Islam adalah agama yang rasional, fikir, intelektual dan cerdas. Islam menghargai akal sebagai sumber pengetahuan dan mengajak umatnya untuk menggunakan akal dalam memahami agama. Al-Quran menekankan pentingnya akal dengan menyebutkannya berulang kali. Islam memandang akal dan agama saling mendukung bukan bertentangan, dengan akal sebagai alat untuk memahami agama.
1. ISL A M
“AGAMA YANG AKAL, RASIONAL, FIKIR, INTELEKTUAL DAN CERDAS”
Islam secara etimologi (bahasa) berarti tunduk, patuh, atau berserah diri. Adapun menurut
syari’at (terminologi), pengertian Islam mencakup seluruh agama, baik ushul (pokok) maupun
furu’ (cabang), juga seluruh masalah ‘aqidah, ibadah, keyakinan, perkataan dan perbuatan. Jadi
pengertian ini menunjukkan bahwa Islam adalah mengakui dengan lisan, meyakini dengan hati
dan berserah diri kepada Allah Azza wa Jalla atas semua yang telah ditentukan dan ditakdirkan,
sebagaimana firman Allah Subhana wa Ta’ala tentang Nabi Ibrahim ‘Alaihis salam :
"(Ingatlah) ketika Rabb-nya berfirman kepadanya (Ibrahim), ‘Berserahdirilah!’ Dia menjawab:
‘Aku berserah diri kepada Rabb seluruh alam.’” [Al-Baqarah: 131]. Allah SWT juga berfirman
“Sesungguhnya agama di sisi Allah ialah Islam. Tidaklah berselisih orang-orang yang telah
diberi Kitab kecuali setelah mereka memperoleh ilmu, karena kedengkian di antara mereka.
Barangsiapa ingkar terhadap ayat-ayat Allah, maka sungguh, Allah sangat cepat perhitungan-
Nya.” [Ali ‘Imran: 19].
Prinsip agama Islam yang wajib diketahui dan diamalkan oleh setiap muslim ada tiga, yaitu:
1. Mengenal Allah Azza wa Jalla
2. Mengenal agama Islam beserta dalil-dalilnya
3. Mengenal Nabi-Nya, Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam
Mengenal agama Islam adalah landasan yang kedua dari prinsip agama ini. Lalu, bagaimana
agama Islam itu sebenarnya ?
Manusia diciptakan oleh Allah tiada lain kecuali hanya untuk beribadah kepada-Nya.
Untuk dapat melaksanakan tugas itu sebagai bentuk pengabdiannya, Allah tidak membiarkannya
tanpa bekal. Allah melengkapinya dengan akal agar bisa memahami semua petunjuk dan ciptaan-
Nya. Ia menjadikan akal terbuka untuk mengetahui berbagai masalah, dan mengembangkan ilmu
pengetahuan. Melalui ilmu pengetahuan, manusia mampu memahami berbagai masalah
kehidupan dan mencari solusinya. Karena itu, malaikat dan seluruh makhluk penghuni langit
diperintahkan Allah untuk bersujud kepada Adam, nenek moyang manusia, karena dia telah
2. diberi akal. Semuanya sujud kepada Adam, kecuali Iblis yang sombong. Penghormatan Islam
terhadap akal adalah sebuah keniscayaan, sebab akal merupakan sumber pengetahuan.
Melalui akal, manusia bisa hidup lebih baik dan bermartabat. Karena demikian
pentingnya fungsi akal bagi kehidupan manusia, Allah mengulang kata ‘al aqlu’ dalam al Qur’an
yang bertebaran dalam berbagai ayat sedikitnya sebanyak lima puluh kali. Dalam khasanah
kebahasaan, pengulangan bisa diartikan sebagai tingkat kepentingan makna kata yang diulang
tersebut. Artinya, semakin banyak kata diulang, semakin penting arti kata tersebut. Selain kata
‘al aqlu’, kata ‘ulul albaab’ juga mengalami pengulangan berkali-kali. Itu semua menyiratkan
suatu seruan yang kuat agar manusia mau menggunakan akalnya dalam memahami semua
fenomena kehidupan dengan berbagai misterinya untuk memperoleh manfaatnya yang pada
akhirnya dapat mengagumi semua ciptaan Allah serta tak satu pun ciptaan-Nya sia-sia. Jika akal
adalah alat berpikir dan memahami semua ciptaan Allah, maka hakikatnya orang yang tidak mau
menggunakan akal, sehingga menjadi bodoh dan terbelakang, berarti dia telah berbuat sia-sia
karunia Allah yang sangat agung itu. Karena itu, berpikir dengan menggunakan akal merupakan
kewajiban islami yang mesti dilakukan oleh siapa saja yang mengaku Islam. Keimanan
seseorang bahkan tidak akan sempurna jika tidak disertai dengan pengetahuan melalui akal
pikirannya. Itu sebabnya, Allah sampai menyebut orang yang tidak memanfaatkan akalnya
sebagai ‘al an’aam’, yang artinya binatang ternak. Mengapa sebutan Allah demikian keras bagi
orang-orang yang tidak menggunakan akal pikirannya? Sebab, dia dianggap telah mengabaikan
alat pemisah antara kebenaran dan kebathilan, kebaikan dan keburukan, kejujuran dan
kebohongan, petunjuk dan kesesatan, dan keduniaan dan keakhiratan, Bisa dibayangkan
bagaimana jika di dunia ini tidak ada pemilahan yang jelas antara yang benar dan salah, yang
baik dan buruk, yang sesaat dan abadi, dan sebagainya.
Melalui al-Qur’an, Islam mengajak umatnya untuk mendayagunakan akal pikirannya,
memperoleh petunjuk dengan berkreativitas dan bekerja keras sehingga hidup menjadi lebih
bermakna. Sebaliknya, jika akal yang telah diberikan itu tidak dimanfaatkan sebaik-baiknya,
hidup manusia akan berjalan seolah tanpa kekuatan dan pegangan. Itu sebabnya, karena berbekal
akal, manusia diangkat derajatnya oleh Allah sebagai makhluk terbaik yang pernah diciptakan.
Begitu pentingnya akal, sampai-sampai al-Qur'an menyebutkannya dengan berulang-ulang.
Berapa kali al-Qur'an menyinggung kalimat “Afalaa ta'qiluun” (apakah kamu tidak berpikir?),
“fa'tabiruu ya ulil albab” (hendaklah berpikir wahai orang-orang yang berakal!). “Aku turunkan
3. kitab pada kalian, mengenai diri kalian. Apakah kalian tidak berpikir?" (Qs. al-Anbiya':10).
Untuk menguak kandungan makna ayat-ayat "misterius" dibutuhkan sebuah akal yang benar-
benar mumpuni. “Wama ya'lamu ta'wilahu illa Allah wa al-rasikhuun fi al-ilm” (Qs. al-Imran:7).
Kalimat al-Rasikhuun berarti orang yang mempunyai pengetahuan yang luas (intelek). Gelar ini
hanya bisa diperoleh oleh orang yang berakal cerdas dan tanggap.
Manusia dibekali Allah SWT intelektual yang cerdas. Di antaranya daya ingat yang
tajam, sistematika dalam berpikir dan merumuskan persoalan, menyikapi persoalan secara simpel
dan lain sebagainya, seperti kemampuan umat Islam menghafal Al Qur’an dan Hadits serta
rumusan berpikir dalam ilmu mantiq. Keistimewaan ini karena kasih sayang Allah SWT pada
orang-orang mukmin. Keimanan yang bersemayam dalam dada mukmin menghantarkan mereka
memiliki kecerdasan intelektual. Rasul SAW memberikan indikator orang yang cerdas
intelektualnya adalah konsentrasi pada satu titik yang jelas, berpikir cerdas sehingga tidak mudah
tertipu dan selalu dalam keadaan siap siaga. Kecerdasan intelektual juga akan memberikan jalan
keluar ketika menghadapi kondisi sulit. Bentuknya dapat berupa alternatif pemecahan yang
beragam dan melalui cara yang ringan dan lain sebagainya.
Pentingnya mendayagunaan akal sangat dianjurkan oleh Islam. Tidak terhitung
banyaknya ayat-ayat al-Qur'an dan Hadis Rasulullah SAW yang mendorong manusia untuk
selalu berfikir dan merenung. Redaksi al-Qur'an dan al-Hadis tentang berfikir atau
mempergunakan akal cukup variatif. Ada yang dalam bentuk khabariah, insyaiyah, istifham
inkary. Semuanya itu menunjukkan betapa Islam sangat concern terhadap kecerdasan intelektual
manusia. Dan kecerdasan intelektual itu berarti pemahaman terhadap ilmu pengetahuan.
العلم قبثثل القول والعمثثل , لقول ا تعالى " فاعلم أنثثه ل إله إل ا : فبدأ بالعلم و أن العلماء هثثم وراثثثة
النباء , ورثوا العلم من أخذه بحظ وافر ومن سلك طريقا يطلب به علما سهل ا له طريقا إلى الجنة ) راو ه
) البخاري
"Ilmu sebelum perkataan dan perbuatan,sesuai dengan perkataan Allah (ketahuilah
tiada Tuhan selain Allah). Ia memulainya dengan Ilmu. Sesungghnya ulama adalah pewaris
para nabi, mereka mewarisi ilmu dengan sangat lengkap, barang siapa yang menempuh jalan
(proses belajar dan mengajar) untuk menuntut ilmu maka Allah akan memudahkan baginya
jalan menuju surga."
Dalam sebuah hadits, "Berpikir sekejap saja lebih baik dari pada ibadah selama 70
tahun". Dengan akal akan dapat menguak rahasia ciptaan Allah. Dengan demikian dampak
4. positifnya adalah bagi keimanan. Tak heran jika kemudian para intelektual Islam mengatakan
bahwa akal tidak bisa dipisahkan dari Islam. Pada akhirnya mereka mengklaim Islam sebagai
agama yang selalu menggunakan akal. Al-Islam diin al-'aql. Di sisi lain, dalam sebuah literatur
keislaman disebutkan bahwa Sayyidina 'Ali r.a pernah bersabda "Bila akal menjadi pijakan
agama, maka bagian bawah sepatu (Khuf) lebih pantas untuk dibasuh, daripada bagian
atasnya" (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi).
Di manakah sebetulnya posisi akal dalam Islam? Sebetulnya, jika kita telaah dengan lebih
cermat dan mendalam antara agama dan akal tidak bertentangan. Bahkan justru saling
mendukung dan menguatkan satu sama lain. Agama atau al-Qur'an tidak akan bisa dipaham
tanpa bantuan akal yang cerdas (Qs. Al-Imran ayat 7). Akal tidak akan mencapai tingkatan
tertinggi tanpa agama. Keduanya bagaikan prosesor dan layar monitor yang tidak bisa
dipisahkan. Hanya saja, peran agama sebagai prosesor lebih penting dan berarti dalam
menentukan langkah-langkah yang akan diambil. Artinya, ketika akal dan agama berseberangan,
yang diprioritaskan adalah agama. Agama akan selalu menuntun kita pada kebenaran sejati dari
Allah. Sedangkan akal terkadang justru menyeret kita pada bahaya kesesatan yang terselubung.
Kebanyakan manusia menganggurkan anugerah akal yang dimilikinya. Mempunyai mata
hanya untuk melihat tetapi tidak untuk memperhatikan. Mempunyai perasaan hanya untuk
merasakan tetapi tidak untuk menyadari, atau mempunyai telinga hanya untuk mendengar tetapi
tidak untuk mendengarkan. Kondisi ini yang tidak dianjurkan oleh Islam terhadap umatnya.
Justru Islam memerintahkan manusia untuk menghargai akalnya. Salah satunya dengan
menggunakan akal dalam mengimani keberadaan al-Khalik, tidak dibangun atas dasar taklid
(asal mengikuti saja). Karena pentingnya aktivitas berfikir, para shahabat sampai mengaitkannya
dengan keimanan. Mereka berkata : "Cahaya dan sinar iman adalah banyak berpikir." (Ad-
Durrul Mantsur, Jilid II, Hlm. 409). Hal ini mendorong kaum muslimin untuk mempelajari,
memahami, dan mempraktikkan ilmu-ilmu yang mereka tuntut. Baik ilmu agama maupun ilmu
pengetahuan dan teknologi. Dengan demikian sudah seharusnya kecerdasan intelektual dimiliki
oleh setiap muslim.
Konklusinya, agama menuntun akal seseorang dalam semua aspek kehidupan yang bila
ditinggalkan akan menyesatkan dan tidak pernah sampai pada kebenaran sejati. Semua aspek itu
meliputi keyakinan, akidah agama (teologi), hukum-hukum agama (syari'at), prinsip-prinsip
moral dan etika (norma sosial). Akal juga sangat dibutuhkan untuk menguak rahasia kekuasaan
5. Allah di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi yang seharusnya disertai dengan keimanan dan
ketakwaan yang tinggi kepada Allah. Islam adalah agama rasional (akal), keimanan kita kepada
Allah SWT, Yang Maha Pencipta haruslah punya landasan intelektual rasional yang kokoh, yang
akan mengantarkan kita kepada ketajaman intuisi qalbu dan keintiman spiritual penuh cinta dan
iman terhadap Hakikat al-Haqq: Allah SWT. Dari rangkuman diatas kita bisa membuktikan
bahwa Islam adalah agama yang rasional (akal), fikir, intelektual dan cerdas.
“Tsa m a r o t u l a q l i l u z u u m u l h a q q i ”; H a si l (m e n g i k u t i )
a k a l a d a l a h k o m i t m e n p a d a k e b e n a r a n . (A l i b i n A b i
Th a l i b a s)
“S c i e n c e w i t h o u t r e l i g i o n i s l a m e , r e l i g i o n w i t h o u t
sc i e n c e i s b l i n d ”; I l m u p e n g e t a h u a n t a n p a a g a m a