsep diri yang positif:
- tidak membanding-bandingkan dengan temanya
- berikan penghargaan pada perilaku positif yang mereka lakukan
- Dorong mereka untuk mencari kawan yang baik
- Bantu mereka mengembangkan hobbi dan kemampuanya
- Bantu mereka menghilangkan kebiasaan mengecilkan orang lain
• Mendiskusikan permasalahan moral
• Menyeimbangkan antara memberi kebebasan terhadap mereka dan mengontrol
tindakan mereka
- gunakan otoritas anda berdasarkan cinta kasih
- katakan ‘ya’ atau ‘tidak’ kalau memang diperlukan, namun berikan mereka juga
peluang untuk memilih
- berikan mereka kesempatan menolak dengan cara yang baik
-jangan berlebihan dalam menimbulkan rasa bersalah mereka ketika mereka
berbuat salah. Hal ini dapat menimbulkan citra diri negatif
Gunakan kontrol secara tidak langsung
82. Fase 4
• Usia 16-19 tahun
• Ingin menjaga kelompoknya
• Bertanggung jawab terhadap peran dalam sistem
sosial
• Lebih mandiri, peer pressure menurun
• Dapat melihat dampak dari perbuatan negatif
• Peduli terhadap sesama anggota sistem sosial
• Memahami pentingnya jadi warga negara yang
baik
83. Menghadapi Fase 4
• Mengajak mereka berdiskusi yang dapat mencerahkan hati
nuraninya berdasarkan prinsip menghormati orang lain dan
menjalankan kewajibannya sebagai anggota sebuah sistem sosial
• Mengajak berdiskusi tentang permasalahan moral yang dihadapi
oleh masyarakat dan mendorong mereka untuk berpikir bagaimana
memberikan kontribusi positif terhadap sistem sosial
• Berikan pengalaman nyata dalam partisipasinya di lingkungan
komunitasnya ( kerja sosial, mencari uang sendiri, membantu
orang-orang yang kesulitan, belajar hidup mandiri di luar
rumah,pramuka ,camping dsb)
• Mendorong mereka untuk memikirkan masa depanya, apa yang
harus dipersiapkan dari sekarang agar dapat memberikan kontribusi
positif bagi orang lain. Tanamkan masa depan yang cerah hanya
dapat dicapai dengan pendidikan, kedisiplinan dan kerja keras
84. Fase 5
• Sebelum Usia 20
• Moralitas tidak berpihak
• Moral hati nurani, mempertahankan moral yang
menghargai HAM
• Bisa berdiri di luar sistem sosial dan bertindak secara
obyektif
• Percaya bahwa setiap sistem sosial harus dapat
memberikan benefit kepada setiap anggotanya
• Berbuat baik karena hati nuraninya berkata demikian,
bukan karena kepentingan pribadi, kelompok atau
sistemnya.
85. • Walaupun tahapan moral sebelumnya (fase 4)
sudah bagus, jarang orang dewasa yang
mampu mencapi tahapan ini, namun tahapan
ini belum mencerminkankualitas moral
tertinggi. Menurut Lickona orang yang
mempunyai moral tertinggi adalah mereka
yang dapat mempertahankan prinsip-prinsip
moral yang menghargai hak asasi manusia
walaupun harus berseberangan dengan sistem
sosialnya.
86. Masukan
• Mengintegrasikan muatan ke IT an pada
pembelajaran kurikulum 2013
• Menyusun kurikulum Akhlak sehingga terbuat
kurikulum akhlak yang secara eksplisit
membentuk moral peserta didik