SlideShare a Scribd company logo
1 of 15
ONSET KERJA OBAT PADA BEBERAPA JALUR PEMBERIAN
I. TUJUAN PRAKTIKUM
Untuk mengetahui waktu antara pemberian obat sampai menmbulkan
efek pada beberapa jalur pemberian
II. TINJAUAN PUSTAKA
1. Pengertian dan onset kerja obat
a. Pengertian onset secara umum
Onset adalah Waktu antara pemberian obat sampai timbulnya
efek.
( Anief 2, 2007 )
b. Onset konvulasi
Onset konvulasi adalah Rentan waktu antara pemberian obat
sampai menimbulkan konvulsi / kejang.
( Anief , 2007 )
c. Onset mati
Onset mati adalah Rentan waktu antara pemberian obat sampai
hewan tersebut mati.
( Anief , 2007 )
2. Macam-macam jalur pemberian obat
1. Intravena (IV)
disuntikkan langsung ke dalam pembuluh darah. Larutan
injeksinya harus betul-betul jernih. Untuk infus yang
merupakan volume cairan yang besar mengandung elektrolit,
substansi nutrisi yang esensial diberikan hanya melalui
intravena injeksi.
( Anief, 2005 )
Pada pemberian intravena (IV) dosis tunggal, yang terjadi
adalah kecepatan distribusi seketika seluruh obat yang
diberikan, dan berlangsung amat cepat. Diketahui pula bahwa
sediaan rute pemberian intravena (IV) memiliki ciri-ciri:
a. Solutio, yang larut dalam pelarut air.
b. Pelarut non air seperti minyak.
(Lazuardi, 2010)
2. Intraperitoneal (IP)
Disuntikkan langsung ke dalam rongga perut, jarang dipakai
sebab bahaya infeksi besar.
3. Nasib obat dalam tubuh
Pada fase farmakokinetik, obat mengalami proses ADME yaitu
absorbsi, distribusi, biotransformasi ( metabolisme ) dan ekskresi
yang berjalan secara simultan langsung atau tak langsung melliputi
perjalanan suatu obat melintasi sel membran.
1. Absorbsi, merupakan transfer obat melintasi membran. Ada 3
tipe membran badan, yaitu :
a. Membran kulit
b. Membran epitel usus
c. Membran sel tunggal
Dalam melintasi sel membran obat melakukan dengan 2 cara,
yaitu transfer pasif dan transfer aktif khusus. Pada transfer
pasif membran tidak berperan aktif ketika obat melalui
membran tersebut. Transfer pasif dibedakan :
a. Filtrasi yaitu zat melalui pori-pori kecil dari membran,
misalnya dinding perifer.
b. Difusi yaitu zat melarut dalam lapisan lemak dari
membran sel.
Absorbsi dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti :
a. Kelarutan obat.
b. Kemampuan difusi melintasi sel membran.
c. Konsentrasi obat.
d. Sirkulasi pada letak absorbsi.
e. Luas permukaan kontak obat.
f. Bentuk obat.
g. Rute pemakaian obat.
2. Distribusi
Setelah obat terabsorbsi ke dalam aliran darah untuk mencapai
tepat pada letak dari aksi, harus melalui membran sel.
Distribusi obat dilakukan di dalam sususan syarat pusata dan
melalui sawar darah otak. Akumulasi obat dapat terjadi pada
tempat penyimpanantertentu, yaitu :
a. Ikatan pada protein plasma bersifat reversibel di dalam
darah dan jaringan lainnya.
b. Penyimpanan dalam lemak merupakan penyimpanan
kedua bagi obat.
3. Biotransformasi
Merupakan istilah yang sering digunakan untuk
menggambarkan metabolisme obat di badan.
Obat merupakan zat asing bagi badan dan tidak diinginkan,
maka badan berusaha merombak zat tadi menjadi metabolit
sekaligus bersifat hidrofil agar lebih lancar disekresi melalui
ginjal. Jadi reaksi biotransformasi merupakan peristiwa
detoksikasi, biotransformasi berlangsung terutama di hati,
tetapi ada beberapa obat mengalami biotransformasi dalam
ginjal, plasma, dan selaput lendir diusus. Reaksi
biotransformasi biasanya oksidasi, hidrolisa dan konjugasi.
4. Ekskresi
Ginjal merupakan organ yang paling penting dalam sekresi
obat. Obat disekresikan dalam struktur tidak berubah melalui
ginjal dalam urin. Obat yang disekresikan bersama feses bersal
dari :
a. Obat yang tidak diabsorbsi dari penggunaan obat
melalui oral.
b. Obat yang disekresikan melalui empedu dan tidak
direabsorbsi dari usus.
Selain melalui ginjal obat dapat disekresikan melalui paru-
paru, air ludah, keringat, atau dalam air susu.
Dampak langsung akibat perubahan pola ADME suatu obat
terkait dengan perwatakan farmakodinamik obat adalah
sebagai berikut :
a. Respon dinamik suatu obat pada tubuh hewan, makin
lama. Pada keadaan demikian maka kerja obat dalam
tubuh hewan menjadi makin lama.
b. Respon dinamik suatu obat pada tubuh hewan tak
menunjukkan hasil berkhasiat, kendati diberikan dengan
dosis lazim. Pada keadaan demikian, yang ditemui
adalah fenomena model pengobatan subterapetik.
c. Respon dinamik suatu obat pada tubuh hewan menjadi
kurang jelas, hal tersebut disebabkan kerja obat tak
sepenuhnya optimal.
Dampak tak langsung akibat perubahan pola ADME suatu obat
adalah sebagai berikut :
a. Timbulnya toleransi tubuh hewan terhadap suatu obat. Bila
obat yang diberikan berjenis antibiotik dan kemoterapi,
maka akan ditemui kemungkinan timbulnya resistensi.
b. Kemungkinan timbulnya pemicu respons intoleran tubuh
pada suatu obat.
c. Kemungkinan pemicu timbulnya drug induce disease
dimana menghasilkan efek samping dengan dampak
menyebabkan penyakit baru karena obat.
d. Kemungkinan pemicu timbulnya adverse drug reaction
dengan tingkatan ringan (intoleran) hingga tingkatan berat
(anaphylatic syok)
4. Pengertian, komposisi, fungsi dan mekanisme kerja stychnine
a. Pengertian
Striknin merupakan alkaloid utama yang terdapat pada nux
vomica yaitu merupakan suatu biji pohon yang berasal dari
India yaitu strychnous nuxvomica.
Penggunaannya sebagai pestisida bertahan sampai hari ini dan
merupakan suber keracunan striknin yang tidak disengaja pada
anak-anak dan hewan peliharaan di rumah. Stsiknin
menyebabkan eksitasi di semua sistem saraf pusat. Namun efek
ini bukan akhibat eksitasi langsung pada sinaps. Striknin
meningkatkan level eksitabilitas neuron dengan merintangi
penghambatan secara selektif. Impuls saraf biasanya terbatas
pad jalur yang tepat oleh pengaruh penghambatan. Jika
penghambatan dirintangi oleh strknin, aktifitas neuron yang
sedang berlangsung meningkat dan rangsang sensorik
menyebabkan efek refleks berlebihan.
b. Komposisi
Senyawa kimia yang terkandung : strychnine, bruchnine,
longanine, manosan, galactine, chlorogenic acid.
(Garner, 1961)
c. Mekanisme kerja
Striknin merupakan konvulsan kuat, dan kejangnya memounyai
pola motorik yang khas. Mengingat striknin mempunyai pola
penghambatan, termasuk menghambat anatara otot- otot yang
antagonistik, pola konvulai tersebut ditentukan oleh otot paling
kuat yang bekerja pada sendi tertentu.
Kerja konvulsan striknin adalah dengan mengganggu
penghambatan pasca sinaps yang diperantarai glisin. Glisin
merupakan transmiter penghambatan yang penting
kemotoneuron dan interneuron dispinalis kordata, dan striknin
bekerja sebagai antagonis kompetitif yang selektif untuk
merintangi efek penghambatan gliserin pada semua reseptor
gliserin. Striknin merintangi penghambatan berulang ulang
pada pada sel renshaw-sinaps motoneuron dengan
mengantagonis kerja glisin yang dilepaskan oleh sel renhaw.
Fungsi Striknin :
Menyebabkan kekakuan pada otot wajah dan leher, kemudian
terjadi peningkat eksitabilitas refleks dengan cepat, setiap
rangsang sensori dapat menyebabkan respon motorik yang kuat
dengan tahap awal berupa hentakan ekstensor yang teratur, dan
pada tahap lebih lanjut berupa kejang tetanus penuh. Pada
konvulsi ini tubuh menjading lengkung pada hiperekstensi
sehingga kemungkinan hanya ubub- ubun kepala dan tumit
yang menyentuh lantai. Berhentinya nafas disebabkan oleh
kontraksi diafragma serta otot- otot dada dan perut. Kekejangan
ini dapat terjadi berulang diselingi oleh periode dperesi secara
intermiten; perangsangan sensori meningkatkan frekuensi dan
keparahan konvulsi. Kematian terjadi akibat paralisis medula ,
yang terutama disebabkan oleh hipoksia akibat adanya periode
gangguan pernafasan. Jika tidak ditangani, kematian akibat
striknin sering terjadi setelah konvulsi penuh kedua sampai
kelima, tetapi konvulsi yang pertama bisa fatal jika berlangsung
terus - menerus.
III. MATERI DAN METODE
1. Materi
Alat dan bahan
 3 Ekor tikus
 Spet
 Timbangan
 Glass beker
 Stowatch
 Larutan stychnine
2. Metode
a. Per Oral (PO)
Seekor mencit ditimbang BB
Kemudian dihitung volume larutan srycnine yang akan di
berikan dengan dosis 10mg/kg konsentrasi 1mg/ml
Berikan larutan strycnine melalui jalur oral
Letakkan mencit pada glass beker kemudian catat waktu
terjadinnya kejang-kejang sampai mati
b. Intra Peritonial (IP)
Seekor mencit ditimbang BB
Kemudian dihitung volume larutan srycnine yang akan di
berikan dengan dosis 10mg/kg konsentrasi 1mg/ml
Berikan larutan strycnine melalui jalur intraperitonial
Letakkan mencit pada glass beker kemudian catat waktu
terjadinnya kejang-kejang sampai mati
c. Sub Cutan (SC)
Seekor mencit ditimbang BB
Kemudian dihitung volume larutan srycnine yang akan di
berikan dengan dosis 10mg/kg konsentrasi 1mg/ml
Berikan larutan strycnine melalui jalur Sub Cutan
Letakkan mencit pada glass beker kemudian catat waktu
terjadinnya kejang-kejang sampai mati
IV. HASIL PRAKTIKUM
Group
Onset Konvulasi (detik) Onset Mati (detik)
Oral Subcutan IP Oral Subcutan IP
A1-1 65 219 184 80 239 219
A1-2 67 112 72 82 141 85
B1-1 486 92 184 514 136 200
B1-2 236 210 140 240 236 156
C1-1 90 255 120 100 261 138
C1-2 30 120 3 38 130 6
D1-1 5 185 120 10 199 125
D1-2 25 173 90 60 211 124
1. Kurve hasil praktikum keseluruhan
Onset Kovulasi (detik)
Onset Mati (detik)
2. Kurve hasil praktikum kelompok
0
100
200
300
400
500
A1-1 A1-2 B1-1 B1-2 C1-1 C1-2 D1-1 D1-2
oral
subcutan
IP
0
100
200
300
400
500
600
A1-1 A1-2 B1-1 B1-2 C1-1 C1-2 D1-1 D1-2
Oral
Subcutan
IP
Volume obat yang diberikan :
1. Per Oral (PO)
Dik : BB= 0,0377kg
D=10mg/kg
K=1mg/ml
Dit : V ?
Jawab
V=
𝐵𝐵𝑥𝐷
𝐾
=
0,0377𝑘𝑔 𝑥 10𝑚𝑔/𝑘𝑔
1𝑚𝑔 /𝑚𝑙
= 0,377𝑚𝑙
2. Subcutan (SC)
Dik : BB = 0,03kg
D = 10mg/kg
K = 1mg/ml
Dit : V ?
Jawab
V=
𝐵𝐵 𝑥 𝐷
𝐾
=
0,03𝑘𝑔 𝑥 10 𝑚𝑔/𝑘𝑔
1𝑚𝑔/𝑚𝑙
= 0,3𝑚𝑙
0
50
100
150
200
250
300
PO SC IP
onset konvulasi
onset mati
3. Intra Peritonial (IP)
Dik : BB = 0,033kg
D = 10mg/kg
K= 1mg/ml
Dit V ?
Jawab
V=
𝐵𝐵 𝑥 𝐷
𝐾
=
0,033𝑘𝑔 𝑥 10 𝑚𝑔/𝑘𝑔
1𝑚𝑔 /𝑚𝑙
= 0,33𝑚𝑙
V. PEMBAHASAN
Tujuan dari praktikum kali ini adalah untuk mengetahui waktu antara
pemberian obat sampai menimbulkan efek pada beberapa jalur
pemberian. Digunakan mencit sebagai hewan coba dan masing masing
mencit diberi strychnine dengan dosis 10 mg/kgBB dan dengan
konsentrasi 0,1% yang bekerja menstimulasi syaraf. Mencit 1
diberikan secara per oral, mencit 2 diberikan dengan jalur subcutan
dan mencit ketiga diberikan dengan jalur intra peritoneal.
Mencit 1 diberikan dengan per oral dengan
BB = 3,77 gram = 0,0377 kg
V =
𝐵𝐵 𝑥 𝐷
𝐾
=
0,0377𝑘𝑔 𝑥 10 𝑚𝑔/𝑘𝑔𝐵𝐵
1𝑚𝑔/𝑚𝑙
= 0,377ml
Jadi volume strychnine yang diberikan adalah 0,377ml dengan cara
per oral
Menci 2 diberikan dengan jalur subcutan dengan
BB = 30 gram = 0,03kg
V =
𝐵𝐵 𝑥 𝐷
𝐾
=
0,03𝑘𝑔 𝑥 10 𝑚𝑔/𝑘𝑔𝐵𝐵
1𝑚𝑔 /𝑚𝑙
= 0,3ml
Jadi volume strychnine yang diberikan melalui jalur subcutan
adalah 0,3ml
Mencit 3 diberikan dengan jalur intra peritoneal dengan
BB = 33 gram = 0,033kg
V =
𝐵𝐵 𝑥 𝐷
𝐾
=
0,033𝑘𝑔 𝑥 10 𝑚𝑔 /𝑘𝑔𝐵𝐵
1𝑚𝑔/𝑚𝑙
= 0,33ml
` Jadi volume strychnine yang diberikan dengan jalur intra peritoneal
adalah 0,33ml
Pada praktikum ini terdapat hasil yang bervariasi dari 8 kelompok dengan
hasil sebagai berikut:
1. Hasil dari kelompok A1-1 didapatkan bahwa onset konvulasi dan onset
mati tercepat adalah melalui jalur peroral (PO) lalu intraperitoneal (IP)
dan yang paling lama menimbulkan efek adalah subkutan (SC), yang
seharusnya urutan paling cepat menimbulkan efek adalah
intraperitonial (IP), Subcutan (SC) kemudian peroral (PO). hal ini
mungkin disebabkan dosis yang diberikan pada jalur per oral terlalu
banyak atau saat pemberian obat masuk ke saluran pernafasan
sehingga mencit cepat menimbulakan efek dari pada perlakuan
Intaraperitonial (IP) dan Subcutan (SC).
2. Hasil praktikum kelompok A1-2 juga sama seperti kelompok A1-1
yaitu dengan hasil waktu tercepat adalah melalui jalur per oral, diikuti
intraperitoneal dan terakhir subkutan. Hal ini desebabkan oleh banyak
faktor antara lain adalah obat salah masuk kedalam saluran pernafasan
atau pemberian dosis yang berlebihan. Yang seharusnya pada literatur
urutan yang paling cepat menimbulkan efek adalah intarapenitonial
(IP), subcutan (SC) dan Peroral (PO)
3. Pada hasil praktikum dari kelompok B1-1 didapatkan onset lonvulasi
dan onset mati tercepat adalah pemberian obat melalui jalur subkutan
(SC), hal ini mungkin disebabkan dosis yang berlebihan, selanjutnya
adalah pemberian obat melalui jalur intra peritoneal (IP) dan yang
terakhir adalah per oral (PO).
4. Pada hasil praktikum kelompok B1-2 didapatkan hasil dengan urutan
waktu yang sesuai dengan literatur yaitu dari yang tercepat adalah
intraperitoneal (IP), subkutan(SC), dan per oral(PO)
5. Pada kelompok C1-1 didapatkan hasil urutan waktu onset konvulasi
dan onset mati dari yang tercepat adalah per oral (PO), intra peritoneal
(IP) dan subkutan(SC) hal ini bisa disebabkan karena pemberian dosis
yang terlalu banyak mungkin karena salah perhitungan volume yang
harus diberikan atau ketika pemberian obat kurang tepat.
6. Pada kelompok C1-2 didapatkan hasil urutan waktu onset konvulasi
dan onset mati dari yang tercepat adalah intraperitoneal (IP), per
oral(PO) dan subkutan(SC) ini bias disebabkan karena dosis terlalu
banyak atau kesalahan dari praktikan saat pemberian obat.
7. Pada hasil praktikum D1-1 menunjukkan urutan waktu onset konvulasi
dan onset mati dari yang tercepat adalah per oral(PO), intraperitoneal
(IP) dan subkutan(SC). Ini terjadi bias karena dosis yang terlalu
banyak atau kesalahan pada saat pemberian obat.
8. Pada kelompok D1-2 didapatkan hasil urutan onset konvulasi dan
onset mati obat dari waktu tercepat adalah per oral (PO),
intraperitoneal(IP) dan subkutan(SC). Ini dikarenakan karena
pemberian obat yang terlalu banyak atau kesalahan pada saat
pemberian obat.
Menurut (Anief, 2007) urutan jalur pemberian obat dari
yang terlebih dahulu menimbulkan efek adalah intravena (IV),
intraperitoneal(IP), subkutan(SC), dan per oral(PO).
Dari hasil praktikum jalur pemberian obat yang diberikan adalah
Intrapena (IP), Subcutan(SC) dan Peroral (PO) hasil keseluruhan
setelah dihitung rata-ratanya didapatkan urutan onset obat dari waktu
tercepat adalah intraperitoneal (IP), per ora (PO)) dan terlama adalah
subkutan(SC) . Hal ini mungkin bisa terjadi karena perhitungan dosis
obat yang tidak sesuai dengan berat badan mencit atau karena
kesalahan saat pemberian obat.
VI. KESIMPULAN
Cara pemberian dapat mempengaruhi kecepatan absorbsi obat yang
berpengaruh juga terhadap onset dan durasi. Pada literature dijelaskan
bahwa onset paling cepat adalah intraperitonial (IP),
intramuscular(IM), subkutan(SC), peroral(PO). Hal ini terjadi karena:
a. Intraperitonial (IP) mengandung banyak pembuluh darah
sehingga obat langsung masuk ke dalam pembuluh darah.
b. Intramuscular(IM) mengandung lapisan lemak yang cukup
kecil sehingga obat akan terhalang oleh lemak sebelum
terabasorbsi.
c. Subkutan(SC) mengandung lemak yang cukup banyak.
d. Peroral(PO) disini obat akan mengalami rute yang panjang
untuk mencapai reseptor karena melalui saluran cerna yang
memiliki banyak factor penghambat seperti protein plasma.
Dan durasi paling cepat adalah peroral, intraperitonial,
intramuscular, subkutan. Hal ini terjadi karena :
a. Peroral(PO), karena melalui saluran cerna yang memiliki rute
cukup panjang dan banyak faktor penghambat maka
konsentrasi obat yang terabsorbsi semakin sedikit dan efek obat
lebih cepat.
b. Intraperitonial, disini obat langsung masuk ke pembuluh darah
sehingga efek yang dihasilkan lebih cepat dibandingkan
intramuscular dan subkutan karena obat di metabolisme
serempak sehingga durasinya agak cepat.
c. Intramuscular, terdapat lapisan lemak yang cukup banyak
sehingga obat akan konstan dan lebih tahan lama.
d. Subkutan, terdapat lapisan lemak yang paling banyak sehingga
durasi lebih lama disbanding intramuscular.
VII. DAFTAR PUSTAKA
Anief, M . 2005. Farmasetika. Yogyakarta : Gadjah Mada
University Pres
Anief, M . 2007. Apa Yang Perlu Diketahui Tentang Obat.
Yogyakarta : Gadjah Mada University Press
Garner, R.J . 1961. Veterinary Toxicology. London : Bailliere,
Tindall and Cox
Goodman ; gilman. 2001. Dasar Farmakologi Terapi Volume 2.
Jakarta; Penerbit Buku Kedokteran
Lazuardi, M. 2010. Biofarmasetik dan farmakokinetik Klinik Medis
Veteriner. Jakarta: Ghali Indonesia
Young Hae Choi, et al . 2004. Analysis of strychnine from
detoxified Strychno nux-vomica seeds using liquid
chromatography–electrospray mass spectrometry.
Journal ethno-pharmacology 93 (2004 ) 109-112
Yuningsih, et al . 2004. Efek Toksiko-Patologik Beberapa
Tanaman Beracun Pada Mencit Dalam Upaya Mencari
Zat Pengganti Racun Strychnine Untuk Pemberantasan
Penyakit Rabies Pada Anjing. Seminar Nasional
Teknologi Peternakan dan Veteriner 2004

More Related Content

What's hot

Rangkuman dan Pembahasan Contoh Soal Farmasetika Dasar
Rangkuman dan Pembahasan Contoh Soal Farmasetika DasarRangkuman dan Pembahasan Contoh Soal Farmasetika Dasar
Rangkuman dan Pembahasan Contoh Soal Farmasetika DasarNesha Mutiara
 
Kerapatan Dan Berat Jenis
Kerapatan Dan Berat JenisKerapatan Dan Berat Jenis
Kerapatan Dan Berat JenisRidwan
 
79188922 cara-perhitungan-waktu-daluarsa
79188922 cara-perhitungan-waktu-daluarsa79188922 cara-perhitungan-waktu-daluarsa
79188922 cara-perhitungan-waktu-daluarsaEka Selvina
 
Standarisasi dan spesifikasi simplisia dan ekstrak
Standarisasi dan spesifikasi simplisia dan ekstrakStandarisasi dan spesifikasi simplisia dan ekstrak
Standarisasi dan spesifikasi simplisia dan ekstrakGina Sakinah
 
laporan praktikum farmakologi I PENDAHULUAN
laporan praktikum farmakologi I PENDAHULUANlaporan praktikum farmakologi I PENDAHULUAN
laporan praktikum farmakologi I PENDAHULUANsrinova uli
 
Laporan praktikum musrin salila pps Unnes
Laporan praktikum musrin salila pps UnnesLaporan praktikum musrin salila pps Unnes
Laporan praktikum musrin salila pps UnnesMusrin Salila
 
Rancangan formula suppositoria aminofilin
Rancangan formula suppositoria aminofilinRancangan formula suppositoria aminofilin
Rancangan formula suppositoria aminofilinRhiza Amalia
 
Formulasi dan Evaluasi Kapsul Asamefenamat
Formulasi dan Evaluasi Kapsul AsamefenamatFormulasi dan Evaluasi Kapsul Asamefenamat
Formulasi dan Evaluasi Kapsul AsamefenamatBayu Mario
 
Reseptor obat wahyu
Reseptor obat wahyuReseptor obat wahyu
Reseptor obat wahyuAsti Haryani
 
Analisis aspirin menggunakan metode titrasi asam-basa
Analisis aspirin menggunakan metode titrasi asam-basaAnalisis aspirin menggunakan metode titrasi asam-basa
Analisis aspirin menggunakan metode titrasi asam-basaMeiseti Awan
 

What's hot (20)

Rangkuman dan Pembahasan Contoh Soal Farmasetika Dasar
Rangkuman dan Pembahasan Contoh Soal Farmasetika DasarRangkuman dan Pembahasan Contoh Soal Farmasetika Dasar
Rangkuman dan Pembahasan Contoh Soal Farmasetika Dasar
 
Powerpoint aerosol
Powerpoint aerosolPowerpoint aerosol
Powerpoint aerosol
 
Evaluasi Granul
Evaluasi GranulEvaluasi Granul
Evaluasi Granul
 
Kerapatan Dan Berat Jenis
Kerapatan Dan Berat JenisKerapatan Dan Berat Jenis
Kerapatan Dan Berat Jenis
 
79188922 cara-perhitungan-waktu-daluarsa
79188922 cara-perhitungan-waktu-daluarsa79188922 cara-perhitungan-waktu-daluarsa
79188922 cara-perhitungan-waktu-daluarsa
 
Uji Mutu Sediaan Suspensi
Uji Mutu Sediaan SuspensiUji Mutu Sediaan Suspensi
Uji Mutu Sediaan Suspensi
 
Standarisasi dan spesifikasi simplisia dan ekstrak
Standarisasi dan spesifikasi simplisia dan ekstrakStandarisasi dan spesifikasi simplisia dan ekstrak
Standarisasi dan spesifikasi simplisia dan ekstrak
 
laporan praktikum farmakologi I PENDAHULUAN
laporan praktikum farmakologi I PENDAHULUANlaporan praktikum farmakologi I PENDAHULUAN
laporan praktikum farmakologi I PENDAHULUAN
 
Penanganan hewan coba
Penanganan hewan cobaPenanganan hewan coba
Penanganan hewan coba
 
Laporan praktikum musrin salila pps Unnes
Laporan praktikum musrin salila pps UnnesLaporan praktikum musrin salila pps Unnes
Laporan praktikum musrin salila pps Unnes
 
Kuliah formulasi dasar 1
Kuliah formulasi dasar 1Kuliah formulasi dasar 1
Kuliah formulasi dasar 1
 
Rancangan formula suppositoria aminofilin
Rancangan formula suppositoria aminofilinRancangan formula suppositoria aminofilin
Rancangan formula suppositoria aminofilin
 
Titrasi nitrimetri
Titrasi nitrimetriTitrasi nitrimetri
Titrasi nitrimetri
 
Farmakokinetika Aminoglikosida
Farmakokinetika AminoglikosidaFarmakokinetika Aminoglikosida
Farmakokinetika Aminoglikosida
 
Formulasi dan Evaluasi Kapsul Asamefenamat
Formulasi dan Evaluasi Kapsul AsamefenamatFormulasi dan Evaluasi Kapsul Asamefenamat
Formulasi dan Evaluasi Kapsul Asamefenamat
 
Reseptor obat wahyu
Reseptor obat wahyuReseptor obat wahyu
Reseptor obat wahyu
 
Emulsi
Emulsi Emulsi
Emulsi
 
MATERI INJEKSI 2
MATERI INJEKSI 2MATERI INJEKSI 2
MATERI INJEKSI 2
 
Stabilitas Obat
Stabilitas ObatStabilitas Obat
Stabilitas Obat
 
Analisis aspirin menggunakan metode titrasi asam-basa
Analisis aspirin menggunakan metode titrasi asam-basaAnalisis aspirin menggunakan metode titrasi asam-basa
Analisis aspirin menggunakan metode titrasi asam-basa
 

Viewers also liked

Mula Kerja, Puncak Efek dan Lama Kerja Obat Analgetik pada Pemberian Per Oral...
Mula Kerja, Puncak Efek dan Lama Kerja Obat Analgetik pada Pemberian Per Oral...Mula Kerja, Puncak Efek dan Lama Kerja Obat Analgetik pada Pemberian Per Oral...
Mula Kerja, Puncak Efek dan Lama Kerja Obat Analgetik pada Pemberian Per Oral...Novi Fachrunnisa
 
Pengaruh ekstrak kangkung darat (ipomea reptans poir.
Pengaruh ekstrak kangkung darat (ipomea reptans poir.Pengaruh ekstrak kangkung darat (ipomea reptans poir.
Pengaruh ekstrak kangkung darat (ipomea reptans poir.Khairul Rizal
 
makalah hewan laboratorium cara pengambilan darah pada mencit
makalah hewan laboratorium cara pengambilan darah pada mencitmakalah hewan laboratorium cara pengambilan darah pada mencit
makalah hewan laboratorium cara pengambilan darah pada mencitFaradina Kusumasdiyanti
 
Transpor Pasif (Difusi, Osmosis, dan Difusi Terfasilitasi)
Transpor Pasif (Difusi, Osmosis, dan Difusi Terfasilitasi)Transpor Pasif (Difusi, Osmosis, dan Difusi Terfasilitasi)
Transpor Pasif (Difusi, Osmosis, dan Difusi Terfasilitasi)yogiewibisono
 
2015 Upload Campaigns Calendar - SlideShare
2015 Upload Campaigns Calendar - SlideShare2015 Upload Campaigns Calendar - SlideShare
2015 Upload Campaigns Calendar - SlideShareSlideShare
 
What to Upload to SlideShare
What to Upload to SlideShareWhat to Upload to SlideShare
What to Upload to SlideShareSlideShare
 
Getting Started With SlideShare
Getting Started With SlideShareGetting Started With SlideShare
Getting Started With SlideShareSlideShare
 

Viewers also liked (8)

Mula Kerja, Puncak Efek dan Lama Kerja Obat Analgetik pada Pemberian Per Oral...
Mula Kerja, Puncak Efek dan Lama Kerja Obat Analgetik pada Pemberian Per Oral...Mula Kerja, Puncak Efek dan Lama Kerja Obat Analgetik pada Pemberian Per Oral...
Mula Kerja, Puncak Efek dan Lama Kerja Obat Analgetik pada Pemberian Per Oral...
 
Pengaruh ekstrak kangkung darat (ipomea reptans poir.
Pengaruh ekstrak kangkung darat (ipomea reptans poir.Pengaruh ekstrak kangkung darat (ipomea reptans poir.
Pengaruh ekstrak kangkung darat (ipomea reptans poir.
 
laporan farmako
laporan farmakolaporan farmako
laporan farmako
 
makalah hewan laboratorium cara pengambilan darah pada mencit
makalah hewan laboratorium cara pengambilan darah pada mencitmakalah hewan laboratorium cara pengambilan darah pada mencit
makalah hewan laboratorium cara pengambilan darah pada mencit
 
Transpor Pasif (Difusi, Osmosis, dan Difusi Terfasilitasi)
Transpor Pasif (Difusi, Osmosis, dan Difusi Terfasilitasi)Transpor Pasif (Difusi, Osmosis, dan Difusi Terfasilitasi)
Transpor Pasif (Difusi, Osmosis, dan Difusi Terfasilitasi)
 
2015 Upload Campaigns Calendar - SlideShare
2015 Upload Campaigns Calendar - SlideShare2015 Upload Campaigns Calendar - SlideShare
2015 Upload Campaigns Calendar - SlideShare
 
What to Upload to SlideShare
What to Upload to SlideShareWhat to Upload to SlideShare
What to Upload to SlideShare
 
Getting Started With SlideShare
Getting Started With SlideShareGetting Started With SlideShare
Getting Started With SlideShare
 

Similar to Onset Kerja Obat

Pemberian obat
Pemberian obatPemberian obat
Pemberian obatNANANG10
 
346513313-Sediaan-Parenteral-1.pptx
346513313-Sediaan-Parenteral-1.pptx346513313-Sediaan-Parenteral-1.pptx
346513313-Sediaan-Parenteral-1.pptxNelaSharon1
 
Makalah farmakologi
Makalah farmakologi Makalah farmakologi
Makalah farmakologi dinana88
 
FARMAKOKINETIK DAN FARMAKODINAMIK OBAT DALAM TUBUH.pptx
FARMAKOKINETIK DAN FARMAKODINAMIK OBAT DALAM TUBUH.pptxFARMAKOKINETIK DAN FARMAKODINAMIK OBAT DALAM TUBUH.pptx
FARMAKOKINETIK DAN FARMAKODINAMIK OBAT DALAM TUBUH.pptxhaslinahaslina3
 
Rute dan efek Pemberian Obat.pptx
Rute dan efek Pemberian Obat.pptxRute dan efek Pemberian Obat.pptx
Rute dan efek Pemberian Obat.pptxdestriRani
 
Ftf 1 (autosaved)
Ftf 1 (autosaved)Ftf 1 (autosaved)
Ftf 1 (autosaved)aisharf
 
Idk vi bu ifana pengobatan1
Idk vi bu ifana pengobatan1Idk vi bu ifana pengobatan1
Idk vi bu ifana pengobatan1dimas_aria
 
ppt miastenia gravis MG ppt miastenia gravis MG
ppt miastenia gravis MG ppt miastenia gravis MGppt miastenia gravis MG ppt miastenia gravis MG
ppt miastenia gravis MG ppt miastenia gravis MGmalisalukman
 
BAB 2 Farmakologi - Cara Pemberian Obat - Copy.pptx
BAB 2 Farmakologi - Cara Pemberian Obat - Copy.pptxBAB 2 Farmakologi - Cara Pemberian Obat - Copy.pptx
BAB 2 Farmakologi - Cara Pemberian Obat - Copy.pptxfurqanridha
 
Bahan Ajar 1 Teknologi formulasi Steril.pptx
Bahan Ajar 1 Teknologi formulasi Steril.pptxBahan Ajar 1 Teknologi formulasi Steril.pptx
Bahan Ajar 1 Teknologi formulasi Steril.pptxFajrianAulia
 
Materi farmakologi kelas xi bab 1
Materi farmakologi kelas xi  bab 1Materi farmakologi kelas xi  bab 1
Materi farmakologi kelas xi bab 1apotek agam farma
 
62749747 presus-tiva
62749747 presus-tiva62749747 presus-tiva
62749747 presus-tivaNaufal Naufal
 

Similar to Onset Kerja Obat (20)

226372818 injeksi (repaired)
226372818 injeksi (repaired)226372818 injeksi (repaired)
226372818 injeksi (repaired)
 
226372818 injeksi (repaired)
226372818 injeksi (repaired)226372818 injeksi (repaired)
226372818 injeksi (repaired)
 
226372818 injeksi
226372818 injeksi226372818 injeksi
226372818 injeksi
 
226372818 injeksi
226372818 injeksi226372818 injeksi
226372818 injeksi
 
Pemberian obat
Pemberian obatPemberian obat
Pemberian obat
 
Farmakologi
FarmakologiFarmakologi
Farmakologi
 
346513313-Sediaan-Parenteral-1.pptx
346513313-Sediaan-Parenteral-1.pptx346513313-Sediaan-Parenteral-1.pptx
346513313-Sediaan-Parenteral-1.pptx
 
Makalah farmakologi
Makalah farmakologi Makalah farmakologi
Makalah farmakologi
 
FARMAKOKINETIK DAN FARMAKODINAMIK OBAT DALAM TUBUH.pptx
FARMAKOKINETIK DAN FARMAKODINAMIK OBAT DALAM TUBUH.pptxFARMAKOKINETIK DAN FARMAKODINAMIK OBAT DALAM TUBUH.pptx
FARMAKOKINETIK DAN FARMAKODINAMIK OBAT DALAM TUBUH.pptx
 
Rute dan efek Pemberian Obat.pptx
Rute dan efek Pemberian Obat.pptxRute dan efek Pemberian Obat.pptx
Rute dan efek Pemberian Obat.pptx
 
Ftf 1 (autosaved)
Ftf 1 (autosaved)Ftf 1 (autosaved)
Ftf 1 (autosaved)
 
Idk vi bu ifana pengobatan1
Idk vi bu ifana pengobatan1Idk vi bu ifana pengobatan1
Idk vi bu ifana pengobatan1
 
Farmakologi Dasar
Farmakologi DasarFarmakologi Dasar
Farmakologi Dasar
 
Laporan farmakologi (1)
Laporan farmakologi (1)Laporan farmakologi (1)
Laporan farmakologi (1)
 
ppt miastenia gravis MG ppt miastenia gravis MG
ppt miastenia gravis MG ppt miastenia gravis MGppt miastenia gravis MG ppt miastenia gravis MG
ppt miastenia gravis MG ppt miastenia gravis MG
 
BAB 2 Farmakologi - Cara Pemberian Obat - Copy.pptx
BAB 2 Farmakologi - Cara Pemberian Obat - Copy.pptxBAB 2 Farmakologi - Cara Pemberian Obat - Copy.pptx
BAB 2 Farmakologi - Cara Pemberian Obat - Copy.pptx
 
Bahan Ajar 1 Teknologi formulasi Steril.pptx
Bahan Ajar 1 Teknologi formulasi Steril.pptxBahan Ajar 1 Teknologi formulasi Steril.pptx
Bahan Ajar 1 Teknologi formulasi Steril.pptx
 
Materi farmakologi kelas xi bab 1
Materi farmakologi kelas xi  bab 1Materi farmakologi kelas xi  bab 1
Materi farmakologi kelas xi bab 1
 
62749747 presus-tiva
62749747 presus-tiva62749747 presus-tiva
62749747 presus-tiva
 
Asma
AsmaAsma
Asma
 

Onset Kerja Obat

  • 1. ONSET KERJA OBAT PADA BEBERAPA JALUR PEMBERIAN I. TUJUAN PRAKTIKUM Untuk mengetahui waktu antara pemberian obat sampai menmbulkan efek pada beberapa jalur pemberian II. TINJAUAN PUSTAKA 1. Pengertian dan onset kerja obat a. Pengertian onset secara umum Onset adalah Waktu antara pemberian obat sampai timbulnya efek. ( Anief 2, 2007 ) b. Onset konvulasi Onset konvulasi adalah Rentan waktu antara pemberian obat sampai menimbulkan konvulsi / kejang. ( Anief , 2007 ) c. Onset mati Onset mati adalah Rentan waktu antara pemberian obat sampai hewan tersebut mati. ( Anief , 2007 ) 2. Macam-macam jalur pemberian obat 1. Intravena (IV) disuntikkan langsung ke dalam pembuluh darah. Larutan injeksinya harus betul-betul jernih. Untuk infus yang merupakan volume cairan yang besar mengandung elektrolit, substansi nutrisi yang esensial diberikan hanya melalui intravena injeksi. ( Anief, 2005 ) Pada pemberian intravena (IV) dosis tunggal, yang terjadi adalah kecepatan distribusi seketika seluruh obat yang diberikan, dan berlangsung amat cepat. Diketahui pula bahwa sediaan rute pemberian intravena (IV) memiliki ciri-ciri:
  • 2. a. Solutio, yang larut dalam pelarut air. b. Pelarut non air seperti minyak. (Lazuardi, 2010) 2. Intraperitoneal (IP) Disuntikkan langsung ke dalam rongga perut, jarang dipakai sebab bahaya infeksi besar. 3. Nasib obat dalam tubuh Pada fase farmakokinetik, obat mengalami proses ADME yaitu absorbsi, distribusi, biotransformasi ( metabolisme ) dan ekskresi yang berjalan secara simultan langsung atau tak langsung melliputi perjalanan suatu obat melintasi sel membran. 1. Absorbsi, merupakan transfer obat melintasi membran. Ada 3 tipe membran badan, yaitu : a. Membran kulit b. Membran epitel usus c. Membran sel tunggal Dalam melintasi sel membran obat melakukan dengan 2 cara, yaitu transfer pasif dan transfer aktif khusus. Pada transfer pasif membran tidak berperan aktif ketika obat melalui membran tersebut. Transfer pasif dibedakan : a. Filtrasi yaitu zat melalui pori-pori kecil dari membran, misalnya dinding perifer. b. Difusi yaitu zat melarut dalam lapisan lemak dari membran sel. Absorbsi dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti : a. Kelarutan obat. b. Kemampuan difusi melintasi sel membran. c. Konsentrasi obat.
  • 3. d. Sirkulasi pada letak absorbsi. e. Luas permukaan kontak obat. f. Bentuk obat. g. Rute pemakaian obat. 2. Distribusi Setelah obat terabsorbsi ke dalam aliran darah untuk mencapai tepat pada letak dari aksi, harus melalui membran sel. Distribusi obat dilakukan di dalam sususan syarat pusata dan melalui sawar darah otak. Akumulasi obat dapat terjadi pada tempat penyimpanantertentu, yaitu : a. Ikatan pada protein plasma bersifat reversibel di dalam darah dan jaringan lainnya. b. Penyimpanan dalam lemak merupakan penyimpanan kedua bagi obat. 3. Biotransformasi Merupakan istilah yang sering digunakan untuk menggambarkan metabolisme obat di badan. Obat merupakan zat asing bagi badan dan tidak diinginkan, maka badan berusaha merombak zat tadi menjadi metabolit sekaligus bersifat hidrofil agar lebih lancar disekresi melalui ginjal. Jadi reaksi biotransformasi merupakan peristiwa detoksikasi, biotransformasi berlangsung terutama di hati, tetapi ada beberapa obat mengalami biotransformasi dalam ginjal, plasma, dan selaput lendir diusus. Reaksi biotransformasi biasanya oksidasi, hidrolisa dan konjugasi. 4. Ekskresi Ginjal merupakan organ yang paling penting dalam sekresi obat. Obat disekresikan dalam struktur tidak berubah melalui ginjal dalam urin. Obat yang disekresikan bersama feses bersal dari : a. Obat yang tidak diabsorbsi dari penggunaan obat melalui oral.
  • 4. b. Obat yang disekresikan melalui empedu dan tidak direabsorbsi dari usus. Selain melalui ginjal obat dapat disekresikan melalui paru- paru, air ludah, keringat, atau dalam air susu. Dampak langsung akibat perubahan pola ADME suatu obat terkait dengan perwatakan farmakodinamik obat adalah sebagai berikut : a. Respon dinamik suatu obat pada tubuh hewan, makin lama. Pada keadaan demikian maka kerja obat dalam tubuh hewan menjadi makin lama. b. Respon dinamik suatu obat pada tubuh hewan tak menunjukkan hasil berkhasiat, kendati diberikan dengan dosis lazim. Pada keadaan demikian, yang ditemui adalah fenomena model pengobatan subterapetik. c. Respon dinamik suatu obat pada tubuh hewan menjadi kurang jelas, hal tersebut disebabkan kerja obat tak sepenuhnya optimal. Dampak tak langsung akibat perubahan pola ADME suatu obat adalah sebagai berikut : a. Timbulnya toleransi tubuh hewan terhadap suatu obat. Bila obat yang diberikan berjenis antibiotik dan kemoterapi, maka akan ditemui kemungkinan timbulnya resistensi. b. Kemungkinan timbulnya pemicu respons intoleran tubuh pada suatu obat. c. Kemungkinan pemicu timbulnya drug induce disease dimana menghasilkan efek samping dengan dampak menyebabkan penyakit baru karena obat. d. Kemungkinan pemicu timbulnya adverse drug reaction dengan tingkatan ringan (intoleran) hingga tingkatan berat (anaphylatic syok)
  • 5. 4. Pengertian, komposisi, fungsi dan mekanisme kerja stychnine a. Pengertian Striknin merupakan alkaloid utama yang terdapat pada nux vomica yaitu merupakan suatu biji pohon yang berasal dari India yaitu strychnous nuxvomica. Penggunaannya sebagai pestisida bertahan sampai hari ini dan merupakan suber keracunan striknin yang tidak disengaja pada anak-anak dan hewan peliharaan di rumah. Stsiknin menyebabkan eksitasi di semua sistem saraf pusat. Namun efek ini bukan akhibat eksitasi langsung pada sinaps. Striknin meningkatkan level eksitabilitas neuron dengan merintangi penghambatan secara selektif. Impuls saraf biasanya terbatas pad jalur yang tepat oleh pengaruh penghambatan. Jika penghambatan dirintangi oleh strknin, aktifitas neuron yang sedang berlangsung meningkat dan rangsang sensorik menyebabkan efek refleks berlebihan. b. Komposisi Senyawa kimia yang terkandung : strychnine, bruchnine, longanine, manosan, galactine, chlorogenic acid. (Garner, 1961) c. Mekanisme kerja Striknin merupakan konvulsan kuat, dan kejangnya memounyai pola motorik yang khas. Mengingat striknin mempunyai pola penghambatan, termasuk menghambat anatara otot- otot yang antagonistik, pola konvulai tersebut ditentukan oleh otot paling kuat yang bekerja pada sendi tertentu. Kerja konvulsan striknin adalah dengan mengganggu penghambatan pasca sinaps yang diperantarai glisin. Glisin merupakan transmiter penghambatan yang penting kemotoneuron dan interneuron dispinalis kordata, dan striknin bekerja sebagai antagonis kompetitif yang selektif untuk merintangi efek penghambatan gliserin pada semua reseptor
  • 6. gliserin. Striknin merintangi penghambatan berulang ulang pada pada sel renshaw-sinaps motoneuron dengan mengantagonis kerja glisin yang dilepaskan oleh sel renhaw. Fungsi Striknin : Menyebabkan kekakuan pada otot wajah dan leher, kemudian terjadi peningkat eksitabilitas refleks dengan cepat, setiap rangsang sensori dapat menyebabkan respon motorik yang kuat dengan tahap awal berupa hentakan ekstensor yang teratur, dan pada tahap lebih lanjut berupa kejang tetanus penuh. Pada konvulsi ini tubuh menjading lengkung pada hiperekstensi sehingga kemungkinan hanya ubub- ubun kepala dan tumit yang menyentuh lantai. Berhentinya nafas disebabkan oleh kontraksi diafragma serta otot- otot dada dan perut. Kekejangan ini dapat terjadi berulang diselingi oleh periode dperesi secara intermiten; perangsangan sensori meningkatkan frekuensi dan keparahan konvulsi. Kematian terjadi akibat paralisis medula , yang terutama disebabkan oleh hipoksia akibat adanya periode gangguan pernafasan. Jika tidak ditangani, kematian akibat striknin sering terjadi setelah konvulsi penuh kedua sampai kelima, tetapi konvulsi yang pertama bisa fatal jika berlangsung terus - menerus.
  • 7. III. MATERI DAN METODE 1. Materi Alat dan bahan  3 Ekor tikus  Spet  Timbangan  Glass beker  Stowatch  Larutan stychnine 2. Metode a. Per Oral (PO) Seekor mencit ditimbang BB Kemudian dihitung volume larutan srycnine yang akan di berikan dengan dosis 10mg/kg konsentrasi 1mg/ml Berikan larutan strycnine melalui jalur oral Letakkan mencit pada glass beker kemudian catat waktu terjadinnya kejang-kejang sampai mati b. Intra Peritonial (IP) Seekor mencit ditimbang BB Kemudian dihitung volume larutan srycnine yang akan di berikan dengan dosis 10mg/kg konsentrasi 1mg/ml Berikan larutan strycnine melalui jalur intraperitonial Letakkan mencit pada glass beker kemudian catat waktu terjadinnya kejang-kejang sampai mati
  • 8. c. Sub Cutan (SC) Seekor mencit ditimbang BB Kemudian dihitung volume larutan srycnine yang akan di berikan dengan dosis 10mg/kg konsentrasi 1mg/ml Berikan larutan strycnine melalui jalur Sub Cutan Letakkan mencit pada glass beker kemudian catat waktu terjadinnya kejang-kejang sampai mati IV. HASIL PRAKTIKUM Group Onset Konvulasi (detik) Onset Mati (detik) Oral Subcutan IP Oral Subcutan IP A1-1 65 219 184 80 239 219 A1-2 67 112 72 82 141 85 B1-1 486 92 184 514 136 200 B1-2 236 210 140 240 236 156 C1-1 90 255 120 100 261 138 C1-2 30 120 3 38 130 6 D1-1 5 185 120 10 199 125 D1-2 25 173 90 60 211 124 1. Kurve hasil praktikum keseluruhan Onset Kovulasi (detik)
  • 9. Onset Mati (detik) 2. Kurve hasil praktikum kelompok 0 100 200 300 400 500 A1-1 A1-2 B1-1 B1-2 C1-1 C1-2 D1-1 D1-2 oral subcutan IP 0 100 200 300 400 500 600 A1-1 A1-2 B1-1 B1-2 C1-1 C1-2 D1-1 D1-2 Oral Subcutan IP
  • 10. Volume obat yang diberikan : 1. Per Oral (PO) Dik : BB= 0,0377kg D=10mg/kg K=1mg/ml Dit : V ? Jawab V= 𝐵𝐵𝑥𝐷 𝐾 = 0,0377𝑘𝑔 𝑥 10𝑚𝑔/𝑘𝑔 1𝑚𝑔 /𝑚𝑙 = 0,377𝑚𝑙 2. Subcutan (SC) Dik : BB = 0,03kg D = 10mg/kg K = 1mg/ml Dit : V ? Jawab V= 𝐵𝐵 𝑥 𝐷 𝐾 = 0,03𝑘𝑔 𝑥 10 𝑚𝑔/𝑘𝑔 1𝑚𝑔/𝑚𝑙 = 0,3𝑚𝑙 0 50 100 150 200 250 300 PO SC IP onset konvulasi onset mati
  • 11. 3. Intra Peritonial (IP) Dik : BB = 0,033kg D = 10mg/kg K= 1mg/ml Dit V ? Jawab V= 𝐵𝐵 𝑥 𝐷 𝐾 = 0,033𝑘𝑔 𝑥 10 𝑚𝑔/𝑘𝑔 1𝑚𝑔 /𝑚𝑙 = 0,33𝑚𝑙 V. PEMBAHASAN Tujuan dari praktikum kali ini adalah untuk mengetahui waktu antara pemberian obat sampai menimbulkan efek pada beberapa jalur pemberian. Digunakan mencit sebagai hewan coba dan masing masing mencit diberi strychnine dengan dosis 10 mg/kgBB dan dengan konsentrasi 0,1% yang bekerja menstimulasi syaraf. Mencit 1 diberikan secara per oral, mencit 2 diberikan dengan jalur subcutan dan mencit ketiga diberikan dengan jalur intra peritoneal. Mencit 1 diberikan dengan per oral dengan BB = 3,77 gram = 0,0377 kg V = 𝐵𝐵 𝑥 𝐷 𝐾 = 0,0377𝑘𝑔 𝑥 10 𝑚𝑔/𝑘𝑔𝐵𝐵 1𝑚𝑔/𝑚𝑙 = 0,377ml Jadi volume strychnine yang diberikan adalah 0,377ml dengan cara per oral Menci 2 diberikan dengan jalur subcutan dengan BB = 30 gram = 0,03kg V = 𝐵𝐵 𝑥 𝐷 𝐾 = 0,03𝑘𝑔 𝑥 10 𝑚𝑔/𝑘𝑔𝐵𝐵 1𝑚𝑔 /𝑚𝑙 = 0,3ml
  • 12. Jadi volume strychnine yang diberikan melalui jalur subcutan adalah 0,3ml Mencit 3 diberikan dengan jalur intra peritoneal dengan BB = 33 gram = 0,033kg V = 𝐵𝐵 𝑥 𝐷 𝐾 = 0,033𝑘𝑔 𝑥 10 𝑚𝑔 /𝑘𝑔𝐵𝐵 1𝑚𝑔/𝑚𝑙 = 0,33ml ` Jadi volume strychnine yang diberikan dengan jalur intra peritoneal adalah 0,33ml Pada praktikum ini terdapat hasil yang bervariasi dari 8 kelompok dengan hasil sebagai berikut: 1. Hasil dari kelompok A1-1 didapatkan bahwa onset konvulasi dan onset mati tercepat adalah melalui jalur peroral (PO) lalu intraperitoneal (IP) dan yang paling lama menimbulkan efek adalah subkutan (SC), yang seharusnya urutan paling cepat menimbulkan efek adalah intraperitonial (IP), Subcutan (SC) kemudian peroral (PO). hal ini mungkin disebabkan dosis yang diberikan pada jalur per oral terlalu banyak atau saat pemberian obat masuk ke saluran pernafasan sehingga mencit cepat menimbulakan efek dari pada perlakuan Intaraperitonial (IP) dan Subcutan (SC). 2. Hasil praktikum kelompok A1-2 juga sama seperti kelompok A1-1 yaitu dengan hasil waktu tercepat adalah melalui jalur per oral, diikuti intraperitoneal dan terakhir subkutan. Hal ini desebabkan oleh banyak faktor antara lain adalah obat salah masuk kedalam saluran pernafasan atau pemberian dosis yang berlebihan. Yang seharusnya pada literatur urutan yang paling cepat menimbulkan efek adalah intarapenitonial (IP), subcutan (SC) dan Peroral (PO) 3. Pada hasil praktikum dari kelompok B1-1 didapatkan onset lonvulasi dan onset mati tercepat adalah pemberian obat melalui jalur subkutan (SC), hal ini mungkin disebabkan dosis yang berlebihan, selanjutnya
  • 13. adalah pemberian obat melalui jalur intra peritoneal (IP) dan yang terakhir adalah per oral (PO). 4. Pada hasil praktikum kelompok B1-2 didapatkan hasil dengan urutan waktu yang sesuai dengan literatur yaitu dari yang tercepat adalah intraperitoneal (IP), subkutan(SC), dan per oral(PO) 5. Pada kelompok C1-1 didapatkan hasil urutan waktu onset konvulasi dan onset mati dari yang tercepat adalah per oral (PO), intra peritoneal (IP) dan subkutan(SC) hal ini bisa disebabkan karena pemberian dosis yang terlalu banyak mungkin karena salah perhitungan volume yang harus diberikan atau ketika pemberian obat kurang tepat. 6. Pada kelompok C1-2 didapatkan hasil urutan waktu onset konvulasi dan onset mati dari yang tercepat adalah intraperitoneal (IP), per oral(PO) dan subkutan(SC) ini bias disebabkan karena dosis terlalu banyak atau kesalahan dari praktikan saat pemberian obat. 7. Pada hasil praktikum D1-1 menunjukkan urutan waktu onset konvulasi dan onset mati dari yang tercepat adalah per oral(PO), intraperitoneal (IP) dan subkutan(SC). Ini terjadi bias karena dosis yang terlalu banyak atau kesalahan pada saat pemberian obat. 8. Pada kelompok D1-2 didapatkan hasil urutan onset konvulasi dan onset mati obat dari waktu tercepat adalah per oral (PO), intraperitoneal(IP) dan subkutan(SC). Ini dikarenakan karena pemberian obat yang terlalu banyak atau kesalahan pada saat pemberian obat. Menurut (Anief, 2007) urutan jalur pemberian obat dari yang terlebih dahulu menimbulkan efek adalah intravena (IV), intraperitoneal(IP), subkutan(SC), dan per oral(PO). Dari hasil praktikum jalur pemberian obat yang diberikan adalah Intrapena (IP), Subcutan(SC) dan Peroral (PO) hasil keseluruhan setelah dihitung rata-ratanya didapatkan urutan onset obat dari waktu tercepat adalah intraperitoneal (IP), per ora (PO)) dan terlama adalah subkutan(SC) . Hal ini mungkin bisa terjadi karena perhitungan dosis
  • 14. obat yang tidak sesuai dengan berat badan mencit atau karena kesalahan saat pemberian obat. VI. KESIMPULAN Cara pemberian dapat mempengaruhi kecepatan absorbsi obat yang berpengaruh juga terhadap onset dan durasi. Pada literature dijelaskan bahwa onset paling cepat adalah intraperitonial (IP), intramuscular(IM), subkutan(SC), peroral(PO). Hal ini terjadi karena: a. Intraperitonial (IP) mengandung banyak pembuluh darah sehingga obat langsung masuk ke dalam pembuluh darah. b. Intramuscular(IM) mengandung lapisan lemak yang cukup kecil sehingga obat akan terhalang oleh lemak sebelum terabasorbsi. c. Subkutan(SC) mengandung lemak yang cukup banyak. d. Peroral(PO) disini obat akan mengalami rute yang panjang untuk mencapai reseptor karena melalui saluran cerna yang memiliki banyak factor penghambat seperti protein plasma. Dan durasi paling cepat adalah peroral, intraperitonial, intramuscular, subkutan. Hal ini terjadi karena : a. Peroral(PO), karena melalui saluran cerna yang memiliki rute cukup panjang dan banyak faktor penghambat maka konsentrasi obat yang terabsorbsi semakin sedikit dan efek obat lebih cepat. b. Intraperitonial, disini obat langsung masuk ke pembuluh darah sehingga efek yang dihasilkan lebih cepat dibandingkan intramuscular dan subkutan karena obat di metabolisme serempak sehingga durasinya agak cepat. c. Intramuscular, terdapat lapisan lemak yang cukup banyak sehingga obat akan konstan dan lebih tahan lama. d. Subkutan, terdapat lapisan lemak yang paling banyak sehingga durasi lebih lama disbanding intramuscular.
  • 15. VII. DAFTAR PUSTAKA Anief, M . 2005. Farmasetika. Yogyakarta : Gadjah Mada University Pres Anief, M . 2007. Apa Yang Perlu Diketahui Tentang Obat. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press Garner, R.J . 1961. Veterinary Toxicology. London : Bailliere, Tindall and Cox Goodman ; gilman. 2001. Dasar Farmakologi Terapi Volume 2. Jakarta; Penerbit Buku Kedokteran Lazuardi, M. 2010. Biofarmasetik dan farmakokinetik Klinik Medis Veteriner. Jakarta: Ghali Indonesia Young Hae Choi, et al . 2004. Analysis of strychnine from detoxified Strychno nux-vomica seeds using liquid chromatography–electrospray mass spectrometry. Journal ethno-pharmacology 93 (2004 ) 109-112 Yuningsih, et al . 2004. Efek Toksiko-Patologik Beberapa Tanaman Beracun Pada Mencit Dalam Upaya Mencari Zat Pengganti Racun Strychnine Untuk Pemberantasan Penyakit Rabies Pada Anjing. Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2004