Sekolah Kelas Satu dan Dua dibedakan pada tahun 1892, dimana Sekolah Kelas Satu ditujukan untuk anak golongan atas dan calon pegawai dengan kurikulum lebih luas, sedangkan Sekolah Kelas Dua untuk penduduk umum dengan kurikulum lebih sederhana. Sekolah-sekolah ini mengalami perkembangan namun masih menghadapi tantangan seperti kurangnya fasilitas, buku pelajaran, dan k
2. ZAMAN “VERENIGDE OOST-INDISCHE
COMPAGNIE” (VOC)
Kedatangan bangsa Belanda datang ke Indonesia
sebenarnya bukan untuk menjajah melainkan untuk
berdagang.
Metode kolonisasi Belanda yaitu mempertahankan
raja-raja yang berkuasa kemudian menjalankan
pemerintahan melalui raja-raja tersebut serta
memonopoli perdagangan dan mengeksploitasi
sumber daya alam.
3. Sekolah-Sekolah Semasa VOC
VOC memusatkan kegiatan pendidikan di bagian
timur Indonesia dimana agama Katolik telah
berkembang. Tahun 1607 didirikan sekolah
pertama di Ambon karena pada saat itu belum
ada anak Belanda. Tujuannya yaitu untuk
melenyapkan agama Katolik dan menyebarkan
agama Protestan, Calvinisme.
Kurikulum sekolah selama VOC berkaitan dengan
gereja.
4. Masa Interregnum Inggris (1811-1816) tidak
membwa perubahan walaupun Sir Stamford
Raffles ahli negara yang cemerlang. Tanah
jajahan akhirnya dikembalikan kepada Belanda
tahun 1816 dan pendidikan berada dalam
keadaan yang menyedihkan dengan tidak
adanya satu sekolah pun di luar Jawa.
Sekolah-Sekolah Semasa VOC
5. PEMERINTAHAN BELANDA (SEJAK
1816)
Setelah mundurnya VOC tahun 1816
pemerintahan Beladan mengganti kedudukan
VOC. Statuta Hindia Belanda tahun1801
dengan terang-terangan menyatakan bahwa
tanah jajahan harus memberikan keuntungan
yang sebesar-besarnya kepada perdagangan
dan kepada kekayaan negara Belanda.
6. Masa liberal ( 1816-1891)
• Pemerintahan baru yang diresapi oleh ide-
ide liberal aliran Aufklarung atau
Enlightenment menaruh kepercayaan akan
pendidikan sebagai alat untuk mencapai
kemajuan ekonomi dan sosial.
7. Pendidikan bagi Anak Indonesia
• Pendidikan bagi anak Indonesia tidak
diabaikan sepenuhnya. Deandels menegaskan
bahwa di Jawa bagian utara dan timur harus
mendirikan sekolah atas biaya sendiri.
Gubernur Jendral van der Capellen
menganjurkan agar pendidikan rakyat
berdasarkan desa dan diintruksikan untuk
menyediakan sekolah bagi penduduk.
8. • Setengah abad ke-18 pertama pemerintahan
Belanda tidak satu sekolah pun disediakan
bagi anak-anak Indonesia.
• Untuk mengatasi kesulitan keuangan
tersebut, Van den Bosch membawa ide
penggunaan kerja paksa sebagai cara untuk
memperoleh keuntungan maksimal yang
kemudian dikenal dengan nama Cultuurstelsel
atau tanam paksa.
Pendidikan bagi Anak Indonesia
9. Politik Etis: 1900-1920
• Paada tahun 1899 terbit sebuah artikel oleh Van
Deventer, berjudul Hutang kehormataan dalam
De Gids. Di situ ia mengemukan bahwa
keuntungan yang diperoleh dari Indonesia
selama ini hendaknya dibayar kembali daari
perbendaharaan negara.
• Tujuan Politik Etis dapat disimpulkan sebagai
usaha mencapai kesejahteraan melalui irigasi,
transmigrasi, reformasi, pendewasaan,
perwakilan, dan dalam semua pendidikan
memainkan peranan penting.
10. Gradualisme juga menjamin kedudukan
yang menguntungkan bagi orang Belanda.
Membatasi kesempatan belajar bagi orang
Indonesia antara lain berfungsi menjaga agar
anak Belanda selalu lebih maju.
Gradualisme
Beberapa Ciri Umum Politik
Pendidikan Belanda
11. Dualisme
Dualisme ini berarti berlakunya pemerintahan,
pengadilan dan hukum tersendiri bagi
berbagai golongan penduduk.
Sekolah berorientasi Barat, menggunakan
bahasa Belanda, sedangkan sekolah pribumi
dalam bahasa Melayu atau bahasa daerah.
Pendidikan pribumi oleh dikatakan tidak
memberi kesempatan meneruskan pelajaran
dan merupakan jalan buntu.
12. Kontrol Sentral yang Kuat
Gubernur Jenderal yang menjalankan
pemerintahannya atas nama Raja Belanda dan
bertanggungjawab penuh terhadap Raja
Belanda yang diwakili Menteri Jajahan.
Sedangkan Menteri Jajahan
mempertanggungjawakan tindakan Gubernur
Jenderal kepada Parlemen.
Gubernur Jenderal dibantu oleh sejumlah besar
pegawai negeri yang terbagi dalam 9
departemen antara lain: Departemen
Pendidikan, Agama, dan Industri.
13. Pendidikan Sebagai Penyediaan
Pegawai
Pada tahun 1864 ditetapkan Klein Ambtenaars’ Examen,
ujian pegawai rendah yang harus ditempuh dengan baik
agar seseorang dapat diangkat sebagai pegawai
pemerintah. Pekerjaan administrasi, yang sediakala
lapangan kerja orang Indo-Belanda, kini terbuka bagi
orang Indonesia
Idenburg pada tahun 1902 menganjurkan untuk
membangkitkan industri pribumi dengan modal pribumi
dan melatih orang Indonesia untuk pengembangan
industri.
14. Prinsip Konkordansi
Prinsip tersebut bertujuan untuk menjaga
agar sekolah-sekolah di negeri Belanda.
Maksudnya ialah agar mempermudah
perpindahan murid-murid dari Hindia Belanda
ke sekolah-sekolah di negeri Belanda.
Inspektur ditugaskan untuk mengusahakan
agar sekolah-sekolah mencapai mutu yang
sama dengan yang di negeri Belanda.
15. Tidak Adanya Organisasi Sistematis
Terdapat berbagai sekolah rendah bagi
anak-anak Indonesia seperti Sekolah Desa
untuk anak-anak di pedesaan, Sekolah Kelas
Dua untuk anak orang biasa di kota, Sekolah
Kelas Satu untuk anak-anak kaum ningrat dan
golongan kaya, sekolah khusus untuk anak
militer, juga untuk golongan aristrokrasi di
Sumatera, dan sejumlah sekolah pendidikan
pegawai dan dokter Jawa.
17. Sekolah rendah sebelum 1892 tidak
mempunyai kurikulum yang uniform, walaupun
dalam peraturan 1817 ada petunjuk yang
menentukan kegiatan sekolah. Ada empat mata
pelajaran yang di haruskan, yakni membaca,
menulis, bahasa (bahasa daerah atau Melayu),
dan berhitung. Bahasa pengantar adalah bahasa
daerah. Agama tidak di ajarkan, seperti halnya di
negeri Belanda pada masa liberal.
Kurikulum
18. Pada umumnya gedung sekolah di seluruh
Indonesia tidak serasi, terlalu kecil, kurang
penerangan dan ventilasi, lembab dan sering pula
bocor. Ada kalanya pendopo juga digunakan untuk
sekolah, yang juga berfungsi sebagai tempat
pengadilan, rapat, dan tujuan-tujuan lain.
Buku-buku dicetak oleh percetakan
pemerintah di jakarta, semua buku di karang oleh
orang Belanda, termasuk buku dengan bahasa
daerah dan melayu tanpa konsultasi dengan orang
Indonesia yang ahli dalam bahasa tersebut.
Fasilitas
19. Suatu buku yang ditentukan ialah Kitab
Edja dan Batja oleh F.A Luitjes (terbitan pertama
tahun 1891), terdiri atas 23 halaman. Buku
bacaan bagi mereka yang telah menguasai
keterampilan dasar membaca, ditulis oleh L.K.
Harmsen.
Buku yang digunakan Van Duyn digunakan
untuk belajar tulisan Arab. Pada saat
pemerintah mulai membuka sekolah setelah
tahun 1850, hanya buku kristen yang tersedia.
Buku Pelajaran
20. Pendidikan guru menjadi masalah penting
dalam masa perluasan pendidikan. Sekolah guru
(Kweekschool) pertama dibuka pada tahun1852
di Solo. Sekolah-sekolah ini menghasilkan lebih
dari 200 guru antara tahun 1887 sampai dengan
1892. Sebelum adanya sekolah guru ini,
sebelumnya tidak ada syarat khusus untuk
menjadi seorang guru.
Guru-Guru
21. Sejak 1826 inspeksi dilaksanakan oleh Komisi
pusat yang disebut Hoofd Commissie, dibantu oleh
Komisi sekolah setempat. Tugas inspektur untuk
mengunjungi setiap sekolah sekurang-kurangnya
sekali setahun, keterangan tentang keadaan
gedung sekolah, fasilitas, guru, serta murid dari
pada saat yung sama mengevaluasi program
sekolah serta memberi saran-saran perbaikan.
Inspeksi
22. Seorang inspektur melukiskan sebuah
sekolah di Jawa pada tahun 1885 sebagai berikut:
Pada suatu jarak saya lihat sebuah rumah,
lebih besar sedikit daripada rumah desa biasa. Di
depan rumah yang kecil itu saya lihat duduk kira-
kira 40 anak Iaki-laki, kebanyakan masih kecil dan
beberapa telah dewasa. Mereka jongkok di tanah
dan merokok. Tak perlu saya katakan itu sekolah
rendah, karena tak ada sekolah untuk anak
pribumi selain sekolah rendah.
Penerimaan dan Jumlah Murid
23. Sekolah-sekolah pertama di Jawa dimaksud
untuk mendidik pegawai pemerintah.
Konsekuensi pertama, hanya anak laki-laki yang
diterima dan kedua, anak priayi diberikan
prioritas utama. Maka anak-anak perempuan
mengalami berbagai rintangan dalam mengikuti
pendidikan formal. Agama Islam, agama
mayoritas penduduk Jawa, pada masa itu masih
ortodoks dan menentang pendidikan fomal
untuk gadis-gadis.
Murid Menurut Jenis Kelamin
24. Tidak ada sekolah khusus didirikan untuk
anak Cina selama abad ke-19. Mereka memasuki
ELS atau sekolah untuk pribumi atau yang
mereka dirikan sendiri. Pada tahun 1892
sebanyak 504 anak laki-laki dan 5 anak
perempuan di Jawa dan 1.019 anak laki-laki dan
86 anak perempuan di luar Jawa.
Penerimaan Murid Menurut Kebangsaan
25. Pada tahun 1888 sejumlah 5.824 atau 16%
dari murid adalah aristokrasi dan pegawai yang
dipandang sebagai priayi sedangkan 84% dari
anak-anak berasal dari golongan orang biasa.
Penerimaan Murid Menurut
Kedudukan Sosial
27. SEKOLAH KELAS SATU
Tahun 1885 : krisis gula yang mengakibatkan
keadaan ekonomi yang sangat menyedihkan.
Tahun 1871: terjadi perluasan sekolah rendah
dan Sekolah Guru.
Tahun 1887: W. P. Groenevelt, Direktur
Pengajaran, Agama, dan Industri mengajukan
usul yang akhirnya menghasilkan reorganisasi
sekolah dan terealisasi pada tahun 1892.
28. Groenevelt menganjurkan dua jenis sekolah:
1. Sekolah Kelas Satu (Eerste Klasse School) untuk anak
golongan atas yang akan menjadi pegawai.
2. Sekolah Kelas Dua (Twede Klasse School) untuk penduduk
selebihnya.
Tahun 1894: mengubah sekolah rendah yang ada menjadi
Sekolah Kelas Satu atau Sekolah Kelas Dua.
Tahun 1909: Sekolah Kelas Satu pertama di luar Jawa
didirikan sewaktu Jawa telah mempunyai 60 sekolah
serupa.
Tahun 1914: jumlah Sekolah Kelas Satu bertambah menjadi 12
sewaktu Jawa mempunyai 83 sekolah.
29. Kurikulum
Tahun 1893: ditentukan peraturan mengenai mata
pelajaran, sebagai berikut: (1) membaca dan
menulis dalam bahasa daerah, huruf daerah, dan
latin, (2) membaca dan menulis dalam Bahasa
Melayu, (3) berhitung, (4) Ilmu Bumi Indonesia,
(5) Ilmu Alam, (6) sejarah pulau tempat tinggal,
(7) menggambar, dan (8) mengukur tanah.
Tahun 1894: dikeluarkannya Surat Keputusan yang
lebih terperinci tentang program sekolah yang
dikeluarkan oleh direktur Pengajaran, Agama,
dan Industri.
30. Buku Pelajaran
Reorganisasi 1892 tidak sekaligus membawa
perubahan dalam buku pelajaran. Kebanyakan
buku-buku Sekolah Kelas Dua masih terus
digunakan. Diterima bahasa Belanda sebagai mata
pelajaran memerlukan buku-buku baru.
Buku hitungan karangan Wisselink, satu jilid
tiap kelas. Diutamakan dalam pemecahan soal-soal
sederhana. Buku bahasa Belanda karangan R.A.H.
Thierbach yang mengajarkan bahasa Belanda
sebagai bahasa asing.
31. Guru
Lulusan sekolah guru ini biasanya dijadikan
kepala sekolah kelas satu maupun sekolah kelas
dua. Akan tetapi perkembangan sekolah kelas satu
dan sekolah kelas dua sesudah tahun 1900 tidak
memungkinkan penempatan lulusan kweekschool
sebagai kepala sekolah sehingga pemerintah
terpaksa mengangkat kepala sekolah dengan
kualifikasi yang lebih rendah.
Maka dibukalah kursus-kursus khusus untuk
mendidik guru-guru untuk sekolah kelas dua.
32. Penerimaan Calon Guru
Untuk menarik lebih banyak murid
pemerintahan menetapkan kenaikan gaji guru dan
yang cukup besar. Pada saat yang sama
dikeluarkan peraturan yang menentukan bahwa
guru lulusan Kweekschool dapat ditempatkan
dalam tiap jabatan pemerintah tanpa ijin gubernur
jenderal. Jumlah pelamar meningkat sehingga
setelah tahun 1892 harus diadakan seleksi dan
mereka yang lulus pun masih harus memenuhi
persyaratan tertentu.
33. Orang Indonesia Sebagai Guru
Bahasa Belanda
Dengan alasan kekurangan guru
Belanda, maka pada tahun 1912 pemerintah
mengambil keputusan untuk melatih guru
berbangsa Indonesia untuk diploma bahasa
Belanda. Hanya lulusan Kweekschool yang dapat
dipilih untuk latihan itu. Dalam pelatihan ini guru-
guru harus mencapai taraf kemampuan yang sama
dengan guru-guru Belanda untuk Sekolah Dasar.
Pemegang ijazah lulusan pelatihan ini juga dapat
diangkat sebagai kepala sekolah.
35. SEKOLAH KELAS DUA
Sekolah Kelas Dua dimaksud sebagai Sekolah
Rakyat yang memberi pendidikan yang
sederhana bagi seluruh rakyat.
Namun sekolah kelas dua tidak berkembang
menjadi sekolah umum bagi seluruh rakyat dan
kemudian dipersoalkan apakah sekolah itu
memang sesuai untuk pendidikan rakyat
umumnya.
36. KURIKULUM
Menurut statuta 1983 program Sekolah Kelas Dua terdiri
setidak-tidaknya atas pelajaran membaca, menulis dalam
bahasa Melayu dan berhitung.
Pelajaran agama dilarang walaupun ruangan kelas dapat
digunakan untuk pendidikan agama di luar jam sekolah.
Menggambar mulai diajarkan pada tahun 1892.
Bernyanyi diajarkan hanya di kelas 3 sejak 1892 dan
kemudian dihapuskan pada tahun 1912.
Pendidikan jasmani dan pekerjaan tangan tidak dimasukkan
ke dalam kurikulum 1892 dan 1912.
Bahasa Melayu diwajibkan di Sekolah Kelas Dua sejak 1907.
37. BUKU PELAJARAN
• Buku yang banyak dipakai ialah Emboen, buku
bacaan karangan bersama guru Belanda (G.F.
Lavell) dan guru bahasa Melayu (M. Taib).
• Buku dengan corak yang sama ialah Taman Sari
oleh J. Kats yang berisi cerita-cerita.
• Surat kabar Indonesia mengemukakan bahwa
buku pelajaran itu tidak mengandung bahan
nasional dan tidak mengembangkan rasa
nasional atau kewarganegaraan Indonesia.
38. FASILITAS
• Sekolah Kelas Dua menggunakan berbagai
macam gedung sebagai tempat belajar, yakni :
1. Gereja, terutama di daerah yang beragama Kristen
seperti Ambon, Menado.
2. Sekolah yang didirikan oleh penduduk
3. Rumah sewaan, tangsi militer, atau benteng tua
4. Sekolah yang dibangun oleh pemerintah
39. INSPEKSI
• Pada tahun 1906 Indonesia dibagi dalam 6
wilayah inspeksi dengan 6 pembantu inspektur,
yakni : Jawa Barat, Jawa Tangah, Jawa Timur,
Sumatera, Maluku, dan Makassar.
• Pada tahun 1916 jumlah wilayah inspeksi
ditambah menjadi 10, kemudian 12 sehingga
inspeksi dapat ditingkatkan namun tak mungkan
bagi 12 inspektur untuk menginpeksi sekitar
3600 sekolah setahun seperti diharapkan dari
mereka.
• Kunjungan inspektur atau pemilik sekolah
merupakan peristiwa besar bagi suatu sekolah.
40. KEADAAN MURID
• Sekolah Kelas Dua tidak pernah menjadi
populer di kalangan Cina yang ingin menjadi
warga negara negara Cina nasionalis dan tidak
dapat menerima sekolah sederhana yang tidak
membuka kesempatan untuk kelanjutan
pelajaran dan kedudukan yang baik.
• Sekolah Kelas Dua hanya cocok bagi orang
yang dirintangi, finansial maupun sosial, untuk
memasuki sekolah yang baik.
41. KEADAAN MURID
JUMLAH MURID SEKOLAH KELAS DUA
1915 1917 1919
JAWA
PRIA 108.893 132.194 140.037
WANITA 7.306 10.221 12.249
LUAR
JAWA
PRIA 57.163 61.067 65.725
WANITA 12.968 11.808 14.302
42. MASALAH PUTUS SEKOLAH
• Hanya 8-10 persen dari anak wanita dan sekitar
30 persen dari anak pria berhasil menamatkan
pelajarannya.
• Drop-out yang relatif tinggi antara lain
disebabkan oleh kurikulum sekolah yang tidak
memikat perhatian murid.
44. SEKOLAH DESA (VOLKSSCHOOL)
• Pada tahun 1907 diciptakan sekolah baru,
yakni Sekolah Desa yang akan menyebarkan
cahaya di seluru Nusantara untuk
meningkatkan kesejahteraan penduduk.
• Pelajaran membaca, menulis, dan berhitung
dalam bahasa Jawa, juga diajarkan pekerjaan
tangan membuat keranjang, pot, genteng, dan
sebagainya.
• Yang digunakan sebagai tempat belajar
sementara ialah pendopo, sambil mendirikan
sekolahnya dengan bantuan murid-murid.
45. KURIKULUM
• Dalam laporan 1892- 1893 ternyata besarnya
jumlah orang yang buta huruf, dari 51.464 kepala
desa di Jawa hanya 3.694 atau tak sampai 8% dapat
membaca huruf tulisan lokal.
• Peralihan ke Sekolah Kelas Dua diauki secara resmi
setelah didirikannya Vervolgschool (Sekolah
Sumbangan) yang terdiri atas kelas 4 dan kelas 5.
• Kesulitan keuangan pemerintah (1922-1923)
mempercepat perpaduan dengan menjadikan
Volkschool (Sekolah Desa) sebagai substruktur
Sekolah Sambungan (Vervolschool) dengan
mengadakan perbaikan kurikulum Sekolah Desa.
46. GURU
• Lulusan Sekolah Kelas Dua dianggap
cukup berwenang untuk menjadi guru
Sekolah Desa.
• Karena perluasan Sekolah Desa terpaksa
diterima lulusan Sekolah Kelas Dua
swasta sebagai guru.
• Pada tahun 1916 pendidikan magang
diperpanjang menjadi 2 tahun.
47. FASILITAS
• Sekolah Desa didirikan berdasarkan prinsip
membantu diri sendiri dengan gotong royong.
• Gedung sekolah didirikan dan dipelihara oleh
penduduk dengan anggpan bahwa
pengorbanan akan menambah penghargaan
rakyat akan pendidikan.
• Pada tahun 1911 pemerintah mengeluarkan £
442.420,- untuk Sekolah Desa, yang meningkat
menjadi sekitar £ 1 juta antara 1913-1919,
dan tahun 1920 melonjak menjadi £ 3 juta
setahun.
48. INSPEKSI
• Pada tahun 1911 diangkat seorang inspektur
yang bertanggungjawa atas semua Sekolah
Desa di seluruh Hindia Belanda di bawah
naungan Departemen Dalam Negeri, akan
tetapi dalam segala hal harus diberi informasi
kepada direktur Departemen Pengajaran dan
Agama.
• Para penilik bertugas untuk mengunjungi tiap
sekolah minimal sekali setahun untuk
mengetahui keadaan sekolah.
49. KEADAAN MURID
• Pada tahun 1907 populasi Sekolah Desa
meningkat dengan cepat menjadi 70.000.
Tahun 1910 lebih dari 300.000, tahun 1914
dengan tambahan rata-rata 40.000 murid tiap
tahun.
• Proporsi murid wanita rendah yakni 6,3%
(1914) dan 10,3% (1919).
• Pada tahun 1909 jumlah putus sekolah lebih
dari 80%
51. PERKEMBANGAN ELS
• ELS pertama didirikan pada tahun 1817 di
Batavia (Jakarta). Sekolah serupa ini boleh
didirikan di tiap tempat asal jumlah muridnya
mencapai 20 di Jawa dan 15 di luar Jawa.
• Pada tahun 1920 jumlah ELS telah meningkat
menjadi 196 buah.
• Ijazah ELS adalah syarat untuk jabatan
pemerintah dan mendatangkan guru
secukupnya dari negeri Belanda.
52. KURIKULUM ELS
• Bahasa Perancis mula-mula dimasukkan ke ELS
pertama pada tahun 1868 dan merupakan
mata pelajaran yang penting sebagai syarat
memasuki HBS.
• Pada tahun 1913 bahasa Perancis diberikan di
semua ELS pertama dan hanya pada 16,2% ELS
bukan pertama.
• Untuk diangkat menjadi kepala ELS
dipersyaratkan sertifikasi bahasa Perancis.
53. FASILITAS
• Menurut laporan inspeksi 1891 hingga tahun
1912 gedung ELS masih dalam kondisi yang
baik. Segala macam perabot serta alat
pengajaran masih lengkap.
• Sejak tahun 1905 tiap ELS telah memiliki
perpustakaan.
• untuk tiap murid kelas 3-7 disediakan £ 0,40,-
setahun untuk perpustakaan dan untuk
instalasi pertama diberikan £ 40,- yaitu sekitar
3.600 buku per sekolah.
54. GURU
• Usaha untuk memeperoleh guru yang
berkualitas, yaitu: mendatangkan dari
Belanda, melatihnya di Indonesia atau
menyuruh pemuda untuk pendidikan guru ke
Nederland.
• Mendatangkan guru dari Belanda tidak
mudah, sehingga tiap tahun dikirim 24 calon
ke Nederland untuk belajar selama 2 tahun
pada sekolah guru dengan biaya pemerintah.
55. INSPEKSI
• Peraturan sekolah tahun 1818 berbicarai
mengenai inspeksi.
• Setiap sekolah harus dikunjungi setidaknya
seminggu sekali, karena kemungkinan kecilnya
jumlah sekolah.
• Jumlah sekolah bertambah, maka dilakukan
inspeksi sekali dalam setahun.
• Inspektur bertugas memeriksa apakah
kurikulum diikuti dengan cermat
56. • Inspektur memberikan saran-saran dengan
cara yang tenang dan bijaksana terhadap cara
kerja guru.
• Guru berhak mengetahui hasil inspeksi dan
mempertahankan diri.
• Hasil inspeksi biasanya berupa kesalahan dan
kekurangan, akan tetapi dianjurkan pula
pemberian pujian dan penghargaan untuk
usaha-usaha yang baik.
INSPEKSI
57. PENERIMAAN MURID
• Semua anak orang Eropa dan mereka yang secara
legal dipersamakan dengan orang Eropa berhak
untuk memasuki sekolah ELS, asal salah seorang
orang tuanya orang Eropa.
• Orang Afrika selama mereka beragama kristen
diterima sebagai murid.
• Kelompok lain adalah anak-anak serdadu dari
Ambon, Manado, Ternate, dan Tidore, asal
mereka beragama Kristen dan berada diluar
daerahnya.
58. Keberatan-keberatan Terhadap
Penerimaan Anak Indonesia
• Macam-macam alasan yang dikemukan
untuk mengurangi jumlah masuknya
anak Indonesia yang sering tidak
didasarkan kenyataan, misalnya anak
Indonesia menurunkan mutu, bahwa
kurikulum ELS tidak sesuai bagi Anak
Indonesia.
59. ALASAN MEMASUKI ELS
1.Selama beberapa dekade ELS merupakan satu-
satunya sekolah yang memberi persiapan untuk
ujian pegawai rendah (Klein Ambtenaar) dan
untuk melanjutkan pelajaran ke HBS dan
seterusnya ke Universitas, juga untuk Sekolah
Dokter Djawa dan OSVIA (Sekolah Pamongan
Praja).
2.ELS memberi jalan yang lebih terjamin
danpendek untuk kelanjutan pelajaran.
3. Kualitas ELS selalu lebih tinggi dari pada HIS
60. POPULASI SEKOLAH
Dalam tiga dekade jumlah anak Belanda
bertambah dari 12.421 (1890) menjadi 20.703
(1918) atau hanya 68%. Salah satu alasan ialah
bahwa pada tahun 1870 semua anak Belanda
telah mendapat kesempatan untuk bersekolah
dan pertamahan jumlah murid sejalan dengan
pertumbuhan jumlah anak yang mencapai usia
sekolah. Jadi tidak ada kebutuhan akan
pendidikan yang masih harus dipenuhi.
61. Tahun Jumlah anak
Belanda
Jumlah anak
Indonesia
Jumlah anak
orang asing
Jumlah
seluruhnya
Presentase
anak
Indonesia
1890 11421 808 148 12377 6,5
1895 12690 1135 185 14010 8,1
1900 13592 1545 325 15462 10,0
1905 15105 3752 525 19382 19,3
1910 17526 3453 3525 *) 24514 14,0
1915 19712 4187 1093 25002 16,7
1919 20703 5285 1325 27315 19,5
TABEL XIII
JUMLAH MURID DI ELS
MENURUT KEBANGSAAN
*) Termasuk anak-anak HCS. Data dari Algemeen Verslag Europsh
Onderwijs 1890, 1895, 1900,1905, 1910, 1915, dan 1919
62. Jumlah anak Cina relatif lebih cepat
bertambah dibanding denagn kelompok rasial
lainnya. Pada tahun 1890 jumlahnya hanya 148
orang dan pada tahun 1915 bertambah menjadi
1325 atau 9 kali.disamping itu, sejak 1908
mereka mendapat kesempatan memasuki HCS
(Hollands Chinese School)
POPULASI SEKOLAH
64. PERKEMBANGAN HCS
• Kemenangan Jepang atas Rusia
membangunkan Asia dan gerakan Cina Muda.
Kesatuan nasional dan kebesaran negara mulai
memenuhi pikiran orang Cina di Indonesia.
• Tahun 1900 berdiri perkumpulan Cina, Tung
Hoa Hwee Kuan yang menyebarkan kebiasaan
dan moral Cina menurut ajaran Kong Fu Tse.
Perhatian mereka tertuju kepada pendidikan
dengan mendirikan sekolah
65. KURIKULUM
• HCS memiliki dasar yang sama dengan ELS,
bahasa Perancis dan inggris diajarkan pada sore
hari yang sebenarnya tidak diajarkan pada ELS
namun untuk kepentingan perdagangan.
• HCS memiliki Kelas persiapan untuk anak umur
5tahun agar mudah mengikuit pelajaran kelas 1.
• Pengajaran bahasa Cina menjadi permasalahan
karena pemerintah tidak sudi membiaya hanya
untuk tujuan nasionalitas.
66. GURU
• Calon guru diambil dari HCS atau ELS juga dari
MULO.
• Tahun 1916 dibuka HKS (hogere Kweekschool)
yaitu sekolah guru yang lebih tinggi mendidik
guru HIS yang juga dapat mendidik guru Cina.
Namun orang Cina akan merasakannya
sebagai suatu kemunduran bila distukan
dengan calon guru Indonesia.
• Tahun 1917 didirikanlah HCK (Hollands
Chinese Kweekschool) sekolah guru Cina di
Meester Cornelis, Batavia.
67. INSPEKSI
• ELS dan HCS ditempatkan dibawah inspeksi
yang sama. Dua orang Cina yang baik
ditunjuk sebagai anggota komisis sekoah
Belanda.
68. PENERIMAAN MURID
• HCS dibuka untuk mereka yang menginginkan
pendidikan Barat dan kebanyakan dikunjungi
oleh Cina-Indo yang lahir di Indonesia.
• HCS yang didirikan atas pertimbangan politik
untuk mengimbangi sekolah THHK tidak
berhasil sepenuhnya karena orang Cina terus
mengirimkan anaknya ke Tiongkok.
• Kesempatan belajar anak Cina pada tahun 1908
lebih baik daripada anak Indonesia. Jumlah
sekolah pun meningkat.
70. FAKTOR-FAKTOR MEMPENGARUHI
PENDIRIAN HIS
• Pada tahun 1907-1908 ditambah kelas VI-nya
dan pada thun 1911 diperpanjang menjadi 7
tahun namun masih belum memuaskan.
• Karena itu orang tua masih terus mengirimkan
anaknya ke ELS.
• Setelah Pendirian HCS sudah tak dapat lagi
dibendung kelahiran HIS.
71. KEBERATAN-KEBERATAN
TERHADAP PENDIRIAN HIS
• Ada yang merasa keberatan atas biaya besar
yang diperlukan untuk penyelenggaraan
sekolah serupa ini sehingga mengurang biaya
untuk memberantas buta huruf.
• Ada pula yang merasa takut kalau kelompok
nasionalis terdidik akan menyamai orang
Belanda.
• Ada pula yang ingin mempertahankan Sekolah
Kelas Satu.
72. KURIKULUM
• Kurikulum HIS seperti tercantum dalam
Statuta 1914 No. 764 meliputi semua mata
pelajaran ELS bukan kelas satu dengan
perbedaan bahwa juga diajarkan membaca
dan menulis bahasa daerah dalam aksara latin
dan bahasa Melayu dalam tulisan Arab dan
Latin.
• Kurikulum 1915 tidak meliputi sejarah,
bernyanyi, dan pendidikan jasmani.
73. KURIKULUM
• Mata pelajaran terpenting ialah bahasa
Belanda, sebab utama maka sekolah ini
diciptakan.
• Pelajaran ini meliputi 43,9% dari seluruh
waktu pengajaran.
• Selain itu mata pelajaram lain juga digunakan
untuk menguasai bahasa ini.
• Dengan demikian waktu sesungguhnya
mempelajari bahasa Belanda menjadi 66,4%.
74. LANJUTAN PELAJARAN
BAGI LULUSAN HIS
• Lulusan HIS relatif banyak lulus dalam ujian
pegawai rendah (Klein Ambetenaars examen),
suatu bukti akan keberhsilan sekolah ini.
• Selanjutnya lulusan diterima di STOVIA (School
tot Opleiding van Indische Artsen, Sekolah
“Dokter Djawa”) dan MULO.
75. GURU
• Untuk mengajarkan bahasa Belanda diinginkan
guru-guru Belanda, akan tetapi karena
sukarnya memenuhi kebutuhan guru di HIS
yang senantiasa bertambah maka digunakan
guru-guru Indonesia lulusan HKS (Hoegere
Kweekschool).
• Sebagai kepala sekolah ditunjuk orang Belanda
yang mempunyai Hoofdacte, ijazah kepala
sekolah.
76. GURU
• Sekolah yang mendidik guru HIS ialah HKS
(Hoegere Kweekschool) yang pertama kali
dibuka di Purworejo pada tahun 1914, tahun
yang sama dengan peresmian HIS.
• HKS bukan sekolah untuk golongan elit sosial
akan tetapi bagi elit intelektual. Dari 645 siswa
hanya 27 siswa wanita, jumlah kecil, karena
hambatan adat istiadat, namun jumlahnya
kemudian bertambah.
77. INSPEKSI
• Sebagai konsekuensi peralihan Sekolah Kelas
Satu menjadi HIS maka sekolah ini termasuk
pengawasan inspektorat sekolah Belanda,
seperti halnya dengan KS (Kweekschool) dan
HKS.
• Di HIS juga dipekerjakan guru-guru berbahasa
Belanda.
• Dua orang Indonesia terdidik dan sedapatnya
pandai bahasa Belanda ditambahkan ke dalam
komisi sekolah Belanda.
78. PENERIMAAN MURID
• Walaupun secara resmi diploma HIS sama
dengan ELS namun di dalam masyarakat
diploma ELS lebih dihargai.
• Karena kekurangan murid golongan atas, maka
anak golongan rendah memperoleh
kesempatan belajar lebih banyak. Diantara
mereka ada beberapa yang berbakat
intelektual kemudian memperoleh kedudukan
yang lebih tinggi dari anak golongan
aristrokrasi.
79. MURID-MURID MENURUT JENIS KELAMIN
• Sebagian besar murid terdiri atas anak pria.
Walaupun emansipasi wanita bertambah
populer atas pengaruh R.A.Kartini pada akhir
abad ke-19.
• HIS bagi kebanyakan orang Indonesia
merupakan lembaga pendidikan yang mahal.
• Pada tahun 1916 populasi HIS seluruhnya
berjumlah 20.737 diantaranya 3.338 atau 16%
anak wanita.
80. KEMANTAPAN BELAJAR DI HIS
• HIS menimbulkan perubahan yang besar
dalam produksi orang berpendidikan Barat.
• Hingga 1909 ELS satu-satunya lembaga
pendidikan Barat yang memborong 97,1 dari
seluruh produksi.
• Pada akhir 191 sebanyak 31,3% dari oarang
berpendidikan Barat berasal dari HIS yang
meningkat menjadi 36% pada tahun 1924 dan
kemudian jauh melampaui ELS.
82. MEER UITGEBREID LAGER ONDERWIJS
(MULO)
• Pada tahun 1903 dua kursus MULO dibuka, di
Bandung dan Yogyakarta, dan masing–masing
berkaitan dengan ELS.
• MULO di Bandung mulai dengan 14 murid, di
Yogyakarta hanya dengan 6 orang.
• Kursus MULO dimaksud sebagai sekolah
rendah dengan program yang diperluas, dan
bukan sebagai sekolah menengah.
83. • Guru yang diangkat memiliki ijazah HA
(Hoofdacte, kepala sekolah) atau diploma
untuk mata pelajaran tertentu.
• Kursus MULO juga dipandang sebagai cara
untuk mencegah banyaknya drop-out di HBS
bagi murid yang intelektual kurang mampu.
• Dari 147 murid yang memasuki HBS, tahun
1907 hanya 24 orang mencapai kelas V.
• Program MULO yang terlampau luas timbul
saran untuk memperpanjangnya menjadi 3
tahun.
84. KURIKULUM
• Pada dasarnya MULO merupakan sekolah
dasar dengan program yang diperluas.
Kurikulum dihalaman berikut:
Program terdiri atas 4 bahasa: Belanda,
Perancis, Inggris, dan Jerman. Setengah waktu
digunakan untuk pelajaran bahasa, sepertiga
untuk matematika dan ilmu pengetahuan
alam, dan seperenam untuk ilmu
pengetahuan sosial.
85. GURU
• Guru MULO prinsipnya guru-guru yang
sedianya disiapkan untuk sekolah rendah.
• Pada taraf permulaan cukup 3 orang guru
untuk menjalankan kursus MULO, masing-
masing guru mengambil beberpa mata
pelajaran
• Setelah MULO berkembang menjadi
substruktur AMS setiap mata pelajaran
diberikan oleh seorang guru khusus.
86. INSPEKSI
• MULO yang pada dasarnya sekolah rendah,
maka pengawasannya diserahkan kepada
inspeksi pendidikan rendah.
• Karena adanya pihak tertentu yang
menentang MULO sebagai pelajaran lanjutan
bagi lulusan HIS dan mengemukan bahwa
anak-anak Indonesia tidak sanggup mengikuti
pelajaran karena kesulitan dalam bahasa
Belanda, pemerintah bersungguh – sungguh
agar hubungan HIS dengan MULO berhasil
baik.
87. PENERIMAAN DAN POPULASI MURID
• Kursus MULO yang disediakan
dimaksudkan sebagai lanjutan ELS
selama 10 tahun pertama terutama
dihadiri oleh anak-anak Belanda.
• Setelah reorganisasi 1914 sekolah itu
terbuka bagi lulusan ELS, HCS, maupun
HIS.
88. MURID MENURUT KEBANGSAAN
• Pada mulanya murid-murid terutama berasal
dari ELS, namun HIS-lah sumber utama bagi
murid-murid MULO.
• Presentase murid Indonesia meningkat dari 4,8%
(1912) menjadi 24% (1914) dan hampir sama
(1920).
• Tahun 1920 jumlah murid non-Belanda melebihi
jumlah murid berkebangsaan Belanda dan
selanjutnya anak Belanda merupakan minoritas
HBS, sebaliknya didominasi oleh murid keturunan
Belanda.
89. MURID MENURUT SEKS
• Jumlah murid wanita lebih kecil dari murid
pria Indonesia karena alasan adat istiadat dan
perkawinan gadis pada usia muda.
• Beda dengan orang Belanda, di MULO anak
wanita Belanda melebihi jumlah anak pria
karena mereka lebih menyukai MULO yang
lebih singkat daripada HBS.
• 1920, jumlah anak wanita Belanda 57%,
Indonesia 17,2% dan Cina 14,2% dibanding
dengan jumlah murid pria.
90. MURID MENURUT STATUS SOSIAL
ORANG TUA
• Pada dasarnya sekolah berbahasa Belanda
dimaksudkan untuk sebagai sekolah untuk
golongan elite, namun dalam kenyataannya
juga dimasuki anak golongan rendah.
• MULO memberikan kesempatan melanjutkan
pelajaran, membuka kesempatan untuk
memperoleh kedudukan yang baik yang
sediakala ditempati kaum ningrat.
91. KESEMPATAN BELAJAR DI MULO
• Rata-rata 40% dari murid yang memasuki
MULO berhasil melalui sekolah ini.
• Prestasi murid Indonesia dari yang lain
mungkin karena seleksi yang lebih ketat.
• MULO satu-satunya sekolah untuk
melanjutkan pelajaran sehingga persaingan
makin ketat.
• Anak Belanda mudah masuk MULO dan dapat
pula masuk HBS.
92. LULUSAN MULO
• Lulusan MULO sebanyak 50% melanjutkan
pelajarannya, kebanyakan ke sekolah jurusan,
sebagian HBS, dan bagian yang lebih besar ke
AMS. Sepertiga tidak melanjutkan pelajaran.
• 3 fungsi MULO yaitu, (1) sebagai substruktur
AMS, (2) sekolah persiapan bagi sekolah
kejuruan, (3) sekolah teminal bagi yang tidak
melanjutkan pelajaran.
94. HOGERE BURGERSCHOOL (HBS)
ALGEMENE MIDDELBARE SCHOOL (AMS)
• Kita lihat bahwa pada tahun 1914 HIS diakui
sama dengan ELS dan MULO disamakan dengan
tiga tahun pertama HBS.
• Tinggal lagi satu langkah yang membawa anak
Indonesia ke Perguruan Tinggi, yakni AMS
sebagai jembatan antara MULO dengan
Universitas.
95. PERKEMBANGAN
HOGERE BURGER SCHOOL (HBS)
• Sejak tahun 1893 telah dipikirkan tentang
perlunya sekolah menengah di Indonesia
sehingga anak-anak tidak perlu pergi ke
Nederland.
• Pada yahun 1860 Raja Belanda menyetujui
pendirian sekolah menengah dan
memperkenalkan namanya diberikan kepada
sekolah itu yang menjelma menjadi
Gymnasium Koning Willem III.
96. PERKEMBANGAN
HOGERE BURGER SCHOOL (HBS)
• Pada tahun 1867 Gymnasium direorganisasi.
• Pada tahun 1867 didirikan HBS pertama di
Jakarta, 1875 di Surabaya, 1877 di Semarang.
• HBS Surabaya dan Semarang yang sedianya
lamanya 3 tahun menjadi 5 tahun pada tahun
1879.
• Pada tahun 1882 didirikan HBS 3 tahun untuk
anak wanita di Jakarta.
97. KURIKULUM
• Kurikulum HBS di Indonesia tak sedikit pun
berbeda dengan yang di negeri Belanda.
• Bahannya dapat berubah dan harus disesuaikan
dengan perkembangan ilmu pengetahuan,
namun nama mata pelajaran tetap sama.
• Kurikulum HBS terdiri atas 19 mata pelajaran
diantaranya 11 mulai kelas I, ditambah 6 buah di
kelas III dan 2 lagi di kelas IV.
98. GURU
• Yang memiliki ijazah Ph.D(Doktor)/diploma
MO yang berwenang mengajar di HBS
• Dimploma MO-B adalah ijazah tertinggi
yang dapat dicapai oleh seorang guru, yang
dapat disamakan dengan gelar doktor.
• Sulitnya memperoleh guru dengan
kualifikasi demikian, maka dipekerjakan
guru dengan ijazah rendah
99. GURU
• Berijazah Ir, perwira AD dan AL
pemegang diploma MO-A(wewenang
mengajar 3th pertama HBS)
• Berijazah HA(hoofdacte) sementara
dapat dipekerjakan pada HBS khusus
kelas rendah
100. INSPEKSI
• Tidak ada inspeksi untuk HBS
• Urusan dan pengawasan HBS diserahkan
kepada Dewan Kurator/ badan pengawas yang
beranggotakan tokoh pemerintahan tinggi,
seperti presiden Dewan Hindia Belanda dan
pembesar lainnya.
101. PENERIMAAN DAN POPULASI MURID
HBS diperuntukan bagi murid Belanda
dan golongan baik yang sanggup
menyekolahkan anaknya ke ELS kelas satu,
yang mengajarkan bahasa Perancis sebagai
syarat masuk HBS disamping ujian masuk.
102. • Tahun1891, gadis-gadis diterima dan
kehadirannya justru memperbaiki suasana
sekolah
• Jumlah gadis meningkat th 1919 mencapai
sepertiga jumlha murid
• Gadis-gadis Indonesia jarang terdapat di HBS
selama dua dekade pertama abad kedua
puluh
1. Murid Menurut Seks
103. 2. Murid Menurut Kebangsaan
• Faktor yang mempengaruhi kecilnya jumlah
itu antara lain sulitnya anak Indonesia masuk
ELS kelas satu, tingginya uang sekolah, tidak
ada hubungan antara HIS dengan HBS dan
karena terbukanya kesepmatan memasuki
MULO
• Th 1910 anak Cina melampau jumlah anak
Indonesia
104. KEMANTAPAN BELAJAR DI HBS
• Presentase anak putus sekolah di HBS tinggi
• Anak Indonesia menunjukkan hasil lebih baik
dari siswa bangsa lain
• Drop-out yang tinggi karena banyak mata
pelajaran , tingginya syarat akademis dan
intelektual yang dituntut dari murid baik dalam
bidang bahasa, matematika, ilmu pengetahuan
alam dan beratnya ujian yang harus ditempuh.
105. ALGEMENE MIDDELBARE SCHOOL
(AMS)
• Didirikannya MULO sebagai lanjutan
segala macam sekolah rendah yang
berorientasi Barat, khususnya HIS
merupakan langkah yang sangat penting
dalam perkembangan suatu sistem
pendidikan yang lengkap di Indonesia.
Langkah berikutnya ialah dibukanya AMS.
106. PERKEMBANGAN AMS
• Dengan diresmikannya HIS dan MULO tak
dapat tidak timbul ide mendirikan sekolah
menengah khusus bagi anak-anak Indonesia
yang berbeda namun ekuivalen dengan HIS.
Pemerintah menyadari tuntutan ini dan
membenarkannya.
• Ada beberapa alasan maka pendirian sekolah
menengah menjadi keharusan.
107. PERKEMBANGAN AMS
• Jalan menuju universitas melalui ELS-HBS dengan
persyaratan bahasa Perancis sangat sukar bagi
anak Indonesia, sehingga anak yang paling
pandai pun dihalangi unyuk meneruskan
pelajarannya.
• Pada umumnya semua tokoh-tokoh pemerintah
di Indonesia dan di Netherland maupun Budi
Utomo mendukung pembukaan sekolah
menengah ini dan untuk itu didirikan suatu
komisi penasehat tentang sekolah mengengah.
108. KURIKULUM
• Sekolah menengah ini akan merupakan
suprastruktur MULO yang terbagi dalam Bagian A
yang mengutamakan sastra dan sejarah, dan Bagian
B yang mengutamakan matematika dan fisika. Untuk
mencegah perkembangan berat sebelah, maka
Bagian A juga mendapatkan matematika dan fisika,
Bagian B juga mendapatkan sastra dan sejarah.
• Bagian A dibagi dalam Bagian AI untuk studi klasik
Timur dan Bagian AII untuk studi klasik Barat.
• Tentu saja Bagian AI lebih sesuai dengan kondisi
Indonesia.
109. KURIKULUM
• AMS bagian AI klasik Timur meliputi: bahasa
Jawa, arkeologi, etnologi Indonesia, fisika,
kimia, menggambar tangan, dan bahasa
Jerman sedangkan bahasa Perancis dijadikan
elektif.
• AMS bagian AII klasik Barat, menyajikan mata
pelajaran yang sama seperti bagian klasik
Timur kecuali bahsa Latin sebagai pengganti
bahasa Jawa, arkeologi dan juga tata buku.
110. KURIKULUM
• AMS bagian B yang memusatkan studi pada
matematika, dan fisika menyajikan pelajaran fisika,
kimia, matematika, kosmografi, gambar garis dan
bahasa Jerman sebagai dalam bagian lain bahasa
Perancis dijadikan elektif.
• Ijazah AMS AII membuka kesempatan melajutkan
pelajaran ke fakultas hukum dan dengan tambahan
bahasa Yunani juga ke fakultas teologi dan filologi.
• Ijazah AMS AI membuka pintu ke fakultas sastra dan
dengan tambahan bahasa Latin juga ke fakultas
hukum.
111. GURU, POPULASI MURID, DAN INSPEKSI
• Pada tahun 1919 AMS pertama dibuka dengan
mayoritas siswa Indonesia: 22 anak Indonesia,
15 Belanda, dan 5 Cina.
• Jumlah drop-out di AMS lebih rendah dari
pada sekolah lain. Dari angkatan pertama yang
masuk tahun 1919 sebanyak 74,4 % mencapai
kelas tertinggi, dan 71,4 % berhasil lulus pada
ujian akhir.
113. PERKEMBANGAN PENDIDIKAN
TINGGI
• Berbeda dengan AMS pendirian perguruan tinggi
tidak didesak oleh kebutuhan lanjutan pelajaran.
• Pendirian Technise Hogeschool di Bandung pada
tahun 1920 dipaksakan oleh kebutuhan akan
petugas yang berpendidikan tinggi.
• Indonesia harus mempunyai lembaga pendidikan
tinggi sendiri dan dengan demikian pula
meningkatkan kehidupan intelektual di Indonesia.
114. PERKEMBANGAN PENDIDIKAN
TINGGI
• Pada tahun 1909 dibentuk “Indische
Universiterstsvereniging”, suatu badan yang
akan memperjuangkan didirikannya
universitas di Indonesia.
• Pada tahun 1913 dibentuk suatu panitia untuk
menyarakankan kepada pemerintah tentang
pendirian universitas, akan tetapi dalam
laporan akhir 1915 dinyatakan bahwa
masanya untuk rencana serupa itu belum tiba.
115. PERKEMBANGAN PENDIDIKAN
TINGGI
• Pada tahun 1918 didirikan “Technisch
Onderwijs Commisse”, suatu panitia
pendidikan teknik yang memberikan saran-
saran kepada pemerintah tentang cara
mengatasi kebutuhan pendidikan teknik
lanjutan.
• Pada tahun 1919 dimulai pembangunan
gedung perguruan tinggi teknik di Bandung
yang secara resmi dibuka pada tahun 1920.
116. PERKEMBANGAN PENDIDIKAN
TINGGI
• Dalam tahun akademis 1920-1921 Technische
Hogeschool atau Sekolah Teknik Tianggi (sekarang
ITB) mempunyai 28 mahasiswa diantara 22 orang
Belanda, 4 Cina, dan 2 orang Indonesia.
• Sekolah ini menghasilkan lulusannya pertama
pada tahun 1923-1924 yakni 9 orang Belanda 3
Cina.
• Orang Indonesia pertama lulus pada tahun
akademis 1925-1926, yakni sekaligus 4 orang
diantaranya Ir. Soekarno yang kemudian menjadi
Presiden Pertama Republik Indonesia.
117. POLITIK PENDIDIKAN KOLONIAL
• Politik pendidikan kolonial Belanda di Indonesia
memiliki 6 prinsip, yaitu:
1. Pertama : Dualisme
2. Kedua : Gradualisme
3. Ketiga : Prinsip konkordasi
4. Keempat : Kontrol sentral yang kuat
5. Kelima : Tidak adanya perencanaan
pendidikan sistematis
6. Keenam : Pendidikan pegawai
118. PRUBAHAN CIRI SEKOLAH UNTUK
PRIBUMI
• Sekolah untuk pribumi (Inlandse school) akan
berkembang untuk memperoleh bentuk yang
sama dengan Europese Lagere School (ELS)
atau sekolah yang setaraf dengan itu. Selama
keseimbangan itu tak tercapai, sekolah untuk
anak pribumi akan terus berubah.
• Sekolah-sekolah sebelum 1892 terutama
dimaksud untuk anak-anak aristokrasi untuk
dipersiapkan sebagai pegawai.
119. PRUBAHAN CIRI SEKOLAH UNTUK
PRIBUMI
• Sekolah Kelas Dua, yakni kedua kelas tertingginya,
merupakan lanjutan Sekolah Desa dan akhimya
didirikan Sekolah Sambungan atau Lanjutan
(Vervolgschool) sebagai super-struktur Sekolah
Desa.
• Setelah didirikan Schakelschool (1927) yang
bcrbahasa Belanda, maka Sekolah Desa berhasil
menembus isolasi dan memperoleh kesempatan
menjadi bagian dari keseluruhan sistem
pendidikan.
120. KESEMPATAN BELAJAR
• Tahun 1930, sepuluh tahun sesudah berdirinya
lembaga pendidikan tinggi pertama, hanya 91
mahasiswa Indonesia terdapat pada tiga lembaga
pendidikan tinggi yang ada, atau kurang 2 orang
dalam setiap sejuta penduduk.
• Pada tahun 1940 menjelang berakhirnya
penjajahan Belanda, jumlah mahasiswa Indonesia
hanya 167 orang atau hanya 3 per sejuta
penduduk.
121. KESEMPATAN BELAJAR
• Pada tahun 1930 hanya seorang di antara 850
orang menikmati pendidikan rendah berbahasa
Belanda, satu dari tiap 10.000 orang belajar di
MULO dan hanya seorang dari 100.000 memasuki
AMS.
• Pada tahun 1930 anak Belanda mendapat
kesempatan yang seratus kali lebih baik untuk
memasuki sekolah tingkat MULO, seribu kali
banyak harapan memasuki sckolah tingkat
menengah atas dibanding dengan anak
Indonesia.
122. PENUTUP
• Pendidikan untuk rujuan sekuler baru timbul
sekitar pertengahan abad ke-19 dengan alasan
dan tujuan praktis untuk mendukung
kepentingan komersial.
• Pendidikan selama masa kolonial dijadikan
alat untuk memelihara Pax Neerlandica,
suasana aman dan damai, serasi bagi
pertumbuhan perusahaan - perusahaan
Belanda.