1. k.wr ‘14
ANALISIS DENGAN SPEKTROMETRI SERAPAN ATOM
TUJUAN PERCOBAAN
Menentukan kadar Zn dalam urine
Melakukan analisis Cu dan Pb dalam larutan electroplating nikel dengan AAS
DASAR TEORI
Prinsip dasar spektrofotometer serapan atom (AAS) yakni atom-atom suatu logam
dalam suatu nyala dan serapannya pada suatu pita radiasi sempit yang dihasilkan oleh suatu
lampu katoda rongga. Lapu katoda rongga dilapisi dengan logam tertentu yang sedang
ditentukan (Watson, 2005).
Spektrofotometri serapan atom adalah suatu metode analisis untuk menentukan
konsentrasi suatu unsur dalam suatu cuplikan yang didasarkan pada proses penyerapan radiasi
sumber oleh atom-atom yang berada pada tingkat energi dasar. Proses penyerapan energi
terjadi pada panjang gelombang yang spesifik dan karakteristik untuk tiap unsur. Proses
penyerapan tersebut menyebabkan atom penyerap tereksitasi, dimana elektron dari kulit atom
meloncat ke tingkat energi yang lebih tinggi. Banyaknya intensitas radiasi yang diserap
sebanding dengan jumlah atom yang berada pada tingkat energi dasar yang menyerap energi
radiasi tersebut. Dengan mengukur tingkat absorbansi atau radiasi yang diteruskan
(transmitansi), maka konsentrasi unsur di dalam cuplikan dapat ditentukan (Alvian, 2007).
Suatu spektrofotometer serapan atom terdiri atas komponen-komponen berikut ini
(Watson, 2005).
Sumber cahaya, lampu katoda berongga yang dilapisi unsur yang dianalisis.
Nyala, biasanya berupa udara yang menghasilkan suhu ±2500⁰C atau asetilen yang
dapat menghasilkan suhu sampai 3000⁰C.
Monokromator, digunakan untuk menyempitkan lebar pita radiasi yang sedang
diperiksa sehingga diatur untuk memantau panjang gelombang yang sedang
dipancarkan oleh lampu katoda rongga ini.
Detector, berupa sel fotosensitif.
Skema alat AAS dalah sebagai berikut (Watson, 2005).
Analisis kuantitatif AAS didasarkan pada kalibrasi eksternal standar. Dalam serapan
atom, penyimpangan dari linearitas ditemui lebih sering daripada dalam penyerapan molekul.
2. k.wr ‘14
Dengan demikian, analisis tidak boleh didasarkan pada pengukuran standar tunggal dengan
asumsi bahwa Hukum Beer sedang fol-lowed. Selain itu, produksi dari uap atom melibatkan
cukup label variable yang tidak terkontrol untuk menjamin mengukur absorbansi setidaknya
satu larutan standar setiap kali analisis dilakukan (Skoog, 2004).
Kelebihan yang dimiliki AAS yaitu spesifik, batas deteksi yang rendah dari larutan yang
sama bisa mengukur unsur-unsur yang berlainan, pengukurannya langsung terhadap contoh,
output dapat langsung dibaca, cukup ekonomis. AAS juga peka dibandingkan dengan SEA
(metode analisis yang sangat spesifik yang bermanfaat dalam beberapa aspek pengendalian
mutu). Keterbatasan AAS yaitu hanya dapat diterapkan pada unsur logam saja dan tiap unsure
memerlukan lampu katoda rongga yang berbeda untuk penentuannya (Watson, 2005).
Range konsentrasi sampel yang dapat dianalisis adalah sebagai berikut.
*berdasarkan 10μL sampel (Skoog, 2004).
Interferensi pada AAS adalah sebagai berikut.
Interferensi matrix, di mana sampel lebih kental dapat menyebabkan perbedaan dalam
tingkat serapan sampel karena perubahan dalam efisiensi nebulisasi. Dapat diatasi
dengan mencocokkan sedekat mungkin komposisi matriks standar dan sampel.
Interferensi kimia, sampel mengandung spesies yang membentuk senyawa termal stabil
dengan analit yang tidak sepenuhnya terurai oleh energi yang tersedia dalam api. Dapat
diatasi dengan menggunakan suhu nyala yang lebih tinggi (asetilena) dan pelepasan
agen (release agents).
Interferensi ionisasi, sering terjadi pada panas api. Kelebihan energi api dapat
menyebabkan eksitasi atom keadaan dasar ke keadaan ionik oleh hilangnya elektron
sehingga mengakibatkan penipisan atom keadaan dasar. Dapat ditekan dengan
menambahkan elemen yang lebih mudah terionisasi.
3. k.wr ‘14
Interferensi spectra, karena adanya garis serapan atom lain dengan garis spectral. Dapat
diatasi dengan mengukur dan mengurangi penyerapan latar belakang dari total
penyerapan diukur untuk menentukan serapan atom yang benar.
Analisa kuantitatif dalam metode ini ada yakni metode adisi standar seperti dan metode
kurva kalibrasi pada percobaan sebelumnya untuk menentukan kadar besi. Pada dasarnya
kedua metode ini sama, perbedaannya hanya terletak pada penambahan larutan cuplikan
dengan volum yang sama, yang dicampur kedalam larutan standar dengan konsentrasi yang
berbeda pada metode adisi standar, sedangkan pada metode kurva kalibrasi pada penentuan
besi, baik larutan cuplikan dan larutan standar diukur masing-masing, tanpa dilakukan
pencampuran antara larutan standar dan larutan cuplikan. Adapun alasan mengapa pada
metode adisi standar dilakukan penambahan cuplikan pada larutan standar yaitu konsentrasi
cuplikan yang kecil sehingga sulit untuk diukur serapannya. Maka dengan metode ini,
konsentrasi cuplikan menjadi besar dan untuk menentukan konsentrasi cuplikan tinggal
dihitung selisihnya (Day, 1989).
Dari kedua hukum Lambert-Beer diperoleh persamaan sebagai berikut.
Di mana:
Io = intensitas sumber sinar
It = intensitas sinar yang
diteruskan
ɛ = absortivitas molar
b = panjang medium
C = konsentrasi atom-atom yang menyerap
sibar
A = absorbansi
Dari persamaan di atas, dapat disimpulkan bahwa absorbansi cahaya berbanding lurus
dengan konsentrasi atom (Day, 1989).
Metode adisi standar digunakan jika bekerja dengan larutan uji yang rumit sifatnya atau
yang komposisi eksaknya tak diketahui, mungkin sangat sulit atau tidak mungkin menyiapkan
larutan standar yang komposisinya mendekati komposisi contoh. Cara ini dengan penambahan
kuantitas yang diketahui dari ion yang akan ditetapkan, ke dalam sejumlah porsi larutan contoh,
semua larutan yang diperoleh hendaknya diencerkan menjadi volume akhir yang sama.
Absorbansi larutan uji mula-mula diukur dan kemudian tiap larutan yang telah disediakan
diperiksa bergiliran dengan larutan paling pekat terakhir. Kemudian nilai absorbansi dialurkan
terhadap konsentrasi yang ditambahkan, haruslah diperoleh alur garis lurus dan garis itu dapat
diekspolasi ke sumbu konsentrasi titik di mana sumbu itu terbotong memberikan konsentrasi
larutan uji (Basset, 1991).
Menurut Hukum Beer akan berlaku rumus:
Di mana:
4. k.wr ‘14
Cx = konsentrasi zat sampel
Cs = konsentrasi zat standar yang ditambahkan ke larutan sampel
Ax = absorbansi zat sampel
At = absorbansi zat sampel + zat standar
Sehingga, dapat dibuat grafik antara At vs Cs yang linear dari ekstrapolasi ke At = 0,
sehingga diperoleh:
Cx = Cs (-1)
Cx = -Cs
METODE PERCOBAAN
Alat dan Bahan
Alat-alat yang diperlukan dalam percobaan ini meliputi labu takar, gelas beker,
pipet ukur, pipet tetes, propipet, corong gelas, dan wadah sampel (tempat plastic).
Sedangkan bahan-bahan yang dibutuhkan dalam percobaan ini meliputi larutan
stok Zn 100 ppm, larutan stok Cu 100 ppm, larutan stok Pb 100 ppm, larutan NaCl 0,5 M,
larutan KCl 0,02 M, larutan HCl 0,1 M, sampel urine, dan sampel larutan electroplating.
Cara Kerja
o Penentuan Zn dalam urine
Dibuat larutan NaCl 0,15 M dan 0,3 M. Larutan NaCl 0,15 M dibuat
dengan melarutkan 30 ml larutan NaCl 0,5 M dalam labu takar 100 ml, dan
larutan 0,3 M dibuat dengan melarutkan 60 ml larutan NaCl 0,5 M dalam labu
takar 100 ml. Kemudian dibuat larutan KCl 0,005 M dan 0,01 M. Larutan KCl
0,005 M dibuat dengan melarutkan 25 ml larutan KCl 0,02 M dalam labu takar
100 ml, dan pembuatan larutan KCl 0,01 M dibuat dengan melarutkan 50 ml
larutan KCl 0,02 M dalam labu takar 100 ml. Lalu dibuat campuran larutan NaCl
0,15 M dan KCl 0,005 M sebanyak 100 ml dengan perbandingan 1:1. Dibuat pula
campuran larutan NaCl 0,15 M dan KCl 0,01 M sebanyak 100 ml dengan
perbandingan 1:1.
Setelah itu, dibuat larutan Zn dalam labu takar 25 ml dengan diluents
seperti table di bawah ini.
No
Konsentrasi
Zn (ppm)
Diluent (Pengencer) Volume Zn 100 ppm
yang digunakan (ml)NaCl (M) KCl (M)
1
2
3
4
0
0,5
1
1,5
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0,5
1
1,5
5. k.wr ‘14
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
2
0
1
2
0
1
2
0
1
2
0
1
2
0
0,15
0,15
0,15
0,3
0,3
0,3
0,15
0,15
0,15
0,15
0,15
0,15
0
0
0
0
0
0
0
0,005
0,005
0,005
0,01
0,01
0,01
2
0
0,25
0,5
0
0,25
0,5
0
0,25
0,5
0
0,25
0,5
Kemudian masing-masing larutan dalam table diambil 2 ml dan
diencerkan 10 kali dengan larutan HCl 0,1 M dan dibuat pula larutan blankonya.
Sedangkan sampel urine diambil secukupnya dan diencerkan 10 kali dengan HCl
0,1 M. Lalu setiap sampel diukur absorbansinya dengan menggunakan AAS.
o Penentuan Cu dan Pb dalam larutan electroplating nikel
Disediakan 5 labu takar 25 ml dan ke dalamnya ditambahkan masing-
masing 1 ml larutan sampel. Lalu di setiap labu masing-masing secara berurutan
ditambah akuades untuk membuat larutan Cu 0 ppm, ditambah 1,25 ml larutan
Cu 100 ppm untuk membuat larutan Cu 5 ppm, ditambah 2,5 ml larutan Cu 100
ppm untuk membuat larutan Cu 10 ppm, ditambah 3,75 ml larutan Cu 100 ppm
untuk membuat larutan Cu 15 ppm, ditambah 5 ml larutan Cu 100 ppm untuk
membuat larutan Cu 20 ppm.
Sedangkan pada larutan Pb juga disediakan 5 labu takar 25 ml dan ke
dalamnya ditambahkan masing-masing 1 ml larutan sampel. Lalu di setiap labu
masing-masing secara berurutan ditambah akuades untuk membuat larutan Pb 0
ppm, ditambah 1,25 ml larutan Pb 100 ppm untuk membuat larutan Pb 5 ppm,
ditambah 2,5 ml larutan Pb 100 ppm untuk membuat larutan Pb 10 ppm,
ditambah 3,75 ml larutan Pb 100 ppm untuk membuat larutan Pb 15 ppm, dan
ditambah 5 ml larutan Pb 100 ppm untuk membuat larutan Pb 20 ppm.
Setelah itu, setiap larutan diukur absorbansi dari tiap larutan standar dan
larutan sampel (tanpa ditambahkan standar) dengan AAS pada kondisi optimum
untuk pengukuran Cu dan Pb. Percobaan diulang 3 kali.
HASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL PERCOBAAN
o Penentuan Zn dalam urine
6. k.wr ‘14
Larutan standar Zn
Konsentrasi (ppm) Absorbansi
0
0,5
1
1,5
2
0,007
0,057
0,041
0,041
0,045
Larutan standar Zn + NaCl 0,15 M
Konsentrasi (ppm) Absorbansi
0
1
2
0,007
0,069
0,074
Larutan standar Zn + NaCl 0,3 M
Konsentrasi (ppm) Absorbansi
0
1
2
0,014
0,051
0,058
Larutan standar Zn + NaCl 0,15 M + KCl 0,005 M
Konsentrasi (ppm) Absorbansi
0
1
2
0,015
0,051
0,065
Larutan standar Zn + NaCl 0,15 M + KCl 0,01 M
Konsentrasi (ppm) Absorbansi
0
1
2
0,009
0,041
0,038
Sampel urine = 0,060
o Penentuan Cu dan Pb dalam larutan electroplating nikel
Absorbansi Cu
Konsentrasi standar (Cs)
(ppm)
Absorbansi total ( )
0
2,5
5
7,5
10
0,196
0,265
0,388
0,476
0,614
Absorbansi Pb
7. k.wr ‘14
Konsentrasi standar (Cs)
(ppm)
Absorbansi total ( )
0
2,5
5
7,5
10
0,061
0,123
0,173
0,219
0,257
PEMBAHASAN
Praktikum ini terdapat dua macam percobaan. Percobaan pertama yakni
penentuan Zn dalam urine, sedangkan percobaan kedua yakni penentuan Cu dan Pb
dalam larutan electroplating nikel.
Walaupun menggunakan alat yang sama yakni AAS, namun pada dua macam
percobaan tersebut harus digunakan dua metode yang berbeda. Pada metode
penentuan Zn dalam urine menggunakan metode kurva kalibrasi, di mana baik larutan
sampel maupun larutan standar diukur absorbansinya masing-masing. Sementara itu,
pada metode penentuan Cu dan Pb dalam larutan elekroplating nikel menggunakan
metode adisi standar, di mana larutan sampel ditambahkan ke dalam larutan standar.
Perbedaan metode ini dilakukan untuk mengurangi segala bentuk interferensi
yang terjadi. Hal ini dikarenakan pada percobaan kedua, jika menggunakan metode
kurva kalibrasi justru dapat menimbulkan interferensi seperti interferensi spectra dan
interferensi kimia. Kejadian ini karena electroplating nikel yang digunakan sangat
sensitive terhadap kondisi operasi. Sifat fisik yang paling penting adalah internal stress
yang sangat dipengaruhi oleh konsentrasi klorida, suhu, pH. Adanya sifat fisik dari
larutan sampel yang mengakibatkan munculnya interferensi matriks pada percobaan
kedua ini.
Selain itu, pada percobaan dilakukan dengan metode adisi standar karena
konsentrasi unsure yang akan dianalisis (Pb dan Cu) sangat kecil dalam sampel, sehingga
sulit untuk diukur serapannya jika menggunakan metode kurva kalibrasi. Penggunaan
metode adisi standar dapat meningkatkan konsentrasi larutan dan tentunya akan lebih
mudah dihitung karena untuk menentukan konsentrasi sampel tinggal dihitung
selisihnya.
Penentuan Zn dalam Urine
Pada percobaan pertama yakni penentuan Zn dalam urine, digunakan larutan
stok Zn 100 ppm. Penentuan Zn ini dilakukan dengan menggunakan metode kurva
kalibrasi. Artinya, pada percobaan ini baik larutan standar maupun larutan sampel
dihitung absorbansinya masing-masing.
8. k.wr ‘14
Pada percobaan digunakan larutan standar dengan konsentrasi yang bervariasi,
di mana terdapat lima macam variasi pelarut yang digunakan untuk mengencerkan
larutan standar yang akan digunakan tersebut. Sementara untuk larutan stok Zn-nya
juga digunakan konsentrasi yang bervariasi pula.
Variasi konsentrasi pelarut yang digunakan yakni akuades, larutan NaCl 0,15 M;
larutan NaCl 0,3 M; campuran larutan NaCl 0,15 M dan KCl 0,005 M; dan campuran
larutan NaCl 0,15 M dan KCl 0,01 M. Pada larutan stok Zn juga ada variasi pada
konsentrasi larutan Zn yang akan digunakan pula, yakni meliputi antara variasi 0-2 ppm.
Pengenceran ini dilakukan agar larutan tidak terlalu kental sehingga memudahkan
dalam proses pembacaan absorbansinya.
Alasan penggunaan KCl dan NaCl sebagai pelarut untuk larutan standar yakni
dikarenakan sifat urine manusia diketahui memiliki kandungan beberapa unsure selain
kandungan utamanya yang berupa urea. Ion kalium, natrium, dan klor merupakan
bagian dari kandungan urin. Dengan menjadikan KCl dan NaCl sebagai pelarut dari Zn
dapat mempengaruhi kandungan dalam larutan, di mana diharapkan dapat diperoleh
larutan dengan kandungan menyerupai urine yang sesungguhnya.
Penambahan HCl pada percobaan ini tentunya bertujuan untuk membentuk
suasanya asam dan meminimalkan terjadinya oksidasi pada Zn. Selain itu, adanya HCl
akan menjadikan suasana keasaman (pH) dalam larutan tinggi. Kondisi dengan pH yang
lebih tinggi akan mempertinggi nilai absorbansi dalam larutan tersebut. Suasana asam
juga dapat menjaga kejernihan dari larutan. Salah satu sifat dari Zn yakni ketika berada
dalam lingkungan yang terlalu basa akan menghasilkan endapan. Jika larutan
menghasilkan endapan maka dapat menyumbat pipa kapiler dalam alat saat proses
analisis dengan AAS, sehingga larutan tidak dapat mengalir ke dalam AAS.
Pengukuran dengan AAS pada penentuan Zn ini tentunya dilakukan dengan
menggunakan lampu katoda untuk logam Zn. Sebelum dilakukan penembakan oleh
lampu katoda, larutan yang akan diuji akan mengalami atomisasi yakni dengan cara
dibakar dalam tungku dengan menggunakan bahan bakar berupa asetilena dan
oksidator O₂. Setelah itu baru dilakukan penembakan sinar oleh lampu katoda yakni
katoda akan menembakkan sejumlah energy ke suatu atom. Logam yang tertembak
akan mengalami eksitasi electron terluarnya ke tingkat energy yang lebih tinggi. Electron
yang telah mengalami eksitasi akan kembali ke keadaan semula (ground state) dengan
melepaskan energy.
Sinar yang mengenai atom akan diserap oleh atom. Namun, tidak semua sinar
terabsorb oleh atom karena ada sebagian sinar yang diteruskan. Sinar yang diteruskan
inilah yang kemudian masuk ke detector. Pada detector ini sinar yang diterima
kemudian diubah ke dalam sinyal listrik. Sinyal listrik yang dihasilkan sangat lemah
9. k.wr ‘14
sehingga harus diamplifikasi (penguatan). Setelah itu, baru dapat terbaca sebagai data
pada rekorder.
Berdasarkan hasil percobaan akan diperoleh nilai absorbansi pada setiap larutan.
Untuk sampel urine diperoleh absorbansinya yakni 0,060. Dengan menggunakan nilai
absorbansi tersebut kemudian dibuat grafik hubungan antara konsentrasi (C) vs
absorbansi (A) untuk setiap golongan pelarutnya. Grafik tersebut akan membentuk garis
lurus melewati titik nol dengan slope = ε.b atau slope = a.b. Konsentrasi larutan sampel
dapat dicari setelah absorbansi larutan sampel diukur dan diintrapolasi ke dalam kurva
kalibrasi atau dimasukkan ke dalam persamaan garis lurus yang diperoleh dengan
menggunakan program regresi linear pada kurva kalibrasi.
Berdasarkan hasil pembuatan kurva hubungan antara C vs A, untuk golongan
larutan Zn dengan pelarut akuades diperoleh persamaan garis y = 0,012 x + 0,026
dengan R²=0,259. Sehingga, diperoleh nilai konsentrasi Zn yakni 2,83 ppm. Dikarenakan
mengalami 1000 kali pengenceran sehingga nilai konsentrasi Zn menjadi 2830 ppm.
Untuk golongan larutan Zn + NaCl 0,15 M diperoleh persamaan garis y = 0,0833 x
+ 0,016 dengan R²=0,805. Sehingga, diperoleh nilai konsentrasi Zn yakni 0,528 ppm.
Dikarenakan mengalami 250 kali pengenceran sehingga konsentrasi Zn menjadi 132
ppm.
Untuk golongan larutan Zn + NaCl 0,3 M diperoleh persamaan garis y = 0,022 x +
0,019 dengan R²=0,865. Sehingga, diperoleh nilai konsentrasi Zn yakni 0,041 ppm.
Dikarenakan mengalami 250 kali pengenceran sehingga konsentrasi Zn menjadi 466
ppm.
Untuk golongan larutan Zn + NaCl 0,15 M + KCl 0,005 M diperoleh persamaan
garis y = 0,025 x + 0,018 dengan R²=0,939. Sehingga, diperoleh konsentrasi Zn yakni
0,042 ppm. Dikarenakan mengalami 250 kali pengenceran sehingga konsentrasi Zn
menjadi 420 ppm.
Untuk golongan larutan Zn + NaCl 0,15 M + KCl 0,01 M diperoleh persamaan y =
0,014 x + 0,014 dengan R²=0,673. Sehingga, diperoleh nilai konsentrasi Zn yakni 3,286
ppm. Dikarenakan mengalami 250 kali pengenceran sehingga nilai konsentrasi Zn
menjadi 821,6 ppm.
Jika melihat data absorbansi pada percobaan ini terlihat hasil yang sangat buruk.
Pada data tersebut nilai absorbansi hampir semua di bawah 0,01. Padahal untuk
menghasilkan analisis AAS yang baik, harus diperoleh nilai absorbansi 0,44 atau rentang
0,2 – 0,8. Apabila nilai absorbansi sangat kecil (<0,2) menandakan bahwa konsentrasi
yang diserap sangat kecil, sehingga nilai It dan Io hampir sama.
Oleh sebab itu, pada penentuan Zn dalam urine tidak diperoleh nilai konsentrasi
Zn yang sesuai dengan literature, di mana kandungan Zn dalam urine orang dewasa
normal yakni antara 0,5 – 1,2 ppm, sedangkan pada hasil percobaan justru diperoleh
10. k.wr ‘14
hasil konsentrasi Zn yang semuanya diatas 100 ppm. Kesalahan ini mungkin disebabkan
karena kekurangtelitian praktikan dalam pembuatan larutan sampel.
Penentuan Cu dan Pb dalam Larutan Electroplating Nikel
Pada percobaan kedua ini, untuk menentukan konsentrasi Cu dan Pb
menggunakan metode adisi standar, di mana larutan sampel dengan jumlah yang sama
untuk setiap labu takar dan dicampurkan ke dalam larutan standar dengan konsentrasi
larutan standar yang berbeda-beda. Konsentrasi larutan standar yang digunakan baik
pada penentuan Cu dan Pb yakni 0, 5, 10, 15, dan 20 ppm, di mana larutan stok Cu dan
Pb yang digunakan sama-sama berkonsentrasi 100 ppm. Sementara sampel yang
digunakan yaitu sampel electroplating nikel.
Larutan yang telah dibuat kemudian diuji absorbansinya dengan menggunakan
AAS. Prinsip dari AAS ini sama dengan pada percobaan pertama, namun yang
membedakan adalah lampu katoda cekung yang digunakan. Dikarenakan pada
percobaan kedua ini dilakukan analisis untuk logam Cu dan Pb, maka lampu katoda
cekung yang digunakan juga lampu katoda untuk logam Cu dan Pb.
Berdasarkan hasil percobaan diperoleh hasil absorbansi untuk unsure Pb dan Cu
pada konsentrasi larutan standar tertentu. Dari data hasil absorbansi tersebut kemudian
dibuat grafik hubungan antara konsentrasi (C) dan absorbansi (A).
Pada penentuan Cu dalam sampel diperoleh persamaan garis y = 0,041 + 0,178
dengan R²=0,989. Grafik tersebut linear untuk ekstrapolasi ke =0, sehingga dapat
diperoleh nilai konsentrasi Cu yakni 4,34 ppm. Dikarenakan mengalami 25 kali
pengenceran, konsentrasi Cu menjadi 108,54 ppm.
Pada penentuan Pb dalam sampel diperoleh persamaan garis y = 0,019x + 0,069
dengan R²=0,991. Grafik tersebut linear untuk ekstrapolasi ke =0, sehingga dapat
diperoleh nilai konsentrasi Pb yakni 3,63 ppm. Dikarenakan mengalami 25 kali
pengenceran, konsentrasi Cu menjadi 90,79 ppm.
Jika melihat data absorbansi pada percobaan ini memperlihatkan hasil yang baik.
Pada data terlihat nilai absorbansi rata-rata berada dalam rentang 0,2 – 0,8, di mana
pada rentang tersebut merupakan nilai yang baik untuk analisis AAS. Pada kurva juga
memperlihatkan nilai regresi yang hampir mendekati 1 (hampir linear). Sehingga, data
tersebut dapat dikatakan akurat, di mana konsentrasi Cu dalam sampel diperoleh 222,5
ppm dan konsentrasi Pb diperoleh 191,67 ppm.
Pada percobaan ini, setiap larutan perlu dilakukan pengenceran sampai
beberapa kali. Hal ini karena larutan yang terlalu kental (konsentrasinya tinggi) justru
akan menyebabkan penyimpangan nilai absorbansinya. Grafik antara absorbansi vs
konsentrasi akan linear untuk konsentrasi larutan yang kecil, sedangkan jika
konsentrasinya terlalu besar justru akan menyimpang (tidak linear lagi) karena ada
interaksi antara analit tersebut sehingga mengurangi absorpsi radiasi. Selain itu jika
11. k.wr ‘14
konsentrasi larutan tinggi akan menghasilkan nilai absorbansi yang tinggi (mungkin bisa
lebih dari 1). Padahal nilai absorbansi yang baik untuk analisis yakni antara 0,2 – 0,8,
sedangkan AAS umumnya mendeteksi antara 0-1. Jadi dapat menimbulkan
kemungkinan senyawa tidak terdeteksi. Demikian pula saat pengenceran tidak boleh
terlalu encer, karena jika terlalu encer (konsentrasinya rendah) juga dapat menghasilkan
nilai absorbansi di bawah 0,2 karena konsentrasi yang diserap sangat kecil.
Sebenarnya pada percobaan ini terdapat interferensi. Misalnya pada percobaan
penentuan Cu dan Pb dalam sampel electroplating nikel. Seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya bahwa pada percobaan tersebut terdapat interferensi matriks, di mana
inerferensi tersebut dipengaruhi oleh sifat fisik zat yang akan dianalisis. Sehingga, untuk
mengatasi hal tersebut digunakan metode analisis adisi standar. Metode adisi standar
ini dipandang sebagai metode paling aman untuk analisis AAS.
Kendala utama yang terjadi yakni terlalu banyaknya larutan yang harus dibuat
saat preparasi, terutama pada percobaan pertama. Pengenceran bahkan dilakukan
beberapa kali dengan volume yang bervariasi. Hal itu yang kemudian menyebabkan
praktikan akhirnya melakukan beberapa kesalahan seperti kelebihan volume saat
mengencerkan. Sehingga, hal tersebut yang menyebabkan adanya kesalahan yang cukup
fatal pada hasil data yang diperoleh pada percobaan pertama, yang mana akhirnya data
tersebut sangat jauh dari literature.
Mungkin untuk saran agar ada pembagian tugas pada percobaan pertama.
Artinya, pembuatan larutan pada percobaan pertama tidak hanya dilakukan satu
kelompok saja melainkan dibagi menjadi dua kelompok, sehingga tingkat ketelitian bisa
lebih baik.
KESIMPULAN
...
DAFTAR PUSTAKA
Alvian, Z., 2007, Pengaruh pH dan Penambahan Asam Terhadap Penentuan Kadar Unsur Krom
dengan Menggunakan Metode Spektrofotometri Serapan Atom, Jurnal Sains Kimia, Vol 11 (1),
Hal 37-41.
Day, dkk., 1989, ANalisis Kimia Kuantitatif, (ditejermahkan oleh: Pujaatmaka), Erlangga, Jakarta.
Skoog, dkk., 2004, Fundamentals Of Analytical Chemistry, Eight Edition, Thomson Learning Inc,
Canada.
Watson, D., 2005, Pharmaceutical Analysis, Elsevier Limited, Oxford.